PENILAIAN KONDISI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GELAGAR BAJA KOMPOSIT PASCABANJIR (Studi kasus: Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri)
Assesment of Superstructure of Composite Bridge After Flooding (Case study: Keduang Bridge, Wonogiri Regency)
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Master
Disusun Oleh :
ENDAH AMBARWATI S 940 907 107
MAGISTER TEKNIK SIPIL KONSENTRASI TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
PENILAIAN KONDISI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GELAGAR BAJA KOMPOSIT PASCABANJIR (Studi kasus: Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri)
Assesment of Superstructure of Composite Bridge After Flooding (Case study: Keduang Bridge, Wonogiri Regency)
TESIS Disusun Oleh :
ENDAH AMBARWATI S 940 907 107 Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Dosen Pembimbing :
ii
PENILAIAN KONDISI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GELAGAR BAJA KOMPOSIT PASCABANJIR (Studi kasus: Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri) Assesment of Superstructure of Composite Bridge After Flooding (Case study: Keduang Bridge, Wonogiri Regency)
TESIS Disusun Oleh :
ENDAH AMBARWATI S 940 907 107 Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Pendadaran Program Studi Magister Teknik Sipil pada hari Jumat, 30 Januari 2009 Dewan Penguji :
iii
INTISARI Endah Ambarwati, 2009, PENILAIAN KONDISI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GELAGAR BAJA KOMPOSIT PASCABANJIR (Studi Kasus Jembatan Keduang,
Kabupaten Wonogiri), Magister Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta Banjir tanggal 26 Desember 2007 yang melanda wilayah DAS Bengawan Solo Hulu mengakibatkan kerusakan jembatan-jembatan pada ruas jalan nasional di Provinsi Jawa Tengah, salah satunya Jembatan Keduang (Nomor ruas: 24.109.006.0). Struktur atas merupakan komponen pertama yang langsung menerima beban sebelum diteruskan ke pilar dan pondasi. Kerusakan pada elemen struktur atas sering menimbulkan keraguan mengenai kinerja dan keamanan bangunan secara keseluruhan. Untuk lebih meyakinkan, apakah struktur atas mampu mendukung beban yang bekerja, perlu dilakukan penilaian kondisi strukturnya. Berdasarkan penilaian ini dapat dicari alternatif perbaikan struktur atas apabila ternyata kondisinya tidak aman untuk dioperasikan. Pemeriksaan kondisi jembatan pada penelitian ini dilaksanakan dengan melihat langsung struktur yang rusak secara visual sesuai prosedur pemeriksaan Bridge Management System (BMS). Pengukuran struktur jembatan menggunakan alat ukur Theodolite dan Waterpass. Perhitungan pembebanan struktur atas menggunakan kombinasi pembebanan maksimum berdasarkan daya layan dan daya ultimit sesuai dengan RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan, kemudian melakukan analisis kapasitas struktur atas jembatan. Analisis tersebut meliputi analisis gelagar, analisis lateral bracing, dan analisis perletakan jembatan. Hasil penilaian kondisi terhadap Jembatan Keduang menunjukkan bahwa jembatan dalam keadaan kritis. Hasil analisis stuktural menunjukkan gelagar jembatan tidak aman terhadap tegangan lentur, tetapi aman terhadap tegangan geser, lendutan dan torsi. Sambungan gelagar masih aman. Tegangan pada lateral bracing dan perletakan tidak aman. Tegangan lentur gelagar tepi 3793,2793 kg/cm2 > σijin (1900 kg/cm2) dan gelagar tengah 3511,6405 kg/cm2 >σijin (1900 kg/cm2). Tegangan geser gelagar tepi 633,8119 kg/cm < τijin (1100 kg/cm) dan gelagar tengah 632,2430 kg/cm < τijin (1100 kg/cm). Lendutan gelagar tepi = 47,46 mm < fijin (83,33 mm) dan gelagar tengah 46,76 mm < fijin (83,33 mm). Torsi gelagar 10390,8922 Nm < Tijin (2,3x105 Nm). Tegangan lateral bracing 1846,1158 kg/cm2 > σijin (1400 kg/cm2 ). Tegangan pada perletakan 174,4824 kg/cm2 > σijin (80 kg/cm2). Perbaikan lentur gelagar baja dapat dilakukan dengan menambah cover plate. Pemasangan cover plate dengan dimensi 300x8 mm pada flens dan webs dimensi 2x665x8 mm pada gelagar tepi dan 2x620x7 pada gelagar tengah mampu mengatasi kelebihan tegangan yang terjadi. Alternatif lain menggunakan prategang eksternal, dengan gaya prategang 81,6 ton pada gelagar tepi dan 82,5 ton pada gelagar tengah sudah mampu mengatasi kelebihan tegangan yang terjadi. Lateral bracing dilakukan penggantian dengan merubah dimensi dan meningkatkan mutu profil. Lateral bracing sudah aman dengan penggantian profil menggunakan double siku 90x90x13x13. Perletakan diperbaiki dengan mengganti beton dan memperbesar dimensi menjadi 600x500 mm atau meningkatkan mutu bahan dengan beton yang mempunyai tegangan minimal sama dengan kelebihan tegangan yang terjadi. Kata kunci : struktur atas, penilaian kondisi, beban maksimum , kapasitas struktur, perbaikan
iv
ABSTRACT Endah Ambarwati, 2009, ASSESSMENT OF SUPERSTRUCTURE OF COMPOSIT BRIDGE AFTER FLOODING (Case Study : Keduang Bridge, Wonogiri Regency, Magister Rehabilitation and Maintenance of Building, Postgraduate Program, Sebelas Maret University Flood happened in 26th Decembers 2007 occurred in upper Bengawan Solo river resulted in bridges damage of the national road in Central Java. One of them is Keduang Bridge (path number: 24.109.006.0). Superstructure is the first component that receive load before transfered to substructure. Superstructure element damage often creates a question about safety and capacity of the entire structure. To ensure that the superstructure really supports the total amount of load, the researcher needs to analyze the superstructure condition and component. This research, therefore, tends to figure out the safety of the bridge. The research was conducted by checking the damage structure usually utilized the Bridge Management System (BMS) procedure. Bridge structure measurement was carried out by using Theodolite and waterpass, to figure out the detail bridge structure condition. Load measurement done in this research using the combination of maximum load based on the service ability and ultimate bearing capacity to RSNI T-02-2005 about Load Standard for bridge. Then, super structure analyzing was conducted. The analysis covers girder analyzing, lateral bracing analyzing, and bearings capacity. The result of the Keduang bridge superstructure analyzing shows that the bridge is critical. Superstucture analysis shows that girder is unsafe to bending stress, but safe to shearing stress, deflection and torsion. Connection of girder is still safe. Stress of lateral bracing and bearings is unsafe. Bending stress of side girder is 3793,2793 kg/cm2 more than allowable tensile stress ( 1900 kg/cm2) and middle girder is 3511,6405 kg/cm2 more than allowable tensile stress ( 1900 kg/cm2). Shearing stress of side girder is 633,8119 kg/cm less than allowable shearing stress ( 1100 kg/cm) and middle girder is 632,2430 kg/cm less than allowable shearing stress ( 1100 kg/cm). Deflection of side girder is 47,46 mm less than allowable deflection ( 83,33 mm) and middle girder is 46,76 mm less than allowable deflection ( 83,33 mm). Torsion of girder is 10390,8922 Nm less than allowable torsion ( 2,3x105 Nm). Lateral bracing stress is 1846,1158 kg/cm2 more than allowable tensile stress ( 1400 kg/cm2). Bearings capacity is 174,4824 kg/cm2, it is more than allowable stress ( 80 kg/cm2). Repairing of steel girder can be done by adding covers plate. Using cover plate at flens and web can reduce over stressing. Other alternative applies external prestress, with prestressed force 81,6 tons at side girder and 82,5 tons at middle girder have been can overcome excess of existing stress. Lateral bracing is replace by changing the dimension and increases the quality of profile.Lateral bracing is saved by replacement of profile with double rectangle 90x90x13x13. Bearings is repaired with changing concrete and increases the dimension to 600x500 mm or increases the quality of concrete material having minimum stress excess to the existing stress. Keyword : superstructure, assessment of condition, maximum load , structures capacities, repairing
v
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama NIM
: ENDAH AMBARWATI : S 940907107
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul :
PENILAIAN KONDISI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GELAGAR BAJA KOMPOSIT PASCABANJIR (Studi kasus: Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri)
adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, 28 Januari 2009 Yang membuat pernyataan
Endah Ambarwati
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga tesis dengan judul Penilaian Kondisi Struktur Atas Jembatan Gelagar Baja Komposit Pascabanjir (Studi Kasus: Jembatan Keduang Kabupaten Wonogiri) dapat tersusun. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh derajat Magister dalam Ilmu Teknik Sipil Program Pascasarjana pada Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan keikhlasan dan ketulusan hati, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Pusbiktek, Departemen Pekerjaan Umum, yang telah memberikan program beasiswa pendidikan kepada penulis. 2. Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S., Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Ir. Ary Setyawan, M.Sc. (Eng)., Ph.D selaku Sekretaris Program Studi. 5. S.A. Kristiawan, S.T., M.Sc. (Eng)., Ph.D. selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan, dan saran pada setiap tahapan penyusunan tesis. 6. Ir. Mukahar, MSCE selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan masukan, bimbingan dan saran yang sangat berharga dalam setiap tahapan penyusunan tesis. 7. Segenap Staf
Pengajar Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu penulis selama menempuh perkuliahan.
vii
8. Pimpinan dan segenap staf Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, yang telah membantu pengadaan data untuk penulisan tesis ini. 9. Pimpinan dan segenap staf Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Surakarta, yang telah membantu informasi dan data untuk penulisan tesis ini 10. Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama melaksanakan pendidikan. 11. Pimpinan dan segenap staf Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sragen 12. Suami tercinta, Sri Harjanto, S.T., anakku tersayang Aqila Zahra Khoirunnisa, yang dengan penuh pengertian dan kesabaran memberikan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 13. Bapak dan Ibu Orang Tua yang telah memberikan dorongan dan do’a dalam menyelesaikan pendidikan ini. 14. Rekan-rekan Mahasiswa Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang selama ini menjadi teman dan sahabat terbaik dalam menempuh pendidikan bersama . 15. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Penulis berharap mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya pihak-pihak yang berkecimpung di dunia teknik sipil dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya. Surakarta, Januari 2009 Penulis
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................
ii
INTISARI.........................................................................................................
iv
ABSTRACT.......................................................................................................
v
PERNYATAAN...............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vii
DAFTAR ISI....................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL............................................................................................ xvii DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
xx
DAFTAR SIMBOL..........................................................................................
xxi
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. Latar Belakang ............................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4 D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 4 E. Batasan Masalah ......................................................................... 5 F. Keaslian Penelitian...................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 7 BAB III LANDASAN TEORI........................................................................ ..9 A. Komponen Jembatan................................................................... ..9 B. Kerusakan Elemen Struktur Atas jembatan ................................ 11 C. Penilaian Kondisi Jembatan ........................................................ 14 D. Pembebanan Pada Jembatan ...................................................... 16 1. Aksi Tetap .............................................................................. 17
ix
a. Berat sendiri .................................................................... 17 b. Beban mati tambahan...................................................... 18 2. Aksi Transien ........................................................................ 18 a. Aksi lalu lintas ................................................................ 19 1) Beban lajur ”D”......................................................... 19 2) Gaya rem ................................................................... 22 3) Pembebanan untuk pejalan kaki................................ 23 b. Aksi lingkungan .............................................................. 23 Gesekan pada perletakan................................................. 23 Pengaruh temperatur/suhu............................................... 24 Beban angin..................................................................... 26 Beban aliran air ............................................................... 27 1) Kecepatan aliran ......................................................... 28 2) Beban akibat aliran ..................................................... 37 a) Beban aliran air ..................................................... 37 b) Benda hanyutan..................................................... 38 c) Tumbukan dengan batang kayu ............................ 39 3. Aksi Khusus (Beban Gempa)................................................ 40 a. Koefisen geser dasar (Celastis) .......................................... 42 b. Periode getar alami (“T”) ................................................ 43 E. Kombinasi Pembebanan.............................................................. 44 1. Kombinasi pada Keadaan Batas Layan................................. 45 2. Kombinasi pada Keadaan Batas Ultimit ............................... 45 F. Konsep Baja Komposit ............................................................... 48 1. Hubungan Tidak Komposit ................................................... 48 2. Hubungan Komposit Sempurna ............................................ 49 G. Analisis Gelagar Baja Komposit................................................. 51 1. Analisis Tampang Baja Komposit ........................................ 51 2. Analisis Tegangan Lentur ..................................................... 53 3. Analisis Tegangan Geser....................................................... 54 4. Analisis Torsi ........................................................................ 56
x
5. Analisis Lendutan.................................................................. 58 H. Analisis Sambungan.................................................................... 59 I. Analisis Batang Tekan ................................................................ 62 J. Analisis Perletakan (Bearings).................................................... 64 K. Perbaikan Struktur Atas Jembatan .............................................. 66 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN........................................................ 72 A. Lokasi Penelitian......................................................................... 72 B. Peralatan Penelitian..................................................................... 72 C. Peraturan yang Digunakan .......................................................... 73 D. Langkah-langkah Penelitian........................................................ 73 1. Tahap Persiapan Penelitian ................................................... 74 2. Tahap Pengumpulan Data ..................................................... 74 3. Penilaian Kondisi Jembatan .................................................. 75 4. Tahap Analisis Struktur Atas Jembatan ................................ 75 5. Pembuatan Konsep Alternatif Perbaikan dan Perkuatan Struktur Atas Jembatan ......................................................... 76 6. Tahap Pembahasan................................................................ 76 E. Bagan Alir Penelitian .................................................................. 77 BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ...................................... 79 A. Gambaran Umum ........................................................................ 79 B. Hasil Pengukuran dan Pengujian Lapangan................................ 81 1. Mutu Beton ........................................................................... 82 C. Analisis Penyebab Kerusakan ..................................................... 82 D. Penilaian Kondisi Jembatan ........................................................ 83 E. Analisis Pembebanan Jembatan Keduang................................... 85 1. Aksi Tetap ............................................................................. 86 a. Berat sendiri (PMS) .......................................................... 86 b. Beban mati tambahan (PMA)............................................ 92 2.
Aksi transien ........................................................................ 96
xi
a. Beban Lalu Lintas ........................................................... 96 1) Beban lajur ”D”(TTD).................................................. 96 2) Beban rem (TTB) ......................................................... 99 3) Pembebanan untuk pejalan kaki ................................. 101 b. Beban Lingkungan .......................................................... 102 1) Gaya gesekan pada perletakan (TBF) .......................... 102 2) Beban akibat temperatur (TET).................................... 102 3) Beban angin (TEW) ...................................................... 105 4) Beban aliran air (TEF).................................................. 108 a) Analisis kecepatan aliran sungai .............................. 108 b) Analisis beban akibat aliran..................................... 115 i) Beban akibat aliran ............................................ 116 ii) Beban akibat hanyutan....................................... 116 3. Aksi Khusus (Beban Gempa)................................................ 117 a. Perhitungan beban gempa arah memanjang.................... 118 b. Perhitungan beban gempa arah melintang ...................... 120 4. Kombinasi Pembebanan........................................................ 123 F. Analisis Kapasitas Gelagar ......................................................... 136 1. Analisis Tegangan Lentur ..................................................... 136 2. Analisis Tegangan Geser....................................................... 141 3. Analisis Lendutan.................................................................. 143 4. Analisis Torsi ........................................................................ 144 G. Analisis Sambungan Gelagar Jembatan ...................................... 147 H. Analisis Lateral Bracing.............................................................. 154 I. Analisis Perletakan...................................................................... 157 J. Konsep Alternatif Perbaikan Struktur Atas ................................ 159 1. Konsep Perbaikan Gelagar.................................................... 159 2. Konsep Perbaikan Lateral Bracing....................................... 176 3. Konsep Perbaikan Perletakan................................................ 178
xii
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 181 A. Kesimpulan ................................................................................. 181 B. Saran............................................................................................ 182 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 183
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1.
Beban lajur “D”........................................................................ 20
Gambar 3.2.
Penyebaran pembebanan ”D” arah melintang.......................... 22
Gambar 3.3.
Pembebanan untuk pejalan kaki............................................... 23
Gambar 3.4.
Penggambaran Poligon Thiessen ............................................. 29
Gambar 3.5.
Sketsa penetapan WF dan RUA serta Hidrograf Satuan Gama I. ......................................................................... 37
Gambar 3.6.
Prosedur analisis tahan gempa. ................................................ 41
Gambar 3 7.
Struktur balok tidak komposit.................................................. 48
Gambar 3.8.
Diagram regangan struktur balok tidak komposit ................... 49
Gambar 3.9.
Struktur balok komposit........................................................... 50
Gambar 3.10. Diagram regangan struktur balok komposit............................. 50 Gambar 3.11. Metode penampang tertransformasi......................................... 52 Gambar 3.12. Penampang simetri dengan P bersudut α ................................. 54 Gambar 3.13. Diagram geser pada penampang profil I ................................. 55 Gambar 3.14. Balok I yang mengalami torsi dan warping ............................. 57 Gambar 3.15. Sambungan beririsan satu ........................................................ 59 Gambar 3.16 Sambungan beririsan kembar................................................... 60 Gambar 3.17. Diagram tegangan pada pelat perletakan ................................. 65 Gambar 3.18. Alur penentuan metode perbaikan .......................................... 67 Gambar 3.19. Perkuatan dengan memperbesar penampang bawah dengan Pelat baja tambahan pada gelagar baja……………………….. 68 Gambar 3.20. Perkuatan dengan penambahan batang baja pada gelagar baja 68 Gambar 3.21 Perkuatan dengan pemasangan balok melintang ..................... 68 Gambar 3.22. Perkuatan dengan pemasangan diafragma ............................... 68 Gambar 3.23. Perkuatan dengan menambah elemen struktur gelagar ........... 69 Gambar 3.24. Perkuatan prategang eksternal pada gelagar baja..................... 69 Gambar 3.25. Perkuatan dengan steel plate bonding pada gelagar................. 70 Gambar 3.26. Perkuatan dengan lembaran CFRP .......................................... 70 Gambar 3.27. Perubahan sistem struktur menjadi menerus............................ 71
xiv
Gambar 3.28. Merubah sistem struktur dengan menambah sistem struktur baru berupa jembatan rangka batang baru .............................. 71 Gambar 4.1.
Lokasi penelitian ...................................................................... 72
Gambar 4.2.
Bagan alir tahapan penelitian .................................................. 77
Gambar 5.1.
Denah dan penampang memanjang Jembatan Keduang.......... 81
Gambar 5.2.
Proses terjadinya kerusakan pada Jembatan Keduang ............. 83
Gambar 5.3.
Lajur pembebanan Jembatan Keduang .................................... 86
Gambar 5.4.
Analisis pembebanan akibat berat sendiri jalur tepi ............... 88
Gambar 5.5.
Analisis pembebanan akibat berat sendiri jalur tengah ........... 92
Gambar 5.6.
Analisis pembebanan akibat beban mati tambahan jalur tepi .. 94
Gambar 5.7.
Analisis pembebanan akibat beban mati tambahan jalur tengah............................................................................... 95
Gambar 5.8.
Analisis pembebanan akibat beban lajur ”D” jalur tepi ........... 98
Gambar 5.9.
Analisis pembebanan akibat beban lajur ”D” jalur tengah ...... 99
Gambar 5.10. Pembebanan untuk pejalan kaki……………………………... 101 Gambar 5.11. Penampang melintang gelagar utama ...................................... 103 Gambar 5.12. Poligon Thiessen DAS Keduang.............................................. 110 Gambar 5.13. Hasil perhitungan kondisi genangan pada Jembatan Keduang Dengan HEC-RAS 4.0 ............................................................. 114 Gambar 5.14. Beban aliran air pada gelagar jembatan ................................... 115 Gambar 5.15. Koefisien geser dasar “C” ....................................................... 119 Gambar 5.16. Gaya-gaya arah memanjang dan melintang gelagar ............... 122 Gambar 5.17. Tampang gelagar komposit sebelum dan sesudah transformasi.............................................................................. 137 Gambar 5.18. Garis netral searah sumbu x pada tampang tertransformasi..... 137 Gambar 5.19. Garis netral searah sumbu y pada tampang tertransformasi..... 138 Gambar 5.20. Tegangan geser pada badan tampang gelagar .......................... 141 Gambar 5.21. Area penampang gelagar untuk mencari Qmaks ....................... 142 Gambar 5.22. Penampang gelagar yang mengalami torsi .............................. 144 Gambar 5.23. Penampang gelagar tertransformasi ......................................... 145 Gambar 5.24. Sambungan baut pada gelagar.................................................. 148
xv
Gambar 5.25. Sambungan baut badan gelagar................................................ 150 Gambar 5.26. Kondisi eksisting sambungan baut badan gelagar.................... 153 Gambar 5.27. Lateral bracing.......................................................................... 154 Gambar 5.28. Gaya pada 1 sway lateral bracing........................................... 155 Gambar 5.29. Kondisi eksisting lateral bracing............................................. 156 Gambar 5.30. Kondisi eksisting perletakan .................................................... 159 Gambar 5.31. Kelebihan momen pada gelagar tepi dan gelagar tengah......... 163 Gambar 5.32. Penambahan cover plate pada web dan flens ........................... 165 Gambar 5.33. Konfigurasi baut....................................................................... 167 Gambar 5.34. Perkuatan gelagar dengan prategang eksternal ....................... 176
xvi
DAFTAR TABEL Tabel 3.1.
Sistem penilaian kondisi elemen ................................................ 15
Tabel 3.2.
Kriteria skrining teknis jembatan ............................................... 16
Tabel 3.3.
Berat isi untuk beban mati (kN/m³)............................................. 17
Tabel 3.4.
Faktor beban akibat berat sendiri ................................................ 17
Tabel 3.5.
Faktor beban mati tambahan ....................................................... 18
Tabel 3.6.
Jumlah lajur lalu-lintas rencana .................................................. 20
Tabel 3.7.
Koefisien gesekan perletakan...................................................... 24
Tabel 3.8.
Temperatur jembatan rata-rata nominal ...................................... 25
Tabel 3.9.
Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur ....................... 25
Tabel 3.10 Kecepatan angin rencana VW ...................................................... 27 Tabel 3.11 Koefisien seret CW. ..................................................................... 27 Tabel 3.12. Syarat Pemilihan Metode Frekuensi. .......................................... 30 Tabel 3.13. Tabel koefisien pengaliran. ......................................................... 34 Tabel 3.14. Koefisien seret dan angkat untuk bermacam-macam bentuk pilar. ................................................................................ 38 Tabel 3.15. Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu...................... 40 Tabel 3.16 Kategori kinerja seismik. ............................................................ 41 Tabel 3.17. Prosedur analisis berdasarkan kategori perilaku seismik (A-D) . 41 Tabel 3.18. Koefisien profil tanah (S)............................................................ 42 Tabel 3.19. Akselerasi PGA di batuan dasar.................................................. 42 Tabel 3.20. Kombinasi beban untuk keadaan batas daya layan ..................... 45 Tabel 3.21. Kombinasi beban umum untuk keadaan batas daya kelayanan dan ultimit. .................................................................................. 46 Tabel 5.1.
Data kerusakan dan nilai kondisi elemen level 5 dan level 4-3 .. 84
Tabel 5.2.
Data kerusakan dan nilai kondisi elemen level 2 ........................ 84
Tabel 5.3.
Nilai kondisi Jembatan Keduang level1...................................... 85
Tabel 5.4.
Beban, tebal dan berat lapisan struktur yang termasuk berat sendiri................................................................................. 86
xvii
Tabel 5.5.
Beban, tebal dan berat lapisan struktur yang termasuk beban mati tambahan ............................................................................. 92
Tabel 5.6.
Distribusi hujan jam-jaman DAS Bengawan Solo...................... 111
Tabel 5.7.
Koefisien pengaliran DAS Keduang........................................... 111
Tabel 5.8.
Faktor-faktor DAS Keduang ....................................................... 112
Tabel 5.9.
