I-STATEMENT STIMIK ESQ | I-4 Volume 2 Nomor 2, Agustus 2016
ISSN : 2442-8337
Model DKIW dalam Berbagi Pengetahuan Asri Pertiwi Program Studi Sistem Informasi, STIMIK ESQ Jl. TB Simatupang Kavling 1, Cilandak, Jakarta Selatan – 12560 Email:
[email protected] Abstract: Knowledge creation is one of the part of knowledge management that is enable for organizations to establish their competitive advantage. In the process of knowledge creation, there is the knowledge sharing activities. These activities will involve knowledge providers. They are the givers and the receivers. Some literatures focus on the givers only and forget about the receivers. This article discusses about how importance the role of knowledge receiver in the terms of knowledge creation. We use DIKW model in Knowledge Management for the discussion. Keywords: Knowledge Management, Knowledge Sharing, DIKW Abstrak: Penciptaan pengetahuan merupakan bagian dari Knowledge Management (KM) yang memungkinkan organisasi untuk mempertahankan daya saing. Dalam proses penciptaan pengetahuan terdapat aktifitas berbagi pengetahuan. Aktifitas ini melibatkan penyedia pengetahuan yaitu pemberi dan penerima pengetahuan. Beberapa literatur lebih banyak fokus pada pemberi pengetahuan tanpa melibatkan penerima. Dalam artikel ini, dibahas pentingnya peran penerima pengetahuan dalam proses penciptaan pengetahuan. Konsep penciptaan pengetahuan ini menggunakan model DIKW yang diterapkan dalam Knowledge Management. Kata kunci: Manajemen Pengetahuan, Berbagi Pengetahuan, DIKW
1. Latar Belakang Penciptaan pengetahuan adalah kunci yang memungkinkan untuk meningkatkan kematangan bagi organisasi dalam kemampuannya berinovasi [1]. Mengacu pada pendapat Grant (1996) bahwa dalam kondisi persaingan yang dinamis, pengetahuan muncul sebagai sumber daya yang paling strategis bagi organisasi [2] untuk mempertahankan keunggulan kompetitif. Alasan dapat memberikan keunggulan kompetitif adalah karena memungkinkan terciptanya pengetahuan baru yang mengijinkan organisasi untuk memberikan respon cepat bagi kebutuhan bisnis [3].
Asri Pertiwi
Page 25
Penciptaan pengetahuan merupakan bagian dari pengelolaan pengetahuan yang dikenal dengan studi knowledge management (KM). KM merupakan kumpulan dari suatu proses yang membantu organisasi untuk memperbaiki kinerja organisasi melalui proses capture, sharing, storing dan retrieve pengetahuan. Faktor utama sebuah organisais menggunakan knowledge adalah agar supaya anggota organisasinya dapat memperoleh dan menggunakan knowledge secara efisien dan terus menerus. Perguruan Tinggi merupakan center of excellence dimana terdapat pengetahuan yang hadir secara intensif. Lingkungan akademis di organisasi ini seharusnya merupakan sarang arus pengetahuan yang Manajemen Pengetahuan, DKIW
I-STATEMENT STIMIK ESQ | I-4 Volume 2 Nomor 2, Agustus 2016 sinergis [4] yang tidak hanya menggunakan pengetahuan yang ada tetapi mampu untuk menciptakan pengetahuan baru secara terus menerus. Untuk itu, perlu menjadi perhatian bahwa dalam proses penciptaan pengetahuan, terdapat dua elemen penting yaitu pemberi pengetahuan dan penerima pengetahuan.
Where is the life we have the lost in living? Where is the wisdom we have lost in knowledge? Where is the knowledge we have lost in the information?
Tulisan ini merupakan sebuah artikel yang bersifat konseptual yang membahas mengenai model DIKW dalam KM. Model ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana pemberi pengetahuan juga memberikan peranan penerima pengetahuan dalam terciptanya pengetahuan baru. 2. KM dan Berbagi Pengetahuan Polanyi (1966) diantara yang pertama mengklasifikasikan pengetahuan menjadi pengetahuan tacit dan eksplisit. Kemudian oleh Nonaka dan Takeuchi dikembangkan untuk model penciptaan pengetahuan dengan model Spiral yang dikenal dengan SECI [5]. Semua ini masuk kedalam studi Knowledge Management (KM). Fokus utama dari KM sendiri adalah transformasi dari pengetahuan tacit ke eksplisit [6] dengan tujuan untuk menciptakan pengetahuan baru. Dalam proses transformasi ini terjadi kegiatan berbagi pengetahuan yang didefinisikan sebagai kemauan individu dalam suatu organisasi untuk berbagi pengetahuan yang telah diperoleh kepada orang lain [5]. 3. Hirarki DIKW Data merupakan kumpulan dari fakta yang bilamana diberikan konteks akan menjadi informasi. Untuk itu, informasi merupakan data dengan arti (meaning) yang spesifik [7]. Ketika informasi ini dikombinasikan dengan pendapat, keahlian dan pengalaman maka menjadi knowledge [8]. Ide DIKW muncul pertama kali pada puisi yang berjudul “The Rock” oleh TS Eliot pada tahun 1934 atas 3 pernyataan [9].
