perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MODEL LAYANAN DALAM RANGKA PERLUASAN AKSES PENDIDIKAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI KECAMATAN SIDOHARJO KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2012
SKRIPSI Oleh : Nenden Paranita Dewi K5108006
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Mei 2012
commit i to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama
: Nenden Paranita Dewi
NIM
: K5108006
Jurusan/Program Studi
: IP/PLB
MODEL LAYANAN DALAM RANGKA
PERLUASAN
BERKEBUTUHAN
AKSES
KHUSUS
DI
KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2012
PENDIDIKAN KECAMATAN
BAGI
ANAK
SIDOHARJO
ini benar-benar merupakan hasil
karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Mei 2012
Yang membuat perrnyataan
Nenden Paranita Dewi
ii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MODEL LAYANAN DALAM RANGKA PERLUASAN AKSES PENDIDIKAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI KECAMATAN SIDOHARJO KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2012
Oleh : Nenden Paranita Dewi K5108006
SKRIPSI diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapat gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Luar Biasa, Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Mei 2012
iii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
iv
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
v
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Nenden Paranita Dewi. Model Layanan dalam Rangka Perluasan Akses Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen Tahun 2012. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei, 2012. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menjaring anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen yang belum mendapat layanan pendidikan, (2) mengetahui faktor penyebab anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen tidak mendapatkan layanan pendidikan, dan (3) menyediakan model layanan dalam rangka memperluas kesempatan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen. Penelitian ini menggunakan metode diskriptif kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah informan, tempat dan peristiwa serta dokumen. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Teknik sampling (cuplikan) yang digunakan adalah teknik snowball sampling. Validitas data yang digunakan adalah trianggulasi data dan trianggulasi sumber. Analisis data yang digunakan adalah analisa data yang bersifat kualitatif dengan model interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) masih terdapat sejumlah anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen yang belum mendapatkan layanan pendidikan, (2) faktor penyebab anak berkebutuhan khusus belum mendapat layanan pendidikan yaitu kondisi ekonomi orang tua yang rendah, letak SLB yang jauh dari tempat tinggal anak berkebutuhan khusus, kondisi sosial dan psikologis orang tua yang cenderung merasa malu dan bersikap overprotektif, rendahnya pengetahuan orang tua tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus, serta rendahnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan, dan (3) model layanan pendidikan yang paling memungkinkan untuk memperluas akses pendidikan anak berkebutuhan khusus yaitu model pendidikan inklusif.
vi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Nenden Paranita Dewi. Service Model in the Attempt of Expanding Access to Education for Disabled Children in Sidoharjo Subdistrict of Sragen Regency in 2012. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Surakarta Sebelas Maret University, May, 2012. This research aims (1) to screen the disabled children in Sidoharjo Subdistrict of Sragen Regency who have not obtained education service, (2) to find out the factors causing the disabled children in Sidoharjo Subdistrict of Sragen Regency do not obtain education service, and (3) to provide service model in the Attempt of expanding the access to education for the disabled children in Sidoharjo Subdistrict of Sragen Regency. This research employed a descriptive qualitative method. The data source used was informant, place and event, as well as document. Techniques of collecting data used were interview, observation, and document analysis. The sampling technique used was snowball sampling. The data validation used was data triangulation and source triangulation. The data analysis used was data analysis that was qualitative in nature with an interactive model. The result of research showed that: (1) there were a number of disabled children in Sidoharjo Subdistrict of Sragen Regency who had not obtained education service, (2) the factors causing the disabled children obtained
conditions who tended to be shy and overprotective, parents low knowledge about the disabled children education, as well as the parents lower awareness about importance of education, and (3) the education service model most enabling the ation was inclusive education model.
vii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Dari semua hal, pengetahuan adalah yang paling baik, karena tidak kena tanggung jawab maupun tidak dapat dicuri, karena tidak dapat dibeli, dan tidak dapat dihancurkan. (Hitopadesa). (http://hendragoh.wordpress.com/2008/04/05/kata-kata-bijak-dari-orang2ternama/)
viii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada : 1. Ayah dan Bundaku yang terkasih yang selalu mengiringi setiap langkahku dengan doa yang takkan pernah padam. 2. Kakak dan adikku yang telah menyayangi sepenuh hati. 3. Keluarga
besarku
yang
selalu
memberi
dorongan dan kasih sayang. 4. Teman-teman PLB 2008 yang mengiringi perjalananku menuntut ilmu. 5. Almamaterku Universitas Sebelas Maret
ix
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah serta nikmatnya yang tak terkira. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang menjadikan dunia kelam menjadi cerah penuh hidayah. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Model Layanan Dalam Rangka Perluasan Akses Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen Tahun 2012 sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan. Hambatan dan kesulitan dalam penyusunan skripsi ini pastilah ada dan dialami oleh penulis, akan tetapi kesulitan dan hambatan itu tidaklah berarti dikarenakan terdapat bantuan beberapa pihak. Kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian; 2. Prof. Dr.rer.nat. Sajidan, M.Psi, Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian; 3. Drs. Amir Fuady, M.Hum, Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian; 4. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd, Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan persetujuan skripsi; 5. Drs. Hermawan, M.Si, Ketua Program Studi Pedidikan Khusus Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin penulisan skripsi; 6. Priyono, S.Pd, M.Si, Sekretaris Program Studi Pendidian Khusus Jurusan Ilmu Pendidi kan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin penulisan skripsi.
x
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Drs. Gunarhadi, M.A, Ph. D selaku Pembimbing I yang telah berkenan memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 8. Drs. Sudakiem, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dengan profesional dan penuh kesabaran selama proses penyusunan skripsi; 9. Kepala Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian; 10. Kepala UPT Dinas P & K Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini; 11. Seluruh masyarakat Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen yang telah ramah dan ikut membantu peneliti selama pelaksanaan penelitian; 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Surakarta,
Mei 2012
Penulis
xi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................
ii
HALAMAN PENGAJUAN ..........................................................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
v
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................
vi
HALAMAN MOTTO ....................................................................................
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
ix
KATA PENGANTAR ....................................................................................
x
DAFTAR ISI ..................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR/ SKEMA .....................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .....................................................................
1
B. Rumusan Masalah...............................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................
4
D. Manfaat Penelitian ..............................................................................
4
BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................
6
A. Tinjauan Pustaka.................................................................................
6
1. Tinjauan Tentang Anak Berkebutuhan Khusus ............................
6
a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus .................................
6
b. Prevalensi Anak Berkebutuhan Khusus .................................
7
c. Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus .......................
8
d. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus .................................
10
xii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Tinjauan Tentang Pendidikan .....................................................
13
a. Pengertian Pendidikan ............................................................
13
b. Komponen Pendidikan ...........................................................
14
c. Jenis Pendidikan .....................................................................
18
d. Jalur Pendidikan ....................................................................
21
3. Tinjauan Tentang Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus .......
23
a. Pengertian Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus ..............
23
b. Model-Model Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus ....................................................................................
24
4. Tinjauan Tentang Perluasan Akses Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus ................................................................. a. Hakekat
Perluasan
Akses
Pendidikan
Bagi
30
Anak
Berkebutuhan Khusus .............................................................
30
b. Dasar Perluasan Akses Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus ....................................................................................
31
B. Kerangka Berfikir..............................................................................
33
BAB III METODE PENELITIAN..............................................................
35
A. Tempat dan Waktu Penelitian..........................................................
35
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ......................................................
36
C. Data dan Sumber Data .....................................................................
36
D. Teknik Sampling (Cuplikan) ...........................................................
37
E. Pengumpulan Data ...........................................................................
37
F. Uji Validitas Data ............................................................................
38
G. Analisis Data....................................................................................
39
H. Prosedur Penelitian ..........................................................................
40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................
41
A. Deskripsi Lokasi/ Objek Penelitian .................................................
41
B. Deskripsi Temuan Penelitian ...........................................................
42
C. Pembahasan .....................................................................................
51
xiii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN.....................................
60
A. Simpulan ..........................................................................................
60
B. Implikasi ..........................................................................................
60
C. Saran ................................................................................................
61
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
63
LAMPIRAN ..................................................................................................
67
xiv
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 3.1 Jadwal Penelitian..................................................................................... 35 4.1 Daftar
Anak Berkebutuhan Khusus di
Kecamatan Sidoharjo
Kabupaten Sragen yang Tidak Mendapatkan Layanan Pendidikan Tahun 2011 ............................................................................................. 4.2 Daftar
Anak Berkebutuhan Khusus di
44
Kecamatan Sidoharjo
Kabupaten Sragen yang Sudah Mendapatkan Layanan Pendidikan Tahun 2011 ............................................................................................ . 4.3 Daftar
Anak Berkebutuhan Khusus di
45
Kecamatan Sidoharjo
Kabupaten Sragen yang Tidak Mendapatkan Layanan Pendidikan Tahun 2012 ............................................................................................. 4.4 Daftar
Anak Berkebutuhan Khusus di
46
Kecamatan Sidoharjo
Kabupaten Sragen yang Sudah Mendapatkan Layanan Pendidikan Tahun 2012 ............................................................................................. 4.5 Faktor-Faktor
Penyebab
Anak
Berkebutuhan
Khusus
47
Tidak
Mendapatkan Layanan Pendidikan .........................................................
50
4.6 Pemilihan Model Layanan Pendidikan oleh Orang Tua Anak Berkebutuhan Khusus yang Belum Mendapat Layanan Pendidikan ......
xv
commit to user
51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR/SKEMA Gambar/Skema Halaman 2.1. Kerangka Berfikir...................................................................................... 34
xvi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Data Informan ............................................................................................ 67 2. Pedoman Wawancara kepada Orang Tua Anak Berkebutuhan Khusus ....
68
3. Pedoman Wawancara kepada Dinas Pendidikan .......................................
69
4. Pedoman Observasi Kondisi Anak Berkebutuhan Khusus ........................
70
5. Hasil Wawancara dengan Orang Tua Anak Berkebutuhan Khusus...........
71
6. Hasil Wawancara dengan Dinas Pendidikan..............................................
81
7. Hasil Observasi Kondisi Anak Berkebutuhan Khusus ..............................
84
8. Foto Kegiatan Penelitian ............................................................................
89
9. Permendiknas No 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif ...............
92
10. Surat Permohonan Izin Penyusunan Skripsi ..............................................
101
11. Surat Keputusan Dekan FKIP tentang Izin Penyusunan Skripsi ...............
102
12. Surat Permohonan Research ...................................................................... 103 13. Surat Permohonan Ijin Survey ...................................................................
104
14. Surat Rekomendasi Research/ Survey ....................................................... 105 15. Surat Keterangan Penelitian .......................................................................
