Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891
Modifikasi Cotton Dengan Group Hydrofobik dan Asam Serta Pengaruhnya Terhadap Pencelupan Dengan Zat Warna Kationik Indah Molektuz Zuchairah Dept. Teknik Tekstil, FTI-UII Jalan Kaliurang, KM 14.5, Jogyakarta, Indonesia Phone: +62-274-886569/895287, Fax.+62-274-895007 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Basic studies define the relationship between dye ability for cationic dyes and mechanical properties of chemically modified cotton fabric. Introduction of benzoyl and sulphonic acid groups provides either satisfactory dye ability for cationic dyes or colorfastness, and mechanical properties are reported as a function of the benzoate degree of substitution value. The general trend is toward increased breaking load and bending stiffness and decreased wrinkle recovery for the chemically modified fabrics, but within this trend there is latitude for selection of the degree of substitute groups to provide superior performance.
1. Pendahuluan Secara alamiah cotton merupakan serat yang sifatnya hydrophilic dengan kandungan gugus reakftif tetapi tidak dapat diwarnai dengan zat warna kationik dengan baik sebagaimana halnya serat akrilik. Sifat-sifat tertentu yang diperlukan untuk meningkatkan performa serat cotton antara lain seperti daya celup dan daya tahan kusut (wrinkle recovery) dapat dilakukan melalui modifikasi kimiawi. Modifikasi kimiawi pada serat cotton dimaksudkan untuk menambah daya celup terhadap zat warna kationik, merupakan suatu metode penting dalam teknik heat-transfer printing terutama untuk kain blend cotton/akrilik. Metode untuk memodifikasi cotton dengan grup asam merupakan metode yang sangat intensif dan mendapat respon yang sangat baik dari pelaku industri pewarnaan. Beberapa peneliti telah melaporkan sifat-sifat pewarnaan sellulosa dengan zat warna kationik yang telah dimodifikasi dengan grup asam [5,7,8]. Dengan menggunakan grup asam memberikan hasil warna yang kuat tetapi daya tahan terhadap pencucian tidak bagus. Dalam rangka untuk memperbaiki daya celup cotton dengan zat warna kationik dan untuk memperbaiki daya celup dan kekuatan warna terhadap pembasahan maka pada penelitian ini dipilih modifikasi dengan cara mengoksidasi sellulosa dengan natrium metaperiodite dan benzolasi. Tujuan utama pada penelitian ini adalah untuk memperoleh perspektif secara menyeluruh pada peningkatan performa kain cotton. 2. Eksperimental Kain cotton dengan anyaman polos (bleached cotton, 40sx40s). Kain cotton dididihkan selama 1 jam dalam larutan 1% NaOH, kemudian dicuci dan dikeringkan pada temperatur kamar. Semua zat kimia yang digunakan reagent grade tanpa purifikasi. Setelah divacum-dikeringkan pada suhu 50°C, kain sample dikocok dalam campuran benzoilcloridepiridine (9:50) yang diproteksi dari pengaruh lingkungan, selanjutnya sample ditreatment dengan perbandingan liquor ratio 100:1 dalam waktu dan temperatur tertentu (divariasi). Setelah ditreatment sample dicuci dengan air distilasi dan methanol, kemudian dikeringkan diudara kamar. Pertambahan berat dilakukan dengan cara mengeringkan sample hingga berat konstan didalam oven vacuum pada suhu 50°C. Perhitungan data tingkat substitusi benzoat didasarkan pada pertambahan berat menggunakan formula sebagai berikut:
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
1
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891 Pertambahan berat (g)/105 Tingkat Substitusi Benzoat =
… (1) Berat substrat a (g)/162 Oksidasi sellulosa benzoate dilakukan dalam larutan 0,05M natrium metaperiodite dalam labu dan dikocok dengan baik menggunakan perbandingan rasio larutan 20:1 pada suhu 30°C dalam waktu 30 menit. Setelah ditreatment sample kemudian dicuci dengan air pada suhu 10-15°C dan selanjutnya dikeringkan diudara kamar. Sample yang sudah dioksidasi dimasukkan dalam larutan 5% NaHSO3 pada perbandingan rasio 20:1, kemudian dikocok dalam labu untuk memperoleh daya basah sample pada suhu 85°C selama 1jam. Setelah beberapa waktu, sample diambil dan segera dicuci dengan air pada suhu 10-15°C dan dikeringkan pada udara kamar. Hasil modifikasi kimia digambarkan dengann reaksi sebagai berikut
