3 BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Bulan
Mei 2010 sampai Bulan Oktober
2010 di perairan pesisir utara Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara (Gambar 4), meliputi perairan Muara Landipo dan Tanjung Tiram. Kegiatan ini diawali dengan persiapan bahan dan alat, kegiatan survey lapangan hingga analisis laboratorium. 3.2 Alat dan Metode Parameter serta alat/metode yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Parameter fisika-kimia dan biologi yang diukur dan alat/metode yang digunakan No
Parameter
Satuan
Alat/Metode
1
Suhu
0
2
TSS
mg/l
Filtrasi
3
pH
-
pH-meter
4
Oksigen terlarut
ppm
DO meter
5
Salinitas
ppt
Hand refraktometer
6
Nitrat (NO3-N)
mg/l
Colorimeter
7
Fosfat (P-PO4)
mg/l
Colorimeter
8
Bahan Organik sedimen
%
Pipa paralon
9
Komunitas Mangrove
Ind/m2
Transect Line Plots
10
Fitoplankton
Ind/l
Plankton net & mikroskop
C
Thermometer terbalik
2
11
Serasah Mangrove
g/m /bln
Jala Penampung
12
Ikan belanak
Individu
Jaring insang
13
Makanan ikan
jenis
Pembedahan & mikroskop
Gambar 4 Lokasi penelitian, pesisir utara Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara.
3.3 Komunitas mangrove 3.3.1 Analisis Kerapatan Pengumpulan data komunitas mangrove di setiap stasiun dilakukan dengan menggunakan Transect Line Plots dengan ukuran transek 10 m x 10 m untuk pohon dan 5 m x 5 m untuk anakan (Bengen 2001). Posisi petak contoh untuk tiap stasiun sama dengan posisi stasiun pengambilan sampel serasah mangrove. Tiap petak pengamatan diidentifikasi jenis mangrovenya, kemudian dihitung jumlah individunya untuk tiap kategori. Metoda ini memberi gambaran mengenai struktur dan komposisi vegetasi mangrove yang terdapat dalam satu plot vegetasi (English et al. 1994). Penempatan stasiun dan sub-stasiun pengamatan disesuaikan dengan kondisi kawasan agar memberikan keterwakilan dari hutan mangrove tersebut. Profil penempatan stasiun dan sub-stasiun untuk lokasi Tanjung Tiram ditampilkan pada Gambar 5 dan lokasi muara Sungai Landipo ditampilkan pada Gambar 6. Jarak antara stasiun tiap lokasi adalah 200 meter dan jarak antara sub stasiun adalah 25 meter atau disesuaiakn dengan ketebalan hutan mangrove dari laut ke darat. 3.3.2 Pengukuran Produksi Serasah Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan mangrove dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam menyokong kehidupan berbagai organisme akuatik (Zamroni dan Rohyani 2008). Mengumpulkan guguran serasah dalam waktu tertentu (litter-fall) dengan menggunakan jaring perangkap serasah. Perangkap serasah terbuat dari jaring halus dengan ukuran mata jaring 1.50 mm x 1.50 mm. Perangkap sarasah yang digunakan berukuran 100 cm x 100 cm (Proctor 1983; Brown 1984). Tipe jaring perangkap serasah ditampilkan pada Gambar 7.
Perairan Tanjung Tiram
TT1
TT 1 TT1
TT2
TT2
TT2
TT3
TT3
TT3
Sub-Stasiun 1
Sub-Stasiun 2
Daratan
Sub-Stasiun 3
Daratan
Gambar 5 Stasiun pengambilan sampel lokasi Tanjung Tiram.
ML1
ML3
ML2
Sub-Stasiun 1
ML1
ML2
Muara Sungai Landipo
ML1
ML2
ML3
L
ML3
Daratan Sub-Stasiun 2
Daratan Sub-Stasiun 3
Gambar 6 Stasiun pengambilan sampel di sekitar Muara Landipo.