Sub DAS Keduang ...................................................................... 113
Tabel 5.10. Puncak Banjir Kala Ulang 50 th pada DAS Keduang................ 113 Tabel 5.11. Elevasi gelagar Jembatan Keduang............................................. 115 Tabel 5.12. Rekapitulasi gaya arah vertikal ................................................... 124 Tabel 5.13. Rekapitulasi gaya arah lateral ..................................................... 124 Tabel 5.14. Rekapitulasi gaya searah sumbu memanjang gelagar................. 125 Tabel 5.15. Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban vertikal setelah terdeformasi .................................................................... 125 Tabel 5.16. Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban vertikal setelah dikalikan faktor beban..................................................... 126 Tabel 5.17. Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban vertikal setelah dikalikan faktor beban..................................................... 126 Tabel 5.18. Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban lateral setelah terdeformasi .................................................................... 127 Tabel 5.19. Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban lateral setelah dikalikan faktor beban..................................................... 127 Tabel 5.20. Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban lateral setelah dikalikan faktor beban..................................................... 128 Tabel 5.21. Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban searah sumbu memanjang setelah terdeformasi ..................................... 128 Tabel 5.22. Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban searah sumbu memanjang setelah dikalikan faktor beban ..................... 129 Tabel 5.23. Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban searah sumbu memanjang setelah dikalikan faktor beban ..................... 129 Tabel 5.24. Rekapitulasi momen untuk kombinasi daya layan dan ultimit ... 130
xviii
Tabel 5.25. Rekapitulasi kombinasi gaya momen berdasarkan beban daya layan .................................................................................. 131 Tabel 5.26. Rekapitulasi kombinasi gaya momen berdasarkan beban ultimit132 Tabel 5.27. Rekapitulasi geser untuk kombinasi daya layan dan ultimit....... 133 Tabel 5.28. Rekapitulasi kombinasi geser berdasarkan beban daya layan..... 134 Tabel 5.29. Rekapitulasi kombinasi geser berdasarkan beban ultimit ............135 Tabel 5.30. Jarak x dan y baut sambungan badan terhadap garis netral ........ 151 Tabel 5.31. Tabel pemilihan metode perbaikan ............................................. 160 Tabel 5.32. Distribusi momen pada gelagar................................................... 163 Tabel 5.33. Momen penahan dari cover plate................................................ 165 Tabel 5.34. Jarak x dan y baut CP pada web terhadap garis netral ................ 167 Tabel 5.35. Hasil hitungan jumlah baut ......................................................... 168
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A
DATA KONDISI JEMBATAN............................................... A-1
Gambar A.1. Dokumentasi kondisi Jembatan Keduang ................................ A-1 Lampiran B
TABEL-TABEL....................................................................... B-1
Tabel B.1.
Hirarki elemen dan pengkodean jembatan (BMS, 1993)......... B-1
Tabel B.2.
Bahan dan jenis kerusakannya (BMS, 1993) ........................... B-3
Tabel B.3.
Kerusakan elemen jembatan (BMS, 1993) ............................. B-4
Tabel B.4.
Faktor agian Log Normal ......................................................... B-5
Tabel B.5.
Penyimpangan K pada Log Pearson III ................................... B-6
Lampiran C
LAPORAN MENDETAIL KERUSAKAN JEMBATAN ...... C-1
Lampiran D
HASIL PENGUJIAN DAN PENGUKURAN LAPANGAN... D-1
Tabel D.1.
Data hasil pengujian Hammer Test .......................................... D-1
Tabel D.2.
Data hasil pengukuran melintang penampang Sungai Keduang .................................................................................. D-2
Lampiran E
PERHITUNGAN PEMBEBANAN......................................... E-1
Tabel E.1.
Perhitungan berat struktur baja ................................................ E-1
Tabel E.2.
Analisa hidrologi...................................................................... E-4
Lampiran F
GAMBAR ................................................................................ F-1
Gambar F.1. Denah pemasangan cover plate pada gelagar........................... F-1
xx
DAFTAR SIMBOL Simbol
Keterangan
Dimensi
A
luas
L2
b
lebar
L
bE
lebar efektif
L
C
koefisien geser dasar gempa
-
D
kerapatan jaringan sungai (km/km2)
e
Eksentrisitas
Es
modulus elastisitas baja
M/L2
Ec
modulus elastisitas beton
M/L2
f
L/L2 L
lendutan
L
fc’
kuat tekan beton rerata
M/L2
fy
tegangan leleh baja
M/L2
g
kecepatan gravitasi
L/T2
G
modulus elastisitas geser
M/L2
h
tinggi
L
I
momen inersia
L4
JN
jumlah pertemuan sungai
-
K
konstanta torsi
-
L
panjang
L
M
momen lentur
n
angka ekivalensi
-
P
intensitas beban terpusat
M
q
intensitas beban merata
M/L
Q
Debit
M/L3
RUA SF
ML
luas Sub DAS sebelah hulu (km2)
L2
faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat 1 dengan jumlah panjang sungai semua tingkat
xxi
-
SN
frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen sungai-sungai tingkat 1 dengan jumlah sungai semua tingkat
-
S
kelandaian sungai rata-rata
-
T
torsi
V
gaya geser
M
lebar Sub DAS
L
jarak titik berat ke garis netral
L
perbadaan suhu
-
α
koefisien muai baja
-
μ
koefisien gesekan
-
τ
tegangan geser
M/L2
σ
tegangan lentur
M/L2
γ
berat jenis
M/L3
regangan baja
L
WF y ∆T
εs εT
ML
koefisien perpanjangan akibat suhu
xxii
-
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jembatan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dan merupakan investasi besar yang harus dijaga keandalannya. Pertumbuhan pembangunan yang pesat mengakibatkan mobilisasi manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain meningkat. Hal ini sangat membutuhkan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai, salah satunya adalah jembatan. Oleh karena itu jembatan yang sudah ada perlu dikelola dengan baik agar kinerja jembatan dapat dipertahankan atau ditingkatkan selama masa layannya. Bencana alam merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan kerusakan pada struktur jembatan. Seperti kejadian banjir tanggal 26 Desember 2007 yang melanda wilayah DAS Bengawan Solo Hulu telah mengakibatkan kerusakan jembatan-jembatan pada ruas jalan nasional di Provinsi Jawa Tengah. Salah satu jembatan yang mengalami kerusakan akibat banjir tersebut adalah Jembatan Keduang (No. Ruas : 24.109.006.0) yang terletak di ruas Jalan Ngadirojo-Giriwoyo-Pacitan. Jembatan Keduang merupakan jembatan gelagar baja komposit dengan sistem perletakan simple beam dan plat lantai beton bertulang sebagai struktur atas. Sedangkan struktur bawah berupa kepala jembatan dari beton bertulang dan 1
2
mempunyai 2 pilar juga dari beton bertulang. Jembatan ini mempunyai 3 bentang dengan panjang total 92,5 m. Tekanan air akibat banjir mengakibatkan beban horizontal pada bangunan atas dan memberikan momen tambahan pada bangunan bawah dan pondasi sehingga mengakibatkan terjadinya pergerakan struktur jembatan. Apabila kombinasi gaya yang bekerja melebihi kemampuan struktur maka akan terjadi kerusakan pada struktur. Kerusakan ini dapat menyebabkan kekuatan, kekakuan dan integritas struktur menjadi turun. Struktur atas merupakan komponen pertama yang langsung menerima beban sebelum diteruskan ke pilar dan pondasi. Kerusakan pada struktur atas dapat menimbulkan keraguan mengenai kinerja dan keamanan bangunan secara keseluruhan. Untuk lebih meyakinkan, apakah struktur atas masih mampu mendukung beban yang akan bekerja, perlu dilakukan evaluasi kinerja struktur atas. Berdasarkan jenis dan tingkat kerusakan struktur atas dapat ditentukan alternatif perbaikan dengan teknik yang paling sesuai dengan kondisi bangunan, peralatan dan kemampuan tenaga kerjanya. Sedangkan penelitian tentang evaluasi struktur bawah dilakukan oleh Dedy H 1). (2009). Dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan kondisi jembatan secara utuh dengan melihat langsung struktur yang rusak secara visual sesuai prosedur pemeriksaan pada Bridge Management System (BMS). Disamping itu juga dilakukan
pengukuran
struktur
jembatan
dan
tampang
sungai
dengan
menggunakan alat ukur Theodolite dan Waterpass, sehingga diketahui kondisi 1)
Mahasiswa Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil, Universitas Sebelas Maret Surakarta
3
existing struktur jembatan secara mendetail. Pemeriksaan mutu beton dilakukan dengan pengujian non destructive menggunakan alat Hammer Test. Analisis perhitungan pembebanan struktur atas yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan kombinasi pembebanan maksimum berdasarkan beban layan dan beban ultimit sesuai dengan RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan. Dari analisis ini dapat diketahui kapasitas eksisting struktur atas jembatan pascabanjir untuk dipakai sebagai acuan dalam penentuan alternatif perbaikan terhadap kerusakan yang terjadi.
B. Rumusan Masalah
Banjir yang terjadi tanggal 26 Desember 2007 telah menyebabkan kerusakan pada struktur Jembatan Keduang sehingga terjadi penurunan kemampuan jembatan dalam menahan kombinasi beban yang terjadi. Penelitian ini lebih difokuskan pada evaluasi struktur atas Jembatan Keduang pascabanjir 26 Desember 2007 dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1. pada elemen mana kerusakan yang terjadi dan berapa nilai tingkat kerusakan pada struktur jembatan sesuai dengan prosedur pemeriksaan BMS? 2. apakah kapasitas eksisting struktur atas jembatan aman terhadap kombinasi beban maksimum yang terjadi, sesuai dengan RSNI T-02-2005? 3.
jenis dan metode perbaikan manakah yang dapat dilakukan untuk memulihkan kapasitas struktur atas Jembatan Keduang?
4
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan di atas, yaitu : 1. mengetahui letak dan jenis kerusakan elemen struktur jembatan dan nilai tingkat kerusakan struktur jembatan sesuai dengan prosedur pemeriksaan BMS, 2. mengetahui keamanan kapasitas eksisting struktur atas jembatan terhadap kombinasi beban maksimum yang terjadi, sesuai dengan RSNI T-02-2005, 3. menentukan jenis dan metode perbaikan yang mungkin dilakukan untuk memulihkan kapasitas struktur atas Jembatan Keduang.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain : a. Manfaat teoritis Dapat memberikan tambahan wacana dan referensi di bidang rehabilitasi dan pemeliharaan bangunan khususnya struktur atas jembatan tipe gelagar baja komposit. b. Manfaat praktis Dapat menjadi bahan rujukan bagi Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah dalam penanganan kerusakan yang terjadi di Jembatan Keduang akibat banjir tanggal 26 Desember 2007.
5
E. Batasan Masalah
Penelitian ini lebih difokuskan pada evaluasi struktur atas Jembatan Keduang pascabanjir 26 Desember 2007. Agar masalah dapat dikaji dan dibahas secara mendalam, maka perlu diberi batasan sebagai berikut : 1. penentuan jenis dan tingkat kerusakan dilakukan secara visual sesuai standar Interrurban Bridge Management System (IBMS) 1993, 2. melakukan
analisis
pembebanan
menurut
RSNI
T-02-2005
tentang
pembebanan jembatan, 3. penentuan beban akibat aliran air dilakukan dengan perhitungan kecepatan aliran saat banjir dengan kala ulang 50 tahun, 4. analisis debit banjir dilakukan dengan mengolah data hujan selama 18 tahun terakhir menggunakan Metode Gamma I, 5. perhitungan kecepatan aliran dianalisis dengan program HEC-RAS versi 4.0, 6. elemen struktur atas yang dihitung kapasitasnya hanya elemen yang mengalami kerusakan berdasarkan pengamatan visual (gelagar utama, bracing dan perletakan), 7. alternatif perbaikan yang diusulkan hanya berupa konsep dasar tanpa disertai dengan perhitungan struktural secara mendetail.
6
F. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian terdahulu untuk menganalisis kekuatan struktur jembatan pernah dilakukan oleh Desniar H.Y. (2007) yang melakukan evaluasi keamanan struktur jembatan beton bertulang akibat bencana gempa dengan membandingkan kuat perlu (U) dan resistance (R) struktur jembatan akibat bencana gempa menurut RSNI 2004 dan perkuatannya dengan Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP). Penelitian mengenai penilaian kondisi pada Jembatan Keduang jenis gelagar baja komposit pascabencana banjir tanggal 26 Desember 2007, dengan menentukan kerusakan secara visual sesuai metode Bridge Management System dan menentukan kapasitas gelagar terhadap tegangan lentur, geser, lendutan dan torsi, serta kapasitas lateral bracing dan perletakan terhadap tegangan yang terjadi akibat kombinasi pembebanan maksimum menurut RSNI T-02-2005 yang disertai alternatif
perbaikannya
dipublikasikan.
belum
pernah
dilakukan
dan
belum
pernah
7
BAB I I TINJAUAN PUSTAKA
Definisi jembatan menurut Bina Marga adalah bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai penghubung atara dua ujung jalan yang terputus oleh sungai, saluran, lembah, selat atau laut, jalan raya dan jalan kereta api. Brigde Management System (BMS) merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam mempertahankan kondisi jembatan melalui proses investigasi berkala pasa suatu jembatan sehingga dapat menentukan tahap perawatan dan perbaikan (Ryall, 2001). Evaluasi kondisi jembatan pasca bencana alam seperti banjir sangat diperlukan untuk memberikan informasi mengenai kerusakan pada komponen jembatan. Penilaian kondisi jembatan dapat dilakukan secara visual dan analisis pembebanan sangat membantu dalam menentukan jenis perbaikan ataupun perkuatan yang diperlukan terhadap jembatan tersebut. Manukoa
(2006),
dalam
penelitiannya
melakukan
perhitungan
pembebanan lalu lintas menurut BMS 1992 dan RSNI 2004 yang terdiri atas beban lajur “D” dan Beban Truk “T” pada struktur jembatan sederhana bentang 6 m sampai 30 m. Dari hasil penelitiaannya diketahui bahwa momen yang terjadi pada jembatan sederhana akibat beban truk “T” akan lebih berpengaruh pada kapasitas lentur batas dari pada beban lajur “D” untuk jembatan dengan bentang 6 m sampai 22 m, sedangkan untuk jembatan dengan bentang lebih dari 22 m kapasitas lentur batas lebih ditentukan oleh beban lajur “D”.
7
8
Desniar H.Y. (2007) melakukan evaluasi keamanan struktur Jembatan Panasan yang merupakan jembatan gelagar beton bertulang akibat bencana gempa dengan bentang 22 m. Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa akibat bencana gempa terjadi beda elevasi pada lantai perkerasannya dan local settlement pada pilar jembatan yang menimbulkan gaya tambahan pada komponen struktur jembatan. Penambahan gaya tersebut kemudian dianalisa dengan membandingkan kapasitas lentur dan kapasitas geser yang terjadi dan yang tersedia sesuai dengan RSNI 2004. Perkuatan yang dilakukan sebagai alternatif perbaikan jembatan Panasan adalah dengan menambah kapasitas momen lentur gelagar jembatan dengan menggunakan 3 lapis CFRP produksi SIKA®. Perbaikan ini dapat menaikkan kapasitas lentur gelagar sebesar 82 %. Made Sukrawa dan L.G. Wahyu Widyarini (2006), meneliti pengaruh perkuatan lentur dengan pelat baja terhadap perilaku balok jembatan. Hasilnya menunjukkan bahwa penambahan pelat baja dapat meningkatkan kekakuan balok. Lendutan yang terjadi pada balok perkuatan lebih kecil 71% dari balok kontrol pada pembebanan 16,25 kN, lebih kecil 56,9% untuk pembebanan 32,5 kN dan lebih kecil 36,04% untuk pembebanan 65 kN. Pada pembebanan ultimit, lendutan balok perkuatan lebih kecil 45,6% dari lendutan balok kontrol. Beban retak pertama pada balok perkuatan lebih besar 65,4% dari balok kontrol.
9
BAB III LANDASAN TEORI
Dalam masa layannya jembatan sebagai prasarana transportasi yang dibangun untuk kepentingan umum perlu dijaga keandalannya dengan baik. Demikian halnya dengan Jembatan Keduang, terlebih pascabencana banjir yang melanda DAS Bengawan Solo tanggal 26 Desember 2007, sehingga memerlukan pemeriksaan khusus terhadap semua komponen struktur jembatan tersebut.
A. Komponen Jembatan
Menurut Bridge Management System (BMS) komponen jembatan terdiri dari : 1. Komponen Struktur Atas Yaitu komponen jembatan yang terletak di atas dukungan dengan komponen terbawah adalah gelagar utama. Komponen struktur atas terdiri dari : a. lapisan permukaan/perkerasan (wearing surface), yang berfungsi sebagai penahan kontak kendaraan yang melintas di atas jembatan dan meneruskannya ke struktur di bawahnya, b. deck yaitu merupakan luasan fisik dari jalan raya yang melintasi rintangan yang harus dijembatani. Fungsi utama dari deck adalah mendistribusikan
9
10
beban sepanjang potongan melintang jembatan dan merupakan bagian yang menyatu pada sistem struktural, c. gelagar induk (primary member), yang berfungsi mendistribusikan beban secara longitudinal (menahan lendutan), d. gelagar sekunder (secondary member), yang berfungsi sebagai pengikat antar gelagar induk berupa diafragma maupun bracing yang berfungsi sebagai penahan deformasi lateral (lateral bracing). 2. Komponen Struktur Bawah Yaitu komponen jembatan yang terletak pada bagian bawah komponen struktur atas, yang terdiri dari : a. abutment, yaitu komponen struktur penahan tanah yang mendukung struktur atas pada bagian ujung-ujung jembatan. Seperti halnya dengan dinding penahan tanah abutment menahan gaya longitudinal dari tanah di bagian bawah ruas jalan, b. pilar, yaitu bagian bawah jembatan yang berfungsi sebagai pembagi bentang jembatan yang terlalu lebar, terdiri dari pondasi, kolom dan kepala jembatan, c. perletakan (bearings), yaitu sistem mekanikal yang berfungsi menyalurkan beban vertikal dari struktur atas ke struktur bawah. Bearings terdiri dari dua macam yaitu bearing yang menahan gerakan rotasi dan translasi longitudinal disebut expansion joint dan bearings yang menahan gerakan rotasi saja disebut fixed bearings,
11
d. dudukan/perletakan (pedestals) yaitu kolom pendek yang berada diatas abutment atau pilar yang mendukung secara langsung gelagar utama struktur atas, e. dinding belakang (backwall) yaitu komponen utama dari abutment yang berfungsi sebagai struktur penahan tanah, f. dinding sayap (wingwall) yaitu dinding belakang abutment yang berfungsi untuk menahan keruntuhan tanah di sekitar abutment, g. pondasi, yaitu struktur bagian bawah yang berfungsi sebagai penerus beban di atasnya ke tanah dasar. 3. Komponen pelengkap Yaitu komponen jembatan yang berfungsi sebagai pelengkap dari suatu struktur jembatan, yang termasuk dalam komponen ini adalah: a. underdrain, yaitu fasilitas drainase yang terbuat dari pipa yang berfungsi mengalirkan air di permukaan dari struktur, b. pengaman lalu lintas, yaitu komponen pelengkap jembatan untuk menghindari kecelakaan saat melintasi jembatan dapat terbuat dari beton maupun baja yang disebut hand railing.
B. Kerusakan Elemen Struktur Atas Jembatan
Terdapat beberapa kerusakan yang tidak dihubungkan dengan bahan yang dipakai, kerusakan ini dihubungkan dengan elemennya. Kerusakan elemen struktur atas antara lain :
12
1. Kerusakan pada Landasan/perletakan a. tidak cukupnya tempat untuk bergerak, landasan tidak bisa bergerak apabila tempat geraknya terbatas, b. kedudukan landasan yang tidak sempurna sehingga penyebaran beban dari struktur atas ke struktur bawah tidak merata. Hal ini disebabkan adanya kesalahan pengukuran maupun karena pilar bergeser sehingga tidak cukup untuk tempat perletakan. Bila terjadi kesalahan maka gelagar akan jatuh, c. mortar dasar retak atau rontok, terjadi bila landasan tidak rata atau terdapat ikatan dengan permukaan yang dapat bergerak, d. perpindahan atau perubahan bentuk yang berlebihan. Landasan akan terlepas dari dudukannya apabila terjadi gerakan yang melebihi batas yang diijinkan. Hal ini akan terjadi apabila sebelumnya posisi dari landasan tidak betul pada waktu pelaksanaan atau adanya pergerakan pada bangunan bawah, e. landasan yang cacat (pecah, sobek atau retak), biasanya berhubungan dengan dasar yang tidak rata, material yang jelek, maupun penanganan yang buruk, f. ada bagian yang longgar, g. kurangnya pelumasan pada landasan logam. Semua landasan logam memerlukan pelumasan. Ini harus terus dilakukan. Jika tidak dilumasi maka landasan akan macet. Kekurangan pelumas juga akan menyebabkan karatan.
13
2. Kerusakan pada gelagar baja a. perubahan bentuk pada komponen, dapat terjadi akibat tumbukan sampah di sungai, b. retak, dapat terjadi pada komponen itu sendiri atau pada sambungan seperti pada las, c. sambungan yang longgar. 3. Kerusakan pada pelat dan lantai a. kesalahan sambungan lantai memanjang. Sambungan antara dua bagian lantai umumnya menjadi rusak karena gerakan yang tidak sama, b. lendutan yang berlebihan, dapat terjadi pada arah lateral dan vertikal. 4. Kerusakan pada pipa drainase, pipa cucuran dan drainase lantai a. pipa cucuran dan drainase lantai tersumbat, b. elemen hilang atau tidak ada. 5. Kerusakan pada lapisan permukaan a. permukaan licin, memungkinkan terjadi selip pada musim hujan, b. permukaan kasar atau berlubang, dapat menimbulkan beban kejut tambahan, c. retak pada lapisan permukaan, Retak biasanya disebabkan oleh adanya perbedaan pergerakan pada bagian-bagian elemen jembatan maupun material lapisan perkerasan yang tidak memenuhi syarat, d. lapisan permukaan yang bergelombang. Lapisan permukaan yang berlebihan, dapat menambah besarnya beban mati pada jembatan.
14
6. Kerusakan pada trotoar a. permukaan trotoar yang licin, b. lubang pada trotoar, c. ada bagian yang hilang. 7. Kerusakan pada exspansion joint a. expansion joint yang tidak sama tinggi, mengakibatkan beban kejut tambahan pada lantai jembatan dan bangunan atas, b. kerusakan akibat terisinya joint, yang menyebabkan jembatan tidak dapat bergerak, c. bagian yang longgar, apabila pelat penutup terlepas/bergeser akan sangat berbahaya bagi kendaraan yang lewat, d. retak aspal pada sambungan yang bergerak. Kadang ada expansion joint yang menggunakan baja, akan terjadi retak pada lapisan permukaan aspal. Hal ini merupakan kerusakan yang serius bila pecahnya aspal dan lebar retak > 10 mm atau berlubang.
C. Penilaian Kondisi Jembatan
Kegiatan pemeliharaan jembatan harus dilaksanakan secara rutin dan periodik agar didapat informasi kerusakan pada struktur jembatan secara dini sehingga kerusakan yang lebih parah dapat dihindari. Dalam Bridge Management System telah diatur kegiatan pemeriksaan mulai pemeriksaan yang bersifat rutin, berkala dan khusus. Dari hasil pemeriksaan tersebut kemudian dianalisis
15
penyebab kerusakannya lalu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan khusus untuk memeriksa secara detail penyebab kerusakan sehingga dapat diketahui cara penanganannya yang tepat. Prosedur pemeriksaan dan penilaian kondisi elemen jembatan menurut BMS terbagi dalam 5 (lima) level. Kelima level dan pengkodean elemen dapat terlihat secara lengkap pada Lampiran B-1. Penilaian kerusakan pada BMS terbagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu kerusakan material dan kerusakan elemen. Masing-masing kerusakan diberi kode untuk keseragaman pemahaman dan kemudahan dalam entry data. Pembagian dan penomoran jenis kerusakan dapat terlihat pada Lampiran B-2 dan B-3. Sistem penilaian kerusakan jembatan menurut BMS dengan melihat kondisi setiap elemen jembatan pada setiap level. Penilaian ini didasarkan pada tingkat kerusakan yang terjadi, keberfungsian elemen dan pengaruhnya terhadap elemen lainnya. Secara lengkap penilaian kondisi elemen dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Sistem penilaian kondisi elemen Nilai Struktur (S) Kerusakan (R) Kuantitas (K) Fungsi (F) Pengaruh (P) NILAI KONDISI (NK) (sumber: BMS, 1993)
Kriteria Berbahaya Tidak berbahaya Parah Tidak parah Lebih dari 50% Kurang dari 50% Elemen tidak berfungsi Elemen masih berfungsi Mempengaruhi elemen lain Tidak berpengaruh pada elemen lain NK = (S+R+K+F+P)
Nilai Kondisi 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 s/d 5
16
Setelah didapat nilai kondisi jembatan yang ada kemudian dilakukan penilaian secara teknis untuk ditentukan jenis penanganan indikatif yang harus dilakukan. Pada Tabel 3.2 dapat dilihat kriteria teknis hasil penilaian jembatan menurut BMS. Tabel 3.2. kriteria skrining teknis jembatan Nilai Kondisi
Lalulintas
Nilai 0-2 3 4 atau 5 0 5
Beban
0 5
Katagori Baik s/d rusak ringan Rusak berat Kritis atau runtuh Cukup lebar Terlalu sempit Mempengaruhi elemen lain Tidak berpengaruh pada elemen lain
Penanganan Indikatif Pemel. Rutin/berkala Rehabilitasi Penggantian Pemel. Rutin Duplikasi, penggantian, pelebaran Pemel. rutin Perkuatan atau penggantian
(sumber: BMS, 1993)
D. Pembebanan pada Jembatan
Masa dari setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang tertera dalam gambar dan kerapatan masa rata-rata dari bahan yang digunakan. Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa dikalikan dengan percepatan gravitasi (g). standar ini adalah 9,8 m/dt2.
