Modernisasi Sistem Agar Lebih Fleksibel (Studi Kasus ERP) Karena bisnis kemasannya terus berkembang, manajemen PT Avesta Continental Pack memutuskan memodernisasi sistem TI utamanya yang sudah dipakai selama hampir tiga dekade. Apa perubahan dan manfaat yang dirasakan? Industri manufaktur, secara umum, tergolong industri yang agak ketinggalan dalam pemanfaatan teknologi informasi (TI) mutakhir dibandingkan jenis industri lainnya. Padahal, proses bisnisnya terbilang rumit. Apalagi, kalau bermain di industri kemasan fleksibel. Di industri manufaktur jenis ini, banyak variabel yang harus dipertimbangkan sebelum order dapat dieksekusi seperti jenis bahan, jumlah warna, lapisan, lebar, panjang dan peralatan. Belum lagi, jika volume transaksi dalam proses produksinya tinggi, sehingga perlu proses entri yang cepat. Nah, jika tidak teliti, bisa fatal akibatnya. Dan, jika proses entri data dalam jumlah besar itu dilakukan secara manual, akan makan waktu lama dan tidak efisien. Persoalan inefisiensi dan keteteran dalam proses entri data tersebut pernah dialami PT Avesta Continental Pack, produsen kemasan fleksibel yang melayani industri farmasi, kosmetik, makanan, dan produk hewan. Masalah yang dirasakan terkait dengan besarnya data yang harus diproses untuk menghasilkan laporan yang up- to-date, sehingga bisa membantu manajemen dalam mengambil keputusan secara cepat. “Avesta mengelola jumlah varian produk yang banyak, lebih dari 15 ribu varian, volume transaksi dalam produksi yang tinggi, dan order pekerjaan lebih dari 700 job dalam satu bulan,” ungkap Berry Karlis, GM TI dan Keuangan Avesta. “Karena itu, harus ditangani oleh sebuah sistem TI yang memiliki fitur yang fleksibel dan terintegrasi, sehingga menghasilkan standardisasi informasi yang lebih baik,” ia menambahkan. Keakuratan informasi data tentang stok persediaan dan biaya produksi secara detail memang salah satu tujuan pengembangan sistem baru tersebut. Dengan begitu, manajemen puncak dapat menganalisis dan membuat keputusan secara tepat waktu. Nah, untuk mencapai tujuan itu, semua proses—dari perencanaan, pembelian, persediaan, manufaktur, pengendalian mutu, penjualan, keuangan hingga akuntansi— harus terintegrasi untuk mengurangi entri ganda dan proses dokumentasi manual. Menurut Berry, kebutuhan akan sistem TI yang terintegrasi itu sebenarnya juga muncul seiring dengan pertumbuhan bisnis Avesta yang terus meningkat. Dampaknya, data yang harus diproses untuk menghasilkan laporan bagi manajemen pun terus bertambah. Ketika itu, sistem lama yang dipakai sejak awal 1980-an masih berbasis program FoxBASE/FoxPro. Sistem itu mempunyai keterbatasan dalam hal memproses data dalam jumlah yang banyak. Terutama, dalam hal kecepatan memproses data untuk menjadi laporan manajemen. “Karena makin banyak waktu yang dibutuhkan dalam memproses data, pengambilan keputusan menjadi lambat. Dan, itu akan menghambat pertumbuhan Avesta di masa depan,” Berry menjelaskan. Untung Suharyo, Manajer TI Avesta, juga menyebutkan, untuk mendukung percepatan proses entri data di jalur produksi, pihaknya membutuhkan sebuah interface yang bersifat user friendly. “Dengan modernisasi sistem TI, Avesta dapat menghasilkan informasi yang cepat sehingga dapat selangkah lebih depan dari perusahaan sejenis lainnya,” kata Untung. Modernisasi sistem TI di Avesta mulai dilakukan pada 2006, dengan mengimplementasi solusi back office berupa ERP (enterprise resource planning) dari vendor lokal bernama Orlansoft. Menariknya, Avesta merupakan perusahaan pertama di industri manufaktur yang menggunakan solusi tersebut. Bidang/departemen yang mendapat sentuhan TI (berupa modul-modul) ini adalah Akunting dan Keuangan, Manufaktur, Pemasaran, Pembelian, Gaji, Penjualan dan SDM. Adapun implementornya adalah PT Pro Sistimatika Automasi (Prosia). Pengembangan sistem TI di Avesta rampung dan go live pada Januari 2008.“ Hasilnya, semua proses bisnis di Avesta bisa dilakukan secara terintegrasi,” Berry mengklaim. Saat ini, lanjut Berry, semua kegiatan bisnis di Avesta sudah terintegrasi, mulai dari penerimaan pesanan dari pelanggan, prakalkulasi untuk menghitung estimasi harga pokok terhadap suatu order, hingga perhitungan biaya produksi per unit. Begitu pula, perencanaan penjadwalan produksi, pemesanan bahan baku dan pendukung, serta pengiriman produk jadi ke pelanggan, sudah bersifat driven by system. Hal serupa juga terjadi pada proses penagihan piutang, pembayaran utang, penerimaan serta pengeluaran kas dan bank, hingga laporan keuangan dan pendukung lainnya yang terstruktur dalam bentuk modul-modul terintegrasi satu dengan lainnya. Selain itu, berkat sistem yang terintegrasi ini, informasi penjualan harian dan akumulasinya dapat dikirimkan kepada pihak manajemen melalui sistem SMS gateway. Juga, dimungkinkan pemanfaatan data yang lebih luas untuk keperluan analisis, sesuai dengan permintaan user. “Melalui implementasi sistem itu, Avesta memperoleh banyak manfaat. Terutama, proses pengolahan data jadi lebih cepat untuk menghasilkan suatu laporan, sehingga membantu manajemen dalam mengambil keputusan,” ujar Berry. Ditambahkan Untung, Avesta sekarang juga telah memiliki framework yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia, sehingga memudahkan proses kustomisasi yang diinginkan user. Kendati begitu, kustomisasi mesti sesuai dengan rancangan awal sistem itu. Jadi, jika kustomisasi yang diminta user di luar framework, kustomisasi tidak dapat dilakukan. “Untuk mengatasi masalah ini, oleh penyediasoftware dibuatkan aplikasi pendukung sederhana sebagai jembatan penghubung ke softwareutamanya.” Manfaat modernisasi sistem TI oleh manajemen Avesta tersebut dirasakan pula oleh karyawannya. Menurut Vera Sutidjan, Manajer Keuangan dan Akunting Avesta, sebelumnya ia harus melakukan proses kerja yang berulang untuk setiap laporan yang berbeda dengan data yang sama, sehingga memerlukan waktu lebih lama. Sekarang, lanjut Vera, proses peng-input-an data hanya perlu dilakukan satu kali, tetapi bisa menghasilkan berbagai macam laporan sesuai dengan kebutuhan. Proses kerja pun jadi lebih efisien. “Saya berharap, untuk pengembangan sistem TI selanjutnya agar bisa disesuaikan dengan dinamika perusahaan di masa depan,” Vera menyarankan. “Ke depan, kami memang punya beberapa rencana untuk pengembangan sistem TI ini, dengan tujuan utama mendukung proses bisnis perusahaan,” ungkap Berry. “Lebih jauhnya, supaya bisa berdampak pada (peningkatan) kepuasan pelanggan,” tambahnya. (*)