Serasah yang tertampung dalam litter-trap diambil atau dikumpulkan setiap 15 hari selama 6 bulan. Serasah yang sudah dikumpulkan kemudian dicuci dengan air dan segera dikeringkan di bawah sinar matahari, kemudian dipisahkan berdasarkan setiap bagiannya antara daun, ranting, dan bunga/buah. Serasah tersebut ditimbang beratnya lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label, untuk selanjutnya dibawa ke laboratorium. Di laboratorium, selain dilakukan analisa unsur-unsur hara yang terkandung di dalam serasah juga dilakukan pengukuran berat kering serasah. Penentuan berat kering dilakukan dengan mengeringkan sampel ke dalam oven pada suhu 70 0C selama 4 hari atau sampai berat sampel tersebut konstan, lalu ditimbang dengan timbangan berketelitian 0.05 gram.
Gambar 7 Tipe perangkap serasah atau litter trap yang digunakan, dengan ukuran 1 meter x 1 meter. 3.3.3 Pengukuran Laju Dekomposisi Serasah Penghitungan laju dekomposisi serasah dilakukan dengan meletakkan atau memasukkan serasah daun sebanyak 10 gram ke dalam kantong serasah (litterbag) sebanyak 15 kantong yang berukuran 20 cm x 30 cm yang terbuat dari nilon dengan mesh 2 mm. Selanjutnya kantong-kantong tersebut diikatkan pada akar atau pangkal batang vegetasi mangrove agar tidak hanyut atau hilang terbawa arus pasang surut.
Pengambilan sampel dan pengukuran laju dekomposisi dilakukan selang waktu 15 hari setelah perendaman yaitu hari ke 15, hari ke 30, hari ke 45, hari ke 60 dan hari ke 75. Penentuan waktu pengamatan ini didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan Nirwani (1999) yang menyatakan bahwa dekomposisi total untuk daun, yakni
60 – 75 hari. Brotonegoro dan Abdulkadir (1978)
mengemukakan bahwa dekomposisi total diperoleh selama 75 hari perendaman serasah. Serasah yang tersisa dalam kantong dibersihkan dari lumpur yang masih melekat, selanjutnya dikeringkan lagi dalam oven pada suhu 70 oC selama 4 hari atau sampai berat sampel konstan. Nilai berat yang digunakan untuk mengetahui laju dekomposisi adalah bobot rata-rata. 3.3.4 Pengukuran detritus Untuk mengetahui produksi detritus yang dihasilkan dari serasah mangrove, dilakukan dengan meletakkan atau memasukkan serasah daun sebanyak 10 gram ke dalam kantong serasah (litter-bag) yang berukuran 20 cm x 30 cm yang terbuat dari nilon dengan mesh 2 mm. Selanjutnya kantong-kantong tersebut dimasukkan lagi kedalam kantong plastik yang telah diberi lubang kecil pada beberapa bagian sehingga sisa hasil dekomposisi dalam kantong tidak akan keluar. Hal ini dilakukan agar memudahkan mengumpulkan detritus yang tertinggal dari hasil dekomposisi. Pengukuran
detritus
dilakukan
dengan
mengacu
pada
lamanya
dekomposisi yang dialami daun mangrove. Sisa hasil dekomposisi dalam kantong selanjutnya dikumpulkan dan ditimbang berat keringnya untuk mengetahui jumlah detritus yang dihasilkan dari 10 gram berat kering serasah.
