MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN PELAGIS SECARA BERKELANJUTAN DI PPN PRIGI, TRENGGALEK, JAWA TIMUR
AGUSTIN ROSS
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
i
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Oktober 2011
Agustin Ross C452090041
iii
iv
ABSTRACT AGUSTIN ROSS. Model of Sustainable Pelagic Fisheries Management in PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur. Under direction of EKO SRI WIYONO and TRI WIJI NURANI. In order to achive sustainable fisheries activities,is need sustainable development concept. The concept of sustainable in fisheries content three important aspects, there are ecological, economic and social, which policy as a control of three aspects. The concepts were applied in the complex fisheries in Prigi. The aims of this study are: to determine fish superior in PPN Prigi; to assess fish stock; to account business feasibility of dominan fishing fleet; to map fishermen perceptions to fishing; suitable strategy to manage fisheries in PPN Prigi. The data were analysed by using scoring methods, surplus production model, financial analysis (profit, revenue cost ratio and payback period) and investment criteria (net present value , internal rate of return and net benefit cost ratio), perceptual map with discriminant analysis. Analysis strengths weaknesses opportunities threats (SWOT) to formulate a good strategy for the sustainability fisheries in PPN Prigi and Balanced Scorecard to measure rod success of strategy. The result analysed show that the fish superior in PPN Prigi are tuna, mackerel, skipjack tuna, sardine and scad. Based on the assessment, the whole of fish already indicated overfishing. The financial analysis show that all of fishing fleet except payang, are feasible to develop. And then stakeholder have similar perception of fisheries. Based on the strengths weaknesses opportunities and threats in PPN Prigi the suitable strategy, was developed. Keyword: fisheries sustainable management, pelagic fish, Prigi
v
vi
RINGKASAN AGUSTIN ROSS. Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur. Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO dan TRI WIJI NURANI. Pengelolaan perikanan bertujuan untuk mencapai manfaat yang optimal dan berkelanjutan. Konsep perikanan berkelanjutan memiliki tiga aspek penting yaitu ekologi, ekonomi dan sosial. Kebijakan berfungsi untuk mengatur keseimbangan ketiga aspek tersebut. Oleh karena itu penelitian ini meliputi tiga aspek keberlanjutan tersebut untuk membangun model perikanan tangkap yang berkelanjutan. PPN Prigi dipilih karena memiliki beberapa kendala dalam mencapai keberlanjutan perikanan, antara lain banyaknya unit penangkap ikan yang beroperasi dan berukuran sedang sehingga menekan sumberdaya pesisir, akses jalan menuju Prigi kurang mendukung perkembangan bisnis perikanan tangkap, dan belum ada visi bersama untuk membangun perikanan tangkap yang berkelanjutan diantara stakeholder. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan ikan unggulan di PPN Prigi, menghitung potensi ikan unggulan, menghitung kelayakan usaha unit penangkap ikan unggulan, memetakan kecenderungan persepsi stakeholder dan memberikan perumusan strategi dalam pembangunan perikanan tangkap berkelanjutan. Metode untuk menentukan ikan-ikan unggulan dianalisis dengan metode skoring. Surplus production model (SPM) digunakan untuk mengkaji potensi ikan unggulan. Analisis cashflow yang terdiri dari profit, revenue cost ratio dan payback period serta analisis investment criteria yang terdiri dari net present value, internal rate of return dan net benefit cost ratio digunakan untuk menghitung kelayakan usaha unit penangkap ikan. Perceptual map dengan analisis diskriminan ganda digunakan untuk memetakan kecenderungan persepsi stakeholder terhadap keadaan sosial. Perumusan strategi dilakukan dengan analisis strengths weaknesses opportunities threats (SWOT), dilanjutkan analisis balanced scorecard untuk memberikan tolok ukur keberhasilan dalam pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan. Ikan unggulan yang terdapat di PPN Prigi adalah tuna, tongkol, cakalang, lemuru dan layang, kelimanya merupakan ikan pelagis. Ikan-ikan ini dominan ditangkap oleh alat tangkap purse seine, pancing tonda, gillnet dan payang. Berdasarkan perhitungan potensi, kelima ikan ini terindikasi telah mengalami overfishing akibat kelebihan armada yang beroperasi (overeffort). Stok ikan yang dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai MSY untuk masing-masing ikan yaitu 1000,69 ton/tahun ikan tuna; 8853,01 ton/tahun ikan tongkol; 1056,56 ton/tahun ikan cakalang; 7497,64 ton/tahun ikan lemuru; dan 5324,21 ton/tahun ikan layang. Unit penangkapan ikan unggulan memiliki kelayakan usaha yang menguntungkan kecuali unit penangkapan payang secara IRR. Urutan prioritas unit penangkapan ikan ditinjau dari kelayakan usaha secara cashflow dan investment criteria adalah purse seine dengan total keuntungan Rp 258.853.761,90/tahun; revenue cost ratio 2,55; payback period 2 tahun, net present value Rp 978.159.904,61; internal rate of return 40,08% dan net benefit cost ratio 2,89. Tingginya nilai kelayakan usaha purse seine disebabkan unit penangkapan purse seine merupakan alat tangkap yang sesuai untuk menangkap
vii
ikan yang bergerombol. Sehingga cocok digunakan di Prigi yang yang memiliki ikan unggulan berupa ikan pelagis. Unit penangkapan gillnet memiliki prioritas kelayakan usaha kedua. Hal ini disebabkan rendahnya nilai investasi, selain itu unit penangkapan gillnet di Prigi juga membawa pancing tonda, sehingga memiliki pendapatan ganda dari kedua alat tangkap tersebut. Pancing tonda memiliki prioritas kelayakan usaha ketiga. Sedangkan payang memiliki prioritas terakhir, dimana dari semua kriteria, payang selalu menempati urutan terendah. Persepsi antar stakeholder (nelayan, bakul/pedagang dan pihak pengelola) memiliki kecenderungan yang hampir sama, dilihat berdasarkan usia, tingkat pendidikan maupun pekerjaan. Persepsi ini diperlukan untuk memahami karakteristik stakeholder agar mudah untuk membangun visi bersama perikanan tangkap berkelanjutan. Perikanan tongkol dan cakalang dengan purse seine serta perikanan tongkol dengan gillnet hendaknya menjadi perhatian utama karena masih berpotensi untuk dikembangkan jika dikelola dengan baik. Berdasarkan perhitungan SWOT, keberlanjutan perikanan di PPN Prigi memiliki lebih banyak kelemahan dan ancaman. Hal ini disebabkan secara ekologi stok ikan telah mengalami penurunan, secara ekonomi akses menuju Prigi sulit ditempuh dan secara sosial belum terbentuknya visi bersama dan koordinasi yang baik antar stakeholder. Hasil analisis balanced scorecard, menyatakan hal utama yang hendaknya dilakukan adalah memfokuskan Prigi untuk pembelajaran dan pertumbuhan. Hal yang dapat dilakukan antara lain perbaikan pengumpulan data, pengawasan yang intens dan penyuluhan mengenai keberlanjutan terhadap nelayan dan pedagang. Kata kunci: ikan pelagis, model pengelolaan perikanan pelagis keberlanjutan, Prigi
viii
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ix
x
MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN PELAGIS SECARA BERKELANJUTAN DI PPN PRIGI, TRENGGALEK, JAWA TIMUR
AGUSTIN ROSS C452090041
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
xi
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si
xii
Judul Tesis
: Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur Nama Mahasiswa : Agustin Ross NRP : C452090041 Program Mayor : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si Anggota
Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si Ketua
Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro M.Sc
Tanggal Ujian: 19 September 2011
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Lulus:
xiii
xiv
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah pembuatan strategi untuk model pengelolaan berkelanjutan. Judul yang dipilih yaitu Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Eko Sri wiyono, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan saran. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si selaku penguji luar komisi dan Prof. Dr. Mulyono S. Baskoro, M.Sc selaku Ketua Program Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap-IPB. Disamping itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Rustardi, A.Pi, M.Si Kepala PPN Prigi beserta seluruh staf yang telah banyak memberikan bantuan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, ayah, mbak Lia dan mbak Ocha atas doa, dukungan dan semangat yang diberikan, serta kepada teman SPT-TPT 2009 atas kebersamaan yang singkat. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.
Bogor, Oktober 2011
Agustin Ross
xv
xvi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 15 Agustus 1985 dari ayah Drs. Abdullah. A. Rasyid dan ibu Mariyati, S.Pd. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara. Penulis lulus Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Jember tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP)-Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) dan dinyatakan lulus S1 tahun 2008. Penulis sempat bekerja sebagai Admin Distributor Mayora periode Februari-Juli 2009. Penulis melanjutkan pendidikan program Magister pada Sekolah Pascasarjana - IPB dengan memilih Program Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT) pada tahun 2009. Saat menempuh pendidikan penulis pernah bekerja sebagai pengajar freelance pada Lembaga Bimbingan Belajar Mitra Pelajar periode Desember 2010-Maret 2011. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains, penulis melakukan penelitian dengan judul “Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur”. Penelitian yang dilakukan, dibimbing oleh Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si.
xvii
xviii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................. xvii DAFTAR TABEL .........................................................................................
xxi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xxiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xxv DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... xxvii 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ...............................................................................
1
1.2
Perumusan Masalah .......................................................................
3
1.3
Kerangka Penelitian ........................................................................
4
1.4
Tujuan .............................................................................................
6
1.5
Manfaat ..........................................................................................
6
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Pengelolaan Perikanan Tangkap ..........................................
7
2.2 Konsep Keberlanjutan .....................................................................
8
2.3 Pengkajian Stok dengan Surplus Production Methods ...................
10
2.4 Kelayakan Usaha pada Unit Penangkapan Ikan ..............................
11
2.5 Persepsi Stakeholder ........................................................................ 2.5.1 Persepsi .............................................................................. 2.5.2 Analisis perceptual maps ...................................................
12 12 13
2.6 Strategi Pengelolaan Perikanan Tangkap ........................................ 2.6.1 Strengths weaknesses opportunities threats (SWOT) ........ 2.6.2 Balanced scorecard ............................................................
13 14 15
2.7 Beberapa Penelitian yang Telah Dilakukan ....................................
17
3 METODOLOGI 3.1
Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................
19
3.2
Metode Penelitian ...........................................................................
19
xix
3.3
Metode Analisis Data .................................................................... 3.3.1 Analisis skoring .................................................................. 3.3.2 Keberlanjutan ekologi: potensi ikan unggulan ................... 3.3.3 Keberlanjutan ekonomi: kelayakan unit penangkapan ikan 3.3.4 Keberlanjutan sosial: persepsi stakeholder ........................ 3.3.5 Model pengelolaan berkelanjutan ......................................
21 21 22 24 27 29
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1
Keadaan Umum Trenggalek ........................................................... 4.1.1 Keadaan geografi................................................................ 4.1.2 Pemerintahan dan penduduk ..............................................
33 33 33
4.2 Keadaan Umum Perairan.................................................................
34
4.3
35 35 37 39 40 41
Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPN Prigi ......................... 4.3.1 Fasilitas di PPN Prigi ......................................................... 4.3.2 Unit penangkapan ikan....................................................... 4.3.3 Daerah penangkapan ikan .................................................. 4.3.4 Produksi dan nilai produksi................................................ 4.3.5 Pengolahan dan pemasaran ................................................
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Ikan unggulan di PPN Prigi ............................................................
43
5.2
Keberlanjutan Ekologi: Potensi Ikan Unggulan ............................. 5.2.1 Ikan tuna ............................................................................. 5.2.2 Ikan tongkol ....................................................................... 5.2.3 Ikan cakalang ..................................................................... 5.2.4 Ikan lemuru ........................................................................ 5.2.5 Ikan layang .........................................................................
44 44 45 46 47 48
5.3
Keberlanjutan Ekonomi: Kelayakan Usaha Unit Penangkap Ikan . 5.3.1 Unit penangkapan purse seine............................................ 5.3.2 Unit penangkapan pancing tonda ....................................... 5.3.3 Unit penangkapan gillnet ................................................... 5.3.4 Unit penangkapan payang ..................................................
50 50 53 54 56
5.4
Keberlanjutan Sosial: Persepsi Stakeholder ................................... 5.4.1 Persepsi stakeholder berdasarkan usia ............................... 5.4.2 Persepsi stakeholder berdasarkan tingkat pendidikan ....... 5.4.3 Persepsi stakeholder berdasarkan pekerjaan ......................
59 59 62 65
5.5
Model Pengelolaan Berkelanjutan .................................................. 5.5.1 Pemfokusan model pengelolaan ......................................... 5.5.2 Perumusan strategi ............................................................. 5.5.3 Tolok ukur keberhasilan strategi ........................................ Pembahasan ....................................................................................
66 66 69 76 79
5.6
xx
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan .....................................................................................
87
6.2
Saran ...............................................................................................
88
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
89
LAMPIRAN ..................................................................................................
93
xxi
xxii
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Jenis dan cara pengumpulan data ................................................................. 20
2
Matriks kombinasi model yang akan difokuskan ......................................... 29
3
Pembuatan matriks IFAS .............................................................................. 30
4
Matriks SWOT.............................................................................................. 31
5
Jumlah dan jenis kapal di PPN Prigi periode 2000-2010 ............................. 37
6
Jenis dan jumlah alat penangkap ikan di PPN Prigi periode 2000-2010 ...... 38
7
Produksi ikan di PPN Prigi periode 2000-2010 ............................................ 40
8
Nilai produksi ikan di PPN Prigi periode 2000-2010 ................................... 41
9
Kriteria dan urutan prioritas untuk menentukan ikan unggulan ................... 43
10 Potensi dan presentase kelebihan tangkap untuk tiap jenis ikan .................. 50 11 Perbandingan kriteria kelayakan usaha unit penangkapan ikan pelagis di PPN Prigi .................................................................................................. 58 12 Prioritas unit penangkapan berdasarkan cashflow dan investment criteria .. 59 13 Penentuan fokus model pengelolaan yang cocok di Prigi ............................ 68 14 Matriks IFAS perikanan pelagis berkelanjutan di PPN Prigi ....................... 71 15 Matriks EFAS perikanan pelagis berkelanjutan di PPN Prigi ...................... 73 16 Matriks SWOT strategi perikanan tangkap berkelanjutan di PPN Prigi ...... 74 17 Strategi keberlanjutan perikanan pelagis di PPN Prigi ................................. 77
xxiii
xxiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Diagram kerangka pemikiran pengelolaan perikanan berkelanjutan di PPN Prigi .............................................................................................................. 5 2 Zona tumpang tindih kepentingan dalam pembangunan berkelanjutan diwakili modernisasi ekologi ................................................................................ 9 3 Model produksi surplus......................................................................................... 11 4 Diagram analisis SWOT ....................................................................................... 14 5 Balanced scorecard sebagai suatu kerangka kerja tindakan strategis .................. 16 6 Lokasi penelitian ................................................................................................... 19 7 Perkembangan jumlah nelayan di PPN Prigi periode 2000-2010 ......................... 39 8 Grafik maximum sustainable yield untuk ikan tuna .............................................. 45 9 Grafik maximum sustainable yield untuk ikan tongkol ........................................ 46 10 Grafik maximum sustainable yield untuk ikan cakalang ...................................... 47 11 Grafik maximum sustainable yield untuk ikan lemuru ......................................... 48 12 Grafik maximum sustainable yield untuk ikan layang .......................................... 49 13 Unit penangkapan purse seine .............................................................................. 51 14 Unit penangkapan pancing tonda .......................................................................... 53 15 Unit penangkapan gillnet ...................................................................................... 55 16 Unit penangkapan payang ..................................................................................... 56 17 Perceptual map stakeholder berdasarkan usia ...................................................... 61 18 Perceptual map stakeholder berdasarkan tingkat pendidikan .............................. 64 19 Perceptual map stakeholder berdasarkan pekerjaan ............................................. 67
xxv
xxvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Layout PPN Prigi ............................................................................................... 93 2 Fasilitas fungsional di PPN Prigi ....................................................................... 94 3 Fasilitas penunjang di PPN Prigi ....................................................................... 95 4 Ikan unggulan di PPN Prigi ............................................................................... 96 5 Perhitungan Maximum Sustainable Yield Ikan Tuna ......................................... 97 6 Perhitungan Maximum Sustainable Yield Ikan Tongkol .................................... 100 7 Perhitungan Maximum Sustainable Yield Ikan Cakalang .................................. 103 8 Perhitungan Maximum Sustainable Yield Ikan Lemuru ..................................... 106 9 Perhitungan Maximum Sustainable Yield Ikan Layang ..................................... 109 10 Analisis Kelayakan Usaha Purse seine .............................................................. 112 11 Analisis Kelayakan Usaha Pancing Tonda ........................................................ 115 12 Analisis Kelayakan Usaha Gillnet ..................................................................... 117 13 Analisis Kelayakan Usaha Payang ..................................................................... 122 14 Perhitungan Analisis Diskriminan Ganda Berdasarkan Usia ............................ 125 15 Perhitungan Analisis Diskriminan Ganda Berdasarkan Pendidikan .................. 126 16 Perhitungan Analisis Diskriminan Ganda Berdasarkan Pekerjaan .................... 127
xxvii
xxviii
DAFTAR ISTILAH ABK
: (Anak Buah Kapal) adalah orang yang bekerja di dalam kapal
Berkelanjutan
: berkesinambungan, berjalan terus-menerus tanpa mengganggu siklus
CCRF
: (Code of Conduct for Resonsible Fisheries) adalah standar internasional mengenai pola perilaku bagi praktek yang bertanggung jawab, dalam pengusahaan sumberdaya perikanan dengan maksud untuk menjamin terlaksananya aspek konservasi, pengelolaan
CMSY
: (Catch maximum sustainable yield) adalah jumlah potensi maksimum lestari dari sumberdaya yang dihitung dan dapat dimanfaatkan tanpa menggangu keberlanjutannya secara ekologi
Df
: (discount factor) adalah bilangan yang digunakan untuk mengalikan suatu nilai di masa yang akan datang dapat dinilai pada saat ini
Eoptimum
: (effort optimum) adalah jumlah unit penangkapan yang optimal untuk menangkap satu jenis ikan
GT
: (Gross Tonage) adalah satuan ukuran kapal. Perhitungan GT kapal ikan yang umum digunakan di Indonesia adalah volume total kapal x 0,25
IRR
: (internal rate of return) adalah persentase nilai keuntungan yang diperoleh pada penanaman modal dibandingkan dengan tingkat suku bunga bank yang berlaku
Model
: abstraksi atau penyederhanaan realitas sistem yang kompleks yang digambarkan dengan komponen-komponen yang relevan
Net B/C
: (net benefit cost ratio) adalah perbandingan antara keuntungan dengan biaya yang dikeluarkan selama umur teknis barang investasi
NPV
: (net present value) adalah keuntungan total selama umur teknis barang investasi yang dihitung pada saat ini
Pengelolaan
: merupakan semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan untuk mencapai keberlanjutan
Persepsi
: pendapat atau pemikiran seseorang mengenai suatu hal
xxix
PP
: (payback period) adalah jangka waktu pengembalian sejumlah invetasi yang ditanamkan dalam suatu usaha
R/C
: (revenue Cost Ratio) adalah berbandingan antara pendapatan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan yang dihitung dalam satu tahun
Stakeholder perikanan : pihak yang terlibat dalam suatu sistem bisnis perikanan : total keuntungan dari suatu usaha yang dihitung dalam satu tahun
xxx
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan (UU RI no. 45 2009). Selanjutnya pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa pengelolaan perikanan ditujukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. Kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa banyak kegiatan perikanan belum berjalan optimal, hal ini antara lain disebabkan oleh tidak efisiennya kegiatan penangkapan ikan, fasilitas-fasilitas pendukung perikanan yang belum terpenuhi dan sistem pengelolaan yang kurang optimal. Bertolak dari kondisi yang ada, maka untuk mengatasi permasalahanpermasalahan tersebut perlu dikembangkan model pembangunan perikanan berkelanjutan. Konsep perikanan berkelanjutan memiliki tiga dimensi penting, yaitu: ekologi, ekonomi dan sosial. Keberlanjutan ketiga dimensi tersebut merupakan tipe ideal, artinya suatu tipe yang hanya berfungsi sebagai acuan teoritas karena dalam kenyataan secara empiris sulit ditemukan. Fungsi kebijakan (policy) merupakan upaya untuk mengatur proses tarik ulur sehingga ketiganya dalam kondisi seimbang (Satria 2004). Keberlanjutan salah satu faktor menjadi prasyarat bagi keberlanjutan faktor dimensi lain. Tanpa keberlanjutan ekologi maka kegiatan ekonomi akan terhenti sehingga akan berdampak pula pada kehidupan sosial masyarakat yang terlibat kegiatan perikanan.
Tanpa
keberlanjutan ekonomi, (misalnya rendahnya harga ikan yang tidak sesuai dengan biaya operasional) maka akan menimbulkan eksploitasi besar-besaran yang dapat merusak kehidupan ekologi perikanan dan terjadinya konflik. Begitu pula tanpa keberlanjutan kehidupan sosial para stakeholder perikanan maka proses pemanfaatan perikanan dan kegiatan ekonomi tidak dapat berlangsung optimal. Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai pengelolaan perikanan maupun keberlanjutan perikanan menjadi bahan masukan untuk penelitian yang dilakukan. Beberapa penelitian tersebut, antara lain: Suman et al (2006) pada
2
penelitian berjudul “Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya”; Suyasa (2007) melakukan penelitian “Keberlanjutan dan Produktivitas Perikanan Pelagis Kecil yang Berbasis di Pantai Utara Jawa”; Hermawan (2006) melakukan mengenai “Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil (Kasus Perikanan Pantai di Serang dan Tegal)” dan Nurani (2008) melakukan penelitian berjudul “Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Dari Potensi Daerah” (selengkapnya pada sub bab 2.8). Penelitian yang dilakukan oleh Suman terbatas pada keberlanjutan spesies udang dogol dengan memfokuskan pada aspek ekologi. Suyasa, Hermawan dan Nurani menilai keberlanjutan dari aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan hukum kelembagaan. Hanya saja Suyasa dan Hermawan menggunakan teknik yang sama yaitu Rapfish sedangkan Nurani menggunakan pendekatan sistem. Sedangkan penelitian yang dilakukan penulis hanya meliputi tiga aspek keberlanjutan yaitu ekologi, ekonomi dan sosial dengan menggunakan pendekatan model skoring konvensional. Kabupaten Trenggalek terletak di perairan selatan Jawa Timur (WPP-RI 573) yang berbatasan dengan Samudera Hindia. Kabupaten Trenggalek memiliki 3 kecamatan yang terletak di wilayah pesisir pantai, yaitu kecamatan Watulimo, Munjungan dan Panggul. Wilayah pesisir Kabupaten Trenggalek memiliki potensi sumberdaya alam beragam diantaranya potensi tambang, hutan, perkebunan, pertanian, wisata alam dan perikanan (Kabupaten Trenggalek 2009). Luas laut yang dimiliki Kabupaten Trenggalek, 4 mil dari pantai sebesar 711,68 km2 (BPS 2010). Sektor perikanan memberikan kontribusi pada perekonomian Kabupaten Trenggalek sebesar 20% pada tahun 2000 (Dirjen Perikanan Tangkap 2003). Isu lingkungan pesisir yang berkaitan dengan ekologi sumberdaya ikan di perairan Kabupaten Trenggalek antara lain potensi IUU fishing dan pencemaran yang mengakibatkan rusaknya ekosistem pesisir. Sedangkan isu sosial perikanan tangkap yang terjadi adalah konflik penempatan rumpon (Kabupaten Trenggalek 2009). Studi kasus pada penelitian ini dilakukan di PPN Prigi. PPN Prigi merupakan penyumbang terbesar sektor perikanan tangkap di Kabupaten Trenggalek. Namun kegiatan perikanan tangkap di PPN Prigi masih
3
terkonsentrasi di perairan teritorial. Hal ini disebabkan ukuran armada yang relatif kecil (<30GT), sehingga tidak mampu untuk beroperasi di perairan ZEEI dan terkonsentrasi pada perairan pantai. Jumlah alat tangkap yang banyak dan meningkat dari tahun ke tahun akan mengakibatkan sumberdaya pesisir mengalami tekanan secara ekologi yang lambat laun akan berdampak pada aspek lainnya. Akses jalan menuju Prigi yang sulit dilalui juga merupakan salah satu penghambat kegiatan ekonomi perikanan tangkap di Prigi. Aspek lain yang menjadi masalah dalam pengelolaan perikanan tangkap di Prigi adalah belum adanya visi bersama diantara para stakeholder perikanan. Agar dapat mengatasi persoalan yang ada maka diperlukan suatu model pengelolaan sehingga diketahui baik/buruknya suatu konsep keberlanjutan perikanan. Untuk mengelola PPN Prigi secara berkelanjutan, perlu diketahui ikan unggulan apa saja yang terdapat di perairan tersebut. Hal ini disebabkan ikan unggulan merupakan ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan sehingga kelestariannya perlu untuk diperhatikan. Potensi ikan unggulan perlu dihitung agar dapat memanfaatkan sumberdaya ikan tanpa mengganggu keberlanjutan ekologinya. Selain itu kelayakan usaha dari tiap unit alat tangkap yang dominan beroperasi perlu dipertimbangkan karena berkaitan dengan keberlanjutan ekonomi masyarakat nelayan, yang merupakan tangan pertama perikanan tangkap. Di sisi lain persepsi kehidupan sosial perikanan tangkap stakeholder perikanan perlu diketahui agar dapat memahami pandangan dari masing-masing stakeholder. Model pengelolaan perikanan difokuskan pada perikanan yang masih memiliki kemungkinan untuk berkembang. Langkah selanjutnya adalah memberikan rumusan strategi beserta tolok ukur keberhasilan strategi untuk mendukung pengelolaan perikanan tangkap secara berkelanjutan.
1.2 Perumusan Masalah Ada ketimpangan antara potensi sumberdaya ikan dan armada penangkapan ikan di PPN Prigi. Armada perikanan yang digunakan oleh nelayan masih relatif kecil (<30 GT) dan jumlahnya sangat banyak, akibatnya kapal tidak mampu menjangkau ZEEI dan terkonsentrasi pada perairan pantai. Kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan secara terus-menerus di perairan pantai yang merupakan
4
daerah nursery ground, sangat mengkhawatirkan.
Sejak awal tahun 2010
pendaratan ikan di PPN Prigi menurun drastis. Hal ini dapat menjadi salah satu indikasi terjadinya overfishing di wilayah pesisir tersebut, selain masalah cuaca yang mengganggu kegiatan penangkapan.
Akses jalan menuju Prigi juga
merupakan salah satu penghambat kegiatan perikanan tangkap di Prigi. Akses jalan yang kurang baik menyebabkan kegiatan ekonomi, baik investasi maupun distribusi hasil perikanan menjadi lebih sulit. Aspek lain yang menjadi masalah dalam pengelolaan perikanan tangkap di Prigi yaitu belum adanya visi bersama mengenai keberlanjutan diantara para stakeholder perikanan. Sehingga arah pengelolaan perikanan tangkap belum memiliki tujuan yang sama. Perumusan strategi/model pengelolaan perikanan pelagis berkelanjutan memerlukan uraian beberapa pertanyaan yang menjadi kunci langkah-langkah pengelolaan selanjutnya, yaitu: 1) Apa saja jenis ikan unggulan di PPN Prigi? 2) Berapa potensi ikan unggulan yang dapat dimanfaatkan secara optimal? 3) Bagaimana kelayakan usaha unit penangkapan ikan di PPN Prigi? 4) Bagaimana persepsi sosial perikanan tangkap oleh stakeholder di PPN Prigi? 5) Apakah fokus pengelolaan ikan pelagis dan bagaimana strategi yang cocok untuk mengelola kegiatan perikanan secara berkelanjutan di PPN Prigi?
1.3 Kerangka Pemikiran Masalah-masalah yang dihadapi dan telah disebutkan pada perumusan masalah disusun menjadi satu kerangka berpikir. Kerangka pemikiran merupakan rencana penelitian dari usulan penelitian, penelitian di lapangan, pengolahan data hingga menjadi tesis. Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
5
Perikanan tangkap
Kegiatan perikanan tangkap makin tidak efisien dan menuju over fishing, antara lain disebabkan: 1. Armada penangkapan yang banyak dan berukuran kecil 2. Akses jalan menuju Prigi kurang baik 3. Belum ada visi bersama diantara stakeholder untuk mengelola perikanan
Solusi?
Keberlanjutan Perikanan
Ekologi
Ekonomi
Sosial
Kajian potensi sumberdaya ikan
Kelayakan Usaha
Persepsi stakeholder
Surplus Production Model
Analisis cashflow dan invesment criteria
Perceptual Map
Fokus model pengelolaan
SWOT
Balanced Scorecard
Strategi Pengembangan Perikanan Berkelanjutan
Gambar 1 Diagram kerangka pemikiran pengelolaan perikanan berkelanjutan di PPN Prigi.
6
1.4 Tujuan Tujuan
penelitian
“Model
Pengelolaan
Perikanan
Pelagis
secara
Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur” adalah: 1) menentukan jenis ikan unggulan di PPN Prigi saat ini; 2) menghitung potensi ikan unggulan; 3) menghitung kelayakan usaha alat penangkap ikan unggulan yang dominan; 4) memetakan persepsi stakeholder mengenai aspek sosial di PPN Prigi; 5) menyusun model pengelolaan pembangunan perikanan berkelanjutan di PPN Prigi.
1.5 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat, antara lain: 1) menjadi salah satu acuan pemodelan pengelolaan perikanan berkelanjutan di perairan yang memiliki tipe/karakteristik seperti PPN Prigi 2) selanjutnya model ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan bagi pemerintah daerah sebagai pengembangan perikanan tangkap di lokasi kajian 3) selain itu hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi penyusunan model pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan di masa yang akan datang
7
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Model Pengelolaan Perikanan Tangkap Model adalah abstraksi atau penyederhanaan realitas sistem yang kompleks dengan komponen-komponen yang relevan atau faktor-faktor yang dominan dari masalah yang dianalisis/diikutsertakan. Model menunjukkan hubungan-hubungan (langsung dan tidak langsung) dari aksi dan reaksi dalam pengertian sebab dan akibat. Karena sebuah model adalah suatu abstraksi realitas, maka model akan tampak kurang kompleks dibanding realitas itu sendiri. Pembentukan model dilakukan untuk menemukan variabel-variabel penting yang berkaitan atau menonjol. Teknik-teknik kuantitatif seperti statistik dan simulasi digunakan untuk menyelidiki hubungan yang ada diantara banyak variabel dalam suatu model (Mulyono 2002). Pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati (UU no 45 2009 Pasal 1 ayat 7). Naskah pembukaan hukum laut internasional United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 (dalam Nurani 2010) telah mengisyaratkan, perlu adanya suatu konvensi tentang hukum laut yang baru dan dapat diterima secara umum. Naskah tersebut menyatakan permasalahan ruang samudera merupakan permasalahan yang berkaitan erat satu sama lain dan perlu dianggap sebagai suatu kebulatan. Melalui suatu konvensi, suatu tertib hukum diberlakukan untuk dapat memudahkan komunikasi internasional dan memajukan penggunaan laut dan samudera secara damai, pendayagunaan sumberdaya alam secara adil dan efisien, malakukan konservasi sumberdaya alam hayati dan pengkajian, serta perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Indonesia telah turut meratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU 17/1985.
8
Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang dicetuskan FAO tahun 1995 menyebutkan beberapa prinsip mengenai pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab serta himbauan bagi negara-negara lain untuk mengelola sumberdaya perikanannya. Butir-butir dalam prinsip-prinsip umum CCRF tersebut antara lain: 1) melindungi ekosistem perairan; 2) menjamin ketersediaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan; 3) pencegahan kondisi tangkap berlebih (overfishing); 4) rehabilitasi populasi perikanan dan habitat kritis; 5) mengupayakan
konservasi;
6)
penggunaan
alat
tangkap
yang
ramah
lingkungan; 7) pengontrolan yang efektif terhadap upaya-upaya penangkapan di laut; 8) mencegah konflik antara nelayan skala kecil, menengah dan industri; 9) penjaminan mutu hasil tangkapan; 10) penjaminan terhadap keamanan dan keselamatan kapal, alat tangkap dan ABK; dan 11) manajemen pengelolaan perikanan tangkap yang terpadu antar instansi/lembaga (Wisudo dan Solihin 2008). Berdasarkan beberapa pengertian mengenai model dan pengelolaan perikanan tersebut maka model pengelolaan perikanan tangkap dapat diartikan sebagai penyederhanaan realitas sistem yang kompleks dengan menemukan variabel-variabel penting yang berkaitan atau menonjol di bidang perikanan yang dilakukan secara hati-hati dan berdasarkan pada kajian-kajian ilmiah, sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982 dan CCRF untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Pengelolaan sumberdaya perikanan menghendaki keterlibatan dari seluruh stakeholder yang terlibat dalam pemaanfaatan sumberdaya perikanan, mulai dari perencanaan penyusunan program, pelaksanaan monitoring dan evaluasi (Nurani 2010).
