Minah Tetap Dipancung Karya : Denny JA /1/ Aku genggam tasbih itu Selalu. Basah kuyub tasbih itu Oleh air mataku Selalu. Tangan dan bibirku gemetar Menciuminya Selalu. Ampun ya Allah, Ampun, Aku hanya membela diri Tak ada niatku membunuh Bantu aku ya Allah. Apakah ini dzikirku Yang terakhir? Berguncang-guncang dadaku. Berdesakan dalam benakku: Bayangan suamiku Bayangan si kecil, Anakku. Ampun ya Allah, beribu ampun. Tak henti-hentinya kusebut Ahmad, suamiku Aisah, anakku Berulang-ulang kusebut Asma Allah. Aminah namaku, Minah panggilanku, TKW asal Indonesia Kerja di Saudi Arabia Sebagai pembantu rumah tangga. Kini aku sudah mati Algojo memenggal leherku Karena telah membunuh majikan
Yang berulang kali memperkosaku Dan menyiksa jiwaku. Dzikir itu kulakukan semalaman Berharap masih ada mukjizat Yang bisa menyelamatkanku; Aku masih ingin hidup! Namun, hukum dunia Lebih kejam dari yang kuduga. Kemarin aku mati Dipancung, tepat di leherku.
/2/ Rasanya baru kemarin sore Aku berdiri kaku Mengintip bulan redup di langit Cirebon Kota kelahiran yang tak lagi beri harapan. Malam itu aku di samping suami tercinta Menyusun rencana. Sudah sekian lama suamiku nganggur Anak perempuanku, delapan tahun, Belum juga ia bersekolah Aku belum bisa bayar uang iurannya. Itulah awal tekadku bekerja ke Arab Saudi. Kuyakinkan Suami ijinkan aku pergi, Hidup perlu biaya. Di depan cermin Kuperhatikan rupa dan tubuhku – Aku pantas hidup lebih baik. Tekadku tak terbendung Harapanku melambung Membubung dibawa angin gurun: Menjadi TKW aku! Banyak temanku berhasil Kerja di negeri itu, Berkirim uang ke kampung Renovasi rumah orang tua. Meniru orang kaya Jakarta.
Ingin aku seperti mereka Satu di antara sekian juta perempuan Yang bekerja di negeri asing Menjadi apa saja.1 Suamiku tak lagi bisa mencegah. Bapakku menggadaikan sawah (Yang nanti harus kutebus kembali) Untuk calo Untuk pelatihan Untuk cek kesehatan Untuk persekot pembekalan akhir Untuk asuransi – Empat juta rupiah Melayang sudah Dari tanganku. Perusahaan tenaga kerja meyakinkan kami, Uang sebegitu tiada arti Dibanding gaji besar nanti.2 Aku protes dan bertanya, Kamu korupsi, ya? Kamu memoroti kami, ya? Agen itu menjawab, Barangkali Babe di atas sana yang korupsi, Bu. Kita mah hanya cari seseran ala kadarnya Buat tambahan istri belanja. Ya, sudahlah, uangku telah raib entah ke mana – Tapi aku bangga karena mereka Menyebutku pahlawan devisa Berjasa bagi negara.3 Akhir tahun 2010 Aku dan rombongan berangkat ke luar negeri Dengan tujuan Arab Saudi Negeri tempat orang berhaji.4
/3/ Tak ada seorang teman pun yang menjemputku Ketika sampai di negeri asing itu
Padahal mereka sudah tiba lebih dahulu. Kakiku ragu ketika melangkah Masuk ke sebuah rumah. Sepi. Berkelebat wajah-wajah yang kusayangi: Anakku, Suamiku, Orang tuaku; Sekejap teringat sepetak sawah Yang harus kubeli lagi nanti Yang sudah digadaikan bapakku. Air mataku pun menetes Tapi buru-buru kuhapus Saat tuan rumah menyambutku Dengan dingin. Aku kerja di keluarga Arab yang kaya-raya Rumahnya 20 kali lebih luas Dari rumah orang tuaku; Toiletnya bagus Lebih bagus dibanding ruang tamu kepala desa. Majikan perempuan Menunjukkan kamar tidurku, Besar, bersih; Jendela menghadap halaman belakang. Rumah itu dikelilingi pagar terali Yang kokoh dan tinggi. Belum sempat aku merebahkan diri Untuk melepas lelah Majikan perempuan memanggilku; Didiktekannya daftar panjang tugasku: Memasak, mencuci, menyetrika, Dan membereskan seluruh rumah.
