MODEL INQUIRY TRAINING DENGAN SETTING KOOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN IPA-FISIKA DI SMP 1)
Rica Ayu Bairusi, 2)Subiki, 2)Bambang Supriadi 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika 2) Dosen Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember Email
[email protected]
Abstract The aim for this research are: (1) To study significanly differences between student’s learning science-physics using inquiry training model of the cooperatif setting and using direct instruction model, (2) To describe of student’s learning activities using inquiry training model of the cooperatif setting, (3) To describe of student’s motivation using inquiry training model of the cooperatif setting. The type of this research was true experimental research. The population were students in grade VIII of SMP Negeri 5 Jember year 2013/2014. The samples were determined by using claster random sampling. The design of this study was randomized subjects posttest control design. The data collection method of this research used observation, test, interview, documention, and questionnaires. Data were analyzed by inferential statistic using t-test by SPSS version 17. The result of t-test using independent sample t-test on student’s learning science-physics is p-value 0.001 (0.001 0.05). It can be said that H0 rejected. In addition, the result of analyzed student’s learning activities and student’s motivation were respectively values 81,79% (81,79% 80%) and 77,9% (72% 77,9% 86%) so student’s learning activities is very active and student’s motivation is motivated. The research can be conclused that: (1) there was significanly differences between student’s learning science-physics using inquiry training model of the cooperatif setting and using direct instruction model on students in grade VIII of SMP Negeri 5 Jember year 2013/2014; (2) student’s learning activities using inquiry training model of the cooperatif setting can be categories as very active with th e percentage of 81,79%, and; (3) student’s motivation by using inquiry training model of the cooperatif setting canbe categories motivated with the percentage 77,9%. Key words: inquiry training model, cooperatif setting, learning outcomes, student’s learning activities, student’s motivation.
PENDAHULUAN Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA dan merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Sedangkan hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan
hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universial (Trianto, 2013:137-138). Berkaitan dengan kegiatan pembelajaran di kelas, peranan guru masih mendominasi suasana pembelajaran (teacher centered), indikasinya adalah guru lebih banyak memberikan pengajaran yang bersifat instruksi (perintah), sementara siswa hanya berperan sebagai objek belajar yang pasif, dimana siswa hanya sekedar diberi informasi tentang
330
331 Jurnal Pendidikan Fisika, Vol. 3 No.4, Maret 2015, hal 330 - 335
konsep-konsep dan teori-teori sains semata, sehingga siswa kurang dilatih untuk melakukan kegiatan-kegiatan penyelidikan sehingga mereka mampu menemukan sendiri konsep-konsep tersebut (Indahwati et al, 2012). Model inquiry training dapat menjadi salah satu alternatif model pembelajaran untuk membantu siswa menerapkan sendiri ide-idenya dan siswa akan dilatih untuk melakukan kegiatankegiatan penyelidikan sehingga siswa dapat menemukan sendiri konsep-konsep tersebut, karena pada model inquiry training siswa dituntut untuk mencari dan menemukan informasi yang memang diperlukan, karena tujuan dari model inquiry training yaitu memecahkan masalah, terutama melalui penemuanpenemuan dan penalaran logis (Rusman, 2012:140-141). Selain model inquiry training, maka diperlukan juga cara pembelajaran yang bisa memotivasi siswa untuk mengatasi siswa yang minat belajarnya rendah dan menganggap fisika merupakan pelajaran yang sulit. Sesuai dengan postulat keempat Suchman, Inkuiri dalam kelompok dapat memperkaya khazanah pikiran dan membantu siswa belajar mengenai sifat pengetahuan yang sementara dan menghargai pendapat orang lain (Wena, 2011:76), maka diterapkan suatu cara pembelajaran dengan setting kooperatif. Dengan belajar secara kooperatif diharapkan siswa mampu memecahkan masalah dan berperan aktif dalam proses belajar mengajar. Sesuai dengan pemikiran yang dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengkaji perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPA-fisika siswa menggunakan model inquiry training dengan setting kooperatif dan dengan model pembelajaran langsung di SMP, (2) mendeskripsikan aktivitas belajar siswa dengan model inquiry training dengan setting kooperatif dalam pembelajaran IPA-fisika di SMP, dan (3) mendeskripsikan motivasi belajar siswa
dengan model inquiry training dengan setting kooperatif dalam pembelajaran IPA-fisika di SMP.
