METODE PENILAIAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PENDEKATAN FRACTURE CRITICAL MEMBER (Studi Kasus : Jembatan Bandar Kota Kediri) STEEL TRUSS UPPERSTRUCTURE BRIDGE ASSESMENT METHOD WITH FRACTURE CRITICAL MEMBER APPROACH (Case Study in Jembatan Bandar Kota Kediri) TESIS Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Magister Teknik
Disusun oleh: ER WIE N A SM AR A S 9 4 10 08 00 8 MAGISTER TEKNIK SIPIL KONSENTRASI TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
TESIS METODE PENILAIAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PENDEKATAN FRACTURE CRITICAL MEMBER (Studi Kasus : Jembatan Bandar Kota Kediri)
Disusun oleh:
E R W I E N A SM A R A S 941008008 Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Tim Pembimbing: Jabatan
Pembimbing I
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
S. A. Kristiawan, S.T., M.Sc., Ph.D.
....................
......................
....................
....................
NIP. 19690501 199512 1 001
Pembimbing II
Agus Setya Budi, S.T., M.T. NIP. 19700909 199802 1 001
Mengetahui : Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
Prof. Dr. Ir. SOBRIYAH, MS. NIP. 19480422 198503 2 001
ii
METODE PENILAIAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PENDEKATAN FRACTURE CRITICAL MEMBER (Studi Kasus : Jembatan Bandar Kota Kediri) Disusun oleh:
E R W I E N A SM A R A S 941008008
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Tesis Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta pada hari Jumat, tanggal 27 Januari 2012
Dewan Penguji : Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua
Kusno Adi Sambowo, S.T., Ph.D. NIP. 19691026 199503 1 002
...........................
Sekretaris
Ir. Ary Setyawan, M.Sc.(Eng)., Ph.D. NIP. 19661204 199512 1 001
...........................
Penguji I
S. A. Kristiawan, S.T., M.Sc., Ph.D. NIP. 19690501 199512 1 001
...........................
Penguji II
Agus Setya Budi, S.T., M.T. NIP. 19700909 199802 1 001
...........................
Mengetahui: Direktur Program Pascasarjana
Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S NIP. 19610717 198601 1 001
Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S. NIP. 19480422 198503 2 001
iii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Erwien Asmara NIM : S941008008 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:
METODE PENILAIAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PENDEKATAN FRACTURE CRITICAL MEMBER (Studi Kasus : Jembatan Bandar Kota Kediri) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, tertulis dalam tesis tersebut, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka,
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari gelar tersebut.
Surakarta, Januari 2012 Yang membuat pernyataan
Erwien Asmara
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan
mengucap
syukur
Alhamdulillah,
akhirnya
penulis
dapat
menyelesaikan tesis dengan judul Metode Penilaian BANGUNAN ATAS Jembatan Rangka Baja dengan Pendekatan Fracture Critical Member (Studi Kasus : Jembatan Bandar Kota Kediri) dapat diselesaikan dengan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1.
Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.
Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia Wilayah II Semarang, Kementerian Pekerjaan Umum yang telah memberikan beasiswa pendidikan kepada penulis.
4.
Bupati Kediri melalui Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Kabupaten Kediri, dan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kediri yang telah memberikan ijin Tugas Belajar kepada penulis.
5.
Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS, selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6.
Dr. Ir. Ary Setyawan, M.Sc.(Eng), selaku Sekertaris Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku Pembimbing Akademis.
7.
S.A. Kristiawan, S.T., M.Sc., Ph.D., selaku Pembimbing Utama.
8.
Agus Setya Budi, S.T., M.T., selaku Pembimbing Pendamping.
9.
Segenap Dosen, Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu penulis selama kegiatan perkuliahan.
10. Kedua orangtuaku Mochtar Hadi dan Suprapti, Istriku tercinta, Herlina Wijayanti, dan kedua anakku tersayang, Kholila Nusantara Fath dan M. Hafizh Nusantara Fath yang terus memberikan do’a, semangat dan dukungan baik moril maupun materiil dalam menyelesaikan pendidikan ini. v
11. Rekan-rekan Mahasiswa Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta angkatan 2010, yang selama ini memberikan masukan, bantuan dan dorongan. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan tesis ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Atas bantuan yang telah Bapak/Ibu berikan semoga mendapat balasan yang setimpal dari Allah S.W.T. Amin.
Surakarta, Januari 2012 Penulis,
Erwien Asmara
vi
ABSTRAK ERWIEN ASMARA, NIM S-941008008, 2012, Metode Penilaian Bangunan Atas Jembatan Rangka Baja dengan Pendekatan Fracture Critical Member (Studi Kasus : Jembatan Bandar Kota Kediri), Tesis, Pembimbing I: S. A. Kristiawan, S.T., M.Sc.,
Ph.D., Pembimbing II: Agus Setya Budi, S.T., M.T., Program Studi Magister Teknik Pemeliharaan dan Rehabilitasi Bangunan Sipil, Program Pasca Sarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Jembatan Bandar adalah jembatan rangka baja callender hamilton B-15A yang terdiri 3 bentang dengan panjang tiap bentang 50,29 m. Keselamatan umum, usia jembatan (38 tahun), paparan cuaca, kepadatan lalu lintas dan kelebihan beban kendaraan menjadi alasan penting untuk pemeriksaan dan penilaian jembatan. Komponen jembatan yang apabila terjadi kegagalan/patah akan mengakibatkan kegagalan jembatan secara keseluruhan disebut fracture critical member (FCM). Metode penilaian di Indonesia belum memperhatikan aspek FCM. Penelitian ini memodelkan struktur Jembatan Bandar dengan SAP2000. Menyusun metode penilaian bangunan atas jembatan rangka baja dengan pendekatan FCM. Melakukan penilaian pada Jembatan Bandar dengan metode tersebut dan metode BMS, 1993. Hasil penilaian dibandingkan dengan analisa kelelahan material untuk menentukan waktu pemeriksaan selanjutnya. Selanjutnya diusulkan konsep rehabilitasi dan pemeliharaannya. Hasil penelitian menunjukan batang FCM pada Jembatan Bandar terdiri atas 6 batang tarik diagonal bagian tepi yaitu D2, D4, D6, D17, D19, D20; dan batang bawah yaitu BC1, BC2, BC3, BC4, BC5, BC6, BC7, BC8, BC9, BC10 dan BC11. Metode penilaian jembatan dengan pendekatan FCM terdiri dari tahap penyaringan 6 kriteria dan tahap penilaian 9 kriteria, menghasilkan jangka waktu pemeriksaan selanjutnya berentang waktu antara 6 bulan sampai dengan 72 bulan. Hasil penilaian pada Jembatan Bandar menghasilkan penilaian dengan kondisi terdapat kerusakan ringan dan memperoleh nilai 95 poin dengan jangka waktu pemeriksaan selanjutnya 24 bulan. Waktu pemeriksaan selanjutnya hasil analisis fatik adalah 55 bulan dan sisa umur fatik adalah 9 tahun. Waktu pemeriksaan yang disarankan adalah 24 bulan. Rehabilitasi dan pemeliharaan yang diperlukan pada Jembatan Bandar adalah pemeriksaan batang FCM saat mulai timbul retak akibat fatik; penggantian landasan; penambalan beton; pengecekan, pengencangan dan penggantian baut; serta adanya pemeliharaan rutin. Kata Kunci: Callender Hamilton, penilaian jembatan, fracture critical member, fatik.
vii
ABSTRACT ERWIEN ASMARA, NIM S-941008008, 2012, Steel Truss Upperstructure Bridge Assesment Method with Fracture Critical Member Approach (Case Study in Jembatan Bandar Kota Kediri), Thesis, The First Commision of Supervision: S. A. Kristiawan, S.T., M.Sc., Ph.D., The Second Commision of Supervision: Agus Setya Budi, S.T.,
M.T., Rehabilitation and Maintenance Civil Engineering Departemen, Post Graduate Program, University of Sebelas Maret, Surakarta Bandar Bridge is B-15A callender hamilton steel truss bridge, with 3 span of 50,29 meter length each. Public safety, bridge age ( 38 years), exposure to weather, traffic density and overload vehicle are the important reason for bridge inspection and assessment. Bridge component whose failure would probably cause a portion of or the entire bridge to collapse is called as fracture critical member ( FCM). The Indonesian assessment method has not noticed FCM aspect. This study is modeling bridge strucutre with sap2000 software. Develop assesment method with FCM approach. To do assesment Bandar Bridge with this method and BMS, 1993. The assesment result is comparing with fatique analysis to determine next examination period. Next, purpose his maintenance and rehabilitation concept. The research result showed FCM chord in Bandar Bridge is 6 side diagonal chord D2, D4, D6, D17, D19, D20; and bottom chord BC1, BC2, BC3, BC4, BC5, BC6, BC7, BC8, BC9, BC10 and BC11. The steel truss upperstructure assesment with FCM approach method consited 6 criteria screening phase and 9 criteria assesment phase, and generate further examination period between 6 months to 72 months. The Bandar Bridge assesment result light damaged obtain and get 95 poin that means 24 months next examination period. The fatique analysis result 55 months next examination period, and 9 years remaining fatique life. The next examination advice is 24 months. The required maintenance and rehabilitation on Bandar Bridge is checks FCM chord when the fatique crack appear; the replacement of the foundation; Patching concrete; checks, tightening and bolts replacement; and required periodic maintenance. Keywords: Callender Hamilton, bridge assesment, fracture critical member, fatique.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Metode Penilaian Bangunan Atas Jembatan Rangka Baja dengan Pendekatan Fracture Critical Member (Studi Kasus : Jembatan Bandar Kota Kediri). Tesis ini sebagai salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan Program Pascasarjana pada bidang keahlian Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tesis ini mengangkat permasalahan tentang metode penilaian jembatan rangka baja dengan pendekatan fracture crtical member (FCM) dengan studi kasus Jembatan Bandar Kota Kediri untuk menghindari keruntuhan secara tiba-tiba akibat kegagalan komponen FCM. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, tetapi penulis berharap bahwa tesis ini dapat bermanfaat dan mampu menambah khasanah keilmuan.
Surakarta, Penulis,
Januari 2012
Erwien Asmara
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iii PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................................... iv UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................... v ABSTRAK
...................................................................................................... vii
ABSTRACT
..................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ix DAFTAR ISI
........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvii DAFTAR NOTASI ............................................................................................. xviii BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1
Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2
Rumusan Masalah ........................................................................................... 3
1.3
Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4
1.4
Manfaat Penelitian .......................................................................................... 4
1.5
Batasan Masalah ............................................................................................. 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI .......................... 6
2.1
Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 6
2.2
Landasan Teori................................................................................................ 8 2.2.1 Definisi Jembatan ................................................................................ 8 2.2.2 Jembatan Callender Hamilton .............................................................. 8 2.2.2.1 Pembebanan ......................................................................... 8 2.2.2.2 Tipe Jembatan Callender Hamilton. ..................................... 9 2.2.2.3 Konsep/Filosofi Jembatan .................................................. 10 2.2.2.4 Bahan Jembatan ................................................................. 11 2.2.3 Pemeriksaan Jembatan ....................................................................... 11
x
2.2.4 Pembebanan pada Jembatan ............................................................... 11 2.2.4.1 Aksi dan beban tetap. ......................................................... 12 2.2.4.2 Beban lalu lintas ................................................................ 13 2.2.4.3 Aksi lingkungan ................................................................. 19 2.2.5 Kombinasi Pembebanan pada Jembatan ............................................. 22 2.2.5.1 Kombinasi pada Keadaan Batas Daya Layan ...................... 23 2.2.5.2 Kombinasi pada Keadaan Batas Ultimit ............................. 23 2.2.6 Fracture Critical Member ................................................................... 25 2.2.7 Redundancy ....................................................................................... 26 2.2.8 Mekanisme Kegagalan ....................................................................... 29 2.2.9 Analisa Kelelahan Material ................................................................ 29 BAB III
METODE PENELITIAN .................................................................. 33
3.1
Jembatan Bandar Kota Kediri ........................................................................ 33
3.2
Instrumen Penelitian ...................................................................................... 35
3.3
Langkah-Langkah Penelitian ......................................................................... 35
3.4
Bagan Alir Penelitian .................................................................................... 38
BAB IV 4.1
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................ 39
Pemodelan Struktur ....................................................................................... 39 4.1.1 Data Teknis Jembatan ........................................................................ 39 4.1.2 Pembebanan Jembatan Bandar ........................................................... 42 4.1.2.1 Aksi dan Beban Tetap ........................................................ 42 4.1.2.2 Aksi transien ...................................................................... 43 4.1.2.3 Beban Lingkungan ............................................................. 47 4.1.2.4 Kombinasi Pembebanan ..................................................... 49 4.1.3 Memasukkan Data Teknis dan Pembebanan pada SAP2000 ............... 49 4.1.3.1 Setting Awal Software ....................................................... 49 4.1.3.2 Inputan Geometri Jembatan. ............................................... 50 4.1.3.3 Inputan Material dan Frame ............................................... 51 4.1.3.4 Inputan Pembebanan dan Kombinasi Beban ....................... 51 4.1.3.5 Analisis Struktur. ................................................................. 51 4.1.4 Hasil Pemodelan ................................................................................ 52 4.1.5 Penentuan Batang FCM ..................................................................... 53
xi
4.2
Rumusan Metode Penilaian FCM .................................................................. 55 4.2.1 Metode Acuan ................................................................................... 55 4.2.1.1 Tahap Penyaringan............................................................. 55 4.2.2.2 Tahap Penilaian ................................................................. 56 4.2.2 Metode Penilaian FCM yang Disesuaikan .......................................... 62 4.2.2.1 Tahap Penyaringan............................................................. 62 4.2.2.2 Tahap Penilaian. ................................................................ 64
4.3
Pemeriksaan dan Penilaian Jembatan Bandar ................................................. 68 4.3.1 Penilaian dengan BMS 1993 .............................................................. 68 4.3.2 Penilaian dengan Metode Penilaian FCM ........................................... 71
4.4
Analisa Kelelahan ......................................................................................... 72 4.4.1 Menentukan batang kritis fatik. .......................................................... 73 4.4.2 Menentukan Variasi Tegangan ........................................................... 73 4.4.3 Jumlah Kendaraan yang lewat. ........................................................... 75 4.4.4 Akumulasi Kerusakan Fatik dan Umur Fatik. ..................................... 77
4.5
Pemilihan Waktu Pemeriksaan Selanjutnya ................................................... 80
4.6
Konsep Rehabilitasi dan Pemeliharaan .......................................................... 81 4.6.1 Perawatan dan Pemeliharaan Batang FCM ......................................... 81 4.6.1.1 Perbaikkan Akibat Retak Fatik. .......................................... 82 4.6.1.2 Akumulasi Fatik pada Beban Standar. ................................ 83 4.6.2 Karat pada Landasan .......................................................................... 85 4.6.3 Kerusakan pada Beton ....................................................................... 88 4.6.4 Baut yang Longgar atau Hilang .......................................................... 90 4.6.5 Sampah dan kerusakan kecil. ............................................................. 91
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 93
5.1
Kesimpulan ................................................................................................... 93
5.2
Saran ............................................................................................................. 94
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 95 LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.01 Berat Isi untuk Beban Mati (SNI T-02-2005)........................................ 12 Tabel 2.02 Faktor Beban Berat Sendiri (SNI T-02-2005) ....................................... 13 Tabel 2.03 Faktor Beban Mati Tambahan (SNI T-02-2005) .................................. 13 Tabel 2.04 Jumlah Lajur Lalu-Lintas Rencana (SNI T-02-2005) ............................ 14 Tabel 2.05 Temperatur Jembatan Rata-rata Nominal (SNI T-02-2005)................... 19 Tabel 2.06 Sifat Bahan Rata-rata Akibat Pengaruh Temperatur (SNI T-022005).................................................................................................... 20 Tabel 2.07 Kecepatan Angin Rencana (SNI T-02-2005) ........................................ 22 Tabel 2.08 Koefisien Seret (SNI T-02-2005).......................................................... 22 Tabel 2.09 Kombinasi Beban untuk Keadaan Batas Daya Layan (SNI T-022005).................................................................................................... 23 Tabel 2.10 Kombinasi Beban Umum pada Batas Daya Kelayanan dan Ultimit (SNI T-02-2005) .................................................................................. 24 Tabel 4.01 Spesifikasi Bahan Baja sesuai BS 449 (Pedoman 013/BM/2008) ........ 40 Tabel 4.02 Berat Sendiri Struktur Jembatan Bandar. .............................................. 42 Tabel 4.03 Beban Mati Tambahan Jembatan Bandar .............................................. 43 Tabel 4.05 Hasil Ekstrem pada Pemodelan Jembatan CH ....................................... 53 Tabel 4.06 Hasil Pemodelan akibat kegagalan suatu batang ................................... 54 Tabel 4.08 Hasil penilaian jembatan CH tahap penilaian ........................................ 60 Tabel 4.09 Penentuan Jangka Waktu Penilaian Selanjutnya (Michael J. Parr, et all, 2010) .......................................................................................... 61 Tabel 4.10 Metode penilaian FCM yang diusulkan ................................................ 66 Tabel 4.11 Penentuan Jangka Waktu Penilaian Selanjutnya ................................... 68 Tabel 4.12 Penilaian Level 3 Jembatan Bandar. ..................................................... 69 Tabel 4.13 Penilaian Level 2 Jembatan Bandar. ..................................................... 70 Tabel 4.14 Penilaian Level 1 Jembatan Bandar. ..................................................... 70 Tabel 4.15 Penilaian Jembatan Bandar dengan Pendekatan FCM ........................... 71 Tabel 4.16 Beban Kendaraan Berat pada Jalur Pantura (Iwan Zarkasi, 2007) ......... 74
xiii
Tabel 4.17 Variasi Tegangan pada batang kritis akibat berbagai tipe kendaraan. ............................................................................................ 75 Tabel 4.18 Data Jumlah Kendaraan yang Lewat Jembatan Bandar. ........................ 76 Tabel 4.19 Jumlah kendaraan Nasional mulai tahun 1973 - 2025 ........................... 76 Tabel 4.20 Prediksi Jumlah kendaraan yang lewat Jembatan Bandar tahun 1973 – 2015. ........................................................................................ 77 Tabel 4.21 Akumulasi Kerusakan Fatik Jembatan Bandar pada Tahun 2011. ......... 79 Tabel 4.22 Akumulasi Kerusakan Fatik Jembatan Bandar pada Bulan Juli 2016. .................................................................................................... 80 Tabel 4.23 Akumulasi Kerusakan Fatik Tahun 2011 - 2020. .................................. 80 Tabel 4.24 Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas II (Dirjen Perhubungan Darat, 2008) .................................................................... 83 Tabel 4.25 Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas III (Dirjen Perhubungan Darat, 2008) .................................................................... 84 Tabel 4.26 Akumulasi Fatik Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas II ......... 84 Tabel 4.27 Akumulasi Fatik Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas III ........ 85
xiv
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.01 Tampak Depan Tipikal Jembatan CH (Pedoman 013/BM/2008). ....... 10 Gambar 2.02 Beban Lajur “D” (SNI T-02-2005) .................................................... 15 Gambar 2.03 Penyebaran Pembebanan ”D” Arah Melintang ( SNI T-02-2005) ...... 16 Gambar 2.04 Pembebanan Truk “T” (SNI T-02-2005) ............................................ 17 Gambar 2.05 Faktor Beban Dinamis untuk BGT dan Pembebanan Lajur ”D” (SNI T-02-2005) .................................................................................. 18 Gambar 2.06 Pembebanan untuk Pejalan Kaki (SNI T-02-2005) ........................... 19 Gambar 2.07 Gradien Perbedaan Temperatur (SNI T-02-2005) ............................. 21 Gambar 2.08 Jembatan dengan Banyak Balok Girder (FHWA, 2006) ..................... 27 Gambar 2.09 Jembatan dengan Bentang Menerus (FHWA, 2006) .......................... 28 Gambar 2.10 Internal Redundancy pada Besi Profil I yang Dikeling (FHWA, 2006).................................................................................................... 28 Gambar 2.11 Internal Redundancy pada Besi Profil Kotak yang Dikeling (FHWA, 2006) ..................................................................................... 28 Gambar 2.12 Kurva Hubung S-N (SKSNI T 03-2005) ............................................ 30 Gambar 3.01 Peta Sekitar Jembatan Bandar ............................................................ 34 Gambar 3.02 Kondisi Lalu Lintas di Jembatan Bandar. .......................................... 34 Gambar 3.03 Bagan Alir Penelitian. ....................................................................... 38 Gambar 4.01 Tampak Samping Jembatan (Pedoman 013/BM/2008). ...................... 41 Gambar 4.02 Bagian Rangka Atas dan Bawah Jembatan (Pedoman 013/BM/2008). ..................................................................................... 41 Gambar 4.03 Setengah Potongan Ujung Jembatan (Pedoman 013/BM/2008). ......... 41 Gambar 4.04 Posisi Beban Terbagi Rata dan Terpusat. ........................................... 44 Gambar 4.05 Alternatif Posisi Beban Terbagi Rata dan Terpusat. .......................... 44 Gambar 4.06 Penyebaran Pembebanan ”D”Arah Melintang (SNI T-02-2005) ........ 44 Gambar 4.07 Pembebanan untuk Pejalan Kaki ( SNI T-02-2005) ........................... 46 Gambar 4.08 Gradien Temperatur Jembatan Bandar ( SNI T-02-2005)................... 47 Gambar 4.09 Gambar 3D Geometri Jembatan pada SAP2000. ................................ 50 Gambar 4.10 Gambar Jalur Lalu Lintas Jembatan pada SAP2000. .......................... 51 Gambar 4.11 Tampilan Running Model telah Selesai ............................................. 52
xv
Gambar 4.12 Deformasi pada Model Struktur pada SAP2000. ............................... 52 Gambar 4.13 Gaya Normal pada Model Struktur pada SAP2000. ........................... 52 Gambar 4.14 Gaya Normal akibat beban berjalan pada SAP2000. ......................... 52 Gambar 4.15 Batang FCM secara umum pada JCH 50,29 m. .................................. 54 Gambar 4.16 Batang Kritis Fatik pada JCH 50,29 m. .............................................. 73 Gambar 4.17 Kategori Detil 112 (SNI T 03-2005) .................................................. 78 Gambar 4.18 Kategori Detil 112 (SNI T 03-2005) .................................................. 78 Gambar 4.19 Kerusakan pada Landasan ................................................................. 85 Gambar 4.20 Dongkrak Khusus untuk Mengangkat Jembatan (www.enerpac.com) ............................................................................. 86 Gambar 4.21 Konstruksi Landasan Jembatan CH. .................................................. 87 Gambar 4.22 Kerusakan pada Beton Lantai ............................................................ 89 Gambar 4.23 Ilustrasi Perbaikkan Kerusakan pada Beton Lantai ............................ 89 Gambar 4.24 Hubungan Antar Baja dengan Baut yang Longgar ............................. 90 Gambar 4.25 Penumpukan Sampah ........................................................................ 91
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A
Gambar Desain Jembatan Callender Hamilton
Lampiran B
Perhitungan Beban untuk Input SAP2000
Lampiran C
Gaya Batang Hasil Pemodelan SAP2000
Lampiran D
Gambar Diagram Gaya Hasil Pemodelan SAP2000
Lampiran E
Cara Penomoran Batang
Lampiran F
Data Jumlah Kendaraan tahun 1973 – 2009 di Indonesia
Lampiran G
Perhitungan Rata-rata Pertumbuhan Kendaraan
Lampiran H
Hasil Survei Kendaraan yang Lewat Jembatan
Lampiran I
Penilaian Jembatan Bandar Dengan Metode BMS, 1993.
Lampiran J
Analisis Fatik Sesuai Beban Standar.
xvii
DAFTAR NOTASI α
=
koefisien muai baja.
s
=
nilai yang diberikan Kurva Hubung S-N.
=
faktor reduksi kekuatan fatik.
=
akumulasi kerusakan fatik.
AASHTO = American Association of State Highway and Transportation Officials Ab
=
luas ekuivalen penampang samping jembatan.
ADTTSL =
Average Daily Truck Traffic Standard.
AHP
=
Analysis Hieracry Proces.
AWS
=
American Welding Society.
B
=
lebar jembatan secara keseluruhan.
BGT
= beban garis terpusat.
BMS
=
Bridge Management System.
BTR
=
beban terbagi rata.
BS
=
British standard.
CH
=
Callender Hamilton .
CIF
=
constraint induced fracture.
CoRe
=
Commonly Recognized
CW
=
koefisien seret.
d
=
tinggi bangunan atas.
Es
=
nilai modulus elastisitas baja.
f*
=
batas variasi tegangan rencana.
f1 , f3 , f5 = nilai yang diberikan Kurva Hubung S-N untuk tiap kategori detil. fc
=
batas kekuatan fatik yang direduksi.
FBD
=
faktor beban dinamis.
FCM
=
fracture critical member.
FHWA =
Federal Highway Asociation.
fy
=
tegangan leleh.
g
=
percepatan gravitasi.
HEC-RAS = Hydrologic Engineering Center River Analysis System HPS
=
high perfomance steel.
xviii
JCH
=
jembatan Callender Hamilton.
L
=
panjang total jembatan yang dibebani.
Lav
=
panjang bentang rata-rata.
LE
=
panjang efektif.
Lmax
=
panjang bentang maksimum.
LRFD
=
load and resistance factor design
MN/DOT = Minnesota Departemen of Transportation. n1
=
jumlah lajur lalu-lintas rencana.
NBI
=
National Bridge Inventory
nsc
=
jumlah siklus tegangan.
nr
=
junlah siklus tegangan fc.
p
=
intensitas gaya.
PMA
=
beban Mati Tambahan.
PMS
=
berat Sendiri.
q
=
intensitas beban BTR.
SAP 2000
= Structure Analysis Program 2000.
SNI
=
Standar Nasional Indonesia.
TET
=
beban akibat temperatur.
TEW1
=
beban angin.
TTD
=
beban lajur “D” .
TTB
= gaya rem.
TTBTe =
beban jalur tengah.
TTBTp =
beban jalur tepi.
TTP
=
pembebanan untuk pejalan kaki.