Percepatan gravitasi yang digunakan dalam
Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk
berbagai macam bahan diberikan dalam Tabel 3.3. Beban yang bekerja pada jembatan merupakan kombinasi dari beberapa macam aksi rencana pembebanan. Aksi rencana pembebanan digolongkan kedalam aksi tetap dan transien.
17
Tabel 3.3 Berat isi untuk beban mati (kN/m³) No.
Bahan
Berat/Satuan Isi
Kerapatan Masa
3
(kN/m )
(kg/m3)
1
Besi tuang
71.0
7200
2
Aspal beton
22.0
2240
3
Beton bertulang
23.5-25.5
2400-2600
4
Batu pasangan
23.5
2400
5
Baja
77.0
7850
6 Air murni 9.8 (sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
1000
1. Aksi Tetap Aksi tetap adalah aksi yang bekerja sepanjang waktu dan merupakan beban yang secara tetap dipikul oleh jembatan. Menurut Peraturan Strandar Pembebanan untuk Jembatan (RSNI T-02-2005), pembebanan akibat aksi tetap terdiri dari: a. Berat Sendiri Berat sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap, seperti pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Faktor beban FAKTOR BEBAN JANGKA WAKTU
Biasa Baja, aluminium
Tetap
KUMS
KSMS 1,0
Terkurangi
1,1
0,9
Beton pracetak
1,0
1,2
0,85
Beton dicor ditempat
1,0
1,3
0,75
Kayu
1,0
1,4
0,7
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
18
b.
Beban Mati Tambahan Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan. Faktor beban mati tambahan ditunjukkan pada Tabel 3.5. Dalam hal tertentu harga KSMA yang telah berkurang boleh digunakan dengan persetujuan instansi yang berwenang, asal instansi tersebut mengawasi beban mati tambahan sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan. Tabel 3.5. Faktor beban mati tambahan. FAKTOR BEBAN KSMA
JANGKA WAKTU Tetap
KUMA Biasa
Keadaan umum
1,0
Keadaan khusus
1,0
(1)
Terkurangi
2,0
0,7
1,4
0,8
CATATAN : Faktor beban daya layan 1,3 digunakan untuk berat utilitas (sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
Beban mati tambahan yang biasa bekerja pada jembatan adalah berupa beban perkerasan berupa aspal beton setebal 50 mm dan beban sarana lain misalnya berat dari pipa untuk saluran air bersih, saluran air kotor dan lain sebagainya yang bekerja pada jembatan harus ditinjau pada keadaan kosong dan penuh untuk mendapatkan kondisi yang membahayakan. Besarnya beban sarana lain jembatan adalah 0,5 kN (sumber: RSNI T-02-2005). 2. Aksi Transien Aksi transien adalah aksi akibat pembebanan sementara dan bersifat berulang ulang seperti beban lalu lintas (beban lajur “D” atau beban “T”), beban rem, aliran air (banjir), dan lain sebagainya.
19
a. Aksi Lalu Lintas Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri dari beban lajur "D" dan beban truk "T". Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk "T" diterapkan per lajur lalu-lintas rencana. Secara umum, beban "D" akan menentukan dalam perhitungan yang mempunyai bentang mulai dari sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan. Penggunaan beban lajur lalu lintas dapat dipilih salah satu Lajur lalu-lintas rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. Jumlah maksimum lajur lalu-lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bisa dilihat dalam Tabel 3.6. 1) Beban lajur “D” Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iringiringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri (Tabel 3.6).
20
Tabel 3.6 Jumlah lajur lalu-lintas rencana Tipe Jembatan (1)
Lebar Jalur Kendaraan (m) (2)
Jumlah Lajur Lalu-lintas Rencana (nl)
Satu lajur
4,0 - 5,0
1
Dua arah, tanpa median
5,5 - 8,25
2 (3)
11,3 - 15,0
4
8,25 - 11,25
3
11,3 - 15,0
4
15,1 - 18,75
5
18,8 - 22,5
6
Banyak arah
CATATAN 1 Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu-lintas rencana harus ditentukan oleh Instansi yang berwenang. CATATAN 2 Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dengan median untuk banyak arah. CATATAN 3 Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan adalah 6.0 m. Lebar jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah-olah memungkinkan untuk menyalip. (sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Beban lajur “D”. (sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
21
a) Beban Terbagi Rata Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut: L ≤ 30 m : q = 8,0 kPa
15 ⎞ ⎛ L > 30 m : q = 8,0 ⎜ 0,5 + ⎟ kPa L⎠ ⎝ dengan pengertian: q L
= intensitas beban BTR = panjang total jembatan yang dibebani
b) Beban Garis Terpusat Beban garis terpusat (BGT) mempunyai dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu-lintas pada jembatan.
Besarnya intensitas p adalah 44,0 kN/m. Untuk
mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya. Penyebaran beban "D" pada arah melintang harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D" pada arah melintang harus sama. Bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka beban "D" harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 %. Apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban "D" harus ditempatkan pada jumlah lajur lalu-lintas rencana (n1) yang berdekatan (Tabel 3.5), dengan intensitas 100 %. Hasilnya adalah
22
beban garis ekuivalen sebesar n1 x 2,75 q kN/m dan beban terpusat ekuivalen sebesar n1 x 2,75 p kN, kedua-duanya bekerja berupa strip pada jalur selebar n1 x 2,75 m. Lajur lalu-lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada jalur jembatan. Beban "D" tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50 %. Susunan pembebanan ini dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Penyebaran pembebanan ”D” arah melintang (sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02 2005)
2) Gaya Rem Pengaruh gaya rem diperhitungkan senilai dengan 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan. Faktor beban akibat gaya rem menurut RSNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 2,0 pada daya ultimit.
23
3) Pembebanan untuk Pejalan Kaki Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa. Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang dibebani seperti pada Gambar 3.3. Faktor beban akibat beban pejalan kaki menurut RSNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 2,0 pada daya ultimit.
Gambar 3.3 Pembebanan untuk pejalan kaki b. Aksi lingkungan 1) Gesekan pada perletakan Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari perletakan elastomer.
Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung
hanya menggunakan beban tetap, dan harga rata-rata dari koefisien gesekan pada perletakan jembatan dapat dilihat pada Tabel 3.7.
24
Tabel 3.7 Koefisien gesekan perletakan Jenis Tumpuan A. Tumpuan Rol Baja 1. dengan 1 atau 2 rol 2. dengan 3 atau lebih B. Tumpuan Gesekan 1. antara baja dengan campuran tembaga keras dan baja 2. antara baja dengan baja atau besi tuang 3. antara karet dengan baja/beton
koefisien gesekan (μ) 0,01 0,05 0,15 0,25 0,15-0,18
(sumber: Bambang S.dan A.S. Muntohar, Jembatan, hal.46)
Faktor beban akibat beban gesekan tumpuan menurut RSNI T-022005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 1,3 pada daya ultimit normal dan 0,8 daya ultimit terkurangi. 2) Pengaruh temperatur/suhu Kondisi temperatur/suhu sangat berpengaruh pada beban yang bekerja pada jembatan karena akan berpengaruh pada kembang-susut material jembatan. Faktor beban akibat beban gesekan tumpuan menurut RSNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 1,2 pada daya ultimit normal dan 0,8 daya ultimit terkurangi Secara umum temperatur jembatan berbeda sesuai dengan tipe bangunan atas yang digunakan (Tabel 3.8) dan sifat bahannya (Tabel 3.9). Regangan termal εT akan sebanding dengan perubahan temperatur ∆T sesuai persamaan :
ε T = α ΔT ...............................................................................................(3.1)
25
Tabel 3.8 Temperatur jembatan rata-rata nominal Temperatur Jembatan
Tipe Bangunan Atas
Rata-rata Minimum Lantai beton di atas gelagar atau boks beton. Lantai beton di atas gelagar, boks atau rangka baja. Lantai pelat baja di atas gelagar, boks atau rangka baja. CATATAN:
Temperatur Jembatan Rata-rata Maksimum
15°C
40°C
15°C
40°C
15°C
45°C
Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5°C untuk lokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas permukaan laut.
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
Tabel 3.9 Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur Koefisien Perpanjangan Akibat Suhu (α)
Modulus Elastisitas
12 x 10-6 per °C
200.000
Kuat tekan <30 MPa
10 x 10-6 per °C
25.000
Kuat tekan >30 MPa
11 x 10-6 per °C
34.000
Aluminium
24 x 10-6 per °C
70.000
Bahan Baja
MPa
Beton:
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
Momen akibat temperatur ditunjukkan persamaan :
M εT = ..............................................................................................(3.2.a) EI h M =
EIα ΔT .......................................................................................(3.2b) h
26
3) Beban Angin Kondisi angin pada suatu tempat merupakan beban yang akan bekerja pada struktur jembatan tertentu dan menjadi faktor yang diperhitungkan pada rencana pembebanan . Faktor beban akibat beban angin menurut RSNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 1,2 pada daya ultimit. Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut: TEW = 0,0006 Cw (Vw)2 Ab
[ kN ] .......................................................(3.3)
dengan pengertian : VW = kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau (Tabel 3.10) CW = koefisien seret (Tabel 3.11) Ab = luas koefisien bagian samping jembatan (m2) Jika kendaraan melewati jembatan maka akan bekerja garis merata dengan arah horisontal di permukaan lantai Menurut RSNI T-02-2005 besar kecepatan angin rencana (VW) pada kondisi tersebut ditentukan dengan persamaan sebagai berikut: TEW = 0,0012 Cw (Vw)2 Ab [ kN ] ...................................................(3.4) dengan pengertian : VW = kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau (Tabel 3.10) CW = koefisien seret = 1,2
27
Tabel 3.10 Kecepatan angin rencana VW Lokasi
Keadaan Batas
Sampai 5 km dari pantai
> 5 km dari pantai
Daya layan
30 m/s
25 m/s
Ultimit
35 m/s
30 m/s
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
Tabel 3.11 Koefisien seret CW Tipe Jembatan
CW
Bangunan atas masif: (1), (2) b/d = 1.0
2.1 (3)
b/d = 2.0
1.5 (3)
b/d ≥ 6.0
1.25 (3)
Bangunan atas rangka
1.2
CATATAN 1 b =
lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran.
d=
tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif.
CATATAN 2 Untuk harga antara dari b / d bisa diinterpolasi linier. CATATAN 3 Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan sebesar 3 % untuk setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum 2,5 %. (sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
4) Beban aliran air Konstruksi jembatan sangat rentan terhadap beban aliran air khususnya beban air saat banjir. Saat banjir beban akibat aliran air dapat bertambah besar akibat adanya penumpukan sampah dan tumbukan batang kayu pada pilar jembatan.
28
a) Kecepatan aliran Kecepatan aliran ini dapat diketahui dengan melakukan analisa hidrologi. Berikut ini langkah-langkah untuk analisa hidrologi: 1. Analisa wilayah hujan Analisa wilayah hujan dilakukan untuk menghitung besarnya curah hujan berdasarkan daerah pengaruh dari setiap stasiun pengamatan yang letaknya tersebar. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah Methode Thiessen. Dalam Methode Thiessen Curah hujan daerah dapat dihitung dengan persaman sebagai berikut:
R=
A1 R1 + A2 R2 + .......... + An Rn ..............................................(3.5) A1 + A2 + .......... + An
dengan pengertian: A1, A2..... An = Luas daerah yang mewakili tiap stasiun pengamatan R1, R2..... Rn = hasil pencatatan curah hujan tiap stasiun pengamatan Pembagian daerah A1, A2..... An ditentukan dengan cara sebagai berikut : a. Cantumkan stasiun pengamatan di dalam dan di sekitar daerah itu pada peta rupa bumi. Hubungkan semua stasiun pengamat tersebut dengan garis lurus (dengan demikian akan terlukis jaringan segitiga yang menutupi seluruh daerah). b. Daerah yang bersangkutan itu dibagi dalam poligon-poligon yang dicatat dengan rnenggambar garis bagi tegak lurus pada
29
tiap sisi segitiga tersebut di atas. Curah hujan dalam tiap poligon itu dianggap diwakili oleh curah hujan dari stasiun pengamatan dalam tiap poligon itu (Gambar 3.4). Luas tiap poligon itu diukur dengan planimeter atau dengan cara lain.
Gambar 3.4 Penggambaran Poligon Thiessen (sumber: SK SNI M-18-1989-F)
2. Analisis frekuensi Banyak metode yang digunakan dalam memperkirakan besarnya debit banjir rancangan untuk sebuah bangunan air. Masing-masing cara mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Penetapan cara hitungan akan sangat bergantung dari data yang tersedia dan tingkat ketelitian yang diinginkan. Ada beberapa metode yang banyak dipakai di Indonesia antara lain Metode E.J. Gumbel, Log Pearson Type III, Rasional, Log Normal, dan lain-lain. Curah hujan rencana adalah curah hujan tersebar tahunan dengan peluang tertentu yang mungkin terjadi disuatu daerah. Didalam menentukan metode yang sesuai terlebih dahulu akan dihitung
30
besarnya parameter statistik yaitu Cs (skewness) dan Ck (kurtosis). Adapaun persamaan yang digunakan adalah: n ⋅ ∑ (X − X )
3
Cs =
(n − 1) ⋅ (n − 2)⋅ S 3
................. ...............................................(3.6)
n 2 ⋅ ∑ (X − X )
4
Ck =
(n − 1) ⋅ (n − 2) ⋅ (n − 3)S 4
........ ................................................ (3.7)
Syarat pemilihan metode yang digunakan dalam penentuan besarnya banjir rancangan adalah jika mempunyai nilai Cs dan Ck yang sesuai dengan
batasan
yang
ada.
Adapun
batasan
yang
dimaksud
sebagaimana terdapat pada Tabel 3.12. Tabel 3.12. Syarat Pemilihan Metode Frekuensi Metode
Ck
Cs
Gumbel
5,4002
1,196
Normal
3,0
0
bebas
Bebas
Log Pearson Tipe III (Sumber : Sri Harto, 1993)
Apabila harga Cs dan Ck tidak memenuhi distribusi Gumbel dan Normal maka digunakan metode Log Pearson Type III, karena metode ini dapat dipakai untuk semua sebaran data. Adapun persamaan yang dipakai adalah: log X = log X + G ⋅ S
log X =
.................. .................................................(3.8)
1 n ⋅ ∑ log X i ...................... ...............................................(3.9) n i =1
31
∑ (log X n
S=
i=1
− log X )
2
i
........... ...............................................(3.10)
(n − 1)
Selanjutnya setelah ditetapkan yang sesuai, maka harus dilakukan uji kesesuaian distribusi yaitu untuk mengetahui kebenaran analisa curah hujan a. Distribusi Log Normal Rumus : XT = x + K.Sx …………………..……..……...........(3.11) dimana: XT x Sx K
= = = =
hujan da!am periode ulang T tahun tertentu harga rata-rata standart deviasi standart pariabel untuk periode ulang T tahun (Tabel 3.13)
Faktor agian log normal dapat dilihat pada Lampiran B-4. b. Distribusi Gumbel Penggambaran sebaran teoritis pada kertas Gumbel mengikuti persamaan sebagai berikut : XT = x +
Yt − Yn Sx …………….………..……..…………….(3.12) Sn
di mana: XT = hujan dalam periode ulang T tahun (mm) x = hujan rata-rata (mm) SX = standar deviasi Yt = reduced variate Yn = harga rata-rata reduced variate Sn = standar deviasi reduced variate
32
c. Distribusi Log Person III Penggambaran sebaran teoritis pada kertas Log Person III mengikuti persamaan berikut: Log XT = Log x + K.S.Log x……………….…..…….............(3.13) dimana : Log XT = Logaritma Naturalis hujan dalam periode ulang T n
∑ Logxi i =1
Log x =
n −1
……......…..….......................…............(3.13.a)
S Log x = Standar deviasi dari logaritma naturalis data n
= K
∑ ( Logxi − Logx)
2
i =1
n −1
…….............…...........(3.13.b)
= Faktor frekuensi tergantung nilai Cs dan T (Lampiran A-4) n
Cs
=
Cv
=
∑ (Log xi − Log x)
2
i =1
(n − 1)(n − 2)(s − Log x) 3 s Log x Log x
…..................(3.13.c)
……….…..…..............................(3.13.d)
Tabel Faktor penyimpangan K pada distribusi Log Pearson Type III dapat dilihat pada Lampiran B-5. 3. Uji distribusi Chi Kuadrat Uji Chi kuadrat digunakan untuk menguji simpangan secara vertikal apakah distribusi pengamatan dapat diterima oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan menggunakan persamaan 3.14.
33
(X ) 2
hit
k
(EF − OF )2
i =1
EF
=∑
.....................................................(3.14)
Jumlah kelas distribusi dihitung dengan rumus (Sri Harto, 1993): k = + 3,22 log n Dk = k – (P + 1 )
..................................................................(3.15) ....................................................... .............(3.16)
dimana : OF = Nilai yang diamati (observed frequency) EF = Nilai yang diharapkan (expected frequency) k = Jumlah kelas distribusi n = Banyaknya data Dk = Derajat kebebasan P = Banyaknya parameter sebaran chi kuadrat (ditetapkan = 2) Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 < X2cr. Harga X2cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikasi dengan derajat kebebasan (level of significant). 4. Analisa distribusi hujan jam-jaman. Untuk menghitung hidrograf banjir rancangan dengan cara hidrograf satuan (unit hydrograph) perlu diketahui dahulu sebaran hujan jam-jaman dengan suatu interval tertentu. Penelitian yang dilakukan oleh Sobriyah (2001), tentang distribusi hujan jam-jaman dengan durasi tertentu untuk DAS Bengawan Solo menunjukkan bahwa durasi terjadinya banjir sejak kejadian hujan hingga terjadinya banjir adalah 1 - 4 jam. 5. Koefisien pengaliran Pada saat hujan turun sebagian akan meresap ke dalam tanah dan sebagian lagi akan menjadi limpasan permukaan. Koefisien pengaliran
34
merupakan suatu variabel yang didasarkan pada kondisi daerah pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Berdasarkan kondisi fisik wilayah dan
jenis penggunaan
lahannya besarnya nilai koefisien pengaliran ditentukan Tabel 3.13. Tabel 3.13. Tabel koefisien pengaliran. Kondisi SubDAS
Angka Pengaliran
Pegunungan curam Pegunungan tersier/perbukitan Tanah bergelombang dan hutan Dataran Pertanian Persawahan Sungai di pegunungan Sungai kecil di daerah dataran
0.75 – 0.90 0.70 – 0.80 0.50 – 0.75 0.45 – 0.60 0.70 – 0.80 0.75 – 0.85 0.45 – 0.75
(sumber: Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda,1977)
6. Analisis Debit Banjir Analisa debit banjir yang umum digunakan di Indonesia adalah Metode Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I dikembangkan berdasarkan penelitian Sri Harto BR, (1987), karena data yang digunakan dalam penyusunan metode ini merupakan data riil kondisi alam di Indonesia sehingga lebih mendekati kondisi sebenarnya. HSS Gama I dibentuk oleh tiga komponen dasar yaitu waktu naik (TR), debit puncak (Qp) dan waktu dasar (TB). Menurut SK SNI M18-1989-F perhitungan HSS gama I dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
35
a. Waktu naik 3
⎛ L ⎞ TR = 0,43 ⎜ ⎟ + 1,0665 SIM + 1,2775…………........(3.17) ⎝ 100SF ⎠
dengan pengertian: TR
= waktu naik (jam)
L
= panjang sungai (km)
SF
= faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat 1 dengan jumlah panjang sungai semua tingkat
SIM = faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA) WF = faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari titik di sungai yang berjarak ¾ L dan lebar DAS yang diukur dari titik yang berjarak ¼ L dari titik tempat pengukuran b. Debit Puncak Qp =
0,1836 A0,5886 JN0,2381TR-0,4008 …..........………........(3.18)
dengan pengertian: TR
= waktu naik (jam)
JN
= jumlah pertemuan sungai
c. Waktu Dasar TB = 27,4132 TR0,1457 S-0,0956 SN0,7344 RUA0,257....................(3.19) dengan pengertian: TB
= waktu dasar (jam)
S
= kelandaian sungai rata-rata
SN
= frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen sungai-sungai tingkat 1 dengan jumlah sungai semua tingkat
TR
= waktu naik (jam)
RUA = luas SubDAS sebelah hulu (km2)
36
Secara umum perhitungan pembagian wilayah WF dan RUA dapat dilihat pada Gambar 3.5. Hujan efektif didapat dengan cara metode ∅ indeks yang dipengaruhi fungsi luas DAS dan frekuensi sumber SN dirumuskan sebagai berikut:
∅ = 10,4903 – 3,589.10-6 A2 + 1,6985.10-13 (A/SN)4........................(3.20) dengan pengertian:
∅
=
indeks ∅ (mm/jam)
A
=
luas DAS (km2)
SN =
frekuensi sumber
Aliran dasar dapat didekati sebagai fungsi luas DAS dan kerapatan jaringan sungai yang dirumuskan sebagai berikut: QB = 0,4751 A0,6444A D0,9430................................................................(3.21) dengan pengertian: QB
= aliran dasar (m3/det)
A
= luas DAS (km2)
D
= kerapatan jaringan sungai (km/km2)
Hasil analisa hidrologi berupa data debit banjir dengan kala ulang tertentu kemudian diolah hingga mendapatkan kecepatan aliran. Dengan bantuan program komputer analisa kecepatan aliran dapat dengan mudah dilakukan.
37
AU U WL
WU
C
A X X – A → 0,25 L
RUA ≈
X – U → 0,75 L WF ≈
WU
A
WL
Sketsa Penetapan WF Q
AU
Sketsa Penetapan RUA Qp
3
(m /det)
t (jam)
TR TB
Gambar 3.5
Sketsa penetapan WF dan RUA serta Hidrograf Satuan Gama I. (sumber: SK SNI M – 18 – 1989 -F)
b) Beban akibat aliran 1) Beban aliran air Beban akibat aliran menyebabkan gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar akibat aliran air tergantung kepada kecepatan. Menurut RSNI T-02-2005 besarnya gaya seret dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
38
TEF = 0,5 CD ( Vs )2 Ad [ kN ] ..................................................(3.22) dengan pengertian: Vs = kecepatan air rata-rata (m/s) CD = koefisien seret - lihat Tabel 3.14. Ad = luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran. Tabel 3.14. Koefisien seret dan angkat bermacam-macam bentuk pilar
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
2) Benda hanyutan Menurut RSNI T-02-2005 besarnya gaya akibat benda hanyutan dihitung dengan menggunakan persamaan: TEF = 0,5 CD ( Vs )2 AL [ kN ] .................................................(3.23) dengan pengertian: Vs = kecepatan air rata-rata (m/s) CD = koefisien seret = 1,04 AL = luas proyeksi benda hanyutan tegak lurus arah aliran (m2) Jika tidak ada data yang lebih tepat, luas proyeksi benda hanyutan bisa dihitung seperti berikut:
39
a. untuk jembatan dimana permukaan air terletak dibawah bangunan atas luas benda hanyutan yang bekerja pada pilar dihitung dengan menganggap bahwa kedalaman minimum dari benda hanyutan adalah 1,2 m dibawah muka air banjir. Panjang hamparan dari benda hanyutan diambil setengahnya dari jumlah bentang yang berdekatan atau 20 m, diambil yang terkecil dari kedua harga ini. b. untuk jembatan dimana bangunan atas terendam, kedalaman benda hanyutan diambil sama dengan kedalaman bangunan atas termasuk railing atau penghalang lalu-lintas ditambah minimal 1,2 m. Kedalaman maksimum benda hanyutan boleh diambil 3 m kecuali apabila menurut pengalaman setempat menunjukkan bahwa hamparan dari benda hanyutan dapat terakumulasi. Panjang hamparan benda hanyutan yang bekerja pada pilar diambil setengah dari jumlah bentang yang berdekatan. 3) Tumbukan dengan batang kayu Menurut RSNI T-02-2005 besarnya gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan menganggap bahwa batang dengan massa minimum sebesar 2 ton hanyut pada kecepatan aliran rencana harus bisa ditahan dengan gaya maksimum berdasarkan lendutan elastis ekuivalen dari pilar dengan rumus: TEF = M ( Va)2 / d
[ kN ] ......................................................(3.24)
dengan pengertian: M = massa batang kayu = 2 ton
40
Va
= kecepatan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau. dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk diagram kecepatan aliran air dilokasi jembatan, Va bisa diambil 1,4 kali kecepatan rata-rata Vs.
d
= lendutan elastis ekuivalen (m) - lihat Tabel 3.15
Tabel 3.15. Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu Tipe Pilar
d (m)
Pilar beton masif Tiang beton perancah Tiang kayu perancah
0.075 0.150 0.300
(sumber : Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
Kombinasi gaya akibat aliran air harus melihat kondisi DAS disekitar lokasi jembatan, sehingga kombinasi yang dilakukan benarbenar sesuai dengan besarnya beban aliran yang akan terjadi. 3. Aksi Khusus (Beban Gempa)
Aksi khusus yang dianalisa sebagai beban yang bekerja pada struktur jembatan adalah beban akibat gempa. Pemilihan prosedur perencanaan tergantung pada tipe jembatan, besarnya koefisien akselerasi gempa dan tingkat kecermatan. Terdapat empat prosedur analisis (Gambar 3.6), dimana prosedur 1 dan 2 sesuai untuk perhitungan tangan dan digunakan untuk jembatan beraturan yang terutama bergetar dalam moda pertama (kategori kinerja seismik A dan B). Prosedur 3 dapat diterapkan pada jembatan tidak beraturan yang bergetar dalam beberapa moda sehingga diperlukan program analisis rangka ruang dengan kemampuan dinamis (kategori kinerja seismik C). Prosedur 4 diperlukan untuk struktur utama dengan geometrik yang rumit dan atau berdekatan dengan patahan gempa aktif.
