48
MODEL PENILAIAN KEMAMPUAN BERBAHASA INDONESIA LISAN SISWA SEKOLAH DASAR BERDASARKAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF Evi Hasyim Dosen PGSD Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Untuk mengetahui performansi komunikatif berbahasa Indonesia (BI) lisan siswa SD, perlu diterapkan model penilaian yang bersifat komunikatif. Beberapa model penilaian dapat digunakan Guru Bahasa Indonesia (GBI) untuk mengukur kemampuan ber-BI lisan siswa SD secara komunikatif, yaitu dengan (a) ujaran berstruktur, (b) merespon gambar, (c) simulasi kreatif, (d) wawancara kontekstual, dan (e) dengan kartu katalog. Untuk melaksanakan penilaian ber-BI lisan, GBI perlu menyiapkan lembar pengamatan dan menentukan aspek-aspek yang dinilai secara cermat. Pengolahan nilai dipadukan dengan nilai kemampuan berbahasa yang lain. Kata-kata kunci: model penilaian, performansi komunikatif, bahasa Indonesia lisan. I. PENDAHULUAN Sebelum mengajarkan bahasa Indonesia, ada tiga pertanyaan mendasar yang perlu dijawab oleh Guru Bahasa Indonesia (GBI) Sekolah Dasar (SD) adalah (1) apakah yang akan saya capai dalam pembelajaran ini, (2) bagaimana saya dapat mencapainya, dan (3) bagaimanakah saya mengetahui bahwa saya telah mencapai apa-apa yang saya inginkan?. Jawaban atas pertanyaan pertama berkaitan dengan masalah perumusan tujuan. Jawaban atas pertanyaan kedua berkaiatan dengan masalah penentuan metode dan teknik pembelajaran. Jawaban atas pertanyaan ke tiga berkaitan dengan penentuan prosedur penilaian. Ketiga aktivitas tersebut secara prosedural dilakukan GBI yang lazim disebut dengan kegiatan perencanaan, pembelajaran dan penilaian. Sebagai sebuah sistem pengajaran, ketiganya tidak dapat dilakukan secara discret-isolatif. Dalam Kurikulum Pendidikan Dasar, GBPP BI SD 1994 dinyatakan bahwa pada hakikatnya bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh sebab itu pembelajaran BI diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan BI, baik secara lisan maupun tertulis (Depdikbud, 1993). Dalam rambu-rambu pembelajaran BI diisyaratkan perlunya diterapkan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran BI, termasuk di dalamnya kegiatan penilaian. Namun demikian, fakta di lapangan menunjukkan adanya kecenderungankecenderungan seperti (a) dalam ujian kemampuan ber-BI tulis masih ditekankan pada penguasaan struktur BI, (b) kemampuan ber-BI lisan masih dipandang sebagai kemampuan ikutan, akibatnya kegiatan pembelajaran serta penilaiannya dilakukan GBI secara sambil lalu. Kemampuan ber-BI lisan memang tidak pernah diujikan secara formal tetapi tidak berarti bahwa penilaiannya dapat diabaikan begitu saja. II. PEMBAHASAN 2.1 Gambaran Dasar Pendekatan Komunikatif Pendekatan komunikatif (PK) yang digunakan dalam kurukulum SD, GBPP BI 1994, mengikuti pandangan bahwa pada hakikatnya bahasa adalah alat komuikasi atau alat interaksi (Depdikbud, 1993). Jadi itulah sebabnya dalam penggunaan BI baik lisan maupun tulis faktor-faktor penentu komunikasi, yakni partisipan, topik, latar, saluran, dan suasana. 48
49
