PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK “UPPO” SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT DAN WUJUD SINERGI DENGAN PERTANIAN DESA GEDANGAN SUKAGUMIWANG INDRAMAYU JAWA BARAT
Moh Khoerul Anwar, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta
Abstrak Tujuan penulisan ini adalah untuk meningkatkan pengembangan produksi unit pengelolaan pupuk organik sebagai upaya peningkatan ekonomi masyarakat desa Gedangan Sukagumiwang Indramayu Jawa Barat. Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan survei ke lapangan bahwa perlu dikembangkan tentang produksi unit pengelolaan pupuk organik (UPPO). Pemahaman petani dan peternak perlu ditingkatkan karena ditemukan bahwa kurangnya sumber daya manusia dalam pengelolaan UPPO, minimnya fasilitas dan dukungan pemerintah dalam proses pengembangannya. Oleh karenya penulis menggagas agar ada upaya untuk mengembangkan produksi UPPO sebaga upaya peningkatan ekonomi masyarakat dan sebagai upaya sinergi dengan pertanian yang masih sangat luas di wilayah indramayu. Upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam program UPPO pada tahun 2010 merupakan langkah awal dalam mewujudkan pengembangan desa akan tetapi perlu sebuah kajian yang perlu dilakukan setelahnya serta upaya pengembangannya. Berdasarkan dari hasil wawanara dan pengamatan ditemukan bahwa belum adanya pemahaman bersama tentang UPPO dan pengembangannya serta pentingnya pupuk organik bagi kesuburan tanah. Kesinergian antara peternak, petani, akademisi, dan pemerintah memiliki peranan penting dalam mengembangkan sebuah masyarakat desa. Hal ini takan terwujud jika hanya bekerja sendiri-sendiri. Oleh karenanya perlu kerjasama yang baik antar pihak tersebut. Kata Kunci: produksi, UPPO, masyarakat
A. JUDUL Pengembangan Produksi Unit Pengelolaan Pupuk Organik sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Masyarakat dan Wujud Sinergi Pertanian Desa Gedangan Sukagumiwang Indramayu. B. LATAR BELAKANG Pertanian
organik
merupakan
salah
satu
akternatif
baru
dalam
mengembangkan produktivitas hasil padi yang ranah lingkungan dan berkelanjutan. Tujuan utama dari pertanian organik adalah untuk menghasilkan bahan pangan yang ramah lingkungan, tidak merusak tanah serta mampu meningkatkan produktivas panen. Pada era saat ini, masyarakat mulai sadar kembali betapa pentingnya menjaga ekosistem tanah. Seperti yang yang sudah diketahu bahwa saat ini muncul alat-alat yang mana itu dapat mengganggu kestabilan ekosistem atau bahkan merusak. Oleh karenya perlu adanya kesadaran bagi para petani agar dapat menjaga kestabilan ekosistem yang ada. Selain itu, produk produk organik terasa lebih segar, lebih enak, bagus teksturnya dan memberikan kepuasan tersendiri. Moch Agus Krisno (2011) menemukan data berdasarkan survei tahun 2005 Ceko telah menghabiskan US $ 15,9 juta (Rp 133,878 milyar) untuk membeli produk organik. Nilai tersebut diperkirakan akan mencapai US $ 59 juta (Rp 496,78 milyar) pada tahun 2011. 50% dari nilai tersebut berasal dari masyarakat Ceko yang sama sekali tidak mengenal produk organik dan hanya 3% saja berasal dari konsumen Ceko yang secara teratur membeli produk berlabel ramah lingkungan. Survei menyebutkan bahwa umumnya masyarakat Ceko cenderung membeli produk organik oleh karena harganya yang tinggi dan kandungan nilai tradisionalnya (Yusmaini,2009). Hal ini menunjukan bahwa pertanian organik sedang di galakan di masyarakat ceko karena memiliki manfaat yang besar dalam membangun perekonomian masyarakat. Hal ini juga diperkuat bahwa di Kanada, promosi konsumen ternyata dapat berpengaruh pada permintaan pangan organik di pasaran. Pertumbuhan permintaan pangan organik di pasar diprediksikan mencapai 17.41% pada periode 2007 – 2011. Padahal permintaan tahun sebelumnya hanyalah sebesar 3% – 4%. Pertumbuhan permintaan tersebut menyebabkan total penjualan pangan bersertifikat organik sepanjang tahun 2006 mencapai US $ 412 juta (Rp 3.72 trilyun) dari total penjualan pangan di Kanada sebesar US $ 46 milyar (Rp 415.01