41
(kategori kinerja seismik C).secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.16 dan 3.17. Statis-Semi Statis-Semi dinamis dinamis // dinamis dinamis sederhana sederhana 1. 1. Beban Beban seragam/ seragam/ koefisien koefisien gempa gempa 2. 2. Spektral Spektral moda moda tunggal tunggal Cara Cara Analisis Analisis
Rangka Rangka ruang, ruang, Semi Semi dinamis dinamis 3. 3. Spektral Spektral moda moda majemuk majemuk
Prosedur Prosedur
Dinamis Dinamis 4. 4. Riwayat Riwayat Waktu Waktu
Gambar 3.6 Prosedur analisis tahan gempa (sumber: Peraturan Gempa untuk Jembatan, RSNI 2004)
Tabel 3.16 Kategori kinerja seismik Koefisien percepatan puncak di batuan dasar (A/g) ≥0,30 0,20-0,29 0,11-0,19 ≤0,10
Klasifikasi kepentingan I (Jembatan utama dengan faktor keutamaan 1,25) D C B A
Klasifikasi kepentingan II (Jembatan biasa dengan faktor keutamaan 1) C B B A
(sumber: Peraturan Gempa untuk Jembatan, RSNI 2004)
Tabel 3.17 Prosedur analisis berdasarkan kategori perilaku seismik (A-D) Jumlah bentang Tunggal Sederhana 2 atau lebih Menerus 2 atau lebih dengan 1 sendi 2 atau lebih dengan 2 atau lebih sendi Stuktur Rumit
D 1 2 3 3
C 1 1 2 3
B 1 1 1 1
A -
4
3
2
1
(sumber: Peraturan Gempa untuk Jembatan, RSNI 2004)
Besarnya beban akibat gempa ditentukan oleh percepatan batuan sesuai dengan konfigurasi lapisan tanah dan periode getar alami dari gempa itu sendiri.
42
a) Koefisien geser dasar (Celastis) Percepatan/akselerasi puncak (PGA) zone gempa Indonesia dari dapat dilihat pada Lampiran B.2. Konfigurasi tanah terbagi dalam tiga jenis: tanah teguh dengan kedalaman batuan 0-3 m, tanah sedang dengan kedalaman batuan 325 m, tanah lembek dengan kedalaman batuan melebihi 25 m secara rinci konfigurasi geser tanah dapat dilihat pada Tabel 3.18. Tabel 3.18 Koefisien profil tanah (S) S (tanah teguh)
S (tanah sedang)
S (tanah lembek)
S1=1,0
S2=1,2
S3=1,5
(sumber: Peraturan Gempa untuk Jembatan, RSNI 2004)
Koefisien geser dasar Celastis juga dapat ditentukan dengan rumus berikut:
C elastis =
1,2. A.S T
2
3
dengan syarat C elastis ≤ 2,5. A ............................................(3.25)
dengan pengertian: A
= akselerasi puncak di batuan dasar (s), Tabel 3.19
T
= perioda alami struktur (detik)
S
= koefisien profil tanah, Tabel 3.18
Tabel 3.19 Akselerasi PGA di batuan dasar Rentang akselerasi puncak PGA Wilayah 1
0,53 – 0,60
Wilayah 2
0,46 – 0,50
Wilayah 3
0,36 – 0,40
Wilayah 4
0,26 – 0,30
Wilayah 5
0,15 – 0,20
Wilayah 6
0,05 – 0,10
(sumber: Peraturan Gempa untuk Jembatan, RSNI 2004)
43
b) Periode Getar Alami (“T”) Waktu dasar getaran jembatan yang digunakan untuk menghitung geser dasar harus dihitung dari analisa yang meninjau seluruh elemen bangunan yang memberikan kekakuan dan fleksibilitas dari sistem fondasi. Untuk bangunan yang mempunyai satu derajat kebebasan yang sederhana, rumus yang digunakan:
T=2π
WTP
...............................................................................(3.26)
gK P
dengan pengertian : T
= waktu getar dalam detik
g
= percepatan gravitasi (m/dt2)
WTP = berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan ditambah setengah berat dari pilar (kN) Kp
= kekakuan gabungan sebagai gaya horisontal yang diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan pada bagian atas pilar (kN/m)
Besar gaya geser yang dapat ditimbulkan oleh percepatan gempa di permukaan batuan, dapat dirumuskan sebagai berikut: Besar gaya geser (Heq)
= C I S WT ......................................................(3.27)
dengan pengertian: C
= Koefisien geser dasar elastis
I
= Faktor kepentingan (Tabel 3.18)
S
=
Koefisien profil tanah)
WTP = berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan ditambah setengah berat dari pilar (kN)
44
Akibat gaya gempa minimbulkan pergeseran pada struktur, jarak pergeseran yang terjadi disimbolkan dengan Δh. = 250 Kh (“T”)2 ........................................................................(3.28)
Δh dimana: Kh
=C.S
.................................................................................(3.28.a)
dengan pengertian: Kh
= Koefisien geser gempa arah memanjang atau melintang
Jembatan mempunyai waktu getar yang berbeda pada arah memanjang dan melintang sehingga beban rencana statis ekuivalen yang berbeda harus dihitung untuk masing-masing arah.
B. Kombinasi Pembebanan
Kombinasi beban umumnya didasarkan kepada beberapa kemungkinan tipe yang berbeda dari aksi yang bekerja secara bersamaan. Aksi rencana ditentukan dari aksi nominal, yaitu dengan mengalikan aksi nominal dengan faktor beban. Seluruh pengaruh aksi rencana harus mengambil faktor beban yang sama, apakah itu biasa atau terkurangi.
Disini keadaan paling berbahaya
(maksimum) harus dijadikan acuan dalam perencanaan pembebanan. Kombinasi pembebanan didasarkan pada batas daya layan dan batas daya ultimit. Batas daya layan adalah kemampuan material elemen struktur menahan beban yang bekerja. Batas daya ultimit adalah kemampuan material elemen
45
struktur menahan beban dengan mengalikannya dengan faktor beban sehingga tegangan pada meterial setara dengan tegangan leleh. 1. Kombinasi pada Keadaan Batas Daya Layan
Kombinasi pada keadaan batas daya layan primer terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap dengan satu aksi transien. Pada keadaan batas daya layan, lebih dari satu aksi transien bisa terjadi secara bersamaan, seperti diberikan dalam Tabel 3.20. Tabel 3.20 Kombinasi beban untuk keadaan batas daya layan +
satu aksi transien (1),(2)
Kombinasi primer
Aksi tetap
Kombinasi sekunder
Kombinasi primer + 0,7 × (satu aksi transien lainnya)
Kombinasi tersier
Kombinasi primer + 0,5 × (dua atau lebih aksi transien)
CATATAN 1 Beban lajur "D" yaitu TTD atau beban truk "T" yaitu TTT diperlukan untuk membangkitkan gaya rem TTB dan gaya sentrifugal TTR pada jembatan. Tidak ada faktor pengurangan yang harus digunakan apabila TTB atau TTR terjadi dalam kombinasi dengan TTD atau TTT sebagai kombinasi primer. CATATAN 2 Gesekan pada perletakan TBF bisa terjadi bersamaan dengan pengaruh temperatur TET dan harus dianggap sebagai satu aksi untuk kombinasi beban. B
B
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
2. Kombinasi pada Keadaan Batas Ultimit
Kombinasi pada keadaan batas ultimit terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap dengan satu pengaruh transien. Gaya rem atau gaya sentrifugal bisa digabungkan dengan pembebanan lajur "D" yaitu TTD atau pembebanan truk "T" yaitu TTT. Gesekan pada perletakan TBF dan pengaruh temperatur TET bisa juga digabungkan. Pada keadaan batas ultimit, tidak diadakan aksi transien lain untuk kombinasi dengan aksi gempa. Kombinasi pembebanan pada batas daya layan dan batas ultimit ditunjukkan pada Tabel 3.21.
46
Tabel 3.21 Kombinasi beban umum untuk keadaan batas daya kelayanan dan ultimit Kelayanan (2) Aksi
Ultimit (3)
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Beban lajur “D“ atau beban truk “T”
X
O
O
O
O
X
O
O
O
O
Gaya rem atau gaya sentrifugal
X
O
O
O
O
X
O
O
O
Lihat Catatan dalam peraturan
Aksi Permanen : Berat sendiri
(4)
Beban mati tambahan Aksi Transien :
Beban pejalan kaki
X
(5)
X
Gesekan perletakan
O
O
X
O
O
O
O
O
O
O
O
(6)(7)
Pengaruh suhu
O
O
X
O
O
O
O
O
O
O
O
(6)
Aliran / hanyutan / batang kayu dan hidrostatik / apung
O
O
X
O
O
O
X
O
O
(8)
O
O
X
O
O
O
X
O
Beban angin Aksi Khusus : Gempa
X
(9)
Beban tumbukan Pengaruh getaran
( 10 ) X
X
Beban pelaksanaan
( 11 ) X
“ X ” berarti beban yang selalu aktip
Salah satu (1) = semua beban “x” + beban “o”
“ O ” berarti beban yang boleh dikombinasi dengan beban aktif, tunggal atau seperti ditunjukkan.
atau (2) = (1) + 0,7 beban “o” atau (3) = (1) + 0,5 beban “o” + 0,5 beban “o”
X Tiap satu dari beban “o” pada tingkat kelayanan boleh ditinjau bersama dengan beban aktif U.L.S “x” untuk menghasilkan hasil terburuk
47
Lanjutan Tabel 3.21 CATATAN 1
Perencana harus bisa mengenali dan memperhitungkan tiap kombinasi beban yang tidak tercantum dalam tabel untuk mana jembatanjembatan tertentu mungkin menjadi kritis. Untuk masing-masing kombinasi beban, seluruh aksi yang wajar terjadi bersamaan sudah dimasukkan. Disamping itu perencana harus menghitung pengaruh pada kombinasi beban akibat tidak memasukkan salah satu aksi yang memberi kontribusi dengan catatan aksi tersebut secara wajar bisa diabaikan.
CATATAN 2
Dalam keadaan batas daya layan pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda X untuk kombinasi tertentu dimasukkan dengan faktor beban daya layan penuh. Butir dengan tanda o dimasukkan dengan faktor beban daya layan yang sudah diturunkan harganya.
CATATAN 3
Dalam keadaan batas ultimit pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda X untuk kombinasi tertentu dimasukkan dengan faktor beban ultimit penuh. Butir dengan tanda o dimasukkan dengan harga yang sudah diturunkan yang besarnya sama dengan beban daya layan.
CATATAN 4
Beberapa aksi tetap bisa berubah menurut waktu secara perlahan-lahan. Kombinasi beban untuk aksi demikian harus dihitung dengan harga rencana maksimum dan minimum untuk menentukan pengaruh yang paling berbahaya.
CATATAN 5
Tingkat keadaan batas dari gaya sentrifugal dan gaya rem tidak terjadi secara bersamaan untuk faktor beban ultimit terkurangi untuk beban lalu-lintas vertikal dalam kombinasi dengan gaya rem.
CATATAN 6
Pengaruh temperatur termasuk pengaruh perbedaan temperatur di dalam jembatan, dan pengaruh perubahan temperatur pada seluruh jembatan. Gesekan pada perletakan sangat erat kaitannya dengan pengaruh temperatur akan tetapi arah aksi dari gesekan pada perletakan akan berubah, tergantung kepada arah pergerakan dari perletakan atau dengan kata lain, apakah temperatur itu naik atau turun. Pengaruh temperatur tidak mungkin kritis pada keadaan batas ultimit kecuali bersamaan dengan aksi lainnya. Dengan demikian temperatur hanya ditinjau sebagai kontribusi pada tingkat daya layan.
CATATAN 7
Gesekan pada perletakan harus ditinjau bila sewaktu-waktu aski lainnya memberikan pengaruh yang cenderung menyebabkan gerakan arah horisontal pada perletakan tersebut.
CATATAN 8
Semua pengaruh dari air dapat dimasukkan bersama-sama
CATATAN 9
Pengaruh gempa hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit.
CATATAN 10
Beban tumbukan mungkin merupakan beban daya layan atau beban ultimit.
CATATAN 11
Pengaruh getaran hanya digunakan dalam keadaan batas daya layan.
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
48
E. Konsep Baja Komposit
1. Hubungan tidak komposit
Struktur komposit merupakan suatu bentuk struktur yang terdiri dua bahan atau lebih yang bekerja bersama-sama dalam menahan beban yang bekerja.Bahan yang berbeda itu disatukan oleh suatu penghubung geser yang disebut shear conector. Penghubung geser memberikan interaksi yang diperlukan bagi slab beton dan baja untuk bekerja bersama-sama. Untuk memahami konsep perilaku komposit, pertama-tama ditinjau balok yang tidak komposit seperti Gambar 3.7 berikut ini :
Gambar 3.7 Struktur balok tidak komposit Jika gesekan antara pelat baja dan beton diabaikan, maka pelat baja dan beton masing-masing akan memikul momen secara terpisah. Permukaan bawah beton mengalami perpanjangan akibat deformasi tarik, sedangkan permukaan atas baja mengalami perpendekan akibat deformasi tekan.Apabila lekatan beton terhadap pelat baja diabaikan, maka tidak ada gaya geser horisontal yang bekerja pada bidang kontak tersebut. Diagram teganganregangan yang bekerja pada struktur tidak komposit disajikan pada Gambar 3.8 berikut ini :
49
Gambar 3.8 Diagram regangan struktur balok tidak komposit Dengan memperhatikan distribusi regangan yang terjadi, terlihat bahwa pada kasus ini terdapat dua garis netral. Garis netral pertama terletak pada titik berat pelat beton, dan garis netral kedua terletak pada titik berat pelat baja. 2.
Hubungan komposit sempurna
Apabila struktur bekerja komposit sempurna, maka slip antara beton dengan pelat baja tidak akan terjadi. Konsep analisis penampang komposit penuh didasarkan pada dua kondisi, yaitu kondisi elastis dan non elastis. Kondisi elastis adalah kondisi dimana baik beton maupun pelat baja masih berada dalam batas-batas elastis. Pada kondisi inelastis, pembahasan dibatasi pada keadaan plastis. Beberapa batasan dalam analisis struktur komposit ini diantaranya adalah : a. Defleksi vertikal mempunyai nilai yang sama untuk kedua elemen, hal ini berarti tidak ada gap antara beton dan pelat baja; b. Penampang tetap rata baik sebelum maupun sesudah dibebani, deformasi geser antara dua elemen diabaikan; c. Jarak antar penghubung geser adalah sama
50
d. Friksi antara beton dan pelat baja tidak diperhitungkan. Gaya geser pada bidang batas sepenuhnya diambil oleh penghubung.
Gambar 3.9 Struktur balok komposit
Gambar 3.10 Diagram regangan struktur balok komposit Struktur baja komposit pada jembatan terdiri dari gelagar berupa baja dan lantai jembatan (slab) berupa beton seperti pada Gambar 3.9. Faktor penting dalam komposit adalah bahwa ikatan antara beton dan baja tetap tak terpecahkan. Pada balok komposit hanya ada satu garis netral, ditunjukkan Gambar 3.10. Serupa dengan perlakuan terhadap penampang T pada beton bertulang, lebar ekuivalen digunakan sebagai ganti dari lebar aktual, sehingga teori balok biasa bisa digunakan. Lebar ekuivalen lantai harus digunakan untuk menghitung besaran penampang gelagar komposit pada keadaaan batas layan dan ultimit. Bila lantai beton meliputi kedua sisi badan gelagar, lebar ekuivalen lantai harus diambil sebagai nilai terkecil dari : a. 1/5 x panjang bentang gelagar untuk bentang sederhana atau 1/7 panjang bentang gelagar untuk bentang menerus b. Jarak pusat-pusat antara badan gelagar
51
c. 1/12 x tebal minimum lantai Bila lantai beton hanya ada pada satu sisi dari gelagar, lebar efektif lantai harus diambil sebagai setengah dari nilai yang dihitung dalam butir a, b, c di atas. F. Analisis Gelagar Baja Komposit
1. Analisis Tampang Baja Komposit
Metode penampang tertransformasi adalah alternatif untuk menganalisis tegangan lentur pada balok komposit. Metode ini terdiri atas transformasi penampang suatu balok komposit menjadi penampang ekivalen balok imajiner yang terdiri atas hanya satu bahan. Penampang baru ini disebut penampang tertransformasi.
Selanjutnya,
balok
imajiner
dengan
penampang
tertransformasi dianalisis dengan cara biasa untuk balok dengan satu bahan. Sebagai langkah akhir tegangan di balok tertransformasi diubah menjadi tegangan di balok semula. Sumbu netral penampang diperoleh dari kondisi bahwa gaya aksial resultan di penampang adalah nol, sesuai dengan persamaan :
E1 ∫ ydA + E 2 ∫ ydA = 0 .........................................................................(3.29.a) 1
2
Di dalam persamaan ini, integralnya menunjukkan momen pertama dari kedua bagian penampang terhadap sumbu netral. Sekarang digunakan notasi :
n=
E2 E1
................................................................................................(3.29.b)
52
Di mana n adalah rasio modular. Dengan menggunakan notasi ini Persamaan 3.29a menjadi :
∫ ydA + ∫ yn dA = 0 1
.................................................................................(3.29)
2
Dari Persamaan 3.29 dapat dibuat penampang baru yang terdiri atas dua bagian : (1) area 1 dengan dimensi tak diubah, dan (2) area 2 dengan lebarnya ( yaitu dimensi sejajar sumbu netral) dikalikan dengan n. Penampang baru ini (penampang tertransformasi) ditunjukkan dalam Gambar 3.11 untuk kasus di mana E2>E1 (sehingga n>1).
Gambar 3.11 Metode penampang tertransformasi Momen inersia dari balok tertransformasi ini dapat dicari dengan cara yang sama, yaitu :
I T = I 1 + nI 2 = I 1 +
E2 I2 E1
……………………………………………(3.30)
Selanjutnya, balok imajiner dengan penampang tertransformasi dianalisis dengan cara biasa seperti balok satu bahan dengan menggunakan dimensi dan momen inersia yang sudah ditransformasi.
53
2. Analisis Tegangan lentur
Analisis untuk momen lentur memanjang dan gaya geser serta reaksi yang berkaitan, harus dihitung dengan menggunakan momen inersia transformasi dari penampang komposit dengan menganggap: a. Beton tidak retak dalam daerah momen positif maupun negatif. b. Lantai beton mempunyai lebar efektif yang ditentukan seperti di atas c. Beton telah mencapai kekuatan minimal 0,5 fc’ sebelum beban bekerja. Suatu balok umumnya akan mentransfer beban vertikal sehingga kemudian akan terjadi lenturan. Bagian atas dari garis netral tertekan dan bagian bawah garis netral tertarik, sehingga pada bagian atas garis netral terjadi perpendekan dan di bawah garis netral terjadi perpanjangan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.9. Menurut ilmu tegangan (strength of material), tegangan yang timbul di titik yang berjarak z terhadap garis netral adalah : σz =
M.z I
...........................................................................................(3.31)
dimana I = momen inersia terhadap garis netral Apabila penampang simetri tetapi beban tidak pada sumbu simetri melainkan bersudut α terhadap sumbu simetri seperti Gambar 3.12 maka besarnya tegangan merupakan pengaruh arah x dan y. Suatu penampang balok terlentur seperti Gambar 3.12, dibebani P bersudut α terhadap sumbu y. Misalkan akan dicari tegangan di titik A maka P diurai ke sumbu x dan y menjadi Px dan Py.
54
Gambar 3.12 Penampang simetri dengan P bersudut α
Karena Py timbul σ1
=
Karena Px timbul σ2
=
σA = σ 1 + σ2
=
Mx y Ix My Iy
x
My Mx y+ x Ix Iy
......................................................(3.32.a)
......................................................(3.32.b)
......................................................(3.32)
Tegangan yang terbesar pada jarak z ialah yang terjauh dari garis netral. Untuk keperluan perencanaan tegangan maksimum yang terjadi dibatasi oleh tegangan ijinnya, sehingga : σmax
=
M M.z ≤ σb atau σmax = ≤ σb ...................................(3.33.a) I W
σmax
=
My Mx y+ x ≤ σb ...........................................................(3.33) Ix Iy
3. Analisis Tegangan Geser
Apabila suatu balok dengan profil sayap (flens) mengalami gaya geser dan momen lentur, maka tegangan normal dan geser akan terjadi di potongan melintangnya.
55
Gambar 3.13 Diagram geser pada penampang profil I Tegangan geser di flens suatu balok dapat bekerja pada arah horisontal dan vertikal, tetapi tegangan arah horisontal jauh lebih besar dibanding arah vertikalnya. Tegangan geser di badan balok flens lebar bekerja hanya di arah vertikal, dengan tegangan terbesar terjadi di sumbu netral. Tegangan geser diasumsikan bekerja sejajar sumbu y dan terdistribusi rata di seluruh tebal badan seperti Gambar 3.13. Oleh karena itu rumus geser seperti pada balok persegi masih berlaku, yaitu : τ
=
VQ Ib
..............................................................................................(3.34)
Namun lebar b sekarang adalah tebal badan t, dan luas yang digunakan dalam menghitung momen pertama Q adalah garis ef dan tepi atas penampang (daerah yang diarsir) seperti yang ditunjukkan Gambar3.13. Selanjutnya membagi daerah tersebut menjadi dua persegi panjang. Persegi panjang pertama adalah flens itu sendiri, yang mempunyai luas ⎛h h ⎞ A1 = b ⎜ − 1 ⎟ ⎝2 2 ⎠
...................................................................................(3.35.a)
56
Persegi panjang kedua adalah bagian dari badan antara ef dan flens, yaitu persegi panjang efcb, yang mempunyai luas ⎛h ⎞ A2 = t ⎜ 1 − y1 ⎟ ...................................................................................(3.35.b) ⎝2 ⎠ Dimana t adalah tebal badan dan y1 adalah jarak dari sumbu netral k level ef. Momen pertama Q dapat dicari dengan rumus : Q = ∑ yi Ai .........................................................................................(3.35.c) h / 2 − y1 ⎞ ⎛ h h / 2 − h1 / 2 ⎞ ⎛ Q = A1 ⎜ 1 + ⎟ + A2 ⎜ y1 + 1 ⎟ ...................................(3.35) 2 2 ⎝2 ⎠ ⎝ ⎠ Dengan memasukkan A1 dan A2 Persamaan 3.35 menjadi : Q =
(
) (
b 2 t 2 2 2 h − h1 + h1 − 4 y1 8 8
)
............................................................(3.36)
Dengan demikian, tegangan geser τ di badan balok pada jarak y1 dari sumbu netral adalah : τ
=
((
)
VQ V 2 2 2 = b h 2 − h1 + t (h1 − 4 y1 Ib 8 It
)
.............................................(3.37)
di mana momen inersia penampang adalah : I
bh 3 (b − t ) h1 = − 12 12
3
=
1 3 3 (bh 3 − bh1 + th1 ) ......................................(3.38) 12
4. Analisis Torsi
Balok I pada Gambar 3.14 menerima momen torsi Mz (T), maka sayap yang tertekan membengkok dengan arah lateral sedangkan sayap yang tertarik membengkok ke dalam arah yang berlawanan. Kejadian ini disebut warping.
57
Pada Gambar 3.14 di mana balok ditahan terhadap puntir (twisting) pada ujung-ujung perletakannya, tetapi sayap bagian atas melendut dengan arah lateral sebesar uf. Ini merupakan lateral flange bending. Lenturan ini menyebabkan tegangan-tegangan normal melintang lebar sayap maupun tegangan-tegangan geser.
