MODIFIKASI MEDIA KOTAK SORTASI UNTUK KEMAMPUAN MENGENAL BANGUN RUANG PADA ANAK TUNANETRA Ch. Sri Widati & Juliani Dwi Muji Astuti (Dosen PLB Unesa; e-mail:
[email protected] & Guru YPAB Tegalsari Surabaya; e-mail:
[email protected]) Abstract; This research had purpose to analyze whether there was influence of modification usage of sorting square media toward introducing space structure skill to the first class blind children in SDLB-A YPAB Tegalsari Surabaya. The design was one group pre test post test. The method used for collecting data was test method. To analyze the data it was used statistic non parametric analysis technique. The research result could be concluded “There is significant influence of modification usage of sorting square media toward introducing space structure skill to the first class blind children in SDLB-A YPAB Tegalsari Surabaya” with ZH value= 2,05 Ztable 5% 1,96. Abstrak; Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yaitu untuk menganalisis ada tidaknya pengaruh penggunaan modifikasi media kotak sortasi terhadap kemampuan mengenal bangun ruang pada anak tunanetra kelas I di SDLB-A YPAB Tegalsari Surabaya. Desain penelitian menggunakan pola: The one group pre test post test. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu: metode tes. Untuk analisis data penelitian menggunakan teknik analisis statistik Non Parametrik. Hasil Penelitian dapat disimpulkan bahwa “Ada pengaruh yang signifikan penggunaan modifikasi media kotak sortasi terhadap kemampuan mengenal bangun ruang pada anak tunanetra kelas I di SDLB-A YPAB Tegalsari Surabaya”, dengan nilai ZH=2,05 > Ztabel 5% 1,96. Kata kunci : Modifikasi Media Kotak Sortasi, Kemampuan Mengenal Bangun Ruang, Anak Tunanetra.
Kotak sortasi merupakan salah satu mainan sekaligus media edukatif terutama dalam menstimulasi perkembangan anak. Kotak sortasi juga dapat digunakan sebagai media pembelajaran dalam proses belajar mengajar di kelas. Media kotak sortasi dapat diterapkan pada anak yang berusia sekitar 2 sampai 6 tahun. Namun, media kotak sortasi akan diterapkan pada anak tunanetra kelas I dalam pembelajaran mengenal bangun ruang. Mengingat keterbatasan penglihatan yang dialami oleh anak tunanetra, maka peneliti akan memodifikasi media kotak sortasi sesuai dengan kebutuhan anak. Penggunaan modifikasi media kotak sortasi dalam pembelajaran mengenal bangun ruang pada anak kelas I, diharapkan dapat menanamkan konsep bangun ruang, membangkitkan minat belajar anak, menciptakan suasana belajar yang lebih menarik dan kondusif. Modifikasi media kotak sortasi digunakan untuk memasukkan keping-keping bangun ruang ke dalam kotak melalui lubang yang bersesuaian. Modifikasi media kotak sortasi terdiri dari enam sisi berukuran sama, lima lubang dan lima kepingkeping bangun ruang yang bersesuaian dengan lubang. Sisi bagian atas kotak sortasi dapat dibuka secara otomatis, gunanya untuk mengeluarkan kembali keping-keping bangun ruang yang telah dimasukkan ke dalam kotak melalui lubang yang bersesuaian. Sisi-sisi dari kotak dibuat dengan tekstur yang sama (halus) dengan menggunakan amplas halus.