Asri Pertiwi
Page 26
Gambar 1. Model DIKW Sumber: Bellinger et.al, 2014 Saat ini, ide ini kemudian menjadi dasar peletakan piramida hirarki DIKW. Kemudian oleh Milan Zeleny memetakan keempat elemen ini kepada hirarki pembentukan pengetahuan yaitu: know-nothing, knowwhat, know-how dan know-why yang memiliki keterhubungan antara konteks dan pemahaman [10]. [11] 4. PEMBAHASAN Walaupun pada dasarnya sama, namun hirarki DIKW direpresentasikan dengan cara berbeda oleh beberapa akademisi. Semua setuju bahwa data merupakan kumpulan fakta yang mentah dan dapat digambarkan melalui simbol [9]. Data diproses untuk menjawab pertanyaan yang diawali oleh “who”, “what”, “where”, “when” atau “how many” dimana jawaban ini adalah suatu informasi [11], yang oleh Zeleni (1987) disimbolkan dengan “Know-what”. Sedangkan knowledge diawali dengan pertanyaan “how”, yang merupakan kemampuan untuk melakukan suatu aksi. [7] sendiri kemudian mengklasifikasikan pikiran manusia kedalam 5 kategori, yaitu data, informasi pengetahuan, pemahaman dan
Manajemen Pengetahuan, DKIW
I-STATEMENT STIMIK ESQ | I-4 Volume 2 Nomor 2, Agustus 2016 kebijaksanaan. Berbeda dengan pendahulunya, Bellinger menambahkan konteks pemahaman (understanding) di dalam hirarki yang diwakili oleh pertanyaan “Why”. Sedangkan dalam kebijaksanaan (wisdom), diwakili dengan pertanyaan “Why do”. Knowledge dan Wisdom hanya dapat terbentuk dalam sebuah hubungan antar manusia yang efisien. Di sini, sangat berhubungan dengan studi mengenai berbagi pengetahuan. Berbagi pengetahuan akan melibatkan dua jenis penyedia pengetahuan, yaitu pemberi pengetahuan dan penerima pengetahuan [12]. Walaupun pemberi pengetahuan memiliki motivasi dan niat untuk membagi pengetahuan yang dimiliki, namun terdapat resiko pula terhadap penerima pengetahuan yang perlu memastikan apakah pengetahuan yang disampaikan berkualitas [13]. Disamping resiko tersebut, sebenarnya ada yang lebih penting bila diskusi ini mengarah ke institusi perguruan tinggi, yaitu apakah penerima pengetahuan memiliki alasan yang kuat sehingga dengan sukarela menerima pengetahuan tersebut dan berusaha untuk memahaminya. Banyak literature mengenai KM, khususya knowledge sharing hanya fokus pada pemberi pengetahuan tanpa menyentuh konteks penerima pengetahuan. Hal ini dikarenakan pengetahuan yang asli terletak pada individu dan terikat pada pikiran individu [3], sehingga sulit dipahami, diresmikan dan ditransfer. Untuk itu fokus utama dalam KM adalah transformasi dari pengetahuan tacit ke eksplisit [6]. Dari kesulitan tersebut, maka sedikit sekali akademisi yang membahas mengenai resiko dan keterlibatan penerima pengetahuan. Padahal, untuk menciptakan pengetahuan baru, dibutuhkan kedua jenis penyedia pengetahuan ini.
