MODEL PENDIDIKAN ISLAM SUKU SAMIN DI DUSUN KARANGPACE DESA KLOPODUWUR KECAMATAN BANJAREJO KABUPATEN BLORA TAHUN 2014 SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)
Oleh HADI MUSTOFA NIM 111 09 006 FAKULTAS TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IAIN SALATIGA 2014
i
ii
KEMENTERIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721 Website : www.iainsalatiga.ac.idEmail:
[email protected] Mufiq, S.Ag., M.Phil. DOSEN IAIN SALATIGA NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 eksemplar Hal : Naskah skripsi Saudara Hadi Mustofa Kepada: Yth. Rektor IAIN Salatiga Di Salatiga Assalamualaikum. Wr. Wb. Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara : Nama : HADI MUSTOFA NIM : 111 09 006 Fakultas / Progdi : Tarbiyah / Pendidikan Agama Islam Judul : MODEL PENDIDIKAN ISLAM SUKU SAMIN DI DUSUN KARANGPACE DESA KLOPODUWUR KECAMATAN BANJAREJO KABUPATEN BLORA TAHUN 2014 Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut diatas supaya segera dimunaqosahkan. Demikian agar menjadi perhatian. Wassalamualaikum. Wr. Wb. Salatiga, 27 Desember 2014 Pembimbing
Mufiq, S.Ag., M.Phil. NIP. 19690617 199603 1 004
iii
KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721 Website www.iainsalatiga.ac.id Email:
[email protected] SKRIPSI MODEL PENDIDIKAN ISLAM SUKU SAMIN DI DUSUN KARANGPACE DESA KLOPODUWUR KECAMATAN BANJAREJO KABUPATEN BLORA TAHUN 2014 DISUSUN OLEH HADI MUSTOFA NIM : 111 09 006 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Fakultas Tarbiyah PAI, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga pada tanggal 24 Februari 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 kependidikan Islam. Susuanan Panitia Ujian Ketua Penguji Sekretaris Penguji Penguji I Penguji II
: Ilyya Muhsin,S. HI., M.Si. __________________ : Mufiq, M.Phil. __________________ : Dr. Muh. Saerozi, M.Ag. __________________ : Drs. Juz’an, M.Hum. __________________
Salatiga, Maret 2015 Rektor IAIN Salatiga
Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. NIP: 19670112 199203 1 005
KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721 Website : www.iainsalatiga.ac.id Email:
[email protected]
DEKLARASI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama NIM Fakultas Program Studi
: Hadi Mustofa : 111 09 006 : Tarbiyah : Pendidikan Agama Islam
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan atau karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.. Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi. Salatiga, 27 Desember 2014 Penulis
Hadi mustofa NIM: 111 09 006
MOTTO
Artinya: serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S An-Nahl 125) “YAKINKAN DENGAN IMAN, USAHAKAN DENGAN ILMU DAN SAMPAIKAN DENGAN AMAL”.
“ISO NGEWONGKE WONG”.
PERSEMBAHAN Saya persembahkan skripsi ini untuk: 1. Ayah saya Bapak Sarmo yang selalu memberi arahan, kasih sayang, bimbingan dan motivasi sampai saat ini, semoga sehat. 2. Ibu saya ibu Sumini yang selalu sabar merawat, mendidik saya, memberikan kasih sayang, motivasi dan dukungan sampai saat ini, semoga sehat selalu. 3. Keluarga saya yaitu kakek dan nenek saya yang selalu memberi dukungan moril, semoga sehat selalu. 4. Keluarga besar dan teman-teman seperjuangan saya di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yaitu Pak Rijal, Nida, Bang Ilman, Mbak Ta, Bang Pendi, Pak Anam, Bibah, Said, Miftah, Pak Rolet, Pak Fauzy, Pak Iswan, Lely, iin, Fifi, Shokif, Didik, Cahyo sekeluarga, faizatun dan keluarga besar HMI Cabang Salatiga lainnya, yang selalu memberikanku semangat berjuang dan selalu menemaniku di saat sedih dan duka ketika di kampus. 5. Teman-teman saya di Pondok Pesantren Al Huda Doglo, Cepogo, Boyolali yang sudah alumni maupun masih nyantri.
KATA PENGANTAR Asslamu’alaikum Wr. Wb Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Rasimin, S.Pd.I., M.Pd. , selaku ketua program studi Pendidikan Agama Islam (PAI). 3. Bapak Mufiq, S.Ag., M.Phil sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini. 4. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Kepada ibu lurah desa Klopoduwur dan seluruh masyarakat suku Samin. 6. Bapak dan ibu serta keluarga saya di rumah yang telah mendoakan dan membantu dalam bentuk materi untuk membiayai penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb Salatiga, 27, Desember, 2014 Penulis Hadi Mustofa
ABSTRAK Hadi Mustofa (NIM. 111 09 006). model pendidikan islam suku samin di dusun karangpace desa klopoduwur kecamatan banjarejo kabupaten blora tahun 2014 Kata kunci: Model Pendidikan Islam, Suku Samin. Latar belakang penelitian ini berawal dari rasa penasaran seorang peneliti karena beberapa teman bertanya kepada peneliti mengenai suku Samin, dan bahkan ada salah satu dari teman peneliti yang mengira bahwa peneliti termasuk bagian dari suku Samin karena peneliti berasal dari Blora, padahal peneliti tidak tahu mengenai suku Samin. Dari sini peneliti timbul rasa penasaran terhadap suku Samin dan ingin meneliti suku Samin. Kemudian peneliti mencari tahu mengenai suku Samin dan keberadaan suku Samin. Setelah menemukan keberadaan suku Samin yang berada di dusun Karangpace, desa Klopoduwur, kecamatan Banjarejo, kabupaten Blora dan bertanya kepada warga Samin ternyata ada keterbukaan untuk dilakukan penelitian, hal ini yang membuat tambah semangat untuk melakukan penelitian di suku Samin. Peneliti mengambil jurusan tarbiyah kebetulan progdi Pendidikan Agama Islam. Kemudian peneliti korelasikan antara kearifan lokal yang berada di Blora yaitu suku Samin dengan sstudi peneliti yaitu pendidikan agama Islam dengan bekal rasa penasaran dan semangat untuk menyelesaikan perkuliahan, maka jadilah judul skripsi ini. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah; 1) Bagaimana model pendidikan Islam formal suku Samin di Karangpace?, 2) Bagaimana model pendidikan Islam nonformal suku Samin di Karangpace?, 3) Bagaimana model pendidikan Islam informal suku Samin di Karangpace?, Tujuan dari penelitian ini adalah; 1) Untuk mengetahui model dalam pendidikan Islam formal suku Samin di Karangpace. 2) Untuk mengetahui model dalam pendidikan Islam nonformal suku Samin di Karangpace. 3) Untuk mengetahui model dalam pendidikan Islam informal suku Samin di Karangpace. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif dipandang sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku ini dapat diamati terhadap fakta-fakta yang ada saat sekarang dan melaporkanya seperti apa yang akan terjadi. Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Model pendidikan Islam formal pada suku Samin di Karangpace sama dengan model dalam pendidikan formal pada umumnya yaitu menggunakan kurikulum dari pemerintah. Hanya saja dalam praktik pengajarannya dihubungkan dengan prinsip Samin yang sesuai ajaran Islam. 2) Model pendidikan Islam nonformal pada suku Samin di Karangpace sama dengan TPQ yang lainnya yaitu ceramah yang difokuskan pada hafalan bacaan sholat, do’a seharihari, bacaan surat pendek dan ekstra kurikuler yang bertujuan untuk mengembangkan potensi minat bakat anak. TPQ Al-Kausar adalah sebuah lembaga pendidikan Islam nonformal yang ada di desa Klopoduwur. 3) Model pendidikan Islam informal pada suku Samin di Karangpace menggunakan prinsip teladan. Orang tua menganggap bahwa dengan memberikan teladan untuk berangkat mengaji di tempat pengjian umum, dengan harapan anak-anak dapat mengikuti orang tuanya, kemudian memperoleh pelajaran yang bermanfaat dari pengajian yang diikutinya
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................... HALAMAN BERLOGO ………....................................................... HALAMAN NOTA PEMBIMBING................................................ HALAMAN PENGESAHAN............................................................ DEKLARASI...................................................................................... MOTTO............................................................................................... PERSEMBAHAN.............................................................................. KATA PENGANTAR........................................................................ ABSTRAK.......................................................................................... DAFTAR ISI......................................................................................
i ii iii iv v vi vii viii x xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah................................................. B. Fokus Masalah................................................................ C. Tujuan Penelitian............................................................ D. Kegunaan Penelitian........................................................ E. Definisi Operasional....................................................... F. Metode Penelitian........................................................... G. Sistematika Penulisan.....................................................
1 4 4 5 5 6 13
BAB II LANDASAN TEORI A. Model Pendidikan Islam................................................ B. Pendidikan Formal, Nonformal, dan Informal.............. C. Suku Samin…............……...........................................
14 24 28
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.............................. B. Pendidikan di Desa Klopoduwur................................... C. Temuan Penelitian.......................................................... BAB IV
39 45 51
PEMBAHASAAN
A. Model dalam Pendidikan Islam Formal Suku Samin................ 61 B. Mode dalaml Pendidikan Islam Nonformal Suku Samin........67 C. Model dalam Pendidikan Islam Informal Suku Samin.............. 69 BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................... B. Saran................................................................................ DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
73 74
BAB 1 PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Latar belakang penelitian ini berawal dari rasa penasaran seorang peneliti karena beberapa teman bertanya kepada peneliti mengenai suku Samin, dan bahkan ada salah satu dari teman peneliti yang mengira bahwa peneliti termasuk bagian dari suku Samin karena peneliti berasal dari Blora, padahal peneliti tidak tahu mengenai suku Samin. Dari sini peneliti timbul rasa penasaran terhadap suku Samin dan ingin meneliti suku Samin. Kemudian peneliti mencari tahu mengenai suku Samin dan keberadaan suku Samin. Setelah menemukan keberadaan suku Samin yang berada di dusun Karangpace, desa Klopoduwur, kecamatan Banjarejo, kabupaten Blora dan bertanya kepada warga Samin ternyata ada keterbukaan untuk dilakukan penelitian. Hal ini yang membuat peneliti tambah semangat untuk melakukan penelitian di suku Samin. Peneliti mengambil jurusan Tarbiyah kebetulan progdi Pendidikan Agama Islam. Kemudian peneliti korelasikan antara kearifan lokal yang berada di Blora yaitu suku Samin dengan studi peneliti yaitu pendidikan agama Islam dengan bekal rasa penasaran dan semangat untuk menyelesaikan perkuliahan, maka jadilah judul skripsi ini. Sosial kultural Samin Blora memang ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjadi sebuah kajian disaat ini. komunitas Samin Blora berada di dekat kota, namun pola hidupnya jauh dari pengaruh budaya perkotaan, karena karakter orang Samin ini memang sudah terbentuk sejak
dahulu. Kedekatan suku Samin dengan perkotaan tidak membuat luntur budaya aslinya yang serba „naturalis‟. Seperti yang diungkapkan oleh Rosyid (2008:133) bahwa beberapa budaya Samin Kudus yang identik mengikuti budaya masyarakat sekitar di antaranya adalah (a) slametan kelahiran, khitanan (sunatan), pernikahan dan kematian, (b) gotong-royong, dan (c) organisasi intern Samin. Begitu juga Samin yang berada di daerah Blora. Agama suku Samin adalah agama adam. Salah satu ajaran agama adam adalah tidak boleh merugikan orang lain dan menghormati sesama. Inilah dasar dari konsep Samin, tidak boleh merugikan orang lain, artinya bahwa setiap manusia yang menjadi keturunan Nabi Adam harus saling bersikepan, saling memiliki dan hormat-menghormati kepada sesama, tidak boleh saling hina menghina, apalagi saling merugikan terhadap sesama dan berkerja keras. Menurut Ba‟asyin (2014:157) bahwa kaitan formulasi tersebut dengan dunia pertanian, yang sekaligus menandai bahwa ajaran ini diterapkan bagi dan oleh petani adalah pada formulasi turunannya, yang merupakan praksis atau laku yang harus dijalani oleh Wong Sikep berupa: tata wong (tata manusia) yaitu sikep rabi, bergaul dengan istri, dan tata nggauta (tata kerja), yaitu menggarap sawah atau ladang. Sedulur sikep hidup berdampingan satu dengan yang lainnya dan saling menghargai. Islam seharusnya tidak dalam bentuk tindakan saja karena Islam yang sesungguhnya adalah Islam secara ucapan, Islam secara tindakan dan kesesuaian hati. Marimba bertutur dalam Suharto (2011:108) bahwa
manusia yang dikehendaki pendidikan Islam adalah manusia yang berkepribadian muslim. Di ungkapan lain Muhammad Munir Mursi dalam Suharto (2011:108) bahwa menyebutkan insan kamil. Artinya semua manusia memang dididik oleh pendidikan agama Islam untuk menjadi pribadi yang jujur, secara ucapan maupun tindakan. Ajaran dari Samin Surosentiko ini mengajarkan tentang kejujuran secara ucapan serta perbuatan. Seperti halnya ajaran Samin yang dipaparkan dalam koran Suara Merdeka Ernawati (2014:7) bahwa mari kita menyimak ajaran panca sesanti, panca paniten, panca wawaler dan panca walika. Kemudian empat panca ini termasuk kategori angger-angger (peraturan) pangucap, dan pratikel (perilaku) dengan kata lain kandhakna apa anane. Akan tetapi setelah peneliti melakukan observasi sementara dan melakukan wawancara terhadap salah satu orang Samin hasilnya mereka mengakui bahwa agama yang mereka peluk adalah Islam sejak agama Islam itu sendirai diturunkan. Bukti secara hukumnya dengan menunjukan KTP (Kartu Tanda Penduduk). Orang Samin sudah masuk Islam terlebih dahulu, dengan perilakunya ramah-tamah terhadap siapapun, memiliki pandangan yang positif terhadap siapa saja. Dengan didasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti mencoba untuk lebih dalam menggali dengan melakukan sebuah penelitian yang berjudul “model pendidikan islam suku samin di dusun karangpace desa klopoduwur kecmatan banjarejo kabupaten blora tahun 2014”.
B.
Fokus Penelitian Mengingat luasnya ruang lingkup yang diuraikan, maka untuk menghindari pembiasan dalam memahami pembahasan, maka penulis akan membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut: 1.
Bagaimana model pendidikan Islam formal suku Samin di Karangpace?