1
UKM pun Pantas Pakai ERP (Studi Kasus ERP) Aplikasi bisnis sejenis ERP yang selama ini dinikmati perusahaan menengah-besar pun diminati UKM. Asalkan, harga solusinya jauh lebih bersahabat dan waktu implementasinya lebih singkat. Aplikasi korporat yang dikenal dengan istilah ERP (enterprise resources planning) selama ini identik dengan perusahaan berskala menengah-besar. Maklumlah, selain dikenal biaya lisensinya sangat mahal, waktu untuk implementasinya pun cukup panjang. Sudah begitu, bisa saja implementasinya gagal lantaran tak sesuai dengan skala dan model bisnis. Tak mengherankan, selama ini ERP dianggap bukan ranahnya usaha kecil-menengah (UKM). Namun, itu bakal segera basi. Sebab, belakangan ada kecenderungan para vendor membuat atau menyediakan ERP berskala mini yang ditujukan buat UKM. Tentu saja, harga lisensi atau penggunaannya sesuai dengan kantong para UKM itu. Dan, tak harus beli putus lisensinya, tetapi cukup dengan sewa berlangganan. Contohnya, layanan ERP berlangganan yang ditawarkan Telkom. Produk ERP-nya bernama Bonastoco. Salah satu UKM yang sudah mengadopsi layanan ERP berlangganan ini adalah PT Kanemochi Indonesia, yang bergerak di bisnis ritel modern dalam bentuk minimarket bernama Kanemochimart. Minimarket ini dibuka pada Maret 2010, dan baru memiliki satu gerai dan distribution center di Cengkareng, Jakarta Barat. Kanemochimart yang dibuka 24 jam dan membidik kalangan menengah-atas dikembangkan oleh Anthony dan beberapa koleganya. Menurut Agus Pramono, Manajer Operasional PT Kanemochi Indonesia, Kanemochimart memiliki pertumbuhan cukup bagus. Ia mengklaim, setiap hari jumlah pelanggan yang datang mencapai 300 orang. Dalam sebulan nilai transaksinya sekitar Rp 200 juta. Ditargetkan, hingga 2011 akan membuka delapan gerai. “Rencana Kanemochi sudah dipetakan. Nantinya, Kanemochimart akan ditawarkan dalam bentuk waralaba,” ungkap Agus. Ia menyebutkan, saat ini sudah ada beberapa investor yang tertarik mengembangkanminimarket ini di daerah. Kendati baru “menetas”, tampaknya karena ingin tancap gas, Kanemochimart langsung mengadopsi solusi ERP untuk menopang proses bisnisnya. Menurut Agus, sejak awal pihaknya memang sudah mencari aplikasi ritel yang komplet, tetapi dengan harga terjangkau. Kebetulan ada tawaran dari Telkom. “Di dalam aplikasi Bonastoco ini, salah satunya sudah ada program GL (general ledger), sehingga tidak perlu membuat laporan secara manual karena sudah otomatis,” ujar Agus. Lebih dari itu, implementasi ERP itu dimaksudkan untuk memberikan updated report kepada para pemilik yang punya kesibukan masingmasing. Maka, paket ERP Bonastoco yang dipilihnya adalah paket premium, yang menawarkan fitur tambahan monitoring penjualan dan stok via ponsel. “Dengan begitu,” katanya, “para owner yang tidak terlibat dalam operasional tetap dapat memantau kegiatan bisnisnya melalui ponsel.” Menurut Agus, proses implementasi ERP Bonastoco dilakukan dalam dua tahap. Pada Maret-Juni, terlebih dulu implementasi untuk bagian front end, yakni kasir atau point of sales (POS). Selanjutnya, pada Juli mulai implementasi di back office, mencakup modul pembelian, penjualan, AR/AP hingga inventori. Semuanya terintegrasi masuk ke pembukuan di modul GL secara otomatis (automatic journal). Jadi, pada saat terjadi transaksi penjualan di POS, datanya bisa langsung masuk ke GL dan selanjutnya ke laporan keuangan. “Proses implementasinya memakan waktu lima bulan hingga bisarunning seperti sekarang,” kata Agus yang mengaku dari segi hardware hanya menyiapkan PC Pentium IV bermemori 1 GB, dan ruang harddisk 5 GB itu. Diakui agus, meskipun masih banyak report dari POS yang tidak masuk ke back office, secara keseluruhan penerapan ERP ini memberi sejumlah manfaat, antara lain laporan ke pemilik lebih cepat sehingga mereka bisa memonitornya day to day, serta laporan lebih aktual dan valid karena meminimalkan manual report. “Saat ini masih belum ada kendala yang berarti, masih lancar-lancar saja. Mungkin karena baru satu toko,” kata Agus sambil tersenyum.
Manfaat yang Dirasakan UKM : Memudahkan melihat laporan penjualan dan stok Memudahkan penambahan item barang yang dijual Data transaksi lebih tersusun dan rapi Meminimalkan manual report, sehingga laporan lebih aktual dan valid Pemilik usaha bisa melihat laporan secara online, bahkan memantau cukup lewat ponsel Tersedianya fasilitas pasar interaktif via Internet (marketplace) Harga terjangkau Implementasinya tidak butuh waktu lama UKM yang “berani” memakai ERP seperti itu bukan hanya Kanemochi. Contoh lainnya, CV Massilia, perusahaan di bidang penjualan buku, majalah, tabloid dan koran yang didirikan R. Sunarko pada 1999. Tokonya yang bernama Massilia Bookstore berlokasi di Bandara Soekarno-Hatta Terminal 1a Dalam. Menurut Sunarko, layanan ERP mulai digunakan di Massilia Bookstore pada 26 Agustus 2010. Diklaimnya, proses implementasinya tidak memerlukan waktu lama. Sebab, tokonya telah menggunakan sistem berbasis TI, sehingga hanya membutuhkan waktu untuk adaptasi. Penerapan ERP di perusahaannya memberikan beberapa keuntungan. Di antaranya, memudahkan melihat laporan transaksi penjualan dan stok, dapat langsung menambahkan nama barang baru secarareal-time, transaksi lebih tersusun rapi, dan bisa melihat laporan secara online. “Hingga saat ini belum ada kendala yang dihadapi karena belum ada keluhan dari para user di lapangan dan dari paracustomer,” ungkap Sunarko. “Saran saya kepada karyawan, agar selalu memantau sistem sehingga dapat berjalan secara real-time.”