xvii
commit to user
106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan
merupakan
usaha
dalam
mengembangkan
dan
meningkatkan seluruh potensi individu untuk mencapai suatu kesejahteraan melalui learning to know, learning to be, learning to do, dan learning to live together. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan baik pribadi maupun masyarakat dan berlangsung seumur hidup (life long education). Melalui proses pendidikan, sumber daya manusia yang berkualitas dapat diperoleh/ dikembangkan baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1999-2004 (Tap MPR No. IV/MPR/1999) mengamanatkan upaya perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia yang berkualitas tinggi. Perluasan akses pendidikan diarahkan pada upaya memperluas daya tampung satuan pendidikan serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari berbagai golongan masyarakat yang baik berbeda secara sosial, ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal, dan kemampuan tingkat intelektual serta kondisi fisik. Amanat hak atas pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan Ketetapan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tersebut bagi anak berkebutuhan
commit 1 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
khusus perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami gangguan fisik, mental, atau emosi atau kombinasi dari gangguan-gangguan tersebut sehingga mereka memerlukan layanan yang spesifik dalam pendidikan yang berbeda dengan anak pada umumnya. Secara umum anak berkebutuhan khusus meliputi anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen, yaitu akibat dari kelainan tertentu dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang disebabkan oleh kondisi dan situasi lingkungan (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2007). Anak-anak berkebutuhan khusus sering kali mendapatkan perlakuan diskriminatif dan sering mendapatkan penolakan atas akses layanan pendidikan. Masyarakat pada umumnya masih mengabaikan potensi anak berkebutuhan khusus dan memandang kelainan sebagai penghalang untuk berbuat sesuatu, padahal kecacatan seseorang bukanlah merupakan penghalang untuk melakukan sesuatu. Menurut hasil survei Badan Koordinasi Pendidikan Khusus Jawa Tengah tahun 2008 jumlah ABK mencapai 37.129 anak. Jumlah yang telah memperoleh pelayanan pendidikan 10.561 anak atau 28,44%, sedangkan jumlah yang belum mendapatkan pelayanan pendidikan, mencapai 26.568 anak atau 71,56% (Solopos, 2009). Pembangunan pendidikan di Jawa Tengah belum mencapai hasil optimal. Perluasan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada umumnya masih sangat rendah. Hal ini juga dialami oleh anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen. Masih terdapat sejumlah anak berkebutuhan khusus usia sekolah (7-18 tahun) yang belum mendapatkan layanan pendidikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
Kesempatan mendapatkan pendidikan belum menjangkau semua anak berkebutuhan khusus yang berusia 7-18 tahun karena berbagai alasan, meskipun pemerintah Kabupaten Sragen telah mencanangkan kebijakan wajib belajar 12 tahun. Jumlah lembaga pendidikan khusus yang masih belum banyak serta terdapat faktor ekonomi, geografis, sosial psikologis, pengetahuan dan kesadaran yang menjadi penghambat anak-anak berkebutuhan khusus tidak mendapat layanan pendidikan. Pengetahuan orang tua mengenai tempat layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus juga sangat terbatas, sehingga banyak anak yang kesulitan mencari tempat layanan pendidikan. Pendidikan berperan penting dalam kehidupan anak berkebutuhan khusus. Layanan pendidikan khusus diperlukan bagi anak berkebutuhan khusus agar anak dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Tanpa adanya layanan pendidikan khusus, potensi anak tidak dapat berkembang optimal. Penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dapat memenuhi kebebasan anak untuk berinteraksi secara reaktif maupun proaktif dengan siapa pun, kapan pun, dan di lingkungan mana pun, dengan meminimalisasi hambatan. Model layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus harus disesuaikan dengan kebutuhan, karakteristik, potensi, kemampuan, minat, bakat, dan kecakapan masing-masing anak. Pada saat ini, masih terdapat anak berkebutuhan khusus yang belum mendapatkan model layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya (Mega Iswari, 2007). Oleh karena itu, penyediaan model layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus perlu diupayakan untuk memperluas akses pendidikan bagi mereka. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik mengadakan penelitian de Akses Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Kecamatan Sidoharjo
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana akses layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen? 2. Apa saja faktor penyebab anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen tidak mendapatkan layanan pendidikan? 3. Bagaimana model layanan dalam rangka memperluas akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah untuk: 1. Menjaring anak berkebutuhan khusus yang belum mendapatkan layanan pendidikan di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen. 2. Mengetahui faktor penyebab anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen tidak mendapatkan layanan pendidikan. 3. Menyediakan model layanan yang memungkinkan dalam rangka memperluas akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen.
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan khusus tentang model layanan guna memperluas akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
2. Manfaat praktis a. Bagi orangtua Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pentingnya partisipasi orang tua dalam penyediaan model layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus agar anak dapat berkembang secara optimal. b. Bagi masyarakat Hasil penelitian dapat digunakan sebagai pertimbangan pentingnya partisipasi masyarakat dalam penyediaan model layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. c. Bagi Dinas Pendidikan Hasil penelitian dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam pengambilan keputusan/ kebijakan yang berkaitan dengan penyediaan model layanan pendidikan dalam memperluas kesempatan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Tentang Anak Berkebutuhan Khusus
a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Istilah anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih luas dibandingkan dengan istilah anak luar biasa. Konsep anak berkebutuhan khusus lebih menekankan pada kebutuhan mencapai prestasi sesuai dengan potensinya secara optimal, sedang pada anak luar biasa atau berkelainan lebih menitikberatkan pada kondisi (fisik, mental, emosi-sosial). Seperti yang diungkapkan Ellah Siti Chalidah, secara garis besar anak luar biasa atau berkelainan adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak normal, baik menyimpang ke atas maupun ke bawah dari kriteria normal dalam
hal
karakteristik
mental,
kemampuan-kemampuan
sensoris,
karakteristik neuromotor atau fisik, perilaku sosial serta emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun gabungan dari berbagai variabel tersebut sehingga membutuhkan pendidikan khusus (2005). nak
berkebutuhan
khusus
mencakup
anak-anak
yang
menyandang kecacatan tertentu (disable children) baik secara fisik, mental, dan emosional maupun anak yang mempunyai kebutuhan khusus dalam pendidikannya (children with special educational needs) (Joppy Liando dan Aldjon Dapa, 2007: 21). Selaras
dengan
pendapat
tersebut
Mega
Iswari
(2007)
menyebututkan bahwa: Istilah anak berkebutuhan khusus ditujukan pada segolongan anak yang memiliki kelainan atau perbedaan sedemikian rupa dari anak rata-rata normal dalam segi fisik, mental, emosi, sosial, atau gabungan
commit 6 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
dari ciri-ciri itu dan menyebabkan mereka mengalami hambatan untuk mencapai perkembangan yang optimal sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan khusus untuk mencapai perkembangan yang optimal (hlm. 43). Menurut Lay Kekeh Marthan (mengutip simpulan Lynch, 1994) menyatakan bahwa umumnya anak berkebutuhan pendidikan khusus adalah semua anak yang mengalami gangguan fisik, mental, atau emosi atau kombinasi dari gangguan-gangguan tersebut sehingga mereka membutuhkan pendidikan secara khusus dengan guru dan sistem/ lembaga khusus baik secara permanen maupun temporal (2007). Berdasarkan pendapat
dari beberapa ahli
tersebut,
dapat
disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang berbeda dari anak-anak normal pada umumnya, dalam hal ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, kemampuan komunikasi, tingkah laku sosial, ataupun ciri-ciri fisik sehingga mereka membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.
b. Prevalensi Anak Berkebutuhan Khusus Prevalensi atau angka kejadian anak berkebutuhan khusus sulit diketahui secara pasti. Di Indonesia sendiri, belum ada data resmi yang menyebutkan berapa prevalensi pasti dari anak berkebutuhan khusus. Menurut Sri Widati, dkk (2010) prevalensi anak berkebutuhan khusus adalah sebagai berikut: Mengacu pada estimasi WHO (1983) di mana jumlah penyandang cacat adalah 5% dari jumlah penduduk, maka diperkirakan jumlah penyandang cacat di Indonesia sekitar 12.000.000 orang. Menurut sensus penduduk tahun 2003, penyandang cacat usia sekolah adalah 21% atau sebanyak 2.520.000. Sementara itu, Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa melaporkan bahwa anak berkebutuhan khusus yang telah mendapat akses pendidikan (bersekolah) baru sekitar 10% atau sebanyak 252.000 anak dan sisanya 90% atau 2.268.000 anak yang belum mendapat akses pendidikan. Sebagian besar ABK yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
telah mendapat layanan pendidikan adalah mereka yang tinggal di perkotaan dan mereka sekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) (hlm. 191).
Indonesia 1,48 juta (0,7% dari jumlah penduduk Indonesia). Jumlah penyandang cacat usia sekolah (5-18 th) ada 21,42% dari seluruh penyandang Direktorat PLB, 2006). Menurut Pembangunan (2011) prevalensi anak berkebutuhan khusus di Indonesia menunjukkan bahwa: Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia saat ini mencapai angka 1,5 juta anak atau mencapai 0,7 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Data dari Biro Pusat Statistik pada 12 Mei 2011 menunjukkan dari 1,5 juta anak itu terdapat 317.016 anak berkebutuhan khusus yang dalam usia sekolah. (arf-dil/diskominfo) Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa prevalensi anak berkebutuhan khusus belum diketahui secara pasti, namun masih banyak anak berkebutuhan khusus yang belum mendapat layanan pendidikan dibanding dengan anak berkebutuhan khusus yang sudah mendapat layanan pendidikan.
c. Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus Faktor penyebab terjadinya kelainan pada seseorang sangat beragam jenisnya. Berdasarkan waktu terjadinya, penyebab keluarbiasaan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kategori sebagai berikut: 1. Prenatal, yaitu penyebab yang terjadi sebelum kelahiran atau waktu janin masih dalam kandungan. Misalnya: virus rubella, mengalami trauma atau salah minum obat. 2. Perinatal, yaitu penyebab yang muncul pada saat atau waktu proses kelahiran, seperti benturan atau infeksi ketika melahirkan, proses kelahiran dengan penyedotan (divacuum), pemberian oksigen yang terlampau lama bagi anak yang lahir premature.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
3. Postnatal, yaitu penyebab yang muncul setelah kelahiran, misalnya terserang penyakit, kecelakaan atau jatuh (I. G. A. K. Wardani, dkk, 2007). Selaras
pendapat
tersebut
Ellah
Siti
Chalidah
(2005)
mengungkapkan bahwa pada umumnya penyebab terjadinya kelainan digolongkan dalam tiga macam, yaitu 1. Penyebab saat didalam kandungan atau sebelum kelahiran (prenatal), meliputi: a. kelainan hereditas atau bawaan yang merupakan faktor genetika b. keracunan pada saat di dalam kandungan c. faktor psikologis d. infeksi dalam kandungan, seperti rubella e. kekurangan gizi f. berbagai penyakit yang disebabkan virus, seperti Shypilis, HIV g. kerusakan biokimia yang menyebabkan abnormalitas kromosomal h. faktor khusus 2. Faktor saat dilahirkan (natal) a. pendarahan di otak b. asfiksia c. kerusakan bagian otak yang diakibatkan terkena penjepit d. lahir dengan vacum e. sesak napas f. prematuritas 3. Faktor setelah kelahiran (post natal) a. infeksi b. encephalitis c. meningitis d. malnutrisi e. kecelakaan f. perkembangan yang terlambat (hlm. 12-13) Menurut Mohammad Efendi, secara umum faktor penyebab terjadinya kelainan yaitu: 1. Prenatal, yaitu masa di mana anak masih berada dalam kandungan. Meliputi: penyakit kronis, diabetes, anemia, kanker, kurang gizi, toxemia, rh factor, infeksi (rubella, syphilis, toxoplasmosis, dan cytomegalic
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
inclusion disease), radiasi, kelainan genetik, kelainan kromosom, obatobatan dan bahan kimia yang berinteraksi dengan ibu semasa hamil. 2. Neonatal, yakni masa di mana kelainan itu terjadi pada saat anak dilahirkan. Meliputi: anak lahir sebelum waktunya (prematurity), lahir dengan bantuan alat (tang verlossing), posisi bayi tidak normal, analgesia dan anesthesia, kelahiran ganda, asphyxia. 3. Postnatal, yakni masa dimana kelainan itu terjadi setelah bayi itu dilahirkan, atau saat anak dalam masa perkembangan. Meliputi: infeksi, luka, bahan kimia, malnutrisi, deprivation factor dan meningitis, stuip, dan lain-lain (2006). Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab terjadinya anak berkebutuhan khusus sangat beragam yaitu pada saat dalam kandungan (prenatal), saat masa kelahiran (natal), dan saat masa setelah kelahiran (postnatal).
d.
Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Dalam diklasifikasikan
dunia
pendidikan,
anak
berkebutuhan
khusus
atas beberapa kelompok sesuai dengan jenis kelainan.