2.
Bagaimana model pendidikan Islam nonformal suku Samin di Karangpace?
3.
Bagaimana model pendidikan Islam informal suku Samin di Karangpace?
C.
Tujuan Penelitian Berpijak dari rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui model pendidikan Islam formal suku Samin di Karangpace.
2.
Untuk mengetahui model pendidikan Islam nonformal suku Samin di Karangpace.
3.
Untuk mengetahui model pendidikan Islam informal suku Samin di Karangpace.
D.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat secara teoristis dan praktis. 1.
Kegunaan teoritis Penelitian ini nantinya diharapkan mampu memberi sumbangan teoritis bagi dunia pendidikan khususnya pada masyarakat yang memiliki ciri khusus.
2.
Kegunaan praktis Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan berguna bagi kemajuan pendidikan agama Islam formal, nonformal, dan informal di suku Samin.
E.
Definisi Operasional Mengingat luasnya ruang lingkup yang diuraikan, maka untuk menghindari pembiasan dalam memahami pembahasan, maka penulis akan membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas dengan menyebutkan definisi operasional sesuai judul, yaitu: 1.
Model Pendidikan Islam Menurut Huda (2014:viii) model didefinisikan gambaran menyeluruh dari berbagai teknik dan prosedur yang menjadi bagian penting di dalamnya. Model pendidikan Kastolani (2014:204) antara lain model Inkuiri, VCT, Bermain Peta, ITM (STS), Role Playing, Portofolio.
Undang-undang
SISDIKNAS
nomor
20
tahun
2003,
menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut tutur Arifin (2011:78) bahwa pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. 2.
Samin Di ungkapkan oleh Kardi dalam Rosyid (2008:4) bahwa menurut masyarakat Samin, kata „Samin‟ memiliki pengertian “sama” yakni bila semua anak cucu dapat bersama-sama bersatu membela negara dan menentang penjajah, maka akan diperoleh kesejahteraan.
F.
Metode Penelitian 1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif dipandang sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku ini dapat diamati terhadap fakta-fakta yang ada saat sekarang dan melaporkanya seperti apa yang akan terjadi. Menurut Rufaidah (2002:102) bahwa pendekatan kualitatif ini berkaitan erat dengan sifat unik dari realitas sosial dan dunia tingkah laku manusia itu sendiri. Menurut Pohan (2007:93) bahwa data kualitatif yaitu semua bahan, keterangan, dan fakta-fakta yang tidak dapat dihitung dan diukur secara matematis karena berwujud keterangan verbal (kalimat dan kata). Serta lebih bersifat proses. Data kualitatif hanya dapat digolongkan dalam wujud kategori-kategori. Misalnya pernyataan orang tentang suatu keadaan bagus, buruk, mencekam, menarik, membosankan, sangat istimewa dan sebagainya. Hakekatnya adalah manusia sebagai makhluk sosial, psikis, dan budaya yang mengaitkan makna dan interpretasi dalam bersikap dan bertingkah laku. Makna interpretasi itu sendiri dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan sekitar. Jenis penelitian yang diambil oleh peneliti adalah penelitian lapangan, artinya bahwa penelitian ini bersifat kemasyarakatan, melakukan observasi kemasyarakat atau suku Samin, melakukan wawancara mengenai hal-hal yang menjadi objek penelitian terhadap sumbernya langsung. 2.
Kehadiran Peneliti
Peneliti dalam hal ini bertindak sebagai instrumen, artinya peneliti terjun langsung ke lapangan untuk proses penelitian dan pemgumpulan data. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara terstruktur, pendidikan,
untuk
mendapatkan
Sehingga
data
memungkinkan
tentang untuk
latar
belakang
mengembangkan
pertanyaan untuk wawancara secara mendalam di lapangan. 3.
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Dusun Karangpace Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora. Adapun alasan peneliti memilih Dusun Karangpace Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora sebagai objek adalah bahwa Dusun Karangpace Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora dirasa patut untuk diteliti karena keberadaan suku Samin di zaman yang sudah serba maju dengan ajaran yang terkenal sederhana dan memiliki keunikan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2014.
4.
Sumber Data Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian ini, maka problematika esensial yang muncul adalah dari mana data itu diperoleh. Dengan kata lain sumber data yang diperlukan berasal dari mana, sehingga peneliti mudah mendapatkan data-data yang diperlukan. Dengan demikian untuk mempermudah pengidentifikasian
sumber data, peneliti mengklasifikasikannya menjadi tiga bagian dengan huruf depan P singkatan dari bahasa Inggris, Menurut Arikunto (2002:107) bahwa: a.
Person, yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara. Sumber data yang berupa person dalam penelitian ini adalah masyarakat suku Samin Dusun Karangpace Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora.
b.
Place, yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak. Diam misalnya rumah, kelengkapan alat, wujud benda, warna dan lain-lain. Sedangkan bergerak misalnya aktifitas. Sumber data yang berupa place dalam penelitian ini adalah tempat.
c.
Paper, sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar atau simbol-simbol lain. Sumber data yang berupa paper dalam penelitian ini yaitu dokumen tentang suku Samin, sarana dan prasarana, dan lain sebagainya.
5.
Prosedur Pengumpulan Data a.
Metode Interview Menurut Hadi (1994:136) bahwa metode interview adalah
metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berdasarkan pada tujuan pendidikan. Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1986:129) bahwa metode
interview adalah metode penelitian yang dipergunakan seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang informan, dengan bercakapcakap berhadapan muka dengan orang lain itu. wawancara termasuk salah satu cara untuk pengumpulan data untuk penelitian kualitatif. Wawancara dilakukan oleh peneliti secara mendalam kepada informan, dengan cara peneliti datang langsung kelokasi penelitian dan menemui informan kemudian melakukan wawancara terstruktur dan mendalam. Sumber informan ada bapak tarhib, mbah lasio, ibu lasmi, ibu ana, bapak karjan, ibu umi kulsum, ibu mini dan yang lain-lainnya. b.
Observasi Menurut Usman (2005:54) bahwa observasi adalah pengamatan
dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi ini dilakukan dengan mengamati instrumen-instrumen dalam proses evaluasi serta data yang dapat menunjang kelengkapan penelitian ini. Peneliti melakukan observasi dengan cara peneliti datang ketempat penelitian untuk mengamati igejala-gejala yang terjadi di lokasi penelitian. c.
Metode Dokumentasi Menurut Arikunto (1998:236) bahwa metode dokumentasi
adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
agenda dan lain sebagainya. Metode dokumentasi ini digunakan untuk mendapatkan data-data tentang keadaan masyarakat suku Samin Dusun
Karangpace
Desa
Klopoduwur
Kecamatan
Banjarejo
Kabupaten Blora. Dokumen yang bisa dikumpulkan oleh peneliti yaitu foto-foto, visi missi sekolah, surat, materi-materi pelajaran. 6.
Analisis Data Menurut Pohan (2007:94) bahwa data dalam penelitian kualitatif sangat beragam bentuknya, ada berupa catatan wawancara, rekaman suara, gambar, foto, peta, dokumen, bahkan rekaman pada shooting lapangan. Analisis data adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Menurut Pohan (2007:133) bahwa menyusun data berarti menggolongkan ke dalam pola, tema, atau kategori tafsiran atau interpretasi artinya memberikan makna kepada analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan antara berbagai konsep. Analisis data ini sendiri akan dilakukan dalam tiga cara yaitu : a.
Reduksi Data Data yang diperoleh di lapangan ditulis dalam bentuk uraian
yang sangat lengkap dan banyak. Data tersebut direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan kepada hal-hal yang penting dan berkaitan dengan masalah, sehingga memberi gambaran yang lebih tajam tentang hasil wawancara. Reduksi dapat membantu dalam memberikan kode kepada aspek-aspek yang dibutuhkan.
b.
Pengkajian Data Analisis ini dilakukan untuk mengkaji data-data yang telah
direduksi dengan kajian ilmu yang berhubungan dengan tema penelitian, dalam hal ini data-data wawancara yang diperoleh di lapangan tentang nilai-nilai keteladanan dikaji lebih mendalam dengan mengaitkan dengan ilmu-ilmu Pendidikan Agama Islam. c.
Kesimpulan dan Verifikasi Data yang sudah dipolakan, difokuskan dan disusun secara
sistematis baik melalui reduksi dan pengkajian data kemudian disimpulkan sehingga makna data bisa ditemukan. Namun kesimpulan itu baru bersifat sementara saja dan bersifat umum. Supaya kesimpulan diperoleh secara lebih mendalam, maka diperlukan data yang baru sebagai penguji terhadap kesimpulan di awal tadi. 7.
Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan
dalam
penelitian
ini
ditentukan
dengan
menggunakan kriteria kredibilitas (derajat kepercayaan). Kredibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan bahwa apa yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam lapangan. Untuk menetapkan keabsahan data atau kredibilitas data tersebut digunakan teknik pemeriksaan sebagai berikut: (1) perpanjangan keikutsertaan peneliti, (2) ketekunan pengamatan, dan (3) triangulasi, yaitu memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi
dilakukan oleh peneliti dengan mencari sumber data yang dari luar yang bertujuan untuk pendampingan data yang sudah ada, hal ini dilakukan dengan melakukan wawancara kepada sumber luar. G.
Sistematika Penulisan Dalam memahami skripsi ini, maka perlu diketahui tata urutan penulisanya, adapun tata urutanya sebagai berikut: BAB I Memuat: latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional,
metode penelitian dan
sistematika penulisan skripsi. BAB II Memuat: Landasan teori berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan variabel penelitian yaitu: Pendidikan Islam dan masyarakat suku Samin. BAB III Memuat: gambaran masyarakat suku Samin secara kompleks, sistem pendidikan secara fomal, informal maupun nonformal masyarakat suku Samin. BAB IV Memuat: analisis data penelitian pada bab ini akan menguraikan analisis tentang pandangan responden, analisis data, reduksi data tentang masyarakat suku Samin. BAB V Penutup: berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran yang berhubungan dengan pihak terkait.
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Model Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam Bila kita melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa, maka harus dilihat dari bahasa Arab karena ajaran Islam itu diturunkan dalam bahasa Arab. Kata “pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”. Harus dilihat juga kata “pengajaran” dalam bahasa Arabnya adalah “ta‟lim” dengan kata kerjanya adalah “allama”. Karena pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah wa ta‟lim”. Menurut Daradjat (2012:25) bahwa “Pendidikan Islam” dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah Islamiyah”. Kata kerja rabba (mendidik) sudah digunakan pada zaman Nabi Muhammad SAW seperti terlihat dalam ayat Al-Qur,an dan hadist Nabi. Dalam Al-Qur‟an kata ini digunakan dalam salah satu ayat Al-Qur‟an, yaitu: ,...
Artinya: "..., Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S. Al-Isra‟ 24). Menurut Muhammad An-Nasir dan Qullah Abd Al-Qadir Darwis dalam Raqib (2009:17) bahwa mendefinisikan pendidikan Islam sebagai proses pengarahan perkembangan manusia (ri’ayah) pada sisi jasmani, akal, bahasa, tingkal laku, dan kehidupan sosial dan keagamaan yang diarahkan pada kebaikan menuju kesempurnaan. Menurut tutur Arifin (2011:78) bahwa pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. Dengan kata lain manusia yang mendapatkan pendidikan Islam harus mampu hidup di dalam kedamaian dan kesejahteraan sebagaimana diharapkan oleh citacita Islam. Dengan demikian pengertian pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang mencangkup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah SWT, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi. Menurut Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani dalam Mujib (2006:25-26) bahwa mendefinisikan pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya.
2. Tujuan Pendidikan Islam Menurut para ahli pendidikan, Naquib al-Attas dalam Mudzakir (2006:69)
menyatakan
bahwa
tujuan
pendidikan
Islam
adalah
membentuk Insan Kamil. Abd ar-Rahman Shaleh Abd Allah dalam Mudzakir (2006:78) menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah harus mencangkup tujuan pendidikan jasmani, tujuan pendidikan rahani, tujuan pendidikan akal, tujuan pendidikan sosial. Muhammad Athahiyah al-Abrasyi, dalam Mujib (2006:79) menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, sewaktu hidupnya membentuk moral yang tinggi, karena pendidikan moral ruhnya pendidikan Islam. Ahmad Fuad alAhwani dalam arifin (2011:56) menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah pendidikan yang menyatu antara pendidikan jiwa, pendidikan ruh, mencerdaskan akal, dan menguatkan jasmani. Orang Islam harus mempunyai orientasi untuk menjadi manusia yang Kamil yang pada akhirnya akan meninggal dalam keadaan husnul khotimah, sesuai dengan tujuan hidup dan tugas hidup manusia, tujuan diciptakan manusia hanya untuk mengabdi kepada Allah SWT. Tugasnya berupa ibadah (sebagai „Abdullah) dan tugas sebagai wakil-Nya di bumi (Khalifah Allah). Firman Allah SWT.
Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Q.S. AlAn‟am:162) Kemudian memperhatikan sifat-sifat dasar manusia yaitu konsep tentang manusia makluk unik yang mempunyai beberapa potensi bawaan, fitrah manusia, bakat, minat dan karakter, yang berkecenderungan pada Al-Hanief (rindu akan kebenaran) berupa agama Islam. Tujuan merupakan standar
yang sudah ditentukan akan
membatasi ruang gerak, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan. Pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuat menjadi “Insan Kamil” dengan pola taqwa. Insan Kamil, artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal. Ini mengandung pengertian bahwa pendidikan Islam tujuannya adalah menghasilkan manusia yang berguna bagi diri pribadi dan masyarakat pada
umumnya,
serta
senang
dan
gemar
mengamalkan
dan
mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah SWT dan manusia sesama. Ada beberapa tujuan pendidikan Islam, yaitu: a. Tujuan umum Ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan cara pengajaran atau dengan cara yang lain.
