METODE TOP-DOWN DAN BOTTOM-UP SEQUENTIAL UNTUK ANALISA PERKUATAN STRUKTUR EKSISTING Josia Irwan Rastandi 1 Hartono Soedargo 2 Raymond A. Loupatty 2
ABSTRAK Salah satu keunggulan metode sequential adalah kemempuannya untuk mensimulasikan proses tahapan konstruksi. Metode ini telah terbukti dapat mengatasi masalah column shorthening pada bangunan tingkat tinggi yang muncul pada metode pembebanan langsung. Pada makalah ini akan disajikan suatu aplikasi lain dari metode sequential yaitu untuk menganalisa perkuatan suatu struktur eksisting. Sebuah studi kasus berupa perkuatan suatu struktur dinding geser dari bangunan 16 lantai yang harus diperkuat karena adanya bukaan-bukaan dinding yang baru, dipilih untuk menunjukkan keunggulan metode ini. Dua jenis metode sequential yaitu top-down dan bottom-up sequential digunakan untuk menganalisa kasus ini. Kedua metode ini mensimulasikan dua jenis opsi tahapan konstruksi, yaitu proses pembuatan bukaan dinding baru yang dimulai dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Hasil dari kedua jenis metode sequential ini ternyata memberikan perbedaan gaya-gaya dalam yang cukup significant untuk diabaikan. Hasil perbandingan kedua jenis metode sequential ini dengan metode pembebanan langsung ditampilkan dalam bentuk grafik-grafik yang informatif. KATA KUNCI : Top-down & bottom-up sequential method,simulasi tahapan konstruksi, perkuatan struktur eksisting
ABSTRACT One of the advantages of Sequential Analysis Method is the ability of this method to simulate the construction phase. In this paper two kinds of sequential methods, called Bottom-up and Top-down Sequential are applied for analyzing the behaviors of additional steel columns that are used to strengthen a shear wall structure. The changes of building utilization caused some parts of the shear wall must be removed for new openings. The top-down sequential analysis simulates the demolishing process that begins from the top to the lower level after installing the strengthening columns, while the bottom-up sequential analysis simulate the process that begins from ground level to the upper levels. This case was conducted as a case to show the importance of this method.The comparison between direct loading and sequential analysis methods shows that the behavior of these steel columns is very different in this three cases and the sequential approach leads to a deeper understanding of the structure’s behaviors during the construction process. KEY WORDS : Top-down & bottom-up sequential method, simulation of construction phase, Strengthened existing structure 1 2
Staf pengajar tetap pada Departemen Teknik Sipil Universitas Indonesia Viewtech, Inc., Dallas, Texas
Seminar dan Pameran HAKI 2005
PENDAHULUAN Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan Emkin[2], Limasale[3] dan Lumantarna et all[4], dapat disimpulkan bahwa metode analisa sequential adalah metode yang terbaik yang mendekati kenyataan sebenarnya, karena dalam metode ini tahapan pembebanan dapat disimulasikan dengan baik. Gaya-gaya dalam elemen struktur yang dihasilkan dari metode analisa ini diyakini sebagai yang paling mendekati kenyataan. Metode ini telah terbukti dapat mengatasi masalah pengaruh perpendekan kolom (column shorthening) yang seringkali timbul pada pemodelan struktur tingkat tinggi. Untuk dapat melakukan analisa sequential ini memang diperlukan suatu sistem database menagement yang baik, yang mampu mengolah hasil output yang memang lebih kompleks dibandingkan dengan hasil output analisa konvensional. Tetapi karena kehandalannya, maka beberapa paket program komersial telah secara khusus menambahkan fitur analisa sequential ini, sehingga analisa sequential ini dapat dilakukan secara otomatis tanpa bantuan program tambahan lainnya. Dalam perkembangan selanjutnya, Rastandi[7],[8] telah menerapkan metode analisa