2
trilyun). Dari total penjualan tahun 2006 tersebut, pasar pangan organik di Kanada mendapatkan keuntungan sebesar US $ 1.4 juta atau 12.63 milyar rupiah (Yusmaini,2009). Hal tersebut menunjukan bahwa saat ini sangat penting dalam mengembangkan pertanian organik khususnya dalam pengelolaan pupuk organik (PPO). Dinas Pertanian Sumut (Moch Agus Krisno, 2011) mengatakan bahwa pertanian organik merupakan salah satu upaya untuk bisa memenangkan persaingan dalam merebut pasar pada pascaperdagangan bebas Asean. Besar harapan, indonesia mampu bersaing dan berperan aktif dalam era pasar bebas ASEAN. Upaya yang perlu ditingkatkan adalah sumber daya manusia yang mampu mengelola dan mengembangkan unit pengelolaan pupuk organik (UPPO) agar lebih baik dan mampu menyediakan pupuk organik bagi para petani sekitar. Pertanian organik membutuhkan bahan dasar yang organik, dalam hal ini adalah kotoran sapi. Bantul misalnya, dengan populasi sapi potong 49.957 ekor sehingga setiap hari produksi kotoran kering sapi mencapai 349,7 ton sudah dapat mencukupi bahan baku pabrik pupuk organik Petroganik dengan kapasitas 7,5 ton per hari. Sapi dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per hari (Prihandarini, 2008). Hal ini menunjukan apakah kotoran sapi tersebut dimanfaatkan secara maksimal atau masih belum maksimal ?? Lain halnya dengan data yang ditemukan di desa gedangan sukagumiwang indramayu. Berdasarkan dari hasil wawancara baik dengan petani maupun masyarakat sekitar dapat disimpulkan bahwa masyarakat belum sadar akan pentingnya penggunaan pupuk organik, tidak berperan aktif dalam pengembangan di unit pengelolaan pupuk organik dan minimnya sumber daya manusia yang mampu mengembangkan pertanian organik dan unit pengelolaan pupuk organik. Hal ini ditunjukan dengan penggunaan pupuk organik di masyarakat masih rendah, kotoran sapi belum digunakan secara maksimal dengan ditandai menumpuknya kotoran sapi yang belum diolah menjadi pupuk dan pemahaman anak muda tentang betapa pentingnya pertanian dalam pembangunan nasional dianggap masih rendah. Hal ini ditandai dengan corak masyarakat memilih kerja di jakarta sebagai karyawan daripada di desa, memilih kerja kantoran, dan lebih memilih kekota daripada mengembangkan desanya sendiri. Hal ini, perlu menjadi perhatian pemerintah dan
3
kita semua karena pertanian juga membutuhkan regenerasi yang baik dan profesional sehingga para pemuda mampu peduli dan aktif dalam pembangunan pertanianan nasional. Kotoran sapi merupakan salah satu bahan potensial untuk membuat pupuk organik (Budiayanto, 2011). Oleh karena itu perlu sumber daya manusia yang profesional sehingga dapat berkembang secara optimum dan maksimum. Dari hasil data yang dimiliki melalui wawancara, jumlah sapi yang ada sejumlah 27 dengan pengelola sejumlah 8 orang. Adapun jumlah kotoran sapi setiap harinya mampu menghasilkan sebanyak 10 Kg/ sapi, jika kita lipatkan perminggu menjadi 70 kg/ sapi, jika kita lipatkan perbulan menjadi 210kg/ sapi. Dengan adanya kotoran sapi sejumlah tersebut, pengelola masih belum mampu memproduksi secara baik dan profesional. Pengelola juga merasa sulit dalam pasar karena kurang adanya dukungan pemerintah atau perusahaan yang bekerjasama. Selain itu, sering pula harga yang ditawarkan sangat rendah sehingga dirasa tidak menutup modal yang dikeluarkan bahkan pengelola juga tidak menutup kemuingkinan mengalami kerugian. Berbagai masalah di desa saya memang saya komplek baik dari sudut pandang