Tujuan ini meliputi: sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan pandangan. Bentuk Insan Kamil dengan pola taqwa harus dapat tergambar pada peserta didik walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah sesuai dengan tingkatan-tingkatan. Tujuan umum pendidikan Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan pendidikan Nasional negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga. Tujuan itu tidak dapat dicapai kecuali melalui proses pengajaran, pengalaman, pembiasaan, penghayatan dan keyakinan akan kebenaran. Tahap-tahap dalam mencapai tujuan itu adalah mulai sekolah dasar, sampai perguruan tinggi. b. Tujuan akhir Pendidikan Islam mempunyai tujuan akhir kemulian di dunia dan akhirat. Hal ini sesuai dengan Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk Insan Kamil. Dengan pola takwa yang dipengaruhi oleh perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang/pengalaman. Tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat dipahami dalam Al-Qur‟an. Firman Allah SWT:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah SWT sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Q.S. Ali Imron 102). c. Tujuan sementara Ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal pada tujuan sementara bentuk Insan Kamil, pola taqwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana. Sejak tingkat taman kanak-kanak dan sekolah dasar gambaran Insan Kamil itu hendaknya sudah kelihatan. Karena itu setiap lembaga pendidikan Islam harus dapat merumuskan tujuan pendidikan Islam sesuai dengan tingkatan jenis pendidikannya. Ini berarti bahwa tujuan pendidikan Islam di Madrasah Tsanawiyah berbeda dengan tujuan di Madrasah Aliyah. Meskipun demikian muaranya harus sama, yaitu Insan Kamil. 3. Sumber Pendidikan Islam a. Sumber Pendidikan Islam Sumber pendidikan Islam semua yang digunakan untuk menjadi acuan atau rujukan dalam menentukan kurikulum. Sebuah sumber yang baik haruslah mempunyai kebenaran secara rasiao agar dapat dipertanggung jawabkan.
Menurut Sa‟id Ismail Ali, sebagaimana yang dikuti oleh Langgulung dalam Muzakir dan Mujib (2006:31) bahwa sumber pendidikan Islam terdiri atas enam macam, yaitu Al-Qur‟an, AsSunnah,
kata-kata
sahabat
(Mazhab
Sahabat),
kemaslahatan
umat/sosial (Mashalil Al-Mursalah), tradisi atau adat kebiasaan masyarakat (Urf) dan pemikiran para ahli dalam Islam (Ijtihad). Al_Qur‟an secara etimologi/bahasa berasal dari qara’a yang artinya bacaan. Secara terminologi/istilah berarti wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Beberapa alasan mengapa Al-Qur‟an dibuat sumber hukum pendidikan Islam yang pertama yaitu: Al-Qur‟an adalah kebenaran mutlak yang merupakan wahyu Illahi, ada kisah-kisah Nabi yang terdahulu dan kalam Allah SWT tidak ada yang bisa menendinginya. As-Sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. As-Sunnah merupakan sumber pendidikan Islam yang kedua karena menjadi penjelas Al-Qur,an dan kebenarannya dapat diuji. Pendidikan Islam merujuk pada Sunnah Nabi dengan tujuan: materi yang disampaikan menjadi rahmat bagi seluruh alam, materi menjadi kebenaran yang sesuai dengan kenyataan, peserta didik mampu menjdi contoh yang baik dan selamat di dunia akhirat. Ahmed dalam Ahid (2010:40-41) mengungkapkan bahwa ijtihad secara etimologi berarti usaha keras dan bersungguh-sungguh yang dilakukan oleh para ulama, untuk menetapkan hukum, suatu perkara
atau suatu ketetapan atas persoalan tertentu. Menurut terminologi ijtihad merupakan ungkapan atas kesepakatan dari sejumlah ahl hall wa al-„aqd. Dalm meletakan ijtihad sebagai suber dasar pendidikan Islam, ada dua pendapat ahid (2010:39) bahwa tidak menjadikannya sebagai sumber dasar pendidikan Islam. Kelompok ini hanya menetapkan AlQur‟an dan Hadis sebagai bahan rujukan. Sementara ijtihad hanya sebagai upaya memahami makna ayat Al-Qur‟an dan Hadis sesuai dengan konteksnya. Kedua, meletakan ijtihad sebagai sumber dasar pendidikan Islam. Menurut kelompok ini, meskipun ijtihad merupakan salah satu metode istinbat hukum, akan tetapi pendapat para ulama perlu dijadikan sebagai sumber rujukan bagi membangun paradigma pendidikan Islam. 4. Tanggung Jawab Pendidikan Islam Proses pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Dalam UU guru dan dosen nomor 14 tahun 2005 menjabarkan bahwa penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal”. UU sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 Bagian tiga hak dan kewajiban masyarakat pasal 8 masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi.
Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Seperti yang dinyatakan oleh Daradjat (2012:34) bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. a. Orang tua Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anakanak merekalah yang mendidik pertama-tama anaknya dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat di keluarga. Orang tua atau ibu dan ayah memegang peranan yang sangat penting atas pendidikan anak-anaknya. Sejak lahir ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Pengaruh ayah terhadap anaknya besar pula. Cara ayah melakukan pekerjaanya sehari-hari berpengaruh pada cara berkerja seorang anak. Tidaklah diragukan lagi bahwa tanggung jawab pendidikan secara mendasar terpikul kepada orang tua. Apakah tanggung jawab pendidikan itu diakuinya secara sadar atau tidak, diterima dengan sepenuh hatinya atau tidak, hal itu merupakan “fitrah” yang telah dikodratkan Allah SWT kepada setiap orang tua. Orang tua tidak bisa menghindari itu semua karena itu merupakan tanggung jawab dan amanah dari Allah SWT.
Seperti firman Allah SWT, yaitu:
Artinya: Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Qs.Asy-Syuara‟:214). Tanggung jawab pendidikan Islam yang dibebankan kepada orang tua, setidaknya harus dilaksanakan dalam rangka: mempelihara dan membesarkan anak, melindungi dan menjamin kesamaan, memberi pengajaran dan membahagiakan anak. Dilihat dari tujuannya pendidikan Islam yang berorientasi pada kebahagian dunia dan akhirat, maka orang tua tidak akan sanggup memikulnya sendiri, oleh karena itu ada juga guru. b. Guru Guru adalah tenaga profesional, para orang tua menyerahkan anak-anaknya kepada seorang guru untuk mendidiknya. Dengan ini berarti pelimpahan tanggung jawab orang tua terhadap seorang guru dan secara otomatis tanggung jawab mendidik anak akan beralih pada guru. c. Masyarakat Masyarakat turut ikut memikul tanggung jawab pendidikan. Masyarakat besar pengaruhnya dalam memberi peranan dalam pendidikan anak, terutama para pemuka atau tokoh masyarakat.
Dengan demikian dipundak mereka terdapat beban juga dalam ikut menanggung tanggung jawab terhadap terselenggaranya pendidikan Islam. Pada dasarnya tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab setiap orang dewasa baik secara perorangan maupun kelompok sosial. Prof.
Dr.
Omar
Muhammad
al-Toumi
al-Syaibani
mengemukakan dalam Daradjat (2012:45) bahwa di antara ulamaulama mutakhir yang telah menyentuh persoalan tanggung jawab adalah Abbas Mahmud Al-Akkad yang menganggap rasa tanggung jawab sebagai salah satu ciri pokok bagi manusia pada pengertian AlQur‟an dan Islam, sehingga dapat ditafsirkan manusia sebagai: “manusia sebagai makhluk yang bertanggung jawab”.
Seperti firman Allah SWT, yaitu: ,...
Artinya: ... tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (Ath-Thur:21)
B.
Pendidikan Formal, Nonformal, dan Informal. 1.
Pendidikan Formal a.
Pengertian Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur, dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. UU nomor 20 tahun 2003. (www.slideshare.net) b.
Kelebihan dan kelemahan pendidikan formal Ada beberapa kelebihan yang dimiliki oleh pendidikan formal, di antaranya: 1) Mempunyai gedung sendiri. 2) Bersifat umum. 3) Meliki ijazah. 4) Lebih sistematis. Adapun untuk kelemahan pendidikan formal, di antaranya sebagai berikut: 1) Waktunya panjang. 2) Ada jenjang yang ketat.
2.
Pendidikan Informal a.
Pengertian Pendidikan Informal Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. UU nomor 20 tahun 2003. (www.slideshare.net). Tanggal 27 Maret, pukul 07:10.
b.
Peran Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak Seorang ibu merupakan anggota keluarga yang mula-mula paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, namun pada akhirnya seluruh anggota keluarga itu ikut berinteraksi dengan
anak. Menurut Ahid (2010:4) bahwa anak pertama sekali berkenalan dengan ibu dan ayah serta saudara-saudaranya. Kemudian dari sinilah anak akan beriteraksi dengan lingkungan keluarga,
peran
keluarga
sangat
berpengaruh
terhadap
pembentukan kepribadian anak. Dalam hal ini Ahid (2010:145) menegaskan lagi bahwa oang tua sebagai rrujukan, menempati posisi rujukan moral dan informasi. Menurut Ahid (2010:3) bahwa lahirnya keluarga sebagai lembaga pendidik semenjak manusia itu ada, dan tugas keluarga adalah meletakan dasar-dasar bagi perkembangan anak, agar anak dapat berkembang secara baik. Pada hakikatnya manusia lahir akan mengalami
proses
pendidikan,
pendidikan
ini
dimulai
di
lingkungan keluarga. Ini menjadi penting ketika keluarga mendidik dengan baik dan benar maka anak akan tumbuh menjadi manusia yang sesuai dengan harapan Islam, beraklak terpuji. Sebaliknya ketika awal pendidikan ini kurang baik maka hasilnya juga akan menjadi generasi yang beraklak tercela. c.
Lingkungan Informal Lingkungan Informal adalah lingkungan atau tempat berkumpulnya individu satu dengan individu lainnya dalam satu keluarga. Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena hubungan semenda dan sedarah. Menurut Ahid (2010:3) bahwa keluarga merupakan lingkungan
pertama bagi anak, di lingkungan keluarga pertama-tama anak mendapatkan pengaruh. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah iklim sosial, kebudayaan, tingkat kemakmuran dan keadaan rumah. Dengan kata lain, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh keseluruhan situasi dan kondisi keluarga. 3.
Pendidikan Nonformal a.
Pengertian pendidikan Nonformal Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. UU nomor 20 tahun 2003. (www.slideshare.net). Tanggal 27 Maret, pukul 07:00.
b.
Sasaran Pendidikan
nonformal
diselenggarakan
bagi
warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. c.
Fungsi Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
C.
Suku Samin 1. Pengertian Suku Samin Istilah Samin diplesetkan dengan kata “nyamen”, sebuah istilah diidentikan dengan perbuatan-perbuatan
yang menyalahi tradisi-
kebiasaan. Menurut orang Samin kata Samin memiliki pengertian “sama” yakni anak cucu dapat bersama-sama bersatu membela negara dan menentang penjajah, maka akan diperoleh kesejatraan, Kardi dalam Rosyid (2008:4). Istilah Samin digeser oleh pengikutnya, dengan asumsi istilah tersebut bertedensi negatif, sehingga orang Samin menamakan diri dengan sedulur sikep. Latarbelakangnya yang pertama, karena mendapat tekanan dari penjajah belanda, dipimpin oleh seorang petani yang bernama kiai Samin Surosentiko (Raden Kohar) yang semula adalah pujangga Jawa pesisiran pasca-Ronggowasito dengan menyamar sebagai petani untuk menghimpun kekuatan melawan Belanda. Pada tahun 1890 mengembangkan ajaran Samin di desa Klopoduwur, Blora, Jawa Tengah dan pada tahun 1905 karena banyaknya pengikut mereka melakukan perlawanan terhadap Belanda. Namun pada tahun 1907 kiai Samin Surosentiko dibawa Belanda ke Rembang berserta delapan pengikutnya, selanjutnya dibuang di Sawahlunto, Padang, Sumatra Barat dan wafat pada tahun 1914 (sebagai tawanan) Dewanti dalam bukunya Rosyid (2008:5).
Dengan action itulah masyarakat Samin dianggap pembangkang oleh Belanda dan masyarakat pada umumnya. Agar image negatif tersebut tidak menempel pada generasi sekarang ini, penggantian julukan dipandang sangat penting. Kedua, julukan diberikan oleh aparat desa di wilayah Blora bagian selatan dan wilayah Bojonegoro pada tahun 19031905 (sebagai embrio Samin pertama) karena tindakan Samin yang menentang aparat desa (di era penjajahan Belanda) dengan cara tidak membayar pajak dan dengan memisahkan diri dengan masyarakat umum Fatkurahman (2003) dalam bukunya Rosyid (2008:5), dengan penolakan itulah muncul kata nyamin. Ketiga, sebagai sarana membangun komunikasi dengan sesama penganutnya dan pihak yang membutuhkan informasi sebagai wujud simbolisasi penamaan diri dengan filosofi bahwa munculnya kelahiran-kehidupan manusia berawal dari proses “sikep” atau berdekapan (Jawa: bentuk hubungan seksual suami-istri) atau proses menanak nasi secara tradisional adalah melalui “nyikep”, dan keempat, menurut analisis ahli antropologi, Amrih Widodo dalam bukunya Rosyid (2008:5), kata “sikep” merupakan cara untuk melawan atau menghindari penamaan dengan kata “Samin” akibat konotasi negatif yang dilekatkan pada kata tersebut (Samin) selama bertahun-tahun, terutama ketika wacana Saminisme semakin dipisahkan dari semangat gerakan perlawanan petani. Pemasungan kata “Samin” dan “Saminisme” dari konteks sejarah perlawanan merupakan dampak kebijakan politik
kebudayaan dan hegemoni developmentalisme pada rezim Orde Baru Harian Kompas dalam bukunya Rosyid (2008:5). 2. Sejarah Suku Samin Blora, Rembang, Kudus, Bojonegoro, Grobogan, Pati, Demak dan sekitarnya inilah daerah yang disinyalir menjadi penyebaran ajaran Samin. Terutama di daerah Kecamatan Banjarejo, Klopodhuwur. Hal ini dalam laksanto (2013:191) pada tahun 1890 Samin Surosentiko mulai mengembangkan ajarannya di desa Klopoduwur, Blora.
