8
Forum Teknik Vol. 31, No.1, Januari 2007
Model Berkurangnya Klorin (Chlorine Decay) Pada Jaringan Air Bersih Dalam Pipa Radianta Triatmadja JurusanTeknikSipildanLingkungan,FTUGM Jl. GrafIka2 KampusUGMYogyakarta Abstract Along the distribution main, water quality may be degrading due to temperature, contact with pipe wall, external contaminant etc. Therefore, although the quality of water has been assured in the Water Treatment Plant (WTP), continuous assurance is required along the pipe. Chlorine (Clz) is commonly usedfor water disinfectant. Along the pipe residual active chlorine provide assurance that the water is free from undesirable pathogenic microorganism. However, Cl2 decay along the pipeline due to interaction with surrounding (substance within the water and the pipe wall). Hence, monitoring is necessary to assure enough chlorine in the water. At least there are two water quality model namely DVEM (Discrete Volume Element Method) and Lagrangian method that are used in many available software in the market. The Lagrangian method is said to be superior to the DVEM although it has some weakness especially when the traveling distance of the water(s) is considerably less than the element size (L). In this paper Lagrangian method is developed. The program is calibrated to simulate simple transmission system transmitting water containing certain amount of chlorine. The systems were constructed both mathematically and physically. The chlorine residual the down stream end of the transmission systems were recorded after certain time steps. Various slL were used to study the performance of the model. Analytical solutions were carried out to assured that the numerical approach is consistent to the mathematical formulation. The calibration indicates that the program has been able to simulate the chlorine decay through the pipe. The weakness of the method was found during small slL where the result of the simulation fluctuates. The relative fluctuations are small and negligible as slL close to or higher than unity. Even in small slL value the absolute amplitude of the fluctuation may be ignored. The numerical approach was shown to be in good agreement with the analytical one. It was found that in normal condition, Kb value for clean water in Gadjah Mada University Campus is small but significant for accurate simulation. Keywords: water, quality, chlorine, WTP, DVEM
1. Pendahuluan Air bersih semakin lama menjadi semakin langka sehingga semakin mendapatkan perhatian baik kuantitas maupun kualitasnya. Paling tidak hal tersebut disebabkan oleh berkurangnya laban tangkapan air hujan, meningkatnya kebutuhan seiring dengan meningkatnya jumlab penduduk, bertambahnya pencemaran air. Penningkatan kesadaran masyarakat akan kualitas air juga secara ISSN : 0216
- 7565
langsung berakibat pada kebutuhan air minum yang berkualitas semakin banyak. Menghadapi hal seperti ini pemerintah mengeluarkan peraturan (PP No. 16 tabun 2005) bahwa pada tabun 2010 jaringan air bersih harus menjadi jaringan air minum. Air baku atau air yang tidak berkualitas air minum (air yang langsung dapat dimiinum) tidak diperkenankan didistribusikan pada masyarakat. Ini berarti perubahan standar yang sangat signifikan yang
Model Berkurangnya Klorin (Chlorine Decay) Pada Jaringan Air Bersih Dalam Pipa - Triatmadja
mempunyai konsekuensi perubahan infrastruktur dan manajemen pengelolaan secara menyeluruh. Infrastruktur berupa sistem jaringan pipa yang saat ini ada kebanyakan direncanakan tidak memperhatikan berbagai faktor yang mengkait pada kualitas air selama mengalir dalam pipa. Kesehatan air biasanya merupakan standar bagi perusahaan air minun pada saat air meninggalkan instalasi pengolahan air bersih (IPA) saja. Namun kualitas air terkait dengan umur air, dan sisa klorin (disinfectant) masih belum mendapat perhatian baik saat perencanaan maupun saat operasionaI. Oleh karenanya diperlukan pemikiran ke arah hal tersebut dalam rangka perubahan paradigma air minum dan pengelolaan dalam jaringan air dalam pipa. Model numerik untuk simulasi kualitas air sudah banyak tersedia, bahkan dalam bentuik software siap pakai. Diantaranya adalah EPANET, KYPIPE, WaterCad, InfoWorks dan masih banyak lagi. Metode yang digunakan oleh berbagai software beragam dan masing masing dengan keunggulannya sendiri. Dalam hal metoda simulasi jaringan air bersih dalam pipa, paling tidak ada dua cara yang sudah dikembangkan. Pertama adalah metoda DVEM (Discrete Volume Element Method). Metoda ini membagi pipa menjadi banyak segmen sedemikian rupa sehingga dalam satu langkah waktu (time step) air pada setiap segmen akan berubah posisi dan menempati posisi segmen di sebelah hilirnya. Kualitas air berubah dalam setiap segment sesuai dengan reaksi selama langkah waktu tersebut. Metoda ini sangat bagus jika tidak terjadi perubahan kecepatan aliran yang signifikan. Jika terjadi perubahan kecepatan aliran yang signifikan, maka ukuran segmen harus diubah mengikuti perubahan kecepatan. Panjang satu segmen harus dtetapkan sedemikian sehingga setiap satu langkah waktu air harus bergerak sepanjang segmen tersebut. Perubahan segmen, dengan sendirinya memaksa dilakukannya pencampuran kualitas air antar segmen. Dalam hal ini perubahan langkah waktu kadang tidak bisa membantu karena, kecepatan pada setiap pipa bervariasi. Permasalahan lain munculjika aliran sangat lambat, sehingga jumlah segmen pada pipa menjadi sangat banyak.