3.4 Kualitas air dan sedimen Data kualitas air diperoleh dengan melakukan sampling di masing-masing stasiun pengamatan. Parameter kualitas air yang diukur di lapangan meliputi suhu, oksigen terlarut (DO), bahan organik sedimen, pH dan salinitas. Kandungan nitrat dan fosfat serta bahan organik sedimen di analisis di laboratorium Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Haluoleo, Kendari. Semua contoh air yang diambil selanjutnya dimasukkan dan disimpan dalam cool box untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium. Pengambilan sampel plankton dari kolom air dilakukan dengan bantuan ember (5 liter) sebanyak 10 kali ulangan sehingga total air yang disaring sebanyak 50 liter. Untuk sampel fitoplankton disaring dengan menggunakan Planktonnet (jaring plankton) yang berbentuk kerucut dengan diameter 30 cm dan mata jaring 80 μm (Ghobashy 2009). Hasil saringan dituangkan ke dalam botol contoh dan selanjutnya diawetkan dengan larutan formalin yang telah disangga menjadi 4 % dengan cara menambahkan 90 ml air sampel ke dalam 10 ml formalin (Romimohtarto dan Juwana 2001).
3.5 Pengumpulan data ikan belanak Untuk mengumpulkan
berbagai spesies ikan di lokasi penelitian
digunakan gill net atau jaring insang monofilamen (Gambar 8). Pengumpulan data untuk ikan dipertimbangkan berdasarkan perbedaan struktur vegetasi mangrove. Untuk memberi peluang yang sama pada berbagai ukuran ikan yang tertangkap, digunakan ukuran mata jaring yang bervariasi yaitu terdiri dari ukuran 0.50 inchi, 1.50 inchi, 2 inchi (1 inchi = 2.54 cm), panjang jaring 50 meter dan lebar 1.5 meter.
Gambar 8 Tipe jaring insang (gill net) yang digunakan.
3.6 Aspek Pertumbuhan Ikan Belanak 3.6.1 Pola Pertumbuhan Analisa hubungan panjang dan berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan (Ricker 1975). Untuk menelaah hubungan antara bobot tubuh dan panjang total ikan belanak, digunakan rumus (Effendie 1979): b
W = a L ………………………………………………………(1)
Dimana,
W : berat ikan (gram) L : Panjang ikan (mm) A dan b : Konstanta regresi eksponensial
kemudian dilakukan transformasi kedalam logaritma,menjadi persamaan linier atau garis lurus sehingga berbentuk persamaan menjadi: Log W = log a + b log L . Harga b adalah harga pangkat yang harus cocok dari panjang ikan agar sesuai dengan berat ikan (Effendie 1979). Nilai b pada persamaan hubungan panjang berat menunjukkan tipe pertumbuhan ikan. Jika nila b = 3 maka pertumbuhan tergolong isometrik , yaitu perubahan-perubahan dalam pertumbuhan ikan yang terjadi terus menerus dan secara proporsional dalam tubuhnya. Jika nilai b ≠ 3 maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan disebut allometrik yaitu perubahan sebagian kecil beberapa bagian tubuh ikan dan hanya bersifat sementara ,misalnya perubahan yang berhubungan dengan kematangan gonad. 3.6.2 Faktor Kondisi Keadaan yang menyatakan kemontokan ikan dengan angka dinamakan Faktor Kondisi atau Indeks Ponderal (K). Perhitungannya berdasarkan pada panjang berat ikan (Effendie 1979). Faktor kondisi merupakan salah satu derivat dari pertumbuhan yang sering disebut pula sebagai Faktor K. Faktor kondisi ini menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Untuk mencari harga K dalam perhitungan digunakan rumus (Effendie 2002) :
5
10 W K = ---------
L3
………………………………………………………(2)
Keterangan : W = berat rata-rata ikan yang sebenarnya (gram) dalam satu kelas L = Panjang rata-rata ikan (mm) yang ada kelas tersebut 5
Harga 10 dari rumus diambil sedemikian rupa sehingga K mendekati 1. Harga satuan K sendiri tidak berarti apa-apa, tetapi akan terlihat kegunaanya apabila dibandingkan dengan individu lainnya antara satu kepada grup yang lain. Harga K itu berkisar antara 2 – 4 apabila badan ikan itu agak pipih, Ikan-ikan yang badannya kurang pipih itu berkisar antara 1 – 3. Variasi harga K itu tergantung kepada makanan, umur, jenis, sex dan kematangan gonad. Apabila dalam suatu perairan terjadi perubahan mendadak dari kondisi ikan itu, situasi demikian itu memungkinkan untuk dapat diselidiki. Apabila kondisinya kurang baik mungkin populasinya terlalu padat, dan sebaliknya apabila kondisinya baik dan sumber makanan cukup melimpah maka ada kecenderungan ikan-ikan yang mendiami habitat tersebut gemuk/montok. Untuk keperluan analisis tersebut dilakukan uji Faktor Kondisi. Nilai Faktor Kondisi ini tentu sangat tergantung dari nilai b yang sebelumnya dilakukan dulu pengujiannya dari nilai regresi antara panjang dan berat. (Ricker 1975). Dalam banyak hal hubungan panjang berat ikan tidak selamanya mengikuti hukum Kubik (b=3) atau panjangnya selalu berpangkat tiga (Effendie 2002).
