Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
MODIFIKASI MINIFRACT PADA KONDISI TORTUOSITY DI SUMUR DENGAN PERMASALAHAN KERUSAKAN PERFORASI Oleh :
Hisar Limbong dan Sumadi Paryoto Teknik Produksi-Reservoir / Engineering PT.Pertamina EP Region Jawa Jl. Patra Klayan No.1 Cirebon Telp (0231) 2512015 , 2512592 Fax (0231) 2512033 e-mail :
[email protected] &
[email protected]
ABSTRAK Minifract telah dikenal dan digunakan sebagai metode pengumpulan data yang akurat dalam penentuan desain Fracturing. Minifract adalah suatu pemompaan fluida “non compressible” yang didesain semirip mungkin pemompaannya dengan Mainfract, namun tidak menggunakan pasir/proppant. Adapun pada sumur dengan masalah tortuosity, pemompaan Minifract akan menemui hambatan disebabkan oleh naiknya tekanan permukaan saat pemompaan sedangkan rate pemompaan rendah. Tortuosity adalah bentuk rekahan kecil yang berawal dari perforasi yang dapat/tidak berhubungan dengan rekahan utama yang terjadi selama operasional Fracturing berlangsung. Tortuosity dapat menyebabkan terjadinya prematur screen out, dimana pasir/proppant tidak dapat terhantarkan seluruhnya ke dalam lubang sumur. Sehingga menyebabkan hasil peningkatan produksi tidak tercapai, pada kasus yang berat sumur akan kehilangan produksi karena tersumbat oleh pasir/proppant. Fenomena tortuosity dapat dikenali dengan melakukan metode Step Rate Test. Pada saat pemompaan Step Rate Down, sebagai bagian dari Step Rate Test, fenomena ini dikenali dengan menganalisa kurva-kurva antara tekanantekanan dan laju alir pemompaan yang didapat selama pemompaan. Tujuan penulisan ini adalah untuk menyajikan suatu situasi/kasus dimana fenomena Tortuosity tidak terlalu jelas dikenali pada saat Step Rate Test, sehingga pada saat pemompaan Minifract tidak dapat mencapai rate pemompaan yang diharapkan karena terjadi pressure drop antara lubang umur dan zona rekahan. Kasus tidak jelasnya Tortuosity yang jarang terjadi ini, disebabkan oleh adanya permasalahan kerusakan pada lubang perforasi sumur. Modifikasi Minifract dilakukan dengan metode pemompaan slug untuk mengatasi akibat tortuosity, sehingga laju pemompaan dapat mencapai semaksimal mungkin tanpa adanya batasan tekanan permukaan. Keywords : Minifract, Tortuosity, Step Rate Down, Pemompaan
PENDAHULUAN Fracturing telah dikenal sejak 1948 sebagai salah satu upaya peningkatan produksi pada sumur minyak dan gas. Kegiatan Fracturing di struktur Cemara sebagai upaya peningkatan produksi telah dimulai sejak 2003 dengan memfokuskan sasaran lapisan batupasir yang direkahkan pada lapisan H.
Pada kegiatan Fracturing umumnya urutan langkah dibagi berdasarkan 3 tahap yaitu : Uji Laju Formasi (Formation Injectivity Test), Pengumpulan DataFrac (MiniFract) dan Perekahan hidraulik (Fracturing). Keberhasilan operasional perekahan yang merupakan bagian utama dari kegiatan Fracturing ditopang dengan efektivitas tahapan awal yaitu : Injectivity Test & MiniFract. Dimana tahapan awal tersebut dipengaruhi oleh pemilihan fluida dan kondisi
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-18
Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
lubang sumur. Apabila pemilihan fluida telah dilakukan dengan baik, maka faktor yang tersisa selanjutnya adalah kondisi lubang sumur. Tortuosity adalah suatu bentuk rekahan kecil yang berawal dari perforasi yang dapat/tidak berhubungan dengan rekahan utama yang terjadi selama operasional Fracturing berlangsung. Fenomena ini terbentuk pada lubang sumur yang disebabkan oleh kondisi lubang sumur setelah melewati suatu masa produksi. Apabila kondisi ini diabaikan maka tahapan pengumpulan data perekahan akan gagal yang berakibat pada tidak tercapainya sasaran Fracturing (prematur screen out). Berdasarkan pengalaman praktis di lapangan pada kegiatan Fracturing, untuk mengatasi permasalahan efek friksi yang disebabkan oleh fenomena tortuosity dapat dilakukan beberapa cara yaitu : 1) Melakukan optimasi desain perforasi ; 2) Melakukan optimasi perlakuan laju pemompaan ; 3) Menjaga kualitas rheologi fluida Fract selama pelaksanaan pemompaan ; 4) Melakukan modifikasi pemompaan pasir meningkat secara bertahap. Tulisan ini dibuat dengan mendasarkan pada kasus Fracturing sumur CMB-03 di PT.Pertamina EP Region Jawa, dimana fenomena tortuosity terjadi dan ditangani dengan menggunakan kombinasi dari metoda penanganan yang tersedia.