9
Software profesional yang menggunakan metoda ini misalnya WaterCad (Haestad, 2000). Rossman (2000) mengusulkan metoda bam yang dikenal sebagai metoda Lagrangian. Metoda ini mengikuti perjalanan segmen air dalam jaringan pipa. Dengan kata lain posisi segmen berubah sesuai dengan perubahan posisi air yang diamati. Pada metoda ini, jumlah segmen tidak terikat pada langkah waktu sedang panjang segmen di tengah (tidak langsung berhubungan dengan node, adalah tetap sepanjang simulasi. Panjang segmen yang langsung berhubungan dengan node berubah tergantung dari gerakan segmen lainnya. Pada segmen inilah kemungkinan kesalahan terjadi. Software yang menggunakan metoda ini misalnya EPANET (Rossman, 2000). Untuk mengkaji akurasi metoda Lagrangian, perlu dilakukan kajian pada berbagai masalah yang mungkin terjadi dalam jaringan pipa. 2. Teori Model Kualitas Air. Teori dasar model atau simulasi kualitas air dalam pipa dapat ditemukan pada berbagai sumber misalnya Rossman (2000) dU. Untuk kemudahan referensi, teori tersebut diberikan secara ringkas berikut ini. Makalah ini hanya akan membahas berkurangnya klorin dalam jaringan distribusi air yang sangat relevan dengan kualitas air. Seperti diketahui, sisa klorin dalam air mengindikasikan dan memastikan bahwa air sudah steril dari microba. Klorin dalam bentuk gas bereaksi dengan air sebagai berikut : Ch+ H20 ~
HOCI+ W+ cr
HOCI dengan mudah dapat memasuki kulit luar atau bagian pelindung bakteri yang secara alami bermuatan negatip. Dengan demikian HOCI secara efektif membunuh bakteri tersebut. (Lentech, 2006). Ketika klorin dilarutkan dalam air, ia akan bereaksi dengan semua zat organik dan unorganik yang tersedia dalam air. Klorin yang telah bereaksi dengan zat tersebut tidak lagi dapat berguna sebagai disinfektan. Sisa klorin setelah terjadinya reaksi tersebut disebut sebagai sisa klorin aktif (HOCL dan OCL). Sisa klorin inilah ISSN : 0216 -7565
Forum Teknik Vol. 31, No. I, Januari 2007
10
yang menjaga selalu tersedia disinfektan dalam pipa distribusi air jika sewaktu waktu ada kontaminan yang masuk dalam jaringan. Namun demikian, selama perjalanannya sepanjang pipa, HOCL dan OCL bereaksi dengan zat yang terkandung dalam air maupun dengan dinding pipa, sehingga selalu berkurang. Berkurangnya klorin karena reaksi dengan lingkungannya telah banyak dipelajari dan dirumuskan dalam bentuk matematik sehingga dapat disimulasikan secara numerik. Model berkurangnya tasi
+ qjCj
I Q; + q j
- COUTj
(2)
;eOUTj
Karena di node tidak ada air yang disimpan maka persamaan 2 dapat ditulis sebagai
"
L.J ;e/Nj
QI.C I,J. +q J Cj - COUTj
(3)
klorin selama transpor-
Selama dalam transportasi dalam pipa, terjadi perubahan kandungan klorin sepanjang pipa karena klorin tersebut ikut dalam aliran air. Proses adveksi dan tambahan atau pengurangan kandungan klorin, dalam bahasa matematika dapat ditulis sebagai: dC; _ Q; dC; +R(C;) ---;jf - A; dx;
Dengan Q; adalah debit masuk melalui pipa i ke node i, C;J adalah konsentrasi air pada pipa i