Gambar 1: Reaksi Hydrophobing Serat Sellulosa Hasil analisa kuantitatif dari group asam sulfonate dilakukan sebagai berikut: Sample dikondisikan dalam 0,05 N larutan HCl berlebih, kemudian setelah beberapa waktu dicuci dengan air destilasi dan dikeringkan dalam oven vacuum pada suhu 50°C. Sekitar 1g dari sample ditimbang secara akurat dan dimasukkan dalam labu 100 ml yang sudah berisi 20 ml larutan NaOH 0,02N. Labu kemudian didiamkan selama 24 jam dengan sekali-sekali dikocok. Hasil larutan kemudian diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan dalam labu ukur 50ml dan diencerkan dengan 10 ml air destilasi. Selanjutnya larutan tersebut dititrasi dengan 0,1 N larutan H2SO4 menggunakan indicator methyl orange. Jumlah group asam sulfonat dihitung dengan formula sebagai berikut: 0,1x2(A-B)xf Jumlah group asam sulfonate (mmol/g) =
… (2) Berat sample (g)
A dan B merupakan banyaknya volume (ml) dari larutan 0,1 N H2SO4 (sebelum dan sesudah titrasi) dan f merupaskan fungsi (nurmalitas larutan). Larutan celup terdiri dari zat warna 2% owf, 1% asam asetat, dan 2% natrium aseta dengan perbandingan liquor rasio 50:1. Kain cotton dengan benzoil group sulfonat dimasukkan dalam larutan celup sesuai dengan ketentuan temperatur dan dinaikkan pada suhu 90°C selama 30 menit dan dipertahankan sampai 50 menit. Suhu larutan celup kemudian diturunkan sampai mencapai 60°C selanjutnya kain diperas, dan dicuci dan dikeringkan.. Jumlah zat warna pada kain ditentukan secara spektrometri (Simadzo) dengan mengukur konsentrasi zat warna yang tertinggal dalam larutan celup. Zat warna yang digunakan adalah Methylene Blue (C.I. Basic Blue 9), Malachite Green (C.I. Basic Green 4) dan Acridine Oranye (C.I. Basic Oranye 14). Kekuatan warna terhadap pencucian ditentukan dengan menggunakan standar prosedur JIS L 0844-B1, sedangkan untuk kekuatan warna terhadap daya pembasahan dengan air JIS L 0846, dan untuk uji daya
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
2
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891 tahan keringat JIS 0848. Perubahan warna ditentukan dengan metode grey-scale. Sample kain dikondisikan pada ruang standar selama 24 jam pada suhu 20°C dan 65% RH. Standar metode yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan tarik kain adalah Tensile Strength Misdan Lab, Saldo (BS) dengan scale beban maksimum 20 kg. 3. Hasil Data dan Pembahasan Kain cotton ditreatment dengan benzoil cloride dalam piridine untuk berbagai variasi waktu treatment. Curva yang ditunjukkan pada Gambar 2 memberikan informasi hubungan antara tingkat substitusi benzoate dan waktu reaksi. Bernoulli at al [1] melaporkan tentang hasil analisa kinetik dari serat cotton yang sudah benzolasi. Tingkat substitusi benzoat secara progresif makin besar dengan bertambahnya waktu reaksi. Dalam penelitian ini, sulfonasi dilakukan setelah benzolasi.
Distribusi Benzoat
`
Waktu Reaksi (Jam) .
Group Asam Sulfonat (x10-2 mmol/g)
Gambar 2: Benzolasi Serat Sellulosa Dalam Pyridine
Substitusi Benzoat Gambar 3: Hubungan Antara DS Benzoat Dengan Jumlah Asam Sulfonat
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
3
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891 Hubungan antara jumlah benzoil grup dan asam sulfonat grup disajikan pada Gambar 2. Jumlah asam sulfonat tidak bertambah dengan bertambahnya tingkat substitusi benzoat. Bertambahnya nilai DS benzoat terjadi setelah 0,2 keatas, kemudian turun dengan cepat pada rentang 0,2 sampai 0,3. Dari Gambar 2 tersebut jelas bahwa optimalnya tingkat substitusi benzoat oleh penambahan grup asam sulfonat diatas 0.3, selanjutnya substitusi grup asam sulfonat menurun. Fenomena ini jelas berhubungan dengan waktu oksidasi oleh periodate yang menyebabkan timbulnya penggelembungan pada daerah amorf serat sellulosa dan steric hindrance. Gambar 3 menunjukkan hubungan antara jumlah agroup sam sulfonate dan jumlah zat warna pada kain (diwarnai dengan methelyne blue) yang tingkat substitusi benzoatnya sekitar 0,3 dan cendrung bertambah dengan bertambahnya grup asam sulfonat pada kain yang mencapai sekitar lebih dari 0,04 mmol/g. Grup asam sulfonate dan jumlah zat warna pada kain yang tercantum pada Tabel 1 disajikan dalam dalam unit mole per gram kain. Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah zat warna pada kain hampir sama dengan jumlah group asam sulfonate yaitu diatas 0,04 mmol/g. Ketuaan warna terjadi pada kain dengan jumlah group asam sulfonate antara 0,04-0,07 mmol/g.