Vw
=
kecepatan angin.
xix
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Berkembangnya transportasi yang didorong oleh pertambahan penduduk yang
pesat akan medorong meningkatnya gerak perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat yang lain. Kejadian ini juga mengakibatkan meningkatnya kebutuhan sarana dan prasarana transportasi yang memadai juga ikut meningkat. Banyak daerah di Indonesia yang dipisahkan oleh sungai. Dengan kondisi tersebut maka diperlukan sarana penghubung antara daerah satu dengan yang lain. Salah satu solusi sarana penghubung tersebut adalah jembatan. Jembatan sebagai prasarana transportasi banyak dilalui oleh kendaraan dan manusia. Sehingga keamanan jembatan akan menyangkut keselamatan banyak orang. Selain itu kondisi jembatan yang berada diluar (tidak terlindungi), terkena hujan dan pengaruh cuaca mempercepat terjadinya kerusakan. Kendaraan di Indonesia yang melalui jembatan juga cenderung memuat barang yang melebihi ketentuan, hal tersebut mempercepat terjadinya kerusakan pada jembatan. Dari aspek-aspek tersebut diatas pengelola jembatan harus dapat menjamin keamanan dan keselamatan jembatan. Berdasarkan uraian diatas pemeliharaan dan pemeriksaan jembatan harus mendapat perhatian untuk menjamin kelaikannya. Pemeriksaan dan penilaian jembatan dengan pendekatan Fracture Critical Member (FCM) diperlukan karena ada sebagian komponen jembatan yang apabila terjadi kegagalan/patah akan mengakibatkan kegagalan jembatan secara keseluruhan. Komponen tersebut disebut komponen FCM. Pada saat
pemeriksaan jembatan,
komponen-komponen FCM harus mendapat perhatian lebih dibandingkan komponen non FCM. Saat ini pemeriksaan jembatan yang ada di Indonesia masih mengacu pada Panduan Pemeriksaan Jembatan dari Bridge Management System (BMS) yang diterbitkan Direktorat Jenderal Bina Marga Departement Pekerjaan Umum Republik Indonesia pada tahun 1993. Di dalam panduan tersebut penilai komponen masih secara global belum memperhatikan FCM. Sehingga kerusakan komponen FCM
1
2
maupun non FCM akan mendapat nilai yang sama. Metode penilaian bangunan jembatan rangka baja dengan pendekatan FCM, yang selanjutnya disingkat dengan metode penilaian FCM, akan melengkapi metode pemeriksaan BMS, 1993. Pedoman No. 013/BM/2008 Penanganan dan Pemeliharaan Jembatan Callender Hamilton (CH) Direktorat Jenderal Bina Marga juga belum menyangkut pemeriksaan dan penilaian dengan pendekatan FCM. Batang-batang masih belum dikategorikan batang FCM dan batang non FCM. Pemeriksaan dan penilaian jembatan dengan pendekatan FCM diusulkan oleh Michael J. Parr, et all, 2010. Metode tersebut didasarkan pada pengalaman dan penelitian di Amerika Serikat yang mempunyai situasi dan kondisi yang berbeda dengan di Indonesia. Untuk itu, diperlukan penyesuaian agar dapat diterapkan di Indonesia. Kelelahan material (fatik) merupakan suatu kondisi kegagalan suatu struktur yang disebabkan oleh perulangan beban, walaupun beban tersebut dibawah tegangan ijinnya. Terjadinya fatik pada struktur maka akan menimbulkan retak dan kemudian mencetus terjadi patah. Fatik merupakan penyebab terbesar dalam keruntuhan struktur jembatan baja. Oeme P, 1989 dalam B. Kuhn Et all, 2008 mengatakan bahwa 38,3% penyebab utama keruntuhan jembatan baja adalah kelelahan fatik. Oleh sebab itu pada penelitian ini metode dengan pendekatan FCM dicoba untuk dibandingkan dengan analisa kelelahan material (fatik). Kota dan Kabupaten Kediri dilintasi oleh Sungai Brantas. Pada saat ini di Kediri terdapat 4 jembatan umum dan 1 jembatan di atas bendung. Kondisi kelima jembatan tersebut : satu jembatan rusak (tidak dapat dilalui); dua jembatan untuk kendaraan ringan dan; dua jembatan yang dapat dilalui kendaraan berat. Jembatan yang dapat dilalui kendaraan berat adalah Jembatan Bandar dan Jembatan Semampir. Keduanya dikelola oleh Badan Pelaksanaan Jalan Nasional di Kediri. Jembatan Bandar perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan terletak di dekat perempatan jalan dan berjenis rangka baja. Perempatan jalan tersebut sering terjadi kemacetan sehingga banyak kendaraan yang berhenti diatas jembatan untuk menunggu antrean. Jembatan Bandar dibangun pada tahun 1973 sehingga sudah mencapai umur 38 tahun. Selain itu Jembatan Bandar yang bertipe rangka baja perlu mendapat perhatian lebih, hal tersebut dikarenakan jembatan rangka baja mudah
3
terjadi karat dan retakan dibandingkan dengan jembatan tipe beton. Kondisi tersebut akan memperpendek umur layan dan mempercepat kerusakan jembatan. Pada saat ini kondisi Jembatan Bandar secara visual telah mengalami pengecatan ulang. Apabila kita berada di tengah bentang, dan ada kendaraan berat yang lewat, maka sangat terasa goyangan/lendutan yang terjadi. Perlu pemeriksaan terhadap kondisi Jembatan Bandar. Berdasarkan uraian diatas perlu diadakan penelitian mengenai metode penilaian bangunan atas jembatan rangka baja studi kasus Jembatan Bandar Kota Kediri. 1.2
Rumusan Masalah Memperhatikan pentingnya jembatan dalam sistem transportasi, maka
jembatan perlu untuk diperiksa dan dipelihara. Pemeriksaan dan penilain jembatan dengan metode BMS yang diterapkan di Indonesia saat ini masih belum memperhatikan FCM. Penelitian ini difokuskan pada pengembangan metode penilaian FCM. Metode yang diusulkan merupakan adaptasi dari penelitian Michael J. Parr, et all, 2010. Dari hasil pemeriksaan dicoba dibandingkan dengan analisa kelelahan material pada struktur. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana pengkategorian rangka batang pada Jembatan Bandar dengan pendekatan FCM? 2) Bagaimana rumusan metode penilaian bangunan atas jembatan rangka baja dengan pendekatan FCM? 3) Bagaimana hasil penilaian Jembatan Bandar dengan menggunakan metode penilaian FCM? 4) Kapan waktu pemeriksaan selanjutnya dan sisa umur hasil analisis kelelahan material pada Jembatan Bandar? 5) Berapa jangka waktu pemeriksaan selanjutnya pada Jembatan Bandar? 6) Apabila terdapat kerusakan/kekurangan bagaimana konsep rehabilitasi Jembatan Bandar?
4
1.3
Tujuan Penelitian Untuk bisa menjawab semua permasalahan diatas yang terkait dengan
pemeriksaan jembatan dengan pendekatan FCM, maka disusun tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1) Mengetahui pengkategorian batang pada Jembatan Bandar dengan pendekatan FCM. 2) Mengetahui rumusan metode penilaian bangunan atas jembatan rangka baja dengan pendekatan FCM. 3) Mengetahui hasil penilaian Jembatan Bandar dengan menggunakan metode tersebut.. 4) Mengetahui kapan waktu pemeriksaan selanjutnya dan sisa umur hasil analisis kelelahan material pada Jembatan Bandar 5) Mengetahui jangka waktu pemeriksaan selanjutnya pada Jembatan Bandar. 6) Mengetahui
konsep
rehabilitasi
Jembatan
Bandar
apabila
terdapat
kerusakan/kekurangan. 1.4
Manfaat Penelitian Secara garis besar penelitian ini bermanfaat secara ilmiah dan praktis. Manfaat
ilmiah adalah manfaat untuk keperluan ilmu pengetahuan. Manfaat praktis terkait untuk keperluan praktis di lapangan. Manfaat penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Manfaat Ilmiah: - Sebagai kajian tentang pemeriksaan dan penilaian bangunan atas jembatan rangka baja dengan pendekatan FCM; - Sebagai masukan terhadap pemeriksa, pengelola dan enggineer mengenai pemeriksaan bangunan atas jembatan rangka baja dengan pendekatan FCM; - Rumusan metode penilaian FCM dapat diusulkan untuk melengkapi metode pemeriksaan jembatan BMS, 1993. 2) Manfaat Praktis: - Pengelola jembatan mengetahui kondisi Jembatan Bandar dengan pendekatan FCM;
5
- Pengelola dapat merencanakan kegiatan pemeriksaan dan pemeliharaan Jembatan Bandar; 1.5
Batasan Masalah Penelitian ini difokuskan pada pengembangan metode penilaian FCM. Agar
masalah dapat dikaji dan dibahas secara mendalam, maka perlu diberi batasan sebagai berikut: 1) Pemeriksaan dan penilaian jembatan hanya dilakukan pada bangunan atas dan tidak meninjau pada sistem lantai jembatan. 2) Penentuan jenis dan tingkat kerusakan dilakukan secara visual. 3) Pemodelan struktur menggunakan software SAP2000. 4) Lalu lintas kendaraan yang lewat selama masa layan jembatan mempunyai karakter yang sama ketika survei dilakukan. 5) Setiap kendaraan menimbulkan satu siklus tegangan pada batang yang ditinjau. 6) Rumusan awal penilaian dengan pendekatan FCM didasarkan pada penelitian Michael J. Parr, et all, 2010; dan 7) Konsep rehabilitasi didasarkan pada Pedoman No. 013/BM/2008 Penanganan dan Pemeliharaan Jembatan Callender Hamilton (CH) Direktorat Jenderal Bina Marga.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka Jembatan merupakan prasarana penting dalam sistem jaringan jalan.
Keselamatan umum yang melewati jembatan, kondisi jembatan yang tidak terlindungi dan muatan kendaraan yang cenderung melebihi ketentuan merupakan faktor penyebab terjadinya kerusakan dini pada jembatan. Dari faktor di atas menjadi kewajiban dari pengelola untuk memeriksa dan memelihara jembatan agar didapat kinerja yang layak. Studi tentang penilaian jembatan telah banyak dilakukan. Studi tersebut diantaranya dilakukan oleh Ferry Hariman dkk, 2007 yang mengevaluasi dan memprogram pemeliharaan jembatan dengan metode Bridge Management System (BMS) dengan studi kasus empat jembatan di Propinsi D.I. Yogyakarta. Dari hasil penelitian tersebut 1 jembatan masuk kategori kritis dan 3 jembatan berkategori rusak berat, untuk kemudian diajukan skala prioritas penanganan dan rehabilitasinya. Selain itu ada juga penilaian kondisi jembatan dengan metode NYSDOT (studi kasus 3 jembatan di Kota Kendari) yang dilakukan oleh Marsuki M dkk, 2009. Dalam penelitian tersebut dibandingkan antara penentuan prioritas penanganan dengan metode NYSDOT dan metode menggunakan AHP. Kesimpulan yang diambil metode NYSDOT sama dengan menggunakan AHP yaitu dari ketiga jembatan yang ditinjau, jembatan yang paling kritis adalah jembatan Pasar Baru, utamanya pada komponen sambungan dan permukaan jembatan. Penilaian struktur atas jembatan gelagar baja komposit pascabanjir studi kasus Jembatan Keduang Kabupaten Wonogiri dilakukan Endah Ambarwati, 2008. Metode penilaian jembatan yang digunakan adalah BMS, 1993 kemudian dibandingkan antara kapasistas ekisting dan kapasitas ijin. Berdasarkan evaluasi kondisi tersebut disarankan konsep perbaikkannya. Penelitian Dedy Hamdani, 2008 meneliti struktur bawah jembatan gelagar baja komposit pascabanjir studi kasus Jembatan Keduang Kabupaten Wonogiri. Pada studi tersebut dilakukan analisis hidrologi dan dengan bantuan software HEC-RAS
6
7
dimodelkan akibat banjir terhadap struktur bawah jembatan. Kemudian dianalisis kapasitas struktur pilar, stabilitas pondasi dan scouring yang terjadi. Berdasarkan pemodelan dan analisis tersebut disarankan konsep alternatif perbaikkan. Studi mengenai metode penilaian jembatan dengan pedekatan FCM diantaranya dilakukan oleh Michael J. Parr, et all, 2010 yang mencoba mengajukan proposal metode penilaian jembatan dengan pendekatan FCM secara manual di Amerika Serikat untuk menentukan waktu pemeriksaan berikutnya. Proposal tersebut mengevaluasi AASHTO LRFD Bridge Design Specifications. Studi tersebut mengajukan point-point yang harus dinilai pada penilaian jembatan dengan pendekatan FCM dan selanjutnya menentukan waktu pemeriksaan berikutnya. Pointpoint yang diajukan didasarkan pada kegagalan struktur jembatan yang pernah terjadi di Amerika Serikat . Transportation Research Board juga mengajukan cara pemeriksaan dan manajemen jembatan dengan fracture critical detail. Dalam studi tersebut (Transportation Research Board, 2005) menentukan secara praktis bagaimana cara memeriksa dan mengelola jembatan dengan fracture critical detail yang dapat digunakan oleh praktisi, pengelola dan enggineer. Studi tersebut juga mencoba menjembatani perbedaan antara praktek di lapangan dengan studi literatur. Pemeriksaan fracture critical jembatan juga dilakukan oleh Minnesota Departemen of Transportation (MN/DOT) terhadap jembatan no. 9340 (Squirt Bridge) I-35W diatas Sungai Mississippi di Minneapolis Minnesota (MN/DOT, 2006). Di studi tersebut diidentifikasi kerusakan-kerusakan yang terjadi di jembatan tersebut. Kerusakan yang dominan terjadi adalah korosi dan retak pada sambungan las. Pada penelitian ini akan memodelkan Jembatan Bandar dengan menggunakan SAP2000 kemudian dikategorikan batang mana saja yang termasuk FCM. Hasil pemodelan akan digunakan untuk menganalisis batang FCM. Metode penilaian FCM merupakan adaptasi dari metode penilaian hasil studi Michael J. Parr, et all, 2010. Metode tersebut dilakukan penyesuaian berdasarkan kondisi umum di Indonesia. Langkah berikutnya melakukan survei kondisi dengan menggunakan metode BMS 1993 dan metode penilaian FCM yang diusulkan.. Kemudian dilakukan analisis kelelahan material untuk memprediksi umur jembatan dan waktu dimungkinkan
8
timbulnya retak akibat fatik . Waktu pemeriksaan selanjutnya ditentukan berdasarkan penilaian kondisi dan analisis kelelahan material. Apabila pada pemeriksaan ditemukan kerusakan/kekurangan maka akan diusulkan konsep perbaikkannya 2.2
Landasan Teori
2.2.1
Definisi Jembatan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan,
jembatan adalah jalan yang terletak di atas permukaan air dan/atau di atas permukaan tanah, sedangkan terowongan adalah jalan yang terletak di dalam tanah dan/atau di dalam air. Tipe konstruksi jembatan yang dikenal di Indonesia terdiri atas lima tipe, jembatan yaitu: 1. jembatan balok (beam), 2. jembatan kantilever (cantilever), 3. jembatan pelengkung (arc), 4. jembatan gantung (cable), dan 5. jembatan rangka (truss). Jembatan Callender Hamilton (CH) adalah jembatan rangka baja yang dibuat oleh Balfour Beatty Ltd, Power Transmission Division yang beralamat di 7 Mayday Road Thornton Heath, Surrey, Inggris yang merupakan patent dari Mr. Callender dan Mr. Hamilton. (Dirjen Bina Marga, 2008) 2.2.2
Jembatan Callender Hamilton Menurut Pedoman No. 013/BM/2008 Spesifikasi Jembatan CH adalah
sebagai berikut : 2.2.2.1 1.
Pembebanan
Beban pada lantai kendaraan dan beban pada struktur rangka baja. Adapun beban-beban yang dipergunakan adalah. -
BINA MARGA
: No. 12/1970
-
P. J. K. A.
: AVBP 1932
-
AASHTO (Amerika Serikat) : HS – 44
9
2.
-
Pembebanan H.A. (Inggris)
-
Dan lain-lain pembebanan
: BS-5400
Lebar lantai kendaraan dan trotoarnya yang dapat dijadikan acuan kelas pembebanan Bina Marga adalah : -
Jembatan Kelas C : Lajur Tunggal = 3,50 m + trotoar 0,25 tiap sisi. Muatan lantai 100% dan muatan rangka 70%.
-
Jembatan Kelas B : Lajur Ganda = 5,50 s/d 6,0 m + trotoar 0,50 m tiap sisi. Muatan lantai 100% dan muatan rangka 70%.
-
Jembatan Kelas A : Lajur Ganda = 7,00 m + trotoar 1,00 tiap sisi. Muatan lantai dan rangka 100%
2.2.2.2
Tipe Jembatan Callender Hamilton.
Adapun tipe jembatan CH yang telah terpasang di Indonesia adalah : 1. Through Type -
Tipe B 10 Panjang tiap panel = 3,048 meter, Tinggi panel = 3,048 meter
-
Tipe B 15 Panjang tiap panel = 4,572 meter, Tinggi panel = 4,572 meter
2. Deck Type, Tipe B Deck : Panjang tiap panel = 3,048 meter, Tinggi panel = 3,366 meter Jembatan CH menggunakan rangka tipe Warren, merupakan jembatan statis tertentu di atas perletakan sendi dengan bentang maksimum 120 m. Jembatan CH yang digunakan oleh Ditjen Bina Marga dapat berupa jembatan dengan struktur rangka yang berada di samping sistem pelat lantai atau yang lebih dikenal dengan sistem Through Type, dan jembatan dengan struktur rangka yang berada di bagian bawah pelat lantai atau yang lebih dikenal dengan sistem Deck Type. Bentuk dari kedua tipe jembatan ini dalam bentuk penampang melintang maupun penampang memanjang diperlihatkan pada Gambar 2.01.
10
Gambar 2.01 Tampak Depan Tipikal Jembatan CH (Pedoman 013/BM/2008). 2.2.2.3
Konsep/Filosofi Jembatan Pada Jembatan CH pemakaian baja digunakan seefesien mungkin karena
rangka-rangka batang terdiri dari profil susun baja siku dimana pemakaian profil susun tersebut dipakai sesuai dengan gaya-gaya yang bekerja. Profil susun untuk satu batang dapat terdiri dari satu, dua, tiga atau maximum empat baja siku, yang ditentukan sesuai dengan "Capacity Table For Angle Steel Make Up". Gelagar melintang memakai profil baja WF (Wide Flange), dan Universal Beam. Karakteristik Jembatan CH adalah batang-batang atas, bawah dan diagonal memakai baja siku dengan profil tipikal: 1. Tipe B 10 memakai baja siku 100.100.10, 2. Tipe B 15 memakai baja siku 150.150.10, 3. Tipe D 5 terdiri dari besi kanal dan batang bawah besi siku. Sistem sambungan memakai sambungan baut sedangkan sambungan dengan sistem las sangat sedikit dipergunakan.
11
2.2.2.4
Bahan Jembatan Spesifikasi bahan baja siku primer adalah sesuai dengan British Standard
(BS) 4360, grade 55 C, sedangkan baja siku sekunder (ikatan angin) dan gelagar melintang, plat buhul/penyambung dipakai baja grade 50 B. Bahan baja lainnya memakai grade 43 A. Adapun tegangan tarik ijinnya adalah : 1) Gelagar Induk memakai Grade 55C. Tegangan leleh = 430 N/mm2. 2) Gelagar memanjang/melintang memakai Grade 50B. Tegangan leleh = 350 N/mm2. 3) Batang-batang sekunder memakai Grade 43A. Tegangan leleh = 250 N/mm2. 2.2.3
Pemeriksaan Jembatan Menurut Bridge Management System Panduan Pemeriksaan Jembatan, 1993
pemeriksaan jembatan mempunyai beberapa tujuan yang spesifik yaitu: 1) Memeriksa keamanan jembatan pada waktu jembatan masih berfungsi; 2) Mencegah terjadinya penutupan lalu lintas pada jembatan; 3) Mendata kondisi jembatan pada saat itu; 4) Menyiapkan
feedback
untuk
personil
perencanaan,
pelaksanaan
dan
pemeliharaan; 5) Memeriksa pengaruh akibat beban kendaraan dan jumlah kendaraan; 6) Memantau keadaan jembatan dalam jangka waktu yang lama; dan 7) Menyediakan informasi rating pembebanan jembatan. Pemeriksaan jembatan di Indonesia dilaksanakan di bawah Sistem Manajemen Jembatan
atau Bridge Management System (BMS). BMS tersebut
diterbitkan pada Maret 1993 atas kerjasama antara Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia dan Australian International Development Assistance Bureau. 2.2.4
Pembebanan pada Jembatan Merencanakan suatu jembatan harus digunakan suatu standar beban yang
terjadi pada jembatan tersebut. Di Indonesia peraturan/standar pembebanan untuk
12
jembatan mengacu pada SNI T-02-2005 tentang standar pembebanan untuk jembatan. Berdasarkan SNI T-02-2005, pembagian aksi-aksi (beban, perpindahan dan pengaruh lainnya) menurut sumbernya dikelompokan atas: aksi tetap, beban lalu lintas, aksi lingkungan dan aksi-aksi lainnya. Aksi-aksi tersebut masing dibagi lagi menurut lamanya aksi tersebut bekerja menjadi dua yaitu: aksi tetap dan aksi transien. 2.2.4.1
Aksi dan beban tetap. Aksi tetap adalah aksi yang bekerja sepanjang waktu dan merupakan beban
yang secara tetap dipikul oleh jembatan. Menurut Peraturan Strandar Pembebanan untuk Jembatan (SNI T-02-2005), pembebanan akibat aksi tetap terdiri dari: a. Berat Sendiri Berat sendiri adalah berat dari bagian jembatan dan elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya. Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa dikalikan dengan percepatan gravitasi (g).
Percepatan gravitasi yang digunakan
dalam SNI T-02-2005 adalah 9,8 m/dt2. Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk berbagai macam bahan diberikan dalam Tabel 2.01. Faktor beban berat sendiri ditentukan pada Tabel 2.02. Tabel 2.01 Berat Isi untuk Beban Mati (SNI T-02-2005) No.
Bahan
Berat/Satuan Isi (kN/m3)
Kerapatan Masa (kg/m3)
1
Besi tuang
71.0
7200
2
Aspal beton
22.0
2240
3
Beton bertulang
23.5-25.5
2400-2600
4
Batu pasangan
23.5
2400
5
Baja
77.0
7850
6
Batu pasangan
23,5
2400
7
Air murni
9.8
1000
13
Tabel 2.02 Faktor Beban Berat Sendiri (SNI T-02-2005) FAKTOR BEBAN JANGKA WAKTU
Tetap
b.
KUMS
KSMS Baja, aluminium
1,0
Beton pracetak
1,0
Beton dicor ditempat
1,0
Kayu
1,0
Biasa
Terkurangi
1,1
0,9
1,2
0,85
1,3
0,75
1,4
0,7
Berat Mati Tambahan Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu
beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Beban mati tambahan yang sering ada di jembatan adalah lapis tambahan (overlay) perkerasan jalan. Beban mati tambahan yang lain dapat juga berupa alat pelengkap dan sarana umum semisal pipa air bersih, jaringan kabel dan sebagainya. Faktor beban berat mati tambahan pada Tabel 2.03. Tabel 2.03 Faktor Beban Mati Tambahan (SNI T-02-2005) FAKTOR BEBAN
JANGKA WAKTU
Tetap
KUMA
S
K
MA
Biasa
Terkurangi
Keadaan umum
1,0 (1)
2,0
0,7
Keadaan khusus
1,0
1,4
0,8
CATATAN (1): Faktor beban daya layan 1,3 digunakan untuk berat utilitas
2.2.4.2
Beban lalu lintas Beban lalu lintas adalah seluruh beban hidup, arah vertikal dan horisontal,
akibat kendaraan pada jembatan termasuk hubungannya dengan pengaruh dinamis, tetapi tidak termasuk akibat tumbukan. Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan beban truk "T". Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan
14
menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk "T" diterapkan per lajur lalu lintas rencana. Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan. Menurut SNI T-02-2005 lebar lajur lalu lintas dalam menentukan beban lalu lintas ditentukan selebar 2,75 m. Jumlah maksimum lajur lalu-lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan ditampilkan dalam Tabel 2.04. Tabel 2.04 Jumlah Lajur Lalu-Lintas Rencana (SNI T-02-2005) Tipe Jembatan (1)
Lebar Jalur Kendaraan (m) (2)
Jumlah Lajur Lalu-lintas Rencana (nl)
Satu lajur
4,0 - 5,0
1
5,5 - 8,25
2 (3)
11,3 - 15,0
4
8,25 - 11,25
3
11,3 - 15,0
4
15,1 - 18,75
5
18,8 - 22,5
6
Dua arah, tanpa median
Banyak arah
CATATAN 1 Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu-lintas rencana harus ditentukan oleh Instansi yang berwenang. CATATAN 2 Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dengan median untuk banyak arah. CATATAN 3 Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan adalah 6.0 m. Lebar jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah-olah memungkinkan untuk menyalip.
A. Beban Lajur “D” Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang
15
sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri (Tabel 2.04). Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar 2.02.
Gambar 2.02 Beban Lajur “D” (SNI T-02-2005) 1) Beban Terbagi Rata (BTR) Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani (L). SNI T-02-2005 merumuskan BTR seperti berikut: L 30 m : q = 9,0 kPa
L > 30 m : q = 8,0 0,5
(2.01)
15 kPa L
(2.02)
dengan pengertian: q L
= intensitas beban BTR, = panjang total jembatan yang dibebani.
2) Beban Garis Terpusat (BGT) Beban garis terpusat (BGT) mempunyai dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu-lintas pada jembatan. SNI T-02-2005 menentukan besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m. Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya. Penyebaran beban "D" pada arah melintang harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen maksimum. Penyusunan
16
komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D" pada arah melintang harus sama. Penempatan beban “D” SNI T-02-2005 mempunyai ketentuan sebagai berikut: a.
Apabila lebar jalur (Lj) ≤ 5,5 m, maka beban "D" harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100%.
b.
Apabila Lj ≥ 5,5 m, beban "D" harus ditempatkan pada jumlah lajur lalu-lintas rencana (n1) yang berdekatan (Tabel 2.04), dengan intensitas 100%. Hasilnya adalah beban garis ekuivalen sebesar n1 x 2,75 q kN/m dan beban terpusat ekuivalen sebesar n1 x 2,75 p kN, kedua-duanya bekerja berupa strip pada jalur selebar n1 x 2,75 m.
c.
Lajur lalu-lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada jalur jembatan. Beban "D" tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50%. Susunan pembebanan ini dapat dilihat pada Gambar 2.03.
d.
Luas jalur yang ditempati median harus dianggap bagian jalur dan dibebani dengan beban yang sesuai, kecuali apabila median tersebut terbuat dari penghalang lalu lintas yang tetap
Gambar 2.03 Penyebaran Pembebanan ”D” Arah Melintang ( SNI T-02-2005) B. Pembebanan truk “T” SNI T-02-2005 menentukan pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam Gambar 2.04. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
17
Gambar 2.04 Pembebanan Truk “T” (SNI T-02-2005) C. Faktor beban dinamis Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya FBD tergantung kepada frekuensi dasar dari suspensi kendaraan, biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lentur jembatan., FBD dinyatakan sebagai beban statis ekuivalen untuk perencanaan (SNI T-02-2005). Pada pembebanan "D": FBD merupakan fungsi dari panjang bentang ekuivalen seperti tercantum dalam Gambar 2.05. Pada bentang tunggal panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Pada bentang menerus panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus: =√
LE
(2.03)
dengan pengertian : LE Lav
: :
Lmax
:
panjang efektif, panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambungkan secara menerus, panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang disambung secara menerus.