yang masuk pada node i, qj tambahan air pada node i, Cj konsentrasi air yang dimasukkan dalam node dan COUIadalah konsentrasi yang meninggalkan nodej. Reaksi kimia
(I)
Dengan C: konsentrasi klorin, U kecepatan aliran, t waktu, x jarak searah pipa, dan R(C;) reaksi klorin di lokasi yang ditinjau bila ada. Subscript i menunjukkan nomor pipa yang sedang dibahas. Persamaan 1 menunjukkan perubahan konsentrasi klorin pada setiap perubahan langkah waktu, baik karena klorin yang terbawa oleh air, maupun oleh adanya kemungkinan berkurang karena reaksi dengan sekelilingnya. Model pencampuran pad a node Node adalah percabangan antar pipa. Node dapat merupakan percabangan saja, tetapi juga sapat berupa percabangan sekaligus lokasi air keluar dari sistem jaringan. Oleh karena itu pada node berlaku kontinuitas massa untuk klorin. Pada node dianggap terjadi percampuran sempurna antar pipa yang mengalirkan air menuju node tersebut.
ISSN : 0216 - 7565
IQ;C;.j ;e/Nj
Reaksi kimia antara klorin dengan lingkungannya dapat terjadi sebagai berikut. Bulk Reaction lni adalah reaksi antara klorin dengan substansi di sekitarnya dalam air. Bulk reaction dapat dinyatakan dengan R(C) = IkCn
(4)
Dengan R(C) fungsi reaksi, k: koefisien laju reaksi, n : konstanta reaksi. Persamaan 4 sangat umum dipakai dalam simulasi kualitas air. Secara implisit, diasumsikan bahwa kondisi di sekitar substansi tersebut memenuhi syarat untuk terjadinya reaksi. Tanda positive pada k menunjukkan adanya pengembangan (penambahan) sedang negative menunjukkan peluruhan (pegurangan). Harga k sangat bervariasi tergantung pada lingkungan sekitar dan ketersediaan substansi lain untuk terjadinya reaksi. Oleh karena itu, harga k pada persamaan 4 harus dikalibrasi sebelum digunakan dalam simulasi yang sebenarnya.
Model Berkurangnya Klorin (Chlorine Decay) Pada Jaringan Air Bersih Dalam Pipa - Triatmadja
11
Harga n dapat divariasi sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Namun untuk klorin n =1 memberikan harga yang akurat (WaterCad, 2000). Persamaan perubahan konsentrasi klorin selanjutnya dimodelkan dengan (5) Jadi untuk bulk reaction digunakan persamaan
(6) Reaksi dengan dinding pipa (Wall Reaction) Selain bereaksi dengan substansi di sekelilingnya, klorin juga bereaksi dengan dinding pipa. Dalam hal ini, luasan dinding tempat terjadinya reaksi merupakan parameter tambahan sehingga persamaan perubahan konsentrasi klorin menjadi (7)
(10)
Persamaan di atas menunjukkan keterkaitan antara kw dan kf. Jika salah satu koefisien sarna dengan nol maka tidak akan terjadi reaksi. Jika kw noI, secara fisik dinding pipa tidak bereaksi dengan reagen dalam air sehingga difusi molekular tidak memabantu terjadinya reaksi. Sebaliknya jika kf nol, secara fisik tidak terjadi difusi molekuler dalam air, sehingga reagen di bagian jauh dari pipa tidak akan mencapai dinding pipa untuk bereaksi dengan dinding pipa. Harga kwbervariasi tergantung pada jenis pipa dan ketersediaan substansi untuk reaksi kimia. Rossman (2000) mennyatakan bahwa kw berkisar antara 0 hingga 5ftlhari.