Klasifikasi diperlukan
untuk kepentingan penanganan baik pendidikan
maupun pengajaran anak berkebutuhan khusus agar memperoleh hasil yang optimal. Adapun klasifikasi anak berkebutuhan khusus secara garis besar menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa antara lain: 1. Anak dengan gangguan penglihatan (tunanetra): anak kurang awas (low vision) dan anak buta (blind) 2. Anak dengan gangguan pendengaran (tunarungu): anak kurang dengar (hard of hearing) dan anak tuli (deaf) 3. Anak dengan kelainan kecerdasan: anak dengan gangguan kecerdasan/ intelektual dibawah rata-rata (ringan, sedang, berat) dan anak dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata (gifted dan talented)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
4. Anak dengan gangguan anggota gerak (tunadaksa): anak layuh anggota gerak tubuh (polio) dan anak gangguan fungsi syaraf otak (cerebral palsy). 5. Anak dengan gangguan perilaku dan emosi (tunalaras): anak gangguan perilaku (ringan, sedang, berat) dan anak gangguan emosi (ringan, sedang, berat). 6. Anak gangguan belajar spesifik 7. Anak lamban belajar (slow learner). 8. Anak autis. 9. Anak ADHD (2007). Menurut Ellah Siti Chalidah (mengutip simpulan Dembo, 1981), menggolongkan menjadi sepuluh jenis kelainan antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tunagrahita (mental retardation) Kesulitan belajar (learning disabilities) Gangguan perilaku atau gangguan emosional (behavior disorder) Gangguan bicara dan bahasa (speech and language disorder) Kerusakan pendengaran (hearing impairment) Kerusakan penglihatan (visual impairment) Kerusakan fisik dan gangguan kesehatan (physical and other health impairment) 8. Cacat berat atau cacat ganda (severe and multiple handicaps) 9. Berkecerdasan luar biasa tinggi atau berbakat (gifted and talented) (2005: 20) Lebih lanjut Mohammad Efendi berpendapat bahwa secara terperinci anak berkelainan dapat dikelompokkan dalam tiga kategori sebagai berikut: 1. Kelainan fisik Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih organ tubuh tertentu. Tidak berfungsinya anggota fisik terjadi pada: a) alat fisik indera, misalnya kelainan pada indera penglihatan (tunanetra), kelainan pada indera pendengaran (tunarungu), kelainan pada fungsi organ bicara (tunawicara); b) alat motorik tubuh, misalnya kelainan otot dan tulang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
(poliomyelitis), kelainan pada sistem saraf di otak yang berakibat gangguan pada fungsi motorik (cerebral palsy), kelainan anggota badan akibat pertumbuhan yang tidak sempurna, dan lain-lain. 2. Kelainan mental Anak berkelainan dalam aspek mental adalah anak yang memiliki penyimpangan kemampuan berfikir secara kritis dan logis dalam menanggapi dunia sekitarnya. Kelainan pada aspek mental ini terdiri dari kelainan pada aspek mental dalam arti lebih (supernormal) dan kelainan dalam arti kurang (subnormal). Kelainan dalam arti lebih atau anak unggul, menurut tingkatannya dikelompokkan menjadi: a) anak mampu belajar dengan cepat (rapid learner), b) anak berbakat (gifted), dan c) anak genius (extremely gifted). Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau tunagrahita terdiri dari: a) anak tunagrahita mampu didik (IQ 50-75), b) anak tunagrahita mampu latih (IQ 25-50), dan c) anak tunagrahita mampu rawat (IQ 25 ke bawah). 3. Kelainan perilaku sosial Kelainan perilaku atau tunalaras sosial adalah mereka yang mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, tata tertib, norma sosial, dan lain-lain. Klasifikasi anak yang termasuk dalam kategori mengalami perilaku sosial diantaranya anak psychotic dan neurotic, anak dengan gangguan emosi, dan anak nakal (delinquent). Berdasarkan sumber terjadinya tindak kelainan perilaku sosial secara penggolongan dibedakan menjadi, tunalaras emosi dan tunalaras sosial (2006). Pendapat lain dikemukakan Jamila K.A. Muhammad (mengutip simpulan Kirk, 1989) juga mengetengahkan kategori kelainan sebagai berikut : 1. Perbedaan intelektual, termasuk anak-anak yang superior dari segi intelektual dan anak-anak yang berkemampuan mental rendah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
2. Perbedaan komunikasi, termasuk anak-anak dengan masalah pembelajaran ataupun ketidakmampuan dalam berbahasa dan penuturan. 3. Perbedaan sensorik, termasuk anak-anak dengan ketidakmampuan pendengaran dan penglihatan. 4. Perbedaan tingkah laku, termasuk anak-anak yang mengalami masalah tingkah laku maupun emosi. 5. Keadaan kecacatan serius dan memiliki banyak kecacatan, termasuk anak-anak yang mengalami beberapa kecacatan sekaligus seperti cerebral palsy dan cacat mental, tuli dan buta. 6. Perbedaan fisik, termasuk anak-anak dengan kecacatan yang tidak berkaitan dengan organ sensorik, tetapi menghambat perkembangan fisik dan mobilitas (2008: 39). Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi anak berkebutuhan khusus digunakan dalam penanganan pendidikan dan pengajaran. Anak berkebutuhan khusus terdiri dari anak dengan gangguan fisik, mental, sensorik, komunikasi, maupun emosi-sosial.
2. Tinjauan Tentang Pendidikan
a. Pengertian Pendidikan Pendidikan memiliki sifat yang sangat kompleks, maka tidak ada sebuah batasan yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Batasan tentang pendidikan dibuat oleh para ahli beraneka ragam dan berbeda-beda. Menurut Umar Tirtarahardja dan La Sulo secara garis besar batasan pendidikan berdasarkan fungsinya sebagai berikut: 1. Pendidikan sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. 2. Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistematik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
3. Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik. 4. Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja, pendidikan diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja (2005). Berbeda dengan pendapat tersebut Arif Rohmat menjelaskan bahwa secara umum pendidikan merupakan aktivitas interaktif yang sadar dan terencana yang dilakukan minimal dua orang sebagai fasilitator dan subyek yang berupaya mengembangkan diri melalui penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran dengan tujuan mengembangkan potensi dan mencapai kedewasaan baik secara fisik, psikologik, sosial, emosional, ekonomi, moral, dan spiritual peserta didik (2009). Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dan peserta didik untuk mencapai suatu tujuan pendidikan (Nana Syaodih Sukmadinata, 2009: 3). Mengenai pendidikan Sudarwan Danim menegaskan bahwa pendidikan adalah proses interaksi yang mencakup produksi dan distribusi pengetahuan antara
subjek
dewasa
dengan subjek
yang
belum
dewasa
untuk
mengembangkan potensi dan menumbuhkan kedewasaan (2010). Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan kegiatan interaktif antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai suatu tujuan pendidikan yaitu mengembangkan potensi dan mencapai kedewasaan baik secara fisik, psikologik, sosial, emosional, ekonomi, moral, dan spiritual peserta didik.
b. Komponen Pendidikan Komponen pendidikan adalah semua hal yang berkaitan dengan jalannya proses pendidikan. Jika salah satu komponen tidak ada maka proses
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
pendidikan tidak akan bisa dilaksanakan. Adapun komponen-komponen pendidikan menurut A. Soedomo Hadi (2005) meliputi: 1. 2. 3. 4. 5.
Tujuan pendidikan Pendidik Anak didik Lingkungan Alat pendidikan (hlm. 81) Menurut Wiji Suwarno komponen-komponen pendidikan secara
garis besar sebagai berikut: 1. Tujuan pendidikan Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai dalam kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan menurut jenisnya meliputi: a) Tujuan nasional, yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai suatu bangsa. b) Tujuan institusional, yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu lembaga pendidikan. c) Tujuan kurikuler, yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu mata pelajaran tertentu. d) Tujuan instruksional, yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu pokok atau sub pokok bahasan tertentu. 2. Peserta didik Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. 3. Pendidik Pendidik adalah orang yang lebih dewasa yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan atau tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
4. Alat pendidikan Alat pendidikan merupakan hal yang memungkinkan dalam terlaksananya kegiatan pendidikan dan membantu tercapainya tujuan pendidikan. Abu Ahmadi membedakan alat pendidikan ke dalam kategori: a) Alat pendidikan positif dan negatif Alat pendidikan positif merupakan alat yang ditujukan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik, sedangkan alat pendidikan negatif dimaksudkan agar anak tidak mengerjakan sesuatu yang buruk. b) Alat pendidikan preventif dan korektif Alat pendidikan preventif merupakan alat untuk mencegah anak mengerjakan sesuatu yang tidak baik, sedangkan alat pendidikan korektif adalah alat untuk memperbaiki kesalahan atau kekeliruan yang telah dilakukan peserta didik. c) Alat pendidikan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan Alat pendidikan yang menyenangkan merupakan alat yang digunakan agar peserta didik menjadi senang, sedangkan alat pendidikan yang tidak menyenangkan dimaksudkan sebagai alat yang dapat membuat peserta didik merasa tidak senang. 5. Lingkungan pendidikan Lingkungan pendidikan adalah lingkungan yang melingkupi terjadinya proses pendidikan. Lingkungan pendidikan terdiri dari: a) Lingkungan keluarga Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan kepribadian anak, karena sebagian besar kehidupan anak berada di tengah-tengah keluarganya. b) Lingkungan sekolah Sekolah
adalah
menyelenggarakan
lembaga kegiatan
pendidikan pembelajaran
commit to user
yang
secara
secara
resmi
sistematis,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
berencana, sengaja, dan terarah, yang dilakukan oleh pendidik yang professional, dengan program yang dituangkan ke dalam kurikulum tertentu dan diikuti oleh peserta didik pada setiap jenjang tertentu, mulai dari Tingkat Kanak-Kanak (TK) sampai Pendidikan Tinggi (PT). Sekolah hanya meneruskan dan mengembangkan pendidikan yang telah diperoleh di lingkungan keluarga sebagai lingkungan pendidikan informal. c) Lingkungan masyarakat Ditinjau dari lingkungan pendidikan, masyarakat disebut sebagai lingkungan pendidikan nonformal yang memberikan pendidikan secara sengaja dan berencana kepada seluruh anggotanya, tetapi tidak sistematis. Masyarakat menerima semua anggota yang beragam untuk diarahkan pada pencapaian kesejahteraan sosial, jasmani-ruhani, dan mental-spiritual (2006). Sehubungan dengan yang dikemukakan para ahli tersebut Umar Tirtarahardja dan La Sulo menegaskan bahwa proses pendidikan secara rinci melibatkan: 1. Peserta didik, yaitu subjek yang berusaha mengembangkan diri secara terus menerus guna memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang hidup. 2. Pendidik, yaitu orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dan bertugas membimbing peserta didik. 3. Interaksi edukatif, yaitu komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. 4. Tujuan pendidikan, yaitu sesuatu yang hendak dicapai dalam pendidikan. 5. Materi pendidikan, yaitu materi yang dirumuskan dalam kurikulum yang disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. 6. Alat dan metode pendidikan, yaitu segala sesuatu yang digunakan dalam bimbingan yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
mencapai tujuan pendidikan. Alat pendidikan terdiri dari alat pendidikan yang bersifat preventif dan yang bersifat kuratif. 7. Lingkungan pendidikan, yaitu tempat peristiwa bimbingan berlangsung, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat (2005). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komponenkomponen pendidikan merupakan semua hal yang berkaitan dengan jalannya proses pendidikan. Komponen-komponen pendidikan saling berkaitan satu sama lain dan saling mendukung dalam kegiatan pembelajaran diantaranya peserta didik, pendidik, tujuan pendidikan, materi pendidikan, alat dan metode pendidikan, lingkungan pendidikan, dan lain sebagainya.
c. Jenis Pendidikan Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Menurut pendapat Arif Rohmat secara umum jenis-jenis pendidikan antara lain: 1. Pendidikan umum, yaitu pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan. 2. Pendidikan kejuruan, yaitu pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. 3. Pendidikan akademik, yaitu pendidikan yang diarahkan pada penguasaan ilmu pengetahuan. 4. Pendidikan profesi, yaitu pendidikan yang diarahkan pada kesiapan penerapan keahlian tertentu. 5. Pendidikan kedinasan, yaitu pendidikan yang berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
6. Pendidikan
keagamaan,
yaitu
pendidikan
yang
mengutamakana
penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan. 7. Pendidikan khusus, yaitu pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesullitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/ atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 8. Pendidikan layanan khusus, yaitu pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/ atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi (2009). Adapun jenis program pendidikan menurut A. Soedomo Hadi (2005) meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pendidikan Umum Pendidikan Kejuruan Pendidikan Luar Biasa Pendidikan Kedinasan Pendidikan Keagamaan Pendidikan Akademik Pendidikan Profesional (hlm. 134) Lebih lanjut Umar Tirtarahardja dan La Sulo juga mengemukakan
secara garis besar jenis-jenis program pendidikan sebagai berikut: 1. Pendidikan umum, yaitu pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan. 2. Pendidikan kejuruan, yaitu pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. 3. Pendidikan luar biasa, yaitu pendidikan yang diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan mental.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
4. Pendidikan kedinasan, yaitu pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. 5. Pendidikan keagamaan, yaitu pendidikan khusus yang mengutamakana penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama (2005). Berbeda dengan pendapat tersebut Suprijanto secara rinci menyebutkan jenis-jenis pendidikan meliputi: 1. Pendidikan masal yaitu pendidikan yang terdapat di masyarakat dengan sasaran indivudu yang mengalami keterlantaran pendidikan. 2. Pendidikan masyarakat yaitu pendidikan yang ditujukan bagi persekutuanpersekutuan hidup sehingga mereka mempunyai pandangan, sikap, kebiasaan, dan kemampuan tertentu yang pelaksanaannya melalui penyuluhan dan penyempurnaan lembaga dan prosesnya melalui pembelajaran. 3. Pendidikan dasar yaitu pendidikan yang ditujukan untuk meningkatkan perikehidupan masyarakat, di bidang sosial ekonomi melalui pendidikan minimum. 4. Penyuluhan yaitu suatu gerakan pendidikan, bimbingan, dan penyuluhan kepada masyarakat yang dilakukan oleh lembaga pendidikan tinggi/ kejuruan menengah bekerja sama dengan instansi pemerintah yang relevan. 5. Pengembangan masyarakat yaitu suatu usaha agar masyarakat mampu menolong diri sendiri untuk meningkatkan kualitas hidupnya. 6. Masyarakat belajar yaitu warga masyarakat secara aktif menggali pengalaman belajar di dalam setiap segi kehidupannya melalui membaca buku, majalah, surat kabar, mendengar radio atau melihat TV, dan mencari pengetahuan apa pun, di mana pun, dari siapa pun, dan kapan pun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
7. Pendidikan seumur hidup yaitu proses pendidikan yang berlangsung sepanjang hidup manusia, tidak mengenal usia dan diperoleh di mana saja (2007). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis pendidikan sangat beraneka ragam yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan yang akan dicapai.