/4/ Alhamdulilah! Masakanku disukai dan dipuji, Maklum aku perempuan kampung Biasa menghabiskan waktu di dapur. Hari-hariku bermekaran, seperti dalam mimpi Seperti bunga-bunga pagar Yang tak pernah terlewat kusirami. Di halaman rumah itu selalu tumbuh keinginanku Menyulap waktu agar cepat berlalu – Terbayang olehku: uang yang nanti kudapat Dari kucuran keringatku sendiri Akan kukirim kepada Suami Untuk menyambung hidup Untuk menyekolahkan Anak. Guru ngajiku di pesantren dulu mengajarkan Agar aku bersikap sopan Tahu tata cara dan bertutur kata. Aku suka tersenyum – Tapi celaka, majikan pria Keliru mengartikannya Dikiranya aku penggoda. Mana mungkin aku berani? Dan lagi, ha-ha-ha, Suamiku lebih ganteng darinya. Aku tidak paham budaya, terus terang saja, Bagiku orang Arab dan Indonesia sama saja Kan sama-sama Islam agamanya, Dan menurut guru ngajiku Senyum sama dengan sedekah nilainya. Ketika majikan perempuan tidur lelap Majikan pria mendekatiku Rupanya ia berusaha merayuku; Aku hanya bisa senyum Tapi mulai merasa takut Tak berani menatap matanya.
/5/ Dengan cepat zaman berubah. Hari-hari berjalan sangat lambat, terasa lelah; Kurindukan Suami yang tampak cemas Di saat melepasku pergi. Berulang kupanggil suamiku Dalam hati. Ahmad, ketika kita dekat Aku menjauh cari rejeki Ketika kita jauh Aku ingin berada di sisimu. Tiba-tiba aku takut, Ahmad. Dan anakku yang mungil itu, Yang suka minta uang jajan? Tak terukur rinduku Dan kupanggil Aisah buah hatiku, Anakku Aisah, maafkan ibu Tak bisa setiap hari menyuapimu. Dulu ibu kira kalau kerja di negeri jauh Akan membawa kebahagiaan bagimu, Akan bisa menyekolahkanmu. Tapi kini, wahai, Ibu merasa hampa dan jemu. Mengumpulkan harta – itu tujuanku. Tapi belum ada yang bisa dikirim sekarang. Aku tak tahu bagaimana rasanya Menerima gaji pertama – tapi kapan? Tidak ada perjanjian. Burung yang terkurung di sangkar emas Masih tetap bisa bernyanyi Tapi di rumah yang megah ini Mulutku malah terkunci, Tak ada siapa-siapa untuk berbagi cerita Karena tak boleh keluar rumah.5 Hari dan tanggal tak lagi kutahu Bekerja dan bekerja saja, terus-menerus menunggu, Tak ada yang pasti bagiku.
/6/ Selepas pagi Pekerjaan rutin telah selesai Tinggal beberapa potong pakaian yang harus kusetrika; Aku ingin salat Dhuha dulu. Hari itu rumah sepi, majikan pria pergi bekerja, Majikan perempuan entah ke mana. Baru saja menggelar sajadah Kudengar pintu pagar dibuka – Majikan pria melangkah masuk. Matanya nyalang menatapku: Kuduga ia membayangkan Apa yang ada di balik sarungku. Ia bergerak mendekat Memegang punggungku Lalu meremas payudaraku. Jangan, Tuan! Aku berontak Kuterjang ia – Tapi ia perkasa Menarik sarungku dengan paksa. Ia tampaknya sudah gelap mata. Aku berteriak sekuat-kuatnya Kudorong tubuhnya Sampai membentur dinding. Tapi lelaki itu kembali mendekat Menyebut beberapa patah kata bahasa Arab Yang tak kupahami artinya.
