BUKU INFORMASI SINGKAT TENTANG ORGANISASI, KANTOR PEMERINTAHAN, PENYEDIA LAYANAN, AKSES KESEHATAN DAN PENDIDIKAN, SERTA BEBERAPA INFORMASI LAIN YANG TERKAIT
MODUL PELATIHAN Stroke Untuk Tenaga Fisioterapi di Puskesmas
1
MODUL PELATIHAN Stroke Untuk Tenaga Fisioterapi di Puskesmas Diterbitkan oleh: ©HANDICAP INTERNATIONAL Jl. Prawirotaman III No. 669A Brontokusuman, Mergangsan, Yogyakarta, 55153 Telp.: +62(0)274 376107 +62(0)274 382262 Cetakan ke-1
: Desember 2013
Layout Sampul Layout Isi
: Aji Galarso Andoko : Redyantoro
Copyright 2013 Handicap International mengijinkan penggandaan dan penggunaan penerbitan ini untuk pendidikan dan tujuan non komersial lainnya, namun dokumen tersebut harus mencantumkan nama Handicap International beserta penyandang dananya. Dicetak oleh: PERCETAKAN POHON CAHAYA E-mail:
[email protected] Website: www.pohoncahaya.com
DAFTAR ISI
A. Definisi ........................................................................................................................ B. Klasifikasi Stroke ........................................................................................................... 1. Stroke Hemoragik .................................................................................................... 2. Stroke Non Hemoragik ............................................................................................
4 4 4 4
C. Etiologi ........................................................................................................................ D. Patofisiologi .................................................................................................................. 1. Stroke Non Hemoragik ............................................................................................ 2. Stroke Hemoragik ....................................................................................................
5 5 5 6
E. F. G. H. I.
Tanda dan Gejala .......................................................................................................... Pemeriksaan Diagnostik ................................................................................................ Penatalaksanaan Fisioterapi ........................................................................................... Tujuan Pelaksanaan Fisioterapi ...................................................................................... Pemeriksaan Fisioterapi ................................................................................................. 1. Pemeriksaan Pergerakan Dasar ................................................................................. a. Pemerikasaan Pergerakan Aktif............................................................................. b. Pemerikasaan Pergerakan Pasif ............................................................................. 2. Pemeriksaan Khusus ................................................................................................. a. Pemeriksaan Spastisitas ........................................................................................ b. Indeks Karz Test (Pemeriksaan Aktifitas Sehari-hari) ............................................ c. Test Romberg (Tes Keseimbangan) ......................................................................
6 7 7 8 8 8 8 8 8 8 9 10
J. Intervensi Fisioterapi ..................................................................................................... a. Rencana Program Intervensi ..................................................................................... b. Treatment ................................................................................................................. c. Pemberian Alat Bantu...............................................................................................
10 10 10 15
K. Psikologi ....................................................................................................................... L. Prognosis ...................................................................................................................... M. Edukasi Pasien dan Keluarga / Nome Program ..............................................................
15 15 15
MODUL PELATIHAN Stroke Untuk Tenaga Fisioterapi di Puskesmas
3
STROKE A. Definisi Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO, 1989). Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tibatiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel saraf di otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. B. Klasifikasi Stroke Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Stroke Hemoragik Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol. 2. Stroke non Hemoragik Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu : 1. TIA’S (Trans Ischemic Attack) Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. 2. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict) Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu. 3. stroke in Volution Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari. 4. Stroke Komplit Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.