Dengan A : area dinding pipa, V: volume pipa dan kwkonstanta untuk reaksi dengan dinding pipa. A 27I1"L 2 . .. . . - =~ = -, denganrJarl-Jarlplpa.
Selanjutnya secara lengkap dengan mengakomodasi reaksi dengan lingkungan dan reaksi dengan dinding pipa, laju reaksi reaktan dalam pipa selanjutnya dapat ditulis sebagai:
Selain luasan dinding tersebut, reaksi kimia juga tergantung pada transfer masa ke arah dinding pipa tersebut. Koefisien transfer masa dituliskan sebagai:
(11)
V
nrL
kf
r
= Sh D d
(8)
Dengan kf adalah koefisien transfer massa, Sh angka Sherwood, D : koefisien difusi,dan d diameter pipa. Sh = 3 65 + O.0668(d / L )Re Sc . 1+ O.04[(d / L )Re Sc Y'3
(9)
Dengan Re : angka Reynold, Sc : angka Schmidt (Sc = v / D), L : panjang pipa. Koefisien difusi Laju reaksi dengan pipa selanJutnya setelah menyertakan pengaruh luasan dinding pipa dan koefisien difusi dapat dituliskan sebagai:
3. Algoritma Model Matematik KIorin dalam Jaringan Pipa
Lagrangian
Untuk memodelkan peluruhan klorin dalam jaringan air bersih diperlukan dua tahapan model. Tahap pertama adalah memodelkan pejalanan air yaitu untuk mendapatkan informasi kecepatan aliran, dan debit setiap langkah waktu yang ditetapkan. Selanjutnya dilakukan tahap ke dua yaitu pemodelan perubahan klorin dalam jaringan tersebut. Pemodelan tahap pertama untuk jaringan yang sederhana serta kebutuhan konsumen yang tetap terhadap waktu, adalah sangat sederhana. Namun biasanya sistem jaringan air bersih sangat kompleks dengan tambahan asesori sehingga pemodelan menjadi lebih rumit. Pemodelan hidraulika secara lebih rinci misalnya diberikan oleh Triatmadja (2000) dan Triatmadja (2006). ISSN : 0216 -7565
Forum Teknik Vol. 31, No.1, Januari 2007
12
Dalam makalah ini akan dibahas pemodelan matematik untuk perubahan konsentrasi klorin saja. Metoda pemodelan perubahan konsentrasi klorin yang digunakan dalam makalah ini adalah Lagrangian. Metoda selesaiannya diberikan pada Gambar 1 . Satu jalur pipa scpanjang A.dibagi menjadi beberapa segmen, misalnya N. Setiap segmen mempunyai parameter yang selalu berubah yaitu awal segmen, akhir segmen, konsentrasi. Oleh karenanya parameter tersebut harus selalu dieatat tiap langkah waktu. Parameter lain yang terkait dengan pemodelan kualitas air adalah kw dan parameter lain pada setiap pipa disimpan dan diperbaharui setiap langkah waktu. Parameter yang terkait dengan model hidraulika adalah keeepatan aliran, debit aliran, area pipa, kekasaran pipa, panjang pipa juga selalu diperbarui setiap langkah waktu. Gambar la menunjukkan posisi awal pada saat I = 10'Pada masing pipa ada 3 elemen. Pada pipa satu, konsentrasi klorin semakin keeil menjauh dari node 1. Hal ini karena terjadinya 1
2
reaksi dengan dinding pipa selama perjalanannya dari node 1 ke node 2. Pada saat lo+L11(Gambar 1b), posisi segmen sudah bergeser ke kanan mendekati node 2. Segmen 1,1; 1,2; dan 1,3 berjaIan ke kanan, sehingga segmen 1,3 hanya tampak sebagian. Sebagian dari segmen 1,3 telah berjalan menjadi segmen baru pada pipa 2 yaitu 2,4 dan pada pipa 3 yaitu segmen 3,4. Sementara itu di hilir node 1, muneul segmen baru 1,4. Panjang segmen baru (L) tidak sarna dengan segmen standar pada yaitu C)JN). Segmen yang baru muneul akan bertambah panjang pada langkah waktu berikutnya. Setelah langkah waktu tertentu, segmen baru yang muneul akan sarna panjangnya atau lebih panjang dari segmen standar. Jika lebih panjang maka segmen baru dianggap hanya sepanjang segmen standar, sedang sisanya merupakan segmen baru kembali. Pada saat segmen baru yang berikutnya muneul, dapat dipastikan bahwa segemen lama pada ujung hilir pipa sudah masuk ke node seluruhnya. Dengan kata lain segmen lama berkurang satu. Jadi jumlah segmen maksimum yang ada pada pipa adalah N+ 1.