pertanian, pendidikan dan ekonomi. Ketiganya sangat erat kaitannya, tetapi penulis akan lebih fokus pada pengembangan produksi unit pengelolaan pupuk organik sebagai upaya peningkatan ekonomi masyarakat dan wujud sinergi dengan pertanian desa gedangan sukagumiwang indramayu. Hal ini didukung dari hasil penelitian Made Pipik Sustriani, I Ketut Kirya, dan Fridayana Yudiaatmaja (2014) menunjukkan bahwa ada perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah memperoleh dana UPPO, sehingga dana UPPO berpengaruh terhadap pendapatan. Oleh karenanya penulis berharap agar UPPO yang sudah ada dapat berjalan dengan baik dan maksimal sehingga mampu meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
C. KAJIAN TEORI 1. Pengertian UPPO Menurut
pedoman
teknis
pengembangan
UPPO
(2014)
bahwa
Penggunaan pupuk anorganik yang telah berlangsung lebih dari tiga puluh tahun secara intensif dan berlebihan telah menyebabkan kerusakan struktur tanah, soil
4
sickness (tanah sakit) dan soil fatigue (kelelahan tanah) serta inefisiensi penggunaan pupuk anorganik. Menyikapi terjadinya degradasi mutu lahan pertanian akibat penggunaan pupuk anorganik secara intensif yaitu dengan mengembangkan penggunaan pupuk organik. Hal tersebut dikarenakan pupuk organik dapat Memperbaiki struktur tanah, Memperkuat daya ikat agregat (zat hara) tanah ,Meningkatkan daya tahan dan daya serap air, Memperbaiki drainase dan pori - pori dalam tanah serta Menambah dan mengaktifkan unsur hara. Pupuk organik dalam bentuk yang telah dikomposkan ataupun segar berperan penting dalam perbaikan sifat kimia, fisika dan biologi tanah serta sebagai sumber nutrisi tanaman. Secara umum kandungan nutrisi hara dalam pupuk organik tergolong rendah dan agak lambat tersedia, sehingga diperlukan dalam jumlah cukup banyak. Namun pupuk organik yang telah dikomposkan dapat menyediakan hara dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dalam bentuk segar, karena selama proses pengomposan telah terjadi proses dekomposisi yang dilakukan oleh beberapa macam mikroba, baik dalam kondisi aerob maupun anaerob. Sumber bahan kompos antara lain berasal dari limbah organik seperti sisa-sisa tanaman (jerami, batang dan dahan), sampah rumah tangga serta kotoran ternak (sapi, kambing, ayam). Salah satu cara yang mudah dilakukan oleh petani untuk meningkatkan kesuburan pada lahan sawah adalah dengan mengembalikan jerami ke dalam lapisan olah tanah (top soil) sebagai bahan organik dan tidak membakar atau membawa jerami keluar dari areal sawah. Upaya lain dalam perbaikan kesuburan lahan sawah dapat ditempuh melalui pemberian pupuk organik yang berasal dari bahan organik berupa limbah pertanian serta limbah ternak. Dalan pedoman teknis pengembangan UPPO (2014) dikatakan bahwa Upaya pemerintah untuk mendukung petani dalam dalam kemandirian mengembangkan pupuk organik adalah dengan memfasilitasi kegiatan pengembangan penggunaan Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO). Tujuan dari UPPO sendiri adalah menyediakan fasilitas terpadu pengolahan bahan organik (jerami, sisa tanaman, limbah ternak, sampah organik) menjadi kompos (pupuk organik), mengoptimalkan pemanfaatan limbah kotoran hewan yang dimiliki kelompok peternak sebagai bahan baku kompos (pupuk organik), membantu
5
petani dalam memenuhi kebutuhan pupuk organik insitu, oleh dari dan untuk petani, mensubstitusi kebutuhan pupuk an organik, memperbaiki kesuburan dan produktivitas lahan pertanian, meningkatkan populasi ternak, membuka kesempatan berusaha dan lapangan kerja di pedesaan, media pelatihan dan penelitian bagi berbagai kalangan masyarakat, termasuk petani, mahasiswa dan karyawan, melestarikan sumberdaya lahan pertanian dan lingkungan. Menurut
pedoman
teknis
pengembangan
UPPO
