MODEL KEPEMIMPINAN BERBASIS TOTAL QUALITY LEARNING (TQL) MENUJU WORLD CLASS UNIVERSITY Oleh: Eka Prihatin
Universitas Pendidikan Indonesia,
[email protected]
Abstrak Worldclass mengandung pengertian tentang sesuatu kebutuhan untuk memenuhi standar yang tinggi di mana saja dalam rangka bersaing serta pertumbuhan dari suatu kelas social, yang didefinisikan dari kemampuannya untuk mengelola sumber daya serta kemampuan untuk beroperasi melampaui batas dan melewati wilayah yang luas. Ada kendaraan yang akan membawa dan melayani anggota worldclass yaitu cosmopolitan. Dimana lembaga pendidikan dihubungkan oleh rantai global yang disusun oleh pemimpin dengan model kepemimpinan berbasis Total Quality Learning (TQL). Implementasi model tersebut sasarannya lebih luas dari implementasi konsep total quality management, sehingga dijadikan model kepemimpinan yang tepat untuk memacu lembaga pendidikan menuju world class university dalam merespon kebijakan pemerintah menyongsong 2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, sampel pada penelitian ini adalah Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara ( PT BHMN) yaitu Universitas Pendidikan Indonesia dan Institut Teknologi Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perguruan Tinggi yang termasuk pada PT BHMN, pada dasarnya telah mengimplementasikan model kepemimpinan Total Quality Learning, hal itu dapat diketahui dari hasil bahwa leadership capacity yang dipersiapkan menuju worldclass telah memahami kompetensi yang harus dimiliki serta mampu membuat tahapan rencana untuk memenuhi indicator dari lembaga yang berlabel worldclass sehingga setiap produk yang ditawarkan telah dikaji berdasarkan student need dan perkembangan dan tuntutan dari pengguna lulusan serta kualitas yang ditetapkan adalah berkelas dunia. Kata kunci: worldclass university, pemimpin, Total Quality management, Total Quality Learning Abstract: World class implies something about the need to meet high standards everywhere in order to compete with the growth of a social class, which is defined from the ability to manage resources and the ability to operate beyond the limits and pass through a wide area. There is a vehicle that will bring and serve the members of the cosmopolitan world class. Where institutions are linked by global chains compiled by leaders with a leadership model based on Total Quality Learning (TQL). Implementation of these models target the wider implementation of the total quality management concepts, so it is modeled on the proper leadership to spur educational institutions towards world class university in response to the government’s policy to welcome 2014. This study uses a quantitative approach, the sample in this study were university State Owned Legal Entity (USOLE) Education: University of Indonesia and the Bandung Institute of Technology. The results showed that a higher education, including the USOLE, basically has implemented a Total Quality Learning leadership model, it can be seen from the results that the leadership capacity world class been geared toward understanding the competencies that must possess and be able to make the step plan to meet the indicator of world class institution labeled so that each product offered has been assessed based on student need and development of graduates and the demands of users and the quality of the set is world class. Keywords: world class university, leader, Total Quality Management, Total Quality Learning
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
1
Jurnal Penelitian Pendidikan | Vol. 13 No. 2 Oktober 2012
PENDAHULUAN Maraknya implementasi total quality management dalam berbagai lembaga dan organisasi merupakan bentuk kepedulian dalam meningkatkan mutu produk. Demikian juga dalam pendidikan, TQM menjadi satu model favorit untuk meningkatkan mutu pendidikan yang menjadi tujuan utama setiap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan penjaminan mutu pendidikan. Implementasi TQM sudah tidak tepat lagi dalam pendidikan yang ditujukan untuk world class university, alasannya adalah pembahasannya begitu sempit hanya dalam bentuk management saja, akan tetapi keluasan aspek pendidikan yang memiliki folosofi yang unik menjadi bias karena implementasi TQM memacu lembaga pendidikan menjadi perusahaan profit yang membiaskan esensi dari pendidikan itu sendiri. TQM hanya merupakan bagian dari total quality learning (TQL), dimana melalui TQL akan memiliki quality product yang menyatukan nilai kepribadian ahklaqul kharimah (fundamental value) dan profesionalisme ( instrumental value). Aspek TQL menyakut bahasan tentang school culture, leadership capacity, learning proses effectiveness, student needs yang didasarkan pada customers satisfaction, serta quality product. Semua aspek tersebut berstandar internasional untuk mendorong setiap lembaga pendidikan menjadi world class university. 2014 merupakan gerbang terbuka bagi dunia pendidikan, dimana setiap lembaga pendidikan harus siap berkompetisi dengan lembaga pendidikan world class lain dari berbagai Negara. PT BHMN belum memiliki TQL yang
2
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
mumpuni yang dapat dijadikan core capabily sebagai senjata tepat untuk bersaing dengan wold class university, sehingga arah dan geraknya tidak beraturan. Hal itu akan memberikan dampak ketidak tercapaian baik dari tujuan pendidikan maupun keberhasilan setiap kebijakan pendidikan, sehingga dengan demikian pemerintah gagal memciptakan world class university. Dampak selanjutnya adalah keterpurukan pendidikan yang akan diambil alih oleh negara yang telah menjadi wold class university, sehingga penjajahan gaya baru akan melanda negara kita.
TOTAL QUALITY LEARNING Total quality management merupakan paradigm baru yang melanda seluruh dunia, diimplementasikan membabi buta dalam setiap organisasi baik itu bersifat profit maupun nonprofit, yang berskala kecil maupun yang besar, dalam skupe local maupun global. Booming TQM ini dinilai tidak tepat apabila di implementasikan dalam lembaga pendidikan karena cakupannya menjadi sangat sempit dalam hal management saja, akan tetapi karakteristik dari pendidikan itu sangat luas tidak hanya menyentuh aspek management saja akan tetapi menyentuh aspek pembelajaran dan pembentukan kepribadian sebagai karakteristik unik yang tidak dapat dikelola secara umum saja, akan tetapi ada sentuhan khusus yang dapat menyatukan hasil pembelajaran yaitu kepribadian intelektual sebagai fundamental value dan keterampilan sebagai instrumental value. Model kepemimpinan total quality learning bertujuan mengakumulasikan fundamental value dan instrumental value dalam hasil pendidikannya sehingga dilakukan peningkatan
ISSN 1412-565X
Model Kepemimpinan Berbasi Total Quality..................... (Eka Prihatin)
mutu pada segala aspek yang berkaitan dengan proses pendidikan. Aspek tersebut diantaranya adalah (1) leadership capacity yang karakteristiknya disesuaikan dengan tuntutan untuk memimpin world class university; (2) learning proses world class university, yang berkaitan dengan (a) mempersiapkan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang sesuai dengan world class university; (b) fasilitas dan dana pendidikan yang dapat mendorong menuju world class university; (c) desain kurikulum pembelajaran yang sesuai dengan world class university; (d) pedagogic methodological yang dirancang untuk world class university;(e) total quality management world class university;
learning. Dibahas juga tentang qualitas proses pembelajaran dengan melakukan gethering dan analyzing informasi sebagai invanting solution to real-life problem and shaping change. Kedua, menanamkan pengertian bahwa Total Quality Management merupakan jantungnya Total Quality Learning, dimana ketika peserta didik dan guru bersama in the persuit of excellence, harus menempuh dua prosedur yaitu (1) hunches and guesswork tentang school dynamics berdasarkan fakta dan data; (2) the standards and methods untuk mereplace secara efisien, efektif, ongoing data colection process.