2, ]
3
c::::::;
c':~1?~f':;s!
],3
],2
], ]
(a)
1
2 ],4
],1
],2
2,4
3 2,2
2,3 4
(b)
3
1
2 ,4
I,]
],2
],3
2,2
2,3
(c)
Gambar 1. Skema metoda Lagrangian mengikuti aliran elemen ISSN : 0216 -7565
Model Berkurangnya Klorin (Chlorine Decay) Pada Jaringan Air Bersih Dalam Pipa - Triatmadja
Perhatikan bahwa node 2 mempunyai konsentrasi sarna dengan segmen 1,3; 2,4 dan 3,4. Konsentrasi tersebut sudah lebih keeil dibanding konsentrasi pada segmen 1,3 pada satu langkah waktu sebelumnya karena adanya reaksi dengan dinding pipa. Demikian seterusnya setiap langkah waktu, perubahan parameter segmen dielaborasi, sedang reaksi kimia dengan dinding pipa dihitung berdasarkan Persamaan 10. Gambar Ie, menunjukkan skema perjalanan segmen pada node 2 jika aliran yang terjadi adalah dari node I ke node 2, node 4 ke node 2 dan node 2 ke node 3. Aliran masuk ke node 2 adalah dari node 1 dan node 4. Elaborasi parameter segmen pada pipa dilakukan seperti sebelumnya. Perbedanaanya di sini adalah, pada node 2 terjadi peneampuran antara sebagian segemen 1,3 dan sebagian segmen 3,3. Selain itu tentu saja, eIemen yang baru timbul terjadi adalah langsung di hilir node 4. Selesaian model akan sangat teliti jika setiap langkah waktu, setiap segmen bergerak sepanjang segmen tersebut. Jika jarak tempuh kurang dari panjang segmen, maka segmen di tengah masih sangat teliti, tetapi segmen yang langsung di hilir node mungkin hanya menjadi sedikit lebih panjang, selama panjangnya belum meneapai satu segmen standar. Dalam hal ini maka konsentrasi segmen yang diperpanjang dengan tambahannya harus dianggap tereampur sempuma. Dengan kata lain dianggap terjadi peneampuran sepanjang segmen baru. Peneamuran seeara numerik ini seeara fisik tidak terjadi sehingga mengakibatkan perbedaan hasil antara model dan kenyataan. Hal ini merupakan kelemahan dari metoda Lagrangian dan akan dibahas dalam makalah ini. Model matematik seeara lengkap kemudian dibuat dalam bahasa VISUAL BASIC. 4. Percobaan Kehilangan Klorin Jaringan Pipa Skala Laboratorium
Dalam
Untuk menguji akurasi model, perlu dilakukan pereobaan di laboratorium. Hasil penelitian pemah dilaporkan oleh Rabiul (2006) dan Triatmadja dan Rabiul (2006) namun kajian pada waktu itu ditekankan pada eara menangani
13
masalah kekurangan klorin dalam jaringan pipa. Simulasi yang digunakan oleh Rabiul (2006) dan Triatmadja dan Rabiul (2006) menggunakan metoda Eularian yaitu metoda DVEM. Uji laboratorium dilakukan dengan menggunakan jaringan sederhana seperti pada Gambar 2.