METODE Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 5 Jember pada semester genap tahun ajaran 2013/2014. Penentuan tempat penelitian ini menggunakan metode purposive sampling area, artinya daerah dengan sengaja dipilih berdasarkan tujuan dan pertimbangan tertentu, diantaranya adalah keterbatasan waktu, tenaga, dan dana, sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh (Arikunto, 2010:183). Sebelum populasi ditetapkan, dilakukan uji homogenitas menggunakan One Way Anova dengan bantuan SPSS 17. Sampel penelitian ini diambil dengan teknik cluster random sampling. Sampel penelitian ini adalah kelas VIII D sebagai kelompok eksperimen yang menerima pelajaran menggunaka model inquiry training dengan setting kooperatif dan VIII F sebagai kelas kontrol yang menerima pembelajaran menggunakan model pembelajaran langsung. Desain penelitian menggunakan Randomized Subjects Posttest Control Design dengan pola: E
X
Y2
K
-
Y2
Gambar 1. Desain penelitian Randomized Subjects Posttest Control Design (Sukardi, 2011: 185) Keterangan: E : Kelas eksperimen K : Kelas Kontrol X : Proses belajar mengajar menggunakan model inquiry training dengan setting kooperatif - : Proses belajar mengajar menggunakan pembelajaran langsung Y2 : Hasil rata-rata post-test kelas eksperimen
Rica, Model Inquiry Training … 332
Y2 : Hasil rata-rata post-test kelas kontrol Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, tes, wawancara, dokumentasi, dan angket. Analisis data menggunakan uji t untuk menjawab rumusan masalah yang pertama, tabel aktivitas belajar siswa untuk menjawab rumusan masalah yang kedua, dan tabel motivasi belajar untuk menjawab rumusan masalah yang ketiga.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 5 Jember pada siswa kelas VIII semester genap tahun ajaran 2013/2014. Data hasil belajar yang digunakan untuk uji Independent Sample T-test adalah nilai post-test kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil pengujian Independent Sample T-test menggunakan SPSS 17, sig F hitung
untuk nilai dengan Equal Variance Assumed adalah 0,012. Oleh karena sig F hitung > 0,05, maka HO diterima. Karena sig F hitung mempunyai keputusan Equal Variance Assumed, maka t-test sebaiknya menggunakan dasar Equal Variance Assumed maka nilai sig t hitung 0,001, yang berarti 0,001 0,05. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa Ha diterima dan Ho ditolak, sehingga nilai rata-rata hasil belajar IPA-Fisika siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Tindakan observasi dalam penelitian ini menghasilkan data berupa aktivitas belajar siswa selama pembelajaran menggunakan model inquiry training dengan setting kooperatif. Ringkasan analisis data aktivitas belajar siswa setiap indikator pada setiap pertemuan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Skor Aktivitas Siswa Setiap Indikator Akti vitas Menjawab hipotesis Mengisi tabel pengamatan Menganalisis data Membuat kesimpulan Melakukan Percobaan Bertanya Berpendapat Bekerjasama Juml ah Rata-rata
Persentase Pertemuan 1 Pertemuan 2 52,23 % 73,87% 72,07% 91,89% 81,08% 90,09% 78,38% 78,38% 93,69% 96,40% 81,98% 65,76% 84,68% 71,17% 91,89% 81,98% 636,00% 649,54% 79,50% 81,19%
Berdasarkan analisis hasil observasi aktivitas belajar siswa pada pertemuan pertama didapatkan rata-rata persentase aktivitas belajar siswa sebesar 79,5 % dan pada pertemuan kedua didapatkan rata-rata persentase aktivitas belajar siswa sebesar 81,19 %, sehingga didapat rata-rata persentase total sebesar 80,35%. Setelah pembelajaran menggunakan model inquiry training dengan setting kooperatif siswa diberi angket untuk mengetahui seberapa besar motivasi belajar siswa dalam pembelajaran dengan
Rata-rata Persentase 63,05% 81,98% 85,59% 78,38% 95,05% 73,87% 77,93% 86,94% 642,79% 80,35%
menggunakan model inquiry training dengan setting kooperatif. Berdasarkan analisis hasil angket siswa didapatkan rata-rata nilai motivasi belajar siswa sebesar 77,9. Data ini menunjukkan seberapa besar motivasi belajar siswa dengan menggunakan model inquiry training dengan setting kooperatif. Ringkasan hasil angket kelas eksperimen untuk setiap indikator motivasi dapat dilihat pada tabel. 2.
