MODEL SISTEM PREDIKSI GABUNGAN DENGAN NILAI PEMBOBOT UNTUK TOTAL HUJAN BULANAN GUNA MENDUGA NILAI KANDUNGAN AIR TANAH PADA PERTANAMAN PADI
YUNUS SUBAGYO SWARINOTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
MODEL SISTEM PREDIKSI GABUNGAN DENGAN NILAI PEMBOBOT UNTUK TOTAL HUJAN BULANAN GUNA MENDUGA NILAI KANDUNGAN AIR TANAH PADA PERTANAMAN PADI
YUNUS SUBAGYO SWARINOTO
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Klimatologi Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total Hujan Bulanan Guna Menduga Nilai Kandungan Air Tanah Pada Pertanaman Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor,
April 2014
Yunus Subagyo Swarinoto NIM G261090011
RINGKASAN YUNUS SUBAGYO SWARINOTO. Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total Hujan Bulanan Guna Menduga Nilai Kandungan Air Tanah Pada Pertanaman Padi. Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO, EDVIN ALDRIAN, dan AJI HAMIM WIGENA. Banyak lokasi di wilayah Indonesia yang sangat rentan terhadap kondisi hujan. Kondisi hujan di atas normal dapat mengakibatkan banjir, tanah longsor. Kondisi hujan di bawah normal dapat menyebabkan kekeringan. Kekeringan berkepanjangan bahkan dapat mengakibatkan kebakaran hutan/lahan. Berkaitan dengan kondisi hujan ini, maka manajemen air menjadi penting. Utamanya bagi lokasi-lokasi yang tidak/minim memiliki sarana irigasi teknis. Berkaitan dengan manajemen air ini maka prediksi hujan menjadi amat perlu disiapkan dan dilakukan. Dalam hal ini prediksi hujan dapat digunakan untuk mengantisipasi nilai Kandungan Air Tanah (KAT) khususnya untuk mendukung program ketahanan pangan. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk (1) merancang, mengkonstruksi, dan mengaplikasikan model Sistem Prediksi Gabungan dengan nilai Pembobot (SPGP) untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu guna dapat mengatasi ketidakkonsistenan kemampuan luaran model Sistem Prediksi Tunggal (SPT) di lapangan; (2) mengevaluasi keandalan luaran model SPGP total hujan bulanan untuk wilayah Kabupaten Indramayu secara spasial; (3) mengevaluasi peranan dinamika Suhu Muka Laut (SML) Japan ReAnalysis 25 years (JRA-25) di sekitar wilayah Kabupaten Indramayu ke dalam proses pengolahan data menggunakan teknik PLSR untuk memahami peranan time lag data SML JRA-25 tersebut terhadap luaran model SPGP; dan (4) menduga nilai Kandungan Air Tanah (KAT) berbasis luaran model SPGP maupun SPGP-PLSR untuk memprediksi besarnya nilai produksi padi dalam beberapa bulan ke depan. Dalam penelitian ini dilakukan prediksi hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu dengan menggunakan model SPGP. Model SPGP dibentuk berdasarkan pada nilai koefisien korelasi Pearson (r) sebagai hasil yang didapat dari luaran model SPT terhadap series data total hujan bulanan 1991-2000. Dalam penelitian ini digunakan luaran model SPT ANFIS, SPT Wavelet-ANFIS, SPT Waveket-ARIMA, dan SPT ARIMA. Persamaan model SPGP dibentuk berbasis pada nilai koefisien korelasi Pearson (r) yang diperoleh dari luaran SPT dimaksud dalam masa pelatihan. Persamaan SPGP kemudian diaplikasikan untuk memperoleh nilai prediksi total hujan bulanan dengan series 2001-2009. Hasil pediksi hujan bulanan luaran model SPGP ini selanjutnya diregresikan terhadap data Suhu Muka Laut (SML) Japan Re-Analysis 25 years (JRA-25) dengan resolusi 1° x 1° yang berada di sekitar wilayah Kabupaten Indramayu dengan menggunakan series data 2006-2009 dengan pergeseran waktu (time lag) 1 dan 2 bulan. Teknik yang dimanfaatkan adalah Partial Least Square Regression (PLSR). Hasilnya disebut sebagai SPGP-PLSR. Berbasis pada luaran SPGP-PLSR inilah maka dapat dilakukan pendugaan nilai KAT. Hasilnya disebut sebagai KAT(SPGP-PLSR).
Prediksi hujan bulanan luaran model SPT di wilayah Kabupaten Indramayu menghasilkan nilai r yang tidak konsisten dengan kisaran r = 0,45 - 0,83 dan rerata r = 0,63 untuk luaran SPT ANFIS; kisaran r = 0,20 - 0,53 dan rerata r = 0,37 untuk luaran SPT Wavelet-ANFIS; kisaran r = 0,50 - 0,95 dan rerata r = 0,68 untuk luaran SPT Wavelet-ARIMA, dan kisaran r = 0,14 - 0,66 dan rerata r = 0,43 untuk luaran SPT ARIMA. Sementara itu luaran model SPGP menghasilkan nilai r dengan kisaran r = 0,58 - 0,94 dengan rerata r = 0,72. Selanjutnya luaran model SPT-PLSR menghasilkan nilai r dengan kisaran r = 0,64 - 0,90 dan rerata r = 0,75. Hasil perhitungan nilai Kesalahan Akar Kuadrat Rerata (Root Mean Square Error, RMSE) luaran model SPGP memiliki kisaran 32-181 mm/bulan dengan rerata RMSE = 108 mm/bulan, sedangkan luaran model SPGP-PLSR menghasilkan kisaran RMSE = 37-142 dengan rerata RMSE = 92 mm/bulan. Hasil perhitungan nilai KAT(SPGP) menunjukkan nilai r dengan kisaran r = 0,41 - 0,84 dengan rerata r = 0,66. Sementara itu nilai r untuk nilai KAT(SPGPPLSR) menghasilkan kisaran r = 0,57 - 0,93 dengan rerata r = 0,76. Selanjutnya hasil pengolahan data menunjukkan bahwa secara umum puncak hasil produksi padi di beberapa lokasi di wilayah Kabupaten Indramayu menghasilkan nilai tertinggi saat hasil pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) menunjukkan nilai yang signifikan untuk beberapa bulan mendahului puncak produksi padi tersebut. Berdasarkan pada hasil-hasil tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan: (1) Model SPGP telah dirancang, dikonstruksi, dan diaplikasikan untuk melakukan prediksi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu; (2) Luaran model SPGP memiliki keandalan spasial yang lebih baik daripada luaran model SPT pembentuknya dimana luaran model SPGP ini dapat menghasilkan nilai r yang lebih konsisten (kisaran nilai r lebih kecil, minimal nilai r lebih besar, maksimal nilai r lebih tinggi, rerata nilai r lebih besar) daripada luaran model SPT masing-masing pembentuk model SPGP tersebut. (3) Selanjutnya luaran model SPGP-PLSR memiliki keandalan yang lebih baik daripada luaran model SPGP dimana luaran model SPGP-PLSR dengan waktu tunda selama 2 bulan di depan untuk data SML JRA-25 sebagai nilai prediktor dapat menghasilkan nilai r dengan kisaran yang lebih baik (minimum nilai r lebih besar, maksimum nilai r relatif sama, rerata nilai r lebih tinggi) daripada luaran model SPGP dengan nilai RMSE yang lebih rendah. Pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) menghasilkan nilai kisaran r yang lebih baik (minimum nilai r lebih tinggi, maksimum nilai r lebih tinggi, rerata nilai r lebih tinggi) daripada hasil pendugaan nilai KAT(SPGP). (4) Luaran model SPGP-PLSR bermanfaat untuk melakukan pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) yang lebih lanjut dapat digunakan untuk memprediksi kondisi KAT beberapa bulan ke depan. Informasi KAT(SPGP-PLSR) ini berguna untuk memprediksi puncak produksi padi dalam beberapa bulan ke depan guna mendukung ketahan pangan di wilayah Kabupaten Indramayu. Kata kunci: hujan bulanan, model SPT, model SPGP, PLSR, KAT
SUMMARY YUNUS SUBAGYO SWARINOTO. The Weighted Ensemble Prediction System Model for Monthly Rainfall Total to Guess the Value of Soil Water Content for Paddy Crops. Supervised by YONNY KOESMARYONO, EDVIN ALDRIAN, and AJI HAMIM WIGENA. Lots of locations within Indonesian region such as Indramayu District, have susceptibility to the rainfall conditions. Above normal rainfall condition has relationship with flood and landslide occurrences. Below normal rainfall condition is able to cause drought. Longer drought tends to trigger the forest fire even. In relation to the rainfall condition, water management becomes very important. Especially for locations where have no (not enough) technical irrigation facilities. In line with this water management so consequently that the rainfall prediction becomes very necessary to be prepared and done. Remembering that the rainfall prediction output can be used to forecast the Soil Water Content (SWC), especially to support the food sustainability program. The goals of this disertation research are as follow: (1) developing constructing, and applicating the Weighted Ensemble Prediction System (WEPS) model of monthly rainfall total within Indramayu District area to cope with the inconsistency output of Single Prediction System (SPS) model in the fields; (2) evaluating the WEPS model output capability of monthly rainfall total within Indramayu District area spatially. (3) evaluating Sea Surface Temperature (SST) dynamic of Japan Re-Analysis 25 years (JRA-25) surrounding Indramayu District area in data processing using Partial Least Square Regression (PLSR) technique in order to understand the play role of JRA-25 SST data time lag to the WEPS model output; and (4) quessing the value of SWC based on WEPS and WEPS-PLSR models output to predict the peak of paddy production within several months ahead in Indramayu District territory. In this research, the monthly rainfall prediction within Indramayu District was processed based on WEPS model. WEPS model was developed based on the output of Single Prediction System (SPS) models using 1991-2000 data series during certain period. The SPS models used here are ANFIS, Wavelet-ANFIS, Wavelet-ARIMA, and ARIMA. The equations of WEPS model was developed based on Pearson correlation coeficient (r) which has been gotten using SPS model outputs during the certain period. The WEPS model equations were applied in order to get the values of monthly rainfall prediction of 2001-2009 series. Further, output of the WEPS model are regressed to SST JRA-25 data around the domain of research based on 2006-2009 data series with 1 and 2 months lead time lag using the Partial Least Square Regression (PLSR) technique. The output of this model is so called the WEPS-PLSR. Based on these WEPS-PLSR results, the SWC(WEPS-PLSR) can be guessed. Monthly rainfall prediction output of SPS models are producing inconsistency range and mean of Pearson correlation coeficient values as follow: r = 0,45 - 0,83 with r m = 0,63 for ANFIS SPS model output; r = 0,20 - 0,53 with r m = 0,37 for Wavelet-ANFIS SPS model output; r = 0,50 - 0,95 with r m = 0,68 for Wavelet-ARIMA SPS model output, then r = 0,14 - 0,66 with r m = 0,43 for ARIMA SPS model output. Meanwhile, the Pearson correlation coeficient result
of WEPS model output shows r = 0,58 - 0,94 with r m = 0,72. Further, the WEPSPLSR model output shows r = 0,64 - 0,90 with r m = 0,75. The range and mean of Pearson correlation coeficent values are getting better as shown by WEPS-PLSR model output. Computation of Root Mean Square Error (RMSE) values show as follow: RMSE = 32-181 mm/month with RMSE m = 108 mm/month for WEPS model output and RMSE = 37-142 mm/month with RMSE m = 92 mm/month for WEPSPLSR model output. The range and mean of RMSE values are getting better as shown by WEPS-PLSR model output. Results computation of SWC(WEPS) model output shows the range of Pearson correlation coeficient r = 0,41 - 0,84 with r m = 0,66. Meanwhile, SWC(WEPS-PLSR) shows r = 0,57 - 0,93 with r m = 0,76. The range and mean of values are getting better as shown by SWC(WEPS-PLSR) model output. Mostly, paddy production at some locations within Indramayu District show its peak coinciding with the highest values of SWC(WEPS-PLSR) for several months preceeding. The conclussions can be derived based on the results as mentioned above, such as follow: (1) The WEPS model has been developed, contructed, and also applied to predict the monthly rainfall total within Indramayu District territory. (2) The WEPS model output has a better accuracy spatially comparing to its SPS model output which has formed this WEPS. The output of WEPS model shows more consistent and better of the Pearson correlation coeficient values (narrowing of r range value, higher of r minimum value, higher of r maximum valus, higher of r mean value) than its SPS forming this WEPS. (3) The WEPS-PLSR model output has a better results than WEPS model output using 2 months ahead time lag of SST JRA-25 data as predictors to show the play role of JRA-25 SST data dynamic. Result of Pearson correlation coeficient computation shows a better values (higher of r minimum value, relatively the same value of r maximum, higher of r mean). RMSE value also decreases as shown by the WEPS-PLSR model output comparing to the WEPS model output. (4) Based on the WEPS-PLSR model output, the guessing of SWC(WEPSPLSR) value has a better Pearson correlation coeficient range (higher of r mimimum value, higher of r maximum value, higher of r mean value) than the result of SWC(WEPS) model output. The WEPS-PLSR output is very useful and able to guess better the SWC(WEPS-PLSR) values and can be used further to predict the values of SWC for several months ahead in order to predict the peak of paddy production to support the food sustainability program within Indramayu District territory. Keywords: monthly rainfall, SPS model, EPS model, PLSR, Soil Water Content
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Ujian Sidang Tertutup
: Senin, 24 April 2014
Penguji pada Ujian Tertutup : (1) Prof Dr Ir Irsal Las, MS (2) Dr Widada Sulistya, DEA Ujian Sidang terbuka
: Rabu, 16 Juli 2014
Penguji pada Ujian Terbuka : (1) Dr Andi Eka Sakya, MEng (2) Prof Dr Ir Irsal Las, MS
Judul Disertasi: Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total Hujan Bulanan Guna Menduga Nilai Kandungan Air Tanah Pada Pertanaman Padi Nama : Yunus Subagyo Swarinoto NIM : G261090011
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Yonny Koesmaryono, MSc Ketua
Prof Dr Ir Edvin Aldrian, MSc Anggota
Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Klimatologi Terapan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Impron, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 24 April 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala berkat, anugerah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian disertasi dan menyusun Disertasi Program Doktor pada program studi Klimatologi Terapan (KLI), Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2012 ini ialah model prediksi, dengan judul Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total Hujan Bulanan Guna Menduga Nilai Kandungan Air Tanah Pada Pertanaman Padi. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada semua pihak yang telah memfasilitasi, mendukung, membantu, dan bekerjasama dalam penyelesaian penelitian disertasi ini. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada: 1.
Ibu Dr Ir Sri Woro B. Harijono, MSc atas segala kesempatan, dorongan, dukungan, bantuan, dan fasilitas untuk melanjutkan studi di Jurusan Klimatologi Terapan IPB dan melaksanakan penelitian disertasi ini. 2. Bapak Dr Andi Eka Sakya, MEng selaku Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) atas segala dorongan, bantuan, izin, dan masukan atas penyelesaian penelitian disertasi ini dan selaku Dosen Penguji Luar Komisi dalam Ujian Sidang Terbuka. 3. Bapak Dr P.J. Prih Harjadi atas segala bantuan, dorongan, fasilitas, dan dukungan dalam penyelesaian penelitian disertasi ini. 4. Bapak Prof Dr Ir Yonny Koesmaryono, MSc atas kesediaannya menjadi Ketua Komisi Pembimbing dan atas segala kesabaran, arahan, saran, kritik, dorongan, dan masukan sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini. 5. Bapak Prof Dr Ir Edvin Aldrian, MSc atas kesediaanya menjadi anggota komisi pembimbing dan atas segala kesabaran memberikan masukan dalam penyelesaian penelitian disertasi ini. 6. Bapak Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc atas kesediaannya selaku anggota komisi pembimbing dan masukan untuk penyelesaian penelitian disertasi ini. 7. Bapak Prof Dr Ir Irsal Las, MS dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian sebagai Dosen Penguji Luar Komisi dalam Ujian Sidang Tertutup dan Ujian Sidang Terbuka. 8. Bapak Dr Widada Sulistya, DEA dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika sebagai Dosen Penguji Luar Komisi dalam Ujian Sidang Tertutup. 9. Bapak Dr Ir Impron, MSc sebagai Ketua Program Studi GeofisikaMeteorologi IPB dalam ujian sidang tertutup. 10. Ibu Rahayu Sapta Sri Sudewi, SSi dan Ibu Tri Astuti Anggraeni, MSi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG atas bantuan dalam pengolahan data untuk modeling dan GIS yang digunakan dalam penyelesaian penelitian disertasi ini.
11. Ibu Eva Suiver, SSi dari Pusat Iklim Agroklimat dan Iklim Maritim BMKG untuk pengolahan data neraca air lahan dan penghitungan nilai Kandungan Air Tanah yang digunakan dalam penyelesaian penelitian disertasi ini. 12. Bapak Novia Ardhy, SKom dari Pusat Database BMKG atas segala bantuan dalam menyiapkan alur-alur diagram yang digunakan dalam penyelesaian naskah disertasi ini. 13. Ibu Tri Nurmayati, SSi dari Pusat Database BMKG atas semua bantuan untuk pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini. 14. Istriku Maria Widiastuti, SPd dan anak-anakku Praditya Megananda Swarinoto, SKom, Dhioatmaja Megafajari Swarinoto, serta Cahyaningwidya Megaratrie Swarinoto atas kasih sayang, doa, kesabaran, pengertian, dan dukungan penuh dalam penyelesaian penelitian disertasi ini. 15. Ayahanda Nicolaas Swarinoto (almarhum), Ibunda Soeminem, Adik-Adikku, serta seluruh keluarga, atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya. 16. Rekan-rekan satu angkatan di program studi KLI GeoMet IPB Bogor tahun 2009, Dr Ir Salwati, MS; Ir Urip Haryoko, MSi; dan Erwin Eka Syahputra, SSi, MSi atas kebersamaan, kekompakan, dorongan, dan suka duka dalam menempuh pendidikan di program studi KLI GeoMet IPB Bogor dan kerjasamanya dalam penelitian maupun dalam penyelesaian disertasi ini. 17. Bapak Djunaedi O'ing dan kawan-kawan dari Sekretariat Jurusan Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB Bogor atas segala bantuan pengurusan administrasi dan lain sebagainya. 18. Ibu Ressa Mahardhika, SSi, MSi selaku Kepala Tata Usaha Kedeputian Bidang Meteorologi BMKG, Ibu Yaumi Izzati, ST dan Bapak Rifal Fatoni sebagai staf administrasi Kedeputian Bidang Meteorologi BMKG atas semua bantuan dalam penyiapan penyelesaian naskah disertasi ini. 19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu, bekerjasama, dan berpartisipasi untuk mendukung penelitian dan penyelesaian disertasi ini. Semoga disertasi ini bermanfaat.