4
MODUL PELATIHAN Stroke Untuk Tenaga Fisioterapi di Puskesmas
C. Etiologi Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;
1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral. 2. Aneurisma pembuluh darah cerebral, Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan. 3. Kelainan jantung / penyakit jantung, Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. disamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah. 4. Diabetes mellitus (DM), Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral. 5. Usia lanjut, Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak. 6. Polocitemia, Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun. 7. Peningkatan kolesterol (lipid total), Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak. 8. Obesitas, Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak. 9. Perokok, Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis. 10. kurang aktivitas fisik, Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak. D. Patofisiologi 1. Stroke non hemoragik Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding MODUL PELATIHAN Stroke Untuk Tenaga Fisioterapi di Puskesmas
5
pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli. 2. Stroke hemoragik Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan tekanan intra cranial yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak. E. Tanda dan Gejala 1. Kematian rasa (kekebasan) atau kelemahan-kelemahan yang mendadak dari muka, tangan atau kaki, terutama pada satu sisi dari tubuh. Kehilangan dari gerakan sukarela (voluntary movement) dan/atau sensasi mungkin adalah sepenuhnya atau sebagian. Mungkin juga ada suatu sensasi kegelian (kesemutan) yang berkaitan pada area yang terpengaruh. 2. Kebingungan atau kesulitan berbicara atau mengerti yang mendadak. Adakalanya kelemahan pada otot-otot muka dapat menyebabkan pengeluaran air liur. 3. Kesulitan melihat yang mendadak pada satu atau kedua mata 4. Kesulitan berjalan, kepeningan, kehilangan keseimbangan atau koordinasi yang mendadak 5. Sakit kepala yang parah yang mendadak dengan penyebab yang tidak diketahui Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak yang terkena. 1. Pengaruh terhadap status mental • Tidak sadar : 30% – 40% • Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar 2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan: • Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%) • Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%) • Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%) 3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala: • hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%) • inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena 4. Daerah arteri serebri posterior • Nyeri spontan pada kepala • Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
6
MODUL PELATIHAN Stroke Untuk Tenaga Fisioterapi di Puskesmas
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan: • Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak • Hemiplegia alternans atau tetraplegia • Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil) Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa: 1. Stroke hemisfer kanan • Hemiparese sebelah kiri tubuh • Penilaian buruk • Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan 2. stroke hemisfer kiri • mengalami hemiparese kanan • perilaku lambat dan sangat berhati-hati • kelainan bidang pandang sebelah kanan • disfagia global • afasia • mudah frustasi
F. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan penunjang diagnostik yang dapat dilakukan adalah : 1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb. 2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark 3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak 4. angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh darah yang terganggu Potensi untuk terjadinya deformitas yang terjadi pada penderita stroke : - Subluksasi pada bahu - Kontraktur pada sendi ( serangnya daerah yang mengalami spastic an immobilitas pada bahu, siku dan pergelangan tangan ) - Droop foot ( pergelangan kaki karena factor spastic, keslahan penggunaan) - Trunk mengalami scoliosis karena kesalahan postur G. Penatalaksanaan Fisioterapi Penderita yang baru saja mengalami stroke sebaiknya segera dibawa ke rumah sakit agar dapat diberikan penanganan yang optimal. Semakin cepat pertolongan diberikan, semakin baik hasil yang dicapai. Menurut Misbach (dalam Suryati, 2010), prognosis penderita sangat tergantung terutama kepada kecepatan pertolongan saat therapeutic window yang relatif sangat pendek (±3 jam), oleh karena itu pertolongan terpadu dan rasional secara cepat, tepat dan cermat akan menurunkan mortalitas dan morbiditas sehingga akan meningkatkan kualitas hidup penderita.