(2014)
bahwa
Pengembangan Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO) adalah upaya memperbaiki kesuburan lahan untuk meningkatkan produktivitas pertanian, yang difasilitasi dengan Pembangunan Unit Pengolah Pupuk Organik, yang terdiri dari bangunan rumah kompos, bangunan bak fermentasi, alat pengolah pupuk organik (APPO), kendaraan roda 3, bangunan kandang ternak komunal dan ternak sapi. Hal ini di harapkan mampu memfasilitasi masyarakat dalam melakukan pembangunan nasional dalam ketahanan pangan. 2. Faktor yang paling berpengaruh Nurihyatun
Sardjono,
Bambang
Susilo
dan
Wignyanto
(2012)
mengatakan bahwa Pemilihan faktor yang berpengaruh pada sistem produksi pupuk organik dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Faktor Teknologi. Teknologi merujuk pada pemilihan jenis teknologi yang digunakan untuk memproduksi pupuk organik. Pemilihan jenis teknologi yang tepat dapat memudahkan proses pembuatan pupuk organik, menekan biaya produksi dan meningkatkan kualitas pupuk yang dihasilkan. b. Faktor Pengetahuan Petani. Faktor ini meliputi tingkat pengetahuan petani terhadap manfaat pupuk organik bagi lahannya dan proses pembuatan pupuk organik. c. Faktor Modal. Modal meliputi kebutuhan biaya operasional untuk memproduksi pupuk organik sesuai kebutuhan petani, dan biaya operasional untuk pemeliharaan sapi. Ketersediaan modal yang cukup dapat mendukung kelancaran proses produksi. d. Faktor
Bahan
Baku,
berterkaitan
dengan
jumlah
dan
kontinuitas
ketersediaannya. Apabila jumlahnya tidak mencukupi dan ketersediaannya tidak kontinyu maka proses produksi akan terhambat.
6
e. Faktor Tenaga Kerja. Tenaga kerja meliputi jumlah tenaga kerja untuk memproduksi pupuk organik, tanpa adanya tenaga kerja yang cukup maka proses produksi akan terhambat sehingga faktor ini menjadi penting dalam sistem produksi. f. Faktor Waktu Tanam. Waktu tanam padi akan terkait dengan waktu panen dan juga terkait dengan ketersediaan limbah jerami yang merupakan bahan baku utama pembuatan pupuk organik selain kotoran sapi sehingga akan berhubungan juga dengan penentuan waktu produksi. g. Faktor Kebijakan Pemerintah. Kebijakan pemerintah dapat mendukung atau menghambat keseluruhan sistem produksi pupuk organik. Kebijakan subsidi pupuk dapat merugikan petani yang memproduksi pupuk organik karena harus menjual produknya dibawah harga pupuk subsidi agar petani mau membeli pupuknya. Namun di sisi lain, keberadaan pupuk organik subsidi yang murah dapat mendorong petani untuk menggunakan pupuk organik. Dari hasil pengolahan data dari Nurihyatun Sardjono, Bambang Susilo, dan Wignyanto (2012) menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pengembangan sistem produksi pupuk organik adalah pengetahuan petani dengan persentase 26.8% atau 3.52 kali lebih penting dari faktor teknologi, namun hanya 1.12 kali lebih penting dari faktor kebijakan pemerintah. Pengetahuan petani sangat terkait dengan pemahaman petani terhadap manfaat pupuk organik dan pengolahannya. Hal lain didukung hasil penelitian Anggoro (2003) yang menyatakan bahwa faktor-faktor penyebab penerapan pupuk organik pada usaha tani padi sawah antara lain adalah pengetahuan petani, proses pembuatan pupuk organik dan motivasi petani. Semakin tinggi pengetahuan petani, semakin mudah proses pembuatan pupuk organik dan semakin tinggi motivasi petani secara bersama-sama berpengaruh terhadap semakin tingginya penerapan pupuk organik petani padi sawah di Kecamatan Arga Makmur, Kabupaten Bengkulu Utara. Hasil ini juga sejalan dengan hasil penelitian Ugwumba et al. (2010) yang menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi pendapatan petani pada sistem integrasi adalah umur petani, tingkat pendidikan, pengalaman dan tipe integrasi yang dipilih.
