MICROSCIENCE EXPERIENCE: SEBUAH ALTERNATIF PRAKTIKUM BAGI MAHASISWA PENDIDIKAN TINGGI JARAK JAUH Tutisiana Silawati (
[email protected]) Universitas Terbuka
A new and highly innovative concept of practical comes in the form of microscience approach. Microscience is a practical science on a very small scale or microscale and has a lot of advantages over the traditional approach. Microscience uses microscience kit which is cheap, easy to store, and easy to clean, as well as save hazardous waste disposal. Microscience allows experiments to be carried out any where and in much less time, since preparation time is minimal. The integration of practical work with theory may have contributed to the positive response of conceptual understanding. Distance education students with limited access to conduct practical component of the courses offered, can do their own practical work with the microscience kit at home. Microscience approach is not aiming to provide for university degree program, but first year- level courses and teacher upgrade program. Key words: distance education, microscience, microscale.
Pelajaran sains adalah mata pelajaran yang membahas fenomena yang terjadi di alam, termasuk fenomena alam yang terdapat di lingkungan sekitar kita. Mempelajari sains tidak cukup hanya dengan cara membaca buku sains saja tetapi harus dibarengi dengan pengalaman melakukan praktikum. Mempelajari buku pelajaran sains yang diintegrasikan dengan pengalaman melaksanakan praktikum sains akan berdampak positif terhadap pemahaman materi. Hal ini ditegaskan oleh Budiastra (2004) yang menyatakan bahwa kegiatan praktikum yang dilaksanakan di laboratorium mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Selain mendukung tercapainya tujuan pendidikan, praktikum dapat menimbulkan motivasi belajar mahasiswa. Pelaksanaan praktikum yang didisain dan dikelola dengan baik menjadikan mahasiswa yang melaksanakan praktikum lebih memahami teori yang telah diterima baik dari guru maupun dari buku-buku pelajaran sehingga motivasi belajar mahasiswa meningkat. Selain itu, pemahaman yang diperoleh dari pengalaman praktikum akan memberikan kepuasan kepada mahasiswa karena kesenjangan yang mungkin terjadi antara teori pelajaran sains yang diperoleh dari buku dengan pemahaman mahasiswa mengenai sains dapat teratasi. Peningkatan pemahaman mengenai pelajaran sains akan meningkatkan rasa percaya diri mahasiswa. Praktikum adalah kegiatan yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa yang mengambil pelajaran sains dengan tujuan antara lain (1) terampil menggunakan alat dan bahan; (2) mengenali dan memanfaatkan sistem kerja alat dan bahan, dan (3) memahami terjadinya suatu proses melalui pembuktian praktikum di laboratorium. Laboratorium sendiri didefinisikan sebagai sebuah gedung atau bagian dari gedung tempat untuk melaksanakan praktikum yang dibutuhkan untuk mempelajari sains (Budiastra, 2004).
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Voume. 7, Nomor 2, September 2006, 113-120
Pengalaman praktikum, terutama untuk sains, merupakan sesuatu yang harus dilakukan. Sebagaimana dikemukakan oleh Lunetta & Hofstein (1980, dalam Akoobhai & Bradley, 2005) yang mengadopsi teori Bloom bahwa di dalam pembelajaran ada tiga domain yang tidak boleh ditinggalkan yaitu: 1. Pengetahuan (cognitive, intellectual) 2. Keterampilan (psychomotor, manipulative) 3. Afeksif (attitudinal) Domain yang pertama, pengetahuan, memberikan pengalaman dan pengenalan dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan dan metode ilmiah. Domain kedua yaitu keterampilan, bermanfaat bagi keterampilan motorik dalam hal ini ketrampilan tangan, yang menumbuhkan sikap hati-hati, teliti