MODUL TEKNOLOGI PEMANFAATAN KULIT TERNAK Oleh : Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fak.Peternakan Universitas Hasanuddin
Teknologi Pemanfaatan Kulit Ternak
Oleh : Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P
Pada era modernisasi saat ini segala upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menggali dan memanfaatkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) maupun Sumber Daya Alam (SDA) secara maksimal agar tujuan pembangunan dapat tercapai. Salah satu pilihan dalam menggali potensi tersebut adalah dengan memaksimalkan pemanfaatan berbagai potensi sumber daya alam yang telah tersedia dan salah satu diantaranya adalah sumberdaya alam dalam bidang peternakan. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya dengan plasma nutfah berupa ternak yang dapat dimanfaatkan hasilnya, baik hasil utama (daging, susu dan telur) maupun hasil ikutannya berupa kulit. Sejak masa prasejarah pemanfaatan kulit telah dikenal oleh masyarakat.
Hal tersebut terbukti dari
peninggalan tertulis maupun pahatan/relief pada batu yang menunjukkan bagaimana proses pengolahan kulit dan kegunaannya pada manusia sebagai pakaian serta rumah tenda dari bahan kulit (bangsa Indian). Di Semenanjung Asia terutama India dan China ditemukan bukti tertulis. Di Afrika khususnya Mesir ditemukan pakaian dari kulit yang dipakai untuk membungkus mummy. Di Eropa, pengembaraan bangsa Moor telah membawa budayanya sampai Spanyol sehingga teknologi pengolahan kulit berkembang sampai negara-negara Eropa lainnya. Di Museum Berlin disimpan batu yang menggambarkan proses pengolahan kulit harimau. Demikian pula di British Museum kini tersimpan pakaian dan sepatu dari kulit (mummy) dari masa prasejarah. Perkembangan proses pengolahan kulit secara sederhana dan pemanfaatannya di Asia disebarkan ke Asia dan Afrika oleh Marcopolo (Djojowidagdo, 1999 dalam Said, 2006).
1
Hasil ikutan (by product) ternak berupa kulit sampai saat ini telah banyak diolah dan dimanfaatkan oleh masyarakat di Indonesia, baik dalam bentuk produk pangan maupun dalam bentuk produk non-pangan. Pemanfaatan produk pangan maupun non-pangan telah dikembangkan secara komersial oleh masyarakat, baik dalam bentuk industri skala kecil, mikro, menengah maupun besar. Kulit ternak merupakan salah satu by product ternak yang memiliki nilai ekonomi paling tinggi dibanding yang lainnya, oleh karena hanya kulit ternaklah satu satunya by product ternak yang sampai saat ini masih diekspor. Kulit ternak yang diekspor sampai saat ini masih dalam bentuk produk non-pangan, sedangkan beberapa derivat hasil olahan kulit dalam bentuk produk pangan sampai saat ini justru malah diimpor. Salah satu permasalahan yang paling mendasar yang dialami masyarakat di Indonesia saat ini adalah pemenuhan kebutuhan pangan untuk menjalankan aktivitas hidup, terutama kebutuhan protein hewani. Upaya pemenuhan kebutuhan pangan ini sudah barang tentu terkait erat dengan sektor pertanian dalam arti yang luas, sehingga tidak heran jika sektor pertanian menjadi bagian yang paling penting dalam pembangunan bangsa dan negara. Seiring dengan kemajuan peradaban manusia, maka tak dapat dipungkiri bahwa sektor peternakan mampu menghasilkan produk utama berupa susu, daging, telur, serta produk hasil sampingan berupa kulit yang nilai gizinya sangat dibutuhkan oleh tubuh. Kulit merupakan salah satu hasil ikutan dari ternak yang menyimpan potensi besar sebagai “pabrik” protein. Potensi ini memiliki peran yang sangat besar untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Saat ini kulit ternak telah banyak diolah dan dikembangkan sebagai produk pangan dalam bentuk gelatin. Besarnya produk impor negara kita akan produk pangan tersebut merupakan sebuah tantangan tersendiri dan juga sekaligus menjadi sebuah permasalahan yang tentunya membutuhkan sebuah solusi. Bagi para ilmuwan dituntut untuk berupaya memecahkan permasalahan ini melalui penggalian berbagai potensi sumber daya alam yan tersedia.
2
1. Bahan Baku Gelatin a. Pengertian gelatin Gelatin pada dasarnya adalah sebuah produk yang berbentuk hidrokoloid dan berasal dari hasil hidrolisis protein kolagen hewan atau ternak serta memiliki sifat hidrofilik. Reaksi pembentukan gelatin dari kolagen selengkapnya disajikan pada Gambar 1.