Bogor,
April 2014
Yunus Subagyo Swarinoto
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xviii
DAFTAR GAMBAR
xviii
DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Kebaruan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
xix 1 1 5 5 6 6 7
2 TINJAUAN PUSTAKA
11
3 METODE Daerah Penelitian Bahan Alat Prosedur Analisis Data
19 19 22 22 22
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total Hujan Bulanan Peranan SML Dalam Meningkatkan Keandalan Luaran Model SPGP Untuk Total Hujan Bulanan Pendugaan Nilai KAT Berbasis Luaran Model SPGP dan SPGP-PLSR
25
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
49 49 49
DAFTAR PUSTAKA
51
LAMPIRAN
55
RIWAYAT HIDUP
65
25 34 41
DAFTAR TABEL 1 Hasil penelitian tentang model Sistem Prediksi Gabungan yang telah dipublikasikan secara internasional 2 Daftar lokasi pos penakar hujan yang ada di wilayah Kabupaten Indramayu yang digunakan dalam penelitian disertasi 3 Nilai r luaran masing-masing model SPT untuk prediksi total hujan bulanan 1991-2000 di wilayah Kabupaten Indramayu 4 Nilai pembobot (1991-2000) untuk membentuk persamaan model SPGP total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu 5 Persamaan Gabungan untuk membentuk model SPGP total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu 6 Nilai r (2001-2009) luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu beserta luaran model SPT pembentuknya
4 21 25 26 27 30
DAFTAR GAMBAR 1 Alur kerangka pemikiran untuk penyiapan model SPGP total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu, memasukkan peranan SML JRA-25 untuk meningkatan luaran model SPGP-PLSR, dan hasil pendugaan nilai KAT untuk mendukung program ketahanan pangan 2 Wilayah administrasi Kabupaten Indramayu, topografi, dan lokasi penakar hujan yang digunakan dalam penelitian disertasi 3 Total hujan bulanan normal 1981-2010 untuk lokasi Anjatan (ANJ) dan lokasi Juntinyuat (JUN) di wilayah Kabupaten Indramayu 4 Hasil prediksi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu menggunakan model Sistem Prediksi Tunggal (SPT) dan model Sistem Prediksi Gabungan dengan nilai Pembobot (SPGP) untuk lokasi-lokasi (a) Anjatan dan (b) Juntinyuat 5 Medan nilai r luaran model SPT ANFIS untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu 6 Medan nilai r luaran model SPT Wavelet-ANFIS untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu 7 Medan nilai r luaran model SPT Wavelet-ARIMA untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu 8 Medan nilai r luaran model SPT ARIMA untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu 9 Medan nilai r luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu 10 Medan nilai r luaran (a) model SPGP dan (b) model SPGP-PLSR di wilayah Kabupaten Indramayu menggunakan prediktor data SML JRA-25 time lag 1 bulan
9 20 21
29 31 31 32 33 33
36
11 Medan nilai r luaran (a) model SPGP dan (b) model SPGP-PLSR di wilayah Kabupaten Indramayu menggunakan prediktor data SML JRA-25 time lag 2 bulan 12 Medan nilai RMSE (a) luaran model SPGP dan (b) model SPGP-PLSR di Kabupaten Indramayu menggunakan prediktor data SML JRA-25 time lag 1 bulan 13 Medan nilai RMSE (a) luaran model SPGP dan (b) model SPGPPLSR di wilayah Kabupaten Indramayu menggunakan prediktor data SML JRA-25 time lag 2 bulan 14 Pendugaan nilai KAT(SPGP) bulanan di (a) lokasi Anjatan dan (b) lokasi Juntinyuat berbasis luaran model SPGP 15 Pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) bulanan di (a) lokasi Anjatan dan (b) lokasi Juntinyuat berbasis luaran model SPGP-PLSR 16 Medan nilai koefisien korelasi Pearson r (2006-2009) dari pendugaan (a) nilai KAT(SPGP) dan (b) nilai KAT(SPGP-PLSR) di wilayah Kabupaten Indramayu 17 Kaitan antara pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) dengan total produksi padi di (a) lokasi Anjatan dan (b) lokasi Juntinyuat
37
39
40 42 44
45 46
DAFTAR LAMPIRAN 1
Data grid SML JRA-25 dengan resolusi 1° x 1° di sekitar wilayah Kabupaten Indramayu (106° - 111° BT, 4° - 10° LS) yang digunakan dalam pengolahan data penelitian ini 2 Hasil prediksi total hujan bulanan di beberapa lokasi dalam wilayah Kabupaten Indramayu menggunakan model SPT dan SPGP (warna hitam untuk data observasi, warna orange untuk SPGP, dan warna putus-putus untuk SPT) 3 Pendugaan nilai KAT bulanan di beberapa lokasi berbasis luaran model SPGP, warna merah nilai KAT(SPGP) dan warna biru nilai KAT(OBS) 4 Pendugaan nilai KAT bulanan di beberapa lokasi berbasis luaran model (SPGP-PLSR), warna merah nilai KAT(SPGP-PLSR) dan warna biru nilai KAT(OBS) 5 Kaitan antara pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) dengan total produksi padi di beberapa lokasi dalam wilayah Kabupaten Indramayu 6 Total hujan bulanan rerata untuk lokasi Anjatan (ANJ) dan lokasi Juntinyuat (JUN) tahun 1990, 2000, dan 2010
55
56
58
60 62 64
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bentuk presipitasi (precipitation) yang paling umum terbentuk di permukaan bumi adalah hujan dan salju (Spiridonov dan Curic 2010). Untuk wilayah tropis, bentuk presipitasi umumnya adalah hujan. Hujan merupakan contoh endapan yang berbentuk tetes air yang jatuh dan mencapai permukaan bumi (Barry dan Chorley 1998; Tjasyono dan Harijono 2006). Jenis endapan lain berbentuk tetes air yang langsung menguap ke dalam atmosfer dan tidak sampai di permukaan bumi disebut sebagai virga. Hal ini disebabkan antara lain karena diameter ukuran butiran tetes air dimaksud tidak cukup besar, yakni berukuran kurang dari 200 mikron (Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007). Hujan sebagai salah satu unsur iklim memiliki peranan yang sangat penting di wilayah tropis seperti wilayah Indonesia (Nieuwolt 1978). Di mana pada wilayah tropis relatif lebih banyak ditemui pemukiman penduduk yang lebih padat dibandingkan dengan wilayah sub tropis ataupun wilayah polar (McGregor dan Nieuwolt 1998). Penduduk beserta lingkungannya sangat memerlukan keberadaan dan ketersediaan air untuk dapat melangsungkan kehidupannya secara berkesinambungan. Indonesia dipandang sebagai wilayah benua-maritim (Ramage 1971) dengan kondisi wilayah dikelilingi oleh permukaan air yang lebih banyak dibandingkan dengan permukaan daratan. Sekitar 70% dari wilayah ini merupakan permukaan air. Bagian daratan wilayah Indonesia memiliki topografi yang kompleks berupa pegunungan dan lembah (Qian 2008). Wilayah Indonesia yang berada di sekitar khatulistiwa juga memiliki variabilitas hujan yang tinggi (Swarinoto et al. 2008; Gunawan dan Gravenhorst 2005; Gunawan 2006). Unsur iklim terutama curah hujan sangat berpengaruh terhadap berbagai sektor (Swarinoto dan Basuki 2004) seperti pertanian, kehutanan, perkebunan, pengairan, kelautan, infrastruktur, dan lain sebagainya. Terdapat beberapa lokasi di Indonesia yang sangat rentan terhadap kondisi hujan (BMG 2003; Swarinoto 2006). Kondisi hujan di atas normal bisa mengakibatkan banjir maupun tanah longsor. Sebaliknya kondisi hujan di bawah normal bisa mengakibatkan kekeringan. Lebih jauh kekeringan hebat berkepanjangan memiliki kaitan erat dengan kebakaran hutan dan lahan yang berdampak kepada polusi udara. Untuk itu manajemen air menjadi amat penting dilakukan pada lokasi tertentu (BMG 2003), apalagi jika lokasi tersebut tidak memiliki atau minim sarana irigasi teknis, sehingga lokasi tersebut hanya bergantung terutama pada curah hujan alami. Adapun parameter yang amat penting dari unsur hujan ini antara lain adalah intensitas hujan, total hujan, dan hari hujan atau keseringan terjadi hujan (Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007). Berkaitan erat dengan masalah manajemen air ini, maka prediksi hujan menjadi informasi yang penting pada aktifitas berbagai sektor (Swarinoto 2006). Utamanya diperlukan untuk keperluan operasional guna perencanaan ke depan dari berbagai macam sektor. Prediksi hujan dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengantisipasi keberadaan air yang diperlukan ataupun tidak diperlukan oleh banyak sektor. Sebagai contoh, dalam sektor pertanian, prakiraan
2
awal musim hujan berkaitan dengan awal tanam, pola tanam, dan bahkan jenis tanaman. Dalam sektor pengairan, prakiraan hujan berkaitan dengan pengaturan pengeluaran air dari suatu waduk, prediksi banjir harian, dan lain-lain. Prakiraan hujan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Baik dengan cara statistik maupun cara dinamik (Swarinoto 2001). Bahkan telah dikembangkan pula prediksi hujan dengan cara gabungan. Di mana prediksi hujan secara statistik dan dinamik dilakukan sekaligus. Prediksi hujan dengan cara statistik mengandalkan pengolahan data statistik berdasarkan data series cukup panjang yang tersedia (Robertson et al. 2009). Sementara itu prediksi hujan dengan cara dinamik mengandalkan perkembangan antara lain kondisi dinamika atmosfer, dinamika suhu permukaan laut, dinamika posisi matahari, dan lain-lain yang sudah maupun sedang berlangsung. Dalam penelitian disertasi ini digunakan pemodelan sistem prediksi total hujan bulanan di wilayah yang relatif sempit dalam skala wilayah kabupaten dengan cara statistik yang lazim disebut sebagai”sistem prediksi statis/ empiris". Berbagai teknik atau metode secara empiris dapat digabungkan menjadi satu keluaran dari hasil penggabungan berbagai metode tersebut yang dikenal dengan nama Sistem Prediksi Gabungan (SPG) atau Ensemble Prediction System (EPS). Model SPG (Park 2006) memiliki pengertian sebagai suatu model yang terdiri atas kumpulan dari dua atau lebih model sistem prediksi tunggal yang diverifikasi (Jolliffe dan Stephenson 2010) dalam waktu yang bersamaan. Terkait dengan model SPG ini dapat diketengahkan hal-hal sebagai berikut: a. Model SPG untuk pertama kali diperkenalkan pada tahun 1992 (Froude 2011) oleh European Center for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) di Eropa dan National Centers for Environmental Prediction (NCEP) di Amerika Serikat. Kini model SPG ini telah banyak diadopsi oleh banyak pusat operasional cuaca/ iklim di seluruh dunia. b. Model SPG dibentuk dengan mengkombinasikan model Sistem Prediksi Tunggal (SPT) (Park 2006). Luaran model SPG bersifat lebih konsisten dan lebih dapat dipercaya keandalannya dalam sistem prediksi (Hagedorn, et al. 2005). c. Model SPG ini sudah sering digunakan dalam bidang iklim dan sains atmosfer (Viney et al. 2005), dimana hasil luaran model ini secara operasional memiliki kualitas yang baik. Model SPG ini dikonstruksi dengan berbagai cara yang unik. Di antaranya disiapkan dengan penggunaan model-model yang berlainan, penggunaan berbagai macam resolusi, penggunaan bermacammacam syarat awal (initial condition) perturbasi, penggunaan berbagai macam model perturbasi, dan bahkan terdiri atas beberapa ensemble members. d. Tujuan utama dari penggunaan model SPG ini adalah untuk mengatasi kelemahan akurasi dari luaran model SPT (Wilks 1995). Kebanyakan studi tentang akurasi model SPG dalam prakiraan cuaca/iklim menunjukkan bahwa luaran model SPG ini mampu menghasilkan performa yang lebih baik daripada luaran model SPT pembentuknya (Viney et al. 2005). e. Keluaran dari model SPG dapat menghasilkan prediksi yang bersifat probabilistik, sedangkan model SPT menghasilkan keluaran model yang bersifat deterministik (Demeritt et al. 20007).
3
Terdapat 3 (tiga) cara yang dapat digunakan untuk melakukan konstruksi dari model SPG (Viney et al. 2005) ini, yakni: a. Menggunakan nilai rerata kasar (raw mean) atau lebih lazim disebut sebagai ensemble mean; b. Mengadopsi nilai median harian dari semua ensemble members; c. Menggunakan multi variabel linear regresi dalam periode kalibrasi dan mengaplikasikan selama masa validasi. Model SPG dengan nilai Pembobot (SPGP) untuk total hujan bulanan di wilayah kabupaten dalam penelitian ini disiapkan dengan cara memanfaatkan beberapa luaran dari model SPT yang telah tersedia (Yun et al. 2003). Ada 4 (empat) model SPT yang akan digunakan dalam penelitian ini, yakni: SPT Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS), SPT Wavelet-ANFIS, SPT Wavelet-ARIMA, dan SPT Autoregresive Integrated Moving Average (ARIMA). Sementara itu Wavelet digunakan untuk melakukan analisis kekuatan variasi terlokalisasi dalam data deret waktu. Dengan melakukan dekomposisi deret waktu ke dalam time-frequency space maka dapat ditentukan modus dominan variabilitas dan bagaimana modus tersebut bervariasi terhadap waktu (Torrence dan Compo 1998). Keempat model SPT tersebut telah tersedia untuk keperluan penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Jakarta. Keempat model SPT dimaksud juga belum dioperasionalkan di lapangan untuk melakukan prediksi iklim secara nasional oleh BMKG. Setiap model SPT memiliki tingkat keandalan yang berbeda, maka untuk dapat memperhitungkan tingkat keandalan masing-masing model SPT ke dalam model SPGP digunakan nilai koefisien korelasi Pearson (r) dalam periode tertentu sebagai nilai pembobot. Nilai r (Conrad dan Pollak 1950; Usman dan Akbar 2000; Nazir 2003) ini didapat dari setiap luaran model SPT. Luaran dari model SPT ini lebih lanjut dibandingkan dengan data observasi lapangnya. Hasil nilai r yang diperoleh digunakan untuk menentukan besarnya nilai pembobot. Kemudian nilai pembobot yang diperoleh digunakan untuk membentuk persamaan regresi linear berganda dalam menyiapkan model SPGP. Beberapa hasil penelitian tentang model SPG yang telah dipublikasikan secara internasional dan mendasari pelaksanaan penelitian disertasi ini disajikan dalam Tabel 1.1 Berdasarkan pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa perbedaan antara penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan penelitian ini adalah berbasis pada data hasil observasi yang memiliki resolusi tinggi (skala lokal), domain daerah penelitian relatif sempit yakni wilayah kabupaten, dan metode pembobotan yang digunakan berbasis pada nilai r yang diperoleh selama periode tertentu.
4
Tabel 1.1 Hasil penelitian tentang model SPG yang telah dipublikasikan secara internasional Referensi
Data Digunakan
Hasil Prediksi
Yun et al. 2005 Tellus, 57A, 280289
DEMETER (CERFAC, CNRM, ECMWF, INGV, LODYC, MPI, UKMO)
Curah hujan bulanan global
Hagedorn et al. 2005 Tellus, 57A, 219-233
DEMETER
Suhu udara permukaan dan tekanan udara permukaan laut global
Qian et al. 2010 Mon. Wea. Rev. 138, 2780-2802
ECHAM4.5 TRMM
Curah hujan bulanan dan kecepatan angin 850 hPa di SriLanka
Berner et al. 2011 Mon. Wea. Rev. 139, 1972-1995
NCEP, GEFS, GFS
Suhu udara dan kecepatan angin harian di Amerika Serikat
Yun et al. 2003 J. of Climatol., 16, 3834-3840
AMIP, ECMWF
Suhu udara 850 hPa dan curah hujan bulanan di India hingga Papua New Guinea
Froude, 2011 Wea. and For., 26, 388-398
EPS (BoM, CMA, CMC, ECMWF, JMA, KMA, NCEP, UKMO, CPTEC)
Siklon Ekstratropis Belahan Bumi Selatan (error, posisi, intensitas, kecepatan)
Demeritt et al., 2007 Environ. Hazard, 7, 115-127
EFAS, JRC, ECMWF
Early Warning System untuk prediksi banjir dan curah hujan
Taylor et al., 2002 IEEE Trans. on Power System, 17, 626-632
NCEP, ECMWF
Prediksi unsur cuaca 1-10 hari ke depan berbasis data global
Mallet, 2010, Amer. Geophys. Union, 1-10
Data asimilasi antara model dan observasi Eropa
Prediksi unsur Ozon di daratan Eropa
Frederiksen et al., 2004 Tellus, 56A, 485-500
CSIRO-BMRC GCM, CCAM
Ketinggian geopotensial 500 hPa di Belahan Bumi Utara
5
Perumusan Masalah Model SPG lazim diterapkan pada data grid yang berbasis skala global (model global) hingga regional (model regional) dengan resolusi spasial rendah. Hasilnya menunjukkan bahwa luaran model global sering tidak mampu menunjukkan kompleksitas proses atmosfer dalam skala meso hingga lokal (Qian 2008). Akibatnya hasil prediksi menjadi tidak sesuai dengan kondisi lapang. Untuk itu penyiapan model SPGP yang berbasis pada data observasi stasiun dalam skala meso hingga lokal dengan resolusi spasial tinggi menjadi suatu tantangan yang sangat perlu dilakukan. Model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah kabupaten di Indonesia belum pernah dilakukan untuk memenuhi keperluan operasional oleh BMKG (BMG 2004; BMG 2005; BMG 2006; BMKG 2011). Berbagai model SPG telah banyak dilakukan di beberapa pusat prediksi cuaca/iklim dunia dengan luaran yang dapat memperbaiki luaran model SPT sehingga model SPGP yang dilakukan dalam penelitian ini perlu diaplikasikan untuk wilayah tropis Indonesia dengan basis wilayah kabupaten seperti wilayah Kabupaten Indramayu. Setiap luaran dari model SPT unsur iklim hujan bulanan akan memiliki tingkat keandalan yang berbeda-beda (Wiryajaya et al. 2009). Hal ini tercermin dari besar-kecilnya nilai r dari masing-masing luaran model SPT terhadap data observasi lapangnya. Hasilnya sangat bervariasi seperti yang diperoleh dalam kajian di beberapa lokasi di wilayah Indonesia (BMKG 2011). Semakin tinggi nilai r semakin dekat kesesuaian pola distribusi hujan antara nilai prediksi dengan nilai observasinya. Untuk itu penggunaan model SPGP untuk memprediksi total hujan bulanan di wilayah kabupaten sangat diperlukan untuk mengatasi variasi tingkat keandalan luaran model SPT. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan konsistensi keandalan luaran model dalam melakukan prediksi total hujan bulanan di wilayah kabupaten. Dalam penelitian ini tidak dibedakan antara lokasi-lokasi yang memiliki sarana irigasi teknis maupun tidak atau bahkan lokasi-lokasi dengan sarana irigasi teknis dengan distribusi yang tidak merata. Walaupun lokasi-lokasi di wilayah penelitian memiliki sarana irigasi teknis, namun beberapa di antaranya masih memiliki sawah lahan kering atau sawah tadah hujan yang masih cukup luas.
Kebaruan Digunakannya data observasi stasiun (bukan merupakan data grid maupun data reanalisis) dalam skala lokal hingga meso dengan kerapatan tinggi merupakan kebaruan pertama dari penelitian ini. Perancangan dan aplikasi penggunaan model SPGP yang belum pernah diaplikasikan secara operasional dan berbasis data observasi pada wilayah kabupaten merupakan kebaruan kedua dari penelitian ini. Kemampuan meminimalisasi kelemahan yang dihasilkan oleh luaran model SPT dengan mengaplikasikan model SPGP sehingga mampu mempertahankan konsistensi kesesuaian luarannya dengan kondisi lapang merupakan kebaruan ketiga dari penelitian ini.