(f) school culture world class universitas; (3) student needs yang didasarkan pada kebutuhan dan tuntutan global masa yang akan datang; (4) quality product merupakan akumulasi dari fundamental value dan instrumental value.
Secara umum TQL itu sendiri diarahkan untuk melakukan total quality pada semua aspek yang berkaitan dengan pengelolaan pendidikan, dari mulai input, proses juga output hasil pendidikan, seperti yang dikemukakan dalam
David Langford (Kenneth and Bennett, 1994:160) mengemukakan bahwa TQL adalah redefine classroom norm and practices, TQL consistent power to change teacing and learning for the better. Yang memiliki ciri sebagai berikut: (a) The quality process gives students meaningful authority and responsibility to determine the shape and crouse of their own learning; and (b) TQL abolishes the traditional emphasis on outcomes-grades, test scores, and focuses instead on improving the classroom processes by which learning takes place
Total Quality Learning (TQL) telah dirintis di Mt. Edgecumbe High School di Sitka, Alaska dan sekarang dimanfaatkan di sekolah sekolah dan kabupaten di seluruh negeri.
Tahapan pertama adalah peningkatan quality adalah power sharing antara peserta didik dengan guru tentang typically bars guru dan peserta didik secara terbuka, yaitu tentang pemahaman mata pelajaran dan kemampuan guru untuk meyakinkan tujuan nilai dan kebermaknaan dari mata pelajaran tersebut, serta harapan dari real and enthusiastic
TQL menyediakan metode dan alat untuk: (a) siswa mengembangkan tanggung jawab; (b) siswa mengembangkan kebutuhan dan kemampuan untuk bekerja bersama menuju tujuan bersama; (c) mempromosikan berpikir pemecahan masalah yang kompleks dalam proses belajar; (d) siswa untuk mengevaluasi kualitas pekerjaan mereka sendiri dan orang lain; dan (e) siswa kelas mengembangkan tujuan, visi, dan pernyataan misi; bekerja dengan para guru untuk merancang kurikulum unit; dan melakukan konferensi yang dipimpin mahasiswa untuk menunjukkan kemajuan mereka dan area-area perbaikan yang diperlukan kepada orangtua mereka. Dalam
buku
Kualitas
Fusion,
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
3
Jurnal Penelitian Pendidikan | Vol. 13 No. 2 Oktober 2012 Margaret Byrnes; menggambarkan pendekatan holistik untuk menggunakan TQL di dalam kelas.Pendekatan yang digunakan oleh Voyager: (a) Guru menunjukkan kepemimpinan (fasilitator bukan bos); (b) Misi, tujuan dan integritas akademik di kelas benar-benar jelas; (c) Semua pekerjaan yang bersangkutan dan mengalir dari siswa; (d) Isi kursus terhubung ke masyarakat sekitar dan dunia nyata; (e) Mahasiswa tidak hanya diperlakukan sebagai “pekerja,” tetapi juga sebagai anggota tim “penelitian dan pengembangan” departemen; (f) Rekan
mengajar; kerja kelompok kecil, dan kerja sama ditekankan; (g) Pengalaman estetika disediakan untuk meningkatkan pembelajaran; (h) Kelas yang meliputi proses refleksi; (i) Pengajaran/sistem pembelajaran terus-menerus mengalami evaluasi; dan (j) Kegiatan baru terusmenerus berevolusi dari kegiatan lama. Fakri Gaffar (2006) mengemukakan bahwa fokus dari lembaga pendidikan adalah dengan menciptakan kualitas dalam proses pembelajaran dimana akan dipengaruhi oleh kebutuhan serta faktor lingkungan ,untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1; Fokus The Quality of Learning
Konsep dari kualitas kadang dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian yang merupakan fungsi spesifikasi kualitas yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan . Stephen Uselac yang dikutip Fandy Tjiptono (1995:3) menegaskan bahwa kualitas bukan hanya mencakup produk dan jasa tetapi juga meliputi proses, lingkungan dan manusia.
4
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Banyak definisi tentang kualitas yang dikemukakan berdasarkan sudut pandang masing-masing, diantaranya sebagai berikut: (1) Performance to the standard expected by the customer; (2) Meeting the customer’s needs the firs time and every time; (3) Providing our customers with products and services thet consistently meet their needs and expectations; (4) Doing the right thing right the first time, always striving for improvement, and always satisfying the customer; (5) A
ISSN 1412-565X
Model Kepemimpinan Berbasi Total Quality..................... (Eka Prihatin)
pragmamtic system of continual improvement, a way to success fully organize man and machines; (6) The meaning of excellence; (7) The unyielding and continuing effort by everyone in an organization to understand, meet, and exceed the needs of its customers; (8) The best product that you can profuce with the materiakls that you have to work with; (9) Continuous good product which a customer can trust; and (10) Not only satisfying customers, but delighting them, innovating, creating. Definisi mutu dapat dinyatakan sebagai fitness for us, conformance to costumer satisfaction, meeting customer expectations, low cost, on time delivery, Dengan demikian
kualitas adalah mengerjakan produk yang benar (secara berhasil guna) dengan cara yang benar (secara berdaya guna/efisien) pada waktu yang tepat, dipercaya (reliability) daan handal. Kualitas merupakan karakteristik barang atau jasa yang ditentukan oleh pemakainya, dan kualitas menunjukkan adanya kesesuaian antara produk dengan apa yang diinginkan pelanggan. Sedangkan dimensions of quality for goods adalah operation, reliability & durability, conformance, serviceability, appearance, dan perceived quality. Alasan pentingnya mutu bagi setiap organisasi ada tiga yaitu : company reputation, product liability, dan global implications.