2.2 Konsep Keberlanjutan Konsep berkelanjutan yang telah disepakati oleh Komisi Brundtland menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan yaitu dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Konsep keberlanjutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, yaitu (Fauzi 2004):
9
1) keberlanjutan ekonomi: pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri; 2) keberlanjutan lingkungan: sistem yang berkelanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi; 3) keberlanjutan sosial: keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem
yang mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender dan akuntabilitas politik.
economic development
community economic development
-economic growth
conservationism
-private profit -market expansion -externalize costs
Sustainable development -local self reliance -basic human needs
-carrying cappacity
-equity
-resource reservation
-partisipation
-elegance
-social accountability -appropriate technology
ecological development
community development
deep ecology Sumber: Pinfield G (1997) dalam www.trp.dundee.ac.uk
Gambar 2 Zona tumpang tindih kepentingan dalam pembangunan berkelanjutan diwakili modernisasi ekologi. Tantangan untuk memelihara sumberdaya secara berkelanjutan merupakan permasalahan
yang
cukup
kompleks
dalam
pembangunan
perikanan.
Sumberdaya perikanan dikategorikan sebagai sumberdaya yang dapat pulih, namun seberapa besar ikan yang dapat dimanfaatkan tanpa harus menimbulkan
10
dampak negatif di masa mendatang harus dipertimbangkan. Keberlanjutan merupakan kata kunci dalam pembangunan perikanan yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan kesejahteraan masyarakat perikanan itu sendiri (Adam et al. 2006).
2.3 Pengkajian Potensi Ikan dengan Analisis Surplus Production Model Sumberdaya ikan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat pulih namun bukan tidak terbatas. Sumberdaya dapat mengalami penipisan kelimpahan (abundance) bahkan kemusnahan (collapse) jika dibiarkan dalam keadaan nirkelola. Pengkajian stok (stock assessment) dalam arti yang sebenarnya adalah mencakup segala upaya riset yang dilakukan untuk mengetahui respon sumberdaya ikan terhadap kebijakan pengelolaan, misalnya terhadap penambahan upaya penangkapan (jumlah dan atau ukuran kapal penangkapan, alat penangkapan ikan); terhadap pembatasan hasil tangkapan (jumlah ikan yang boleh ditangkap, ukuran ikan yang boleh ditangkap dan sebagainya) (Widodo, 2003). Kompleksnya faktor-faktor yang berkaitan, menyebabkan pengelolaan sumberdaya ikan banyak menghadapi kendala, sehingga salah satu cara yang cukup memadai untuk mengkajinya dapat dilakukan melalui pendekatan pemodelan. Model merupakan sekumpulan pernyataan yang dirumuskan dengan baik yang dapat menggambarkan sistem yang kompleks dan memungkinkan adanya pernyataan-pernyataan yang tepat mengenai bagaimana komponenkomponen sistem tersebut berinteraksi. Model produksi digunakan untuk mengetahui apakah penangkapan masih berada dalam batas potensi lestari atau telah melewatinya. Model produksi surplus merupakan model yang populer dalam literatur perikanan dan telah digunakan selama lebih dari empat puluh tahun. Hal ini dikarenakan model produksi surplus relatif sederhana dan hanya membutuhkan data hasil tangkapan dan upaya penangkapan time series yang relatif tersedia pada pusat penangkapan dan pendaratan ikan (Georgina et al 2004).
11
Hasil tangkapan MSY
Upaya Penangkapan Sumber: Sparre & Venema 1999
Gambar 3 Model produksi surplus.
2.4 Kelayakan Usaha pada Unit Penangkapan Ikan Salah satu cara untuk mengetahui keberlanjutan ekonomi adalah dengan perhitungan analisis keuangan. Analisis keuangan yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis finansial rugi-laba (cashflow) dan analisis investment criteria untuk menilai kelayakan usaha pada unit penangkapan ikan. Studi kelayakan usaha adalah kajian mengenai layak atau tidak layak suatu usaha untuk dijalankan serta menghindari suatu usaha dari kebangkrutan. Analisis finansial rugi-laba akan menggambarkan aliran dana yang keluar dan masuk dalam suatu usaha pada periode waktu tertentu. Struktur biaya yang diperhitungkan dalam analisis finansial rugi-laba, yaitu: 1) biaya investasi, yaitu biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan barang modal atau modal tetap; 2) biaya tetap, yaitu biaya yang selalu dikeluarkan dan tidak tergantung volume produksi; 3) biaya variabel, yaitu biaya yang dikeluarkan berdasarkan volume produksi. Alat analisis untuk penghitungan rugi-laba ada lima namun pada penelitian ini hanya tiga yang digunakan, yaitu: keuntungan, revenue cost ratio (R/C) dan payback period (PP) (Hernanto 1989). Analisis investment criteria merupakan penilaian waktu uang (time value of money) karena uang bersifat time preference (skala waktu). Time preference menyatakan sejumlah sumber yang tersedia untuk dinikmati saat ini lebih berharga daripada sejumlah yang sama pada waktu yang akan datang. Faktorfaktor yang mempengaruhi time preference adalah: inflasi, adanya resiko yang tidak diketahui dimasa mendatang serta nilai konsumsi.
Kriteria penilaian
investasi pada analisis investment criteria, antara lain: net present value (NPV),
12
internal rate of return (IRR) dan net benefit cost ratio (Net B/C) (Kadariah et al 1999 dan Gray et al 2005).
2.5 Persepsi Stakeholder 2.5.1 Persepsi Persepsi adalah proses seseorang menyeleksi dan menginterpretasi stimuli untuk membentuk deskripsi menyeluruh. Sifat abstrak dari persepsi menyebabkan deskripsi yang digambarkan oleh seseorang tidak objektif tetapi subjektif. Walaupun persepsi sulit diukur, untuk memperoleh gambaran persepsi seseorang tentang suatu objek terhadap objek lain secara relatif dapat dilakukan (Simamora 2005). Definisi persepsi juga dinyatakan oleh sebagai penafsiran unik terhadap situasi dan bukan pencarian yang benar terhadap situasi (Marliyah et al. 2004). Proses persepsi meliputi interaksi yang sulit dari kegiatan seleksi, penyusunan dan penafsiran yang semuanya tergantung pada penginderaan data. Karena persepsi melibatkan proses kognitif yang kompleks, maka melaluinya dapat dihasilkan gambaran unik tentang kenyataan yang kemungkinan berbeda dari kenyataannya. Persepsi sosial berhubungan secara langsung dengan cara individu melihat dan menilai orang lain, oleh karena itu proses persepsi sosial melibatkan orang yang melihat atau menilai dan orang yang dinilai. Pembahasan mengenai persepsi sosial mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi yang secara rinci adalah sebagai berikut (Simamora 2005): 1) faktor stimuli yang terdiri dari nilai, familiaritas, arti emosional dan intensitas; 2) faktor yang berhubungan dengan ciri-ciri khas kepribadian seseorang; 3) faktor pengaruh kelompok; 4) faktor perbedaan latar belakang kultural yang menyangkut antara lain: kekayaan bahasa, pembentukan konsep-konsep dan pengalaman khusus seseorang sebagai anggota kebudayaan tertentu.
13
2.5.2 Analisis Perceptual Map Perceptual map digunakan untuk mengelompokkan stakeholder apakah memiliki persepsi yang sama atau berbeda. Keunggulan pendekatan berdasar atribut yang digunakan pada perceptual map adalah lebih mudah membuat penamaan dimensi. Pendekatan berdasar atribut meminta responden untuk memeringkatkan jawaban. Perceptual map yang digunakan menggunakan analisis diskriminan ganda. Dimana variabel dependen yang digunakan adalah pertanyaan yang diajukan dan variabel independen adalah jawaban dari pertanyaan (Churchill 2005). Menurut Simamora (2005) analisis diskriminan merupakan teknik yang akurat untuk memprediksi seseorang termasuk dalam kategori apa, dengan catatan data-data yang dilibatkan terjamin akurasinya. Analisis diskriminan digunakan dengan variabel dependen kategoris (skala ordinal atau nominal) dan variabel independen skala metrik (interval dan rasio).
2.6 Strategi Pengelolaan Perikanan Tangkap Menurut Nikijuluw (2002) dikutip dalam Nurani (2008), sumberdaya perikanan harus dikelola dengan baik, karena sumberdaya perikanan sangat sensitif terhadap tindakan manusia. Pendekatan apapun yang dilakukan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya, jika pemanfaatan dilakukan secara berlebihan pada akhirnya sumberdaya akan mengalami tekanan secara ekologi dan akan menurun kualitasnya. Pengelolaan sumberdaya perikanan patut dilakukan supaya pembangunan
perikanan
dapat
dilaksanakan
dengan
baik
dan
tujuan
pembangunan dapat tercapai. Sumberdaya perikanan terdiri atas sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan, serta segala sumberdaya buatan manusia yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya. Oleh karena itu pengelolaan sumberdaya perikanan mencakup penataan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan lingkungannya, serta pengelolaan kegiatan manusia. Secara lebih ekstrim dapat dikatakan, manajemen sumberdaya perikanan adalah manajemen kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangannya, konsep mengenai strategi terus berkembang. Definisi strategi pertama kali
14
dikemukakan oleh Chandler yang menyatakan strategi adalah tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumberdaya penting untuk mencapai tujuan tersebut. Pemahaman yang baik mengenai konsep strategi dan konsep-konsep lain yang berkaitan, sangat menentukan suksesnya strategi yang disusun (Rangkuti 2001). Konsep-konsep tersebut adalah sebagai berikut: 1) distinctive competence: tindakan yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat melakukan kegiatan lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya; 2) competitive
kegiatan
advantage:
spesifik
yang
dikembangkan
oleh
perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya. 2.6.1 Strengths weaknesses opportunities threats (SWOT) Salah satu perumusan strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan sektor perikanan adalah analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan analisis berbagai faktor secara sistematis yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) meminimalkan
kelemahan
dan peluang (opportunities)
(weaknesses)
dan
ancaman
(threats).
serta Proses
pengambilan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini (Rangkuti 2001). Berikut disajikan diagram analisis SWOT.
PELUANG
3. Mendukung strategi turn around
1. Mendukung strategi agresif
KELEMAHAN
KEKUATAN
4. mendukung strategi defensive
2. Mendukung strategi diversifikasi ANCAMAN
Sumber: Rangkuti 2005
Gambar 4 Diagram analisis SWOT.
15
Keterangan dari masing-masing kuadran dalam gambar adalah sebagai berikut: kuadran 1 :
merupakan situasi menguntungkan, dimana perusahaan memiliki peluang dan kekuatan. Strategi yang diterapkan di situasi ini adalah kebijakan pertumbuhan yang agresif.
kuadran 2 :
meskipun ada ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).
kuadran 3 :
fokus strategi dalam kuadran ini adalah meminimalkan masalah internal sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
kuadran 4 :
merupakan
situasi
tidak
menguntungkan
karena
dalam
menentukan dan melaksanakan suatu program terdapat berbagai kelemahan internal dan ancaman dari eksternal, sehingga strategi yang diusulkan adalah defensive. 2.6.2 Balanced scorecard Pengukuran kinerja kebijakan strategis dilakukan dengan menggunakan balanced scorecard, yaitu tolok ukur operasional jangka pendek untuk mengukur keberhasilan strategi jangka panjang. Kaplan dan Norton (1996) menjelaskan bahwa balanced scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran taktis atau operasional. Perusahaan yang inovatif menggunakan balanced scorecard sebagai sebuah sistem manajemen strategis jangka panjang yang menghasilkan berbagai proses manajemen penting, yaitu: 1) memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi; 2) mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis; 3) merencanakan, menetapkan sasaran dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis; 4) meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis (Gambar 5).
16
Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi • Memperjelas visi • Menghasilkan konsensus
Mengkomunikasikan dan menghubungkan • Mengkomunikasikan dan mendidik • Menetapkan tujuan • Mengaitkan imbalan dengan ukuran kinerja-tonggak
Balanced Scorecard
Merencanakan dan menetapkan sasaran • Menetapkan sasaran • Memadukan inisiatif strategis • Mengalokasikan sumberdaya • Menetapkan tonggak-tonggak
Umpan balik dan pembelajaran strategis • Mengartikulasikan visi bersama • Memberikan umpan balik strategis • Memfasilitasi tinjauan ulang dan pembelajaran strategi
Sumber: Robert S Kaplan dan David P Norton 1996
Gambar 5 Balanced scorecard sebagai suatu kerangka kerja tindakan strategis. Balanced scorecard merupakan tolok ukur keberhasilan yang dianalisis lebih lanjut dari tujuan strategis yang telah dihasilkan. Strategi dirumuskan menjadi empat perspektif, yaitu: 1) finansial; 2) pelanggan; 3) bisnis internal; serta 4) pembelajaran dan pertumbuhan (Nurani 2008). Tiap perspektif dirinci visi dan dirumuskan seluruh sasaran strategis. Sasaran merupakan indikator kinerja dari tujuan strategis, yang disebut juga sebagai indikator ukuran hasil atau indikator akibat. Selanjutnya tolok ukur perlu diterjemahkan dalam target-target kuantitatif yang dapat dijangkau pada periode waktu tertentu. Umpan balik dapat diperoleh melalui evaluasi terhadap pencapaian target dari tolok ukur yang sudah ditetapkan. Target-target yang sudah ditetapkan perlu dicapai melalui langkah-langkah tindakan atau inisiatif. Inisiatif dalam balanced scorecard disebut sebagai indikator sebab. Indikator sebab ini merupakan langkah untuk mencapai indikator akibat. Sebagai salah satu contoh untuk mencapai tujuan strategis meningkatkan sarana dan prasarana produksi
17
berkualitas untuk optimalisasi produksi dan pemenuhan kebutuhan pasar ekspor sasaran (indikator akibat) yang diharapkan adalah pelabuhan berfungsi optimal sebagai penyedia sarana produksi, pemasaran dan fungsi pelayanan lain, sehingga inisiatif (indikator akibat) agar sasaran tercapai adalah dengan tersedianya dan kemudahan memperoleh input produksi serta pengembangan fasilitas pelabuhan (Nurani 2011).
2.7 Beberapa Penelitian yang Telah Dilakukan Penelitian yang telah dilakukan mengenai pengelolaan perikanan maupun keberlanjutan perikanan menjadi bahan masukan untuk penelitian yang dilakukan. Beberapa penelitian tersebut, antara lain: Suman et al (2006) pada penelitian berjudul “Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya”. Kesimpulan yang diberikan pada penelitian ini adalah: 1) pola pemanfaatan sumberdaya udang dogol secara berkelanjutan di perairan Cilacap dan sekitarnya diusulkan tiga alternatif pola pemanfaatan yaitu penutupan musim penangkapan, pembatasaan upaya penangkapan dan penetapan kuota penangkapan. 2) penerapan pola pemanfaatan sumberdaya udang dogol secara berkelanjutan di perairan Cilacap dan sekitarnya dapat menjamin kelestarian sumberdaya, pemanfaatannya dalam waktu panjang dan meningkatkan kesejahteraan nelayan, disamping itu dapat mengintegrasikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial sebagai dimensi dari perikanan berkelanjutan. Suyasa (2007) melakukan penelitian “Keberlanjutan dan Produktivitas Perikanan Pelagis Kecil yang Berbasis di Pantai Utara Jawa”.
Hasilnya
menunjukkan bahwa keberlanjutan ikan pelagis kecil baik dilihat dari dimensi ekologi, ekonomi, etik dan teknologi pada umumnya berada pada kategori kurang. Sedangkan dilihat dari dimensi sosial dan kelembagaan menunjukkan kategori sedang dan baik. Oleh karena itu strategi kebijakan pembangunan yang menjadi prioritas utama untuk mengatasi masalah diatas adalah diversifikasi usaha perikanan, relokasi nelayan dan armada perikanan serta perbaikan ekosistem perairan dengan melibatkan masyarakat.
18
Hermawan
(2006)
melakukan
penelitian
mengenai
“Keberlanjutan
Perikanan Tangkap Skala Kecil (Kasus Perikanan Pantai di Serang dan Tegal)”. Analisis yang digunakan adalah Rapfish. Hasil yang diperoleh menunjukkan perikanan jaring udang di Pasauran Serang berstatus cukup berkelanjutan namun perikanan payang bugis berstatus kurang berkelanjutan akibat rendahnya nilai pada dimensi teknologi. Sedangkan perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Tegal untuk semua alat tangkap yang diteliti (jaring rampus, bundes dan payang gemplo) berstatus kurang berkelanjutan, terutama dari sisi ekologi. Nurani (2008) melakukan penelitian berjudul “Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Dari Potensi Daerah”. Penelitian dilakukan di perairan selatan Jawa dengan menggunakan analisis pendekatan sistem. Hasil yang diperoleh adalah dua model pengembangan yaitu: 1) perikanan lepas pantai (SIMPELA) yang terintegrasi untuk perairan selatan Jawa dengan basis penangkapan di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu dengan tujuan penangkapan ikan tuna dan 2) perikanan pantai (SIMPETAI) yang cocok digunakan perikanan skala kecil dan menengah dengan tujuan penangkapan ikan unggulan lain seperti cakalang, tongkol, teri, bawal dan lobster.
19
3 METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian
berjudul
“Model
Pengelolaan
Perikanan
Pelagis
secara
Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur” ini dilakukan di PPN Prigi, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Pengumpulan data di lapangan dilakukan selama lebih kurang 1,5 bulan yaitu pada bulan Februari-Maret 2011. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Lokasi penelitian. 3.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi lapangan. Teknik penelitian lapangan yang sistematis meliputi wawancara pribadi, observasi, pengarsipan data dan survei melalui kuesioner. Penulis tidak sepenuhnya mengacu pada hasil yang disampaikan responden, namun menggabungkan dengan teknik lain sehingga diperoleh pandangan yang luas sebelum membuat kesimpulan. Teknik studi lapangan yang paling spopuler melibatkan penggunaan kuesioner. Penggunaan kuesioner berguna untuk mengurangi penyimpangan dan dan memperluas cakupan responden yang terlibat (Ivancevich et al 2005).
20
Penelitian ini bertujuan merumuskan strategi pada model pengelolaan yang cocok untuk keberlanjutan perikanan tangkap di daerah tersebut. Data yang diambil berupa data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan wawancara stakeholder perikanan di Prigi menggunakan kuesioner. Data yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan pengumpulan data Tujuan Penentuan ikan unggulan Menghitung potensi ikan unggulan Menghitung kelayakan usaha unit penangkapan ikan Memetakan persepsi stakeholder
Jenis Data
Cara Pengumpulan Data
Laporan Statistik PPN Prigi Laporan Statistik PPN Prigi
Data 5 tahun teakhir mengenai jenis dan produksi ikan, rata-rata musim ikan dalam satu tahun dan tujuan utama pemasaran Data 5 tahun terakhir mengenai jenis dan jumlah ikan yang didaratkan dan data jenis dan jumlah alat tangkap yang beroperasi
Data Primer
Nelayan pemilik kapal
Wawancara dengan nelayan mengenai investasi, pendapatan, pengeluaran pada tiap unit penangkap ikan yang dominan menanngkap ikan unggulan
Data Primer
stakeholder (nelayan, bakul/pedagang , pengelola)
Pengisisan kuesioner mengenai opini stakeholder terhadap kehidupan sosial perikanan tangkap di PPN Prigi serta hubungan antar stakeholder (pertanyaan selengkapnya dapat dilihat pada sub sub bab 3.3.4).
Data Sekunder Data Sekunder
Data Primer Menyusun model pengelolaan
Sumber Data
Data Sekunder
stakeholder (nelayan, bakul/pedagang , pengelola) Laporan Statistik PPN Prigi, executive summary PPN Prigi
Wawancara mengenai keadaan perikanan tangkap dari segi ekologi, ekonomi maupun sosial
Data penunjang mengenai perkembangan terbaru pada perikanan tangkap di PPN Prigi
Pengumpulan data untuk menganalisis keberlanjutan ekonomi dilakukan dengan metode purposive sampling, responden merupakan orang yang disarankan oleh pihak pelabuhan. Penggunaan metode ini dianggap lebih mudah untuk mewakili data karena rata-rata ukuran tiap unit alat tangkap hampir sama selain itu tidak semua pemilik kapal mudah dan mau untuk diwawancarai. Jumlah responden masing-masing 3 orang pemilik kapal dari tiap unit alat tangkap purse seine, pancing tonda, gillnet dan payang. Data primer juga dikumpulkan untuk analisis keberlanjutan sosial yang diambil dengan wawancara menggunakan kuesioner. Pengambilan data dilakukan dengan metode random. Penggunaan metode ini adalah agar dapat melihat sebaran persepsi dari tiap stakeholder.
21
Jumlah responden adalah 69 orang (10% dari tiap stakeholder) yang terdiri dari nelayan (alat tangkap purse seine, pancing tonda, gillnet dan payang), bakul/pedagang serta pengelola (pihak PPN Prigi, TPI, satker PSDKP, Perum PPS cabang Prigi dan Pol-Air). Khusus untuk nelayan, 10% dihitung dari jumlah kapal dengan asumsi persepsi nelayan dalam satu armada adalah sama. Data sekunder yang dikumpulkan berupa laporan statistik perikanan PPN Prigi yang digunakan untuk menganalisis keberlanjutan ekologi dan penentuan ikan unggulan. Selain itu data sekunder lain yang dikumpulkan adalah data BPS (2010) dan laporan-laporan mengenai kondisi PPN Prigi untuk mendukung penulisan.
3.3 Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis skoring untuk menentukan ikan unggulan, prioritas kelayakan usaha alat penangkap ikan serta penentuan fokus model pengelolaan yang digunakan, analisis potensi sumberdaya ikan unggulan menggunakan surplus production model (SPM), analisis kelayakan usaha menggunakan cashflow dan investment criteria, analisis persepsi stakeholder menggunakan perceptual map dengan diskriminan ganda serta analisis perumusan strategi menggunakan strength weaknesses opportunities threats (SWOT) dan balanced scorecard. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah analisis perumusan strategi menggunakan strength weaknesses opportunities threats (SWOT), dilanjutkan dengan penentuan kebijakan jangka pendek untuk mendukung kebijakan jangka panjang menggunakan balanced scorecard. Analisis lainnya merupakan analisis pendukung untuk membuat perumusan strategi. 3.3.1 Analisis penentuan jenis ikan unggulan Ikan unggulan adalah spesies target yang lebih diinginkan oleh stakeholder karena memiliki beberapa kelebihan. Ikan unggulan yang dianalisis pada penelitian ini didasarkan pada kondisi yang ada saat ini. Suatu jenis ikan tidak selamanya menjadi unggulan yang utamanya dipengaruhi oleh permintaan pasar. Ikan yang dipilih menjadi unggulan dalam penelitian ini adalah yang memiliki produksi > 100 ton/tahun dan selalu tersedia dalam 5 tahun terakhir.
22
Asumsi awal ini digunakan karena produksi dan kontinuitas produk sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Terdapat enam jenis ikan yang masuk dalam kategori tersebut, yaitu: tongkol, layang, tuna, layur, lemuru dan cakalang. Penentuan urutan prioritas ikan unggulan di PPN Prigi dihitung dengan menggunakan analisis skoring. Metode ini dapat digunakan untuk menilai beberapa aspek yang dianalisis dengan satuan yang berbeda. Penilaian beberapa kriteria (variabel) secara bersama menggunakan standardisasi nilai. Kriteria yang digunakan antara lain adalah produksi ikan, kontinuitas, nilai produksi dan tujuan utama pemasaran, keempatnya dianggap paling berpengaruh terhadap keunggulan jenis ikan. Setiap kriteria diberikan nilai dari yang tertinggi hingga terendah. Hal ini menunjukkan tingkat kualitas dari suatu satuan kriteria, selain itu dilakukan standardisasi nilai menggunakan fungsi nilai (Haluan & Nurani 1988). Standardisasi dengan fungsi nilai dapat dilakukan dengan rumus: 0
V (x) = 1
0
dimana: V (x) = fungsi nilai dari variabel x X0
= nilai terendah dari kriteria x
X1
= nilai tertinggi dari kriteria x Fungsi V menunjukkan urutan prioritas. Alternatif ikan unggulan yang
memiliki nilai V tertinggi merupakan ikan unggulan terpilih dari PPN Prigi. 3.3.2 Keberlanjutan ekologi: potensi ikan unggulan Keberlanjutan ekologi merupakan hal dasar yang harus dilakukan dalam suatu konsep pembangunan keberlanjutan. Ekologi dalam perikanan tangkap merupakan hubungan timbal balik antara sumberdaya yang tersedia dengan pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan oleh manusia. Kajian stok sumberdaya perikanan menjadi penting untuk mengetahui berapa potensi ikan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Tujuan penggunaan model produksi surplus adalah untuk menentukan tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan hasil tangkapan maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara
23
jangka panjang (MSY). Model produksi surplus yang lebih sering digunakan adalah model Schaefer (Sparre dan Venema 1999). Model Schaefer menghubungkan antara hasil tangkapan per-upaya penangkapan dengan upaya penangkapan sebagai berikut : …………………………………………………………(1) CPUE = a − bE Hubungan antara upaya penangkapan dengan hasil tangkapan adalah :
C = aE − bE 2 …………………………………………………………...(2) Nilai intersep (a) dan slope (b) diduga dengan model-model penduga parameter biologi dari persamaan produksi Schaefer yaitu: (1) Equilibrium Schaefer
ht = qkEt −
q 2k Et ………………………………………………………(3) r
(2) Disequilibrium Schaefer
U t +1 − U t −1 r = r − U t − qEt 2U t kq
……………………………………….……(4)
(3) Schnute
U r U + U t +1 Et + Et +1 Ln t +1 = r − t − q ………………….............(5) 2 2 kq U t (4) Walter-Hilborn
U t +1 r − 1 = r − U t − qEt Ut kq
…………………………………………...........(6)
(5) Clark, Yoshimoto, dan Pooley (CYP) Ln(Ut +1 ) =
q 2r 2−r ln(qk ) + (E t + E t +1 ) ln(Ut ) − 2+r (2 + r ) 2+r
.........................................(7)
Keterangan : ht
= hasil tangkapan pada periode t,
Ut
= CPUE pada waktu t,
Ut+1 = CPUE pada waktu t+1, Et
= upaya penangkapan (effort) pada waktu t,
Et+1 = upaya penangkapan (effort) pada waktu t+1, k
= konstanta daya dukung perairan,
q
= konstanta kemampuan alat tangkap,
r
= konstanta pertumbuhan alami (intrinsik).
24
Kelima model yang dikemukakan diatas, dipilih yang terbaik (best fit). Penilaian ini berdasarkan kesesuaian tanda dalam persamaan, pendekatan dengan koefisien determinasi (R2) terbesar dan model yang memiliki nilai validasi mendekati nol. (1) nilai a dan b didapat melalui persamaan :
a = qk ……………………………………………………………………(8)
q 2k b= ………………………………………………………………….(9) r (2) jumlah upaya penangkapan optimum yang diperlukan untuk mendapatkan hasil tangkapan lestari diperoleh dengan menurunkan persamaan dari hubungan antara upaya penangkapan dengan hasil tangkapan, yaitu :
dC = aE − 2bE ……………………………………...…………………(10) dE Sehingga diperoleh persamaan
Eopt =
a ………………………………………………………….……(11) 2b
(3) Hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) diperoleh:
C MSY
a2 = …………………………………………………………..…..(12) 4b
3.3.3 Keberlanjutan ekonomi: kelayakan unit penangkapan ikan Manusia tidak terlepas dari masalah ekonomi yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Perikanan tangkap membutuhkan keberlanjutan ekonomi agar dapat memenuhi kebutuhan hidup stakeholder dan konsumen. Keberlanjutan ekonomi perikanan tangkap di PPN Prigi pada penelitian ini dikaji dengan menghitung kelayakan usaha unit penangkapan ikan yang dominan menangkap ikan unggulan. Kelayakan usaha akan dihitung dengan analisis finansial cashflow dan analisis investment criteria. 1) Analisis finansial cashflow Perhitungan cashflow menggambarkan semua penerimaan dan pengeluaran perusahaan selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Alat analisis cashflow yang digunakan, antara lain (Hernanto 1989):
25
(1) Analisis keuntungan digunakan untuk menghitung jumlah keuntungan yang diperoleh dalam suatu usaha. Jika
bernilai negatif artinya usaha mengalami
kerugian. = TR – TC dimana: = keuntungan/laba TR
= total pendapatan
TC
= total biaya
(2) Revenue cost ratio (R/C) merupakan perbandingan pendapatan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan untuk menentukan layak atau tidaknya usaha yang dijalankan pada saat ini. R/C = pendapatan/biaya kriteria: R/C ratio < 1 usaha tidak layak R/C ratio = 1 usaha impas R/C ratio > 1 usaha layak (3) Payback period (PP) adalah adalah perhitungan untuk mengetahui dalam kurun waktu berapa lama nilai investasi akan kembali, sehingga penghitungannya menggunakan rumus: PP =
( )
2) Analisis investment criteria Menurut Kadariah et al (1999) profitabilitas dapat dihitung dengan metode discounted cash flow. Metode ini memperhatikan nilai waktu uang (time value of money) karena uang memiliki time preference (skala waktu). (1) Future value (FV) atau nilai dimasa akan datang Rumus: FV = PV x (1+i)n Compounding Factor : (1+i)n Compounding factor adalah suatu bilangan yang dapat digunakan untuk mengalikan suatu jumlah pada waktu sekarang (PV) sehingga dapat diketahui jumlah di waktu yang akan datang (FV).
26
(2) Present value (PV): Rumus: PV= FV / (1+i)n Discount Factor : 1/ (1+i)n Discount Factor ialah bilangan yang dapat digunakan untuk mengalikan suatu jumlah di waktu yang akan datang (FV) supaya menjadi nilai sekarang (PV). Kriteria penilaian investasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi 3 hal, yaitu (Kadariah et al 1999 dan Gray et al 2005): (1) Net present value (NPV) bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh selama umur ekonomis proyek.