6
Penggunaan wilayah kajian yang lebih sempit berbasis pada wilayah kabupaten (bukan regional maupun global) dengan kondisi iklim tropis (bukan sub tropis maupun polar) untuk aplikasi model SPGP merupakan kebaruan keempat dalam penelitian ini.
Tujuan Penelitian
(1)
(2) (3)
(4)
Penelitian ini dilakukan untuk: merancang, mengkonstruksi, dan mengaplikasikan model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu untuk mengatasi ketidakkonsistenan kemampuan luaran model SPT pembentuknya dalam mengantisipasi kondisi lapang; mengevaluasi keandalan luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu secara spasial; mengevaluasi peranan dinamika Suhu Muka Laut (SML) Japan Re-Analysis 25 years (JRA-25) di sekitar wilayah Kabupaten Indramayu yang dimasukkan ke dalam proses pengolahan data menggunakan teknik PLSR guna memahami peranan time lag data SML JRA-25 terhadap luaran model SPGP; dan menduga nilai Kandungan Air Tanah (KAT) berbasis luaran model SPGP maupun SPGP-PLSR untuk memprediksi puncak produksi padi dalam beberapa bulan ke depan.
Manfaat Penelitian Ketersediaan model SPT ANFIS, model SPT Wavelet-ANFIS, model SPT Wavelet-ARIMA, dan model SPT ARIMA yang dimiliki oleh Puslitbang BMKG belum digunakan secara operasional. Model SPGP ini digunakan untuk memperbaiki kelemahan dari luaran keempat model SPT pembentuknya (Wilks 1995; Yun et al. 2003). Kegunaannya adalah agar luaran model SPGP menjadi lebih bermanfaat untuk keperluan operasional ketimbang masing-masing luaran model SPT pembentuknya karena SPT ANFIS, SPT Wavelet-ANFIS, SPT Wavelet ARIMA, dan SPT ARIMA memiliki akurasi yang tidak konsisten dilihat dari hasil aplikasikan di beberapa tempat yang berbeda di wilayah Indonesia antara lain: di Balikpapan (Sonjaya et al. 2009), di Bali (Wiryajaya et al. 2009), dan di beberapa lokasi yang telah dikaji oleh Pusat Penelitian Pengembangan BMKG terkini (BMKG 2011). Model SPGP untuk total hujan bulanan guna keperluan operasional skala meso-lokal di wilayah Kabupaten Indramayu dapat diperoleh. Setiap luaran model SPT pembentuk model SPGP diperhitungkan tingkat keandalannya dengan nilai r masing-masing yang dimasukkan ke dalam nilai pembobot dari persamaan pembentuk model SPGP. Hasil pengujian luaran model SPGP di wilayah Kabupaten Indramayu, dimana wilayah kabupaten ini mudah mengalami kondisi ekstrim terkait ketersediaan air sehingga pemahaman akan kualitas luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu guna memperoleh informasi keandalan secara spasial dapat diperoleh.
7
Diperoleh pemahaman terhadap peranan data SML JRA-25 dengan time lag 1 dan 2 bulan dalam pengolahan data dengan menggunakan teknik PLSR untuk meningkatkan keandalan luaran model SPGP dalam melakukan prediksi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu. Memperoleh dugaan nilai KAT di wilayah Kabupaten Inramayu untuk beberapa bulan ke depan berbasis pada luaran model SPGP maupun SPGP-PLSR untuk total hujan bulanan yang telah disiapkan. Dugaan nilai KAT ini dapat digunakan dalam memprediksi puncak produksi padi di wilayah ini. Artinya kemungkinan besar-kecilnya hasil produksi padi dapat diprediksi menggunakan dugaan nilai KAT yang diperoleh mendahului puncak produksi padi dalam beberapa bulan sebelumnya. Untuk itu informasi KAT ini menjadi sangat bermanfaat guna mendukung ketahanan pangan.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dituangkan dalam bentuk kerangka pemikiran penelitian yang disajikan dalam Gambar 1. Tahap pertama, adalah pembentukan persamaan untuk model SPGP. Model SPT yang telah dimiliki oleh BMKG (SPT ANFIS, SPT Wavelet-ANFIS, SPT Wavelet-ARIMA, dan SPT ARIMA), diaplikasikan terhadap series data total hujan bulanan 1981-1990 untuk prediksi total hujan bulanan periode 1991-2000. Selanjutnya dihitung nilai r dari setiap luaran model SPT berdasarkan pada series data 1991-2000 tersebut. Berbasis pada nilai r, dihitung besarnya masing-masing nilai Pembobot. Caranya adalah dengan menjumlahkan semua nilai r dari model SPT sebagai nilai penyebut dan masingmasing nilai r dari setiap model SPT sebagai nilai pembilang. Ratio antara nilai pembilang dengan nilai penyebut dinamakan sebagai nilai Pembobot. Nilai Pembobot masing-masing model SPT digunakan untuk membentuk persamaan regresi linier berganda sebagai model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu. Selanjutnya persamaan model SPGP selanjutnya diaplikasikan pada series data total hujan bulanan observasi 1991-2000 untuk memperoleh nilai model SPGP dalam series 2001-2009. Hasil luaran model SPGP ini kemudian diregresikan dengan data SML JRA-25 yang ada di sekitar wilayah Kabupaten Indramayu dengan time lag 1 (satu) dan 2 (dua) bulan (Swarinoto 2004b; Tresnawati dan Komalasari 2011) menggunakan teknik Partial Least Square Regression (PLSR). Prediksi luaran model SPGP-PLSR ini berkaitan dengan pengaruh (forcing) data SML JRA-25 di sekitar daerah penelitian terhadap kondisi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu sebagai daerah penelitian (Swarinoto 2004b; Estiningtyas 2007; Tresnawati dan Komalasari 2011). Penggunaan teknik PLSR untuk skala wilayah yang lebih sempit memberikan kontribusi kepada perbaikan hasil prediksi curah hujan bulanan tersebut (Swarinoto dan Wigena 2011) yaitu peningkatan nilai r. Setelah didapat luaran model SPGP dan pasca proses statistical downscaling dengan teknik PLSR, maka didapat luaran model SPGP-PLSR. Selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap luaran model SPGP-PLSR dimaksud dengan menggunakan series data observasi 2001-2009 sehingga dapat diperoleh nilai akurasi luaran model SPGP-PLSR yang bersangkutan pada wilayah
8
Kabupaten Indramayu. Untuk itu dihitung dan disiapkan medan nilai r dan medan nilai Kesalahan Akar Kuadrat Rerata (RMSE). Berdasarkan pada luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu ini lebih lanjut dapat disiapkan neraca air tanah untuk dapat melakukan pendugaan nilai Kandungan Air Tanah (KAT) beberapa bulan ke depan. Mengingat dengan diperolehnya informasi bulanan nilai KAT ini, maka selanjutnya dapat dilakukan prediksi waktu diperoleh jumlah produksi padi maksimum berikutnya sehingga informasi bulanan nilai KAT ini dapat digunakan untuk mendukung ketahanan pangan
Gambar 1 Alur kerangka pemikiran untuk penyiapan model SPGP total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu, memasukkan peranan SML JRA-25 untuk meningkatan luaran model SPGP-PLSR, dan hasil pendugaan nilai KAT untuk mendukung program ketahanan pangan
9
10
11
2 TINJAUAN PUSTAKA Prediksi unsur iklim curah hujan dengan akurasi tinggi di wilayah tropis dapat dikategorikan sulit dilakukan. Apalagi jika prediksi tersebut diarahkan pada luaran yang bersifat kuantitatif (Hadi 1987). Selain variabilitas dan perubahan sinyal iklim sangat beragam disebabkan oleh berbagai macam variasi spasial bagi wilayah dengan topografi yang kompleks (Qian et al. 2010), kondisi ini berkaitan dengan kejadian unsur iklim curah hujan yang bersifat random (Swarinoto dan Suyono 2001). Namun demikian, untuk keperluan operasional yang bersifat perencanaan ke depan, kegiatan prediksi dalam waktu yang terbatas perlu tetap disiapkan dan dilakukan sehingga diperlukan model sistem prediksi. Model sistem prediksi terdiri atas: model SPT dan model SPG. Prediksi total hujan bulanan dalam penelitian ini menggunakan model SPGP yang dibentuk berbasis pada luaran beberapa luaran model SPT.
Model Sistem Prediksi Gabungan Terbobot Model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah kabupaten yang dibentuk menggunakan nilai koefisien korelasi Pearson dilakukan dengan menggunakan persamaan (2.1) mengadopsi apa yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Yun, et al. 2005) dengan persamaan seperti berikut: 𝑖𝑖=𝑁𝑁 𝐹𝐹𝑒𝑒 = ∑𝑖𝑖=1 𝑟𝑟𝑖𝑖 𝐹𝐹𝑖𝑖
(2.1)
dengan: F e = total hujan bulanan luaran model SPG (mm); N = banyaknya model SPT yang digunakan; r i = nilai koefisien korelasi Pearson dari setiap model SPT ke-i; dan F i = total hujan bulanan luaran model SPT masing-masing ke-i (mm). Hasil penjumlahan nilai koefisien korelasi Pearson yang diperoleh dari setiap model SPT dapat ditulis sebagai berikut: 𝑖𝑖=𝑁𝑁 1 ≠ ∑𝑖𝑖=1 𝑟𝑟𝑖𝑖
(2.2)
Persamaan (2.2) dapat ditulis menjadi sebagai berikut: 1 ≠ r 1 + r 2 + ... + r N
(2.3)
dengan: r 1 = nilai r dari luaran model SPT pertama; r 2 = nilai r dari luaran model SPT kedua; dan r N = nilai r dari luaran model SPT ke-N. Agar setiap nilai r yang didapat dari setiap luaran model SPT pembentuk model SPG dapat diperhitungkan secara proporsional, maka dalam persamaan (2.1) harus dapat dikondisikan bahwa jumlah nilai r pembentuk persamaan regresi multi linear tersebut mempunyai nilai maksimum adalah 1. Jika jumlah nilai r yang didapat dari masing-masing model SPT dalam persamaan (2.3) tidak atau belum sama dengan 1, maka digunakan manipulasi matematik untuk menghitung nilai w i sebagai Pembobot berdasarkan pada nilai r dalam persamaan (2.4) untuk membentuk persamaan model SPGP sebagai berikut:
12
𝑤𝑤1 =
𝑤𝑤2 =
𝑤𝑤𝑁𝑁 =
𝑟𝑟1
𝑟𝑟1 +𝑟𝑟2 + … +𝑟𝑟𝑁𝑁 𝑟𝑟2
𝑟𝑟1 +𝑟𝑟2 + … +𝑟𝑟𝑁𝑁 𝑟𝑟𝑁𝑁
(2.4)
𝑟𝑟1 + 𝑟𝑟2 + … + 𝑟𝑟𝑁𝑁
Akibatnya hasil penjumlahan nilai pembobot w i dalam persamaan (2.4) dapat ditulis menjadi seperti berikut: 𝑖𝑖=𝑁𝑁 ∑𝑖𝑖=1 𝑤𝑤𝑖𝑖 = 1
(2.5)
dengan: N = banyaknya model SPT yang digunakan untuk membentuk model SPG; dan w i = nilai pembobot berdasarkan nilai r dari masing-masing luaran model SPT ke-i. Selanjutnya berdasarkan pada persamaan (2.1), maka persamaan untuk model SPGP dapat ditulis sebagai berikut: 𝑗𝑗 =𝑁𝑁 𝐹𝐹𝑒𝑒 (𝑖𝑖) = ∑𝑗𝑗 =1 𝑤𝑤𝑗𝑗 𝐹𝐹𝑗𝑗 (𝑖𝑖)
(2.6)
dengan: F e (i) = total hujan bulanan tahun ke-i luaran model SPGP berdasarkan pada nilai r dari masing-masing luaran model SPT yang digunakan untuk membentuk model SPGP (mm); w j = nilai pembobot ke-j berdasarkan pada nilai r dari masing-masing luaran model SPT; dan F j (i) = total hujan bulanan ke-i luaran dari model SPT ke-j. Model SPT yang digunakan dalam membentuk persamaan model SPGP untuk total hujan bulanan dalam persamaan (2.6) terdiri atas 4 (empat) model sehingga persamaan (2.6) dapat ditulis menjadi seperti berikut: F e (i)
=
w 1 F 1 (i)
+
w 2 F 2 (i)
+
w 3 F 3 (i)
+
w 4 F 4 (i)
(2.7) dengan: F e (i) = total hujan bulanan tahun ke-i luaran model SPGP berdasarkan pada nilai r dari masing-masing luaran model SPT yang digunakan untuk membentuk model SPGP (mm); w 1 = nilai pembobot berdasarkan pada nilai r dari luaran model SPT ANFIS; w 2 = nilai pembobot berdasarkan pada nilai r dari luaran model SPT Wavelet-ANFIS; w 3 = nilai pembobot berdasarkan pada nilai r dari luaran model SPT Wavelet-ARIMA; w 4 = nilai pembobot berdasarkan pada nilai r dari luaran model SPT ARIMA; F 1 (i) = total hujan bulanan tahun ke-i luaran model SPT ANFIS (mm); F 2 (i) = total hujan bulanan tahun ke-i luaran model SPT Wavelet-ANFIS (mm); F 3 (i) = total hujan bulanan tahun ke-i luaran model SPT Wavelet-ARIMA (mm); dan F 4 (i) = total hujan bulanan tahun ke-i luaran model SPT ARIMA (mm).
13
Regresi Kuadrat Terkecil Parsial Luaran dari model SPGP untuk total hujan bulanan yang dibentuk berdasarkan pada nilai r dari masing-masing luaran model SPT pembentuknya lebih lanjut dihilangkan sifat multi-kolinieritasnya dengan menggunakan teknik Partial Least Square Regression (PLSR) atau Regresi Kuadrat Terkecil Parsial terhadap data SML JRA-25 di sekitar daerah penelitian (Swarinoto dan Wigena 2011). Teknik yang digunakan ini disebut juga sebagai teknik statistical downscaling. Data SML JRA-25 yang digunakan dalam pengolahan data ini mempunyai time lag 1 (satu) dan 2 (dua) bulan (Swarinoto 2004b). Teknik PLSR digunakan untuk melakukan ekstraksi atas sejumlah komponen (Wigena 2010). Komponen tersebut disebut sebagai peubah laten, di mana dari peubah prediktor (X) dipilih sejumlah komponen yang relevan dengan sejumlah peubah respon (Y). Caranya dengan proses dekomposisi peubah X dan peubah Y secara simultan dengan batasan bahwa komponen-komponen tersebut dapat menjelaskan sebanyak mungkin keragaman antara peubah prediktor X dan peubah respon Y. Proses dekomposisi dimaksud selanjutnya diikuti dengan tahapan regresi. Dalam hal ini hasil dekomposisi peubah prediktor X digunakan untuk melakukan prediksi peubah respon Y. Akibatnya dalam melakukan proses pengolahan data dengan teknik PLSR ini telah mencakup teknik Principal Component Analysis (PCA) dan Regresi Berganda. Dalam pengolahan data, peubah prediktor X memiliki ukuran N*K. Dalam hal ini N = jumlah data dan K = jumlah peubah prediktor, maka peubah prediktor X dapat ditulis sebagai X k di mana k = 1, 2, 3,…, K. Sementara itu peubah respon Y memiliki ukuran N*M. Dalam hal ini N = jumlah data dan M = jumlah peubah respon, maka peubah respon dapat ditulis sebagai Y m , di mana m = 1, 2, 3,..., M. Model PLSR akan mendapatkan sejumlah komponen baru yang akan memodelkan X dan Y sedemikian sehingga X dan Y memiliki hubungan. Komponen baru tersebut selanjutnya disebut sebagai skor X, yang dicatat dengan t a , dengan a = 1, 2, 3, …., A. Skor X(t a ) merupakan kombinasi linier peubah-peubah asal x k dengan koefisien yang disebut sebagai pembobot yang dicatat sebagai w ka (a = 1, 2, 3,…, A). Proses tersebut dapat diformulasikan (Wang et al. 2002) sebagai berikut: �
𝑡𝑡𝑖𝑖𝑖𝑖 = ∑𝑘𝑘 𝑥𝑥𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑤𝑤𝑘𝑘𝑘𝑘 ; 𝑖𝑖 = 1, 2, … , 𝑁𝑁 𝑇𝑇 = 𝑋𝑋𝑋𝑋
(2.8)
Skor X digunakan sebagai prediktor untuk X dan juga Y, dengan penjelasan sebagai berikut: a. Skor X sebagai prediktor bagi X: �
𝑥𝑥𝑖𝑖𝑖𝑖 = ∑𝑎𝑎 𝑡𝑡𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑝𝑝𝑎𝑎𝑎𝑎 + 𝑒𝑒𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑋𝑋 = 𝑇𝑇𝑃𝑃′ + 𝐸𝐸
b. Skor Y sebagai prediktor bagi Y:
(2.9)
14
�
𝑦𝑦𝑖𝑖𝑖𝑖 = ∑𝑎𝑎 𝑡𝑡𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑟𝑟𝑎𝑎𝑎𝑎 + 𝑓𝑓𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑋𝑋 = 𝑇𝑇𝑅𝑅 ′ + 𝐹𝐹
(2.10)
Residu Y yakni f im menyatakan deviasi antara respon pengamatan dengan respon dugaan. Berdasarkan pada persamaan (2.8), maka persamaan (2.10) dapat ditulis sebagai model regresi berganda sebagai berikut: 𝑦𝑦𝑖𝑖𝑖𝑖 = ∑𝑎𝑎 𝑟𝑟𝑚𝑚𝑚𝑚 ∑𝑘𝑘 𝑤𝑤𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑥𝑥𝑖𝑖𝑖𝑖 + 𝑓𝑓𝑖𝑖𝑖𝑖 � = ∑𝑘𝑘 𝑏𝑏𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑥𝑥𝑖𝑖𝑖𝑖 + 𝑓𝑓𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑌𝑌 = 𝑋𝑋𝑋𝑋𝑅𝑅 ′ + 𝐹𝐹 = 𝑋𝑋𝑋𝑋 + 𝐹𝐹
(2.11)
Selanjutnya koefisien model PLSR, b mk (B) dapat ditulis sebagai berikut:
�
𝑏𝑏𝑚𝑚𝑚𝑚 = ∑𝑎𝑎 𝑟𝑟𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑤𝑤𝑚𝑚𝑚𝑚 𝐵𝐵 = 𝑊𝑊𝑅𝑅 ′
(2.12)
Prediksi bagi data pengamatan yang baru dapat diperoleh berdasarkan pada data X dan matriks koefisien B tersebut. Teknik PLSR yang digunakan dalam pengolahan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memasukkan unsur dinamis SML JRA-25 ke dalam luaran model prediksi yang berbasis pada pendekatan statistik. Hasil terakhir yang didapat ini bertindak sebagai hasil prediksi total hujan bulanan untuk keperluan operasional. Kemudian hasilnya dievaluasi dengan data observasi lapang yang telah tersedia.