MODUL PELATIHAN Stroke Untuk Tenaga Fisioterapi di Puskesmas
7
H. Tujuan Pelaksanaan Fisioterapi Terapi dilaksanakan dengan melihat kondisi pasien terlebih dahulu melalui anamnesis dan berbagai macam pemeriksaan yang tealah ada. Berdasarkan promblematik fisioterapi : 1. Tujuan jangka pendek adalah latihan memperbaiki postur dengan cara menghambat, mengontrol tonus otot (spastisitas) secara postural serta meningkatkan keseimbangan dan koordinasi. 2. Tujuan jangka panjang adalah untuk meningkatkan kemampuan fungsional agar dalam aktifitas kesehariannya mampu melakukan aktifitas tanpa ketergantungan penuh kepada orang lain atau secara mandiri. Rencana pelaksanaan terapi dengan terapi latihan antara lain : I. Pemeriksaan Fisioterapi 1. Pemeriksaan Pergerakan Dasar a. Pemeriksaan Pergerakan aktif Pemeriksaan gerak aktif adalah pemeriksaan gerak yang dilakukan oleh pasien secara aktif. Fungsinya untuk memeriksa rasa nyeri, LGS, kekuatan otot, dan koordinasi gerak. b. Pemeriksaan Pergerakan pasif Pemeriksaan gerak pasif adalah pemeriksaan gerak yang dilakukan oleh terapis pada pasien dalam keadaan rileks. Berfungsi untuk memeriksa rasa nyeri, LGS, kekuatan otot, dan kelenturan otot. 2. Pemeriksaan Khusus a. Pemeriksaan Spastisitas Pemeriksaan dilakukan dengan cara melakukan gerakan pasif berulang-ulang dan palpasi untuk mengetahui ada tidak peningkatan tonus serta ada tidaknya keterbatasan dalam gerak sendi. Dilakukan pada anggota tubuh yang lesi, pada umumnya dilakukan pada sendi siku dan lutut. Scala asworth (table untuk mengukur skala spastisitas)
8
Nilai
Keterangan
0
Tidak ada peningkatan tonus
1
Ada sedikit peningkatan tonus yang ditandai dengan adanya tahanan minimal pada akhir gerakan
1+
Ada sedikit peningkatan tonus yang ditandai dengan adanya tahanan minimal pada setelah melewati setengah ROM
2
Ada tanda yang lebih tinggi dalam peningkatan tonus yang ditandai dengan kesu;itan menggerakan psif tetapi masih mudah bergerak pada beberapa bagian
3
Ada tahanan nyang kuat sehingga sangat sulit bergerak karena peningkatan tonus yang sangat tinggi
4
Terjadi rigiditas dan tidak dapat digerakan
MODUL PELATIHAN Stroke Untuk Tenaga Fisioterapi di Puskesmas
b. Indeks Katz Test (pemeriksaan aktifitas sehari-hari)
Indeks katz merupakan instrument sederhana yang digunakan untuk menilai kemampuan fungsional AKS (Aktivitas Kehidupan Sehari-hari), dapat juga untuk meramalkan prognosis dari berbagai macam penyakit pada lansia. Adapun aktivitas yang dinilai adalah Bathing, Dressing, Toileting, transferring, continence dan feeding, dengan penilaian sbb: 1. Bathing • Mandiri: memerlukan bantuan hanya pada satu bagian tubuh atau dapat melakukan seluruhnya sendiri. • Tergantung:memerlukan bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh atau tidak dapat mandi sendiri 2. Dressing • Mandiri: menaruh, mengambil, memakai dan menanggalkan pakaian sendri serta menalikan sepatu sendiri. • Tergantung: tidak dapat berpakaian sebagian. 3. Toileting • Mandiri: pergi ke toilet, duduk sendiri di kloset, memakai pakaian dalam, membersihkan kotoran. • Tergantung: mendapat bantuan orang lain 4. transferring • mandiri: berpindah dari dan ke tempat tidur, dari dank e tempat duduk(memakai/ tidak memakai alat Bantu) • tergantung: tidak dapat melakuakan sendiri dengan /bantuan 5. continence • mandiri: dapat mengontrol BAB/BAK • tergantung: tidak dapat mengontrol sebagian atau seluruhnya dengan bantuan manual atau kateter 6. feeding • Mandiri: mengambil makanan dari piring atau yang lainnya dan mmasukkan ke dalam mulut (tidak termasuk kemampuan memotong daging dan menyiapkan makanan seperti mengoleskan mentega pada roti) • Tergantung: memelukan bantuan untuk makan atau tidak dapat makan sendiri secara parenteral. Dari kemampuan melaksanakan 6 aktivitas dasar tersebut, kemudian di klasifikasikan menjadi 7 tahapan, dan disebut sesuai dengan aktivitas yng bias dikerjakan sendiri. Tahapan aktivitas diatas kemudian disebut dengan Indeks Katz secara berurutan adalah sbb: • Indeks Katz A : mandiri untuk 6 aktivitas • Indeks Katz B : mandiri untuk 5 aktivitas • Indeks Katz C : mandiri, kecuali bathing dan satu fungsi lain • Indeks Katz D : mandiri, kecuali bathing, dressing dan 1 fungsi lain • Indeks Katz E : mandiri, kecuali bathing, dressing, toileting dan satu fungsi lain • Indeks Katz F : mandiri, kecuali bathing, dressing, toileting, transferring dan satu fungsi lain • Indeks Katz G : tergantung pada orang lain untuk 6 aktivitas
