efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomiefektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi 26
Juni 2013
Vol. 4, No. 1, Juni 2013, 26 - 36
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN KEMISKINAN DI DUSUN KALINGIWO, GIRIMULYO, KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Tri Siwi Nugrahani Universitas PGRI Yogyakarta ABSTRACT This study aims to test the model of community empowerment in efforts to reduce poverty in the farmer groups in the hamlet Kalingiwo Ngudi Rukun. The study subjects were 23 members of farmer groups who actively follow the Ngudi Rukun activities. Methods of data analysis using descriptive - quantitative and qualitative. Based on the analysis of the data shows that most members of the group are poor, the most of the poor farm income of less than Rp 300.000, it means average their income below the local minimum wage (UMR) and the majority of members of farmer groups find it difficult to meet the basic needs of 52.2% and 65.2% feel less attention from the government. It needs to be appreciated is the 95% they do not blame themselves and their lives quite optimistic in that. 95% so that they have enough self-confidence to survive in Kalingiwo. Amounting to 52.52% of farmer groups receive direct cash assistance (BLT) and 65% of them feel that the BLT is quite useful. They still want to receive BLT again. But unfortunately the majority (87%) they do not accept the PNPM, and feel PNPM less useful because of them felt PNPM high interest rates. Based on the analysis of data on aid or employment programs that have been executed relating to the showing necessary empowerment of farmer groups Ngudi Rukun regeneration and revitalization of the program refers to the optimization of products tailored to the needs of the local community. Additionally empowerment model needs to be done with the assistance because it will result in optimum productivity thus increasing farmers’ income groups. Keyword: Community Empowerment, and Poverty Reduction PENDAHULUAN Kemiskinan selalu ada di setiap wilayah di Indonesia dan merupakan permasalahan yang membutuhkan perhatian serius baik di kota maupun di desa. Tingkat kemiskinan di desa lebih besar dibandingkan di kota, karena infrastruktur di desa kurang memadai dibandingkan di kota, seperti: tidak adanya transportasi umum menuju ke desa tersebut, lokasi desa yang sulit dijangkau
karena curam dan berbukit, rendahnya pendapatan penduduk karena hanya mengandalkan kepada sumber daya alam di sekitarnya sebagai sumber penghasilan keluarga (seperti penggali pasir, atau pembuat batu bata), selain itu juga karena pola hidup konsumtif yang mulai merambah penduduk desa (misalnya petani tergiur memiliki sepeda motor atau hand phone, mereka rela menjual tanah sawahnya demi mendapatkan barang
Juni 2013
Tri Siwi Nugrahani
tersebut, padahal sawah sebagai lahan produktif). Kurangnya kesadaran masyarakat desa dalam mengelola sumber daya alam secara baik menjadi kontributor utama pencipta kemiskinan. Kondisi tersebut terjadi pula di di desa Pendoworejo, kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya di dusun Kalingiwo yang merupakan penghasil padi, polowijo, dan holtikultura tanaman obat-obatan. Luas lahan pertanian di dusun Kalingiwo kurang lebih 52,25 ha. Sebagian besar mata pencaharian utama penduduk di dusun ini adalah sebagai petani. Pada tahun 20102011 hasil pertanian di dusun Kalingiwo mengalami penurunan cukup signifikan. Penyebabnya adalah: a) kemarau panjang, sehingga menyebabkan petani mengalami kesulitan dalam mengairi lahan persawahan, b) letusan gunung Merapi sehingga mematikan tanaman