Widati & Astuti, Modifikasi Media Kotak Sortasi…. (46 - 54)
Kajian bangun ruang berkaitan dengan semua informasi tentang suatu objek yang memiliki ukuran dan ruang (tiga dimensi). Unsur-unsur bangun ruang terdiri dari sisi, rusuk dan titik. Fokus pembelajaran bangun ruang dalam penelitian yaitu mengenal lima bangun ruang terdiri dari balok, kubus, tabung, kerucut dan bola. Keping-keping bangun ruang diberikan pewarna yang berbeda-beda dengan tekstur yang sama (halus). Pengenalan bangun ruang dengan menggunakan modifikasi media kotak sortasi yang telah disediakan oleh peneliti. Menurut Somantri (2005: 65) “pengertian anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas”. Berdasarkan pendapat di atas, bahwa anak tunanetra mengalami keterbatasan dalam indera penglihatan. Oleh karena itu, pembelajaran anak tunanetra di kelas hendaknya dengan memaksimalkan indera pendengaran, perabaan, penciuman, dan pencecapan. Menurut Hardman (dalam Widjajantin, 1996: 5) pendidikan kebutaan (blindness) difokuskan pada kemampuan anak dalam menggunakan penglihatan sebagai suatu saluran untuk belajar. Anak yang tidak dapat menggunakan penglihatannya dan bergantung pada indera lain seperti pendengaran, perabaan, inilah yang disebut buta secara pendidikan. Sesuai hasil observasi di lapangan, anak tunanetra kelas I di SDLB-A YPAB Tegalsari Surabaya masih mengalami kesulitan dalam mata pelajaran matematika khususnya materi mengenal bangun ruang. Anak kelas I mengalami kesulitan sebagai berikut: pertama adalah MS anak laki-laki berusia 7 tahun mengalami kesulitan mengenal balok, tabung dan kerucut; kedua adalah MK anak laki-laki berusia 7 tahun mengalami kesulitan mengenal tabung dan kerucut; ketiga adalah HT anak laki-laki berusia 7 tahun mengalami kesulitan mengenal tabung dan kerucut; keempat RM anak perempuan berusia 5 tahun kesulitan mengenal balok, kubus, tabung dan kerucut; kelima adalah SA anak Perempuan berusia 8 tahun kesulitan mengenal balok, kubus, tabung, dan kerucut; keenam adalah RK anak perempuan berusia 10 tahun kesulitan mengenal balok, kubus, tabung dan kerucut. Penyampaian materi bangun ruang oleh guru kelas I cenderung bersifat abstrak. Sehingga anak kesulitan dalam pembentukan konsep bangun ruang. Padahal anak tunanetra seharusnya diberikan pengalaman-pengalaman secara konkrit agar anak memiliki konsep yang nyata. Minimnya sarana dan prasarana media pembelajaran di sekolah, menimbulkan permasalahan dalam proses belajar mengajar. Di kelas I guru adalah pusat bagi anak, ketika guru menjelaskan materi pelajaran anak hanya mendengarkan. Keterbatasan media menjadikan pembelajaran anak di kelas kurang kondusif. Pesan yang disampaikan oleh guru pada saat pemberian materi kurang dapat diterima anak, sehingga hubungan timbal balik antara guru dengan anak pada proses belajar mengajar kurang ada interaksi. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah “Apakah ada pengaruh penggunaan modifikasi media kotak sortasi terhadap kemampuan mengenal bangun ruang pada anak tunanetra kelas I di SDLB-A YPAB Tegalsari Surabaya”. Tujuannya untuk menganalisis ada tidaknya pengaruh penggunaan modifikasi media kotak sortasi terhadap kemampuan mengenal bangun ruang pada anak tunanetra kelas I di SDLB-A YPAB Tegalsari Surabaya. Menurut Briggs (dalam Susilana, 2008: 5), “media adalah alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar”. Menurut Schram (dalam Susilana, 2008: 5), “media ialah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran”.