DASAR TEORI Tahapan pekerjaan Fracturing dimulai dengan Formation Injectivity Test dimana tahap ini merupakan suatu pemompaan awal dengan menggunakan fluida dasar (air atau solar). Tujuan dari pemompaan ini adalah untuk membuka/membersihkan selang perforasi guna mendapatkan nilai transmisibility dan nilai tekanan reservoir. Besarnya nilai transmisibility maka permeabilitas dapat dihitung dengan memasukkan harga net height dari log dan viskositas dari fluida dasar. Selanjutnya dilakukan pengumpulan DataFract atau disebut MiniFract dimana dilaksanakan pemompaan fluida utama Fracturing dengan laju pemompaan yang sama dengan laju yang direncanakan untuk Fracturing itu sendiri. Perbedaan dengan perekahan utama
adalah proses ini tidak menggunakan pasir dan volumenya disesuaikan dengan kondisi mekanis sumur. Tujuan dari pemompaan ini adalah untuk mendapatkan parameter penting seperti tekanan closure batuan yang akan digunakan untuk mengkalibrasi profil stress batuan, mendapatkan efisiensi fuida untuk rencana desain penempatan pasir saat perekahan, nilai transmisibillity dan tekanan reservoir. Dari kedua tahapan diatas akan didapatkan grafik-grafik hubungan antara tekanan dan laju alir, dimana dengan grafik-2 tersebut dilakukan suatu analisa macthing guna mendapatkan kajian tentang kondisi lubang sumur dan fenomena tortuosity. (gambar 1.) Ada dua kemungkinan terbentuknya fenomena tortuosity yaitu bentuk perforasi sumur yang tidak sejajar dan terbentuknya suatu jalur dari lubang perforasi menuju rekahan alami pada sumur yang memiliki letak lubang sumur yang berarah. Kemungkinan terbentuknya tortuosity pada perforasi yang tidak sejajar muncul ketika lubang perforasi tegak lurus dengan bidang rekahan sehingga jalur bidang rekahan akan terbentuk. Jalur ini akan membentuk seperti bentuk jalur berliku2/berkelok-2 dan menyempit arahnya secara tiba-2 yang membuat terjadinya penurunan tekanan karena friksi yang ditimbulkan oleh jalur tersebut. (gambar 2) .Ketidaksesuaian lubang perforasi mungkin dapat juga menjadi penyebab hambatan di lubang sumur karena rekahan tidak selalu dumulai dari lubang perforasi, fluida dapat juga terhubung dengan rekahan melalui channel-channel yg sempit di sekitar casing. Kemungkinan terbentuknya fenomena tortuosity lainnya adalah pada sumur dengan letak lubang berarah. Keterkaitan dari bagian lubang sumur melalui zona produksi pada lubang sumur dengan sudut lebih besar dari nol, memerlukan penyesuaian dari jalur yang berawal pada lubang perforasi yang berhubungan dengan bentuk rekahan yang diinginkan. Penyesuaian ini menghasilkan perubahan mendadak pada arah dan jalur sempit yang menghubungkan antara rekahan atau membuat rekahan-rekahan kecil secara pararel dengan rekahan utama yang terdapat di dalam lubang sumur. Perforasi dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan kegiatan Fracturing. Perforasi dapat mengubah
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-18
Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
perencanaan dan perlakuan pada tekanan permukaan yang diinginkan dan tekanan yang tersedia dibawah perforasi untuk membuat rekahan yang diinginkan. Perforasi sumur harus cukup luas untuk membuat aliran fluida yang dipompakan dapat menciptakan bentuk rekahan dengan suatu penurunan tekanan yang cukup rendah sehingga geometri rekahan yang diinginkan dapat dibuat dengan ketersediaan horsepower pompa Fracturing dan batasan tekanan permukaan yang diijinkan pada fasilitas permukaan yang tersedia.Total luas area perforasi harus lebih besar daripada total area tubing yang digunakan untuk Fracturing untuk mencagah efek penyempitan di lubang perforasi. Hambatan awal perforasi dapat dikurangi saat pelaksanaan pekerjaan karena efek pengikisan dari pemompaan sehingga terdorong melewati lubang perforasi. Pengikisan ini akan memperbersar lubang perforasi dengan menurunkan hambatan