Pada pembebanan truk "T": FBD diambil 30% untuk seluruh bagian bangunan yang berada diatas permukaan tanah. Untuk bagian bangunan bawah dan
18
fondasi yang berada dibawah garis permukaan, harga FBD pada kedalaman 2 m diambil 10% sedangkan pada kedalaman nol meter diambil 40%. Interpolasi linier dapat dilakukan untuk kedalaman antara. Harga FBD yang digunakan untuk kedalaman yang dipilih harus diterapkan untuk bangunan seutuhnya.
Gambar 2.05 Faktor Beban Dinamis untuk BGT dan Pembebanan Lajur ”D” (SNI T-02-2005) D. Gaya rem SNI T-02-2005 menentukan pengaruh gaya rem diperhitungkan senilai dengan 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan. Faktor beban akibat gaya rem menurut SNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 2,0 pada daya ultimit. E. Pembebanan untuk Pejalan Kaki SNI T-02-2005 menentukan semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa. Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang dibebani seperti pada Gambar 2.06. Faktor beban akibat beban pejalan kaki menurut SNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 2,0 pada daya ultimit.
19
Gambar 2.06 Pembebanan untuk Pejalan Kaki (SNI T-02-2005) 2.2.4.3
Aksi lingkungan Aksi lingkunag adalah pengaruh yang timbul akibat temperatur, angin, aliran
air, gempa dan penyebab-penyebab alamiah lainnya. A. Pengaruh temperatur/suhu Kondisi temperatur/suhu sangat berpengaruh pada beban yang bekerja pada jembatan karena akan berpengaruh pada kembang-susut material jembatan. SNI T-02-2005 menentukan temperatur jembatan rata-rata nominal untuk berbagai tipe
bangunan atas sesuai Tabel 2.05 dan sifat bahan rata-rata akibat pengaruh
temperatur sesuai Tabel 2.06. Tabel 2.05 Temperatur Jembatan Rata-rata Nominal (SNI T-02-2005) Temperatur Jembatan
Temperatur Jembatan
Rata-rata Minimum
Rata-rata Maksimum
Lantai beton di atas gelagar atau boks beton.
15C
40C
Lantai beton di atas gelagar, boks atau rangka baja.
15C
40C
Lantai pelat baja di atas gelagar, boks atau rangka baja.
15C
45C
Tipe Bangunan Atas
CATATAN :
Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5°C untuk lokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas permukaan laut.
20
Tabel 2.06 Sifat Bahan Rata-rata Akibat Pengaruh Temperatur (SNI T-02-2005) Koefisien Perpanjangan
Modulus Elastisitas
Akibat Suhu (α)
MPa
12 x 10-6 per C
200.000
Kuat tekan <30 MPa
10 x 10-6 per C
25.000
Kuat tekan >30 MPa
11 x 10-6 per C
34.000
Aluminium
24 x 10-6 per C
70.000
Bahan Baja Beton:
Variasi temperatur di dalam bangunan atas jembatan atau perbedaan temperatur disebabkan oleh pemanasan langsung dari sinar matahari pada waktu siang di bagian atas permukaan lantai dan pelepasan kembali radiasi dari seluruh permukaan jembatan pada waktu malam. Gradien temperatur nominal arah vertikal untuk berbagai tipe bangunan atas diberikan dalam Gambar 2.07. Faktor beban akibat pengaruh temperatur menurut SNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 1,2 pada daya ultimit normal dan 0,8 daya ultimit terkurangi B. Beban Angin Kondisi angin pada suatu tempat merupakan beban yang akan bekerja pada struktur jembatan tertentu dan menjadi faktor yang diperhitungkan pada rencana pembebanan. Faktor beban akibat beban angin menurut SNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 1,2 pada daya ultimit. Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin menurut SNI T-02-2005 direncana seperti berikut: TEW
=
0,0006 Cw (Vw)2 Ab
[ kN ]
(2.04)
dengan pengertian : VW
=
CW Ab
= =
kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau (Tabel 2.07), koefisien seret (Tabel 2.08), luas koefisien bagian samping jembatan (m2).
21
. Gambar 2.07 Gradien Perbedaan Temperatur (SNI T-02-2005) Luas ekuivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas ekivalen ini sebesar 30% dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian terluar Jika kendaraan melewati jembatan maka akan bekerja garis merata dengan arah horisontal di permukaan lantai. Menurut SNI T-02-2005 besar kecepatan angin
22
rencana (VW) pada kondisi tersebut ditentukan dengan persamaan sebagai berikut: TEW
=
0,0012 Cw (Vw)2 Ab [ kN ]
(2.05)
dengan pengertian : VW
=
CW
=
kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau (Tabel 3.10), koefisien seret = 1,2.
Tabel 2.07 Kecepatan Angin Rencana (SNI T-02-2005) Lokasi Keadaan Batas Sampai 5 km dari pantai
> 5 km dari pantai
Daya layan
30 m/s
25 m/s
Ultimit
35 m/s
30 m/s
Tabel 2.08 Koefisien Seret (SNI T-02-2005) Tipe Jembatan
CW
Bangunan atas masif: (1), (2) b/d = 1.0 b/d = 2.0 b/d 6.0 Bangunan atas rangka
2.1 (3) 1.5 (3) 1.25 (3) 1.2
CATATAN 1 b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran. d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif. CATATAN 2 Untuk harga antara dari b / d bisa diinterpolasi linier. CATATAN 3 Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan sebesar 3% untuk setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum 2,5%.
2.2.5
Kombinasi Pembebanan pada Jembatan Kombinasi beban umumnya didasarkan kepada beberapa kemungkinan tipe
yang berbeda dari aksi yang bekerja secara bersamaan. Aksi rencana ditentukan dari aksi nominal, yaitu dengan mengalikan aksi nominal dengan faktor beban. Seluruh pengaruh aksi rencana harus mengambil faktor beban yang sama, apakah itu biasa
23
atau terkurangi. Disini keadaan paling berbahaya (maksimum) harus dijadikan acuan dalam perencanaan pembebanan. Kombinasi pembebanan didasarkan pada batas daya layan dan batas daya ultimit. Batas daya layan adalah kemampuan material elemen struktur menahan beban yang bekerja. Batas daya ultimit adalah kemampuan material elemen struktur menahan beban dengan mengalikannya dengan faktor beban sehingga tegangan pada meterial setara dengan tegangan leleh. 2.2.5.1
Kombinasi pada Keadaan Batas Daya Layan Kombinasi pada keadaan batas daya layan primer terdiri dari jumlah
pengaruh aksi tetap dengan satu aksi transien. Pada keadaan batas daya layan, lebih dari satu aksi transien bisa terjadi secara bersamaan, seperti diberikan dalam Tabel 2.09 Kombinasi Beban untuk Keadaan Batas Daya Layan (SNI T-02-2005) Aksi tetap
Kombinasi primer
+
satu aksi transien (1),(2)
Kombinasi sekunder
Kombinasi primer + 0,7 (satu aksi transien lainnya)
Kombinasi tersier
Kombinasi primer + 0,5 (dua atau lebih aksi transien)
CATATAN 1 Beban lajur "D" yaitu TTD atau beban truk "T" yaitu TTT diperlukan untuk membangkitkan gaya rem TTB dan gaya sentrifugal TTR pada jembatan. Tidak ada faktor pengurangan yang harus digunakan apabila TTB atau TTR terjadi dalam kombinasi dengan TTD atau TTT sebagai kombinasi primer. CATATAN 2 Gesekan pada perletakan TBF bisa terjadi bersamaan dengan pengaruh temperatur TET dan harus dianggap sebagai satu aksi untuk kombinasi beban.
2.2.5.2
Kombinasi pada Keadaan Batas Ultimit Kombinasi pada keadaan batas ultimit terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap
dengan satu pengaruh transien. Gaya rem atau gaya sentrifugal bisa digabungkan dengan pembebanan lajur "D" yaitu TTD atau pembebanan truk "T" yaitu TTT. Gesekan pada perletakan TBF dan pengaruh temperatur TET bisa juga digabungkan. Pada keadaan batas ultimit, tidak diadakan aksi transien lain untuk kombinasi dengan aksi gempa. Kombinasi pembebanan pada batas daya layan dan batas ultimit ditunjukkan pada Tabel 2.10.
24
Tabel 2.10 Kombinasi Beban Umum pada Batas Daya Kelayanan dan Ultimit (SNI T-02-2005) Kelayanan
Aksi
Ket
1
2
3
4
5
6
x
x
x
x
x
x
Beban lajur “D“ atau beban truk “T”
x
o
o
o
o
Gaya rem atau gaya sentrifugal
x
o
o
o
o
x
o
o
o
o
o
x
o
Aksi Permanen : Berat sendiri
(4)
Beban mati tambahan Aksi Transien :
Beban pejalan kaki Pengaruh suhu
x o
o
Beban angin “x” berarti beban yang selalu aktip “o” berarti beban yang boleh dikombinasi dengan beban aktif, tunggal atau seperti ditunjukkan.
(5)
(6)
(1) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif “x” KBL + 1 beban “o” KBL (2) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif “x” KBL + 1 beban “o” KBL + 0,7 beban “o” KBL (3) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif“x” KBL + 1 beban “o” KBL + 0,5 beban “o” KBL + 0,5 beban “o” KBL Ultimit
Aksi
Ket
1
2
3
4
5
6
x
x
x
x
x
x
Beban lajur “D“ atau beban truk “T”
x
o
o
o
o
Gaya rem atau gaya sentrifugal
x
o
o
o
o
o
o
o
x
o
Aksi Permanen : Berat sendiri
(4)
Beban mati tambahan Aksi Transien :
Beban pejalan kaki Pengaruh suhu Beban angin
(5)
x o
o
(6)
25
Lanjutan Tabel 2.10 “X” berarti beban yang selalu aktip Aksi permanen “x” KBU + beban aktif “O” berarti beban yang boleh “x” KBU + 1 beban “o” KBL dikombinasi dengan beban aktif, tunggal atau seperti ditunjukkan. CATATAN 1 Perencana harus bisa mengenali dan memperhitungkan tiap kombinasi beban yang tidak tercantum dalam tabel untuk mana jembatan-jembatan tertentu mungkin menjadi kritis. Untuk masing-masing kombinasi beban, seluruh aksi yang wajar terjadi bersamaan sudah dimasukkan. Disamping itu perencana harus menghitung pengaruh pada kombinasi beban akibat tidak memasukkan salah satu aksi yang memberi kontribusi dengan catatan aksi tersebut secara wajar bisa diabaikan. CATATAN 2 Dalam keadaan batas daya layan pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda X untuk kombinasi tertentu dimasukkan dengan faktor beban daya layan penuh. Butir dengan tanda o dimasukkan dengan faktor beban daya layan yang sudah diturunkan harganya. CATATAN 3 Dalam keadaan batas ultimit pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda X untuk kombinasi tertentu dimasukkan dengan faktor beban ultimit penuh. Butir dengan tanda o dimasukkan dengan harga yang sudah diturunkan yang besarnya sama dengan beban daya layan. CATATAN 4 Beberapa aksi tetap bisa berubah menurut waktu secara perlahan-lahan. Kombinasi beban untuk aksi demikian harus dihitung dengan harga rencana maksimum dan minimum untuk menentukan pengaruh yang paling berbahaya. CATATAN 5 Tingkat keadaan batas dari gaya sentrifugal dan gaya rem tidak terjadi secara bersamaan untuk faktor beban ultimit terkurangi untuk beban lalu-lintas vertikal dalam kombinasi dengan gaya rem. CATATAN 6 Pengaruh temperatur termasuk pengaruh perbedaan temperatur di dalam jembatan, dan pengaruh perubahan temperatur pada seluruh jembatan. Gesekan pada perletakan sangat erat kaitannya dengan pengaruh temperatur akan tetapi arah aksi dari gesekan pada perletakan akan berubah, tergantung kepada arah pergerakan dari perletakan atau dengan kata lain, apakah temperatur itu naik atau turun. Pengaruh temperatur tidak mungkin kritis pada keadaan batas ultimit kecuali bersamaan dengan aksi lainnya. Dengan demikian temperatur hanya ditinjau sebagai kontribusi pada tingkat daya layan. CATATAN 7 Gesekan pada perletakan harus ditinjau bila sewaktu-waktu aski lainnya memberikan pengaruh yang cenderung menyebabkan gerakan arah horisontal pada perletakan tersebut. CATATAN 8 Semua pengaruh dari air dapat dimasukkan bersama-sama CATATAN 9 Pengaruh gempa hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit. CATATAN 10 Beban tumbukan mungkin merupakan beban daya layan atau beban ultimit. CATATAN 11 Pengaruh getaran hanya digunakan dalam keadaan batas daya layan.
2.2.6
Fracture Critical Member FHWA, 2006 mendefinisikanFracture Critical Member (FCM) adalah
komponen jembatan baja dengan tegangan tarik atau komponen yang mempunyai bagian yang bertegangan tarik, yang mana kegagalan batang tersebut akan menyebabkan keruntuhan sebagian atau keseluruhan jembatan tersebut.
26
Menurut FHWA, 2006 suatu batang dikatakan FCM haruslah memenuhi dua kriteria yaitu : 1.
Komponen tersebut merupakan komponen tarik atau komponen yang memungkinkan ada bagian yang bertegangan tarik. Elemen tersebut meliputi : a. Komponen bertegangan tarik (axial tension), b. Komponen bertegangan tekan (axial compression) bila memungkinkan adanya efek tekuk, c. Komponen bertegangan geser (shear), d. Komponen balok (flexure), e. Komponen torsi (torsion).
2.
Batang tersebut apabila runtuh akan mengakibatkan keruntuhan sebagian atau keseluruhan jembatan. Daerah kritis tersebut dikenali melalui redundancy komponen yang bersangkutan. Evaluasi FCM digunakan untuk mengindentifikasi dan mengelompokan
jembatan dengan FCM. Analisa struktur dengan mempertimbangkan beberapa faktor digunakan untuk menentukan derajat kekritisan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekritisan batang FCM menurut FHWA, 1986 adalah sebagai berikut: 1.
Derajat redudansi,
2.
Tegangan batang akibat beban hidup,
3.
Kerawanan material untuk retak atau patah,
4.
Kondisi spesifik batang FCM,
5.
Detil desain fatik batang FCM, dan
6.
Riwayat dan prediksi jumlah dan berat beban.
2.2.7
Redundancy FHWA, 2006 mendefinisikan Redundancy sebagai kondisi struktur dimana
lebih banyak komponen pendukung dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk stabilitas. Komponen ber-redundancy berarti komponen tersebut apabila terjadi keruntuhan beban yang ditanggungnya masih dapat disalurkan kepada komponen yang lain. Komponen yang menerima beban peralihan tersebut, untuk sementara waktu, mampu menahannya guna mencegah jembatan runtuh.
27
Redundancy secara garis besar dibagi menjadi 3 yaitu : a.
Redundancy jalur beban (load path redundancy)
b.
Redundancy struktural (structural redundancy)
c.
Redundancy internal
a. Redundancy jalur beban (load path redundancy) Beberapa jembatan didesain dengan tiga atau lebih komponen yang menyalurkan beban hal tersebut dinamakan Redundancy Jalur beban. Apabila satu komponen runtuh maka beban akan disalurkan pada komponen pendukung yang lain. Contoh dari Redundancy Jalur beban adalah jembatan dengan banyak balok girder seperti yang terlihat pada Gambar 2.08.
Gambar 2.08 Jembatan dengan Banyak Balok Girder (FHWA, 2006) b. Redundancy Struktural (structural redundancy) Jembatan yang didesain dengan menyediakan kesinambungan alur beban dari bentang
ke bentang disebut
Redundancy Struktural. Jembatan dengan bentang
menerus yang tersusun tiga atau lebih bentang terlihat pada Gambar 2.09. Tidak semua jembatan dengan konstruksi tersebut dapat disebut Redundancy Struktural. Penentuannya harus dengan bantuan model struktur. Bentang ujung pada jembatan redundancy struktural tidak termasuk kategori tersebut.
28
Gambar 2.09 Jembatan dengan Bentang Menerus (FHWA, 2006) c. Redundancy internal Komponen redundancy internal terdapat pada jembatan yang mempunyai tiga atau lebih komponen diikat/menyatu sehingga banyak jalur beban yang terbentuk. Contoh dari redundancy internal seperti diperlihatkan pada Gambar 2.10 dan 2.11
Gambar 2.10 Internal Redundancy pada Besi Profil I yang Dikeling (FHWA, 2006)
Gambar 2.11 Internal Redundancy pada Besi Profil Kotak yang Dikeling (FHWA, 2006)
29
2.2.8
Mekanisme Kegagalan FHWA, 2006 mendefiniskan Mekanisme kegagalan sebagai proses kegagalan
ketika suatu komponen mengalami kelelahan (fatique).
Menurut FHWA, 2006
mekanisme kegagalan suatu mempunyai tiga tahapan, yaitu : 1.
Timbulnya retak Retak pada umumnya timbul dari suatu titik dimana tegangan terkonsentrasi.
Keadaan yang paling kritis yang dapat menimbulkan retak adalah kombinas beban sebagai berikut : a.
Tegangan tinggi yang terkonsentrasi pada sayap (High stress concentrations due to flaws).
b.
Tegangan tinggi yang terkonsentrasi pada detil sambungan (High stress concentrations due to connection details).
c.
Tegangan tinggi yang terkonsentrasi gangguan pada puntir (High stress concentrations due to out-of-plane distortions).
2.
Meluasnya retak Sesudah retak timbul dan terdapat tegangan yang berulang maka keretakan
akan semakin meluas. Sejalan dengan waktu keretakan akan semakin meluasnya dan mencapai ukuran kritis sehingga memungkinkan komponen tersebut patah. 3.
Patah Ketika luas retakan mencapai ukuran kritis dan komponen tersebut patah
menjadi dua bagian. Patahnya komponen FCM akan menyebabkan sebagian atau keseluruhan struktur menjadi runtuh. 2.2.9
Analisa Kelelahan Material SNI T 03-2005 mensyaratkan pada sebuah siklus tegangan, besarnya
tegangan rencana tidak boleh melebihi fy dan batas variasi tegangan tidak boleh melebihi 1,5 fy. SNI T 03-2005 menggambarkan grafik hubungan S-N untuk tegangan biasa pada beberapa kategori detil seperti pada Gambar 2.12. kategori detil struktur dibagi menjadi 4 kelompok. Pengelompokan tersebut terdiri atas: 1.
Kelompok 1 – Detil tanpa las bahan polos dan pelat yang dibaut
2.
Kelompok 2 – Detil las – bukan penampang berongga
30
3.
Kelompok 3 – Detil las - penampang berongga
4.
Kelompok 4 – Baut.
Masing-masing kelompok tersebut masih dibagi lagi menjadi beberapa detil.
Gambar 2.12 Kurva Hubung S-N (SKSNI T 03-2005) Pada Gambar 2.12 digambarkan batas fatik variasi tegangan tetap, batas untuk tidak fatik dan kekuatan fatik. Penilaian fatik tidak diperlukan untuk unsur, sambungan atau detil apabila rencana batas variasi tegangan normal dan geser f* memenuhi: f*
<
26 Mpa
(2.06)
atau bila jumlah siklus tegangan Nsc memenuhi: nsc
<
2 x 106 ( ) Mpa
(2.07)
31
dimana: f* nsc
= =
batas variasi tegangan rencana, jumlah siklus tegangan.
Kekuatan fatik yang belum dikoreksi ff, untuk tiap kategori detil fm yang memikul tegangan normal ditentukan oleh Rumus 2.08 dan 2.09 sebagai berikut: f 3f
=
2 x 106 (
)
jika nsc ≤ 5 x 106
(2.08)
f 5f
=
1 x 108 (
)
jika 5 x 106 < nsc ≤ 106
(2.09)
dimana: f1 , f3 , f5
= nilai yang diberikan Gambar 2.12 untuk tiap kategori detil,
nsc
jumlah siklus tegangan.
=
Batas variasi tegangan rencana f * pada tiap titik struktur yang hanya memikul siklus batas variasi tegangan tetap harus memenuhi Rumus 2.10. (
)
( )
≤
1,0
(2.10)
dimana: nsc nr f* fc s
= = = = = =
jumlah siklus tegangan, junlah siklus tegangan fc, batas variasi tegangan rencana, batas kekuatan fatik yang direduksi, faktor reduksi kekuatan fatik (bernilai 1,0 atau 0,7), nilai yang diberikan pada Gambar 2.12.
Nilai faktor reduksi () mempunyai nilai 1,0 dengan syarat kondisi rencana sebagai berikut: a.
Detil terletak pada jalur beban yang tidak perlu.
b.
Riwayat tegangan diperkirakan secara konvensional
c.
Detil memberikan informasi yang baik untuk pelaksanaan pemeriksaan yang teratur. Apabila syarat kondisi tersebut tidak terpenuhi maka faktor reduksi () mempunyai nilai 0,70.
32
Akumulasi kerusakan fatik suatu struktur ditentukan dengan Rumus : ∑ nsc nr
≤ 1,00 = = =
(2.11)
akumulasi kerusakan fatik, jumlah siklus tegangan, junlah siklus tegangan rencana.
Fisher, et all, 1970 dalam Hsin-Yang Chung, et all, 2003 menyatakan bahwa pemeriksaan
selanjutnya disarankan dilaksanakan
ketika struktur mempunyai
akumulasi kerusakan fatik 75%. Pada saat itu dimungkinkan telah adanya retak pertama akibat fatik. Jadi jangka waktu pemeriksaan selanjutnya disarankan ketika : ∑
= 0,75
(2.12)
dimana: nsc nr .
= = =
akumulasi kerusakan fatik, jumlah siklus tegangan, junlah siklus tegangan rencana.
Pendapat lain mengenai kemungkinan terjadinya retak ialah ketika akumulasi fatik mencapai 0,8 dimungkinkan terjadi retak pada Jembatan Baja, pemeriksaan lapangan dan analisa detail kritis sangat diperlukan (Radu Bancilia, et all, 2004).
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Jembatan Bandar Kota Kediri Jembatan Bandar Kota Kediri merupakan salah satu diantara 4 jembatan
Umum dan 1 Jembatan diatas Bendung Gerak yang ada di Kabupaten dan Kota Kediri. Empat jembatan tersebut adalah Jembatan Pabrik Gula Mrican (rusak dan ditutup total), Jembatan Lama (hanya untuk kendaraan ringan), Jembatan Bandar dan Jembatan Semampir. Hanya Jembatan Bandar dan Semampir yang dapat dilalui kendaraan berat. Jembatan Bandar merupakan jembatan rangka baja tipe Callendar Hamilton dan dibangun tahun 1973. Kondisi Jembatan yang tidak terlindungi, mengakibatkan terkena paparan cuaca dan hujan. Usianya yang lebih dari 38 tahun memungkinkan terjadinya penurunanan kondisi. Jembatan Bandar terletak 100 meter didekat perempatan Jalan Panglima Sudirman, Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Brigjen Katamso dan Jalan Bandar Ngalim. Posisi perempatan tersebut berada di dekat Alun-Alun, Masjid Agung, pertokoan (Dhoho Plaza, Top FO) dan perkantoran (Pemkab Kediri). Kondisi tersebut menjadikan lalu lintas disekitarnya padat dan terkadang macet sampai dengan diatas jembatan. Peta dan kondisi lalu lintas di Jembatan Bandar dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan 3.2. Data umum Jembatan Bandar adalah sebagai berikut: a.
Nama
: Jembatan Bandar Kota Kediri.
b.
Lokasi
: Jalan Bandar Ngalim Desa Bandar Kidul Kecamatan Bandar Kota Kediri.
c.
Pengelola
: SNVT Pelaksana Jalan Nasional Wilayah I Jawa Timur di Kediri.
d.
Tahun Pembangunan
: 1973 (wawancara pengelola).
e.
Tipe
: Rangka Baja Callendar Hamilton.
f.
Pemeliharaan terakhir
: 2007.
33
34
Gambar 3.01 Peta Sekitar Jembatan Bandar
Gambar 3.02 Kondisi Lalu Lintas di Jembatan Bandar.
35
3.2
Instrumen Penelitian Peralatan-peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
a. Meteran. Alat ini digunakan untuk mengukur dimensi jembatan misalnya bentang jembatan, panjang batang, jarak antar batang dsb. b. Jangka Sorong Milimeter. Alat ini digunakan untuk mengukur dimensi bagian jembatan yang sifatnya sangat detil misalnya tebal flange batang, panjang retakan dsb. c. Kamera digital. Alat ini digunakan untuk mengambil gambar (dokumentasi) kondisi kerusakan yang terjadi pada jembatan. 3.3
Langkah-Langkah Penelitian Guna mempermudah proses penelitian maka penelitian ini dibagi dalam
beberapa tahapan, yaitu: 1) tahap pengumpulan data; 2) tahap pemodelan dan analisa struktur data; 3) tahapan perumusan metode penilaian; 4) tahapan survei kondisi; 5) tahapan analisa kelelahan struktur atas jembatan; 6) tahap penilaian kondisi; 7) tahap pemilihan waktu pemeriksaan selanjutnya; 8) tahap konsep rehabilitasi. 1. Tahap Pengumpulan Data. Dalam tahapan ini meliputi kegiatan pengambilan data baik data primer maupun data sekunder. a.
Data primer, Data primer diperoleh dari survei langsung di lokasi baik berupa data visual
dan pengukuran di lapangan. Data primer tersebut adalah dimensi jembatan, b.
Data sekunder, Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait Balai Pemelihara Jalan Jawa
Timur. Data tersebut antara lain: 1) Gambar standar jembatan Callender Hamilton. 2) Peraturan terkait jembatan baja.
36
2. Tahap pemodelan dan Analisa Struktur. Dari data pengukuran dan gambar standar, dibuatlah pemodelan struktur dengan software SAP2000. Pemodelan dan analisa tersebut berguna untuk menentukan batang/komponen jembatan yang termasuk komponen FCM. Pemodelan ini mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan dan Standar Nasioanl Indoneia (SNI) T-03-2005 tentang Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan. 3. Tahap perumusan metode penilaian. Perumusan metode penilaian diadaptasi dari hasil studi dari Michael J. Park, et all, 2010. Mempertimbangkan bahwa metode tersebut dibuat di Amerika Serikat, dilakukan penyesuaian sesuai kondisi umum jembatan rangka baja di Indonesia. Selain itu pengkategorian komponen FCM hasil pemodelan juga menjadi acuan dalam perumusan penilaian kondisi jembatan studi. 4. Tahap survei kondisi Survei kondisi dilakukan untuk mendapatkan data yang diperlukan pada tahap 5 dan tahap 6. Data tersebut adalah: 1) Jumlah kendaraan berat yang lewat jembatan, 2) Jenis detil fatik, 3) Data kondisi dan kerusakan jembatan 5. Tahap Analisis Kelelahan Struktur Atas Jembatan Berdasarkan survei kondisi, data yang diperoleh digunakan untuk menghitung umur jembatan berdasarkan analisis kelelahan material. 6. Tahap Penilaian Kondisi Berdasarkan metode penilaian FCM dilakukan penilai kondisi Jembatan Bandar. Hasil dari penilaian kondisi ini untuk menentukan waktu pemeriksaan selanjutnya. 7. Tahap Pemilihan Waktu Pemeriksaan Selanjutnya. Dipilih waktu pemeriksaan selanjutnya tersingkat antara hasil analisis kelelahan material dengan hasil metode penilaian FCM. Waktu tersebut dijadikan acuan untuk pemeriksaan selanjutnya pada Jembatan Bandar.