(C102H149O38N31)n Kolagen
+
H2O
(C102H151O39N31)y
Air
Gelatin
Gambar 1. Reaksi pembentukan gelatin dari kolagen (Ockerman dan Hansen, 2000)
b. Karakteristik gelatin dan kolagen Gelatin merupakan derivat dari protein khususnya kolagen yang tersusun atas rangkaian beberapa asam amino.
Karakteristik khas yang dimiliki oleh
protein kolagen diantaranya adalah mengandung asam amino glisin yang sedikitnya terdiri dari 1/3 bagian dari total asam amino yang menyusun protein gelatin tersebut. Gambaran komposisi asam amino gelatin dari beberapa sumber bahan baku selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Sifat-sifat gel gelatin tergantung pada sumber bahan baku yang digunakan maupun terhadap perlakuan pendahuluan (pretreatment) sebelum proses produksi. Sifat-sifat fisik gel dari gelatin dipengaruhi oleh nilai konsentrasi, pH, interaksi antar komponen bahan, suhu dan waktu pemeraman. Hasil penelitian Said dkk., (2011) menunjukkan bahwa gelatin dari bahan kulit kambing yang diproses menggunakan senyawa basa lemah (Ca(OH)2 ternyata memiliki sifat-sifat yang mirip dengan gelatin komersial (produksi Merck, Germany).
Sifat-sifat yang
dimaksud diantaranya adalah kekuatan gel, kadar protein, kadar lemak fat, nilai aktivitas air (aw) serta warna.
3
Tabel 1. Perbandingan komposisi asam amino gelatin dari beberapa sumber No.
Jenis Asam Amino
Kulit Kambing 1)
1. Alanine (%) 1,36 2. Arginine (%) * 2,16 3. Aspartat Acid (%) 3,10 4. Glutamic Acid (%) 7,85 5. Glycine (%) 21,48 6. Histidine (%) * 1,75 7. Hydroxylysin (%) 8. Hydroxyproline (%) 9. Isoleucine (%) * 0,91 10. Leucine (%) * 1,56 11. Lysine (%) * 2,40 12. Methionine (%) * 1,04 13. Phenylanine (%) * 1,77 14. Proline (%) 18,84 15. Serine (%) 1,19 16. Theronine (%) * 0,65 17. Tyrosine (%) 0,65 18. Valine (%) * 1,71 19. Cysteine (%) 0,94 20. Triptophan (%) * Keterangan : * Golongan asam amino esensial 1) Said dkk., (2011) 2) Junianto dkk., (2006) 3) Rusli (2004) 4) Gómez-Estaca et al. (2008)
Tulang Ikan Nila2) 7,00 6,01 4,25 7,57 15,86 0,46 0,87 2,10 2,34 1,66 2,72 1,86 0,33 1,64 -
Kulit Ikan Patin3) 9,88 7,89 4,07 9,12 22,50 0,01 8,20 0,86 1,79 0,22 1,10 11,86 1,97 2,51 0,05 1,04 0,01 -
Kulit Sapi Dewasa4) 11,3 4,7 4,6 7,4 34,2 0,4 0,5 8,3 1,1 2,4 2,5 0,4 1,2 12,7 3,9 3,3 0,4 1,9 -
Salah satu karakteristik yang cukup unik yang dimiliki oleh gelatin adalah adanya istilah melt in the mouth, dimana karakteristik ini tidak dimiliki gel lain yang berasal dari tanaman seperti pati, alginat, pektin, agar-agar dan karagenan. Gelatin yang bersumber dari hewan memiliki karakteristik tidak berwarna serta tidak memiliki rasa dengan tekstur yang lebih lembut dibanding gel dari tanaman. Gelatin memiliki sedikitnya dua sifat fungsional, yakni : (1) terkait dengan prosesproses pembentukan gel (kekuatan gel, waktu pembentukan gel, suhu leleh, viskositas, kekentalan, tekstur dan kandungan air) dan (2) terkait dengan sifat-sifat permukaan gelatin (bentuk dan stabilitasi emulsi, perlindungan koloid, bentuk dan stabilitas busa, bentuk film serta adhesi dan kohesi). 4
Gambaran sederhana tentang struktur kimia gelatin maupun struktur molekul kolagen secara umum disajikan pada Gambar 2 dan 3.
Gambar 2. Struktur kimia gelatin (Chaplin, 2006)
Gambar 3. Struktur molekul kolagen (Lehninger, 2008)
Gelatin yang dijual secara komersial memiliki mutu yang berbeda-beda tergantung jenis bahan dan proses produksinya. Gambaran tentang standar mutu gelatin yang dipersyaratkan di Indonesia secara lengkap disajikan pada Tabel 2.
5
Tabel 2. Perbandingan standar mutu gelatin yang dipersyaratkan oleh beberapa sumber No. Karakteristik Gelatin 1. Warna 2.