Evaluasi Hasil Prediksi Nilai prediksi total hujan bulanan luaran model SPGP untuk keperluan operasional yang dihasilkan harus dievaluasi menggunakan data hasil observasi dengan menggunakan beberapa cara (Jolliffe dan Stephenson 2003). Guna dapat mengetahui keandalan luaran model prediksi dari segi kesesuaian pola antara luaran model terhadap data observasi digunakan nilai r yang diperoleh dari series luaran model prediksi dan data observasi lapang dengan series yang sama (Usman dan Akbar 2000; Nazir 2003). Untuk itu digunakan persamaan seperti berikut: 𝑟𝑟(𝐹𝐹𝐹𝐹, 𝑂𝑂) =
𝑖𝑖=𝑁𝑁 ∑𝑖𝑖=1 𝐹𝐹𝑒𝑒 . 𝑂𝑂
𝑖𝑖=𝑁𝑁 𝑖𝑖=𝑁𝑁 �∑𝑖𝑖=1 𝐹𝐹𝑒𝑒 ² . ∑𝑖𝑖=1 𝑂𝑂²
(2.13)
dengan: r(F e ,O) = nilai koefisien korelasi Pearson antara luaran model prediksi terhadap data observasi lapang; F e = f - f m , f = nilai luaran model prediksi (mm); f m = rerata nilai luaran model prediksi (mm), O = o - o m , o = nilai data observasi lapang (mm), dan o m = rerata nilai data observasi lapang (mm). Nilai r berkisar antara -1 sampai dengan +1. Jika nilai r = -1 berarti kesesuaian pola yang dihasilkan oleh luaran model prediksi memiliki kesesuaian tinggi dengan data observasi, tetapi dengan arah yang berlawanan. Sebaliknya jika
15
nilai r = +1 berarti luaran model prediksi menghasilkan kesesuaian pola yang tinggi dengan data observasi dengan arah yang sama. Sementara itu jika nilai r = 0, maka luaran model prediksi disebut sebagai tidak memiliki kesesuaian pola sama sekali dengan data observasi atau dikatakan bahwa luaran model prediksi tidak memiliki korelasi sama sekali dengan data observasi lapang. Untuk menghitung besarnya nilai bias dari luaran model prediksi terhadap data observasinya dapat digunakan nilai Kesalahan Akar Kuadrat Rerata (Root Mean Square Error, RMSE) (Wilks 1995; Carcia et al. 2008). Persamaan yang digunakan adalah seperti berikut: 1
𝑖𝑖=𝑁𝑁 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = �𝑁𝑁 ∑𝑖𝑖=1 (𝐹𝐹𝑒𝑒 − 𝑂𝑂)²
(2.14)
dengan: RMSE = Root Mean Square Error (mm/ bulan); N = banyak data yang digunakan evaluasi; Fe = nilai prediksi total hujan bulanan (mm); dan O = nilai observasi lapang data total hujan bulanan (mm). Nilai terbaik RMSE = 0 yang berarti besaran nilai yang dihasilkan oleh luaran model prediksi sama dengan besaran nilai dari data observasi. Kisaran nilai RMSE dari 0 hingga +∞. Semakin kecil nilai RMSE berarti semakin baik performa dari luaran model prediksi terhadap data observasinya. Kondisi ini dikatakan sebagai luaran model prediksi memiliki keandalan tinggi. Semakin besar nilai RMSE mengindikasikan bahwa nilai luaran model prediksi semakin jauh terhadap nilai data observasinya. Berarti luaran model prediksi memiliki keandalan yang rendah.
Kandungan Air Tanah Curah hujan merupakan sumber tersedianya air di permukaan bumi. Pada permukaan air yang luas seperti danau maupun permukaan yang sangat sempit seperti daun basah, di sana terjadi pertukanan molekul air keluar-masuk antara permukaan air dengan atmosfer (Bruce dan Clark 1977). Sementara itu keluarnya air dari semua jenis permukaan seperti air, tanah, dan tanaman ke dalam atmosfer disebut sebagai evapotranspirasi (evapotranspiration). Evapotranspirasi merupakan suatu proses masuknya uap air dari permukaan bumi ke dalam atmosfer. Curah hujan dan evapotranspirasi ini merupakan faktor yang aktif dalam terminologi keikliman. Khususnya dalam masalah neraca air. Neraca air mengacu kepada kesetimbangan antara adanya air datang/ masuk dari curah hujan dengan adanya air keluar melalui proses evapotranspirasi (Thornthwaite dan Mather 1957). Hujan merupakan curahan berupa air, salju, atau butir-butir es yang jatuh dari dasar awan yang mencapai permukaan bumi. Jika berupa air, maka garis tengah butir-butir air dimaksud memiliki ukuran lebih dari 0,8 mm (Wirjohamidjojo dan Ratag 2006). Sementara itu evapotranspirasi terdiri atas dua kata, yakni evaporasi dan transpirasi. Evaporasi merupakan suatu peristiwa berubahnya air menjadi uap air dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air masuk ke dalam udara. Sedangkan transpirasi merupakan istilah dalam hidrologi yang mengacu kepada masuknya air tanah ke dalam udara
16
melalui tumbuh-tumbuhan (Sosrodarsono dan Takeda 2003). Peristiwa evaporasi dan transpirasi dari permukaan tanah secara bersama-sama disebut sebagai evapotranspirasi. Evapotranpirasi disebut juga sebagai kebutuhan air. Jika air yang tersedia dalam tanah cukup banyak, maka evapotranspirasi tersebut dinamakan sebagai evapotranspirasi potensial. Kesetimbangan antara banyaknya air yang masuk (curah hujan) dengan banyaknya uap air yang keluar (uap air) dari permukaan tanah merupakan peristiwa kesetimbangan iklim (climatic balance) (BMKG 2012). Dalam hal ini tanah bertindak sebagai media penyimpan air hujan (Handoko 1994). Tanah yang memiliki kapasitas memegang air yang besar akan sangat menguntungkan bagi tanaman khususnya bagi daerah yang memiliki musim hujan relatif pendek. Dimana tanah tersebut dapat menampung air hujan dalam jumlah besar yang akan digunakan oleh tanaman pada saat tidak ada hujan lagi. Berdasarkan pada perbandingan antara data sekuensial/ berturutan curah hujan dan evapotranspirasi, maka besar/ nilai dari parameter kelembapan lainnya (related moisture parameter) dapat dihitung. Parameter-parameter dimaksud antara lain adalah surplus air (Surplus Kandungan Air Tanah, SKAT) dan defisit air (Defisit Kandungan Air Tanah, DKAT), cadangan air tanah, dan limpasan air dan lain sebagainya dapat dihitung. Selanjutnya untuk tanah tadah hujan, satu-satunya sumber air hanya berasal dari curah hujan saja. Mengingat pada wilayah tadah hujan, tidak tersedia fasilitas irigasi teknis. Sementara itu dalam menghitung besarnya nilai evapotranspirasi banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi dan sangat sulit diperkirakan dengan teliti. Untuk itu digunakan cara-cara pendekatan yang lebih mudah dengan menggunakan persamaan-persamaan, melakukan pengukuran dengan alat lysimeter, memprakirakan dengan banyaknya nilai evaporasi dari penguapan panci terbuka, dan masih banyak lagi. Prioritas keluaran air secara berturutan adalah untuk memenuhi nilai Evapotranspirasi Potensial (ETP). Kemudian infiltrasi hingga Kandungan Air Tanah (KAT) mencapai tingkat Kapasitas Lapang (KL). Nilai KL ditentukan oleh jenis tanah di daerah penelitian. Selanjutnya surplus air berupa genangan permukaan (surface run-off) serta perkolasi (sub-surface run-off). Kedalaman tinjau tanah adalah satu meter dengan molekul tanah dipandang homogen. Dalam penelitian ini penghitungan nilai KAT digunakan pendekatan persamaan-persamaan matematis (Murdiyarso 1979; Sulistio 2002; Pusmahasib 2002) seperti berikut: KAT = KL * k| APWL |
(2.16)
di mana: KAT = Kandungan Air Tanah (mm); KL = Kapasitas Lapang (mm); APWL = Akumulasi Potensial Kehilangan Air (Accumulation Potential of Water Loss); dan k = konstanta. Selanjutnya nilai k dapat dihitung dengan menggunakan persamaan seperti berikut: 𝑝𝑝
k = p 0 + 𝐾𝐾𝐾𝐾1
(2.17)
17
dimana: k = konstanta; p 0 = 1,000412351; p 1 = -1,073807306; dan KL = Kapasitas Lapang (mm). Pada bulan pertama perhitungan nilai KAT dimana selisih antara curah hujan (CH) dengan evapotranspirasi potensial (ETP) atau ditulis (CH - ETP) bernilai positif, maka berlaku: KAT = KAT terakhir + CH - ETP
(2.18)
Kondisi ini berlangsung hingga KAT = KL tercapai. Sejak bulan KAT = KL tercapai dan selama curah hujan masih berlangsung dan berlebih, maka nilai KAT akan bersifat tetap, yakni KAT = KL.
18
19
3 METODE Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Indramayu sebagai daerah penelitian. Wilayah ini dipilih dengan pertimbangan rentan terhadap keberadaan air. Apalagi dalam kondisi yang ekstrim seperti dalam tahun-tahun La Nina dan El Nino. Kelebihan pasokan air mengakibatkan banjir. Mengingat selain air yang didapat dari kejadian hujan yang berlangsung di atas wilayah Kabupaten Indramayu, air bisa juga dikirim dari wilayah lain yang masuk melalui aliran sungai ke dalam wilayah Kabupaten Indramayu. Khususnya dari wilayah yang berada di sebelah selatan dari wilayah Kabupaten Indramayu yang memiliki elevasi relatif lebih tinggi. Sebaliknya kekurangan air dapat mengakibatkan kekeringan. Banjir dan kekeringan sangat berkaitan dengan jatuhnya produksi padi dari wilayah ini. Walaupun secara umum wilayah Kabupaten Indramayu memiliki sarana irigasi teknis, namun fasilitas tersebut tidaklah merata. Beberapa kecamatan masih memiliki sawah tadah hujan yang relatif luas seperti antara lain Arahan, Cantigi, Losarang, Kerangkeng, dan Kandanghaur. Total luasan sawah tadah hujan di wilayah Kabupaten Indramayu sebanyak 18.275 hektar atau sekitar 8,96 % dari total luasan wilayah Kabupaten Indramayu (Jabarprov.go.id 2013). Kabupaten Indramayu memiliki orografis menghadap ke Laut Jawa seperti yang disajikan pada Gambar 3.1. Topografi wilayah dari daerah penelitian pada umumnya relatif rendah di bagian utara yang menghadap ke Laut Jawa dan relatif lebih tinggi di bagian selatan yang berdekatan dengan pegunungan kapur tengah di tengah dataran Pulau Jawa (Sandy 1995). Secara umum wilayah Kabupaten Indramayu relatif datar. Sekitar 70% wilayah Kabupaten Indramayu berada pada elevasi kurang dari 20 meter di atas permukaan laut. Kondisi atmosfer wilayah Kabupaten Indramayu sangat dipengaruhi oleh proses-proses konvektif. Bukan karena proses lain seperti orografis. Baik proses konvektif yang berskala lokal maupun regional dan bahkan global. Proses konvektif lokal berkaitan dengan kondisi atmosfer di atas wilayah Kabupaten Indramayu sendiri dan pasokan uap air dari lautan di sekitarnya. Sementara itu proses konvektif regional antara lain berkaitan dengan aktifitas Monsun. Sedangkan proses konvektif global berkaitan dengan proses-proses lautan-atmosfer seperti La Nina maupun Dipole Mode. Kabupaten Indramayu secara geografis terbentang di antara 107° 52' - 108° 36' Bujur Timur dan 6° 15' - 6° 40' Lintang Selatan. Kabupaten ini mencakup luasan wilayah sebesar 204,11 hektar (http://jabarprov.go.id. 2013). Terdiri atas 110.877 hektar tanah sawah dengan fasilitas irigasi teknis sebanyak 72.591 hektar, fasilitas irigasi setengah teknis dari PU sebanyak 4.365 hektar, dan 3.129 hektar memiliki fasilitas irigasi teknis non PU. Kemiringan tanah rerata sebesar 0 - 2%. Jenis tanah pada umumnya Alluvial (63%), sisanya Clay Grumosol (24%) dan Podsolik (12%). Musim Hujan pada umumnya berlangsung antara Oktober-Maret, sebaliknya Musim Kemarau berlangsung antara April-September. Suhu udara rerata berkisar antara 18 - 28 °C. Sementara itu rerata hujan per tahun mencapai 1.418 mm. Total hujan maksimum terjadi pada bulan Januari mencapai 364
20
mm/bulan, sedangkan total hujan minimum terjadi pada bulan Agustus mencapai 10 mm/bulan. Selanjutnya sebagai contoh kondisi normal hujan bulanan 19812000 untuk wilayah Kabupaten Indramayu disajikan pada Gambar 3.2. Pola hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu adalah pola monsunal dengan satu puncak hujan terjadi dalam Musim Hujan (MH) dan satu lembah hujan terjadi pada Musim Kemarau (MK). Lokasi Anjatan mewakili wilayah bagian barat dan lokasi Juntinyuat mewakili wilayah bagian timur dari Kabupaten Indramayu. Di mana wilayah bagian barat Kabupaten Indramayu mengalami MH yang relatif lebih basah daripada wilayah bagian timur. Namun demikian dalam MK, wilayah bagian timur relatif lebih basah daripada wilayah bagian barat.
Gambar 3.1 Wilayah administrasi Kabupaten Indramayu (warna hitam), topografi, dan lokasi penakar hujan (warna merah) yang digunakan dalam penelitian
21
350
Normal 1981-2010
Monthly Rainfall (mm)
300 250 200 150
ANJ
100
JUN
50 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Months
Gambar 3.2 Total hujan bulanan normal 1981-2010 untuk lokasi Anjatan (ANJ) dan lokasi Juntinyuat (JUN) di wilayah Kabupaten Indramayu Tabel 3.1 Daftar lokasi pos penakar hujan yang ada di wilayah Kabupaten Indramayu yang digunakan dalam penelitian Nama Lokasi
Bujur (°E)
Lintang (°S)
Anjatan Bangkir Bantarhuni Bondan Bugis Bulak Cidempet Cikedung Jatibarang Juntinyuat Kedokanbunder Sudimampir Sumurwatu Tugu Ujungaris Wanguk
107,92 108,29 107,95 108,30 107,91 107,11 108,25 108,70 108,31 108,44 108,28 108,37 108,10 108,20 108,29 107,96
6,36 6,39 6,59 6,61 6,39 6,36 6,35 6,47 6,46 6,43 6,55 6,40 6,52 6,51 6,46 6,42
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data total hujan harian hasil observasi dari 16 pos penakar hujan di wilayah Kabupaten Indramayu (Gambar 3.1). Series data yang digunakan memiliki kondisi yang baik (Carcia et al. 2008). Nama lokasi pos penakar hujan yang digunakan dalam pengolahan data (Tabel 3.1) adalah sebagai berikut: Anjatan, Bangkir, Bantarhuni, Bondan, Bugis,
22
Bulak, Cidempet, Cikedung, Jatibarang, Juntinyuat, Kedokanbunder, Sudimampir, Sumurwatu, Tugu, Ujungaris, dan Wanguk.
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah (1) data total hujan bulanan hasil observasi dari 16 lokasi penakar hujan di wilayah Kabupaten Indramayu, (2) data SML JRA-25 rerata bulanan dengan resolusi 1° x 1° dari luasan 106° - 111° BT, 4° - 10° LS (JMA 2010), dan data produksi padi dari beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Indramayu. Gambaran spasial data grid SML JRA-25 di sekitar Kabupaten Indramayu disajikan pada Lampiran 1. Data curah hujan diperoleh dari BMKG, Dinas Pengairan Kabupaten, Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten, dan Perusahaan Umum Jasa Tirta. Sementara itu data SML JRA-25 ini diperoleh dari Japan Meteorological Agency (JMA) melalui situs http://jra.kishou.go.jp. dimana BMKG memperoleh lisensi akses resmi dari JMA. Sedangkan data produksi padi diperoleh dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu.
Alat Alat yang digunakan untuk pengolahan data dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer desktop yang dilengkapi dengan printer dan perangkat lunak pembantu seperti Matlab, Microsoft Excel, Minitab versi 14, dan ArcView versi 3.3.
Prosedur Analisis Data 1. Memilih model SPT yang telah tersedia di Puslitbang BMKG, yakni: SPT ANFIS, SPT Wavelet-ANFIS, SPT Wavelet-ARIMA, dan SPT ARIMA untuk memprediksi total hujan bulanan di setiap lokasi stasiun di wilayah Kabupaten Indramayu. Setiap model SPT tersebut diaplikasikan terhadap series data hujan bulanan yang telah disediakan (1981-1990) untuk diperoleh nilai luaran masing-masing model SPT (1991-2000). 2. Menghitung nilai r (Usman dan Akbar 2000; Nazir 2003) berbasis pada luaran masing-masing model SPT terhadap data hujan bulanan observasi, sehingga terhadap setiap series data diperoleh masing-masing nilai r. 3. Menghitung besar masing-masing nilai pembobot dari setiap luaran model SPT dengan cara membagi nilai r masing-masing luaran model SPT dengan total keempat nilai r dari masing-masing SPT yang digunakan. 4. Menggabungkan keempat model SPT tersebut dengan cara membentuk persamaan regresi linier berganda dengan nilai pembobot yang diperoleh. Persamaan ini selanjutnya disebut sebagai persamaan SPGP. 5. Mengaplikasikan metode pendekatan dinamis dengan memilih teknik PLSR yang dilakukan dengan cara meregresikan hasil luaran model SPGP dengan fluktuasi kondisi SML JRA-25 yang ada di sekitar wilayah Kabupaten
23
Indramayu dengan menggunakan time lag 1 (satu) dan 2 (dua) bulan (Swarinoto 2004b). Luaran proses ini disebut sebagai SPGP-PLSR. Pengaruh variabilitas regional data SML berkontribusi kepada kualitas luaran model yang diperoleh (Qian dan Zubair 2010). 6. Mengevaluasi luaran model SPGP dan luaran model SPGP-PLSR tersebut terhadap data observasi lapangnya dengan cara menghitung nilai r dan nilai RMSE. 7. Memetakan nilai r dan RMSE secara spasial hasil luaran model SPGP dan SPGP-PLSR untuk total hujan bulanan (Walford 1996; Prahasta 2005) berdasarkan pada peta dasar Badan Informasi Geospasial (BIG) atau BAKOSURTANAL dengan skala 1: 50.000. 8. Menduga nilai KAT(SPGP) dan nilai KAT(SPGP-PLSR) berbasis pada luaran model SPGP dan luaran model SPGP-PLSR untuk total hujan bulanan dalam beberapa bulan ke depan di wilayah Kabupaten Indramayu untuk digunakan sebagai acuan dalam memprediksi puncak produksi padi guna mendukung ketahanan pangan. Acuan dalam penentuan penghitungan nilai KAT ini didasarkan pada analisis neraca air di wilayah Kabupaten Indramayu.