W
………………………………………………(3)
Keterangan : W = berat rata-rata ikan yang sebenarnya (gram) dalam satu kelas ; L = Panjang rata-rata ikan (mm) a dan b = Konstanta
Untuk menghitung Faktor Kondisi berdasarkan hubungan panjang berat dengan menggunakan rumus diatas, maka untuk mendapatkan faktor kondisi relatif (Kn) menggunakan rumus berat yang berdasarkan pengamatan dibagi dengan berat berdasarkan dugaan berat dari panjangnya. : W Kn = –––––– . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … . . . . . . . . . . . . . . . . .(4) b a.L Keterangan : Kn : Faktor kondisi nisbi W : Berat rata-rata (gram) yang terdapat dalam satu kelompok umur L : panjang rata-rata (mm) yang terdapat dalam satu kelompok umur
Dihitung dengan menggunakan persamaan Ponderial Indeks, untuk pertumbuhan isometrik (b=3) dengan rumus (Effendie 1979). …………………………………………(5) Dimana: K = Faktor Kondisi W = Berat rata-rata ikan (gram) L = Panjang rata-rata ikan (mm) 3.7 Kebiasaan makanan ikan Sumbangan terbesar satu atau lebih jenis makanan yang ditemukan dalam lambung ikan baik yang teridentifikasi maupun tidak dapat teridentifikasi. Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan indeks Bagian Terbesar (Index of Preponderance) (Effendie 1979). Vi1-n x Oi1-n x 100 . . . . …………………(6)
Ii = ∑ (Vi1-n x Oi1-n ) Dimana :
Vi
= Persentase volume satu jenis makanan
Oi
= Persentase frekuensi kejadian satu jenis makanan
∑ (Vi x Oi ) Ii
= Jumlah dari semua jenis makanan = Index of Preponderance.
3.8 Gonad somatik indeks (GSI) Perkembangan gonad ikan belanak diamati dengan menentukan indeks gonad somatik. Untuk setiap perkembangan gonad yang telah ditetapkan, ditentukan dengan menggunakan rumus Ats (1957), diacu dalam Hardjamulia (1987) : ……………………………(7) %
3.9 Hepatosomatik Indeks (HSI). Hepatosomatik Indeks ditentukan menurut González et al. (2004). %……………………………………(8)
HSI
3.10 Uji proksimat Tujuan uji proksimat adalah untuk mengetahui secara kuantitatif komponen utama bahan. Disebut analisa proksimat, artinya analisa bertujuan memperkirakan (approximate) kandungan gizi suatu bahan. Komponen utama untuk bahan dan produk pangan terdiri dari komponen air (kadar air), komponen abu (kadar abu), komponen lemak (kadar lemak), komponen protein (kadar protein), komponen karbohidrat (kadar karbohidrat). Untuk mendapatkan data makronutrien
dari
bahan
sampel,
dilakukan
analisis
proksimat
untuk
menggolongkan komponen yang ada pada bahan berdasarkan komposisi kimia dan fungsinya, Analisis proksimat dilakukan dengan menentukan persentase komponen protein, lemak dan karbohidrat yang ada pada sampel (SNI 01-28911992, diacu dalam Musfiroh et al. 2007).