Fakry Gaffar (2006) menggambarkan konsep mutu sebagai berikut:
Gambar 2; Concept of Quality Fakry Gaffar (2006) membagi bahwa quality itu dibagi dengan quality control dan quality assurance, yang digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3: Quality Control dan Quality Assurance LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
5
Jurnal Penelitian Pendidikan | Vol. 13 No. 2 Oktober 2012 Kotler (2000:439) mengungkapkan formulasi model kualitas jasa terletak pada pelayanan, dimana bentuk pelayanan yang dipilih merupakan rangkaian kebijakan ,kemampuan dan racikan pemimpin pendidikan dalam mengakumulasikan seluruh sumber daya yang dimiliki oleh universitas dalam mengatur strategi pemasaran. Alasan yang dapat dikemukakan bahwa: (1) loyalitas pelanggan pendidikan yang lebih tinggi (higher customer Loyalty). Kualitas merupakan factor yang sangat penting untuk menciptakan kualitas pelanggan. Kualitas superior akan menimbulkan kepuasan lebih tinggi yang akan membentuk loyalitas pelanggan semakin kuat , pada akhirnya akan meningkatkan pemasaran pendidikan yang menandakan meningkatnya sumber dana pendidikan; (2) Higher Market Share (pangsa pasar yang lebih besar). Pelanggan pendidikan yang loyal merupakan basis yang solid bagi organisasi, karena terjadi periklanan yang gratis dan berkualitas word-ofmounth akan membawa penggan baru sehingga dapat memperluas pangsa pasar yang dimiliki universitas; (3) Hasil investasi yang lebih tinggi (higher returns to investment). Riset menunjukkan bahwa suatu lembaga pendidikan yang memiliki produk yang berkualitas tinggi merupakan lembaga yang paling diminati pelanggan dan outputnya sangat diminati pasar kerja sehingga akan meningkatkan sumber dana lembaga tersebut; (4) Karyawan yang loyal (loyal employee). Bila produk lembaga tersebut berkualitas superior maka akan meningkatkan image lembaga tersebut dan membuat seluruh civitas akademika lembaga tersebut mendapat kebanggaan atas kinerjanya sehingga menimbulkan kepuasan yang akan meningkatkan loyalitas dan produktif; dan (5) Biaya yang rendah (lower cost). Kualitas produk superior berarti melakukan sesuatu
6
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
yang benar pada waktu kali pertama, sehingga lembaga akan mengeluarkan biaya se-efisien mungkin untuk memperbaiki kesalahan dan ketidakpuasan pelanggan. Implementasi dari kualitas itu sendiri akan tergantung dari bagaimana pemimpin pendidikan mampu menangkap, menganalisis serta menuangkannya dalam tahapan-tahapan kegiatan. Sehingga setiap kegiatan menciptakan nilai yang dapat dirasakan oleh customers, stakeholders dan user, nilai yang melekat itulah yang dijadikan produk dari pendidikan. Dan nilai tersebut merupakan sebuah gerbang menuju world class performer company, sehingga kualitas pendidikan yang diselenggarakan sejajar dengan kualitas pendidikan secara global. Ada kendaraan yang akan membawa dan melayani anggota worldclass yaitu kosmopolitan. Kosmopolitan akan menuntun lembaga pendidikan yang dihubungkan oleh rantai global, karakteristik dari kendaraan ini adalah disetiap tempat sangat menyenangkan serta mampu memahami dan menjembatani perbedaan diantara anggota worldclass. Kosmopolitan merupakan kerangka berpikir yang terdiri dari 3 aset yang tidak nyata yaitu: (1) Konsep yang erat kaitannya dengan knowledge dan ide yang terbaik dan terbaru; (2) Kompetensi; merupakan kemampuan untuk beroperasi pada standar tinggi di setiap tempat di manapun; dan (3) Koneksi adalah akses ke sumber daya orang dan organisasi di seluruh dunia Ciri khas lembaga sebagai anggota worldclass, 3 aset yang terangkum menjadi kosmopolitan akan selalu dibawa kemanapun lembaga beroperasi, kosmopolitan ini memiliki peluang yang tak terbatas karena kemampuan mereka untuk mendapatkan sumber daya atau ISSN 1412-565X
Model Kepemimpinan Berbasi Total Quality..................... (Eka Prihatin)
memperoleh akses ke-knowledge di manapun diseluruh dunia. Sehingga kesuksesan dari lembaga pendidikan akan dating dan akan sangat tergantung kepada kemampuan untuk memenuhi standar dunia dan bergabung dengan jaringan dunia. Beberapa komponen yang berpengaruh terhadap lembaga untuk menuju worldclass, diantaranya adalah:
Pimpinan lembaga Pimpinan memiliki peran dan fungsi yang sangat penting untuk tumbuh dan kembangnya lembaga pendidikan, kemampuan pimpinan yang melebihi yang lainnya merupakan aspek pertama yang wajib dimiliki, misalnya; dengan adanya kebijakan UU No 9 Tahun 2009 tentang BHP, hal yang pertama harus dilakukan oleh pemimpin adalah mempelajari dan menganalisis UU tersebut tentang pengaruh, dampak dan peluang bagi lembaga pendidikan. Kemampuannya dalam memprediksi langkah yang tepat untuk mengantisipasinya akan menciptakan langkah lanjutan yang lebih menuju pada realisasi dari perubahan visi dan misinya. Model kepemimpinan yang dibutuhkan untuk membawa lembaga pada worldclass adalah kepemimpinan yang berbasis budaya dan nilai, kepemimpinan ini merupakan gabungan dari beberapa model kepemimpinan yang dirasakan oleh penulis tepat untuk membawa lembaga tumbuh dan berkembang. Esensi kepemimpinan ini adalah penciptaan nilai yang diubah menjadi budaya lembaga yang berkaitan dengan nilai yang dirasakan yang menyangkut kesan emosional dari setiap orang baik itu civitas akademika, customers, stakeholders dan users pendidikan.
Asumsi dari lahirnya kepemimpinan nilai ini adalah bahwa setiap transaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli selalu akan berkaitan dengan keseimbangan antara nilai yang dikeluarkan dengan nilai yang di dapat. begitu pula dalam lembaga pendidikan dima customers membayar sejumlah dana untuk mengikuti proses pembelajaran karena berharap akan mendapatkan sejumlah nilai manfaat yang di dapat dari produk pendidikan. Produk pendidikan menjadi pilar utama untuk mempresentasikan nilai yang disodorkan oleh lembaga, apalagi pendidikan tinggi merupakan lembaga yang outputnya langsung bersentuhan dengan dunia kerja, sehingga customers, stakholders maupun users langsung mampu mengevaluasi keberadaan lembaga PT tersebut, jika langsung terserap dunia kerja yang bersifat lokal itu akan memberikan kepuasan sehingga nilai lembaga tersebut akan meningkat di mata mereka, apabila terserap oleh dunia kerja global maka mereka akan merasakan sangat puas dan melahirkan loyalitas mereka terhadap lembaga karena nilai lembaga naik secara melonjak, dan apabila lulusan tidak terserap dunia kerja maka nilai yang telah ada dengan sendirinya akan menurun karena terjadi rasa tidak puas, hal itu akan memastikan nilai lembaga menurun dan untuk beberapa tahun mendatang dapat dipastikan lembaga tidak akan diminati oleh customers, stakholders dan user. Kepemimpinan yang berorientasi pada nilai, disetiap aktvitasnya akan berakar pada nilai yang diyakini dan selalu menciptakan nilai yang lebih dan lebih, artinya dia akan selalu melakukan value improvement sehingga menghasilkan total nilai yang luar biasa .