24
25
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total Hujan Bulanan Luaran Model SPT Berdasarkan pada hasil pengolahan data hujan bulanan (1981-1990) berupa prediksi total hujan bulanan (1991-2000) berbasis pada model SPT ANFIS (F 1 ), model SPT Wavelet-ANFIS (F 2 ), model SPT Wavelet-ARIMA (F 3 ), dan model SPT ARIMA (F 4 ), maka diperolah tabulasi nilai r sebagai berikut: Tabel 4.1.1 Nilai r luaran masing-masing model SPT untuk prediksi total hujan bulanan 1991-2000 di wilayah Kabupaten Indramayu Nama Lokasi
ANFIS
WANFIS
WARIMA
ARIMA
Anjatan Bangkir Bantarhuni Bondan Bugis Bulak Cidempet Cikedung Jatibarang Juntinyuat Kedokanbunder Sudimampir Sumurwatu Tugu Ujungaris Wanguk Maksimum Minimum Rerata
0,62 0,37 0,63 0,70 0,70 0,47 0,51 0,58 0,50 0,36 0,51 0,41 0,56 0,64 0,71 0,63 0,71 0,36 0,56
0,38 0,27 0,47 0,40 0,41 0,20 0,38 0,28 0,31 0,11 0,19 0,01 0,28 0,41 0,59 0,38 0,59 0,01 0,32
0,66 0,56 0,64 0,70 0,70 0,61 0,54 0,66 0,59 0,55 0,50 0,61 0,59 0,70 0,67 0,71 0,71 0,50 0,62
0,16 0,11 0,26 0,31 0,20 0,28 0,15 0,31 0,13 0,14 0,02 0,04 0,07 0,11 0,11 0,34 0,34 0,02 0,17
Luaran model SPT ANFIS menghasilkan kisaran nilai r = 0,36 - 0,71. Luaran model SPT Wavelet-ANFIS menghasilkan kisaran nilai r = 0,01 - 0,59. Luaran model SPT Wavelet-ARIMA menghasilkan kisaran nilai r = 0,50 - 0,71. Sementara itu luaran model SPT ARIMA menghasilkan kisaran nilai r = 0,02 0,34. Hasil pengolahan data hujan bulanan dengan series 1981-1990 dengan mengaplikasikan masing-masing model SPT nampak menunjukkan hasil prediksi dengan series 1991-2000 (Tabel 4.1.1) dengan nilai r yang tidak menggembirakan.
26
Hal ini ditunjukkan oleh kinerja keempat model SPT dengan kisaran minimum nilai r = 0,17 - 0,62. Sementara itu kisaran maksimum nilai r = 0,34 - 0,71. Sedangkan kisaran rerata nilai r = 0,17 - 0,62. Hasil keseluruhan menunjukkan minimum nilai r yang sangat rendah (0,01), deviasi rerata nilai r = 0,45 dan maksimum nilai r yang tidak cukup tinggi (0,71). Untuk itu agar dapat diperoleh minimum nilai r yang lebih tinggi, rerata nilai r dengan deviasi rendah, dan maksimum nilai r yang lebih tinggi dengan kisaran maksimum nilai r dengan minimum nilai r yang rendah, maka perlu diaplikasilan model SPGP dengan basis series data input yang sama (1981-2000) untuk prediksi series 1991-2000.
Persamaan Model Gabungan Tabulasi nilai pembobot yang didasarkan pada nilai r yang didapat dari aplikasi setiap luaran model SPT yang digunakan berdasarkan pada persamaan (2.4) seperti yang disajikan pada Tabel 4.1.2 berikut.
Tabel 4.1.2 Nilai pembobot (1991-2000) untuk membentuk persamaan model SPGP total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu Nama Lokasi
ANFIS
WANFIS
WARIMA
ARIMA
Anjatan Bangkir Bantarhuni Bondan Bugis Bulak Cidempet Cikedung Jatibarang Juntinyuat Kedokanbunder Sudimampir Sumurwatu Tugu Ujungaris Wanguk
0,34 0,29 0,31 0,33 0,35 0,30 0,32 0,32 0,33 0,31 0,42 0,40 0,37 0,34 0,34 0,31
0,21 0,20 0,24 0,19 0,20 0,13 0,24 0,15 0,20 0,10 0,16 0,01 0,19 0,22 0,28 0,18
0,36 0,43 0,32 0,33 0,35 0,39 0,34 0,36 0,39 0,47 0,41 0,60 0,40 0,32 0,32 0,35
0,09 0,08 0,13 0,15 0,10 0,18 0,09 0,17 0,08 0,12 0,02 0,04 0,04 0,05 0,05 0,16
Untuk setiap lokasi pos penakar hujan di wilayah Kabupaten Indramayu terdapat masing-masing 4 (empat) nilai pembobot. Keempat nilai pembobot dimaksud digunakan untuk membentuk persamaan model SPGP. Sebagai contoh untuk lokasi Anjatan (6,36 °S, 107,92 °E) memiliki persamaan model SPGP untuk total hujan bulanan sebagai berikut: F e (i) = 0,34*F 1 (i) + 0,21*F 2 (i) + 0,36*F 3 (i) + 0,09*F 4 (i). Untuk lokasi Bangkir memiliki persamaan F e (i) = 0,29*F 1 (i) + 0,20*F 2 (i) + 0,43*F 3 (i) + 0,08*F 4 (i). Demikian seterusnya sehingga setiap lokasi
27
pos penakar hujan yang ada di wilayah Kabupaten Indramayu masing-masing memiliki persamaan model SPGP untuk total hujan bulanan (Swarinoto, Koesmaryono, Aldrian, dan Wigena 2012). Jumlah persamaan model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu adalah 16 persamaan seperti yang disajikan pada Tabel 4.1.3.
Tabel 4.1.3 Persamaan Gabungan untuk membentuk model SPGP total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu Nama Lokasi
Persamaan Gabungan
Anjatan Bangkir Bantarhuni Bondan Bugis Bulak Cidempet Cikedung Jatibarang Juntinyuat Kedokanbunder Sudimampir Sumurwatu Tugu Ujungaris Wanguk
0,34*F1 + 0,21*F2 + 0,36*F3 + 0,09*F4 0,29*F1 + 0,20*F2 + 0,43*F3 + 0,08*F4 0,31*F1 + 0,24*F2 + 0,32*F3 + 0,13*F4 0,33*F1 + 0,19*F2 + 0,33*F3 + 0,15*F4 0,35*F1 + 0,20*F2 + 0,35*F3 + 0,10*F4 0,30*F1 + 0,13*F2 + 0,39*F3 + 0,18*F4 0,32*F1 + 0,24*F2 + 0,34*F3 + 0,09*F4 0,32*F1 + 0,15*F2 + 0,36*F3 + 0,17*F4 0,33*F1 + 0,20*F2 + 0,39*F3 + 0,08*F4 0,31*F1 + 0,10*F2 + 0,47*F3 + 0,12*F4 0,42*F1 + 0,16*F2 + 0,41*F3 + 0,02*F4 0,40*F1 + 0,01*F2 + 0,60*F3 + 0,04*F4 0,37*F1 + 0,19*F2 + 0,40*F3 + 0,04*F4 0,34*F1 + 0,22*F2 + 0,32*F3 + 0,05*F4 0,34*F1 + 0,28*F2 + 0,32*F3 + 0,05*F4 0,31*F1 + 0,18*F2 + 0,35*F3 + 0,16*F4
Berdasarkan pada persamaan tersebut di atas (Tabel 4.1.3), untuk lokasi Anjatan maka kontribusi model SPT ANFIS ke dalam hasil prediksi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu adalah sebesar 0,34 ke dalam luaran model SPGP. Sementara itu kontribusi model SPT Wavelet-ANFIS sebesar 0,21. Selanjutnya model SPT Wavelet-ARIMA berkontribusi sebesar 0,36. Terakhir model SPT ARIMA berkontribusi sebesar 0,09. Berdasarkan pada Tabel 4.1.2 tersebut dibangun persamaan model SPGP untuk hujan bulanan seperti yang disajikan pada Tabel 4.1.3. Dimana F1 merupakan model SPT ANFIS, F2 merupakan model SPT Wavelet-ANFIS, F3 merupakan model SPT WaveletARIMA, dan terakhir F4 merupakan model SPT ARIMA. Sementara itu berdasarkan pada persamaan model SPGP tersebut di atas (Tabel 4.1.3) dapat diketahui bahwa model SPT yang menghasilkan nilai r yang besar akan berkontribusi lebih banyak ke dalam nilai prediksi model SPGP daripada model SPT yang menghasilkan nilai r yang lebih kecil. Selanjutnya persamaan model SPGP untuk lokasi yang lain dapat ditulis sesuai dengan apa yang dilakukan pada lokasi Anjatan di atas dengan memperhatikan persamaanpersamaan yang ada dalam Tabel 4.1.3.
28
Hasil Prediksi SPGP Hasil prediksi (luaran) model SPGP untuk total hujan bulanan beserta luaran model SPT pembentuknya untuk beberapa lokasi di wilayah Kabupaten Indramayu disajikan dalam Gambar 4.1.2. Lokasi Anjatan (107,92 °BT, 6,36 °LS) mewakili wilayah Kabupaten Indramayu bagian barat dan lokasi Juntinyuat (108,44 °BT, 6,43 °LS) mewakili wilayah Kabupaten Indramayu bagian timur digunakan sebagai contoh analisis dalam penelitian ini. Garis putus-putus warna biru tua (SPT ANFIS), warna merah (SPT Wavelet-ANFIS), warna hijau (SPT Wavelet-ARIMA), warna ungu (SPT ARIMA), serta garis solid warna hitam (Observasi) dan warna Orange (SPGP). Setiap angka pada absis menunjukkan setiap Bulan Januari pada tahun yang bersangkutan. Sebagai contoh angka 1 menunjukkan Bulan Januari 2001, angka 13 menunjukkan Bulan Januari 2002, dan seterusnya hingga angka 97 menunjukkan Bulan Januari 2009. Berdasarkan pada Gambar 4.1.2 tersebut di atas maka diketahui bahwa untuk kedua lokasi Anjatan dan lokasi juntinyuat maka luaran model SPGP untuk total hujan bulanan dapat menunjukkan pola yang sangat sesuai dengan data observasi lapangnya. Saat total hujan bulanan tinggi di Bulan Januari-Februari dan saat total hujan bulanan terendah pada Bulan Juli-Agustus maka luaran SPGP dapat menunjukkan nilai yang sesuai dengan kondisi lapang. Hal ini ditunjukkan dengan kisanan nilai r yang diperoleh r = 0,58 - 0,94 (garis solid warna orange). Sementara itu untuk luaran model SPT pembentuk SPGP dimaksud menghasilkan nilai kisaran r = 0,45 - 0,83 untuk ANFIS (garis putus-putus warna biru tua), r = 0,20 - 0,53 untuk Wavelet-ANFIS (garis putus-putus warna merah), r = 0,50 0,95 untuk Wavelet-ARIMA (garis putus-putus warna hijau), dan r = 0,14 - 0,66 untuk ARIMA (garis putus-putus warna ungu). Luaran model SPGP mampu menunjukkan perbaikan terhadap masingmasing luaran model SPT pembentuknya. Hal ini dapat diketahui dari meningkatnya rerata nilai r maksimum dari r = 0,74 menjadi r = 0,94; memingkatnya rerata nilai r minimum dari nilai r = 0,32 menjadi r = 0,58; dan meningkatnya rerata nilai r rerata dari r = 0,53 menjadi r = 0,72. Walaupun luaran model SPGP untuk total hujan bulanan ini mampu dengan lebih baik mensimulasikan kondisi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu pada bulan-bulan puncak Musim Hujan (MH) dan bulan-bulan puncak Musim Kemarau (MK), namun demikian kejadian yang ekstrim tidak mampu ditunjukkan oleh luaran model SPGP ini. Khususnya yang terjadi dalam bulan-bulan Januari dan Februari seperti yang ditunjukkan oleh data observasi yang didapat (garis warna hitam). Mengingat model SPGP ini tidak dibangun dengan basis analisis nilai ekstrim. Selain itu unsur iklim curah hujan memang mempunyai variabilitas yang tinggi di saat puncak MH di wilayah Kabupaten Indramayu. Luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu menunjukkan adanya peningkatan signifikan nilai r bila dibandingkan dengan luaran model SPT pembentuknya. Berdasarkan pada hasil perhitungan nilai r (Tabel 4.1.4) dapat diketahui bahwa luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu dapat memberikan hasil yang lebih konsisten daripada masing-masing luaran model SPT pembentuknya. Mengingat semakin rendah nilai kisaran r dengan nilai minimum r yang lebih besar dengan nilai r maksimum yang relatif sama, akan menunjukkan perbaikan performa
29
luaran model SPGP untuk total hujan bulanan tersebut terhadap luaran model SPT pembentuknya.
600
Anjatan (2001-2009)
Total Hujan Bulanan (mm)
500
400 ANFIS WANFIS
300
WARIMA ARIMA
200
OBS SPGP
100
0 1
13
25
37
49
61
73
85
97
Bulan
(a) 700
Juntinyuat (2001-2009)
Total Hujan Bulanan (mm)
600
500 ANFIS
400
WANFIS WARIMA
300
ARIMA OBS
200
SPGP
100
0 1
13
25
37
61
49
73
85
97
Bulan
(b) Gambar 4.1.2 Hasil prediksi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu menggunakan model SPT dan model SPGP untuk lokasilokasi (a) Anjatan dan (b) Juntinyuat
30
Tabel 4.1.4 Nilai r (2001-2009) luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu beserta luaran model SPT pembentuknya Nama ANFIS Lokasi Anjatan 0,72 Bangkir 0,62 Bantarhuni 0,74 Bondan 0,64 Bugis 0,59 Bulak 0,54 Cidempet 0,57 Cikedung 0,66 Jatibarang 0,70 Juntinyuat 0,53 Kedokanbunder 0,45 Sudimampir 0,58 Sumurwatu 0,51 Tugu 0,63 Ujungaris 0,72 Wanguk 0,83 Maksimum 0,83 Minimum 0,45 Rerata 0,63
WANFIS
WARIMA
ARIMA
GAB
0,52 0,47 0,53 0,31 0,41 0,31 0,46 0,38 0,36 0,20 0,30 0,21 0,29 0,38 0,39 0,43 0,53 0,20 0,37
0,73 0,74 0,73 0,67 0,71 0,58 0,59 0,65 0,70 0,64 0,65 0,65 0,50 0,62 0,74 0,95 0,95 0,50 0,68
0,50 0,61 0,54 0,51 0,63 0,42 0,41 0,32 0,14 0,63 0,26 0,43 0,14 0,50 0,24 0,66 0,66 0,14 0,43
0,77 0,79 0,80 0,71 0,74 0,66 0,67 0,69 0,71 0,68 0,62 0,68 0,58 0,69 0,76 0,94 0,94 0,58 0,72
Keterangan: GAB = Gabungan
Medan Nilai Koefisien Korelasi Pearson Medan nilai r digunakan untuk menunjukkan performa luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu secara spasial. Berdasarkan pada medan nilai r ini dapat diketahui secara cepat pada lokasi mana luaran model SPGP yang memiliki hasil baik maupun sebaliknya. Medan nilai r untuk luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu disajikan pada Gambar 4.1.3. Gambar 4.1.3(a) menunjukkan medan nilai r secara spasial luaran model SPT ANFIS. Warna merah semakin gelap berarti nilai r semakin tinggi, sebaliknya warna semakin terang berarti nilai r semakin rendah. Verifikasi luaran model SPT ini selama periode 2001-2009 menunjukkan kisaran nilai r = 0,45 0,83. Sementara itu didapat rerata nilai r = 0,63. Lokasi Wanguk memiliki hasil tertinggi dengan r = 0,83 dan lokasi Kedokanbunder memiliki hasil terendah dengan r = 0,45.
31
Gambar 4.1.3(a). Medan nilai r luaran model SPT ANFIS untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu
Gambar 4.1.3(b). Medan nilai r luaran model SPT Wavelet-ANFIS untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu Gambar 4.1.3(b) menunjukkan medan nilai r secara spasial luaran model SPT Wavelet-ANFIS. Verifikasi luaran model SPT ini selama periode 2001-2009 menunjukkan kisaran nilai r = 0,20 - 0,53. Sementara itu didapat rerata nilai r =
32
0,37. Lokasi Bantarhuni memiliki hasil tertinggi dengan r = 0,53 dan lokasi Juntinyuat memiliki hasil terendah dengan r = 0,20. Gambar 4.1.3(c) menunjukkan medan nilai r secara spasial luaran model SPT Wavelet-ARIMA. Verifikasi luaran model SPT ini selama periode 20012009 menunjukkan kisaran nilai r = 0,50 - 0,95. Sementara itu didapat rerata nilai r = 0,68. Lokasi Wanguk memiliki hasil tertinggi dengan r = 0,95 dan lokasi Sumurwatu memiliki hasil terendah dengan r = 0,50.
Gambar 4.1.3(c). Medan nilai r luaran model SPT Wavelet-ARIMA untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu Gambar 4.1.3(d) menunjukkan medan nilai r secara spasial luaran model SPT ARIMA. Verifikasi luaran model SPT ini selama periode 2001-2009 menunjukkan kisaran nilai r = 0,14 - 0,66. Sementara itu didapat rerata nilai r = 0,43. Lokasi Wanguk memiliki hasil tertinggi dengan r = 0,66 dan lokasi Kedokanbunder memiliki hasil terendah dengan r = 0,14.
33
Gambar 4.1.3(d). Medan nilai r luaran model SPT ARIMA untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu
Gambar 4.1.3(e). Medan nilai r luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu Gambar 4.1.3(e) menunjukkan medan nilai r secara spasial luaran model SPGP yang diperoleh berdasarkan nilai r yang diperoleh. Verifikasi luaran model SPGP ini selama periode 2001-2009 menunjukkan kisaran nilai r = 0,58 - 0,94.
34
Sementara itu didapat rerata nilai r = 0,72. Lokasi Wanguk memiliki hasil tertinggi dengan r = 0,94 dan lokasi Sumurwatu memiliki hasil terendah dengan r = 0,58. Luaran model SPT ANFIS, SPT Wavelet-ARIMA, SPT ARIMA, dan luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu menghasilkan nilai r maksimum untuk lokasi Wanguk. Lokasi ini memiliki elevasi berkisar 11-20 meter di atas permukaan laut dan berada di bagian barat wilayah Kabupaten Indramayu yang memiliki kondisi iklim relatif basah. Sementara itu luaran model SPT Wavelet-ANFIS menghasilkan nilai r maksimum di lokasi Bantarhuni. Lokasi ini memiliki elevasi berkisar 51-60 meter di atas permukaan laut. Bantarhuni juga terletak di wilayah bagian barat Kabupaten Indramayu yang mempunyai kondisi iklim yang relatif basah. Hasil nilai r terendah dialami oleh lokasi Kedokanbunder hasil luaran model SPT ANFIS. Lokasi ini berada di bagian timur wilayah Kabupaten Indramayu yang memiliki kondisi iklim relatif kering. Demikian juga halnya luaran model SPT Wavelet-ANFIS menghasilkan nilai r terendah untuk lokasi Juntinyuat yang berada di bagian timur wilayah Kabupaten Indramayu dengan kondisi iklim relatif kering. Hal yang senada juga diperoleh untuk lokasi Jatibarang dari luaran model SPT ARIMA. Lokasi ini juga berada di bagian timur wilayah Kabupaten Indramayu dengan kondisi iklim relatif kering. Sementara itu luaran model SPT Wavelet-ARIMA menghasilkan nilai r terendah di lokasi Sumurwatu yang berada di bagian selatan wilayah Kabupaten Indramayu. Demikian juga halnya yang disajikan oleh luaran model SPGP. Lokasi Sumurwatu memiliki elevasi berkisar 21-30 meter di atas permukaan laut. Lokasi ini berada di sebelah selatan wilayah Kabupaten Indramayu.