d. Jalur Pendidikan Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Menurut pendapat Arif Rohmat secara singkat jalur pendidikan meliputi : 1. Pendidikan formal Pendidikan formal umumnya menunjuk pada pendidikan persekolahan (Sanapiah Faisal, 1981). Karakteristik pendidikan formal ini antara lain sudah terstandardisasi dalam wujud legalitas formalnya, jenjangjenjangannya, lama belajarnya, paket kurikulumnya, persyaratan unsurunsur pengelolaannya, persyaratan usia dan tingkat kemampuan enrolmentnya, perolehan dan keberartian nilai dari kredensialnya, prosedur evaluasi hasil belajarnya, dan sekuensi penyajian materi dan latihan-latihannya. 2. Pendidikan nonformal Pendidikan
nonformal
pendidikannya
memiliki
berjangka
pendek,
karakteristik setiap
antara
program
lain
paket
pendidikannya
merupakan suatu paket yang sangat spesifik dan biasanya lahir dari kebutuhan yang mendadak, persyaratan enrolmentalnya lebih fleksibel baik usia maupun
tingkat kemampuan,
persyaratan unsur-unsur
pengelolanya lebih fleksibel, sekuensi materi pelajaran lebih luwes, tidak berjenjang kronologis, serta perolehan dan keberartian nilai kredensialnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
tidak begitu terstandardisir. Misalnya, lembaga-lembaga kursus dan pelatihan di masyarakat. 3. Pendidikan informal Pendidikan informal merupakan pendidikan yang tidak terorganisir secara struktural dan tidak terdapat penjenjangan kronologis, tidak mengenal adanya kredensial, lebih merupakan pengalaman belajar individualmandiri, dan pembelajarannya sangat natural seperti lembaga keluarga (2009). Sama halnya dengan pendapat tersebut Suprijanto menyebutkan jalur- jalur pendidikan secara terinci yaitu: 1. Pendidikan
formal,
yaitu
pendidikan
sistem
persekolahan
yang
penyelenggaraannya disengaja, berstruktur, dan berjenjang. 2. Pendidikan nonformal, yakni pendidikan luar persekolahan yang jarang berjenjang dan tidak berketentuan ketat. 3. Pendidikan informal mencakup jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri (2007). Pendapat lain dikemukakan A. Soedomo Hadi menyebutkan secara garis besar jalur pendidikan terdiri dari pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah (2005). Pendidikan sekolah, yaitu pendidikan yang dilaksanakan di sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang diprogramkan secara teratur, berjenjang dan bersifat kesinambungan. Pendidikan luar sekolah, yaitu pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah. Selaras dengan pendapat tersebut Umar Tirtarahardja dan La Sulo menegaskan bahwa umumnya penyelenggaraan sisdiknas dilaksanakan melalui dua jalur yaitu 1. Jalur pendidikan sekolah, merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
2. Jalur
pendidikan
luar
sekolah,
yaitu
pendidikan
yang
bersifat
kemasyarakatan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan yang tidak berjenjang dan tidak berkesinambungan (2005). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jalur pendidikan merupakan alternatif bagi peserta didik untuk mengikuti pendidikan. Secara garis besar jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal.
3. Tinjauan Tentang Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
a. Pengertian Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Istilah pendidikan kebutuhan khusus (special needs education) fokus kepada hambatan belajar dan kebutuhan anak. Pendidikan khusus adalah pengajaran yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan murid-murid khusus untuk membantu mereka dalam mencapai kemandirian dan keberhasilan hidup yang memuaskan (Jamila K.A. Muhammad, 2008). Selain
itu,
pendidikan
khusus
memberikan
dukungan
baik
aspek
ketenagaannya, sarana dan prasarana, strategi pembelajarannya, maupun berbagai pendekatan yang dilakukan termasuk evaluasi pembelajaran (Joppy Liando dan Aldjon Dapa, 2007). Lebih lanjut Zaenal Alimin (mengutip simpulan Miriam, 2001) mengatakan bahwa secara garis besar pendidikan kebutuhan khusus adalah layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus baik yang bersifat permanen maupun temporer, dan sangat fokus pada hambatan belajar dan kebutuhan anak secara individual serta berfungsi untuk meminimalkan munculnya hambatan-hambatan belajar dan hambatan perkembangan sehingga anak dapat berkembang optimal (2008). Selaras dengan pendapat tersebut Mega iswari menegaskan bahwa secara garis besar pendidikan anak-anak dengan kebutuhan khusus dirancang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
untuk membekali anak-anak dengan kebutuhan khusus dengan kecakapan hidup guna memecahkan dan mengatasi problema kehidupan serta diarahkan untuk kehidupan anak (2007). Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak berkebutuhan khusus adalah pendidikan yang dirancang untuk membekali anak berkebutuhan khusus dengan kecakapan hidup guna mencegah atau meminimalkan munculya hambatan-hambatan belajar dan hambatan perkembangan sehingga anak dapat berkembang optimal.
b. Model-Model Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Model layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus disesuaikan dengan jenis tingkat kebutuhan khusus seorang anak. Adapun model-model layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus di tinjau dari setting penyelenggaraannya, sebagai berikut: 1. Model pendidikan segregrasi Model pendidikan segregrasi merupakan model pendidikan yang paling kuno dan tertua. Model layanan dengan setting pendidikan segregrasi dilakukan melalui Sekolah Luar Biasa (SLB). Sekolah segregrasi merupakan sekolah yang secara khusus yang ditujukan untuk setiap jenis kecacatan tertentu dan dikembangkan atas dasar karakteristik anak berkebutuhan khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya (Sri Widati, dkk, 2010). Model segregrasi menempatkan anak berkelainan di sekolahsekolah khusus, terpisah dari teman sebayanya (Choirul Amin, 2010). Pendapat lain dikemukakan Joppy Liando dan Aldjo Dapa (2007) mengenai model pendidikan segregrasi bahwa: Pada model ini layanan Pendidikan Khusus yang diberikan di sekolah-sekolah khusus, atau dikenal dengan sekolah luar biasa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
(SLB) atau TKLB sampai SMLB. Karakteristik dari sekolah ini antara lain adalah keterpisahan dan sekolah bagi anak normal, dengan kurikulum, guru, media pembelajaran, dan sarana prasarana yang berbeda (hlm. 80). Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa model pendidikan segregrasi merupakan model pendidikan yang memisahkan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal. Sekolah tersebut ada yang berasrama (resident) dan ada yang tidak berasrama (daily school) (Tin Suharmini, 2005: 223). Hal ini berarti bahwa dalam sistem segregrasi terdapat model penempatan sekolah berasrama dan tidak berasrama. 2. Model pendidikan integrasi Layanan dalam bentuk terpadu atau integrasi menyediakan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah yang sama dengan anak normal. Menurut Sri Widati, dkk bahwa dalam sistem pendidikan integrasi, anak berkebutuhan khusus mempunyai kesempatan untuk mengikuti pendidikan di sekolah reguler bersama anak-anak pada umumnya dengan memenuhi persyaratan tertentu (2010). Dengan kata lain mereka dapat sekolah di sekolah regular jika mampu menyesuaikan diri dengan sistem yang ada di sekolah tersebut. Model pendidikan integrasi seperti diungkapkan Tin Suharmini yaitu pada model ini anak-anak berkebutuhan khusus
dilayani
pendidikannya dengan cara mengintegrasikan dengan sekolah umum dan anak harus menyesuaikan diri dengan sistem pendidikan yang ada (2005). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pendidikan integrasi adalah model pendidikan yang mengintegrasikan anak berkebutuhan dengan anak normal di sekolah reguler dengan persyaratan anak berkebutuhan khusus mampu menyesuaikan diri dengan sistem sekolah yang ada.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
Adapun model-model penempatan anak berkebutuhan khusus dalam sistem integrasi. Seperti diungkapkan Sri Widati, dkk (2010) bahwa sistem integrasi untuk ABK di sekolah regular atas dasar tingkat keterpaduannya meliputi tujuh level, yaitu: 1) ABK di kelas reguler dengan atau tanpa bantuan dan layanan khusus, 2) ABK di kelas reguler dengan dukungan pelajaran tambahan, 3) ABK di kelas reguler dengan waktu tertentu di kelas khusus, 4) ABK di sekolah reguler tetapi belajar di kelas khusus, 5) ABK di sekolah khusus, 6) ABK belajar di rumah dengan tugastugas yang dirancang oleh sekolah, 7) ABK belajar di tempat perawatan khusus seperti rumah sakit dengan tugas-tugas disediakan oleh pihak-pihak terkait seperti pekerja sosial, dokter, dan lain-lain (hlm. 193). Angela Valeo (2008) dalam Internasional Jurnal of Special Education vol 23 No. 2 mengemukakan sebagai berikut Integration/mainstreaming can be defined as the placement of learners with disabilities in regular classes on a full-time or parttime basis with typically developing peers. In this model special education support services can be delivered inside of the regular classroom, but more typically involve sending the student out of the regular class during some part of the school day to receive special instruction (Bunch, Finnegan, Humphries, Doré, & Doré, 2005). Selaras dengan pendapat di atas menurut Wahyu Sri Ambar Arum (mengutip simpulan tim dosen MKDK UNJ, 2002), ada beberapa bentuk keterpaduan yang dapat dikemukakan, yaitu: a. Hanya oleh guru kelas biasa (Regular Classroom Only) Pada kelas ini anak luar biasa ditempatkan pada kelas biasa adalah anak luar biasa yang termasuk paling ringan, sehingga tidak memerlukan layanan pendidikan khusus maupun guru pembimbing khusus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
b. Guru Kelas Biasa dan Guru Konsultan (Regular Classroom and Consultant Teacher) Dalam keterpaduan ini, anak luar biasa ditempatkan di kelas biasa belajar bersama dengan teman sekelasnya dengan dibantu guru konsultan, yang berfungsi sebagai konsultan bagi guru kelas untuk memahami dan menangani masalah yang berkaitan dengan anak luar biasa serta memberikan saran kepada guru kelas biasa/ guru bidang studi mengenai metoda atau pendekatan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak luar biasa. c. Guru Kelas Biasa dan Guru Kunjung (Regular Classroom and Intinerent Teacher) Dalam keterpaduan ini anak luar biasa belajar di kelas biasa bersama anak biasa (normal) dengan bantuan guru kunjung. Yang menjadi guru kunjung adalah guru pembimbing khusus yang mengunjungi sekolah/ kelas tersebut untuk memberikan bantuan, sebagai guru konsultan bagi guru kelas/ bidang studi, serta memberikan layanan pendidikan khusus bagi anak luar biasa. d. Kelas Biasa Dengan Ruang Sumber (Regular Classroom and Resource Room) Dalam bentuk keterpaduan ini anak luar biasa belajar di kelas biasa dengan bantuan ruang sumber, yaitu ruang khusus yang menyediakan berbagai fasilitas untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak luar biasa sewaktu belajar di kelas biasa. e. Kelas Khusus Part-Time (Part-Time Special Class) Pada keterpaduan ini anak luar biasa belajar di kelas khusus di bawah bimbingan guru pembimbing khusus dengan menggunakan metoda dan pendekatan yang dilakukan di SLB (Sekolah Luar Biasa). Tetapi untuk berbagai hal yang memungkinkan anak luar biasa dapat mengikuti kegiatan tersebut di kelas biasa bersama anak normal/ biasa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
f. Kelas Khusus Tetap di Sekolah Biasa (Self Contained Special Class) Pada bentuk keterpaduan ini anak luar biasa belajar sepenuhnya di kelas khusus sesuai program yang ada di SLB dengan guru pembimbing khusus sebagai pelaksana programnya. Anak luar biasa berintegrasi pada waktu tertentu seperti pada waktu upacara, olah raga, mengikuti perayaan-perayaan, widyawisata, dan sebagainya (2005). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berbagai macam bentuk keterpaduan dalam model pendidikan integrasi diperlukan agar kebutuhan pendidikan anak berkebutuhan khusus dapat terpenuhi secara optimal. 3. Model pendidikan inklusi Pendidikan inklusi merupakan konsekuensi dari kebijakan global Education for All (Pendidikan untuk Semua) yang dicanangkan UNESCO sejak tahun 1990. Kebijakan Education for All merupakan upaya mewujudkan hak asasi manusia dalam pendidikan yang dicanangkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Berkaitan dengan pendidikan inklusi, Munawir Yusuf dan R. Indianto (2010) menyebutkan bahwa, Pendidikan inklusi dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan ABK belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Semangat penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa diskriminasi (hlm. 138). kesempatan untuk belajar di sekolah umum. Sekolah menampung anak mini, 2005: 223). Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang responsif terhadap keberagaman karakteristik dan kebutuhan anak dengan didasarkan pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
hak asasi, model sosial, dan sistem yang disesuaikan pada anak (Sri Widati, dkk 2010) Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pendidikan inklusi adalah model pendidikan yang memberi kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak normal di sekolah regular. (2008) dalam Internasional Jurnal of Special Education Vol 23 No.1 mengemukakan bahwa Implementation of inclusion in the current practice requires that teachers be primarily responsible for educating all the children in the classroom (Jenkins, Pious, Jewell, 1990). In creating the inclusive learning environment, teachers should establish a partnership with special educators in making the necessary adaptations to the curriculum and teaching strategies in a manner that will allow for learning in such a diverse group of learners (Friend, Bursuck, 1996). Penyediaan layanan pendidikan yang layak bagi anak berkebutuhan khusus harus disesuaikan dengan kebutuhan individualnya. ilih yang paling bebas diantara a) Kelas regular (inklusi penuh), b) Kelas regular dengan cluster, c) Kelas regular dengan pull out, d) Kelas regular dengan cluster dan pull out, e)
Hal ini berarti bahwa dalam model pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus mendapatkan berbagai layanan pembelajaran/ penempatan yang disesuaikan dengan kebutuhan pendidikannya untuk mengatasi masalah-masalah pembelajaran yang dialami anak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
4. Tinjauan Tentang Perluasan Akses Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
a. Hakekat Perluasan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu ingin berkembang dan berubah. Dalam rangka memperluas kesempatan untuk memperoleh pendidikan, perlu dilanjutkan usaha penyediaan fasilitas pendidikan untuk menampung anak-anak usia sekolah. Usaha tersebut perlu menjangkau anak berkebutuhan khusus yang kurang dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan yang tersedia, agar mereka pun
mendapat
kesempatan
belajar
dan
kesempatan
meningkatkan
keterampilan. Dalam memberi hak dan kesempatan, perlu adanya kesamaan bagi setiap rakyat tanpa ada diskriminasi (Ki Hadjar Dewantara, 2009). Oleh karena itu, pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab pada segala hal yang berkaitan dengan keberhasilan pendidikan termasuk dalam upaya memperluas akses pendidikan bagi semua anak. Pemerataan pendidikan perlu diikuti dengan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu komitmen untuk melakukan investasi SDM untuk menumbuhkan dan mengembangkan daya kemampuan hidup mereka seoptimal mungkin (A. Malik Fadjar, 2005). Hal ini seperti diungkapkan
Isjoni
bahwa
peningkatan
kualitas
pendidikan
harus
diprioritaskan karena hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan (2008). Berkaitan dengan akses pendidikan anak berkebutuhan khusus bahwa Untuk kepentingan semua warga negara, anak-anak luar biasa baik yang termasuk penyandang cacat (disable child) dan mereka yang memiliki kemampuan intelektual rendah (slow learners) maupun mereka yang termasuk berkemampuan intelektual luar biasa (gifted),
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
perlu mengembangkan kemampuan (Hasballah M. Saad, 2000: 38).