obat-obatan, c) banyaknya hama di area persawahan sehingga menyebabkan beberapa petani gagal panen, dan d) sulitnya petani mendapatkan pupuk karena adanya program pemerataan pupuk di berbagai wilayah. Penurunan hasil pertanian tersebut mengakibatkan masyarakat Kalingiwo menjadi tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga tergolong penduduk miskin. Mengurangi kemiskinan di Kalingiwo tidaklah mudah karena sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek, misalnya: sumber daya alam, sumber daya manusia, dan yang tidak kalah penting adalah kesadaran masyarakat setempat dalam mengolah hasil pertanian dengan memperhatikan kelestarian alam dan sumber daya manusia setempat, misalnya pengurangan pemakaian pupuk kimia, partisipasi masyarakat dalam keanggotaan usaha tani yang melibatkan
27
usia muda demi regenerasi dalam lahan pertanian. Di dusun Kalingiwo penduduk yang aktif dalam pengerjaan lahan pertanian rata-rata berusia diatas 40 tahun, sedangkan penduduk yang berusia produktif, dibawah 35 tahun lebih menyukai bekerja di pabrik atau di luar wilayah domestiknya sehingga tidak ada regenerasi petani pada anakanak petani untuk melanjutkan usaha pertanian. Hal tersebut menunjukkan kurangnya pemberdayaan masyarakat dalam pengaktifan generasi muda untuk mengelola pertanian. Berdasar pada catatan kegiatan usaha kelompok tani Ngudi Rukun di Kalingiwo periode Nopember 2012 menunjukkan adanya kesepakatan anggota untuk meningkatkan hasil pertanian dalam periode 5 tahun ke depan(2012-2017) pada bidang tanaman pangan. Akan tetapi, nampaknya terasa sulit terwujudkan karena mahalnya benih padi dan polowijo yang berkualitas dan sulitnya mendapatkan pupuk di pasaran. Hal tersebut berakibat pada kurangnya hasil panen sehingga berdampak pada menurunnya pendapatan petani di masyarakat Kalingiwo. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu pemberdayaan masyarakat di dusun Kalingiwo untuk mewujudkan agenda kegiatan usaha yang sudah disepakati. Permasalahan ekonomi masyarakat di dusun Kalingiwo menimbulkan minat peneliti untuk mengkaji lebih jauh tentang model pemberdayaan masyarakat dalam upayanya mengurangi kemiskinan. Dari latar belakang tersebut, dalam penelitian ini akan diuji: “Bagaimana model pemberdayaan masyarakat di Kalingiwo dalam upaya pengurangan kemiskinan?”. Dalam Studi ini akan dibahas mengenai: a) profil masyarakat Kalingiwo, khususnya kelompok tani Ngudi Rukun, b) bantuan apa saja yang telah diterima terkait dengan
28
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
kegiatan ekonomi masyarakat dan c) bagaimana persepsi masyarakat setempat terhadap kondisi kemiskinan. Studi ini juga akan memberikan saran mengenai model pemberdayaan masyarakat yang tepat sesuai dengan kondisi wilayah Kalingiwo. KAJIAN PUSTAKA DAN BATASAN OPERASIONAL 1. Kemiskinan Kemiskinan di Indonesia masih didominasi oleh masyarakat di pedesaan, di mana sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan di desa cenderung lebih tinggi dari pada di kota. Masyarakat miskin di pedesaan dihadapkan pada rendahnya kualitas sumberdaya manusia, terbatasnya pemilikan lahan yang ratarata kurang dari 0,5 ha, banyaknya rumah tangga yang tidak mempunyai aset, terbatasnya alternatif lapangan kerja, belum tercukupinya pelayanan publik, lemahnya kelembagaan organisasi masyarakat, dan ketidakberdayaan dalam menentukan produk yang dihasilkan. Berbagai persoalan agraria dan pertanian mempunyai implikasi luas terhadap kehidupan petani atau buruh tani. Macetnya agenda pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui program pengentasan kemiskinan membuat petani maupun buruh tani semakin tidak berdaya. Dampak dari kebijakan pemerintah yang tidak berorientasi kerakyatan dan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata menimbulkan berbagai dampak sosial yaitu tingginya tingkat kemiskinan (Maswita Djaya, 2006 :6). Kemiskinan dapat terjadi karena rendahnya produktivitas, misalnya karena kurangnya ketrampilan petani dalam memilih bibit dan pupuk, maka hasil dari pertanian jagung tidak terlalu