Begitu sigap tindakannya Seakan apa yang hendak dilakukannya Tidak menyalahi aturan agama. Aku terkesima Aku tercampak Aku terhina! Aku ludahi mukanya, Aku bukan budak Aku bekerja di sini Tidak untuk diperkosa. Ia tak paham bahasa Indonesia Dan aku juga tak bisa mengatakan apa pun Dalam bahasanya. Ia terus mendekat, Aku kembali berteriak Aku mengancamnya Tapi semua itu lenyap begitu saja Menguap di udara. Aku melawan sampai kehabisan nafas Sampai tenagaku habis terkuras – Tak berdaya, Aku kalah. Tinggal tangis yang masih tersisa. Usai menunaikan nafsu bejatnya Ia lemparkan Beberapa helai uang real. Aku tak lagi punya tenaga. Sekali terjadi, Terulang dua kali, Tiga kali, Berkali-kali! Ya, Allah, malang benar Nasib hamba-Mu ini! (Sebagai ibu muda yang lugu dari desa Minah tak mengerti pernah ada sebuah zaman Ketika budak boleh diperkosa majikan Kebiasaan itu masih dipercayai oleh banyak orang Di zaman Facebook dan Twitter sekalipun Ia tak pernah membayangkan itu terjadi padanya)
/7/ Di dalam kamarku Kalau tengah malam tiba Aku lihat kotak itu: Begitu banyak sudah real Yang diberikannya Setiap selesai memperkosaku. Pernah aku tergoda Untuk mengambil uang itu Kukirim ke kampung halaman – Keluargaku sudah lama menunggu itu Sedangkan gaji tak kunjung dibayar. Terbayang sepetak sawah Yang bisa kutebus kembali dengan uang itu. Terbayang sekolah dasar Terbayang anakku Aisah berlarian dan berlajar. Tapi kudengar lantang suara hatiku, Jangan kaubohongi suamimu Jangan kausekolahkan anakmu Dengan uang si bejat itu! Aku teringat dulu di pesantren Guru ngaji mengajarkan Agar patuh Suami Agar berjuang mencari rejeki. Aku pun melancarkan protes, Kutegakkan kepala, Gusti Allah, Sudah kulakukan semua ajaran baik Tapi mengapa tetap saja kena celaka? Kau berjanji melindungi Kaum tertindas, kaum yang lemah – Aku ini lemah, Sangat lemah. Tak kutahu kenapa mulanya Aku jadi sangat marah; Aku teriak sangat keras
Dalam hati. Ya, Gusti Allah Kenapa begini jadinya? Ampun, ya Allah. Dan uang di kotak itu pun Aku sobek Satu demi satu Sambil menangis Dalam-dalam, Tertahan. Kubayangkan diriku sudah jadi gila! Lama aku terbaring. Mendadak kurasakan niat suci Untuk memberontak. Aku harus melawan Apa pun yang akan terjadi.
/8/ Aku mencari jalan, Mengadu kepada majikan perempuan Berharap mendapatkan perlindungan. Namun, bukan pembelaan yang kudapat Malah penyiksaan berlipat-lipat. Aku dituduh menggoda suaminya dengan senyumku. Dan aku pun disiksa: Tubuhku dicambuk Rambutku dijambak Pahaku diseterika. Aku menjerit Tapi jeritan-tangisku sia-sia Wakil Indonesia di Arab sana6 Bekerja seperti biasa. (Sebagai ibu muda yang lugu dari desa Minah tak mengerti bahwa tak semua TKW berperilaku baik Ada juga yang sengaja menjadi pelacur Dan merepotkan ibu rumah tangga dan polisi di sana)
/9/ Betapa sering aku ingin melarikan diri Tapi takut tertangkap polisi.7 Pasporku pun dipegang majikan.8 Pernah terpikir aku melompat saja Dari jendela lantai tiga – Tapi setelah itu ke mana? Ya Gusti, Kenapa Kau-tinggalkan aku sendiri Terkapar antara hidup dan mati? Suatu malam kejadian itu kembali terulang. Majikan menyelinap Masuk kamar; Kini aku harus melawan Lebih dari biasanya. Tak kuduga ia mengambil pisau Komat-kamit bicara Aku tak paham maknanya. Secepat kilat ia kuasai diriku. Astaga! Dijepitnya leherku Dibekapnya mulutku – Aku tak bisa bernafas. Entah dengan kekuatan apa Aku sebut nama Allah, Aku rebut pisau itu Kutancapkan tepat di perutnya. Aku selamat dari sergapan Tapi malam itu pula sirna sudah Semua impian. Ia terkapar, tak bernyawa.