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
7
Jurnal Penelitian Pendidikan | Vol. 13 No. 2 Oktober 2012
WORLD CLASS UNIVERSITY Menjadi lembaga pendidikan kelas dunia atau world class university harus menjadi world class player yang harus memiliki tiga unsur utama yaitu kecepatan, fleksibilitas dan komitmen terhadap delivery dengan memberikan nilai kepada pelanggan sehingga dapat dijadikan competitive advantage. Tantangan Pemerintah Indonesia yang dihadapi dalam membangun Perguruan Tinggi taraf kelas dunia untuk menuju World Class University menurut (Hendarman: 2009) harus memiliki ciri
sebagai berikut; (1) World reputation; (2) Research performance; (3) Prominent graduates; (4) International participation. World reputation ditunjukkan dengan (1) Third-party Endorsement; (2) Little room for engineering; (3) World Ranking (Global Ranking) berdasarkan (a) Time Higher Education Supplement; (b) Shanghai Jiaotong World Universities Ranking; (c) Webometrics Ranking of World Universities. Hendarman (2009) mengemukakan pendekatan untuk menuju WCU adalah sebagai berikut:
Gambar : Pendekatan WCU Sumber: Hendarman Anwar (2009) Berdasarkan gambar di atas, pendekatan yang dapat digunakan untuk mewujudkan World Class University salah satunya adalah teaching quality. Sehingga peranan proses pembelajaran yang diterapkan oleh lembaga akan sangat mempengaruhi terhadap kecepatan untuk menjadi salah satu lembaga yang memiliki kelas dunia.
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
(a) Apa yang menjadi kebutuhan belajar (learning needs); (b) Factor-faktor apa saja yang mempengaruhi mutu proses pembelajaran; dan (c) Pengembangan model kepemimpinan belajar siswa (intruksional leadership) berbasis TQL Dan objek penelitian adalah Capacity leadership, school culture, learning process, student need, quality product di Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara. Pengembangan kepemimpinan Model TQL memiliki framework sebagai berikut:
Pertanyaan penelitian berkaitan tentang:
8
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
ISSN 1412-565X
Model Kepemimpinan Berbasi Total Quality..................... (Eka Prihatin)
gambar 1: framework performance excellence TQL
Dimana dalam menciptakan product yang excellence sangat tergantung dari leadership capacity yang harus memahami tentang learning process yang efektif dengan memperhatikan kualitas dari segala aspek yang mempengaruhi terhadap proses pendidikan. Peran pemimpin perguruan tinggi sangat penting dalam menentukan core capabilities yang sesuai dengan tuntutan dan harapan customers yang direalisasikan melalui strategic process untuk membangun keunggulan bersaing perguruan tinggi dalam lingkup nasional maupun global. Pemahaman pemimpin dalam mengenali dan mengetahui tentang trend manajemen perguruan tinggi, akan mengenali kompetitor dan menciptakan competitive advantage dalam menghadapi persaingan global. Pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan tergantung dari kemampuan pemimpin dalam mengelola sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Demikian juga di perguruan tinggi, peran pemimpin menjadi sangat crusial sebagai akibat perubahan tuntutan dan harapan dari customers, stakeholders dan users sebagai pengguna lulusan. Hal itu berkaitan dengan hubungan yang sangat dekat antara lulusan
perguruan tinggi dengan dunia kerja. Pemimpinan di perguruan tinggi dikatakan berhasil jika berkaitan dengan bagaimana kemampuan seseorang untuk mengelola sumber daya yang dimiliki secara optimal untuk merancang produk perguruan tinggi yang terdiri dari layanan akademik, mutu lulusan dan knowledge yang harus memenuhi tuntutan: perubahan zaman, customers, stakeholders dan users sebagai pengguna lulusan secara langsung, sehingga semua pihak yang terkait dengan produk tersebut merasakan kepuasan. Kepuasan pelanggan secara teori menciptakan loyalitas yang menjadi driving force terhadap pertumbuhan dan perkembangan universitas. Globalisasi menjadi pemicu kecepatan dari perubahan tuntutan tersebut, dimana dengan konsep bordereless world menjadikan tidak adanya batas waktu, tempat maupun territorial antar negara, yang ada hanya masyarakat dunia. Dampak dari keadaan tersebut adalah tingginya tingkat persaingan dalam berbagai sektor yang akan menentukan tingginya standarisasi dari sebuah produk pendidikan. Kemampuan pemimpin untuk menentukan visi menurut Fakry Gaffar (1994:56) dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah pengalaman hidup, pendidikan, pengalaman
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
9
Jurnal Penelitian Pendidikan | Vol. 13 No. 2 Oktober 2012 profesional, interaksi dan komunikasi, peneluan keilmuan serta kegiatan intelektual yang membentuk pola pikir (mindset). Visi terbentuk dari perpaduan antara inspirasi, imajinasi insight, nilai-nilai informasi, pengetahuan dan judgement. Kepemimpinan yang dirasakan tepat untuk menjawab tuntutan dan tantangan global dan mampu membawa lembaga pada world class university. Esensi kepemimpinan ini adalah penciptaan nilai yang berkaitan dengan nilai yang dirasakan yang menyangkut kesan emosional dari setiap orang baik itu civitas akademika, customers, stakeholders dan users pendidikan. Berpikir stratejik dalam melakukan pengambilan keputusan dimana elemen yang mempengaruhinya adalah faktor-faktor yang secara langsung akan memberikan pengaruh atau menjadi masukan yang dikenal direct considerable factors (Crown D. 2001:3), kemudian ada inderect considerable faktors yaitu faktor-faktor yang secara tidak langsung akan memberikan pengaruh pada cara berpikir. Considerable factors menjadi pemicu sekaligus bagian integral dari strategi, yaitu merupakan filosofi lembaga, mission statement dan competitive advantage bagi lembaga 3 elemen besar kemampuan manajemen stratejik (Crown.2001:10) yaitu 1) analisa lingkungan; 2) penetapan visi dan misi serta objective; 3) strategi. Kemampuan pemimpin dalam menganalisa lingkungan akan melihat kemungkinan peluang yang mungkin muncul, ancaman yang terjadi akibat perubahan, serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki lembaga untuk melihat seberapa besar kemampuan lembaga dalam memanfaatkan peluang yang ada dan mengantisipasi setiap ancaman yang datang.