Juni 2013
tinggi. Belum lagi jikalau petani mengalami kesulitan dalam melakukan pemasarannya. Terdapat dua macam kemiskinan, yakni kemiskinan yang bersifat relatif dan kemiskinan yang bersifat absolut (relative and absolute poverty) (Whyte dalam Ahluwalia, 1976). Kemiskinan absolut adalah ukuran kemiskinan yang menggunakan indikator-indikator empiris seperti tingkat kelaparan, malnutrisi, buta huruf, perkampungan kumuh, buruknya tingkat kesehatan, dan lain-lain. Kemiskinan relatif adalah kemiskinan diukur relatif antar kelompok pendapatan, oleh karenanya selalu dinamis. Hakikat kemiskinan ini tidak dilihat dari indikatorindikator ekonomi, namun menyangkut aneka dimensi sosial. 2. Mekanisme Upaya Pengentasan Kemiskinan Di tengah kondisi kemiskinan yang semakin rumit ini, kebijakan pemerintah masih berkutat di sekitar pertanyaan siapa mengerjakan apa dan belum fokus pada memerangi kemiskinan (Heryawan dan Usman, 2007). Sampai sekarang, lembaga penanggulangan kemiskinan belum cukup berhasil melakukan koordinasi lintas sektoral dan belum mampu membangun sinergi antar pelaku pembangunan dalam mempercepat pengurangan kemiskinan. Tuntutan keterlibatan Pemerintah Daerah dalam penanggulangan kemiskinan semakin jelas dengan diluncurkannya Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) oleh Pemerintah Pusat pada tahun 2005 yang menyatakan perlunya kontribusi semua pemangku kepentingan, termasuk Pemerintah Daerah, dalam upaya bersama mengurangi kemiskinan. Pada kenyataannya masing-masing daerah mempunyai kapasitas kelembagaan yang berbeda dalam penanggulangan kemiskinan diakibatkan oleh: tingkat
Juni 2013
Tri Siwi Nugrahani
keterlibatan organisasi yang ada di daerah tersebut, kondisi kemiskinan, dan latar belakang geografis daerah. Mengukur kemiskinan tidak mudah, karena sangat tergantung pada interpretasi miskin. Misalnya secara psikologis, seseorang merasa miskin karena muncul suatu perasaan dari individuindividu anggota masyarakat yang selalu membandingkan dirinya dengan individu lain dalam suatu masyarakat (reference group), di mana ia menjadi bagian dari miskin. Kemiskinan terjadi di mana saja, termasuk di negara-negara maju yang secara absolut masyarakatnya telah jauh di atas garis kemiskinan. Jepang sebagai negara post-industry, rata-rata pendapatannya telah jauh melampaui garis kemiskinan absolut, tetapi masih banyak pula orang Jepang yang merasa dirinya miskin. Ini terjadi karena perasaan relatif (Winarni, 1994) Peranan Pemerintah Daerah dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan menjadi sangat penting, terutama dalam era otonomi daerah (Heryawan dan Usman, 2007) Secara umum, keberadaan Pemerintah Daerah adalah untuk melindungi dan mensejahterakan masyarakat, mendorong proses demokratisasi dan pendidikan politik tingkat lokal, menjamin efektivitas dan efisiensi pelayanan sipil dan pelayanan publik, menggugah dan meningkatkan partisipasi masyarakat, serta memberdayakan potensi dan keanekaragaman daerah. Secara praktis, hasil akhir fungsi-fungsi di atas pada dasarnya hanya dua, yaitu menyediakan jasa pelayanan umum seperti sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur, serta pengaturan-pengaturan melalui Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah atau lainnya.