NPV merupakan selisih
antara nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu, yang dinyatakan dengan rumus: =1 (1
)
dimana : Bt
= manfaat (penerimaan) bruto pada tahun ke-t (Rp)
Ct
= biaya bruto pada tahun ke-t (Rp)
i
= tingkat suku bunga (%)
t
= periode investasi (i = 1, 2, 3, ..., n)
kriteria: NPV > 0, berarti usaha layak/menguntungkan NPV = 0, berarti usaha mengembalikan biaya yang dikeluarkan/impas NPV < 0, berarti usaha tidak layak/rugi. (2) Internal rate of return (IRR) adalah tingkat suku bunga dari suatu usaha dalam jangka waktu tertentu yang membuat NPV dari usaha sama dengan nol, dinyatakan dengan rumus: IRR = i1 +
1 1+
(i2-i1) 2
kriteria: IRR > i, berarti usaha layak IRR < i, berarti usaha tidak layak/rugi. (3) Net benefit cost ratio (Net B/C) adalah untuk mengetahui berapa besarnya penerimaan dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomis
27
proyek. Net B/C merupakan perbandingan antara total nilai sekarang dari penerimaan bersih yang bersifat positif (Bt–≤Ct > 0) dengan total nilai sekarang dari penerimaan yang bersifat negatif (Bt – Ct < 0), dengan rumus: =1 (1+ )
Net B/C =
=1 (1+ )
dimana: kriteria:
=1 (1+ )
>0
dan
=1 (1+ )
>0
Net B/C > 1, berarti usaha layak/menguntungkan Net B/C = 1, berarti usaha pulang pokok/impas Net B/C < 1, berarti usaha tidak layak/rugi
3.3.4 Keberlanjutan sosial: persepsi stakeholder Keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik (Fauzi 2004). Keberlanjutan dalam perikanan tangkap perlu memperhatikan kesetaraan pencapaian tujuan yang diharapkan oleh stakeholder maupun pihak pemerintah sebagai pengelola. Keberlanjutan sosial dalam penelitian ini dikaji dengan mendeskripsikan persepsi stakeholder. Perceptual
map
diperlukan
untuk
mengelompokkan
dan
mengetahui
kecenderungan responden berada pada kelompok yang sama atau tidak. Analisis diskriminan ganda digunakan untuk memprediksi keanggotaan dari tiap responden yang dikategorikan berdasarkan usia, pendidikan dan pekerjaan dengan hasil akhir perceptual map. Perceptual map dihitung dengan software SPSS. Langkah-langkah pembuatan analisis diskriminan menurut Simamora (2005) adalah 1) merumuskan masalah; 2) mengestimasi koefisien fungsi diskriminan; 3) memastikan signifikansi determinan; 4) menginterpretasi hasil; dan 5) menguji signifikansi analisis diskriminan. Model analisis diskriminan ganda adalah persamaan yang menunjukkan kombinasi linier dari berbagai variabel independen. Pertanyaan yang digunakan untuk melihat persepsi stakeholder dalam atribut sosial berjumlah 7. Pertanyaan yang diajukan yaitu mengenai: kejelasan penangkapan (x1), konflik antar nelayan (x2), keberadaan organisasi (x3), hubungan antar stakeholder (x4), kemudahan
28
akses pelabuhan (x5), peningkatan pelayanan pelabuhan (x6) dan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan (x7). Jumlah persamaan sama dengan jumlah variabel dependen dikurangi 1, dengan persamaan sebagai berikut: D1 = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + . . . + bkXk dimana: D1
= skor diskriminan
b
= koefisien diskriminan atau bobot
X
= prediktor atau variabel independen Model fungsi-fungsi yang digunakan dapat dipercaya akurat jika nilai hit
ratio > proportional chance criterion. Hit ratio adalah persentase responden yang kelompoknya dapat diprediksi secara tepat, sedangkan
proportional chance
criterion adalah kesempatan klasifikasi dari setiap grup yang memiliki grup berukuran tidak sama (Simamora 2005). Rumus perhitungan nilai proportional chance criterion adalah sebagai berikut: CPRO = p12 + p22 + pn2 dimana: CPRO
= proportional chance criterion
p12, p22, pn2
= proporsi responden pada tiap grup
Pada persepsi berdasarkan usia, jumlah grup dibagi berdasarkan distribusi frekuensi dari data usia responden. Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam distribusi frekuensi untuk data kuantitatif yaitu jumlah kelas, lebar kelas dan batas kelas (Supranto 2000). Jumlah kelas ditentukan dengan rumus: k = 1+3,322 log n dimana: k n
= banyak kelas = jumlah observasi
Sedangkan rumus untuk menentukan interval/lebar kelas adalah: c= dimana: c
= perkiraan lebar kelas
k
= jumlah kelas
Xn
= nilai observasi terbesar
X1
= nilai observasi terkecil
1
29
3.3.5
Model pengelolaan berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan harus didukung pengelolaan yang baik. Salah
satu cara pengelolan perikanan tangkap adalah perumusan strategi yang tepat dan sesuai untuk suatu daerah. Perumusan model pengelolaan perikanan berkelanjutan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari perumusan strategi menggunakan SWOT. Selanjutnya perumusan strategi jangka panjang dan jangka pendek sebagai tolok ukur keberhasilan menggunakan analisis balanced scorecard. 1) Fokus model pengelolaan Sebelum membuat
perumusan
strategi, pertama ditentukan model
pengelolaan yang paling cocok menjadi fokus di Prigi. Model yang diperhitungkan merupakan matriks kombinasi dari ikan unggulan dengan alat penangkap ikan dominan di PPN Prigi, sehingga terdapat 20 kombinasi model (hasil dari kombinasi 5 jenis ikan dan 4 jenis unit alat penangkap ikan). Analisis yang digunakan untuk membuat alternatif kebijakan diawali dengan membuat matriks kombinasi antara ikan unggulan dengan unit penangkapan ikan. Matriks kombinasi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Matriks kombinasi model yang akan dikembangkan API
A
Jenis ikan
B
C
1
A1
B1
C1
2
A2
B2
C2
dst
dst
Keterangan: A, B, C, dst 1,2, dst
= jenis alat penangkap ikan = jenis ikan unggulan
Analisis skoring merupakan analisis selanjutnya untuk menentukan prioritas model pengelolaan. Skoring didasarkan pada skor ikan unggulan, skor potensi dan pemanfaatan ikan (ekologi) dan skor kelayakan usaha tiap alat tangkap (ekonomi). Keberlanjutan sosial tidak diperhitungkan karena diasumsikan memiliki nilai yang sama untuk semua kombinasi model.
30
2) Perumusan strategi pengelolaan Analisis yang digunakan untuk membuat perumusan strategi adalah analisis SWOT. Dasar pembuatan SWOT adalah hasil pengamatan dan wawancara yang kemudian dibagi menjadi dua analisis, yaitu analisis internal yang terdiri dari faktor kekuatan dan kelemahan serta analisis eksternal yang terdiri dari faktor peluang dan ancaman. Dari faktor-faktor tersebut dibuat matriks Internal Factors Analysis Summary (IFAS) dan External Factors Analysis Summary (EFAS) seperti Tabel 3. Tabel 3 Pembuatan matriks IFAS Faktor Internal 1.
Bobot
Rating
Bobot*Rating
Kekuatan
............... ............... 2.
Kelemahan
.............. .............. Total
1,0
Langkah-langkah pembuatan matriks IFAS dan EFAS adalah sebagai berikut: (1) pengisian faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan pada IFAS serta peluang dan ancaman pada EFAS; (2) pembobotan pada kolom 2 antara 0-1, nilai 1,0 untuk faktor yang dianggap sangat penting dan 0,0 untuk faktor yang dianggap tidak penting; (3) pemberian nilai rating pada kolom 3. Rating adalah pengaruh yang diberikan faktor, nilai 1 untuk pengaruh yang sangat kecil dan nilai 4 untuk pengaruh yang sangat besar; (4) kolom 4 adalah hasil perkalian bobot dan rating; (5) menjumlah total skor yang didapatkan dari kolom 4. Nilai total menunjukkan reaksi organisasi terhadap faktor internal dan eksternal. Nilai 1,00-1,99 menunjukkan posisi internal atau eksternalnya rendah, nilai 2,00-2,99 menunjukkan posisi internal atau eksternalnya rata-rata, sedangkan nilai 3,00-4,00 menunjukkan posisi internal atau eksternalnya kuat (Rangkuti, 2005). Setelah membuat matriks IFAS dan EFAS dilanjutkan dengan pembuatan matriks SWOT. Tabel 4 menggambarkan matriks SWOT. Langkah-langkah
31
pembuatan matriks SWOT adalah sebagai berikut: (1) merinci kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada kolom yang telah ada; dan (2) mencocokkan tiap pasang faktor sehingga terbentuk strategi SO, WO, ST dan WT dan mencatat semua strategi yang memungkinkan untuk dilaksanakan. Tabel 4 Matriks SWOT IFAS
EFAS
Strengths (S)
Weaknesses (W)
.....................
........................
.....................
........................
Strategi SO
Strategi WO
Strategi ST
Strategi WT
Opportunities (O) ............................. ............................. Threaths (T) ............................ ...........................
3) Tolok ukur keberhasilan strategi Tolok ukur keberhasilan strategi dianalisis dengan balanced scorecard. Balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran dan pengendalian yang secara tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performa bisnis. Sistem balanced scorecard terdiri atas empat perspektif dilihat dari sisi internal dan eksternal. Sisi internal terdiri dari segi (1) finansial dan (2) bisnis internal, sedangkan sisi eksternal terdiri dari (3) pelanggan serta (4) pembelajaran dan pertumbuhan. Pengendalian perusahaan dapat dilakukan pada keempat perspektif tersebut dengan memfokuskan pada rasio-rasio kunci yang kritis dan strategis melalui target yang dapat dijangkau (Yuwono et al 2006 dalam Nurani 2011). Balanced scorecard bertujuan untuk mengukur kebijakan strategis yang diperoleh dari analisis SWOT, dimana dibuat tolok ukur operasional jangka pendek untuk mengukur keberhasilan jangka panjang. Langkah awal yang dilakukan dalam analisis balanced scorecard adalah menerjemahkan visi dan strategi, kemudian mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis; merencanakan, menetapkan sasaran dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis; meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis. Visi yang diemban dalam kasus ini adalah keberlanjutan perikanan tangkap di PPN
32
Prigi dengan menekankan pada model yang cocok dikembangkan, dengan misi mensejahterakan stakeholder dan rakyat dengan hasil perikanan. Berdasarkan strategi yang telah disusun, dibuat menjadi tolok ukur jangka pendek untuk mencapai tolok ukur jangka panjang sehingga dapat meraih strategi yang yang diharapkan. Tahap dalam penyusunan balanced scorecard (Nurani 2008), yaitu: (1) merinci visi berdasarkan masing-masing perspektif dan merumuskan stategi; (2) identifikasi faktor-faktor penting keberhasilan kinerja sistem; (3) mengembangkan tolok ukur, identifikasi sebab akibat dan menyusun keseimbangan sistem; (4) merinci scorecard dan tolok ukur unit sistem; (5) merumuskan tujuan-tujuan; dan (6) implementasi.
33
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum Trenggalek 4.1.1 Keadaan geografi Kabupaten Trenggalek terletak di selatan Provinsi Jawa Timur tepatnya pada koordinat 111 24’ – 112 11’ BT dan 7 53’ – 8 34’ LS. Kabupaten Trenggalek memiliki luas wilayah daratan 1.261,40 km² dan luas laut 4 mil dari daratan adalah 711,68 km² (BPS Trenggalek 2010). Batas-batas wilayah Kabupaten Trenggalek yaitu: sebelah utara
: Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Tulungagung
sebelah timur
: Kabupaten Tulungagung
sebelah selatan
: Samudera Hindia
sebelah barat
: Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Ponorogo
Dua per tiga bagian dari luas wilayah Kabupaten Trenggalek terdiri dari tanah pegunungan dan sisanya merupakan tanah dataran rendah. Ketinggian tanahnya antara 0-690 m diatas permukaan laut (dpl). Bahan tambang yang terkandung dalam pegunungan tersebut antara lain mangan, marmer dan kaolin. Susunan explorasi tanah di Kabupaten Trenggalek terdiri dari lapisan tanah andosol dan latosol, mediteran grumosol dan regosol, aluvial dan mediteran. Lapisan tanah aluvial terbentang di sepanjang aliran sungai di bagian wilayah timur dan merupakan lapisan tanah yang subur dengan luas sekitar 10%-15% dari seluruh wilayah. Bagian selatan, barat laut dan utara, tanahnya terdiri dari lapisan mediteran bercampur dengan lapisan grumosol dan latosol. Lapisan tanah ini sifatnya kurang daya serapnya terhadap air sehingga menyebabkan lapisan tanah ini kurang subur (BPS Trenggalek 2010). 4.1.2 Pemerintahan dan penduduk Kabupaten Trenggalek terbagi menjadi 14 Kecamatan dan 157 desa. Setiap desa dapat dikelompokkan menjadi 3 tingkat, yaitu desa swadaya, desa swakarya dan desa swasembada (BPS Trenggalek 2010). Jumlah penduduk Kabupaten Trenggalek menurut hasil registrasi penduduk pada akhir tahun 2009 sebanyak 796.966 jiwa, dengan presentase 50,49% laki-
34
laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah 789.172 jiwa. Peningkatan penduduk ini berdampak terhadap kepadatan penduduk yang pada tahun 2008 berjumlah 625 jiwa/km2 menjadi 632 jiwa/km2 (BPS Trenggalek 2010). Menurut data BPS Trenggalek (2010) sebagian besar penduduk Kabupaten Trenggalek berada pada usia muda. Artinya penduduk Trenggalek berpotensi sebagai penyedia tenaga kerja, namun kenyataannya hanya sedikit yang terserap. Jumlah pendaftar kerja pada tahun 2009 tercatat sebanyak 2.356 jiwa dan yang belum mendapat kerja 10.412 jiwa, sedangkan yang dapat terserap hanya 1.801 jiwa atau sekitar 14%. Sektor yang paling banyak digeluti penduduk adalah bidang pertanian, bidang jasa dan pegawai negeri. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia, Hongkong, Taiwan, Arab dan Singapura merupakan salah satu penyerap tenaga kerja. Menurut data Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial Kabupaten Trenggalek jumlah TKI asal Kabupaten Trenggalek berjumlah 374 jiwa pada tahun 2009. Semua TKI tersebut berprofesi sebagai pembantu rumah tangga. Kabupaten Trenggalek juga mentrasmigrasikan penduduknya ke Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah dan Maluku sebanyak 198 jiwa pada tahun 2009.
4.2 Keadaan Umum Perairan Kabupaten Trenggalek memiliki potensi sumberdaya alam pada perairan laut, payau dan tawar. Luas zona ekonomi eksklusif (ZEE) adalah 35.558 km2 dan panjang pantai selatan Kabupaten Trenggalek kurang lebih 96 km yang sebagian besar pantainya berbentuk teluk yang terdiri dari Teluk Panggul, Teluk Munjungan dan Teluk Prigi yang merupakan teluk terbesar. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN Prigi) terdapat di area Teluk Prigi yang merupakan pusat berjalannya roda ekonomi perikanan (PPN Prigi 2006). Dasar perairan di Teluk Prigi merupakan lumpur bercampur pasir sedikit berbatu karang dengan kedalaman sekitar 15-61 m, yang sebagian besar pantainya sudah terbuka dan hanya sebagian kecil saja yang masih terdapat hutan. Teluk Prigi mempunyai tiga pantai yang digunakan untuk wisata, yaitu Pantai Damas, Pantai Prigi dan Pantai Karanggongso (Adhicipta Engineering Consultant 2006).
35
Pulau-pulau kecil terdata yang terdapat di wilayah perairan Kabupaten Trenggalek sebanyak 26 pulau. Peraturan Presiden RI no 78 tahun 2005 tentang pengelolaan pulau-pulau kecil terluar, menyatakan bahwa dari 92 pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dua diantara pulau terluar tersebut berada di wilayah Kabupaten Trenggalek yaitu pulau Panekan di Kecamatan Munjungan dan Pulau Sekel di Kecamatan Watulimo (Kabupaten Trenggalek 2009).
4.3 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPN Prigi PPN Prigi terletak di Teluk Prigi, Kecamatan Watulimo. PPN Prigi dapat dicapai melalui jalan darat dari ibukota Trenggalek selama kurang lebih satu jam. Fasilitas jalan menuju Prigi kurang memadai dengan kondisi berkelok-kelok karena merupakan daerah pegunungan serta banyaknya jalan berlubang. 4.3.1 Fasilitas di PPN Prigi Suatu Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan akan berfungsi Perum PPS
Pabrik Tepung
dengan baik bila dilengkapi Ikan dengan berbagai fasilitas yang meliputi fasilitas pokok, fungsional dan penunjang. Fasilitas yang termasuk fasilitas pokok adalah dermaga,
kolam
pelabuhan,
alat
bantu
navigasi
dan
pemecah
gelombang/breakwater (Lubis 2006). Fasilitas dermaga dan kolam pelabuhan yang tersedia di PPN Prigi ada dua, satu di bagian barat/kulon dan satu di bagian timur/wetan. Kolam pelabuhan bagian barat dibatasi breakwater sebelah timur (BW 03) dengan panjang sekitar 310 m dan breakwater paralel di sebelah barat (BW 01 dan BW 02) sepanjang sekitar 165 m dan sekitar 175 m dengan kedalaman kolam 3,7 m. Dermaga barat digunakan untuk kapal-kapal berukuran sedang yaitu antara 20-30 GT yang kebanyakan berupa kapal purse seine dan beberapa tonda. Kolam pelabuhan bagian timur dibatasi breakwater yang terletak di selatan (BW 04) sepanjang sekitar 390 m dengan kedalaman kolam 2,4 m hingga 2,8 m (Adhicipta Engineering Consultant 2006). Dermaga timur digunakan untuk kapal berukuran lebih kecil yaitu <20 GT, berupa kapal tonda, gillnet dan pancing ulur. Mulut kedua kolam pelabuhan menghadap ke barat dengan lebar mulut sekitar 100 m (Lampiran 1).
36
Fasilitas
fungsional
merupakan
fasilitas
yang
dibangun
untuk
mendayagunakan pelayanan yang menunjang kegiatan di areal pelabuhan, sehingga manfaat dan kegunaan pelabuhan yang optimal dapat tercapai (Lubis 2006). Fasilitas fungsional yang terdapat di PPN Prigi yaitu dua buah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang terdapat di tiap dermaga, instalasi PDAM, instalasi bahan bakar, instalasi listrik, bengkel, pagar keliling, tempat pengolahan hasil perikanan, pabrik es dan dua buah cold storage (Lampiran 2). Bangunan TPI merupakan milik PPN Prigi namun dikelola oleh petugas TPI dibawah Dinas Kelautan dan Perikanan Trenggalek. TPI hanya berfungsi sebagai tempat penimbangan ikan karena sistem pelelangan tidak berjalan. Hasil tangkapan yang didaratkan ada yang langsung dibawa oleh para pemilik kapal yang juga berperan sebagai pengepul/pengumpul atau pun dijual kepada para pedagang/bakul menurut harga yang disepakati. PPN Prigi juga membangun bengkel untuk pelayanan kapal serta pagar keliling untuk keamanan. Tempat pengolahan yang telah tersedia di area PPN Prigi adalah bangsal pengolahan yang merupakan hasil Kelompok Usaha bersama (KUB) dibawah Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP). Tempat pemindangan ikan di Bengkorok merupakan milik Dinas Kelautan dan Perikanan Trenggalek, namun belum berfungsi maksimal. Pabrik tepung ikan yang terdapat di PPN Prigi merupakan milik swasta. Instalasi PDAM, instalasi bahan bakar, instalasi listrik merupakan sarana yang disediakan oleh Perum PPS cabang Prigi. Salah satu cold storage yang tersedia adalah adalah milik Perum PPS namun telah disewakan kepada swasta, sedangkan cold storage yang lain dan pabrik es adalah milik swasta. Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang dibangun untuk memberi kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat perikanan yang ada di areal pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk memenuhi kesejahteraan sosial nelayan. Fasilitas ini terdiri atas fasilitas kesejahteraan yang meliputi: MCK, poliklinik, mess, warung dan mushola dan fasilitas administrasi yang meliputi: kantor pengelola pelabuhan, ruang operator, kantor syahbandar dan kantor beacukai (Lubis 2006). Fasilitas administrasi berupa kantor yang terdapat di PPN Prigi antara lain: kantor PPN Prigi, kantor syahbandar, kantor Satker PSDKP, kantor
37
Satker Pol-Air, kantor TPI dan kantor Perum PPS (Lampiran 3). Fasilitas kesejahteraan yang tersedia hanya kios/warung sedangkan MCK, poliklinik dan mushola belum tersedia.
4.3.2 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal yang digunakan di perairan Prigi adalah kapal motor dengan bahan kayu yang memiliki ukuran <30 GT. Kapal yang memiliki ukuran <10 GT merupakan kapal yang digunakan untuk mengoperasikan pancing ulur, sedangkan kapal dengan ukuran 10 hingga <30 GT kebanyakan digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap tonda, gillnet, dan payang. Kapal dengan ukuran 20 hingga <30 GT digunakan untuk mengoperasikan purse seine, dimana untuk mengoperasikan satu unit purse seine dibutuhkan 2 kapal. Jumlah dan jenis kapal di PPN Prigi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan jenis kapal di PPN Prigi periode 2000-2010 Tahun
Perahu tanpa motor
Kapal <10GT
Kapal 10-<20GT
Kapal 20-<30GT
2000
150
239
138
96
2001
90
274
175
96
2002
45
274
175
112
2003
5
477
85
112
2004
0
674
73
115
2005
0
649
105
120
2006
0
741
136
230
2007
0
641
151
240
2008
0
641
151
240
2009
0
366
153
300
2010
0
365
167
314
Sumber: Statistik Perikanan PPN Prigi 2010
Perahu tanpa motor tidak ada lagi di perairan Prigi sejak tahun 2004 karena beralih fungsi menjadi kapal motor dengan ukuran < 10 GT. Perkembangan kapal < 10 GT mengalami pertumbuhan signifikan pada tahun 2003 dan 2004, yang pada tahun 2002 berjumlah 274 kapal menjadi 674 kapal pada tahun 2004, namun kemudian sejak tahun 2007 jumlahnya menurun karena para pemilik kapal mulai
38
menjual kapal kecil untuk diganti dengan kapal yang berukuran lebih besar agar dapat mencapai daerah operasi yang lebih jauh. Kapal berukuran 10-<20 GT mengalami penurunan hingga 50% pada tahun 2003. Penyebab pasti belum diketahui karena dari segi alat tangkap, produksi dan nilai produksi tidak ada kecenderungan menghadapi musim paceklik atau pun krisis ekonomi. Kemungkinan yang ada disebabkan pengurangan nelayan andon akibat konflik yang terjadi pada tahun 2001, yang mayoritas menggunakan alat tangkap payang. Pertumbuhan yang stabil terjadi pada kapal berukuran 20-<30 GT yang merupakan kapal untuk mengoperasikan purse seine. 2) Alat penangkap ikan Alat penangkap ikan yang digunakan di PPN Prigi saat ini, antara lain: purse seine, gillnet, payang, pukat pantai, pancing ulur, pancing tonda dan jaring klitik. Jumlah dan jenis alat tangkap yang beroperasi di PPN Prigi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Jenis dan jumlah alat penangkap ikan di PPN Prigi periode 2000-2010 Tahun
Purse seine
Gillnet
Jenis Alat Penangkap Ikan Pukat Pancing Pancing Payang Pantai Prawe Ulur
Pancing Tonda
Jaring Klitik
2000
105
8
42
27
278
150
0
2
2001
105
8
40
27
278
200
0
2
2002
122
8
30
33
278
242
0
0
2003
122
10
35
33
282
286
0
2
2004
230
17
28
40
25
1158
28
30
2005
240
34
20
42
36
1298
51
36
2006
115
43
36
42
36
1298
57
50
2007
120
43
36
42
36
546
72
53
2008
120
43
36
42
36
546
72
53
2009
150
43
38
42
0
542
72
53
2010
157
43
38
41
0
542
86
53
Sumber: Statistik Perikanan PPN Prigi 2010
Pancing prawe atau mini longline sejak tahun 2009 dinyatakan tidak beroperasi lagi. Kenyataannya alat tangkap ini masih digunakan nelayan tonda pada waktu senggang meskipun jumlahnya sedikit. Penurunan jumlah alat tangkap ini seiring dengan menurunnya jumlah hasil tangkapan ikan layur sejak tahun 2006, selain itu juga disebabkan pengurangan jumlah armada < 10 GT oleh
39
pemilik kapal mulai tahun 2007. Pancing ulur juga mengalami penurunan drastis pada tahun 2007. Sedangkan pancing tonda mulai diperkenalkan di perairan Prigi sejak tahun 2004 dan mengalami penambahan setiap tahunnya. 3) Nelayan Nelayan purse seine dan payang di PPN Prigi hampir semuanya merupakan nelayan lokal dan hanya melaut one day fishing sedangkan nelayan pancing tonda dan gillnet sebagian ABK merupakan nelayan pendatang yang melaut 7-10 hari dalam satu kali trip. Nelayan di Prigi umumnya berpendidikan sampai jenjang SD atau SMP, berdasar sampel hanya sekitar 20% yang melanjutkan sampai jenjang SMA. Jumlah nelayan di PPN Prigi selalu mengalami penambahan dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan memberikan penghidupan yang cukup menjanjikan bagi warga pesisir Prigi. Pada tahun 2000 nelayan di Prigi berjumlah 3.624 orang dan pada tahun 2010 meningkat menjadi hampir dua kali lipat yaitu sejumlah 6.724 orang. Gambar 7 menunjukkan perkembangan jumlah nelayan Prigi periode 2000-2010. 8000 7000
Jumlah (orang)
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
Tahun
Sumber: Statistik Perikanan PPN Prigi 2010
Gambar 7 Perkembangan jumlah nelayan di PPN Prigi periode 2000-2010. 4.3.3 Daerah penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan atau fishing ground nelayan Prigi kebanyakan masih terkonsentrasi di perairan teluk Prigi terutama kapal berukuran < 10 GT. Nelayan yang tidak memiliki rumpon menentukan sendiri daerah penangkapan
40
dengan spekulasi dari gejala-gejala perairan serta kabar yang diperoleh dari teman, sedangkan nelayan yang memiliki rumpon langsung menuju rumpon dengan bantuan GPS. Nelayan yang biasa menggunakan rumpon adalah nelayan tonda dan gillnet. Kepemilikan rumpon ada yang berkelompok maupun perorangan. Rumpon diletakkan pada jarak sekitar 15-75 mil dari pantai dengan kedalaman 40-100 m. 4.3.4 Produksi dan nilai produksi Hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Prigi beraneka ragam. Produksi yang dominan untuk kelompok pelagis kecil adalah layang dan lemuru, untuk kelompok pelagis besar didominasi
ikan tongkol, cakalang dan tuna, untuk
kelompok ikan demersal didominasi ikan layur, sedangkan jenis udang-udangan hanya didaratkan dalam jumlah relatif sedikit. Produksi ikan di PPN Prigi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Produksi ikan di PPN Prigi periode 2000-2010 Tahun
Jenis Ikan (dalam ton) Tongkol Layur Lemuru como
Cakalang
Layang deles
2000
1471.0
3577.0
1.0
30.0
19.0
508.0
3331.0
8937.0
2001
1362.0
26.0
23.0
654.0
64.0
457.0
11442.0
14028.0
2002
3183.0
871.0
12.0
1957.0
5.0
2.0
51263.0
57293.0
2003
192.0
1856.0
1186.0
1126.0
2682.0
138.0
39576.0
46756.0
2004
823.0
4025.0
473.0
2121.0
7850.0
560.0
1942.0
17794.0
2005
1134.0
2013.0
1297.0
3502.0
2602.0
1179.0
2619.0
14346.0
2006
1327.0
4395.0
446.0
8036.0
7309.0
583.0
1507.0
23603.0
2007
942.0
5189.0
686.0
4502.0
9998.0
373.0
642.0
22332.0
2008
918.0
4738.0
317.0
9308.0
10472.0
323.0
279.0
26355.0
2009
613.2
5256.8
368.6
4843.1
10785.3
691.9
1012.8
23571.7
2010
763.3
287.9
115.6
2154.0
3485.3
503.3
367.0
7676.2
Tuna
Ikan lainnya
Jumlah
Sumber: Statistik Perikanan PPN Prigi 2010
Produksi ikan pada tahun 2002 dan 2003 mengalami kenaikan tajam. Hal ini disebabkan musim ubur-ubur sehingga mendominasi penangkapan. Hasil tangkapan ubur-ubur pada tahun 2002 sebanyak 42.082 ton dan 36.573 ton pada tahun 2003. Ikan layaran dan julung-julung juga mendominasi pada tahun 2001, masing-masing sebanyak 3.079 ton dan 696 ton. Tahun 2010 merupakan tahun paceklik bagi nelayan dimana total produksi yang didaratkan berkurang sekitar
41
67% dari tahun 2009 yang berjumlah 23.571,1 ton, menjadi 7.676,2 ton pada tahun 2010. Nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Prigi cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2000 hingga 2008, kemudian turun sedikit pada tahun 2009 dan turun drastis di tahun 2010 sebesar Rp 61.306.426.750,akibat musim paceklik. Tabel 8 menunjukkan nilai produksi ikan di PPN Prigi periode 2000-2010. Tabel 8 Nilai produksi ikan di PPN Prigi periode 2000-2010 Tahun
Nilai Produksi (dalam jutaan rupiah) Tongkol Layur Lemuru Tuna Como
Cakalang
Layang Deles
Ikan Lainnya
Jumlah
2000
457.20
4768.94
5.60
7.51
42.40
1150.55
7921.39
14353.57
2001
3413.66
38.14
82.08
529.65
217.64
1468.20
18455.78
24205.14
2002
12049.74
5798.71
12.73
4441.54
27.65
31.69
31473.68
53835.74
2003
900.10
4850.64
6322.50
795.15
12086.02
774.81
28738.24
54467.45
2004
4313.55
2005
5918.85
10231.85
1770.05
2055.10
30398.75
3233.80
6306.60
58309.70
6927.60
6841.50
3951.75
13755.05
7678.35
5991.40
51064.50
2006
7403.35
17391.60
834.70
9833.05
37962.00
4126.55
5934.65
83485.90
2007
5399.40
19680.80
3351.25
5888.50
52442.35
2806.25
2690.60
92259.15
2008
7282.78
25738.00
1941.35
15905.45
75836.80
2916.15
1397.10
131017.63
2009
4642.39
15974.52
4209.99
8217.09
62163.10
6671.47
5069.39
106947.95
2010
5486.30
2012.40
972.32
4700.67
23912.38
4877.05
3680.40
45641.52
Sumber: Statistik Perikanan PPN Prigi 2010
Ikan tongkol selalu memberikan nilai produksi tertinggi sejak tahun 2004 seiring dengan meningkatnya pendaratan ikan tersebut. Ikan yang memiliki harga rata-rata tertinggi pada tahun 2010 adalah tuna, layur dan cakalang yaitu Rp 9.690,-/kg untuk ikan tuna, Rp 8.411,-/kg untuk ikan layur dan Rp 7.188,-/kg untuk ikan cakalang. Grafik perkembangan nilai produksi ikan di PPN Prigi dapat dilihat pada Gambar 15. 4.3.5 Pengolahan dan pemasaran Hasil tangkapan ikan dari PPN Prigi dipasarkan dalam bentuk segar dan olahan. Pengolahan yang dilakukan antara lain pembekuan, pemindangan, pengeringan/pengasinan, pengasapan, terasi dan tepung ikan. Ikan segar dipasarkan hanya di 3 kota yaitu Surabaya, Trenggalek dan Tulungagung. Dominansi pemasaran ikan segar yaitu kota Surabaya sebesar
42
2.384 ton atau sekitar 82% pada tahun 2010. Ikan yang dipasarkan ke Surabaya umumnya adalah ikan-ikan komoditi ekspor. Terbatasnya pemasaran ikan segar disebabkan ikan memiliki sifat mudah rusak, sehingga membutuhkan perlakuan ekstra dan tambahan biaya. Ikan yang dipasarkan dalam bentuk segar utamanya diperuntukkan bagi pasar ekspor, berupa ikan tuna, layur dan cakalang. Pemasaran ikan olahan lebih luas jangkauannya, yaitu Trenggalek, Tulungagung, Surabaya, Jombang, Malang dan Nganjuk. Surabaya juga mendominansi pemasaran ikan olahan dari PPN Prigi dengan total 1.602 ton atau 33,56% pada tahun 2010, disusul Tulungagung, Malang, Jombang dan Nganjuk, sedangkan Trenggalek sendiri hanya menyerap ikan olahan sebesar 1,84%.
43
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Jenis Ikan Unggulan di PPN Prigi Pengelolaan membutuhkan penentuan ikan unggulan. Hal ini bertujuan agar dapat mengembangkan kegiatan perikanan yang sesuai dengan kondisi lapangan. Syarat utama suatu jenis ikan menjadi ikan unggulan yaitu dipengaruhi oleh permintaan pasar. Ikan unggulan yang dianalisis pada penelitian ini didasarkan pada kondisi yang ada saat penelitian dilakukan. Perhitungan standardisasi pada Tabel 9 menunjukkan bahwa urutan prioritas ikan unggulan di PPN Prigi adalah tuna, tongkol, cakalang, lemuru dan layang (Lampiran 4). Ikan layur untuk selanjutnya tidak disertakan karena memiliki prioritas terakhir dan bukan merupakan ikan pelagis. Ikan pelagis adalah ikan yang sebagian besar hidupnya berada pada lapisan permukaan hingga kolom air (Simbolon 2011). Ikan tuna, tongkol dan cakalang termasuk dalam ikan pelagis besar, sedangkan ikan lemuru dan layang termasuk dalam ikan pelagis kecil. Kelima ikan unggulan ini dianalisis lebih lanjut secara ekologi, kelayakan usaha penangkapannya dan persepsi sosial stakeholder. Tujuan akhir penelitian ini menghasilkan model pengelolaan perikanan pelagis berkelanjutan di PPN Prigi. Tabel 9 Kriteria dan urutan prioritas untuk menentukan ikan unggulan Produksi
Kontinuitas
Ratarata 5 tahun terakhir (ton)
V1
Tongkol
8.409,92
1.000
9
1.000
Layang
3.973,33
0.447
7
Tuna
494,84
0.013
Layur
386,64
Nama Ikan
Lemuru Cakalang
Ratarata musim ikan (bulan)
Nilai Produksi
Tujuan Utama Pemasaran Total
UP
0.500
2.813
2
antar kota
0.500
1.635
5
1.000
ekspor
1.000
3.013
1
13.000
0.625
ekspor
1.000
1.625
6
1.000
3.000
0.000
diolah
0.000
1.671
4
1.000
10.000
0.438
ekspor
1.000
2.503
3
V2
Harga (Rp)
V3
Ke-
V4
8.000
0.313
antar kota
0.500
6.000
0.188
9
1.000
19.000
0.000
5
0.000
5.768,61
0.671
9
912,60
0.066
9
44
5.2 Keberlanjutan Ekologi: Potensi Ikan Unggulan Keberlanjutan ekologi dalam penelitian ini dikaji dengan menghitung potensi ikan unggulan di PPN Prigi. Tujuannya untuk mengetahui tingkat pemanfaatan lestari agar sumberdaya ikan dapat berkelanjutan. Pengkajian potensi ikan dianalisis dengan menggunakan model produksi surplus. Potensi ikan unggulan PPN Prigi yang dikaji antara lain tuna, tongkol, cakalang, lemuru dan layang. 5.2.1 Ikan tuna (Thunnus sp.) Hasil tangkapan ikan tuna didominasi oleh alat tangkap pancing tonda sekitar 79% dari total hasil tangkapan, purse seine sekitar 9%, gillnet sekitar 8% dan sisanya oleh payang dan pancing ulur. Alat tangkap standar ikan tuna yang sesuai berdasarkan FPI (nilai terbesar) yaitu pancing tonda. Nilai FPI rata-rata untuk pancing tonda sebesar 76,33% dari total alat tangkap. Gillnet merupakan alat tangkap yang cukup berpengaruh pada penangkapan tuna dengan presentase FPI sebesar 15,57% dari total alat tangkap. Equilibrium Schaefer merupakan model poduksi surplus yang paling sesuai digunakan untuk menghitung maximum sustainable yield (MSY). Model ini digunakan karena memenuhi syarat, yaitu tanda sesuai dengan persamaan, memiliki R2 paling tinggi yaitu 0,72 dan rata-rata nilai validasi sebesar 0,513. Perhitungan potensi ikan tuna dapat dilihat pada Lampiran 5. Gambar 8 menunjukkan grafik MSY untuk ikan tuna. Model Equilibrium Schaefer menunjukkan effortoptimum untuk penangkapan ikan tuna sebanyak 56 unit pancing tonda dan catchMSY 1.000,69 ton/tahun. Data produksi aktual ikan tuna PPN Prigi tahun 2005 berjumlah 1179 ton dengan upaya penangkapan sebanyak 59 unit alat tangkap standar. Produksi ikan tuna tahun 2006-2010 mengalami penurunan hingga setengah dari produksi tahun 2005. Hal ini terjadi seiring dengan penambahan alat tangkap pancing tonda sebanyak 6 unit dan penambahan unit gillnet sebanyak 9 unit. Data aktual penangkapan ikan tuna di PPN Prigi terindikasi overfishing yang disebabkan peningkatan alat tangkap yang beroperasi (overeffort).