MODUL PELATIHAN Stroke Untuk Tenaga Fisioterapi di Puskesmas
9
c. Test Romberg (Tes Keseimbangan) 1. Pemeriksa berdiri dalam jarak dekat untuk menjaga bila pasien jatuh. 2. Mintalah pasien berdiri dengan kaki berhimpitan dan ke 2 lengan disisi tubuh 3. Kedua mata pasien terbuka dan kemudian mintalah matanya dipejamkan. 4. Normal adanya gerakan tubuh dengan sedikit bergoyang 5. bila pasien jatuh kesamping karena hilangnya keseimbangan ( test romberg positip ) Tes-tes lain yang dapat dilakukan - Reflex assessment - Sensory assessment - Kinesthetic assessment - Propioception assessment J. Intervensi Fisioterapi a. Rencana Program Intervensi 1. Fase awal Yang harus di perhatikan pada fase ini cegah komplikasi sekunder dan melindungi fungsi yang tersisa. Program ini dimulai sedini mungkin setelah keadaan umum memungkinkan dimulainya rehabilitasi. Hal-hal yang dapat dikerjakan adalah - proper bed positioning, - latihan luas gerak sendi, - stimulasi dan begitu penderita sadar dimulai penanganan masalah emosional. 2. Fase lanjutan Yang harus diperhatikan pada fase ini adalah mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan aktifitas kegiatan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada waktu penderita secara medik telah stabil. Biasanya penderita dengan stroke trombotik atau embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke. b. Treatment 1. Positioning
Posisi miring ke sisi yang lumpuh
Posisi terlentang
10
MODUL PELATIHAN Stroke Untuk Tenaga Fisioterapi di Puskesmas
Posisi mirirng ke sisi yang sehata
2. Joint Movement Exercise Pemberian latihan pasien stroke akibat trombosit dan emboli, jika tidak ada komplikasi lain dapat dimulai setelah 2-3 hari setelah serangan dan bilaman terjadi perdarahan subarachnoid dimulai setelah 2 minggu. Pada trombosis atau emboli yang ada infark miokard tanpa komplikasi yang lain dimulai setelah minggu ke 3 dan apabila tidak terdapat aritmia mulai hari ke 10 [Sodik, 2002]. Dilakukan secara rutin dengan waktu latihan antara 30-60 menit yang terbagi dalam tiga sesi. Dan tiap sesi diberikan istirahat 5 menit. Namun apabila pasien terlihat lelah, ada perubahan wajah dan ada peningkatan menonjol tiap latihan pada vital sign, maka dengan segera harus dihentikan.
Gerakan menekuk dan meluruskan sendi bahu
Gerakan menekuk dan meluruskan sendi siku
Gerakan Menekuk dan meluruskan sendi lutut
Gerakan menekuk dan meluruskan pangkal paha
Gerakan-gerakan yang dapat dilakukan oleh pasien secara aktif (flexi, extensi,endorotasi dan eksorotasi) untuk daerah lengan dan tangan
MODUL PELATIHAN Stroke Untuk Tenaga Fisioterapi di Puskesmas
11
Gerakan-gerakan yang dapat dilakukan oleh pasien secara aktif (flexi, extensi, endorotasi, external rotasi) untuk daerah tungkai
3. Aktifitas kehidupan sehari-hari/ADL Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam ADL, meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat Bantu yang disesuaikan, ADL dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang disesuaikan. Kemempuan fungsional meliputi kegiatan sehari-hari (AKS) seperti makan dan minum, mencuci, kebersihan diri, transfer dan ambulasi. Untuk setiap jenis aktivitas tersebut ditentukan derajat kemandiriaan dan ketergantungan penderita juga kebutuhan alat bantu. a. Feeding - Penderita duduk stabil di kursi, kedua siku rapat di atas meja makan. - Keluarga membantu penderita memegang sendok, menyendok makanan lalu membawa ke mulut penderita kemudian kembali ke posisi semula. Terkadang pasien membutuhkan sendok khusus untuk makan sendiri jika tangan yang terkena biasa digunakan untuk makan. - Melakukan berulang kali hingga penderita berpengalaman makan sendiri. b. Drinking - Penderita duduk stabil dikursi, kedua siku rapat di atas meja makan. - Keluarga membantu tangan penderita memegang tangkai/cangkir sedemikian rupa yang berisi 1/3 gelas air, dibawa ke mulut untuk di minurn, kemudian kembali ke posisi semula. - Melakukan berulang kali hingga penderita berpengaIaman minum sendiri. c. Bathing - Gunakan Peralatan mandi khusus - Keluarga membantu memegang tangan penderita menggosok gigi sedemikian rupa sehingga bersih sesuai dengan kemampuan penderita. - Keluarga membantu memegang tangan penderita memegang gayung beris 1/3 air kemudian menyiramkan beberapa kali ke tubuh penderita. - Hal yang sama keluarga membantu penderita memakai sabung ke seluruh tubuhnya