47
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA,APRIL 2013,VOLUME 9, NOMOR.1
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah suatu alat komunikasi penyalur pesan baik dalam bentuk cetak, objek maupun audio visual untuk memberikan perangsang bagi anak supaya terjadi proses belajar mengajar yang efektif. Media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian termasuk jenis media objek. Menurut pendapat Susilana (2008: 22) media objek merupakan media tiga dimensi yang menyampaikan informasi tidak dalam bentuk penyajian, melainkan melalui ciri fisiknya sendiri, seperti ukurannya, bentuknya, beratnya, susunannya, warnanya, fungsinya, dan sebagainya. Kotak sortasi pada dasarnya merupakan permainan edukatif bagi anak. Kegunaan kotak sortasi salah satunya yaitu untuk mengenali bentuk geometri. Berdasarkan hasil observasi anak tunanetra kelas I mengalami permasalahan belajar dalam konsep yang abstrak, sehingga membutuhkan pengalaman secara konkrit. Bagi anak tunanetra pengalaman konkrit sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar dengan tujuan agar informasi yang disampaikan dapat diterima secara maksimal. Anak kelas I mengalami kesulitan dalam mata pelajaran matematika materi mengenal bangun ruang. Oleh karena itu, dengan menggunakan media kotak sortasi anak akan mendapatkan pengalaman secara konkrit dan diharapkan anak mampu menerima informasi secara maksimal. Kotak sortasi yang sudah ada, akan dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan anak yaitu untuk mengenal bangun ruang meliputi balok, kubus, tabung, kerucut, bola. Modifikasi media kotak sortasi akan digunakan sebagai alat untuk memberikan perangsang bagi anak supaya terjadi proses belajar di kelas. Penerapan modifikasi media kotak sortasi diharapkan dapat menarik minat dan memotivasi anak dalam mengikuti proses belajar mengajar di kelas. Selain itu juga dapat mengubah pola belajar anak agar tidak berpusat pada guru, karena anak akan diberikan kesempatan oleh guru untuk belajar mengenal bangun ruang dengan menggunakan modifikasi media kotak sortasi tersebut. Namun, guru tetap bertanggungjawab penuh dalam mengawasi berlangsungnya pembelajaran anak di kelas. METODE Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kuantitatif. Peneliti memilih pendekatan kuantitatif, karena data yang digunakan berupa angka matematis. Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah pra eksperimen yaitu suatu kelompok yang diambil dalam uji coba tidak dibandingkan maupun dipilih secara acak akan tetapi kelompok tersebut diberi tes awal, perlakuan, dan tes akhir. Suatu kelompok dicobakan melalui penggunaan modifikasi media kotak sortasi yang telah disediakan peneliti. Dalam penelitian, desain yang digunakan peneliti adalah pola : The one group pre test post test. Desain ini terdiri dari pemberian pre test digunakan untuk memberikan tes kepada anak sebelum diberikan perlakuan, perlakuan (treatment) digunakan untuk mengukur kemampuan anak tunanetra dengan menggunakan modifikasi media kotak sortasi dan post test digunakan untuk memberikan tes kepada anak setelah diberikan perlakuan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes dengan analisis data menggunakan uji tanda. HASIL DAN PEMBAHASAN Pre tes pertama, anak diberikan soal berupa pilihan ganda sebanyak lima butir soal. Peneliti membacakan soal kepada anak secara individu kemudian anak menjawab soal tersebut. Pre tes kedua, anak diminta peneliti untuk menjawab soal berupa isian sebanyak lima butir soal. Peneliti membacakan soal kepada anak secara