45
produksi tuna (ton)
1400 1200
2005
1000 800
2009
600
2006
400
2010
2007
200
2008
0 0
20
40
60
80
100
120
junlah pancing tonda (unit) data aktual
kurva produksi surplus
batas MSY
Gambar 8 Grafik maximum sustainable yield untuk ikan tuna. 5.2.2 Ikan tongkol (Euthynnus affinis) Penangkapan ikan tongkol didominasi oleh alat tangkap purse seine dengan total produksi sekitar 97%. Purse seine menjadi alat tangkap standar dengan ratarata FPI sebesar 82,44% dari semua alat tangkap. Alat tangkap lain tidak berpengaruh nyata terhadap penangkapan ikan tongkol. Perhitungan potensi ikan tongkol dapat dilihat pada Lampiran 6. Model yang dipilih untuk menghitung MSY adalah Equilibrium Schaefer. Model Equilibrium Schaefer memiliki R2 lebih kecil daripada model Disequilibrium Schaefer yaitu 0,657. Model ini dipilih karena dapat menjelaskan kondisi aktual dengan rata-rata nilai validasi yang jauh lebih kecil yaitu 0,455. Model Equilibrium Schaefer menunjukkan effortoptimum sebanyak 145 unit purse seine dan catchMSY 8.853,01 ton/tahun. Gambar 9 menunjukkan grafik
produksi surplus ikan tongkol. Data
produksi aktual ikan tongkol di PPN Prigi tahun 2005 sebesar 2.235 ton atau terindikasi mendekati deplesi berdasarkan model Equilibrium Schaefer. Hal ini disebabkan banyaknya alat tangkap yang beroperasi, yaitu setara 278 unit alat tangkap standar. Produksi ikan tongkol tahun 2006-2009 mulai mengalami peningkatan. Peningkatan ini terjadi akibat pengurangan jumlah armada standar menjadi 119 unit. Produksi ikan tongkol tahun 2010 mengalami penurunan tajam sebesar 67,69% dari tahun 2009 seiring dengan penambahan 7 unit purse seine.
46
Kondisi aktual selain tahun 2006 menunjukkan penangkapan ikan tongkol di PPN Prigi terindikasi mengalami kelebihan tangkap.
produksi tongkol (ton)
12000
2008
10000
2009
2007 8000
2006
6000 4000
2010
2005
2000 0 0
50
100
150
200
250
300
350
jumlah purse seine (unit) data aktual
kurva produksi surplus
batas MSY
Gambar 9 Grafik maximum sustainable yield untuk ikan tongkol. 5.2.3 Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Ikan cakalang (skipjack tuna) memiliki tingkah laku yang mirip dengan ikan tuna, sehingga alat tangkap standar yang digunakan sama dengan alat penangkap ikan tuna yaitu pancing tonda. Pancing tonda memberikan produksi sekitar 57% dari total tangkapan cakalang. Alat tangkap purse seine dan gillnet memberikan pengaruh cukup besar dalam penangkapan ikan cakalang yaitu sekitar 30% dan sekitar 11%. Perubahan jumlah ketiga unit penangkapan tersebut memberikan pengaruh terhadap jumlah alat tangkap standar. Alat tangkap pancing tonda memiliki rata-rata FPI sebesar 60,43%. Ratarata FPI gillnet dan purse seine masing-masing sebesar 20,5% dan 16,95%. Perhitungan potensi ikan cakalang dapat dilihat pada Lampiran 7. Model Equilibrium Schaefer merupakan model paling sesuai untuk menghitung MSY ikan cakalang. Model ini dipilih karena memenuhi syarat, yaitu tanda sesuai persamaan, nilai R2 model memiliki rata-rata validasi 0,3025. Model Walter-Hilborn yang memiliki rata-rata validasi terkecil tidak dipilih karena menghasilkan effortMSY terlalu tinggi. Gambar 10 menunjukkan grafik MSY untuk ikan cakalang. Model Equilibrium Schaefer menghasilkan effortoptimum pancing tonda sebanyak 106 unit
47
dan catchMSY 1.056,56 ton/tahun. Produksi aktual ikan cakalang di PPN Prigi tahun 2005 berjumlah 1134 ton dengan upaya penangkapan sebanyak 68 unit pancing tonda. Artinya walaupun upaya yang digunakan sedikit namun hasil tangkapan yang didaratkan melebihi jumlah maksimum lestari. Jumlah alat tangkap pancing tonda bertambah 6 unit dan alat tangkap gillnet bertambah 9 unit pada tahun 2006. Hal ini memberikan pengaruh terhadap penambahan alat tangkap standar menjadi 165 unit. Penambahan unit penangkapan standar yang sangat signifikan ini disebabkan tingginya FPI unit penangkapan purse seine pada tahun 2006. Penambahan jumlah upaya penangkapan ini menyebabkan penambahan produksi 193 ton atau 18% melebihi potensi lestari. Akibatnya pada tahun selanjutnya produksi ikan cakalang mengalami penurunan (2007-2010). Data aktual tahun 2005-2010 menunjukkan bahwa penangkapan ikan cakalang terindikasi mengalami kelebihan tangkap.
produksi cakalang (ton)
1400
2006
1200
2005
1000
2008
800 600
2007 2010 2009
400 200 0 0
50
100
150
200
250
jumlah pancing tonda (unit) data aktual
kurva produksi surplus
batas MSY
Gambar 10 Grafik maximum sustainable yield untuk ikan cakalang. 5.2.4 Ikan lemuru (Sardinella lemuru) Ikan lemuru merupakan ikan pelagis kecil yang hidup bergerombol (schooling). Pukat kantong atau jaring lingkar merupakan alat penangkap ikan yang memiliki produktivitas tinggi untuk menangkap ikan pelagis bergerombol. Jumlah tangkapan ikan lemuru lebih didominasi purse seine. Alat tangkap standar yang cocok digunakan untuk menangkap ikan lemuru di PPN Prigi adalah purse
48
seine dan payang yang masing-masing memiliki FPI 49% dan 45%. Perhitungan potensi ikan lemuru dapat dilihat pada Lampiran 8. Model paling sesuai untuk menghitung MSY ikan lemuru adalah Equilibrium Schaefer. Model ini memenuhi syarat tanda sesuai persamaan, memiliki R2 cukup tinggi sebesar 0,76 dan rata-rata nilai validasi terkecil yaitu 0,338. Berdasarkan model Equilibrium Schaefer, effortoptimum untuk ikan lemuru adalah 128 unit purse seine dan catchMSY 7497,64 ton/tahun. Gambar 11 menunjukkan kurva MSY untuk ikan lemuru. Jumlah tangkapan ikan lemuru sejak tahun 2009 menurun seiring dengan penambahan jumlah alat tangkap. Data aktual tahun 2006-2010 menunjukkan penangkapan ikan lemuru terindikasi melebihi potensi maksimum lestari, bahkan tahun 2010 jumlah tangkapan ikan lemuru dalam kurva MSY kurang dari setengah dari tahun
produksi lemuru (ton)
2009. 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
2008 2006
2007 2009 2010
0
50
100
150
200
250
300
jumlah purse seine (unit) data aktual
kurva produksi surplus
batas MSY
Gambar 11 Grafik maximum sustainable yield untuk ikan lemuru. 5.2.5 Ikan layang (Decapterus macrosoma) Ikan layang tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia, dengan wilayah penangkapan terbanyak di perairan utara Jawa (Simbolon 2011). Sama halnya dengan ikan lemuru, ikan layang juga tergolong ikan pelagis kecil dan bergerombol, sehingga alat tangkap yang paling banyak menangkap ikan layang adalah purse seine. Purse seine mendaratkan sekitar 94% dari total ikan layang yang didaratkan di Prigi. Alat tangkap ini menjadi alat tangkap standar untuk menangkap ikan layang dengan rata-rata nilai FPI 67%. Selain itu payang juga
49
memiliki peran dalam menangkap ikan layang, terlihat dari nilai FPI sebesar 33%. Perhitungan potensi ikan layang dapat dilihat pada Lampiran 9. Dis-equilibrium
Schaefer
merupakan
model
paling
sesuai
untuk
menghitung MSY ikan layang. Model ini memenuhi syarat tanda sesuai dengan persamaan, memiliki R2 tertinggi kedua yaitu 0,807 dan nilai rata-rata validasi terkecil sebesar 2,22. Model Dis-equilibrium Schaefer untuk ikan layang menunjukkan effortoptimum sebanyak 103 unit purse seine dan catchMSY 5324,21 ton/tahun. Gambar 12 menunjukkan grafik MSY untuk ikan layang. Alat tangkap standar yang beroperasi menangkap ikan layang tahun 2005 sangat banyak, sehingga dalam kurva produksi surplus ikan layang terindikasi mengalami kelebihan tangkap. Tahun 2006-2009 produksi ikan layang meningkat seiring dengan berkurangnya jumlah alat tangkap standar, namun tahun 2010 produksi ikan layang turun hingga 90% yang salah satunya disebabkan meningkatnya jumlah alat tangkap. Berdasarkan data aktual yang tahun 2005-2010, penangkapan terhadap ikan layang terindikasi mengalami kelebihan tangkap akibat banyaknya alat penangkapan ikan yang beroperasi.
produksi layang (ton)
7000 6000
2007
5000
2009
2008
4000
2006
3000
2005
2000 1000
2010
0 0
50
100
150
200
250
300
jumlah purse seine (unit) data aktual
kurva produksi surplus
batas MSY
Gambar 12 Grafik maximum sustainable yield untuk ikan layang.
Kelima ikan unggulan di PPN Prigi telah mengalami indikasi overfishing. Perbandingan diantara kelima ikan unggulan dapat dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa ikan tuna walaupun merupakan ikan unggulan utama ternyata memiliki persentase kelebihan tangkap yang paling
50
tinggi. Sedangkan ikan cakalang memiliki persentase kelebihan tangkap yang paling kecil, disusul ikan tongkol. Tabel 10 Potensi dan presentase kelebihan tangkap untuk tiap jenis ikan
EMSY (unit)
CMSY (ton/tahun)
Rata-rata Caktual 5 tahun terakhir (ton/tahun)
56
1000,69
614,35
Rata-rata kelebihan tangkap 5 tahun terakhir (ton/tahun) 386,34
Tongkol
145
8853,01
7442,13
1410,88
16
Cakalang
106
1056,56
949,57
106,99
10
Lemuru
128
7497,64
5768,61
1729,03
23
Layang
103
5324,21
3646,61
1677,60
32
Jenis Ikan Tuna
Persentase kelebihan tangkap terhadap potensi (%) 39
5.3 Keberlanjutan Ekonomi: Kelayakan Usaha Unit Penangkapan Ikan Keberlanjutan ekonomi dalam penelitian ini dikaji dengan menghitung kelayakan usaha unit penangkap ikan yang dominan menangkap ikan unggulan. Alat tangkap tersebut antara lain: purse seine, pancing tonda, gillnet dan payang. Kelayakan usaha berpengaruh terhadap keberlanjutan usaha perikanan tangkap. Jika secara ekonomi usaha tidak menghasilkan manfaat yang cukup maka pemilik investasi akan menginvestasikan untuk usaha lain yang lebih bermanfaat. Analisis yang digunakan untuk menghitung kelayakan usaha yang adalah analisis rugi-laba (cashflow) dan investment criteria. Input yang diperhitungkan dalam analisis kelayakan usaha meliputi investasi unit penangkapan, biaya tetap dan biaya tidak tetap, penyusutan investasi, penerimaan serta bagi hasil antara pemilik dan ABK kapal. 5.3.1 Unit penangkapan purse seine Purse seine merupakan alat
tangkap yang dioperasikan dengan
melingkarkan jaring pada tempat yang diprediksi terdapat ikan kemudian menarik tali kolor bagian bawah. Unit penangkapan purse seine di PPN Prigi beroperasi menggunakan 2 kapal. Kapal yang lebih besar digunakan sebagai tempat ABK dan alat tangkap sedangkan kapal yang lebih kecil digunakan untuk menarik tali kolor saat hauling dan sebagai tempat hasil tangkapan. Dimensi kapal utama
51
purse seine yang digunakan di Prigi memiliki panjang 17-20 m, lebar 4,5-5 m dan tinggi 1,5-2 m, dengan kekuatan mesin 80-100 PK. Sedangkan kapal belakang memiliki panjang 13-17m, lebar 3-4 m dan tinggi 1-1,5 m dengan kekuatan mesin 60-72 PK. Purse seine yang digunakan memiliki panjang antara 500-700m dengan kedalaman 60-90m. Gambar 13 menunjukkan kapal purse seine yang sedang sandar dan alat tangkap purse seine yang sedang diperbaiki nelayan.
Gambar 13 Unit penangkapan purse seine. ABK purse seine di PPN Prigi berjumlah 20-23 orang. Lama trip kapal sekitar 12 jam. Operasi penangkapan bisa dilakukan siang atau malam hari dengan daerah penangkapan masih terkonsentrasi di perairan teluk yaitu sekitar 20-30 mil dari pantai. Musim puncak dimulai pada bulan Juli hingga November, pada bulan-bulan ini dalam satu bulan rata-rata nelayan melaut 22 hari sedangkan pada musim paceklik (Desember hingga Mei) tiap bulan nelayan melaut rata-rata 10 kali. Hasil tangkapan utama purse seine adalah tongkol, lemuru dan layang. Hasil tangkapan ini dijual kepada bakul di TPI, namun ada pula pemilik kapal yang juga berperan sebagai bakul/pengepul sehingga semua hasil tangkapan langsung ditampung. Sistem bagi hasil antara pemilik kapal dan ABK adalah 2:1. Sedangkan pada ABK, juru mudi mendapat 2 bagian, juru mesin, juru kolor, dan juru pantau mendapat bagian 1,5 sedangkan ABK lain mendapat 1 bagian. Total investasi unit penangkapan purse seine Rp518.450.000,00 yang terdiri dari investasi unit penangkapan serta alat bantu penangkapan; biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap berupa biaya perawatan dan biaya tidak tetap berupa
52
biaya operasional dengan total biaya Rp331.968.000,00/tahun; penerimaan sebesar Rp844.900.000,00/tahun berasal dari penjualan hasil tangkapan dengan asumsi hanya ditangkap ikan tongkol, layang dan lemuru; penyusutan investasi tiap tahun adalah Rp54.611.904,76 dan total bagi hasil Rp199.466.333,33. Laba bersih pemilik sebesar Rp258.853.761,90. Perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan (R/C) sebesar 2,55. Lama modal investasi akan kembali (PP) 2 tahun. Ketiga analisis rugi-laba menunjukkan bahwa usaha perikanan purse seine menghasilkan keuntungan yang tinggi dan pengembalian modal relatif cepat. Perhitungan lengkap analisis usaha purse seine dapat dilihat pada Lampiran 10. Asumsi yang digunakan untuk menghitung kriteria investasi didasarkan pada perbandingan harga tiap komponen unit penangkapan dari tahun ke tahun. Asumsi tersebut antara lain: kenaikan harga alat tangkap sebesar 12% per tahun, kenaikan harga mesin 4% per tahun, kenaikan harga lampu dan genset 1% per tahun, kenaikan harga keranjang 3% per tahun, kenaikan harga BBM dan biaya variabel 1% per tahun, biaya perawatan kapal naik 2% per tahun, kenaikan harga ikan 0,5% per tahun serta kenaikan upah teknisi 1% per tahun. Discount factor yang digunakan sebesar 12%. Nilai NPV menunjukkan jumlah penerimaan yang akan diterima pemilik selama umur teknis unit purse seine (10 tahun) adalah sebesar Rp978.159.904,61. Tingkat keuntungan atas investasi bersih selama umur teknis purse seine (IRR) adalah 40,08% jauh lebih tinggi dibanding tingkat suku bunga yang berlaku, artinya lebih menguntungkan menanam investasi pada bisnis purse seine dibanding uang tersebut disimpan pada bank dengan tingkat suku bunga 12% per tahun. Nilai net B/C 2,89 merupakan perbandingan nilai manfaat (benefit) positif yang diterima dengan benefit negatif selama umur teknis purse seine. Berdasarkan analisis rugi-laba dan kriteria investasi, unit penangkapan purse seine layak dijalankan karena memiliki nilai
dan NPV > 0, R/C dan net B/C > 1
serta nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga. Tabel 11 menunjukkan perbandingan kriteria kelayakan usaha dari unit penangkap ikan pelagis di PPN Prigi.
53
5.3.2 Unit penangkapan pancing tonda Unit penangkapan pancing tonda beroperasi di PPN Prigi mulai tahun 2004. Cara operasi penangkapannya dengan menarik pancing yang dijalankan kapal di perairan dekat rumpon. Ukuran panjang kapal tonda berkisar 15-16 m; lebar 3,25-3,5 m; tinggi 1,3-1,6 m; dengan daya mesin antara 54-80 PK. ABK kapal tonda berjumlah 5 orang. Selain mengoperasikan pancing tonda, unit ini juga membawa rawai dan pancing ulur. Unit pancing tonda di PPN Prigi dan cara pengoperasiannya dapat dilihat pada Gambar 14.
Sumber: Nurdin (2011)
Gambar 14 Unit penangkapan pancing tonda. Keterangan: A. Kapal B. Kayu ; panjang 6 meter C. Tali utama ; Senar no.1000 (10-20 mtr) D. Tali pancing ; Senar no.200, 12–15 buah, panjang @ 0,5 mtr, jarak antar tali pancing 1-1,5 m E. Mata pancing no.8-9 F. Pemberat ; 0,5-1 kg.
Unit pancing tonda melakukan trip selama 7-10 hari, sehingga dalam satu bulan hanya melakukan 3-4 kali trip. Musim puncak untuk penangkapan pancing tonda adalah bulan Mei hingga November sedangkan musim paceklik dimulai bulan Desember hingga April. Pancing tonda ini dioperasikan di area rumpon yang terletak antara 20-100 mil dari pantai. Satu unit penangkapan biasanya beroperasi pada 2-3 rumpon secara bergantian selama trip penangkapan. Kepemilikan rumpon ada yang perorangan ada pula yang berkelompok. Hasil tangkapan utama pancing tonda adalah tuna dan cakalang. Sistem bagi hasil antara pemilik kapal dan ABK adalah 1:1. Juru mudi atau nahkoda mendapat 2 bagian sedangkan ABK lain 1 bagian. Perhitungan lengkap analisis usaha pancing tonda dapat dilihat pada Lampiran 11.
54
Total investasi pancing tonda sebesar Rp 140.100.000,- ; total biaya yang dikeluarkan Rp182.850.000,00/tahun; penerimaan sebesar Rp398.250.000,00/ tahun berasal dari penjualan hasil tangkapan, dengan asumsi hanya ditangkap ikan cakalang dan tuna; penyusutan investasi tiap tahun sebesar Rp26.833.333,33 dan total bagi hasil Rp115.415.500,00. Laba bersih yang diterima pemilik selama satu tahun sebesar Rp73.419.166,67. Perbandingan penerimaan dengan biaya yang harus dikeluarkan (R/C) sebesar 2,18. Lama modal investasi akan kembali (PP) adalah 1,91 tahun atau setara dengan 23 bulan. Asumsi yang digunakan untuk menghitung kriteria investasi sama dengan asumsi yang digunakan pada unit penangkapan purse seine. Namun untuk kenaikan harga alat tangkap dihitung sebesar 5% per tahun. Selain itu unit pancing tonda memperhitungan kenaikan harga rumpon, yaitu sebesar 5% per tahun. NPV yang akan diterima pemilik selama umur teknis unit pancing tonda (10 tahun) yang telah di-discount rate dengan tingkat suku bunga 12% adalah sebesar Rp311.074.862,23. Tingkat keuntungan atas investasi bersih selama umur teknis unit pancing tonda (IRR) sebesar 47,36% jauh lebih tinggi dibanding tingkat suku bunga yang digunakan. Artinya lebih menguntungkan menanam investasi pada bisnis pancing tonda dibanding uang tersebut disimpan pada bank dengan tingkat suku bunga 12 % per tahun. Nilai net B/C 3,22 menunjukkan perbandingan nilai benefit positif dengan benefit negatif selama umur teknis unit pancing tonda. Berdasarkan analisis rugi-laba dan kriteria investasi, pancing tonda layak untuk dijalankan karena memiliki nilai
dan NPV > 0, R/C dan net
B/C > 1 serta nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga. Perbandingan kriteria kelayakan usaha dari unit penangkap ikan pelagis di PPN Prigi dapat dilihat pada Tabel 11. 5.3.3 Unit penangkapan gillnet Gillnet adalah jaring yang bersifat menjerat ikan di bagian operkulum. Unit penangkapan gillnet di PPN Prigi biasa disebut kapal putihan. Sejak tahun 2005 hampir semua kapal gillnet membawa pancing tonda, sehingga analisis usaha unit penangkapan gillnet menghasilkan pendapatan ganda antara dua alat tangkap tersebut.
55
Dimensi kapal putihan memiliki panjang berkisar 13-15 m; lebar 2,5-3,5 m; tinggi 1-1,5 m dengan daya mesin antara 30-54 PK. ABK kapal gillnet berjumlah 4-5 orang. Lama trip unit penangkapan gillnet sekitar 7-10 hari, sehingga dalam satu bulan hanya melakukan 3-4 kali trip. Musim puncak biasanya terjadi pada bulan Mei-November, sedangkan bulan Desember-April merupakan musim paceklik. Pancing tonda biasanya dioperasikan siang hari, sedangkan sore dan malam hari nelayan mengoperasikan gillnet. Gambar 15 menunjukkan kapal gillnet dan desain alat tangkap gillnet.
Sumber: Nurdin (2011)
Gambar 15 Unit penangkapan gillnet. Keterangan: Jumlah jaring : 4 - 6 pis Pelampung besar : Bola ø 30 cm digunakan 4 buah / pis, Tali Pelampung PE ø 10 mm, 4-5 m. Bendera tanda : 2 x 1 meter, pada ujung jaring diberi lampu tanda (senter)
Hasil tangkapan utama gillnet antara lain tongkol, cakalang dan baby tuna. Sedangkan hasil tangkapan utama pancing tonda yaitu tuna dan cakalang. Kapal putihan ini dioperasikan di area rumpon yang terletak antara 40-100 mil dari pantai. Sama halnya dengan unit pancing tonda, kapal putihan juga beroperasi pada 2-3 rumpon secara bergantian selama operasi penangkapan. Pembagian hasil tangkapan antara pemilik kapal dan ABK adalah 1:1, dimana juru mudi atau nahkoda mendapat 2 bagian sedangkan ABK lain 1 bagian. Berdasarkan perhitungan analisis rugi-laba unit penangkapan gillnet layak dijalankan. Laba bersih yang diterima pemilik selama satu tahun sebesar Rp74.697.166,67. Perbandingan pendapatan dengan biaya (R/C) sebesar 2,34. Jangka waktu pengembalian investasi (PP) selama 1,65 tahun atau setara dengan 20 bulan. Perhitungan lengkap mengenai analisis usaha dapat dilihat pada Lampiran 12.
56
Asumsi yang digunakan untuk menghitung kriteria investasi sama dengan asumsi yang digunakan pada unit penangkapan pancing tonda dan ditambahkan kenaikan harga alat tangkap gillnet dihitung sebesar 7% per tahun. Nilai NPV selama umur teknis kapal putihan (10 tahun) yang telah di-discount rate dengan tingkat suku bunga 12% sebesar Rp331.298.062,08. Tingkat keuntungan atas investasi bersih selama umur teknis gillnet (IRR) sebesar 50,71% jauh lebih tinggi dibanding tingkat suku bunga yang berlaku. Artinya lebih menguntungkan menanam investasi pada usaha gillnet dibanding menyimpan pada bank dengan tingkat suku bunga 12% per tahun. Nilai net B/C 3,68 merupakan perbandingan benefit positif dengan benefit negatif selama umur teknis kapal putihan. Berdasarkan analisis rugi-laba dan kriteria investasi, unit penangkapan gillnet layak dijalankan karena memiliki nilai
dan NPV > 0, R/C dan net B/C > 1 serta
nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga. Tabel 11 menunjukkan perbandingan kriteria kelayakan usaha dari unit penangkap ikan pelagis di PPN Prigi. 5.3.4 Unit penangkapan payang Payang
termasuk
dalam
alat
tangkap
jaring
kantong.
Cara
pengoperasiannya dengan menggiring kawanan ikan untuk masuk dalam kantong jaring. Gambar 16 menunjukkan unit penangkapan payang. Dimensi kapal payang di PPN Prigi memiliki ukuran panjang 15-17 m; lebar 3,5-5 m; tinggi 1,1-1,25 m dengan kekuatan mesin sekitar 70-90 PK. Panjang jaring rata-rata 50 m dengan rata-rata panjang kantong 15 m. ABK kapal payang berjumlah 15-20 orang.
Gambar 16 Unit penangkapan payang.
57
Lama satu kali trip operasi payang sama seperti purse seine, hanya sekitar 12 jam. Operasi penangkapan dilakukan siang atau malam hari. Daerah penangkapan masih terkonsentrasi di perairan teluk yaitu sekitar 10-20 mil dari pantai. Rata-rata nelayan melaut 22 hari tiap bulan pada musim puncak yaitu pada bulan Juli-November, sedangkan pada musim paceklik (Desember-Juni) dalam satu bulan rata-rata nelayan melaut sekitar 10 hari. Hasil tangkapan utama payang adalah ikan layang dan lemuru. Sistem bagi hasil antara pemilik dan ABK adalah 2:1. Pembagian hasil pada ABK berdasar pekerjaan yang dilakukan. Juru mudi mendapat 2 bagian; juru mesin, penebar jaring, penata jaring (setelah hauling) mendapat 1,5 bagian dan ABK lain satu bagian. Total investasi unit penangkapan payang sebesar Rp87.340.000,00 ; total biaya
yang
dikeluarkan
Rp56.569.000,00/tahun;
penerimaan
sebesar
Rp14.400.000,00/tahun berasal dari penjualan hasil tangkapan dengan asumsi hanya ditangkap ikan layang dan lemuru; penyusutan investasi tiap tahun sebesar Rp11.833.333,33 dan total bagi hasil Rp25.910.333,33. Laba bersih yang diterima pemilik sebesar Rp19.137.333,33/tahun. Perbandingan penerimaan dengan biaya yang harus dikeluarkan (R/C) adalah 1,99. Lama modal investasi akan kembali (PP) adalah 4,56 tahun atau setara dengan 55 bulan. Perhitungan lengkap analisis usaha dapat dilihat pada Lampiran 13. Asumsi yang digunakan untuk menghitung kriteria investasi sama dengan asumsi yang digunakan pada unit penangkapan purse seine. Hanya saja kenaikan harga alat tangkap payang dihitung sebesar 9% per tahun. Nilai NPV selama umur teknis unit payang (10 tahun) yang telah didiscount rate dengan tingkat suku bunga 12% sebesar Rp32.324.561,47. Tingkat keuntungan atas investasi bersih selama umur teknis payang (IRR) adalah 10,08% lebih rendah dibanding tingkat suku bunga yang digunakan. Artinya lebih menguntungkan menanam investasi di bank dengan tingkat suku bunga 12% dibanding berinvestasi pada unit penangkapan payang. Nilai net B/C 1,47 adalah perbandingan nilai benefit positif dengan benefit negatif selama umur teknis payang.
58
Analisis cashflow dan investment criteria menunjukkan bahwa usaha perikanan payang menghasilkan keuntungan yang sedikit, perbandingan keuntungan-biaya yang hampir mendekati impas dan pengembalian modal yang lama dibandingkan dengan unit penangkapan yang lain. Analisis kriteria investasi menunjukkan bahwa penanaman investasi pada unit penangkapan payang tidak menguntungkan karena tingkat investasinya hanya sebesar 10,08% atau lebih kecil dibandingkan dengan tingkat suku bunga bank yang digunakan yaitu 12%. Perbandingan kriteria kelayakan usaha dari unit penangkap ikan pelagis di PPN Prigi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Perbandingan kriteria kelayakan usaha unit penangkap ikan pelagis di PPN Prigi Jenis unit penangkapan ikan Purse seine Gillnet Pancing tonda Payang
Laba (Rp) 258.853.761,90 74.697.166,67 73.419.166.67 19.137.333,33
Kriteria analisis kelayakan usaha PP NPV R/C (tahun) (Rp) 2,55 2,00 978.159.904,61 2,34 1,65 331.298.062,08 2,18 1,91 311.074.862,23 1,99 4,56 32.324.561,47
IRR (%) 40,08 57,21 47,36 10,08
Net B/C 2,89 3,68 3,22 1,47
Secara keseluruhan, semua unit penangkapan ikan pelagis di PPN Prigi layak diusahakan kecuali unit penangkapan payang dengan perhitungan IRR. Unit penangkap ikan unggulan memiliki nilai kriteria yang bervariasi, untuk itu perlu diberikan urutan prioritas. Hal ini dilakukan untuk mempermudah mengetahui alat tangkap apa yang lebih diprioritaskan berdasarkan perhitungan kelayakan usaha. Urutan prioritas unit penangkapan ikan berdasarkan kriteria cashflow dan investment criteria dapat dilihat pada Tabel 12. Urutan prioritas unit penangkapan ikan pelagis berdasarkan kriteria kelayakan usaha yaitu purse seine, disusul gillnet dan pancing tonda. Unit penangkapan payang memiliki total nilai 0 karena dibanding unit penangkap ikan yang lain, payang memiliki nilai kelayakan usaha yang paling rendah pada semua kriteria. Hal ini menyebabkan payang di PPN Prigi tidak mengalami perkembangan yang nyata dari tahun ke tahun.
59
Tabel 12 Prioritas unit penangkapan berdasarkan cashflow dan investment criteria Jenis Alat Penangkap Ikan
V1 ( )
V2 (R/C)
V3 (PP)
V4 (NPV)
V5 (IRR)
V6 (Net B/C)
Total
UP
Purse seine
1.00
1.00
0.88
1.00
0.64
0.64
5.16
1
Pancing tonda
0.23
0.34
0.91
0.29
0.79
0.79
3.36
3
Gillnet
0.23
0.62
1.00
0.32
1.00
1.00
4.17
2
Payang
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
4
5.4 Keberlanjutan Sosial: Persepsi Stakeholder Keberlanjutan sosial dalam penelitian ini dikaji dengan melihat kecenderungan persepsi sosial diantara stakeholder. Persamaan pandangan atau persepsi antar stakeholder mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perikanan pelagis sangat penting untuk mewujudkan visi bersama dalam mencapai kegiatan perikanan
berkelanjutan.