fenampung
Gambar 2. Instalasi Percobaan
Pengujian dilakukan sebagai berikut. Reservoir diisi dengan air dan kaporit Ca(OCI)2 dengan sisa klorin aktif yang telah ditetapkan dengan metoda iodometrik. Katup dibuka dan air mengalir dengan keeepatan relatif besar, sehingga waktu yang dibutuhkan dari reservoir hingga ke hilir pipa relatif sangat singkat. Diharapkan dalam waktu singkat reaksi yang terjadi tidak signifikan. Waktu pembukaan pipa sedemikian sehingga dapat dipastikan bahwa konsentrasi klorin yang berada dalam pipa seluruhnya sarna dengan konsentrasi klorin yang berada dalam reservoir. Setelah itu keran hanya dibiarkan terbuka sedikit, sehingga air mengalir sangat lambat. Awal pengaturan keeepatan lambat tersebut dipakai sebagai awal pengaliran atau t=0. Kemudian setelah beberapa menit/ jam, air ditampung untuk diukur kandungan klorin-nya. Pereobaan dilakukan hingga diperoleh berbagai pengukuran dengan variasi konsentrasi awal dalam reservoir, jam pengambilan sampel, serta keeepatan aliran dalam pipa. Salah satu data hasil pengukuran digunakan untuk mengkalibrasi model matematik. Data lain akan dibandingkan sebagai verifikasi. Contoh hasil pengukuran diberikan pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan jumlah kumulatip jarak yang ISSN: 0216 -7565
14
Forum Teknik Vol. 31, No. I, Januari 2007
ditempuh partikel air terjauh adalah 17,58 meter kurang dari total panjang pipa yaitu 30 meter. Jadi dapat disimpulkan bahwa dwelling time air, yaitu rentang waktu air tersebut berada dalam pipa selalu sarna dengan selisih waktu pengukuran dengan saat pertama keran dibuka. Tabell.
Hasil Pengukuran I, Debit dalam pipa dan Residu klorin pada tampungan.
V Q (kumulatif) Dwelling (ml/dt) (em/dt) (em) TimeOam) 0 0 0 0.087 312.605 1 0.11 498.905 2 0.066 0.052 0.173 0.137 991.495 3 4 0.164 0.130 1458.824 5 0.106 0.083 1758.799
ResiduKlarin (mgn) 51.048 23.8224 13.6128 10.2096 6.8064 6.8064
5. Simulasi Kehilangan Klorin Dalam Jaringan Pipa Dengan Metoda Lagrangian Simulasi numerik dilakukan untuk mengkalibrasi kinerja model matematik kehilangan klorin dalam jaringan pipa. Untuk itu simulasi dilakukan dengan eara "hot start", yaitu seluruh pipa sudah terisi air dengan konsentrasi sarna dengan konsentrasi dalam reservoir. Aliran kemudian disimulasikan dengan debit konstan, dengan dwelling time 1,2,3,4,dan 5 jam.. Dengan meneoba beberapa harga untuk kb dan kwdiperoleh beberapa hasil simulasi. Gambar 3 menunjukkan hasil simulasi untuk kw = -0,01 mlhari,-0.1 mlhari dan 1.0 mlhari semuanya menggunakan kb = 0 Ihari dan dan kw = 1,5 m/hari dengan kb = 4.32lhari. Koefisien difusi diambil sebesar 1,167 x 10-9 m2lhari yang merupakan difusi klorin pada umumnya (Rossman, 2000). Dari Gambar 3 terlihat bahwa jika kb =0, maka setelah harga tertentu kw=-1.0,harga kwtidak banyak berpengaruh terhadap hasil. Hal ini karena persamaan 10 yang bersifat asimtotis. Koefisien kf seeara fisik mengukur seberapa eepat partikel ditransfer dari tengah pipa ke dinding pipa. Semakin besar harga kf menunjukkan semakin besar kesempatan partikel ditransfer dari tengah ke dinding pipa untuk terjadinya reaksi dengan dinding pipa. Jadi walaupun kw besar, kalau kf keeil, potensi untuk terjadinya reaksi juga tidak besar, ISSN : 0216
- 7565