48
Widati & Astuti, Modifikasi Media Kotak Sortasi…. (46 - 54)
individu kemudian anak menjawab soal tersebut. Pre tes ketiga, anak diminta peneliti untuk mengerjakan soal berupa mencocokkan sebanyak lima butir soal. Peneliti menggunakan benda konkritnya yaitu bola sepak, dadu, celengan, topi ulang tahun, penghapus papan tulis. Anak diminta untuk meraba satu persatu benda tersebut memaksimalkan indera perabaannya secara individu dengan bantuan peneliti. Setelah anak dapat menyebutkan nama benda yang diraba, kemudian anak diminta untuk memberikan tanda silang pada kolom yang telah disediakan guru dalam bentuk tulisan Braille sesuai dengan bentuk benda yang bersesuaian dengan bangun ruang. Dengan sampel yang berjumlah 6 anak, peneliti mengalami beberapa kendala di antaranya suasana kelas yang ramai. Pre tes diberikan kepada anak secara bergantian. Oleh karena itu, setiap peneliti memberikan pre tes kepada salah satu anak, maka anak yang lain berbicara dengan teman di sebelahnya yang mengakibatkan suasana kelas menjadi ramai. Akan tetapi, permasalahan tersebut dapat diminimalisir setelah peneliti memberikan reward berupa hadiah dan pujian bagi anak yang tidak ramai selama pemberian pre tes berlangsung. Tabel 1 ini adalah data hasil pre tes yang diberikan peneliti kepada anak: Tabel 1. Data Hasil Pre Test Kemampuan Mengenal Bangun Ruang Anak Tunanetra Kelas I di SDLB-A YPAB Tegalsari Surabaya Nilai Pre Test ( ) No Subjek Pre test Pre test Pre test Jumlah Rata-rata I II III 1 MS 20 40 40 100 33,3 2 MK 40 40 60 140 46,7 3 HT 20 40 40 100 33,3 4 RM 20 40 40 100 33,3 5 SA 40 40 60 140 46,7 6 RK 40 40 60 140 46,7 Jumlah Nilai Rata-rata Pre Test
720
40
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata pre test anak Kelas I sebelum diberikan intervensi adalah 40. Selanjutnya disajikan data hasil intervensi kepada anak Kelas I. Kegiatan pos tes dilaksanakan dalam ruang Kelas I dan peneliti sebagai pelaksananya. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari dengan tiga kali pertemuan, dengan alokasi waktu ± 60 Menit setiap satu kali pertemuan. Soal pos tes sama seperti soal pre tes. Pos tes pertama diberikan setelah pelaksanaan intervensi keempat, pos tes kedua diberikan setelah pelaksanaan intervensi kelima, dan pos tes ketiga setelah semua intervensi diberikan. Pos tes pertama, anak diberikan soal berupa pilihan ganda sebanyak lima butir soal. Peneliti membacakan soal kepada anak secara individu kemudian anak menjawab soal tersebut. Pos tes kedua, anak diminta peneliti untuk menjawab soal berupa isian sebanyak lima butir soal. Peneliti membacakan soal kepada anak secara individu kemudian anak menjawab soal tersebut. Pos tes ketiga, anak diminta peneliti untuk mengerjakan soal berupa mencocokkan sebanyak lima butir soal. Peneliti menggunakan benda konkritnya yaitu bola sepak, dadu, celengan, topi ulang tahun, penghapus papan tulis. Anak diminta untuk meraba satu persatu benda tersebut
49
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA,APRIL 2013,VOLUME 9, NOMOR.1