37
8. Tahap Konsep Rehabilitasi Tahap ini dilakukan apabila dalam tahap survei dan penilaian kondisi ditemukan kondisi yang tidak memuaskan. Konsep rehabilitasi yang diusulkan sesuai dengan Pedoman Penanganan dan Pemeliharaan Jembatan Callendar Hamilton. Konsep yang diajukan tidak menyangkut pada perhitungan kekuatan yang diusulkan. Selain itu diajukan pula konsep rehabilitasi dan pemeliharaan kerusakan pada batang FCM.
38
3.4
Bagan Alir Penelitian MULAI
Studi Literatur
Data Sekunder: - Gambar Standar - Spesifikasi teknis
Data Primer: - Dimensi
SNI T-02-2005 SNI T-03-2005 PPJCH, 2008
Tahap 2: Pemodelan dan Analisa Struktur untuk menentukan Batang FCM
Michael J Par, dkk 2010
Tahap 3: Rumusan Metode Pemeriksaan Jembatan
Tahap 4: Survey Kondisi: - Jumlah Kendaraan - Detil fatik - Kondisi dan kerusakan Tahap 5: Analisa kelelahan material
Tahap 6: Penilaian Jembatan
Tahap 7: Pilih waktu pemeriksaan selanjutnya tersingkat antara Tahap 5 dan Tahap 6
PPJCH 2008
Tahap 8: Konsep Perbaikkan
Keterangan:
Selesai
FCM = Fracture Critical Member BMS = Bridge Management System SNI = Standar Nasional Indonesia PPJCH = Pemeriksaan dan Pemeliharaan Jembatan Calender Hamilton
Gambar 3.03 Bagan Alir Penelitian.
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1
Pemodelan Struktur Langkah awal dari penelitian ini adalah pemodelan struktur. Pemodelan
struktur tersebut untuk mengetahui batang FCM, tegangan pada batang dan variasi tegangan yang terjadi. Selain itu juga mengetahui perilaku struktur secara menyeluruh. SAP2000 versi 14.0.0 digunakan untuk memudahkan pemodelan struktur. Secara umum langkah-langah dalam pemodelan struktur adalah sebagai berikut: 1) Setting awal software SAP2000, 2) Membuat geometri model struktur, 3) Mendefinisikan material, struktur dan pembebanan, 4) Mengaplikasikan material, struktur dan pembebanan pada geometri model struktur, 5) Proses analisis model struktur oleh komputer, 6) Pembacaan hasil analisis pemodelan. 4.1.1
Data Teknis Jembatan Jembatan Bandar Kota Kediri bertipe jembatan Callender Hamilton through
type mempunyai tiga bentang dengan panjang tiap bentang 50,29 meter. Jembatan tersebut mempunyai data teknis sebagai berikut: 1) Nama Jembatan
: Jembatan Bandar Kota Kediri;
2) Tahun Pembangunan
: 1973 (wawancara pengelola);
3) Bangunan Atas (super structure) Tipe
: Rangka Baja Callendar Hamilton B-15A 50,29 m;
Jumlah Bentang
: 3 buah;
Panjang tiap bentang
: 50,29 meter;
Lebar jalan
:7,0 Meter;
39
40
Trotoar
: 2 Sisi @ 1,0 Meter;
Panjang panel
: 4,572 meter;
Tinggi panel
: 4,572 meter;
4) Bangunan bawah (substructure) Kepala jembatan
: Beton bertulang;
Jumlah pilar
: 2 buah;
Abutment
: Dinding penuh;
5) Kelas pembebanan Bina Marga: kelas A muatan lantai dan rangka 100%; 6) Spesifikasi material baja struktural a. Profil tipikal baja siku : Tipe B 10 memakai baja siku 100.100.10; Tipe B 15 memakai baja siku 150.150.10; Tipe D 5 terdiri dari besi kanal dan batang bawah besi siku; b. Tegangan leleh dan ijin: Baja yang digunakan untuk batang primer adalah Brtitish Standard BS 4360 grade 55C, sedangkan batang sekunder (ikatan angin) dan gelagar melintang adalah grade 50B dan baja lain digunakan grade 43A; Gelagar induk memakai grade 55C. Tegangan leleh = 430 N/mm2 ; Gelagar memanjang/melintang memakai grade 50B. Tegangan leleh = 350 N/mm2; Batang-batang sekunder memakai grade 43A. Tegangan leleh = 250 N/mm2 ; Spesifikasi selengkapnya ditabelkan pada Tabel 4.01 dibawah ini. Tabel 4.01 Spesifikasi Bahan Baja sesuai BS 449 (Pedoman 013/BM/2008) y (leleh) Grade
2
ijin
geser 2
tumpuan 2
tekan
2
(N/mm )
(N/mm )
(N/mm )
(N/mm )
55 C
430
380
170
320
Tergantung
50 B
350
320
140
260
profil baja dan
43 A
250
165
100
190
panjang tekuk
Sesuai dengan gambar standar pekerjaan jalan dan jembatan no. 013/BM/2008, tampak samping jembatan digambarkan pada Gambar 4.01, bagianbagian rangka atas dan bawah jembatan digambarkan pada Gambar 4.02 dan
41
setengah potongan ujung jembatan digambarkan pada Gambar 4.03. Gambar standar jembatan CH yang lain dapat dilihat pada lampiran A
Gambar 4.01 Tampak Samping Jembatan (Pedoman 013/BM/2008).
Gambar 4.02 Bagian Rangka Atas dan Bawah Jembatan (Pedoman 013/BM/2008).
Gambar 4.03 Setengah Potongan Ujung Jembatan (Pedoman 013/BM/2008).
42
4.1.2
Pembebanan Jembatan Bandar Kondisi pembebanan pada Jembatan Bandar dimodelkan dengan software
SAP2000. Pemodelan menggunakan Standar Pembebanan untuk Jembatan SNI T-022005. Berdasarkan SNI T-02-2005, menurut sumbernya aksi-aksi (beban, perpindahan dan pengaruh lainnya) dikelompokan atas: aksi tetap, beban lalu lintas, aksi lingkungan dan aksi-aksi lainnya. Aksi-aksi tersebut pada Jembatan Bandar akan diuraikan berikut: 4.1.2.1
Aksi dan Beban Tetap
Aksi dan beban tetap pada Jembatan Bandar terdiri dari: berat sendiri bahan jembatan dan beban mati tambahan. A. Berat Sendiri (PMS) Bangunan atas Jembatan Bandar merupakan jembatan rangka yang terbuat dari baja, sedangkan lantai jembatan terbuat dari beton. Berat jenis masing-masing bahan terdapat pada Tabel 4.02. Pembebanan akibat berat sendiri terhadap struktur dapat dihitung langsung oleh SAP dengan hanya memasukkan berat isi material tersebut. Tabel 4.02 Berat Sendiri Struktur Jembatan Bandar. No.
Bahan
Berat/Satuan Isi (kN/m3)
Kerapatan Masa (kg/m3)
22.0
2240
23.5-25.5
2400-2600
1
Aspal beton
2
Beton bertulang
3
Baja
77.0
7850
4
Air murni
9.8
1000
B. Beban Mati Tambahan (PMA) Beban mati tambahan yang diperhitungkan dalam pembebanan Jembatan Bandar meliputi beban lapisan aspal, genangan air, sandaran, berat tanda, lampu, pipa drainase. Beban mati tambahan tidak dapat dihitung langsung oleh SAP2000 dikarenakan beban tersebut beban tambahan, sehingga harus diinputkan secara manual sebagai beban mati. Perhitungan beban mati tambahan yang diinputkan pada SAP2000 dapat dilihat pada Lampiran B
43
Tabel 4.03 Beban Mati Tambahan Jembatan Bandar No.
Beban
1
Trotoir
2
Lapisan aspal
22,00
0,100
2,20
3
Genangan air
9,80
0,50
0,49
4
Penghalang tabrakan (sandaran)
0,66 (kN/m)
-
0,66 (kN/m)
5
Lain-lain (di atas trotoir)
0,5 (kN/m)
-
0,5 (kN/m)
4.1.2.2
Berat Isi (kN/m3) Tebal (m) Berat (kN/m2) 3,00
Aksi transien
Beban aksi transien adalah aksi akibat pembebanan sementara dan bersifat berulang ulang. Beban aksi transien pada Jembatan Bandar yang diperhitungkan pada studi ini meliputi: beban lalu lintas (beban lajur “D” dan beban “T”), Gaya rem, dan Pembebanan untuk Pejalan Kaki. A. Beban lalu Lintas 1) Beban Lajur “D” (TTD) Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Beban lajur “D” terdiri dari beban terbagi rata dan garis terpusat: -
Beban Terbagi Rata Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q
tergantung pada panjang total yang dibebani L. Pada Jembatan Bandar
dengan
bentang L= 50,29 m, maka berdasarkan Rumus 2.02
-
q
= 8,0 0,5
q
=
15 kPa = L
8,0 0,5
15 kPa 50,29
7,2 kPa atau sama dengan 7,2 kN/m2.
Beban Garis Terpusat Beban garis terpusat (BGT) mempunyai intensitas p kN/m harus ditempatkan
tegak lurus terhadap arah lalu-lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m ( SNI T-02-2005).
44
Kedua beban tersebut bekerja 100% pada bidang selebar 5,5 (2 x 2,75) meter. Sisa bidang yang lain memperoleh beban 50%. Pembagian beban dapat dilihat seperti Gambar 4.04 dan 4.05.
Gambar 4.04 Posisi Beban Terbagi Rata dan Terpusat.
Gambar 4.05 Alternatif Posisi Beban Terbagi Rata dan Terpusat. 2) Pembebanan truk “T” Menurut SNI T-02-2005 Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam Gambar 4.06. Beban truk “T” tersebut merupakan beban truk standar dengan jumlah berat 50 ton (500 KN) dengan susunan pembebanan tersebut.
Gambar 4.06 Penyebaran Pembebanan ”D”Arah Melintang (SNI T-02-2005)
45
3) Faktor Beban Dinamis. Faktor beban dinamis (FBD) merupakan beban tambahan beban lalu lintas sebagai akibat hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Dikarenakan ketiga bentang mempunyai panjang bentang yang sama maka Le (Panjang Efektif) = panjang bentang = 50,29 m. FBD diambil 30% beban T, untuk beban T, (SNI T-02-2005). Sesuai grafik pada Gambar 2.05 beban D diambil FBD sebesar 40% (untuk Le = 50,29 m).
Perhitungan besarnya beban T: Beban T = T x (1 + FBD) Tekanan pada jalan akibat ban depan = 25 x ( 1 + 0,3) = 32,5 kN Tekanan pada jalan akibat ban tengah dan belakang = 112,5 x ( 1 + 0,3) = 146,25 kN Perhitungan besarnya beban D : Lebar lajur Jembatan Bandar 7 m, tanpa median. Untuk lebar lajur > 5,5 m: Untuk jalur tepi (selebar 2 sisi @ 0,75 m) BTR
=
50% q x (1 + FBD)
=
0,5 x 7,2 x ( 1 + 0,4) = 5,04 kN/m2
BGT = =
50% p x (1 + FBD) 0,5 x 49 x ( 1 + 0,4) = 34,3 kN/m
Beban jalur tengah (selebar 5,5 m) BTR
=
100% q x (1 + FBD)
=
1,0 x 7,2 x ( 1 + 0,4) = 10,08 kN/m2
BGT = =
100% p x (1 + FBD) 1,0 x 49 x ( 1 + 0,4) = 68,6 kN/m
B. Gaya Rem (TTB) Pengaruh rem dan percepatan lalu lintas harus dipertimbangkan sebagai gaya memanjang. Gaya ini tidak tergantung lebar jembatan. Berdasarkan SNI T-02-2005 pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas.
46
Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan. Perhitungan besarnya beban akibat gaya rem (TTB). TTB = 5% x (BTR + BGT) 1) Beban jalur tepi TTBTp = 5% x (BTR + BGT) = 5% x ( qBTR x L + BGT) x b = 5% x ( 5,04 x 50,29 + 34,3) x 1,5 = 5% x 431,6 = 21,6 kN 2) Beban jalur tengah TTBTe = 5% x (BTR + BGT) = 5% x ( qBTR x L + BGT) x b = 5% x ( 10,08 x 50,29 + 68,6) x 5,5 = 5% x 3165 = 158,2 kN Total TTB = TTBTp + TTBTe = 21,6 + 158,2 = 179,8 kN Terdapat 24 buhul perbuhul = 7,5 KN C. Pembebanan untuk Pejalan Kaki (TTP) Intensitas beban akibat pejalan kaki pada jembatan diambil berdasarkan luasan per meter persegi yang dibebani sesuai Gambar 5.10 di bawah ini.
Gambar 4.07 Pembebanan untuk Pejalan Kaki ( SNI T-02-2005)
47
Pada Jembatan Bandar pejalan kaki bekerja pada totoarnya termasuk trotoar yang dipasang pada bangunan atas jembatan dengan lebar 1,00 m sepanjang bentang 50,29 m. Luasan yang terbebani = 1,00 x 50,29 = 50,29 m2.Berdasarkan Gambar 4.07 didapatkan intensitas beban pejalan kaki = 3,75 kPa atau 3,75 kN/m2. Beban ini hanya bekerja diatas trotoir. 4.1.2.3
Beban Lingkungan
Beban lingkungan yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah beban lingkungan akibat pengaruh temperatur dan angin. A.
Beban Akibat Temperatur (TET) Temperatur udara di sekitar jembatan akan berpengaruh pada kembang-susut
material jembatan. Pada kasus Jembatan Bandar lantainya merupakan sistem lantai beton diatas gelagar dan rangka baja. Sehingga sesuai Tabel 2.05 maka temperatur jembatan rata-rata minimum = 15C dan temperatur jembatan rata-rata maksimum 40C. Perbedaan temperatur 15oC (sesuai perencanaan awal), nilai modulus elastisitas baja (Es) sebesar 200.000 MPa dan koefisien muai baja (α) sebesar 12 x 10-6 per oC ( SNI T-02-2005). Variasi temperatur di dalam bangunan atas jembatan atau perbedaan temperatur disebabkan oleh pemanasan langsung dari sinar matahari diwaktu siang pada bagian atas permukaan lantai dan pelepasan kembali radiasi dari seluruh permukaan jembatan diwaktu malam. Gradien temperatur nominal arah vertikal untuk Jembatan Bandar diberikan dalam Gambar 4.08
Gambar 4.08 Gradien Temperatur Jembatan Bandar ( SNI T-02-2005)
48
B.
Beban angin (TEW) Kecepatan angin merupakan beban yang bekerja merata pada struktur atas
jembatan. Pada Jembatan Bandar yang berlokasi lebih dari 5 km dari pantai kecepatan angin (Vw) yang digunakan menurut SNI T-02-2005 adalah sebesar 25 m/dt untuk batas layan dan 30 m/dt untuk batas ultimit. Besaran beban angin bergantung pada nilai koefisien seret (CW) dan luas ekuivalen penampang samping jembatan (Ab). Nilai CW diperoleh dengan melihat perbandingan nilai lebar jembatan secara keseluruhan (b) terhadap tinggi bangunan atas (d) dan jenis bangunan atas. Sesuai Tabel 2.08 untuk bangunan atas rangka diperoleh nilai CW = 1,2. Beban Angin = TEW1 =
0,0006 x Cw x (Vw)2 x Ab
Untuk jembatan Bandar nilai : Cw
=
1,2
Vw
=
25 m/dt
Ab
=
30% x (0,5 x (45,72+50,29) x 4,572) = 65,84 m2
Maka TEW1 = =
0,0006 x 1,2 x (25)2 x 65,84 29,628 kN
Jika kendaraan melewati jembatan maka akan bekerja garis merata dengan arah horisontal di permukaan lantai. TEW2 =
0,0012 x Cw x (Vw)2 x Ab
Untuk jembatan Bandar nilai : Cw
=
1,2
Vw
=
25 m/dt
Ab
=
30% x (0,5 x (45,72+50,29) x 4,572) = 65,84 m2
TEW2
= 0,0012 x 1,2 x (25)2 x 65,84
Maka
=
59,256 kN
Beban total angin dirumuskan: TEW
=
TEW1 + TEW2
49
=
29,628 kN + 59,256 kN
=
88,884 kN (sepanjang bentang)
Gaya angin total tersebut dibagi merata pada seluruh buhul jembatan (53 buhul), maka setiap buhul menerima beban horisontal 1,68 kN. 4.1.2.4
Kombinasi Pembebanan
Pemodelan digunakan untuk mengetahui variasi tegangan (amplitudo tegangan) yang terjadi berulang-ulang dan selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam analisis kelelahan material batang. Sehingga kombinasi pembebanan yang digunakan adalah kombinasi beban pada keadaan layan. Batas daya layan adalah kemampuan material elemen struktur menahan beban yang bekerja. Dari berbagai pembebanan yang terjadi di Jembatan Bandar maka kombinasi pembebanan yang diperhitungkan ditabelkan pada Tabel 4.04. Tabel 4.04 Faktor Kombinasi Beban Jembatan Bandar yang Dihitung. Combo Aksi (beban) Aksi Permanen : Berat sendiri Beban mati tambahan Aksi Transien : Beban D“ dan TTB Gaya rem
1
2
3
4
5
6
7
8
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
0,5
0,5
Beban pejalan kaki Pengaruh suhu
0,7
0,5
0,7 0,7
Beban angin
4.1.3
0,5
0,7
0,5
0,5
Memasukkan Data Teknis dan Pembebanan pada SAP2000 Setelah data teknis dan pembebanan diketahui, langkah selanjutnya adalah
memasukan data tersebut pada software SAP2000. 4.1.3.1
Setting Awal Software
Setting awal software dillakukan untuk menyesuaikan satuan, jenis struktur, dan grafitasi pada program dengan satuan yang digunakan pada Jembatan Bandar.
50
Satuan standar yang digunakan berturut-turut untuk gaya, panjang dan suhu adalah KN, mm dan C. Setting jenis struktur yang dimodelkan adalah jembatan dengan mencentang menu request module licenses bridge. 4.1.3.2
Inputan Geometri Jembatan. Pada bagian ini memasukkan data geometri jembatan. Gambar detil jembatan
diambil dari Pedoman No. 04/BM/2005 tentang Gambar Standar Pekerjaan Jalan dan Jembatan yang diterbitkan Dirjen Bina Marga. Tampak samping jembatan digambarkan pada Gambar 4.01, bagian-bagian rangka atas dan bawah jembatan digambarkan pada Gambar 4.02 dan setengah potongan ujung jembatan digambarkan pada Gambar 4.03. Sesuai dengan gambar tersebut dimasukkan data geometri jembatan pada SAP2000 sehingga tergambar pada Gambar 4.09. Pemodelan jalur lalu lintas diinputkan dengan menu bridge wizard. Gambar pemodelan jalur lalu lintas dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Gambar 4.09 Gambar 3D Geometri Jembatan pada SAP2000.
51
Gambar 4.10 Gambar Jalur Lalu Lintas Jembatan pada SAP2000. 4.1.3.3
Inputan Material dan Frame
Memasukkan data material digunakan menu define material. Data penampang profil rangka digunakan menu define section propeties. Khusus untuk lantai jembatan digunakan menu bridge deck. 4.1.3.4
Inputan Pembebanan dan Kombinasi Beban
Secara umum pembebanan menu diinputkan dengan menu assign load. Beban lalu lintas diinputkan dengan menu bridge wizard vehicle. Data pembebanan jembatan diinputkan dengan load patern sebagai berikut: -
Beban sendiri : dihitung langsung oleh SAP2000;
-
Beban mati tambahan : Load patern Mati Tamb (dead);
-
BTR dan BGT : Beban Vehicle Line Load patern Bridge Live Load;
-
Beban Truk “T” : Beban Vehicle Truck Load patern Bridge Live Load;
-
Gaya Rem : load patern Rem dengan tipe braking;
-
Beban temperature : Suhu load patern temp grad; dan
-
Beban Angin : Angin load patern wind.
4.1.3.5 Analisis Struktur. Setelah semua inputan geometri, material dan pembebanan dimasukan. Maka program dijalankan dengam menu run. Pada menu Analysis Option dipilih mode space truss. Setelah itu run untuk semua jenis load cases. Hasil runing model ditampilkan pada Gambar 4.11.
52
Gambar 4.11 Tampilan Running Model telah Selesai 4.1.4
Hasil Pemodelan Hasil analisis pemodelan Jembatan Bandar berupa deformasi struktur
ditampilkan pada Gambar 4.12, sedangkan gaya normal pada batang ditampilkan Gambar 4.13 dan gaya normal akibat beban berjalan ditampilkan pada Gambar 4.14
Gambar 4.12 Deformasi pada Model Struktur pada SAP2000.
Gambar 4.13 Gaya Normal pada Model Struktur pada SAP2000.
Gambar 4.14 Gaya Normal akibat beban berjalan pada SAP2000.
53
Ringkasan hasil pemodelan struktur oleh SAP2000 ditampilkan pada Tabel 4.05. Hasil selengkapnya ditampilkan pada Lampiran C penelitian ini. Dari hasil pemodelan pada semua aspek yang ditinjau tegangan/kondisi yang terjadi masih dibawah tegangan/kondisi ijin. Jadi Jembatan Bandar dalam kondisi aman. Tabel 4.05 Hasil Ekstrem pada Pemodelan Jembatan CH No.
Kriteria
1 2 3 4
Deformasi Tegangan maks Tegangan min Tegangan var
4.1.5
batang 501 7 19
Maksimum 1,38 319,24 -331,56 408,13
cm MPa MPa MPa
Ijin 6,3 430 - 430 645
Keterangan
cm MPa MPa MPa
Penentuan Batang FCM Batang FCM adalah komponen jembatan baja dengan tegangan tarik atau
komponen yang mempunyai bagian yang bertegangan tarik, yang mana kegagalan batang tersebut akan menyebabkan keruntuhan sebagian atau keseluruhan jembatan tersebut. Kegagalan suatu batang pada jembatan sebagian besar (38,3%) ditentukan oleh fatik (B. Kuhn Et all, 2008). Batang FCM ditentukan apabila kegagalan batang tersebut akan menyebabkan keruntuhan sebagian atau keseluruhan jembatan. Keruntuhan sebagian atau keseluruhan struktur dapat dianalisis dengan pemodelan struktur. Suatu batang dimodelkan kegagalan dengan cara menghilangkan batang tersebut dari model. Kemudian dilakukan pengecekan terhadap batang-batang lain apakah terdapat batang yang mempunyai tegangan melebihi tegangan ijin. Apabila terdapat batang yang mempunyai tegangan melebihi tegangan ijin maka batang yang hilang tersebut dikategorikan sebagai batang FCM. Jembatan Callender Hamilton merupakan jembatan yang simetris maka batang yang mempunyai posisi simetris terhadap sumbu center line mempunyai tegangan yang sama. Dengan alasan tersebut batang yang simetris tersebut juga ikut dikategorikan sebagai batang FCM. Hasil pemodelan akibat kegagalan suatu batang ditampilkan pada Tabel 4.06.
54
Tabel 4.06 Hasil Pemodelan akibat kegagalan suatu batang No. btg gagal
Batang yang dianalisis
Nama Btg gagal
No. Btg
2
1
1 B1 2 B2 3 B3 4 B4 5 B5 6 B6 56 D2 57 D4 58 D6 59 D8 60 D10 Keterangan: teg ijin = 380 MPa x = batang FCM
Tipe
Luas
P
Frame
cm2
KN
3
4
5
6
39 40 41 42 43 44 18 19 20 21 22
1L15 2L15 3L15 3L15 4L15 4L15 2L15 1L15 1L15 1L15 1L15
29 58 87 87 116 116 58 29 29 29 29
130,6 309,0 413,0 468,3 481,6 486,4 298,9 205,0 158,0 98,3 85,0
Ket MPa 7 450,4 532,7 474,7 538,3 415,2 419,3 515,4 706,9 544,8 338,9 293,1
x x x x x x x x x
Sesuai Tabel 4.06 maka batang BC1, BC2, BC3, BC4, BC5, BC6, D2, D4 dan D6 dikategorikan batang FCM. Batang yang mempunyai posisi simetris terhadap batang tersebut adalah BC7, BC8, BC9, BC10, BC11, D17, D19 dan D21. Sehingga batang yang mempunyai kriteria tersebut diatas dikategorikan batang FCM. Batang FCM tersebut adalah: 6 batang tarik diagonal bagian tepi yaitu D2, D4, D6, D17, D19, D21; dan batang bawah yaitu BC1, BC2, BC3, BC4, BC5, BC6, BC7, BC8, BC9, BC10 dan BC11. Posisi batang-batang tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.15.
Gambar 4.15 Batang FCM secara umum pada JCH 50,29 m.
55
4.2
Rumusan Metode Penilaian FCM Metode penilaian FCM dalam studi ini digunakan untuk penilaian jembatan
rangka baja di Indonesia, tidak termasuk jembatan khusus (misal: jembatan gantung). Metode ini melengkapi metode BMS, 1993 dengan menitik-beratkan pemeriksaan pada pendekatan fracture critical member. 4.2.1
Metode Acuan Metode yang diusulkan merupakan adaptasi dari metode penilaian hasil
penelitian Michael J. Parr, et all, 2010 yang disesuaikan dengan kondisi dan peraturan di Indonesia. Tahap awal adaptasi metode ini adalah menilai jembatan rangka baja secara umum di Indonesia dengan metode penilaian hasil penelitian Michael J. Parr, et all, 2010. Kriteria yang secara umum dapat dinilai dilakukan penilaian, kemudian kriteria tersebut dicoret dari rumusan. Kriteria yang belum dapat dinilai secara umum dijadikan metode yang diusulkan. Penyesuaian nilai akhir acuan,
penentu
jangka waktu pemeriksaan berikutnya,
dilakukan dengan
menguranginya dengan nilai hasil penilaian jembatan rangka baja secara umum di Indonesia. Metode penilaian ini dibagi dua tahapan, yaitu: tahap penyaringan dan tahap penilaian 4.2.1.1
Tahap Penyaringan
Tahap penyaringan mempunyai delapan kriteria (Michael J. Parr, et all, 2010). Penilaian masing-masing kriteria jika memenuhi persyaratan diberi nilai 5 poin. Sehingga nilai maksimal 40 poin. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut: 1) Apakah jembatan baru mengalami retrofit atau rehabilitasi dengan pendekatan FCM. 2) Apakah jembatan mempunyai pin dan hanger. 3) Apakah jembatan mempunyai eyebar nonredudant. 4) Apakah jembatan terdapat plug welds atau backup bars yang tidak menerus. 5) Apakah jembatan dijumpai retak aktif akibat kelelahan material. 6) Apakah jembatan susceptibility to constraint induced fracture (CIF). 7) Apakah jembatan masing menyisakan permasalahan dalam pemeliharaan. 8) Bagaimana kondisi jembatan berdasarkan penilaian FHWA.