Prinsip: 1.
Analisa kadar air : Kandungan air di dalam bahan contoh dihitung berdasarkan susut bobot contoh yang dikeringkan pada suhu 105 ºC sampai diperoleh bobot yang konstan.
2.
Contoh dikeringkan pada suhu 105 ºC sampai diperoleh bobot yang konstan.
3.
Analisa kadar karbohidrat : Hidrolisa karbohidrat menjadi monosakarida yang mereduksi Cu2+ menjadi Cu+. Kelebihan Cu2+ dititrasi secara iodometri.
4.
Analisa kadar serat kasar : Ekstraksi sampel dengan asam atau basa untuk memisahkan serat kasar dari bahan lain
5.
Analisa kadar lemak : Lemak dalam sampel dihidrolisis terlebih dahulu dengan larutan asam untuk membebaskan lemak yang terikat kemudian lemak dapat diekstrak dengan pelarut non-polar.
6.
Analisa kadar abu : Residu sampel yang dipijarkan pada suhu 550−600 °C menggunakan tanur, dihitung dalam % bobot.
7.
Analisa kadar protein : senyawa nitrogen diubah menjadi ammonium sulfat oleh H2SO4 pekat. Ammonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat lalu dititrasi dengan larutan baku asam.
3.11 Analisis Data 3.11.1 Analisis Kualitas Perairan Untuk menentukan kondisi kualitas perairan di setiap lokasi pengamatan digunakan cara skoring indeks kualitas lingkungan (IKL) yang dimodifikasi dari indeks kualitas air mengacu kepada Ramakrishnaiah et al. (2009). IKL merupakan perhitungan yang digunakan dalam upaya meringkas dan menyederhanakan data parameter kualitas lingkungan sehingga dapat memberikan informasi yang berguna tentang kondisi lingkungan. Hasil pengukuran parameter fisika-kimia dan biologi yang diperoleh dibandingkan dengan standar kondisi lingkungan optimum, sedangkan kondisi ideal kerapatan vegetasi berdasarkan Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove (KepMen LH 2004a).
Tahapan analisis data untuk menentukan indeks kualitas lingkungan dengan cara skoring yaitu data hasil pengukuran parameter kualitas air di lokasi pengamatan ditentukan nilai rataan minimum dan maksimum yang tercatat selama penelitian dan dibandingkan dengan parameter optimum (KepMen LH 2004b). 1.
Skor yang didapatkan dikalikan dengan bobot skor yang ditentukan berdasarkan parameter yang diuji.
2.
Untuk menghitung IKL dengan mengikuti beberapa tahap yaitu: a. Seluruh parameter lingkungan (fisika, kimia dan biologi) diberikan bobot nilai berdasarkan tingkatan kepentingan terhadap habitat ikan belanak. b. Tahap selanjutnya, bobot relatif dihitung mengikuti persamaan berikut: ………………………………………………………(9) Dimana: Wi wi ∑wi c.
= Bobot relatif = bobot masing-masing parameter = jumlah bobot seluruh parameter
Pada tahap tiga, skala penilaian kualitas (qi) terhadap seluruh parameter dibandingkan dengan standar kualitas optimum mengikuti persamaan berikut: ………………………………………………(10) Dimana: qi = skala kualitas Ci = nilai parameter Si = standar nilai parameter optimum Untuk menghitung IKL, perlu menentukan subindek masing-masing parameter terlebih dahulu mengikuti persamaan berikut: …………………………………………………(11) ……………………………………………………(12) Dimana: SIi IKL
= Subindeks = indeks kualitas lingkungan
3.