Peranan SML Dalam Meningkatkan Keandalan Luaran Model SPGP Untuk Total Hujan Bulanan Medan Koefisien Korelasi Pearson Hasil pengolahan data berbasis series data 1991-2000 menghasilkan luaran model SPGP dengan series 2001-2009. Selanjutnya luaran SPGP ini diregresikan dengan data SML JRA-25 dengan time lag 1 dan 2 bulan (Swarinoto, Koesmaryono, Aldrian, dan Wigena 2013). Hasilnya disebut sebagai luaran Sistem Prediksi Gabungan dengan nilai Pembobot memanfaatkan teknik PLSR (SPGP-PLSR). Time lag ini dimaksudkan untuk mengantisipasi respon lautan dalam menyimpan dan melepaskan energi yang berasal dari radiasi matahari ke dalam atmosfer yang memang membutuhkan jeda waktu. Medan nilai r untuk luaran model SPGP dan SPGP-PLSR dengan time lag prediktor data SML JRA-25 1 bulan disajikan pada Gambar 4.2.1 (a) dan Gambar 4.2.1 (b). Nilai tertinggi luaran model SPGP dengan r = 0,94 terjadi di lokasi Wanguk, sementara itu nilai terendah r = 0,68 terjadi di lokasi Cikedung. Nilai rerata spasial r = 0,82. Nilai tertinggi luaran model SPGP-PLSR dengan r = 0,92 terjadi di lokasi Wanguk, sementara itu nilai terendah r = 0,64 terjadi di lokasi
35
Kedokanbunder. Nilai rerata spasial r = 0,72. Kondisi ini menunjukkan adanya kenaikan rerata nilai r sebesar 0,04 antara luaran model SPGP dengan luaran model SPGP-PLSR. Kontribusi prediktor data SML JRA-25 kurang signifikan dalam memperbaiki luaran model SPGP-PLSR. Secara spasial luasan wilayah Kabupaten Indramayu yang memiliki arsir warna lebih gelap nampak lebih luas untuk luaran model SPGP daripada luaran model SPGP-PLSR. Walaupun kedua luaran model SPGP dan SPGP-PLSR menghasilkan nilai r yang relatif baik selalu > 0,5 namun hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa luaran model SPGP memiliki nilai r yang relatif sedikit lebih baik daripada luaran model SPGP-PLSR untuk time lag 1 bulan dengan prediktor data SML JRA-25. Baik untuk nilai r maksimum, r minimum, maupun r reratanya. Medan nilai r untuk luaran model SPGP dan SPGP-PLSR dengan time lag 2 bulan untuk prediktor data SML JRA-25 disajikan pada Gambar 4.2.2 (a) dan Gambar 4.2.2 (b). Nilai tertinggi luaran model SPGP dengan r = 0,96 terjadi di lokasi Wanguk, sementara itu terendah r = 0,37 terjadi di lokasi Jatibarang. Nilai rerata spasial r = 0,72. Sementara itu nilai tertinggi luaran model SPGP-PLSR dengan r = 0,90 terjadi di lokasi Wanguk, sementara itu terendah r = 0,64 terjadi di lokasi Bondan. Nilai rerata spasial r = 0,75. Secara spasial luasan wilayah Kabupaten Indramayu yang memiliki arsir warna lebih gelap nampak lebih luas untuk luaran model SPGP-PLSR daripada luaran model SPGP. Hal ini menunjukkan bahwa luaran model SPGP-PLSR mampu memperbaiki kualitas luaran model SPGP. Peranan prediktor data SML JRA-25 nampak signifikan dalam perbaikan keandalan luaran model SPGP.
36
(a)
(b) Gambar 4.2.1 Medan nilai r luaran (a) model SPGP dan (b) model SPGP-PLSR di wilayah Kabupaten Indramayu menggunakan prediktor data SML JRA-25 time lag 1 bulan
37
(a)
(b) Gambar 4.2.2 Medan nilai r luaran (a) model SPGP dan (b) model SPGP-PLSR di wilayah Kabupaten Indramayu menggunakan prediktor data SML JRA-25 time lag 2 bulan
38
Hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa luaran model SPGP menghasilkan nilai r yang lemah di lokasi Jatibarang. Lokasi ini berada di sebelah timur wilayah Kabupaten Indramayu yang mempunyai klimatologis relatif lebih kering. Sementara itu untuk lokasi lainnya, kedua luaran model SPGP dan SPGPPLSR menghasilkan nilai r yang relatif baik dengan r > 0,5. Secara umum luaran model SPGP-PLSR memiliki nilai r yang lebih baik daripada luaran model SPGP untuk time lag 2 bulan dari data SML JRA-25. Baik untuk nilai r maksimum, r minimum, maupun r reratanya.
Medan Kesalahan Akar Kuadrat Rerata Medan nilai RMSE untuk luaran model SPGP dan SPGP-PLSR dengan time lag 1 bulan dengan prediktor data SML JRA-25 disajikan pada Gambar 4.2.3 (a) dan Gambar 4.2.3 (b). Nilai tertinggi luaran model SPGP dengan RMSE = 143 mm/bulan terjadi di lokasi Jatibarang, sementara itu nilai terendah RMSE = 32 mm/bulan terjadi di lokasi Wanguk. Nilai rerata spasial RMSE = 96 mm/bulan. Sementara itu nilai tertinggi dari luaran model SPGP-PLSR dengan RMSE = 137 mm/bulan terjadi di lokasi Bondan, sementara itu nilai terendah RMSE = 35 mm/bulan terjadi di lokasi Wanguk. Nilai rerata spasial RMSE = 97 mm/bulan. Rerata nilai RMSE tidak berbeda jauh antara luaran model SPGP dan model SPGP-PLSR untuk time lag 1 bulan dengan prediktor data SML JRA-25. Hanya terpaut 1 mm/bulan. Kondisi ini menunjukkan bahwa luaran model SPGP sedikit lebih baik daripada luaran model SPGP-PLSR. Namun demikian, nilai RMSE maksimum nampak relatif lebih baik untuk luaran model SPGP-PLSR daripada luran model SPGP. Sedangkan untuk RMSE minimum, maka luaran model SPGP menunjukkan hasil yang lebih baik daripada luaran model SPGP-PLSR. Secara spasial luasan wilayah Kabupaten Indramayu yang memiliki arsir warna lebih muda nampak hampir sama untuk luaran model SPGP dan luaran model SPGP-PLSR. Luasan dengan arsir warna yang lebih muda menunjukkan semakin rendah nilai RMSE diperoleh. Mengingat hasil terbaik RMSE adalah bernilai kecil atau mendekati nol, berarti semakin baik luaran model yang bersangkutan. Untuk itu luaran model SPGP nampak sedikit lebih baik daripada luaran model SPGP-PLSR dalam kasus ini. Hasil ini menunjukkan bahwa luaran model SPGP memiliki nilai RMSE yang relatif lebih baik daripada luaran model SPGP-PLSR untuk time lag 1 bulan dengan prediktor data SML JRA-25.
39
(a)
(b) Gambar 4.2.3 Medan nilai RMSE luaran (a) model SPGPdan (b) model SPGPPLSR di Kabupaten Indramayu menggunakan prediktor data SML JRA-25 time lag 1 bulan
40
(a)
(b) Gambar 4.2.4 Medan nilai RMSE luaran (a) model SPGP dan (b) model SPGPPLSR di wilayah Kabupaten Indramayu menggunakan prediktor data SML JRA-25 time lag 2 bulan
41
Medan nilai RMSE untuk luaran model SPGP dan SPGP-PLSR dengan time lag SML JRA-25 2 bulan disajikan pada Gambar 4.2.4 (a) dan Gambar 4.2.4 (b). Nilai tertinggi luaran model SPGP dengan RMSE = 181 mm/bulan terjadi di lokasi Jatibarang, sementara itu nilai terendah RMSE = 32 mm/bulan terjadi di lokasi Wanguk. Nilai rerata spasial RMSE = 108 mm/bulan. Nilai tertinggi luaran model SPGP-PLSR dengan RMSE = 142 mm/bulan terjadi di lokasi Bondan, sementara itu nilai terendah RMSE = 37 mm/bulan terjadi di lokasi Wanguk. Nilai rerata spasial RMSE = 92 mm/bulan. Rerata nilai RMSE sangat berbeda jauh antara luaran model SPGP dan model SPGP-PLSR untuk time lag 2 bulan dengan prediktor data SML JRA-25 ini. Terpaut 16 mm/bulan dengan luaran model SPGP-PLSR relatif lebih baik daripada luaran model SPGP. Nilai RMSE maksimum nampak lebih rendah untuk luaran model SPGP-PLSR daripada luran model SPGP dengan perbedaan nilai RMSE = 39 mm/bulan. Sedangkan untuk RMSE minimum, maka luaran model SPGP menunjukkan hasil yang relatif lebih baik daripada luaran model SPGPPLSR dengan perbedaan nilai RMSE = 5 mm/bulan. Secara spasial luasan wilayah Kabupaten Indramayu yang memiliki arsir warna lebih muda nampak lebih luas untuk luaran model SPGP-PLSR daripada luaran model SPGP. Luasan dengan arsir warna yang lebih muda memiliki nilai RMSE yang lebih rendah. Berarti semakin baik keandalan luaran model SPGPPLSR tersebut. Dengan demikian luaran model SPGP-PLSR nampak memiliki hasil yang lebih baik daripada luaran model SPGP. Hasil ini menunjukkan bahwa luaran model SPGP-PLSR memiliki nilai RMSE yang relatif lebih baik daripada luaran model SPGP untuk time lag 2 bulan dengan prediktor data SML JRA-25.
Pendugaan Nilai KAT Berbasis Luaran Model SPGP dan SPGP-PLSR
Nilai KAT untuk wilayah Kabupaten Indramayu diduga setelah diperoleh nilai prediksi total hujan bulanan luaran model SPGP dan luaran model SPGPPLSR. Berbasis pada nilai prediksi total hujan bulanan luaran model SPGP, maka dapat dilakukan pendugaan nilai KAT(SPGP). Sementara itu berbasis pada nilai prediksi total hujan bulanan luaran model SPGP-PLSR, dapat dilakukan pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR). Kedua nilai KAT dimaksud bersifat dugaan atau prediksi karena dihitung berdasarkan pada hasil prediksi total hujan bulanan luaran model SPGP dan luaran model SPGP-PLSR. Periode evaluasi digunakan data tahun 2006-2009. Dalam evaluasi hasil pendugaan nilai KAT(SPGP) dan nilai KAT(SPGP-PLSR) digunakan rujukan hasil perhitungan KAT berbasis pada data total hujan bulanan hasil observasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui peranan fluktuasi data SML JRS-25 sebagai prediktor dalam perbaikan hasil perhitungan pendugaan nilai KAT(SPGP) secara spasial di wilayah Kabupaten Indramayu.
42
Pendugaan Nilai KAT Berbasis Luaran Model SPGP Sebanyak 16 series data total hujan bulanan luaran model SPGP dari 16 titik lokasi observasi digunakan sebagai dasar penghitungan pendugaan nilai KAT(SPGP) bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu. Sebagai contoh hasil perhitungan nilai KAT(SPGP) bulanan di beberapa lokasi disajikan pada Gambar 4.3.1 (a) untuk lokasi Anjatan dan Gambar 4.3.1 (b) untuk lokasi Juntinyuat. Kurva warna merah menunjukkan nilai KAT(SPGP) bulanan yang dihitung berdasarkan pada nilai prediksi curah hujan bulanan luaran model SPGP. Sementara itu kurva warna biru menunjukkan nilai KAT(OBS) bulanan yang dihitung berdasarkan pada nilai curah hujan bulanan hasil observasi. 400
Anjatan (2001-2009)
KAT (mm/bulan)
350 300 250 200
Obs
150
SPEP
100 50 0 1
13
25
37
49
61
73
85
97
Bulan
(a) 400
Juntinyuat (2001-2009)
KAT (mm/bulan)
350 300 250 200
Obs
150
SPEP
100 50 0 1
13
25
37
49
61
73
85
97
Bulan
(b) Gambar 4.3.1 Pendugaan nilai KAT(SPGP) bulanan di (a) lokasi Anjatan dan (b) lokasi Juntinuat berbasis luaran model SPGP
43
Untuk lokasi Anjatan yang disajikan pada Gambar 4.3.1 (a) menunjukkan bahwa nilai KAT(SPGP) umumnya menghasilkan luaran yang lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai KAT(OBS). Pada umumnya nilai KAT(SPGP) menunjukkan kondisi yang relatif lebih kering ketimbang nilai KAT(OBS). Tahun 2001, 2008, dan 2009 nilai KAT(SPGP) menunjukkan kesesuaian yang sangat baik dengan nilai KAT(OBS) dengan menghasilkan nilai yang mendekati kondisi lapangnya. Untuk lokasi Anjatan didapat nilai r = 0,69. Untuk lokasi Juntinyuat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3.1 (b), nampak bahwa nilai KAT(SPGP) dan nilai KAT(OBS) menunjukkan kesesuaian fase yang cukup baik. Namun secara umum nilai KAT(SPGP) menunjukkan kondisi yang relatif lebih kering ketimbang nilai KAT(OBS). Bahkan pada tahun 2008 nilai KAT(SPGP) menunjukkan hasil yang paling rendah. Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi Pearson (r) didapat sebesar r = 0,63. Nilai KAT(SPGP) untuk seluruh wilayah Kabupaten Indramayu di 16 lokasi data pengamatan menunjukkan kondisi yang cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan nilai r yang bervariasi selama periode evaluasi. Maksimum diperoleh nilai r = 0,84 dengan minimum nilai r = 0,41 serta rerata nilai r = 0,66.
Pendugaan Nilai KAT Berbasis Luaran Model SPGP-PLSR Sementara itu hasil perhitungan pendugaan nilai KAT bulanan berbasis pada luaran model SPGP-PLSR total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu disajikan pada Gambar 4.3.2 (a) untuk lokasi Anjatan dan Gambar 4.3.2 (b) untuk lokasi Juntinyuat. Untuk lokasi Anjatan yang disajikan pada Gambar 4.3.2 (a) menunjukkan bahwa nilai KAT(SPGP-PLSR) diperoleh cukup baik dalam tahun 2006-2009 bila dibandingkan dengan nilai KAT(OBS). Pada umumnya nilai KAT(SPGP-PLSR) mampu menunjukkan kondisi yang relatif mendekati nilai KAT(OBS). Hanya saja nilai KAT(SPGP-PLSR) diperoleh agak lebih kering pada tahun 2002-2005. Nilai koefisien korelasi Pearson (r) didapat r = 0,93. Nilai r ini menunjukkan perbaikan terhadap nilai KAT(SPGP) yang diperoleh sebelumnya. Untuk lokasi Juntinyuat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3.2 (b), nampak bahwa nilai KAT(SPGP-PLSR) dan nilai KAT(OBS) memiliki kesesuaian yang cukup baik dalam kesesuaian fase. Untuk kasus tahun 2006-2009 nilai KAT(SPGP-PLSR) nampak menunjukkan harga yang sangat sesuai dengan nilai KAT(OBS). Nilai KAT(SPGP-PLSR) menynjukkan kondisi yang lebih kering pada tahun 2001-2005. Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi Pearson (r) didapat sebesar r = 0,74 yang merupakan nilai r yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil nilai r yang didapat dari nilai KAT(SPGP) sebelumnya.
44
400
Anjatan (2001-2009)
KAT (mm/bulan)
350 300 250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100 50 0 1
13
25
37
49
61
73
85
97
Bulan
(a) 400
Juntinyuat (2001-2009)
KAT (mm/bulan)
350 300 250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100 50 0 1
13
25
37
49
61
73
85
97
Bulan
(b) Gambar 4.3.2 Pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) bulanan di (a) lokasi Anjatan dan (b) lokasi Juntinyuat berbasis luaran model SPGP-PLSR Gambaran spasial medan nilai koefisien korelasi Pearson (r) untuk pendugaan nilai KAT berbasis luaran model SPGP atau KAT(SPGP) dapat dilihat pada Gambar 4.3.3 (a). Sementara itu gambaran medan nilai koefisien korelasi Pearson (r) dari nilai KAT berbasis luaran model SPGP-PLSR atau KAT(SPGP_PLSR) dapat dilihat pada Gambar 4.3.3 (b). Kenaikan nilai r yang signifikan ditunjukkan dalam medan nilai r KAT(SPGP-PLSR) dengan semakin banyak wilayah yang mendapatkan arsir warna merah lebih gelap daripada medan nilai r hasil perhitungan KAT(SPGP). Nilai KAT(SPGP) menghasilkan kisaran nilai r = 0,41 - 0,84 dengan rerata nilai r = 0,66. Sementara itu, nilai KAT(SPGP-PLSR) menghasilkan kisaran nilai r = 0,57 - 0,93 dengan rerata nilai r = 0,76. Hal ini membuktikan bahwa perhitungan nilai koefisien korelasi Pearso (r) secara spasial pada umumnya
45
meningkat selama masa evaluasi 2006-2009 untuk nilai KAT(SPGP-PLSR) daripada nilai KAT(SPGP) sebelumnya.