Gambar 3.14 Balok I yang mengalami torsi dan warping Jadi puntir (torsion) dapat digambarkan sebagai gabungan dari dua bagian : 1) Rotasi dari elemen, sebagai bagian torsi murni, 2) Translasi yang menghasilkan lateral bending, sebagai bagian warping. Sehingga torsi yang bekerja dapat ditulis sebagai berikut : Ttot = T1 + T2 ..........................................................................................(3.39) Ttot = G K
dφ d 3φ − E I w 3 .....................................................................(3.39.a) dz d z
dengan: Iw ≈ Ttot T1 T2 G Μ K
h2 I y .......................................................................................(3.39.b) 4 = torsi yang bekerja = komponen torsi yang mengakibatkan geser (torsi murni) = komponen yang mengakibatkan warping = modulus elastisitas geser = E/2(1+μ) = Poisson’s ratio = konstanta torsi
58
E If Iw
= elastisitas bahan = momen inersia sayap terhadap sumbu y = momen inersia badan terhadap sumbu y
5. Analisis lendutan
Pada balok terlentur, selain tegangannya, juga lendutannya dibatasi oleh lendutan ijin (lendutan maksimum yang diijinkan). Pembatasan pada balok ini didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : i. Kenyamanan pemakai ii. Keselamatan iii. Keindahan iv. Psikologis v. Perlindungan pada bagian bangunan lain dengan sifat bahan yang cukup kenyal vi. Memberi dukungan yang cukup, hingga suatu alat yang dipasang pada elemen struktur tersebut dapat bekerja dengan baik Lendutan dapat dihitung dengan menggunakan teori elastis dengan menganggap interaksi penuh antara beton dan gelagar baja dan mengabaikan beton yang tertarik. Adapun besarnya lendutan : f
=
5.q.L4 P.L3 + 384.EI 48.EI
........................................................................(3.40)
dengan : L q P E I
= panjang bentang = beban merata pada balok = beban terpusat pada balok = modulus elastisitas bahan = momen inersia bahan
59
G. Analisis Sambungan
Pada konstruksi baja dipakai beberapa macam alat sambung, yaitu : i. Paku keling ii. Baut iii. Las Baut sekrup lebih mahal daripada paku keling. Tetapi baut mempunyai banyak keuntungan antara lain mudah pemasangannya sehingga ongkos pemasangannya lebih murah dibandingkan dengan ongkos pemasangan paku keling. Pada pemasangan paku keling dibutuhkan tenaga yang ahli dalam pemasangan paku keling dan dalam jumlah banyak, karena pemasangan paku keling memakan waktu jauh lebih lama dibanding pemasangan baut. Selain itu sambungan baut mudah diganti dan mudah dilepas sehingga dapat dipindahkan. a. Sambungan dengan baut Ada 2 macam sambungan, yaitu sambungan beririsan satu dan sambungan beririsan kembar (ganda). 1) Sambungan beririsan satu
Gambar 3.15 Sambungan beririsan satu Sambungan beririsan satu mempunyai satu bidang geser Biasanya δ1 = δ2, bila δ1 ≠ δ2, maka diambil δ yang terkecil
60
2) Sambungan beririsan kembar (ganda)
Gambar 3.16 Sambungan beririsan kembar Sambunagn beririsan kembar mempunyai dua bidang geser Biasanya δ2 < 2δ1, diambil harga yang terkecil b. Kemampuan sambungan baut Kemampuan alat penyambung didasarkan pada kapasitas terhadap keruntuhan geser dan keruntuhan tumpu. 1) Sambungan irisan tunggal P =
1 π d2τ 4
P = δ d σ tu
.............................................................................(3.41) ...............................................................................(3.42)
Diambil harga yang terkecil δ diambil yang terkecil dari δ1 dan δ2 τ
= 0,6 σ
σtu = 1,5 σ untuk s1 ≥ 2d σtu = 1,2 σ untuk 1,5d ≤ s1 < 2d s1 adalah jarak baut yang terakhir terhadap ujung batang 2) Sambungan irisan kembar P =
1 π d 2τ 2
..............................................................................(3.43)
P = δ d σ tu ................................................................................(3.44)
61
Diambil harga yang terkecil δ diambil yang terkecil dari δ1 dan δ2 τ
= 0,6 σ
σtu = 1,5 σ untuk s1 ≥ 2d σtu = 1,2 σ untuk 1,5d ≤ s1 < 2d c. Sambungan gelagar I yang terlentur Gaya lintang pada gelagar I di tempat sambungan diterima oleh pelat penyambung badan yang telah diperlemah oleh lubang-lubang baut. Akibat momen luar pada baut maka timbul gaya-gaya reaksi tegak lurus garis penghubung baut dengan pusat berat z (z = pusat berat kelompok paku/baut). Besarnya gaya reaksi sebanding dengan jaraknya terhadap pusat berat z. Karena dipakai baut yang ukurannya sama maka yang ditinjau cukup yang paling berbahaya, yaitu baut yang terjauh dari z. Dipakai momen kelembaman polar dengan z sebagai sumbu kutub. Ip = Ix + Iy .......................................................................................(3.45.a) Di mana I x = ∑ F .y 2 dan Iy = ∑ F .x 2 ............................................(3.45.b) Dipakai ukuran baut yang sama besar sehingga semua mempunyai luas tampang yang sama, yaitu sebesar F, maka :
(
I p = F∑ x2 + y2
)
.............................................................................(3.45)
Besarnya tegangan yang terjadi sesuai persamaan berikut ini :
σ=
Mh .............................................................................................(3.46) Ip
62
Gaya P yang melalui pusat berat dipikul sama rata oleh kelompok baut. Besarnya gaya vertikal yang dipikul baut adalah : NV =
P n
( n = banyaknya baut) ................................................(3.47)
Akibat momen dapat dicari besarnya gaya horisontal dan vertikal yang ditahan baut. Besarnya NH dan NV dapat dicari dengan persamaan berikut ini : N =σ xF
NH =
NV =
.........................................................................................(3.48)
My + y2
)
............................................................................(3.49)
Mx x2 + y2
)
.............................................................................(3.40)
∑ (x
2
∑(
Dengan demikian total gaya vertikal yang ditahan baut akibat P dan M adalah : N Vtotal =
Mx P + 2 2 n x +y
∑(
)
.................................................................(3.41)
Besarnya gaya vertikal maksimum yang ditahan baut akibat P dan M adalah : 2
2
N max = N H + N Vtotal ≤ daya dukung baut yang diijinkan ................(3.42)
H. Analisis Batang Tekan
Batang tekan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga terjamin stabilitasnya (tidak ada bahaya tekuk). Hal ini sesuai persamaan :
63
ω
N ≤σ A
............................................................................................(3.43)
dimana : N = gaya tekan pada batang A = luas penampang batang σ = tegangan dasar (tegangan ijin) ω = faktor tekuk yang tergantung dari kelangsingan (λ) dan jenis bajanya Kelangsingan batang tekan (λ) tergantung dari jari-jari kelembamam (i) dan panjang tekuk (Lk). i
: karena batang mempunyai 2 jari-jari kelembamam, umumnya
akan
terdapat 2 harga λ dan yang menentukan ialah harga λ terbesar ( atau dengan i yang terkecil) Lk : panjang tekuk ini juga tergantung pada keadaan ujung-ujungnya, apakah sendi, jepit, bebas, dan sebagainya. Harga λ dapat ditentukan dengan persamaan : λ
=
Lk dimana i = i
λg =π λs = untuk
λ λg
I ......................................................................(3.44.a) F
E ......................................................................................(3.44.b) 0,7 σ l ...................................................................................................(3.44) λ s ≤ 0,163
→ ω=1
0,183 < λ s < 1
→ω=
λs≥1
→ ω = 2,281 λ s
1,41 1,593 − λ s
64
I. Analisis Perletakan ( Bearings )
Sebelum beban struktur atas jembatan diteruskan ke pondasi melalui pilar, beban terlebih dahulu diterima oleh pelat elastomer pada perletakan yang berada di ujung pilar. Luas pelat elastomer dapat dicari dari persamaan sebagai berikut : F = L B σd .................................................................................................(3.45) Di mana : F = beban pada perletakan L = panjang pelat elastomer B = lebar pelat elastomer σd = tegangan tekan ijin dari pilar Pada perletakan terjadi gaya vertikal F dan momen M serta gaya horisontal H. Gaya horisontal ini ditahan oleh geseran antara pelat elastomer dan permukaan pilar, sehingga pada pelat elastomer hanya bekerja gaya F dan M, dan ditulis : σmax
=
P M ± ............................................................................(3.46.a) A W
Momen M bekerja searah dengan panjang h, maka : W =
1 2 b h ...........................................................................................(3.46.b) 6
Sehingga persamaan berubah menjadi : σ =
F 6M ± .......................................................................................(3.46) b.h bh 2
65
Harga σmax ini terdapat di ujung-ujung h, dan harga σmax ini tekan (+) dapat pula tarik (-).
Gambar 3.17 Diagram tegangan pada pelat perletakan
F 6M ± b h b h2
σmax
=
F bh
= σ1
σmax
= σ1 + σ2 .................................................................................(3.47)
σmin
= σ1 - σ2 .................................................................................(3.48)
6M = σ2 .....................................................................(3.47.a) b h2
Keadaan Gambar 3.17 (a) : F 6M > b h b h2
……………………………………………………................(3.49)
Berarti semua tegangan di bawah bidang pelat elastomer adalah tekan. Keadaan Gambar 3.17 (b) : F 6M …………………………………………………….................(3.50) = b h b h2
66
Berarti semua tegangan di bawah bidang pelat elastomer masih tekan semua (di ujung kiri σmin = 0) Keadaan Gambar 3.17 (c) : F 6M ……………………………………………………….............(3.51) < b h b h2
Berarti ada tegangan tarik (-) dan tegangan tekan (+),σmin = tarik, σmax = tekan Pada keadaan (a) dab (b) teoritis tidak perlu angker kecuali bila H tidak dapat ditahan seluruhnya oleh gesekan antara pelat elastomer dan permukaan pilar. Meskipun demikian secara praktis diberi 2 angker. Pada keadaan (c) mutlak perlu angker untuk menahan tarikan.
J. Perbaikan Struktur Atas Jembatan
Perbaikan dan perkuatan struktur atau elemen struktur diperlukan apabila terjadi kerusakan yang menyebabkan degradasi pada kekuatan, kekakuan, stabilitas dan integritas serta ketahanan terhadap kondisi lingkungan. Perbaikan pada struktur baja telah lama dikembangkan baik yang berupa repairing maupun strengthening. Pemilihan metode perbaikan dipengaruhi oleh jenis dan tingkat kerusakan, tujuan perbaikan, komponen struktur yang diperbaiki, ketersediaan bahan, kemampuan pelaksana (peralatan dan tenaga), biaya, waktu serta ruang yang tersedia (Triwiyono, 2005). Setelah diketahui jenis dan penyebab kerusakan yang secara singkat telah diuraikan di atas dan jembatan dapat diperbaiki atau diperkuat, maka langkah
67
selanjutnya adalah pemilihan metode perbaikan untuk masing-masing elemen struktur. Hal tersebut ditunjukkan dengan Gambar 3.18.
Gambar 3.18 Alur penentuan metode perbaikan Ada beberapa metode yang dapat diterapkan untuk perbaikan gelagar baja pada jembatan, yaitu : a. Perkuatan dengan memperbesar penampang Perkuatan dengan memperbesar penampang pada struktur baja dapat dilakukan dengan menambah pelat maupun profil, seperti pada Gambar 3.19 dan Gambar 3.20.
Graut
Tendon pratekan
Gambar 3.19 Perkuatan dengan memperbesar penampang bawah dengan pelat baja tambahan pada gelagar baja
68
Tiang
batang atau baja tulangan
Hubungan las langsung
Gambar 3.20 Perkuatan dengan penambahan batang baja pada gelagar baja b. Pendistribusian beban dengan balok melintang atau diafragma Perkuatan dengan pendistribusian beban menggunakan balok melintang/ diafragma dilakukan untuk struktur jembatan yang terdiri dari gelagar yang banyak. Perkuatan ini seperti ditunjukkan pada Gambar 3.21 dan Gambar 3.22.
Sekrup pengencang
Batang transversal baja
Gambar 3.21 Perkuatan dengan pemasangan balok melintang
Gambar 3.22 Perkuatan dengan pemasangan diafragma c. Penambahan Elemen Struktur Perkuatan dengan penambahan elemen struktur dilakukan untuk struktur jembatan yang terdiri dari multi gelagar seperti pada Gambar 3.23. Dengan penambahan gelagar akan terjadi perubahan gaya-gaya dalam pada gelagar.
69
Elemen gelagar tambahan ditempatkan diantara gelagar yang mendapatkan beban berlebih.
Tambahan gelagar yang dibuat dari sistem rangka
Gambar 3.23 Perkuatan dengan menambah elemen struktur gelagar d. Prategang Eksternal (PE) Elemen utama pada jenis perkuatan ini adalah kabel baja prategang, angker dan deviator. Perkuatan dengan PE menyederhanakan penerapan beban aksial yang dikombinasikan dengan gaya angkat untuk meningkatkan kapasitas lentur dan geser dari struktur balok atau komponen. Perkuatan dengan prategang eksternal dapat dilihat pada Gambar 3.24. Angker yang dilas Slot di bagian sayap
TAMPAK BELAKANG
Tiang sadel
TAMPAK SAMPING
Tendon tarik
Gambar 3.24 Perkuatan prategang eksternal pada gelagar baja
e. Steel Plate Bonding Pada dasarnya perkuatan dengan steel plate bonding merupakan perkuatan dengan melakukan penambahan pelat baja yang dikompositkan dengan baja menggunakan baut/angker. Perkuatan dengan steel plate bonding dapat
70
digunakan untuk perkuatan lentur maupun geser. Perkuatan ini ditunjukkan dengan Gambar 3.25.
Gambar 3.25 Perkuatan dengan steel plate bonding pada gelagar
f. Lembaran Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP) Pada dasarnya perkuatan dengan Lembaran Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP) sama dengan metode steel plate bonding yang merupakan perkuatan dengan melakukan penambahan tulangan berupa serat karbon yang dikompositkan dengan beton dengan menggunakan bahan perekat epoksi resin (lihat Gambar 3.26). Perkuatan dengan Lembaran CFRP dapat digunakan untuk perkuatan lentur maupun geser
Gambar 3.26 Perkuatan dengan lembaran CFRP g. Perubahan sistem struktur Metode perkuatan ini merupakan metode perkuatan yang relatif tanpa melakukan penambahan struktur perkuatan, akan tetapi metode ini adalah
71
dengan cara merubah sistem struktur yang ada, sebagai contoh adalah sebagai berikut : 1.
Merubah sistem struktur gelagar yang minimal 2 bentang dengan sistem simple beam menjadi menerus (lihat Gambar 3.27).
2.
Merubah sistem struktur dengan cara menambah sistem struktur baru. Metode perkuatan ini dilakukan dengan cara menambah sistem struktur baru seperti sistem kabel, pelengkung dan rangka. (lihat Gambar 3.28)
kabel pada bagian momen di tengah b
balok prac etak
kabel di bagian balok kepala kolom
Gambar 3.27 Perubahan sistem struktur menjadi menerus
Gambar 3.28 Merubah sistem struktur dengan menambah sistem struktur baru berupa jembatan rangka batang baru
72
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Jembatan Keduang yang terletak pada ruas Jalan Nasional yang menghubungkan antara Ngadirojo-Giriwoyo-Pacitan. Denah lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini :
Lokasi Jembatan Keduang
Gambar 4.1 Lokasi Penelitian
B. Peralatan Penelitian Peralatan-peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : a. Theodolite Alat ini digunakan untuk mengukur lokasi dan dimensi jembatan, penampang sungai dan panjang sungai
72
73
b. Waterpass Alat ini digunakan untuk mengukur deformasi struktur jembatan c. Meteran Alat ini digunakan untuk mengukur dimensi bagian jembatan yang sifatnya detil dan tidak diukur dengan theodolite, misalnya dimensi kepala pilar jembatan d. Kamera digital Alat ini digunakan untuk mengambil gambar kondisi kerusakan yang terjadi pada jembatan
C. Peraturan yang Digunakan Peraturan yang digunakan untuk analisis data pada penelitian ini adalah : a. Standar Perencanaan Struktur Baja Untuk Jembatan, sesuai RSNI 2004, b. Standar Pembebanan Untuk Jembatan, sesuai RSNI T-02-2005, c. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Jembatan, sesuai RSNI 2004, d. Managemen Jembatan sesuai dengan Interrurban Bridge Management System (IBMS) 1993, e. Standar Metode Perhitungan Debit Banjir, sesuai SK SNI M-18-1989-F.
D. Langkah-Langkah Penelitian Guna mempermudah proses penelitian maka penelitian ini dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu: 1) tahap persiapan; 2) tahap pengumpulan data; 3)
74
tahapan penilaian kondisi jembatan; 4) tahapan analisis struktur atas Jembatan Keduang; 5) pembuatan konsep alternatif perbaikan; 6) tahapan pembahasan. 1. Tahap Persiapan Penelitian Meliputi kegiatan perumusan masalah, pengkajian teori dan persiapan peralatan-peralatan pengukuran yang dibutuhkan di lapangan 2. Tahap Pengumpulan Data Dalam tahapan ini meliputi kegiatan pengambilan data baik data primer maupun data sekunder. a. Data primer, Data primer diperoleh dari survey langsung di lokasi baik berupa data visual dan pengukuran di lapangan terhadap kondisi Jembatan Keduang. b. Data sekunder, Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait seperti Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah, Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Surakarta dan dari Balai Besar Bangawan Solo. Data tersebut antara lain : 1) peta lokasi jembatan, 2) gambar rencana (shop drawing) Jembatan Keduang, 3) data desain Jembatan Keduang, 4) laporan data inventarisasi kerusakan Jembatan Keduang pascabanjir tanggal 26 Desember 2007,
75
5) laporan pemeriksaan detail dari Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah, 6) data curah hujan selama 18 tahun terakhir. 3. Penilaian Kondisi Pada tahapan ini dilakukan penilaian kondisi jembatan secara visual sesuai dengan moteode BMS. 4. Tahap Analisis Struktur Atas Jembatan Pada tahapan ini data yang telah diperoleh dianalisis, diolah sesuai dengan teori dan data yang diperoleh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Analisis data yang dilakukan adalah: a. Analisis Pembebanan Jembatan Analisis pembebanan yang dilakukan antara lain : 1) menghitung besarnya semua beban yang mungkin terjadi pada jembatan, yaitu beban akibat aksi tetap, aksi transien dan aksi khusus, 2) Menghitung kombinasi pembebanan menurut batas daya layan dan batas ultimit sehingga dapat diketahui nilai maksimumnya termasuk besarnya gaya momen dan gaya lintangnya. Nilai inilah yang digunakan sebagai dasar perhitungan analisis struktur atas jembatan (gelagar, lateral bracing, dan bearings) b. Analisis Kapasitas Struktur Atas Jembatan Bagian struktur atas jembatan yang dihitung kapasitasnya hanya dilakukan pada elemen-elemen yang mengalami kerusakan. Adapun analisis yang dilakukan antara lain :
76
1) Analisis kapasitas gelagar jembatan, meliputi analisis tegangan lentur, tegangan geser, lendutan dan torsi. 2) Analisis kapasitas lateral bracing, berupa analisis tegangan karena tekuk. 3) Analisis kapasitas perletakan (bearings), meliputi analisis tegangan, kontrol kekuatan bautnya. 4) Analisis sambungan gelagar utama, berupa perhitungan kekuatan baut. Hasil perhitungan kapasitas tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai yang diijinkan, sehingga dapat ditentukan elemen tersebut masih aman atau tidak apabila bekerja beban maksimum. Apabila kapasitas yang ada lebih kecil dari yang diijinkan berarti elemen tersebut tidak aman atau sebaliknya. 5. Pembuatan Konsep Alternatif Perbaikan dan Perkuatan Struktur Atas Jembatan Berdasarkan hasil analisis kapasitas struktur atas Jembatan Keduang yang telah dilakukan sebelumnya kemudian disusun konsep penanganan yang dihitung berdasarkan kapasitas minimum yang diperlukan untuk menahan beban yang bekerja. 6. Tahap Pembahasan Pada tahapan ini dilakukan pembahasan terhadap data dan hasil perhitungan yang ada untuk kemudian dirumuskan dalam sebuah kesimpulan .
77
E. Bagan Alir Penelitian
Untuk memperjelas alur kegiatan dalam penelitian ini dibuat bagan alir penelitian seperti terlihat pada Gambar 4.2.
78
INPUT Dokumen : 1. peta lokasi jembatan, 2. gambar rencana (shop drawing) Jembatan Keduang, 3. data desain Jembatan Keduang, 4. laporan data inventarisasi kerusakan Jembatan Keduang pascabanjir 26 Desember 2007, `` pemeriksaan 5. laporan struktural dari Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah, 6. IBMS 1993
PROSES
OUTPUT
Mulai
Identifikasi masalah ` 1. Data kerusakan secara visual 2. Dokumentasi dan sketsa kerusakan 3. Detil kondisi struktur jembatan : - Deformasi struktur atas - Kemiringan struktur atas - Penampang sungai
Survey dan pengukuran lapangan, dengan alat : - theodolite - waterpass
Penilaian kondisi Berdasarkan BMS
Dokumen : 1. Standar Perencanaan Struktur Baja Untuk Jembatan, sesuai RSNI 2004, 2. Standar Pembebanan Untuk Jembatan, sesuai RSNI T-02-2005, 3. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Jembatan, sesuai RSNI 2004 4. Tata cara Perhitungan banjir rencana 5. SK SNI M-18-1989-F 6. Data hujan tahun 19972007
Indek kerusakan 1. Besar beban PMS -TBF - TET PMA TTD - TEW TTB - TEF - TEQ TTP 2. Kombinasi beban maksimum
Analisis pembebanan : - Aksi tetap - Aksi transien - Aksi khusus
V, M 1. Gelagar : σmaks,τmaks, fmaks, Tmaks, Pbaut flens + web 2. Lateral bracing : σmaks 3. Perletakan : σmaks, Pbaut angker
Analisis kapasitas struktur : - Gelagar - Lateral bracing - Perletakan
Membandingkan kapasitas eksisting dengan kapasitas ijin `
Aman atau tidak
Ya
Tidak Konsep alternatif perbaikan
Kesimpulan dan saran
Selesai
Gambar 4.2 Flowchart tahapan penelitian
79
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Jembatan Keduang terletak pada ruas Jalan Wonogiri-Pacitan dan melintasi Sungai Keduang yang bermuara di Waduk Gajah Mungkur. Jembatan Keduang merupakan salah satu jembatan yang mengalami kerusakan akibat banjir yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2007. Mengingat pentingnya peran Jembatan Keduang sebagai rute penghubung Wonogiri-Pacitan maka diperlukan penanganan segera supaya kondisinya aman untuk difungsikan. 1. Data teknis Jembatan Keduang adalah sebagai berikut : a. Letak Jembatan : Nama
: Jembatan Keduang
Lokasi
: Ruas Jalan Wonogiri-Pacitan
No. Jembatan
: 24.109.006.0
b. Bangunan atas (Super Structure) Tipe gelagar
: Gelagar baja komposit tipe GBJ
Sistem
: Simple beam
Pelat lantai
: Beton bertulang
Jumlah bentang
: 3 bentang
Panjang bentang
: 92,2 m (BMS)
Jumlah jalur/lajur
: 1 jalur / 2 lajur
79
80
Jumlah gelagar
: 3 gelagar / bentang
Jumlah diafragma
: 4 diafragma / bentang
c. Bangunan bawah (Sustructure) Kepala jembatan
: beton bertulang
Jumlah pilar
: 2 pilar dari beton bertulang
Abutment
: dinding penuh
2. Spesifikasi Material Jembatan: a. Beton: i) Berat jenis γ c ii) Kuat tekan rerata fc '
= 2.400 kg/m3 = 430,5 kg/cm2 = 43,05 MPa (sumber hasil pemeriksaan Balai Teknis Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah)
iii) Kuat tekan analisis
= fc ' -(1,64 x S) = 43,05 – (1,64 x 3,1) = 37,96 MPa
iv) Modulus Elastisitas, Ec
= 4.700 fc' = 28.96 Mpa
b. Baja struktural i) Tegangan lentur ijin, σb
= 1900 kg/cm2 = 190 MPa
ii) Tegangan geser ijin, τijin = 1100 kg/cm2 = 110 MPa iii) Modulus Elastisitas, Es
= 2,1 x 105 MPa
c. Baja tulangan i) Tegangan lentur, σ
= 1200 kg/cm2 = 120 MPa
81
ii) Tegangan geser, τ
= 500 kg/cm2 = 50 MPa
iii) Tegangan leleh, fy
=
3 σ = 180 MPa 2
d. Aspal: i) Berat jenis
= 2.200 kg/cm3
Gambar 5.1 Denah dan penampang memanjang Jembatan Keduang
B. Hasil Pengukuran dan Pengujian Lapangan
Pengukuran dan pengujian lapangan terhadap struktur Jembatan Keduang bertujuan untuk mengetahui mutu beton dan kondisi eksisting jembatan, terutama bangunan atas.