Bentuk
3.
Bau, rasa
4. 5.
Kadar air Kadar abu
6. 7. 8. 9.
Kekuatan gel Viskositas pH Logam berat
10.
Arsen
Standar Mutu yang Dipersyaratkan Tidak berwarna sampai kekuningana Kuning lemah atau coklat terangc Lembaran, kepingan atau potongan, serbuk kasar atau halusc Tidak berbau dan berasaa Berbau lemah seperti kalduc Maksimum 16%a Maksimum 3,25%a Maksimum 2,0%c 50-300 g bloomb 15-70 mps atau 1,5 -7,0 cPb 4,5 – 6,5b Maksimum 50 mg/kga Maksimum 50 ppmc Maksimum 2 mg/kga Maksimum 8 ppmc Maksimum 30 mg/kga Maksimum 100 mg/kga Maksimum 1000 mg/kga Maksimum 0,15%c Maksimum 1000/ g Negatifc Negatifc
11. Tembaga 12. Seng 13. Sulfit 14. SO2 15. Total Bakteri 16. Identifikasi Salmonella sp 17. Identifikasi E.Coli Keterangan : a. Standar Nasional Indonesia (SNI) No.06-3735 -1995 (Anonim, 2005b) b. GMIA (Anonim, 2001) c. Farmakope Indonesia (FI) (Anonim, 1995) Dalam proses produksi gelatin, dikenal dua metode, yakni metode asam dan basa.
Metode asam biasanya menggunakan bahan baku dari kulit babi
sedangkan metode basa menggunakan kulit atau tulang dari sapi. Gelatin yang menggunakan
metode proses asam akan menghasilkan produk akhir berupa
gelatin yang dikenal dengan istilah gelatin Tipe A, sedangkan gelatin yang diproses menggunakan
metode proses basa akan menghasilkan produk akhir
berupa gelatin yang selanjutnya dikenal dengan istilah gelatin Tipe B. Disebut proses asam karena dalam proses produksinya menggunakan larutan asam anorganik sebagai bahan perendam berupa HCl, H2SO4 dan H3PO4, sedangkan
6
proses basa menggunakan larutan basa berupa Ca(OH)2 dan CaCO3. Perbandingan standar mutu gelatin tipe A dan B yang dipersyaratkan secara lengkap disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan standar mutu gelatin tipe A dan B No.
Karakteristik Gelatin
1. 2. 3.
Proses Bahan Baku Kekuatan Gel (g) (bloom)
4.
Viskositas (cP)
5.
Kadar Abu (%)
6.
pH
7.
Titik Isoelektrik
8.
Standar Mutu yang Dipersyaratkan Tipe A Tipe B b/c/d Asam Basab/c/d Kulit Babid Kulit dan Tulang Sapid a 50 - 300 50 - 300a 260 - 280b 220 - 240b d 75 - 300 75 - 275d 250e 225e a 1,5 – 7,5 2,0 – 7,5a b 0,2 – 1,3 0,3 – 1,7b 2,0 – 7,5d 2,0 – 7,5d e 3,8 – 4,5 4,0 – 7,0e 0,3 – 2,0a 0,5 – 2,0a d 0,3 – 2,0 0,05 – 2,0d < 0,4e 1,0 – 1,5e a 3,8 – 6,0 5,0 – 7,1a 0,4 – 5,2b 0,4 – 6,1b d 3,8 – 6,0 5,0 – 7,5d e 4,0 – 4,3 5,5 – 7,3e 7,0 – 9,0a 4,7 – 5,4a c 7,0 – 9,0 4,7 – 5,2c 7,0 – 9,5d 4,7 – 5,5d e 7,8 – 8,2 4,7 – 4,9e 1000b 1000b e < 5000 < 5000e Negatifb Negatifb e Negatif Negatife Negatifb Negatifb
Maksimum Total Bakteri (CFU/g) 9. Identifikasi Bakteri Coliform (+/-) 10. Identifikasi Bakteri E.Coli (+/-) 11. Kadar Protein (%) 94 - 96b 94 - 96b 12. Kadar Abu (%) 1 - 2b 1 - 2b b 13. Kadar Air (%) 1-4 1 - 4b Keterangan : a) (Anonim, 2001) b) (Anonim, 1974) c) (Anonim, 1995) d) (Ockerman dan Hansen, 2000) e) USP.Pharmagels dalam Ockerman dan Hansen (2000)
7
Salah satu karakteristik yang penting untuk dikaji pada produk gelatin adalah sifat fungsionalnya.