memaksimalkan indera perabaannya secara individu dengan bantuan peneliti. Setelah anak dapat menyebutkan nama benda yang diraba, kemudian anak diminta untuk memberikan tanda silang pada kolom yang telah disediakan guru dalam bentuk tulisan Braille sesuai dengan bentuk benda yang bersesuaian dengan bangun ruang. Dengan subjek yang berjumlah 6 anak, peneliti mengalami beberapa kendala di antaranya suasana kelas yang ramai. Setiap peneliti memberikan pre tes kepada salah satu anak, maka anak yang lain berbicara dengan teman di sebelahnya. Akan tetapi permasalahan tersebut dapat diminimalisir, setelah peneliti memberikan reward bagi anak yang tidak ramai selama pemberian pre tes berlangsung. Berikut ini adalah data hasil pos tes terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Data Hasil Post Test Kemampuan Mengenal Bangun Ruang Anak Tunanetra Kelas I di SDLB-A YPAB Tegalsari Surabaya Nilai Post Test ( ) No Subjek Jumlah Rata-rata Post Post Post test I test II test III 1 MS 60 60 60 180 60 2 MK 60 80 80 220 73,3 3 HT 60 80 80 220 73,3 4 RM 60 60 80 200 66,7 5 SA 60 80 80 220 73,3 6 RK 60 60 80 200 66,7 Jumlah Nilai Rata-rata Post Test
1240
69
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata post test anak Kelas I setelah diberikan intervensi adalah 69. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis data non parametrik dengan menggunakan rumus uji tanda (sign test). Tabel 3 merupakan rekapitulasi pre test dan post test terhadap perubahan tanda pada kemampuan mengenal bangun ruang. Tabel 3. Rekapitulasi nilai pre test ( X ) dan post test (Y) Kemampuan Mengenal Bangun Ruang di SDLB-A YPAB Tegalsari Surabaya No Subjek Pre Test (X) Post Test (Y) 1 2 3 4 5 6
50
MS MK HT RM SA RK Rata – Rata
33,3 46,7 33,3 33,3 46,7 46,7 40
60 73,3 73,3 66,7 73,3 66,7 69
Widati & Astuti, Modifikasi Media Kotak Sortasi…. (46 - 54)
Tabel 4. Tabel Kerja Analisis Uji Tanda
No
Subjek
X
Y
Perubahan tanda Y–X
1 2 3 4 5 6
MS MK HT RM SA RK
33,3 46,7 33,3 33,3 46,7 46,7
60 73,3 73,3 66,7 73,3 66,7
+ + + + + +
Σ= 40
Σ= 69
Σ=6
Rata-rata
Data-data hasil penelitian yang berupa nilai pre test dan post test yang telah dimasukkan di dalam tabel kerja perubahan di atas, kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus sign test (ZH). X ZH
(Saleh,1996). Keterangan : ZH : Nilai hasil pengujian statistik sign test X : Hasil pengamatan lagsung yakni jumlah tanda plus (+) – p(0,5) µ : Mean (nilai rata-rata) = n.p p : Probabilitas untuk memperoleh tanda (+) atau (-) = 0,5 karena nilai krisis 5% n : Jumlah sampel σ : Standart deviasi = √n.p.q q : 1-p = 0,5 Penyelesaian: Mean (µ) = n.p = 6. 0,5 =3 σ= √n.p.q = √6.0,5.0,5 = √1,5 = 1,22 Dari analisis pre test dan post test tentang pengaruh modifikasi media kotak sortasi terhadap kemampuan mengenal bangun ruang, X (tanda positif) lebih besar dari mean maka nilai X terletak sebelah kanan kurva normal yaitu = 5,5, jika digunakan rumus maka: 1) Pengujian 1 sisi (α= 5% Ztabel= 1,64) Diketahui : X = 6 - 0,5 = 5,5 μ=3
51
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA,APRIL 2013,VOLUME 9, NOMOR.1
σ = 1,22 Jawab :
ZH
X
= 5,5 – 3 1,22 = 2,5 1,22 = 2,05 Oleh karena nilai ZH (2,05) lebih besar daripada nilai Ztabel 5% (1,64) / ZH(2,05) > Ztabel(1,64) maka diputuskan menolak Ho, yang berbunyi ”tidak ada pengaruh yang signifikan penggunaan modifikasi media kotak sortasi terhadap kemampuan mengenal bangun ruang anak tunanetra kelas I di SDLB-A YPAB Tegalsari Surabaya”. 2) Pengujian 2 sisi (α= 5% Ztabel= 1,96) Diketahui : X = 6 - 0,5 = 5,5 μ=3 σ = 1,22 Jawab :
ZH
X