Analisis
diskriminan
ganda
digunakan
untuk
mengetahui kecenderungan persepsi stakeholder dengan hasil perceptual map. Kecenderungan persepsi stakeholder didasarkan pada usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan dari responden. 5.4.1 Persepsi stakeholder berdasarkan usia Hasil kuesioner dari 69 responden, diperoleh kisaran usia 23 tahun hingga 67 tahun. Pembagian grup usia didasarkan pada perhitungan jumlah kelas dan lebar kelas dari data yang tersedia, sehingga dihasilkan 7 grup. Grup tersebut yaitu: grup 1 kisaran usia 22-28 tahun berjumlah 12 responden; grup 2 kisaran usia 29-34 tahun berjumlah 11 responden; grup 3 kisaran usia 35-40 tahun berjumlah 10 responden; grup 4 kisaran usia 41-46 tahun berjumlah 11 responden; grup 5 kisaran usia 47-52 tahun berjumlah 11 responden; grup 6 kisaran usia 53-58 tahun berjumlah 5 responden; dan grup 7 kisaran usia ≥ 59 tahun berjumlah 9 responden. Mengenai kejelasan hak penangkapan, responden grup 1, grup 6 dan grup 7 berpendapat bahwa nelayan dari desa lain boleh menangkap ikan di perairan Prigi. Responden grup 2 dan grup 5 sebanyak 45,45% berpendapat bahwa nelayan dari kabupaten lain juga berhak menangkap ikan di perairan Prigi. Grup 3 terbagi menjadi 2 pendapat, 50% menyatakan nelayan dari desa lain boleh menangkap
60
ikan di Prigi dan 50% yang lain menyatakan bahwa nelayan dari kabupaten lain juga boleh menangkap ikan di Prigi. Sedangkan pada grup 4 responden memiliki 3 jawaban menyebar yang berpendapat bahwa yang berhak menangkap ikan di Prigi adalah nelayan desa setempat, nelayan dari desa lain dan nelayan dari kabupaten lain. Rata-rata responden dari semua grup (45,45-100% di tiap grup) memiliki persepsi bahwa konflik antar nelayan jarang terjadi dalam 5 tahun terakhir. Bahkan responden grup 5 sebanyak 45,45% menyatakan tidak pernah terjadi konflik di Prigi. Konflik nelayan yang cukup besar pernah terjadi di Prigi pada tahun 2001. Konflik ini terjadi antara nelayan lokal dan nelayan andon, penyebabnya adalah perbedaan pola kehidupan bersosialisasi. Hampir semua stakeholder mengetahui bahwa terdapat bermacam-macam organisasi nelayan di Prigi. Sebanyak 54,54%-100% dari tiap grup menyatakan bahwa terdapat beberapa organisasi atau kelompok nelayan di Prigi dan berjalan dengan baik. Namun sebanyak 45,45% responden dari grup 5 menyatakan bahwa organisasi nelayan di Prigi tidak berjalan dengan baik. Sesuai kondisi sebenarnya bahwa terdapat banyak organisasi atau kelompok nelayan di Prigi, sebagian berjalan dengan baik namun sebagian yang lain tidak berjalan optimal. Hubungan antar stakeholder dirasakan berada dalam kondisi baik oleh ratarata responden dari grup 3 dan 5 (60% dan 63,64%). Rata-rata responden dari grup 1, grup 2, grup 4 dan grup 6 (45,45-63,64%) merasa hubungan antar stakeholder di Prigi berjalan cukup baik. Sedangkan responden grup 7 memiliki persepsi yang menyebar, sebagian menyatakan hubungan stakeholder berjalan baik, sebagian lagi menyatakan berjalan cukup baik dan sebagian yang lain menyatakan sering terjadi konflik. Konflik yang dimaksud disini (dalam 5 tahun terakhir) adalah pertengkaran antara nelayan dengan pedagang atau antara sesama pedagang, umumnya mengenai harga hasil tangkapan ikan. Selanjutnya mengenai kemudahan akses pelabuhan, peningkatan pelayanan pelabuhan serta peningkatan pengetahuan dan ketrampilan nelayan > 60% dari tiap grup menyatakan bahwa hal-hal tersebut perlu dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa setiap stakeholder masih merasa kurang puas dengan
61
kondisi PPN Prigi. Selain itu nelayan juga merasa perlu untuk diberikan pengarahan mengenai pengetahuan dan ketrampilan. Jawaban tiap responden dianalisis menggunakan analisis diskriminan ganda. Lampiran 14 menampilkan hasil analisis diskriminan ganda mengenai prediksi keanggotaan responden berdasarkan usia, fungsi diskriminan dan wilks’ lambda. Semakin besar nilai wilks’ lambda (mendekati 1) artinya semakin besar kemiripan yang dimiliki oleh responden. Responden pada kelompok usia ≥ 59 tahun memiliki persentase tepat terprediksi paling banyak yaitu 5 responden atau 55,56%. Kelompok usia 35-40 tahun paling sedikit responden yang terprediksi tepat dalam kelompoknya. Responden pada kelompok usia lainnya menyebar dalam kelompok dan di luar kelompoknya. Penyebab responden tidak terprediksi tepat pada grupnya adalah jawaban mereka yang lebih mirip dengan grup lain. Hit ratio atau persentase responden yang kelompoknya dapat diprediksi secara tepat sebesar 36,23 % atau sebanyak 25 orang. Nilai proportional chance criterion adalah 14,98%, sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan untuk memprediksi keanggotaan grup akurat karena nilai hit ratio > nilai proportional chance criterion (Sub sub bab 3.3.4).
Gambar 17 Perceptual map stakeholder berdasarkan usia.
62
Gambar 17 menunjukkan sebaran persepsi responden berdasarkan usia. Grup 4, 6 dan 7 memiliki grup centroid atau pusat pengelompokkan yang saling tumpang tindih. Artinya
persepsi dari tiga kelompok usia tersebut memiliki
banyak kemiripan. Hal ini disebabkan responden pada grup 4, 6 dan 7 telah memiliki pengalaman yang banyak sehingga memiliki pandangan yang mirip. Selain itu grup centroid dari grup 3 yang rata-rata berasal dari pihak pengelola dan grup 5 yang rata-rata merupakan nelayan juga saling tumpang tindih. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman kerja yang telah dilalui para nelayan telah membuat mereka mengerti bagaimana arah tujuan yang hendak dilakukan oleh pihak pengelola. Sedangkan grup 1 dan grup 2 memiliki grup centroid yang sedikit agak jauh dari grup-grup lainnya. Usia yang masih muda dan baru bergabung di dunia perikanan membuat mereka belum memiliki pandangan yang terlalu mirip dengan responden lain yang lebih tua usianya dan telah lebih lama berada dalam kegiatan perikanan. Secara keseluruhan persepsi antar stakeholder berdasarkan usia lebih banyak memiliki kemiripan, terlihat dari letak grup centroid yang berdekatan, hanya sedikit responden yang memiliki pendapat berbeda (berada jauh dari grup centroid). 5.4.2 Persepsi stakeholder berdasarkan tingkat pendidikan Jumlah responden yang disampling sebanyak 69 orang dengan tingkat pendidikan dibagi menjadi 4, yaitu: SD (grup 1) sebanyak 19 responden, SMP (grup 2) sebanyak 20 responden, SMA (grup 3) sebanyak 13 responden dan S1 (grup 4) sebanyak 17 responden. Mengenai kejelasan hak penangkapan, responden grup 1 (52,63%) dan grup 2 (55%) berpendapat bahwa nelayan dari desa lain boleh menangkap ikan di perairan Prigi. Responden pada grup 3 memiliki 3 jawaban menyebar dengan pendapat bahwa yang berhak menangkap ikan di Prigi adalah nelayan desa setempat, nelayan dari desa lain dan nelayan dari kabupaten lain. Sedangkan responden grup 4, mayoritas (70,59%) berpendapat bahwa nelayan dari kabupaten lain juga berhak menangkap ikan di perairan Prigi. Berbedanya pendapat grup 4 dengan grup lain disebabkan adanya perbedaan tingkat pendidikan. Responden berpendidikan S1 (grup 4) mengetahui
63
batas-batas perairan yang hanya boleh dikuasai nelayan Prigi maupun yang boleh dimanfaatkan nelayan dari desa atau kabupaten lain. Rata-rata responden dari semua grup (47,06%-85% di tiap grup) memiliki persepsi bahwa konflik antar nelayan jarang terjadi dalam 5 tahun terakhir. Stakeholder dengan tingkat pendidikan SD hingga S1 mengetahui bahwa terdapat bermacam-macam organisasi nelayan di Prigi. Sebanyak 89,74% grup 1, 70% grup 2 dan 84,62% grup 3 menyatakan bahwa terdapat beberapa organisasi atau kelompok nelayan di Prigi dan berjalan dengan baik. Jumlah grup 4
yang
menyatakan organisasi nelayan berjalan dengan baik lebih sedikit dibanding grup lain (58,82%). Rata-rata responden grup 4 merupakan pihak pengelola, yang mengetahui dan sering dilibatkan pada kegiatan organisasi nelayan sehingga lebih mengetahui presentase organisasi yang masih berjalan dengan baik. Responden grup 1 (47,37%) dan grup 4 (64,71%) menyatakan bahwa hubungan antar stakeholder dalam kondisi baik. Sedangkan 60% grup 2 dan 61,54% grup 3 menyatakan bahwa hubungan antar stakeholder di Prigi berjalan cukup baik. Hanya 15,79% responden dari grup 1 dan 5% responden dari grup 2 yang merasa hubungan antar stakeholder sering terjadi konflik. Sebanyak 70%-94,12% dari tiap grup menyatakan perlu penambahan infrastruktur untuk kemudahan akses pelabuhan. Selanjutnya 70,59%-84,21% stakeholder berpendapat bahwa perlu adanya peningkatan pelayanan pelabuhan. Selain itu 73,68%-100% responden dari tiap grup merasa perlu untuk diadakannya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan nelayan. Hanya sekitar 10% responden dari grup 1 yang merasa peningkatan pengetahuan dan ketrampilan nelayan tidak perlu dilakukan. Responden ini berpendapat bahwa modal lebih penting daripada peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan yang rendah kurang dapat menerima perubahan baru untuk mencapai kemajuan. Analisis
diskriminan
ganda
memprediksi
keanggotaan
responden
berdasarkan tingkat pendidikan (Lampiran 15). Prediksi keanggotaan responden ini dihasilkan dari skor diskriminan tiap fungsi. Responden pada kelompok pendidikan SD dan SMP lebih banyak yang terprediksi masuk dalam grup pendidikan SMA, yaitu sebanyak 63,16% dan 40,00%. Artinya stakeholder
64
dengan tingkat pendidikan SD dan SMP cenderung memiliki persamaan persepsi setara pendidikan SMA. Hal ini dapat disebabkan lamanya pengalaman kerja karena responden grup 1 dan grup 2 rata-rata merupakan orang yang berusia lebih tua dan telah lama berada dalam kegiatan perikanan tangkap. Responden dengan tingkat pendidikan S1 yang terprediksi tepat dalam grupnya sebanyak 64,71%, mereka lebih memiliki kemiripan pemikiran dalam grupnya karena persamaan pengetahuan yang dimiliki selama menempuh pendidikan. Hit ratio persepsi berdasarkan pendidikan adalah 39,13 % atau sebanyak 27 orang, sedangkan nilai proportional chance criterion adalah 25,60%. Artinya model yang digunakan untuk memprediksi keanggotaan grup akurat karena nilai hit ratio > nilai proportional chance criterion (Sub sub bab 3.3.4).
Gambar 18 Perceptual map stakeholder berdasarkan tingkat pendidikan. Gambar 18 menunjukkan sebaran persepsi responden berdasarkan tingkat pendidikan. Grup berpendidikan SD dan SMA memiliki grup centroid atau pusat pengelompokkan saling tumpang tindih. Responden dengan pendidikan SD mayoritas merupakan nelayan yang telah berumur dan memiliki banyak pengalaman. Hal ini menyebabkan pemikirannya memiliki kemiripan dengan responden berpendidikan SMA yang telah menerima pengetahuan lebih dalam. Selanjutnya grup pendidikan SMP memiliki grup centroid yang juga berdekatan dengan grup SD dan SMP. Sedangkan kelompok dengan tingkat pendidikan S1
65
grup centroid–nya sedikit lebih jauh karena pola pikirnya berbeda, yang dipengaruhi tingkat pendidikannya. Secara keseluruhan persepsi stakeholder berdasarkan tingkat pendidikan juga memiliki kemiripan yang tinggi. Hal ini terlihat dari kedekatan grup centroid diantara keempat grup serta nilai wilks’ lambda yang mendekati 1. Fungsi diskriminan ganda dan nilai wilks’ lambda dapat dilihat pada Lampiran 15. 5.4.3 Persepsi stakeholder berdasarkan pekerjaan Responden berjumlah 69 orang dengan kelompok pekerjaan dibagi menjadi 3, yaitu: nelayan (grup 1) sebanyak 41 responden (terdiri dari 18 nelayan purse seine, 7 nelayan payang, 6 nelayan gillnet, dan 10 nelayan tonda), bakul/pedagang (grup 2) sebanyak 9 orang serta pihak pengelola (grup 3) sebanyak 19 orang (2 orang SatPol-Air, 2 orang Perum PPS, 2 orang DKP Trenggalek, 2 orang TPI, 2 orang Satker PSDKP dan 9 orang PPN Prigi). Mengenai kejelasan hak penangkapan, responden pada grup 1 (48,78%) dan grup 2 (55,56%) berpendapat bahwa nelayan dari desa lain boleh menangkap ikan di perairan Prigi. Responden grup 3 sebanyak 73,68% berpendapat bahwa nelayan dari kabupaten lain juga berhak menangkap ikan di perairan Prigi. Hal ini terkesan bahwa nelayan dan pedagang tidak ingin berbagi sumberdaya dengan nelayan dari kabupaten lain karena akan berpengaruh terhadap menurunnya pendapatan mereka. Responden dari semua grup (75,61% grup 1, 66,67% grup 2 dan 47,37% grup 3) memiliki persepsi bahwa konflik antar nelayan jarang terjadi dalam 5 tahun terakhir. Rata-rata responden grup 1 berpendapat bahwa hubungan antar stakeholder dalam kondisi cukup baik. Sedangkan grup 2 terbagi menjadi 2 kelompok besar yang setengahnya menyatakan hubungan antar stakeholder berjalan dengan baik dan sebagian lain menyatakan hubungan stakeholder berjalan cukup baik. Hanya sedikit responden dari grup 1 dan grup 2 yang menyatakan sering terjadi konflik antar stakeholder. Sedangkan 63,16% responden grup 3 berpendapat bahwa hubungan antar stakeholder berjalan dengan baik. Sejumlah 78,05% grup 1, 100% grup 2 dan 57,89% grup 3 menyatakan bahwa terdapat organisasi atau kelompok nelayan di Prigi dan berjalan dengan
66
baik. Namun pada pertanyaan lanjutan mengenai keikutsertaan nelayan pada organisasi atau kelompok tersebut 28 orang atau 68,29% responden nelayan menjawab tidak tergabung dalam kelompok/organisasi apapun. Hal ini seringkali membuat nelayan tersebut mengalami kerugian. Sebagai contoh nelayan tersebut tidak mengetahui atau tidak diprioritaskan ketika ada bantuan pemerintah. Bantuan pemerintah biasanya diserahkan pada organisasi untuk memudahkan pendistribusian. Sehingga perlu penanaman pemahaman mengenai pentingnya organisasi, terutama bagi nelayan. Selanjutnya >70% dari tiap grup menyatakan perlu adanya penambahan infrastruktur untuk kemudahan akses pelabuhan, perlu adanya peningkatan pelayanan pelabuhan dan perlu untuk diadakannya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan nelayan. Hanya terdapat 7,32% responden dari grup 1 dan 11,11% responden dari grup 2 yang berpendapat bahwa tidak perlu lagi adanya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan nelayan. Analisis diskriminan ganda digunakan untuk melihat prediksi keanggotaan responden berdasarkan pekerjaan (Lampiran 16). Prediksi keanggotaan responden ini dihasilkan dari skor diskriminan tiap fungsi. Responden grup nelayan, bakul dan pengelola yang terprediksi tepat masuk dalam grupnya masing-masing adalah 60,98%; 44,44% dan 73,68%. Anggota tiap grup yang diprediksi tepat masuk grupnya lebih banyak daripada yang keluar dari grup, kecuali untuk grup bakul/pedagang. Hit ratio persepsi stakeholder berdasarkan pekerjaan adalah 62,32% atau sebanyak 43 orang sedangkan nilai proportional chance criterion adalah 44,59 %. Artinya model yang digunakan untuk memprediksi keanggotaan grup akurat karena nilai hit ratio > nilai proportional chance criterion (Sub sub bab 3.3.4).
67
Pekerjaan
Gambar 19 Perceptual map stakeholder berdasarkan pekerjaan. Gambar 19 menunjukkan sebaran responden berdasarkan pekerjaan. Grup 1 dan grup 2 memiliki grup centroid atau pusat pengelompokkan yang lebih dekat dibanding grup 3. Hal ini disebabkan nelayan dan pedagang memiliki kepentingan yang lebih mirip, yaitu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Beberapa responden terprediksi keluar dari teritorial wilayahnya, namun secara keseluruhan ketiga grup memiliki grup centroid yang cukup dekat. Artinya persepsi ketiga grup pekerjaan tersebut memiliki kemiripan, hal ini diperkuat dengan nilai wilks’ lambda yang mendekati 1. Lampiran 16 menampilkan fungsi diskriminan dan nilai wilks’ lambda persepsi stakeholder berdasarkan pekerjaan.
5.5 Model Pengelolaan Berkelanjutan 5.5.1 Pemfokusan model pengelolaan Fokus model pengelolaan yang cocok di PPN Prigi dihasilkan dari kombinasi antara unit penangkap ikan dan ikan unggulan. Tiap kombinasi dinilai menggunakan skoring. Skoring yang digunakan merupakan skor ikan unggulan, skor ekologi dan skor ekonomi. Hasil perhitungan skoring dari model yang paling cocok untuk perikanan pelagis di PPN Prigi dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil skoring yang diperoleh, menunjukkan 3 model prioritas yang paling cocok
68
difokuskan di PPN Prigi. Fokus pengelolaan tersebut, yaitu perikanan tongkol menggunakan purse seine, perikanan cakalang menggunakan purse seine serta perikanan tongkol menggunakan gillnet. Tabel 13 Penentuan fokus model pengelolaan yang cocok di Prigi Kombinasi ikan dan API
skor ikan unggulan
Kriteria skor ekologi
Standardisasi skor ekonomi
V1
V2
V3
Total
A1
3.010
0.390
5.160
1.000
0.000
1.000
2.000
A2
2.810
0.160
5.160
0.855
0.793
1.000
2.648
A3
2.500
0.100
5.160
0.630
1.000
1.000
2.630
A4
1.670
0.230
5.160
0.029
0.552
1.000
1.581
A5
1.630
0.320
5.160
0.000
0.241
1.000
1.241
B1
3.010
0.390
3.360
1.000
0.000
0.651
1.651
B2
2.810
0.160
3.360
0.855
0.793
0.651
2.299
B3
2.500
0.100
3.360
0.630
1.000
0.651
2.282
B4
1.670
0.230
3.360
0.029
0.552
0.651
1.232
B5
1.630
0.320
3.360
0.000
0.241
0.651
0.893
C1
3.010
0.390
4.170
1.000
0.000
0.808
1.808
C2
2.810
0.160
4.170
0.855
0.793
0.808
2.456
C3
2.500
0.100
4.170
0.630
1.000
0.808
2.439
C4
1.670
0.230
4.170
0.029
0.552
0.808
1.389
C5
1.630
0.320
4.170
0.000
0.241
0.808
1.050
D1
3.010
0.390
0.000
1.000
0.000
0.000
1.000
D2
2.810
0.160
0.000
0.855
0.793
0.000
1.648
D3
2.500
0.100
0.000
0.630
1.000
0.000
1.630
D4
1.670
0.230
0.000
0.029
0.552
0.000
0.581
D5
1.630
0.320
0.000
0.000
0.241
0.000
0.241
Keterangan: A=purse seine; B= pancing tonda; C=gillnet; D=payang 1=ikan tuna; 2=ikan tongkol; 3=ikan cakalang; 4=ikan lemuru; 5=ikan layang
Setelah fokus model pengelolaan yang cocok untuk perikanan pelagis ditentukan, selanjutnya dirumuskan strategi pengelolaan yang baik untuk mencapai keberlanjutan perikanan pelagis. Perumusan strategi diawali dengan membuat matriks SWOT yang mewakili keberlanjutan ekologi, ekonomi dan sosial. Selanjutnya pembuatan balanced scorecard bertujuan mengukur apakah sasaran strategis dapat tercapai atau tidak. Hal ini dilakukan dengan memberikan rencana strategi jangka pendek dan rencana strategi jangka panjang sebagai tolok ukur keberhasilan agar sasaran strategis dapat tercapai.
69
5.5.2 Perumusan strategi Analisis SWOT yang dilakukan mengacu pada fokus model pengelolaan perikanan pelagis yang cocok di PPN Prigi. Hasil perhitungan keberlanjutan ekologi, ekonomi, sosial, hasil wawancara, kuesioner dan pengamatan di lapangan dianalisis menjadi faktor internal dan eksternal keberlanjutan perikanan pelagis. Analisis internal perlu diketahui untuk memanfaatkan kekuatan yang dimiliki PPN Prigi serta mengatasi kelemahan-kelemahan yang terjadi. Faktor internal (kekuatan dan kelemahan) jumlahnya cukup banyak. Faktor-faktor tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1) Kekuatan: (1) Adanya partisipasi masyarakat untuk menjaga lingkungan yaitu dengan adanya
kelompok
masyarakat
pengawas
(POKMASWAS).
POKMASWAS merupakan nelayan yang ikut mengawasi kegiatan perikanan utamanya di daerah pantai dan melaporkan pelanggaran kepada satuan kerja pengawasan sumberdaya perikanan (Satker PSDKP); (2) Adanya Daerah Perlindungan Laut (DPL) di daerah Karanggongso menjadi tempat yang ekologinya terjaga; (3) Tersedianya tempat pemindangan ikan meringankan biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengolah ikan. Namun tempat pemindangan di bengkorok belum dimanfaatkan secara optimal. Bangsal pengolahan dimaksudkan untuk mendongkrak industri pengolahan ikan dengan diversifikasi produk (bakso ikan, nugget dan sosis); (4) Banyaknya bakul/pedagang menjadi suatu kekuatan agar harga ikan tidak hanya dimonopoli oleh bakul/pedagang tertentu; (5) Ketersediaan bahan perbekalan yang relatif mudah meringankan biaya operasional yang dikeluarkan nelayan karena margin pemasaran tidak terlalu besar; (6) Terbentuknya jaringan pemasaran yang baik membuat kegiatan pemasaran hasil perikanan berjalan lancar; (7) Hubungan yang baik diantara stakeholder mempermudah komunikasi dan pengelolaan bersama perikanan pelagis.
70
2) Kelemahan: (1) Produksi perikanan yang telah melewati batas maksimum lestari. Hal ini mengkhawatirkan karena jika sumberdaya ikan unggulan tereksploitasi habis, maka kegiatan perikanan akan terhenti; (2) Data yang kurang akurat menyebabkan sulit terkontrolnya sumberdaya ikan dan rancunya pengambilan keputusan manajemen perikanan; (3) Kurangnya pengawasan dan sarana pengawasan terhadap ZEE merupakan kelemahan yang dialami di perairan Indonesia. Hal ini memudahkan orang asing memasuki wilayah perairan Indonesia dan menyebabkan terjadinya IUU fishing; (4) Kualitas ikan yang kurang baik utamanya terjadi pada alat tangkap purse seine yang dalam operasionalnya tidak membawa es. Hal ini lebih dirasa merugikan pada saat musim panen. Ikan akan terjual dengan harga yang sangat murah karena melimpahnya hasil tangkapan dan kurangnya tempat menampung; (5) Fungsi TPI kurang optimal, sehingga menyebabkan kegiatan perikanan lebih dikuasai oleh bakul/pedagang. Hal ini menyebabkan masalah pembayaran yang dikeluhkan beberapa pemilik kapal karena pembayaran oleh bakul tidak langsung dibayar penuh. Sehingga biaya operasional tidak dapat langsung berputar; (6) Pendidikan dan pengetahuan nelayan yang relatif rendah menyebabkan sulitnya penerimaan konsep pembangunan perikanan keberlanjutan. Sebagai contoh persepsi dari mayoritas nelayan purse seine dan gillnet yang tidak menginginkan pembatasan alat tangkap maupun hasil tangkapan; (7) Kurangnya kesadaran masyarakat untuk bergabung dengan organisasi menyebabkan kurang berkembangnya pemikiran nelayan. Kerugian lain yang dialami nelayan adalah tidak mengetahui jika ada bantuan yang sedang turun dan sulitnya mendapat bantuan karena tidak terorganisir; (8) Perbedaan visi antar stakeholder dan kurangnya koordinasi menyebabkan kegiatan perikanan kurang berjalan optimal. Nelayan dan bakul/pedagang
71
lebih berorientasi pada nilai ekonomi tanpa memperhatikan keberlanjutan ekologi; (9) Peningkatan jumlah rumpon yang tidak terkontrol dapat menekan sumberdaya dan juga dapat menimbulkan konflik diantara para nelayan; (10) Jumlah armada penangkapan yang meningkat dari waktu ke waktu sangat mengakhawatirkan sumberdaya yang tersedia. Tabel 14 Matriks IFAS perikanan pelagis berkelanjutan di PPN Prigi No
Faktor
Kekuatan Adanya partisipasi masyarakat untuk menjaga kelestarian 1 lingkungan (POKMASWAS) 2 Adanya DPL (Daerah Perlindungan Laut) Tersedianya tempat pengolahan (bangsal pengolahan, 3 pemindangan bengkorok) 4 Banyak pedagang/bakul Ketersediaan bahan perbekalan yang relatif mudah 5 diperoleh Terbentuknya jaringan pemasaran perikanan baik pasar 6 lokal dan regional serta akses menuju pasar internasional Hubungan yang baik antar stakeholder (nelayan, 7 bakul/pedagang dan pengeola) Kelemahan Produksi perikanan yang telah melewati batas 1 penangkapan lestari berkelanjutan 2 Data kurang akurat Kurangnya pengawasan dan sarana pengawasan terhadap 3 ZEE Kualitas ikan yang kurang baik (HT purse seine yang 4 tidak di-es) Fungsi TPI kurang optimal (hanya sebagai tempat 5 penimbangan) Pengetahuan dan keterampilan nelayan masih relatif 6 rendah Kurangnya kesadaran masyarakat untuk bergabung dalam 7 organisasi Perbedaan visi antar stakeholder perikanan dan kurangnya 8 koordinasi 9 Penambahan rumpon yang tidak terkontrol 10 Armada penangkapan yang meningkat tanpa ada batasan Total
Bobot
Rating
Bobot* Rating
0.074 0.009
3 2
0.222 0.018
0.065 0.083
2 3
0.130 0.249
0.046
3
0.138
0.092
3
0.276
0.037
1
0.037
0.093 0.074
1 2
0.093 0.148
0.065
2
0.130
0.056
3
0.168
0.046
3
0.138
0.028
4
0.112
0.056
4
0.224
0.028 0.074 0.074
3 2 1
0.084 0.148 0.074
1.000
2.389
Tabel 14 menyajikan matriks Internal strategic Factors Analysis Summary (IFAS). Berdasarkan matriks IFAS diketahui bahwa PPN Prigi memiliki skor IFAS 2,389. Artinya posisi internalnya berada pada taraf rata-rata. PPN Prigi memiliki lebih banyak kelemahan yang harus diatasi agar dapat meraih peluang dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki.
72
Analisis eksternal diperlukan untuk melihat peluang apa saja yang dapat dimanfaatkan untuk meraih keberlanjutan perikanan pelagis di PPN Prigi serta persiapan menghadapi atau meminimalisir ancaman yang akan terjadi. Faktorfaktor eksternal (kekuatan dan kelemahan) dijabarkan sebagai berikut: 1) Peluang (1) Permintaan pasar terhadap ikan cakalang untuk ekspor dan tongkol untuk pemasaran antar kota; (2) Potensi ZEE yang belum dimanfaatkan secara optimal sehingga masih berpeluang untuk dikembangkan; (3) Penanaman modal oleh investor akan terjadi jika PPN Prigi dapat menarik dan memperlihatkan kelebihan pengelolaan, utamanya pada produk tongkol dan cakalang; (4) Berkembangnya informasi dan teknologi akan membantu mempermudah kegiatan penangkapan ikan; (5) Peluang pekerjaan di bidang perikanan akan terbentuk jika kegiatan perikanan dapat memberikan keberlanjutan. 2) Ancaman (1) Potensi terjadinya IUU (illegal, unreported, unregulated) fishing di lepas pantai akan merugikan kegiatan penangkapan secara ekologi, ekonomi maupun sosial; (2) Degradasi lingkungan akan mengakibatkan kerusakan ekologi yang akan berdampak terhadap sumberdaya ikan. Terutama untuk ikan tongkol yang hidup di perairan pantai yang kondisi lingkungannya lebih dinamis. Degradasi ini dapat disebabkan kegiatan penangkapan, hasil buangan mesin maupun sisa-sisa hasil pengolahan ikan di sekitar pantai; (3) Akses jalan menuju Prigi yang berliku dan sulit dilalui, utamanya untuk kendaraan berat menyulitkan pemasaran dari dan menuju PPN Prigi; (4) Masuknya produk asing akibat terjadinya perdagangan bebas membuat nelayan merasa dirugikan. Hal ini juga disebabkan kualitas ikan yang kurang bisa bersaing (hasil tangkapan purse seine); (5) Banyaknya produk subsitusi tongkol dan cakalang.
73
Tabel 15 Matriks EFAS perikanan pelagis berkelanjutan di PPN Prigi No
Faktor
Peluang Permintaan pasar terhadap ikan-ikan unggulan baik pasar 1 lokal, regional maupun internasional Potensi perikanan ZEE yang belum dimanfaatkan secara 2 optimal 3 Penanaman modal oleh investor untuk bisnis perikanan Berkembangnya informasi dan teknologi yang mendukung 4 kegiatan perikanan 5 Peluang lapangan kerja di bidang perikanan Ancaman 1 Potensi terjadinya IUU fishing di lepas pantai Degradasi lingkungan akibat limbah dari pengolahan dan 2 buangan Akses jalan menuju Prigi yang relatif sulit dijangkau, 3 mengahambat perkembangan industri perikanan Masuknya produk asing akibat berlakunya perdagangan 4 bebas 5 Banyaknya produk subsitusi perikanan Total
Bobot
Rating
Bobot* Rating
0.140
4
0.560
0.091 0.098
4 3
0.364 0.294
0.112 0.056
2 2
0.224 0.112
0.132
3
0.396
0.084
3
0.252
0.126
2
0.252
0.105 0.056 1.000
1 4
0.105 0.224 2.202
Pemberian bobot dan rating dilakukan untuk memperoleh matriks EFAS (Tabel 15). Nilai total perkalian bobot dan rating adalah 2,202. Artinya kondisi ekternal PPN Prigi berada pada taraf rata-rata. Ancaman keberlanjutan perikanan pelagis memiliki nilai lebih besar dibandingkan dengan peluang yang dapat diraih. Hal yang perlu dilakukan adalah menguatkan internal PPN Prigi untuk mempersiapkan mengatasi ancaman yang ada. Berdasarkan matriks IFAS dan EFAS dibentuk perumusan strategi keberlanjutan perikanan pelagis di PPN Prigi. Perumusan strategi ini dibentuk dengan kombinasi antara kekuatan dengan peluang, kekuatan dengan ancaman, kelemahan dengan peluang serta kelemahan dengan ancaman. Tabel 16 menyajikan matriks SWOT strategi perikanan pelagis berkelanjutan untuk fokus model yang cocok di PPN Prigi. Setiap strategi yang terbentuk akan menjadi sasaran strategis yang akan dianalisis lebih lanjut dengan analisis balanced scorecard.
Tabel 16 Matriks SWOT strategi perikanan pelagis berkelanjutan di PPN Prigi
Internal
Eksternal
PELUANG (O) 1. Permintaan pasar terhadap ikan-ikan unggulan baik pasar lokal, regional maupun internasional 2. Potensi perikanan ZEE yang belum dimanfaatkan optimal 3. Penanaman modal oleh investor untuk bisnis perikanan 4. Berkembangnya informasi dan teknologi yang mendukung perikanan 5. Peluang lapangan kerja di bidang perikanan ANCAMAN (T) 1. Potensi terjadinya IUU fishing di lepas pantai 2. Degradasi lingkungan akibat limbah dari pengolahan dan buangan 3. Akses jalan menuju Prigi yang relatif sulit dijangkau, mengahambat perkembangan industri perikanan 4. Masuknya produk asing akibat berlakunya perdagangan bebas 5. Banyaknya produk subsitusi perikanan
KEKUATAN (S) 1. Adanya partisipasi masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan (POKMASWAS) 2. Adanya DPL (Daerah Perlindungan Laut) 3. Tersedianya tempat pengolahan (bangsal pengolahan, pemindangan bengkorok) 4. Banyak pedagang/bakul 5. Ketersediaan bahan perbekalan yang relatif mudah diperoleh 6. Terbentuknya jaringan pemasaran perikanan baik pasar lokal, regional maupun internasional 7. Hubungan yang baik antar stakeholder (nelayan, bakul/pedagang dan pengeola)
Strategi SO:
KELEMAHAN (W) Produksi perikanan yang telah melewati batas penangkapan lestari berkelanjutan 2. Data kurang akurat 3. Kurangnya pengawasan terhadap ZEE 4. Kualitas ikan yang kurang baik (HT purse seine yang tidak di-es) 5. Fungsi TPI kurang optimal (hanya sebagai tempat penimbangan) 6. SDM nelayan relatif rendah 7. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk bergabung dalam organisasi 8. Perbedaan visi antar stakeholder perikanan dan kurangnya koordinasi 9. Pertambahan rumpon yang tidak terkontrol 10. Armada penangkapan yang meningkat tanpa ada batasan Strategi WO: 1.