Samin
Surosentiko tidak mau membayar pajak karena dia menganggap bahwa barang yang sudah kita miliki sepenuhnya menjadi hak milik kita sudah tidak ada kewajiban yang lainya termasuk membayar pajak. Kemudian Samin Surosentiko ini dianggap tidak taat terhadap peraturan negara maka dari itu dia diinterogasi oleh pihak yang berwenang, akan tetapi dia tetap pada pendiriannya. Salah satu ajaran samin dalam Ba‟asyin (2014:81) lemah podo nduwe, banyu podo nduwe dan kayu podo nduwe. Yang artinya tanah milik semua orang, air milik semua orang, kayu milik semua orang. Termasuk juga orang yang membutuhkan membangun rumah untuk membenahi rumahnya demi keberlangsungan hidupnya dia bisa mengambil kayu di hutan secukupnya dengan alasan karena kebutuhan, catatannya bukan untuk dijual. Ada sebuah cerita pemuda laki-laki Blora yang akan menikahi gadis, dia harus berpisah dengan keluarganya atau orang tua dan membangun rumah untuk kehidupan keluarganya yaitu
bersama-sama istrinya, untuk keperluan membangun rumah ini pemuda tersebut harus mengambil kayu yang ada di hutan secukupnya. Ini berlawanan dengan peratuan pemerintah (hutan tidak boleh dimiliki oleh perorangan dengan alasan apapun). Kemudian pemerintah mengalami kebingungan dengan sikap orang sikep, makanya pemerintah tidak ada aturan yang pasti yang diterapkan di daerah ini sebelum abad ke 19-an. Hanya bisa menerapkan peraturan trial and error coba-coba dan gagal, membuat peraturan kemudian tidak dapat diterapkan. Sampai akhirnya pada abad ke 20-an baru ada peraturan yang tegas. 3. Keberagamaan Suku Samin Agama suku Samin adalah agama adam. Suku Samin ini menganggap bahwa manusia sejak dilahirkan di dunia sudah beragama dengan sendirinrinya. Hal ini disampaikan oleh Rosyid (2008:196) bahwa agama Adam bagi masyarakat Samin dibawa sejak lahir Adam merupakan perwujudan “ucapan” dan diwujudkan dengan aktivitas yang baik. Hal di atas menyebabkan kebingungan dalam menentukan hukum yang ada di masyarakat suku Samin seperti berikut ini: Sanksi adat yang diberikan pada orang yang melakukan tindak pidana pencurian yaitu: orang yang melakukan tindak pidana pencurian dan diketahui oleh masyarakat maka orang tersebut akan dikucilkan dari masyarakat Suku Samin. Orang tersebut sudah tidak lagi dianggap sebagai warga masyarakat Samin. Apabila ada acara-acara di desa
tersebut seperti acara syukuran desa, pertemuan-pertemuan antar masyarakat desa maka orang yang melakukan tindak pidana pencurian tidak lagi diundang hadir dalam acara-acara tersebut, seperti yang dikemukakan, Laksanto (2013:229) setiap kehidupan dalam masyarakat mempunyai adat istiadat yang mengatur hubungan individu-individu berupa
norma-norma.
Aturan-aturan
yang
disebut
adat
istiadat
merupakan suatu pedoman bagi individu yang hidup sebagai warga masyarakat. Seperti juga yang dikemukakan oleh Bapak Suradi sebagai sekertaris Desa Klopoduwur. Peranan masyarakat Samin dalam penyelesaian sangatlah besar dengan menjalankan ajaran-ajaran yang diajarkan oleh Samin Surosentiko dengan baik, sehingga dengan menjalankan ajaran tersebut dapat mencegah terjadinya tindak pidana pencurian. Penyelesaian tindak pidana yang di selesaikan berdasarkan hukum adat Samin apabila dilaporkan oleh salah satu pihak yang menjadi korban pencurian ke kantor polisi sektor Banjarejo, Kabupaten Blora, maka dari pihak kepolisian akan menindaklanjuti semua laporan dari masyarakat Suku Samin. Hal ini sesuai dengan tugas dan wewenang polisi yaitu menindaklanjuti adanya laporan dari masyarakat. Dengan demikian penyelesaian tindak pidana pencurian di Suku Samin tidak diakui oleh hukum positif Indonesia. Tindak pidana pencurian yang terjadi di Desa Klopoduwur diselesaikan menurut hukum adat masyarakat Samin, dan diselesaikan menurut hukum positif Indonesia.
Tindak pidana yang mengakibatkan kerugian material yang sedikit diselesaikan menurut hukum adat masyarakat Samin dan untuk tindak pidana yang mengakibatkan kerugian material yang banyak diselesaiakan menurut hukum positif Indonesia. Peranan masyarakat Suku Samin dalam mencegah tindak pidana pencurian di Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora sangat besar. Ajaran-ajaran itu digunakan sebagai pedoman bersikap dan bertingkah laku atau perbuatan manusia khususnya orang-orang Samin agar selalu hidup dengan baik dan jujur untuk anak keturunannya kelak. Penyelesaian tindak pidana pencurian yang diselesaikan oleh masyarakat Suku Samin Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora tidak diakui oleh hukum negara Indonesia. Pemerintah seyogyanya mengakui hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat Suku Samin untuk pertimbangan penegakan hukum di Indonesia. Pemerintah seyogyanya memberi peluang dan kesempatan untuk tumbuh dan berkembangnya adat budaya dan kearifan lokal masyarakat Suku Samin. Bagi masyarakat Samin untuk melestarikan dan menjaga adat istiadat budaya Saminisme sehingga kebudayaan Saminisme tidak pudar oleh modernisasi zaman sekarang, serta bagi masyarakat Samin untuk tetap menjaga adat istiadat dan ajaran-ajaran yang diajarkan oleh Samin Surosentiko. Selama ini masyarakat samin tidak menerapkan sanksi yang tegas bagi anggota masyarakat yang telah melanggar norma-norma yang ada di dalam
masyarakat Samin. Hal ini dikarenakan setiap warga Samin mempercayai bahwa apapun kesalahan yang dilakukan oleh seseorang maka akan menghasilkan akibat yang akan dirasakan oleh orang itu sendiri. Akan tetapi seiring perkembangan jaman, maka aturan mengenai sanksi pun sudah mulai mengikuti aturan formal dalam pemerintahan desa. 4. Ajaran-Ajaran Suku Samin Suku Samin memang menjadi sebuah wacana tidak asing lagi untuk didengar, karena keberadaan dengan sifatnya ikhlas, narimo, dan tidak ingin merugikan siapa pun. Menurut Rosyid (2008:211) Konsep ikhlas muncul diawali dari konsep bahwa „semua adalah saudara‟. Orang-orang yang bertamu di kampung Samin akan diterima dengan baik dan
akan
disambut
dengan
penuh
penghormatan
selayaknya
penghormatan sebagai tamu di dalam agama Islam. Pemberian penghormatan kepada tamu sangat diperhatikan seperti memberikan suguhan yang terbaik, menemani berbincang-bincang dengan penuh keramahan. Konsep Ikhlas ini juga bisa disebut dengan narimo, ada ungkapan Rosyid (2008:211) sifat „narimo‟ ini diwujudkan dalam konsep ajarannya yang identik dengan takdir. Sehingga konsep ini mengilhami anak-anak generasi Samin jika melihat rekan-rekannya bersekolah formal mereka hanya narimo untuk tidak „meri‟ karena berprinsip kono-kono, kene-kene. Artinya bahwa orang lain berhak melakukan apa saja yang diinginkan, kita tidak perlu untuk ikut-ikutan
dan orang Samin tidak akan menganggunya selama dia juga tidak diganggu. Disamping itu sedulur sikep Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora juga melakukan beberapa budaya yang sudah lama dilakukan sejak dulu, seperti paparannya Rosyid (2008: 133) bahwa slametan yang dilakukan masyarakat Samin karena proses adaptasi budaya terhadap warga masyarakatnya yang mayoritas muslim. Ada beberapa slametan yang dilakukan oleh masyarakat Samin. Sifat gotong-royong, warga Samin memang menjadi sebuah tradisi. Hidup masyarakat Samin Blora saling berdampingan dengan masyarakat sesama Samin, maupun masyarakat sekitar. Karena termasuk sifat dari orang Samin suka gotong-royong, seperti ungkapan Rosyid (2008:134) bahwa keaktifan warga masyarakat Samin Kudus dalam gotong-royong dapat dijadikan tauladan bagi warga lainya. Tidak ketinggalan juga untuk masalah organisasi intern, masyarakat Samin aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi intern maupun masyarakat. Tidak dapat dipungkiri hidup bermasyarakat harus bersosialisasi karena itu masyarakat Samin ini memandang bahwa harus mengikuti beberapa oraganisasi masyarakat seperti pada hari tertentu (Jum‟at). Bagi warga Samin Blora seperti hasil wawancara dengan salah satu warga Samin „di setiap hari Jum‟at di pendopo sedulur sikep ada perkumpulan yang dilakukan secara rutin‟.
Di lain sisi dalam koran suara Merdeka Ernawati (2014:7) bahwa Perbincangan mutakhir masyarakat Blora dan sekitarnya adalah diskursus tentang upaya PEMDA untuk melestarikan dan mengembangkan nilainilai ajaran. Satu gagasan menarik adalah ketika PEMKAB berkeinginan tiap Jum‟at , PNS mengenakan pakaian Samin, yang pola dan modelnya masih didiskusikan. Prinsip ajaran Samin memang masih berlaku atau masih diaplikasikan oleh masyarakat Samin sampai pada saat ini menjadi sebuah
dasar
masyarakat
Samin
dalam
melakukan
hubungan
bermasyarakat. Seperti dalam ungkapannya Rosyid (2008:170) bahwa Samin sebagai pegangan dan keyakinan hidup memiliki prinsip dasar ajaran (perintah) dan prinsip dasar pantangan (laraangan). Masyarakat Samin mempunyai beberapa prinsip dasar ajaran di antaranya seperti yang telah dikemukakan oleh Rosyid (2008:180) bahwa ajaran Samin mempunyai enam prinsip dasar dalam beretiika berupa pantangan untuk tidak: dengki, srei, panasten, dawen, kemeren, lan nyiyo marang sepodo, bejok reyot iku dulure, waton meningso tur gelem di ndaku sedulur. Dalam sistem perkawinan di masa lalu calon mempelai pria harus menginap terlebih dahulu di calon wanita, atau lebih sering dikenal dengan istilah nyuwita sampai beberapa bulan bahkan tahunan, namun sekarang sudah tidak dijalankan lagi karena dianggap bertentangan dengan ajaran agama Islam. Mengingat sekarang ini sebagian masyarakat Samin memeluk agama Islam. Sehingga untuk mengikuti prosedur
formal dalam perkawinan, maka sekarang ini perkawinan harus disahkan melalui KUA (Kantor Urusan Agama), kalau di masa lalu hanya dengan persetujuan dari orang tua saja sudah dirasa cukup. Awalnya masyarakat Samin sangat memegang teguh ajaran agama Adam. Bahkan sampai sekarang pun masih menunjukkan hal yang sama. Hanya saja ketika peneliti menanyakan kepada Kepala Desa mengenai agama yang tertulis di KTP masing-masing warga Samin, maka jawaban yang didapat bukannya Agama Adam yang termuat di KTP. Namun di KTP jelas tertera agama Islam lah yang dianut. 5. Pendidikan Suku Samin Pendidikan memang menjadi sebuah alat atau fasilitas utama untuk melakukan perubahan. Dalam dunia ini ada beberapa aspek kehidupan demikian juga dalam suatu masyarakat. Suku samin khususnya di Karangpace memandang dunia pendidikan sebagai wahana untuk perubahan sosial. Karena mereka berpandangan bahwa tidak ada pendidikan yang sia-sia dan dapat dilakukan dimanpun dan kapan saja artinya bahwa orang yang berpendidikan akan berbeda dengan orang yang tidak terdidik maka kelak tidak akan menjadi manusia yang sia-sia yang artinya menjadi manusia yang bermanfaat. Dan pendidikan tidak hanya ada di bangku sekolahan artinya pendidikan dapat dilakukan dimana-mana tidak terikat oleh ruang dan waktu. Kemudian orang samin di Krangpace untuk memulai perubahan sosial, merka mengawali dari menyekolahkan anak-anaknya dengan
tujuan anak-anaknya dapat melakukan perubahan terhadap aspek-aspek kehidupan. Hal ini juga disampaikan oleh laksanto (2013:25) untuk bisa melakukan perubahan terhadap tatanan sosial diperlukan pendidikan. Ketika masih kecil dibekali dengan pendidikan kelak dewasa akan menjadi manusia yang bermanfaat terhadap diri, keluarga, masyarakat sekitar.
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Keadaan Geografis Blora MUSTIKA inilah semboyan dari kota Blora. Kata MUSTIKA memiliki arti, Maju, Unggul, Sehat, Tertib, Indah, Kontinyu, Aman. Semboyan ini sebagai kata-kata semangat masyarakat Blora untuk membangun daerah. Dusun Karangpace sebagai lokasi dalam penelitian adalah salah satu dusun dari Desa Klopoduwur Kecamata Banjarejo Kabupaten Blora yang luas wilayahnya 687,705 ha. Pandangan umum tentang Blora pada awalnya identik dengan masyarakat Samin. Bahkan ketika masuk Desa Klopoduwur, sebutan wong (orang) Samin masih melekat. Berdasarkan penuturan dari salah satu tokoh masyarakat, orang luar sering salah memandang Desa Klopoduwur yang dianggap sebagai Desa yang mengajarkan ajaran Samin. Kenyataannya hanya sedikit orang yang tahu tentang komunitas Samin (Wawancara dengan Kahari 23 September 2014). Kondisi semacam ini sebenarnya berbahaya bagi kelangsungan hidup komunitas Samin, maka lambat laun akan hilang kebudayaan dan peradaban Sami. a. Desa Klopoduwur terdiri dari enam padukuhan yaitu: 1) Dukuh Wotrangkul 2) Dukuh Bandung Kidul
3) Dukuh Bandong Geneng 4) Dukuh Sale 5) Dukuh Semengko 6) Dukuh Karangpace b. Dukuh Karangpace terdiri 60 KK. Desa Klopoduwur terdiri dari 6 RW dan 30 RT. c. Batas-Batas Desa Klopoduwur, sebagai berikut: 1) Sebelah utara berbatasan dengan Desa Gedongsari, Banjarejo, Blora. 2) Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sidomulyo, Jipang, Bolo, dan Hutan Jati Negara. 3) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sumber Agung, Banjarejo, Blora. 4) Sebelah timur berbatasan dengan Desa Jepangrejo, kecamatan Banjarejo, Blora. d. Batas-Batas Dukuh Karangpace yaitu: 1) Sebelah utara berbatasan dengan Desa Klopoduwur. 2) Sebelah selatan berbatasan dengan Jurang Jeru. 3) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Beringin. 4) Sebelah timur berbatasan dengan Dukuh Trangkul. e. Desa Klopoduwur memiliki ketinggian dari permukaan laut 75 m (Data dari arsip kantor Desa Klopoduwur, 23 September 2014 ): 1) Jalan : 2, 825 Km 2) Sawah dan ladang : 205, 487 Ha
3) Perkantoran : 3, 26 Ha 4) Tanah wakaf : 0, 425 Ha 5) Irigasi tadah hujan : 101, 073 Ha Jarak Desa Klopoduwur ke Kota Kabupaten 5 Km, sedangkan jarak ke Kecamatan Banjarejo 9 Km. Jalan desa yang beraspal, penerangan dari listrik (sejak tahun 1990-an) dan fasilitas telpon sudah di temukan di desa ini (Buku Administrasi Desa Klopoduwur). Desa Klopoduwur memiliki potensi alam khususnya hutan jati, dan khasanah budaya Samin yang sangat menarik. Selain alam dan budaya Samin, desa ini juga memiliki potensi untuk menuju desa pariwisata. 2. Keadaan Demografis Orang luar masih menganggap bahwa di desa ini masih banyak warga keturunan komunitas Samin. Orang luar juga menganggap bahwa desa ini tertinggal dibandingkan desa-desa lainya. Padahal kalau dilihat kenyataanya, desa ini sudah maju. Dibuktikan denagan jalan desa yang beraspal, penerangan listrik sejak tahun 1990-an. Anggapan bahwa Desa Klopoduwur masih terdapat banyak komunitas Samin tidak sepenuhnya benar. Masyarakat yang tahu ajaran Samin dan melaksanakannya sudah tidak banyak. Generasi sekarang banyak yang tidak tahuu persis ajaran Samin yang sesungguhnya. (Wawancara dengan Kahari 23 September 2014).