dalam pengamatan, dan menumbuhkan rasa tanggungjawab. Sedangkan domain terakhir adalah tentang sikap sehingga dengan melaksanakan praktikum akan menumbuhkan rasa percaya diri dan rasa ingin tahu atau tertarik. Dengan demikian rasa takut atau kawatir dalam melaksanakan praktikum dapat dihindari. Mengembangkan dan melaksanakan aktivitas praktikum dapat mendukung tiga domain tersebut yang sangat penting bagi perkembangan nalar mahasiswa, sebagaimana sering diungkapkan, ’’ Saya mendengar, saya lupa; saya melihat, saya ingat; dan saya mengerjakan, saya mengerti’’. Disamping itu, menurut Woolnough & Allsop (1985, dalam Akoobhai & Bradley, 2005), tujuan praktikum adalah: 1. Membangkitkan keingintahuan 2. Mempelajari teknik dan ketrampilan 3. Mempelajari proses yang berlangsung dalam ilmu pengetahuan 4. Mendukung konsep dan teori yang terdapat dalam buku pelajaran Dengan demikian, melalui pengalaman praktikum mahasiswa mendapatkan tingkat pemahaman materi dengan lebih baik. Ilmu pengetahuan alam atau sains akan berkurang maknanya tanpa praktikum (Chandler & Barnes, 1981). Dengan demikian bukan saja manfaat praktikum yang dapat diperoleh mahasiswa yang melakukan percobaan tetapi yang lebih penting lagi mahasiswa akan mendapatkan keterampilan praktis yang terekam dalam dirinya, baik selama proses praktikum berlangsung maupun setelah proses praktikum selesai. Selain itu, mengintegrasikan pengalaman yang diperoleh dari praktikum dengan pemahaman materi yang diperoleh dari buku akan menjadikan mahasiswa terbiasa untuk saling berbagi pengetahuan dan mendiskusikan hasil praktikum sehingga mahasiswa akan terbiasa untuk bekerja dalam kelompok. Lebih jauh lagi pengalaman praktikum menjadikan mahasiswa lebih memahami materi yang diperoleh dari buku pelajaran sehingga konsep materi dapat dengan mudah dipelajari dengan baik oleh mahasiwa. Praktikum dalam bidang sains memerlukan anggaran yang sangat besar karena, selain untuk pembangunan laboratorium beserta fasilitasnya seperti lemari asam dan keran air untuk mencuci, juga memerlukan tempat penyimpanan yang aman agar bahan kimia tidak mudah rusak dan tidak membahayakan orang lain. Disamping itu, peralatan praktikum yang sebagian besar terbuat dari bahan gelas memerlukan penanganan yang hati-hati karena peralatan tersebut sangat mahal dan mudah pecah. Untuk menjaga agar laboratorium dapat berfungsi sebagaimana mestinya maka sebuah laboratorium memerlukan tenaga administrasi dan teknisi. Sementara itu pelaksanaan praktikum bisa saja digantikan dengan cara demonstrasi dengan tujuan untuk mengurangi anggaran akan tetapi akibatnya para mahasiswa akan kesulitan untuk memahami fenomena yang terjadi di alam.
114
Silawati, Microscience Experience: Sebuah alternative praktikum bagi mahasiswa PTJJ
Pada saat ini penyelenggaraan praktikum sains untuk negara berkembang menghadapi kendala utama yaitu masalah keuangan yang sangat terbatas. Disamping untuk menyiapkan fasilitas laboratorium beserta isinya, masalah keamanan lingkungan juga menjadi bahan pemikiran. Hal ini menyangkut pembuangan bahan-bahan habis pakai setelah pelaksanaan praktikum. Untuk mengatasi masalah tersebut maka diperlukan suatu pemikiran untuk mengimprovisasi, baik peralatan praktikum maupun bahan yang diperlukan dalam praktikum, misalnya dengan menggunakan sesuatu yang mudah didapat di sekitar rumah, meniru atau mengembangkan peralatan laboratorium atau memanfaatkan bahan yang terdapat di lingkungan mahasiswa dengan tetap mengindahkan faktor keamanan. Selain itu dapat pula mengembangkan praktikum dengan cara mengembangkan daya imajinasi, misalnya melalui video dan simulasi melalui komputer. Untuk mengatasi kendala tersebut maka UNESCO (United Nation Education, Scientific and Cultural Organization) bekerjasama dengan IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry) mengembangkan program Microscience untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai ilmu sains dan mengikutsertakan masyarakat dalam menerapkan ilmu sains dalam kehidupan. Microscience adalah praktikum sains dengan skala kecil. Praktikum cara ini mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan praktikum secara tradisional, seperti peralatan yang terbuat dari plastik, berukuran kecil (microscience kit) dan sangat sederhana, serta mudah dibersihkan dan dicuci. Selain itu, bahan-bahan praktikum yang dipergunakan sangat sedikit (dalam ukuran miligram dan mililiter) sehingga anggaran praktikum dapat ditekan serendah mungkin. Keuntungan lain dari microscience kit adalah sudah dikemas dalam keadaan rapih sehingga mudah dibawa dan dikirim kepada mahasiswa. Mahasiswa dapat melaksanakan praktikum di tempat tinggal masing-masing atau dengan cara berkelompok, dengan bersemangat, dan perasaan aman. Kelebihan dari program microscience adalah 1. Peralatan dibuat dengan skala kecil 2. Bahan praktikum yang dipakai sangat sedikit (dalam ml dan g) 3. Peralatan terbuat dari plastik 4. Peralatan dapat dipakai ulang 5. Satu peralatan dapat dipakai beberapa mahasiswa 6. Praktikum dapat dilaksanakan di rumah 7. Aman dan tidak merusak lingkungan 8. Mudah dikemas Sebagai badan dunia yang mengembangkan program Microscience bersama IUPAC, UNESCO saat ini sedang gencar mensosialisasikan program microscience kepada para pengajar sekolah di negara berkembang dengan bantuan dana dari bank dunia. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan konsep sains baik untuk pengajar maupun mahasiswa melalui praktikum dengan skala kecil (microscale) yang relatif aman penggunaannya. Microscience kit ini dirancang sedemikian sehingga dapat dipergunakan oleh para pengajar dan mahasiswa di mana saja seperti di rumah, di lapangan, atau di ruangan. Hal ini memudahkan para pengajar dalam menyampaikan sebuah konsep ilmu kepada mahasiswanya melalui praktek langsung tanpa harus mempunyai laboratorium beserta alatnya. Dengan melihat kenyataan tersebut maka para pelaksana pendidikan diharapkan dapat memfasilitasi pelaksanakan praktikum memakai program Microscience bagi mahasiswa, yang belajar dengan sistem belajar jarak jauh yang tidak dapat melakukan praktikum di laboratorium. Melalui penerapan microscience, praktikum dapat dilaksanakan tanpa gedung laboratorium dan tanpa
115
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Voume. 7, Nomor 2, September 2006, 113-120
pakaian praktikum. Disamping itu peralatan praktikum yang berukuran kecil dan sederhana serta bahan praktikum yang diperlukan pun sangat sedikit. Pemakaian bahan praktikum yang sangat sedikit dapat menghilangkan kekhawatiran mengenai limbah praktikum yang dapat merusak lingkungan sehingga dengan program microscience, praktikum dapat dilaksanakan dengan tenang dan aman. PENERAPAN MICROSCIENCE Pengalaman praktikum dapat menjembatani kesulitan mahasiswa dalam memahami konsep sains dalam buku pelajaran. Selain itu mahasiswa yang melakukan percobaan sains akan lebih mendalami dan mengerti kejadian yang berlangsung di alam. Kenyataan ini pula yang merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh program pendidikan jarak jauh. Apalagi jika pelaksanaan praktikum dapat dilakukan di rumah dan berintegrasi dengan buku materi. Pada tahun 1992, University of the Witwaterstrand di Afrika Selatan dengan bantuan dana dari UNESCO mengembangkan program peralatan praktikum dengan Microscience kit untuk praktikum kimia, yang diberi nama Microchem (Akoobhai & Bradley, 2005; Priest, 1999). Peralatan utama dari Microchem adalah Comboplate yaitu suatu alat dari plastik tidak tembus cahaya berbentuk persegi panjang, yang berukuran 125x80x20mm yang pada lempeng tersebut terdapat 60 lubang berbentuk silinder terdiri dari 12 lubang ukuran besar dan 48 lubang berukuran lebih kecil. Lubang-lubang silinder tersebut berfungsi diantaranya sebagai tabung reaksi dan gelas beker. Praktikum menggunakan Microchem telah diterima dan dikenal luas di Afrika Selatan terutama untuk sekolah tingkat lanjutan dan saat ini telah dipakai pula di tingkat pertama pada level perguruan tinggi. Sekitar 400.000 Microchem telah didistribusikan ke segala penjuru Afrika Selatan. Saat ini sosialisasi praktikum memakai peralatan praktikum dengan skala kecil telah telah dilakukan di luar Afrika, misalnya di Bangladesh, Brasil, Hong Kong, dan Irlandia (Akoobhai & Bradley). Bradley dan Vermaak (1996, dalam Akoobhai & Bradley) berpendapat bahwa praktikum kimia dengan penerapan microscience yang menggunakan Microchem (Microchemistry Kit) dapat digunakan sebagai sebuah alternatif untuk menyelenggarakan praktikum kimia dalam kondisi dana, laboratorium, peralatan, dan bahan praktikum yang terbatas. Penelitian mengenai pelaksanaan praktikum dengan penerapan microscience di Afrika Selatan menunjukan adanya sikap positif yang amat mendukung penyelenggaraan praktikum. Kemudian pada setiap percobaan, terlihat mahasiswa mengalami peningkatan pada penguasaan materi kimia. Pada akhirnya mereka menyimpulkan bahwa keberhasilan pembelajaran sains tidak bergantung dari kecanggihan peralatan laboratorium tetapi dapat diperoleh dari pengalaman praktikum dengan menggunakan Microchemistry Kit (Akoobhai & Bradley). Selain itu, penelitian yang berkaitan pula dengan praktikum dengan penerapan microscience telah dilaksanakan untuk mahasiswa tahun pertama di Jurusan Kimia University of the Witwaterstrand di Afrika Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa dan tutor sangat antusias dan bersemangat dalam melaksanakan keseluruhan praktikum. Dengan melakukan sendiri percobaan mereka merasa sains adalah ilmu yang sangat menarik dan menantang. Disamping itu mahasiswa merasa memperoleh keahlian dan kemampuan yang lebih baik mengenai sains terutama ilmu kimia setelah melaksanakan praktikum (Sebuyira 2001 dalam Akoobhai & Bradley). Ternyata microscience tidak hanya diterapkan di Afrika Selatan saja tetapi Inggris dilaporkan telah menerapkan ujian praktikum microscience sebagai salah satu matrikulasinya (Anonim, 2005). Selain itu Priest (1999), mengungkapkan bahwa para guru di sekolah di Irlandia telah menggunakan microscience untuk mengajar murid-muridnya.
116
Silawati, Microscience Experience: Sebuah alternative praktikum bagi mahasiswa PTJJ
Di Indonesia, pengenalan microscience diikuti oleh Silawati (2006), pada saat sosialisasi program The Microscience Approach yang dilaksanakan oleh UNESCO bekerjasama dengan LIPI Pusat Jakarta dalam suatu kegiatan yang diberi nama, ’’UNESCO/ISESCO Training on Microscience Experiment and DIDAC’’. Training tersebut diikuti oleh 32 orang peserta, yang terdiri dari para guru bidang studi biologi dan kimia, di lingkungan DKI Jakarta, Bekasi, Depok, Bogor, dan Tangerang. Sedangkan dari kalangan perguruan tinggi diikuti oleh dosen kimia dari Universitas Terbuka dan dari Institut Teknologi Bandung. Dalam waktu dua hari selain disampaikan materi mengenai Microscience Experiment juga dilaksanakan praktikum kimia sebanyak delapan percobaan yang diikuti oleh seluruh peserta. Masing-masing peserta diberi pinjaman satu set Microchemistry Kit beserta petunjuk praktikum yang dilengkapi dengan lembaran pengamatan