(a)
(b) Gambar 4.3.3 Medan nilai koefisien korelasi Pearson r (2006-2009) dari pendugaan (a) nilai KAT(SPGP) dan (b) nilai KAT(SPGP-PLSR) di wilayah Kabupaten Indramayu
46
KAT (mm); Produksi (*10 ton)
Nilai r yang didapat dari perhitungan KAT(SPGP-PLSR) untuk seluruh wilayah Kabupaten Indramayu di 16 lokasi data pengamatan menunjukkan 69% meningkat dari nilai r perhitungan KAT(SPGP), 2% menunjukkan nilai r yang tetap, dan hanya 3% menunjukkan nilai r yang turun. Kondisi yang lebih baik ditunjukkan oleh perhitungan KAT(SPGP-PLSR) dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari perhitungan nilai KAT(SPGP) terhadap nilai KAT(OBS) yang bersangkutan. Untuk itu secara umum dapat dikatakan bahwa perhitungan nilai KAT(SPGP-PLSR) menghasilkan luaran yang lebih baik secara signifikan daripada perhitungan nilai KAT(SPGP). 600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Anjatan (2006-2009)
Prod KAT
1
13
25
37
Bulan
KAT (mm); Produksi (*10 ton)
(a) 600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Juntinyuat (2006-2009)
Prod KAT
1
13
25
37
Bulan
(b) Gambar 4.3.4 Kaitan antara pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) dengan total produksi padi di (a) lokasi Anjatan dan (b) lokasi Juntinyuat Selanjutnya kaitan antara nilai KAT(SPGP-PLSR) dengan total produksi padi untuk beberapa lokasi di wilayah Kabupaten Indramayu disajikan pada Gambar 4.3.4 (a) untuk lokasi Anjatan dan (b) untuk lokasi Juntinyuat. Dalam kurva, maka kolom warna merah menunjukkan nilai KAT(SPGP-PLSR) bulanan dengan satuan mm/bulan dan kolom warna biru menunjukkan total produksi padi dalam satuan ton. Angka pada absis menunjukkan Bulan Januari tahun yang
47
bersangkutan. Angka 1 menunjukkan Bulan Januari 2006, angka 13 menunjukkan Bulan Januari 2007 dan seterusnya hingga angka 37 menunjukkan Bulan Januari 2009. Untuk lokasi Anjatan seperti yang tampak pada Gambar 4.3.4 (a), perhitungan nilai KAT(SPGP-PLSR) bulanan menunjukkan nilai yang hanya dapat mencapai 250 mm/bulan untuk tahun 2008. Sementara itu untuk tahuntahun lainnya, nilai perhitungan KAT(SPGP-PLSR) menunjukkan nilai yang lebih rendah. Pada umumnya nilai KAT(SPGP-PLSR) yang tinggi bertururan selama 3 bulan atau lebih akan selalu diikuti oleh produksi padi maksimum. Produksi padi maksimum mencapai kurang dari 5.500 ton yang dapat dicapai pada tahun 2009. Pada lokasi Juntinyuat yang tampak pada Gambar 4.3.4 (b), maka nilai KAT(SPGP-PLSR) selalu berada pada level di bawah nilai 300 mm/bulan. Bahkan pada tahun 2008 hanya mencapai nilai maksimum KAT(SPGP-PLSR) sebesar kurang dari 150 mm/bulan. Pada umumnya nilai KAT(SPGP-PLSR) tinggi bertururan lebih dari 3 bulan akan selalu diikuti oleh produksi padi maksimum. Kecuali untuk tahun 2008, walaupun nilai KAT(SPGP-PLSR) diperoleh sangat rendah namun produksi padi masih dapat berlangsung hingga 2.500 ton yang dapat dicapai pada tahun 2007. Berdasarkan pada Gambar 4.3.4 (a) dan Gambar 4.3.4 (b) tersebut nampak hasil perhitungan nilai KAT(SPGP-PLSR) tidak menunjukkan nilai yang seragam di semua lokasi. Hal ini berkaitan dengan inputan dari total hujan bulanan yang diperoleh suatu lokasi yang bersangkutan. Pencapaian hasil produksi juga tidak sama di setiap lokasi walaupun perhitungan nilai KAT(SPGP-PLSR) mampu menunjukkan nilai signifikan beberapa bulan sebelumnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan nilai KAT(SPGP-PLSR) yang signifikan untuk 3 bulan di depan atau lebih umumnya dapat diikuti oleh pencapaian produksi beras maksimum. Luaran hasil perhitungan nilai KAT(SPGP-PLSR) dapat digunakan untuk memprediksi besarnya produksi padi di wilayah Kabupaten Indramayu.
48
49
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu telah berhasil dirancang, dikonstruksi, dan dibentuk dalam wujud persamaan model gabungan. Model SPGP ini telah diaplikasikan di wilayah Kabupaten Indramayu. Data total hujan bulanan series 1981-1990 digunakan sebagai dasar untuk memperoleh luaran model SPT. Berbasis pada luaran 4 (empat) model SPT tersebut didapat masing-masing nilai r yang selanjutnya dijadikan sebagai nilai pembobot dalam membentuk persamaan model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu. Luaran model SPGP secara spasial telah dievaluasi keandalannya. Luaran model SPGP pada umumnya menghasilkan nilai r spasial yang lebih baik daripada masing-masing luaran model SPT pembentuk SPGP dimaksud untuk kasus di wilayah Kabupaten Indramayu. Luaran model SPGP dapat digunakan untuk memperbaiki luaran model SPT pembentuknya. Penggunaan model SPGP di lapangan telah dilakukan dengan memahami peranan data SML JRA-25 dengan time lag 1 dan 2 bulan sebagai nilai prediktor juga telah dievaluasi menggunakan series data tahun 2001-2009 dengan menggunakan teknik PLSR. Pada umumnya secara spasial luaran model SPGPPLSR menunjukkan hasil nilai r yang lebih baik dan nilai RMSE yang lebih rendah untuk prediksi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu dibandingkan dengan luaran model SPGP. Data SML JRA-25 dengan time lag 2 bulan di sekitar wilayah Kabupaten Indramayu merupakan prediktor yang baik untuk digunakan dalam melakukan prediksi total hujan bulanan. Pengunaan model SPGP untuk menduga nilai KAT telah dilakukan. Nilai KAT(SPGP-PLSR) bulanan dihitung berdasarkan pada luaran model SPGPPLSR. Hasilnya menunjukkan kondisi yang signifikan berkaitan dengan hasil produksi padi maksimum. Nilai signifikan KAT(SPGP-PLSR) bulanan untuk 3 bulan atau lebih secara berturutan pada umumnya diikuti oleh hasil produksi maksimum padi di wilayah Kabupaten Indramayu. Nilai KAT(SPGP-PLSR) bulanan dapat diprediksi dengan baik menggunakan luaran model SPGP-PLSR sehingga model SPGP-PLSR dapat digunakan dan valid untuk memprediksi total hujan bulanan dan nilai KAT. Selanjutnya pendugaan nilai KAT inilah yang dapat digunakan untuk mendukung program ketahanan pangan di wilayah Kabupaten Indramayu.
Saran Untuk memahami karakteristik model SPGP dan SPGP-PLSR secara lebih lengkap perlu dilakukan penelitian pada wilayah yang berbeda dengan wilayah Kabupaten Indramayu. Model SPGP dan SPGP-PLSR perlu diaplikasikan pada wilayah lahan kering dimana pasokan air hanya bersumber dari hujan natural saja. Wilayah Kabupaten Indramayu yang relatif datar dan dilengkapi dengan sarana irigasi teknis tentunya akan sangat berbeda dengan wilayah lain yang tidak memiliki sarana irigasi teknis sama sekali. Karakteristik luaran model SPGP
50
maupun SPGP-PLSR dalam pendugaan nilai KAT yang berkaitan dengan puncak produksi padi, sudah tentu berlainan hasilnya antara wilayah yang memiliki sarana irigasi teknis terhadap wilayah lahan kering yang tidak memiliki sarana irigasi teknis sama sekali.
51
DAFTAR PUSTAKA Barry R.G., Chorley R.J. 1998. Atmosphere, Weather, and Climate. Seventh Edition, Routledge Publisher, London, 409 hal. Berner J., Ha S.Y., Hacker J.P., Fournier A., Snyder C. 2011. Model uncertainty in a mesoscale ensemble prediction system: Stochastic versus multiphysics representations. Mon. Wea. Rev. 139, 1972-1995. [BMG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2003. Prakiraan Musim Untuk Pertanian Di Kabupaten Indramayu. Laporan Penelitian TA 2003, PUSAT SISDATIN Klimatologi dan Kualitas Udara, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. [BMG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2004. Prakiraan Musim Untuk Pertanian di 10 Kabupaten Model Statistik Hybrid. Laporan Penelitian TA 2004, Pusat Penelitian dan Pengembangan, BMG, Jakarta, 122 hal. [BMG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2005. Pengembangan dan Evaluasi Model Iklim Statistik Hibrid Skala Global, Regional, dan Lokal Untuk Prakiraan, Simulasi, dan Aplikasi Sektoral. Laporan Penelitian TA 2005, Pusat Penelitian dan Pengembangan, BMG, Jakarta, 234 hal. [BMG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2006. Prakiraan Musim Kemarau Tahun 2006 di Indonesia. Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta, 67 hal. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2011. Kajian multimodel ensemble prediksi iklim dan validasi teknik multivariat. Laporan Penelitian TA 2011. Pusat Penelitian dan Pengembangan, BMKG, Jakarta. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2012. Analisis tingkat kekeringan, analisis tingkat ketersediaan air tanah, dan prakiraan tingkat ketersediaan air tanah. Bul. Agroklimat. Vol. 1 No. 5 edisi Mei 2012. Bruce J.P., Clark R.H. 1977. Introduction to Hydrometeorology. Pergamon Press, Oxford, UK, 319 hal. Carcia B.I.L., Sentelhas P.C., Tapia L., Sparovek G. 2008. Filling in missing rainfall data in the Andes region of Venezuela, based on a cluster analysis approach. Rev. Bras. Agrometeorologis. 14 (2): pp. 225-233, ISSN 01041347. Conrad V., Pollak L.W. 1950. Methods in Climatology. Harvard University Press, Cambridge, 458 hal. Demeritt D., Cloke H., Pappenberger F., Thielen J., Bartholmes J., Ramos, M.H. 2007. Ensemble predictions and perception of risk, uncertainty, and error in flood forecasting. Environmental Hazards, Vol. 7, pp.: 115-127. Estiningtyas W. 2007. Pengaruh tenggang waktu (time lag) antara curah hujan dengan suhu permukaan laut Nino 3.4 tergadap performa model prediksi hujan. J. Met. Geo. 8, 14-27. Frederiksen J.S., Collier M.A., Watkins A.B. 2004. Ensemble prediction of blocking regime transitions. Tellus, 56A, 485-500. Froude L.S. 2011. Interactive Grand Global Ensemble (TIGGE): Comparison of the prediction of Southern Hemisphere Extratropical Cyclones by different ensemble prediction system. Weather and Forecasting, Vol. 26, DOI: 10.1175/2010WAF2222457.1, hal. 388-398.
52
Gunawan D., Gravenhorst G. 2005. Correlation Between ENSO Indices and Indonesian Precipitation. J. Met. Geo. Vol. 6 No. 4 Desember 2005, ISBN 1411-3082, hal. 54-62. Gunawan D. 2006. Atmospheric Variability in Sulawesi Indonesia: Regional Atmospheris Model Results and Observations. Disertasi. Universitas Goettingen, Jerman. Hadi W. 1987. Aktifitas Konveksi Cumulus. Jakarta, Bul. Met. Geo., Tahun V, No. 3, hal. 5-7. Hagedorn R., Doblas-Reyes F.J., Palmer T.N. 2005. The rationale behind the success of multi model ensemble in seasonal forecasting. Basic Concept. Tellus, 57A, 219-233. Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer Untuk Pertanian. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, IPB, Bogor, 112 hal. http://jabarprov.go.id. 2013. Profil Daerah Kabupaten Indramayu. Diakses tanggal 24 Oktober 2013. [JMA] Japan Meteorological Agency. 2010. Data reanalysis suhu muka laut Japan Meteorological Agency. http://jra.kishou.go.jp. [Akses tanggal 11 September 2010]. Jolliffe I.T., Stephenson D.B. 2003. Forecast verification: a practitioner’s guide in atmospheric science. John Wiley & Sons Ltd., The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex PO19 8SQ, England, 240 hal, ISBN 0-471-49759-2. Mallet V. 2010. Ensemble forecast of analysis: Coupling data assimilation and sequencial aggregation. Jour. Geophys. Res., XXXX, DO1:10.1029, 1-10. McGregor G.R., Nieuwolt S. 1998. Tropical climatology: An introduction to the climates of the low latitudes. Second Edition, John Wiley & Sons Ltd., Toronto, 339 hal, ISBN 0-471-96611-8. Murdiyarso. 1979. Perhitungan dan Model Neraca Air Daerah Aliran Sungai Solo Hulu. Tesis Magister. Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor. Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Penerbit PT Ghalia Indonesia, Jakarta, 544 hal. Nieuwolt S. 1978. An introduction to the climate of the low latitudes. John Wiley & Sons, Toronto, 207 hal., ISBN 0-471-99406-5. Park Y.Y. 2006. Recent development of ensemble forecast system. ASEAN-ROK Cooperation Training Workshop for the Use of Numerical Weather Prediction Products, KMA, Seoul, South Korea, 93-177. Prahasta E. 2005. Sistem Informasi Geografis: Tutorial ArcView. Penerbit Informatika, Bandung, 456 hal. Pusmahasib. 2002. Perhitungan Neraca Energi dan Neraca Air Pada Tanaman Padi. Jurusan Geofisika dan Meteoirologi, FMIPA, IPB, Bogor. Qian J.H. 2008. Why precipitation is mostly concentrated over island in the Maritime Continent. J. Atmos. Sci. Vol. 65, pp.: 1428-1441. Qian J.H., Robertson A.W., Moron V. 2010. Interaction among ENSO, the Monsoon, and Diurnal Cycle in rainfall variability over Java, Indonesia. J. Atmos. Sci. Vol. 67, pp.: 3509-3524. Qian J.H., Zubair L. 2010. The effect of grid spacing and domain size on the quality of ensemble regional climate downscaling over South Asia during the Northerly Monsoon. Mon. Wea. Rev. Vol. 138, pp. 2780-2802.
53
Ramage C.S. 1971. Monsoon Meteorology. International Geophysics Series, Academic Press Inc., New York. Robertson A.W., Moron V., Swarinoto Y.S. 2009. Seasonal prediction of daily rainfall statistics over Indramayu district, Indonesia. Int. J. Climatol. (RMetS) 29: pp. 1449-1462. Sandy I.M. 1995. Atlas Republik Indonesia. Penerbit PT Indograf Bakti dan Jurusan Geografi FMIPA-UI, Depok. Sonjaya I., Kurniawan T., Munir M., Wiratri M., Khairullah. 2009. Uji aplikasi HyBMG versi 2.0 untuk prakiraan curah hujan pola monsunal, ekuatorial, dan lokal. Bul. Met. Klim. Geo., Vol.5 No. 3, hal.: 323-339. Sosrodarsono, S., Takeda, K. 2006. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: Penerbit PT Pradnya Paramita, 226 hal. Spiridonov V., Curic, M. 2010. An Introduction to Meteorology. ISBN 978-60865175-0-2. Cobiss, Macedonia, MK, 245 hal. Sulistio B. 2002. Desain Konstruksi Neraca Air Lahan (Studi Kasus Jawa Timur). Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, IPB, Bogor. Swarinoto Y.S. 2001. Downscaling of Wind and Precipitation Over Indonesia dalam Report ofIntensive Course on Dynamical Downscaling of Seasonal to Interannual Climate Prediction, Ward, M.N. & L., Sun (Ed.), The International Research Institute for Climate Prediction, Palisades, NY, hal. 85 – 101. Swarinoto Y.S., Suyono H. 2001. Peluang Kejadian Curah Hujan Harian di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Sekitarnya Untuk Bulan Januari Selama 10 Tahun Terakhir. J. Met. Geo., Vol. 2, hal. 9 – 16. Swarinoto Y.S., Basuki. 2004. Kaitan Curah Hujan Musiman dan Produksi Tanaman Pangan di Propinsi Jawa Timur. Dalam Arsil Saleh (Ed.) Prosiding: Seminar Nasional Inovasi Teknologi Sumber Daya Tanah dan Iklim, Prosiding Seminar, Departemen Pertanian Republik Indonesia, hal.: 345-355. Swarinoto Y.S. 2004b. Peranan timelag suhu muka laut dalam simulasi prakiraan curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu. Studi Kasus Bulan Oktober 2002. J. Met. Geo. Vol. 5 No. 1, Januari – Maret 2004, hal.: 73 – 80. Swarinoto Y.S. 2006. Analisis pola spasial curah hujan Jawa Barat bagian Utara dan prediksinya. Tesis Magister. Jurusan Geografi, FMIPA-UI, Depok, 110 hal. Swarinoto Y.S., Widiatmoko H., Hariadi M.H. 2008. Analisis dinamis terkait hujan ekstrim penyebab banjir di Jakarta dan sekitar tanggal 1 Februari 2008. Bul. Met. Geo. Vol. 4 No. 1 Edisi Maret 2008, Jakarta, hal. 76-96. Swarinoto Y.S., Wigena A.H. 2011. Statistical downscaling suhu muka laut global untuk prediksi total hujan bulanan menggunakan teknik PLSR. J. Met. Geo. Vol. 11 (1). Swarinoto, Y.S., Koesmaryono, Y., Aldrian, E., Wigena, A.H. 2012. Model sistem prediksi ensemble total hujan bulanan dengan nilai pembobot (Kasus wilayah Kabupaten Indramayu). J. Met. Geo. Vol. 13 (3) hal. 189-200. Swarinoto, Y.S., Koesmaryono, Y., Aldrian, E., Wigena, A.H. 2013. Pengaruh time lag SML sebagai prediktor dalam model SPGP prakiraan hujan bulanan di Kabupaten Indramayu. J. Met. Geo. Vol. 14 (1) hal. 33-43.
54
Taylor J.W., Buizza R. 2002. Neural network load forecasting with weather ensemble predictions. IEEE Trans. On Power System, Vol. 17, pp. 626632. Thornthwaite, C.W., Mather, J.R. 1957. Instructions and Tables for Computing Potential Evapotranspiration and the Water Balance. Centerton N.J.: Drexel Institute of Technology, Laboratory of Climatology, Publication in Climatology Vol. X No. 3, 311 hal. Tjasyono B., Harijono S.W.B. 2006. Meteorologi Indonesia 2. Penerbit Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta, 173 hal., ISBN 979-99507-6-7. Tresnawati R., Komalasari K.E. 2011. Skenario tenggang waktu SST Nino 3.4 terhadap curah hujan untuk meningkatkan akurasi prediksi Kalman Filter. J. Met. Geo., 12, 241-249. Torrence C., Compo G.P. 1998. A Practical Guide to Wavelet Analysis. Bull. Meteor. Soc., Vol. 79 No. 1, 61-78. Usman H., Akbar R.P.S. 2000. Pengantar Statistik. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 323 hal, ISBN 979-526-277-7. Viney N.R., Croke B.E.W., Breuer L., Bormann H, Bronstert A., Freed H., Graff T., Hubrechts L., Huisman J.A., Jakeman A.J., Kite G.W., Lanini J., Leavesley G., Lettenmaier D.P., Lindstrom G.,Seibert J., Sivapalan M., Willem P. 2005. Ensemble modeling of the hydrological impacts of land use change. German Science Foundtion & Collaborative Research Center, hal. 2967- 2973. Walford, N. 1996. Geographical Data Analysis. John Willey & Sons Ltd., Chichester, England, 446 hal. Wang J., Zhenzhen K., Liang J. 2002. Facial Feature Point Extraction by partial least square regression. http://citeseer.ist.psu.edu. [Akses 25 July 2007]. Wilks D.S. 1995. Statistical Methods in the Atmospheric Sciences.Academic Press Inc., San Diego, CA, 467 hal. Wigena A.H. 2010. Regresi Kuadrat Terkecil Parsial: Suatu Teknik Statistical Downscaling. Departemen Statistik, IPB, Bogor, 4 hal. Unpublished. Wirjohamidjojo, S., Ratag, M.A. 2006. Kamus Istilah Meteorologi Aeronautik. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi dan Geofisika, 193 hal. Wirjohamidjojo S., Swarinoto Y.S. 2007. Praktek Meteorologi Pertanian. Penerbit Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta, 192 hal, ISBN 978-9791241-04-5. Wiryajaya I.N.G., Purbawa I.G.A., Putra M.D.J. 2009. Validasi spasial model ARIMA, ANFIS, Wavelet, dan TISEAN untuk prakiraan curah hujan di Bali. Bul. Met. Klim. Geo., Vol. 5 No. 4, hal.: 353-368. Yun W.T., Stefanova L., Krishnamurti T.N. 2003. Improvement of the multimodel superensemble technique for seasonal forecast. J. Climate, 16, 3834-3840. Yun W.T., Stefanova L., Mitra A.K., Vijaya Kumar T.S.V., Dewar W., Krishnamurti T.N. 2005. A multi-model superensemble algorithm for seasonal climate prediction using DEMETER forecast. Tellus (2005), 57A, 280-289.