2
Selain kedua UKM tersebut, contoh lainnya adalah PT Sanxovier, perusahaan penjualan garmen dan non-garmen. Sejak beberapa bulan lalu, Sanxovier sudah bisa menikmati layanan ERP yang ditawarkan Telkom. Menurut Dewi Yuliana, Manajer Keuangan Sanxovier, modul yang digunakan untuk mendukung proses bisnis di perusahaannya adalah modul trading di back office-nya, dan modul POS sebagai front office-nya. Proses implementasinya hanya butuh waktu lima hari. “Secara umum modul yang digunakan adalah POS, transaksi penerimaan barang dan stock tracking, dan selebihnya memerlukan pendalaman lebih lanjut,” Dewi menjelaskan. Alasan utama perusahaannya mengadopsi solusi ERP, selama ini transaksi penjualannya masih dilakukan secara manual. Akibatnya, laporan penjualan yang diberikan per hari membutuhkan waktu lebih lama. “Kendala yang dihadapi sebelum menggunakan sistem adalah terhambatnya proses pelaporan ke kantor,” ucap Dewi. Singkatnya, melalui pemanfaatan ERP ini pihaknya bisa melakukan transaksi penjualan secara lebih cepat dan bisa menghasilkan laporan real-time. Pasalnya, di Sanxovier tidak ada proses produksi, hanya melakukan penjualan garmen dan non-garmen. ”Tapi, saat ini kami masih butuh waktu untuk mempelajari lebih dalam. Jadi, butuh training lagi,” ungkapnya. PT Satu Persada Bhineka pun tak mau ketinggalan memanfaatkan layanan ERP. UKM di bidang distributor komputer ini sejak Juni 2010 telah mengimplementasi layanan ERP full modul dari Telkom. Menurut Ayu Putriani, Manajer Akunting Persada Bhineka, proses implementasinya hanya satu minggu. Untuk bisa menikmati layanan tersebut, pihaknya hanya menyediakan perangkat komputer minimum Pentium 4, harddisk sekitar 20 Gb serta memori 1 Gb. Dikemukakan Ayu, perusahaannya mau mengadopsi solusi ERP tersebut karena fasilitasnya lengkap. terutama untuk mendukung proses bisnis di perusahaan. Antara lain, tersedianya laporan keuangan yang lengkap, dan mudah untuk mengoperasikannya. Namun, ia punya masukan. “Saran kami, sebaiknya kemampuan software Bonastoco lebih ditingkatkan lagi agar tidak sering mengalami problem.” Selain keempat UKM tersebut, saat ini – seperti diklaim pihak Telkom — sudah lebih dari 100 UKM yang menggunakan layanan ERP yang diluncurkan pada Juli 2010 itu. Angka ini belum termasuk sekitar 3 ribu UKM yang sedang melakukan trial Bonastoco. Sebenarnya, layanan yang ditawarkan Telkom ini merupakan paket bundling antara produk Speedy (koneksi Internet) dan aplikasi Bonastoco. “Kami menawarkannya dalam bentuk bundling. Pelanggan cukup membayar biaya bulanan sesuai paket aplikasi yang dipilih. Jadi, one bill dengan tagihan Speedy,” kata Joddy Hernady, Executive General Manager Divisi Multimedia PT Telkom. Dijelaskan Joddy, Bonastoco ditawarkan dalam dua paket, yakni paket standar dan premium. Untuk paket standar, pihak UKM cukup membayar Rp 265 ribu/bulan untuk bisa menikmati layanan ERP full modules bagi tiga user dan akses Internet Speedy. Adapun untuk paket premium, biaya langganannya Rp 365 ribu/bulan, dengan layanan: ERP full modules untuk 6 user, Speedy, plus fitur monitoring sales(penjualan terakhir, per jam tertentu, kemarin, minggu lalu, bulan lalu dan tahun lalu) dan stok (stok terakhir, per produk, cabang, supplier) melalui ponsel. Adapun kapasitas bandwidth yang ditawarkan adalah 384 kbps unlimited. Rupanya, meski sebagai penyedia layanan ERP berlangganan, Telkom tak mengembangkan sendiri aplikasi untuk UKM itu. Nah, Bonastoco ini dikembangkan oleh software house lokal yang berbasis di Batam: PT Inforsys Indonesia. Menurut Yudho Hermoyo, Direktur Pemasaran Inforsys, aplikasi Bonastoco dirancang untuk mengolah data transaksi keuangan perusahaan serta menghasilkan laporan analisis transaksi dan keuangan perusahaan yang dibutuhkan. Program ini dilengkapi dengan berbagai macam modul transaksi. “Bonastoco juga menyediakan fasilitas pasar interaktif Internet ataumarketplace, sehingga sesama pengguna dapat saling berkenalan sebelum bertukar data bisnis atau mengeluarkan PO (purchasing order) secara online,” kata Yudho.
Modul dalam Aplikasi ERP Bonastoco Pembelian (Purchasing) Penjualan (Sales) Sistem Persediaan Barang (Inventory) Utang (Account Payable) Piutang (Account Receivable) Kas dan Bank (Cash & Bank) Buku Besar (General Ledger) Marketplace Aplikasi Bonastoco dibangun dengan menggunakan bahasa programming ASP.net, database memakai Postgressql, dan reporting tools memakai Crystal Report 9.0. “Salah satu keunggulan Bonastoco adalah memudahkan komunikasi bisnis sesama pengguna, seperti adanya fitur perkenalan, mengirim PO dan invoice, dan sebagainya,” Yudho mengklaim. Yudho juga mengklaim solusi ini mampu mengomunikasikan data antarcabang/gerai milik UKM dengan kapasitas bandwidth yang sangat kecil. Dalam kondisi offline pun pengguna tetap bisa bekerja karenadatabase yang ada di komputer lokal (sisi UKM). Lalu, begitu Speedy terkoneksi, sekecil apa punbandwidth-nya, tetap bisa langsung transfer data. “Bonastoco tidak memerlukan kapasitas bandwidthyang besar. Sebab, dengan bandwidth kecil pun sudah bisa mengirim data.” Daya tarik buat pengguna lainnya, database untuk aplikasi Bonastoco tetap berada di komputer pelanggan (lokal), bukan di server Telkom. Jadi, database bisa di-maintain langsung oleh pelanggan. Sementara itu, yang ada di server cloud (server milik Telkom) adalah database untuk omset dan inventori harian, yang berguna untuk monitoring lewat ponsel atau Internet. Karena itu, Joddy mengklaim, aplikasi ini cukup aman buat pengguna yang mungkin khawatir datanya digunakan pihak lain. “Database Bonastoco full ada di komputer pelanggan, sehingga keamanan dan kenyamanan menggunakan aplikasi ini tetap terjaga. namun pelanggan tetap bisa melakukan komunikasi bisnis serta berinteraksi dengan sesama pengguna aplikasi,” kata Joddy memberikan jaminan. (*)
3
Muluskan Distribusi Jutaan Barang (Studi Kasus SCM) Seorang ibu yang sedang berbelanja di sebuah supermarket tampak bersungut-sungut, karena beberapa produk yang dicari tidak tersedia. “Maaf, Bu, barangnya sedang kosong. Stoknya habis, seorang SPG buru-buru menjelaskan. Barang tak tersedia memang kerap terjadi di gerai modern. Kalau pun ada, biasanya harga barang itu melonjak mengikuti tingginya permintaan. Apa penyebabnya? Salah satunya karena rantai pasokan (supply chain) ada yang terganggu. Bisa saja, barang yang dipasok telat dikirim. Atau, bisa jadi pemasok tidak mampu memenuhi service level yang disepakati dengan peritel. Misalnya, semula disepakati supplier bisa memasok 100 unit barang ke peritel setiap minggunya, tapi kenyataannya hanya sanggup memasok 50 unit. “Di Carrefour, barang tidak ada atau langka sudah tidak pernah terjadi lagi. Sebab, jaminan pasokannya selalu ada, kata Irawan D. Kadarman, Direktur Corporate Affairs PT Carrefour Indonesia, mengklaim. Menurut Irawan, sistem rantai pasokan memang memegang peran penting dalam industri