Pendekatan komunikatif mempersyaratkan dipenuhinya dua kemampuan dasar sebelum terbentuknya performansi komunikatif siswa dalam berbahasa Indonesia, yakni kompetensi linguistik atau gramatikal dan kompetensi komunikatif (Suyono, 1995). Kompetensi linguistik atau gramatikal mengacu pada penguasaan kaidah ketatabahasaan oleh siswa BI. Dikaitkan dengan kompetensi gramatikal BI, siswa BI diharapkan memiliki penguasaan kaidah pelafalan, sistem ortografi, bentukan kata, bentuk kalimat, wacana dan tata makna BI (Depdikbud, 1993). Selain itu siswa juga perlu menguasai kaidah sosiolinguistik, kaidah kewacanaan, dan strategi komunikatif secara terpadu. 2.2 Beberapa Prinsip Dasar Pendekatan Komunikatif Dikaitkan dengan Kemampuan Berbicara Prinsip dasar PK pengajaran BI di sekolah dasar menyangkut persoalan pencapaian tujuan, pemilihan, dan pengembangan bahan pengajaran, penciptaan pengalaman belajar, pemanfaatan media dan sumber belajar, dan penentuan model-model penilaian belajar BI.Dalam tulisan ini khusus dibahas prinsip dasar PK terhadap model-model penilaian. Prinsip dasar penilaian PK terhadap kemampuan penilaian ber BI yang berfokus pada kemampuan berbicara adalah sebagai berikut. Penilaian hendaknya (1) mengukur secara langsung kemampuan berbicara siswa secara menyeluruh dan terpadu, (2) bertolak dari dan/atau untuk menghasilkan wacana lisan atau tindak/peristiwa berbahasa aktual, (3) mendorong siswa berlatih ber-BI secara lisan baik reseptif maupun produktif, (4) menstimulasi secara terus menerus untuk terbentuknya performansi komunikatif. III. Bentuk-bentuk Pembelajaran Berbicara Siswa SD Istilah berbicara diberbagai sekolah dasar disamakan dengan bercerita. Hal itu mengindikasikan bahwa bahan pembelajaran kemampuan berbicara dapat memanfaatkan sastra. Terpadu dengan kemampuan menulis (berbahasa tulis), tujuan khusus pengajaran berbicara di SD adalah agar siswa (1) mampu mengungkapkan gagasan, pendapat pengalaman, dan pesan secara lisan, (2) mampu mengungkapkan perasaan secara lisan, (3) mampu berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain secara lisan, (4) memiliki kepuasan dan kesenangan berbicara, (5) mampu menympulkan informasi secara lisan sesuai dengan konteks dan keadaan, dan (6) mampu memanfaatkan unsur-unsur kebahasaan karya sastra dalam berbicara (Depdikbud, 1993). Butir-butir pembelajaran untuk mendukung kelima tujuan tersebut adalah (a) mengungkapkan kesan bagian yang paling menarik dari cerita, drama atau puisi, (b) mengajukan dan menjawab pertanyaan berdasarkan cerita yang didengar, (c) bercerita atau menjelaskan pengalaman yang menarik, (d) melengkapi cerita yang bagian-bagiannya dihilangkan oleh guru, (e) bercakap-cakap tentang peristiwa, kegiatan atau keadaan setempat, (f) membicarakan tokoh-tokoh cerita rakyat/binatang yang dibacanya, (g) mendeklamasikan puisi anak-anak, (h) menyampaikan pesan/hal penting melalui telpon, (i) bermain peran untuk situasi yang berbeda-beda. (j) percakapan secara berpasangan atau berkelompok, (k) membicarakan bagian–bagian cerpen anak yang paling menarik (Depdikbud, 1993). Atas dasar jumlah orang yang terlibat dalam pembicaraan, kegiatan berbicara dapat dibedakan atas kegiatan berbicara individual dan kegiatan berbicara secara kelompok. Pembedaan dua bentuk itu berpengaruh pada model penilaiannya. 1. Model Penilaian Kemampuan Berbicara Ada dua model penilaian yang dapat digunakan untuk mengukur PBI di SD, yakni bentuk tes dan non tes (Depdikbud, 1995). Bentuk tes digunakan untuk mengukur 49
50