29
3. Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu cara untuk mengoptimalkan peran masyarakat dalam meningkatkan penghasilan petani. Upaya untuk meningkatkan peranan masyarakat sangat berorientasi pada pembangunan ekonomi melalui keaktifan atau partisipasi masyarakat di setiap program kelompok tani. Selain itu konsep ini juga memfokuskan pokok permasalahan pada upaya memaksimalkan kontribusi masyarakat dalam pembanguan ekonomi nasional (Hasbi Berliani, 2007). Studi berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan oleh Fillali dan Usman (2007) yang mengevaluasi kegiatan pembangunan di Kabupaten Tapanuli. Berdasar evaluasi ditemukan perlunya suatu Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) yang bertugas membantu terlaksananya kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pada forum tersebut, masing-masing dinas membuat prioritas dari daftar usulan yang diajukan dengan mengacu pada rencana strategis. Pelibatan berbagai pihak dalam proses perencanaan dimaksudkan untuk menjaring aspirasi dan menciptakan rasa memiliki masyarakat luas atas kegiatan pembangunan yang berlangsung. 4. Rancangan Model Pemberdayaan masyarakat Pengembangan model pemberdayaan masyarakat juga dievaluasi oleh Mimin Karmini (1999) dalam pemecahan masalah penanggulangan bencana di Bandung. Model pemberdayaan masyarakat sangat perlu untuk dilakukan karena mampu melihat permasalahan yang terjadi di wilayah tertentu, dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam mengatasi permasalahan wilayah sekitar. Rancangan model pemberdayaan masyarakat dalam upaya pengentasan
30
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
kemiskinan disesuaikan dengan peta permasalahan yaitu: 1) potensi wilayah, 2) program atau bantuan dari pihak luar dalam memajukan ekonomi kerakyatan, 3) persepsi masyarakat tentang bantuan atau program yang sudah ada, dan 4) keberhasilan program atau bantuan dalam mengurangi kemiskinan. Salah satu model pemberdayaan masyarakat adalah dengan sistem pendam-pingan. Pendampingan berarti bantuan dari pihak luar, baik perorangan maupun kelompok untuk peningkatan kesadaran dalam pemenuhan kebutuhan dan pemecahan permasalahan kelompok. Pendampingan diupayakan untuk menumbuhkan keber-dayaan dan keswadayaan agar masyarakat yang didampingi dapat hidup secara mandiri (Djay, dalam BPKB Jatim 2011). Pendamping berperan sebatas memberi masukan kepada kelompok usaha rumah tangga dan petani dengan menjelaskan hubungan sebab akibat yang logis, artinya kelompok pendampingan disadarkan bahwa setiap alternatif yang diambil senantiasa ada konsekuensinya. Diharapkan konsekuensi tersebut bersifat positif terhadap kelompoknya. Dalam rangka pendampingan tersebut, hubungan yang dibangun oleh pendamping adalah hubungan konsultatif dan partisipatif. Pendampingan yang berarti layanan, meliputi: layanan informasi, konsultasi, pelatihan, layanan bimbingan strategi, layanan memperluas pasar, layanan dalam penguatan organisasi dan manajemen, pengembangan teknologi tepat guna berbasis potensi lokal dan layanan proposal pengembangan usaha untuk mendapatkan kesempatan dalam menambah modal dalam plafond yang lebih besar (sinergi dengan permodalan, misal: Bank, Koperasi, dll). Menurut BPKB Jatim (2011), jenis pendampingan bersifat perantara atau
Juni 2013
mediasi, pemecahan masalah, motivator, fasilitator, dan konsultan. Menurut Sasono (2010) pendekatan pendampingan dapat terbagi menjadi tiga yaitu: a. Pendampingan Model Partisipatory Rural Appraisal (PRA) Pendampingan ini dapat diartikan pendekatan lokal terpusat (kelompok sasaran). Tujuan pendekatan ini supaya proses akselerasi kemandirian sikap dan menumbuh kembangkan sifat entrepreneurship dari anggota sasaran. Setiap kelompok terdiri dari 5-10 unit usaha/perorangan. Kelompok sasaran ini yang sesungguhnya sebagai pelaku dalam mencapai target dan tujuan yang akan dicapai. Karena mereka yang akan merencanakan, mengorganisasikan, mengevaluasi, dan monitoring dengan didampingi oleh seorang pendamping lapangan yang bertugas mengarahkan, mendampingi, dan ikut dalam proses perencanaan, mengorganisasi, dan evaluasi. Salah satu tugas utama seorang pendamping lapangan yaitu membina moral kelompok sasaran, sehingga kelompok sasaran akan mendapat manfaat dunia dan akherat. Kemanfaatan dan kesejahteraan hidup ini tentu menjadi tujuan utama dari program pendampingan terhadap komunitas bisnis dalam masyarakat. b. Pendampingan Partisipatory Action Research (PAR) Pendampingan berarti melibatkan para pendidik (dosen) dan mahasiswa tingkat akhir dalam memberikan pendampingan dan monitoring bagi pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat komunitas dan kelompok usaha yang dikembangkan. Peran aktif dalam kegiatan penelitian sekaligus melakukan tindakan langsung (action) menjadi sangat efektif dan tepat sasaran, karena secara langsung terjun di komunitas masyarakat serta mengetahui
Juni 2013
31
Tri Siwi Nugrahani
kekuatan dan kelemahan komunitas masyarakat yang dihadapi.
membutuhkan dan saling menguatkan bagi keberlangsungan unit usaha.