82
1. Mutu Beton Data mutu beton yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder hasil pemeriksaan dari Balai Jembatan dan Bangunan Pelengkap Jalan, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Badan Litbang PU, Provinsi Jawa Tengah. Pemeriksaan mutu beton dilakukan dengan menggunakan Hammer Test. Hasil pemeriksaan kuat tekan rata-rata beton pada jembatan adalah 430,5 kg/cm2 dengan standar deviasi sebesar 3,1. Hasil pengujian Hammer Test dapat dilihat pada Lampiran D-1. 2. Kondisi Bangunan Hasil pengukuran yang dilakukan terhadap Jembatan Keduang, dengan menggunakan alat ukur Theodolite dan Waterpass, diperoleh data vertikalitas bangunan. Pada arah sumbu x-x, terjadi pergerakan (α) sebesar 1o (16 cm) terhadap sumbu vertikal pada pilar 1 dan pilar P2. Sedangkan pada sumbu y-y tidak terjadi pergerakan baik pada pilar P1 maupun pada pilar P2. Hasil pengukuran kondisi jembatan dapat dilihat pada Lampiran D-2.
C. Analisis Penyebab Kerusakan
Berdasarkan kondisi kerusakan yang ada, menunjukkan kerusakan yang terjadi diakibatkan oleh muka air banjir hingga setinggi gelagar jembatan, dan air menekan bagian dari bangunan atas ke arah hilir. Tekanan tersebut mengakibatkan beban arah horisontal pada bangunan atas jembatan dan memberikan momen tambahan pada bangunan bawah dan pondasi sehingga terjadi pergerakan pada
83
bangunan atas dan bawah ke arah hilir. Kondisi ini dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2 Proses terjadinya kerusakan pada Jembatan Keduang
D. Penilaian Kondisi Jembatan
Pemeriksaan sesuai standar BMS dilakukan dengan memeriksa semua komponen struktur jembatan secara visual. Dari hasil pemeriksaan tersebut kemudian dianalisis penyebab kerusakannya lalu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan khusus untuk memeriksa secara detail penyebab kerusakan sehingga dapat diketahui cara penanganannya yang tepat. Hasil penilaian untuk setiap level dapat dilihat pada Tabel 5.1, Tabel 5.2 dan Tabel 5.3. Sedangkan hasil lengkap penilaian BMS dapat dilihat pada Lampiran C.
84
Tabel 5.1. Data kerusakan dan nilai kondisi elemen level 5 dan level 4-3 Elemen yang rusak Kode
Uraian
Kerusakan Kode
Lokasi
Level 5
Le vel 3 - 4
Nilai Kondisi
Nilai Kondisi
R
R
Uraian A/P/B
X
Y
Z
S
K
F
P NK S
K
F
P NK
Aliran sungai/timbunan 4,212
4,224
Aliran air utama Dinding penahan tanah
Bangunan bawah Pondasi 4,313 langsung
501
103
551
endapan/lumpur berlebih
pas. batu runtuh
Pondasi mengalami penurunan
4,323
Kepala jemb/dinding
551
mortal perletakan retak
4,322
Pilar kolom
511
Pilar mengalami pergerakan (miring)
P1
1
1
0
0
1
3
1
1
0
0
1
3
P2
1
1
0
0
1
3
1
1
0
0
1
3
A1
1
1
1
0
1
4
1
1
1
0
1
4
A2
1
0
0
1
1
3
1
0
0
1
1
3
P1
1
1
1
0
1
4
1
1
1
0
1
4
P2
1
1
1
0
1
4
1
1
1
0
1
4
A1
1
1
0
0
0
2
1
1
0
0
0
2
A2
1
1
1
0
1
4
1
1
1
0
1
4
P1
1
1
1
0
1
4
1
1
1
0
1
4
P2
1
1
1
0
1
4
1
1
1
0
1
4
Bangunan atas 4,411
4,415
Gelagar
Perkuatan ikatan angin
511
303
Gelagar bergerak/bergeser
deformasi akibat beban berlebih
B1
1
1
1
0
1
4
1
1
1
0
1
4
B2
1
1
1
0
1
4
1
1
1
0
1
4
B3
1
1
1
0
1
4
1
1
1
0
1
4
5
1
1
1
0
0
3
1
1
1
0
0
3
9
1
1
1
0
0
3
1
1
1
0
0
3
12
1
1
1
0
0
3
1
1
1
0
0
3
13
1
1
1
0
0
3
1
1
1
0
0
3
16
1
1
1
0
0
3
1
1
1
0
0
3
3
1
1
1
0
0
3
1
1
1
0
0
3
5
1
1
1
0
0
3
1
1
1
0
0
3
11
1
1
1
0
0
3
1
1
1
0
0
3
4
1
1
1
0
0
3
1
1
1
0
0
3
9
1
1
1
0
0
3
1
1
1
0
0
3
12
1
1
1
0
0
3
1
1
1
0
0
3
16
1
1
1
0
0
3
1
1
1
0
0
3
B1
1
1
1
0
0
3
1
1
1
0
0
3
B2
1
1
1
0
0
3
1
1
1
0
0
3
B3
1
1
1
0
0
3
1
1
1
0
0
3
B1
B2
B3
4,601
4,611 4,622
Expansion joint
Perletakan baja Sandaran horisontal
801
sambungan saling tindih akibat geser
304
rusak/retak
A2
1
1
1
0
1
4
1
1
1
0
1
4
305
rusak akibat tertabrak
B1
1
0
0
1
0
2
1
0
0
1
0
2
(Sumber : Hasil pengamatan)
Tabel 5.2. Data kerusakan dan nilai kondisi elemen level 2 LEVEL 2 Kode Elemen
Nilai Kondisi S
R
K
F
P
NK
2.200 Aliran Sungai / Timbunan
1
0
1
0
1
3
2.300 Bangunan Bawah
1
1
1
0
1
4
1
1
1
0
1
4
2.400 Bangunan Atas (Sumber : Hasil perhitungan)
85
Tabel 5.3. Nilai kondisi Jembatan Keduang level 1 LEVEL 1
Nilai Kondisi
Kode
Elemen
S
R
K
F
P
NK
1.000
Jembatan
1
1
1
0
1
4
(Sumber : Hasil perhitungan)
Hasil penilaian kerusakan Jembatan Keduang dengan metode BMS diperoleh nilai kondisi 4 (Kritis atau Runtuh). Nilai ini menunjukkan bahwa perlu dilakukan tindakan penggantian atau perkuatan pada Jembatan Keduang supaya dapat difungsikan kembali dengan aman.
E. Analisis Pembebanan Jembatan Keduang
Menurut Peraturan Standar pembebanan untuk Jembatan RSNI T-02-2005 pembebanan yang bekerja pada jembatan merupakan merupakan kombinasi dari beberapa macam aksi rencana pembebanan. Aksi rencana pembebanan terdiri dari aksi tetap dan transien. Perhitungan pembebanan dalam analisis ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu pembebanan bagian tepi dan tengah seperti yang terlihat pada Gambar 5.3. Kondisi eksisting Jembatan Keduang mengalami pergeseran sebesar 1° ke arah hilir, oleh karena itu beban-beban yang digunakan dalam analisis harus merupakan beban-beban yang sudah dideformasi akibat kemiringan tersebut.
86
Gambar 5.3 Lajur pembebanan Jembatan Keduang
1. Aksi Tetap Aksi tetap adalah aksi yang bekerja sepanjang waktu yang bersumber pada sifat bahan jembatan, cara jembatan dibangun dan bangunan lain yang menempel pada jembatan. a. Berat Sendiri (PMS) Berat sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. Berat sendiri yang diperhitungkan dalam pembebanan Jembatan Keduang meliputi beban gelagar, slab beton, diafragma, bracing dan trotoar. Tabel 5.4 Beban, tebal dan berat lapisan struktur yang termasuk berat sendiri Beban Gelagar baja Diafragma
Berat (kg/cm3) 7850 7850
Vertical bracing 1
7850
Vertical bracing 1
7850
Horisontal bracing Slab beton Perkerasan aspal Trotoar
7850 2400 2200 2400
(Sumber : As built drawing jembatan Keduang)
Dimensi/Tebal (mm) IWF 2500x300x10X8 IWF 1000x250x14x8 C 300x90x9x13 Siku130x130x9x9 Siku 100x100x10x10 Siku 100x100x10x10 Siku 90x90x10x10 Double siku 90x90x10x10 200 50 250
87
1) Beban jalur tepi (bE = 2,6 m) Beban jalur tepi terdiri dari: a) Berat gelagar (PMS1) L profil ( PMS1
2500x300x10x8) = 0,0296 m2---(Lampiran E-1)
= L profil ( 2500x300x10x8) x ﻻs x g = 0,0296 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3 = 2,279 kN/m
b) Berat slab beton (PMS2) PMS1
= bE x t c x g x ﻻc = 2,6 x 0,2 x 9,81 x 2400 x 10-3 = 12,243 kN/m
c) Berat diafragma (PMS3) → merupakan beban terpusat L profil PMS3
1000x250x14x8 = 0,018 m2---(Lampiran E-1)
= 0,5 x ( L profil (
1000x250x14x8) x L x ﻻs x g )
= 0,5 x 0,018 x 2,49 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3 = 1,726 kN d) Berat vertical bracing 1 (PMS4) → merupakan beban terpusat Σ(A x L) vertical bracing 1 = 0,0247 m3---(Lampiran E-1) PMS4
= 0,5 x Σ(A x L) x ﻻs x g = 0,5 x 0,0247 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3 = 0,951 kN
e) Berat vertical bracing 2 (PMS5) → merupakan beban terpusat Σ(A x L) vertical bracing 2 = 0,01592 m3---(Lampiran E-1)
88
PMS5
= 0,5 x Σ(A x L) x ﻻs x g = 0,5 x 0,01592 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3 = 0,613 kN
f) Berat horisontal bracing (PMS6) → merupakan beban terpusat Σ(A x L) horisontal bracing = 0,0112 m3---(Lampiran E-1) PMS6 = Σ(A x L) x ﻻs x g = 0,0112 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3 = 0,864 kN g) Berat trotoar (PMS7) vol. Beton sandaran + trotoar = 0,1275 m3---(Lampiran E-1) PMS7
= (vol. Beton sandaran + trotoar) x g x ﻻc = 0,1275 x 9,81 x 2400 x 10-3 = 3,002 kN/m
dengan pengertian : bE = lebar efektif (mm) tc = tebal slab beton (mm) g = percepatan grafitasi (9,81 m/dt2) ﻻc = berat isi beton (kg/m3) ﻻs = berat isi besi (kg/m3) Beban-beban di atas dapat dituangkan pada model struktur seperti Gambar 5.4. Beban terpusat akibat beban bracing dan diafragma terletak simetris pada gelagar, oleh karena itu dapat disederhanakan menjadi satu beban terpusat yang terletak di tengah bentang pada perhitungan momen. Beban terpusat yang berada tepat di atas perletakan tidak diperhitungkan dalam
89
perhitungan gaya momen dan geser gelagar karena tidak ada pengaruhnya pada gelagar. Pengaruhnya hanya pada besarnya reaksi perletakan. Momen maksimum akibat berat sendiri pada jalur tepi (MMS-1)
1 1 MMS-1 = ( x QMS x L2) + ( x PMS x L) 8 4
1 1 = ( x 17,524 x 302) + ( x 9,611 x 30) 8 4 = 1971,45 + 72,0825 = 2043,5325 kNm Gaya geser maksimum akibat berat sendiri pada jalur tepi (VMS-1) 1 1 VMS-1 = ( x QMS x L) + ( x PMS) 2 2 1 1 = ( x 17,524 x 30) + ( x 9,611) 2 2 = 262,86 + 4,8055 = 267,6655 kN
Gambar 5.4 Analisis pembebanan akibat berat sendiri jalur tepi
90
2) Beban jalur tengah (bE = 2,7 m) Beban jalur tengah terdiri dari: a) Berat gelagar (PMS1) L profil ( 2500x300x10x8) = 0,0296 m2---(Lampiran E-1) PMS1
= L profil ( 2500x300x10x8) x ﻻs x g = 0,0296 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3 = 2,279 kN/m
b) Berat slab beton (PMS2) PMS2 = bE x tc1 x g x ﻻc = 2,7 x 0,2 x 9,81 x 2400 x 10-3 = 12,714 kN/m c) Berat diafragma (PMS3) → merupakan beban terpusat L profil PMS3
1000x250x14x8 = 0,018 m2---(Lampiran E-1)
= ( L profil ( 1000x250x14x8) x L x ﻻs x g ) = 0,018 x 2,49 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3 = 3,452 kN
d) Berat vertical bracing 1 (PMS4) → merupakan beban terpusat Σ(A x L) vertical bracing 1 = 0,0247 m3---(Lampiran E-1) PMS4
= Σ(A x L) x ﻻs x g = 0,0247 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3 = 1,901 kN
e) Berat vertical bracing 2 (PMS5) → merupakan beban terpusat Σ(A x L) vertical bracing 2 = 0,01592 m3---(Lampiran E-1)
91
PMS5
= Σ(A x L) x ﻻs x g = 0,01592 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3 = 1,2260 kN
f) Berat horisontal bracing (PMS6) → merupakan beban terpusat Σ(A x L) horisontal bracing = 0,0224 m3---(Lampiran E-1) PMS6
= Σ(A x L) x ﻻs x g = 0,0224 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3 = 1,728 kN
Beban-beban di atas dapat dituangkan pada model struktur seperti Gambar 5.5. Beban terpusat akibat beban bracing dan diafragma terletak simetris pada gelagar, oleh karena itu dapat disederhanakan menjadi satu beban terpusat yang terletak di tengah bentang pada perhitungan momen. Beban terpusat yang berada tepat di atas perletakan tidak diperhitungkan dalam perhitungan gaya momen dan geser gelagar karena tidak ada pengaruhnya pada gelagar. Pengaruhnya hanya pada besarnya reaksi perletakan. Momen maksimum akibat berat sendiri(MMS-2) 1 1 MMS-2 = ( x QMS x L2) + ( x PMS x L) 8 4 1 1 = ( x 14,993 x 302) + ( x 20,95 x 30) 8 4 = 1686,7125 + 157,125 = 1843,8375 kNm Gaya geser maksimum akibat berat sendiri (VMS-2) 1 1 VMS-2 = ( x QMS x L) + ( x PMS) 2 2 1 1 = ( x 14,993 x 30) + ( x 20,95) 2 2
92
= 224,895 + 12,376 = 235,37 kN
Gambar 5.5 Analisis pembebanan akibat berat sendiri jalur tengah b. Beban Mati Tambahan (PMA) Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan. Beban mati tambahan yang diperhitungkan dalam pembebanan Jembatan Keduang meliputi beban lapisan aspal, genangan air, dan berat tanda, lampu, pipa drainase. Tabel 5.5 Beban, tebal dan berat lapisan struktur yang termasuk beban mati tambahan Beban
Berat (kg/m3)
Tebal (mm)
Lapisan aspal
2200
50
Genangan air
1000
50
0,5 (kN/m)
-
Lain-lain (Sumber : RSNI T-02-2005)
93
Menghitung besarnya beban mati tambahan (PMA) 1) Beban jalur tepi (bE = 2,6 m) Beban jalur tepi terdiri dari: a) Beban perkerasan aspal (PMA1) PMA1
= bE x ta xg x ﻻa = 2,6 x 0,05 x 9,81 x 2200 x 10-3 = 2,806 kN/m
b) Beban genangan air (PMA2) PMA2 = bE x tw x g x ﻻw = 2,6 x 0,05 x 9,81 x 1000 x 10-3 = 1,275 kN/m c) Berat tanda, lampu, pipa drainase (PMA3) = 0,5 KN/m dengan pengertian : ta tw ﻻ ﻻ
a w
= tebal perkerasan aspal (mm) = tebal genangan air (mm) = berat isi lapis perkerasan aspal (kg/m3) = berat isi genangan air (kg/m3)
Total beban mati tambahan (PMA) jalur tepi : PMA
= PMA1 + PMA2 + PMA3 = 2,806 + 1,275 + 0,5 = 4,581 kN/m
Momen maksimum akibat beban mati tambahan (MMA-1) MMA-1 = =
1 x PMA x L2 8 1 x 4,581 x 302 8
= 515,363 kNm
94
Gaya geser maksimum akibat beban mati tambahan (VMA-1) VMA-1 = 1 x PMA x L 2
= 1 x 4,581 x 30 2
= 68,715 kN Diagram momen dan geser ditunjukkan dengan Gambar 5.6.
Gambar 5.6 Analisis pembebanan akibat beban mati tambahan jalur tepi 2) Beban jalur tengah (bE = 2,7 m) Beban jalur tepi terdiri dari: a) Beban perkerasan aspal (PMA1) PMA1 = bE x ta xg x ﻻa = 2,7 x 0,05 x 9,81 x 2200 x 10-3 = 2,914 kN/m b) Beban genangan air (PMA2) PMA2 = bE x tw x g x ﻻw = 2,7 x 0,05 x 9,81 x 1000 x 10-3 = 1,324 kN/m
95
Total beban mati tambahan (PMA) jalur tengah : PMA = PMA1 + PMA2 + PMA3 = 2,914 + 1,324 + 0,5 = 4,738 kN/m Momen maksimum akibat beban mati tambahan (MMA-2) MMA-2
=
1 x PMA x L2 8
=
1 x 4,738 x 302 8
= 533,025 kNm Gaya geser maksimum akibat beban mati tambahan (VMA-2) VMA-2
= 1 x PMA x L 2
= 1 x 4,738 x 30 2
= 71,070 kN Diagram momen dan geser ditunjukkan dengan Gambar 5.7.
Gambar 5.7 Analisis pembebanan akibat beban mati tambahan jalur tengah
96
2. Aksi transien
Aksi transien adalah aksi akibat pembebanan sementara dan bersifat berulang ulang seperti beban lalu lintas (beban lajur “D” atau beban “T”), beban rem, aliran air (banjir), dan lain sebagainya. a. Beban lalu Lintas 1) Beban Lajur “D” (TTD) Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Beban lajur “D” terdiri dari: 1. Beban Terbagi Rata Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L. Pada Jembatan Keduang dengan bentang L ≤ 30 m, maka q = 8,0 kPa atau sama dengan 8,0 kN/m2. 2. Beban Garis Terpusat Beban garis terpusat (BGT) mempunyai intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu-lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 44,0 kN. Dalam penerapannya BGT harus dikalikan beban kejut (k) Beban kejut, k = 1 +
20 20 = 1+ = 1,25 50 + L 50 + 30
97
Perhitungan besarnya beban D : Lebar lajur Jembatan Keduang 7 m, tanpa median.Berdasarkan Gambar 3.2 untuk lebar lajur > 5,5 m besarnya q = 100%, maka : 1) Beban jalur tepi (bE = 2,15 m → tanpa trotoar) QTD
= bE x q = 2,15 x 8 = 17,20 kN/m
PTD
= bE x p x k = 2,15 x 44 x 1,25 = 118,25 kN
Momen maksimum lajur tepi akibat beban lajur “D” (MTD-1) 1 1 MTD-1 = ( x QTD x L2) + ( x PTD x L) 8 4 1 1 = ( x 17,20 x 302) + ( x 118,25 x 30) 8 4 = 2821,875 kNm Gaya geser maksimum lajur tepi akibat beban lajur “D” (VTD-1) 1 1 VTD-1 = ( x QTD x L) + ( x PTD) 2 2 1 1 = ( x 17,20 x 30) + ( x 118,25) 2 2 = 317,125 kN Diagram momen dan geser ditunjukkan dengan Gambar 5.8.
98
Gambar 5.8 Analisis pembebanan akibat beban lajur “D” jalur tepi 2) Beban jalur tengah (bE = 2,7 m) QTD
= bE x q = 2,7 x 8 = 21,6 kN/m
PTD = bE x p x k = 2,7 x 44 x 1,25 = 148,5 kN Momen maksimum lajur tengah akibat beban lajur “D” (MTD-2) 1 1 MTD-2 = ( x QTD x L2) + ( x PTD x L) 8 4 1 1 = ( x 21,6 x 302) + ( x 148,5 x 30) 8 4 = 3543,75 kNm Gaya geser maksimum lajur tengah akibat beban lajur “D”(VTD-2) 1 1 VTD-2 = ( x QTD x L) + ( x PTD) 2 2 1 1 = ( x 21,6 x 30) + ( x 148,5) 2 2 = 398,25 kN
99
Diagram momen dan geser ditunjukkan dengan Gambar 5.9
Gambar 5.9 Analisis pembebanan akibat beban lajur “D” jalur tengah 2) Gaya Rem (TTB) Pengaruh rem dan percepatan lalu lintas harus dipertimbangkan sebagai gaya memanjang. Gaya ini tidak tergantung lebar jembatan. Berdasarkan RSNI T-02-2005 pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan. Maka eksentrisitas gaya rem : e1 = y + tc + ta+ 1800 = 1250 + 200 + 50 + 1800 = 3300 mm dengan pengertian : e1 = eksentrisitas gaya rem, dihitung dari garis netral gelagar
100
ke jarak 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan y = h/2, h : tinggi gelagar, y = 2,5/2 = 1250 mm tc = tebal slab beton (mm) ta = tebal perkerasan aspal (mm) Perhitungan besarnya beban akibat gaya rem (TTB) 1) Beban jalur tepi TTB
= 5% x PTD-tepi = 5% x (118,25 + (17,2 x 30)) = 31,7125 kN
Momen akibat gaya rem (MTB-1) MTB-1 = TTB x e1 = 31,7125 x 3,3 = 104,6513 kNm 2) Beban jalur tengah TTB = 5% x PTD-tengah = 5% x (148,5 + (21,6 x 30)) = 39,825 kN Momen akibat gaya rem (MTB-2) MTB-2 = TTB x e1 = 39,825 x 3,3 = 131,4225 kNm
101
3) Pembebanan untuk Pejalan Kaki (TTP) Intensitas beban akibat pejalan kaki pada jembatan diambil berdasarkan luasan per m2 yang dibebani sesuai Gambar 5.10 di bawah ini.