ritel. Terlebih bagi peritel besar sekelas Carrefour, yang memiliki 75 gerai dengan lokasi tersebar di berbagai tempat (30 gerai Carrefour di bawah PT Carrefour Indonesia dan 45 gerai Carrefour Express di bawah PT Alfa Retailindo Tbk.) dan bekerja sama dengan lebih dari 4 ribu pemasok. “Tanpa adanya rantai pasokan yang efisien, mengelola magnitude sebesar itu, sudah tidak mungkin. Jadi dengan adanya rantai pasokan yang efisien, maka jaminan pasokan barang selalu ada dan harga untuk konsumen akan selalu terkelola dengan baik, Irawan menerangkan. Seperti apa sistem supply chain management (SCM) yang dikembangkan Carrefour? Menurut Bayu A. Soedjarwo, Manajer Logistik Senior Carrefour, SCM sebenarnya sudah dikembangkan di perusahaannya sejak lama ketika Carrefour baru memiliki beberapa gerai. Ketika itu, SCM yang dikembangkan masih sangat sederhana. Fungsinya hanya untuk membantu proses penerimaan barang di gerai. Selain itu, fokusnya masih pada barang pangan siap saji. “Kami mulai serius mengembangkan SCM ini sejak Juli 2007. Kami investasi di bidang teknologi informasi (TI) untuk mengembangkan model rantai pasokan yang berbeda, sehingga memudahkan pemasok dan gerai, tutur Bayu. Untuk tujuan itu, dibeli sebuah aplikasi ternama khusus untuk rantai pasokan dan sekaligus mampu menjalankan warehouse management system, yakni InfoLog. Dengan InfoLog, semua proses dalam rantai pasokan bisa diintegrasikan. Selain itu, sistem ini memudahkan kolaborasi Carrefour dengan para pemasok walaupun diakui Irawan, belum semua pemasok terintegrasi. “Saat ini fokus kami pada efisiensi yang bisa diberikan, sehingga bisa dinikmati oleh pelanggan berupa keberadaan produk berkualitas dengan harga yang kompetitif, kata Irawan. Rantai pasokan yang dibangun Carrefour ini berdasarkan perhitungan tingkat optimasi dari pabrik atau pemasok sampai ke rak (shelf) gerai. Hal ini membutuhkan analisis dari setiap jenis produk dan supply chain pemasok. Metode yang dipakai Carrefour untuk SCM ini dengan menerapkan proses just-in-time (JIT) di pusat distribusi (Distribution Center/DC), yang disebut Cross Dock. Tujuannya untuk mengefisienkan proses sehingga tidak diperlukan adanya stok di pusat distribusi. Jadi ketika pemasok mengirim barang hari ini ke DC Carrefour di Pondok Ungu dan Lebak Bulus, maka keesokan harinya barang itu sudah terkirim ke gerai-gerai. Singkatnya, metode Cross Dock memungkinkan prosesnya lebih transparan dalam distribusi produk karena tidak ada produk yang terdegradasi (tertinggal) di gudang. “Pada dasarnya fungsi DC kan untuk meredistribusi produk, bukan untuk menyimpan produk. Jadi melalui Cross Dock kami mengembalikan DC ini ke fungsi sebenarnya, Bayu menjelaskan. “Kami yang pertama kali menerapkan JIT di pusat distribusi,†Irawan mengklaim. Keunikan cara tersebut dibanding bila pemasok mengirimkan langsung bahwa produk-produk tadi sudah dikonsolidasi ketika dikirim ke gerai. Misalnya, bila biasanya sebuah gerai menerima 30 truk yang berbeda, kini cukup menerima 5 truk saja. Pasalnya, para pemasok bisa mengirimkan ke DC Carrefour. Selanjutnya, barang dari berbagai pemasok itu akan dipilah-pilah sesuai dengan permintaan gerai. Sebagai contoh, kini sebuah truk yang datang ke gerai Carrefour Ratu Plaza, hanya perlu membawa produk-produk yang dibutuhkan khusus oleh gerai itu. Irawan juga menjelaskan, rantai pasokan yang dikembangkan Carrefour ini bukan hanya berdasarkan proses pergerakan fisik produk, melainkan memperhatikan pula aliran informasi. Selain itu juga mempertimbangkan penyederhanaan dokumentasi untuk penagihan dari pemasok dan pembayaran oleh Carrefour. Maklum, keberhasilan rantai pasokan di peritel sangat ditentukan oleh aliran informasi dari gerai sampai ke pemasok, dan sebaliknya, disertai sinkronisasi data kedua pihak. “Carrefour membangun rantai pasokan dengan mengandalkan dukungan pemasok terhadap efisiensi yang diciptakan dalam rantai pasokan ini, ujarnya memberi alasan. Dijelaskan Bayu, untuk kebutuhan dalam proses aliran order, pihaknya mengembangkan Central Order Pool (COP), di mana proses pengorderan dilakukan secara otomatis dan terpusat berdasarkan posisi stok di gerai dan parameter-parameter lain. Untuk melakukan pemesanan barang dengan seluruh pemasok, Carrefour menggunakan sistem Electronic Data Interchange (EDI). Jika order sudah diterima, pemasok bisa menerimanya melalui Web. Ada pula pemasok yang sudah mengintegrasikannya dengan sistem ERP mereka. Selanjutnya, mereka menyampaikan (submit) order itu ke pabriknya, lalu barang pun dikirim ke DC Carrefour. Nah, mengingat kunci sukses atau tulang punggung proses order tersentralisasi adalah akurasi data stok di gerai dan pusat distribusi Carrefour, pihak Carrefour menerapkan proses cycle count (alias penghitungan stok menggunakan sampling setiap hari). Dengan begitu, akurasi data di pusat distribusi diklaim hampir selalu 100%, walaupun mengelola puluhan ribu jenis produk. Menurut Frederic Fontaine, Penasihat Teknis Rantai Pasokan Carrefour, rantai pasokan yang tersentralisasi itu memberi beberapa keuntungan, baik bagi Carrefour maupun pemasok. Bagi Carrefour, keuntungan utamanya perbaikan ketersediaan produk di gerai. Menurutnya, hal itu sebenarnya juga merupakan keuntungan bagi pemasok, karena menghilangkan lost of sales yang diakibatkan produk tidak tersedia. Keuntungan lain bagi pemasok adalah proses yang lebih sederhana, karena hanya memproses satu order. Pemasok juga hanya perlu mengirim produk ke satu titik, sehingga lebih menghemat biaya dibanding mengirim produk ke seluruh gerai. Pemasok pun akan merasakan penghematan biaya pengiriman, ketersediaan produk yang lebih terjamin, dan terjaganya kinerja pemasok di Carrefour dalam hal service level. Toh, diakui Fontaine, tingkat partisipasi mereka untuk bergabung dengan sistem DC masih kurang. Padahal, service level para pemasok itu masih di bawah ekspektasi Carrefour. Saat ini, rata-rata pemasok yang mengantar langsung ke gerai Carrefour memiliki service level 50%. Misalnya, kalau pihak Carrefour memesan 100 unit, mereka hanya mampu memasok 50 unit. Sementara pemasok yang sudah menggunakan jasa logistik, service level-nya sudah 70%-75%. Pihak Carrefour sendiri memberi toleransi untuk service level ini minimum 85%. “Keberadaan DC ini untuk membantu mereka. Dengan begitu, mereka hanya fokus untuk memproduksi barang. Karenanya, kami mengajak pemasok untuk bergabung ke pusat distribusi kami, Fontaine mengimbau. Fontaine menyebutkan, orientasi Carrefour ke depan bukan pada pengembangan sistem TI. Pasalnya, sistem TI yang ada diklaim sudah bisa memenuhi kebutuhan. Sasaran utamanya sekarang meningkatkan para pemasok yang masih memiliki service level rendah. Alasannya, kondisi itu menyebabkan lost of sales, baik bagi pemasok maupun Carrefour sendiri. “Target kami meningkatkan service level sehingga bisa mengirim barang secara on time, dan tahu demand kami, ucap Fontaine.