3. Keadaan Sosial Ekonomi Perekonomian di masyarakat Desa Klopoduwur ditopang oleh perkonomian yang berbasis pertanian, karena memang letak geografisnya mendukung untuk menggarap ladang. Kemampuan masyarakat yang tidak memadai mengharuskan untuk bertani. Hal lain yang mendukung masyarakat ini untuk bertani adalah Klopoduwur merupakan desa agraris, seperti halnya desa-desa di pulau Jawa pada umumnya. Sebagian besar lahan yang ada merupakan lahan pertanian yang sekaligus juga merupakan pekerjaan dan mata pencaharian penduduk secara turun-temurun. Masyarakat Samin memiliki kaidah dasar berupa pedoman hidup yang berbunyi: Sami-sami artinya, sebagai sesama manusia harus bersikap dan bertindak „sama-sama‟, maksudnya; adalah sama-sama jujurnya, sama-sama adilnya, sama-sama saling menjaga, sama-sama saling menolong. Hal ini juga diungkapkan oleh Mbah Lasio nepake awake dewe nang awake liyan yang berarti bahwa sebagai manusia itu harus bisa saling merasakan yang dirasakan orang lain, Mbah Lasio mencontohkan nak ngakon wong liyo kuwi kudu nggunake perasaane dewe. Maksudnya, ketika kita meminta atau menyuruh orang lain juga harus merasakan perasaan orang yang kita suruh atau minta, hasil (Wawancara dengan Mbah Lasio 23, september 2014). Oleh karena itu, mereka menggunakan istilah sedulur (saudara) untuk membahasakan diri sendiri kepada orang lain. Jadi siapa pun dan dalam kondisi apa pun, ketika sudah masuk dalam
komunitas dan bersedia mengamalkan ajaran Samin, maka mereka menjadi saudara. Salah satu motto hidup orang Samin adalah dhuwekmu yo dhuwekku, dhuwekku yo dhuwekmu, yen dibutuhke sedulur yo diiklasake (milikmu juga milikku, milikku juga milik kamu, apabila diperlukan oleh saudaranya, maka akan diikhlaskan). Berasal dari motto hidup yang demikian, maka model kehidupan bermasyarakat komunitas Samin adalah perilaku saling tolong-menolong, gotong royong. Hal ini sangat cocok dengan kehidupan para petani. 4. Keadaan Sosial Budaya Secara sejarah, Desa Klopoduwur mempunyai potensi sosial budaya yang sangat besar, yakni potensi tentang budaya dan adat Samin. Budaya dan adat Samin ini bahkan dikenal secara nasional dan internasional, banyak lembaga-lembaga asing yang pernah datang dan melakukan penelitian tentang budaya dan adat-istiadat Samin. (Wawancara dengan widodo 23 september 2014). Melihat budaya yang sudah ada sebenarnya pemerintah Desa Klopoduwur dapat mengembangkan masyarakat desa termasuk sistem pemerintahan desa yang bercirikan khas "budaya adat Samin". Artinya bahwa dalam era otonomi daerah yang mana pemerintah desa memiliki kewenangan otonomi desa, maka Desa Klopoduwur dapat dikembangkan menjadi suatu desa yang bercirikan budaya dan adat Samin, seperti halnya desa-desa di pulau Bali dan daerah-daerah pariwisata lainya.
Saat ini ajaran Samin masih diikuti oleh beberapa penduduk asli Klopoduwur dan khususnya di Dukuh Karangpace terutama bagi orang dianggap tua di Dusun ini. Adapun ajaran Samin diantaranya adalah: tentang ajaran perilaku, seperti angger-angger pratikel (hukum tingkah laku) yang mempunyai ugkapan Aja drengki, tukar padu, mbadhok colong (jangan dengki dan iri, bertengkar, makan yang bukan hak, dan mencuri). Angger-angger Pangucap (hukum bicara). Memiliki patokan: pangucap saka limo, bundhelane ana pitu, Lan pangucap saka sango, bundhelane ana pitu (ucapan yang berasal dari pancaindera, pengendaliannya ada tujuh. Ucapan yang bersumber dari sembilan lubang (babahan hawa sanga) dan pengendaliannya juga ada tujuh). Terakhir anggr-angger lakonono (hukum yang harus dijalankan), berbunyi sabar trokol, sabar dieleng-eleng, trokole dilakoni (kerjakan sikap sabar dan giat, agar selalu ingat tentang kesabaran dan selalu giat dalam kehidupan). Karena pada budaya adat Samin merupakan salah satu peninggalan sejarah yang layak dilestarikan dan diketahui masyarakat khususnya di pulau Jawa maka dari itu hal ini menjadi daya tarik di bidang pariwisata budaya Samin dan mempunyai nilai jual yang sangat baik. 5. Keadaan Sosial Keagaman Peran agama sangat besar bagi kehidupan bermasyarakat seperti halnya
untuk
pedoman
dan
pegangan
hidup.
Masyarakat
Desa
Klopoduwur (Suku Samin) mayoritas memeluk Islam. Meskipun sebagian mereka belum menjalankan syari'at Islam, tetapi mereka sangat
menghargai muslim yang taat dan selalu membantu dan menyukseskan program yang berkaitan dengan aktivitas dakwah Islam, seperti membangun masjid, musollah, madrasah, pengajian (Wawancara derngan Widodo, 23 September 2014). Tingkat keagamaan masyarakat di Desa Klopoduwur sangat maju. Hal ini dapat dilihat dari sarana-prasarana keagamaan dan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan. Jumlah tempat ibadah ada 4 masjid (Wawancara dengan bpk Tarhib, 22 September 2014). Demikian pula dengan Jumlah sarana-prasarana pendidikan agama Islam di masyarakat ini tentunya menggunakan strategi dakwah Islam, salah satunya dengan membangun sarana pendidikan Islam, baik itu formal maupun non formal. Adapun sarana pendidikan yang sudah ada di antaranya, ada Sekolah Dasar Negeri SDN 1 Klopoduwur (formal) dan mengaji di musholahmusholah dan serambi masjid (nonformal). Hal yang dibuktikan juga dengan aktivitas keagamaan, masyarakat melakuakan aktivitas keagamaan hampir sama yang dilakukan desa-desa tetangga di antaranya majelis ta'lim, yang meliputi kelompok pengajian Bapak-Bapak, kelompok pengajian ibu-ibu. Majelis ini terbagi kedalam masing-masing dukuh dan kegiatanya arisan, tahlil, dan mujahadah mingguan, dan untuk bulanan mujahadah bersama dengan menghadirkan ustazd- kyai untuk mengisi.
B. Pendidikan di Desa Klopoduwur 1. Taman Pendidikan Al-Qur‟an TPQ “Al-Kautsar” Klopoduwur Pendidikan merupakan upaya sistematis pembinaan Siswa / Santri dengan menyiapkan forum yang kondusif. Dibuktikan dengan Taman Pendidikan Al-Qur‟an TPQ “Al-Kautsar”. Pendidikan nonformal anak-anak muslim di tingkat TPQ diharapkan dapat meningkatkan wawasan keislaman dan kemampuan membaca Al-Qur‟an para peserta didik. Melalui pendidikan ini insya Allah, akan dihasilkan anak-anak muslim yang mau dan mampu berinteraksi dengan Al-Quran. Walaupun hanya dengan modal keikhlasa dan semangat siar Islam dari para pendidik kemudian Taman Pendidikan AlQur‟an TPQ “Al-Kautsar” mengalami perkembangan yang pesat. Dengan adanya TPQ Al-Kautsar sangat membantu dalam hal perkembangan Islam, akan tetapi masih terkendala untuk masalah pendanaan. Keberadaan dan sumber dana TPQ Al-Kautsar, dengan penjelasan sebagai berikut a. Keberadaan TPQ “Al-Kautsar” Keberadaan Taman Pendidikan Al-Qur‟an TPQ “Al-Kautsar” terletak di pinggir jalan, 4 guru, 60 santri, berdekatan dengan Mushola Klopoduwur, di tengah-tengah desa klopoduwur. Satu lokasi dengan yayasan Tunas Rimba Perhutani, karena dulunya memang bukan untuk kegiatan TPQ tapi sekarang ini digunakan untuk tempat pembelajaran TPQ, hal ini belum berlangsung lama, baru berjalan selama 2 tahun. Hal ini disebabkan pemanfaatan gedung yang ada untuk bidang pendidikan
nonformal. Di tempat yang strategis, mudah dijangkau oleh penduduk sekitar walaupun dengan jalan kaki. b. Sumber Dana Pendanaan yang bersumber dari beberapa sumber seperti halnya: dari iuran santri bulanan, danatur muhsinin, lemabaga yang menaungi (pengurus masjid dan mushola) dan dari usaha yang halal tidak mengikat. Melihat dari segi dana konsep awal yang dibangun oleh para guru adalah keikhlasan. Dana yang digunakan untuk biaya operasional guru memang dialokasikan, akan tetapi tidak besar dan bila dihitung tidak seimbang dengan pengorbanannya, (wawancara dengan Umi Kulsum 22 September 2014). Oleh karena itu guru TPQ “Al-Kautsar” masih mau bertahan disebabkan beberapa hal, diantaranya: rasa peduli terhadap pendidikan, si‟ar Islam, panggilan masyarakat, (wawancara dengan Karjan 22 September 2014). 2. Sekolah Dasar Negeri SDN 1 Klopoduwur Visi dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 01 Klopoduwur adalah terwujudnya anak didik yang berakhlak mulia, cerdas, kreatif mandiri, sehat jasmani dan rokhani yang beralandaskan iptek serta imtaq kepada Tuhan YME. Adapun Misi dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 01 Klopoduwur yaitu sebagai berikut: a. Melaksanakan pembelajaran bimbingan yang efektif baik pengetahuan maupun keagamaan.
b. Mengembang tingkatkan potensi, disiplin dan motivasi siswa untuk berprestasi. c. Menumbuhkembangkan semangat kesetiakawanan rasa kebudayaan, rasa kebangsaan, dan 5 K baik siswa maupun guru. d. Mengoptimalkan potensi guru dalam KBM serta kerjasama antar sekolah dan masyarakat terutama bagi orang tuasiswa/komite sekolah. e. Meningkatkan lingkungan yang bersih, nyaman, sejuk dan menjalin rasa kekeluargaan antar warga. SD N 1 Klopoduwur memang berdiri disiapkan untuk pendidikan generasi muda yang berilmu dan mempunyai pengetahuan kemudian bertaqwa. 3. Peran orang tua terhadap pendidikan anak di keluarga Seorang ibu merupakan anggota keluarga yang mula-mula paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, namun pada akhirnya seluruh anggota keluarga itu ikut berinteraksi dengan anak. Menurut Ahid (2010:4) bahwa anak pertama sekali berkenalan dengan ibu dan ayah serta saudarasaudaranya. Kemudian dari sinilah anak akan beriteraksi dengan lingkungan keluarga, peran keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak. Dalam hal ini Ahid (2010:145) menegaskan lagi bahwa oang tua sebagai rrujukan, menempati posisi rujukan moral dan informasi. Menurut Ahid (2010:3) bahwa lahirnya keluarga sebagai lembaga pendidik semenjak manusia itu ada, dan tugas keluarga adalah meletakan dasar-dasar bagi perkembangan anak, agar anak dapat berkembang secara
baik. Pada hakikatnya manusia lahir akan mengalami proses pendidikan, pendidikan ini dimulai di lingkungan keluarga. Ini menjadi penting ketika keluarga mendidik dengan baik dan benar maka anak akan tumbuh menjadi manusia yang sesuai dengan harapan Islam, beraklak terpuji. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Djamarah (2004:20) orang tua memiliki peranan yang strategis dalam mentradisikan ritual keagamaan sehingga nilai-nilai agama dapat ditanamkan ke dalam jiwa anak. Kebiasaan orang tua dalam melaksanakan ibadah menjadi suri teladan bagi anak untuk mengikutinya. 4. Pendidikan dalam Keluarga a. Dasar pembinaan keluarga Kesejahteraan lahir dan batin yang dimiliki oleh keluarga atau sebaliknya, adalah cerminan dari sebuah keluarga-keluarga yang hidup dalam masyarakat tertentu. Inilah sebabnya setiap dari keluarga dalam masyarakat menjadi sebuah ukuran untuk maju atau tidaknya suatu masyarakat tersebut. Apabila dalam suatu masyarakat, terdiri dari keluarga-keluarga yang memperhatikan masalah pendidikan, maka masyarakat tersebut akan lebih maju. Dibandingkan dengan masyarakat yang kurang perhatian dalam masalah pendidikan. b. Tujuan pembentukan keluarga untuk pendidikan Tujuan yang pertama orang menjalin ikatan pernikahan pada dasarnya itu adalah melestarikan generasi atau juga bisa disebut dengan
meperoleh keturunan, kemudian untuk dididik agar menjadi manusia yang bisa memanusiakan manusia dan mengerti hak-kewajibannya. c. Tanggung jawab keluarga dalam pendidikan Bisa diketahui secara umum bahawa manusia memang makluk sosial, karena ketika manusia lahir di dunia tanpa ada campur tangan orang lain kususnya orang tua, tidak akan dapat berbuat banyak. Maka dari itu pada dasarnya manusia itu membutuhkan orang lain. Apalagi dalam hal pendidikan, seseorang tidak akan mampu cerdas, beraklak terpuji dengan sendirinya tanpa ada campur tangan dari orang lain lebih-lebih campur tangan dari pihak keluarga. Pendidikan keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan mental seorang anak. Di samping tugas pendidikan keluarga juga merupakan tanggung jawab yang mendasar untuk diperhatikan secara sungguhsungguh.