Gambar 5.10. Pembebanan untuk pejalan kaki (Sumber : RSNI T-02-2005)
Pada Jembatan Keduang pejalan kaki bekerja pada totoar dengan lebar 0,45 m sepanjang bentang 30 m. Luasan yang terbebani = 0,45 x 30 = 13,5 m2. Berdasarkan Gambar 5.10 didapatkan intensitas beban pejalan kaki = 5 kPa atau 5 kN/m. Beban ini hanya bekerja pada jalur pembebanan tepi. Momen maksimum akibat beban pejalan kaki (MTP) MTP =
=
1 x QTP x L2 8 1 x 5 x 302 8
= 562,5 kNm
102
Gaya geser maksimum akibat beban pejalan kaki (VTP) VTP = =
1 x QTP x L 2 1 x 5 x 30 2
= 75 kN b. Beban Lingkungan 1) Gaya Gesekan Pada Perletakan (TBF) Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari perletakan elastomer. Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung hanya menggunakan beban tetap dikalikan harga rata-rata dari koefisien gesekan. Koefisien gesekan pada perletakan Jembatan keduang yang berupa besi tuang (μ) yaitu: 0,25. Momen akibat gaya gesekan pada perletakan (MBF) a) Beban jalur tepi (MBF-1)
= (MMS-1 + MMA-1) x μ = (2043,5325 + 515,363) x 0,25 = 639,7239 kNm
b) Beban jalur tengah (MBF-2)
= (MMS-2 + MMA-2) x μ = (1843,8375 + 533,025) x 0,25 = 594,2156 kNm
2) Beban Akibat Temperatur (TET) Temperatur udara di sekitar jembatan akan berpengaruh pada kembang-susut material jembatan. Dengan mengambil material baja sebagai komponen material yang paling dominan, ketinggian gelagar (h) 2,5 m, perbedaan temperatur 15 oC (sesuai perencanaan awal), nilai
103
modulus elastisitas baja (Es) sebesar 2,1x106 kg/cm2 dan koefisien muai baja (α) sebesar 12 x 10-6 per oC maka gaya akibat temperatur dapat dihitung. Mencari Ix
Gambar 5.11 Penampang melintang gelagar utama Karena penampangnya simetris maka garis netral searah sumbu x terletak di tengah-tengah penampang. Garis netral = y
= 1,25 m
A1 = 0,3 x 0,008 = 0,0024 m2 A2 = 0,001 x 2,5 = 0,025 m2 A3 = 0,3 x 0,008 = 0,0024 m2 y1 = 2,496 m y2 = 1,25 m y3 = 0,004 m Menghitung momen inersia (Ix) Ix1 = I1 + A1. x2 =
1 3 bh + A1.( y1-y) 12
104
=(
1 x 0,3 x 0,0083 )+( 0,0024 x (2,496 -1,25)2) 12
= 3,7261 x 10-3 m4 Ix2 = I2 + A2. x2 =
1 3 bh + A2.( y2-y) 12
=(
1 x 0,01 x 2,4843 )+( 0,025 x (1,25 -1,25)2) 12
= 0 m4 Ix3 = I3 + A3. x2 =
1 3 bh + A1.( y1-y) 12
=(
1 x 0,3 x 0,0083 )+( 0,0024 x (0,004 -1,25)2) 12
= 3,7261 x 10-3 m4 Ix = Ix1+ Ix2 + Ix3 = 3,7261 x 10-3 + 0 + 3,7261 x 10-3 = 7,4522 x 10-3 m4 Momen akibat temperatur (MET) M ET =
E s I xα ΔT h
M ET =
2,1.10 6 x 10 4 x 7,4522.10 −3 x12.10 −6 x 15 2,5
= 1,1268 kNm Gaya lintang akibat temperatur (VET) V ET = E s α ΔT As
= 2,1.106 x 12.10-6 x 15 x 0,0298.104 = 11,2644 kN
105
3) Beban angin (TEW) Kecepatan angin merupakan beban yang bekerja merata pada struktur atas jembatan. Pada Jembatan Keduang yang berlokasi lebih dari 5 km dari pantai kecepatan angin (Vw) yang digunakan menurut RSNI T-02-2005 adalah sebesar 25 m/dt untuk batas layan dan 30 m/dt untuk batas ultimit. Besaran beban angin bergantung pada nilai koefisien seret (CW) dan luas ekuivalen penampang samping jembatan (Ab). Nilai CW diperoleh dengan melihat perbandingan nilai lebar jembatan secara keseluruhan (b) terhadap tinggi bangunan atas (d). Untuk jembatan Keduang perbandingan b/d adalah 2, maka dengan melihat Tabel 3.11 diperoleh nilai CW = 1,5 Ab = d x L
= 3,95 x 30 = 118,5 m2 Beban angin yang bekerja pada gelagar adalah : a) Keadaan batas layan VWS
= 25 m/dt
TEW1S = 0,0006 x Cw x (Vw)2 x Ab = 0,0006 x 1,5 x (25)2 x 118,5 = 66,656 kN b) Keadaan batas ultimit VWU
= 25 m/dt
106
TEW1U = 0,0006 x Cw x (Vw)2 x Ab = 0,0006 x 1,5 x (30)2 x 118,5 = 95,985 kN Jika kendaraan melewati jembatan maka akan bekerja garis merata dengan arah horisontal di permukaan lantai. a) Keadaan batas layan QEW2S = 0,0012 x Cw x (Vw)2 dengan nilai Cw = 1,2 (RSNI T-02-2005) QEW2S = 0,0012 x 1,2 x 252 = 0,9 kN/m TEW2S = QEW2S x L = 0,9 x 30 = 27 kN b) Keadaan batas ultimit QEW2U = 0,0012 x Cw x (Vw)2 = 0,0012 x 1,2 x 302
= 1,296 kN/m TEW2U = QEW2U x L = 1,296 x 30 = 38,88 kN Sehingga beban angin total yang bekerja adalah: a) TEWTS = TEW1S + TEW2S = 66,656 + 27 = 93,656 kN
107
b) TEWTU = TEW1U + TEW2U = 95,985 + 38,88 = 134,865 kN Apabila dilihat dari satuannya beban angin merupakan beban horisontal terpusat. Beban ini akan menimbulkan momen maksimum apabila berada pada tengah bentang. Momen total akibat beban angin (MEW)adalah : a) Keadaan batas layan MEWS = =
1 x TEWTS x L 4 1 x 93,656 x 30 4
= 702,42 kNm b) Keadaan batas ultimit MEWU = =
1 x TEWTU x L 4 1 x 134,865 x 30 4
= 1011,4875 kNm Gaya geser maksimum akibat beban angin (VEW) a) Keadaan batas layan VEWS = =
1 x TEWTS 2 1 x 93,656 2
= 46,828 kNm
108
b) Keadaan batas ultimit VEWU=
=
1 x TEWTU 2 1 x 134,865 2
= 67,4325 kNm 4) Beban aliran air Banjir merupakan salah satu beban yang sangat berpengaruh terhadap kestabilan jembatan. Saat banjir beban akibat aliran air dapat bertambah besar akibat adanya sampah yang terbawa air. Beban akibat aliran
air
pada
Jembatan
Keduang
ditentukan
dengan
mempertimbangkan kondisi paling ekstrim saat banjir dengan menganalisis aspek hidrologi daerah aliran sungai dimana jembatan berada sehingga didapat nilai kecepatan aliran. Beban air akan bekerja secara horisontal pada gelagar. Analisis hidrologi meliputi: a) Analisis kecepatan aliran sungai 1. Analisis wilayah hujan Data hujan yang akan dipakai untuk analisis hidrologi diambil dari stasiun-stasiun pencatatan hujan yang terletak di dalam daerah aliran sungai (DAS) yang bersangkutan. Untuk DAS Keduang dipakai data curah hujan dari Stasiun Jatisrono, Stasiun Jatiroto, Stasiun Girimarto, Stasiun Ngadirojo dan Stasiun Slogohimo dengan lama pengamatan 18 tahun (1990
109
s.d. 2007), semua stasiun pencatatan curah hujan terletak dalam DAS Keduang, kecuali data dari Stasiun Ngadirojo. Analisis wilayah hujan untuk DAS Keduang dengan luas 379,4 km2 (sumber: Adiccon Mulya, P.T., 1992), menggunakan Metode Polygon Thiessen (Gambar 5.6). Faktor bobot untuk
masing-masing subDAS sebagai berikut: 1. Luas SubDAS I (A = 62 km2) Wilayah Slogohimo (A = 45 km2); faktor bobot = 0,73 Wilayah Jatiroto (A = 17 km2); faktor bobot = 0,27 2. Luas SubDAS II (A = 166,7 km2) Wilayah Jatisrono (A = 22,1 km2); faktor bobot = 0,13 Wilayah Jatiroto (A = 96,1 km2); faktor bobot = 0,58 Wilayah Slogohimo (A = 48,5 km2); faktor bobot = 0,29 3. Luas SubDAS III (A = 280,8 km2) Wilayah Jatisrono (A = 65,03 km2); faktor bobot = 0,23 Wilayah Jatiroto (A = 90,38 km2); faktor bobot = 0,32 Wilayah Girimarto (A = 95,01 km2); faktor bobot = 0,34 Wilayah Slogohimo (A = 30,38 km2); faktor bobot = 0,11 4. Luas SubDAS IV (A = 379,4 km2) Wilayah Jatiroto (A = 27,91 km2); faktor bobot = 0,07 Wilayah Girimarto (A = 173,35 km2); faktor bobot = 0,46 Wilayah Ngadirojo (A = 178,14 km2); faktor bobot = 0,47
110
2. Analisis frekuensi Analisis frekuensi bertujuan untuk memperkirakan besarnya curah hujan atau banjir dengan kala ulang tertentu. Perkiraan tersebut dinyatakan dengan suatu lengkung probabilitas dengan persamaan
matematis.
Pemilihan
persamaan
yang
dipakai
disesuaikan dengan jenis sebaran data. Kemudian dilakukan uji distribusi dengan Metode Chi Square.
Gambar 5.12 Poligon Thiessen DAS Keduang Hasil analisis analisis frekuensi terhadap sebaran data hujan pada masing-masing SUBDAS sebagai berikut: a. SubDAS I, jenis distribusi yang paling mendekati adalah hasil Log Pearson type III menurut uji Chi Square; b. SubDAS II , jenis distribusi yang paling mendekati adalah hasil Log Normal menurut uji Chi Square; c. SubDAS III, jenis distribusi yang paling mendekati adalah hasil Log Pearson type III menurut uji Chi Square; d. SubDAS IV, jenis distribusi yang paling mendekati adalah hasil Log Pearson type III menurut uji Chi Square.
111
3. Analisis distribusi hujan jam-jaman. Penelitian yang dilakukan oleh Sobriyah (2001) tentang distribusi hujan jam-jaman dengan durasi tertentu untuk DAS Bengawan Solo menunjukkan bahwa durasi terjadinya banjir sejak kejadian hujan hingga terjadinya banjir adalah empat jam. Adapun distribusi hujan jam-jaman sebagaimana terlihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Distribusi hujan jam-jaman DAS Bengawan Solo T (Jam)
Ratio Hujan (%)
1 2 3 4
0,405 0,3125 0,1475 0,135
(Sumber: Sobriyah, 2001)
4. Koefisien pengaliran Koefisien pengaliran
merupakan suatu variabel yang
didasarkan pada kondisi daerah pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Koefisien
pengaliran
pada
DAS
Keduang
adalah
sebagaimana pada Tabel 5.7. Tabel. 5.7 Koefisien Pengaliran DAS Keduang No
Tata Guna Lahan
C
Luas 2
(Km )*
Prosentase
C Rata2 (%)
1
Sawah
0,75
142,37
23,343 17,507
2
Perkebunan/kebun
0,80
145,01
23,776 19,021
3
Permukiman
0,82
151,95
24,914 20,429
4
Hutan
0,75
85,96
14,094 10,570
5
Tegalan/ladang
0,65
84,62
13,874
Jumlah
(Sumber: Workshop III JICA, 2005)
609,91
9,018 76,60
112
5. Analisis debit banjir Metode Hidrograf Satuan (HSS) Gama I a. Faktor-faktor penting DAS Faktor-faktor penting DAS yang diperlukan dalam perhitungan hidrograf satuan sintetik Gama I didapat dari data perencanaan Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Bengawan Solo, 1992 diperoleh data nilai-nilai DAS Keduang sebagaimana pada Tabel 5.8. Tabel 5.8 Faktor-faktor DAS Keduang Faktor SubDAS
No
SubDAS I
1 A - (km2) 62 2 L - (km2) 8 3 S 0,0612 4 WF 1,975 5 RUA 0,54 6 SF 0,696 7 SN 0,711 8 JN 30 9 D - (km/km2) 1,274 (Sumber: Adiccon Mulya, P.T., 1992)
Wil. SUBDAS SubDAS SubDAS II III 166,7 280,8 19 24 0,0324 0,0267 0,777 0,608 0,511 0,667 0,685 0,614 0,653 0,772 71 95 1,248 1,129
SubDAS IV 379,4 32 0,0196 2,054 0,521 0,584 0,746 132 1,131
dengan pengertian: A = Luas DAS (km2) L
= panjang sungai utama (km)
S
= kelandaian sungai rata-rata
WF
= faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari titik di sungai yang berjarak ¾ L dan lebar DAS yang diukur dari titik yang berjarak ¼ L dari titik tempat pengukuran
RUA = luas DAS sebelah hulu (km2) SF
= faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat 1 dengan jumlah panjang sungai semua tingkat
SN
= frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen sungai-sungai tingkat 1 dengan jumlah sungai semua tingkat
113
JN
= jumlah pertemuan sungai
D
= kerapatan jaringan sungai (km/km2)
b. Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I Hasil perhitungan HSS Gama I untuk keempat daerah tinjauan adalah sebagaimana pada Tabel 5.9. Tabel 5.9 DAS Keduang N o
Wil. SubDAS
1. 2. 3. 4.
SubDAS I SubDAS II SubDAS III SubDAS IV
TR 2,416 1,710 1,736 2,490
QP (m2/dt ) 3,289 8,300 12,020 13,430
TB (jam)
K (jam)
27,272 28,395 31,637 31,457
2,651 3,530 4,472 5,213
Ø
QB
10,475 10,383 10,189 9,946
8,531 15,825 20,148 24,459
(Sumber: Hasil perhitungan)
c. Hidrograf Banjir Perhitungan hidrograf banjir untuk seluruh subDAS ditinjau untuk kala ulang 50 th (sesuai umur rencana jembatan). Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran E-2. d. Puncak Banjir Berdasarkan perhitungan hidrograf banjir diperoleh puncakpuncak banjir sebagaimana pada Tabel 5.10. Tabel 5.10 Puncak Banjir Kala Ulang Keduang No 1 2 3 4
Daerah Tinjauan SubDAS I SubDAS II SubDAS III SubDAS IV Total
(Sumber : Hasil perhitungan)
50 th pada DAS
Kala Ulang 50 th 340.47 762.99 569.42 404.87 2,077.76
114
Hasil perhitungan analisis hidrologi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran E-2. Perhitungan kecepatan aliran sungai dilakukan menggunakan software HEC-RAS 4 pada kondisi steady flow dengan debit
puncak banjir kala ulang 50 tahun. Pada Gambar 5.13 terlihat hasil simulasi genangan banjir dan tabel hasil perhitungan (Bridge Output) pada kondisi Steady Flow dengan debit banjir kala ulang 50 tahun.
Gambar 5.13 Hasil perhitungan kondisi genangan pada Jembatan Keduang dengan HEC-RAS 4.0 Pada HEC-RAS 4.0 kecepatan aliran air dianggap sama dalam setiap piasnya. Hasil perhitungan kecepatan aliran sungai saat banjir puncak dengan kala ulang 50 th adalah 5,02 m3/dt dan elevasi genangannya 141,00.
115
b) Analisis beban akibat aliran Besarnya gaya yang diakibatkan oleh aliran air sangat bergantung pada luas bidang kontak yang terjadi.
Gambar 5.14 Beban aliran air pada gelagar jembatan Luas bidang kontak aliran dengan struktur jembatan berbeda sesuai
dengan
tinggi
genangan
saat
banjir.
Tabel
5.11
menunjukkan elevasi gelagar hasil pengukuran Jembatan Keduang dengan menggunakan alat theodolite. Tabel 5.11 Elevasi gelagar Jembatan Keduang Elevasi
Gelagar A1
P1
P2
A2
Flens kiri
143.2390
141.8260
141.0060
140.8560
Flens kanan
143.2170
141.6380
140.8620
140.9030
As Jembatan
143.2280
141.7320
140.9340
140.8795
(Sumber : Hasil pengukuran)
Berdasarkan Tabel terlihat bahwa muka air banjir hanya mengenai gelagar antara pilar P2 dan abutment A2 dengan ketinggian bidang kontak 0,324 m. Beban akibat aliran pada Jembatan Keduang saat banjir dengan kala ulang 50 tahun dilihat dari kondisi DAS yang ada terdiri dari beban akibat aliran air dan beban akibat hanyutan,
116
sedangkan untuk beban akibat tumbukan kayu kecil kumungkinan karena tidak adanya hutan disekitar DAS. i) Beban akibat aliran (TEF1) Gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada gelagar akibat aliran air tergantung kepada kecepatan sebagai berikut: = 0,5 CD ( Vs )2 Ad
TEF1
dengan: CD = 0,7 (Tabel 3.14) Vs = 5,02 m/dt h = 0,324 m Ad = Luas sisi gelagar yang terkena banjir
= 30 x 0,324 = 9,72 m2 TEF1
= 0,5 x 0,7 x ( 5,02)2 x 9,72 = 85,7318 kN
ii) Beban akibat hanyutan (TEF2) Perhitungan gaya seret akibat hanyutan aliran air (TEF2) dilakukan dengan memperhatikan kondisi struktur jembatan saat banjir. Pada jembatan Keduang saat banjir dengan periode ulang 50 tahun, kondisi jembatan terendam sehingga luas proyeksi benda hanyutan diambil setinggi 3 m sepanjang setengah bentang jembatan. TEF2
= 0,5 CD ( Vs )2 Ad
117
dengan: CD = 1,04 (RSNI T-02-2005) Vs = 5,02 m/dt Ad = 3 x 15 = 45 m2 TEF2 = 0,5 x 1,04 x ( 5,02)2 x 45
= 589,6894 kN Sehingga besar gaya akibat aliran air adalah: TEF = TEF1 + TEF2
= 85,7318 + 589,6894 = 675,4212 kN 3. Aksi Khusus (Beban Gempa)
Beban akibat gempa merupakan aksi khusus yang dianalisis sebagai beban yang bekerja pada struktur jembatan. Bangunan bawah:
Bangunan atas:
H
= 9,5 m
P
= 92,2 m
A
= 3,14 m2
L
= 7,9 m
Ix
= Iy
fc’
= 37,966 MPa
fc’
= 37,966 MPa
Ec
= 28960 MPa
Ec
= 28960 MPa
= 0,785 m4
Berdasarkan RSNI T-02-2005, parameter beban gempa yang diperhitungkan pada Jembatan Keduang yang berada pada zona gempa 3 adalah sebagai berikut: 1. koefisien akselerasi (A)
= 0,15
2. derajat kepentingan (I)
= 1,25 (Jembatan Utama)
118
3. kategori prilaku siesmik (SPC)
= B – (Tabel 3.16)
4. koefisien profil tanah (S)
= 1,2 (sedang)
Berdasarkan parameter di atas cara analisis yang dipakai adalah prosedur analisis statis-semi dinamis/dinamis sederhana, dengan prosedur 1 yaitu beban seragam/koefisien gempa. a. Perhitungan beban gempa arah memanjang Besarnya beban gempa yang dipikul oleh suatu struktur ditentukan oleh lamanya periode alami getaran (T) yang terjadi. Tmemanjang = 2π
WTP g.K P
WTP
= PMS + PMA + ½ Wpilar +Wkepala pilar
PMS
= 1550,556 kN (PMS yang ditahan 1 pilar)
PMA
= 417 kN (PMA yang ditahan 1 pilar)
½ Wpilar
= ½ (π x r2x h) x γc = ½ x (3,14 x 12 x 9,5) x 2400 x 9,81 x 10-3 = 351,1588 kN
Wkepala pilar = ( Vol beton kepala pilar) x γc
= ((7,9 x 1 x 2) +( 0,5 x (7,9 + 2) x 0,43 x 2)) x 2.400 x 9,81x 10-3 = 472,2220 kN WTP
= 1550,556 + 417+ 351,1588 + 472,2220
= 2790,9368 kN
119
Kekakuan kolom ( K P ) =
=
12 EI Hpilar 3
12 x 28960 x0,785 x1000 9,5 3
= 318184,2251 kN/m Tmemanjang = 2π
2790,9368 9,81x318184,2251 = 0,19 detik
Gambar 5.15 koefisien geser dasar ”C” (RSNI T-02-2005) Menggunakan grafik pada Gambar 5.15, untuk nilai T = 0,19 detik diperoleh nilai koefisien geser dasar sebesar 0,18. Koefisien gempa arah horisontal (Kh) = C . S Kh
=C.S = 0,18 x 1,2 = 0,22
Akibat gaya gempa menimbulkan pergeseran pada struktur, jarak pergeseran yang terjadi disimbolkan dengan Δh
120
Δh
= 250 Kh (Tmemanjang)2 = 250 x 0,22 x(0,19)2 = 1,9855 mm
Besar gaya geser (Heq) Heq = C I S WTP = 0,18 x 1,25 x 1,2 x 2790,9368 = 753,5529 kN b. Perhitungan beban gempa arah melintang Tmel int ang = 2π
WTP g .K P
WTP = 2790,9368 kN Kekakuan kolom ( K P ) =
=
Tmel int ang = 2π
12 EI Hpilar 3
12 x 28960 x0,785 x1000 = 318184,2251 kN/m 9,5 3
2790,9368 = 0,19 det ik 9,81x318184,2251
Menggunakan grafik pada Gambar 5.15, untuk nilai T = 0,19 detik diperoleh nilai koefisien geser dasar sebesar 0,18. Koefisien gempa arah horisontal (Kh) = C . S Kh = C . S = 0,18 x 1,2 = 0,22
121
Akibat gaya gempa minimbulkan pergeseran pada struktur, jarak pergeseran yang terjadi disimbolkan dengan Δh Δh
= 250 Kh (Tmelintang)2 = 250 x 0,22 x(0,19)2 = 1,9855 mm
Besar gaya geser (Heq) Heq
= C I S WTP = 0,18 x 1,25 x 1,2 x 2790,9368 = 753,5529 kN
Beban gempa akan menimbulkan momen maksimum pada tengah bentang. Momen total akibat beban gempa (Meq)adalah : Meq
=
1 x Heq x L 4
=
1 x 753,5529 x 30 4
= 5651,6468 kNm Gaya geser maksimum akibat beban gempa (Veq) Veq
=
1 x Heq 2
=
1 x 753,5529 2
= 376,7765 kNm Gaya-gaya akibat aksi pembebanan pada gelagar Jembatan Keduang secara lengkap terlihat pada Gambar 5.16.
122
Gambar 5.16 Gaya-gaya arah memanjang dan melintang gelagar
123
4. Kombinasi Pembebanan
Kombinasi beban umumnya didasarkan kepada beberapa kemungkinan tipe yang berbeda dari aksi yang bekerja secara bersamaan. Aksi rencana ditentukan dari aksi nominal, yaitu dengan mengalikan aksi nominal dengan faktor beban. Seluruh pengaruh aksi rencana harus mengambil faktor beban yang sama, apakah itu biasa atau terkurangi. Disini keadaan paling berbahaya (maksimum) harus dijadikan acuan dalam perencanaan pembebanan. Kombinasi pembebanan maksimum merupakan kombinasi pembebanan akibat aksi tetap dengan aksi transien pada keadaan batas daya layan ataupun pada batas daya ultimit. Batas daya layan adalah kemampuan material elemen struktur menahan beban yang bekerja. Batas daya ultimit adalah kemampuan material elemen struktur menahan beban dengan mengalikannya dengan faktor beban sehingga tegangan pada meterial setara dengan tegangan leleh. Hasil perhitungan pembebanan sesuai dengan RSNI T-02-2005 yang bekerja pada Jembatan Keduang secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.12, Tabel 5.13, Tabel 5.14, Tabel 5.15, Tabel 5.16, Tabel 5.17, Tabel 5.18, Tabel 5.19, Tabel 5.20, Tabel 5.21, Tabel 5.22, Tabel 5.23. Sedangkan hasil kombinasi pembebanan sesuai dengan RSNI T-02-2005 yang bekerja pada Jembatan Keduang secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.24, Tabel 5.25, Tabel 5.26, Tabel 5.27, Tabel 5.28, Tabel 5.29.