mereka
secara
maksimal
Lebih lanjut Dewi Sri Rejeki dan Hermawan (2010) menegaskan bahwa: Anak berkebutuhan khusus berhak atas PK-PLK, oleh karena mereka memiliki kelainan fisik dan atau mental yang memerlukan pendidikan khusus, sedangkan ABK yang berada di sekolah inklusi berhak mendapat pendidikan layanan khusus, karena dalam kondisi tertentu ABK dapat mengalami gangguan psikis akibat lingkungan yang heterogen dan belum sepenuhnya menjadi sekolah yang ramah bagi ABK (hlm. 151). Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perluasan kesempatan pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus sangatlah penting guna mengembangkan kemampuan mereka secara optimal dan meningkatkan kualitas sumber daya mereka. Masyarakat dan pemerintah berperan penting atas perluasan kesempatan pendidikan khususnya dalam penyedian fasilitas pendidikan.
b. Dasar Perluasan Akses Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting karena perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, pendidikan nasional harus menjadi wahana dan sarana meningkatkan kecerdasan bangsa berkelanjutan dalam kerangka pendidikan sepanjang hayat (A. Malik Fadjar, 2005: 63). Ketetapan MPR mengamanatkan pengupayaan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti (Sam M. Chan dan Tuti T. Sam, 2005: 131). Secara garis besar pendidikan untuk semua (Education for All) memuat pasal-pasal tentang memenuhi kebutuhan dasar, pembentukan visi yang diperluas meliputi kesempatan belajar semesta (universal) dan pengembangan kesamaan (pemerataan dan persamaan), pemusatan pada pembelajaran,
perluasan
alat
dan
lingkup
pendidikan
dasar,
dan
pengembangan lingkungan belajar (A. Malik Fadjar, 2005: 251). Prinsip yang dijadikan pedoman dalam kerangka aksi (Salamanca Statements) adalah bahwa sekolah seyogyanya mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi, linguistik, atau pun kondisi-kondisi lainnya (Parwoto, 2007:10). Secara garis besar dasar perluasan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sebagai berikut: 1. UUD 1945 pasal 31 (ayat 1 dan 2). 2. UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3, pasal 5 (ayat 1, 2, 3, 4), pasal 23 (ayat 1 dan 2), dan pasal 61 (ayat 1, 2, 3). 3. UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 48, pasal 49, pasal 51, pasal 52, dan pasal 53. 4. UU No.4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat pasal 5 dan pasal 6. 5. Visi dan misi pendidikan (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa 2009). Menurut Ki Hadjar Dewantara bahwa sebagai negara kesatuan, maka seluruh rakyat indonesia harus ada kesatuan pendidikan dan pengajaran dalam arti kesamaan dalam hak-hak dan kesempatan-kesempatan untuk menuntut pelajaran/ mendapatkan pendidikan (2009). Dalam UUD pasal 31 mengandung tujuan pentingnya kewajiban belajar serta keharusan mendasar segala usaha pendidikan dan pengajaran pada dasar kebangsaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan mempunyai peranan penting dalam pembangunan bangsa sehingga perlu diupayakan bagi seluruh rakyat indonesia sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan Ketetapan MPR. Selain itu, perluasan pendidikan juga didasarkan pada Pernyataan Salamanca yang memuat pendidikan bagi semua (Education for All).
B. Kerangka Berfikir Kerangka berfikir merupakan alur penalaran yang didasarkan pada masalah penelitian. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami gangguan fisik, mental, atau emosi atau kombinasi dari gangguan-gangguan tersebut, baik bersifat permanen maupun temporer sehingga mereka memerlukan layanan yang spesifik dalam pendidikan yang berbeda dengan anak pada umumnya. Secara garis besar anak berkebutuhan khusus meliputi anak dengan gangguan
penglihatan (tunanetra),
anak dengan
gangguan
pendengaran
(tunarungu), anak dengan gangguan bicara (tunawicara), anak dengan gangguan fungsi anggota tubuh (tunadaksa), anak dengan kemampuan mental rendah (tunagrahita), anak dengan gangguan perilaku dan emosi (tunalaras), anak autis, anak tunaganda, anak berkesulitan belajar, anak lambat belajar, anak cerdas (gifted) dan anak berbakat (talented). Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bertujuan membantu mereka agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan serta memiliki budi pekerti luhur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
Sebagian besar anak berkebutuhan khusus belum mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya karena berbagai faktor ekonomi, geografis, sosial psikologis, pengetahuan, dan kesadaran sehingga potensi yang dimiliki mereka tidak berkembang optimal. Oleh karena itu, anak berkebutuhan khusus memerlukan model layanan pendidikan guna meningkatkan perluasan akses pendidikan bagi mereka. Dengan penyediaan model layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kemampuan masing-masing individu, maka anak berkebutuhan khusus dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Adapun kerangka pemikiran dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut: Anak berkebutuhan khusus tidak mendapat layanan pendidikan
Faktor ekonomi
Faktor geografis
Faktor sosial psikologis
Kemampuan rendah Mendapat kesempatan pendidikan (model layanan pendidikan)
Kemampuan meningkat
commit to user
Faktor pengetahuan
Faktor kesadaran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini bertempat di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen. Kecamatan Sidoharjo terletak di sebelah barat Ibukota Kabupaten Sragen. Dimana jarak Kecamatan dengan Ibukota Kabupaten Sragen sekitar 4,7 Km dan dari Kota Solo berjarak 25,5 Km. Pemilihan tempat tersebut didasarkan atas pertimbangan belum adanya model layanan pendidikan segregrasi (SLB) dan inklusi di Kecamatan Sidoharjo 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai pertengahan bulan Mei 2012. Tabel 3.1 Jadwal Penelitian No
Kegiatan
1.
Pengajuan judul Penyusunan proposal Mengurus perijinan Pembuatan instrument Persiapan penelitian Pengumpulan data Pengolahan data Penyusunan laporan
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Bulan Bulan Maret Bulan April Bulan Mei Februari 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
commit 35 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Menurut Moleong (mengutip simpulan Bogy dan Tylor) yang dimaksud dengan pendekatan kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (2005). Tujuan dari pendekatan kualitatif deskriptif adalah menggambarkan atau mendeskripsikan keadaan atau fenomena. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan data yang sesuai dengan keadaan di lapangan tanpa adanya manipulasi data atau menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Pendekatan ini diharapkan mampu mendeskripsikan data tentang model layanan dalam perluasan akses pendidikan anak bekebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen.
C. Data dan Sumber Data Jenis data menunjuk data apa saja yang menjadi fokus penelitian. Data data merupakan benda, hal, atau tempat peneliti mengamati, membaca, atau bertanya -sumber data dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Informan Informan yaitu orang yang benar-benar mengetahui secara mendalam tentang obyek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi informan yang sekiranya dapat memberikan data yang diperlukan adalah orang tua anak berkebutuhan khusus dan Dinas Pendidikan. 2. Tempat dan peristiwa Tempat dan peristiwa menjadi sumber data karena dalam pengamatan yang dilakukan harus sesuai dengan konteksnya dan setiap situasi melibatkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
tempat dan peristiwa. Adapun tempat yang menjadi tempat dalam penelitian ini adalah desa di Kecamatan Sidoharjo. Sedangkan peristiwa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu akses pendidikan anak berkebutuhan khusus. 3. Dokumen Dokumen yang digunakan yaitu dokumen yang relevan dengan akses pendidikan anak berkebutuhan khusus.
D. Teknik Sampling (Cuplikan) Teknik sampling merupakan metode pengambilan sampel untuk menentukan sampel yang akan dipergunakan dalam suatu penelitian. Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang digunakan yaitu non-probability sampling. Menurut Haris Herdiansyah, non-probability sampling merupakan metode sampling yang setiap individu atau unit dari populasi tidak memiliki kemungkinan yang sama untuk dipilih (2010). Teknik non-probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling bola salju (snowball sampling). Teknik ini digunakan karena peneliti tidak membatasi atau menyeleksi jumlah informan. Fenomena yang diteliti dapat berkembang menjadi lebih dalam dan lebih luas dari yang ditentukan sebelumnya serta subjek penelitian yang terlibat menjadi bertambah.
E. Pengumpulan Data -cara yang dapat digunakan
penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Wawancara Wawancara merupakan kegiatan bertanya jawab antara pewawancara dengan informan secara bertatap muka untuk mengetahui informasi yang mendalam dari informan (Burhan Bungin, 2008). Dalam penelitian ini peneliti sudah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
mempersiapkan daftar pertanyaan. Wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang mengarah ke dalam informasi. 2. Observasi Muhammad Idrus (2007)
(hlm. 126). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode obeservasi non partisipasi dimana peneliti berada di luar obyek yang diteliti dan tidak ikut dalam kegiatan yang mereka lakukan. 3. Dokumen Disamping teknik tersebut di atas juga digunakan teknik pendukung yaitu teknik dokumentasi. Teknik dokumentasi adalah merupakan salah satu teknik pengumpulan data melalui keterangan-
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa data yang relevan dengan akses pendidikan anak berkebutuhan khusus
F. Uji Validitas Data Validitas
merupakan
keakuratan
atau
kesahihan
data
yang
dikumpulkan yang selanjutnya akan dianalisa dan ditarik kesimpulan pada akhir penelitian. Menurut Moleong, terdapat empat kriteria yang digunakan sebagai penetapan keabsahan data dalam penelitian kualitatif, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability) (2005). Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi. Menurut Moleong (2005),
riangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
. Menurut Haris
Herdiansyah (mengutip simpulan Denzin) terdapat empat tipe triangulasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu triangulasi teori, triangulasi metodologi, triangulasi data, dan triangulasi observer (2010). Dalam penelitian ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
menggunakan triangulai sumber/ data dan triangulasi metode sebagai teknik pemeriksa keabsahan data. Peneliti dalam penelitian ini melakukan triangulasi sumber dengan cara sebagai berikut: 1. Membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara tentang pelaksanaan model layanan dalam rangka perluasan akses pendidikan anak berkebutuhan khusus. 2. Membandingkan hasil wawancara tersebut dengan data yang terdapat dalam dokumen. Peneliti dalam penelitian ini melakukan triangulasi metode dengan cara sebagai berikut: 1. Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data. 2. Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
G. Analisis Data Menurut Sugiyono (mengutip simpulan Bogdan), secara garis besar analisis data kualitatif adalah suatu proses mencari dan menyusun data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami diri sendiri maupun orang lain (2009). Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisa data yang bersifat kualitatif dengan metode analisa interaktif. Penyajian data sebagai kumpulan informasi yang tersusun memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan adanya penerapan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
metode kualitatif, maka dapat dikatakan merupakan ciri yang dilakukan secara deskriptif.