Lingkunagn
keluarga
memberikan
pengetahuan
dan
keterampilan dasar, nilai-nilai moral, norma sosial dan pandangan hidup yang diperlukan peserta didik untuk dapat berperan dalam masyarakat. Hal ini sangat dipengaruhi oleh karakter seorang pemimpin keluarga yaitu ayah. Seorang ayah dan ibu merupakan penentu dari karakter, moral, keprcayaan, paradigmanya anak. Ayah menjadi contoh pertama yang bisa secara langsung untuk ditiru oleh seorang anak, hal in akan memberikan pendidikan terhadap anak dan berpengaruh pada perkembangan selanjutnya.
C. Temuan Penelitian 1. Model dalam pendidikan Islam Formal pada suku Samin di Klopoduwur Minat masyarakat suku Samin di dusun Karangpace desa Klopoduwur pada pendidikan formal menurut Mbah Lasio adalah: “Seko wong tuane wes ngakon nang bocah-bocah perlune ben podo sekolah, tapi seng paling penting kuwi berguna kanggo wong liyo, nak wes pinter ben ora minteri wong liyo”. Artinya : dari orang tua telah menyuruh anak-anak agar dapat bisa sekolah, tetapi yang paling penting adalah berguna untuk orang lain, kalau sudah pintar tidak untuk membohongi orang lain (wawancara dengan Mbah Lasio). Setiap pendidikan memang harus berorientasi pada asas kemanfaatan sesama manusia dan kesejahteraan umat. Seperti halnya individu yang menempuh pendidikan tinggi ini idealnya mampu memberi perubahan dalam masyarakat tentunya perubahan yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Hasil wawancara dengan ibu Lasmi adalah sebagai berikut: “Sekolah anak-anak wes podo lulus seko SD kabeh, namung wongwong tuane daerah kene rata-rata gak podo lulus SD malahan ono seng gak sekolah blas”. Artinya : anak-anak sudah lulus dari SD semuanya, tetapi orang tuanya rata-rata belum atau tidak lulus bahkan ada yang tidak sekolah sama sekali (wawancara dengan ibu Lasmi). Generasi Samin sudah membuka diri dengan adanya minat terhadap pendidikan pada anak-anak mereka. Bapak Tarhib menyatakan bahwa: “Minat dari anak-anak Samin yang sekolah di SD Negeri 1 Klopoduwur terhadap pendidikan Islam sangat baik”, dia juga menambahkan bahwa: “Hal itu dibuktikan dengan beberapa pemuka agama Islam lulusan dari Sekolah Dasar Negeri 1 Klopoduwur yang sekarang menjadi pengurus Masjid”. (wawancara dengan Bapak Tarhib).
Anak-anak dari dusun karangpace bersekolah di dusun Sale. Minat anak dengan orang tua harus ada keselarasan, seorang anak yang berminat besar untuk mengetahui ajaran Islam tanpa didukung oleh orang tua maka hasilnya tidak akan maksimal. Minat orang tua masyarakat samin sangat besar untuk menyekolahkan anak-anaknya dengan tujuan dapat bermanfaat terhadap sesama. Konsep pendidikan Islam dalam pendidikan di SD Negeri 1 Klopoduwur dijelaskan oleh Bapak Tarhib selaku pengampu materi Pendidikan Agama Islam, dia menjelaskan lewat wawancara yang dilakukan peneliti, bahwa: “Konsep pendidikan Islam di sekolah sini itu tidak jauh berbeda dengan konsep pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah lainnya yaitu mengacu pada kurikulum yang sudah ada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)”, akan tetapi Bapak Tarhib menambahkan: “dengan beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh siswa seperti: menjalankan sholat Jum‟at, menjalankan sholat tarawih pada bulan Puasa, mengikuti kegiatan TPQ karena memang dia adalah termasuk salah satu pelopor berdirinya TPQ yang ada di masyarakat, mengikuti pengajian Al-Qur‟an setiap ba‟da sholat magrib”. Dengan mengikuti kegiatan tambahan tersebut siswa akan mendapatkan nilai tambahan. (wawancara dengan Bapak Tarhib) Konsep tidak akan lepas dari kurikulum, karena kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Dengan kata lain kurikulum merupakan acuan untuk menjalankan komponen-komponen pembelajaran.
Cara lain yang digunakan oleh Bapak Tarhib adalah metode demonstrasi. Metode ini dipandang perlu dan tepat ketika digunakan pada hari Qurban, Bapak Tarhib menuturkan: “Guru-guru diminta iuran untuk membeli kambing kemudian dijadikan Qurban dan disembelih oleh Bapak Tarhib sendiri hal ini disaksikan seluruh siswa, guru-guru dan karyawan sekolah”. (wawancara dengan Bapak Tarhib). Metode
seperti
ini
diharapkan
memberikan
pelajaran
cara
menyembelih Qurban yang benar terhadap siswa. Perilaku yang sudah terbentuk melalui Sekolah Dasar Negeri 1 Klopoduwur sudah baik tetapi perlu ditingkatkan lagi, berdasarkan wawancara dengan Bapak Tarhib: “Dibuktikan dengan beberapa pemuka agama Islam lulusan dari Sekolah Dasar Negeri 1 Klopoduwur yang sekarang menjadi pengurus Masjid”. (wawancara dengan Bapak Tarhib). Mbah Lasio menyatakan bahwa: “Anakku ono seng kerjo nang Jakarta”. Artinya : anak saya ada yang berkerja di Jakarta (wawancara dengan Mbah Lasio). Hal yang lain diungkapkan oleh ibu Lasmi: “Tonggo ku ono seng sekolah nang SMP”. Ketika peneliti tanya “SMP mana”? Dia menjawab: “gak mudeng”. Artinya : tetangga saya ada yang sekolah di SMP, gak tau (wawancara dengan ibu Lasmi). 2. Model dalam pendidikan Islam Nonformal pada suku Samin di Klopoduwur Kegiatan keagamaan penting untuk melihat berapa besar tingkat pemahaman masyarakat terhadap Islam dapat dilihat dari kegiatan yang
sudah berjalan di masyarakat. Kegiatan keagamaan yang sudah berjalan di masyarakat, Bapak Nyari, ibu Umi Lasmi) menyampaikan lewat hasil wawancara: Ada beberapa kegiatan keagamaan yang sudah berjalan di Dusun Karangpace, Desa Klopoduwur sebagai berikut: a. Yasinan. b. Tahlilan. c. Muslimatan. d. Arisan diikuti dengan ceramah keagamaan. e. Pengajian lapanan. f. TPQ (Taman Pendidilan Al-Qur‟an). Bapak Nyari menyampaikan bahwasanya: “Kumpulan seng wes ono nang masyarakat yoiku: tahlilan, yasinan, arisan, pengajian pendak lapan sepisan terus ono maneh TPA”. Artinya : perkumpulan yang ada di masyarakat yaitu tahlilan, yasinan, arisan, pengajian lapanan dan TPQ (wawancara dengan Bapak Nyari). Ibu Lasmi memberi tambahan penjelasan bahwa: “Arisan iki kuwi yoiku namung kegiatan seng dienggo sarono kumpulan wargo,seng tujuan sebenere iku nggo ngaji rutinan, amargo nak wes rampungan arisan diisi ceramah-ceramah pengajian seko kiyai”. Artinya: arisan ini adalah sebagai kegiatan yang dibuat hanya untuk sarana tempat berkumpul warga, yang tujuan sebenarnya untuk mengajin rutinan, karena setiap selesai arisan ini diberikan ceramahceramah pengajian oleh pemuka agama yang dianggap mampu”. (wawancara dengan ibu Lasmi). Pendidikan nonformal di masyarakat sudah berjalan, dengan adanya TPQ Al-Kautsar. Dalam pendidikan nonformal para ustad menjelaskan
kepada peneliti bahawa pendidikan nonformal ini baru berjalan selama 2 tahun, namun berkembang sangat pesat. Bidikan dari pendidikan non formal ini memang untuk mengajari anak-anak tentang bagaimana cara sholat yang benar, baca tulis Al-Qur‟an, do‟a sehari-hari, selain itu juga ada kegiatan ekstrakurikuler. Ibu Umi Kulsum memaparkan tentang konsep pendidikan agama Islam nonformal yang berada di suku Samin dengan menyatakan bahwa:
“TPQ Al-Kautsar mengajarkan pelajaran Islam pada umumnya yang diajarkan di TPQ lainnya, dengan menambahkan kegiatan ekstrakurikuler”. (Wawancara dengan Ibu Umi Kulsum) Hal ini juga dibuktikan dengan penjelasan dari Bapak Karjan sebagai berikut: “Konsep pendidikan sebagai berikut Terdiri dari pendidikan utama, pendidikan pendukung”. (Wawancara dengan Karjan). a. Pendidikan Utama Pendidikan utama berisi materi-materi yang berperan membentuk generasi muslim yang mengenal baca tulis Al-Quran dan taat beribadah, berdo‟a dan menegakkan shalat. Berisi materi: pendidikan Al-Qur‟an dan pendidikan ibadah. Pendidikan AlQur‟an merupakan pendidikan dasar yang membekali Santri dalam membaca dan menulis Al-Qur‟an, sedangkan pendidikan ibadah merupakan pendidikan untuk membentuk pribadi muslim yang taat beribadah. b. Pendidikan Pendukung
Pendidikan
ini
dimaksudkan
untuk
mengembangkan
potensi diri dan kemampuan beraktivitas sosial. Santri dibina untuk mampu mengekspresikan bakat dan minatnya dalam aktivitas ekstra kurikuler. Kegiatan pendidikan pendukung yaitu ekstra kurikuler, Peringatan Hari Besar Islam dan mengadakan perlombaan. Ekstra kurikuler diharapkan mampu membina santri untuk
berkemampuan
seni
Islami,
seperti
menggambar,
mewarnai, kaligrafi dan membaca puisi. Peringatan Hari Besar Islam untuk membina peserta didik agar berpartisipasi dalam berbagai kegiatan seremoni dalam rangka perayaan / peringatan hari-hari besar umat Islam. Seperti kegiatan perayaan tahun baru hijriyyah, peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, kegiatan bulan Ramadhan dan lain-lain. Event atau lomba-lomba untuk membina santri untuk berprestasi dalam berbagai kegiatan lomba tingkat TPQ, baik yang diselenggarakan internal maupun eksternal. Adapun event perlombaan tersebut antara lain:lomba qiro‟ah, lomba mewarnai dan lomba kaligrafi. Ibu umi kulsum menyatakan bahwa: “Siswa berdatangan kerumah para guru ketika TPQ diliburkan”. (wawancara dengan ibu Umi Kulsum). Pernyataan yang lain diungkapkan oleh Bapak Karjan, dia menyatakan bahwa:
“Orang tua merelakan waktu untuk mengantarkan bahkan menunggui di TPQ sampai proses pembelajaran selesai”. (wawancara dengan Bapak Karjan). Menurut pengamatan peneliti: “Minat masyarakat pada pendidikan sudah baik, hal ini berdasarkan hasil pengamatan peneliti masyarakat berdatangan untuk mengikuti atau hanya sekedar melihat perlombaan yang diselenggarakan oleh pihak TPQ”. (pengamatan peneliti). Perilaku yang didapat santri diantaranya dituturkan oleh ibu Ana bahwa: “Bocah-bocah wes iso moco lan nulis arab ora ketang sitik, kadang-kadang malahan sholat barang”. Artinya : anak-anak sudah bisa membaca dan menulis arab walaupun sedikit sekali-kali sholat juga (wawancara dengan ibu Ana). Ibu Umi Kulsum menyampaikan bahwa: “Guru mung isone ngandani, ngarahke trus seng liyane iku ono tanggungane wong tuwo lorone lan pituduhae Allah SWT”. Artinya : guru hanya bisa menasehati, mengarahkan yang lainnya adalah tanggungannya kedua orang tua dan petunjuk dari Allah SWT (wawancara dengan ibu Umi Kulsum). Arahan, ajakan dan pendampingan sudah dilakukan oleh guru kemudian selehbihnya dari itu memang diserahkan kepada orang tua dan semata-mata petunjuk itu hanya akan datang dari Allah SWT. Para guru selalu berharap kepada santrinya agar mereka menjadi manusia yang benar-benar bermanfaat untuk sesama. 3. Model dalam pendidikan Islam Informal pada suku Samin di Karangpace Konsep pendidikan Informal yang digunakan adalah dengan cara mengajak. Bapak Nyari dan ibu Lasmi menyampaikan bahwa:
”Bocah-bocah pendak ono kumpulan lapanan mesti melu soale kumpulane kanggo wong umum, cilik-gedhe, enom-tuwo, lanangwadon”. Artinya : anak-anak ketika ada perkumpulan lapanan pasti ikut karena kumpulan itu untuk umum , anak kecil maupun dewasa, pria maupun wanita (wawancara dengan Bapak Nyari dan ibu Lasmi). Ibu Lasmi menyampaikan bahwa: ”Wong tuwo wes kasep bodo gak mudeng agama gak opo-opo, seng penting bocah-bocah pinter gak nggo minteri wong liyo”. Artinya : orang tua sudah terlanjur bodoh tidak mengetahui agama tidak apa-apa, yang penting anak-anak menjadi pintar tetapi tidak digunakan untuk membohongi orang lain (wawancara dengan Ibu Lasmi). Hal yang senada juga disampaikan oleh Mbah Lasio bahwa: “Wong tuwo koyo aku iki ora tau melebu sekolahan, melebu sekolahan namung kaping pindo yoiku sepisan daftarke anak kaping pindone jipok rapot”. Artinya : orang tua seperti saya ini tidak pernah masuk sekolah, masuk sekolah hanya dua kali yaitu sekali mendaftarkan anak saya yang kedu mengambil rapot (wawancara dengan Mbah Lasio). Karena orang tua kurang pemahaman tentang agama Islam. Jadi orang tua membimbing, mendorong kepada anak-anak mereka untuk mengaji di madrasah dan di tempat-tempat pengajian umum lainnya (pengamatan peneliti). Hal ini juga dibuktikan hasil wawancara dengan ibu Runi, menyatakan bahwa: “Bocah-bocah pendak jam setengah telu wes tak kon siap-siap, lak mangkat nang pengajian sore”. Artinya : anak-anak ketika sudah jam setengah 3 sudah saya suruh siap-siap, untuk segera berangkat ke madrasah (wawancara dengan ibu Runi). Hal ini juga dibuktikan hasil wawancara dengan bapak Nyari, bahwa:
“Pendak ono kumpulan rt, wong tuane tak ilengke kon ngandani anak-anake supoyo podo diawasi nak wayah ngaji, kon ngoprakngoprak”. Artinya : ketika ada perkumpulan rt, orang tua selalu dihimbau untuk mengingatkan kepada anak-anaknya, untuk menyuruh anaknya supaya berangkat ke tempat pengajian (wawancara dengan bapak Nyari). Seperti halnya, ibu Ana menuturkan bahwa: “Anak ku seng iseh cilik-cilik, tak kon marahi sinau mbak yu ne, masalahe aku wes gak mudeng pelajarane cah sekolah saiki”. Artinya : anak saya yang masih kecil, saya suruh untuk belajar dengan kakaknya, karena saya sudah tidak paham dengan pelajaran anak sekolah zaman sekarang (wawancara dengan ibu Ana).