kemampuan siswadalam berbicara yang mencakup aspek pengetahuan dan keterampilan. Tes dapat berupa pertanyaan dan tugas. Bentuk non tes merupakan prosedur yang dilakukan untuk mengetahui karateristik minat, sikap, dan kepribadian siswa. Bentuk tes untuk kemampuan berbicara adalah tes lisan dan tes perbuatan. 2. Aplikasi Model Tes Lisan untuk Menilai Kemampuan Berbicara secara Komunikatif Berikut disampaikan contoh aplikasi model tes lisan untuk kelas IV (empat) caturwulan I (satu), butir pembelajaran menyampaikan pesan/hal penting melalui telepon. (a) Pernyataan yang harus ditanggapi siswa Guru menyodorkan permasalahan sebagai berikut, “Melalui telepon kamu akan menyampaikan pesan penting kepada temanmu, Risang. Kebetulasn Risang sedang keluar rumah. Yang menjawab teleponmu ibu Risang. Bagaimana caramu meminta bantuan kepada ibu Risang, agar Risang menelponmu setelah ia pulang?” (b) Tujuan penilaian Penilaian bertujuan mengukur kemampuan siswa menggunakan (1) bentuk-bentuk bahasa Indonesia sesuai dengan partisipan tutur, dan (2) bentuk-bentuk Bahasa Indonesia sesuai dengan tujuannya. (c) Aspek yang dinilai Aspek yang dinilai meliputi aspek bahasa dan aspek nonbahasa. Aspek bahasa meliputi (1) ketepatan penggunaan tekanan, tempo, nada, diksi, dan pemilihan kalimat. Aspek nonbahasa meliputi (1) kelancaran, (2) keramahan, (3) ketertiban, serta (4) sikap dan perhatian. 3. Aplikasi Model Tes Perbuatan untuk Menilai Kemampun Berbicara secara Komunikatif Tes perbuatan merupakan alat/bentuk penilaian yang penugasannya dapat disampaikan secara tertulis atau lisan, dan pengerjaannya dalam bentuk penampilan atau perbuatan. Kegiatan berbicara seperti diskusi, bermain peran, menyampaikan pengalaman hidup yang menarik, deklamasi cocok dinilai dengan tes perbuatan yang dilengkapi dengan lembar pengamatan. Contoh aplikasi model tes perbuatan untuk menilai kemampuan berbicara secara komunikatif kelas IV (empat) caturwulan II, butir pembelajaran bermain peran untuk situasi yang berbeda-beda dapat diuraikan sebagai berikut. (a) Tugas Tugas yang diberikan guru, misalnya, “Perankan adegan sebagai anak yang terpisah dari keluarganya di satasiun. Seorang di antara kamu memerankan anak, yang lain memerankan petugas stasiun.” (b) Tujuan penilaian Penilaian bertujuan untuk mengukur (1) kemampuan siswa memerankan peran-peran tertentu (kemampuan pemeranan), (2) ketepatan pemeranan dengan tidak tuturnya, mengukur ketepatan tersktutur dengan konteksnya, dan (3) kemampuan nonkebahasaan seperti kelancaran, spontanitas, dan kealtipan. (c) Aspek yang dinilai 50
51
Aspek yang dinilai meliputi aspek kebahasaan dan aspek nonkebahasaan. Aspek kebahasan meliputi (a) tekanan, (b) nada, (c) persediaan, (d) diksi, dan (e) struktur kalimat yang digunakan. Aspek nonkebahasaan meliputi (a) kelancaran, (b) kespontanan, (c) kewajaran, (d) keramahan, (e) keberanian, (f) kekhidmatan, (g) keterkendalian proses, serta (h) kehangatan dan kegairahan. Untuk keperluan pengembangan, tugas pemeranan diatas dapat diarahkan pada situasi yang berbeda. Misalnya, “Perankan adegan seorang anak yang terpisah dengan ibunya di Supermaket. Salah seorang diantara kamu ada yang menemukan dan yang lain memerankan sebagai pelayan dan bagian informasi. Gunakanlah kalimat-klimatmu sendiri!” Pada lembar pengamatan, aspek-asoek yang akan dinilai diberi skor secara interval 1-5, Masing-masing angka dilengkapi atau disertai dengan keterangan tingkah laku verbal atau nonverbalselam ujaran berlangsung (Halim, dkk., 2004). Pada bentuk-bentuk berbicara formal, seperti wawancara, diskusi, pidato, dan sebagainya, pemberian keterangan di belakang angka (skor) cenderungan lebih mudah apabila dibandingkan dengan bentuk bicara infomal, seperti simulasi kreatif diatas. Penyekoran kemampuan berwawancara berkisar antara angka 1-5. Angka 1, kesukaran ucapan besar sekali sehingga bicaranya benar-benar tidak dapat dipahami. Angka 2 susah sekali dipahami