4
Salah satu pemasok yang sudah memanfaatkan sistem rantai pasokan yang dikembangkan Carrefour adalah CV Mulyatama pemasok private label untuk tempat CD, tempat tisu di mobil, dan sebagainya. Menurut Syritama Anas, pemilik Mulyatama, pihaknya bergabung menjadi pemasok Carrefour sejak Februari 2008. “Rantai pasokan baru yang dijalankan Carrefour sangat bagus. Keunggulannya, sistem ini sangat efisien dari segi waktu dan tenaga kerja, katanya mengakui. Menurut Syritama, dibanding sistem terdahulu, pada sistem SCM sekarang ini penggunaan tenaga kerja lebih efisien. Dulu, pengiriman dilakukan langsung ke gerai sehingga memerlukan lebih banyak tenaga kerja. Dalam satu hari satu mobil maksimum hanya bisa menuju tiga gerai. Sekarang pengiriman cukup dilakukan satu kali dan sudah mencakup seluruh gerai Carrefour. Unilever Indonesia, salah satu supplier besar yang menjadi pemasok Carrefour sejak 1998 (ketika peritel asal Prancis ini baru membuka gerainya di Cempaka Putih), juga merupakan pemasok pertama yang ikut serta dalam pengiriman terpusat (centralized delivery) Carrefour sejak pertama kali Carrefour menerapkan sistem rantai pasokan baru. Menurut Manghirim T. Tobing, Manajer Customer Service Perdagangan Modern PT Unilever Indonesia Tbk., dengan sistem pengiriman terpusat ini, Unilever sebagai pemasok tidak perlu lagi mengirim barang langsung ke gerai-gerai Carrefour, tapi cukup ke gudang Carrefour. Carrefour kemudian akan mengirim barang Unilever ke gerai bersama-sama dengan barang dari pemasok lain. Sistem pengiriman terpusat ini, lanjut Manghirim, merupakan kolaborasi yang baik antara Unilever dengan Carrefour. “Apabila dilihat dari rantai pasokan secara keseluruhan, kolaborasi ini menghasilkan efisiensi yang bisa dinikmati bersama oleh Unilever dan Carrefour, ujar Manghirim. “Dengan kapabilitas yang dimiliki Carrefour, sistem rantai pasokan yang baru ini bisa dikembangkan untuk menjangkau daerah yang lebih luas seperti Jawa Barat, ia menambahkan. Selain para pemasok, keunggulan sistem rantai pasokan Carrefour juga diakui konsultan TI Hadi Barko. Menurutnya, seluruh gerai Carrefour sudah tersambung ke DC Pondok Ungu dan menggunakan satu sistem ERP (single platform). Menurut Hadi, kalau softwarenya berbeda-beda, akan butuh waktu untuk transfer dan kolaborasi datanya tidak real time. Mekanisme kerjanya, sistem ERP yang digunakan Carrefour akan memicu ke pemasok melalui fasilitas e-business ataupun e-mail. “Sebaiknya top ten suppliers atau para pemasok yang mewakili 80% nilai transaksi, memiliki koneksi langsung ke Carrefour,†kata Hadi menyarankan. Pakar supply management yang sekarang bermukim di Singapura ini menyarankan, penerapan SCM ini bisa lebih dioptimalkan. Syaratnya, pihak Carrefour harus mengintegrasikan sistem SCM-nya itu lewat jaringan komunikasi online dengan gerai-gerai yang mempunyai nilai 80% dari seluruh nilai transaksi Carrefour. Selain itu, ia juga mengingatkan perlunya diperhatikan performance management tool di masing-masing gerai yang bisa dianalisis oleh manajer gerai untuk kepentingan forecast atau estimasi. “Tim SCM dan manajer gerai harus bisa membaca dan menginterpretasi hasil performance management tool untuk keputusan berikutnya, katanya. Lalu, sistem penerimaan barang (good receipt) di gudang masing-masing gerai disarankan bisa menggunakan sistem barcoding untuk Top 20 gerai sebaiknya malah dengan teknologi radio frequency identification (RFID) sehingga pergerakan barang/stok langsung termonitor (terdeteksi). “Tingkat akurasi di masing-masing gerai minimum juga harus 95%, ujarnya menganjurkan.
5
Gaya Grup Indomobil Memanjakan Pelanggan (Studi Kasus CRM) “Halo Pak Yongki, apa kabar? Ada yang bisa kami bantu? Apakah ada masalah dengan X-Trail milik Bapak? demikian suara merdu agen customer service PT Nissan Motor Indonesia (NMI) menjawab panggilan pelanggannya, yang sebenarnya belum sempat mengenalkan namanya. Memang itu bukan masalah. Pelanggan cukup menyebutkan nomor mobilnya, si agen sudah bisa mengidentifikasi jati diri pelanggan dan kendaraannya. Sebab, lewat layar komputer terpampang jelas informasi mengenai si pelanggan, berikut jenis dan riwayat kendaraannya. Layanan contact centre yang personalized tersebut merupakan salah satu bentuk pengelolaan pelanggan yang dilakukan Grup Indomobil melalui sistem Customer Relationship Management (CRM). Menurut Renardhy H. Lumele, Kepala Program Indomobil for You PT Indomobil Sukses Internasional Tbk. (ISI), untuk mengelola para pelanggan pihaknya sengaja mengimplementasikan aplikasi CRM sejak Mei 2005. “Tujuan utamanya agar bisa melayani pelanggan secara lebih baik. Jika belum bisa melayani dengan baik, lambat laun mereka akan pergi karena tidak puas. Kami tidak mau hal seperti itu terjadi, ujarnya. Program yang bertopang pada sistem CRM itulah yang kemudian disebut Indomobil for You. Sebagai pilot project, program berbasis CRM ini dilaksanakan lebih dulu di lingkungan NMI, salah satu anak usaha ISI, yang merupakan holding company Grup Indomobil. Itu pun baru terbatas di wilayah kerja NMI Jabodetabek, yang terdiri dari 16 cabang. Alasan lain, karena kebutuhan terhadap aplikasi CRM itu memang sudah dirasakan mendesak. Pasalnya, jumlah pelanggan Nissan semakin meningkat, sementara sistem teknologi informasi (TI) yang ada tidak memadai lagi, sebab masih bersifat manual dan belum terintegrasi. Masing-masing bagian misalnya pengembangan SDM, administrasi, bengkel, dan showroom berdiri sendiri-sendiri dengan software yang masih bersifat tailor-made. Adapun prinsip dasar CRM adalah menyediakan single view mengenai profil pelanggan, informasinya harus real time dan akurat. Alhasil, kala itu, sering terjadi data yang ditampilkan tidak akurat, pemrosesannya lamban, dan penggunaan sumber daya kurang efisien. “Ketika itu, penerapan TI masih bersifat parsial. Misalnya, data pelanggan disimpan dalam komputer, tapi kami tidak tahu bagaimana mengolah data itu, ujar Renardhy sambil tertawa. Padahal, Grup Indomobil sebenarnya sudah punya Direktorat MIS. Setelah melakukan riset dan perbandingan, mereka kemudian memutuskan mengimplementasikan aplikasi CRM dari sebuah vendor asal Amerika Serikat, FrontRange. Solusinya bernama HEAT (singkatan dari Helpdesk Expert Automation Tools). Implementasi aplikasi ini, mulai dari riset hingga go live, disebutkan Renardhy, membutuhkan waktu 8 bulan, dengan bantuan PT Realta Cakradharma sebagai konsultan implementornya. Investasi yang dibenamkan untuk menjalankan program Indomobil for You ini diperkirakan mencapai hampir Rp 1 miliar. Dana sebesar itu, antara lain digunakan untuk membeli lisensi software US$ 40 ribu, dan lainnya untuk pengadaan server, 6 workstation, dan sebagainya. “Kami memilih software itu, karena harganya relatif tidak terlalu mahal, tapi sangat useful. Dengan software ini kami bisa melakukan apa saja, ungkap Renardhy. Melalui penerapan aplikasi tersebut, Renardhy mengklaim, kini data dari berbagai cabang bisa terintegrasi dengan