Tabel 1: Hubungan Jumlah Mole Grup Asam Sulfonate Dan Jumlah Zat Warna Pada Kain Dan Rasio Molar Zat Warna Terhadap Asam Sulfonate (a) Jumlah Mole Asam Sulfonat x10-5
Jumlah mole Zat Warna x 10-5/g
Ratio Zat Warna Terhadap Asam Sulfonat 0,90 0,92 1,02 2,21 2,27 1,03 3,00 3,02 1,01 3,90 3,21 0,82 5,32 3,56 0,67 5,87 3,76 0,64 6,88 3,72 0,54 Keterangan: a=ZW methylene blue; BM 373,90; tingkat substitusi benzoate pada kain 0,3 Pada penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan pengaruh hidrophobik benzoil grup dan asam sulfonat. Tabel 2, 3 dan 4 menunjukkan hasil pengujian kekuatan warna kain cotton terhadap pencucian, daya pembasahan dan daya tahan keringat. Kain yang mengandung gugus reaktif asam sulfonat menunjukkan daya celupyang baik terhadap zat warna kationik, tetapi daya tahan warna terhadap pencucian, daya pembasahan dan daya tahan keringatnya sangat rendah[6]. Dengan modifikasi pencangkokan gugus benzoil dan asam sulfonat, ternyata warna yang dihasilkan sangat baik dan kekuatan warnanya bertambah baik. Untuk semua sample yang sudah diuji menunjukkan kekuatan warna dan daya tahan warna bertambah baik dari 1-2 menjadi diatas 4 dari hasil klasifikasi tingkat substitusi benzoate lebih tinggi dari 0,3. Merupakan hal yang sangat sulit untuk menerangkan fenomina dari hasil penelitian ini. Secara umum dapat dipahami [4] bahwa kekuatan warna terhadap daya pembasahan dapat bertambah dengan bertambahnya affinitas atau karena sifat hydrophobisitas dari zat warna. Oleh karena itu daya tahan warna terhadap pembasahan dari kain cotton yang telah dimodifikasi dengan grup hydrophobik seperti benzoil dapat dijelaskan karena bertambahnya tingkat affinitas zat warna pada gugus hydrophobik ini. Tabel 2: Daya Tahan Warna Kain Cotton Terhadap Pencucian Nilai DS Benzoat Zat Warna 0 0,3 0,45 PW SA PW SA PW SA Methelene Blue 1 1 3-4 3-4 3-4 3-4 Malachite Green 1-2 1-2 3 3-4 3-4 4 Acridine Orange 1-2 1-2 4 4 4 4 PW= Perubahan warna, Stanning Akrilik
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
4
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891
Tabel 3: Daya Tahan Warna Kain Cotton Terhadap Daya Pembasahan Nilai DS Benzoat Dyestuff 0 0,3 0,45 PW SA PW SA PW SA Methelene Blue 1-2 1-2 3-4 4 4 4 Malachite Green 1-2 1-2 3-4 4 4 4-5 Acridine Orange 1-2 1-2 4-5 4 4-5 4-5 PW= Perubahan warna, Stanning Akrilik
Tabel 4: Daya Tahan Warna Terhadap Keringat Nilai DS Benzoat 0 0,3 PW SA PW SA Methelene Blue 1-2 -21 3-4 4 Malachite Green 1-2 1-2 3-4 4 Acridine Orange 1-2 1-2 4 4 PW= Perubahan warna, Stanning Akrilik Zat Warna
0,45 PW 3-4 4 4-5
SA 4 4-5 4-5
Zat Warna Dalam Kain (mg/g)
Gambar 4: Perubahan breaking load dari kain sebagai fungsi nilai DS benzoat. O=kain yang dibenzolasi, )= kain yang dibenzolasi dan disulfonasi
Grup Asam Sulfonat (x10-2 mmol/g)