Mbah lasio menyampaikan bahwa: “Sinau iku ora mung tutur, namung sinau ono seng aran tulodho, lan wong tuwo kudu iso nyontoni seng apik ora gur marahi”. Artinya : belajar itu tidak hanya secara lisan, tetapi belajar juga ada yang melalui contoh langsung, dan orang tua harus bisa mencotohi yang baik tidak hanya mengajar saja (wawancara dengan Mbah Lasio). Orang tua sadar betul, bahwa pengetahuan tentang agama Islam masih kurang begitu paham, oleh karena itu orang tua mengambil peran dalam hal pendidikan ini dinyatakan oleh ibu Rasmi, bahwa: “Aku pernah ngakon anakku sholat jama‟ah nang masjid pas sholat Magrib”. Artinya : saya pernah menyuruh anak saya untuk menjalankan sholat berjama‟ah di masjid ketika sholat magrib (wawancara dengan ibu Rasmi). Hal lain disampaikan oleh ibu Nyari, dia menyampaikan bahwa: “Aku pernah kerungu anakku ngaji nang umah pas bar sholat subuh, terus tak parani lan tak kandani sesuk nak ngaji maneh sangune sekolah tak tambahi”. Artinya : saya pernah mendengar anak saya mengaji di rumah ketika ba‟da sholat subuh, lalu saya hampiri dan saya menasehati besok
kalau kamu ngaji lagi akan saya beri tambahan uang (wawancara dengan ibu Nyari). Walaupun orang tua kurang dalam pengetahuan agama, tetapi orang tua tidak melepaskan anak-anak begitu saja dalam hal pendidikan. Orang tua masih berperan dalam memperhatikan pendidikan dalam keluarga
BAB IV PEMBAHASAN Model pendidikan Islam terdiri dari pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Untuk lebih jelasnya mengenai pendidikan formal, nonformal, dan informal pada masyarakat suku Samin yang terletak di Dusun Karangpace, Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora dengan penjelasan sebagai berikut:
A.
Model dalam Pendidikan Islam Formal Pada Suku Samin di Klopoduwur Pendidikan Islam formal merupakan pendidikan Islam yang berjenjang, teratur, tertib, terikat dan bersifat formal. Biasanya pendidikan ini terdapat di SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Dalam masyarakat suku Samin yang terlatak di Dusun Karangpace, Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora
terdapat pendidikan formal yaitu SD N 1 Klopoduwur.
Dengan penjelasan lebih rinci sebagai berikut: 1. Pendidikan Islam di SD N 1 Klopoduwur Generasi ke generasi memang berbeda, hal ini tidak bisa dipungkiri lagi, seperti halnya yang terjadi pada masyarakat Samin di Dukuh Karangpace, Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora. Anak-anak masyarakat Samin sudah berbeda dengan orang tuanya seperti perbedaan dalam hal pendidikan formal. Orang tuanya tidak ada yang sampai lulus SD dan ada juga yang tidak mengenyam pendidikan sama
sekali, hal ini sangat berbeda dengan anak-anaknya. Anak-anak sudah bersekolah formal semuanya tanpa terkecuali. Ini menjadi bukti bahwa masyarakat Samin di Dukuh Karangpace, Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora tidak menutup dari perubahan yang ada, namun masyarakat Samin masih mempunyai prinsip bahwa bersekolah formal boleh asalkan mampu memberikan manfaat terhadap orang lain. Pendidikan formal memang menjadi pilihan yang favorit untuk mencari ilmu, apalagi ketika berhubungan dengan jenjang pendidikan dan dunia pekerjaan. Seakan-akan pendidikan formal menjadi sebuah hal yang pertama untuk dipertimbangkan dalam menerima seorang calon pekerja. Begitu juga yang dialami oleh masyarakat Samin pada saat ini. 2. Konsep pendidikan Agama Islam di SD N 1 Klopoduwur Pendidikan di SD N 1 Klopoduwur mengacu pada kurikulum yang sudah ada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan ditambah dengan beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh siswa seperti: menjalankan sholat Jum‟at, menjalankan sholat tarawih pada bulan Puasa, mengikuti kegiatan TPQ, mengikuti pengajian Al-Qur‟an setiap ba‟da sholat magrib. Dengan mengikuti kegiatan tambahan tersebut siswa akan mendapatkan nilai tambahan. Di samping itu guru menerapkan metode demontrasi dan eksperimen secara langsung dalam pengamalan ajaran Islam. Metode ini dipandang perlu dan tepat ketika digunakan pada hari Qurban, dengan konsep sebagai berikut: Guru-guru diminta iuran untuk membeli kambing kemudian
dijadikan Qurban dan disembelih oleh Bapak Tarhib sendiri hal ini disaksikan seluruh siswa, guru-guru dan karyawan sekolah. Yang pada dasarnya ini memberikan pembelajaran secara langsung terhadap siswa dalam penyembelihan korban yang tepat dan benar. Ini juga memberikan kesan bahwa seorang guru memang harus mampu memberikan contoh yang baik, tepat dan benar, tidak hanya dalam hal menyembelih korban tapi mampu menjadi figur tauladan dalam segala hal, memang harapan guru yang ideal adalah menjadi contoh bagi siswa tidak hanya menyampaikan pelajaran saja. Selain itu konsep pendidikan Islam dalam pendidikan formal yang terdapat di SD N 1 Klopoduwur ada perbebedaan dengan sekolah-sekolah lainnya. Perbedaannya terletak pada metode guru Pendidikan Agama Islam. Guru Pendidikan Agama Islamnya memanfaatkan kearifan lokal yang sudah ada di suku Samin. Karena kearifan lokal yang ada di suku Samin tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagai contoh guru menyampaikan ajaran Samin berupa narimo ing pandum (menerima bagian apa adanya) hal ini sesuai dengan materi agama Islam qona’ah (menerima bagian dengan ikhlas). Dan guru Pendidikan Agama Islam berusaha menggali lebih dalam kearifan lokal yang terdapat di suku Samin yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam untuk bisa disesuaikan dengan materi Islam Ini menjadi metode tersendiri untuk mengajarkan agama Islam pada SD N 1 Klopoduwur yang tidak dimiliki oleh SD-SD lainnya. 3. Manfaat dan fungsi pendidikan formal pada masyarakat Samin
Mengenyam pendidikan pada institusi pendidikan formal yang diakuioleh lembaga pendidikan Negara adalah sesuatu yang wajib dilakukan di Indonesia. Termasuk juga yang dirasakan oleh masyarakat Samin di daerah Karangpace, Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora harus bersekolah, minimal 9 tahun lamanya hingga lulus SMP. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif dan efisien dari pemerintah untuk masyarakat merupakan perangkat yang berkewajiban untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam menjadi warga Negara. Beberapa manfaat pendidikan formal pada masyarakat Samin di daerah Karangpace, Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora yaitu khususnya terhadap anak-anak mereka sebagai berikut: a) Memperkenalkan Tanggung Jawab Tanggung jawab seorang anak adalah belajar di mana orangtua atau wali yang memberi nafkah. Seorang anak yang menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik dengan bersekolah yang rajin akan membuat bangga orang tua, guru, saudara, famili, dan lain-lain.
b) Melatih Kemampuan Anak Dengan
melatih
serta
mengasah
kemampuan
menghafal,
menganalisa, memecahkan masalah, logika, dan lain sebagainya maka
diharapkan seseorang akan memiliki kemampuan yang baik. Orang yang tidak sekolah biasanya kurang memiliki kemampuan yang baik sehingga dapat dibedakan dengan orang yang bersekolah. Kehidupan yang akan dialami pada zaman serba modern apalagi dengan kedatangan pasar bebas tidaklah semudah dan seindah saat ini karena itu dibutuhkan perjuangan dan kerja keras serta banyak ilmu pengetahuan salah satunya cara dengan bersekolah formal. c) Menggembleng dan Memperkuat Mental, Fisik dan Disiplin Dengan mengharuskan seorang siswa datang dan pulang sesuai dengan aturan yang berlaku maka secara tidak langsung dapat meningkatkan kedisiplinan seseorang. Dengan begitu padatnya jadwal sekolah yang memaksa seorang siswa untuk belajar secara terus-menerus akan menguatkan mental dan fisik seseorang menjadi lebih baik. d) Sebagai Identitas Diri Lulus dari sebuah institusi pendidikan biasanya akan menerima suatu ijazah khusus yang mengakui bahwa kita adalah orang yang terpelajar, memiliki kualitas yang baik dan dapat diandalkan. Jika disandingkan dengan orang yang tidak berpendidikan dalam suatu lowongan pekerjaan kantor, maka rata-rata yang terpelajarlah yang akam mendapatkan pekerjaan tersebut. e) Kegiatan keagaamaan di sekolah Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah (sekolah), keluarga dan masyarakat. Ini mengisyaratkan bahwa orang tua
murid dan masyarakat mempumyai tanggung jawab untuk berpartisipasi, turut memikirkan dan memberikan bantuan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Partisipasi yang tinggi dari orang tua murid dalam pendidikan di sekolah merupakan salah satu ciri dari pengelolaan sekolah yang baik, artinya sejauh mana masyarakat dapat diberdayakan dalam proses pendidikan di sekolah adalah indikator terhadap manajemen sekolah yang bersangkutan. Mengingat hal di atas kegiatan keagamaannya memang sudah dikemas menyatu dengan masyarakat di SD Negeri 1 Klopoduwur yaitu pengajian setiap satu tahun sekali. Konsep kegiatannya adalah: di setiap akhir tahun pelajaran diadakan pengajian dengan mendatangkan mubalig untuk mengisi. Di samping melibatkan wali murid, pengajian ini juga untuk masyarakat umum. Hal ini bertujuan untuk: menyatukan masyarakat dengan sekolah, upaya untuk mengembangkan ajaran Islam, kontribusi sekolah terhadap masyarakat. 4. Pengelolaan Kelas di SD Negeri 1 Klopoduwur Suatu pembelajaran akan mudah diterima siswa jika siswa merasa nyaman. Dan di sinilah diperlukankreatifitas guru untuk mengelolanya agar tercipta suasana yang nyaman dan kondusif untuk siswa belajar. Di SD Negeri 1 Klopoduwur keadaan ruangan kelas ditata dengan rapi. Meja dan kursi disusun dalam bentuk berkelompok, berjajar atau berbaris sesuai dengan kebutuhan pada saat pembelajaran. Pajangan hasil
karya siswa yang ditata dengan rapi dan sangat menarik, membuat suasana kelas menjadi lebih hidup dan dapat menjadikan guru lebih mudah untuk menerangkan pelajaran.
B.
Model dalam Pendidikan Islam nonformal pada suku Samin di Klopoduwur Pendidikan berbasis masyarakat merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan paradigma pendidikan berbasis masyarakat dipicu oleh perkembangan zaman yang sudah serba modern dalam segala dimensi kehidupan manusia. Mau tak mau pendidikan harus dikelola secara sungguh-sungguh dengan memberikan tempat seluasluasnya bagi partisipasi masyarakat. Pembangunan atau pengembangan masyarakat, khususnya masyarakat desa merupakan dorongan yang sangat kuat untuk meningkatkan pembangunan bangsa, oleh karena itu pelibatan masyarakat dalam mengembangkan pendidikan nonformal dapat menjadi suatu yang memberi makna besar bagi kelancaran pembangunan. Tingkat pemahaman masyarakat terhadap agama dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan berorientasi pada agama yang telah berjalan di suatu masyarakat. Ada beberapa kegiatan keagaman yang sudah berjalan di masyarakat Samin di antaranya adalah: yasinan, tahlilan, muslimatan, arisan diikuti dengan ceramah keagamaan, pengajian lapanan dan TPQ (Taman Pendidilan Al-
Qur‟an). Kegiatan-kegiatan yang sudah berjalan di atas menunjukan bahwa tingkat keagaman pada masyarakat Samin masih dapat dibilang tradisional, karena keberagamanya masih berjalan dengan menjalankan rutinitas saja. Pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang bersifat teratur tetapi tidak terikat, seperti Taman Pendidikan Al-Qur‟an (TPQ). Dalam masyarakat suku Samin yang terlatak di Dusun Karangpace, Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora terdapat TPQ yang bernama TPQ Al-Kautsar, dengan penjelasan lebih rinci sebagai berikut: 1. Konsep pendidikan TPQ Al-Kautsar TPQ Al-Kautsar berorientasi untuk mengajari anak-anak tentang bagaimana cara sholat yang benar, baca tulis Al-Qur‟an, do‟a sehari-hari, selain itu juga ada kegiatan ekstrakurikuler. Di samping itu juga menerapkan konsep pendidikan utama dan pendidikan pendukung. Untuk lebih jelasnya dapat ditelaah sebagai berikut: c. Pendidikan Utama Pendidikan utama berisi materi-materi yang berperan membentuk generasi muslim yang mengenal baca tulis Al-Quran dan taat beribadah, berdo‟a dan menegakkan shalat. Berisi materi: pendidikan Al-Qur‟an dan pendidikan ibadah.
d. Pendidikan Pendukung Pendidikan ini dimaksudkan untuk mengembangkan potensi diri dan kemampuan beraktivitas sosial. Santri dibina untuk mampu
mengekspresikan bakat dan minatnya dalam aktivitas ekstra kurikuler. Kegiatan pendidikan pendukung berisi: ekstra kurikuler, even atau lomba-lomba. Adapun model pendidikan yang diterapkan adalah model hafalan. Santri mempunyai kewajiban untuk menghafalkan bacaan sholat dengan benar, do‟a sehari-hari dan bacaan surat pendek ini sebagai materi utama yang menjadi fokus pendidikan TPQ Al-Kausar. 2. Peran pendidikan TPQ Al-Kautsar terhadap masyarakat Samin Kehadiran
Taman
Pendidikan
Al-Qur‟an
TPQ
Al-Kautsar
menunjukkan betapa pedulinya masyarakat terhadap perkembangan Islam. Ini akan sangat membantu para orang tua yang menginginkan nilai lebih yang dihasilkan anak-anak mereka sebagai bentuk pendukung pendidikan formal yang anak terima di sekolah, khususnya lagi terhadap pemahaman tentang Islam. Masyarakat patut bersyukur dengan keberadaan Taman Pendidikan Al-Qur‟an TPQ Al-Kautsar maka kebutuhan anak-anak tentang ajaran Islam mereka bisa terpenuhi. Kemunculan Taman Pendidikan AlQur‟an TPQ Al-Kautsar sangat membantu dalam hal pengajaran ajaran Islam. C.