sequential ini untuk menganalisa suatu perkuatan struktur eksisting. Dibandingkan dengan analisa untuk perkuatan struktur eksisting, analisa suatu struktur yang baru adalah relatif lebih sederhana. Seorang perencana yang mendesain suatu bangunan baru mempunyai kesempatan untuk memilih sistem serta konfigurasi struktur yang sesuai yang ia ingini serta menentukan material apa yang sesuai untuk digunakan. Disamping itu ia dapat relatif dengan bebas menentukan tahapan pembangunan struktur tersebut untuk mencapai suatu konfigurasi struktur yang optimal. Lain halnya dengan perkuatan suatu bangunan eksisting. Kita terikat pada sistem dan konfigurasi struktur yang ada dan di dalam menentukan struktur dan tahapan perkuatannyapun, kadangkala hal non teknis menjadi faktor yang menentukan, seperti misalnya suatu lantai harus dikosongkan pada tahap paling akhir, karena pada lantai tersebut ada kegiatan yang tidak boleh terganggu selama waktu tertentu. Dalam analisa, tahapan pelaksanaan ini dapat menjadi suatu hal yang significant, karenanya metode yang digunakan dalam melakukan analisa harus dapat pula mensimulasikan fase-fase pelaksanaan perkuatan struktur, karena perbedaan tahapan pelaksanaan dapat menghasilkan perbedaan gaya-gaya dalam pada elemen-elemen struktur. Dalam makalah ini akan disajikan suatu perbandingan antara dua macam metode analisa sequential, yaitu metode Top-down dan Bottom-up Sequential yang akan diterapkan untuk menganalisa perkuatan struktur eksisting. DISKRIPSI STRUKTUR BANGUNAN EKSISTING Suatu bangunan perkantoran 16 lantai hendak dialihfungsikan menjadi suatu aparteman, sehingga akibat perubahan utilitasnya ini, maka ada beberapa perubahan yang harus dilakukan pada denah bangunan. Denah lantai tipikal dari bangunan ditampilkan pada gambar 1. Luas lantai tipikal mempunyai ukuran 84’-8” x 168’-5” dengan beban mati 20 psf untuk lantai tipikal dan 10 psf untuk lantai atap. Beban hidup desain disajikan dalam tabel 1. Kolom tipikal C1 dan C2 masing-masing mempunyai dimensi 12”x72” dan 12”x84” serta ketebalan dinding geser 12”. Kuat tekan beton adalah 5000 psi untuk kolom dan dinding geser serta 4000 psi untuk pelat lantai dan balok.
Seminar dan Pameran HAKI 2005
4 buah dinding geser dalam arah U-S serta 2 buah dalam arah B-T berfungsi sebagai penahan gaya lateral dan 20 buah kolom perimeter sebagai elemen struktur penahan beban gravitasi. Untuk service area yang baru, sebagian dari daerah kiri dinding geser A harus dibuat suatu bukaan baru (gambar 1, 2b dan 3b), daerah bukaan baru ini berada tepat di sebelah kanan bawah balok girder (gambar 3b) dan hal ini mengurangi kekakuan dinding geser dalam menahan beban gavitasi. Untuk memperkuat daerah ini, maka tepat dibawah balok girder ditempatkan suatu kolom baja tambahan, yang diharapkan akan bekerja efektif menahan deformasi tambahan yang timbul akibat adanya bukaan-bukaan baru pada dinding geser A.
C1
C1
C1
GIRDER
C2
C1
C1
C1
C1
STRENGTHENING STEEL COLUMN
WALL NEW OPENING
C1
GIRDER
WALL
WALL
WALL
WALL
A
B
C
D
C2
GIRDER
GIRDER
C2
C2
C1
C1
C1
C1
C1
C1
C1
C1 N
Gambar 1 Denah lantai tipikal Tabel 1. Beban hidup desain
No. 1 2 3 4 5
Area Atap Lantai tipikal Tangga Koridor Balkon
LL 20 psf 40 psf 100 psf 100 psf 100 psf
FINITE ELEMENT MODEL Pemodelan struktur bangunan menggunakan paket program GTSTRUDL yang mempunyai fasilitas Finite Element dengan menggunakan elemen rangka untuk kolom dan balok, elemen shell untuk pelat lantai dan elemen membran untuk dinding geser. Elemen membran yang digunakan mempunyai 4 nodal dengan 2 derajat kebebasan pada tiap titik nodalnya, yaitu 2 in-plane displacements. Fungsi aproksimasi lendutan dalam koordinat curvilinear dinyatakan sebagai :
f = α1 + α 2ξ + α 3η + α 4ξη
(1)
Dalam GTSTRUDL element library [5], elemen membran ini dikenal dengan nama IPQL (Isoparametric Quadrilateral Quadratic Displacement).