Pendampingan dilakukan secara berkesinambungan dalam periode waktu tertentu mengikuti tahaptahap implementasi yang dilakukan secara monitoring program kerja yang telah direncanakan sebelumnya. Proses monitoring dan implementasi dilakukan sampai tahap kemandirian dan kemampuan melanjutkan usaha dengan jaringan sinergi yang kuat yang telah dibentuk selama masa pendampingan. Sehingga setiap tahap permasalahan yang muncul akan dapat diakomodir oleh kelompok dan diselesaikan melalui organisasi kelompok tersebut.
Berdasar pada beberapa pengertian operasional pemberdayaan masyarakat seperti tersebut di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis sebagai “Model Pemberdayaan Masyarakat Pendampingan Partisipasi di Kalingiwo Mampu Mengurangi Kemiskinan.”
c. Pendampingan Pembentukan Rantai Nilai Kluster (Value Chain Cluster) Pendampingan yang potensial bagi menjamin kelangsungan proses pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan bagi kaum dhuafa. Rantai nilai yang dikembangkan dan dibentuk akan memberikan kerjasama dan saling membutuhkan dalam suatu rangkaian yang telah dibentuk dan diharapkan dapat berjalan secara terus menerus dalam rangkaian bisnis, antar satu kelompok dengan kelompok lain saling
Tahap I
Identifikasi masalah kemiskinan dan masalah usaha tani Ngudi Rukun
METODE PENELITIAN 1. Desain dan Metode Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi tentang keberhasilan pemberdayaan masyarakat yang ada di dusun Kalingiwo guna mengurangi kemiskinan, maka peneliti menggunakan model pemberdayaan masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi dusun Kalingiwo dengan subyek penelitian adalah Kelompok Tani Ngudi Rukun. Model penelitian dilakukan melalui 3 tahap yang disesuaikan dengan model pemberdayaan masyarakat yang disusun oleh Sasongko (2010) dengan dimodifikasi oleh peneliti sebagai berikut:
Tahap II
Identifikasi Program atau bantuan atau pemberdayaan masyarakat yang sudah dilakukan
Gambar 1. Alur Penelitian
Tahap III
Membuat draft rancangan model pemberdayaan masyarakat dengan pendampingan
32
Juni 2013
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Gambar 1 menunjukkan tiga tahap penelitian. Tahap kesatu yaitu: mengidentifikasi masalah kemiskinan dan masalah Kelompok Usaha Tani Ngudi Rukun, tahap kedua yaitu mengidentifikasi program atau bantuan atau pemberdayaan masyarakat yang sudah dilakukan, dan ketiga yaitu membuat draft rancangan model pemberdayaan masyarakat berkaitan upaya mengurangi kemiskinan. Indikator tahap 1 dan 2 dengan mengukur data atau profil kemiskinan dan program pemberdayaan yang sudah dilakukan, sedangkan indikator tahap 3 diukur dengan menggunakan rancangan draf model pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan kondisi wilayah Kalingiwo, yakni model pendampingan. 2. Subyek Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah kelompok Tani Ngudi Rukun di dusun Kalingiwo, kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo. Subyek penelitian ditentukan berkaitan dengan kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh peneliti dan disusun berdasar keaktifan anggota Kelompok Tani yaitu sejumlah 23 orang. 3. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah: a) Pemberdayaan Masyarakat yaitu jenis bantuan dan program yang diterima oleh dusun Kalingiwo dan b) Kemiskinan yaitu persepsi kelompok Tani Ngudi Rukun terhadap makna miskin. 4. Teknik Analisis Data Penelitian ini dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis data dilakukan setelah terbentuknya profil ekonomi Kelompok Usaha Tani Ngudi Rukun dan model Pemberdayaan Masyarakat yang sesuai dengan dusun Kalingiwo dan Kelompok Tani Ngudi Rukun.