Indeks kualitas lingkungan yang diperoleh, kemudian dibandingkan dengan skala indeks kualitas lingkungan (Ramakrishnaiah et al. 2009). Klasifikasi indeks kualitas lingkungan tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2
Klasifikasi Indeks Kualitas Lingkungan Nilai IKL
Kualitas Habitat
< 50
Sangat baik
50 - 100
Baik
100 - 200
Kurang baik
200 - 300
Buruk
>300
Sangat buruk
3.11.2 Analisis Kerapatan Vegetasi Mangrove Untuk analisis data kerapatan vegetasi mangrove digunakan rumus :
K = N/A………………………………………(13) di mana: K = adalah kerapatan vegetasi mangrove (ind./ha) N = Jumlah total individu A = Satuan unit area yang diukur (ha)
3.11.3 Produksi serasah Untuk mengetahui rata-rata produksi serasah digunakan rumus : n X =∑
xi……………………………………………(14)
J=1
Dimana : Xi = rata-rata produksi serasah pada setiap transek (gram/bulan) Xj = bobot serasah plot ke-i pada selang waktu tertentu (gram)
3.11.4 Laju dekomposisi serasah
Laju dekomposisi serasah dinyatakan sebagai kehilangan bobot serasah selama masa dekomposisi dan dihitung dengan rumus Anderson dan Ingram (1993) dengan persamaan berikut : W(ty) = W (to) –W(tx) .. . . . . . . . . . . . . ………………………(15) Dimana W(ty) W(to) W(tx)
= bobot serasah yang hilang setelah waktu pengamatan (gram) = merupakan bobot serasah awal sebelum dekomposisi (10 gram) = bobot serasah yang tinggal dari lamanya waktu pengamatan (gram).
3.11.5 Analisis Kelimpahan Fitoplankton Cacahan fitoplankton dilakukan melalui fraksi sebuah Sedwick-Rafter Counting Cell dan dinyatakan dalam sel.l-1. Fitoplankton diamati di bawah mikroskop, kemudian dapat ditentukan jenis-jenis yang ditemukan dengan menggunakan bantuan buku identifikasi (Wickstead 1965). Data yang diperoleh dianalisa menggunakan rumus (APHA 1980).
ns x Va ……………………………………………………(16) Vs x Vc
N Dimana : N ns
= =
Va Vs
= =
Kelimpahan fitoplankton (sel.l-1) Jumlah fitoplankton pada Sedwick Rafter Counting Cell. (sel/individu) Volume air terkonsentrasi dalam botol contoh (ml) Volume dalam Sedgewick-Rafter Counting (ml)
Vc
=
Volume air yang tersaring oleh jaring plankton (l)
3.11.5 Analisis Proksimat Untuk mengetahui komposisi susunan kimia dan kegunaannya suatu bahan pakan dilakukan analisis kimia yang disebut analisis proksimat. Analisis Proksimat merupakan suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasikan kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan. Analisis proksimat menggolongkan komponen yang ada pada bahan berdasarkan
komposisi kimia
dan fungsinya (SNI 01-2891 1992), diacu dalam Musfiroh et al. (2007).
Nilai dari komponen tersebut, selanjutnya dikalikan dengan equivalensi energinya yaitu menggunakan sistem Atwater, untuk protein sebesar 5.65 kcal/gram, karbohidrat 4.2 kcal/gram, dan lemak sebesar 9.4 kcal/gram (Sediatama 1987).