Model dalam Pendidikan Islam Innformal pada suku Samin di karangpace Kondisi masyarakat suku Samin desa klopoduwur sebagian dari mereka pemikirannya sudah menerima Islam akan tetapi untuk sebagiannya lagi belum bisa menerima Islam.
1. Konsep pendidikan informal pada masyarakat suku Samin Konsep pendidikan Informal yang digunakan adalah model pendidikan teladan. Hal ini dilakukan oleh orang tua terhadap anakanaknya ketika ada pengajian umum, orang tua selalu berusaha untuk ikut pengajian dan sekaligus mengajak anak-anaknya untuk mengikuti pengajian tersebut. Karena memang pengajian itu diselenggarakan untuk umum. Dan mendorong kepada anak-anaknya untuk mengaji di madrasah sore (TPQ). Di samping itu juga orang tua menerapkan pendidikan dengan cara pengarahan terhadap anak. Hal ini dilakukan karena orang tua merasa kurang mampu dalam pemahaman terhadap ajaran agama Islam, orang tua mengarahkan terhadap anak-anaknya untuk minta bimbingan kepada tokoh agama setempat yang dianggap mampu dalam hal agama. Kemudian ketika ada PR dari sekolahan orang tua selalu mendorong anak-anaknya untuk dikerjakan bersama kakaknya karena orang tua merasa sudah tidak mampu lagi untuk membantu anaknya mengerjakan PR, di dalam pelajaran agama maupun pelajaran yang lainnya. Selain itu orang tua juga menerapkan model pendidikan eksperimen. Orang tua menganggap bahwa dengan memberikan teladan untuk berangkat mengaji di tempat pengjian umum dengan harapan anak-anak dapat mengikuti orang tuanya kemudian memperoleh pelajaran yang bermanfaat dari pengajian yang disampaikan. Karena orang tua kurang dalam pemahaman tentang ajaran agama Islam jadi orang tua lebih
memilih metode contoh dengan perilaku baik dan perkataan yang sesuai dengan kaidah-kaidah Islam. 2. Peran orang tua terhadap anak-anak Di dalam lingkungan informal, seseorang secara sadar atau tidak, disengaja atau tidak, direncanakan atau tidak, memperoleh sejumlah pengalaman yang berharga, sejak lahir hingga akhir hayatnya. Lembaga keluarga merupakan lembaga terkecil yang pertama kali dialami oleh seorang individu, yang dapat mengajarkan berbagai peran dan nilai-nilai sosial. Dalam hal pendidikan, khususnya pengetahuan agama Islam dari orang tua sangat minim sekali, maka dari itu orang tua dalam pendidikan informal menganmbil peran di anataranya adalah: a) Memberikan dorongan kepada anak untuk selalu mengikuti pengajianpengajian yang diselenggarakan secara umum. b) Memberikan dorongan kepada anak untuk selalu mengikuti kegiatan pengajian sore (TPQ). c) Mengawasi dalam tingkah laku anak supaya sesuai dengan ketentuanketentuan yang berlaku secara umum. d) Mengingatkan ketika waktu sholat untuk menjalankan ibadah sholat. 3. Faktor penghambat dan pendukung pendidikan informal Segala sesuatu pasti ada faktor penghambat dan ada pula faktor yang mendukung.
Faktor-faktor
pengahambat
pendidikan
Islam
informal
pada
masyarakat Samin adalah: a) Kurangnya orang tua mengenai pengetahuan tentang ajaran agama Islam. b) Minimnya kegiatan keagamaan yang sifatnya mendidik orang tua. c) Kurangnya contoh dari orang tua. Adapun faktor pendukung pendidikan Islam informal di masyarakat Samin adalah: a) Ajaran Samin banyak yang sesuai dengan ajaran Islam. b) Kesadaran orang tua mulai terbuka mengenai pendidikan agama Islam. c) Proses pendidikan tidak terikat oleh waktu dan tempat.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Dusun Karangpace Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora dapat dipaparkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pendidikan Islam formal pada suku Samin di Karangpace sama dengan pendidikan formal pada umumnya yaitu menggunakan kurikulum dari pemerintah. Hanya saja dalam praktik pengajarannya dihubungkan dengan prinsip Samin yang sesui ajaran Islam. 2. Pendidikan Islam nonformal pada suku Samin di Karangpace fokus pada hafalan bacaan sholat, do‟a sehari-hari, bacaan surat pendek dan ekstra kurikuler yang bertujuan untuk mengembangkan potensi minat bakat anak. TPQ Al-Kausar adalah sebuah lembaga pendidikan Islam nonformal yang ada di desa Klopoduwur. 3. Pendidikan Islam informal pada suku Samin di Karangpace menggunakan prinsip teladan. Orang tua menganggap bahwa dengan memberikan teladan untuk berangkat mengaji di tempat pengjian umum, dengan harapan anakanak dapat mengikuti orang tuanya, kemudian memperoleh pelajaran yang bermanfaat dari pengajian yang diikutinya.
B. Saran 1. Kepada lembaga Sekolah Dasar Negeri 1 (SD N 1) Klopoduwur a) Agar lebih meningkatkan dalam memberikan perhatian dan motivasi keagamaan pada siswa. Meskipun sudah baik, tidak ada salahnya untuk meningkatkan atau mempertahankan agar tidak menurun. b) Menambahkan guru Agama Islam honorer, karena guru agamanya baru ada satu untuk dipersiapkan sebagai pengganti ketika sudah pensiun. c) Penyampaian materi dan metode yang digunakan sudah baik tetapi akan lebih baik lagi, lebih tepat serta menarik jika menggunakan alat peraga serta menggunakan metode dan media yang inovatif. 2. Kepada lembaga TPQ Al-Kausar a) Penyampaian materi dan metode yang digunakan sudah baik tetapi akan lebih baik lagi, lebih tepat serta menarik jika menggunakan alat peraga serta menggunakan metode dan media yang inovatif. b) Agar lebih meningkatkan dalam memberikan perhatian dan motivasi keagamaan pada siswa. Meskipun sudah baik, tidak ada salahnya untuk meningkatkan atau mempertahankan agar tidak menurun. 3. Kepada pendidikan informal di masyarakat Samin a) Menambah kegiatan yang mengacu pada pembinaan agama Islam. b) Orang tua harus mampu memadukan ajaran Samin dengan ajaran Islam yang menjadi rahmat untuk semesta alam.
DAFTAR PUSTAKA
Ahid, Nur. 2010. Pendidikan Keluarga Dalam Prespektif Islam. Yogyakarta: Pelajar.
Pustaka
Arifin.2011. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktik Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Ba’asyin, Anis Sholeh. 2002. Samin Mistisisme Petani di tengah pergolakan. Semarang: Gigih Pustaka Mandiri. Darajat, Zakiah. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua & Anak Dalam Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta. Ernawati. 2014. Samin Dalam Selembar Pakaian. Semarang: Suara Merdeka.
Hadi, Sutrisno. 1994. Metodologi Research. Jakarta: Andi Ofset.
Huda, Miftahul. 2014. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kastolani. 2014. Model Pembelajaran Inovatif teori dan aplikasi. Salatiga: STAIN Salatiga Press. Koentjaraningrat. 1986. Metode-Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia.
Laksanto, Stefanus. 2013. Budaya Hukum: Masyarakat Samin. Bandung: P.T. Mudzakir, Jusuf 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media.
Mujib, Abdul. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Alumni.
Mulyasa. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Pohan. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Roqib, Muh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam: Pengembang Intergratif di Sekolah, Keluarga, Masyarakat. Jogjakarta: LKIS. Rosyid, Moh. 2008. Samin Kudus: Bersahaja di Tengah Asketisme Lokal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rufaidah. 2002. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suharto, Toto. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzzmedia.
Time Pengembang MKDK. 1990. Dasar-Dasar Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang. Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 Tentang Guru dan
Dosen.
Usman. 2005. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Penton. 2014. Pendidikan. http://pendidikanformal,informaldannonformal.htm. 13:00 Oktober 2014.
Lampiran 3 HASIL WAWANCARA
Nama
:
Bapak Tarhib
Usia
:
43 Tahun
Pekerjaan
:
Guru Agama Islam SDN 1 Klopoduwur
Agama
:
Islam
Transkip Wawancara Pertanyaan : Bagaimana konsep dalam pendidik Islam suku Samin di Klopoduwur? Jawaban : “Konsep pendidikan Islam di sekolah sini itu tidak jauh berbeda dengan konsep pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah lainnya yaitu mengacu pada kurikulum yang sudah ada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)”, akan tetapi Bapak Tarhib menambahkan: “dengan beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh siswa seperti: menjalankan sholat Jum‟at, menjalankan sholat tarawih pada bulan Puasa, mengikuti kegiatan TPQ karena memang dia adalah termasuk salah satu pelopor berdirinya TPQ yang ada di masyarakat, mengikuti pengajian Al-Qur‟an setiap ba‟da sholat magrib”. Dengan mengikuti kegiatan tambahan tersebut siswa akan mendapatkan nilai tambahan.
HASIL WAWANCARA
Nama
:
Mbah Lasio
Usia
:
45 Tahun
Pekerjaan
:
Petani
Agama
:
Islam
Transkip Wawancara Pertanyaan : Bagaimana minat anak terhadap pendidikan formal? Jawaban : “Seko wong tuane wes ngakon nang bocah-bocah perlune ben podo sekolah, tapi seng paling penting kuwi berguna kanggo wong liyo, nak wes pinter ben ora minteri wong liyo”. Artinya : dari orang tua telah menyuruh anak-anak agar dapat bisa sekolah, tetapi yang paling penting adalah berguna untuk orang lain, kalau sudah pintar tidak untuk membohongi orang lain.
HASIL WAWANCARA
Nama
:
Ibu Ana
Usia
:
41 Tahun
Pekerjaan
:
Kepala Desa Klopoduwur
Agama
:
Islam
Transkip Wawancara Pertanyaan : Bagaimana hasil dari pendidikan formal SDN 1 Klopoduwur? Jawaban : “Anak ku seng iseh cilik-cilik, tak kon marahi sinau mbak yu ne, masalahe aku wes gak mudeng pelajarane cah sekolah saiki”. Artinya : anak saya yang masih kecil, saya suruh untuk belajar dengan kakaknya, karena saya sudah tidak paham dengan pelajaran anak sekolah zaman sekarang.
HASIL WAWANCARA
Nama
:
Ibu Lasmi
Usia
:
42 Tahun
Pekerjaan
:
Petani
Agama
:
Islam
Transkip Wawancara Pertanyaan : Bagaimana tujuan dari pendidikan? Jawaban : ”Wong tuwo wes kasep bodo gak mudeng agama gak opo-opo, seng penting bocah-bocah pinter gak nggo minteri wong liyo”. Artinya : orang tua sudah terlanjur bodoh tidak mengetahui agama tidak apa-apa, yang penting anak-anak menjadi pintar tetapi tidak digunakan untuk membohongi orang lain.
HASIL WAWANCARA
Nama
:
Bapak Nyari
Usia
:
42 Tahun
Pekerjaan
:
Ketua RT 03
Agama
:
Islam
Transkip Wawancara Pertanyaan : Bagaimana konsep dalam pendidikan informal di karangpace? Jawaban : ”Bocah-bocah pendak ono kumpulan lapanan mesti melu soale kumpulane kanggo wong umum, cilik-gedhe, enom-tuwo, lanang-wadon”. Artinya : anak-anak ketika ada perkumpulan lapanan pasti ikut karena kumpulan itu untuk umum , anak kecil maupun dewasa, pria maupun wanita.
HASIL WAWANCARA
Nama
:
Bapak Karjan
Usia
:
40 Tahun
Pekerjaan
:
Ustadz TPQ Al Kautsar
Agama
:
Islam
Transkip Wawancara Pertanyaan : Bagaimana minat anak terhadap pendidikan nonformal di karangpace? Jawaban : “Orang tua merelakan waktu untuk mengantarkan bahkan menunggui di TPQ sampai proses pembelajaran selesai”.
HASIL WAWANCARA
Nama
:
Ibu Umi Kulsum
Usia
:
38 Tahun
Pekerjaan
:
Ustadzah TPQ Al Kautsar
Agama
:
Islam
Transkip Wawancara Pertanyaan : Bagaimana minat anak terhadap pendidikan nonformal di karangpace? Jawaban : “Siswa berdatangan kerumah para guru ketika TPQ diliburkan”.
HASIL WAWANCARA
Nama
:
Ibu Runi
Usia
:
46 Tahun
Pekerjaan
:
Petani
Agama
:
Islam
Transkip Wawancara Pertanyaan : Bagaimana peran orang tua terhadap pendidikan Islam anak? Jawaban : “Bocah-bocah pendak jam setengah telu wes tak kon siap-siap, lak mangkat nang pengajian sore”. Artinya : anak-anak ketika sudah jam setengah 3 sudah saya suruh siap-siap, untuk segera berangkat ke madrasah.
HASIL WAWANCARA
Nama
:
Ibu Rasmi
Usia
:
53 Tahun
Pekerjaan
:
Petani
Agama
:
Islam
Transkip Wawancara Pertanyaan : Bagaimana peran orang tua terhadap pendidikan Islam anak? Jawaban : “Aku pernah ngakon anakku sholat jama‟ah nang masjid pas sholat Magrib”. Artinya : saya pernah menyuruh anak saya untuk menjalankan sholat berjama‟ah di masjid ketika sholat magrib.