1. Sistem pengelolaan industri perikanan pelagis berkembang (S3, S4, S5, S6, S7, O1, O2, O3, O4, O5) 2. Kerjasama dengan dinas pariwisata (S1, S2)
1. Pembuatan pelaporan data yang menguntungkan dua pihak (W1, W2, W3, W9, W10, O4) 2. Penyatuan visi membangun perikanan berkelanjutan (W2, W5, W7, W8, O3, O5) 3. Penambahan cold storage (W4, W6, O1, O2)
Strategi ST:
Strategi WT:
1. Pembentukan laboratorium pengawas AMDAL (T2, S1, S2) 2. Penambahan pengawasan daerah penangkapan ikan (T1, S7) 3. Perbaikan infrastruktur akses jalan menuju Prigi (T5, S4, S5, S6) 4. Diversifikasi produk tongkol, tuna dan cakalang (T6, T7, S3)
1. Meminimalisir over fishing (W1, W2, W3, T1, T2, W9, W10) 2. Peningkatan SDM stakeholder, utamanya nelayan purse seine (W4, W5, W6, W7, W8, T5,T7)
SWOT menghasilkan kombinasi dari dua strategi. Strategi SO menghasilkan sasaran strategi untuk pengelolaan industri perikanan pelagis dan kerjasama dengan dinas pariwisata. Pengelolaan industri perikanan akan semakin mudah karena didukung banyaknya kekuatan di PPN Prigi. Kerja sama dengan dinas pariwisata akan membantu secara tidak langsung untuk menjaga daerah nursery groud agar tidak tereksploitasi. Strategi ST menghasilkan sasaran strategi pembentukan laboratorium deteksi pencemaran dan AMDAL, perbaikan sistem dan sarana pengawasan daerah penangkapan ikan, perbaikan infrastruktur akses jalan menuju Prigi dan diversifikasi produk tongkol dan cakalang. Pembentukan laboratorium bertujuan untuk meminimalisir terjadinya degradasi lingkungan akibat kegiatan penangkapan dan pengolahan yang berlangsung terus-menerus. Pengawasan yang intens dan dengan armada yang memadai akan menjaga wilayah perikanan Indonesia khususnya Prigi, untuk mengurangi IUU fishing. Perbaikan infrastruktur menuju Prigi bertujuan untuk lebih memudahkan pemasaran serta membangkitkan industri perikanan. Diversifikasi dan inovasi baru produk tongkol dan cakalang akan meningkatkan nilai jual kedua produk tersebut. Strategi WO menghasilkan sasaran strategis berupa perbaikan pelaporan data yang menguntungkan dua belah pihak, penyatuan visi membangun perikanan berkelanjutan dan penambahan cold storage. Perbaikan pelaporan bertujuan untuk memudahkan perencanaan manajemen dan pengambilan kebijakan yang tepat. Perbaikan pelaporan hendaknya menguntungkan bagi dua belah pihak yaitu nelayan (sebagai pengisi logbook) dan pemerintah sebagai pengumpul data. Penyatuan visi antar stakeholder untuk menghasilkan tujuan yang sama perlu dilakukan
untuk
membangun
kegiatan
perikanan
pelagis
berkelanjutan.
Penambahan cold storage akan membantu menampung hasil tangkapan ikan, terutama pada musim puncak. Untuk itu perlu digalakkan membawa es (untuk unit purse seine) agar hasil tangkapan tersebut dapat diterima oleh cold storage. Hal ini diharapkan membuat hasil tangkapan tidak terjual dengan harga sangat murah karena kondisinya yang telah rusak. Strategi WT menghasilkan sasaran strategis berupa meminimalisir overfishing dan peningkatan SDM stakeholder. Pengurangan armada serta
76
pengaturan jumlah dan letak rumpon perlu dilakukan untuk menyesuaikan dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan agar dapat meminimalisir dampak overfishing. Peningkatkan pemahaman stakeholder utamanya nelayan yang ratarata tingkat pendidikannya masih rendah perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memberikan pengertian mengenai dampak pengurasan sumberdaya yang akan berakibat pada perekonomian dan sosial di masa yang akan datang. Selain itu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan akan membantu nelayan memahami pentingnya menjaga kualitas ikan agar hasil tangkapan yang diperoleh terjual dengan harga yang pantas. 5.5.3 Tolok ukur keberhasilan strategi Balanced scorecard menyatakan keseimbangan antara ukuran internal yang terdiri dari bisnis internal dan pembelajaran dan ukuran eksternal yang terdiri dari finansial dan kepuasan pelanggan. Sasaran strategis yang termasuk dalam finansial adalah perbaikan infrastruktur (ST3). Mengelola industri perikanan (SO1) termasuk dalam kepuasan pelanggan karena akan memudahkan pelanggan yang datang dan menarik pelanggan baru. Penambahan cold storage (WO3) dan peningkatan kualitas ikan juga termasuk dalam kepuasan pelanggan. Sasaran strategis pada bisnis internal adalah kerjasama dengan dinas pariwisata (SO2) dan diversifikasi produk tongkol dan cakalang (ST4). Sedangkan pelaporan data yang menguntungkan kedua belah pihak (WO1), penyatuan visi membangun perikanan berkelanjutan (WO2), pendirian laboratorium analisis AMDAL (ST1), perbaikan pengawasan pada wilayah ZEE (ST2), meminimalisir overfishing (WT1) dan peningkatan SDM stakeholder (WT2) merupakan pertumbuhan dan pembelajaran. Banyaknya sasaran strategis yang merupakan pembelajaran disebabkan kondisi keberlanjutan PPN Prigi yang memiliki lebih banyak kelemahan dan ancaman sehingga perlu diciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Indikator sebab (strategi jangka pendek) merupakan tolok ukur untuk mencapai indikator akibat (strategi jangka panjang). Indikator akibat merupakan tolok ukur keberhasilan untuk mencapai sasaran strategis. Strategi keberlanjutan perikanan pelagis di PPN Prigi dapat dilihat pada Tabel 17.
77
Tabel 17 Strategi keberlanjutan perikanan pelagis di PPN Prigi Sasaran Strategis
Ukuran strategis Indikator akibat
Indikator sebab
Sistem pengelolaan industri perikanan pelagis yang terintegrasi
kegiatan usaha perikanan terkelola dengan baik
pemanfaatan sumberdaya ikan dan jaringan pemasaran dengan tepat
Kerjasama dengan dinas pariwisata
terpeliharanya kelestarian lingkungan
kepedulian setiap orang untuk memelihara lingkungan
Pembuatan pelaporan data yang menguntungkan bagi dua pihak
meningkatnya pelaporan logbook nelayan
pemberian reward bagi nelayan yang mengisi logbook
Penyatuan visi bersama membangun perikanan tangkap berkelanjutan
stakeholder memiliki pemikiran dan visi sama dalam pembangunan perikanan tangkap
Penambahan cold storage
berkurangnya HT yang ditolak cold storage
sosialisasi membawa es dan menjaga cold chain
Pembentukan laboratorium AMDAL
meminimalisir degradasi lingkungan
perhitungan tingkat pencemaran di perairan Prigi
pertemuan rutin dan sharing antar stakeholder peningkatan pemahaman stakeholder mengenai keberlanjutan perikanan pelagis
peningkatan sarana prasarana pengawasan
Penambahan pengawasan daerah penangkapan ikan
IUU fishing menurun
Perbaikan infrastruktur akses jalan menuju Prigi
meningkatnya pemenuhan kebutuhan pasar
pengajuan perbaikan jalan
Diversivikasi produk perikanan
hasil tangkapan ikan termanfaatkan optimal
pengolahan hasil tangkapan menjadi produk lain yang bernilai jual tinggi
perbaikan peraturan dan pemberian kuasa pada pengawas
penghentian pemberian ijin penangkapan Meminimalisir overfishing
ikan lestari
Peningkatan SDM stakeholder (purse seine)
ketrampilan dan pengetahuan nelayan pada usaha dan SDI meningkat
pengurangan armada penangkapan dan regulasi yang mendukung penyuluhan dan sosialisasi teknologi baru dan pemahaman keberlanjutan perikanan tangkap
78
Tabel 17 memperlihatkan tolok ukur keberhasilan untuk mencapai sasaran strategis. Tolok ukur dari tiap sasaran strategis dipaparkan sebagai berikut: 1) Pemanfaatan sumberdaya yang tepat akan menjaga kegiatan perikanan yang terkelola dan berkelanjutan. Tolok ukur keberhasilan tersebut akan menghasilkan sistem pengelolaan perikanan (utamanya tongkol dan cakalang) yang baik; 2) Kepedulian
setiap
orang
untuk
menjaga
lingkungan
laut
perlu
disosialisasikan dan diterapkan agar kelestarian lingkungan dapat terjaga. Jika lingkungan terjaga dengan baik, dapat dilakukan kerjasama dengan dinas pariwisata untuk daerah perlindungan laut. Tujuannya adalah menjaga agar tidak terjadi penangkapan di area yang merupakan nursery ground tersebut; 3) Perbaikan pelaporan hendaknya menguntungkan bagi dua belah pihak yaitu nelayan sebagai pengisi logbook dan pemerintah sebagai pengumpul data. Pemberian reward pada nelayan yang mengisi logbook dengan jelas dan baik perlu dilakukan. Hal ini diharapkan dapat mendorong meningkatnya pelaporan data yang
yang akurat. Sehingga tujuan untuk memperoleh
pelaporan data yang menguntungkan bagi kedua pihak dapat tercapai; 4) Pertemuan, sharing dan peningkatan pemahaman stakeholder mengenai kegiatan perikanan tangkap berkelanjutan perlu dilakukan agar terwujud visi bersama pengelolaan perikanan pelagis; 5) Untuk memenuhi kepuasan pelanggan, nelayan yang merupakan tangan pertama perikanan tangkap perlu diberikan sosialisasi dan penyuluhan pentingnya membawa es dan menjaga cold chain ikan. Jika hal tersebut dapat dilakukan maka kualitas hasil tangkapan akan diterima cold storage. Penambahan cold storage dapat dilakukan jika nelayan telah dapat menjaga kualitas ikan. Sehingga pada musim puncak hasil tangkapan ikan tidak terjual dengan harga murah karena kualitasnya yang rendah, selain itu kebutuhan akan ikan tongkol dan cakalang dapat terus terpenuhi; 6) Pembentukan laboratorium AMDAL diperlukan untuk meminimalisir degradasi lingkungan. Langkah awal untuk meminimalisir degradasi lingkungan adalah perhitungan tingkat pencemaran perairan. Pencemaran
79
dapat dihasilkan akibat pemanfaatan ikan di laut maupun pengolahan ikan di darat; 7) Peningkatan sarana prasarana, pengawasan yang intens, perbaikan peraturan dan penegakkannya serta pemberian kuasa pada pengawas perikanan yang bertugas merupakan tolok ukur keberhasilan dari berkurangnya IUU fishing; 8) Perbaikan akses jalan menuju Prigi hendaknya menjadi salah satu prioritas yang dilakukan dalam pengelolaan perikanan. Kondisi yang ada saat ini hanya angkutan dengan muatan sedikit yang dapat masuk ke Prigi. Untuk itu perlu dilakukan pengajuan dana untuk perbaikan jalan. Tolok ukur keberhasilan perbaikan akses jalan adalah meningkatnya kebutuhan pasar yang terpenuhi dengan transportasi yang efisien. 9) Hasil tangkapan hendaknya dapat dimanfaatkan secara optimal, untuk itu perlu dilakukan pengolahan hasil tangkapan menjadi produk lain (diversifikasi) agar produk tongkol dan cakalang memiliki nilai jual lebih tinggi; 10) Hasil potensi mengenai sumberdaya ikan unggulan yang terindikasi overfishing, memerlukan tindakan nyata. Hal utama yang dapat dilakukan adalah tidak lagi memberikan ijin penangkapan pada alat tangkap yang sama dan beroperasi di area yang sama. Regulasi yang mendukung pengurangan armada penangkapan sedikit demi sedikit, maupun pengalihan daerah penangkapan hendaknya diperkuat. Jika hal-hal tersebut dapat dilakukan, maka sumberdaya ikan akan lestari. 11) Untuk meningkatkan SDM stakeholder (utamanya nelayan purse seine) perlu dilakukan penyuluhan dan sosialisasi teknologi baru serta pemahaman keberlanjutan perikanan tangkap. Penyuluhan yang dilakukan akan meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan nelayan.
5.6 Pembahasan Penelitian ini mengkaji lebih dalam mengenai ikan unggulan karena stakeholder lebih memilih memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan pasar. Untuk itu keberlanjutan ikan unggulan perlu diperhatikan. Ikan pelagis unggulan
80
yang terdapat di PPN Prigi yaitu tuna, tongkol, cakalang, lemuru dan layang. Hasil ini berbeda dengan penelitian Nurani (2008) yang menyatakan ikan unggulan di Trenggalek adalah bawal hitam, teri, cakalang, peperek, layur dan kuwe. Hal ini dapat disebabkan penambahan kriteria pada penelitian ini berupa lama musim ikan dalam setahun juga dapat disebabkan perbedaan waktu pengambilan data. Seperti telah dijelaskan sebelumnya (Bab 5.1) bahwa suatu jenis ikan tidak selamanya akan tetap menjadi ikan unggulan. Ikan tuna dan cakalang merupakan salah satu komoditas ekspor. Ikan tuna yang dapat diekspor segar adalah yang berukuran > 20 kg, sedangkan ikan cakalang yang dapat diekspor beku adalah yang berukuran > 2 kg. Ikan tongkol dan layang sebagian besar dipasarkan ke Surabaya dalam bentuk segar maupun pindang. Sedangkan ikan lemuru dipasarkan setelah dipindang atau dikeringkan, selain itu ikan lemuru yang kualitasnya buruk akan diolah menjadi tepung ikan. Keberlanjutan perikanan dari aspek ekologi dikaji dengan menghitung potensi ikan unggulan. Potensi ikan yang dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai MSY untuk masing-masing ikan adalah 1000,69 ton/tahun ikan tuna; 8853,01 ton/tahun ikan tongkol; 1056,56 ton/tahun ikan cakalang; 7497,64 ton/tahun ikan lemuru; dan 5324,21 ton/tahun ikan layang. Penangkapan ikan tuna di PPN Prigi hanya sedikit yang menghasilkan kualitas ekspor segar. Ikan tuna yang tertangkap di rumpon berukuran relatif kecil (baby tuna). Hal ini mengkhawatirkan karena ikan tuna yang tertangkap belum pernah melakukan pemijahan, sehingga akan merusak siklus hidup ikan tuna. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa ikan tuna memiliki potensi kelebihan tangkap yang paling tinggi dibandingkan ikan unggulan lain. Penelitian Nurdin (2011) memperkuat hasil penelitian ini. Penelitian tersebut menyatakan bahwa penggunaan rumpon untuk penangkapan ikan tuna di PPN Prigi layak secara teknis dan ekonomi tetapi tidak layak secara bioekologi. Penyebab tertangkapnya baby tuna adalah penggunaan alat tangkap pancing tonda. Pancing tonda tidak dapat menjangkau habitat hidup ikan tuna dewasa yang memiliki lapisan renang 20-400 m dibawah permukaan laut (Simbolon 2011). Secara ekologi perikanan tuna menggunakan pancing tonda tidak layak untuk dilakukan.
81
Penangkapan ikan cakalang menggunakan pancing tonda tepat untuk dilakukan. Ikan cakalang memiliki habitat hidup pada lapisan renang yang jauh lebih dangkal dibandingkan ikan tuna yaitu 0-40 m (Simbolon 2011). Pancing tonda telah mampu untuk menjangkau fishing ground ikan cakalang. Perubahan alat tangkap menjadi lebih besar tidak perlu dilakukan karena diprediksi hanya akan menambah biaya operasional tanpa penambahan hasil tangkapan yang diinginkan. Diantara kelima ikan pelagis unggulan di PPN Prigi, ikan cakalang memiliki potensi kelebihan tangkap yang paling rendah. Purse seine adalah alat tangkap yang paling produktif untuk menangkap ikan pelagis yang hidup bergerombol. Ikan unggulan yang paling banyak tertangkap purse seine adalah tongkol, lemuru dan layang. Ikan tongkol memiliki sifat lebih kosmopolitan dibanding ikan tuna dan cakalang karena mampu hidup di perairan lebih dangkal dan bersalinitas lebih rendah (Simbolon 2011). Hal ini menyebabkan ikan tongkol banyak tertangkap purse seine bersama ikan layang dan lemuru pada daerah sekitar 10-25 mil dari pantai. Perubahan ukuran unit penangkapan purse seine menjadi lebih besar tidak perlu dilakukan karena alat tangkap yang ada telah mampu beroperasi menjangkau fishing groud ikan tujuan penangkapan. Berdasarkan perhitungan model produksi surplus, kelima ikan unggulan di PPN Prigi terindikasi telah mengalami kelebihan tangkap akibat terlalu banyaknya unit penangkapan ikan yang beroperasi. Ikan tuna yang memiliki prioritas unggulan pertama ternyata telah mengalami kelebihan tangkap paling tinggi. Regulasi yang tepat diperlukan untuk mengurangi atau bahkan menghentikan sementara penangkapan ikan tuna. Produksi ikan tongkol, lemuru dan layang mengalami penurunan drastis pada tahun 2010 (Gambar 9, 11 dan 12). Perubahan ini dapat dipengaruhi oleh kegiatan penangkapan karena habitatnya di perairan pantai yang lebih mudah dijangkau oleh usaha penangkapan. Sedangkan ikan tuna dan cakalang mengalami penurunan produksi namun dalam taraf biasa. Selain disebabkan peningkatan jumlah alat tangkap, penurunan produksi ikan tongkol, lemuru dan layang juga diakibatkan perubahan cuaca. Ikan tuna dan cakalang hidup di perairan laut lepas yang lingkungannya relatif stabil, sedangkan ikan tongkol, lemuru dan layang
82
hidup di perairan pantai yang kondisi lingkungannya lebih dinamis dibandingkan dengan perairan laut lepas (Simbolon 2011). Kemungkinan lain adalah terjadinya kecenderungan perubahan komposisi jenis organisme yang merupakan reaksi dari adanya pengaruh akibat komunitas sumberdaya tersebut. Hal tersebut antara lain dinyatakan dalam bentuk interaksi antar spesies yang ada dalam komunitas ataupun adanya penggantian kelimpahan antar spesies-spesies tersebut (Nurhakim 2004). Keberlanjutan ekonomi dalam penelitian ini dikaji dengan menghitung kelayakan usaha unit penangkap ikan, yang dominan menangkap ikan unggulan. Alat penangkap ikan yang dominan tersebut adalah purse seine, gillnet, pancing tonda dan payang. Penggunaan alat tangkap selektif selain bermanfaat untuk pengelolaan sumberdaya perikanan juga bermanfaat secara ekonomi karena dengan penggunaan alat tangkap selektif diharapkan akan diperoleh ukuran ikan sesuai kebutuhan pasar (Nababan et al 2007). Unit penangkapan ikan yang diprioritaskan berdasarkan perhitungan cashflow dan investment criteria adalah purse seine, disusul gillnet dan pancing tonda.
Unit penangkapan purse seine memiliki perbandingan pendapatan dan
biaya yang tinggi (R/C = 2,55). Unit penangkapan gillnet memiliki urutan prioritas kedua karena memiliki pengembalian nilai investasi yang paling cepat dibandingkan alat tangkap lain (PP = 1,65 tahun) dan tingkat keuntungan selama umur alat tangkap yang paling tinggi (IRR = 57,21%) jauh dari tingkat suku bunga yang berlaku. Hal ini disebabkan rendahnya nilai investasi gillnet serta tingginya pendapatan karena unit penangkapan gillnet juga membawa alat tangkap tonda. Alat tangkap payang dinyatakan berada pada urutan ke empat atau tidak diprioritaskan. Payang memiliki R/C = 1,99 dan B/C = 1,45, lebih rendah jika dibandingkan dengan unit penangkapan lain. Jangka waktu pengembalian modal payang (PP) sangat lama yaitu 4,56 tahun. Penyebab lamanya PP adalah tingginya biaya operasional yang dikeluarkan namun hasil tangkapan payang bukan ikan bernilai ekonomis tinggi. Selain itu tingkat keuntungan selama umur alat tangkap lebih rendah dari tingkat suku bunga yang berlaku (IRR = 10,08 %). Artinya lebih menguntungkan menyimpan uang modal investasi di bank yang memiliki tingkat suku bunga 12 % dibandingkan menanamkan modal pada usaha payang. Hal inilah
83
yang menyebabkan jumlah alat tangkap payang tidak mengalami perkembangan berarti dari tahun ke tahun. Jika jumlah unit penangkapan purse seine, pancing tonda, gillnet dan payang tidak dikendalikan maka akan menguras sumberdaya sehingga menyebabkan overfishing. Hal tersebut pada akhirnya akan berdampak terhadap pengurangan penerimaan pemilik kapal dan menyebabkan kerugian. Pengendalian jumlah armada yang beroperasi perlu dilakukan. Pengurangan armada untuk menyesuaikan dengan kemampuan ikan bereproduksi akan meningkatkan pendapatan dan menjaga agar sumberdaya ikan tetap berjalan berkelanjutan. Aspek sosial dikaji dari persepsi sosial stakeholder terhadap perikanan. Heryanto (1998) mengungkapkan bahwa usia dapat mempengaruhi cara berpikir seseorang. Hal ini juga terlihat dari hasil pengelompokkan persepsi berdasarkan usia, dimana grup 4 (41-46), 6 (53-58) dan 7 (≥ 59) memiliki grup centroid atau pusat pengelompokkan yang saling tumpang tindih, artinya persepsi dari tiga kelompok usia tersebut memiliki banyak kemiripan. Hal ini disebabkan responden pada grup 4, 6 dan 7 memiliki usia berdekatan dan pengalaman yang banyak sehingga memiliki pandangan yang mirip. Selain itu grup centroid dari grup 3 yang rata-rata berasal dari pihak pengelola dan grup 5 yang rata-rata merupakan nelayan juga saling tumpang tindih. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman kerja yang telah dilalui nelayan telah membuat mereka mengerti bagaimana arah tujuan yang hendak dilakukan pihak pengelola. Ginting (1998) menyatakan bahwa konflik dapat muncul dari beberapa sebab, namun faktor yang cukup dominan adalah kerancuan tipe pemilikan sumberdaya dan kerancuan wewenang. Artinya kerancuan pemilikan menyebabkan tidak jelasnya siapa yang berhak untuk memanfaatkan satu sumberdaya dan berakibat timbulnya pertikaian antara pihak-pihak yang berbeda persepsi dalam penentuan kepemilikan sumberdaya perikanan dan kelautan. Oleh karena itu tipe dan konsep pemilikan yang berasosiasi dengan pemilikan sumberdaya kelautan dapat memberikan suatu kerangka kerja yang berguna untuk menganalisis kewenangan yang rancu dan konflik yang berkembang. Menurut Priyatna et al (2005) tindakan manusia dalam menghadapi sumberdaya milik bersama mengarah pada pemenuhan kepentingan sendiri dalam jangka pendek. Hal ini juga terlihat
84
pada persepsi hak penangkapan oleh nelayan Prigi yang 80,49% menyatakan bahwa hanya nelayan desa setempat dan desa sekitarnya yang berhak menangkap ikan di Prigi, namun 65,85% nelayan menolak jika diberlakukan pembatasan alat tangkap walaupun mengetahui bahwa jumlah dan ukuran ikan semakin berkurang. Dahuri (2002) menyatakan keberadaan nelayan Indonesia pada masa sekarang masih tergolong nelayan tradisional yang memiliki produktivitas rendah. Rendahnya SDM dapat menyebabkan rendahnya pendapatan dan pendapatan yang rendah dapat berakibat semakin meningkatnya kemiskinan nelayan. Berdasarkan hasil penelitian Suryani et al (2004), rendahnya tingkat pendidikan di kalangan nelayan dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; orang tua yang lebih mengarahkan untuk menjadi nelayan dan dikenalkan pada laut sejak kecil sehingga tidak terpikir untuk sekolah, selain itu keterbatasan biaya dan tidak adanya keinginan dari diri sendiri. Penelitian yang penulis lakukan memperlihatkan bahwa jenjang pendidikan nelayan 36% hanya berpendidikan SD, 43% berpendidikan SMP dan 21% berpendidikan SMA. Nelayan berpendidikan SMA adalah golongan pemuda. Artinya nelayan di Prigi sedikit demi sedikit telah berubah dan mengerti mengenai pentingnya pendidikan. Berdasarkan pemetaan persepsi, perlu dilakukan penyuluhan mengenai kejelasan hak penangkapan pada grup usia 1, 6 dan 7. Grup dengan tingkat pendidikan SD memerlukan penyuluhan mengenai pentingnya pendidikan dan keterampilan agar dapat menerima teknologi baru. Sedangkan grup nelayan dan pedagang memerlukan penyuluhan mengenai kejelasan hak penangkapan dan perlunya berorganisasi. Batas-batas hak penangkapan yang jelas akan memberikan pengetahuan bahwa pada dasarnya sumberdaya adalah milik bersama dan perlu pengelolaan bersama diantara stakeholder. Hal ini diperlukan untuk menghindari terjadinya konflik. Mayoritas responden nelayan (68,29%) tidak terdaftar dalam organisasi atau perkumpulan nelayan apapun. Pentingnya berorganisasi perlu dijelaskan pada nelayan. Berorganisasi akan menambah berbagai keuntungan nelayan, antara lain meningkatnya pengetahuan, hubungan sosial yang terjalin serta kemudahan informasi dan distribusi jika ada
bantuan untuk bidang perikanan. Nelayan
umumnya memiliki persepsi yang lebih mirip dengan bakul/pedagang, hal ini dapat
85
disebabkan tingkat pendidikan yang rendah sehingga pemahaman mengenai keberlanjutan sulit diterima, selain itu keduanya juga kepentingan yang lebih mirip yaitu untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Sedangkan pengelola memiliki pandangan yang lebih berbeda karena lebih maju tingkat pendidikannya. Secara keseluruhan persepsi stakeholder perikanan di Prigi berdasarkan usia, tingkat pendidikan maupun pekerjaan cenderung memiliki kemiripan yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk mempersatukan visi dan misi perikanan tangkap yang berkelanjutan dapat diraih dengan relatif mudah karena semua stakeholder memiliki pandangan yang hampir sama. Perumusan strategi difokuskan pada perikanan tongkol dan cakalang menggunakan purse seine. Hasil pengkajian analisis IFAS dan EFAS menunjukkan lebih banyak terdapat kelemahan dan ancaman yang berhubungan dengan keberlanjutan perikanan pelagis di PPN Prigi. Hal ini menyebabkan strategistrategi yang dihasilkan lebih mengedepankan perbaikan kelemahan untuk dapat meraih peluang yang ada dalam jangka panjang. Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap semestinya tidak hanya berupa regulasi yang mengontrol akses terhadap pemanfaatan sumberdaya yang ada, tetapi harus mampu membangun dan memberdayakan komunitas perikanan untuk mengatasi masalahnya (Wiyono 2006). Untuk itu perumusan strategi jangka pendek dan jangka panjang sebagai tolok ukur untuk mencapai sasaran strategis seperti yang dipaparkan pada hasil (Sub sub bab 5.5.3). Sebagai contoh, regulasi untuk penulisan logbook pada nelayan tidak akan berjalan efektif tanpa adanya timbal balik yang diterima nelayan. Data logbook dibutuhkan pihak pengelola/pemerintah untuk data base yang pada akhirnya digunakan untuk menentukan manajemen kebijakan pengelolaan. Nelayan dibutuhkan sebagai pencatat data logbook di atas kapal. Agar terjadi hubungan yang saling menguntungkan diantara keduanya diperlukan pemberian reward bagi nelayan yang mengisi logbook. Reward yang diberikan misalnya fasilitas penyimpanan ikan di cold storage dengan harga murah. Hal tersebut diharapkan dapat menambah kemauan nelayan untuk mengisi logbook sehingga pelaporan meningkat. Jika hasil ini tercapai maka data yang dibutuhkan pengelola dapat terkumpul.
86
87
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Ikan pelagis unggulan di PPN Prigi adalah ikan tuna, tongkol, cakalang, lemuru dan layang; 2) Stok ikan yang dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai MSY untuk masingmasing ikan adalah 1000,69 ton/tahun ikan tuna; 8853,01 ton/tahun ikan tongkol; 1056,56 ton/tahun ikan cakalang; 7497,64 ton/tahun ikan lemuru; dan 5324,21 ton/tahun ikan layang. Kelima ikan unggulan ini terindikasi mengalami kelebihan tangkap; 3) Alat tangkap yang memiliki kelayakan usaha sesuai urutan prioritas adalah purse seine, gillnet, pancing tonda dan payang. Unit penangkapan payang memiliki total nilai paling rendah dari semua kriteria; 4) Nelayan umumnya memiliki persepsi yang lebih mirip dengan bakul/pedagang, hal ini dapat disebabkan tingkat pendidikan yang rendah sehingga pemahaman mengenai keberlanjutan sulit diterima, selain itu keduanya memiliki kepentingan yang lebih mirip yaitu untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Sedangkan pengelola memiliki pandangan yang lebih berbeda karena lebih maju pendidikannya. Namun dipandang dari usia, tingkat pendidikan maupun pekerjaan, stakeholder di Prigi memiliki persepsi yang hampir sama; 5) Fokus pengelolaan perikanan pelagis di Prigi adalah perikanan tongkol dan cakalang menggunakan purse seine. Sasaran strategis yang perlu diperhatikan untuk mencapai keberlanjutan perikanan pelagis di PPN Prigi adalah sistem industri pengelolaan perikanan pelagis yang terintegrasi, kerjasama dengan dinas pariwisata, pelaporan data yang menguntungkan kedua pihak, penyatuan visi membangun perikanan berkelanjutan, penambahan cold storage, pembentukan laboratorium pengawas AMDAL, penambahan pengawasan daerah penangkapan ikan, perbaikan infrastruktur jalan menuju Prigi, diversivikasi produk tongkol dan cakalang, meminimalisir overfishing, serta peningkatan SDM stakeholder.
88
6.2 Saran Saran yang dapat penulis berikan antara lain: 1) Untuk kasus perikanan di Prigi maka usulan pemodelan perikanan pelagis sebaiknya difokuskan pada perikanan tongkol menggunakan purse seine yang masih berpotensi lebih baik untuk dikelola; 2) Regulasi yang jelas dan tepat serta penegakkan hukum diperlukan untuk pengelolaan perikanan pelagis agar terhindar dari kemusnahan sumberdaya ikan unggulan yang telah terindikasi overfishing; 3) Penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan menambahkan beberapa aspek lain dan memperdalam kajian tiap aspek yang berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan pelagis.