Gambar 4: Hubungan Antara Jumlah Group Asam Sulfonat Dengan Jumlah Zat Warna Dalam Kain Dengan Tingkat Distribusi Benzoat 0,3
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
5
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891
Kekuatan Pecah (Kg/cm)
Gambar5 menunjukkan data perubahan nilai kekuatan pecah saat mulur (breaking elongation) dari sample sebagai fungsi tingkat substitusi benzoat. Tanda (ο)=kain yang hanya diberi perlakuan benzolasi, sedangkan tanda (•)= kain yang dibenzolasi dan disulfonasi
Substitusi Benzolate
Kekuatan Pecah Saat Mulur (%)
Gambar 5: Perubahan Nilai Kekuatan Pecah Kain Cotton Sebagai Fungsi Nilai Benzoate DS
Substitusi Benzoat
Gambar 6: Hubungan Antara Pecah Saat Mulur Kain Cotton Sebagai Fungsi Nilai DS Benzoat Kurva pada Gambar 5 dan 6 menunjukkan hubungan antara tingkat substitusi benzoat dan breaking load atau breaking elongation dari kain yang sudah dimodifikasi secara kimiawi. Willard at. al. [9] melaporkan bahwa kekuatan tarik kain tidak berubah dengan benzolasi. Dalam penelitian yang kami lakukan menyatakan bahwa breaking load dari kain yang sudah dibenzolasi sedikit lebih tinggi dibanding kain yang tidak dimodifikasi, namun hal ini mungkin karena adanya peristiwa shrinkage yang merubah densitas dari
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
6
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891 struktur kain tenun menjadi lebih baik dan kompak. Breaking load dari kain tersebut tertekan oleh sulfonasi, tetapi mengalami penambahan substitusi (DS) benzoat. Pengurangan breaking load dari kain yang sudah mengandung sulfonat barangkali dapat disebabkan karena terjadinya degradasi dari rantai polymer oleh oksidasi natrium metaperiodite. Dengan melihat pada Gambar 5 memberi petunjuk bahwa breaking elongasi dari kain yang sudah mengandung group sulfonate dan benzoate tidak mengalami perubahan cukup besar. Dam kondisi ini menunjukkan bukti bahwa sifat-sfat mekanik dari kain yang sudah dibenzolasi dan disulfonasi lebih baik dari kain yang tidak dimodifikasi.
Kekakuan (cm)
Kurva pada Gambar 7 menunjukkan hubungan antara nilai kekakuan (bending stiffness) dari kain dan tingkat substitusi (DS) benzoat. Benzolasi ternyata mengkatkan nilai bending stiffness, tetapi sulfonasi secara nyata mengurangi nilai bending stiffness. Bertambahnya nilai bending stiffness pada benzolasi kain cotton barangkali karena adanya sifat liat yang nyata oleh pengaruh modifikasi kimia yang sangat tepat, sementara naiknya densitas kain tidak menerangkan hal ini. Bryant at. al [2] melaporkan bahwa secara umum dengan naiknya densitas dapat menaikkan nilai bending stiffness secara signifikan. Alasan turunnya nilai bending stiffness untuk kain yang sudah disulfonasi mungkin sama alasannya dengan penurunan nilai breaking load.