7
Tak jauh berbeda dengan pendapat Ajewole (2010) bahwa faktor utama yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengadopsi pupuk organik komersial sebagai teknologi baru untuk meningkatkan kesuburan lahannya adalah penyebaran informasi, kemampuan petani untuk memproses dan menggunakan informasi tersebut, ketersediaan tenaga kerja untuk aplikasi pupuk organik dan kedekatan lahan pertanian dengan lokasi penjualan pupuk organik komersil tersebut. Hasil penelitian Ajewole (2010) ini menekankan pada pentingnya pengembangan sumber daya manusia dalam meningkatkan intensitas dan probabilitas adopsi teknologi. Dari penjelasan diatas bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan produksi pupuk organik. Adapun faktor teknologi dan sumber daya manusia merupakan faktor yang paling penting dalam upaya meningkatkan produktivitas pupuk organik. 3. Aktor yang Berperan Nurihyatun Sardjono, Bambang Susilo dan Wignyanto (2012) mengatakan bahwa pemilihan aktor yang berperan dalam pengembangan sistem produksi pupuk organik didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: a. Petani pengguna pupuk organik. Peranan petani pengguna pupuk organik pada pengembangan pupuk organik adalah sebagai konsumen. Semakin tinggi permintaan petani terhadap pupuk organik maka produksi juga semakin tinggi. b. Petani pengelola UPPO. Petani pengelola UPPO merupakan petani padi yang tergabung dalam kelompok tani yang bertanggung jawab untuk mengelola UPPO Swasta (dalam hal ini perkebunan swasta seperti PTPN). c. Sektor swasta yang dianggap berperan dalam pengembangan sistem produksi pupuk organik adalah perkebunan swasta yang juga berperan sebagai konsumen. Selain bergantung pada permintaan petani setiap memasuki musim tanam, juga ada permintaan dari perkebunan swasta (PTPN) melalui sistem tender/lelang. d. Pemerintah. Pemerintah dalam hal ini adalah pemerintah pusat dan daerah memiliki peranan yang sama yaitu pembuat kebijakan. Pengadaan UPPO merupakan program pemerintah pusat namun dalam pelaksanaannya juga
8
melibatkan pemerintah daerah sebagai pendamping kelompok tani penerima bantuan dan membina kelompok tani tersebut sampai mandiri dalam mengelola UPPO. Hasil pengolahan data Nurihyatun Sardjono, Bambang Susilo dan Wignyanto (2012) menunjukkan bahwa setiap aktor memiliki peranan masingmasing dalam setiap faktor, namun yang akan dibahas adalah aktor yang berperan dalam peningkatan pengetahuan petani sebagai faktor terpenting dari keberhasilan pengembangan sistem produksi. Dalam pengembangan sistem produksi pupuk organik, untuk meningkatkan pengetahuan petani sangat diperlukan peran pengelola UPPO (43.3%). Aktor yang juga sangat berperan adalah pemerintah (32.5%). Peran pemerintah seperti yang dijelaskan Elly et al. (2008) bahwa pengembangan pola integrasi ternak sapi-tanaman memerlukan kerja sama antara petani-peternak dan pemerintah, pengembangan integrasi ternak-tanaman dapat dilakukan melalui pendekatan kelompok. Cara ini dapat memudahkan pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan pelatihan selain mengintensifkan komunikasi di antara anggota kelompok maupun antara anggota kelompok dan pemerintah. Artinya pemerintah dan pengelela merupakan aktor yang paling penting dalam meningkatkan produktivitas pupuk organik. Hal ini menjadi penting sehingga perlu adanya hubungan yang baik dan dinamis antara pihak pengelola dan pemerintah. Dari data Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) (2010) diketahui bahwa tingkat penerapan teknologi pemupukan dengan menggunakan pupuk organik semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini tidak terlepas juga dari peranan dinas pertanian dan badan penyuluhan yang terus melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada petani. Artinya kesadaran masyarakat khususnya para petani mulai berkembang dan dirasa perlu menggunakan pupuk organik dalam meningkatakan kualitas dan kuantitas hasil panen.
Ariani
dan
Sofia
(2011)
lebih
jelas
mengungkapkan
model
pendampingan berbasis among bekerja secara efektif dalam meningkatkan keberdayaan petani dan berpengaruh terhadap kemampuan petani dalam melakukan refleksi diri dan keberdayaannya.