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Profil Subyek Penelitian Kelompok Tani “Ngudi Rukun” merupakan Kelompok Tani yang ada di Dusun Kalingiwo yang dibentuk pada tanggal 11 Oktober 1999 dengan beranggotakan 27 orang, namun karena yang aktif adalah 23 orang sehingga yang dijadikan subyek penelitian adalah 23 orang. Sebelum Gunung Merapi meletus, kelompok tani “Ngudi Rukun” berhasil menyumbang pendapatan petani melalui tanaman empon-empon. Akan tetapi setelah Merapi meletus pada tahun 2010, benih dan tanaman empon-empon tersebut mati karena terkena abu Merapi. Dalam meningkatkan produk pertanian, Kelompok Tani “Ngudi Rukun” hanya menggunakan alat tradisional dan terbatas. Sumber Daya Manusia (petani) yang ada belum mampu mengolah potensi di wilayahnya secara optimal, karena terbatasnya pengetahuan serta kurangnya sarana dan prasarana yang ada dalam mengelola lahan pertanian. Kelompok tani “Ngudi Rukun” merupakan kelompok tani yang beranggotakan masyarakat Dusun Kalingiwo dan telah dilegalisasikan oleh Pemerintah dengan nomor registrasi 17/PR/IX/2003. Susunan pengurus Kelompok Tani “Ngudi Rukun”, yaitu: Pelindung Ketua I Ketua II Sekretaris I Sekretaris II Bendahara I Bendahara II
: : : : : : :
Bapak Basiran Bapak Sarno Bapak Kusen Bapak Suparjiyo Bapak Suyatno Bapak Ngatijo Bapak Bambal
(Sumber: Notulen Kelompok Tani “Ngudi Rukun”)
Anggota Kelompok Tani Ngudi Rukun berjumlah 27 orang, namun karena yang aktif dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh
Juni 2013
peneliti hanya 23 orang maka sebagai subyek penelitian ini 23 orang. Tabel 1. Profil Kelompok Tani Ngudi Rukun No 1.
Keterangan Jenis pekerjaan: a. Buruh tani
Frekwensi
%
9
39,13%
11 1 2
47,83% 4,35% 8,69%
3 1 6 10 3
13,04% 4,35% 26,09% 43,48% 13,04%
16 4
69,57% 17,39%
3
13,04%
2 8 9 4
8,70% 34,78% 39,13% 17,39%
.
2.
3.
4.
b. Petani c. Buruh bangunan d. Pelajar Umur a. Umur Kurang dari 25 tahun b. Umur antara 26 – 35 tahun c. Umur antara 36 – 45 tahun d. Umur antara 46 – 60 tahun e. Umur Lebih dari 60 tahun Jumlah pendapatan a. Kurang dari Rp. 300.000 b. Antara Rp.300.000 Rp.600.000 c. Diatas Rp.600.000 Tingkat pendidikan a. Tidak tamat SD b. Tamat SD c. Tamat SMP d. Tamat SMA
33
Tri Siwi Nugrahani
Tabel 1 menunjukkan profil Kelompok Tani Ngudi Rukun dimana hampir separuh anggota bekerja sebagai buruh tani yaitu 12 orang dan sebagai petani 11 orang. Sebagai petani berarti mereka mengerjakan lahan milik sendiri sedangkan sebagai buruh tani adalah jika mereka mengerjakan lahan milik orang lain. Lihat Tabel 1 Tabel 1 menunjukkan sebagian besar anggota Kelompok Tani Ngudi Rukun berusia 46-60 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa mayoritas anggota dalam usia yang tidak produktif karena sudah terlalu tua. Oleh karena itu perlu dilakukan revitalisasi kelompok tani sebagai penerus pengerjaan usaha petanian. Jumlah pendapatan sebagian besar Kelompok Tani Ngudi Rukun kurang dari Rp. 300.000 setiap bulan. Angka tersebut berarti pendapatan dibawah Upah Minimum Regional, sehingga termasuk
dalam kategori masyarakat miskin. Ditinjau dari pendidikan, sebagian besar Kelompok Tani berpendidikan rendah yaitu tamat SMP. Ditinjau berdasar profil ekonomi, bahwa sebagian besar anggota Kelompok Tani memiliki luas lantai rumah kurang dari 8 m2 atau 69,6% dan lantai rumah hampir 100% tanah. Jenis dinding rumah sebagian besar terbuat dari bambu yaitu 52,5%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2. Profil Ekonomi Kelompok Tani Ngudi Rukun No 1 2 3 4 5 6 7 8
Keterangan Luas lantai rumah < 8 m2 Lantai dari Tanah Jenis dinding dari bamboo WC dengan tetangga Semua menggunakan listrik Apabila sakit ke puskesmas Tidak memiliki tabungan > Rp. 500.000 Usaha tani/dagang/ternak dengan modal sendiri
Frek 16 22 12 3 23 19 12
% 69,6% 95,7% 52,2% 13% 100% 82,6% 52,2%
17
73,9%