Ya Allah… Hanya itu yang terucap. Aku hanya mempertahankan diri Tapi ada yang mati. (Sebagai ibu muda yang lugu dari desa Minah tak mengerti walau membela diri Jika majikan mati di tangannya Ia juga bisa mati – dipancung)
/10/ Harus kuhadapi pengadilan, Tanpa perlindungan; Hukum yang berlaku di negeri Arab Nyawa berbayar nyawa.9 Pemerintah memberikan tanggapan Tapi untuk kasusku, Itu sudah ketinggalan kereta. Upaya hukum telat Upaya diplomasi politik tak dirintis dari awal Dan tidak ada pembelaan di pengadilan – Ya, ya, harus aku jalani Hukuman pancung. Ya, ya, aku harus dipancung! Seorang pengacara dikirim Untuk membantuku, Aku dengar cerita Rakyat Indonesia membelaku. Bagaimanapun, aku pahlawan devisa. Pak Menteri panjang lebar pidato Akan berjuang membebaskanku Tapi semuanya terlambat sudah. Aku terus melawan walau sendiri Dengan segala cara. Kepada pengacara kutuliskan Urutan peristiwaku Dalam membela kehormatan Yang oleh hukum dunia disebut pembunuhan. Aku mohon itu disiarkan seluas-luasnya.
Aku ikhlas mati tapi memberi makna Aku ikhlas mati tapi mempunyai arti. Selebihnya, aku pasrah; Aku hanya mohon bisa bertemu anakku Aisah Untuk terakhir kali. Ingin kutanyakan ikhwal sekolahnya – Tapi permintaan itu pun susah dipenuhi. Aku hanya bisa titipkan surat Salam untuk suamiku Dan pesan khusus agar kelak Anakku satu-satunya Tidak menjadi TKW sebelum ada perlindungan hukum. (Sebagai ibu muda yang lugu dari desa Minah tak mengerti TKW sudah jadi industri Pengiriman TKW tak bisa distop Jika tak ingin pengangguran merajalela)
/11/ Aku sudah tiada Tetapi masih teringat malam Sebelum kepala Dipisahkan dari tubuhku. Di malam terakhir itu aku teringat sawah di kampung. Aku, suami, dan anakku bersantap di saung, Aisah, kata suami kepada anakku, Ibumu akan ke Saudi, Bekerja di sana; Nanti Ibu akan pulang membawa rejeki Dan kita akan membeli sawah ini Yang lebih besar dari sawah kakek. Anak itu tampak kegirangan Sejak dulu ia senang Duduk di saung. Di malam terakhir Aku terus berdzikir Kuharapkan ada mukjizat Menyelamatkan diriku. Bayangan suami dan anakku
Berseliweran dalam benakku Mengaduk-aduk perasaanku. Ampun ya Allah Siapkan hatiku Ampun ya Allah Siapkan jiwaku. Terus aku berdzikir Hingga tak ingat apa-apa lagi. Dalam dzikirku malam terakhir itu Terbayang suamiku datang ke kamarku Dan dibisikkannya, Aminah, betapa bangga aku padamu: Kau berjuang untuk keluarga Membela kehormatan diri. Guru ngaji di pesantren Tak akan menyalahkanmu. Meski besok dipancung Kau tetap hidup di hatiku Dan di hati Aisah, anak kita itu. Coba kupeluk bayangan suamiku Bayangan anakku Hangat terasa – aku tersenyum Dan itu senyumku yang terakhir. *** 1. Setiap bulan ada 60.000 TKI yang berangkat ke luar negeri, atau rata-rata per hari 2000 TKI. Mereka bekerja di berbagai negara: Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Hongkong, Taiwan, Kuwait, Yordania, Arab Saudi, Suriah, Uni Emirat Arab, Oman, Qatar, dan Bahrain. Sumber: www.bnp2tki.go.id/berita-mainmenu-231/2296-jumhursertifikasi-kompetensi-instrumen-lindungi-tki-plrt.html. 