10
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Kemampuan dalam penetapan visi adalah kemampuan pemimpin dalam menentukan arah tentang apa dan seperti apa lembaga pada masa yang akan datang, sedangkan misi lebih spesifik menekankan tentang produk pendidikan yang akan dijual, customers yang akan dilayani, standarisasi kelulusan serta knowledge dari output pendidikan. Objective lebih kepada penetapan target secara spesifik dan terukur, yang ingin dicapat lembaga dalam kurun waktu tertentu. Strategi memiliki elemen future intent dan advantage, yang terbagi menjadi 3 tahapan yaitu formulasi strategi, implementasi strategi dan pengendalian strategi. Etika, merupakan inti dari budaya dimana komponen utama ketika membangun lembaga pendidikan menjadi besar dan berkembang adalah moral yang tinggi dan standar sosial di dalam sistem nilai bersama dengan sistem ekonomi serta adanya kesepakatan umum tentang nilai fundamental diantara lembaga, customers, stakeholders dan users. Etika tersebut akan menjadi pengatur, penuntun serta pengendali dari semua komponen yang berpengaruh terhadap lembaga pendidikan, hal itu akan menjadi kebijakan yang cukup fair bagi pelanggan, pesaing dan masyarakat sehingga tercipta perilaku yang akan sarat dengan nilai yang akan membedakan antara satu lembaga pendidikan dengan pendidikan lain, sebagai ciri khas yang akan mempengaruhi terhadap budaya kerja. Memiliki kemampuan sebagai thinkers, makers, traders. Thinkers adalah kemampuan spesialisasi pada konsep yang dapat dikembangkan melalui investasi dalam inovasi, sedangkan makers pada eksekusi kompetensi melalui investasi di bidang pendidikan dan traders melakukan spesialisasi pada koneksi melalui investasi dalam kolaborasi. Memiliki ISSN 1412-565X
Model Kepemimpinan Berbasi Total Quality..................... (Eka Prihatin)
kecepatan, fleksibilitas dan komitmen terhadap delivery dengan memberikan nilai pada customers. Memiliki competitive advantage yang berkembang dari nilai yang mampu diciptakan lembaga untuk customers melebihi biaya lembaga dalam menciptakannya, nilai itu sendiri adalah apa yang customers bersedia bayar. Membangun competitive advantage dilakukan dengan mengembangkan core capabilities sebagai penggabungan rantai nilai kombinasi dari core competencies dan strategic process.
establish, karena setiap tahun PT memiliki input, proses pendidikan dan output yang berkualitas, sehingga image dari PTN selalu terjaga. Dalam arti bahwa setiap lulusan SLTA berharap diterima di PT negeri. Namun saat ini paradigma tersebut telah bergeser, dimana customer tidak lagi terpengaruh oleh status dari PT apakah negeri atau swasta, hal itu terjadi karena perbedaan kualitas dari PTN dan PTS hampir sama, dan bahkan ada beberapa PTS yang kualitasnya melebihi PTN. (Rangking PT, data terlampir di lamp 5)
Core competencies berkaitan dengan skills, knowledge dan teknologi know-how yang memberikan keunggulan khusus dari rantai nilai yang apabila digabungkan dengan strategic process yaitu proses yang digunakan untuk menyampaikan know how dalam bentuk produk pendidikan, layanan, kualitas lulusan dan kebermanfaatan ilmu pengetahuan bagi customers, stakeholders dan users. Sehingga dapat dikatakan bahwa core capabilities merupakan resources yang dimiliki lembaga yang kritikal dan tertentu serta paling sulit ditiru ketika dengan efektif dirangkaikan dengan target strategi dalam rantai nilai yang bermula dan berakhir di komponen stakeholders.
Tingginya persaingan tersebut menuntut PT menemukan strategi yang tepat sehingga mampu bersaing dengan PT lainnya. Konsep yang ditawarkan adalah konsep pemasaran yang sudah biasa dilakukan oleh pelaku bisnis, Breneman, W. David. 1976 mengemukakan bahwa “Education as an Industry “, sehingga diperlukan pengelolaan seperti industri lainnya.
Core capabilities yang terbentuk digabungkan dengan core behaviour yaitu customers driven, profesionalism, global perpective dan people driven akan menjadi key success factors yang tepat bagi lembaga. Leadership capacity untuk world class university; berdasarkan hasil penelitian menunjukkan tingginya tingkat persaingan antar Perguruan Tinggi (PT) baik negeri maupun swasta mengantarkan pada tuntutan yang semakin tinggi pula untuk administrator PT. Paradigma yang lalu menunjukkan bahwa PT negeri merupakan intitusi yang
Konsep pemasaran berintikan CRM (Customer Relationship Management), Brown (2000:8) mengungkapkan bahwa CRM merupakan proses mendapatkan, mempertahankan dan mengembangkan pelanggan yaitu dengan memberikan pelayanan yang memuaskan sehingga akan meningkatkan loyalitas dari pelanggan. Implementasi dari konsep ini sangat tergantung pada leadership capacity dalam menentukan dan melaksanakan produknya sehingga apa yang menjadi harapan dan tuntutan dari customer tercapai, dan customer yang merasa puas akan mempunyai loyalitas. Semakin tinggi tingkat loyalitas dari customer, maka akan semakin tinggi pula dorongan pertumbuhan dari PT tersebut. Pengaruh leadership capacity terhadap produk universitas (melalui indikator: (a) Pengaruh visioner terhadap layanan akademik ; (b) Pengaruh visioner terhadap output ; (c)
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
11
Jurnal Penelitian Pendidikan | Vol. 13 No. 2 Oktober 2012 Pengaruh visioner terhadap knowledge ; (d) Pengaruh kecepatan dan ketepatan pengambilan keputusan terhadap layanan akademik; (e) Pengaruh kecepatan dan ketepatan pengambilan keputusan terhadap output; (f) Pengaruh kecepatan dan ketepatan pengambilan keputusan terhadap knowledge; (g) Pengaruh adaptability terhadap layanan akademik; (h) Pengaruh adaptability terhadap output; (i) Pengaruh adaptability terhadap knowledge; (j) Pengaruh visioner, kecepatan dan ketepatan pengambilan keputusan, dan adaptability secara bersama-sama terhadap layanan akademik; (k) Pengaruh visioner, kecepatan dan ketepatan pengambilan keputusan, dan adaptability secara bersama-sama terhadap output; (l) Pengaruh visioner, kecepatan dan ketepatan pengambilan keputusan, dan adaptability secara bersamasama terhadap knowledge ) a. pengembangan model manajemen stratejik yang akan mengantarkan lembaga pendidikan pada world class universitas Pemahaman tentang implementasi manajemen stratejik di unit análisis penelitian telah sesuai dengan renstra universitas sehingga laju perkembangan mengarah pada worldclass karena telah menerapkan peningkatan mutu secara berkelanjutan. Model manajemen yang diterapkan memiliki keunikan tersendiri sehingga core busines yang dibangun mempercepat tumbuh kembang universitas pada stándar kelas dunia. Manajemen stratejik yang diterapkan oleh universitas dapat dinilai telah berhasil membawa lembaga menuju peningkatan mutu dalam segala aspek relationship education terutama layanan akademik , hal itu ditunjukkan dengan perangkat rangking dan 86,7% customers