= 5,5 – 3 1,22 = 2,5 1,22 = 2,05 Oleh karena nilai ZH (2,05) lebih besar daripada nilai Ztabel 5% (1,96) / ZH(2,05) > Ztabel(1,96) maka diputuskan menolak Ho, yang berbunyi ”tidak ada pengaruh yang signifikan penggunaan modifikasi media kotak sortasi terhadap kemampuan mengenal bangun ruang pada anak tunanetra kelas I di SDLB-A YPAB Tegalsari Surabaya”. Pada hasil perhitungan Nilai kritis 5% untuk pengujian satu sisi (1,64) dan dua sisi (1,96), merupakan suatu kenyataan bahwa nilai Z yang diperoleh dalam hitungan (ZH=2,05) yang kemudian dibandingkan dengan Ztabel 5% (terlampir) adalah lebih besar daripada nilai kritis Ztabel 5% satu sisi (1,64) dan dua sisi (1,96) sehingga hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis kerja (Ha) diterima. Jika Ha diterima, artinya “Ada pengaruh yang signifikan penggunaan modifikasi media kotak sortasi terhadap
52
Widati & Astuti, Modifikasi Media Kotak Sortasi…. (46 - 54)
kemampuan mengenal bangun ruang pada anak tunanetra kelas I di SDLB-A YPAB Tegalsari Surabaya”. Hasil ini menunjukkan bahwa selama penelitian berlangsung, terdapat beberapa kendala yang dialami peneliti meliputi kondisi anak, ruang kelas. Kondisi anak pada saat pemberian pre tes, anak tampak kesulitan dalam menjawab soal-soal yang telah diberikan peneliti. Ketika pemberian perlakuan hari pertama dengan menggunakan modifikasi media kotak sortasi, anak juga masih kesulitan sehingga membutuhkan bantuan secara individual. Ruang kelas yang digunakan penelitian juga kurang mendukung. Ruangan kelas panas terkena pancaran sinar matahari karena tidak ada terasnya, sehingga waktu pembelajaran kelas harus ditutup pintu dan jendelanya yang mengakibatkan kelas menjadi kurang terang. Selain kendala-kendala di atas juga diiringi dengan keberhasilan di lapangan salah satunya yaitu suasana kelas cukup kondusif yang terjalin antara peneliti dan anak. Pemberian perlakuan kepada subjek penelitian dengan jumlah 6 anak dengan menggunakan modifikasi media kotak sortasi berlajan lancar. Anak kelas I tertarik mengikuti pembelajaran di kelas, apalagi pada saat peneliti meminta anak untuk memasukkan keping-keping bangun ruang ke dalam kotak sortasi. Anak-anak sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran, karena peneliti juga memberikan reward berupa hadiah kepada anak jika mampu memasukkan keping bangun ruang ke dalam kotak sortasi sesuai melalui lubang yang bersesuaian. Berdasarkan teori belajar skinner (dalam Soekamto, 1997: 15) “menyatakan bahwa setiap kali memperoleh stimulus maka seseorang akan memberikan respons berdasarkan hubungan S-R”. Artinya bahwa pada setiap proses belajar mengajar pemberian stimulus positif kepada anak itu sangat penting agar timbul suatu respon yang positif. Menurut teori Ausubel (dalam Trianto, 2007: 25: 26) yang mengemukakan bahwa “dalam membantu siswa menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari”. Berdasarkan teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk menanamkan pengetahuan baru kepada anak dibutuhkan suatu konsep awal terlebih dahulu berkaitan dengan materi yang akan diberikan. Selain itu juga harus diiringi dengan pemberian stimulus berupa reward kepada anak agar muncul suatu respon, sehingga konsep yang diberikan dalam pembelajaran dapat diterima oleh anak dengan baik. Pada kegiatan penelitian ini, diberikan intervensi atau perlakuan sebanyak lima kali pertemuan dengan alokasi waktu ± 60 Menit setiap pertemuan. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar materi yang disampaikan pada saat pembelajaran dapat diterima dengan baik oleh anak serta dapat diingat dalam jangka waktu yang lama. Pemberian perlakuan dilakukan secara bertahap dan urut, yaitu setiap satu kali pemberian perlakuan anak dikenalkan satu macam bangun ruang, sehingga anak lebih fokus dan signifikan dalam mengenal lima macam bangun ruang meliputi balok, kubus, tabung, kerucut dan bola. Berdasarkan analisis tugas, menurut pendapat Kardi dan Nur (dalam Trianto, 2007: 35) bahwa untuk mengembangkan pemahaman yang mudah dan pada akhirnya penguasaan, keterampilan dan pengertian kompleks itu lebih dulu harus dibagi menjadi komponen bagian, sehingga dapat diajarkan berturutan dengan logis dan tahap demi tahap. Menurut Mager (dalam Trianto, 2007: 34) tujuan yang baik perlu berorientasi pada siswa dan spesifik, mengandung uraian yang jelas tentang situasi penilaian