56
Pada tahap penyaringan ini berguna untuk menyaring jembatan-jembatan yang rawan terhadap patah atau mempunyai batang FCM yang berstruktur rawan patah. Jembatan-jembatan jenis tersebut direkomendasikan untuk selalu diperiksa 6 bulan sekali dengan pendekatan FCM. Apabila syarat pada tahap penilaian terpenuhi maka jangka waktu pemeriksaan selanjutnya maksimal 24 bulan. Kedelapan kriteria tersebut dilakukan penilaian terhadap jembatan rangka baja secara umum di Indonesia, maka kriteria nomor 3 dan 6 memenuhi syarat. Hal tersebut dikarenakan jembatan rangka baja di Indonesia tidak terdapat eyebar tanpa redudancy, dan berstruktur rawan patah/constraint induced fracture (CIF). Sehingga kriteria yang masih dipergunakan sebagai metode usulan adalah kriteria nomor 1, 2, 4, 5, 7 dan 8 serta memperoleh skor 10. Hasil tahap penyaringan jembatan rangka baja secara umum dapat dilihat pada Tabel 4.07 Tabel 4.07 Hasil penilaian jembatan CH tahap penyaringan No.
Kriteria Jembatan tidak baru saja direhab. atau diretrofit pada batang FCM Jembatan tidak ber-struktur pin dan hanger Jembatan tidak ber-struktur eyebar tanpa redudancy Jembatan tidak ber-struktur las lubang dan backup bar yang terputus Tidak ada retakan aktif akibat fatik Jembatan tidak ber-struktur yang rawan terhadap patah (CIF) Jembatan tidak menyisakan perawatan Nilai kondisi jembatan baik (NBI≥2; CoRe≥6)
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8
Score Acuan
kondisi
5
?
5 5
?
5
?
5
?
5
5
5 5 40
? ? Jumlah
10 +
Score
5
Catatan: 1. Nilai maksimal 40 poin. 2. Semua kriteria harus terpenuhi untuk melanjutkan ke tahap penilaian. 3. Apabila ada kriteria yang tidak terpenuhi maka pemeriksaan selanjutnya maksimal 24 bulan
4.2.2.2
Tahap Penilaian
Jembatan yang dapat dinilai pada tahap penilaian adalah jembatan yang telah lolos tahap penyaringan. Jembatan yang tidak lolos pada tahap penyaringan maka dalam tempo maksimal 24 bulan sudah harus dilakukan pemeriksaan ulang (Michael J. Parr, et all, 2010).
57
Kriteria tahap penilaian terdiri 12 kriteria, yang masing-masing mempunyai skor tertentu. Kriteria tersebut dan hasil penilaian pada jembatan rangka baja secara umum di Indonesia adalah sebagai berikut: 1) Jembatan didesain berdasarkan AASHTO/AWS dengan kontrol terhadap patah batang. - Dengan kontrol terhadap patah 20 poin; - Tanpa kontrol terhadap patah 0 poin; Jembatan rangka baja di Indonesia tidak didesain berdasarkan AASHTO/AWS dengan kontrol terhadap patah batang sehingga kriteria ini tidak terpenuhi. 2) Lokasi jembatan menurut zona temperatur AASHTO. - Zona 1 ( suhu terdingin ≥ -18C ) 10 poin; - Zona 2 (-19C ≥ suhu terdingin ≥ -34C ) 5 poin; - Zona 3 (-35C ≥ suhu terdingin ≥ -51C ) 0 poin; Iklim di Indonesia tidak dijumpai suhu terdingin ≤ -18C sehingga kriteria ini termasuk zona 1 AASHTO dan memperoleh 10 poin. 3) Jumlah kendaraan standar (ADTTSL) yang lewat. Penilaian : - Perkiraan ADTTSL ≤ 15 15 poin; 15 < ADTTSL ≤ 100 10 poin; 100 < ADTTSL ≤ 1000 5 poin; ADTTSL ≥ 1000 0 poin; - Aktual ADTTSL ≤ 15 20 poin; 15 < ADTTSL ≤ 100 15 poin; 100 < ADTTSL ≤ 1000 7 poin; ADTTSL ≥ 1000 0 poin; Kriteria ini tergantung kondisi kelas jalan/kendaraan yang melewati jembatan. Secara umum belum terdapat pengukuran secara aktual terhadap jumlah lalulintas yang lewat jembatan. Data ADTTSL didapat dengan jalan pengukuran beberapa hari kemudian didapat data untuk waktu yang diinginkan. Sehingga
58
data ADTTSL merupakan data perkiraan. ADTTSL merupakan kendaraan standar pada SNI T-02-2005, atau kendaraan yang mempunyai beban gandar lebih 50 ton (golongan 7). 4) Apakah jembatan tidak dilalui kendaraan standar (ADTTSL = 0). -
ADTTSL = 0 20 poin;
- ADTTSL ≠ 0 0 poin; Kriteria ini tergantung kondisi kelas jalan/kendaraan yang melewati jembatan. Jembatan dengan ADTTSL = 0 merupakan jembatan yang dibatasi dengan peraturan untuk tidak dilewati kendaraan standar berat dan hanya dilewati kendaraan ringan saja. 5) Apakah batang FCM dibuat dari baja HPS (high perfomance steel). - Batang kritis diproduksi dengan kontrol HPS 10 poin; - Batang kritis diproduksi tanpa dengan kontrol HPS 0 poin; Jembatan rangka baja di Indonesia secara umum belum diproduksi dengan kontrol HPS (high perfomance steel) maka kriteria ini tidak memenuhi. 6) Nilai kondisi batang FCM. - Terlindungi atau lingkungan tak korosif NBI ≥ 7 atau CoRe = 1 ; 2 15 poin; NBI = 6 atau CoRe = 3 7 poin; NBI ≤ 5 atau CoRe = 4; 5 0 poin; - Tak terlindungi atau lingkungan korosif NBI ≥ 7 atau CoRe = 1 ; 2 10 poin; NBI = 6 atau CoRe = 3 5 poin; NBI ≤ 5 atau CoRe = 4; 5 0 poin; Kriteria ini tergantung kondisi batang FCM pada jembatan yang dinilai. 7) Internal redudancy pada batang FCM. - FCM dengan batang ganda (dengan analisis) 10 poin; - FCM dengan batang ganda (tanpa analisis) 5 poin; - FCM dengan tanpa batang ganda 0 poin; Kriteria ini tergantung jenis struktur jembatan yang dinilai. 8) Structural redudancy pada batang FCM. - Jembatan dengan redundansi struktur 10 poin;
59
- Jembatan tanpa redundansi struktur 0 poin; Kriteria ini tergantung jenis struktur jembatan yang dinilai. 9) Sisa umur rencana. - Aktual Sisa umur ≥ 75 tahun 10 poin; 25 tahun < sisa umur ≤ 75 tahun 5 poin; Sisa umur ≤ 25 tahun 0 poin; - Perkiraan Sisa umur ≥ 75 tahun 7 poin; 25 tahun < sisa umur ≤ 75 tahun 4 poin; Sisa umur ≤ 25 tahun 0 poin; Secara umum jembatan di Indonesia dirancang dengan umur rencana 50 tahun. Umur rencana 75 tahun atau 100 tahun terdapat pada jembatan khusus ataupun monumental. Kriteria ini tergantung kondisi jembatan yang dinilai. 10) Kategori jenis detil fatik. - A, B atau B’ 15 poin; - C atau C’ 10 poin; - D 5 poin; - E atau E’ 0 poin; Kriteria ini tergantung jenis struktur jembatan yang dinilai. 11) Adanya sambungan las jelujur pada batang kritis. - Batang kritis tanpa las jelujur 5 poin; - Batang kritis dengan las jelujur 0 poin; Kriteria ini tergantung jenis struktur jembatan yang dinilai. 12) Pertimbangan dari pengelola atau ahli. - Penilaian : maksimal 5 poin. Kriteria ini berguna untuk mencakup hal-hal penting yang belum ada pada kriteria-kriteria sebelumnya. Diperlukan pengalaman dari pengelola dan ahli dalam memberi nilai pada kriteria ini. Kriteria ini tergantung kondisi jembatan yang dinilai.
60
Hasil penilaian jembatan rangka baja di Indonesia secara umum diatas, ditampilkan pada Tabel 4.08. Tabel 4.08 Hasil penilaian jembatan CH tahap penilaian No. 2.1 2.2
2.3
2.4
2.5 2.6
2.7
Uraian Jembatan didesain berdasarkan AASTO/AWS dengan kontrol terhadap patah batang Lokasi jembatan menurut AASHTO temperature zone i. Suhu terdingin diatas -18° C ii. Suhu terdingin diantara -18° C sampai -34° C iii. Suhu terdingin dibawah -35° C Jumlah kendaraan berat per jalur per hari (ADTT SL) Perkiraan ADTTSL ≤ 15 15 < ADTTSL ≤ 100 100 < ADTTSL ≤ 1000 ADTTSL ≥ 1000 4. Apakah jembatan tidak dilalui kendaraan standar ADTTSL = 0 ADTTSL ≠ 0 Apakah batang FCM dibuat dari baja HPS (high perfomance steel) Nilai kondisi batang FCM Terlindungi atau lingkungan tak korosif NBI ≥ 7 atau CoRe = 1 ; 2 NBI = 6 atau CoRe = 3 NBI ≤ 5 atau CoRe = 4; 5 Tak terlindungi atau lingkungan korosif NBI ≥ 7 atau CoRe = 1 ; 2 NBI = 6 atau CoRe = 3 NBI ≤ 5 atau CoRe = 4; 5 Internal Redudancy pada Batang FCM Ada Internal Redudancy dengan analisa Ada Internal Redudancy tanpa analisa Tanpa Internal Redudancy
Score Acuan
kondisi Score
20
0
0
10 5 0
10
? 15 10 5 0 ? 20 0 10
0 ?
15 7 0 10 5 0 ? 15 7 0
0
61
Lanjutan Tabel 4.08 No. 2.8
2.9
2.10
2.11
2.12
Score Acuan
Uraian Structural Redudancy pada Batang FCM Ada Structural Redudancy Tanpa Structural Redudancy Sisa Umur Rencana Sisa Umur ≥ 75 tahun 25 < Sisa Umur ≤ 75 tahun Sisa Umur ≤ 25 tahun Kategori Jenis Detil Fatik Kategori A, B, atau B' Kategori C atau C' Kategori D Kategori E atau E' Terdapat Las jelujur (tack weld) Tanpa las jelujur Terdapat las jelujur Penilaian pemilik atau ahli.
kondisi Score ?
10 0 ? 7 4 0 ? 15 10 5 0 5 0 Maks. 5 155
? ? Jumlah
10 +
Catatan:
Jadi secara umum penilaian jembatan rangka baja di Indonesia memperoleh nilai tahap penyaringan > 10 poin dan tahap penilaian > 10 poin. Sehingga bila keduanya digabung akan diperoleh nilai > 20 poin.
Cara penentuan waktu
pemeriksaan selanjut menurut Michael J. Parr, et all, 2010, ditabelkan pada Tabel 4.09 Tabel 4.09 Penentuan Jangka Waktu Penilaian Selanjutnya (Michael J. Parr, et all, 2010) No Poin Acuan 1. poin ≤ 85 2. 100 ≥ poin > 85 3. 120 ≥ poin > 100 4. 135 ≥ poin > 120 5. 165 ≥ poin > 135 6. poin > 165 Catatan: * = Harus lolos tahap penyaringan
Jangka Waktu 6 bulan 12 bulan 24 bulan 48 bulan 72 bulan 120 bulan
Syarat
* * * *
62
4.2.2
Metode Penilaian FCM yang Disesuaikan Kriteria yang diusulkan merupakan hasil peneltian Michael J. Parr, et all, 2010,
yang diadaptasikan untuk jembatan rangka baja secara umum di Indonesia. Sehingga sesuai hasil analisis pada Sub bab 4.2.1 maka disusun metode penilaian FCM berikut ini. 4.2.2.1
Tahap Penyaringan
Tahap ini untuk memastikan kondisi jembatan dalam kondisi stabil yang kecil kemungkinanya patah dalam kurun waktu kurang dari 24 bulan. Pada setiap kriteria tahap penyaringan yang memenuhi syarat, jembatan yang diperiksa mendapat nilai 5 poin. Tahap penyaringan terdiri 5 kriteria, sebagai berikut: 1) Apakah jembatan baru mengalami retrofit atau rehabilitasi dengan pendekatan FCM. Jembatan yang baru mengalami retrofit atau rahabilitasi batang FCM belum menerima beban/kondisi ekisting. Hal tersebut berakibat tidak diketahuinya karaterisitik beban/kondisi yang ada pada batang tersebut dalam jangka waktu yang lama. Sehingga harus dipastikan semua batang telah menerima beban pada kondisi normal dalam waktu yang cukup (24 bulan). 2) Apakah jembatan berstruktur pin dan penggantung (hanger) tanpa redudancy . Banyak jembatan yang berstruktur pin dan hanger mengalami keruntuhan akibat kelelahan material pada struktur ini. Apabila terdapat redudancy maka hal tersebut dapat sebagai struktur cadangan apabila salah satunya patah sehingga tidak timbul keruntuhan yang tiba-tiba. 3) Apakah jembatan berstruktur las lubang atau backup bar yang tidak menerus Struktur las lubang dan backup bar yang tidak menerus rawan menimbulkan retakan yang merupakan awal proses patah. Backup bar yang tidak menerus biasanya terdapat pada konstruksi jembatan baja dengan box girder yang berfungsi pada awal konstruksi untuk membantu penyambungan antara sayap dan badan box girder. 4) Apakah jembatan dijumpai retak aktif akibat kelelahan material.
63
Proses patahnya batang dimulai dari retak. Dalam waktu singkat setelah timbul retak awal, retak akan segera menyebar dan menimbulkan patah.
Bila
diproposionalkan timbulnya retak membutuhkan waktu 95% dari keseluruhan proses. Sehingga bila telah timbul retak, keruntuhan diprediksi akan segera terjadi. Kriteria ini masuk dalam tahap penyaringan 5) Apakah jembatan masing menyisakan permasalahan dalam pemeliharaan. Kondisi jembatan masih menyisakan permasalahan yang ditunda perbaikkan menimbulkan sikap kekhawatiran pada penilai akan kondisi jembatan. Sehingga pada tahap penyaringan harus dipastikan kriteria ini memenuhi syarat. Contoh kerusakan/kondisi yang sering dilewatkan/ditunda perbaikannya: -
Perubahan bentuk akibat benturan.
-
Karatan yang dapat menimbulkan kondisi tidak aman.
-
Drainase yang memungkinkan timbulnya karat.
-
Kerusakan atau tidak berfungsinya bearing/landasan.
-
Lantai dek dalam kondisi buruk.
-
Kerusakan-kerusakan lain yang diperkirakan bertambah parah dalam kurun waktu kurang dari 24 bulan.
6) Bagaimana kondisi jembatan berdasarkan penilaian BMS, 1993. Metode awal yang digunakan adalah NBI atau CORE. NBI berstandar nilai dari 1 sampai dengan 10, CORE berstandar nilai dari 1 sampai dengan 5. Standar nilai yang berkesuaian dengan BMS, 1993 adalah standar CORE yaitu dari 1 sampai dengan 5. Sehingga acuan kriteria yang diusulkan adalah kriteria standar nilai CORE. Dalam penilaain kondisi jembatan sesuai BMS, 1993 jembatan harus bernilai 2 yang berarti kondisi terdapat kerusakan ringan. Hal tersebut memastikan bahwa jembatan aman secara keseluruhan (tanpa pendekatan FCM). Penilaian secara mendetil mengenai kondisi dengan pendekatan FCM akan dinilai dengan metode ini. Sering dijumpai bahwa patah batang terjadi bukan hanya karena fatik tetapi juga karena korosi, tumbukan, perubahan bentuk dan sebagainya. Sehingga kondisi jembatan harus memuaskan menurut BMS, 1993 untuk menjamin tidak terdapat kekurangan yang dapat menimbulkan patah.
64
Masing-masing kriteria apabila memenuhi kondisi maka diberi nilai 5, sehingga nilai maksimum pada tahap ini 30. Kriteria-kriteria tersebut untuk menjamin bahwa jembatan yang bersangkutan tidak rawan terhadap fatik dalam jangka waktu 24 bulan kedepan. Apabila terdapat kriteria yang tidak memenuhi syarat maka jembatan harus diperiksa dalam jangka waktu antara 6 bulan sampai dengan maksimal 24 bulan ke depan. Pengambilan jangka waktu 6 bulan merupakan batas minimal yang disyaratkan oleh BMS, 1993, selain itu juga sebagai sikap berhati-hati pengelola dalam menjamin keselamatan jembatan. 4.2.2.2
Tahap Penilaian.
Tahap penilaian dilaksanakan apabila jembatan yang diperiksa memenuhi semua kriteria pada tahap penyaringan dan mendapat 30 poin. Nilai setiap kriteria berbeda-beda berkisar antara 0 – 20 poin. Tahap penilaian terdiri atas 9 kriteria sebagai berikut: 1) Jumlah kendaraan standar (ADTTSL) yang lewat Penilaian : - ADTTSL ≤ 15 15 poin; - 15 < ADTTSL ≤ 100 10 poin; - 100 < ADTTSL ≤ 1000 5 poin; - ADTTSL ≥ 1000 0 poin; Belum ditemui penghitungan secara aktual jumlah dan berat kendaraan yang lewat jembatan di Indonesia. Sehingga jumlah kendaraan yang lewat merupakan jumlah perkiraan berdasarkan survei sampel. Dari survei tersebut dapat diperkirakan jumlah kendaraan standar yang lewat jembatan secara keseluruhan. 2) Apakah jembatan tidak dilalui kendaraan standar (ADTTSL = 0). -
ADTTSL = 0 20 poin;
- ADTTSL ≠ 0 0 poin; Kriteria ini tergantung kondisi kelas jalan/kendaraan yang melewati jembatan. Apabila jembatan dibatasi untuk tidak dilewati kendaraan standar (berat) maka jembatan tersebut akan mendapat 20 poin. 3) Nilai kondisi batang FCM. - Terlindungi atau lingkungan tak korosif
65
BMS, 1993 = 1 ; 2 15 poin; BMS, 1993 = 3 7 poin; BMS, 1993 = 4; 5 0 poin; - Tak terlindungi atau lingkungan korosif BMS, 1993 = 1 ; 2 10 poin; BMS, 1993 = 3 5 poin; BMS, 1993 = 4; 5 0 poin; Nilai kondisi menurut BMS, 1993 tersebut diambil pada batang FCM yang paling besar nilai kondisinya (paling jelek). 4) Internal Redudancy pada Batang FCM -
FCM dengan batang ganda (dengan analisis) 10 poin;
-
FCM dengan batang ganda (tanpa analisis) 5 poin;
-
FCM tanpa batang ganda 0 poin; Kriteria ini tergantung jenis struktur jembatan yang dinilai.
5) Structural Redudancy pada Batang FCM -
Jembatan dengan redundansi struktur 10 poin;
-
Jembatan tanpa redundansi struktur 0 poin; Kriteria ini tergantung jenis struktur jembatan yang dinilai.
6) Sisa umur rencana. -
Sisa Umur ≥ 75 tahun
-
25 tahun < sisa umur ≤ 75 tahun 5 poin;
-
Sisa umur ≤ 25 tahun 0 poin; Sisa umur rencana merupakan umur rencana dikurangi umur jembatan sejak mulai digunakan. Secara umum jembatan CH didesain dengan umur rencana 50 tahun.
7) Kategori Jenis Detil Fatik -
180, 160, 140 (A) dan 125, 112, 100 (B atau B’) 15 poin;
-
90 dan 80 (C atau C’) 10 poin;
-
71 dan 63 (D) 5 poin;
-
56, 50, 45, 40 dan 36 (E atau E’) 0 poin;
66
Terdapat penyesuaian kategori fatik yang awalnya didasarkan pada AASHTO, 2007 ke SNI T-03-2005. Penyesuaian ini berdasarkan grafik hubungan S-N AASHTO, 2007 dengan Grafik S-N SNI T-03-2005. 8) Terdapat Las jelujur (tack weld) -
Batang kritis tanpa las jelujur 5 poin;
-
Batang kritis dengan las jelujur 0 poin; Kriteria ini tergantung jenis struktur jembatan yang dinilai.
9) Pertimbangan dari pengelola atau ahli. - Penilaian : maksimal 5 poin. Tambahan nilai diberikan ketika pengelola atau ahli yang berkaitan, melihat kinerja jembatan tersebut menyakinkan dan tidak terdapat kekurangan. Nilai tambahan tidak bisa diberikan ketika jembatan mengalami lendutan yang besar, terlihat bentuk yang tidak wajar ataupun kekurangan lain yang tidak tercakup dalam pemeriksaan ini. Pada jembatan rangka baja secara umum kriteria yang telah pasti dihilangkan, untuk kemudian mengusulkan metode yang baru. Metode penilaian FCM tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.10. Tabel 4.10 Metode penilaian FCM yang diusulkan No.
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6
2.1
Uraian Tahap Penyaringan Jembatan tidak baru saja direhab. atau diretrofit pada batang FCM Jembatan tidak ber-struktur pin dan hanger Jembatan tidak ber-struktur las lubang dan backup bar yang terputus Tidak ada retakan aktif akibat fatik Jembatan tidak menyisakan perawatan Nilai kondisi jembatan baik (NK BMS maks 2) Tahap Penilaian Jumlah kendaraan berat per jalur per hari (ADTT SL) Perkiraan (dengan survei)
Score Acuan
kondisi
5 5 5 5 5 5 30
Jumah
Score
67
Lanjutan Tabel 4.10 No.
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
Uraian ADTTSL ≤ 15 15 < ADTTSL ≤ 100 100 < ADTTSL ≤ 1000 ADTTSL ≥ 1000 Apakah jembatan tidak dilalui kendaraan standar ADTTSL = 0 ADTTSL ≠ 0 Nilai kondisi batang FCM Terlindungi atau lingkungan tak korosif BMS = 1 ; 2 BMS = 3 BMS = 4; 5 Tak terlindungi atau lingkungan korosif BMS = 1 ; 2 BMS = 3 BMS = 4; 5 Internal Redudancy pada Batang FCM Ada Internal Redudancy dengan analisa Ada Internal Redudancy tanpa analisa Tanpa Internal Redudancy Structural Redudancy pada Batang FCM Ada Structural Redudancy Tanpa Structural Redudancy Sisa Umur Rencana Sisa Umur ≥ 75 tahun 25 tahun < Sisa Umur ≤ 75 tahun Sisa Umur ≤ 25 tahun Kategori Jenis Detil Fatik Kategori 180, 160, 140 atau 125, 112, 100 Kategori 90 atau 80 Kategori 71 atau 63 Kategori 56, 50, 45, 40 dan 36 Terdapat Las jelujur (tack weld) Tanpa las jelujur Terdapat las jelujur Penilaian pengelola atau ahli.
Catatan: 1. Nilai total maksimum = 145 Poin
Score Acuan
kondisi
15 10 5 0 20 0
15 7 0 10 5 0 15 7 0 10 0 10 5 0 15 10 5 0 5 0 Maks. 5 115
Jumlah Total
Score
68
Pada penilaian jembatan rangka baja secara umum menggunakan metode diatas mendapat poin 20 poin. Sehingga poin standar, untuk penentuan waktu pemeriksaan selanjutnya, pada metode Tabel 4.09 dikurangi 20 dan menghilangkan kriteria yang telah dinilai. Hasil poin revisi untuk penentuan waktu selanjutnya ditabelkan pada Tabel 4.11. Jangka waktu penilaian selanjutnya yang lebih lama tidak dapat diterapkan karena kondisi jembatan rangka baja secara umum di Indonesia tidak memungkinkan. Jadi jangka waktu penilaian selanjutnya yang dapat dilaksanakan berkisar anatara 6 bulan sampai dengan 72 bulan. Tabel 4.11 Penentuan Jangka Waktu Penilaian Selanjutnya No
Poin Kriteria
Jangka Waktu
1. 2. 3. 4. 4.
poin ≤ 65 80 ≥ poin > 65 100 ≥ poin > 80 100 ≥ poin > 100 poin > 115
6 bulan 12 bulan 24 bulan 48 bulan 72 bulan
4.3
Syarat
Lolos tahap penyaringan Lolos tahap penyaringan Lolos tahap penyaringan
Pemeriksaan dan Penilaian Jembatan Bandar Pemeriksaan dan penilaian jembatan dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa
jembatan berada dalam keadaan aman terhadap pemakai jalan dan juga mengamankan investasi jembatan itu (BMS, 1993). Data hasil pemeriksaan tersebut digunakan untuk merencanakan suatu program pemeliharaan, rehabilitasi, perkuatan ataupun penggantian jembatan. Pada penelitian ini digunakan metode penilaian dengan BMS 1993 dan metode penilaian FCM yang diusulkan. 4.3.1
Penilaian dengan BMS 1993 Kesan secara menyeluruh jembatan masih dalam kondisi yang baik dan
berfungsi secara normal. Ketika dilewati oleh kendaraan berat terasa terjadi lendutan. Hal tersebut normal terjadi pada jembatan rangka baja bentang panjang. Penilaian kondisi Jembatan Bandar secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran I. Hasil penilaian pada level 3 jembatan disajikan pada Tabel 4.12. elemen yang mempunyai nilai rendah adalah pada elemen landasan (nilai 4) dan elemen sistem lantai (nilai 3). Hal tersebut terjadi karena pada landasan terdapat karat pada plat
69
landas lebih dari 10% ketebalan. Kondisi elemen sistem lantai terdapat gompal pada plat lantai sehingga baja tulang terdapat karat. Tabel 4.12 Penilaian Level 3 Jembatan Bandar. Nilai kondisi (Harus Lengkap)
LEVEL 3 Kode
Elemen
S
R
K
F
P
NK
3.210
Aliran Sungai
0
1
0
0
0
1
3.220
Bangunan Pengaman
0
0
0
0
0
0
3.230
Tanah Timbun
0
0
0
0
0
0
3.310
Pondasi
1
0
0
0
1
2
3.320
Kepala Jembatan/Pilar
0
0
0
0
1
1
3.410
Sistem Gelagar
3.420
Pelat
3.430
Pelengkung
3.440
Balok Pelengkung
3.450
Rangka
1
0
0
0
0
1
3.480
Sistem Gantung
3.500
Sistem Lantai
1
1
0
0
1
3
3.600
Sambungan Lantai
0
0
0
0
0
0
3.610
Landasan
1
1
1
0
1
4
3.620
Sandaran
0
0
0
0
0
0
3.700
Bangunan Pelengkap
0
1
0
1
0
2
3.800
Gorong-gorong
3.900 Lintasan basah Keterangan: S = Struktur R = Kerusakan K = Perkembangan F = Fungsi P = Pengaruh NK = Nilai Kondisi
Pada penilaian level 2 jembatan bandar pada elemen sungai/timbunan mendapat nilai 1. Hal tersebut dikarenakan walaupun terdapat sampah dan pepohonan, ketika terjadi banjir besar aliran tidak sampai meluap. Kerusakan pada bangunan bawah tidak bisa diteliti karena keterbatasan alat, akan tetapi dengan
70
menilik karakteristik Sungai Brantas yang mengalami degradasi dasar sungai maka pada level 2 bangunan bawah diberi nilai 1. Diperlukan pemeriksaan khusus untuk memastikannya. Pada penilaian level 2 bangunan atas mendapat nilai 2, hal tersebut dikarenakan kerusakan pada landasan dan sistem lantai. Elemen perlengkapan mendapat nilai 1 dikarenakan papan nama jembatan yang hilang. Hasil penilaian level 2 ditampilkan pada Tabel 4.13. Tabel 4.13 Penilaian Level 2 Jembatan Bandar. Nilai kondisi LEVEL 2 Kode
Elemen
(Pilihan) S R K F P NK
2.200
Aliran Sungai/Timbunan
0
1
0
0
0
1
2.300
Bangunan Bawah
0
0
0
0
1
1
2.400
Bangunan Atas
1
1
0
0
0
2
2.700
Pelengkapan
0
0
0
1
0
1
2.800
Gorong-gorong
2.900
Lintasan Bawah
Penilaian pada level 2 yang terbesar adalah pada elemen bangunan atas mendapat nilai 2. Kerusakan bangunan atas tersebut pada elemen landasan dan plat lantai. Kerusakan tersebut secara keseluruhan tidak terlalu berpengaruh pada jembatan. Apabila terdapat kegagalan pada elemen tersebut tidak mengakibatkan keruntuhan jembatan secara menyeluruh. Maka secara keseluruhan Jembatan Bandar mendapat nilai 1 pada level 1. Hasil penilaian level 1 ditampilkan pada Tabel 4.14. Tabel 4.14 Penilaian Level 1 Jembatan Bandar. Nilai kondisi LEVEL 1 Kode 1.000
Elemen Jembatan
(Pilihan) S R K F P NK 1
0
0
0
0
1
Setelah dilakukan pemeriksaan dan penilaian dengan BMS 1993, Jembatan Bandar mendapat nilai 1 yang berarti dalam kondisi terdapat kerusakan ringan.