Sifat fungsional dari suatu produk gelatin akan
tergambar dari ketersediaan informasi adanya gugus fungsional tertentu dalam produk tersebut. Gugus fungsional merupakan kelompok gugus khusus pada atom dalam molekul yang berperan dalam memberi karakteristik reaksi kimia pada molekul tersebut. Senyawa yang memiliki gugus fungsional sama memiliki reaksi kimia yang sama. Keberadaan gugus fungsional dari suatu senyawa dapat dideteksi melalui pergerakan spektrum inframerah. Sinar inframerah yang dilewatkan melalui cuplikan suatu senyawa organik, maka sejumlah frekwensi akan diserap dan frekwensi lainnya akan ditransmisikan tanpa diserap.
Sebagai gambaran
berikut kita dapat melihat perbandingan profil gugus fungsional antara produk gelatin dari bahan baku kulit kambing dengan produk gelatin komersial (impor) seperti terlihat pada Gambar 4, 5 dan 6.
C-O C-H
OH C=O
Gambar 4. Spektrum inframerah gelatin dari kulit kambing yang diproses secara asam dengan beberapa gugus fungsi utama menggunakan FTIR spektroskopi (T=Transmitansi) (Said dkk., 2009)
8
Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa spektrum inframerah telah mendeteksi adanya sejumlah gugus fungsi utama pada sampel gelatin yang diproses secara asam, yakni OH, C-H, C=O dan C-O. gugus fungsi OH, CH dan N-H akan menyerap inframerah pada bilangan gelombang 4000-2500 cm-1, gugus C=O pada bilangan gelombang mendekati 1800-1650 cm-1 serta gugus C=O pada bilangan gelombang
mendekati 1550-650 cm-1. Jika puncak spektrum kedua
senyawa tepat sama maka dalam banyak hal kedua senyawa tersebut dapat dikatakan (Sastrohamidjojo, 1992).
C-O C-H
OH C=O
Gambar 5. Spektrum inframerah gelatin dari kulit kambing yang diproses secara basa dengan beberapa gugus fungsi utama menggunakan FTIR spektroskopi (T=Transmitansi) (Said dkk., 2009)
Gambar 5 menunjukkan spektrum inframerah dari sampel gelatin yang diproses secara basa. Gambaran spektrum yang ditampilkan menunjukkan bahwa pergerakan intensitas serapan tidak jauh berbeda dengan spektrum gelatin yang diproses secara asam. Informasi terpenting bahwa sejumlah gugus fungsi yang 9
terdeteksi pada gelatin yang diproses secara asam sama dengan gugus fungsi pada gelatin yang diproduksi secara basa, namun intensitas serapannya yang sedikit berbeda. Gugus fungsi yang terdeteksi selain berasal dari struktur penyusunnya sendiri (asam amino) juga kemungkinan dapat berasal dari bahan basa yang digunakan sebagai bahan curing yakni kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Hasil pembacaan spektrum inframerah menunjukkan bahwa gugus fungsi OH memberikan intensitas serapan yang kuat (s) (25,589 %T) dengan bentuk pita yang lebar dan terdeteksi pada bilangan gelombang puncak 3410,15 cm-1. Gugus fungsi C-H dengan intensitas serapan sedang (m) (30,254 %T) terdeteksi pada bilangan gelombang puncak 2931,8 cm-1. Gugus fungsi C=O dengan intensitas serapan kuat (s) (26,495 %T) terdeteksi pada bilangan gelombang puncak 1651,07 cm-1. Gugus fungsi C-O dengan intensitas serapan sedang (m) (29,558 %T) terdeteksi pada bilangan gelombang puncak 1080,14 cm-1.
C-O
C-H
OH
C=O
Gambar 6. Spektrum inframerah gelatin komersial/impor (produksi Merck, Germany) dengan beberapa gugus fungsi utama menggunakan FTIR spektroskopi (T=Transmitansi) (Said dkk., 2009)
10
Gambar 6 menunjukkan spektrum inframerah dari sampel gelatin komersial (produksi Merck, Germany). Gambaran spektrum yang ditampilkan menunjukkan bahwa pergerakan intensitas serapan tidak jauh berbeda dengan spektrum gelatin yang diproses secara asam maupun basa. Gambaran spektrum menunjukkan bahwa gugus fungsi OH memberikan intensitas serapan yang kuat (s) (29,7 %T) dengan bentuk pita yang lebar dan terdeteksi pada bilangan gelombang puncak 3425,58 cm-1. Gugus fungsi C-H dengan intensitas serapan sedang (m = medium) (35,035 %T) terdeteksi pada bilangan gelombang puncak 2931,8 cm-1. Gugus fungsi C=O dengan intensitas serapan sedang (m) (34,612 %T) terdeteksi pada bilangan gelombang puncak 1635,64 cm-1. Gugus fungsi C-O dengan intensitas serapan sedang (m) (33,929 %T) terdeteksi pada bilangan gelombang puncak 1080,14 cm-1.
11