sehingga tekanan permukaan yang dihasilkan selama pemompaan akan menurun. Perforasi dan masalah tortuosity dapat diamati dengan metode Step Down Test dan saat pemompaan MiniFract sebelum pemompaan Fracturing dilaksanakan. Hambatan pada lubang perforasi dapat dikenali dengan kenaikan tekanan secara tiba-tiba (eksponensial) disaat laju pemompaan dinaikkan. Tortuosity dapat dikenali dengan kenaikan tekanan diawal saat rate dinaikkan dan tekanan menurun saat laju pemompaan tinggi, adapun bentuk grafik yang dibuat antara tekanan dan waktu berbentuk kurva convex.. Terlihat dari gambar 1. bahwa dengan naiknya laju pemompaan, hambatan yang berkaitan dengan bentuk tortuosity menurun seolah karena jalur lebar terbentuk oleh laju alir yang besar.
STUDI KASUS FRACTURING CMB-03 Struktur Cemara terletak dibagian baratlau Jawa, ± 70 km sebelah barat Cirebon, merupakan wilayah operasi Field Jatibarang. Sejak 1976 telah dikembangkan sebanyak 60 sumur dengan memproduksikan minyak serta gas bumi dari beberapa lapisan dengan litologi batuan pasir maupun batuan gamping. Permeabilitas berkisar 2 -70 md dengan
porositas berkisar 18%-25%. Withdrawal rate minyak struktur ini tahun 2006 tercatat 7.8% sementara kumulatif minyak yang diproduksikan berkisar 12% dari cadangan. Struktur Cemara terletak di sub cekungan Jatibarang dimana sebelah Barat dibatasi oleh tinggian Kandanghaur-Gantar dan sebealh timur dibatasi oleh tinggian Arjawinangun. Sub cekungan ini termasuk dalam wilayah cekungan Jawa Barat Bagian Utara. Struktur yang berkembang merupakan suatu struktur antiklin dengan sumbu berarah barat laut – trenggara yang dipotong oleh beberapa patahan normal utama yang berarah Utara - Selatan (gambar 3). Stratigrafi lapangan Cemara mulai dari umur tertua adalah sebagai berikut : 1. Batuan Dasar, tersusun atas batuan metasedimen yang berumur Pra-tersier dan tidak didapat kemungkinan akumulasi hidrokarbon. 2. Formasi Jatibarang, diendapkan tidak selaras di atas batuan dasar, terdiri dari tuffa vulkanik yang berselingan dengan batuian ekstrusif, andesit dan basalt dengan umur Eosen Tengah-Oligosen. 3. Formasi Talang Akar, diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Jatibarang. Secara umum litologi yang berkembang terdiri dari perselingan batubara, batupasir dan serpih pada bagian bawahnya. Pada bagian atas berubah menjadi perselingan batupasir, batugamping dan serpih. Lingkungan pengendapannya adalah Fluvial-Neritik. 4. Foermasi Baturaja, terdiri dari batugamping berfosil dan pada beberapa sumur diwilaya Cemara terbukti menghasilkan minyak dan gas. 5. Formasi Cibulakan, terdiri atas perselingan batupasir, batugamping dan serpih. Pada bagian bawah formasi ini didominasi oleh batugamping dan bagian atasnya berkembang batuan pasir dengan resistivitas rendah. Minyak dan gas dijumpai pada kedua litologi di formasi ini. 6. Formasi Parigi, terdiri dari batugamping dengan ketebalan 2 s/d 10 m. Formasi ini telah terbukti sebagai reservoir gas. 7. Formasi Cisubuh, terdiri atas serrpih dan batuan pasir tipis pada bagian
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-18
Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
bawahnya. Pada struktur Cemara, formasi ini belum diketemukan adanya hidrokarbon. Tekanan reservoir pada struktur ini telah menurun dan saat ini tercatat dalam kisaran 1400 psia s/d 2290 psia dengan kedalaman perforasi antara 1600-2500 m sedangkan temperatur reservoir berkisar antara 232-2750F. Sisa cadangan pasti status 1 Januari 2006 sebesar 8,753 MSTB dengan produksi minyak harian 4,016 bopd. Pemilihan sumur CMB-03 untuk dilakukan Fracturing berdasarkan parameter berikut : Produksi gross kecil (Gross : 68 Blpd/ Net : 29 Bopd/ KA : 57%) ; Litologi batuan pasir; sumur memiliki permeabilitas sebesar 0.218 mD; Bonding cement di sumur ini baik sebesar 5 mV; dan tersedia shale barrier thickness sebesar 8 m (gambar 4).