9
Dari pemaparan diatas, penulis berpendapat bahwa perlu adanya sinergitas dari berabagi pihak baik pengelola, pemerintah maupun pihak swasta. Oleh karenanya perlu adanya hubungan yang baik antar pihak tersebut. Penulis merasa, selama ini kurang adanya komunikasi yang intens antar berbagai pihak. Selain itu juga pengelola belum mampu membangun kerjasama dengan swasta. Hal ini dirasa perlu adanya dukungan pemerintah dalam memfasilitasi hubungan kerjasama dengan pihak terkait. D. SOLUSI PEMECAHAN Permasalah ini memang sangat komplek dan butuh pemecahan dalam menghadapinya. Adapun beberapa cara yang dapat digunakan adalah; a. Menurut Nurihyatun Sardjono, Bambang Susilo dan Wignyanto (2012) bahwa faktor utama yang perlu diperhatikan dalam pengembangan UPPO adalah pengetahuan petani baik dalam menggunakan pupuk maupun dalam pengolahan. Aktor yang berperan dalam peningkatan pengetahuan tersebut adalah petani pengelola UPPO bersama dengan pemerintah. Prioritas sasaran pengembangan sistem adalah peningkatan pendapatan petani. Untuk mendukung tercapainya sasaran tersebut dipilih kebijakan UPPO berkembang. Berdasarkan hasil identifikasi faktor, aktor, sasaran dan kebijakan maka strategi pengembangan sistem produksi pupuk organik pada UPPO adalah pengelola UPPO bersama pemerintah setempat perlu mengadakan program penyuluhan yang intensif untuk meningkatkan pengetahuan petani terhadap pemanfaatan limbah jerami sehingga pengembangan sistem produksi pupuk organik pada UPPO secara bertahap dapat dilakukan dan pendapatan petani pada akhirnya juga dapat meningkat. b. Menurut Brenjonk ada beberapa tahapan dalam mengembangkan produksi pupuk organik, diantaranya adalah observasi lapangan, persiapan sosial, persiapan sarana dan prasarana, penguatan SDM, pembuatan manual sistem kendali internal meliputi struktur kegiatan, organisasi SKI, standar internal, pengelolaan resiko, pengawasan usaha tani dan prosedur persetujuan, pelatihan, pembelian, penanganan paska panen dan pemasaran, SOP budidaya tanaman sayur organik, SOP pembuatan media tanam organik, SOP pembutan mikro organisme lokal (MOL), SOP pembuatan pupuk cair organik, SOP pengolahan paska panen, SOP
10
pengelolaan rumah sayur organik (RSO) skala keluarga dan monitoring serta evaluasi. c. Suryanto, Joko, dkk (2010) menggunakan metode pendekatan meliputi: observasi tempat produksi dan pendistribusian, proses produksi, proses pengemasan, dan proses pendistribusian. Proses produksi terdiri dari beberapa langkah diantaranya adalah (1) penyediaan bahan dan alat produksi, (2) masukkan kotoran Sapi dengan volume seperempat (25 cm) dari kedalaman wadah, (3) bagian atas wadah ditutup dengan daun pisang, plastik atau naungan, (4) Pemindahankotoran sapi ke wadah lainya dilakukan setelah didiamkan selama 1 minggu, (5) setelah 4 minggu, pupuk kompos dapat dipanen dengan penyusutan kadar air sebanyak 70%, sehingga dari 1 ton kotoran sapi kita akan memperoleh 300 kg kompos kering, , (6) pengemasan pupuk organik. Hasil pelaksanaan program adalah produk pupuk organik kompos instan siap tabur dan praktis. Program ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan maret sampai juni. Selama 4 bulan tersebut telah dilaksanakan empat kali produksi. Untuk produksi pertama dihasilkan 25 unit, produksi kedua dihasilkan 50 unit, produksi ketiga dihasilkan 75 unit, produksi keempat dihasilkan 100 unit. Harga tiap unit pupuk organik untuk produksi pertama, kedua, dan ketiga adalah Rp. 6.000,- sedangkan untuk produksi keempat adalah Rp. 7.600,-. Dari hasil proyeksi cashflow dapat diketahui bahwa Break Even Point (BEP) dicapai pada bulan keenam. Dan pada bulan kesepuluh keuntungan yang diperoleh bias mencapai hampir 90% dari modal awal. Dari ketiga cara tersebut dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang penting dalam meningkatkan produksi UPPO ini. Diantaranya adalah meningkatkan pemahaman sumber daya manusia terhadap pupuk organik khususnya para petani, adanya hubungan dan sinergitas yang baik antara pemerintah dan pengelola, penguatan terhadap SDM yang ada, adanya SOP yang jelas baik dalam berbagai hal, terjalinnya kerjasama yang baik dengan pihak swasta dan adanya ide kreatif dalam proses kemasan sehingga lebih menarik.