89
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Jaya I, Sondita MFA. 2006. Model Bioekonomi Perairan Pantai (In-Shore) dan Lepas Pantai (Off-Shore) untuk Pengelolaan Perikanan Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Selat Makassar. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 1(13): 33-43. Adhicipta Engineering Consultant. 2006. Executive Summary (Detail Engineering Design Studi Pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur). Surabaya. 28 hlm. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Trenggalek. 2010. Kabupaten Trenggalek dalam Angka. Trenggalek: BPS Trenggalek. 411 hlm. Churchill GA. 2005. Dasar-Dasar Riset Pemasaran. Diterjemahkan oleh Andriati, Yahya DK, Salim E. Jakarta: Erlangga. hlm 60. Dahuri R. 2002. Kebijakan dan Program Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan. Makalah disampaikan pada Rakerwil HIMAPIKANI, Bogor 2 Maret 2002. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003. Masterplan Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan TangkapDepartemen Kelautan dan Perikanan. 30 hlm. Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta: PT. Gramedia. Georgina MT et al. 2004. Model Surshing: Model Hybrid Antara Model Produksi Surplus dan Model Cushing dalam Pendugaan Stok Ikan (Studi Kasus: Perikanan Lemuru di Selat Bali). Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 2 (11): 135-138. Ginting SP. 1998. Konflik Pengelolaan Sumberdaya Kelautan di Sulawesi Utara dapat Mengancam Kelestarian Pemanfaatannya. Jurnal Pesisir dan Lautan. 1(2):30-43. Gray C, Simanjutak P, Sabur LK, Maspaitella PFL, Varley RCG. 2005. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 314 hlm. Haluan J, Nurani TW. 1988. Penerapan Metode Skoring dalam Pemilihan Teknologi Penangkapan Ikan yang Sesuai untuk Dikembangkan di Suatu Wilayah Perairan. Buletin Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya PerikananFPIK-IPB 2(1): 3-16. Hermawan M. 2006. Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil (Kasus Perikanan Pantai di Serang dan Tegal [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hernanto F. 1989. Ilmu Usaha Tani. Jakarta: Penebar Swadaya. 309 hlm. Heryanto N. 1998. Partisipasi Orang Tua dalam Program Wajib Belajar Pndidikan 9 Tahun [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
90
Ivancevich JM, Konopaske R, Matteson MT. 2005. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Diterjemahkan oleh penerbit Erlangga. Jakarta: Erlangga. hlm 339. Kabupaten Trenggalek. 2009. Renstra Pesisir dan Lautan Terpadu Kabupaten Trenggalek. Trenggalek: Dinas Kelautan dan Perikanan Trenggalek. Kadariah, Karlina L, Gray C. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. hlm 49-67. Kaplan RS, Norton DP. 1996. Balanced Scorecard Menerjemahkan Strategi menjadi Aksi. Diterjemahkan oleh Peter Yosli Pasla. Jakarta: Erlangga. 276 hlm. Lubis E. 2006. Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bogor: PSP-FPIK-IPB. 110 hlm. Marliyah L, Dewi FIR, Suyasa PTYS. 2004. Persepsi terhadap Dukungan Orang Tua dan Pembuatan Keputusan Karir Remaja. Jurnal Provitae Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara Jakarta. 1(1):63. Mulyono, S. 2002. Riset Operasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Nababan BO, Sari YD, Hermawan M. 2007. Analisis Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil di Kabupaten Tegal Jawa Tengah (Teknik Pendekatan Rapfish). Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 2(2):137-158. Nurani TW. 2008. Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Potensi Daerah [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nurani TW. 2010. Model Pengelolaan Perikanan suatu Kajian Pendekatan Sistem. Bogor: Departemen PSP-FPIK-IPB. Nurani TW. 2011. Perumusan Tolok Ukur Keberhasilan Pengembangan Perikanan Tuna menggunakan Balanced Scorecard. Di dalam: TW Nurani, D Simbolon, A Solihin, S Yuniarta, editor. New Paradigm in Marine Fisheries, Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan. Bogor: PSP-FPIK-IPB. hlm 42-46. Nurdin E. 2011. Teknologi dan Manajemen Perikanan Tuna Berbasis Rumpon yang Berkelanjutan di Prigi, Jawa Timur. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nurhakim S. 2004. Estimasi Hasil Tangkapan Maksimum Sumberdaya Udang di Laut Arafura dengan Model Produksi Surplus. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 10(6):85-88. Pinfield G. (1997) Sustainability Indicators: A New too for Evaluation? In Farthing Evaluation of Local Environmental Policy Aldershot, Avebury dalam http://www.trp.dundee.ac.uk. [PPN Prigi] Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi. 2009. Statistik Perikanan Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi, 2009. Trenggalek: KKP-Dirjen PT-PPN Prigi.
91
Priyatna FN, Hartono TT, Nasution Z. 2005. Implikasi Persepsi Hak Kepemilikan terhadap Tindakan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut (Studi Kasus di Desa Teluk, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 11(9):15-26. Rangkuti F. 2001. Analisis SWOT Teknis Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 188 hlm. Satria A. 2004. Paradigma Perikanan Berkelanjutan. http://www.republika.co.id Simamora B. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 346 hlm. Simbolon D. 2011. Bioekologi Dinamika Daerah Penangkapan Ikan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. hlm 29-136. Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Diterjemahkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. hlm 303-324. Suman A, Monintja D, Haluan J, Boer M. 2006. Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 12(1): 47-56. Supranto J. 2000. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga. hlm 63. Suryani N, Amanah S, Kusumastuti YI. 2004. Analisis Pendidikan Formal Anak Pada Keluarga Nelayan di Desa Karangjaladri, Kecamatan Parigi, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Buletin Ekonomi Perikanan. 5(2):33-43. Suyasa IN. 2007. Keberlanjutan dan Produktivitas Perikanan Pelagis Kecil yang Berbasis di Pantai Utara Jawa [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [UU RI] Undang-Undang Republik Indonesia No 45. 2009. Perubahan Atas Undang-Undang No 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan pasal 6 ayat 1. Widodo J. 2003. Pengantar Pengkajian Stok Ikan. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Tangkap-Departemen Kelautan dan Perikanan. Wisudo SH, Solihin, I. 2008. Profil SDM Perikanan Tangkap Indonesia. http://iinsolihin.wordpress.com. Wiyono ES. 2006. Analisis Kebijakan Perikanan Pantai di Indonesia. Di dalam: MFA Sondita, editor. Kumpulan Pemikiran Tentang Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab. Bogor: PSP-FPIK-IPB. hlm 136-138. Yuwono S, Sukarno E, Ichsan M. 2006. Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
92
93
LAMPIRAN
Lampiran 1 Layout PPN Prigi TPI Barat BW 01
BW 02
Kolam Pelabuhan Barat BW 03
Kantor Syahbandar Cold Storage Kantor PPN
TPI Timur Kolam Pelabuhan Timur BW 04
Sumber: www.maps.google.co.id diolah kembali
Lampiran 2 Fasilitas fungsional di PPN Prigi.
(a) TPI Barat
(d) Bangsal Pengolahan
(b) TPI Timur
(e) Pabrik Tepung
(g) Instalasi Listrik
(c) Bengkel
(f) Cold Storage
(h) Instalasi Bahan Bakar
Lampiran 3 Fasilitas penunjang di PPN Prigi.
(a) Kantor PPN Prigi
(b) Kantor Syahbandar
(c) Kantor SatKer PSDKP
(d) Kantor Satker Pol-Air
(e) Kantor TPI Barat
(f) Kantor TPI Timur
(g) Kantor Perum PPS Prigi
(h) Kios
Lampiran 4 Ikan unggulan di PPN Prigi.
Yellowfin
Bigeye
(a) Ikan tuna
(b) Ikan tongkol
(c) Ikan cakalang
(d) Ikan lemuru
(e) Ikan layang
Lampiran 5 Perhitungan Maximum Sustainable Yield Ikan Tuna
Standardisasi Alat tangkap purse seine Tahun E C (ton) CPUE (unit) 2005 74.00 240 0.31 1.43 2006 165.00 115 2007 60.00 120 0.50 2008 15.00 120 0.13 2009 2.58 150 0.02 2010 27.98 157 0.18 Total 344.56 2.56 Rata-rata 57.43 0.43
FPI Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Total Rata-rata
purse seine 0.015 0.200 0.115 0.036 0.002 0.038 0.407 0.07
C (ton)
gillnet 0.065 0.029 0.000 0.362 0.429 0.336 1.222 0.20
44.00 9.00 0.00 54.00 140.47 68.43 315.89 52.65
Gillnet E (unit) 34 43 43 43 43 43
payang 0.075 0.004 0.000 0.032 0.118 0.000 0.229 0.04
CPUE 1.29 0.21 0.00 1.26 3.27 1.59 7.62 1.27
C (ton) 30.00 1.00 0.00 4.00 34.02 0.00 69.02 11.50
tonda 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 6.000 1.00
payang E CPUE (unit) 20 1.50 36 0.03 36 0.00 36 0.11 38 0.90 38 0.00 2.53 0.42
pc. Ulur 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.00
C (ton) 1017.00 408.00 313.00 250.00 547.64 406.89 2942.53 490.42
tonda E (unit) 51 57 72 72 72 86
Estd Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Total Rata-rata
CPUE 19.94 7.16 4.35 3.47 7.61 4.73 47.26 7.88
C total 1179 583 373 323 724.833 503.29 3686.12 614.35
C (ton) 14.00 0.00 0.00 0.00 0.12 0.00 14.12 2.35
pc. Ulur E CPUE (unit) 1298 0.01 1298 0.00 546 0.00 546 0.00 542 0.00 542 0.00 0.01 0.00
E std 59 81 86 93 95 106 521 87
CPUE std 19.941176 7.1578947 4.3472222 3.4722222 7.606125 4.7312209 47.255862 7.88
Lampiran 5 Lanjutan Equilibrium Schaefer Tahun
C total
E std
CPUE std
2005
1179
59.12389
19.94118
2006
583
81.44853
7.157895
2007
373
85.80192
4.347222
2008
323
93.024
3.472222
2009
724.833
95.29596
7.606125
2010
503.29
106.3763
4.731221
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R
0.848752
R Square Adjusted R Square
0.72038
Standard Error
0.650475 3.62417
Observations
6
ANOVA df
SS
MS
F 10.30512
Regression
1
135.3537
135.3537
Residual
4
52.53842
13.13461
Total
5
187.8922
Coefficients
Standard Error
t Stat
P-value
Significance F 0.032584
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95.0%
Upper 95.0%
Intercept
36.00982
8.888016
4.051503
0.015457
11.33273
60.68691
11.33273
60.68691
X Variable 1
-0.32395
0.100915
-3.21016
0.032584
-0.60414
-0.04377
-0.60414
-0.04377
Lampiran 5 Lanjutan Emsy =
a/2b =
55.578555
Cmsy =
a2/4b =
1000.6869
800.549516
C=36,01E-0,32E2
Validasi Tahun
C aktual
E aktual
C dugaan
validasi ABS
2005
1179
59.123894
996.6150
0.15469468
2006
583
81.448529
783.8787
0.34456038
2007
373
85.801917
704.7704
0.88946476
2008
323
93.024
546.4508
0.69179799
2009
724.833
95.295962
489.6580
0.32445407
2010
503.29
106.37635
164.7502
0.67265347
Rata-rata
614.3538
86.8451
614.3538
0.5129
Perbandingan antara lima model untuk menghitung stok ikan tuna Model Schnute Walter-Hilborn Equilibrium Schaefer Dis-equilibrium Schaefer Clark Yoshimoto Pooley
Kesesuaian tanda tidak sesuai Sesuai Sesuai tidak sesuai Sesuai
R2 0,36 0,72 0,09
Rata-rata validasi 0,485 0,513 2,867
CMSY 1734,31 1000,69 5000,21
EMSY 433 56 402
Lampiran 6 Perhitungan Maximum Sustainable Yield Ikan Tongkol
Standardisasi Alat tangkap purse seine Tahun C (ton) E (unit)
payang
gillnet CPUE
C (ton)
E (unit)
CPUE
C (ton)
E (unit)
CPUE
C (ton)
2005
2235.00
240
9.31
127.00
34
3.74
50.00
20
2.50
179.00
2006 2007 2008 2009 2010 Total Rata-rata
7057.00 9773.00 10337.00 10753.01 3441.78 43596.79 7266.13
115 120 120 150 157
61.37 81.44 86.14 71.69 21.92 331.87 55.31
161.00 131.00 90.00 19.23 17.35 545.58 90.93
43 43 43 43 43
3.74 3.05 2.09 0.45 0.40 13.47 2.24
39.00 84.00 10.00 8.82 7.47 199.29 33.21
36 36 36 38 38
1.08 2.33 0.28 0.23 0.20 6.62 1.10
52.00 11.00 33.00 3.69 1.36 280.05 46.68
payang 0.268 0.018 0.029 0.003 0.003 0.009 0.330 0.055
pc. tonda 0.377 0.015 0.002 0.005 0.001 0.001 0.400 0.067
FPI Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Total Rata-rata
tonda E (unit) 51 57 72 72 72 86
Estd purse seine 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 6.000 1.000
gillnet 0.401 0.061 0.037 0.024 0.006 0.018 0.548 0.091
pc. ulur 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.002 0.000
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Total Rata-rata
C total 2602 7309 9999 10472 10785.49 3485.272 44652.76 7442.13
E std 278.2290979 119.1065609 122.7749923 121.5440108 150.4427229 158.1959119 950.2932967 158.38
CPUE std 9.352005 61.36522 81.44167 86.15809 71.69166 22.03137 332.04 55.34
CPUE
C (ton)
3.51
11.00
0.91 0.15 0.46 0.05 0.02 5.10 0.85
0.00 0.00 2.00 0.74 17.31 31.05 5.18
pc. Ulur E (unit) 1298 1298 546 546 542 542
CPUE 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.05 0.01
Lampiran 6 Lanjutan Equilibrium Schaefer Tahun
C total
E std
CPUE std
2005
2602
278.2291
9.352005
2006
7309
119.1066
61.36522
2007
9999
122.775
81.44167
2008
10472
121.544
86.15809
2009
10785.49
150.4427
71.69166
2010
3485.272
158.1959
22.03137
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R
0.810319
R Square Adjusted R Square
0.656617
Standard Error
21.04485
0.570772
Observations
6
ANOVA df
SS
MS
F 7.648809
Regression
1
3387.549
3387.549
Residual
4
1771.543
442.8858
Total
5
5159.092
Coefficients
Standard Error
Intercept
122.9428
X Variable 1
-0.42683
t Stat
P-value
25.90966
4.745055
0.154334
-2.76565
Significance F 0.050556
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95.0%
Upper 95.0%
0.009004
51.00602
194.8795
51.00602
194.8795
0.050556
-0.85533
0.001666
-0.85533
0.001666
Lampiran 6 Lanjutan Emsy =
a/2b
144.018438
Cmsy =
a2/4b
8853.01353
Fungsi produksi
Y(CPUE)=aE-bE2 C = 122,94E-0,43E2
Validasi Tahun
C aktual
E aktual
C dugaan
Validasi ABS
2005
2602
278.229098
1164.4943
0.5525
2006
7309
119.106561
8588.0776
0.1750
2007
9999
122.774992
8660.3446
0.1339
2008
10472
121.544011
8637.3753
0.1752
2009
10785.488
150.442723
8835.3265
0.1808
2010
3485.272
158.195912
8767.1417
1.5155
7442.1267
158.3822
7442.1267
0.4555
Rata-rata
Perbandingan antara lima model untuk menghitung stok ikan tongkol
Model Schnute Walter-Hilborn Equilibrium Schaefer Dis-equilibrium Schaefer Clark Yoshimoto Pooley
Kesesuaian tanda tanda tidak sesuai tanda tidak sesuai tanda sesuai tanda sesuai tanda tidak sesuai
R2 0,657 0,93 -
Rata-rata validasi 0,455 3,205 -
CMSY 8853,01 12341,51 -
EMSY 145 89 -
Lampiran 7 Perhitungan Maximum Sustainable Yield Ikan Cakalang Standardisasi Alat tangkap purse seine Tahun E C (ton) CPUE (unit) 0.59 2005 141.00 240 2006 806.00 115 7.01 2007 414.00 120 3.45 2008 143.00 120 1.19 2009 115.82 150 0.77 2010 124.94 157 0.80 Total 1744.76 13.81 Rata-rata 290.79 2.30
0.76735 C (ton) 100.00 55.00 29.00 199.00 119.62 130.29 632.91 105.49
Gillnet E (unit) 34 43 43 43 43 43
CPUE 2.94 1.28 0.67 4.63 2.78 3.03 15.33 2.56
FPI Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Total Ratarata
0.06853
0.14915 payang
C (ton)
E (unit)
CPUE
C (ton)
41.00 7.00 0.00 5.00 2.99 1.41 57.39 9.57
20 36 36 36 38 38
2.05 0.19 0.00 0.14 0.08 0.04 2.50 0.42
847.00 459.00 499.00 571.00 374.73 505.48 3256.21 542.70
tonda E (unit) 51 57 72 72 72 86
CPUE
C (ton)
16.61 8.05 6.93 7.93 5.20 5.88 50.60 8.43
5.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.14 6.14 1.02
Estd purse seine 0.035 0.870 0.498 0.150 0.148 0.135 1.838
gillnet 0.177 0.159 0.097 0.584 0.535 0.516 2.067
payang 0.123 0.024 0.000 0.018 0.015 0.006 0.186
tonda 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 6.000
pc. Ulur 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001
0.525
0.344
0.031
1.000
0.000
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Total Ratarata
C total 1134 1327 942 918 613.16 763.254 5697.41
E std 68.28099 164.7908 135.9198 115.7548 117.8115 129.8565 732.4145
CPUE std 16.60784 8.052632 6.930556 7.930556 5.204583 5.877674 50.60384
949.57
122.07
8.43
pc. Ulur E (unit) 1298 1298 546 546 542 542
CPUE 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00
Lampiran 7 Lanjutan Equilibrium Schaefer Tahun
C total
E std
CPUE std
2005
1134.00
68.28
16.61
2006
1327.00
164.79
8.05
2007
942.00
135.92
6.93
2008
918.00
115.75
7.93
2009
613.16
117.81
5.20
2010
763.25
129.86
5.88
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R
0.727678
R Square Adjusted R Square
0.529516
Standard Error
3.188505
0.411895
Observations
6
ANOVA df
SS
MS
F 4.50187595
Regression
1
45.76862
45.768621
Residual
4
40.66627
10.166567
Total
5
86.43489
Coefficients
Standard Error
20.07946 -0.0954
Intercept X Variable 1
t Stat
P-value
5.64084
3.5596583
0.02359326
0.044963
-2.121762
0.10114115
Significance F 0.101141
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95.0%
Upper 95.0%
4.417981
35.74095
4.4179807
35.7409483
-0.22024
0.029436
-0.2202381
0.0294365
Lampiran 7 Lanjutan Emsy =
a/2b
105.2383
Validasi
Cmsy = Fungsi produksi
a2/4b
1056.564
Tahun
Y(CPUE)=aE-bE2 C=20,079E-0,095E
2
C aktual
E aktual
C dugaan
2005
1134.00
68.28
926.2591
0.18319303
2006
1327.00
164.79
718.2051
0.45877538
2007
942.00
135.92
966.7435
0.026267
2008
918.00
115.75
1046.0022
0.13943597
2009
613.16
117.81
1041.4713
0.69853111
2010
763.25
129.86
998.7328
0.30851953
949.5690
122.0691
949.5690
0.3025
Rata-rata
Perbandingan antara lima model untuk menghitung stok ikan cakalang Model Schnute Walter-Hilborn Equilibrium Schaefer Dis-equilibrium Schaefer Clark Yoshimoto Pooley
Kesesuaian tanda tidak sesuai Sesuai Sesuai Sesuai tidak sesuai
R2 0,685 0,529 0,726 -
VALIDASI ABS
Rata-rata validasi 0,2375 0,3025 0,7913 -
CMSY 3577,66 1056,56 1465,23 -
EMSY 1070 106 67 -
Lampiran 8 Perhitungan Maximum Sustainable Yield Ikan Lemuru Standardisasi Alat tangkap purse seine Tahun C (ton) E (unit) 2006 2007 2008 2009 2010 Total Rata-rata
6439.00 3539.00 8338.00 3902.21 1368.01 23586.22 4717.24
115 120 120 150 157
CPUE 55.99 29.49 69.48 26.01 8.71 189.69 37.94
C (ton) 1510.00 913.00 847.00 738.50 629.53 4638.03 927.61
payang E (unit) 36 36 36 38 38
CPUE 41.94 25.36 23.53 19.43 16.57 126.83 25.37
C (ton) 82.00 50.00 87.00 0.00 0.00 219.00 43.80
FPI Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Total Rata-rata
pkt pantai E (unit) 42 42 42 42 41
CPUE 1.95 1.19 2.07 0.00 0.00 5.21 1.04
C (ton) 5.00 0.00 36.00 202.37 156.44 399.81 79.96
Estd purse seine 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 5.00 1.00
payang 0.75 0.86 0.34 0.75 1.90 4.60 0.92
pukat pantai 0.03 0.04 0.03 0.00 0.00 0.11 0.02
jaring klitik 0.00 0.00 0.01 0.15 0.34 0.50 0.10
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Total Rata-rata
C total 8036 4502 9308 4843.082 2153.979 28843.06 5768.61
E std 143.5222861 152.6532919 133.9601823 186.1667946 247.2021039 863.5046588 172.70
CPUE std 55.9913 29.49167 69.48333 26.01475 8.713433 189.6945 37.94
jrg klitik E (unit) 50 53 53 53 53
CPUE 0.10 0.00 0.68 3.82 2.95 7.55 1.51
Lampiran 8 Lanjutan Equilibrium Schaefer Tahun
C total
CPUE std
E std
2006
8036
143.5223
55.9913
2007
4502
152.6533
29.49167
2008
9308
133.9602
69.48333
2009
4843.082
186.1668
26.01475
2010
2153.979
247.2021
8.713433
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R
0.870104
R Square Adjusted R Square
0.757081
Standard Error
0.676108 13.9073
Observations
5
ANOVA df
SS
MS
F 9.349792
Regression
1
1808.371
1808.371
Residual
3
580.2389
193.413
Total
4
2388.61
Coefficients Intercept X Variable 1
Standard Error
t Stat
P-value
Significance F 0.055091
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95.0%
Upper 95.0%
117.663
26.8044
4.389688
0.0219
32.35939
202.9665
32.35939
202.9665
-0.46163
0.150971
-3.05774
0.055091
-0.94209
0.018827
-0.94209
0.018827
Lampiran 8 Lanjutan
Validasi a/2b
Cmsy =
a2/4b
7497.643925
2006
8036
143.5222861
7378.2881
0.0818
Y(CPUE)=aE-bE
2
2007
4502
152.6532919
7204.2438
0.6002
2008
9308
133.9601823
7478.0351
0.1966
2009
4843.082
186.1667946
5905.7022
0.2194
2010
2153.979
247.2021039
876.7918
0.5929
5768.6122
172.7009
5768.6122
0.3382
Fungsi produksi
127.4427174
C = 117,66E-0,461E
Tahun
2
C aktual
Rata-rata
Perbandingan antara lima model untuk menghitung stok ikan lemuru Model Schnute Walter-Hilborn Equilibrium Schaefer Dis-equilibrium Schaefer Clark Yoshimoto Pooley
Kesesuaian tanda sesuai sesuai sesuai sesuai tidak sesuai
R2 0,38 0,98 0,76 1,00 -
Rata-rata validasi 2,042 1,142 0,338 13,59 -
CMSY 9347,95 8830,67 7497,64 11288,69 -
EMSY 93 104 128 91 -
E aktual
C dugaan
Validasi ABS
Emsy =
Lampiran 9 Perhitungan Maximum Sustainable Yield Ikan Layang Standardisasi Alat tangkap purse seine Tahun C (ton) E (unit) 2005 1757.00 240 2006 4136.00 115 2007 4998.00 120 2008 4515.00 120 2009 5076.38 150 2010 251.52 157 Total 20733.90 Rata-rata 3455.65
CPUE 7.32 35.97 41.65 37.63 33.84 1.60 158.01 26.33
C (ton) 1.00 2.00 1.00 0.00 0.00 0.00 4.00 0.67
gillnet E (unit) 34 43 43 43 43 43
CPUE 0.03 0.05 0.02 0.00 0.00 0.00 0.10 0.02
C (ton) 255.00 257.00 190.00 223.00 180.39 36.36 1141.75 190.29
payang E (unit) 20 36 36 36 38 38
FPI Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Total Rata-rata
CPUE 12.75 7.14 5.28 6.19 4.75 0.96 37.06 6.18
Estd purse seine 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 6.000 1.000
gillnet 0.004 0.001 0.001 0.000 0.000 0.000 0.006 0.001
payang 1.742 0.198 0.127 0.165 0.140 0.597 2.969 0.495
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Total Rata-rata
C total 2013 4395 5189 4738 5256.77 287.875 21879.6 3646.61
E std 274.9687 122.2014 124.5858 125.9269 155.3303 179.6944 982.7075 163.78
CPUE std 7.320833 35.96522 41.65 37.625 33.84255 1.602025 158.0056 26.33
Lampiran 9 Lanjutan Dis-Equilibrium Schaefer Tahun
C total
E std
CPUE std
Y
X1
X2
2005
2013
274.9687
7.320833
2006
4395
122.2014
35.96522
617.328
35.96522
122.2014
2007
5189
124.5858
41.65
34.56497
41.65
124.5858
2008
4738
125.9269
37.625
-146.8776
37.625
125.9269
2009
5256.773
155.3303
33.84255
-609.5547
33.84255
155.3303
2010
287.875
179.6944
1.602025
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R
0.89864
R Square Adjusted R Square
0.807554
Standard Error
385.6171
0.422661
Observations
4
ANOVA df
SS
MS
Regression
2
623985.9
311992.9
Residual
1
148700.6
148700.6
Total
3 Coefficients
F 2.098129
Significance F 0.438687
772686.4 Standard Error
t Stat
P-value
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95.0%
Upper 95.0%
Intercept
7541.237
5320.7
1.417339
0.391164
-60064.7
75147.14
-60064.7
75147.14
X Variable 1
-72.4015
89.40381
-0.80983
0.566651
-1208.38
1063.582
-1208.38
1063.582
X Variable 2
-36.8826
18.91146
-1.95028
0.301626
-277.176
203.4102
-277.176
203.4102
Lampiran 9 Lanjutan
r=a
a=qk=
r/kq = b1
b=q2k/r =
q=b2 k=a/(b1*b2)
2.8241
104.1586
Validasi Model
0.509417984
Emsy (a/2b) =
102.2328969
Cmsy (a2/4b) =
5324.215287
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata
Fungsi Produksi : Y(CPUE) = a - bE C = aE - bE2
C aktual
C = 2,2055E - 0,001959E2
2013 4395 5189 4738 5256.773 287.875 3646.6080
Perbandingan antara lima model untuk menghitung stok ikan layang Model Schnute Walter-Hilborn Equilibrium Schaefer Dis-equilibrium Schaefer Clark Yoshimoto Pooley
Kesesuaian tanda tidak sesuai sesuai sesuai sesuai tidak sesuai
R2 0,864 0,405 0,807 -
Rata-rata validasi 3,97 447,38 2,22 -
CMSY 11214,57 597288,77 5324,21 -
EMSY 547 165 103 -
E actual
274.9686966 122.2014023 124.5858343 125.9269103 155.3302716 179.6943956 163.7846
C dugaan
9875.6235 5121.0893 5069.6827 5038.2248 3887.9973 2267.5628 1918.1556
Validasi ABS
5.9059 0.1652 0.0230 0.0634 0.2604 6.8769 2.2158
Lampiran 10 Analisis Kelayakan Usaha Purse seine 4
I. Investasi No
Keterangan
Jumlah
5
1
Kapal utama (umur teknis 10 tahun)
200000000
6
2
Kapal belakang (umur teknis 10 tahun)
100000000
7
3
Mesin kapal utama (umur teknis 6 tahun)
27000000
8
4
Mesin kapal belakang (umur teknis 6 tahun)
5
Alat tangkap (umur teknis 7 tahun)
6
Genset (umur teknis 5 tahun) Lampu 6 x @ Rp 175,000.00 (umur teknis 1 tahun) Keranjang 20 x Rp 20.000 (umur teknis 6 bulan)
7 8
Total
9 10
2 3
Perawatan mesin (Rp 700.000,- x 12 bulan)
4
Pajak kapal / tahun Total
2 3
2
Penyusutan kapal belakang
6666667
1800000
3
Penyusutan mesin kapal utama
4500000
18000000
4
Penyusutan mesin kapal belakang
Uang makan ABK (Rp 200.000 x 180 trip) Jasa kuli panggul (musim panen) 110 trip x 12 keranjang x Rp 5.000,Jasa kuli panggul (musim paceklik) 70 trip x 8 keranjang x Rp 5.000,-
36000000
5
Penyusutan alat tangkap
6600000
6
Penyusutan genset
1000000
2800000
7
Penyusutan lampu
1050000
Retribusi 2% x produksi
16898000
8
Penyusutan keranjang
289848000
1050000
Total Biaya
331968000
400000
IV. Penerimaan 1
9600000 24000000 8400000 120000
365750000
layang = 270 x Rp 5000 x 110 trip
148500000 74800000
musim paceklik
54611905 512932000
Keuntungan Kotor - Total Penyusutan
458320095
1
2
Bagi hasil ( pemilik 2/3 : ABK 1/3 ) = 1/3 x (Total Penerimaan - Total biaya tidak tetap) Bonus juru mudi 1% dari total pendapatan
3
Upah teknisi Rp 500.000 x 12bulan
185017333 8449000 6000000
Total
layang = 120 x Rp 6000 x 70 trip
50400000
Cashflow
lemuru = 125 kg x Rp 3000 x 70 trip
26250000
1
844900000
2
R/C
2.55
3
PP
2.00
V. Penyusutan 1
800000
Total Penyusutan Keuntungan Kotor (Total PenerimaanTotal Biaya)
179200000
Total
3000000
5833333 21428571
VI. Bagi Hasil dan Komisi/Bonus yang Dibayar Pemilik
tongkol = 475 kg x Rp 7000 x 110 trip
tongkol = 320 kg x Rp 8000 x 70 trip
198000000
4500000
musim panen
lemuru = 340 kg x Rp 2.000 x 110 trip 2
42120000
Bahan bakar 220 liter x 180 trip x Rp 5.000 Oli mesin depan 10 liter x 12 bulan x Rp 25.000,Oli mesin belakang 15 liter x 12 bulan x Rp 25.000
2250000
Total
III. Biaya Tidak Tetap 1
Air minum 1 galon x Rp 10.000,- x 180 trip Rokok 20 orang x 1 bungkus x Rp 5.000,- x 180 trip
5000000
518450000
II. Biaya Tetap Perawatan kapal (Rp 450.000,- x 12 bulan))+(Rp 350.000,- x 12 bulan) Perawatan alat tangkap (Rp 2.000.000,- x 12 bulan)
1
35000000 150000000
Minyak tanah/bensin 5 liter x 90 trip x Rp 5.000,-
Penyusutan kapal utama
13333333.33
199466333
258853761.90
Lampiran 10 Lanjutan . Investasi Keterangan
No
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Kapal utama (umur teknis 10 tahun)
200000000
2
Kapal belakang (umur teknis 10 tahun)
100000000
3
Mesin kapal utama (umur teknis 6 tahun)
27000000
35530158
4
Mesin kapal belakang (umur teknis 6 tahun)
35000000
46057612
5
Alat tangkap (umur teknis 7 tahun)
6
Genset (umur teknis 5 tahun)
5000000
7
Lampu 6 x @ Rp 175,000.00 (umur teknis 1 tahun)
1050000
1060500
1071105
1081816
1092634
1103560
1114596
1125742
1136999
1148369
1159853
8
Keranjang 20 x Rp 20.000 (umur teknis 6 bulan)
400000
824000
848720
874181
900407
927419
955241
983899
1013416
1043818
1075133
518450000
1884500
1919825
1955997
1993041
2030979
7377438
83697411
373544892
2192188
2234986
Total
1
II. Biaya Tetap Perawatan kapal (Rp 450.000,- x 12 bulan))+(Rp 350.000,- x 12 bulan)
2
Perawatan alat tangkap (Rp 2.000.000,- x 12 bulan)
3