2. Iming-iming gaji besar menjadi salah satu daya tarik bagi para calon tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk meninggalkan tanah air dan bekerja di luar negeri. Gaji TKW di Arab Saudi per bulan 800 riyal, di Singapura 450 dolar, di Hongkong 3.740 HK (Rp 4.114.000). Sementara di Brunei Darussalam, Uni Emirat Arab, Oman, Qatar, dan Bahrain, sebesar 220 USD per bulan. Sumber: http://bnp2tki.go.id/berita-mainmenu231/5464-ade-adam-noch–lima-tahun-bnp2tki-memudahkan-pelayanan-tki.html. 3. Para tenaga kerja Indonesia di luar negeri memang sering disebut pahlawan devisa, karena menyumbang banyak sekali devisa kepada negara. Bank Indonesia mencatat jumlah total remitansi TKI sepanjang 2010 yaitu US$ 6,73 miliar. Pengiriman uang dari TKI selama kuartal pertama tahun 2011 mencapai US$1,6 miliar atau sekitar Rp 14
4.
5.
6.
7.
triliun. Sumber: http://www.neraca.co.id/2011/06/23/ moratorium-tki-berdampak-luas-ke-daerah/. Sepanjang tahun 2010 Indonesia mengirimkan 570.285 orang TKI ke seluruh dunia. Dari jumlah tersebut sekitar 60% berangkat ke Arab Saudi (sebanyak 228.890 orang) dan Malaysia (sebanyak 115.624 orang). Sumber: http://fokus.vivanews.com/news/read/ 228793-sejumlah-negara-tujuan-tki-pengganti-arab. Para TKW di Arab Saudi tidak diizinkan ke luar rumah, berbeda dengan TKW yang bekerja di Hongkong, Korea, atau Taiwan, yang setiap akhir pekan bisa menikmati indahnya taman kota, berjalan-jalan di pusat-pusat perbelanjaan, atau bertemu dan mengobrol dengan teman-temannya sesama TKW. Sumber: http://www.duniatki.com/ aturan_kerja_di_luar_negeri-informasi3_tki_duniatki-2. html; lihat juga sebagai perbandingan, http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/06/03/ kebebasan-hong-kong-surganya-para-tkitkw/. Siksaan seperti yang dialami Aminah telah menjadi cerita umum di kalangan para TKW. Sepanjang tahun 2010, sebanyak 1.075 TKW Indonesia disiksa majikannya. Tak jarang, penyiksaan tersebut berujung kematian. Migrant Care mencatat dari tahun 2007 hingga 2011 ada 10 orang TKW di berbagai negara yang meninggal karena disiksa majikannya. Mereka yang meninggal karena kekerasan oleh majikannya ini ialah: (1). Kurniasih TKW asal Pati Jawa Tengah, meninggal karena disiksa di Malaysia tahun 2007; majikan bebas. (2) Animah binti Jari, TKW asal Banten, meninggal karena disiksa di Kuwait tahun 2007 (3). Siti Tarwiyah, TKW asal Ngawi, meninggal karena disiksa di Arab Saudi, Agustus 2009. Kasus hukum berhenti karena kompensasi (4). Susmiyati, TKW asal Pati, meninggal karena disiksa di Arab Saudi, Agustus 2009; kasus hukum berhenti karena kompensasi (5). Munti binti Bani, TKW asal Jember, meninggal karena disiksa di Malaysia, 2009 (6). Fauziah, TKW asal Cibubur Jakarta, meninggal karena disiksa dan korban kekerasan seksual di Malaysia, Mei 2010 (7). Kikim Komalasari, TKW asal Cianjur, meninggal karena disiksa dan jenazahnya dibuang di tempat sampah di Saudi Arabia, November 2010 (8). Sariah, TKW asal