karena kurangnya partikel yang dapat ditransfer dari tengah ke dinding pipa. Jika kf = 0, maka reaksi dengan dinding pipa praktis tidak terjadi. Sebaliknya kb menambah reaksi seeara linier. Pemakaian kb sebesar 4,32 per hari dan kw = -1. 5 mlhari mampu mendekatkan hasil simulasi dengan data laboratorium. Seeara keseluruhan simulasi kalibrasi ini menunjukkan (lihat Gambar 3) bahwa pengaruh kw dalam simulasi ini lebih signifikan dibanding kb, namun demikian Kb tetap perlu diperhitungkan dalam kalibrasi. Hal serupa ditemukan oleh Castro dan Neves (2006). Mereka menemukan bahwa Kb dalam jaringan air bersih yang mereka teliti sekitar
- 0.0006Ihari
sehingga
reaksi dengan pipa menyumbang sebesar 80% reaksi total. Dalam penelitian ini, kalibrasi yang paling dekat diperolehjika kw= -1,5 mlhari dan Kb = -4,32lhari. Dalam hal ini reaksi dengan dinding pipa menyumbang sebesar 75% hingga 95% tergantung pada dwelling time. Gambar 3 menunjukkan bahwa sebenamya pendekatan fungsi exponensial pangkat t linier, masih kurang sempuma namun eukup baik dalam batas tertentu. Perbandingan antara hasil numerik dan analitik pada Gambar 3 juga menunjukkan bahwa model matematik metoda Lagrangian yang dibangun dapat menirukan kehilangan klorin sepanjang pipa dengan baik. 6. Pengaruh Kecepatan Lambat Pada Metoda Lagrangian Seperti dibahas pada Bab 3, permasalahan metoda Lagrangian adalah kemungkinan keharusan meneampur konsentrasi dalam satu segmen karena pertambahan panjang. Peneampuran ini akan terjadi berkali kali jika jarak tempuh segmen (x) dibanding panjang segmen (L) atau (sIL) keeil. Akibatnya terjadi kesalahan pada simulasi. Untuk mempelajari kesalahan yang ditimbulkan oleh slL perlu simulasi jaringan air bersih dengan berbagai slL. Peneampuran terjadi pada node baru yaitu yang langsung berhubungan dengan node. Oleh karenanya simulasi akan dilakukan selama waktu tertentu sehingga segmen yang muneul di hilir node meneapai node berikutnya yang akan diukur konsentrasi klorinnya.
Model Berkurangnya Klorin (Chlorine Decay) Pada Jaringan Air Bersih Dalam Pipa - Triatmadja
15
1
o
CICo 0.9
-
Numerik,Kw--O.01
Anaiitis.Kw --0.01 /}.
0.8
Numerik,Kw --0.1
- - -. - a _ Analitis, Kw --0.1
0.7
x
0.6
.
0.5 0.4
I\lImerik.Kw--1
-Analitis, +
- - - - -Analitis, Kw --1.5
.z:s..........
0.3
Kw =-1
NJmerik.Kw --1.5
o
0.2
Numerik,Kw --1.5, Kb=4.32/hari Analitis,Kw --1.5,Kb =4.32/hari Laboratorium
0.1
I'!)
o
o
1
2
4
3
5
Dwelling time t Gam) Gambar
3. Perbandingan antara hasillaboratorium,
Jaringan air bersih seperti Gambar 2 disimulasikan kembali dengan harga slL divariasi dan 0.2 hingga 2,0. Semua parameter yang lain tetap seperti sebelumnya. Dalam simulasi ini dipilih harga kw = 0.1 m/hari sedang harga kb = 0,0. Setiap pipa dibagi menjadi 10 segmen. Jadi pada saat tertentu terdapat 11 segmen, dengan 2 segmen tidak penuh dengan panjang total sarna dengan satu segmen.
simulasi numerik dan solusi analitis.
segmennya sendiri akan terjadi osilasi pada solusi matematiknya. Besaran osilasi dapat menjadi signifikan jika selama perjalanan dalam pipa terjadi pengurangan klorin yang besar, misalnya karena dwelling time yang besar bersamaan dengan harga kw dan kf yang signifikan. Jika slL
=
1, model menghasilkan hitungan yang akurat. Seperti terlihat pada Gambar 3, tidak tampak adanya osilasi sarna sekali.
Dari Gambar 4, tampak bahwa jika gerakan segmen tiap langkah waktu kurang dan panjang 1
.
0.9 0.8 0.6
=
0.05
s/L= 0.10
..................
0.7
s/L
- --e- -- s/L = 0.20 )(
s/L = 0.40
0.5
-- -)1(--- s/L = 0.50
0.4
- -...... s/L s/L
= 0.80 = 1.00
0.3
I
0.2
.&.
s/L=
A
s/L = 1.40
0.1
1.20
o
o
5
10
15
20
Dwelling Time Gam) Gambar 4. Solusi model matematik sisa klorin uotuk berbagai variasi slL.