Tabel 3 menunjukkan persepsi kemiskinan dari kelompok tani Ngudi Rukun, yang diperoleh dari hasil wawancara peneliti dengan para anggota Kelompok Tani. Wawancara meliputi persepsi tentang rasa miskin yang dialami oleh anggota, rasa sulit dalam memenuhi kebutuhan pokok, rasa sulit dalam menyekolahkan anak, merasa bahwa kehidupan sangat tidak adil, merasa gelisah dalam menjalani hidup, menyesali tinggal di lokasi setempat, merasa tidak mendapat perhatian Pemerintah, dan merasa selalu bersalah. Berikut ini data persepsi kemiskinan sebagai berikut:
34
Tabel 3. Data Persepsi Kemiskinan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Juni 2013
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Keterangan Merasa miskin Merasa sulit memenuhi kebutuhan pokok Merasa sulit menyekolahkan anak Merasa hidup ini tidak adil Sering merasa gelisah atau khawatir/cemas Menyesal tinggal di lokasi Kalingiwo Merasa tidak ada perhatian pemerintah Tidak menyalahkan diri sendiri Percaya dengan kemampuan diri sendiri
Frek 17 12
% 73,9% 52,2%
17
73,9%
13 18
56,52% 78,3%
5
21,7%
15
65,2%
22
95,7%
13
56,5%
Sebagian besar anggota kelompok tani merasa miskin yaitu 73,9%, mereka juga merasa sulit untuk memenuhi kebutuhan pokok. Mahalnya harga sembako, terlebih harga bahan bakar minyak (BBM) yang meningkat akan membuat mereka merasa lebih miskin. Hal ini juga ditunjukkan dengan perasaan mereka sulit menyekolahkan anak 73,9%, dan mereka merasa gelisah sebesar 78 %, dan 56,52 % mereka merasa hidup ini tidak adil. Kemungkinan perasaan ini terjadi karena mereka merasa sulitnya dalam memenuhi kebutuhan hidup, tetapi mereka masih percaya bahwa tempat mereka adalah cukup nyaman karena mereka tidak menyesal menempati kediaman di dusun Kalingiwo. Anggota kelompok tani sebagian merasa kurang perhatian dari pemerintah yaitu sebesar 65,2 %. Hal ini cenderung berkaitan dengan sarana dan prasarana yang ada dilkokasi Kalingiwo. Namun hal yang perlu diapresiasi adalah mereka tidak menyalahkan diri sendiri yang berarti mereka cukup optimis dalam menjalani kehidupannya yaitu. 95% sehingga mereka pun masih memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk bertahan hidup. Sesungguhnya upaya pemerintah dalam memberdayakan masyarakat
Kalingiwo juga sudah dilakukan. Namun hal tersebut terbatas pada pendanaan modal petani seperti pinjaman modal untuk petani dalam wujud Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat ataupun bimbingan dari Badan Pembinaan dan Penyuluhan Pertanian (BPP) dalam wujud penyuluhan pengelolaan hasil pertanian. Masyarakat dusun Kalingiwo kurang tertarik dengan program yang ditawarkan dari pemerintah, seperti enggan untuk meminjam modal dari PNPM, karena suku bunga PNPM tinggi. Selain itu bantuan dari BPP terbatas pada penyuluhan dan bersifat insidental kurang dilakukan pendampingan secara intensif sehingga pengurangan kemiskinan pada masyarakat Kalingiwo kurang berhasil. Berdasar hasil wawancara kepada anggota kelompok tani Ngudi Rukun tentang persepsi pemberdayaan masyarakat yang telah dijalani oleh mereka dapat ditunjukkan dalam tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4. Data Pemberdayaan Masyarakat No 1. 2. 3 4 5
Keterangan Menerima BLT (Bantuan Langsung Tunai) Merasa BLT cukup bermanfaat Masih berharap menerima BLT lagi Tidak menerima bantuan PNPM Merasa PNPM kurang bermanfaat
Frek
%
12
52,2%
15
65,2%
14
60,9%
21
91,35
20
87%
Berdasar tabel 4 menunjukkan bahwa 52,52% anggota kelompok tani menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan sebagian besar pula 65% mereka merasa bahwa BLT cukup bermanfaat. Mereka masih berharap bahwa ingin menerima BLT lagi 60%. Hal yang disayangkan adalah sebagian besar 87% mereka tidak menerima PNPM, dan merasa PNPM kurang bermanfaat karena suku bunga PNPM terlalu tinggi dan mereka kurang mampu membayar dana pinjaman PNPM.