55
Lampiran 1 Data grid SML JRA-25 dengan resolusi 1° x 1° di sekitar wilayah Kabupaten Indramayu (106° - 111° BT, 4° - 10° LS) yang digunakan dalam pengolahan data penelitian ini.
56
Lampiran 2 Hasil prediksi total hujan bulanan di beberapa lokasi dalam wilayah Kabupaten Indramayu menggunakan model SPT dan SPGP (warna hitam untuk data observasi, warna orange untuk SPGP, dan warna putus-putus untuk SPT) 1000
1000
Anjatan (2001-2009)
900
800
700 600
ANFIS WANFIS
500
WARIMA
400
ARIMA OBS
300
Total Hujan Bulanan (mm)
Total Hujan Bulanan (mm)
Bangkir (2001-2009)
900
800
ENSEM
200
700 600
ANFIS
500
WANFIS WARIMA
400
ARIMA
300
Obs
200
Ensem
100
100
0
0 1
13
25
37
49
61
73
85
1
97
13
25
37
49
1000
700 600
ANFIS
500
WANFIS WARIMA
400
ARIMA
300
Obs
200
Ensem
700 600
ANFIS WANFIS
500
WARIMA
400
ARIMA Obs
300
Ensem
200 100
0 1
13
25
37
49
61
73
85
0
97
1
Bulan
1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
1000
Bugis (2001-2009)
900
ANFIS WANFIS WARIMA ARIMA
800
Obs
13
25
37
1000
37
49
61
73
85
97
49Bulan 61
73
85
Bulak (2001-2009)
700 600
ANFIS
500
WANFIS WARIMA
400
ARIMA
300
Obs
200
Ensem
0
97
Bulan
1000
Cidempet (2001-2009)
900
25
100
Ensem
1
13
Bulan
Total Hujan Bulanan (mm)
Total Hujan Bulanan (mm)
97
800
100
900
Cikedung (2001-2009)
800
700 600
ANFIS WANFIS
500
WARIMA
400
ARIMA OBS
300
Ensem
Total Hujan Bulanan (mm)
800 Total Hujan Bulanan (mm)
85
Bondan (2001-2009)
900
Total Hujan Bulanan (mm)
Total Hujan Bulanan (mm)
800
73
1000
Bantarhuni (2001-2009)
900
61 Bulan
Bulan
700 600
ANFIS
500
WANFIS WARIMA
400
ARIMA
300
OBS Ensem
200
200
100
100 0
0 1
13
25
37
49
61 Bulan
73
85
97
Bulan
57
1000
Juntinyuat (2001-2009)
900 800
700 600
ANFIS
500
WANFIS WARIMA
400
ARIMA
300
OBS
200
Total Hujan Bulanan (mm)
800 Total Hujan Bulanan (mm)
1000
Jatibarang (2001-2009)
900
700 600
ANFIS
500
WANFIS WARIMA
400
ARIMA
300
OBS
200
Ensem
Ensem
100
100
0
0 1
13
25
37
49
61
73
85
1
97
13
25
37
49
1000
800
700 600
ANFIS
500
WANFIS WARIMA
400
ARIMA
300
OBS Ensem
200
1
700 600
ANFIS
500
WANFIS WARIMA
400
ARIMA
300
OBS
200
Ensem
13
25
37
49
61
73
85
1
97
13
25
37
49
1000
800
700 600
ANFIS
500
WANFIS WARIMA
400
ARIMA
300
OBS
200
73
85
97
Tugu (2001-1009)
900
Total Hujan Bulanan (mm)
800 Total Hujan Bulanan (mm)
1000
Sumurwatu (2001-1009)
900
61 Bulan
Bulan
Ensem
100
700 600
ANFIS
500
WANFIS WARIMA
400
ARIMa
300
Obs
200
Ensem
100
0
0
Bulan
Bulan
1000
Tugu (2001-1009)
Ujungaris (2001-2009)
900 800
700 600
ANFIS
500
WANFIS WARIMA
400
ARIMa
300
Obs
200
Ensem
100
Total Hujan Bulanan (mm)
Total Hujan Bulanan (mm)
97
0
0
800
85
100
100
900
73
Sudimampir (2001-2009)
900
Total Hujan Bulanan (mm)
800 Total Hujan Bulanan (mm)
1000
Kedokanbunder (2001-1009)
900
1000
61 Bulan
Bulan
700 600
ANFIS
500
WANFIS WARIMA
400
ARIMA
300
Obs Ensem
200 100
0
0 1
Bulan
13
25
37
49
61 Bulan
73
85
97
58
Lampiran 3 Pendugaan nilai KAT bulanan di beberapa lokasi berbasis luaran model SPGP, warna merah nilai KAT(SPGP) dan warna biru nilai KAT(OBS) 400
Bangkir (2001-2009)
350
300 250 200
Obs
150
SPEP
100
KAT (mm/bulan)
KAT (mm/bulan)
400
Anjatan (2001-2009)
350
300 250 200
Obs
150
SPEP
100 50
50
0
0 1
13
25
37
49
61
73
85
1
97
13
25
37
400
300 250 200
Obs
150
SPEP
100
1
97
300 250 200
Obs
150
SPEP
100
13
25
37
49
61
73
85
1
97
13
25
37
400
400
Bugis (2001-2009)
61
73
85
97
Bulak (2001-2009)
350
300 250 200
Obs
150
SPEP
100
KAT (mm/bulan)
350
49
Bulan
Bulan
KAT (mm/bulan)
85
0
0
300 250 200 150
Obs
100
SPEP
50
50
0 1
13
25
37
49
61
73
85
1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103
0 97
Bulan
400
Bulan
400
Cidempet (2001-2009)
Cikedung (2001-2009)
350
300 250 200
Obs
150
SPEP
100
KAT (mm/bulan)
350 KAT (mm/bulan)
73
50
50
50
300 250 200
Obs
150
SPEP
100 50
0
0 1
13
25
37
49
61
73
85
97
1
13
25
37
Bulan
400
49
61
73
85
97
Bulan
400
Jatibarang (2001-2009)
Juntinyuat (2001-2009)
350
300 250 200
Obs
150
SPEP
100
KAT (mm/bulan)
350 KAT (mm/bulan)
61
Bondan (2001-2009)
350 KAT (mm/bulan)
KAT (mm/bulan)
400
Bantarhuni (2001-2009)
350
49
Bulan
Bulan
300 250 200
Obs
150
SPEP
100 50
50
0
0 1
13
25
37
49
61
Bulan
73
85
97
1
13
25
37
49
61
Bulan
73
85
97
59
400
250 200
Obs
150
SPEP
100
Sudimampir (2001-2009)
350
300
KAT (mm/bulan0
KAT (mm/bulan)
400
Kedokanbunder (2001-2009)
350
50
300 250 200
Obs
150
SPEP
100 50
0
0 1
13
25
37
49
61
73
85
97
1
13
25
37
Bulan
400
200 150
Obs
100
SPEP
KAT (mm/bulan)
250
97
250 200
Obs
150
SPEP
100 50
0
0 1
13
25
37
49
61
73
85
97
Bulan
Bulan
400
Ujungaris (2001-2009)
Wanguk (2001-2009)
350
300 250 200
Obs
150
SPEP
100 50
KAT (mm/bulan)
KAT (mm/bulan)
85
300
50
350
73
Tugu (2001-2009)
350
1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103
KAT (mm/bulan)
400
300
400
61
Bulan
Sumurwatu (2001-2009)
350
49
300 250 200
Obs
150
SPEP
100 50
0
0 1
13
25
37
49
61
Bulan
73
85
97
1
13
25
37
49
61
Bulan
73
85
97
60
Lampiran 4 Pendugaan nilai KAT bulanan di beberapa lokasi berbasis luaran model (SPGP-PLSR), warna merah nilai KAT(SPGP-PLSR) dan warna biru nilai KAT(OBS) 400
250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100
Bangkir (2001-2009)
350
300
KAT (mm/bulan)
KAT (mm/bulan)
400
Anjatan (2001-2009)
350
300 250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100 50
50
0
0 1
13
25
37
49
61
73
85
1
97
13
25
37
400
250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100 50
97
300 250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100
13
25
37
49
61
73
85
97
1
13
25
37
Bulan
400
49
61
73
85
97
Bulan
400
Bugis (2001-2009)
Bulak (2001-2009)
350
300 250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100
KAT (mm/bulan)
350 KAT (mm/bulan)
85
0 1
300 250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100 50
50
0
0 1
13
25
37
49
61
73
85
1
97
13
25
37
400
400
Cidempet (2001-2009)
61
73
85
97
250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100
Cikedung (2001-2009)
350
300
KAT (mm/bulan)
350
49
Bulan
Bulan
KAT (mm/bulan)
73
50
0
300 250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100 50
50
0
0 1
13
25
37
49
61
73
85
1
97
13
25
37
400
400
Jatibarang (2001-2009)
61
73
85
97
250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100
Juntinyuat (2001-2009)
350
300
KAT (mm/bulan)
350
49
Bulan
Bulan
KAT (mm/bulan)
61
Bondan (2001-2009)
350
300
KAT (mm/bulan)
KAT (mm/bulan)
400
Bantarhuni (2001-2009)
350
49
Bulan
Bulan
300 250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100 50
50
0
0 1
13
25
37
49
61
Bulan
73
85
97
1
13
25
37
49
61
Bulan
73
85
97
61
400
250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100
Sudimampir (2001-2009)
350
300
KAT (mm/bulan0
KAT (mm/bulan)
400
Kedokanbunder (2001-2009)
350
50
300 250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100 50
0
0 1
13
25
37
49
61
73
85
97
1
13
25
37
Bulan
400
73
85
97
250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100
Tugu (2001-2009)
350
300
KAT (mm/bulan)
KAT (mm/bulan)
400
50
300 250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100 50
0
0 1
13
25
37
49
61
73
85
97
1
13
25
37
Bulan
400
49
61
73
85
97
Bulan
400
Ujungaris (2001-2009)
300 250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100 50
Wanguk (2001-2007)
350
KAT (mm/bulan)
350 KAT (mm/bulan)
61
Bulan
Sumurwatu (2001-2009)
350
49
300 250 200
Obs
150
SPEP-PLSR
100 50
0
0 1
13
25
37
49
61
Bulan
73
85
97
1
13
25
37
49
61
Bulan
73
85
97
62
600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Anjatan (2006-2009)
Prod KAT
13
1
25
KAT (mm); Produksi (*10 ton)
KAT (mm); Produksi (*10 ton)
Lampiran 5 Kaitan antara pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) dengan total produksi padi di beberapa lokasi dalam wilayah Kabupaten Indramayu 600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
37
Bangkir (2006-2009)
Prod KAT
13
1
600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
600
Bulak (2006-2009)
Cidempet (2006-2009)
550
Prod KAT
13
25
350 300
Prod
250
KAT
200 150 100
1
Cikedung (2006-2009)
550
400
0
500 450 400 350 300
Prod
250
KAT
200 150
KAT (mm); Produksi (*10 ton)
600
450
50
37
Bulan
KAT (mm); Produksi (*10 ton)
37
500
1
100 50
13
600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
13
600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
25 Bulan
Prod KAT
Prod KAT
13
13
37
Juntinyuat (2006-2009)
1
25 Bulan
37
25
37
Bulan
37
KAT (mm); Produksi (*10 ton)
1
25 Bulan
Jatibarang(2006-2009)
1
0
KAT (mm); Produksi (*10 ton)
25 Bulan
KAT (mm); Produksi (*10 ton)
KAT (mm); Produksi (*10 ton)
Bulan
600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Sudimampir (2006-2009)
Prod KAT
1
13
25 Bulan
37
600
Tugu (2006-2009)
550 KAT (mm); Produksi (*10 ton)
500 450 400 350 300
Prod
250
KAT
200 150 100 50
KAT (mm); Produksi (*10 ton)
63
600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Wanguk (2006-2009)
Prod KAT
1
0 1
13
25 Bulan
37
13
25 Bulan
37
64
Lampiran 6 Total hujan bulanan rerata untuk lokasi Anjatan (ANJ) dan lokasi Juntinyuat (JUN) tahun 1990, 2000, dan 2010
65
RIWAYAT HIDUP Yunus Subagyo Swarinoto. Lahir di Kota Blitar, Jawa Timur, pada tanggal 24 Oktober 1957 dari pasangan Ayah Nicolaas Swarinoto (Almarhum) dan Ibu Soeminem. Setelah tamat dari Sekolah Menegah Atas Negeri di Blitar tahun 1976, melanjutkan studi di Jakarta. Lulus Pendidikan Pengamat (Observer) Meteorologi dari Pusat Pendidikan dan Latihan Meteorologi dan Geofisika Jakarta pada tahun 1977. Lulus Sarjana Muda Ilmu Publisistik dari Sekolah Tinggi Publisistik (sekarang Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, IISIP) Jakarta pada tahun 1984. Lulus Pendidikan Prakirawan (Forecaster) Meteorologi dari Akademi Meteorologi dan Geofisika Jakarta pada tahun 1986. Lulus Sarjana (S1) dari Universitas Indonesia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Fisika dengan Bidang Studi Fisika Atmosfer dan Meteorologi pada tahun 1996. Lulus Magister (S2) Ilmu Geografi Fisik dari Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Depok pada tahun 2006. Sejak tahun 2009, penulis menempuh pendidikan program doktor (S3) dengan mayor Klimatologi Terapan di Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA Institut Pertanian Bogor. Sejak tahun 1978 bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Pusat Meteorologi dan Geofisika (PMG) Jakarta pada Sub Bidang Riset Klimatologi. Tahun 2002 diangkat menjadi Koordinator Sub Bidang Analisa Klimatologi dan Kualitas Udara di Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Jakarta. Kemudian pada tahun 2004 ditunjuk sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha Pusat Penelitian dan Pengembangan BMG Jakarta. Selanjutnya pada tahun 2006 dilantik menjadi Kepala Bidang Managemen Data Klimatologi dan Kualitas Udara di Pusat Sistem Data dan Informasi (SISDATIN) Klimatologi dan Kualitas Udara BMG Jakarta. Pada November 2008 ditetapkan menjadi Kepala Bidang Manajemen Data Meteorologi di Pusat SISDATIN Meteorologi BMG Jakarta. Lalu pada tanggal 1 Mei 2009 diangkat menjadi Kepala Bidang Manajemen Database di Pusat Database Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jakarta. Pada tanggal 8 November 2010 ditunjuk sebagai Kepala Pusat Meteorologi Publik di Kedeputian Bidang Meteorologi BMKG. Mulai 4 Januari 2012, ditetapkan sebagai Kepala Pusat Database di Kedeputian Bidang Instrumentasi Kalibrasi Rekayasa dan Jaringan Komunikasi BMKG. Sejak tanggal 25 Februari 2014 mendapatkan tugas baru menjadi Deputi DG Bidang Meteorologi BMKG. Ikut serta dalam Riset Unggulan Terpadu (RUT) V pada tahun 1998 bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Kemudian berpartisipasi dalam RUT VIII pada tahun 2000 bekerjasama dengan Kementrian Riset dan Teknologi (KMRT). Berpartisipasi dalam Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) pada tahun 2001 bekerjasama dengan BPPT. Sejak November 2004 masuk ke dalam jenjang fungsional peneliti. Kini penulis bertindak sebagai Peneliti Madya (IV-C) dalam Bidang Klimatologi. Pengetahuan tambahan dalam bidang klimatologi didapat dari dinas luar negeri untuk seminar/ simposium/ training/ workshop/ kunjungan di beberapa negara antara lain: Amerika Serikat (New York: 2001, 2002, 2005; Alabama: 2011),
66
Australia (Melbourne: 2006, 2012, 2013; Perth: 2009; Sydney: 2012), Belanda (Utrech: 2008, 2010, 2013), Brunei Darussalam (Bandar Seri Begawan: 2011, 2013, 2014), China (Shanghai: 2005, Beijing: 2010, Nanjing: 2011), Filipina (Quezon City: 1991, 1997, 2013; Ilo-Ilo: 2006), India (New Delhi: 2005, 2011), Inggris (Exeter: 2014, London: 2014), Jepang (Tokyo: 1998, 1999, 2000, 2001, 2002, 2004, 2005; Tsukuba: 2003), Jerman (Neuss: 2010, Frankfurt: 2012, Hamburg: 2012), Korea Selatan (Seoul: 2006), Malaysia (Kualalumpur: 2010, 2012), Perancis (Paris: 2006, 2013; Toulouse: 2013), Peru (Lima: 2008), Singapura (Singapura: 2005, 2009, 2014), Thailand (Bangkok: 2004, 2005, 2006, 2011), dan Taiwan (Taipei: 2002). Saat ini masih aktif bekerja di Kantor Pusat BMKG Jakarta untuk operasional Kedeputian Bidang Meteorologi BMKG. Sementara itu dalam bidang penelitian menggeluti masalah-masalah yang berkaitan dengan bidang meteorologi, klimatologi, dan kualitas udara. Selain itu juga berprofesi sebagai dosen luar biasa pada Sekolah Tinggi Teknik Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STTMKG), sebelumnya sebagai Akademi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (AMKG), di Pondokbetung, Cileduk, Tangerang, Banten pada mata kuliah Pengantar Klimatologi dan Kualitas Udara, Observasi Klimatologi dan Kualitas Udara, Meteorologi Tropis, Analisa Numerik, Klimatologi Terapan, Pengolahan Data Klimatologi dan Kualitas Udara, dan Hidrologi serta melakukan bimbingan pada mahasiswa AMKG yang sedang melaksanakan tugas seminar dan tugas akhir. Kini aktif melakukan kegiatan penelitian dengan bekerjasama dengan instansi lain dari dalam negeri (Kemenkes, Kemendiknas, BPPT, Kemenristek, DRN, dll.) dan luar negeri (IRI-USA, KNMINetherlands, DWD-Jerman, MF-Perancis, dll.). Terkait dengan penelitian disertasi ini, maka telah diterbitkan (published) naskah pertama dengan judul Model Sistem Prediksi Ensemble Total hujan Bulanan Dengan Nilai Pembobot: Kasus Wilayah Kabupaten Indramayu, dalam Jurnal Meteorologi dan Geofisika ISSN 1411-3082 dengan akreditasi LIPI No. 403/AU/P2MI-KIPI/O4/2012 pada edisi Volume 13 Nomor 3 Edisi Bulan Oktober Tahun 2012 halaman 189-200. Naskah kedua dengan judul Pengaruh Time Lag SML Sebagai Prediktor Dalam Model Sistem Prediksi Ensemble Pembobot Prakiraan Hujan Bulanan di Kabupaten Indramayu, dalam Jurnal Meteorologi dan Geofisika ISSN 1411-3082 dengan akreditasi LIPI No. 403/AU/P2MI-KIPI/O4/2012 pada edisi Volume 14 Nomor 1 Edisi Bulan Oktober Tahun 2012 halaman 33-43. Untuk penerbitan internasional telah pula dikirimkan naskah dengan judul "Weighted ensemble prediction system model for monthly rainfall in Indramayu District, West Java, Indonesia" kepada Journal of Theoritical and Applied Climatology dalam status diterima (acceptanced) untuk direview tahap II oleh pakar terkait.