333 Jurnal Pendidikan Fisika, Vol. 3 No.4, Maret 2015, hal 330 - 335
Tabel 2. Hasil Angket Kelas Eksperimen Untuk Setiap Kisi Motivasi Kisi Moti vasi Tekun mengerjakan tugas Ulet menghadapi kesulitan Menunjukkan minat terhadap berbagai macam masalah Lebih senang bekerja mandiri Cepat bosan pada tugas-tugas yang bersifat rutin Dapat mempertahankan pendapatnya Tidak mudah melepaskan halhal yang diyakin i Senang mencari dan memecahkan soal Juml ah Rata-Rata
Nilai 85,4 85,4 86,0 73,0 39,0 76,2 73,0 80,5 598,5 77,9
Merujuk pada permasalahan pertama dalam penelitian ini yaitu apakah ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPA-Fisika siswa dalam pembelajaran menggunakan model inquiry training dengan setting kooperatif dan dengan model pembelajaran langsung di SMP. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan uji hipotesis menggunakan Independent Sample T-test dengan bantuan SPSS 17. Hasil pengujian menggunakan uji Independent Sample T-test dengan taraf signifikansi 5% didapatkan nilai Sig. (2tailed) sebesar 0,001 0,05 maka Ha diterima H0 ditolak sehingga nilai rata-rata hasil belajar IPA-Fisika siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar menggunakan model inquiry training dengan setting kooperatif dan dengan model pembelajaran langsung di SMP. Merujuk pada permasalahan kedua yaitu bagaimanakah aktivitas belajar siswa dengan model inquiry training dengan setting kooperatif dalam pembelajaran IPA-fisika di SMP. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan observasi aktivitas belajar siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Aktivitas yang
diamati adalah menjawab hipotesis, mengisi tabel pengamatan, menganalisis data, membuat kesimpulan, melakukan percobaan, bertanya, berpendapat, dan bekerjasama. Berdasarkan hasil analisis aktivitas belajar siswa selama pembelajaran menggunakan model inquiry training dengan setting kooperatif menunjukkan bahwa ada indikator aktivitas yang meningkat dan ada juga yang menurun bahkan ada yang cenderung tetap. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor seperti pada pertemuan kedua siswa sudah berpengalaman menjawab hipotesis, mengisi tabel pengamatan dan menganalisis data. Ada pula beberapa indikator yang menurun pada pertemuan kedua, karena jumlah alat praktikum terbatas sehingga jumlah anggota kelompok pada pertemuan 2 lebih banyak daripada anggota kelompok pada pertemuan 1. Ada indikator yang cenderung tetap antara pertemuan 1 dan pertemuan 2, karena dalam membuat suatu kesimpulan siswa masih terlihat bingung sehingga waktu yang dibutuhkan untuk merumuskan suatu kesimpulan sangat lama. Disamping data aktivitas belajar siswa diatas, terdapat pula data pendukung aktivitas siswa yang diambil dari ranah afektif berupa pengembangan perilaku berkarakter meliputi: jujur, disiplin, tanggung jawab dan teliti. Berdasarkan data pendukung tersebut didapatkan nilai perilaku berkarakter jujur pada pertemuan pertama sebesar 75,68% dan pada pertemuan kedua sebesar 92,79%, nilai perilaku berkarakter disiplin pada pertemuan pertama sebesar 79,28% dan pada pertemuan kedua sebesar 84,68%, nilai perilaku berkarakter tanggung jawab pada pertemuan pertama sebesar 82,88% dan pada pertemuan kedua sebesar 96,40%, dan nilai perilaku berkarakter teliti pada pertemuan pertama sebesar 66,67% dan pada pertemuan kedua sebesar 87,39%.