12
MODUL PELATIHAN Stroke Untuk Tenaga Fisioterapi di Puskesmas
sekemampuannya, kecuali di wajahnya. - Keluarga membantu penderita tangan penderita menggunakan handuk ke sekujur tubuh penderita. - Lakukan semua kegiatan berungkali hingga penderita berpengalaman melakukannya sendiri. d. Toileting - Kursi yang khusus yang dilubangi di tengah agak melebar ke depan - Kursi diletakkan di atas landasan WC yang lubang kursinya sejajar ke bawah mulut WC (bila dibutuhkan). - Keluarga membantu penderita memegang tangan sakit penderita memegang gayung untuk membasuh pantat secara berulangkali. - Jika penderita sudah dapat jongkok, maka aktivitas BAB sedikit dengan AKS orang pada umumnya yang disesuaikan denqan kemampuan penderita. e. Dressing Memakai baju - Tangan sehat memasukkan lengan baju ke tangan sehat dan tangan sakit - Tangan sehat memasangkan dan merapikan baju ke sekujur tubuh bersama tangan sakit. Melepas baju: - Lepaskan pakaian dengan dimulai dari tangan sehata dan kemudian tangan sehat membantu tangan sakit mengeluarkan lengan baju memakai celana: - Penderita duduk di pinggir/tempat tidur - Tangan sehat membantu tangan sakit memasukkan celana ke tungkai sakit dan tungkai sehat. - Penderita mengangkat pantat sehingga seluruh celana terpasang di perut. - Tangan sehat membantu tangan sakit memasang rosleting dan kancing celana hingga terpasang dengan sempurna. Melepas celana: - Tangan sehat membantu tangan sakit membuka rosleting/kancing celana. - Penderita sedikit mengangkat pantat agar celana dapat ditarik keluar dari tubuh atas kerja sama antara tangan sehat dan tangan sakit. Lakukan berulang kali sehingga penderita berpengalaman (memakai dan melepas pakaian)
MODUL PELATIHAN Stroke Untuk Tenaga Fisioterapi di Puskesmas
13
f. Transfer - Satu tangan keluarga memegang tangan dan tangan yang lain keluarga memegang ikat pinggang/stage penderita. - Kaki sehat penderita ditetakkan agak ke belakang, sehingga 2/3 tubuh penderita saat berdiri tertumpuk pada tungkai sehat penderita, kaki sakit diletakkan agak kedepan. - Keluarga mennginstruksikan untuk menuju posisi berdiri kemudian berjalan peIanpelan menuju ke kursi 4. Latihan mobilisasi a. Latihan persiapan berdiri dari posisi duduk Pasien duduk di kursi dengan telapak kaki menyentuh lantai, dengan posisi tangan saling menggenggam (yang lesi di atas) dan di depannya ada stool yang tingginya lebih rendah sedikit dari kursi pasien. Terapis memandu pasien untuk mengangkat hipnya dari kursi dan menarik lutut ke depan dengan satu tangan terapis dan membantunya untuk memindahkan berat badan dengan tangan terapis yang lain yang berada di pantat Apabila pasien sudah mampu melakukan gerakan di atas maka tangan pasien dapat diletakkan di stool dan terapis berada di samping sisi lesi pasien dengan satu tangan menjaga siku tetap lurus dan tangan terapis yang lain di pantat agar tidak jatuh ke belakang b. Latihan duduk ke berdiri Pasien butuh bantuan secukupnya untuk fleksi hip dan membawa ke depan dengan spine tetap ekstensi. Pasien duduk di kursi dengan menggenggam tangan (yang lesi di atas) pada posisi sendi bahu 900 dan ekstensi siku, lalu terapis melakukan gerak pasif dengan penekanan spine lalu pasien mengangkat tangan dan melakukan gerak ekstensi punggung (terapis berada di samping sisi lesi pasien) . Setelah itu terapis melakukan gerakan dari duduk ke berdiri,dimana satu tangan terapis menyangga pada pergelangan tangan dan tangan yang lain memegang celana / sabuk di bagian belakang pasien, lalu pasien di minta gerak membungkuk, mengayukan tangan ke atas dan gerak hip serta lutut lurus dan terapis membantu untuk mengangkat tangan pasien ke atas hingga timbul reaksi berdiri. c. Latihan weight bearing pada posisi berdiri Pasien berdiri dan terapis berada disamping sisi lesi pasien, lalu pasien di minta untuk memindahkan kaki ke depan dan diikuti pemindahan berat badan ke depan dan ke belakang. Namun kaki sehat dulu untuk menumpu baru sisi yang lesi dan terapis tetap menjaga agar tidak jatuh ke depan pada saat kaki yang lesi ke depan dengan mengunci pada lututnya. d. Latihan berjalan Terapis memfiksasi pada bahu pasien dan berada di depan pasien sehingga antara pasien dan terapis saling berhadapan, dan tangan pasien memegang bahu terapis .