Seminar dan Pameran HAKI 2005
Gambar 2a. Kondisi eksisting dinding geser A
Gambar 2b. Dinding geser A dengan bukaan baru
Elemen shell yang digunakan untuk pelat mempunyai 4 nodal dengan 6 derajat kebebasan pada tiap titik nodalnya, yaitu 3 displacement dan 3 rotasi dalam arah x, y dan z. Kekakuan elemen ini merupakan gabungan dari kekakuan hybrib quadrilateral plane stress element, plate bending element dan sebuah kekakuan rotasi fiktif untuk in-plane rotation. Kekakuannya masing-masing uncouple satu dengan yang lainnya. Kekakuan rotasi fiktif yang digunakan ini adalah sama seperti yang disarankan oleh Zienkiewicz [1] untuk menghindari instability ketika menganalisa problem shell. Dalam GTSTRUDL element library [5], elemen ini dikenal dengan nama SBHQ6 (Stretch and Bending Hybrid Quadrilateral with 6-DOF).
Seminar dan Pameran HAKI 2005
Figure 3a. Kondisi eksisting dinding geser tipikal A
STRENGTHENING STEEL LINK BEAM
STRENGTHENING STEEL COLUMN
NEW WALL OPENING
Figure 3b. Kondisi baru dinding geser tipikal A dengan kolom dan pelat baja penguat
METODE TOP-DOWN DAN BOTTOM UP SEQUENTIAL Urutan metode top-down sequential yang diterapkan dalam kasus ini adalah sebagai berikut : 1. Keseluruhan struktur eksisting dengan beban mati yang bekerja dimodelkan dengan menggunakan Finite Element (gambar 4). 2. Gaya dalam dari bagian yang akan dihilangkan (bakal bukaan baru) dihitung . Karena bakal bukaan baru ini mempunyai bentuk segi empat, maka akan kita dapatkan 4 pasangan gaya P, V dan M dari setiap bakal bukaan (gambar 5b). Pembuatan bukaan baru ini dilakukan dari lantai yang paling atas, dan pada tiap tahapan selanjutnya akan dilakukan pembuatan bukaan pada tingkat yang berada persis dibawahnya. 3. Tambahkan kolom serta pelat baja perkuatan pada semua lantai. 4. Inaktifkan semua joint dan element pada lokasi bukaan baru tersebut. 5. Simulasikan pembuatan bukaan baru dengan menerapkan pembebanan dengan gaya-gaya yang didapatkan dari point 2 diatas, tetapi dengan tanda yang berlawanan 6. Lakukan analisa struktur yang telah diperkuat dengan kolom dan pelat baja perkuatan dan dengan beban hanya pada bukaan baru tersebut dan hitung gayagaya dalam yang terjadi. 7. Lakukan langkah pada point 2, 4 dan 5 untuk tahapan selanjutnya hingga semua bukaan baru telah disimulasikan. 8. Hasil akhir adalah penjumlahan dari kondisi eksisting ditambah dengan keseluruhan tahapan Sedangkan urutan metode bottom-up sequential yang diterapkan dalam kasus ini adalah sebagai berikut : 1. Keseluruhan struktur eksisting dengan beban mati yang bekerja dimodelkan dengan menggunakan Finite Element (gambar 4). 2. Gaya dalam dari bagian yang akan dihilangkan (bakal bukaan baru) dihitung . Karena bakal bukaan baru ini mempunyai bentuk segi empat, maka akan kita dapatkan 4 pasangan gaya P, V dan M dari setiap bakal bukaan (gambar 5b). Pembuatan bukaan baru ini dilakukan dari lantai yang paling bawah, dan pada tiap Seminar dan Pameran HAKI 2005
tahapan selanjutnya akan dilakukan pembuatan bukaan pada tingkat yang berada persis diatasnya. 3. Tambahkan kolom serta pelat baja perkuatan pada lantai tersebut dan inaktifkan semua joint dan element pada lokasi bukaan baru tersebut. 4. Simulasikan pembuatan bukaan baru dengan menerapkan pembebanan dengan gaya-gaya yang didapatkan dari point 2 diatas, tetapi dengan tanda yang berlawanan 5. Lakukan analisa struktur yang telah diperkuat dengan kolom dan pelat baja perkuatan dan dengan beban hanya pada bukaan baru tersebut dan hitung gayagaya dalam yang terjadi. 6. Lakukan langkah pada point 2, 3, 4 dan 5 untuk tahapan selanjutnya hingga semua bukaan baru telah disimulasikan. 7. Hasil akhir adalah penjumlahan dari kondisi eksisting ditambah dengan keseluruhan tahapan Perbandingan antara metode pembebanan langsung dengan metode sequential disajikan dalam gambar 7.