kantor pusat di Wisma Indomobil, Jl. M.T. Haryono, Jakarta. Di kantor pusat ada 6 orang customer relation officer (CRO), yang bertugas khusus menerima komplain, memberi informasi dan melakukan follow up kepada pelanggan. Sementara di cabang masing-masing terdapat satu orang CRO. Para CRO cabang ini bertugas menjaga standardisasi layanan baik di showroom maupun di bengkel dari yang bersifat fisik (semisal penataan showroom hingga toilet), serta pendataan pelanggan yang datang ke showroom ataupun bengkel. “Sekarang, data yang dipegang oleh cabang, tidak akan berbeda dari data yang ada di kantor pusat. Walaupun semua data masuk ke kantor pusat, cabang memiliki duplikasinya, ujar Renardhy. Adapun pengiriman data dari 26 cabang di luar Jabodetabek masih menggunakan sistem batch. Bagaimana mekanisme kerjanya? Katakanlah terjadi penjualan mobil Nissan di suatu cabang, maka sistem akan mencatat semua data yang diperlukan. Lalu, data mengenai identitas pembeli dan mobil akan masuk ke database di kantor pusat. Setelah itu, dimulailah proses layanan ke pelanggan. Selanjutnya, praktik CRM melalui layanan SMS mulai dilakukan secara intensif oleh pihak NMI. Misalnya, empat hari setelah mobil dikirim akan ditindaklanjuti dengan pengiriman SMS perkenalan. Lalu, tiga hari berikutnya akan ditelepon langsung untuk menanyakan keadaan mobilnya. Tak berhenti di situ. Pengiriman SMS akan terus mengalir. Misalnya, ucapan selamat ulang tahun atau pada saat hari raya (Lebaran, Natal, Tahun Baru, Waisak, Nyepi). Hebatnya, bahasa atau kalimat yang dibuat sangat personal. Misalnya, bukan “kepada pelanggan yang terhormat, tapi langsung menyebut nama, seperti “kepada Bapak X yang terhormat. Begitu pula, ketika argometer mobil pelanggan sudah menunjukkan angka 10 ribu km, sang pelanggan juga akan dikirimi SMS untuk mengingatkan supaya melakukan servis. SMS serupa akan dikirim lagi setiap 10 ribu km berikutnya. Begitu juga dengan STNK. Sekitar dua minggu sebelum masa jatuh tempo STNK itu berakhir, akan ada SMS pengingat. “Untuk layanan ini kami berani menyebut yang paling advanced dibandingkan dengan perusahaan lain. Belum ada perusahaan lain yang melakukan layanan lebih ke pelanggan sepersonal yang kami lakukan, ujar Renardhy mengklaim. Klaim Renardhy mungkin tak berlebihan bila mendengar komentar salah seorang pengguna mobil Nissan, Yongki Kiandaru. “Sejauh ini saya cukup puas dengan perlakuan pihak Indomobil. Saya berterima kasih karena melalui kiriman SMS-nya selalu diingatkan. Misalnya, waktunya servis atau memperpanjang STNK, ujar Yongki, yang saat ini memiliki dua unit Nissan X-Trail. Selain itu, kiriman SMS pun akan diterima pada setiap momen, seperti ulang tahun, hari raya hingga setiap kali selesai servis. “Pokoknya, mulai dari pesan mobil sampai terjadi kerusakan, mereka terus memantau. Dan, SMS yang dikirim spesifik kepada orang yang dituju, tambah profesional yang bekerja di sebuah perusahaan tambak udang ini. “Tapi, untuk body repair masih kurang. Follow up-nya terlalu lama, sambungnya memberi catatan. Dalam program ini, pihak NMI juga menyediakan service appointment. Jadi, kalau pemilik Nissan ingin melakukan servis ke bengkel, ia bisa menelepon ke bagian CRO. Katakanlah, hari Sabtu pukul 10.00 seorang pelanggan hendak menyervis mobilnya ke sebuah bengkel di Pondok Indah. Maka, CRO siap memasukkan datanya ke appointment folder, sehingga ketika mobil masuk bengkel tidak perlu didata lagi. Setiap kali pelanggan menelepon ke bagian CRO baik menyampaikan keluhan, minta informasi maupun tindak lanjut maka ia cukup menyebutkan nomor kendaraannya. Dari situ sudah bisa diketahui identitas pelanggan dan kendaraannya. “Semua data tersimpan dengan baik. Mekanismenya dikelola oleh sistem HEAT, sehingga bisa diketahui berapa banyak pelanggan yang komplain, meminta informasi ataupun yang perlu follow up. Itu sangat memudahkan kami mengelolanya, Renardhy menjabarkan. Melalui penerapan sistem CRM, pihak NMI bisa pula melakukan promosi atau memberikan informasi melalui SMS langsung ke semua pelanggan. Contohnya, ketika ada bulan promosi atau informasi mengenai produk tertentu, SMS terkait siap dikirimkan ke semua pelanggan. Menurut Renardhy, awalnya untuk pengiriman dan pengelolaan SMS ini dilakukan sendiri langsung ke pelanggan. Namun, ada cacatnya: tulisan Indomobil tidak keluar sebagai pengirim, karena yang keluar hanya nomornya. Oleh karena itu, mulai awal tahun 2006 dilakukan alih daya dan bekerja sama dengan Jatis Solution. Kini, pengelolaan dan pengiriman SMS ke seluruh pelanggan diserahkan pada Jatis.
6
Nama Indomobil pun muncul sebagai pengirim, bukan nomor. Dalam sebulan rata-rata terkirim sekitar 10 ribu SMS. Malah, ketika masa promosi, pengiriman SMS bisa mencapai 20-25 ribu per bulan; sedangkan telepon yang masuk rata-rata 300 per bulan. Diakui Renardhy, secara langsung atau tidak, penerapan CRM ini memberi pengaruh positif terhadap penjualan produk Nissan. Sebagai contoh, ketika Grand Livina hendak diluncurkan, seminggu sebelumnya, dikirimkan SMS ke seluruh pelanggan bahwa ada acara peluncuran mobil Nissan baru Grand Livina. Lalu tiga hari sebelum launching dikirim lagi informasi acaranya akan diadakan di Senayan City. “Hasilnya luar biasa. Yang datang banyak sekali. Bahkan penjualan melampaui target, ujarnya. Oleh karena itu, lanjut Renardhy, ke depan rencananya fasilitas CRM ini siap ditingkatkan supaya bisa digunakan untuk melakukan crossselling dan upselling, serta memperluas cakupan penerapan CRM ke luar Jabodetabek. “Misalnya, pelanggan menelepon mau ke bengkel, maka di situ kami bisa tawarkan barang-barang, seperti aksesori kepada mereka, katanya. Atau, bisa juga upselling. “Biasanya, setelah 3-5 tahun mereka akan membeli mobil lagi. Maka, kami akan menelepon mereka. Dengan begitu mereka akan menjadi pelanggan loyal, kata Renardhy yakin. Tantangan dan Masalah: - Keinginan memberikan layanan lebih kepada pelanggan. Sistem lama yang dipakai untuk menangani pelanggan tak bisa lagi menopang. Padahal, jumlah pelanggan terus meningkat, yang saat ini mencapai hampir 44 ribu pelanggan di 42 cabang. Data belum terintegrasi. Masing-masing bagian seperti berdiri sendiri dengan software yang bersifat tailor-made. Informasi data kurang akurat, pemrosesannya lamban, dan penggunaan sumber daya kurang efisien. Solusi: Mengimplementasikan aplikasi CRM, yakni Helpdesk Expert Automation Tools (HEAT) dari FrontRange (vendor asal Amerika Serikat). Investasi untuk mengembangkan sistem CRM, yang disebut program Indomobil for You, mencapai hampir Rp 1 miliar. Hasil dan Manfaat yang Dicapai: Bisa melakukan single view terhadap profil pelanggan, serta memiliki informasi yang tepat waktu dan akurat. Pengembangan contact centre dan SMS gateway, sehingga bisa memberikan berbagai layanan informasi, menampung komplain, dan menindaklanjuti keinginan pelanggan. Rencana: Akan mengembangkan fitur tambahan ke dalam sistem CRM, sehingga bisa melakukan cross-selling dan upselling.