12
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
menetapkan bahwa layanan universitas baik. Demikian juga dalam layanan akademik, adanya sumber daya manusia yang memiliki kualifikasi diatas minimal dan keprofesionalan yang diakui secara nasional maupun internasional, menunjukkan bahwa sumber daya manusia merupakan aspek penting yang selalu ingin ditingkatkan mutu baik dalam kontent, adaptability serta comunication qualitynya. Dengan menggabungkan antara renstra dengan capaian yang di raih, menunjukkan bahwa kedua unit análisis telah mencapai target yang telah ditetapkan bahkan dalam beberapa hal melebihi dari target yang ditetapkan diantaranya adalah IPK yang dicapai lulusan, akselerasi improvement dalam international conteks , sehingga langkah menuju kelas dunia telah mulai ditapaki seiring dengan tuntutan global. Hal yang dikembangankan untuk menuju worldclass adalah international conference, international visit program, joint seminar, workshop international, international student, E-journal,faculty Exchange, quality improvement in student advisment, Access improvement to teksbook collection, internet teckhnology facilities Access dan blanding and cohesion program melalui field study. b. Core capabilities untuk world class university Penetapan core capabilities dari unit analisis memiliki kekhas-an yang menarik, karena itu eksistensi dari dari lembaga tetap utuh bahkan lebih luas lagi, core capabilities yang ditetapkan menunjukkan keajegan dan ketahanan universitas terhadap perkembangan global. Kedua unit analisis memiliki citra yang ISSN 1412-565X
Model Kepemimpinan Berbasi Total Quality..................... (Eka Prihatin)
tinggi dalam komunitas global , hal tersebut ditunjukkan dengan animo dari mahasiswa luar, demikian juga terpublikasikan makalah dalam jurnal internasional serta teracceptnya mahasiswa dan dosen dalam international conference . Core capabilities yang dipelihara dan dikembangkan memiliki keunggulan tersendiri bagi lembaga dalam memenangkan persaingan dengan lembaga lain yang bergerak dalam bidang yang sama, serta kualifikasi qualitas lulusan menjadi aspek utama dalam menjaga core capabilities sehingga tetap menjadi senjata mutakhir dalam kompetisi antar lembaga yang sama maupun dengan lembaga lainnya. c. Komponen yang menjadi Core capabilities lembaga Dalam kelasnya, kedua unit analisis dapat menggambarkan bahwa meskipun peningkatannya terus dilakukan akan tetapi kualitas lulusan dalam lingkup nasional dapat dikatakan baik, sehinga keterserapan dalam dunia kerja semakin tinggi, dan kalau melihat tingkat kepuasan dari pengguna lulusan, kedua unit analisis tadi mencapai tingkat kepuasan sebesar 67,3%, sehingga dapat dikatakan tinggi. Dengan demikian kualitas lulusan telah memenuhi kebutuhan dari customers, stakholders dan tuntutan dari user nasional, target selanjutnya adalah bagaimana meningkatkan kualitas lulusan sehingga memenuhi tuntutan user dalam lingkup global. Tingginya minat user terhadap lulusan kedua unit analisis menuntut pengembangan restra dalam mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas lulusan yang akan berimplikasi terhadap kualitas layanan akademik, serta terobosan lembaga dalam
lingkup nasional dan internasional. Tracer study yang dilakukan oleh lembaga dapat mendeteksi pemetaan lulusan dalam peta bursa kerja dan dalam berbagai intasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa 20% lulusan dari kedua unit analisis menempati posisi yang strategis. d. Posisioning lembaga secara global jika dilakukan evaluasi melalui standar internasional menuju WCU World reputation; yaitu peningkatan rangking dari lembaga di tingkat local, nasional, regional bahkan global. Kedua unit analisis dalam lingkup local dan nasional memiliki peringkat rangking yang tinggi, sedangkan dalam lingkup regional dan global, unit analisis yang satu telah masuk dalam peningkat 100 tertinggi sedangkan yang satunya lagi masih dalam tarap akselerasi untuk peningkatan rangking dunia. Research performance; yaitu peningkatan melakukan riset oleh pemimpin dan civitas akademika yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari lulusan, kedua unit analisis telah melakukan penelitian bersama dengan universitas luar , sehingga kesepakatan yang dilakukan melahirkan berbagai kerjasama yang dapat saling meningkatkan kualitas universitas. International participation; berpartisipasi dalam even-evan yang berskala internasional, kedua unit analisis telah berpartisifasi dengan cara mengikuti event internasional seperti kontribusi dalam berbagai seminar internasional dan pertandungan internasional dan hal-ha l yang lebih luas lagi dalam meningkatkan kesejahteraan dan perkembangan serta peningkatan Negara dalam lingkup international. Dengan demikian citra merupakan impresi,
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
13
Jurnal Penelitian Pendidikan | Vol. 13 No. 2 Oktober 2012 nilai dan cara pandang publik terhadap sesuatu yang dibentuk oleh kemampuan leadership capacity, kualitas produk, kepuasan dan loyalitas customer dalam jangka waktu yang tidak dapat ditentukan melalui kualitas kegiatan operasional. Sedangkan image itu sendiri terbentuk berdasarkan unsure-unsur seperti yang dikemukakan oleh Huddleston (1982) dalam Buchori Alma (2005:94) yaitu academic reputation, campus appearance, cost, personal attention, location, distance from home, graduate and personal school activities, program study and size.
Perubahan tersebut dapat dilihat dari: (a) Bangunan dan fasilitas yang dimiliki oleh perguruan tinggi; (b) Layanan akademik; (c) Kompetensi dan kualifikasi tenaga pendidik dan kependidikan; (d) Produk universitas yang ditawarkan; (e) Management perguruan tinggi; dan (f) Budaya kerja dll
Linda C. Dalton, PhD, AICP (Vice President for Planning and Enrollment Management, California State University, East Bay: October 16-17, 2008) dalam makalahnya menyatakan bahwa apa yang membuat perguruan tinggi dikatakan mengalami pertumbuhan (penurunan) adalah:
Adanya manfaat yang terasa langsung, berkaitan dengan: (a) Jobs; yang akan ditunjukkan dengan relevansi terhadap dunia kerja, peningkatan pendapatan pribadi, kebermanfaatan knowledge, keterpakaian dalam kerja dan masyarakat dll.; (b) Sales; berkaitan dengan tingkat minat masyarakat terhadap program pendidikan yang ditawarkan, bentuk kerjasama, beasiswa, peningkatan customers pendidikan secara kuantitatif dan kualitatif, peningkatan pendapatan perguruan tinggi dll.; dan (c) Tax revenues; hal itu secara pasti menujukkan bahwa semakin tinggi tingkat transaksi yang terjadi maka akan semakin tinggi pula pendapatan pajak Negara.