71
4.3.2
Penilaian dengan Metode Penilaian FCM Metode penilaian FCM yang dibahas pada Sub bab 4.2 diuji cobakan untuk
penilaian kondisi Jembatan Callender Hamilton Bandar. Hasil penilaian ditampilkan pada Tabel 4.15. Tabel 4.15 Penilaian Jembatan Bandar dengan Pendekatan FCM No.
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6
2.1
2.2
2.3
2.4
Uraian Tahap Penyaringan Jembatan tidak baru saja direhab. atau diretrofit pada batang FCM Jembatan tidak ber-struktur pin dan hanger Jembatan tidak ber-struktur las lubang dan backup bar yang terputus Tidak ada retakan aktif akibat fatik Jembatan tidak menyisakan perawatan Nilai kondisi jembatan baik (BMS≥2) Tahap Penilaian Jumlah kendaraan berat per jalur per hari (ADTTSL) Perkiraan ADTTSL ≤ 15 15 < ADTTSL ≤ 100 100 < ADTTSL ≤ 1000 ADTTSL ≥ 1000 Apakah jembatan tidak dilalui kendaraan standar ADTTSL = 0 ADTTSL ≠ 0 Nilai kondisi batang FCM Terlindungi atau lingkungan tak korosif BMS = 1 ; 2 BMS = 3 BMS = 4; 5 Tak terlindungi atau lingkungan korosif BMS = 1 ; 2 BMS = 3 BMS = 4; 5 Internal Redudancy pada Batang FCM Ada Internal Redudancy dengan analisa Ada Internal Redudancy tanpa analisa Tanpa Internal Redudancy
Score Acuan
kondisi
Score
5
5
5
5
5
5
5 5 5 30
Jumah
5 5 5 30
74
10
0
10 5 0
10
15 7 0
15
15 10 5 0 20 0
15 7 0
72
Lanjutan Tabel 4.15 No. 2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
Score Acuan
Uraian Structural Redudancy pada Batang FCM Ada Structural Redudancy Tanpa Structural Redudancy Sisa Umur Rencana Sisa Umur ≥ 75 tahun 25 < Sisa Umur ≤ 75 tahun Sisa Umur ≤ 25 tahun Kategori Jenis Detil Fatik Kategori 180, 160, 140 atau 125, 112, 100 Kategori 90 atau 80 Kategori 71 atau 63 Kategori 56, 50, 45, 40 dan 36 Terdapat Las jelujur (tack weld) Tanpa las jelujur Terdapat las jelujur Penilaian pengelola atau ahli.
10 0 10 5 0 15 10 5 0 5 0 Maks. 5 115 145
kondisi
Score
10
0
15
0 5 65 95
Jumlah Total
Catatan: 1. Nilai total maksimum = 145 Poin
Hasil penilaian Jembatan Bandar pada kondisi terdapat kerusakan ringan dan memperoleh nilai 95 poin. Sesuai Tabel 4.11 jangka waktu pemeriksaan selanjutnya disarankan paling lama 24 bulan mendatang. 4.4
Analisa Kelelahan Sebagai pembanding metode penilaian FCM yang telah dirumuskan maka
digunakan analisa kelelahan material untuk memperkirakan jangka waktu pemeriksaan selanjutnya. Fisher, et all, 1970 dalam Hsin-Yang Chung, et all, 2003 menyatakan bahwa pemeriksaan
selanjutnya disarankan dilaksanakan
ketika
struktur berumur mempunyai akumulasi kerusakan fatik 0,75. Pada saat itu dimungkinkan telah adanya retak pertama akibat fatik. Cara menentukan akumulasi kerusakan fatik pada jembatan Bandar adalah sebagai berikut: 1) Menentukan batang kritis fatik pada struktur.
73
2) Menentukan variasi tegangan pada batang kritis akibat berbagai tipe kendaraan. 3) Menghitung jumlah kendaraan yang lewat di jembatan. 4) Menghitung akumulasi kerusakan fatik dan sisa umur fatik. 4.4.1
Menentukan batang kritis fatik. Batang kritis fatik adalah batang yang paling rawan terjadi fatik pada struktur
tersebut. Kriteria penentunya adalah variasi tegangan yang terjadi dan detil fatik pada batang tersebut. Sesuai Rumus 2.06 tegangan maksimal yang terjadi pada detil fatik tersebut harus lebih besar dari 26 MPa. Apabila kurang dari 26 MPa maka kerusakan fatik tidak terjadi pada batang tersebut. Variasi tegangan adalah perbedaan tegangan terjadi pada batang bersangkutan ketika beban bergerak lewat diatas jembatan. Berdasarkan pemodelan struktur variasi tegangan maksimal yang terjadi adalah 408,13 MPa. Detil fatik yang terdapat pada jembatan Rangka Baja Callendar Hamilton B-15A 50,29 m adalah detil fatik 112 berupa daerah las sudut atau tumpul memanjang menerus yang dilaksanakan dari kedua sisi tetapi mempunyai kedudukan berhenti mulai. Keterangan lebih lanjut mengenai detil fatik akan dibahas pada Subbab 4.4.4 Setelah dilakukan penentuan batang FCM maka diantara batang FCM tersebut dipilih batang paling kritis terhadap fatik. Berdasarkan hasil pemodelan struktur jembatan maka batang kritis fatik yang paling beresiko terjadi patah adalah batang D4 dan D19. Lokasi kedua batang tersebut digambarkan pada Gambar 4.16. Hal tersebut dikarenakan kedua batang D4 dan D19 memliki variasi tegangan terbesar yaitu 408,13 MPa dan tegangan normal terbesar yaitu 319,1 MPa.
Gambar 4.16 Batang Kritis Fatik pada JCH 50,29 m. 4.4.2
Menentukan Variasi Tegangan Beban aktual kendaraan yang terjadi di Jembatan Bandar selalu berbeda-beda
tidak selalu sama dengan beban kendaraan standar. Setiap beban yang berbeda akan menimbulkan tegangan dan variasi tegangan yang berbeda pada batang yang ditinjau.
74
Pendekatan yang digunakan untuk menentukan beban gandar aktual tiap tipe golongan kendaraan berat adalah penelitian yang dilakukan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah V yang dilakukan pada tahun 2007. Hasil penelitian tersebut ditabelkan pada Tabel 4.16. Kendaraan yang menimbulkan variasi tegangan dibawah 26 MPa tidak menimbulkan fatik (SKSNI T 03-2005) sehingga tidak dimasukkan dalam perhitungan ini. Selanjutnya beban aktual gandar kendaraan tersebut disimulasikan pada model Jembatan Bandar dengan SAP2000 sebagai beban “T”. Berdasarkan pemodelan tersebut akan didapatkan tegangan dan variasi tegangan pada batang kritis D4 dan D9 yang ditinjau. Tabel antara tipe kendaraan dengan berat sumbu rata-rata pada jalan di Pantura dapat dilihat pada Tabel 4.17. Tabel 4.17 memperlihatkan hubungan anatara jenis kendaraan dengan tegangan maksimal dan variasi tegangan hasil SAP2000. Tabel 4.16 Beban Kendaraan Berat pada Jalur Pantura (Iwan Zarkasi, 2007)
75
Tabel 4.17 Variasi Tegangan pada batang kritis akibat berbagai tipe kendaraan. Jenis 1
Pvar
A
ff
Frame
cm2
MPa
2
3
4
Ket 5
Kendaraan Pribadi 1,404 29,00 4,84 Colt Diesel 10,936 29,00 37,71 Bus Besar 20,921 29,00 72,14 6B 20,921 29,00 72,14 7A 35,577 29,00 122,68 7 C1 37,068 29,00 127,82 7 C2 52,421 29,00 180,76 7 C3 52,442 29,00 180,83 Keterangan: > 26 MPa menimbulkan kelelahan fatik pada semua kategori detil
Dari Tabel 4.17 terlihat bahwa kendaraan pribadi tidak menimbulkan fatik karena hanya menimbulkan variasi tegangan sebesar 4,84 MPa. Sehingga kendaraan pribadi diabaikan dalam analisi kelelahan material. 4.4.3
Jumlah Kendaraan yang lewat. Jumlah kendaraan diperhitungkan sebagai jumlah kendaraan yang telah lewat
dan akan lewat Jembatan Bandar. Sebagai pendekatan kendaraan yang lewat jembatan selama masa layan diasumsikan mempunyai karakteristik lalu lintas yang sama dengan ketika survei dilakukan. Jumlah kendaraan yang lewat dianggap proposional dengan jumlah kendaraan tahun yang bersangkutan terhadap tahun 2011 ketika survei dilakukan. Maka dilakukan survei pada tanggal 18 dan 20 Desember 2011 untuk menghitung jumlah kendaraan berat yang lewat. Hari Minggu tanggal 18 Desember 2011 mewakili hari libur dan hari selasa tanggal 20 Desember 2011 mewakili hari normal. Jumlah kendaraan yang lewat Jembatan Bandar dapat dilihat pada Tabel 4.18. Lembar survei dan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran H. Kendaraan yang termasuk jenis ADTTSL adalah golongan 7 A, 7 C1, 7 C2, dan 7 C3. Colt diesel, sedangkan bus dan golongan 6 B tidak termasuk kendaraan ADTTsl dikarenakan jumlah beratnya kurang dari 50 ton.
76
Tabel 4.18 Data Jumlah Kendaraan yang Lewat Jembatan Bandar. Golongan Colt Diesel Bus Besar 6B 7A 7 C1 7 C2 7 C3 Jumlah ADTTSL
Jumlah Kendaraan Hari normal 1.227 354 83 69 2 2 1
Hari Libur
per-minggu
563 395 37 24 1 1
7.925 2.519 535 438 13 12 7
tahun 2011 413.327 131.342 27.903 22.845 678 626 365
74
Perkiraan jumlah kendaraan yang telah lewat sejak jembatan bandar beroperasi tahun 1973 sampai dengan sekarang tahun 2011 digunakan proposional jumlah kendaraan pada tahun bersangkutan dengan jumlah kendaraan pada saat survei dilakukan. Jumlah kendaraan nasional sejak 1973 sampai 2025 pada ditampilkan Tabel 4.19. Tabel 4.19 Jumlah kendaraan Nasional mulai tahun 1973 - 2025 Tahun
Bis
Truk
1973 - 2008 19.679.365 48.848.403 2009 2.729.572 5.187.740 2010 3.105.965 5.748.097 2011 3.534.260 6.368.981 2012 4.021.615 7.056.930 2013 4.576.174 7.819.188 2014 5.207.203 8.663.782 2015 5.925.247 9.599.606 2016 6.742.306 10.636.512 2017 7.672.033 11.785.421 2018 8.729.964 13.058.431 2019 9.933.778 14.468.944 2020 11.303.591 16.031.816 2021 12.862.294 17.763.501 2022 14.635.933 19.682.236 2023 16.654.148 21.808.224 2024 18.950.662 24.163.852 2025 21.563.854 26.773.924 Keterangan sumber: Tahun 1973 – 2008 berdasarkan data BAPPENAS dan BPS Tahun 2009 berdasarkan data BPS Tahun 2010 - 2025 Perkiraan berdasarkan rata-rata pertumbuhan
77
Jumlah kendaraan tahun 1973 – 2008 didasarkan dari data BAPPENAS dan BPS, sedangkan jumlah kendaraan yang akan datang dipergunakan pertumbuhan rata-rata tahun 1973 – 2008. Tingkat pertumbuhan rata-rata tersebut untuk truk sebesar 11% dan bis sebesar 14%. Jumlah kendaraan yang melewati Jembatan Bandar diperhitungkan sebagai proposional pada tahun 2011 dengan tahun bersangkutan. Prediksi jumlah kendaraan yang lewat Jembatan Bandar mulai tahun 1973 – 2020 ditampilkan pada Tabel 4.20 Tabel 4.20 Prediksi Jumlah kendaraan yang lewat Jembatan Bandar tahun 1973 – 2015. Golongan Colt Diesel Bus Besar 6B 7A 7 C1 7 C2 7 C3
Jumlah Kendaraan 1973 -2011 4.293.138 1.079.540 289.822 273.048 7.042 6.502 3.791
2012
2013
2014
2015
457.973 149.453 30.917 29.128 751 694 404
535.177 161.248 34.256 32.274 832 769 448
608.975 178.666 37.957 35.760 922 852 497
692.950 197.964 42.057 39.622 1.022 944 550
Lanjutan Tabel 4.20 Golongan Colt Diesel Bus Besar 6B 7A 7 C1 7 C2 7 C3
4.4.4
Jumlah Kendaraan 2016
2017
2018
2019
2020
690.277 250.561 46.599 43.902 1.132 1.045 610
764.837 250.561 51.633 48.644 1.255 1.158 675
847.451 324.427 57.210 53.899 1.390 1.283 748
938.989 369.164 63.390 59.721 1.540 1.422 829
1.040.415 420.070 70.237 66.171 1.707 1.576 919
Akumulasi Kerusakan Fatik dan Umur Fatik. Akumulasi kerusakan fatik suatu jembatan tergantung pada kategori detil,
variasi tegangan yang terjadi, dan jumlah kendaraan yang lewat. Berdasarkan pengkategorian detil SNI T 03-2005, Jembatan bandar mempunyai kategori detil tipe 112 (12). Tipe 112 (12) adalah kategori detil daerah las sudut atau tumpul memanjang menerus yang dilaksanakan dari kedua sisi tetapi mempunyai kedudukan
78
berhenti mulai (SNI T 03-2005). Ilustrasi kategori detil tipe 112 dapat dilihat pada Gambar 4.17, sedangkan detil visual pada Jembatan Bandar pada Gambar 4.18.
Gambar 4.17 Kategori Detil 112 (SNI T 03-2005)
Gambar 4.18 Kategori Detil 112 (SNI T 03-2005) Perhitungan akumulasi kerusakan fatik sampai dengan tahun 2011 digunakam Rumus 2.11 ∑
≤ 1,00
Hasil perhitungan ditampilkan pada Tabel 4.21. ff merupakan hasil dari pemodelan menggunakan SAP2000 dengan beban “T” sesuai jenis kendaraan. Nilai nsc merupakan jumlah kendaraan yang lewat pada dua arah sedangkan N r merupakan jumlah siklus rencana sesuai grafik S-N pada Gambar 2.12. Cara perhitungan Nilai nsc adalah setiap kendaraan yang lewat diatas jembatan diasumsikan menimbulkan
79
satu siklus pada variasi tegangan sesuai dengan tipe kendaraan. Dengan cara tersebut dalam perhitungan analisis fatik mengabaikan faktor: kecepatan, kemacetan dan variasi tegangan yang berbeda ketika dua kendaraan melewati jembatan pada saat yang bersamaan. Jadi akumulasi kerusakan fatik Jembatan Bandar sampai dengan tahun 2011 sejumlah 0,4175, berarti Jembatan Bandar pada tahun 2011 aman terhadap kerusakan fatik. Tabel 4.21 Akumulasi Kerusakan Fatik Jembatan Bandar pada Tahun 2011. Jenis 1 Colt Diesel Bus Besar 6B 7A 7 C1 7 C2 7 C3
ff
nsc
Nr
MPa
bh
bh
2
3
4
37,71 4.293.138 72,14 1.079.540 72,14 289.822 122,68 273.048 127,82 7.042 180,76 6.502 180,83 3.791 Jumlah
~ 1,95E+07 1,95E+07 8,60E+05 8,50E+05 4,80E+05 4,80E+05
∑
5 0,0000 0,0554 0,0149 0,3175 0,0083 0,0135 0,0079 0,4175
Cara perhitungan yang sama dilakukan untuk mengetahui kapan waktu ketika akumulasi kerusakan fatik mencapai 0,75. Berdasarkan pada perhitungan Tabel 4.22 retak akibat fatik (akumulasi kerusakan fatik = 0,75) terjadi pada tahun bulan juli tahun 2016 (55 bulan). Pada saat akumulasi kerusakan fatik 0,75 jembatan sebaiknya dilakukan pemeriksaan apakah telah terjadi retak akibat fatik. Bila telah timbul retak sebaiknya keretakan terus dipantau, dan dilakukan pemeriksaan berkala paling lama selama 6 bulan. Perhitungan akumulasi fatik untuk tahun-tahun selanjutnya dilakukan seperti pada Tabel 4.21. hasil perhitungan akumulasi fatik tahun 2011 sampai dengan tahun 2020 di Tabel 4.23. Akumulasi kerusakan fatik 1,00 terjadi pada tahun 2020. Sehingga sisa umur akibat kerusakan fatik adalah 9 tahun. Pada saat itu jembatan tidak aman terhadap bahaya fatik.
80
Tabel 4.22 Jenis 1 Colt Diesel Bus Besar 6B 7A 7 C1 7 C2 7 C3
Akumulasi Kerusakan Fatik Jembatan Bandar pada Bulan Juli 2016. ff
nsc
Nr
MPa
bh
bh
2
3
4
37,71 72,14 72,14 122,68 127,82 180,76 180,83
7.724.645 2.163.593 511.728 482.109 12.434 11.481 6.694
~ 1,95E+07 1,95E+07 8,60E+05 8,50E+05 4,80E+05 4,80E+05
Jumlah
Tabel 4.23
4.5
∑
5 0,0000 0,1110 0,0262 0,5606 0,0146 0,0239 0,0139 0,7503
Akumulasi Kerusakan Fatik Tahun 2011 - 2020.
Pemilihan Waktu Pemeriksaan Selanjutnya Berdasarkan metode penilaian FCM, kondisi Jembatan Bandar disarankan
untuk diperiksa dan dinilai kembali dalam jangka waktu maksimal 24 bulan. Hal tersebut berarti bahwa Jembatan Bandar harus diperiksa ulang maksimal pada tahun 2013. Dari perhitungan akumulasi kerusakan fatik sampai dengan pemeriksaan berikut tahun 2013 jembatan Bandar masih aman karena mempunyai akumulasi kerusakan fatik 0,5608 (kurang dari 0,75).
81
Sesuai Rumus 2.12 ditentukan bahwa pemeriksaan selanjutnya disarankan dilaksanakan
ketika struktur mempunyai akumulasi kerusakan fatik 0,75. Hal
tersebut terjadi pada bulan Juli 2016. Sehingga berdasarkan hasil analisis fatik, waktu pemeriksan selanjutnya adalah 55 bulan. Waktu pemeriksaan selanjutnya yang disarankan adalah waktu pemeriksaan tersingkat antara hasil metode penilaian FCM dan hasil analisis kelelahan material. Dari metode penilaian FCM didapat jangka waktu pemeriksaan selanjutnya adalah 24 bulan. Berdasarkan hasil analisis kelelahan material, waktu pemeriksaan selanjutnya adalah bulan Juli 2016 atau 55 bulan. Dari kedua jangka waktu tersebut diambil yang tersingkat yaitu 24 bulan hasil metode penilaian FCM. 4.6
Konsep Rehabilitasi dan Pemeliharaan Batang FCM merupakan batang kritis yang perlu mendapat perhatian dalam
perawatan dan pemeliharaan. Pada kasus Jembatan Bandar batang-batang FCM terdapat pada batang bawah dan 6 batang diagonal tarik bagian tepi. Batang FCM tersebut harus diperiksa pada waktu perkiraan mulai timbul retak akibat fatik. Apabila dijumpai retak maka struktur yang retak tersebut harus diganti. Pemeriksaan dan penilaian jembatan Bandar dengan menggunakan metode BMS 1993 pada Sub bab 4.3.1 mendapat nilai 1 yang berarti terdapat kerusakan ringan. Secara struktural kondisi jembatan Bandar terdapat kerusakan/kekurangan akan tetapi secara fungsi masih dalam kondisi yang baik. Secara umum kerusakan yang terjadi pada Jembatan Bandar adalah karat pada landasan dan rangka, kerusakan/gompal pada lantai beton, adanya baut yang longgar atau hilang, hilangnya papan nama jembatan dan sampah yang menumpuk. Konsep rehabilitasi yang diusulkan pada penelitian ini mengacu pada Pedoman No. 013/BM/2008 Penanganan dan Pemeliharaan Jembatan Callender Hamilton (CH) Direktorat Jenderal Bina Marga Departement Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta 4.6.1
Perawatan dan Pemeliharaan Batang FCM Pada Jembatan Bandar, timbulnya retak akibat fatik diperkirakan terjadi pada
Juli 2016 ketika akumulasi fatik mencapai nilai 0,75. Pada saat itu perlu diperiksa
82
apakah terjadi retakan pada detil fatik las tipe 112 pada batang kritis. Batang kritis yang dimaksud adalah batang D4 dan D19, sedangkan detil fatik dapat dilihat pada Gambar 4.18. 4.6.1.1
Perbaikkan Akibat Retak Fatik.
Pemeriksaan retak dapat dilakukan secara visual dan mekanik, apabila uji retak tersebut diragukan dapat digunakan alat ultrasonic pulse velocity untuk memastikan ada-tidaknya retak. Apabila dijumpai retak, detil fatik yang bersangkutan harus diganti. Konsep cara pergantian adalah sebagai berikut: 1) Dipersiapkan batang/sambungan pengganti yang mempunyai tipe, jenis dan kualitas yang sama dengan yang digantikan. Baut 2) Mempersiapkan tempat dudukan dongkrak khusus jembatan yang stabil guna menyangga batang bawah ketika dilakukan pergantian. Dongkrak tersebut juga berguna untuk mengatur posisi batang/sambungan pengganti. 3) Lalu lintas dihentikan ketika pekerjaan dilaksanakan. 4) Memasang dongkrak datar dengan kapasitas 100, selanjutnya untuk tiap tahapan pendongkrakan dapat disiapkan beberapa lembar baja dan tumpukan kayu yang kokoh yang disesuaikan dengan rencana tahapan pengangkatan. 5) Melakukan pengangkatan jembatan dengan dongkrak sampai dirasa sambungan tersebut tidak menerima beban. Selama pengakatan terus dilakukan pengamatan dan pengontrolan agar tidak terjadi kerusakan struktural. 6) Melepaskan baut pada sambungan dan melakukan penggantian. 7) Dilakukan pergantian baut lama dengan yang baru, karena merupakan baut mutu tinggi yang tidak dapat digunakan ulang. 8) Melakukan pengencangan baut dasar perletakan dan pentakikan mur agar baut tidak hilang atau dicuri, dan terakhir melakukan penanclaan baut yang telah kencang dengan melakukan pengecatan 9) Menurunkan dongkrak sampai pada posisi awal dengan terus dipantau sambungan yang diganti dapat bekerja seperti semula. 10) Maksimal enam bulan setelah penggantian, dilakukan pemeriksan terhadap sambungan tersebut apakah telah bekerja seperti sediakala.
83
Dapat juga dilakukan juga modifikasi pada sistem sambungan yang fatik tanpa mengganti batang yang bersangkutan. Sebelum dilakukan hal tersebut perlu dilakukan analisis struktur terhadap jenis dan mutu sambungan yang baru. Perlu juga dilakukan analisis fatik terhadap batang FCM yang lain guna menentukan waktu pemeriksaan dan penggantiannya. 4.6.1.2
Akumulasi Fatik pada Beban Standar.
Analisis kelelahan yang dilakukan diatas didasarkan pada beban kendaraan yang diteliti oleh Iwan Zarkasih, 2007. Menurut penelitian tersebut beban muatan yang diangkut oleh kendaraan melebihi ketentuan. Padahal berdasarkan Surat Edaran Dirjen Perhubungan Darat No. SE.02/AJ.108/DRJD/2008 tentang Panduan Batasan Maksimum Perhitungan JBI (Jumlah Berat yang diIzinkan) dan JBKI (Jumlah Berat Kombinasi yang diIzinkan) untuk Mobil Barang, Kendaraan Khusus, Kendaraan Penarik
berikut
Kereta
Tempelan/Kereta
Gandengan.