7
Megaproyek Grup Kalbe Wujudkan Sistem Terintegrasi (Studi Kasus ERP, SCM dan CRM) “Saya membayangkan, nantinya manajemen bisa memperoleh informasi yang terintegrasi dari semua sister company Kalbe secara real time, on demand, anytime dan anywhere, ujar Vidjongtius dengan mata menerawang. Begitu juga, para pelanggan bisa berinteraksi via Web, dan prinsipal bisa mengakses laporan dengan mudah, tambahnya. Tentu saja, yang dibayangkan Direktur Teknologi Informasi Grup Kalbe tersebut bukan angan-angan buta. Pasalnya, upaya ke arah sana sudah dipersiapkan dan dijalankan. Bahkan, cetak biru (blueprint) TI hingga 2012 sudah disusun manajemen perusahaan farmasi terbesar di Tanah Air ini. “Visi dan misi perusahaan adalah tumbuh bersama teknologi. Keberadaan TI bukan sekadar enabler, tapi harus menjadi akselerator pengembangan bisnis perusahaan, Vidjongtius menegaskan. Cetak biru TI yang disusun Grup Kalbe tersebut cukup komprehensif, mulai dari sistem Supply Chain Management (SCM) terintegrasi hingga Customer Relationship Management (CRM). Toh, diakui Vidjongtius, sebagai sebuah proyek besar berjangka menengah, maka pengerjaannya tidak bisa sekaligus. “Selain dilakukan secara bertahap, pengerjaan proyek juga diprioritaskan untuk anak usaha yang memiliki skala bisnis besar, kata Vidjongtius mengenai strateginya. Salah satu proyek yang sudah berjalan adalah integrasi kantor-kantor cabang dengan kantor pusat. Diklaim Vidjongtius, sekarang sudah hampir 100 kantor cabang terintegrasi ke kantor pusat. Cepatnya pengerjaan integrasi jaringan antarkantor itu, karena Kalbe sudah menggunakan solusi akses infrastruktur dari Citrix System. Solusi ini mulai diterapkan pada 2000 untuk mendukung penerapan aplikasi keuangan di kantor pemasaran dan pabrik-pabriknya. Singkatnya, melalui penerapan solusi tersebut, kantor pusat bisa memberikan remote access untuk aplikasi korporasi kepada para pegawainya di kantor pemasaran dan berbagai pabriknya di seluruh Indonesia. Tak hanya itu, strategi akses perusahaan ini dirancang untuk menyederhanakan manajemen aplikasi, menyediakan akses kapan saja dan di mana saja. “Citrix merupakan salah satu tambahan teknologi untuk mendukung sistem ERP supaya aksesnya bisa lebih cepat, ia menjelaskan. Proyek lainnya yang tengah berjalan adalah proses integrasi core system (ERP), yang difokuskan pada lima perusahaan farmasi. Maklum, farmasi boleh dibilang merupakan bisnis inti Grup Kalbe, karena menyumbang lebih dari 70% ke pendapatan perseroan. Selain Kalbe Farma, anak usaha lainnya di bidang farmasi adalah PT Finusol Prima, PT Bifarma Adiluhung, Innogene Kalbiotech Pte. Ltd., dan PT Dankos Laboratories yang terakhir ini memiliki tiga anak usaha, yakni PT Hexpharm Jaya Laboratories, PT Bintang Toedjoe, dan PT Saka Farma Laboratories. Ditargetkan pada 2009, kelima perusahaan farmasi tersebut sudah memakai Protean (ERP khusus untuk farmasi). “Sebenarnya, kalau integrasi dalam arti networking semua anak usaha farmasi, sudah terkoneksi. Sedangkan untuk sistem ERP memang masih berbeda, dan untuk menyeragamkannya masih dalam proses sampai tahun depan. Tapi, masing-masing sistem sudah ada interface-nya, Vidjongtius menjabarkan. Pengakuan Vidjongtius dibenarkan oleh Husein. Menurut Manajer TI PT Dankos Laboratories ini, integrasi sistem dengan Kalbe sedang berjalan. Diproyeksikan tahun depan proyek itu sudah bisa kelar. Selama ini, untuk sistem intinya Dankos menggunakan teknologi yang dibuat sendiri (in-house development). “Untuk aplikasi networking, seperti e-mail, sudah terintegrasi, tandas Husein. “Jika sistem Dankos sudah terintegrasi, bisa memudahkan konsolidasi data sehingga lebih cepat dan informatif. Juga, tidak perlu lagi ada pemetaan dan jeda waktu koneksi antarperusahaan, tambahnya. Implementasi Protean sendiri telah dilakukan sejak 2001 di Kalbe Farma. Modul yang digunakan mencakup modul finance (GL, AR/AP, laporan, dan sebagainya) serta manufakturing (proses produksi, procurement, costing, R&D, QA, maintenance, dan sebagainya). Pemilihan paket software itu, menurut Vidjongtius, karena dinilai mampu memenuhi persyaratan untuk proses bisnis farmasi. Antara lain, mesti memiliki batch number. Sebab, proses kerja farmasi mesti mengikuti mekanisme Cara Pembuatan Obat yang Benar. Kegunaan batch number ini untuk menelusuri hingga ke bahan baku, jika terjadi masalah dengan produknya. Selain itu, berguna untuk mengakomodasi dan mendeteksi produk yang mendekati kedaluwarsa (first expired first out). Setelah satu-dua perusahaan farmasinya bisa terintegrasi, lanjut Vidjongtius, rencana selanjutnya adalah mengintegrasikan sistem inti dengan perusahaan di bidang distribusi. Khusus untuk distribusi melalui anak usaha PT Enseval Putera Megatrading sistem intinya ternyata menggunakan aplikasi dari vendor lain (Oracle). Alasannya, aplikasi itu lebih cocok buat bisnis di bidang distribusi. “Integrasi dengan distribusi juga harus dikerjakan, tidak bisa menunggu. Jadi memang ada yang paralel. Nanti tinggal memilih fungsi mana yang diintegrasikan lebih dulu. Pokoknya, semuanya dilakukan secara bertahap, ia memaparkan. Ditargetkan pada 2010, semua perusahaan sudah memiliki sistem TI terintegrasi dengan distribusi. Berkaitan dengan distribusi, aplikasi SCM pun sudah diimplementasi. Proyek SCM ini merupakan kerja sama tiga bagian yang terkait, yakni pemasaran, distribusi, dan pabrik. Tujuannya supaya bagian pemasaran bisa memprediksi; sedangkan orang distribusi bertugas mengalkulasi kebutuhan di cabang-cabang; dan orang pabrik menyediakan barang jadi. Namun, diakui Vidjongtius, proses itu belum benar-benar bisa saling interfacing. Saat ini yang bisa dilakukan sebatas download dan upload. Program yang tak kalah penting, untuk mendukung dan meningkatkan kinerja tim penjualannya, Kalbe membekali pula mereka dengan personal digital assistance (PDA). Diklaim Vidjongtius, dari sekitar 2 ribu tenaga salesman perusahaannya, 50%-nya sudah dibekali PDA. Walaupun investasi yang dikeluarkan untuk pengadaan PDA ini cukup