Juni 2013
35
Tri Siwi Nugrahani
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh peneliti berkaitan dengan persepsi pemberdayaan masyarakat, dapat diartikan bahwa diperlukan regenerasi dari kelompok tani Ngudi Rukun. Berdasar analisis data sebagian besar anggota berusia diatas umur produktif, yang secara langsung hasil produksi dari pertanian juga kurang optimal. Perlu direkomendasikan dari draf model pemberdayaan sebagai berikut:
Anggota Kelompok Tani Ngudi Rukun
dalam menjalankan usaha pertanian. Apabila telah dilakukan revitalisasi rencana program dan regenerasi anggota yang diiapkan bagi para pemuda dusun Kalingiwo untuk membangun wilayah pertaniannya, maka kemungkinan kemiskinan di dusun Kalingiwo akan berhasil.
Pendampingan: a. Revitalisasi anggota b. Revitalisasi program c. Jaringan usaha/kerja sama
Kemiskinan berkurang
Optimal hasil
Gambar 2. Model Pemberdayaan Masyarakat
Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa anggota kelompok tani Ngudi Rukun dengan model pemberdayaan msasyarakat meliputi pendampingan diantaranya melakukan revitalisasi anggota, revitalisasi program atau rencana kerja dan membuka jaringan usaha dan kerjasama akan mampu meningkatkan penghasilan, sehingga kemiskinan berkurang karena mereka akan lebih produktif dan pendapatan masyarakat mereka mampu meningkat. Sistem pendampingan dilakukan dengan keaktifan partisipasi dari anggota kelompok tani dari berbagai kegiatan dan komitmen anggota kelonpok tani
KESIMPULAN Berdasar hasil analisis data kelompok tani Ngudi Rukun di Kalingiwo tentang pemberdayaan masyarakat menunjukkan program yang telah dilakukan seperti BLT dan PNPM serta program lain yang diterima dari pihak luar ternyata masih kurang mampu dalam mengurangi kemiskinan, karena program kurang ada monitoring danpendampingan tentang perkembangan hasil pertanian kelompok tani, sehingga pengurangan kemiskinan kurang berhasil. Oleh karena itu model pemberdayaan masyarakat yang direkomendasikan dalam meningurangi kemiskinan yaitu sistem pendampingan berdasar partisipatori sehingga mampu mengurangi kemiskinan.
36
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
DAFTAR PUSTAKA Ahluwalia,
Filalili
Maswita
Jaya, 2006, Perempuan Indonesia 2005, Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Jakarta.
Nasution
Pontas, 2009, ”Perspektif Kemiskinan, ”Harian Kompas, 22 Februari.
and Montek, S., 1976, Relative and Absolute Poverty., New York: Oxford University Press.
dan Usman, 2007, Proses Perencanaan Pembangunan di Daerah Jakarta: Lembaga Penenlitian SMERU.
Heryawan
dan Usman, 2007. Kapasitas Kelembagaan Penanggulangan Kemiskinan di Daerah Jakarta: Lembaga penelitian SMERU.
Lembaran
Negara, 2004, ”UndangUndang No.40, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)”
Mimin Karmini, 2005. Pemantapan Model Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penanggulangan Kebakaran dengan Sistem Balakar, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman, DPU
Juni 2013
Sasongko, 2010. “Optimalisasi Program Pemberdayaan Masyarakat Miskin pada Sektor Mikro Melalui Kerjasama Sinergis Antara Bank Syariah Dengan Lembaga Pemerintah dan Organisasi Sosial,” Jurnal Syirkah, Vol. 5, No 1, Juni Winarni.F.,
1994, Peran Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengentasan Kemiskinan, Cakrawala Pendidikan, No.2, Th XIII, Juni.