ISSN : 0216- 7565
16
Forum Teknik Vol. 31, No.1, Januari 2007
Pada slL > 1 osilasi relatip juga tampak mengecil sehingga dapat dikatakan tidak signifikan. Osilasi relatip untuk slL yang kecil ditunjukkan sangat besar pada Gambar 5. Namun demikian besaran osilasi (nominalnya) sebenarnya sangat tidak signifikan atau mendekati nol (lihat Gambar 4). 0.45
Oc
0.4
Cr
0.35
.
juga sangat stabil. Untuk mengurangi osilasi, maka harga s/L perlu diusahakan cukup besar misalnya ~ 0,5.
8. Daftar Notasi
A = areadindingpipa(m2)
C = konsentrasi (mg/l) C; = konsentrasipadanodeI mg/l) Co = konsentrasi awal (mg/l) Cr
0.3 0.25
.
0.2 0.15
.
0.1 0.05
-
-
o o
0.5
-
-
1
1.5
x/L Gambar 5 Osilasi kesalahan simulasi perubahan klorin dalam jaringan pipa dengan metoda Lagrangian. Oc: tinggi osilasi, Cr: konsentrasi rerata saat osilasi
7. Kesimpulan dan saran Kesimpulan 1. Berkurangnya klorin dalam jaringan pipa dapat didekati dengan fungsi exponensial derajat satu. Namun demikian, penyesuaian pangkat masih diperlukan jika diharapkan hasil yang lebih akurat 2. Secara umum metoda Lagrangian dapat memodelkan adveksi klorin dalam jaringan pipa dengan baik. Pada saat slL kecil terjadi tluktuasi hasil, namun besarannya cenderung tidak signifikan. Rentang osilasi relatip mencapai lebih dari 40% untuk slL
°c Cr
= 0.05.
3. Pada slL merupakan bilangan integer, model tidak menunjukkan osilasi.
= konsentrasi rerata saat osilasi (mg/l)
D = difusivitas (m2/s) d = diameter pipa (m) Kw = Koefisien reaksi dinding Kb = Koefisien reaksi bulk Kf = Koefisien transfer massa k = koefisien laju reaksi L = panjang segmen pipa (m) A. = panjang pipa (m) N = jumlah segmen pada satu pipa n = konstanta reaksi Oc = Osilasi (mg/l) Q = debit (m3/s) Re = angka Reynold r = jari-jari pipa (m) s = jarak tempuh air selama satu langkah waktu (m) Sh = Angka Sherwood Sc = angka Schmid t = waktu (s) to = waktu awal y = viskositas kinematik (m2/s) V = kecepatan aliran (m/s) .1t = langkah waktu (s) Daftar Pustaka Castro P., and Neves M., (2004), Chlorine Decay In Water Distribution Systems Case Study Lousada Network, Electronic Journal of Environmental, Agricultural and Food Chemistry Haestad, (2000), WaterCad for Windows, Online Help Text, Waterbury
Saran
Lentech,(2006), Disinfectants Chlorine, Delft, http://www.lenntech.com/waterdisinfection!disinfectants-chlorine .htm
Metoda Lagrangian cukup akurat untuk digunakan dalam simulasi kehilangan klorin sepanjang jaringan air bersih. Metoda Lagrangian
Rabiul, M., (2006), Simulasi Hidraulika Untuk Kualitas Air, Kajian Klorinasi dalam Sistem
-
ISSN : 0216 7565
Model Berkurangnya Klorin (Chlorine Decay) Pada Jaringan Air Bersih Dalam Pipa- Triatmadja
Jaringan Pipa, Tesis 82, Sekolah Pasca Sarjana UGM,lndonesia Rossman, L.A., (2000), EPANET, Version 2, Users Manual, United States Environmental Protection Agency, Cincinnati Triatmadja, R dan Rabiul M., (2006), Simulasi Hidrolika dan Kualitas Air dalam Jaringan Air Bersih, Prosiding Seminar Nasional Teknik Sumberdaya Air, Implikasi
17
Pemanfaatan Potensi dan Tataruang terhadap Pengelolaan Sumberdaya Air, Bandung, Indonesia. Triatmadja, R., (2006), Pra Analisis Pada Jaringan Pipa Untuk Meningkatkan Kecepatan Komputasi. MEDIA TEKNI/( No.4, TH XXVIII, Edisi Nopember 2006, Fakultas Teknik UGM.
ISSN : 0216- 7565