H. Prosedur penelitian Kegiatan penelitian ini seluruhnya direncanakan sebagai berikut: 1. Tahap pra penelitian a. Menyusun rancangan penelitian b. Memilih tempat penelitian c. Mengurus ijin d. Menjajaki dan menilai tempat penelitian e. Memillih informan f. Menyiapkan perlengkapan penelitian 2. Tahap pelaksanaan penelitian a. Memasuki lokasi penelitian b. Mengumpulkan data dari informan 3. Analisis data Dalam tahap ini peneliti melakukan kegiatan yang berupa mengatur dan mengorganisasikan data. Kemudian setelah data terkumpul, data dianalisa untuk mengetahui permasalahan yang diteliti sehingga dapat ditentukan tema dan dirumuskan dengan sementara. 4. Tahap penulisan laporan Setelah tahap analisa data selesai, langkah berikutnya adalah menarik kesimpulan dari permasalahan yang diteliti kemudian hasil penelitian nantinya akan ditulis dalam bentuk skripsi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian/ Objek Penelitian 1. Keadaan Wilayah Sidoharjo adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan Sidoharjo terletak di sebelah barat Ibukota Kabupaten Sragen. Dimana jarak Kecamatan dengan Ibukota Kabupaten Sragen sekitar 4,7 Km dan dari Kota Solo berjarak 25,5 Km. Kecamatan Sidoharjo terdiri atas 12 desa yang terbagi dalam 36 Kebayanan. Desa tersebut adalah: Sidoharjo, Jetak, Singopadu, Jambanan, Pandak, Sribit, Tenggak, Taraman, Patihan, Duyungan, Purwosuman, dan Bentak. Batas batas wilayah sidoharjo sebagai berikut : a. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sragen. b. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Masaran. c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Karangmalang. d. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Tanom. Luas wilayah Kecamatan Sidoharjo adalah 4.588,98 Ha. Luas tersebut terbagi atas 623 Ha berupa irigasi, 1.097,80 Ha berupa sawah tadah hujan, 2.384,53 Ha berupa tanah kering, 309,34 Ha berupa tanah hutan, 8,83 Ha berupa lapangan, 25,86 Ha berupa kuburan, dan 96,96 Ha berupa lain-lain. Kondisi tanah di wilayah kecamatan Sidoharjo berada pada 31 ketinggian 89-100 m di atas permukaan laut relatif datar dan pada umumnya berstruktur litosol dengan curah hujan rata-rata 23-29 mm/tahun dengan suhu rata-rata 23-31 derajat celsius.
commit 41 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
2. Keadaan Penduduk Jumlah penduduk kecamatan Sidoharjo per 31 Maret 2007 adalah 51.085 jiwa yang terdiri atas penduduk laki-laki sejumlah 25.159 jiwa dan perempuan sejumlah 25.926 jiwa yang terbagi dalam 17.055 KK dengan kepadatan rata-rata 13.146 jiwa/ Km2. Tingkat heterogenitas masyarakat Kecamatan Sidoharjo cukup tinggi terutama dilihat dari variatifnya pemeluk agama. Kehidupan antara pemeluk sangatlah beragam dengan menerapkan Falsafah Tri Kerukunan Beragama. Aktifitas masyarakat Kecamatan Sidoharjo cukup dinamis dan cenderung mengarah kompetitif. Dibalik budaya masyarakat yang konsumtif masih tetap dipertahankan cenderung melekat kehidupan masyarakatnya, hal ini terbukti masih banyaknya pesta/ hajatan dikalangan masyarakat.
3. Sarana pendidikan Di Kecamatan Sidoharjo terdapat 34 SD dan 5 MI, 2 SMP dan 1 MTs. Sekolah-sekolah tersebut terdiri dari sekolah negeri dan sekolah swasta. Sekolah tersebut tersebar di seluruh kelurahan. Sarana pendukung kompetensi siswa di Kecamatan Sidoharjo cukup memadai. Demikian juga untuk SMP dan MTS. Untuk sekolah dasar, dari 34 SD/MI yang ada kesemuanya sudah mempunyai perpustakaan sekolah sekalipun dengan judul buku yang relatif terbatas.
B. Deskripsi Temuan Penelitian Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, diperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Berikut adalah diskripsi temuan hasil penelitian:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
1. Akses layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen Berdasarkan data yang diperoleh, perluasan akses dan peningkatan pemerataan pendidikan masih menjadi masalah utama. Belum semua anak berkebutuhan khusus usia sekolah (usia 7-18 tahun) dapat memperoleh akses pendidikan dengan baik. Layanan pendidikan belum sepenuhnya menjangkau seluruh lapisan masyarakat, khususnya anak berkebutuhan khusus yang tinggal di daerah pedesaan. Berdasarkan data yang diperoleh dari kecamatan tahun 2011 menunjukkan bahwa masih cukup banyak anak berkebutuhan khusus yang belum mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya. Jumlah anak berkebutuhan khusus usia sekolah (7-18 tahun) di Kecamatan Sidoharjo yang sudah mendapatkan layanan pendidikan 10 anak sedangkan jumlah yang belum mendapat pendidikan 27 anak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
Tabel 4.1 Daftar Anak Berkebutuhan Khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen yang Tidak Mendapatkan Layanan Pendidikan Tahun 2011 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Nama
Da Ro No DB DW AW Bs RS Hl NP Hy Hp Su Ms AA ES Tk Yu St MP DN RS DP MY UW Nt Sw
Keterangan : 1. ATN 2. ATR 3. ATG 4. ATD 5. ATL 6. AT Ganda
Jenis Kelamin (L/P) L L P P P L L P P P L L P L P P P P P P P L L L L P P
Umur (7-18 tahun) 8 9 12 17 8 9 13 12 16 14 13 18 12 7 8 11 9 15 9 17 10 17 18 13 14 V V
Jenis Kelainan ATG ATG ATG ATG AT Ganda ATN AT Ganda AT Ganda ATD AT Ganda ATG AT Ganda ATD ATN ATG ATG ATG ATD AT Ganda ATR ATG ATG ATN ATG ATG AT Ganda ATG
: Anak Tuna Netra : Anak Tuna Rungu Wicara : Anak Tuna Grahita : Anak Tuna Daksa : Anak Tuna Laras : Anak Tuna Ganda
Sumber data: Kecamatan Sidoharjo, 2011
commit to user
Alamat
Sidomulyo Sidoharjo Sidomulyo Sidoharjo Sidomulyo Sidoharjo Banyuning Sidoharjo Jetak Kidul Jetak Jetak Kidul Jetak KaponanJetak Jetak Gayam Jetak Jetak Duyungan Duyungan Duyungan Sukorejo Duyungan Sambirejo Duyungan Kayen Patihan Babadan Bentak Tlobongan Bentak Tlobongan Bentak Tlobongan Bentak Taraman Taraman Sembungan Taraman Sembungan Taraman Kr.Tengah Singopadu Sribit Mendeng Purwosuman Mendeng Purwosuman Jenggrik Purwosuman Ngelo Pandak Karang Uni Pandak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
Tabel 4.2 Daftar Anak Berkebutuhan Khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen yang Sudah Mendapatkan Layanan Pendidikan Tahun 2011 No.
1 2 3 4 5 6 7 8
Nama
Pw NU TN AN EY Lt Ml Ap
9 AE 10 St Keterangan : 1. ATN 2. ATR 3. ATG 4. ATD 5. ATL 6. AT Ganda
Jenis kelamin (L/P) L P L P L P L L
Umur (7-18 tahun)
Jenis kelainan
18 10 11 10 17 13 7 13
ATG ATR ATD ATN ATG ATG ATN AT Ganda
L P
V V
ATD ATG
Alamat
Mungkung Jetak Kaponan Duyungan Karang manis Bentak Regunung Sribit Kijon Sribit Cermo Sribit Cermo Sribit Jungrangan Purwosuman Joho Pandak Ngelo Pandak
: Anak Tuna Netra : Anak Tuna Rungu Wicara : Anak Tuna Grahita : Anak Tuna Daksa : Anak Tuna Laras : Anak Tuna Ganda
Sumber data: Kecamatan Sidoharjo, 2011
Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2012 mengungkapkan bahwa jumlah anak berkebutuhan khusus usia sekolah di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen menunjukkan 45 anak. Jumlah yang belum mendapat layanan pendidikan 33 anak, sedangkan yang sudah mendapat layanan pendidikan hanya 12 anak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
Tabel 4.3 Daftar Anak Berkebutuhan Khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen yang Tidak Mendapatkan Layanan Pendidikan Tahun 2012 No.
Nama
1 Da 2 Ro 3 So 4 No 5 Ay 6 DW 7 AW 8 Bs 9 RS 10 Ml 11 Hl 12 Hy 13 Hp 14 Su 15 Ms 16 ES 17 TK 18 Yu 19 Si 20 MP 21 DN 22 Sp 23 IS 24 RS 25 EY 26 DP 27 My 28 UW 29 Al 30 Nn 31 Nm 32 Et 33 Sw Keterangan :
Jenis Kelamin (L/P) L L L P P P L L P P P L L P L P P P P P P P L L L L L L L P P P P
Umur (7-18 tahun) 9 10 16 12 7 8 10 14 13 8 17 14 18 13 8 12 12 16 10 18 11 13 8 18 18 18 13 14 13 15 15 16 15
1.
ATN
: Anak Tuna Netra
2.
ATR
: Anak Tuna Rungu
3.
ATG
: Anak Tuna Grahita
4.
ATD
: Anak Tuna Daksa
5.
ATL
: Anak Tuna Laras
6.
AT Ganda
: Anak Tuna Ganda
Jenis Kelainan
ATG ATG ATL ATG ATG AT Ganda ATN AT Ganda AT Ganda ATR AT Ganda ATG ATG AT Ganda ATG ATG ATG AT Ganda AT Ganda ATR ATG ATG AT Ganda ATG ATG ATN ATG AT Ganda AT Ganda ATG ATG ATL ATG
Sumber data: Wardani, 2012
commit to user
Alamat
Sidomulyo Sidoharjo Sidomulyo Sidoharjo Sidomulyo Sidoharjo Sidomulyo Sidoharjo Jetak Kidul Jetak Jetak Kidul Jetak Jetak Kidul Jetak Kaponan Jetak Jetak Gayam Jetak Jetak Gayam Jetak Jetak Duyungan Sukorejo Duyungan Sambirejo Duyungan Kayen Patihan Babadan Bentak Tlobongan Bentak Tlobongan Bentak Taraman Taraman Sembungan Taraman Sembungan Taraman Kr.Tengah Singopadu Dukuh Tenggak Tenggak Sribit Sribit Kijon Sribit Mendeng Purwosuman Mendeng Purwosuman Jenggrik Purwosuman Jungrangan Purwosuman Ngelo Pandak Ngelo Pandak Ngelo Pandak Karang Uni Pandak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
Tabel 4.4 Daftar Anak Berkebutuhan Khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen yang Sudah Mendapatkan Layanan Pendidikan Tahun 2012 No.