Substitusi Benzoat Gambar 7: Perubahan Kekakuan Kain Sebagai Fungsi Nilai Benzoat
Kain cotton merupakan kain dengan sifat yang kurang baik terhadap wrinkle recovery (daya tahan kusut), bahkan nilai wrinkle recovery sangat rendah oleh adanya pengaruh air sehinnga membatasi fungsi sebagai kain penutup. Data wrinkle recovery kain kearah pakan dalam kondisi kering dan kondisi basah diplotting pada Gambar 7 sebagai fungsi tingkat substitusi (DS) benzoat. Benzolasi itu sendiri tidak meningkatkan wrinkle recovey baik dalam kondisi kering maupun dalam kondisi basah dengan menurunnya tingkat substitusi (DS) benzoat. Pada pengujian daya tahan kusut (wrinkle recovery) dalam kondisi kering, ketika benzoil dan grup asam sulfonat berdampingan (dalam satu sample), ternyata pengurangan nilai wrinkle recovery lebih kecil dibandingkan dengan kain yang hanya mengandung grup benzoat. Lebih dari itu tingkat daya tahan kusut (wrinkle recovery) kain dalam kondisi basah ternyata menunjukkan nilai tinggi dengan bertambahnya sulfonasi (sama halnya dengan wrinkle recovery kondisi kering), dan nilai tersebut secara progresif lebih rendah dengan naiknya tingkat substitusi benzoat, dan keduanya menunjukkan hubungan linier. Peningkatan nilai wrinkle recovery sample bertambah baik dengan adanya perlakuan sulfonasi. Dengan bertambahnya tingkat benzolasi pada seri kain sample yang sudah terbenzolasi, dan peningkatan wrinkle recovery kondisi kering lebih baik dibanding wrinkle recovery kondisi basah. Merupakan suatu hal yang tidak mudah untuk menerangkan fenomena dari hasil penelitian ini.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
7
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891
Daya Tahan Kusut (WRA°)
Kering
Basah
Distribusi Benzoate
Gambar 7: Perubahan Nilai WR Kain Cotton Sebagai Fungsi Distribusi Benzoate
4. Kesimpulan Dalam rangka untuk meningkatan daya celup kain cotton dengan zat warna kationik dan daya tahan warna terhadap pembasahan, dilakukan modifikasi kimia dengan cara mencangkokan grup benzoil dan asam sulfonat dan performa kain cotton ternyata bertambah baik.Setelah kain diwarnai dengan zat warna kationik menunjukkan hasil warna tinggi dan daya tahan warna terhadap pembasahan juga meningkat dari nilai 1-2 menjadi bernilai 4. Tak kalah pentingnya bahwa performa sifat-sifat mekaniknya mengalami peningkatan, seperti kekuatan pecah kain (breaking load) dan kekuatan pecah kain saat mulur, kekakuan kain (bending stiffness), dan daya tahan kusut (wrinkle recovery) menunjukkan perubahan yang sangat komplek dengan perubahan modifikasi kimia. Penjelasan dari perubahan ini dimungkinkan karena adanya perubahan pada struktur amorf serat cotton oleh adanya grup benzoil dan asam sulfonat. Bagaimanapun juga dalam penelitian ini telah ditemukan bahwa dari hasil uji performa yang dilakukan menunjukkan bahwa kain yang telah diberi perlakuan hampir sama dengan kain yang tidak diberi perlakuan. Namun demikian, hal ini memberi kemungkinan untuk memperbaiki sifat-sifat kain seperti daya celup terhadap zat warna kationik, daya tahan warna terhadap pembasahan, kekuatan pecah kain (breaking load) dan daya tahan kusut kain (wrinkle recovery) dari kain cotton.
Daftar Pustaka [1]. Bernoulli, A.L., Schenk,M., dan Rohner, F., Zur Kinetik der Benzoiylierung der Cellulose, Helv. Chim. Acta 17, 57, 1934. [2]. Bryant, G. M., and Walter, A.,T., Stiffness and Resiliency of Wet and Dry Fibres as a Function of Temperature, Text. Res. J., 29, 211, 1959. [3]. Jackson, E. L., dan Hudson, C. S., Application of the Cleavage Type of Oxidation by Periodic Acid to Starch and Cellulose, J. Chem. Soc. 59, 2049, 1937. [4]. Jackson, J. H. E., dan Turner, H. A., The Desorption of Direct Cotton Dye From Cellulosic Fibres, J Soc. Dyers Col. 68, 345, 1952. [5]. Reinhardt, R. M., dan Bruno. J. S., Carboxyethelation of Cotton by Treatment With Acrylamide, J. App. Polym. Sci. 10, 387, 1966.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
8
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891 [6]. Sone, T., Kimura, M ddddan Tonami, H., Adsorption of Cationic Dye on the Fibre Being Introduced Acid Groups by Carboxyethelation, Sen-i-Gakkaishi 36, T-196, 1980. [7]. Turner, J. D., N-Methylol-2-Pyrolidone-5-Carboxylic Acid, A Convenient Compound for Incorporating Carboxyl Groups onto Cellulose, Textile Res. J. 45, 345, 1975. [8]. Ward, T. L., Benerito, R. R., dan Berni, R. J., Chemical Modification of Cotton with Propane Sultone in Organic Solvents, T. Res. J., 42, 119, 1972. [9]. Willard, J. J., dan Schwenker, R. F., J. Thermoplasticity and Reciliency Through Benzolation and Cross-linking, T. Res. J., 37, 316, 1967
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
9