hasil praktikum.. Praktikum Microscience yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1. Pengujian Ion dalam larutan a. Pengujian Ion Sulfat b. Pengujian Ion Halida 2. Kesetimbangan Kimia-Prinsip Le Chatelier a. Pengaruh Konsentrasi b. Pengaruh Suhu 3. Preparasi dan sifat dari Sulfur Dioksida a. Emisi tidak terkontrol b. Fungsi cerobong sebagai pendispersi 4. Polusi Udara oleh Sulfur Dioksida a. Emisi tidak terkontrol b. Fungsi cerobong sebagai pendispersi 5. Reduksi Oksida Tembaga 6. Elektrolisa Air 7. Pengenalan Titrasi Asam Basa 8. Standardisasi larutan 0,1 M NaOH dengan larutan Standar HCl. Praktikum dilaksanakan di ruang sidang LIPI Pusat dengan cara mengatur dua buah meja dirapatkan sehingga dapat dipakai praktikum oleh delapan peserta (untuk satu kelompok). Di ruang sidang tersebut terdapat empat kelompok. Masing-masing peserta melaksanakan delapan percobaan tersebut dan kemudian hasil praktikum dibahas bersama. Setelah seluruh peserta menyelesaikan semua percobaan, sebagian besar peserta menyatakan kepuasannya dalam melaksanakan praktikum dan berpendapat bahwa seluruh percobaan dapat dilaksanakan dalam waktu yang relatif singkat dan dapat dimengerti, percobaan yang sulitpun dapat dikerjakan dengan baik tanpa terjadi insiden. Walaupun demikian ada dua orang peserta yang menyatakan bahwa praktikum dengan metode The Microscience Approach tidak dapat diaplikasikan untuk praktikum kuantitatif. Peralatan praktikum kimia yang dipergunakan adalah Microchemistry Kit dengan peralatan utamanya adalah Comboplate. Pelaksanaan praktikum dilakukan di ruang sidang LIPI yang lantainya dilapisi dengan karpet dan percobaan dilakukan di atas meja yang beralaskan taplak meja dari kain. Untuk tempat cuci dan pembuangan cukup disediakan sebuah ember plastik yang diletakkan di lantai. Air untuk keperluan pengenceran dan pembilasan disiapkan dalam dua buah cangkir di atas meja, satu cangkir untuk tempat air bersih dan satu cangkir untuk membilas alat dan disediakan untuk setiap kelompok. Tentu saja sulit membayangkan melaksanakan praktikum kimia tidak di laboratorium kimia melainkan di ruang sidang.
117
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Voume. 7, Nomor 2, September 2006, 113-120
Percobaan dilaksanakan dengan peralatan yang disediakan. Sebagai contoh, pada percobaan Reduksi Oksida Tembaga CuO (s) , dipergunakan microburner untuk memanaskan CuO (s ) . Microburner adalah alat pemanas dengan menggunakan bahan akar spiritus yang besarnya tidak lebih dari ukuran jempol perempuan. Untuk percoban Pengenalan Titrasi Asam Basa serta Standardisasi larutan 0,1 M NaOH dengan larutan Standar HCL, dipergunakan buret ukuran kecil (microburette). Ada perbedaan yang sangat jauh antara pelaksanaan praktikum tidak di labotarorium (di ruang sidang LIPI) dengan di laboratorium kimia. Di laboratorium pelaksaan praktikum dilakukan di meja yang ditutup keramik sehingga jika ada zat kimia yang terpercik di keramik, tidak akan menimbulkan kerusakan demikian pula juga jika ada zat kimia yang tertumpah di lantai. Selain itu di laboratorium sudah tersedia keran untuk mencuci dan membuang zat tidak terpakai. Sebaliknya, pelaksanaan praktikum di ruang sidang LIPI dilaksanakan tanpa fasilitas keran air untuk mencuci dan lantai ruangan yang dilapisi oleh karpet tebal dan seluruh percobaan dikerjakan di meja yang ditutupi oleh taplak meja. Tetapi walaupun demikian pelaksanaan praktikum dengan metode The Microscience dapat dilaksanakan dengan baik dan dalam waktu yang relatif singkat. Setelah melaksanakan praktikum menggunakan metode microscience, diperoleh kesimpulan bahwa untuk memperoleh pengalaman praktikum dan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains pada umumnya dan ilmu Kimia pada khususnya baik untuk pengajar maupun mahasiswa, dapat dilakukan melalui praktikum dengan skala kecil (microscale). Praktikum menggunakan alat-alat praktikum dengan skala kecil (microscience kit) mempunyai kelebihan sebagai berikut. a. Sangat ekonomis b. Resiko kecelakaan rendah c. Ramah lingkungan d. Sangat praktis e. Dapat dilaksanakan di mana saja Praktikum dengan skala kecil telah membuka cakrawala baru dalam dunia pendidikan terutama dalam ilmu sains yang memerlukan pengalaman praktikum. Ternyata praktikum tidak harus dilaksanakan di laboratorium tapi dapat pula dilaksanakan di rumah dengan menggunakan microscience kit. PENERAPAN MICROSCIENCE UNTUK PENDIDIKAN TINGGI JARAK JAUH Pendidikan tinggi jarak jauh (PTJJ) dibangun atas dasar pemikiran bahwa setiap masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mengikuti pendidikan tinggi yang diperlukan untuk mengembangkan diri, meningkatkan kemampuan bersaing, dan meningkatkan kualitas hidupnya. Dengan demikian masyarakat yang mempunyai kendala kondisi geografis, status sosial ekonomi, dan komitmen pekerjaan maupun keluarga tetap dapat mengikuti pendidikan tinggi (Zuhairi, 2004). Untuk mahasiswa PTJJ yang mengambil mata kuliah sais, terdapat kendala dalam melaksanakan praktikum. Hal ini terjadi karena tidak seluruh tempat dilengkapi dengan laboratorium. Disamping itu, lokasi laboratorium tidak dapat dijumpai di sembarang tempat (Budiastra, 2004). Untuk menghilangkan kendala di atas, sejak tahun 1990 Universitas Terbuka (UT) mengirimkan alat praktikum kimia menggunakan fasilitas kit untuk mahasiswa program Diploma 2 Pendidikan Guru yang tersedia di perguruan tinggi yang berada paling dekat dengan tempat tinggal mahasiwa tersebut. Sedangkan The Open University di Inggris menggunakan laboratorium mini yang
118
Silawati, Microscience Experience: Sebuah alternative praktikum bagi mahasiswa PTJJ
dikirimkan kepada mahasiswa PTJJ nya. Meskipun demikian pengiriman bahan-bahan kimia saat ini mengalami kendala yaitu harus melalui pengawasan yang ketat sehingga diperlukan terobosan baru agar mahasiwanya tetap dapat mengikuti praktikum. Salah satu pemecahannya adalah menggunakan microscience kit. Sebagaimana dikemukakan oleh Benett, (1994 dalam Akoobhai & Bradley, 2005) bahwa pelaksanaan praktikum menggunakan peralatan microscale dapat dilaksanakan di rumah masing-masing oleh mahasiswa jarak jauh dari Wits University di Profinsi Mpumalanga, Afrika Selatan. Para mahasiswa tersebut merasa antusias melaksanakan praktikum karena peralatan praktikum tersebut sangat fleksibel dan tidak sulit dipergunakan. Bahkan mahasiswa menjuluki peralatan praktikum tersebut dengan take-home labs. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, pemanfaatan multimedia menggunakan simulasi komputer untuk menggantikan peran laboratorium telah dikembangkan. Tetapi salah satu keterbatasan praktikum dengan menggunakan simulasi komputer adalah mahasiswa tidak dapat merasakan menjadi seorang saintis yang melaksanakan percobaan kimia (Benett, 1994 dalam Akoobhai & Bradley). Melihat manfaat praktikum dengan microscience kit maka praktikum dengan menggunakan metoda microscience merupakan jawaban untuk menghilangkan kendala-kendala yang dihadapi mahasiswa PTJJ yang mengambil mata kuliah sains untuk tahun pertama. Penyelenggaraan praktikum dengan menggunakan microscience kit bagi mahasiswa PTJJ dapat dilaksanakan dengan cara mengadopsi tutorial tatap muka yang dikembangkan oleh UT, selain itu PTJJ juga diharapkan mengembangkan audio atau simulasi mengenai praktikum mempergunakan microscience kit sebagai pendahuluan sebelum mahasiswa melaksanakan