karena masalah ucapan, teste sering diminta mengulangi ucapannya. Angka 3, kesulitan lafal memaksa orang harus mendengarkan dengan teliti ucapannya dan sekali-kali timbul salah pengertian. Angka 4, ucapannya hampir selalu dapat dipahami. Angka 5, tekan sudah mendekati standar (tidak terlihat pengaruh bahasa asing atau bahasa daerah) (Halim, 1974:118). Selain dalam bentuk wawancara, cara untuk mengukur kemampuan berbicara adalah dengan (a) merespon gambar, (b) bercerita, (c) berdiskusi, dan (d) ujaran terstruktur (Halim, dkk. 2004; akhadia, 2006). Merespon gambar adalah menjawab pertanyaan atau menceriterakan rangkaian gambar. Cara menilainya menggunakan skala 4 atau 5 angka. Aspek yang dinilai lafal, kosakata struktur kalimat, dan kefasihan. Tes berbicara dengan bercerita dilakukan dengan cara meminta siswa mengungkapkan sesuatu (pengalamannya atau topik tertentu). Sasaran utama penilaiannya adalah unsur linguistik, penggunaan bahasa dan cara bercerita serta hal yang diceritakan, ketetapan, kelancaran, dan kejelasannya. Tes berbicara berbentuk diskusi dilakukan sebagai berikut. GBI menyajikan suatu topik dan siswa untuk mendiskusikannya. Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuannya siswa menyampaikannya dan mempertahankan pendapat, serta menanggapi ide atau pikiran yang disampaikan oleh peserta diskusi yang lain secara kritis. Aspek-aspek yang dinilai dalam tes ini, antara lain ketepatan penggunaan struktur bahasa dan kosa kata, kefasihan dan kelancaran, serta kekritisan menanggapi pikiran yang disampaikan pikiran oleh peserta diskusi lain. Tes kemampuan berbicara dalam bentuk ujaran berstruktur terdiri atas kegiatan menyatakan kembali, membaca kutipan, mengubah kalimat, dan membuat kalimat (Halim 1988). Siswa diminta mendengarkan seperangkat kalimat secara langsung atau rekaman. Selanjutnya siswa diminta mengatakannya kembali dengan tuntutan ketepatan lafal. Dalam tes membaca kutipan penilaian ditekankan pada ketepatan yang dibaca.Tes membuat kalimat diukur oleh guru dari ketepatan geramatikanya. Tes membuat kalimat dapat dilakukan guru dengan memberikan kondisi pengandaiannya tertentu. Aspek yang dinilai adalah ketepatan penggunaan kosakata dengan konteks tuturnya. Sejalan dengan prinsip-prinsip kekomunikatifan dalam model penilaian kemamapuan berbicara di atas, Williams dan Ling (1996) menawarkan model penilaian untuk merekan Perfonsmansi berbahasa lisan siswa SD dengan lebih alamiah dan kontekstual. Caranya adalah dengan model kartu katalog. Kartu-kartu tersebut berisi 51
52
informasi tertentu misalnya tentang kejadian, atau peristiwa. Berdasarkan kartu yang dipilih anak-anak menceritakan secara spontan di muka kelas. Contoh aplikasi model penilaian dengan kartu katalog adalah sebahai berikut. GBI menyediakan sejumlah kartu yang diberi nama sesuai dengan temanya, misalnya kartu sedih, kartu lucu, kartu iri, kartu bahagia, kartu marah-marah (tema kartu dapat dikembangkan sendiri oleh guru). Siswa tidak diperbolehkan memilih kartu yang disenanginya. Apabila seorang siswa mendapat kartu sedih, ia harus melaksanakan instruksi yang ada di dalam kartu katalog tersebut. Misalnya; “Kamu baru saja memakan es krim kesukaanmu, tiba-tiba es itu jatuh di tempat kotor. Mau tidak di makan sayang, akan di makan sudah kotor. Ungkapkan rasa kesal dan kekecewaanmu itu dalam kalimat BI yang mudah dimengerti!” (Norton, 1994). Cara kedua, adalah dengan merancang wawancara secara kontekstual, yakni dengan orang-orang tertentu di lingkungan