Direktorat
Jenderal
Perhubungan Darat Departemen Perhubungan berat beban maksimum masingmasing golongan kendaraan ditampilkan pada Tabel 4.24 dan Tabel 4.25. Tabel 4.24
Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas II (Dirjen Perhubungan Darat, 2008) berat sumbu terbesar (Kg)
GOL Kendaraan
depan
Colt Diesel Bus Besar 6B 7A 7 C1 7 C2 7 C3
2500 6000 6000 6000 6000 6000 6000
tengah
belakang
10000 10000 20000
5000 10000 10000 18000 18000 30000 30000
84
Tabel 4.25
Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas III (Dirjen Perhubungan Darat, 2008) berat sumbu terbesar (Kg)
GOL Kendaraan
depan
Colt Diesel Bus Besar 6B 7A 7 C1 7 C2 7 C3
2000 6000 6000 6000 6000 6000 6000
tengah
belakang
8000 8000 16000
4000 8000 8000 15000 15000 24000 24000
Apabila ketentuan muatan tersebut dapat dilaksanakan maka sampai dengan tahun 2025 akumulasi fatik masih kurang dari 0,75, yang berarti sampai dengan tahun 2025 belum terdapat retak fatik. Nilai akumulasi fatik akibat kendaraan berat standar jalan kelas II dan jalan kelas III ditampilkan pada Tabel 4.26 dan Tabel 4.27. Analisis fatik selengkapnya disajikan pada Lampiran J. Dari Tabel 4.26 dan 4.27 terlihat bahwa apabila peraturan tentang muatan ditaati maka kerusakan fatik hampir tidak terjadi. Sebaliknya kerusakan fatik cepat terjadi apabila terjadi kelebihan muatan, oleh sebab itu pejabat berwenang untuk menerapkan peraturan tersebut untuk memperpanjang umur jembatan. Tabel 4.26
Akumulasi Fatik Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas II
85
Tabel 4.27
4.6.2
Akumulasi Fatik Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas III
Karat pada Landasan Kerusakan pada landasan tidak terlalu membahayakan keselamatan jembatan
karena lebar abutetment masih mencukupi apabila terjadi kegagalan pada landasan. Akan tetapi harus segera dilakukan perbaikkan untuk mencegah kerusakan yang lebih parah. Pada pemeriksaan rangka batang tidak ditemui retak atau patah, hanya kotor dan beberapa baut ada yang longgar. Foto karat pada landasan ditampilkan pada Gambar 4.19
Gambar 4.19 Kerusakan pada Landasan
86
Kerusakan pada perletakan/landasan, yang berupa karat, kurang pelumasan, dan kotoran sampah serta tanah. Karat timbul dikarenakan kelembaban akibat sampah dan kotoran tanah. Pada pilar P1 plat landasan/bearing sudah mencapai kerusakan yang parah. Rehabilitasi yang dilakukan sebaiknya diganti dengan yang baru. Penggantian dilakukan dengan cara mengangkat gelagar dan mengganti landasan yang rusak dengan yang baru. Mungkin diperlukan untuk mengangkat sebagian gelagar lainnya di samping gelagar dimana terdapat landasan yang rusak, untuk mendistribusikan beban pada beberapa titik dengan dongkrak serta menghindarkan kerusakan terhadap bagian lainnya dari struktur. Dongkrak datar khusus (lihat Gambar 4.20) biasanya dipakai untuk jenis pekerjaan semacam ini. Dongkrak tersebut cocok untuk ruang yang sempit antara gelagar dan balok kepala
Gambar 4.20 Dongkrak Khusus untuk Mengangkat Jembatan (www.enerpac.com) Acuan penanganan penggantian landasan tersebut adalah: pastikan mur pada angker sudah dilepas, sementara bagian atas jembatan tetap terpasang; jembatan didongkrak pada diafragma atau gelagar melintang, kemudian melepas pen pengunci as dan as-nya dicabut; setelah semua bagian bawah tercabut, perletakan diganti dengan komponen yang telah disiapkan; bila diinginkan perletakan berfungsi sebagai rol, diantara plat landasan diberi suatu lapisan dari bahan sintetik baru diatasnya dipasang komponen baru yang lubangnya, dibuat celah memanjang/oval untuk memungkinkan pergeseran antara plat tersebut. Lapisan bahan sintetik tersebut mempermudah pergerakan horizontal, karena koefisien gesernya yang sangat rendah;
87
pemasangan komponen baru dilakukan dengan prosedur terbalik dengan yang disebutkan diatas. Seandainya mekanikal bearing sudah rusak semuanya, maka perlu diganti dengan yang baru. Penggantiannya sesuai dengan prosedur diatas. Konstruksi landasan ditampilkan pada Gambar 4.21
Gambar 4.21 Konstruksi Landasan Jembatan CH. Metode Penggantian: 1) Melakukan pembongkaran sambungan siar muai. 2) Mempersiapkan
tempat
dudukan
dongkrak
yang
stabil
dengan
cara
membersihkan kepala jembatan dari bekas cor-coran beton dan mempersiapkan dudukan mortar yang stabil. 3) Mempersiapkan sistem pengaku di atas dongkar yang berupa boks baja kosong dengan ketebalan 7 mm dimensi 573 mm x 1000 mm x 108 mm yang cukup masif dan dapat dipasang atau dilepas terpisah dari gelagar melintang. 4) Memasang dongkrak datar dengan kapasitas 100 ton yang masuk ke dalam celah antara gelagar melintang dan lantai beton kepala jembatan. Selanjutnya untuk
88
tiap tahapan pendongkrakan dapat disiapkan beberapa lembar baja dan tumpukan kayu yang kokoh yang disesuaikan dengan rencana tahapan pengangkatan. 5) Meniadakan beban lalu-Iintas pada saat pengangkatan jembatan 6) Melepaskan baut dasar perletakan 7) Melakukan pengangkatan jembatan dengan dua buah dongkrak pada lokasi yang dipilih dari sisi jembatan arah memanjang dengan terus melakukan pengamatan dan pengontrolan agar tidak terjadi kerusakan struktural. 8) Melepaskan klip dan pin penghubung siku atas dan siku bawah jembatan 9) Memasangkan lapisan teflon yang dapat disisipkan antara pelat dasar dan besi siku perletakan 10) Memasangkan kembali klip dan pin 11) Menurunkan dongkrak sampai pada posisi awal 12) Melakukan pengencangan baut dasar perletakan dan pentakikan mur agar baut tidak hilang atau dicuri, dan terakhir melakukan penandaan baut yang telah kencang dengan melakukan pengecatan 4.6.3
Kerusakan pada Beton Kerusakan yang terjadi lantai beton adalah gompal pada lantai sehingga besi
tulangan nampak dan berkarat. Kerusakan ini terjadi karena penuaan dan oksidasi pada beton, serta karena pergerakan pada lantai akibat lendutan jembatan. Foto kerusakan pada beton lantai beton ditampilkan pada Gambar 4.22 Cara perbaikkannya adalah sebagai berikut: a.
Buang dan lepaskan semua bagian beton yang lepas dan rusak sampai bagian beton yang baik terlihat dan dalam keadaan bersih.
b.
Usahakan membersihkan beton sampai 15 mm di belakang besi tulangan agar didapat ikatan yang baik.
c.
Bersihkan semua karat yang ada pada besi tulangan.
d.
Kaitkan atau ikatkan besi tulangan yang baru jika didapat bagian besi tulangan yang diameternya hilang lebih dari 20%.
e.
Pakailah bahan perekat pada permukaan yang kering dengan bahan yang dapat disetujui.
89
f.
Pasanglah dan bentuklah beton baru untuk mendapatkan selimut beton yang sesuai bentuk asalnya. Ilustrasi cara perbaikkan ditampilkan pada Gambar 4.23
Gambar 4.22 Kerusakan pada Beton Lantai
Gambar 4.23 Ilustrasi Perbaikkan Kerusakan pada Beton Lantai
90
Catatan: -
Jika besi tulangan tidak terlihat dan hanya sedikit kerusakan beton, maka plesteran saja sudah cukup untuk memperbaikinya. Permukaan harus dibersihkan dan dilembabkan untuk memudahkan pengikatan beton lama dengan beton baru.
-
Jika ketebalan tambalan lebih dari 40 mm, disarankan agar ditambahkan jaring kawat (wire mesh) halus yang ditempelkan pada permukaan beton yang lama sebelum dipasang beton yang baru.
-
Disarankan agar menggunakan epoxy beton halus sebagai bahan pembentukan.
4.6.4
Baut yang Longgar atau Hilang Pada jembatan bandar terdapat beberapa baut yang hilang serta terdapat
hubungan baut yang longgar. Harus dilakukan pengecekan secara menyeluruh terhadap hubungan baja tersebut. Longgarnya ataupun hilang baut dapat meyebabkan kerusakan yang parah, bahkan keruntuhan. Visualisasi longgarnya baut ditampilkan pada Gambar 4.24. Bilamana suatu hubungan ini longgar, maka harus dikencangkan. Jika hubungan tersebut dihubungkan dengan baut mutu tinggi maka baut yang longgar tadi harus dibuang dan diganti dengan yang baru. Jika lubang baut menjadi besar diameternya karena pergerakan elemen yang longgar tersebut maka lubang tersebut harus diperbesar sampai adanya ukuran baut yang akan dipakai.
Gambar 4.24 Hubungan Antar Baja dengan Baut yang Longgar
91
4.6.5
Sampah dan kerusakan kecil. Secara kasat mata, kekurangan lain yang dominan terjadi adalah banyaknya
sampah yang terdapat di jembatan. Hal tersebut terjadi karena masyarakat membuang sampah sembarang ataupun tradisi membuang sesaji ke sungai dan menyangkut di jembatan. Pemeliharaan rutin harus dilakukan untuk membersihkan sampah dan kekurangan kecil lainnya. Foto timbunan sampah dan tanah ditampilkan pada Gambar 4.25.
Gambar 4.25 Penumpukan Sampah Pemeliharaan rutin pada dasarnya menjaga jembatan dalam keadaan seperti semula dan mencakup beberapa pekerjaan yang berulang, yang secara teknis cukup sederhana. Pemeliharaan rutin harus dimulai pada waktu jembatan selesai dibangun (jembatan masih dalam keadaan baru) dan dilanjutkan seumur jembatan tersebut. Hal ini merupakan suatu pengalokasian dana yang efektif dalam hal pemeliharaan. Pemeliharaan
rutin
jembatan
biasanya
dimasukkan
dalam
pekerjaan
pemeliharaan rutin jalan dan dilaksanakan bersamaan dengan pemeliharaan rutin jalan tersebut. Lingkup pekerjaan pemeliharaan rutin jembatan adalah sebagai berikut: a. Pembersihan secara umum, b. Membuang tumbuhan liar dan sampah, c. Penanganan kerusakan ringan drainase, d. Pengecatan sederhana, e. Pemeliharaan permukaan lantai kendaraan.
92
Jembatan harus dibersihkan dengan baik/tepat untuk menjamin bahwa penumpukan kotoran tidak akan menyebabkan kerusakan elemen jembatan atau jembatan secara keseluruhan di kemudian hari. Kegiatan pembersihan mencakup: a. Membersihkan tanah, kerikil, pasir dan sebagainya dari tempat-tempat yang seharusnya tidak ada dan yang mungkin mempunyai pengaruh yang membahayakan -
Semua drainase
-
Lantai dan sambungan siar-muai
-
Daerah sekitar perletakan/landasan dan sambungan siar-muai
-
Semua komponen rangka yang menahan kotoran dan sampah
-
Tiang sandaran dan sandarannya
-
Gelagar melintang
-
Ikatan angin horisontal
-
Sayap pada gelagar dan diafragma yang berbentuk rangka
-
Bagian atas balok kepala
-
Lubang suling-suling di kepala jembatan
-
Pembersihan sampah-sampah yang masih sedikit di bagian aliran sungai
b. Pembersihan tumbuhan liar, terutama pada daerah perletakan/landasan dan sambungan siar muai, pada dinding batu atau beton dan sekitar struktur kayu. Pembersihan tersebut harus dilakukan pada daerah kurang lebih 3 (tiga) meter dari setiap sisi jembatan. Pada setiap pekerjaan pembersihan harus diingat adanya pengaruh yang mungkin terjadinya erosi yang disebabkan oleh pembabatan tumbuhan yang ada. c. Membersihkan/mencuci tanda-tanda lalu lintas, papan nama jembatan dan sandaran yang dicat. Pada umumnya kegiatan tersebut di atas dilaksanakan dengan menggunakan sapu atau sekop. Pembersihan tumbuhan dapat dipakai parang pembabat, kapak dan/atau gergaji.
93
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan analisis pemodelan struktur, penyusunan metode penilaian FCM,
pemeriksaan dan penilaian Jembatan Bandar, perbandingan metode penilaian FCM dengan analisis kelelahan material serta usulan konsep rehabilitasi dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1.
Pengkategorian rangka batang Jembatan Bandar dengan pendekatan FCM dibagi menjadi batang FCM dan Non FCM. Batang FCM terdiri atas 6 batang tarik diagonal bagian tepi yaitu D2, D4, D6, D17, D19, D21; dan batang bawah yaitu BC1, BC2, BC3, BC4, BC5, BC6, BC7, BC8, BC9, BC10 dan BC11.
2.
Metode penilaian bangunan atas jembatan rangka baja dengan pendekatan FCM terdiri dari tahap penyaringan yang terdiri dari 6 kriteria dan tahap penilaian yang terdiri 9 kriteria. Nilai penilaian maksimal adalah 115 poin yang menentukan jangka waktu pemeriksaan selanjutnya berentang waktu antara 6 bulan sampai dengan 72 bulan.
3.
Hasil penilaian menggunakan metode penilaian FCM pada Jembatan Bandar menghasilkan penilaian dengan kondisi terdapat kerusakan ringan dan memperoleh nilai 95 poin dengan jangka waktu pemeriksaan selanjutnya 24 bulan.
4.
Waktu pemeriksaan hasil analisis fatik dilaksanakan ketika retak akibat fatik dimungkinkan timbul, pada Jembatan Bandar dimungkinkan akan timbul pada bulan Juli 2016 (55 bulan), sedangkan sisa umur akibat kerusakan fatik adalah 9 tahun lagi.
5.
Waktu pemeriksaan selanjutnya yang disarankan adalah waktu pemeriksaan tersingkat yaitu 24 bulan hasil dari metode penilaian jembatan rangka baja dengan pendekatan FCM
6.
Batang FCM harus diperiksa pada waktu perkiraan mulai timbul retak akibat fatik. Apabila dijumpai retak maka struktur yang retak tersebut harus diganti. Secara umum kerusakan yang terjadi pada Jembatan Bandar adalah: karat pada
94
landasan dan rangka; kerusakan/gompal pada lantai beton; adanya baut yang longgar atau hilang; hilangnya papan nama jembatan; dan sampah yang menumpuk. Hal tersebut dapat diperbaiki dengan: penggantian landasan; penambalan beton; pengecekan, pengencangan dan penggantian baut; serta adanya pemeliharaan rutin. 5.2
Saran Dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan, agar dapat diterapkan secara
luas maka perlu beberapa perbaikan. Dengan memperhatikan kondisi, secara khusus Jembatan Bandar perlu penangan. Perbaikkan dan penanganan tersebut antara lain: 1.
Metode yang diusulkan perlu diuji coba pada lokasi dan atau jenis jembatan lain.
2.
Perlu adanya kalibrasi waktu pemeriksaan selanjutnya terhadap faktor retak, korosi, pembebanan berlebih dan umur layan jembatan pada berbagai jembatan rangka baja di Indonesia.
3.
Secara khusus, pada Jembatan Bandar terdapat elemen jembatan yang perlu mendapat rehabilitasi dan perlu adanya pemeliharaan rutin yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
AASHTO, 2007, AASHTO LRFD Bridge Desing Specification, American Association of State Highway and Transportation Officials, Washington Amerika Serikat. Badan Standarisasi Nasional, 2005, SNI T-02-2005 Standar Pembebanan untuk Jembatan, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Badan Standarisasi Nasional, 2005, SNI T-03-2005 Perencanaan Struktur Baja Untuk jembatan, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. B. Kuhn, et all, 2008, Assesment of Existing Steel Structures: Recommendations for Estimation of Remaining Fatique Life, JRC Scientific and Technical Reports, Aachen, German. Dedy Hamdani, 2008, Penilaian Kondisi Struktur Bawah Jembatan Gelagar Baja Komposit Pascabanjir (studi kasus : Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri), Tesis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Dirjen Bina Marga, 1993a, Bridge Management System Panduan Pemeriksaan Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga Departement Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta. _______________, 1993b, Bridge Management System Panduan Prosedur Umum Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga Departement Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta. _______________, 1993c, Bridge Management System Panduan Pemeliharaan dan Rehabilitasi Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga Departement Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta _______________, 2005, Pedoman No. 04/BM/2005 Gambar Standar Pekerjaan Jalan dan Jembatan Volume dua Direktorat Jenderal Bina Marga Departement Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta. _______________, 2008, Pedoman No. 013/BM/2008 Penanganan dan Pemeliharaan Jembatan Callender Hamilton (CH) Direktorat Jenderal Bina Marga Departement Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta. Dirjen Perhubungan Darat, 2008, Surat Edaran No. SE.02/AJ.108/DRJD/2008 tentang Panduan Batasan Maksimum Perhitungan JBI (Jumlah Berat yang diIzinkan) dan JBKI (Jumlah Berat Kombinasi yang diIzinkan) untuk Mobil Barang, Kendaraan Khusus, Kendaraan Penarik berikut Kereta Tempelan/Kereta Gandengan. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan. Jakarta. Endah Ambarwati. 2008, Penilaian Kondisi Struktur Atas Jembatan Gelagar Baja Komposit Pascabanjir (studi kasus : Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri), Tesis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 95
96
Federal of Highway Administration (FHWA), 2006, Bridge Inspector’s Reference Manual (BIRM), Washington Amerika Serikat. Ferry Hariman, Hary Christady H, Andreas Triwiyono, 2007, Evaluasi dan Program Pemeliharaan Jembatan dengan Metode Bridge Management System (BMS) (studi Kasus : Empat Jembatan Propinsi D.I. Yogyakarta), Forum Teknik Sipil No. XVII/3 September 2007, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. FHWA, 1986, Inspection of Fracture Critical Bridge Member, Final Report, Research Development and Technology Turner Fairbank Highway Research center, Virginia Amerika Serikat Iwan Zarkasih, 2007, Upaya Balai V dalam Memelihara Jalan Berkelanjutan Tahan Cuaca dan Beban Kendaraan, Majalah HPJI, www.pu.go.id/assosiasi/hpji/majalah/mjt_0605.pdf, 4 Agustus 2011. Marsuki M, Andreas Triwiyono, Hary Christady H, 2009, Penilaian Kondisi Jembatan dengan Metode NYSDOT (Studi Kasus 3 Jembatan di Kota Kendari). Forum Teknik Sipil No. XIX/1 Januari 2009, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Michael J. Parr, Robert J. Connor, Mark Bowman, M.ASCE, 2010, Proposed Method for Determining the Interval for Hand-on Inspection of Steel Bridges with Fracture Critical Members, Journal of Bridge Engineering © ASCE / July/Agust 2010, Amerika Serikat. Minnesota Departemen of Transportation 2006, Fracture Critical Bridge Inspection in Depth Report, Minnesota Departemen of Transportation 2006, Minnesota Amerika Serikat. Pemerintah Republik Indonesia, 2006, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta. Radu Bancila, Edward Petzek, 2004, Present Concepts Regarding The Assesment of The Remaining Fatique Life of Steel Bridge in Romania http://www.apcmr.ro/Rec_Advances_Gioncu/bancila.pdf, 10 Agustus 2011 Transportation Research Board of the National Academies, 2005. Inspection and Management of Bridge with Fracture-Critical Details. National Cooperative Highway Research Program, Amerika Serikat.