praktikum. Adopsi tutorial tatap muka yang diaplikasikan untuk tutorial (pembekalan) praktikum dilakukan dengan cara, tutor (asisten) praktikum diberi pelatihan praktikum dengan memakai microscience kit yang dilengkapi dengan petunjuk praktikumnya dan diperlihatkan audio atau simulasi praktikum mempergunakan microscience kit. Setelah mengikuti pelatihan, para asisten praktikum melaksanakan dan meneruskan nomor-nomor percobaan lain di rumah masing-masing, sebelum memberikan pembekalan praktikum kepada mahasiswa. Pada saat pembekalan praktikum untuk mahasiswa selain asisten praktikum memberikan orietasi pelaksanaan praktikum mahasiswa juga diperlihatkan audio atau simulasi mengenai praktikum yang akan dilaksanakan sehingga mahasiswa mempunyai gambaran tentang percobaan-percobaan yang akan dilakukan. Dengan demikian mahasiswa dapat melaksanakan praktikum dirumah secara sistematik dan membuat laporan praktikum dengan baik. Penerapan microscience untuk PTJJ merupakan jawaban atas kesulitan pembelajaran sains yang dialami mahasiswa dalam mengakses laboratorium untuk melaksanakan praktikum sains. Meskipun demikian penerapan microscience untuk PTJJ hanya diperuntukan untuk mahasiswa tingkat pertama saja dan untuk program peningkatan mutu guru. KESIMPULAN DAN SARAN Dari bahasan dapat disimpulkan bahwa praktikum dengan menggunakan metoda microscience dapat dipergunakan sebagai alternatif praktikum bagi mahasiswa PTJJ karena, biaya lebih murah, aman, tidak merusak lingkungan, mudah dikemas, dan praktikum dapat dilaksanakan di rumah. Kenyataan tersebut sangat sesuai dengan program PTJJ dalam bidang sains sehingga mahasiswa dapat melaksanakan praktikum di rumah masing-masing.
119
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Voume. 7, Nomor 2, September 2006, 113-120
Praktikum dengan skala kecil dapat dipikirkan sebagai alternatif untuk memberi pemahaman dan pengalaman praktikum tentang sains kepada mahasiwa yang belajar dengan sistem PTJJ seperti halnya UT. REFERENSI Anonim. (2005). The global microscience project. http://www.iocd.org/microscience.html, diakses pada 12 April 2006. Akoobhai, B & Bradley, J.D. (2005). Providing practical experiences at home for students studying science at a distance. Makalah yang disajikan pada ICDE World Conference on Open Learning & Distance Education, November, 2005, New Delhi. Bradley, J. (2000). The microscience project and impact on preservice and in-service teacher education. Makalah yang disajikan pada Pelatihan UNESCO/ISESCO Training On Microscience Experiment and DIDAC. LIPI Pusat.26-27 Januari 2006, Jakarta. Budiastra, A.A.K. & Purwoningsih, T. (2004). Laboratorium kering dan laboratorium basah. Dalam Asandhimitra dkk. (Ed.), Pendidikan tinggi jarak jauh. Jakarta: Universitas Terbuka, hal.287312. Chandler, J. & Barnes, D. (1981). Laboratory experiments in general chemistry. California: Glencoe Publishing Co., Inc. Hill, J.W & Kolb, D.K. (1998). Chemistry for changing Times. New Jersey: Prentish-Hall, Inc. Priest, P. (1999). Microscale chemistry. http://.ul.ie/~childsp/CinA/Issue57/TOC6_Microscale.htm, diakses pada 7 April 2006). Silawati, T. (2006). Laporan UNESCO/ISESCO Training on Microscience Experience and DIDAC. Laporan hasil training tidak dipublikasikan. Symond, L. (2006). Science on a small scale: Science enhancement. http://72.14.203.104/search?qcache:aMeVU76bsJ:www.sep.org.uk/downloads/Sepnes6_small.pdf, diakses pada 16 Maret 2006. Zuhairi, A. (2004). Perkembangan dan kontribusi pendidikan tinggi jarak jauh dalam upaya global membangun masyarakat berbasis pengetahuan. Dalam E. Wahyono, dkk. Universitas Terbuka dulu, kini, dan esok. Jakarta: Universitas Terbuka, hal 12-13.
120