sekolah, misalnya dengan kepala sekolah, petugas perpustakaan, tukang parkir, pesuruh sekolah dan sebagainya. Isi wawancara, misalnya bagaimana cara yang paling tepat untuk menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Anak-anak secara bergiliran, memerankan melakukan wawancara seperti tertuang di dalam kartu (Williams dan Ling, 1996). Untuk menilai kemampuan berbicara, GBI perlu menyiapkan daftar cek pada lembaran observasi. GBI perlu mempertimbankan aspek-aspek apa yang di nilai, cara-cara penyekoran, dan bagaimana pengolahan hasil akhirnya. Aspek-aspek yang dinilai dalam berbicara hendaknya holistik, tidak aspektual (Willams, 1996). Aspek yang dinilai mencakup kebahasan dan nonkebahasaan. Penyekoran dilakukan dengan cara memberikan nilai intreval 1-5. Tidak ada performansi yang salah. Semua performansi, baik kebahasaan maupun nonkebahasaan, dinilai benar atau tepat dengan kadar atau derajat kebenaran dan ketepatan yang berbeda-beda. Derajat kebenaran dan ketepatan ditentukan oleh variabel determinannya. Itulah sebabnya, tidak ada skor 0 dan 1, tidak ada penilaian salah dan benar. Guru-guru yang sudah berpengalaman biasanya memiliki intuisi yang tajam untuk mengukur kemampuan berbicara para siswanya (Zidonis, 1996). Hasil akhir penilaian selajutnya dipandukan dengan nilai kemampuan berbahasa yang lain sebagai satu keutuhan. IV. PENUTUP Banyak teknik yang dapat digunakan untuk menilai kemampuan berbicara siswa SD, termasuk di dalamnya penggunaan alat-alat penilaiannya. Akan tetapi, tidak semua teknik dan alat penilaian kemampuan berbicara didasarkan pada pendekatan komunikatif. Salah satu ciri penilaian komunikatif yang ada di dalamnya menuntut penguasaan aspek kaidah tata bahasa, sosiolinguistik, wacana, dan strategi komunikatif. Oleh karena itu, dalam menilai kemampuan berbicara, GBI SD perlu berpedoman pada prinsip-prinsip PK. Dalam kaitannya dengan kemampuan berbicara, prinsip-prinsip itu adalah (a) mengukur langsung kemmpuan berbicara siswa secara menyeluruh dan terpadu, (b) bertolak dari dan/atau untuk menghasilkan wacana lisan atau peristiwa berbahasa secara aktual, da (c) mendorong siswa untuk memilih kepuasan kesenangan berbicara. Untuk itu beberapa model penilaian kemampuan berbicara secara komunikatif dan alamiah dapat dipilih dan diaplikasikan GBI di lapangan. Model penilaian tersebut antara lain (a) ujaran berstrukyur, (b) merespon gambar, (c) simulasi kreatif atau pemeranan, (d) permainan, (e) wawancara atau percakapan, dan (f) kartu katalog. Meskipun demikian, GBI SD di lapangan, masih dituntut kreativitasnya untuk mengembngkan model-model penilaian kemampuan berbicara secara komunimatif. Kreativitas itu perlu karena di dalam Petunjuk Pelaksanaan Penilaian (Juklat Penilaian) di SD dan pedoman guru, masalah penailaian tidak ditemukan secara eksplisit. 52
53
DAFTAR PUSTAKA Akhadiah , Suharsi.1988. Evaluasi Dalam Pembelajaran Bahasa. Jakarta: P2LPTK. Depdikbud. 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar, Land asan,Program dan Pengembangan. Jakarta: Depdikbud. , 1995. Petunjuk Pelaksanaan Penilaian di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud. Halim, Amran. dkk. 2004. Ujian Bahasa. Bandung: Ganaco. Norton, Donma E. Norton Sandra.1994. Language Arts Activities for Children. New York: MacMillan College Publishing Company. Williams, Nancy L. Dan Ling, Loraine. 1996. Creating an ElementarySchool Claawsroom Worshop. Artikel disajikan dalam Lokakarya Penciptaan Ruang Kelas SD, Malang 25 Juni 1996
53