53
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA,APRIL 2013,VOLUME 9, NOMOR.1
(kondisi evaluasi), dan mengandung tingkat ketercapaian kinerja yang diharapkan (kriteria keberhasilan). Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpukan bahwa untuk memperoleh pemahaman yang maksimal tentang suatu materi pembelajaran dalam proses belajar mengajar di kelas, diperlukan alokasi waktu yang cukup, materi yang diberikan juga harus spesifik, dan bertahap dalam pemberian perlakuan atau intervensinya. Dengan pemberian perlakuan yang signifikan di atas, maka dapat berpengaruh positif terhadap nilai anak. Nilai rata-rata pre test sebelum intervensi atau perlakuan dengan materi mengenal bangun ruang sangat minim atau dapat dikatakan sangat kurang. Akan tetapi, setelah diberikan perlakuan menunjukkan bahwa nilai rata-rata post test anak mengalami perubahan menjadi lebih maksimal. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa “Ada pengaruh yang signifikan penggunaan modifikasi media kotak sortasi terhadap kemampuan mengenal bangun ruang pada anak tunanetra kelas I di SDLB-A YPAB Tegalsari Surabaya”. Sesuai dengan simpulan tersebut dapat disarankan beberapa hal diantaranya; (1) Bagi kepala sekolah, diharapkan media pembelajaran yang sudah ada di sekolah dapat difungsikan secara maksimal untuk kegiatan belajar mengajar di dalam kelas serta diharapkan dapat melengkapi fasilitas untuk anak tunanetra sesuai dengan kebutuhan pembelajaran di kelas; (2) Bagi guru, mengingat adanya pengaruh modifikasi media kotak sortasi terhadap kemampuan mengenal bangun ruang pada anak tunanetra, diharapkan dalam pembelajaran hendaknya dilengkapi dengan media pembelajaran yang sesuai dengan materi serta guru hendaknya lebih kreatif dalam penyampaian materi agar anak tidak bosan dalam mengikuti pembelajaran di kelas, sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan efektif; (3) Bagi orang tua, hendaknya kedua orang tua memberikan pembelajaran ulang tentang pengenalan bangun ruang kepada anak ketika di rumah, tujuannya adalah untuk melatih daya ingat anak berkaitan dengan materi yang telah diberikan di sekolah; (4) Bagi mahasiswa atau peneliti lain, jika ingin mengadakan penelitian sejenis atau lanjutan, disarankan agar dapat melengkapi kekurangan dalam penelitian yang telah dilaksanakan peneliti sebelumnya serta dapat mengembangkannya. DAFTAR ACUAN Admin Dunia tutorial. 2010. Kotak Sortasi (Online). (http://www.dunia- tutorial. com/ product/ 49/ 311/ Kotak - Sortasi/?o = default, diakses 16 Februari 2011 Pukul 19.10). Saleh, Samsubar. 1996. Statistik Nonparametrik Edisi 2. Yogyakarta: BPFE. Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PAUPPAI. Somantri, Sutjihati. 2005. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama. Susilana, Rudi dan Riyana, Cepi. 2008. Media Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtekpend FIP UPI. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Widdjajantin, Anastasia dan Hitipeuw Imanuel. 1996. Ortopedagogik Tunanetra I. Surabaya: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
54