Y Z
X Gambar 4. Model 3-D dari struktur bangunan
a.
c.
b.
P2 M2 V2
=
P2, V2, M2
M 3 V3
M1
P3 V1 V4
M4
+
P3, V3, M3
P1, V1, M1
P4, V4, M4
P4
Gambar 5. Kesetimbangan gaya antara struktur dinding geser eksisting, bagian dinding geser yang akan dihilangkan dan struktur dinding geser dengan bukaan baru
Seminar dan Pameran HAKI 2005
Displacements at Joints Load DL INCH C89 x X -1.804E+00 Y -5.735E-01 Z 0.000E+00
Displacements at Joints Load DL-OP15 C89 INCH x X -9.411E-03 Y -2.896E-03 Z 0.000E+00
Z
X -1.183E-02 Y -2.332E-03 Z 0.000E+00
Y
Y X
Displacements at Joints Load DL-OP14 C89 INCH x
X
Z
Y X
Z
Gambar 6a. Kondisi eksisting dan dua fase pertama dari analisa top-down sequential
Displacements at Joints Load DL INCH C89 x X -1.804E+00 Y -5.735E-01 Z 0.000E+00
Displacements at Joints Load DL-OP3 INCH C89 x X 1.497E-02 Y 8.110E-04 Z 0.000E+00
Y
Y X
Z
Displacements at Joints Load DL-OP4 INCH C89 x X 1.850E-02 Y 7.511E-04 Z 0.000E+00
X
Z
Y X
Gambar 6b. Kondisi eksisting dan dua fase pertama dari analisa bottom-up sequential
Seminar dan Pameran HAKI 2005
Z
Tabel 2 Perbandingan lendutan maksimum
KONDISI STRUKTUR
Future
Existing Direct Loading Bottom-Up Sequential Top-Down Sequential
Lendutan Lantai Maximum (inch) Vertical Horizontal -0.5735 -1.804 -0.5776 -1.963 -0.5744 -1.821 -0.5745 -1.816
COLUMN'S AXIAL FORCES 15 14 13 12 11 10
LEVEL
9 8 7 6 5 4 3 2 1 - 20
0
20
40
60
80
100
kips TOP-DOWN
BOTTOM-UP
DIRECT
Gambar 7. Gaya aksial kolom perkuatan
DISKUSI Gambar 6a dan 6b menunjukkan perilaku lendutan strukur dari kondisi eksisting dan dua tahap awal dari analisa top-down dan bottom-up sequential. Dari kondisi eksisting dapat dilihat bahwa dinding geser berperilaku seperti balok kantilever yang dibebani dengan beban vertical eksentrik yang menghasilkan overturning moment pada dinding geser. Akibat adanya bukaan baru, memberikan lendutan tambahan, tetapi lendutan tambahan ini nilainya relatif kecil bila dibandingkan dengan lendutan eksisting, yang berarti, secara global bukaan baru beserta elemen-elemen pengakunya ini hanya kecil pengaruhnya terhadap struktur keseluruhan. Hal ini dapat terlihat jelas pada tabel 2 diatas. Total lendutan maksimum yang dihasilkan dari ketiga metode pembebanan ini hanya berbeda sedikit saja terhadap lendutan eksistingnya. Hal ini menunjukkan pula bahwa sumbangan kekakuan yang diberikan oleh elemen-elemen pengaku (kolom dan pelat baja) berlaku secara optimal. Tetapi untuk gaya dalam aksial kolom jelas terlihat bahwa dengan metode pembebanan langsung diperoleh gaya kolom yang sangat besar dibanding dengan sequential analysis (gambar 7). Hal ini terlalu significant untuk diabaikan. Misalnya pada kolom perkuatan lantai 4, metode pembebanan langsung memberikan nilai yang 335 % lebih besar dari metode sequential. Hal ini disebabkan karena pada metode pembebanan langsung kolom perkuatan dianggap bekerja bersama-sama dengan shear wall menanggung beban, padahal dalam kenyataannya kolom perkuatan hanya menanggung beban akibat adanya perubahan bentuk struktur dengan adanya opening yang dibuat pada masing-masing lantai. Seminar dan Pameran HAKI 2005
Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa kolom tambahan pada metode bottom-up bekerja lebih efektif dibanding dengan metode top-down, hal ini dapat terlihat dari lebih besarnya ratarata gaya aksial yang dipikulnya. Hal lain yang menarik dari gambar 7 adalah kolom perkuatan dibawah lantai 4 justru mengalami tegangan tarik. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, jika kita perhatikan gambar 2a dan 2b, terlihat bahwa pola bukaan dinding geser dibawah lantai 4 adalah tidak beraturan, tidak seperti pada pola bukaan lantai 4 ke atas. Ketidak-beraturan pola bukaan pada dinding geser inilah yang menyebabkan tegangan yang terjadi pada kolom perkuatan dibawah lantai 4 tidak mengikuti pattern kolom perkuatan pada lantai-lantai diatasnya. KESIMPULAN Dari contoh kasus ini dapat disimpulkan bahwa untuk suatu kasus tertentu, khususnya pada analisa perkuatan struktur eksisting, metode pelaksanaan konstruksi / tata urutan pelaksanaan konstruksi dapat memberikan pengaruh yang significant pada gaya-gaya dalam elemen-elemen perkuatan struktur. Perbedaan ini tidak boleh diabaikan begitu saja, sehingga dalam analisa, model yang dibuat harus mampu pula mensimulasikan tahapan-tahapan ini. Metode sequential seperti yang dijabarkan dalam tulisan ini telah terbuktidengan baik mampu mensimulasikannya, dan berdasarkan analisa dengan metode sequential ini, kita dapat menentukan tahapan mana yang lebih menguntungkan ditinjau dari segi strukturalnya. Satu-satunya yang masih disempurnakan dari metode sequential ini, ialah dari segi waktu komputasi, terutama bagi program yang tidak memiliki fasilitas perhitungan untuk analisa sequential. DAFTAR PUSTAKA [1] Zienkiewicz, O. C. (1997): The Finite Element Method in Engineering Science, Third Edition, McGraw Hill , London [2] Emkin, Leroy Z. (1997): Comparison of Static Analysis Result Based on Different Models of a 67 Story Commercial Building, Proceeding of HAKI Conference on Civil and Structural Engineering, Millenium Sirih Jakarta Hotel [3] Limasale, S. P. (1997) : Pengaruh Perpendekan Kolom pada Bangunan Tinggi, Majalah Konstruksi, Mei 1997 [4] Lumantarna et all (1998), Perbandingan Beberapa Cara Analisa Struktur Akibat Beban Gravitasi Pada Bangunan Tinggi, Proceeding of HAKI Conference on Civil and Structural Engineering, Wisma Kalimanis Jakarta [5] CASEC Georgia Institute of Technology (2002), User Reference Manual Vol.3 : Finite Element Analysis, Nonlinear Analysis, and Dynamic Analysis Command, Revision R, Georgia Tech Research Corporation, Atlanta, Georgia, USA [6] CASEC Georgia Institute of Technology (2003), GTSTRUDL User Guide: Getting Started, Revision 7, Georgia Tech Research Corporation, Atlanta, Georgia, USA [7] Rastandi, J. I. (2003), Bottom-up Sequential Analysis for Strengthened Shear Wall, Journal of Construction and Structural Engineering Studies Center , Vol. 4, No.1, Department of Civil Engineering, UI, Depok, June 2003 [8] Rastandi, J. I. (2004), Metode Sequential untuk Analisa Kolom Tambahan pada Struktur Eksisting, Jurnal HAKI, Vol. 5, No.2, Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia, Jakarta, November 2004
Seminar dan Pameran HAKI 2005