ANALISA DAN PEMBAHASAN Untuk menganalisa dan mengidentifikasi keberadaan fenomena tortuosity telah lama digunakan metode Step Down Test yang dilakukan bersamaan dengan tahapan Step Rate Test. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan kepastian apakah terjadi fenomena tortuosity atau hambatan perforasi di saat pelaksanaan Fracturing. Step Down Test dimulai setelah rekahan terbentuk dan dilakukan dengan menurunkan laju pemompaan sampai rekahan yang telah terbuka akan menutup kembali. Adapun pelaksanaan Step Rate test pada sumur ini dapat dilihat pada gambar 5 s/d . Pada pelaksanaan pertama dimasukkan alat pressure gauge ke dalam sumur sambil dipompakan cairan ke dalam sumur melalui tubing. Dari gambar pertama dilakukan analisa dengan pencocokan antara grafik tekanan terhadap laju alir yang di ubah kedalam grafik analisa. Pada pelaksanaan pertama dapat diperhatikan bahwa tidak terlihat jelas adanya fenomena tortuosity. Selanjutnya dilanjutkan ketahap berikutnya yaitu pemopaan MiniFract untuk pengumpulan data. Pada saat ini terlihat pada grafik bahwa terjadi kenaikan tekanan secara tiba-tiba (eksponensial) yang tinggi bahkan mengakibatkan putusnya peralatan pressure gauge di dalam sumur.
Selanjutnya dilakukan kegiatan pemancingan (fishing) peralatan yang terjatuh. Setelah itu kembali dilakukan Step Rate Test ulang untuk memastikan bahwa permasalahan yang terjadi pada sumur.Untuk pelaksanaan kedua ini tetap menempatkan alat pressure gauge di dalam lubang sumur. Hasil pelaksanaan kedua ini dapat dilihat pada gambar. Selanjutnya dilakukan kembali analisa dengan pencocokan antara kurva hasil plot tekanan dengan laju pemompaan. Dari pelaksanaan kedua terdapat hasil yang berbeda dibandingkan pelaksanaan pertama seperti terlihat pada gambar. Adapun berdasarkan aplikasi Fracturing yang telah berkembang sejak 40 tahun silam, penggunaan pemompaan pasir secara slug untuk memperbaiki kehilangan fluida ke dalam rekahan alami yang terdapat pada lubang sumur telah sering diterapkan dan berhasil mengatasi permasalahan kehilangan fluida. Pemompaan pasir secara slug dapat secara efektif mengurangi permasalahan pada penempatan pasir ke dalam lubang sumur. Hal ini telah terbukti efektif untuk mengurangi efek tortuosity dengan cara mengikis jalur tortuosiry di dekat lubang sumur dan menutup rekahanrekahan alami di dekat lubang sumur sehingga memperbesar rekahan-rekahan kecil yang ada membentuk rekahan yang diinginkan. Selain itu metoda lainnya adalah menyesuaikan laju pemompaan. Tujuan utama penyelesaian dengan cara ini adalah untuk mengendalikan tingginya, lebarnya rekahan dan mengurangi tortuosity. Semakin tinggi laju pemompaan akan membuat rekahan semakin tinggi dibandingkan laju pemompaan yang rendah. Laju pemompaan yang tinggi dapat mengurangi tortuosity dengan memberikan energi lebih banyak untuk menjaga lebar rekahan tetap terbuka pada rekahan utama pada fenomena tortuosity, namun metoda ini tidak akan berguna jika sumur mengalami permasalahan kerusakan perforasi. Pada sumur CMB-03 fenomena tortuosity dan kerusakan perforasi tidak terlihat jelas perbedaannya, dimana dari grafik-grafik terlihat hasil pencocokan tidak menghasilkan pola yang jelas. Dengan memastikan tidak adanya masalah dengan pemilihan fluida dasar yang digunakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-18
Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
sumur CMB-03 kedua hal tersebut yaitu fenomena tortuosity dan kerusakan formasi terjadi. Berdasarkan pemahaman tersebut maka dilaksanakan kembali Step Rate Test dengan memodifikasi pemompaan fluida menggunakan sedikit pasir, guna mengatasi fenomena tortuosity dan mendapatkan laju alir yang diinginkan sesuai rencana perekahan. Pada grafik terlihat bahwa penggunaan pasir pada pemompaan fluida dasar menghasilkan plot tekanan terhadap laju alir dapat mencapai hasil yang diinginkan. Pada pelaksanaan ketiga ini, peralatan pressure gauge di dalam lubang sumur tidak dipergunakan kembali.
KESIMPULAN •
•
•
•
Kondisi tortuosity dapat menyebabkan terjadinya kehilangan tekanan yang besar di lubang perforasi sehingga operasional pengumpulan data sebelum Fracturing tidak dapat terlaksana dengan baik. Fenomena tortuosity dapat saja tidak terlihat jelas setelah dilaksanakan pengujian dengan analisa Step Down Test. Adapun kunci dari fenomena ini adalah naiknya tekanan permukaan secara tiba-tiba, apabila hal ini ditemukan pada saat pelaksanaan MiniFract maka segera hentikan pemompaan. Untuk mengatasi fenomena tortuosity pada Fracturing dapat ditempuh metode : pemompaan pasir secara slug dikombinasikan dengan pengaturan laju alir pemompaan. Penentuan kandidat Fracturing selanjutnya diharapkan dapat menyertai juga kondisi atau sejarah perforasi dan analisa kemungkinan terjadinya kerusakan pada lubang perforasi yang dapat menyebabkan ketidakjelasan identifikasi fenomena tortuosity.
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada PT.Pertamina EP Region Jawa atas dukungan yang diberikan di dalam penulisan dan untuk mempresentasikan makalah ini. Penulis juga berterimakasih kepada banyak pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang membantu sangat banyak dalam penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA Ari Buhari, Indra Utama dan Ross Burnstad., “Succesfully Combating Tortuosity Effects in Deviated and Vertical Wells in Tanjung OilField”, IPA03-E-137 th presented at 29 annual Convention & exhibition, IPA Oct 2003. McDaniel, B.W., Stegent, N.A, and Ellis, R., 2001. How Proppant Slugs and Viscous Gel Slugs Have Influenced the Success of Hydraulic Fracturing Applications, SPE 71073 presented at 2001 SPE Rocky Mountain Petroleum Technology Conference, Keystone, Colorado, May 21 – 23. Robert, G.A., Chipperfield, S.T., and Miller, W.K., 2000. The Evolution of a High Near Wellbore Pressure Loss Treatment Strategy For the Australian Cooper Basin, Paper SPE 63029 presented at the 2000 SPE Annual Technical Conference and Exhibition, Dallas, October 1-4. J. Romero. M.G. Mack and J. L. Elbel, SPE Theoritical Model and Numerical Investigation of Near Wellbore effects in Hydraulic Fracturing, Paper SPE 30506 presented at the SPE Annual & Exibition held in Dallas, USA, 22-25 October 1995. Warembourg, P.A, Klingensmith, E.A. Hodges, J.E, and Erdle, J.E : “Fracture Stimulation Design and Evaluation”, Paper SPE 14379, 1985
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-18
Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
GAMBAR 1. METODE STEP DOWN TEST
GAMBAR 2. FENOMENA TORTUOSITY ___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-18
Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-18