Lampiran
Lampiran A Gambar Desain Jembatan Callender Hamilton
Gambar desain diambil dari Pedoman No. 04/BM/2005 Gambar Standar Pekerjaan Jalan dan Jembatan Volume dua Direktorat Jenderal Bina Marga Departement Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta. Halaman 10.29 sampai 10.34
Gambar desain diambil dari Pedoman No. 04/BM/2005 Gambar Standar Pekerjaan Jalan dan Jembatan Volume dua Direktorat Jenderal Bina Marga Departement Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta. Halaman 10.29 sampai 10.34
Lampiran B Perhitungan Beban untuk Input SAP2000
Perhitungan beban sebagai inputan SAP2000 beban mati jenis
q
l
p
beban
KN/m2
m
m
KN
trotoir sandaran lain-lain aspal
3,00 0,66 0,50 2,20
1,00 1,00 1,00 3,50
4,572 4,572 4,572 4,572 Buhul tengah Buhul tepi
13,72 3,02 2,29 35,20 54,22 27,11
beban hidup jenis
q
l
p
beban
KN/m2
m
m
KN
pejalan kaki (TTP) air hujan
3,75 0,49
1,00 4,50
4,572 4,572 Buhul tengah Buhul tepi
17,15 10,08 27,23 13,61
Beban BTR jenis Jalur tengah Jalur tepi
q
l
p
beban
KN/m2
m
m
KN
10,08 5,04
2,75 0,75
4,572 4,572 Buhul tengah Buhul tepi
126,74 17,28 144,02 72,01
Beban BGT jenis Jalur tengah Jalur tepi
q
l
beban
KN/m
m
KN
68,60 34,30
2,75 0,75
188,65 25,73
dimasukan dalam beban vehicle SAP200
214,38
Beban TTB jenis Jalur tengah Jalur tepi
q
l
KN/m
m
575,52 287,76
faktor
beban KN
2,75 0,75
5% 5% Jumlah dibagi 12 buhul
79,13 10,79 89,93 7,49
Beban Angin jenis
q
l
KN/m
m
faktor
beban KN
beban angin (Tew)
88,88 Jumlah dibagi 53 buhul tepi
ket : q = berat jenis (KN/M2) p = panjang (m) l = lebar (m) beban dalam satuan (KN) beban diatas merupakan beban satu jalur lalu lintas 3,5 m pada jembatan bandar terdapat 2 jalur (7,0 m) khusus beban angin hanya dibebankan pada 1 sisi buhul tepi
88,88 1,68
Lampiran C Gaya Batang Hasil Pemodelan SAP2000
Hasil Pemodelan Struktur Software Tanggal Output
: SAP 2000 V. 14.0.0 : 20 Desember 2011 : Gaya Batang dan Variasi Tegangan
Tipe
A
Frame 1
2
19
Gaya Batang
Variasi Teg. Akibat Beban Truk
Pmax
Pmin
PTmax
PTmin
Pvar
var
cm2
KN
MPa
KN
MPa
KN
KN
KN
MPa
3
4
5
6
7
8
9
10
11
1L15
29
92,5
319,1
24,1
83,3
108,3
-10,0
118,4
408,1
619
1L15
29
92,5
319,1
24,1
83,3
108,3
-10,0
118,4
408,1
501
1L15
29
92,6
319,2
24,2
83,4
102,6
-10,0
112,6
388,4
804
1L15
29
92,6
319,2
24,2
83,4
102,6
-10,0
112,6
388,4
56
2L15
58
184,5
318,1
81,2
140,0
212,0
0,0
212,0
365,5
655
2L15
58
184,5
318,1
81,2
140,0
212,0
0,0
212,0
365,5
Btg
59
1L15
29
67,6
233,1
-5,7
-19,5
81,2
-22,7
103,9
358,1
658
1L15
29
67,6
233,1
-5,7
-19,5
81,2
-22,7
103,9
358,1
511
2L15
58
184,3
317,8
81,1
139,8
205,7
0,0
205,7
354,7
814
2L15
58
184,3
317,8
81,1
139,8
205,7
0,0
205,7
354,7
18
2L15
58
175,0
301,7
79,2
136,6
203,4
0,0
203,4
350,7
618
2L15
58
175,0
301,7
79,2
136,6
203,4
0,0
203,4
350,7
2
2L15
58
170,1
293,3
90,4
155,9
200,5
0,0
200,5
345,6
602
2L15
58
170,1
293,3
90,4
155,9
200,5
0,0
200,5
345,6
40
2L15
58
168,0
289,6
88,5
152,6
198,7
0,0
198,7
342,5
639
2L15
58
168,0
289,6
88,5
152,6
198,7
0,0
198,7
342,5
393
2L15
58
170,0
293,1
90,4
155,8
198,5
0,0
198,5
342,3
753
2L15
58
170,0
293,1
90,4
155,8
198,5
0,0
198,5
342,3
500
2L15
58
174,9
301,5
79,1
136,5
198,1
0,0
198,1
341,6
803
2L15
58
174,9
301,5
79,1
136,5
198,1
0,0
198,1
341,6
514
1L15
29
67,6
233,2
-5,6
-19,5
75,9
-22,7
98,5
339,7
817
1L15
29
67,6
233,2
-5,6
-19,5
75,9
-22,7
98,5
339,7
403
2L15
58
167,9
289,4
88,5
152,5
195,8
0,0
195,8
337,6
763
2L15
58
167,9
289,4
88,5
152,5
195,8
0,0
195,8
337,6
57
2L15
58
153,5
264,7
41,8
72,0
176,9
-16,7
193,6
333,8
656
2L15
58
153,5
264,7
41,8
72,0
176,9
-16,7
193,6
333,8
21
1L15
29
61,1
210,6
-5,9
-20,4
74,2
-22,4
96,6
333,0
1
2
3
4
621
5
6
1L15
29
61,1
210,6
-5,9
41
3L15
87
230,6
265,0
640
3L15
87
230,6
512
2L15
58
815
2L15
503
1L15
806
7
8
9
10
11
-20,4
74,2
-22,4
96,6
333,0
130,4
149,8
276,5
0,0
276,5
317,8
265,0
130,4
149,8
276,5
0,0
276,5
317,8
153,6
264,8
41,8
72,1
166,6
-16,7
183,3
316,0
58
153,6
264,8
41,8
72,1
166,6
-16,7
183,3
316,0
29
61,1
210,7
-5,9
-20,4
69,3
-22,3
91,6
315,9
1L15
29
61,1
210,7
-5,9
-20,4
69,3
-22,3
91,6
315,9
60
1L15
29
61,2
211,0
-14,6
-50,5
67,1
-24,4
91,5
315,5
659
1L15
29
61,2
211,0
-14,6
-50,5
67,1
-24,4
91,5
315,5
404
3L15
87
230,5
265,0
130,3
149,8
273,6
0,0
273,6
314,5
764
3L15
87
230,5
265,0
130,3
149,8
273,6
0,0
273,6
314,5
4
3L15
87
224,4
257,9
129,7
149,1
269,7
0,0
269,7
310,0
604
3L15
87
224,4
257,9
129,7
149,1
269,7
0,0
269,7
310,0
395
3L15
87
224,4
257,9
129,7
149,1
268,3
0,0
268,3
308,4
755
3L15
87
224,4
257,9
129,7
149,1
268,3
0,0
268,3
308,4
515
1L15
29
61,2
211,1
-14,6
-50,4
64,1
-24,4
88,5
305,1
818
1L15
29
61,2
211,1
-14,6
-50,4
64,1
-24,4
88,5
305,1
3
3L15
87
216,1
248,4
121,8
140,0
257,5
0,0
257,5
295,9
603
3L15
87
216,1
248,4
121,8
140,0
257,5
0,0
257,5
295,9
394
3L15
87
216,0
248,3
121,8
140,0
255,1
0,0
255,1
293,2
754
3L15
87
216,0
248,3
121,8
140,0
255,1
0,0
255,1
293,2
58
2L15
58
121,6
209,7
10,3
17,8
139,3
-30,6
169,9
293,0
657
2L15
58
121,6
209,7
10,3
17,8
139,3
-30,6
169,9
293,0
22
1L15
29
52,7
181,8
-14,7
-50,5
60,5
-24,3
84,8
292,4
622
1L15
29
52,7
181,8
-14,7
-50,5
60,5
-24,3
84,8
292,4
510
1L15
29
51,8
178,5
-24,2
-83,3
57,9
-25,9
83,8
288,9
813
1L15
29
51,8
178,5
-24,2
-83,3
57,9
-25,9
83,8
288,9
42
4L15
116
274,9
237,0
158,4
136,6
332,9
0,0
332,9
287,0
641
4L15
116
274,9
237,0
158,4
136,6
332,9
0,0
332,9
287,0
405
4L15
116
274,9
237,0
158,4
136,6
330,9
0,0
330,9
285,3
765
4L15
116
274,9
237,0
158,4
136,6
330,9
0,0
330,9
285,3
43
4L15
116
267,0
230,2
156,0
134,5
324,5
0,0
324,5
279,8
642
4L15
116
267,0
230,2
156,0
134,5
324,5
0,0
324,5
279,8
504
1L15
29
52,8
181,9
-14,6
-50,5
56,7
-24,3
81,0
279,4
807
1L15
29
52,8
181,9
-14,6
-50,5
56,7
-24,3
81,0
279,4
406
4L15
116
267,0
230,2
156,0
134,5
323,5
0,0
323,5
278,9
766
4L15
116
267,0
230,2
156,0
134,5
323,5
0,0
323,5
278,9
513
2L15
58
121,7
209,8
10,4
17,9
130,2
-30,6
160,8
277,3
816
2L15
58
121,7
209,8
10,4
17,9
130,2
-30,6
160,8
277,3
44
4L15
116
264,9
228,4
157,7
136,0
320,9
0,0
320,9
276,6
1
2
3
4
5
6
7
8
643
4L15
116
264,9
228,4
157,7
136,0
320,9
6
4L15
116
261,0
225,0
155,2
133,8
606
4L15
116
261,0
225,0
155,2
20
1L15
29
54,3
187,1
2,6
620
1L15
29
54,3
187,1
55
1L15
29
51,8
178,6
654
1L15
29
51,8
178,6
1
1L15
29
67,5
601
1L15
29
39
1L15
638
9
10
11
0,0
320,9
276,6
316,1
0,0
316,1
272,5
133,8
316,1
0,0
316,1
272,5
9,1
63,6
-15,4
79,0
272,3
2,6
9,1
63,6
-15,4
79,0
272,3
-24,2
-83,3
52,9
-25,9
78,8
271,7
-24,2
-83,3
52,9
-25,9
78,8
271,7
232,6
31,3
108,0
78,1
0,0
78,1
269,4
67,5
232,6
31,3
108,0
78,1
0,0
78,1
269,4
29
67,4
232,3
31,2
107,4
78,0
0,0
78,0
268,9
1L15
29
67,4
232,3
31,2
107,4
78,0
0,0
78,0
268,9
5
4L15
116
255,3
220,1
148,6
128,1
309,4
0,0
309,4
266,7
605
4L15
116
255,3
220,1
148,6
128,1
309,4
0,0
309,4
266,7
396
4L15
116
255,3
220,1
148,6
128,1
308,4
0,0
308,4
265,9
756
4L15
116
255,3
220,1
148,6
128,1
308,4
0,0
308,4
265,9
392
1L15
29
67,4
232,3
31,2
107,6
76,0
0,0
76,0
262,2
752
1L15
29
67,4
232,3
31,2
107,6
76,0
0,0
76,0
262,2
402
1L15
29
67,4
232,4
31,1
107,3
76,0
0,0
76,0
262,2
762
1L15
29
67,4
232,4
31,1
107,3
76,0
0,0
76,0
262,2
499
1L15
29
42,9
147,9
-24,3
-83,8
49,9
-25,8
75,7
261,2
802
1L15
29
42,9
147,9
-24,3
-83,8
49,9
-25,8
75,7
261,2
509
1L15
29
41,9
144,4
-33,9
-117,0
48,0
-27,2
75,1
259,1
812
1L15
29
41,9
144,4
-33,9
-117,0
48,0
-27,2
75,1
259,1
502
1L15
29
54,3
187,2
2,7
9,2
58,8
-15,4
74,2
255,8
805
1L15
29
54,3
187,2
2,7
9,2
58,8
-15,4
74,2
255,8
17
1L15
29
42,9
147,9
-24,3
-83,7
45,4
-25,8
71,3
245,8
617
1L15
29
42,9
147,9
-24,3
-83,7
45,4
-25,8
71,3
245,8
54
1L15
29
41,9
144,4
-33,9
-117,0
41,5
-27,2
68,7
236,8
653
1L15
29
41,9
144,4
-33,9
-117,0
41,5
-27,2
68,7
236,8
498
1L15
29
32,0
110,2
-34,3
-118,3
38,7
-27,1
65,8
227,0
801
1L15
29
32,0
110,2
-34,3
-118,3
38,7
-27,1
65,8
227,0
16
1L15
29
32,0
110,3
-34,3
-118,2
33,0
-27,1
60,1
207,2
616
1L15
29
32,0
110,3
-34,3
-118,2
33,0
-27,1
60,1
207,2
497
1L15
29
17,3
59,8
-52,4
-180,7
17,4
-31,5
49,0
168,8
800
1L15
29
17,3
59,8
-52,4
-180,7
17,4
-31,5
49,0
168,8
15
1L15
29
17,4
59,9
-52,4
-180,6
12,8
-31,5
44,3
152,9
615
1L15
29
17,4
59,9
-52,4
-180,6
12,8
-31,5
44,3
152,9
508
2L15
58
22,5
38,8
-48,3
-83,3
37,8
-29,9
67,7
116,7
811
2L15
58
22,5
38,8
-48,3
-83,3
37,8
-29,9
67,7
116,7
53
2L15
58
22,5
38,8
-48,3
-83,3
29,5
-29,9
59,4
102,4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
652
2L15
58
22,5
38,8
-48,3
-83,3
29,5
-29,9
59,4
102,4
507
2L15
58
-9,3
-16,0
-122,1
-210,6
-5,7
-61,8
56,1
96,7
810
2L15
58
-9,3
-16,0
-122,1
-210,6
-5,7
-61,8
56,1
96,7
496
1L15
29
-8,7
-29,9
-68,8
-237,2
-5,9
-33,3
27,4
94,6
799
1L15
52
2L15
29
-8,7
-29,9
-68,8
-237,2
-5,9
-33,3
27,4
94,6
58
-9,2
-15,9
-122,1
-210,5
-11,8
-61,8
50,0
86,1
651
2L15
58
-9,2
-15,9
-122,1
-210,5
-11,8
-61,8
50,0
86,1
14
1L15
29
-8,6
-29,8
-68,8
-237,1
-9,3
-33,3
24,0
82,7
614
1L15
29
-8,6
-29,8
-68,8
-237,1
-9,3
-33,3
24,0
82,7
506
2L15
58
-43,1
-74,4
-157,5
-271,6
-42,6
-71,7
29,1
50,2
809
2L15
58
-43,1
-74,4
-157,5
-271,6
-42,6
-71,7
29,1
50,2
49
4L15
116
-157,5
-135,8
-281,0
-242,2
-158,5
-107,3
51,2
44,1
648
4L15
116
-157,5
-135,8
-281,0
-242,2
-158,5
-107,3
51,2
44,1
411
4L15
116
-157,5
-135,8
-281,0
-242,2
-158,5
-107,3
51,2
44,1
771
4L15
116
-157,5
-135,8
-281,0
-242,2
-158,5
-107,3
51,2
44,1
11
4L15
116
-157,3
-135,6
-280,4
-241,8
-158,3
-107,2
51,1
44,1
611
4L15
116
-157,3
-135,6
-280,4
-241,8
-158,3
-107,2
51,1
44,1
401
4L15
116
-157,3
-135,6
-280,4
-241,8
-158,3
-107,2
51,1
44,1
761
4L15
116
-157,3
-135,6
-280,4
-241,8
-158,3
-107,2
51,1
44,1
51
2L15
58
-43,1
-74,2
-157,4
-271,4
-46,7
-71,6
25,0
43,1
650
2L15
58
-43,1
-74,2
-157,4
-271,4
-46,7
-71,6
25,0
43,1
48
4L15
116
-152,3
-131,3
-278,6
-240,2
-153,5
-108,4
45,1
38,9
647
4L15
116
-152,3
-131,3
-278,6
-240,2
-153,5
-108,4
45,1
38,9
410
4L15
116
-152,3
-131,3
-278,5
-240,1
-153,5
-108,4
45,1
38,9
770
4L15
116
-152,3
-131,3
-278,5
-240,1
-153,5
-108,4
45,1
38,9
10
4L15
116
-148,2
-127,8
-270,8
-233,5
-149,0
-105,8
43,2
37,3
610
4L15
116
-148,2
-127,8
-270,8
-233,5
-149,0
-105,8
43,2
37,3
400
4L15
116
-148,2
-127,8
-270,8
-233,4
-149,0
-105,8
43,2
37,3
760
4L15
116
-148,2
-127,8
-270,8
-233,4
-149,0
-105,8
43,2
37,3
9
3L15
87
-116,0
-133,4
-222,2
-255,4
-116,0
-90,7
25,4
29,2
609
3L15
87
-116,0
-133,4
-222,2
-255,4
-116,0
-90,7
25,4
29,2
47
4L15
116
-155,7
-134,3
-298,0
-256,9
-155,5
-121,6
33,8
29,2
646
4L15
116
-155,7
-134,3
-298,0
-256,9
-155,5
-121,6
33,8
29,2
399
3L15
87
-116,0
-133,3
-222,2
-255,4
-116,0
-90,7
25,4
29,1
759
3L15
87
-116,0
-133,3
-222,2
-255,4
-116,0
-90,7
25,4
29,1
409
4L15
116
-155,7
-134,2
-297,9
-256,9
-155,4
-121,6
33,8
29,1
769
4L15
116
-155,7
-134,2
-297,9
-256,9
-155,4
-121,6
33,8
29,1
495
2L15
58
-41,8
-72,0
-129,2
-222,8
-41,8
-57,4
15,7
27,0
798
2L15
58
-41,8
-72,0
-129,2
-222,8
-41,8
-57,4
15,7
27,0
46
3L15
87
-140,0
-160,9
-278,2
-319,7
-139,8
-121,7
18,1
20,8
1
2
645
3L15
408
3
4
5
6
7
87
-140,0
-160,9
-278,2
-319,7
3L15
87
-139,9
-160,9
-278,1
768
3L15
87
-139,9
-160,9
13
2L15
58
-41,7
613
2L15
58
8
2L15
58
608
2L15
398
8
9
10
11
-139,8
-121,7
18,1
20,8
-319,6
-139,8
-121,7
18,1
20,8
-278,1
-319,6
-139,8
-121,7
18,1
20,8
-71,9
-129,2
-222,7
-45,7
-57,4
11,7
20,2
-41,7
-71,9
-129,2
-222,7
-45,7
-57,4
11,7
20,2
-77,2
-133,1
-152,8
-263,5
-77,1
-66,2
10,9
18,8
58
-77,2
-133,1
-152,8
-263,5
-77,1
-66,2
10,9
18,8
2L15
58
-77,2
-133,0
-152,8
-263,4
-77,1
-66,2
10,9
18,7
758
2L15
58
-77,2
-133,0
-152,8
-263,4
-77,1
-66,2
10,9
18,7
397
1L15
29
-42,7
-147,1
-96,1
-331,2
-42,6
-46,7
4,1
14,1
757
1L15
29
-42,7
-147,1
-96,1
-331,2
-42,6
-46,7
4,1
14,1
7
1L15
29
-42,7
-147,3
-96,2
-331,6
-42,7
-46,7
4,1
14,0
607
1L15
29
-42,7
-147,3
-96,2
-331,6
-42,7
-46,7
4,1
14,0
50
3L15
87
-99,2
-114,0
-198,8
-228,6
-99,1
-87,8
11,4
13,1
649
3L15
87
-99,2
-114,0
-198,8
-228,6
-99,1
-87,8
11,4
13,1
505
3L15
87
-99,0
-113,8
-198,7
-228,3
-99,0
-87,7
11,3
13,0
808
3L15
87
-99,0
-113,8
-198,7
-228,3
-99,0
-87,7
11,3
13,0
12
3L15
87
-92,5
-106,3
-192,8
-221,6
-92,5
-84,3
8,2
9,4
612
3L15
87
-92,5
-106,3
-192,8
-221,6
-92,5
-84,3
8,2
9,4
494
3L15
87
-92,4
-106,2
-192,8
-221,6
-92,4
-84,3
8,1
9,3
797
3L15
87
-92,4
-106,2
-192,8
-221,6
-92,4
-84,3
8,1
9,3
407
2L15
58
-84,4
-145,6
-183,8
-317,0
-84,4
-89,4
5,0
8,6
767
2L15
58
-84,4
-145,6
-183,8
-317,0
-84,4
-89,4
5,0
8,6
45
2L15
58
-84,5
-145,8
-184,0
-317,3
-84,5
-89,4
4,9
8,5
644
2L15
58
-84,5
-145,8
-184,0
-317,3
-84,5
-89,4
4,9
8,5
Lampiran D Gambar Diagram Gaya Hasil Pemodelan SAP2000
Model Jembatan dan Jalur
Gaya Aksial
Gaya Shear 2 – 2
Gaya Shear 3-3
Gaya Torsi
Gaya Moment 2-2
Gaya Momen 3 - 3
Lampiran E Cara Penomoran Batang
Lampiran F Data Jumlah Kendaraan tahun 1973 – 2009 di Indonesia
Tahun
Tahun ke
Mobil Penumpang
1973
1
307.739
30.368
144.060
720.056
1.202.223
1974
2
337.701
31.439
166.356
945.182
1.480.678
1975
3
377.990
35.900
189.480
1.151.045
1.754.415
1976
4
419.240
39.389
220.692
1.407.323
2.086.644
1977
5
471.099
46.644
268.098
1.719.489
2.505.330
1978
6
531.206
57.835
328.022
1.939.974
2.857.037
1979
7
577.345
69.545
383.648
2.266.183
3.296.721
1980
8
729.517
86.166
478.066
2.677.799
3.971.548
1981
9
722.441
112.078
590.538
3.197.305
4.622.362
1982
10
791.019
134.430
657.104
3.764.442
5.346.995
1983
11
869.940
160.260
717.873
4.135.677
5.883.750
1984
12
841.717
184.333
809.504
4.687.912
6.523.466
1985
13
997.252
228.196
884.391
4.760.692
6.870.531
1986
14
1.059.851
256.576
876.084
5.115.925
7.308.436
1987
15
1.170.103
303.378
953.694
5.554.305
7.981.480
1988
16
1.073.106
385.731
892.651
5.419.531
7.771.019
1989
17
1.182.253
434.903
952.391
5.722.291
8.291.838
1990
18
1.313.210
468.550
1.024.296
6.082.966
8.889.022
1991
19
1.494.607
504.720
1.087.940
6.494.871
9.582.138
1992
20
1.590.750
539.943
1.126.262
6.941.000
10.197.955
1993
21
1.700.454
568.490
1.160.539
7.355.114
10.784.597
1994
22
1.890.340
651.608
1.251.986
8.134.903
11.928.837
1995
23
2.107.299
688.525
1.336.177
9.076.831
13.208.832
1996
24
2.409.088
595.419
1.434.783
10.090.805
14.530.095
1997
25
2.639.523
611.402
1.548.397
11.735.797
16.535.119
1998
26
2.769.375
626.680
1.586.721
12.628.991
17.611.767
1999
27
2.897.803
644.667
1.628.531
13.053.148
18.224.149
2000
28
3.038.913
666.280
1.707.134
13.563.017
18.975.344
2001
29
3.261.807
687.770
1.759.547
15.492.148
21.201.272
2002
30
3.403.433
714.222
1.865.398
17.002.140
22.985.193
Bis
Truk
Sepeda Motor
Jumlah
Tahun
Tahun ke
2003
31
2004
Mobil Penumpang
Bis
Truk
Sepeda Motor
Jumlah
3.885.228
798.079
2.047.022
19.976.376
26.706.705
32
4.464.281
933.199
2.315.779
23.055.834
30.769.093
2005
33
5.494.034
1.184.918
2.920.828
28.556.498
38.156.278
2006
34
6.615.104
1.511.129
3.541.800
33.413.222
45.081.255
2007
35
8.864.961
2.103.423
4.845.937
41.955.128
57.769.449
2008
36
9.859.926
2.583.170
5.146.674
47.683.681
65.273.451
2009
37
10.364.125
2.729.572
5.187.740
52.433.132
70.714.569
Keterangan Tahun 1973 – 1978 Sumber : BAPPENAS http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6977/ Tahun 1979 – 1981 Sumber : BAPPENAS www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6892/ Tahun 1982 – 1986 Sumber : BAPPENAS www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6737/ Tahun 1987 – 2009 http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=17¬ab=12 Sumber : Kantor Kepolisian Republik Indonesia *)
sejak 1999 tidak termasuk Timor-Timur
Lampiran G Perhitungan Rata-rata Pertumbuhan Kendaraan
Tahun
Bis
Pertambahan (% )
Truk
Pertambahan (%)
1973
30.368
144.060
1974
31.439
4
166.356
15
1975
35.900
14
189.480
14
1976
39.389
10
220.692
16
1977
46.644
18
268.098
21
1978
57.835
24
328.022
22
1979
69.545
20
383.648
17
1980
86.166
24
478.066
25
1981
112.078
30
590.538
24
1982
134.430
20
657.104
11
1983
160.260
19
717.873
9
1984
184.333
15
809.504
13
1985
228.196
24
884.391
9
1986
256.576
12
876.084
(1)
1987
303.378
18
953.694
9
1988
385.731
27
892.651
(6)
1989
434.903
13
952.391
7
1990
468.550
8
1.024.296
8
1991
504.720
8
1.087.940
6
1992
539.943
7
1.126.262
4
1993
568.490
5
1.160.539
3
1994
651.608
15
1.251.986
8
1995
688.525
6
1.336.177
7
1996
595.419
(14)
1.434.783
7
1997
611.402
3
1.548.397
8
1998
626.680
2
1.586.721
2
1999*)
644.667
3
1.628.531
3
2000
666.280
3
1.707.134
5
2001
687.770
3
1.759.547
3
2002
714.222
4
1.865.398
6
2003
798.079
12
2.047.022
10
2004
933.199
17
2.315.779
13
2005
1.184.918
27
2.920.828
26
2006
1.511.129
28
3.541.800
21
2007
2.103.423
39
4.845.937
37
2008
2.583.170
23
5.146.674
6
2009
2.729.572
6
5.187.740
1
Jumah/Average
22.408.937
14
54.036.143
11
KET
Lampiran H Hasil Survei Kendaraan yang Lewat Jembatan
Rekapitulasi Jumlah Kendaraan yang Lewat
Jumlah Kendaraan
Golongan Hari normal
Hari Libur
per-minggu
tahun 2011
Colt Diesel
1.227
563
7.925
413.327
Bus Besar
354
395
2.519
131.342
6B
83
37
535
27.903
7A
80
24
504
26.288
7 C1
2
1
13
678
7 C2
2
-
12
626
7 C3
1
1
7
365
Survey Perhitungan Kendaraan yang Lewat Jembatan
Hari, tanggal
: Minggu, 18 Desember 2011.
Arah
: Kediri
No.
Jam
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Jenis Colt Diesel
Bus
6B
7A
06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-12.00 12.00-13.00 13.00-14.00 14.00-15.00 15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00 18.00-19.00 19.00-20.00 20.00-21.00 21.00-22.00 22.00-23.00 23.00-24.00 00.00-01.00 01.00-02.00 02.00-03.00 03.00-04.00 04.00-05.00 05.00-06.00
24 20 23 26 21 19 14 13 16 17 15 15 20 10 7 5 4 5 2 3 4 8 12 18
2 10 12 10 11 15 9 10 9 6 12 11 11 9 6 7 3 1 2 3 6 9 3 5
1 4 4 5 3 1 1
4 0 2
1 3 2 2
Jumlah
321
182
33
21
7 C1
7 C2
7 C3
1 1 1 1 1
2 3 1
1 2 1 1
1 1 1
1 2
1 1
0
1
Survey Perhitungan Kendaraan yang Lewat Jembatan
Hari, tanggal
: Minggu, 18 Desember 2011.
Arah
: Nganjuk
No.
Jam
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Jenis Colt Diesel
Bus
06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-12.00 12.00-13.00 13.00-14.00 14.00-15.00 15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00 18.00-19.00 19.00-20.00 20.00-21.00 21.00-22.00 22.00-23.00 23.00-24.00 00.00-01.00 01.00-02.00 02.00-03.00 03.00-04.00 04.00-05.00 05.00-06.00
16 13 14 16 14 15 11 12 10 8 18 10 9 4 6 10 5 3 2 5 4 6 13 18
10 10 13 14 10 12 10 7 10 11 15 7 8 6 5 4 2 3 2 5 10 14 11 14
Jumlah
242
213
6B
7A
7 C1
7 C2
7 C3
0
0
0
2 1
1
1
1 1
4
3
Survey Perhitungan Kendaraan yang Lewat Jembatan
Hari, tanggal
: Selasa, 20 Desember 2011.
Arah
: Kediri
No.
Jam
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Jenis Colt Diesel
Bus
6B
7A
06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-12.00 12.00-13.00 13.00-14.00 14.00-15.00 15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00 18.00-19.00 19.00-20.00 20.00-21.00 21.00-22.00 22.00-23.00 23.00-24.00 00.00-01.00 01.00-02.00 02.00-03.00 03.00-04.00 04.00-05.00 05.00-06.00
25 35 53 60 53 59 55 52 51 51 36 37 17 8 6 5 3 4 6 2 7 16 18 20
11 9 9 10 12 14 10 9 11 12 12 10 6 4 5 6 4 3 3 2 3 4 5 4
2 2 8 7 5 3 7 6 5 3 4 4 2 1
3 5 5 4 4 3 5 7 3 6 2 3 5 2
4
4 4 3 5
Jumlah
679
178
66
74
7 C1
7 C2
7 C3
1
1 1
1 1 1
2
1
2
2
1
Survey Perhitungan Kendaraan yang Lewat Jembatan
Hari, tanggal
: Selasa, 20 Desember 2011.
Arah
: Nganjuk
No.
Jam
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Jenis Colt Diesel
Bus
6B
7A
06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-12.00 12.00-13.00 13.00-14.00 14.00-15.00 15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00 18.00-19.00 19.00-20.00 20.00-21.00 21.00-22.00 22.00-23.00 23.00-24.00 00.00-01.00 01.00-02.00 02.00-03.00 03.00-04.00 04.00-05.00 05.00-06.00
22 20 37 42 45 51 49 40 45 41 39 19 15 8 7 6 9 4 5 3 8 4 15 14
14 12 11 9 11 6 7 9 8 10 9 4 6 5 6 4 3 2 3 4 5 4 9 15
1 1 2
1
Jumlah
548
176
17
2
7 C1
7 C2
7 C3
0
0
0
1 1
2 1
1
2 1
1
1
1
1 2 1 6
Lampiran I Penilaian Jembatan Bandar Dengan Metode BMS, 1993.
Lampiran J Analisis Fatik Sesuai Beban Standar.
Beban kendaraan berat standar jalan kelas II (Dirjen Perhubungan Darat, 2008) berat sumbu terbesar (Kg)
GOL Kendaraan
depan
Colt Diesel Bus Besar 6B 7A 7 C1 7 C2 7 C3
2500 6000 6000 6000 6000 6000 6000
tengah
belakang
10000 10000 20000
5000 10000 10000 18000 18000 30000 30000
Variasi Tegangan pada batang kritis (Analisis SAP2000) Pvar
A
ff
Frame
cm2
MPa
1
2
3
5
Kendaraan Pribadi Colt Diesel Bus Besar 6B 7A 7 C1 7 C2
1,404 5,469 11,179 11,179 17,941 23,52 33,664
29,00 29,00 29,00 29,00 29,00 29,00 29,00
4,84 18,86 38,55 38,55 61,87 81,10 116,08
7 C3 39,243 Keterangan: > 26 MPa Menimbulkan kelelahan fatik
29,00
135,32
Jenis
Ket 11
Akumulasi Fatik sampai dengan tahun2025
Tahun
Akumulasi fatik
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
0,4175 0,4194 0,4216 0,4240 0,4267 0,4296 0,4329 0,4365 0,4405 0,4450 0,4499
2022 2023 2024 2025
0,4554 0,4615 0,4682 0,4756
Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas III (Dirjen Perhubungan Darat, 2008) berat sumbu terbesar (Kg)
GOL Kendaraan
depan
Colt Diesel Bus Besar 6B 7A 7 C1 7 C2 7 C3
2000 6000 6000 6000 6000 6000 6000
tengah
belakang
8000 8000 16000
4000 8000 8000 15000 15000 24000 24000
Variasi Tegangan pada batang kritis (Analisis SAP2000) Jenis 1
Pvar
A
ff
Ket
Frame 2
cm2 3
MPa 5
11
29,00 29,00 29,00 29,00 29,00 29,00 29,00 29,00
4,84 15,09 32,72 32,72 53,12 68,51 94,74 110,14
Kendaraan Pribadi 1,404 Colt Diesel 4,375 Bus Besar 9,488 6B 9,488 7A 15,405 7 C1 19,868 7 C2 27,476 7 C3 31,94 Keterangan: > 26 MPa Menimbulkan kelelahan fatik
Akumulasi Fatik sampai dengan tahun2025 Tahun
Akumulasi fatik
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
0,4175 0,4186 0,4198 0,4212 0,4227 0,4243 0,4262 0,4282 0,4305 0,4330 0,4358 0,4389 0,4424 0,4462 0,4504
B
A
A
D
B
C
C
Denah Jembatan Bandar.( Dirjen Bina Marga, 2005)
Gambar Penomoran Batang pada Potongan A-A .
D
Gambar Penomoran Batang pada Potongan B - B.
Gambar Penomoran Batang pada Potongan C - C.
Gambar Penomoran Batang pada Potongan D- D.
Gambar Penamaan Batang menurut BMS 1993.
Gambar Detil Penamaan Batang menurut BMS 1993.