E. KESIMPULAN Upaya pemerintah untuk mendukung petani dalam dalam kemandirian mengembangkan
pupuk
organik
adalah
dengan
memfasilitasi
kegiatan
pengembangan penggunaan Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO). Dalam pelaksanaannya UPPO masih banyak belum berfungsi secara maksimum. Oleh
11
karena itu, penulis memiliki gagasan agar ekonomi masyarakat meningkat melalui pengembangan unit pengelolaan pupuk organik. Adapun langkah yang harus dilakukan adalah; a. Pemahaman petani tentang pentingnya pupuk organik bagi tanah dan produktivitas hasil panen. b. Penguatan terhadap SDM yang telah ada melaui berbagai program baik pelatihan, praktik, survei ke tempat lain. c. Bekerjasama dengan berbagai kampus atau universitas terkait sehingga muncul hal-hal baru yang telah kampus atau mahasiswa kembangkan. d. Bekerjasama dengan pemerintah agar terjalin komunikasi yang baik dan mampu memberi masukan yang bersifat konstruktif. e. Bekerjasam dengan pihak swasta sebagai pihak pembeli pupuk organik sehingga mampu dipasarkan dengan baik dan maksimal. Dengan berbagai cara ini, penulis percaya jika perekonomian masyarakat akan meningkat karena adanya pengembangan unit pengelolaan pupuk organik yang telah dilakukan dengan berbagai inovasi dan model.
DAFTAR PUSTAKA Ajewole OC. 2010. Farmer’s response to adoption of commercially available organic fertilizers in Oyo state, Nigeria. African Journal of Agricultural Research. Anggoro T. 2003. Pengembangan Pertanian Organik: Kasus Penerapan Pupuk Organik pada Padi Sawah di Kecamatan Arga Makmur, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta. Ariani KT dan Sofia RA 2011. Aplikasi model pendampingan berbasis among dalam penyuluhan pertanian padi “SRT’’ di Mutihan Prambanan. Jurnal. Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) tahun 2010. Brenjonk. Tahapan Bussiness Case: Replikasi Pengembangan ‘Kampung
Organic’ BRENJONK. Indonesia: Mojokerto. Pdf. Budiyanto, Krisno. 2011. “Tipologi Pendayagunaan Kotoran Sapi dalam Upaya Mendukung Pertanian Organik di Desa Sumbersari Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Jurnal. Malang.
12
Elly FH, Sinaga BM, Kuntjoro SU dan Kusnadi N. 2008. Pengembangan usaha ternak sapi rakyat melalui integrasi ternak-tanaman di Sulawesi Utara. Jurnal. Joko Suryanto, dkk. (2010). Usaha Pembuatan Pupuk Organik Instan Siap Tabur dan Praktis sebagai Alternatif Pengganti Pupuk Kimiawi. Artikel Ilmiah. Universitas Negeri Malang.
Made Pipik Sustriani, I Ketut Kirya, Fridayana Yudiaatmaja. (2014). Pengaruh Dana Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) terhadap Pendapatan Kelompok Ternak Ekasambada.Jurnal. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Moch. Agus Krisno Budiyanto. (2011). Tipologi pendayagunaan kotoran sapi dalam upaya
Mendukung pertanian
organik
di
desa
sumbersari
Kecamatan
poncokusumo kabupaten malang. Jurnal. Malang : UMM. Nurihyatun Sardjono, Bambang Susilo dan Wignyanto. (2012). Strategi Pengembangan Sistem Produksi Pupuk Organik Pada Unit Pengolahan Pupuk Organik (Uppo) di Desa Bangunsari Kabupaten Ciamis. Jurnal. Malang: Universitas Brawijaya. Ugwumba COA, Okoh RN, Ike PC, Nnabuife ELC and Orji EC. 2010. Integrated farming system and its effect on farm cash income in Awka South agricultural zone of Anambra State, Nigeria. American-Eurasian J. Agric. & Environ. Sci. Prihandarini R, 2009. Potensi Pengembangan Pertanian Organik. Jakarta: Departemen Pertanian, Sekjen Maporina. Pedoman Teknis Pengembangan Unit Pengelolaan Pupuk Organik. Kementerian Pertanian Republik Indonesia tahun 2014. Yusmaini, 2009. Kesiapan Teknologi Mendukung Pertanian Organik Tanaman Obat. Laporan Penelitian. Bogor: IPB.
13
Lampiran
Gumukan Kotoran Sapi yang belum dikelola
Keadaan Alat dan Ruangan Pengolaan Pupuk saat ini
Ruangan Penyimpanan Alat dan Produksi 14