mahal, yakni mencapai Rp 10 miliar, Vidjongtius menilai upaya itu tetap harus dilakukan. “Tujuan utama memberikan PDA kepada salesman adalah untuk meningkatkan kinerja mereka dan efisiensi, kata Vidjongtius, yang saat ini juga menjabat Presdir Enseval, sambil tersenyum. Secara keseluruhan investasi TI yang dikeluarkan Kalbe sebesar Rp 30 miliar per tahun. Ratmo, salah seorang salesman Kalbe, mengakui setelah dibekali PDA kinerjanya meningkat. Menurut pria yang telah bekerja di Kalbe sejak 1993 ini, dengan perangkat PDA yang dibawanya ia bisa melakukan order di tempat dan informasi stok barang bisa dipenuhi. Jika sebelumnya ia hanya mampu menyambangi 15 gerai, kini bisa menjangkau 20 gerai lebih. “Manfaatnya banyak. Terutama kecepatan input data. Dulu, order ditumpuk dulu di kantor. Sekarang bisa input sendiri. Jadi lebih efisien waktu dan tenaga, ujar salesman yang beroperasi di kawasan Menteng, Kramat Jaya, Salemba dan Kemayoran ini. Ditambahkan Vidjongtius, walaupun proses integrasi masih berjalan dan belum selesai, manfaatnya sudah bisa dirasakan. Contohnya, mereka ternyata mampu menambah jam kerja, paling tidak satu jam sehari. Artinya, dalam setahun ada tambahan 240 ribu jam kerja. Manfaat lainnya, Kalbe berhasil memangkas lama barang di gudang (inventori) dari 180 hari menjadi 110 hari. Jika dulu “uang mati di inventori mencapai Rp 1,7 triliun, kini menyusut tinggal Rp 1 triliun. Belum lagi, laporan konsolidasi bulanan yang tadinya selalu telat 10 hari, kini dipangkas tinggal empat hari. Sebelumnya, laporan baru bisa selesai pada tanggal 10 atau 12 bulan berikutnya. Sekarang sudah bisa selesai tanggal 4. “Ini adalah suatu percepatan. Manajemen mendapatkan informasi lebih cepat. Dulu, tidak ada yang bisa mengetahui turun-naiknya suatu produk secara detail. Sekarang bisa dianalisis, ujarnya bangga.
8
Singkatnya, menurut Vidjongtius, integrasi sistem yang dilakukan tersebut idealnya bisa memberikan informasi yang komprehensif mengenai semua aktivitas, baik kepada manajemen, konsumen, maupun prinsipal. Untuk manajemen, diharapkan akan tersaji informasi yang real time, on demand, dan sesuai dengan kebutuhan kapan pun dan di mana pun. Sebenarnya, lanjut Vidjongtius, untuk Kalbe Farma sendiri kebutuhan itu sudah terpenuhi. Namun, belum berlaku untuk semua anak perusahaan Grup Kalbe lainnya. Adapun untuk kebutuhan pelanggan institusi seperti rumah sakit, apotek atau toko menurut Vidjongtius, juga perlu dikembangkan portal yang bisa menyediakan informasi mengenai kesehatan sampai fasilitas interaktif (forum atau chat room). Dan, untuk prinsipal, perlu disediakan akses laporan (penjualan, inventori, order procurement, status level), baik lewat Web maupun SMS. Rencana lainnya? Yang sudah diagendakan adalah mengembangkan layanan procurement menjadi centralized procurement. Jadi pembelian akan diseragamkan, disentralisasi pada satu tempat. Tujuannya untuk penghematan. Jika aktivitas pembelian ataupun sistemnya bisa disatukan, volume akan meningkat. Ujung-ujungnya, bargaining power Kalbe sebagai grup usaha juga bisa meningkat. Rencana lainnya adalah penerapan CRM korporat sehingga mampu memberikan informasi kepada masyarakat secara komprehensif, mulai dari produk hingga solusi. Selama ini, penerapan CRM di Kalbe masih dalam skala untuk kebutuhan konsumen dan produk tertentu, belum bersifat korporasi. Berikutnya, sebelum bisa mengarah ke penerapan Radio Frequency Identification (RFID) di masa depan, untuk mengidentifikasi produk Kalbe akan menggunakan sistem bar code yang dikombinasi dengan wireless scanner. “Proyek integrasi sistem yang kami lakukan didasari oleh strategi besar untuk mengembangkan dan memajukan perusahaan, sehingga bisa memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan. Nah, misi itu dijabarkan, di antaranya melalui TI, papar Vidjongtius dengan raut muka serius. “Tahun 2012 semua anak usaha, seperti makanan kesehatan dan kemasan, pasti akan tersentuh TI. Termasuk yang di Singapura dan Nigeria, serta kantor pemasaran di seluruh negara ASEAN, semuanya harus menjadi satu sistem, baik untuk finansial, jaringan, maupun yang lainnya, tambahnya. Data dan Profil Grup Kalbe Grup Kalbe berdiri tahun 1966. Saat ini mempunyai tiga divisi, yakni farmasi, makanan kesehatan, serta kemasan dan distribusi. Divisi Farmasi mencakup PT Finusol Prima; PT Bifarma Adiluhung; Innogene Kalbiotech Pte. Ltd.; dan PT Dankos Laboratories. Dankos, yang juga berstatus perusahaan publik, memiliki tiga anak usaha, yakni: PT Hexpharm Jaya Laboratories; PT Bintang Toedjoe; dan PT Saka Farma Laboratories. Divisi Makanan Kesehatan terdiri dari PT Helios Arya Putra dan PT Sanghiang Parkasa; sedangkan Divisi Kemasan dan Distribusi terdiri dari PT Igar Jaya Tbk. (yang juga memiliki dua anak usaha: PT Avesta Pack dan PT Indogravure), dan PT Enseval Putera Megatrading. Grup usaha ini didukung oleh sekitar 12 ribu karyawan, termasuk 2 ribu salesman dan 105 orang staf TI. Investasi TI grup usaha ini sekitar Rp 30 miliar per tahun. Cetak Biru TI Kalbe Hingga 2012 (1) Sistem integrasi penuh SCM. (2) Penerapan aplikasi Business Intelligence on demand bagi semua pihak baik internal maupun eksternal. (3) Penerapan seamless Enterprise Resource Planning (ERP) di semua anak perusahaan. (4) Penerapan sistem CRM yang efektif. Rencana Pengembangan dan Proyek TI yang Sedang Dilakukan (1) Integrasi sistem untuk lima perusahaan farmasi, yakni: PT Kalbe Farma Tbk.; PT Finusol Prima; PT Bifarma Adiluhung; Innogene Kalbiotech Pte. Ltd.; dan PT Dankos Laboratories. Diproyeksikan selesai pada 2009 (2) Masuk ke proyek integrasi sistem TI inti dengan sistem distribusi. Ditargetkan pada 2010, semua perusahaan sudah memiliki sistem TI yang terintegrasi dengan unit distribusi. (3) Mengembangkan layanan procurement menjadi centralized procurement. Jadi pembelian akan diseragamkan, disentralisasi dalam satu tempat. (4) Penerapan CRM korporat sehingga mampu memberikan informasi kepada masyarakat secara komprehensif, mengenai produk hingga solusi.
9