Kadar Lemak Total Pengukuran kadar lemak total dilakukan dengan metode Soxhétasi. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram lalu dimasukkan ke dalam kertas saring yang dialasi kapas. Kertas saring yang berisi sampel disumbat dengan kapas, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 80 °C selama kurang lebih 1 jam dan dimasukkan ke dalam alat Sokhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Setelah itu, diekstrak dengan pelarut petroleum eter selama lebih kurang 6 jam. Petroleum eter disulingkan dan ekstrak lemak, selanjutnya dikeringkan dalám oven pada suhu 105 °C. Setelah didinginkan kemudian ditimbang untuk mengetahui bobotnya. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan membandingkan berat lemak dan berat sampel dikali 100. Kadar Protein Total (Kjeldahl) Pengukuran kadar abu total dilakukan dengan metode Kjehdahl. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang 200-500 mg lalu dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Ditambahkan 10 ml asam sulfat pekat padat dan 5 gram katalis (campuran K2SO4 dan CuSO4.5H20 8 : 1) lalu dilakukan destruksi (dalam lemari asam) hingga cairan berwarna hijau jernih. Setelah dingin larutan tersebut diencerkan dengan aquadest hingga 100 ml dalam labu ukur. Larutan tersebut dipipet 10 ml dan dimasukkan ke dalam alat distilasi Kjeldahl lalu ditambah 10 mL NaOH 30% yang telah dibakukan oleh larutan asam oksalat. Distilasi dijalankan selama kira-kira 20 menit dan distilatnya ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml larutan HC1 0,1 N yang telah dibakukan oleh boraks (ujung kondensor harus tercelup ke dalam larutan HC1). Kelebihan HC1 dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N dengan indikator campuran bromkresol hijau dan metil merah.
Kadar Karbohidrat Total Pengukuran kadar karbohidrat total dalam sampel dihitung berdasarkan perhitungan (dalam %). % karbohidrat = 100 % - % (protein + lemak + abu) ……………………(17) 3.11.6 Analisis karakteristik lingkungan perairan Untuk menentukan variasi variabel fisika kimia perairan antar stasiun pengamatan digunakan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis, PCA) (Lagendre dan Lagendre 1983; Bengen 2000). Data variabel fisika kimia yang diperoleh tidak memiliki unit pengukuran yang sama, maka sebelum dilakukan Analisis Komponen Utama, data tersebut perlu dinormalisasikan terlebih dahulu melalui pemusatan dan pereduksian. pengolahan data menggunakan program komputer XL-STAT. 3.11.7 Analisis sebaran produksi detritus Untuk
mengetahui
sebaran
produksi
detritus
antar
stasiun
pengamatannya digunakan Analisis Faktorial Koresponden (Correspondent Analysis, CA) (Lagendre dan Lagendre 1983; Bengen 2000). Analisis Faktorial Koresponden (AFK) merupakan salah satu bentuk analisis sidik peubah ganda atau analisis dimensi ganda yang didasarkan pada matriks data I baris (stasiun penelitian) dan J kolom (produksi detritus), dengan demikian matriks data ini merupakan tabel kontingensi produksi detritus x stasiun pengamatan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer XL-STAT. Tahapan tahapan penelitian yang dilaksanakan dibuat dalam bentuk alur penelitian, yang terdiri dari masalah penelitian, pendekatan masalah, aspek yang dikaji, parameter yang diamati dan dianalisis serta luaran yang diharapkan dari penelitian ini, disajikan pada Gambar 9.
MASALAH
kontribusi mangrove sebagai pemasok makanan ikan belanak
PENDEKATAN MASALAH
ASPEK KAJIAN
Mangrove
Struktur vegetasi
Lingk. Perairan
Fisika, kimia dan biologi
PARAMETER Kerapatan Dominansi jenis Indeks Nilai Penting Dekomposisi serasah
LUARAN
Produksi detritus
TSS, Suhu, pH , Salinitas BO, DO, Fosfat, Nitrat & Fitoplankton Informasi kontribusi mangrove sebagai pemasok makanan ikan belanak (Liza subviridis)
Ikan belanak
Pertumbuhan
Faktor kondisi
Makanan
Kuantitas & Kualitas
Indeks Somatic Content GSI dan HSI
Komposisi Makanan
Gambar 9 Alur penelitian dari masalah hingga luaran yang diharapkan.
Detritus & non detritus