Asri Pertiwi
Page 27
Gambar 2. Piramida Hirarki DIKW Isu mengenai KM di organisasi enterprise adalah tidak semua orang ingin berbagi pengetahuan karena resiko kehilangan daya saing individu. Sebaliknya, isu di organisasi pendidikan tinggi adalah ditambah dengan konteks bahwa tidak semua orang (mahasiswa) memiliki alasan yang kuat untuk menerima pengetahuan yang ada. Pertanyaan “Why do” pada area wisdom tidak saja diberikan kepada pemberi pengetahuan tetapi juga penerima pengetahuan. Isu lain dalam institusi pendidikan tinggi adalah terletak pada level 3 piramida DIKW yaitu knowledge. Knowledge disini telah dijelaskan merupakan informasi yang diberikan tambahan pengalaman sehingga terdapat kemampuan dan kompetensi dalam melakukan tindakan yang berhubungan dengan informasi tersebut. Artinya, seseorang yang mentransfer ilmunya (dalam hal ini adalah dosen), perlu memiliki kemampuan dan kompetensi di bidang tersebut dalam arti pengalaman dimana pengalaman ini bukan dalam konteks “mengajar” saja tetapi lebih kepada bidang keilmuan. Pengalaman dapat diperoleh di banyak hal, pengalaman dari industri atau melalui penelitian-penelitian yang dilakukan. Sebagai penerima pengetahuan (yaitu mahasiswa), akan menerima resiko untuk memastikan pengetahuan yang diterima melalui “trust” dari kemampuan dan kompetensi pemberi pengetahuan. “Trust” ini seharusnya mampu membangkitkan “Why do” dan memberikan motivasi pada diri untuk menangkap dan menggunakan pengetahuan
Manajemen Pengetahuan, DKIW
I-STATEMENT STIMIK ESQ | I-4 Volume 2 Nomor 2, Agustus 2016 tersebut serta selanjutnya bila digunakan dengan tepat dapat menciptakan pengetahuan baru. 5. KESIMPULAN Banyak literatur yang telah menguatkan bahwa organisasi yang memiliki kemampuan untuk mengelola pengetahuannya mampu untuk mempertahankan daya saingnya [3], [1], Apalagi untuk perguruan tinggi dimana seharus terdapat aliran pengetahuan koheren yang terus menerus mengalir. Organisasi pendidikan tidak hanya menggunakan pengetahuan tetapi juga menciptakan pengetahuan baru [6]. Dalam model DIKW Knowledge direpresentasikan dengan pertanyaan yang diawali dengan “How” dan Wisdom diawali dengan pertanyaan “Why do”. Knowledge dan wisdom dalam penerapannya, membutuhkan interaksi sosial sehingga tercipta pengetahuan baru. Agar pengetahuan baru tercipta pada organisasi pendidikan, maka dibutuhkan beberapa faktor penting yaitu: 1. Perlu adanya keahlian dan kompetensi bagi pemberi pengetahuan bukan hanya dalam konteks “mengajar” tetapi lebih kepada kompetensinya di bidang yang diajarkan. 2. Kompetensi dalam keahlian bidang matakuliah ini dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan (trust) dari penerima pengetahuan terhadap pengetahuan yang diterima sehingga memungkinkan untuk memberikan minat terhadap pengetahuan yang diterima (“Why do”). 3. Konsep “Why do” perlu dimiliki juga oleh pemberi pengetahuan, tidak hanya “How” dalam membagi pengetahuannya. 4. Untuk meningkatkan kompetensi dan keahlian, pemberi pengetahuan dalam hal ini dosen, dapat dilakukan melalui keterlibatannya di Industri dan penelitian.
Asri Pertiwi
Page 28
DAFTAR PUSTAKA [1] D. Esterhuizen, C. Schutte and A. du Toit, "Knowledge Creation Processess as Critical Enablers for Innovation," International Journal of Information Management, pp. 354-364, 2012. [2] J. A. Johannesen, J. Olaisen and B. Olsen, "Mismanagement of Tacit Knowledge: The Importance of Tacit Knowledge, The Danger of IT," International Journal of Management, pp. 3-20, 2004. [3] Z. Erden, G. v. Krogh and I. Nonaka, "The Quality of Group Tacit Knowledge," Journal of Strategic Information Systems, vol. 17, pp. 4-18, 2008. [4] M. Georgescu and D. Popescul, "The Impact of New Information and Communication Technologies on the Creation and Dissemination of Knowledge Inheritance," Social and Behavioral Sciences, vol. 188, pp. 122129, 2015. [5] G. Werner, R. J. Blaas and F. H. Martin, "The Impact of (low) Trust on Knowledge Sharing," Journal of Knowledge Management, vol. 20, 2016. [6] F. Ozmen, "The Capabilities of the Educational Organizations in Making Use of Tacit Knowledge," Social & Behavioral Science, vol. 9, pp. 18601865, 2010. [7] G. Bellinger, D. Castro and A. Mills, "Systems Thinkng," 2004. [Online]. Available: http://www.systemsthinking.org/dikw/dikw.htm. [Accessed 8 8 2016]. [8] D. Weinberger, "Harvard Business Review," 02 02 2010. [Online]. Available: https://hbr.org/2010/02/data-is-to-
Manajemen Pengetahuan, DKIW
I-STATEMENT STIMIK ESQ | I-4 Volume 2 Nomor 2, Agustus 2016 info-as-info-is-not. [Accessed 08 08 2016]. [9] T. Even, "A Conceptual framework for linking risk and the elements of the data-information-knowledge-wisdom (DIKW) hierarchy," Reliability Engineering and System Safety, pp. 3036, 2013. [10] M. Zeleny, "Knowledge-Information autopoietic cycle: towards the wisdom systems," International Journal of Management and Decision Making, vol. 7(1), pp. 3-18, 2006. [11] R. Ackoff, "From data to wisdom," Journal of Applied Systems Analysis, vol. 16, pp. 3-9, 1989. [12] A. Sankwoska, "Relationship between organizational trust, knowledge transfer, knowledge creation and firm's innovativeness," The Learning Organization, vol. 20, no. 1, pp. 85-100, 2012. [13] I. Litvaj and D. Stancekova, "DecisionMaking and Their Relation to The Knowledge Management, Use of Knowledge Management in DecisionMaking," Prague, Czech Republic, 2014.
Asri Pertiwi
Page 29
Manajemen Pengetahuan, DKIW