14
MODUL PELATIHAN Stroke Untuk Tenaga Fisioterapi di Puskesmas
Namun sebelum berjalan terapis terlebih dahulu memberitahu kepada pasien apabila saat terjadi gerakkan sendi bahu ke depan, pasien harus meluruskan sendi panggul agar tidak bergerak namun tungkai yang berada pada sisi berlawanan dengan sendi bahu yang bergerak ke depan harus bergerak ke depan (sehingga terjadi gerak kontralateral antara sendi bahu dengan tungkai). Setelah itu dilatih jalan dengan adanya tingkattingkatan yakni pegangan terapis masih pada bahu pasien namun terapis berada di belakang pasien . Dan yang terakhir pegangan di pelvis dan posisi pasien berada di belakang c. Pemberian Alat Bantu Dengan suatu alat bantu oleh jadi pasien memungkinkan dapat melakukan sesuatu kegiatan dalam program rehabititasi di mulai jauh lebih cepat, alat bantu harus diberikan secepat mungkin. Kegiatan yang sesuai menurut kemampuan atau sesuauian kebutuhan penderita supaya ia sejauh mungkin melakukan kegiatan hidupnya serta menolong pada fungsi fisik sebaik mungkin, misalnya: 1) Alat bantu berjalan dengan tongkat tripot, paravel bar, walker 2) Mencegah cacat dengan alat bantu Cuck Up Splint, Back Splint. 3) Latihan makan sendiri dengan memakai alat pembantu untuk makan yaitu dariplastik dan kain yang dibuat seperti gelang dimana sendok bisa masuk. 4) Latihan dengan tulisan dimana penderita memakai alat pembantu menulis seperti alat pembantu, bentuk dan bahannya sama dengan untuk makan K. Psikologi (digunakan untuk tahap lebih lanjut untuk mendapatkan pelayanan lebih lanjut J referral system) Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase shok, fase penolakan, fase penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke fase yang telah lewat. Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat menerima rehabilitasi. L. Prognosis Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis yaitu : 1. Saat mulainya rehabiliyasi medik, program dimulai kurang dari 24 jam maka pengembalian fungsi lebih cepat. Bila dimulai kurang dari 14 jam maka kemampuan memelihara diri akan kembali lebih dahulu 2. Saat dimulainya pemulihan klinis, prognosis akan lebih buruk bila ditemukan adanya : 1-4 minggu gerak aktif masih nol (negatif ); 4-6 minggu fungsi tangan belum kembali dan adanya hipotonia dan arefleksia yang menetap M. Edukasi Pasien dan Keluarga/Home Program Keberhasilan latihan bagi pasien stroke dengan berbagai metode apapun hanya dapat dicapai jika pasien AKTIF dan bukan PASIF melakukan gerakan dan fisioterapis memfasilitasi agar pola gerak sesuai dengan “normal Pattern”. Keluarga penderita harus sabar dan tekun untuk membimbing penderita stroke dalam hal melakukan latihan-latihan yang diberikan oleh fisioterapi secara berulang-ulang dirumah MODUL PELATIHAN Stroke Untuk Tenaga Fisioterapi di Puskesmas
15
DAFTAR PUSTAKA
HTTP://WWW.ILMUFISIOTERAPI.INFO, Aktifitas fungsional pada penderita hemiplegia, diakses 20 September 2013 Martono, hadi & kris pranarka. 2009. Buku Ajar Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). Jakarta : FK UI Presentasi materi Training Stroke dari Trainer “Harryjun K. Siregar” pada 21-23 Maret 2011 di RSUZA Banda Aceh www.jevuska.com/topic/kti+mobilisasi+pasien+stroke., diakses Desember 2012
16
MODUL PELATIHAN Stroke Untuk Tenaga Fisioterapi di Puskesmas