Rica, Model Inquiry Training … 334
Analisis dari data utama aktivitas belajar siswa di atas diperoleh persentase skor aktivitas belajar siswa pada pertemuan pertama sebesar 79,5 % dan pada pertemuan kedua didapatkan rata-rata persentase aktivitas belajar siswa sebesar 81,19 %, sehingga didapat rata-rata persentase total sebesar 80,35%, sedangkan dari data pendukung aktivitas belajar siswa diperoleh persentase aktivitas belajar sebesar 83,22%, sehingga persentase total aktivitas belajar siswa sebesar 81,79%, sehingga dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar IPAFisika siswa selama mengikuti pembelajaran dengan model inquiry training dengan setting kooperatif berada dalam katagori sangat aktif. Merujuk pada permasalahan yang ketiga yaitu bagaimanakah motivasi belajar siswa dengan model inquiry training dengan setting kooperatif dalam pembelajaran IPA-fisika di SMP. Untuk menjawab permasalahan tersebut peneliti menyebarkan angket kepada siswa kelas eksperimen yang dilakukan setelah siswa selesai mengerjakan post-test. Hasil angket motivasi menunjukkan bahwa setiap kisi motivasi rata-rata diatas 50%. Nilai tertinggi dicapai oleh kisi motivasi no.1 dan no.2, yaitu tekun mengerjakan tugas dan ulet menghadapi kesulitan yaitu sebesar 85,4, ini karena siswa terbiasa mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru mereka dan guru memberikan jangka waktu untuk mereka mengerjakan tugas, sehingga apabila ada siswa yang mengumpulkan tugas melebihi waktu yang disediakan siswa akan diberi sangsi dengan mengurangi nilai mereka. Sedangkan nilai terendah dicapai oleh kisi motivasi no.5 yaitu cepat bosan pada tugas-tugas yang bersifat rutin, ini karena siswa sudah terbiasa dengan tugas-tugas yang bersifat rutin yang biasanya diberikan oleh guru mereka, sehingga apabila model inquiry training dengan setting kooperatif digunakan dalam setiap kali mengajar maka lama kelamaan siswa akan merasa bosan juga.
Untuk menghitung persentase motivasi menggunakan rumus: % 𝑚𝑜𝑡𝑖𝑣𝑎𝑠𝑖 =
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑔𝑘𝑒𝑡 𝑋 100 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙
Zuhriyati (2013) Dari perhitungan menggunakan rumus diatas didapat persentase rata-rata hasil angket motivasi belajar siswa sebesar 77,9%. Ini menunjukkan seberapa besar motivasi siswa untuk belajar IPA-Fisika dengan menggunakan model inquiry training dengan setting kooperatif. Sehingga dapat dikatakan bahwa siswa termotivasi belajar IPA-Fisika dengan menggunakan model inquiry training dengan setting kooperatif.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1) Ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPA-Fisika siswa menggunakan model inquiry training dengan setting kooperatif dan dengan model pembelajaran langsung pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Jember tahun ajaran 2013/2014, 2) Aktivitas belajar siswa selama pembelajaran menggunakan model inquiry training dengan setting kooperatif berada dalam kategori sangat aktif dengan persentase sebesar 81,79%, dan 3) Motivasi belajar siswa selama pembelajaran menggunakan model inquiry training dengan setting kooperatif berada dalam kategori termotivasi dengan persentase sebesar 77,9%. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka saran yang diberikan sebagai berikut: 1) Bagi guru, dalam pembelajaran IPA-Fisika hendaknya menggunakan model dan metode yang kontekstual, salah satunya adalah model inquiry training dengan setting kooperatif, 2) Dalam menerapkan model inquiry training dengan setting kooperatif sebaiknya membagi kelompok 4-5 orang
335 Jurnal Pendidikan Fisika, Vol. 3 No.4, Maret 2015, hal 330 - 335
karena lebih efektif dari pada lebih dari 5 orang, 3) Selama proses pembelajaran agar KBM dengan model inquiry training dengan setting kooperatif lebih efektif membimbing siswa da lam kelompok kecil, dan 4) Bagi peneliti lain, diharapkan dapat dijadikan landasan untuk penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Indahwati, T. S. J. dkk. 2012. Penerapan Model Inquiry Training melalui Teknik Peta Konsep dan Teknik Puzzle Ditinjau dari Tingkat Keberagaman Aktivitas Belajar dan
Kemampuan Memori. Jurnal Inkuiri. Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Press. Sukardi. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Trianto. 2013. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara. Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara. Zuhriyati. 2013. Penerapan Model Inquiry dengan Teknik Mind Mapping dalam Pembelajaran IPA-Fisika di SMP. Jurnal Pendidikan.