Perawatan mesin (Rp 700.000,- x 12 bulan)
4
Pajak kapal / tahun Total
150000000
371394476 5307600
9600000
9792000
9987840
10187596
10391348
10599175
10811159
11027382
11247930
11472888
24000000
26880000
30105600
33718272
37764464
42296200
47371744
53056353
59423116
66553890
8400000
8736000
9085440
9448857
9826811
10219884
10628679
11053826
11495980
11955819
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
42120000
45528000
49298880
53474726
58102625
63235260
68931583
75257563
82287026
90102598
III. Biaya Tidak Tetap 1
Bahan bakar 220 liter x 204 trip x Rp 5.000
198000000
199980000
201979800
203999598
206039594
208099989
210180989
212282799
214405627
216549684
2
Oli mesin depan 10 liter x 12 bulan x Rp 25.000,-
3000000
3030000
3060300
3090903
3121812
3153030
3184560
3216406
3248570
3281055
3
Oli mesin belakang 15 liter x 12 bulan x Rp 25.000
4500000
4545000
4590450
4636354
4682718
4729545
4776840
4824609
4872855
4921583
4
Minyak tanah/bensin 5 liter x 102 trip x Rp 5.000,-
2250000
2272500
2295225
2318177
2341359
2364772
2388420
2412304
2436427
2460791
5
Air minum 1 galon x Rp 10.000,- x 204 trip
1800000
1818000
1836180
1854541
1873087
1891818
1910736
1929843
1949142
1968633
6
Rokok 20 orang x 1 bungkus x Rp 5.000,- x 204 trip
18000000
18180000
18361800
18545418
18730872
18918180
19107362
19298436
19491420
19686334
7
Uang makan ABK (Rp 200.000 x 204 trip) Jasa kuli panggul (musim panen) 154 trip x 10 keranjang x Rp 5.000,Jasa kuli panggul (musim paceklik) 50 trip x 6 keranjang x Rp 5.000,-
36000000
36360000
36723600
37090836
37461744
37836361
38214725
38596872
38982841
39372669
6600000
6666000
6732660
6799986
6867986
6936666
7006032
7076093
7146854
7218322
2800000
2828000
2856280
2884842
2913691
2942828
2972256
3001978
3031998
3062318
Retribusi 2% x produksi
16898000
16982490
17067402
17152739
17238503
17324695
17411319
17498375
17585867
17673796
Total
289848000
292661990
295503697
298373397
301271367
304197888
307153244
310137720
313151605
316195192
Total Biaya
331968000
338189990
344802577
351848123
359373993
367433149
376084827
385395283
395438631
406297790
8 9 10
Lampiran 10 Lanjutan IV. Penerimaan 1
musim panen tongkol = 475 kg x Rp 7000 x 110 trip
1 365750000
2 367578750
3 369416643
4 371263727
5 373120045
6 374985645
7 376860574
8 378744876
9 380638601
10 382541794
layang = 270 x Rp 5000 x 110 trip
148500000
149242500
149988712
150738656
151492349
152249811
153011060
153776115
154544996
155317721
74800000
75174000
75549870
75927619
76307257
76688793
77072237
77457598
77844886
78234111
lemuru = 340 kg x Rp 2.000 x 110 trip 2
musim paceklik tongkol = 320 kg x Rp 8000 x 70 trip
179200000
180096000
180996480
181901462
182810969
183725024
184643649
185566867
186494702
187427175
layang = 120 x Rp 6000 x 70 trip
50400000
50652000
50905260
51159786
51415585
51672663
51931026
52190681
52451635
52713893
lemuru = 125 kg x Rp 3000 x 70 trip
26250000
26381250
26513156
26645722
26778950
26912845
27047409
27182646
27318559
27455152
844900000
849124500
853370122
857636973
861925158
866234783
870565957
874918787
879293381
883689848
Total
0
V. Bagi Hasil dan Komisi/Bonus yang Dibayar Pemilik 1
Bagi hasil ( pemilik 2/3 : ABK 1/3 ) = 1/3 x (Total Penerimaan - Total biaya tidak tetap)
185017333
185487503
185955475
186421191
186884596
187345631
187804237
188260355
188713925
189164885
2
Bonus juru mudi 1% dari total pendapatan
8449000
8491245
8533701
8576369
8619251
8662347
8705659
8749187
8792933
8836898
3
Upah teknisi Rp 500.000 x 12bulan
6000000
6060000
6120600
6181806
6243624
6306060
6369120
6432812
6497140
6562111
199466333
200038748
200609776
201179367
201747472
202314039
202879018
203442355
204003999
204563895
-518450000
311581166
308975936
306001771
302616440
298772712
289110155
207904700
-87463743
277658562
270593176
1
0.892
0.797
0.712
0.635
0.567
0.507
0.452
0.404
0.361
0.322
PV
-518450000
278197470
246313725
217806016
192318218
169531661
146472202
94045527
-35325139
100126461
87123760
PV +
1496609905
Total
df = 12%
PV -
-518450000
NPV
978159904.61
IRR Net B/C
40.08% 2.89
Lampiran 11 Analisis Kelayakan Usaha Pancing Tonda I. Investasi
III. Biaya Tidak Tetap
No
Keterangan
Jumlah
1
Bahan bakar 600 liter x 36 trip x Rp 5.000
1
Kapal (umur teknis 10 tahun)
60000000
2
2
Mesin (umur teknis 5 tahun)
3
Alat tangkap (umur teknis 3 tahun)
6 7
Genset (umur teknis 5 tahun) Lampu 6 x @ Rp 600,000.00 (umur teknis 2 tahun)
8
Rumpon ( umur teknis 3 tahun)
9
GPS (umur teknis 5 tahun)
25000000 3000000 5000000 3600000 40000000 3500000 140100000
Total
1
Penyusutan kapal
4000000
Pelumas 15 liter x 12 bulan x Rp 25.000 Minyak tanah/bensin 15 liter x 36 trip x Rp 5.000
4500000
2
Penyusutan mesin
5000000
3
Penyusutan alat tangkap tonda
17280000
6
Penyusutan genset
7
Penyusutan lampu
8
Penyusutan rumpon
7
Es 60 balok x 36 trip x Rp 8.000,Perbekalan makanan Rp 1.000.000,- x 36 trip Jasa kuli panggul 21 trip x 11 keranjang x Rp 5.000,Jasa kuli panggul 15 trip x 7 keranjang x Rp 5.000,-
9
Penyusutan GPS
8
Umpan Rp 50.000,- x 36 trip
9
Retribusi 2% x produksi
3 4 5 6
II. Biaya Tetap 4800000
3
Perawatan mesin (Rp 400.000,- x 12 bulan)
4800000
4
Perawatan rumpon / tahun
2000000
5
Pajak kapal / tahun
2
Total
1155000 525000 1800000
2
musim panen tuna = 500 kg x Rp 17000 x 21 trip
178500000
cakalang = 450 x Rp 10000 x 21 trip
94500000
1000000 1000000 1800000 13333333 700000
Total Penyusutan Keuntungan Kotor (Total Penerimaan-Total Biaya) Keuntungan Kotor - Total Penyusutan
7965000
IV. Penerimaan 1
100000 14100000
36000000
182580000
Total Biaya
2400000
2700000
168480000
Total
Perawatan kapal (Rp 400.000,- x 12 bulan) Perawatan alat tangkap tonda (Rp 200.000,- x 12 bulan)
1
V. Penyusutan 108000000
26833333 215670000 188836667
VI. Bagi Hasil dan Komisi/Bonus yang Dibayar Pemilik Bagi hasil ( pemilik 1 : ABK 1 ) = 1/2 x 107835000 1 (Total Penerimaan - Total Biaya) 2
Bonus Juru Mudi
3982500
3
Upah teknisi Rp 300.000,- x 12 bulan
3600000 115417500
Total
musim paceklik
Cashflow
tuna = 250 kg x Rp 19000 x 15 trip
71250000
cakalang = 300 x Rp 12000 x 15 trip
54000000
R/C
2.18
398250000
PP
1.91
Total
73419166.67
Lampiran 11 Lanjutan I. Investasi No
Keterangan
0
1
Kapal (umur teknis 10 tahun)
60000000
2
Mesin (umur teknis 5 tahun)
25000000
3
Alat tangkap (umur teknis 3 tahun)
3000000
6
Genset (umur teknis 5 tahun)
5000000
7
Lampu 6 x @ Rp 600,000.00 (umur teknis 2 tahun)
3600000
8
Rumpon ( umur teknis 3 tahun)
9
GPS (umur teknis 5 tahun)
1
2
3
4
5
7
8
9
10
31632975 3646518
3750000
4886683
5307600.753 3709083
40000000
3783636
3859687
48620250
3937266
56284016
3500000 140100000
6
65155785
3500000 0
0
3709083
52266768
3783636
40440576
63893704
0
3937266
70042468
4800000
4896000
4993920
5093798
5195674
5299587
5405579
5513691
5623965
5736444
2
Perawatan kapal (Rp 400.000,- x 12 bulan) Perawatan alat tangkap tonda (Rp 200.000,- x 12 bulan)
2400000
2520000
2646000
2778300
2917215
3063075
3216229
3377041
3545893
3723187
3
Perawatan mesin (Rp 400.000,- x 12 bulan)
4800000
4992000
5191680
5399347
5615321
5839933
6073531
6316472
6569131
6831896
4
Perawatan rumpon / tahun
2000000
2100000
2205000
2315250
2431012
2552563
2680191
2814200
2954910
3102656
5
Pajak kapal / tahun
100000
100000
100000
100000
100000
110000
110000
110000
110000
110000
14100000
14608000
15136600
15686695
16259222
16865160
17485531
18131405
18803900
19504185
108000000
109080000
110170800
111272508
112385233
113509085
114644176
115790618
116948524
118118009
4500000
4545000
4590450
4636354
4682718
4729545
4776840
4824609
4872855
4921583
Total II. Biaya Tetap 1
Total III. Biaya Tidak Tetap 1
Bahan bakar 600 liter x 36 trip x Rp 5.000
2
Pelumas 15 liter x 12 bulan x Rp 25.000
3
Minyak tanah/bensin 15 liter x 36 trip x Rp 5.000
2700000
2727000
2754270
2781812
2809630
2837727
2866104
2894765
2923713
2952950
17452800
17627328
17803601
17981637
18161453
18343068
18526498
18711763
18898881
4
Es 60 balok x 36 trip x Rp 8.000,-
17280000
5
Perbekalan makanan Rp 1.000.000,- x 36 trip
36000000
36360000
36723600
37090836
37461744
37836361
38214725
38596872
38982841
39372669
6
Jasa kuli panggul 21 trip x 11 keranjang x Rp 5.000,-
1155000
1166550
1178215
1189997
1201897
1213916
1226055
1238316
1250699
1263206
Lampiran 11 Lanjutan 7
Jasa kuli panggul 15 trip x 7 keranjang x Rp 5.000,-
525000
530250
535552
540908
546317
551780
557298
562871
568499
574184
1818000
1836180
1854541
1873087
1891818
1910736
1929843
1949142
1968633
8
Umpan Rp 50.000,- x 36 trip
1800000
9
Retribusi 2% x produksi
7965000
8004825
8044849
8085073
8125498
8166126
8206956
8247991
8289231
8330677
Total
168480000
170164800
171866448
173585112
175320963
177074173
178844915
180633364
182439697
184264094
Total Biaya
182580000
184772800
187003048
189271808
191580186
193939333
196330446
198764769
201243598
203768279
tuna = 500 kg x Rp 17000 x 21 trip
178500000
179392500
180289462
181190909
182096864
183007348
183922385
184841997
185766207
186695038
cakalang = 450 x Rp 10000 x 21 trip
94500000
94972500
95447362
95924599
96404222
96886243
97370674
97857528
98346815
98838549
tuna = 250 kg x Rp 19000 x 15 trip
71250000
71606250
71964281
72324102
72685723
73049151
73414397
73781469
74150376
74521128
cakalang = 300 x Rp 12000 x 15 trip
54000000
54270000
54541350
54814056
55088127
55363567
55640385
55918587
56198180
56479171
398250000
400241250
402242456
404253668
406274936
408306311
410347843
412399582
414461580
416533888
107835000
107734225
107619704
107490930
107347375
107183488
107008698
106817406
106608991
106382804
IV. Penerimaan 1
2
musim panen
musim paceklik
Total
1
V. Bagi Hasil dan Komisi/Bonus yang Dibayar Pemilik Bagi hasil ( pemilik 1 : ABK 1 ) = 1/2 x (Total Penerimaan - Total Biaya)
2
Bonus Juru Mudi
3982500
4002412.5
4022424
4042536
4062749
4083063
4103478
4123995
4144615
4165338
3
Upah teknisi Rp 300.000,- x 12 bulan
3600000
3636000
3672360
3709083
3746174
3783636
3821472
3859687
3898284
3937266
115417500
115372637
115314488
115242550
115156299
115050188
114933649
114801089
114651891
114485410
-140100000
100252500
100095812
96215835
47472541
95754815
58876213
35190043
98833723
94628824
28237729
1
0.893
0.797
0.712
0.635
0.567
7
0.452
0.404
0.361
0.322
-140100000
89511160
79795768
68484531
30169658
54333853
29828521
15918188
39917283
34124102
9091793
Total
df = 12% PV NPV
311074862.23
IRR
47.36%
Net B/C
3.22
Lampiran 12 Analisis Kelayakan Usaha Gillnet 4
I. Investasi No 1 2 3 4
Jumlah
Keterangan Kapal (umur teknis 10 tahun)
40000000
Mesin (umur teknis 5 tahun)
15000000
Alat tangkap tonda (umur teknis 3 tahun)
1500000
Alat tangkap gillnet (umur teknis 6 tahun)
15000000
6
Genset (umur teknis 5 tahun)
5000000
7
Lampu 6 x @ Rp 600,000 (umur teknis 2 tahun)
3600000
8
Rumpon ( umur teknis 3 tahun)
9
GPS (umur teknis 5 tahun)
5 6 7 8 9
3500000
Perawatan kapal (Rp400.000 x 12 bulan)
4800000
Perawatan mesin (Rp400.000 x 12 bulan)
4800000
Perawatan rumpon / tahun
2000000
2
3
100000 18300000 4
III. Biaya Tidak Tetap 1
Bahan bakar 500 liter x 36 trip x Rp 5.000
2
Penyusutan mesin
3000000
Jasa kuli panggul 15 trip x 9 keranjang x Rp5.000
675000
3
Penyusutan alat tangkap tonda
500000
Umpan Rp 25.000,- x 36 trip
900000
4
Penyusutan alat tangkap gillnet
2500000
7617000
6
Penyusutan genset
1000000
7
Penyusutan lampu
8
Penyusutan rumpon
9
Penyusutan GPS
700000
Total Penyusutan
26833333
Retribusi 2% x produksi Total
48972000
Total Biaya
48972000
tuna = 350 kg x Rp 17000 x 21 trip
124950000
cakalang = 300 x Rp 10000 x 21 trip
63000000
musim paceklik tonda
musim panen gillnet tuna = 50 kg x Rp 17000 x 21 trip
17850000
cakalang = 150 x Rp 10000 x 21 trip
31500000
tongkol = 75 x Rp 9000 x 21 trip
14175000
musim paceklik gillnet
90000000
tuna = 25 kg x Rp 19000 x 15 trip
7125000
cakalang = 50 x Rp 12000 x 15 trip
9000000
tongkol = 75 x Rp 10000 x 15 trip
11250000
2
Pelumas 10 liter x 12 bulan x Rp 25.000
3000000
3
Minyak tanah/bensin 15 liter x 36 trip x Rp 5.000
2700000
V. Penyusutan
musim panen tonda
45000000
4800000
Total
Jasa kuli panggul 21 trip x 12 keranjang x Rp5.000
cakalang = 250 x Rp 12000 x 15 trip
Perawatan gillnet (Rp400.000 x 12 bln)
Pajak kapal / tahun
4000000
57000000
3
6
Penyusutan kapal
tuna = 200 kg x Rp 19000 x 15 trip
Perawatan tonda (Rp150.000 x 12 bln)
5
1
1260000
1800000
2
4
Perbekalan makanan Rp 750.000 x 36 trip
27000000
IV. Penerimaan 1
II. Biaya Tetap 1
11520000
40000000
123600000
Total
Es 40 balok x 36 trip x Rp8.000
Total
380850000
1800000 13333333
Keuntungan Kotor (TR-TC)
217878000
Keuntungan Kotor - Total Penyusutan
191044666
VI. Bagi Hasil dan Komisi/Bonus yang Dibayar Pemilik Bagi hasil ( pemilik 1 : ABK 1 ) = 1/2 x (Total 1 Penerimaan - Total Biaya) 108939000 2
Bonus Juru Mudi
3808500
3
Upah teknisi Rp 300.000,- x 12 bulan
3600000
Total
116347500
Cashflow 74697166 R/C
2.34
PP
1.65
Lampiran 12 Lanjutan I. Investasi No
Keterangan
0
1
Kapal (umur teknis 10 tahun)
40000000
2
Mesin (umur teknis 5 tahun)
15000000
3
Alat tangkap tonda (umur teknis 3 tahun)
1500000
4
Alat tangkap gillnet (umur teknis 6 tahun)
15000000
6 7
Genset (umur teknis 5 tahun) Lampu 6 x @ Rp 600,000.00 (umur teknis 2 tahun)
8
Rumpon ( umur teknis 3 tahun)
9
GPS (umur teknis 5 tahun)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
18979785 1823259
2110650
2443341
24086722
5000000
5307600
3600000
3709083
40000000
3783636
3859687
48620250
3937266
56284016
3500000 123600000
Total
1
65155785
3500000 0
0
3709083
50443509
3783636
27787386
86341076
0
3937266
67599127
II. Biaya Tetap 1
Perawatan kapal (Rp 400.000 x 12 bulan)
4800000
4896000
4993920
5093798
5195674
5299587
5405579
5513691
5623965
5736444
2
Perawatan tonda (Rp 150.000 x 12 bln)
1800000
1890000
1984500
2083725
2187911
2297306
2412172
2532780
2659419
2792390
3
Perawatan gillnet (Rp 400.000x 12 bln)
4800000
5136000
5495520
5880206
6291820
6732248
7203505
7707751
8247293
8824604
4
Perawatan mesin (Rp 400.000,- x 12 bulan)
4800000
4992000
5191680
5399347
5615321
5839933
6073531
6316472
6569131
6831896
5
Perawatan rumpon / tahun
2000000
2100000
2205000
2315250
2431012
2552563
2680191
2814200
2954910
3102656
6
Pajak kapal / tahun
100000
100000
100000
100000
100000
110000
110000
110000
110000
110000
18300000
19114000
19970620
20872327
21821740
22831640
23884980
24994896
26164720
27397992
90000000
90900000
91809000
92727090
93654360
94590904
95536813
96492181
97457103
98431674
Total III. Biaya Tidak Tetap 1
Bahan bakar 500 liter x 36 trip x Rp 5.000
2
Pelumas 10 liter x 12 bulan x Rp 25.000
3000000
3030000
3060300
3090903
3121812
3153030
3184560
3216406
3248570
3281055
3
Minyak tanah/bensin 15 liter x 36 trip x Rp 5.000
2700000
2727000
2754270
2781812
2809630
2837727
2866104
2894765
2923713
2952950
Lampiran 12 Lanjutan Es 40 balok x 36 trip x Rp 8.000,-
11520000
11635200
11751552
11869067
11987758
12107635
12228712
12350999
12474509
12599254
5
Perbekalan makanan Rp 750.000 x 36 trip
27000000
27270000
27542700
27818127
28096308
28377271
28661044
28947654
29237131
29529502
6
Jasa kuli panggul 21 trip x 12 keranjang x Rp 5.000,-
1260000
1272600
1285326
1298179
1311161
1324272
1337515
1350890
1364399
1378043
7
Jasa kuli panggul 15 trip x 9 keranjang x Rp 5.000,-
675000
681750
688567
695453
702407
709431
716526
723691
730928
738237
8
Umpan Rp 25.000,- x 36 trip
900000
909000
918090
927270
936543
945909
955368
964921
974571
984316
9
Retribusi 2% x produksi
7617000
7655085
7693360
7731827
7770486
7809338
7848385
7887627
7927065
7966700
Total
144672000
146080635
147503165
148939730
150390469
151855521
153335029
154829138
156337991
157861735
Total Biaya
162972000
165194635
167473785
169812057
172212209
174687161
177220009
179824034
182502712
185259728
tuna = 350 kg x Rp 17000 x 21 trip
124950000
125574750
126202623
126833636
127467805
128105144
128745669
129389398
130036345
130686526
cakalang = 300 x Rp 10000 x 21 trip
63000000
63315000
63631575
63949732
64269481
64590828
64913783
65238352
65564543
65892366
tuna = 200 kg x Rp 19000 x 15 trip
57000000
57285000
57571425
57859282
58148578
58439321
58731518
59025175
59320301
59616903
cakalang = 250 x Rp 12000 x 15 trip
45000000
45225000
45451125
45678380
45906772
46136306
46366987
46598822
46831816
47065976
tuna = 50 kg x Rp 17000 x 21 trip
17850000
17939250
18028946
18119090
18209686
18300734
18392238
18484199
18576620
18669503
cakalang = 150 x Rp 10000 x 21 trip
31500000
31657500
31815787
31974866
32134740
32295414
32456891
32619176
32782271
32946183
tongkol = 75 x Rp 9000 x 21 trip
14175000
14245875
14317104
14388689
14460633
14532936
14605601
14678629
14752022
14825782
tuna = 25 kg x Rp 19000 x 15 trip
7125000
7160625
7196428
7232410
7268572
7304915
7341439
7378146
7415037
7452112
cakalang = 50 x Rp 12000 x 15 trip
9000000
9045000
9090225
9135676
9181354
9227261
9273397
9319764
9366363
9413195
tongkol = 75 x Rp 10000 x 15 trip
11250000
11306250
11362781
11419595
11476693
11534076
11591746
11649705
11707954
11766494
380850000
382754250
384668021
386591361
388524318
390466939
392419274
394381370
396353277
398335044
4
IV. Penerimaan 1
2
3
4
musim panen tonda
musim paceklik tonda
musim panen gillnet
musim paceklik gillnet
Total
0
Lampiran 12 Lanjutan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
108939000
108779807
108597117
108389651
108156054
107889889
107599632
107278668
106925282
106537657
1
VI. Bagi Hasil dan Komisi/Bonus yang Dibayar Pemilik Bagi hasil ( pemilik 1 : ABK 1 ) = 1/2 x (Total Penerimaan - Total Biaya)
2
Bonus Juru Mudi
3808500
3827542
3846680
3865913
3885243
3904669
3924192
3943813
3963532
3983350
3
Upah teknisi Rp 300.000,- x 12 bulan
3600000
3636000
3672360
3709083
3746174
3783636
3821472
3859687
3898284
3937266
116347500
116243350
116116157
115964649
115787472
115578194
115345297
115082169
114787099
114458275
-123600000
101530500
101316265
97368993
50371145
96741000
72414197
13512890
99475167
95126198
31017913
1
0.89
0.80
0.71
0.64
0.57
0.51
0.45
0.40
0.36
0.32
-123600000
90652232
80768706
69305326
32011773
54893441
36687286
6112545
40176351
34303460
9986937
Total
df = 12% PV PV +
454898062.1
PV -
-123600000
NPV
331298062.1
IRR
57,21%
Net B/C
3.68
Lampiran 13 Analisis Kelayakan Usaha Payang I. Investasi No
III. Biaya Tidak Tetap
Keterangan
Jumlah
1
kapal (umur teknis 10 tahun)
50000000
1
Solar 40 liter x Rp 5.000 x 180 trip
2
mesin (5 tahun)
15000000
2
3
Alat Penangkapan Ikan (8 tahun)
20000000
3
4
1500000
4
5
Genset (umur teknis 3 tahun) Lampu 8 buah x Rp 85.000 (umur teknis 1 tahun)
680000
5
Oli 3 liter x Rp 22.000 x 12 bulan Minyak tanah/bensin 3 liter x Rp 5.000 x 90 trip Jasa kuli panggul 4 keranjang x Rp 5.000 x 110 trip Jasa kuli panggul 2 keranjang x Rp 5.000 x 70 trip
6
Keranjang Rp 20.000,- x 8 buah
160000
6
Retribusi 1 % x produksi
Total
No
87340000 II. Biaya Tetap
No
Keterangan
No
Perawatan kapal Rp 400.000 x 12 bulan
4800000
No
Perawatan mesin Rp 300.000 x 12bulan Perawatan alat penangkapan ikan Rp 500.000 x 12 bulan
3600000
1
6000000 14400000 2
Keterangan
Jumlah
36000000
1
Penyusutan kapal
3333333
792000
2
Penyusutan mesin
3750000
1350000
3
Penyusutan alat penangkapan ikan
2500000
2200000
4
Penyusutan genset
500000
700000
5
Penyusutan lampu
680000
1127000
6
Penyusutan keranjang
320000
42169000
Total Penyusutan
11083333
Total Biaya
56569000
Keuntungan Kotor (Total Penerimaan-Total Biaya)
56131000
Keuntungan Kotor - Total Penyusutan
45047667
IV. Penerimaan
2
Total
Jumlah
Total
Jumlah
1
3
Keterangan
V. Penyusutan
Keterangan
Jumlah
musim panen
VI. Bagi Hasil dan Komisi/Bonus yang Dibayar Pemilik No
layang = 50 x Rp 6000 x 110 trip
33000000
1
Keterangan Pemilik 2 : ABK 1 (1/3x (penerimaan -total tidak tetap)
lemuru = 200 kg x Rp 2.000 x 110 trip
44000000
2
Upah teknisi Rp 200.000,- x 12 bulan
musim paceklik
Total
layang = 30 x Rp 7000 x 70 trip
14700000
lemuru = 100 kg x Rp 3.000 x 70 trip
21000000
Total
112700000
Jumlah 23510333 2400000 25910333
Cashflow 19137333 R/C
1.99
PP
4.56
Lampiran 13 Lanjutan I. Investasi No
Keterangan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
kapal (umur teknis 10tahun)
50000000
2
mesin (5 tahun)
15000000
3
Alat Penangkapan Ikan (8 tahun)
20000000
4
Genset (umur teknis 3 tahun)
5
Lampu 8 buah x Rp 85.000 (umur teknis 1 tahun)
680000
686800
693668
700604
707610
714686
721833
729052
736342
743705
751143
6
Keranjang Rp 20.000,- x 8 buah (umur teknis 6 bulan)
160000
329600
339488
349672
360162
370967
382096
393559
405366
417527
430053
87340000
1016400
1033156
1050277
2628679
1085654
20083715
2730814
1141708
44599098
2838129
Total
18979785 43437865
1500000
1560906
1608203
1656933
II. Biaya Tetap No
Keterangan
Jumlah
1
Perawatan kapal Rp 400.000 x 12 bulan
4800000
4896000
4993920
5093798
5195674
5299587
5405579
5513691
5623965
5736444
2
Perawatan mesin Rp 300.000 x 12bulan
3600000
3744000
3893760
4049510
4211490
4379950
4555148
4737354
4926848
5123922
3
Perawatan alat penangkapan ikan Rp 500.000 x 12 bulan
6000000
6540000
7128600
7770174
8469489
9231743
10062600
10968234
11955375
13031359
14400000
15180000
16016280
16913482
17876654
18911282
20023328
21219280
22506189
23891726
Total III. Biaya Tidak Tetap No
Keterangan
Jumlah
1
Solar 40 liter x Rp 5.000 x 180 trip
36000000
36360000
36723600
37090836
37461744
37836361
38214725
38596872
38982841
39372669
2
Oli 3 liter x Rp 22.000 x 12 bulan
792000
799920
807919
815998
824158
832399
840723
849131
857622
866198
3
Minyak tanah/bensin 3 liter x Rp 5.000 x 90 trip
1350000
1363500
1377135
1390906
1404815
1418863
1433052
1447382
1461856
1476475
4
Jasa kuli panggul 4 keranjang x Rp 5.000 x 110 trip
2200000
2222000
2244220
2266662
2289328
2312222
2335344
2358697
2382284
2406107
5
Jasa kuli panggul 2 keranjang x Rp 5.000 x 70 trip
700000
707000
714070
721210
728422
735707
743064
750494
757999
765579
6
Retribusi 1 % x produksi
1127000
1132635
1138298
1143989
1149709
1155458
1161235
1167041
1172876
1178741
Total
42169000
42585055
43005242
43429603
43858179
44291012
44728145
45169620
45615481
46065772
Total Biaya
56569000
57765055
59021522
60343086
61734834
63202294
64751474
66388901
68121671
69957498
Lampiran 13 Lanjutan IV. Penerimaan No 1
2
Keterangan
Jumlah
musim panen layang = 50 x Rp 6000 x 110 trip
33000000
33165000
33330825
33497479
33664966
33833291
34002457
34172470
34343332
34515049
lemuru = 200 kg x Rp 2.000 x 110 trip
44000000
44220000
44441100
44663305
44886622
45111055
45336610
45563293
45791109
46020065
layang = 30 x Rp 7000 x 70 trip
14700000
14773500
14847367
14921604
14996212
15071193
15146549
15222282
15298393
15374885
lemuru = 100 kg x Rp 3.000 x 70 trip
21000000
21105000
21210525
21316577
21423160
21530276
21637927
21746117
21854847
21964122
112700000
113263500
113829817
114398966
114970961
115545816
116123545
116704163
117287683
117874122
23510333
23559481
23608191
23656454
23704260
23751601
23798466
23844847
23890734
23936116
2400000
2424000
2448240
2472722
2497449
2522424
2547648
2573124
2598856
2624844
25910333
25983481
26056431
26129176
26201710
26274025
26346114
26417972
26489590
26560961
-87340000
29204266
28481807
27701586
25298024
25948762
5985780
22295141
22755580
-21922676
18517532
1
0.89
0.80
0.71
0.64
0.57
0.51
0.45
0.40
0.36
0.32
-87340000
26075238
22705522
19717441
16077351
14724024
3032582
10085189
9190597
-7905536
5962149
musim paceklik
0
Total VI. Bagi Hasil dan Komisi/Bonus yang Dibayar Pemilik No
Keterangan
1
Pemilik 2 : ABK 1 (1/3x (penerimaan-total tidak tetap)
2
Upah teknisi Rp 200.000,- x 12 bulan
Jumlah
Total
df = 12% PV PV +
140042953.6
PV -
-95245536.91
NPV
32324561.47
IRR
10.08%
Net B/C
1.470336125
Lampiran 14 Nilai analisis diskriminan pada pengelompokkan stakeholder berdasar usia Prediksi keanggotaan responden berdasarkan usia Prediksi keanggotaan grup
Usia 23-28
Jumlah
%
29-34
35-40
41-46
Total
47-52
53-58
>=59
23-28
5
2
1
0
1
3
0
12
29-34
1
4
1
0
0
2
3
11
35-40
3
0
2
1
3
0
1
10
41-46
2
1
2
3
0
3
0
11
47-52
3
1
1
0
4
1
1
11
53-58
2
0
0
0
0
2
1
5
>=59
1
1
0
0
1
1
5
9
23-28
41.67%
16.67%
8.33%
0.00%
8.33%
25.00%
0.00%
100%
29-34
9.09%
36.36%
9.09%
0.00%
0.00%
18.18%
27.27%
100%
35-40
30.00%
0.00%
20.00%
10.00%
30.00%
0.00%
10.00%
100%
41-46
18.18%
9.09%
18.18%
27.27%
0.00%
27.27%
0.00%
100%
47-52
27.27%
9.09%
9.09%
0.00%
36.36%
9.09%
9.09%
100%
53-58
40.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
40.00%
20.00%
100%
>=59
11.11%
11.11%
0.00%
0.00%
11.11%
11.11%
55.56%
100%
Wilks' Lambda Test of Function(s)
Wilks' Lambda
Chi-square
df
Sig.
1 through 6
.519
40.065
42
.556
2 through 6
.689
22.681
30
.828
3 through 6
.834
11.065
20
.945
4 through 6
.928
4.529
12
.972
5 through 6
.980
1.206
6
.977
6
.998
.125
2
.939
Standardized Canonical Discriminant Function Coefficients Function 1
2
3
4
5
6
x1
.513
.205
.190
-.191
.230
.527
x2
.568
-.286
.392
.116
.556
.263
x3
.522
-.296
.015
.396
-.299
-.766
x4
-.294
.046
.814
-.617
.424
-.176
x5
-.526
-.485
.172
.437
-.391
.511
x6
-.256
.139
-.621
.093
.657
-.329
x7
.055
.705
.049
.832
-.005
.131
Lampiran 15 Nilai analisis diskriminan pada pengelompokkan stakeholder berdasar pendidikan Prediksi keanggotaan responden berdasarkan pendidikan SD
Jumlah
%
Total
Prediksi keanggotaan grup
Usia
SMP
SMA
S1
SD
5
2
12
0
19
SMP
4
5
8
3
20
SMA
3
0
6
4
13
S1
1
2
3
11
17
SD
26.32%
10.53%
63.16%
0.00%
100.00%
SMP
20.00%
25.00%
40.00%
15.00%
100.00%
SMA
23.08%
0.00%
46.15%
30.77%
100.00%
5.88%
11.76%
17.65%
64.71%
100.00%
S1 Wilks' Lambda Test of Function(s)
Wilks' Lambda
Chi-square
df
Sig.
1 through 3
.652
26.715
21
.180
2 through 3
.894
7.036
12
.855
3
.991
.584
5
.989
Standardized Canonical Discriminant Function Coefficients Function 1
2
3
x1
.741
.458
.230
x2
-.319
.235
-.409
x3
.211
-.970
.204
x4
-.279
.196
-.420
x5
-.308
-.180
.513
x6
.470
.259
.404
x7
-.193
.258
.947
Lampiran 16 Nilai analisis diskriminan pada pengelompokkan stakeholder berdasar pekerjaan Prediksi keanggotaan responden berdasarkan pekerjaan
Nelayan Nelayan Jumlah
%
Total
Prediksi keanggotaan grup
Pekerjaan
Bakul
Pengelola
25
11
5
41
Bakul
3
4
2
9
Pengelola
4
1
14
19
Nelayan
60.98%
26.83%
12.20%
100.00%
Bakul
33.33%
44.44%
22.22%
100.00%
Pengelola
21.05%
5.26%
73.68%
100.00%
Wilks' Lambda Test of Function(s)
Wilks' Lambda
Chi-square
df
Sig.
1 through 2
.624
29.731
14
.008
2
.893
7.152
6
.307
Standardized Canonical Discriminant Function Coefficients Function 1
2
x1
.806
.280
x2
-.114
.534
x3
.181
-.723
x4
-.205
.279
x5
-.393
-.409
x6
.390
.501
x7
-.190
.220