Nama
1 TN 2 AA 3 NU 4 IA 5 Ss 6 AE 7 DB 8 Ml 9 Lt 10 AN 11 CA 12 Ay Keterangan :
Jenis Kelainan (L/ P) L P P L L L P L P P L P
Umur (7-18 tahun)
Jenis kelainan
12 10 11 16 11 8 18 8 14 11 9 13
ATD ATG ATN ATD ATG ATD ATG ATR ATG ATN ATD ATR
1. ATN
: Anak Tuna Netra
2. ATR
: Anak Tuna Rungu
3. ATG
: Anak Tuna Grahita
4. ATD
: Anak Tuna Daksa
5. ATL
: Anak Tuna Laras
Alamat
Karang manis Bentak Tlobongan Bentak Kaponan Duyungan Ngepos Jetak Mungkung jetak Joho pandak Banyuning sidoharjo Cermo sribit Cermo sribit Regunung sribit Dukuh tenggak Nyawak tenggak
6. AT Ganda : Anak Tuna Ganda Sumber data: Wardani, 2012
2. Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen tidak mendapatkan layanan pendidikan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, ternyata banyak faktor yang menjadi penyebab anak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
berkebutuhan khusus usia sekolah (7-18 tahun) tidak mendapatkan layanan pendidikan. Dalam
menentukan
faktor-faktor
yang
menyebabkan
anak
berkebutuhan khusus tidak mendapatkan layanan pendidikan dilakukan melalui wawancara dengan lima orang tua anak berkebutuhan khusus. Setiap orang tua anak berkebutuhan khusus tersebut mewakili beberapa orang tua anak berkebutuhan khusus dari 2 atau 3 kelurahan. Dari sini dapat diketahui, faktorfaktor yang menyebabkan anak berkebutuhan khusus tidak mendapat layanan pendidikan diantaranya: a. Faktor Ekonomi Berdasarkan data yang diperoleh, penyebab anak berkebutuhan khusus tidak bersekolah karena faktor ekonomi. Dari 33 orang tua anak berkebutuhan khusus yang tidak mendapat layanan pendidikan, 91% diantaranya tidak menyekolahkan anaknya karena kondisi ekonomi yang rendah. Kondisi ekonomi keluarga yang kurang mendukung dalam pembiayaan pendidikan serta pekerjaan orang tua yang tidak tetap dan berpenghasilan sedikit menyebabkan anak tidak mendapat pendidikan yang semestinya. b. Faktor geografis Faktor geografis juga merupakan salah satu penghambat anak berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan. Dari 33 orang tua anak berkebutuhan khusus yang tidak mendapat layanan pendidikan, 76% diantaranya berpendapat bahwa salah satu penyebab anak tidak bersekolah yaitu karena letak SLB yang jauh dari tempat tinggal. Sekolah Luar Biasa (SLB) hanya berada di Kabupaten/ Kota sehingga anak-anak berkebutuhan khusus sulit untuk menjangkaunya. c. Faktor sosial dan psikologis Dengan kondisi anak yang mengalami kelainan, orang tua merasa malu dan bersikap overprotektif terhadap anaknya. Dari 33 orang tua anak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
berkebutuhan khusus yang tidak mendapat layanan pendidikan, 9% diantaranya orang tuacenderung menyembunyikan kondisi anak berkebutuhan khusus. Orangtua merasa malu memiliki anak berkebutuhan khusus kemudian enggan untuk menyekolahkannya di sekolah umum sehingga anak hanya dibiarkan di rumah saja. d. Faktor pengetahuan Keadaan orangtua yang tidak begitu mengetahui informasi mengenai layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus juga menjadi penyebab anak tidak bersekolah. Selain itu juga ada orang tua yang belum mengetahui tempat-tempat yang dapat memberikan layanan pendidikan yang tepat bagi anak. Dari 33 orang tua anak berkebutuhan khusus yang tidak mendapat layanan pendidikan, 30% diantaranya menyebutkan bahwa mereka tidak mengetahui dimana tempat-tempat untuk memperoleh pendidikan bagi anak sehingga anak tidak mendapat layanan pendidikan. e. Faktor kesadaran Kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus turut menjadi penyebab anak tidak mendapat layanan pendidikan. Rendahnya kesadaran orang tua dalam ikut serta secara aktif dalam pendidikan juga menjadi penghambat anak tidak sekolah. Dari 33 orang tua anak berkebutuhan khusus yang tidak mendapat layanan pendidikan, 61% diantaranya orang tua kurang memiliki kesadaran untuk memberikan pendidikan kepada anak sehingga anak tidak mengeyam pendidikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
Tabel 4.5 Faktor-Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus Tidak Mendapatkan Layanan Pendidikan No. 1 2 3 4 5
Faktor Penyebab Ekonomi Geografis Sosial Psikologis Pengetahuan Kesadaran
Keterangan Ya Tidak 30 3 25 8 3 30 10 23 20 13
Jumlah 33 33 33 33 33
3. Model layanan dalam rangka perluasan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, belum ada model layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen baik model pendidikan segregrasi (Sekolah Luar Biasa/ SLB) maupun model pendidikan inklusi. Hal ini mengakibatkan banyak anak berkebutuhan khusus di Kecamatan tersebut yang belum mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai kebutuhan dan kemampuan mereka. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Effendi selaku Kepala UPT Dinas P & K Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen bahwa tidak memungkinkan di Kecamatan Sidoharjo untuk mendirikan Sekolah Luar Biasa (SLB). Hal ini dikarenakan Kecamatan Sidoharjo berdekatan dengan Kota/ Kabupaten. Ketidakmungkinan pendirian SLB di Kecamatan Sidoharjo memberikan alternatif lain yaitu dengan merintis sekolah regular menjadi sekolah inklusi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
Tabel 4.6 Pemilihan Model Layanan Pendidikan oleh Orang Tua Anak Berkebutuhan Khusus yang Belum Mendapat Layanan Pendidikan No. 1 2 3 4
Model Layanan Pendidikan SLB Inklusi Lainnya Tidak Memilih Total
Jumlah 12 1 17 3 33
C. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dilakukan pembahasan terhadap permasalahan yang telah diajukan. Masalah-masalah tersebut adalah tentang akses layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen, faktor penyebab anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen tidak mendapatkan layanan pendidikan, dan model layanan dalam rangka perluasan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen. 1. Akses layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen Permasalahan Wajar 12 tahun masih dialami oleh anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen, khususnya anak berkebutuhan khusus di pedesaan yang miskin, padahal mulai tahun 2007 Kabupaten Sragen mencanangkan gerakan wajib belajar 12 tahun yang berarti setiap masyarakat sragen usia sekolah harus bersekolah serendah-rendahnya lulus SMA/sederajat. Dalam kenyataanya, anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo mengalami kesulitan mengakses pendidikan. Masih rendahnya akses pendidikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
bagi anak berkebutuhan khusus disebabkan oleh pola persebaran sekolah yang tidak representatif dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Berkaitan dengan akses pendidikan, di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen menunjukkan belum berhasilnya pencapaian pembangunan pendidikan terutama bagi anak berkebutuhan khusus, baik berupa pembangunan fisik maupun non fisik, hal ini terlihat dari belum adanya SLB, sekolah-sekolah inklusi maupun lembaga pendidikan nonformal bagi anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil analisis data sebelumnya menunjukkan rendahnya partisipasi anak berkebutuhan khusus usia sekolah dalam memperoleh pendidikan. Anak berkebutuhan khusus yang sudah mendapat pendidikan jumlahnya masih sedikit dibanding anak berkebutuhan khusus yang belum mendapat pendidikan. Berdasarkan analisis data sebelumnya, pada tahun 2011 masih ditemukan sejumlah 27 anak yang belum mendapatkan pendidikan diantaranya 3 anak tunanetra, 1 anak tunarungu, 13 anak tuna grahita, 3 anak tunadaksa, dan 7 anak tunaganda. Sedangkan yang sudah mendapatkan layanan pendidikan sejumlah 10 anak diantaranya 2 anak tunanetra, 1 anak tunarungu, 4 anak tunagrahita, 2 anak tunadaksa, dan 1 anak tunaganda. Pada tahun 2012 juga menunjukkan bahwa masih terdapat 33 anak yang belum mendapat layanan pendidikan yang terdiri dari 2 anak tunanetra, 2 anak tunarungu, 17 anak tunagrahita, 2 anak tunalaras, dan 10 anak tunaganda. Sedangkan yang sudah mendapat pendidikan sejumlah 12 anak yang terdiri dari 2 anak tunanetra, 2 anak tunarungu, 4 anak tunagrahita, dan 4 anak tunadaksa.
2. Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen tidak mendapatkan layanan pendidikan Berdasarkan analisis data sebelumnya, faktor penyebab anak berkebutuhan khusus tidak mendapatkan layanan pendidikan terdiri dari berbagai macam yaitu karena faktor ekonomi orang tua, faktor geografis, faktor sosial psikologis, faktor pengetahuan, dan faktor kesadaran. Berikut akan dibahas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
tentang faktor penyebab anak berkebutuhan khusus tidak mendapatkan layanan pendidikan. a. Faktor ekonomi Salah satu penyebab anak berkebutuhan khusus tidak sekolah karena faktor ekonomi. Kondisi sosial masyarakat di pedesaan yang sebagian besar miskin dan faktor ketidakmampuan membiayai sekolah secara ekonomi menjadi penyebab paling dominan anak berkebutuhan khusus tidak sekolah. Masalah biaya pendidikan yang harus dikeluarkan para orang tua menyebabkan orangtua memilih tidak menyekolahkan anaknya dengan alasan terdesak kebutuhan ekonomi. Berdasarkan hasil wawancara dengan
Ibu Sm,
Ibu Sm
mengungkapkan faktor ekonomi merupakan penyebab Su tidak bersekolah. Sebenarnya pernah ada bantuan dari dinas setempat berupa uang sejumlah Rp 300.000/ bulan untuk membantu Ibu Sm dalam menyekolahkan Su. Akan tetapi bantuan ini hanya berjalan tiga bulan saja karena Su belum juga disekolahkan hingga akhirnya bantuan yang telah berjalan tiga bulan tersebut dicabut. Bantuan yang seharusnya digunakan untuk Su bersekolah justru malah digunakan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Pekerjaan Ibu Sm sebagai buruh tani dengan penghasilan yang sedikit tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ibu Sm merupakan tulang punggung keluarga. Pekerjaan yang tidak tetap dengan penghasilan tidak menentu itu menyebabkan anak tidak disekolahkan. Keadaan rumah Ibu Sm yang juga termasuk kurang layakpun mencerminkan kondisi ekonomi yang rendah. Rumah Ibu Sm masih beralaskan tanah dan berdindingkan triplek. Rumah juga kurang terjaga kesehatannya karena bersebelahan dengan kandang kambing. Menurut hasil wawancara dengan Ibu Mr, disebutkan bahwa kondisi ekonomi dirasa menjadi penyebab Yu tidak bersekolah. Ibu Mr bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan tidak menentu harus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga. Kondisi rumah masih sangat sederhana dengan beralaskan tanah, menunjukkan bahwa Ibu Mr mengalami kondisi ekonomi yang rendah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sk, mengungkapkan bahwa faktor ekonomi menjadi penghambat No untuk mendapat layanan pendidikan. Bapak Sk berkerja sebagai buruh/ swasta, berpenghasilan tidak tetap. Penghasilan yang Bapak Sk dapatkan hanya cukup untuk makan seharihari. Bapak Sk bekerja jika ada pekerjaan, kalau tidak ada pekerjaan yang dikerjakan maka Bapak Sk menganggur. Anak dari Bapak Sk yaitu No pernah bersekolah di SLB selama 4 bulan dan selama itupula Bapak Sk tidak pernah dipungut biaya pendidikan, pendidikan di SLB tersebut digratiskan. Apabila biaya pendidikan itu tidak digratiskan mungkin dulu Bapak Sk tidak akan menyekolahkan anaknya. Kondisi rumah Bapak Sk tergolong amat sederhana karena rumah yang dihuni masih beralaskan tanah. Ini menunjukkan kehidupan ekonomi Bapak Sk masih rendah. Dari 33 orang tua anak berkebutuhan khusus yang tidak mendapat layanan pendidikan, 30 orang diantaranya berekonomi rendah dan hanya 3 orang yang berekonomi menengah/ tinggi. Orang tua yang berekonomi rendah tersebut kebanyakan bekerja sebagai buruh tani/ buruh. Tidak setiap hari mereka bekerja dan penghasilan yang diperoleh pun sedikit. Penghasilan yang mereka dapatkan hanya dapat untuk makan sehari-hari, untuk biaya tambahan lainnya dirasakan sangat sulit bagi mereka. Kondisi penghasilan keluarga seperti ini membuat mereka menempatkan pendidikan sebagai kebutuhan yang tidak wajib bagi anak mereka. Masalah ekonomi dimana keadaan keluarga yang miskin merupakan salah satu penyebab anak berkebutuhan khusus tidak sekolah. Kondisi ekonomi keluarga kurang mendukung dalam pembiayaan pendidikan anak. Hal ini sejalan dengan pendapat Sri Widati, dkk bahwa penyebab anak berkebutuhan khusus tidak sekolah karena orang tuanya miskin (2010). Orang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