Indramayu, meninggal karena disiksa dan korban kekerasan seksual di Kuwait, 2010 (9). Ernawati, TKW asal Kudus, meninggal karena disiksa di Arab Saudi, Februari 2011 (10). Isti Komariah, TKW asal Banyuwangi, meninggal karena disiksa di Malaysia, Mei 2011. Sumber: http://headlines.vivanews.com/news/read/ 229833-tiap-tahun–kekerasan-terhadap-tkw-meningkat. Tapi banyak pula kasus TKW yang juga karena kesalahan TKW itu sendiri. Ada pula kasus TKW yang memang menggoda majikan pria. Ada pula kasus TKW yang pensiunan PSK (Penjaja Seks Komersil). Kasus TKW tidak hitam putih. Tidak semua kasus TKW disebabkan oleh kesalahan majikan. Para TKW yang mengalami nasib seperti Aminah biasanya melarikan diri, tapi itu sangat beresiko. Hal ini pernah dialami Rusniah binti Azis, TKW asal Karawang, Jawa Barat, yang menjadi pembantu rumah tangga di rumah keluarga Abdullah Muhammad Al-Sah, di Arab Saudi. Rusniah tewas terjatuh dari lantai tujuh ketika berusaha kabur dari rumah majikannya pada 17 Mei 2011. Maskendi binti Kulin, TKW asal Sumbawa Besar, NTB, juga pernah kabur dari majikannya di Arab Saudi pada Juli 2009 karena tak tahan dengan siksaan kedua majikannya. Selama 2 tahun 6 bulan ia belum digaji sama sekali. Kondisinya memprihatinkan, ada luka bakar di tangan, muka, dan punggung. Mukanya cacat karena dipukul dengan gayung sayur yang panas sehingga kulit terbakar; giginya
rontok disabet selang air. Sumber: http://www.metrotvnews.com/read/news/ 2011/06/25/55843/TKW-Asal-Karawang-Tewas-Terjatuh-dari-Lantai-7-Rumah-Majikan. 8. Dalam MoU yang ditandatangani dengan majikan tidak disebutkan bahwa paspor tetap akan dipegang Aminah. Pejabat-pejabat kita yang berwenang tidak memikirkan soal ini, yang berdampaknya sangat besar pada orang-orang yang bernasib seperti Aminah. Akibatnya, apapun masalah yang dia alami di rumah itu tidak akan bisa mengadu kepada siapapun di luar rumah. Sumber: http://www.republika.co.id/berita/nasional/ umum/11/06/22/ln6b3j-majikan-arab-gemar-tkw-indonesia-karena-penurut-dan-takgampang-mengeluh. 9. Hukum di Arab Saudi menerapkan langsung ayat al-Quran surat al-Baqarah ayat 178 yang menyebutkan tentang hukum qisas. (Nyawa) orang merdeka dibayar dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Sebenarnya ayat ini diturunkan untuk melenyapkan budaya jahiliyah yang berkembang sebelum datangnya Islam. Pada waktu itu, jika seseorang dibunuh, maka sekeluarga si pembunuh akan dibunuh pula. Ayat ini bermaksud menekankan pentingnya asas kesaimbangan, satu nyawa berbalas satu nyawa. Namun ayat itu juga mengandung perkecualian. Apabila keluarga korban memaafkan, maka eksekusi batal dijalankan. Sebagai bentuk permohonan maaf, pihak pembunuh harus mengganti dengan denda berupa 100 ekor unta, 40 di antaranya yang sedang hamil. Kalau dirupiahkan angkakanya mencapai Rp 4,7 miliar. Namun, ada pula hadist yang diriwayatkan Ibnu Hiban dan Imam Al Baihaki yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda; harus diberikan maaf apabila seseorang membunuh karena terpaksa.