Waktu dan perubahan, Manfaat langsung pada: • Jobs • Sales • Tax revenues c. Dampak langsung pada daerah sekitar adalah: • Resource consumption • Traffic congestion • Public services • Neighborhood character Ketiga faktor diatas menunjukkan secara kasat mata masyarakat akan melihat pertumbuhan universitas apabila terjadi
Dampak langsung pada daerah sekitar adalah: (a) Resource consumption; (1) Berkaitan dengan aktivitas ekonomi di dalam kampus; diantaranya adalah kantin, fotocopy, supermarker, toko buku, pedagang kaki lima, resort, bank, dll; (2) Berkaitan dengan aktivitas ekonomi di luar kampus; tempat kost, rumah makan, fotocopy, supermarket, pedagang kaki lima, pasar, mall, took buku, transfortation, bank, dll.; dan (3) Berkaitan dengan aktivitas ekonomi makro; peningkatan urban yang berkaitan dengan pendidikan di perguruan tinggi akan meningkatkan pajak Negara dari setiap transaksi yang berkaitan dengan ekonomi dalam kampus,
Image perguruan tinggi memiliki korelasi terhadap pertumbuhan universitas, dimana semakin tinggi peningkatan pertumbuhan universitas perguruan tinggi maka akan semakin tinggi pula image dari perguruan tinggi, dan sebaliknya.
a. b.
14
perubahan dalam kurun waktu tertentu, perubahan tersebut bias kearah pertumbuhan maupun penurunan pertumbuhan dari perguruan tinggi tersebut.
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
ISSN 1412-565X
Model Kepemimpinan Berbasi Total Quality..................... (Eka Prihatin)
dan ekonomi luar kampus, menghidupkan ekonomi sekitar kampus; (b) Traffic congestion; berkaitan dengan kemacetan lalu lintas, dengan asumsi bahwa semakin tinggi arus kendaraan disekitar kampus maka menunjukkan adanya pertumbuhan dalam universitas. Arus lalu lintas akan berkaitan dengan berapa banyak kendaraan yang masuk dan keluar kampus, dan berapa banyak kendaraan umum yang memberikan layanan transfortasi bagi warga kampus; (c) Public services; biro konsultasi pendidikan, layanan kesehatan, resort, kursus, seminar, workshop dan loka karya, pelatihan dan pendampingan, bimbingan dan konseling, peningkatan karier dll.; (d) Neighborhood
Selain itu ada saling ketergantungan dengan intitusi lain, yaitu mengenali kepentingan bersama dan ekonomi yang berkelanjutan; diantaranya adalah mengelola perwakilan masyarakat yang ada di kampus, melakukan perencanaan pendidikan di kota/atau kabupaten, serta memimpin pertemuan antara universitas dengan masyarakat dalam berbagai hal. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan perguruan tinggi sangat banyak, sehingga factor produk universitas yang memberikan kepuasan dan membangun loyalitas hanya merupakan bagian yang berpengaruh pada pertumbuhan perguruan tinggi.
character; perubahan karakter lingkungan kearah yang lebih baik sehingga keberadaan perguruan tinggi memberikan dampak yang positif bagi lingkungan baik dalam ekonomi maupun pandangan dan budaya masyarakat kearah positif.
Core dari perguruan tinggi yang ditawarkan kepada customers adalah produk yang berupa program study, layanan akademik, kebermaknaan knowledge dan relevansi lulusan terhadap dunia kerja menjadi driverforce terhadap pertumbuhan perguruan tinggi.
Dengan demikian terjadi saling ketergantungan antara: (a) Anggota masyarakat dan alumni, yang berkerja maupun yang menghadiri kegiatan di universitas; (b) Anggota masyarakat merasakan budaya dan kegiatan atletik universitas; (c) Fakultas, tenaga pendidik dan kependidikan universitas, mahasiswa yang terpilih dan diangkat menjadi pejabat, baik RT, RW, Lurah atau tenaga birokrat lainnya; (d) Fakultas, staf dan mahasiswa secara sukarela memberikan layanan masyarakat; (e) Menyediakan perumahan dan makanan bagi warga universitas, diantaranya adalah tenaga pendidik dan kependidikan, mahasiswa, dan berbagai kegiatan dan acara yang dilakukan oleh fakultas dan universitas; dan (f) Staf (tenaga pendidik dan kependidikan dan bahkan siswa) dan keluarga mereka sendiri membutuhkan properti, bekerja, menjalankan bisnis di sekitar kampus.
Semakin berkualitas dan relevan dengan kebutuhan dan tuntutan customers dan dunia kerja, maka produk universitas akan semakin tinggi memberikan kepuasan. Hal itu karena nilai/value yang dirasakan lebih besar dari cost yang dikeluarkan. Semakin tinggi rasa puas, maka akan semakin besar pula rasa loyalitas customer terhadap lembaga. Senada dengan Jill Griffin (2002:5) mengemukakan bahwa customer loyalty dalam dunia pendidikan adalah a loyal customer has a specific bias a bout what to buy and from whom. Two important conditions associated with loyalty are customer retention and total share of customer. Many companies operate under the false impression that a retained customer ia outomatically a loyal customer. Lebih lanjut dinyatakan bahwa loyalty is defined as non-random purchase
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
15
Jurnal Penelitian Pendidikan | Vol. 13 No. 2 Oktober 2012 expressed over time by some decision-making unit. (Buchori Alma (2005:172) ). Dengan demikian, pertumbuhan universitas akan dipengaruhi oleh leadership capacity, produk universitas, kepuasan pelanggan, dan loyalitas pelanggan. Pengelolaan terhadap semua faktor pemicu pertumbuhan akan membuat perguruan tinggi tetap stabil, eksis dan survive.