tua tidak mampu membiayai pendidikan anak karena pekerjaan orang tua yang tidak menentu dengan penghasilan yang sedikit. b. Faktor geografis Faktor geografis juga merupakan salah satu faktor penghambat anak berkebutuhan khusus untuk mendapat akses pendidikan. Sekolah Luar Biasa (SLB) hanya berada di Kabupaten/ Kota, sedangkan anak-anak berkebutuhan khusus tersebar di beberapa pedesaan. Menurut hasil wawancara dengan 5 orang tua anak berkebutuhan khusus bahwa jarak yang harus ditempuh Su, Yu, No, Da, dan Ro menuju SLB kurang lebih 6 Km. Jarak antara tempat tinggal anak dengan SLB juga relatif jauh menyebabkan diantara mereka belum mendapat akses pendidikan. Sejalan dengan keadaan diatas, Dewi Sri Rejeki dan Hermawan mengungkapkan bahwa pendidikan segregatif (SLB) yang keberadaannya di kota-kota menyebabkan banyak anak-anak berkebutuhan khusus kurang terlayani (2010). Dari 33 orang tua anak berkebutuhan khusus yang tidak mendapat layanan pendidikan, 25 orang diantaranya menyebutkan bahwa letak SLB jauh dari tempat tinggal mereka sehingga anak tidak disekolahkan karena tidak ada yang mengantar maupun menjemput. Populasi anak berkebutuhan khusus yang menyebar di pelosok desa, sementara gedung sekolah untuk anak berkebutuhan
khusus
berada
di
Kota
Kabupaten
atau
Kecamatan
menyebabkan masih banyak anak berkebutuhan khusus yang belum tertampung di SLB (Haryanto, 2010). Ketimpangan pemerataan pendidikan anak berkebutuhan khusus terjadi antar wilayah geografis yaitu antara perkotaan dan pedesaan di Kecamatan Sidoharjo. Terbatasnya perluasan dan persebaran sekolah di daerah berdampak pada anak berkebutuhan khusus yakni hambatan akses dalam memperoleh pendidikan, sehingga secara langsung berdampak juga pada pemenuhan kebutuhan anak berkebutuhan khusus terhadap pendidikan. Sebagian
besar
pendirian
lembaga-lembaga
commit to user
pendidikan
bagi
anak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
berkebutuhan khusus masih berorientasi di wilayah perkotaan, sedangkan untuk wilayah-wilayah di pedesaan atau daerah terpencil dirasakan masih sangat kurang. Hal ini berakibat pada kurang adanya perluasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan. c. Faktor sosial dan psikologis Kondisi sosial dan psikologis orang tua juga menjadi salah satu faktor penyebab anak berkebutuhan khusus tidak mendapat layanan pendidikan yang sesuai. Para orang tua merasa malu terhadap kondisi anak yang mengalami kelainan bahkan adapula dari mereka yang bersikap overprotektif menyebabkan anak berkebutuhan khusus tidak mendapat layanan pendidikan. Seperti kondisi keluarga Ibu Sm ketika ditemui, keluarga terlihat sedikit malu dan bersikap overprotektif memiliki anak berkebutuhan khusus, anak cenderung tinggal di dalam rumah terus tanpa diajak keluar rumah. Ibu Sm juga beranggapan bahwa anaknya tidak mampu untuk berbuat apa-apa sehingga anak tidak disekolahkan dan akhirnya dibiarkan saja dirumah Dari 33 orang tua anak berkebutuhan khusus yang tidak mendapat layanan pendidikan, 3 orang diantaranya merasa malu menyekolahkan anak dan cenderung menyembunyikan anak di dalam rumah. Kondisi sosial dan psikologis yang cenderung malu inilah yang menyebabkan anak tidak disekolahkan dan hanya dibiarkan dirumah tanpa mendapat pendidikan. Seperti diungkapkan Sri Widati, dkk bahwa kehadiran anak yang mengalami kecacatan menyebabkan para orang tua merasa malu ataupun bersikap overprotektif sehingga anak tidak disekolahkan (2010). d. Faktor pengetahuan Kurangnya pengetahuan orang tua tentang pentingnya pendidikan menjadi salah satu penyebab anak tidak di sekolahkan. Banyak dari mereka menganggap bahwa pendidikan bukan suatu hal yang penting. Anggapan seperti inilah yang kemudian mempengaruhi pola pikir mereka. Orang tua
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
juga kurang mempunyai pengetahuan seputar informasi pendidikan anak berkebutuhan khusus. Pengetahuan orang tua mengenai tempat layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus juga sangat terbatas, sehingga banyak anak yang kesulitan mencari tempat layanan pendidikan. Berdasarkan hasil analisis data sebelumnya ada 10 orang tua anak berkebutuhan khusus yang belum mengetahui dimana tempat-tempat pendidikan yang dapat mampu menerima kondisi anak dan memberi pendidikan yang tepat bagi anak. Hal ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan Joppy Liando dan Aldjo Dapa bahwa orang tua kesulitan untuk memilih sekolah yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus (2007). Oleh sebab itu, anak tidak bersekolah dan dibiarkan di rumah. e. Faktor kesadaran Kesadaran orang tua yang masih rendah akan pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus berdampak pada kebutuhan pendidikan anak yang tidak dapat terpenuhi. Dari 33 orang tua anak berkebutuhan khusus yang tidak mendapat layanan pendidikan, 20 orang diantaranya kurang memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan. Orang tua cenderung lebih memilih menempatkan anaknya dirumah tanpa bersekolah. Hal ini menyebabkan kemampuan anak tidak berkembang secara optimal sehingga sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki anak rendah. Berdasarkan faktor-faktor penyebab yang dikemukakan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keadaan sosial ekonomi keluarga umumnya rendah, letak geografis tempat tinggal yang jauh dari sekolah, kondisi psikologis orang tua yang merasa malu, kurangnya pengetahuan orang tua tentang pendidikan anak, kesadaran orang tua kepada anak berkebutuhan khusus yang masih rendah. Secara garis besar Sri Widati, dkk mengungkapkan bahwa keberadaan SLB yang sebagian besar berlokasi di kota dan kabupaten menyebabkan sebagian besar anak berkebutuhan khusus di pedesaan belum mendapat akses pendidikan serta faktor sosiologis, ekonomis, dan psikologis menyebabkan anak-anak berkebutuhan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
khusus di pedesaan tidak mendapat akses pendidikan (2010). Berdasarkan analisis data sebelumnya, ditemukan faktor terbesar penyebab anak berkebutuhan khusus tidak mendapat layanan pendidikan karena faktor ekonomi.
3. Model layanan dalam rangka perluasan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen Berdasarkan analisis hasil penelitian, belum ada model layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen baik model pendidikan segregrasi (Sekolah Luar Biasa/ SLB) maupun model pendidikan inklusi. Hal ini mengakibatkan banyak anak berkebutuhan khusus di kecamatan tersebut yang belum mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai karakteristik dan kemampuan mereka. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Efendi selaku Kepala UPT Dinas P & K Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen bahwa tidak memungkinkan di Kecamatan Sidoharjo untuk mendirikan Sekolah Luar Biasa (SLB). Hal ini dikarenakan Kecamatan Sidoharjo berdekatan dengan Kecamatan Sragen maupun Kecamatan Karangmalang (Kota), sedangkan didua kecamatan tersebut sudah ada Sekolah Luar Biasa (SLB). SLB yang ada di Kecamatan Sragen yaitu SLB Bagaskara. Sedangkan SLB yang terdapat di Kecamatan Karangmalang yaitu SLBN Sragen. Dari 33 orang tua anak berkebutuhan khusus yang belum mendapat layanan pendidikan, terdapat sejumlah 12 orang tua yang memilih model pendidikan SLB, 1 orang tua yang memilih inklusi, 3 orang tua tidak memilih model layanan pendidikan karena mereka tidak bersedia menyekolahkan anaknya, dan 17 orang tua memilih model layanan pendidikan lain-lain baik sekolah asrama sampai sore maupun keterampilan kerja. Para orang tua lebih banyak memilih SLB dibanding sekolah inklusi, ini dikarenakan orang tua belum memiliki pengetahuan mengenai sekolah inklusi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
Biaya untuk mendirikan Sekolah Luar Biasa (SLB) relatif mahal. Penyelenggaraan pendidikan bagi ABK di SLB membutuhkan biaya yang sangat mahal untuk melengkapi sarana dan prasarana maupun alat-alat bantu khusus yang diperlukan. Ketidakmungkinan pendirian SLB di Kecamatan Sidoharjo memberikan alternatif lain yaitu dengan merintis sekolah reguler menjadi sekolah inklusi. Permendiknas No.70/2009 juga mewajibkan setiap kecamatan memiliki satu sekolah dengan setiap jenjang pendidikan untuk sekolah inklusi (Peduliinklusi, 2009). Penyelenggaraan sekolah inklusi tidak membutuhkan biaya yang mahal dibandingkan dengan pendirian SLB. Penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat memberikan kesempatan akses yang seluas-luasnya bagi seluruh anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan sesuai dengan kebutuhan mereka tanpa diskriminasi. Secara Konseptual dengan diterapkannya pendidikan inklusif memungkinkan anak berkebutuhan khusus bersekolah di sekolah manapun sesuai dengan keinginannya (Sri Widati,dkk, 2010: 194). Dengan penyelenggaraan sekolah inklusi akan mengurangi dampak sosial psikologis orang tua maupun anak berkebutuhan khusus serta anak berkebutuhan khusus akan lebih baik secara akademis maupun sosial.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan secara keseluruhan tentang model layanan dalam rangka perluasan akses pendidikan anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen tahun 2012 dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Masih ada sejumlah anak berkebutuhan belum mendapatkan layanan pendidikan di Kecamatan Sidoharjo. Jumlah anak yang sudah mendapat pendidikan hanya 30% dari populasi anak berkebutuhan khusus, sedangkan jumlah anak berkebutuhan khusus yang belum mendapat layanan pendidikan bekisar 70% dari populasi anak berkebutuhan khusus. 2. Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus belum mendapatkan layanan pendidikan diantaranya karena kondisi ekonomi orang tua yang rendah, letak SLB yang jauh dari tempat tinggal anak berkebutuhan khusus, kondisi sosial dan psikologis orang tua yang cenderung merasa malu dan bersikap overprotektif, rendahnya pengetahuan orang tua tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus, dan rendahnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan. 3. Model
layanan
dalam
rangka
memperluas
akses
pendidikan anak
berkebutuhan khusus yaitu model pendidikan inklusif. Model pendidikan inklusif memberikan kesempatan akses pendidikan yang seluas-luasnya bagi seluruh anak berkebutuhan khusus tanpa diskriminasi.
B. Implikasi Dalam menentukan model layanan dalam rangka perluasan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen dilakukakan melalui prosedur/ tahapan yang benar. Tahapan ini diawali dengan penjaringan yaitu menjaring anak berkebutuhan khusus usia sekolah (7-18
commit 60 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
tahun) yang belum mendapatkan layanan pendidikan. Selanjutnya, mencari faktor penyebab anak berkebutuhan khusus tidak mendapatkan layanan pendidikan. Tahapan terakhir yaitu menemukan model layanan dalam rangka perluasan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang belum mendapat layanan pendidikan. Model layanan pendidikan sangat penting dan dibutuhkan oleh anak berkebutuhan khusus. Model pendidikan inklusi merupakan salah satu model pendidikan
yang
paling
memungkinkan
untuk
dilaksanakan.
Dengan
penyelenggaraan pendidikan inklusi dapat memperluas akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dan permasalahan-permasalahan yang ada baik ekonomi, geografis, maupun sosial psikologis dapat terselesaikan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyediakan model pendidikan dalam memperluas akses pendidikan anak berkebutuhan khusus dengan memperhatikan permasalahan-permasalah yang ada.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan pentingnya meningkatkan perluasan akses pendidikan anak berkebutuhan khusus agar Penuntasan Wajar Dikdas 12 Tahun dapat tercapai. Adapun saran tersebut antara lain: 1. Bagi Pemerintah a. Pemerintah sebaiknya mengidentifikasi anak yang berkebutuhan khusus usia sekolah yang belum bersekolah. b. Pemerintah haruslah memperhatikan permasalahan-permasalahan yang ada baik kondisi anak maupun kesiapan orang tua dalam menyediakan model layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. c. Pemerintah membentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus berupa pelayanan pendidikan inklusi untuk menjangkau anak berkebutuhan khusus yang tinggal di pedesaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
d. Pemerintah
mewajibkan
semua
sekolah
untuk
menerima
anak
berkebutuhan khusus sehingga semua anak kebutuhan khusus bisa bersekolah. 2. Bagi Sekolah a. Sekolah
harus menerima dan mendidik anak-anak dengan kebutuhan
khusus. b. Sekolah melakukan identifikasi dan assesmen terhadap anak berkebutuhan khusus saat masuk sekolah. c. Sekolah harus menyosialisasikan kepada para orang tua bahwa sekolah siap menerima anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler. d. Sekolah membekali guru mengenai pendidikan untuk anak kebutuhan khusus agar guru memiliki kompetensi membantu mengembangkan potensi anak berkebutuhan khusus. 3. Bagi Orang Tua a. Orang tua harus memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. b. Orang tua sebaiknya mencari berbagai informasi mengenai pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. c. Orang tua harus berpartisipasi dalam menyediakan model layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
commit to user