KESIMPULAN Perguruan Tinggi yang termasuk pada PT BHMN, pada dasarnya telah mengimplementasikan model kepemimpinan Total Quality Learning, hal itu dapat diketahui dari hasil bahwa leadership capacity yang dipersiapkan menuju worldclass telah memahami kompetensi yang
harus dimiliki serta mampu membuat tahapan rencana untuk memenuhi indicator dari lembaga yang berlabel worldclass sehingga setiap produk yang ditawarkan telah dikaji berdasarkan student need dan perkembangan dan tuntutan dari pengguna lulusan serta kualitas yang ditetapkan adalah berkelas dunia. Kepemimpinan berbasis TQL menjadi grand planning lembaga, aturan serta indicator dari worldclass yang diacu harus secepatnya terrealisasi dengan meningkatkan layanan akademik sehingga kepuasan pelanggan pendidikan tercipta dengan optimal untuk membangun loyalitas yang akan menjadi driver force pertumbuhan serta citra lembaga sehingga predikat kelas dunia menjadi budaya lembaga yang mempengaruhi segala aktivitas dan menjadi nafas bagi civitas akademika.
DAFTAR PUSTAKA Ansoff, H.I, and McDonnell, E.J. (1990). Implanting Strategic Management. 2 ed. New York: Prentice Hall International Ltd Arikunto. S . (1989). Prosedur Penelitian. Jakarta : Bina Aksara Alan J. Thomas. (1986). The Productive School; A System Analysis Approach To Educational Administration. Canada: John Wiley & Sons,Inc Alma, Buchari. (2005). Pemasaran Stratejik Jasa Pendidikan. Bandung : Alfabeta Awat, Napa.J. (1989). Manajemen Stratejik; Suatu Pendekatan Sistem. Yogyakarta: Liberty Baldrige National Quality Program.(2008). Education Criteria for Ferformance Excellence. Geithersburg:Baldrige Barner, James G. (2001). Secrets of Customer Relationship Management (Rahasia Manajemen Hubungan Pelanggan). Diterjemahkan Andreas Winardi. Yogyakarta: Penerbit Andi Bass,B.M & Avolio B.J (1994). The implication of transactional and transformational leadership: 1994 and beyond. Jurnal of European industrial training. 14,12-47 Becker. Gery S. (1993). Human Capital; a Teoritical and Empirical Analysis whit Special Reference to Education. Chicago and London: The University of Chicago Press Bennis, Warren G. Benne, Kenneth D & Chin, Robert. (1990). Merencanakan Perubahan. Jakarta : Intermedia
16
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
ISSN 1412-565X
Model Kepemimpinan Berbasi Total Quality..................... (Eka Prihatin)
Bhagwati, Jagdish. (2004). In Defense of Globalization. New York : Oxford University Press, Inc. Cohn, E. (1979). The Ecanomic Education. Cambridge Massachusetts: Ballinger Publishing Company Coombs. Philip H. (1985). The World Crisis In Education : The View From The Eighties. New York: Oxford University Press Dale, Terrence. (1987). The Culture of Schools: In Leadership: Examining The elusive. Virginia: Association for Supervision snd Curriculum Development Dirgantoro, Crown. (2001). Manajemen Stratejik; konsep kasus dan implementasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia Marsh Colin.(2008).Becoming A Teacher; Knowledge, Skills and Issues. Australia:Pearson Prentice Hall McClanahan&Carolyn.(1993). Future Force; Kids That Want to Can And Do. California:PACT Publishing Wilson Kenneth&Bennett.(1994). Redisigning Education. New York:Henry Holt and Company Jurnal Burhanuddin Tola. & Furqon. Pengembangan Model Penilaian Sekolah Efektif. [online]. Tersedia : http/www.depdiknas.go.id/jurnal/44/ burhanuddin-furqon.htm. Cook, S.D.N. & Yanow D. (1993). Culture and Organizational Learning. Journal of Management Inquiry, 2(4), 373-390. Dixon, N. (1988). The Organizational Learning. Harvard Business Review. March-April. F.M. Hartanto. (1995). Organisasi Belajar Syarat untuk Menjaga Kelangsungan Hidup Perusahaan. Manajemen Usahawan Indonesia. LMFE-UI. No. II/Th/XXIV/Nopember. Fiol, CM. And A.L, Marjorie. (1985). Organizational Learning. Academic of Management Review. Vol 9 No. 2 Hal 803-813. Foster, Rosemary and Goddard,Tim. (2003). Leadership nad Culture in School in Northern British Columbia: Bridge Building and/or rebalancing act. Cnadian Journal of Educational Administration and policy, Issue 27, July, 25 2003. Garvin, D.A. (1993). Building A Learning Organization. Harvard a Business Review. Juli-August hal 78-91 Imran Rusli. (1999). Manajemen : Lima Disiplin Organisasi Pembelajar, Bening Kliping, Januari 1999. Kapp, Kalr M. (1999). Transforming Your Manufacturing Organization Into a Learning Organizatin. Hospital Material Management Qurterly (HMM). ISSN : 0192-2262 Vol: 20 Iss Date May 1999 p:46-54. Nonaka,I. (1991). The Knowledge Creating Company. Harvard Business Review. November – Desember 96-104. --------------. (1994). The Dynamic Theory Organizational Knowledge Creation. Organizational Science. 1994.5(1).14-37. Rumtini Ikhsan . Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah SLTP dan Korelasinya dengan Manajemen Instruksional di Beberapa Sekolah di Yogyakarta [online]. Tersedia: http://www. depdiknas.go.id/ jurnal/38/kepemimpinan%20transformasional.htm Tsang. Eric W.K. (1997). Organizational Learning and the Learning Organization: A Dichotomy LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
17
Jurnal Penelitian Pendidikan | Vol. 13 No. 2 Oktober 2012 Between Descriptive and Prescriptive Research. Human Relation Jurnal (HRJ), ISNN : 00187267 Vol:50 Iss: 1 Date: Jan 1997 p: 73-89 http://www.questia.com/googleScholar.qst;jsessionid=LhKTT7Qjd87MjLQZ19vkpgMl376zht0L8 TJT91llMbLGzy2hyYDP!-1355087893!867454298?docId=5000391 http://psycnet.apa.org/?fa=main.doiLanding&uid=1994-31671-001 http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/custom/portlets/recordDetails/detailmini.jsp?_ nfpb=true&_&ERICExtSearch_SearchValue_0=ED373847&ERICExtSearch_ SearchType_0=no&accno=ED http://www.voyagerschool.com/site/Pages/Program/TotalQualityLearning.htm http://emberpecah.blogspot.com/2008/09/perbedaan-six-sigma-dan-total-quality.html http://www.lavoisier.fr/notice/frDWOXO26ARRW2XO.html http://jme.sagepub.com/cgi/content/abstract/29/1/60 http://www.a1books.co.in/itemdetail/0631193065/TOTAL-QUALITY-LEARNINGDEVELOPMENTAL-MANAGEMENT/
BIODATA SINGKAT Penulis adalah dosen Jurusan Administrasi Pendidikan FIP Universitas Pendidikan Indonesia,
[email protected]
18
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
ISSN 1412-565X