124
Tabel 5.12 Rekapitulasi gaya arah vertikal No
Aksi
A Beban Tetap 1 Berat sendiri 2 Beban mati tambahan
Keadaan Gelagar Miring Tepi Tengah q P q P (kN/m) kN (kN/m) kN 17.5240 4.5810
9.6110
14.9930 4.7380
Kemiringan α ( °)
20.9500
Gelagar Setelah Terdeformasi Tepi q (kN/m) qx qy
Tengah P (kN) Px
Py
q (kN/m) qx qy
P (kN) Px
Py
0.3058 0.0799
17.5213 4.5803
0.1677
9.6095
0.2617 0.0827
14.9907 4.7373
0.3656
20.9468
0.3002 0.0873
17.1974 4.9992
2.0637
118.2320
0.3770
21.5967
2.5917
148.4774
1 B Beban Transien 1 Beban lajur "D" 2 Beban pejalan kaki 3 Pengaruh temperatur
17.2000 5.0000
118.2500
21.6000 148.5000
(Sumber : Hasil perhitungan)
Tabel 5.13 Rekapitulasi gaya arah lateral No
Aksi
A Beban Transien 1 Beban angin - Ultimit - Layan 2 Pengaruh aliran B Beban Khusus 1 Beban gempa
(2)
(Sumber : Hasil perhitungan)
Keadaan Gelagar Miring Tepi Tengah q P q P (kN/m) kN (kN/m) kN
134.865 93.656 675.4212
134.865 93.656 675.4212
753.5529
753.5529
Kemiringan α ( °)
1
Gelagar Setelah Terdeformasi Tepi q (kN/m) qx qy
Tengah P (kN) Px
Py
q (kN/m) qx qy
P (kN) Px
Py
134.8445 93.6417 675.3183
2.3537 1.6345 11.7877
134.8445 93.6417 675.3183
2.3537 1.6345 11.7877
753.4381
13.1513
753.4381
13.1513
125
Tabel 5.14 Rekapitulasi gaya searah sumbu memanjang gelagar
No
Aksi
Keadaan Gelagar Miring Tepi Tengah q P q P (kN/m) kN (kN/m) kN
A Beban Transien 1 Beban rem 2 Gesekan perletakan B Beban Khusus 1 Beban gempa
31.7125
Kemiringan α ( °)
Gelagar Setelah Terdeformasi Tepi
Tengah
q (kN/m) qx qy
P (kN) Px
q (kN/m) qx qy
Py
P (kN) Px
Py
39.8250 1
(3)
753.5529
753.5529
(Sumber : Hasil perhitungan)
Tabel 5.15 Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban vertikal setelah terdeformasi Keadaan normal No
V (kN)
Aksi Tepi
Tengah
M (kNm) Tepi Tengah
Deformasi
Kemiringan α ( °) Tepi Vx
A Beban Tetap 1 Berat sendiri 2 Beban mati tambahan B 1 2 3
Beban Transien Beban lajur "D" Beban pejalan kaki Pengaruh temperatur
(Sumber : Hasil perhitungan)
267.6655 68.7150
M (kNm)
V (kN)
235.3700 2,043.5325 1,843.8375 71.0700 515.3630 533.0250
Tengah Vy
Vx
Tepi Vy
Mx
Tengah My
Mx
My
4.6714 267.6247 1.1992 68.7045
4.1078 1.2403
235.3342 71.0592
35.6646 2,043.2213 8.9943 515.2845
32.1794 1,843.5567 9.3026 532.9438
5.5346 317.0767 1.3089 74.9886 0.1966 11.2627
6.9504
398.1893
61.8470 3,543.2103
0.0197
1.1266
49.2485 2,821.4452 9.8170 562.4143 0.0197 1.1266
1 317.1250 75.0000 11.2644
398.2500 2,821.8750 3,543.7500 562.5000 11.2644 1.1268 1.1268
0.0197
1.1266
126
Tabel 5.16 Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban vertikal setelah dikalikan faktor beban Faktor Beban Faktor Beban Ultimit No
Aksi
V (kN)
U
Daya Layan
Daya Layan
K
Ultimit normal
normal
terkurangi
Tepi Vx
Tengah Vy
Vx
terkurangi
Tepi Vy
Vx
Tengah Vy
Vx
Tepi Vy
A Beban Tetap 1 Berat sendiri 2 Beban mati tambahan
1.00 1.00
1.10 2.00
0.90 0.70
4.6714 1.1992
267.6247 68.7045
4.1078 1.2403
235.3342 71.0592
5.1385 2.3985
294.3872 137.4091
4.5186 2.4807
258.8676 142.1184
B 1 2 3
1.00 1.00 1.00
2.00 2.00 1.20
N/A N/A 0.80
5.5346 1.3089 0.1966
317.0767 74.9886 11.2627
6.9504
398.1893
796.3787
1.1266
634.1534 149.9772 13.5152
13.9008
0.0197
11.0692 2.6179 0.2359
0.0236
1.3520
Beban Transien Beban lajur "D" Beban pejalan kaki Pengaruh temperatur
Vx
Tengah Vy
Vx
Vy
4.2043 0.8395
240.8623 48.0932
3.6970 0.8682
211.80 49.74
0.1573
9.0101
0.0157
0.9013
(Sumber : Hasil perhitungan)
Tabel 5.17 Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban vertikal setelah dikalikan faktor beban Faktor Beban Faktor Beban Ultimit No
Aksi
M (kNm)
U
Daya Layan
Daya Layan
K
Ultimit normal
normal
terkurangi
Tepi Mx
My
Tengah Mx My
Mx
terkurangi
Tepi
Tengah My
Mx
Tepi My
A Beban Tetap 1 Berat sendiri 2 Beban mati tambahan
1.00 1.00
1.10 2.00
0.90 0.70
35.6646 2,043.2213 8.9943 515.2845
32.1794 1,843.5567 9.3026 532.9438
39.2310 2,247.5434 17.9886 1,030.5690
35.3973 2,027.9123 18.6051 1,065.8876
B 1 2 3
1.00 1.00 1.00
2.00 2.00 1.20
N/A N/A 0.80
49.2485 2,821.4452 9.8170 562.4143 0.0197 1.1266
61.8470 3,543.2103
98.4970 5,642.8904 19.6340 1,124.8287 0.0236 1.3520
123.6939 7,086.4205
Beban Transien Beban lajur "D" Beban pejalan kaki Pengaruh temperatur
(Sumber : Hasil perhitungan)
0.0197
1.1266
0.0236
1.3520
Mx
My
32.0981 1,838.8991 6.2960 360.6992
0.0157
0.9013
Mx
Tengah My
28.9615 6.5118
0.0157
1,659.20 373.06
0.9013
127
Tabel 5.18 Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban lateral setelah terdeformasi Keadaan normal No
V (kN)
Aksi Tepi
Tengah
M (kNm) Tepi Tengah
Kemiringan α ( °)
Deformasi V (kN) Tepi Vx
A Beban Transien 1 Beban angin - Ultimit - Layan 2 Pengaruh aliran
67.4325 46.8280 337.7106
67.4325 1,011.4875 1,011.4875 46.8280 702.4200 702.4200 337.7106 5,065.6590 5,065.6590
B Beban Khusus 1 Beban gempa
376.7765
376.7765 5,651.6468 5,651.6468
M (kNm)
1
Tengah Vy
Vx
Tepi Vy
Mx
Tengah My
Mx
My
67.4222 46.8209 337.6592
1.1769 0.8173 5.8939
67.4222 46.8209 337.6592
1.1769 0.8173 5.8939
1,011.3334 702.3130 5,064.8875
17.6529 1,011.3334 12.2589 702.3130 88.4079 5,064.8875
17.6529 12.2589 88.4079
376.7191
6.5757
376.7191
6.5757
5,650.7860
98.6348 5,650.7860
98.6348
(Sumber : Hasil perhitungan)
Tabel 5.19 Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban lateral setelah dikalikan faktor beban Faktor Beban Faktor Beban Ultimit No
Aksi
V (kN)
U
Daya Layan
Daya Layan
K normal
terkurangi
Tepi Vx
A Beban Transien 1 Beban angin - Ultimit - Layan 2 Pengaruh aliran B Beban Khusus 1 Beban gempa
(Sumber : Hasil perhitungan)
Ultimit normal
1.00 1.00 1.00
1.20 N/A 2.00
1.00
N/A N/A N/A
N/A
46.8209 337.6592
Vy
0.8173 5.8939
Vx
46.8209 337.6592
terkurangi
Tepi
Tengah Vy
0.8173 5.8939
Tengah
Tepi
Vx
Vy
Vx
Vy
80.9067
1.4122
80.9067
1.4122
675.3183
11.7877
675.3183
11.7877
376.7191
6.5757
376.7191
6.5757
Vx
Tengah Vy
Vx
Vy
128
Tabel 5.20 Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban lateral setelah dikalikan faktor beban Faktor Beban Faktor Beban Ultimit No
Aksi
M (kNm)
U
Daya Layan
Daya Layan
K
Ultimit terkurangi
normal normal
terkurangi
Tepi Mx
A Beban Transien 1 Beban angin - Ultimit - Layan 2 Pengaruh aliran
1.00 1.00 1.00
B Beban Khusus 1 Beban gempa
1.20 N/A 2.00
1.00
N/A N/A N/A
1,011.3334 702.3130 5,064.8875
Tepi
Tengah Mx My
My
17.6529 1,011.3334 12.2589 702.3130 88.4079 5,064.8875
Mx
My
17.6529 1,213.6001 12.2589 88.4079 10,129.7749
N/A
Tengah
5,650.7860
Mx
21.1835
Tepi My
Mx
1,213.6001
21.1835
176.8159 10,129.7749
176.8159
98.6348
5,650.7860
My
Mx
98.6348
(Sumber : Hasil perhitungan)
Tabel 5.21 Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban searah sumbu memanjang setelah terdeformasi Keadaan normal No
V (kN)
Aksi Tepi
Tengah
M (kNm) Tepi Tengah
Kemiringan α ( °)
B Beban Khusus 1 Beban gempa
(Sumber : Hasil perhitungan)
104.6513 639.7239
131.4225 594.2156
M (kNm)
Tepi (3)
A Beban Transien 1 Beban rem 2 Gesekan perletakan
Deformasi V (kN)
1
Vx
Tengah Vy
Vx
Tepi Vy
Mx 1.8264 11.1647
Tengah My 104.6354 639.6265
Mx 2.2936 10.3705
My 131.4025 594.1251
Tengah My
129
Tabel 5.22 Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban searah sumbu memanjang setelah dikalikan faktor beban Faktor Beban Faktor Beban Ultimit No
Aksi
V (kN)
U
Daya Layan
Daya Layan
K
Ultimit normal
normal
terkurangi
Tepi Vx
A Beban Transien 1 Beban rem 2 Gesekan perletakan
1.00 1.00
B Beban Khusus 1 Beban gempa
2.00 1.30
N/A 0.80
1.00
N/A
Tengah Vy
Vx
terkurangi
Tepi Vy
Vx
Tengah Vy
Vx
Tepi Vy
Vx
Tengah Vy
Vx
Vy
(Sumber : Hasil perhitungan)
Tabel 5.23 Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban searah sumbu memanjang setelah dikalikan faktor beban Faktor Beban Faktor Beban Ultimit No
Aksi
M (kNm)
U
Daya Layan
Daya Layan
K normal
terkurangi
Tepi Mx
A Beban Transien 1 Beban rem 2 Gesekan perletakan B Beban Khusus 1 Beban gempa
(Sumber : Hasil perhitungan)
Ultimit normal
1.00 1.00
2.00 1.30
N/A 0.80
1.00
N/A
1.8264 11.1647
My 104.6354 639.6265
Tengah Mx My
Mx
2.2936 10.3705
3.6528 14.5141
131.4025 594.1251
terkurangi
Tepi
Tengah My 209.2707 831.5144
Mx 4.5873 13.4816
Tepi My
262.8050 772.3626
Mx
8.9318
My
511.7012
Mx
Tengah My
8.2964
475.30
130
Tabel 5.24 Rekapitulasi gaya momen untuk kombinasi daya layan dan ultimit Daya Layan Aksi Berat Sendiri
Tepi
Tengah Mx My 35.3973 2,027.9123
My 2,043.2213
Mx 32.1794
My 1,843.5567
Mx 39.2310
My 2,247.5434
8.9943
515.2845
9.3026
532.9438
17.9886
1,030.5690
18.6051
1,065.8876
49.2485
282.1445
61.8470
354.3210
98.4970
564.2890
123.6939
708.6421
-
-
-
-
562.4143
-
-
19.6340
-
-
-
-
Beban Lajur "D" -
Beban pejalan kaki Gesekan perletakan
Tengah
Mx 35.6646
Beban Mati Tambahan
Beban rem
Ultimit
Tepi
9.8170 -
Pengaruh temperatur
1,124.8287 -
-
-
-
-
-
-
0.0197
1.1266
0.0197
1.1266
0.0236
1.3520
0.0236
1.3520
Pengaruh aliran
506.4887
88.4079
506.4887
88.4079
1,012.9775
176.8159
1,012.9775
176.8159
Beban angin
702.3130
12.2589
702.3130
12.2589
1,213.6001
21.1835
1,213.6001
21.1835
Beban gempa
-
-
-
5,650.7860
98.6348
5,650.7860
98.6348
(Sumber : Hasil perhitungan)
-
131
Tabel 5.25 Rekapitulasi kombinasi gaya momen berdasarkan beban daya layan 1 Aksi Berat Sendiri Beban Mati Tambahan Beban Lajur "D" Beban rem Beban pejalan kaki Gesekan perletakan Pengaruh temperatur Pengaruh aliran Beban angin Beban gempa
2
Tepi
Tengah
Mx My 35.6646 2,043.2213 (x) (x) 8.9943 515.2845 (x) (x) 49.2485 282.1445 (x) (x) (x) (x) 9.8170 562.4143 (o) 0.0197 (o) 506.4887 (o) 702.3130
(o) 1.1266 (o) 88.4079 (o) 12.2589
-
Mx My 32.1794 1,843.5567 (x) (x) 9.3026 532.9438 (x) (x) 61.8470 354.3210 (x) (x) (x)
(o) 0.0197 (o) 506.4887 (o) 702.3130
-
-
3
Tepi
(x)
(o) 1.1266 (o) 88.4079 (o) 12.2589 -
Tengah
Tepi
Mx My 35.6646 2,043.2213 (x) (x) 8.9943 515.2845 (x) (x) 49.2485 282.1445 (o) (o) (o) (o) 9.8170 562.4143 (x) (x) (o) (o) 0.0197 1.1266 (o) (o) 506.4887 88.4079
Mx My 32.1794 1,843.5567 (x) (x) 9.3026 532.9438 (x) (x) 61.8470 354.3210 (o) (o) (o) (o) (x) (x) (o) (o) 0.0197 1.1266 (o) (o) 506.4887 88.4079
702.3130
702.3130
-
12.2589 -
-
12.2589 -
Mx My 35.6646 2,043.2213 (x) (x) 8.9943 515.2845 (x) (x) 49.2485 282.1445 (o) (o) (o) (o) 9.8170 562.4143 (x) 0.0197 (x) 506.4887 (o) 702.3130 (o) -
4 Tengah
(x) 1.1266 (x) 88.4079 (o) 12.2589 (o) -
(x) 0.0197 (x) 506.4887 (o) 702.3130 (o) -
(x) 1.1266 (x) 88.4079 (o) 12.2589 (o) -
My 2,043.2213 (x) 515.2845 (x) 282.1445 (o) (o) 562.4143
(o) 0.0197 (o) 506.4887 (x) 702.3130 (o) -
(o) 1.1266 (o) 88.4079 (x) 12.2589 (o) -
600.3961 2,929.0582
609.8177 2,819.2295
103.7244 3,403.0646
103.3289 2,730.8215
Kombinasi Sekunder
600.4099 2,929.8469
609.8314 2,819.2295
103.7381 3,403.0646
103.3289 2,731.6102 1,042.7667 2,902.5358 1,039.5898 2,792.7071 1,287.9346
Beban kombinasi max (tiap tipe kombinasi)
-
-
600.4099 2,929.8469
-
-
609.8314 2,819.2295
Momen maksimum kombinasi daya layan : Gelagar Tepi Mx = 1,287.9346 kNm My = 3,403.0646 kNm Gelagar Tengah Mx = 1,293.5766 kNm My = 2,827.8107 kNm
(Sumber : Hasil perhitungan)
-
-
103.7381 3,403.0646
-
-
926.9284 2,890.9837
547.9707 2,730.8215 1,253.4606
930.0507 2,781.1549 1,278.0947
103.3289 2,731.6102 1,042.7667 2,902.5358 1,039.5898 2,792.7071 1,287.9346
5 Tengah
Mx 35.6646 (x) 8.9943 (x) 49.2485 (o) (o) 9.8170
Kombinasi Primer
Kombinasi Tersier
551.1476 2,840.6503
Mx My 32.1794 1,843.5567 (x) (x) 9.3026 532.9438 (x) (x) 61.8470 354.3210 (o) (o) (o) (o) -
Tepi
Mx My 32.1794 1,843.5567 (x) (x) 9.3026 532.9438 (x) (x) 61.8470 354.3210 (o) (o) (o) (o) (o) 0.0197 (o) 506.4887 (x) 702.3130 (o) -
(o) 1.1266 (o) 88.4079 (x) 12.2589 (o) -
Tepi Mx My 35.6646 2,043.2213 (x) (x) 8.9943 515.2845 (x) (x) 49.2485 282.1445 (o) (o) (o) (o) 9.8170 562.4143 (o) 0.0197 (o) 506.4887 (o) 702.3130 (x) -
6 Tengah
(o) 1.1266 (o) 88.4079 (o) 12.2589 (x) -
Mx My 32.1794 1,843.5567 (x) (x) 9.3026 532.9438 (x) (x) 61.8470 354.3210 (o) (o) (o) (o) (o) 0.0197 (o) 506.4887 (o) 702.3130 (x) -
(o) 1.1266 (o) 88.4079 (o) 12.2589 (x) -
2,929.0582 1,250.2837 2,819.2295 1,253.4606 2,852.9092 1,250.2837 2,743.0804
Tepi Mx My 35.6646 2,043.2213 (x) (x) 8.9943 515.2845 (x) (x) 49.2485 282.1445 -
-
9.8170
562.4143
(o) 0.0197 (o) 506.4887 (o) 702.3130 (o) -
(o) 1.1266 (o) 88.4079 (o) 12.2589 (o) -
551.1476 2,646.9137
Tengah Mx My 32.1794 1,843.5567 (x) (x) 9.3026 532.9438 (x) (x) 61.8470 354.3210 -
-
-
-
(o) 0.0197 (o) 506.4887 (o) 702.3130 (o) -
(o) 1.1266 (o) 88.4079 (o) 12.2589 (o) -
547.9707 2,464.9084
2,937.6395 1,293.5766 2,827.8107 1,287.9346 2,914.7948 1,293.5766 2,804.9660 1,042.7667 2,655.4949 1,039.5898 2,473.4897 2,935.7510 1,281.2170 2,825.9222 1,278.0947 2,897.6765 1,281.2170 2,787.8477
902.3140 2,653.6065
899.1371 2,471.6012
2,937.6395 1,293.5766 2,827.8107 1,287.9346 2,914.7948 1,293.5766 2,804.9660 1,042.7667 2,655.4949 1,039.5898 2,473.4897
132
Tabel 5.26 Rekapitulasi kombinasi gaya momen berdasarkan beban ultimit 1 Aksi Berat Sendiri Beban Mati Tambahan Beban Lajur "D" Beban rem Beban pejalan kaki Gesekan perletakan
2
Tepi
Tengah
Mx My 39.2310 2,247.5434 (x) (x) 17.9886 1,030.5690 (x) (x) 98.4970 564.2890 (x) (x) (x) (x) 19.6340 1,124.8287
3
Tepi
Tengah
Tepi
4 Tengah
Tepi
Mx My 35.3973 2,027.9123 (x) (x) 18.6051 1,065.8876 (x) (x) 123.6939 708.6421 (x) (x) (x)
Beban gempa
(o) 0.0236 (o) 1,012.9775 (o) 1,213.6001 (o) 5,650.7860
Kombinasi Primer
1,168.6942 4,019.2173 1,190.6739 3,979.2579
175.3506 4,967.2301
177.6964 3,802.4420 2,283.7973 4,019.2173 2,280.5801 3,979.2579 2,283.7973
Kombinasi Sekunder
2,018.2143 4,034.0457 2,040.1940 3,994.0863
175.3672 4,968.1765
177.7129 3,803.3884 2,352.7452 4,034.0457 2,367.1659 3,994.0863 2,352.7452
Kombinasi Tersier
1,775.5060 4,030.4850 1,797.4858 3,990.5256
Beban kombinasi max (tiap tipe kombinasi)
2,018.2143 4,034.0457 2,040.1940 3,994.0863
Pengaruh temperatur Pengaruh aliran Beban angin
(o) (o) 1.3520 0.0236 (o) (o) 176.8159 1,012.9775 (o) (o) 21.1835 1,213.6001 (o) (o) 98.6348 5,650.7860
Mx My Mx My Mx My Mx My Mx 39.2310 2,247.5434 35.3973 2,027.9123 39.2310 2,247.5434 35.3973 2,027.9123 39.2310 (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) 17.9886 1,030.5690 18.6051 1,065.8876 17.9886 1,030.5690 18.6051 1,065.8876 17.9886 (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) 98.4970 564.2890 123.6939 708.6421 98.4970 564.2890 123.6939 708.6421 98.4970 (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) 19.6340 1,124.8287 19.6340 1,124.8287 19.6340 (x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) 1.3520 0.0236 1.3520 0.0236 1.3520 0.0236 1.3520 0.0236 1.3520 0.0236 (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) 176.8159 1,012.9775 176.8159 1,012.9775 176.8159 1,012.9775 176.8159 1,012.9775 176.8159 1,012.9775 (o) (x) (x) (x) (x) (o) 21.1835 1,213.6001 21.1835 1,213.6001 21.1835 1,213.6001 21.1835 1,213.6001 21.1835 1,213.6001 (o) (o) (o) (o) (o) (x) 98.6348 5,650.7860 98.6348 5,650.7860 98.6348 5,650.7860 98.6348 5,650.7860 98.6348 5,650.7860
Momen maksimum kombinasi beban ultimit : Gelagar Tepi Mx = 5,806.5027 kNm My = 4,968.1765 kNm Gelagar Tengah Mx = 5,828.4824 kNm My = 3,994.0863 kNm
(Sumber : Hasil perhitungan)
-
-
175.3672 4,968.1765
-
-
2,333.0576 4,030.4850 2,342.4389 3,990.5256 2,333.0576
177.7129 3,803.3884 2,352.7452 4,034.0457 2,367.1659 3,994.0863 2,352.7452
5 Tengah
My 2,247.5434 (x) 1,030.5690 (x) 564.2890 (o) (o) 1,124.8287
Mx My 35.3973 2,027.9123 (x) (x) 18.6051 1,065.8876 (x) (x) 123.6939 708.6421 (o) (o) (o) (o) -
(o) (o) 1.3520 0.0236 (o) (o) 176.8159 1,012.9775 (o) (o) 21.1835 1,213.6001 (x) (x) 98.6348 5,650.7860
6
Tepi
Tengah
Mx My 39.2310 2,247.5434 (x) (x) 17.9886 1,030.5690 (x) (x) 98.4970 564.2890 (o) (o) 19.6340 1,124.8287
(o) 1.3520 (o) 176.8159 1,012.9775 (o) 21.1835 1,213.6001 (x) 98.6348 5,650.7860 (x)
Tepi
Mx My 35.3973 2,027.9123 (x) (x) 18.6051 1,065.8876 (x) (x) 123.6939 708.6421 (o) (o) -
-
-
-
-
176.8159 1,012.9775 21.1835 1,213.6001 98.6348 5,650.7860 (x) (x)
-
Mx My 39.2310 2,247.5434 (x) (x) 17.9886 1,030.5690 (x) (x) 98.4970 564.2890 -
(o) 0.0236 (o) 176.8159 1,012.9775 (o) 21.1835 1,213.6001 (o) 98.6348 5,650.7860 (x) -
-
19.6340 1,124.8287
Tengah Mx My 35.3973 2,027.9123 (x) (x) 18.6051 1,065.8876 (x) (x) 123.6939 708.6421 -
-
-
-
(o) (o) 1.3520 0.0236 (o) (o) 176.8159 1,012.9775 (o) (o) 21.1835 1,213.6001 (o) (o) 98.6348 5,650.7860
(o) 1.3520 (o) 176.8159 (o) 21.1835 (o) 98.6348
3,863.5849 2,280.5801 3,823.6255 5,806.5027 3,941.0363 5,828.4824 3,901.0769 1,070.1972 3,454.9283 1,066.9800 3,270.6159 3,987.3560 2,367.1659 3,947.3966
-
-
-
-
1,919.7173 3,469.7567 1,916.5001 3,285.4443
3,952.6688 2,342.4389 3,912.7094
-
-
-
-
1,677.0090 3,466.1960 1,673.7918 3,281.8836
3,987.3560 2,367.1659 3,947.3966 5,806.5027 3,941.0363 5,828.4824 3,901.0769 1,919.7173 3,469.7567 1,916.5001 3,285.4443
133
Tabel 5.27 Rekapitulasi gaya geser untuk kombinasi daya layan dan ultimit Daya Layan Aksi
Ultimit
Berat Sendiri
Tepi Vx Vy 4.6714 267.6247
Tengah Vx Vy 4.1078 235.3342
Tepi Vx Vy 5.1385 294.3872
Tengah Vx Vy 4.5186 258.8676
Beban Mati Tambahan
1.1992
68.7045
1.2403
71.0592
2.3985
137.4091
2.4807
142.1184
Beban Lajur "D"
5.5346
317.0767
6.9504
398.1893
11.0692
634.1534
13.9008
796.3787
Beban rem
-
Beban pejalan kaki
1.3089
Gesekan perletakan
-
Pengaruh temperatur
0.1966
Pengaruh aliran Beban angin Beban gempa (Sumber : Hasil perhitungan)
-
-
-
-
-
-
11.2627
0.0197
1.1266
0.2359
337.6592
5.8939
337.6592
5.8939
46.8209
0.8173
46.8209
0.8173
-
74.9886 -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
13.5152
0.0236
1.3520
675.3183
11.7877
675.3183
11.7877
80.9067
1.4122
80.9067
1.4122
376.7191
6.5757
376.7191
6.5757
2.6179 -
149.9772 -
134
Tabel 5.28 Rekapitulasi kombinasi gaya geser berdasarkan beban daya layan 1 Aksi Berat Sendiri Beban Mati Tambahan Beban Lajur "D" Beban rem Beban pejalan kaki Gesekan perletakan Pengaruh temperatur Pengaruh aliran Beban angin Beban gempa
Tepi Vx 4.6714 (x) 1.1992 (x) 5.5346 (x) (x) 1.3089 (o) 0.1966 (o) 337.6592 (o) 46.8209 -
2 Tengah Vx Vy 4.1078 235.3342 (x) (x) 1.2403 71.0592 (x) (x) 6.9504 398.1893 (x) (x)
Vy 267.6247 (x) 68.7045 (x) 317.0767 (x) (x) 74.9886 (o) 11.2627 (o) 5.8939 (o) 0.8173
(x)
(o) 0.0197 (o) 337.6592 (o) 46.8209
-
-
(x)
(o) 1.1266 (o) 5.8939 (o) 0.8173 -
Tepi Vx Vy 4.6714 267.6247 (x) (x) 1.1992 68.7045 (x) (x) 5.5346 317.0767 (o) (o) (o) (o) 1.3089 74.9886 (x) (x) (o) (o) 0.1966 11.2627 (o) (o) 337.6592 5.8939 46.8209 -
0.8173 -
3 Tengah Vx Vy 4.1078 235.3342 (x) (x) 1.2403 71.0592 (x) (x) 6.9504 398.1893 (o) (o) (o) (o) (x) (x) (o) (o) 0.0197 1.1266 (o) (o) 337.6592 5.8939 46.8209 -
0.8173 -
Tepi Vx Vy 4.6714 267.6247 (x) (x) 1.1992 68.7045 (x) (x) 5.5346 317.0767 (o) (o) (o) (o) 1.3089 74.9886 (x) 0.1966 (x) 337.6592 (o) 46.8209 (o) -
(x) 11.2627 (x) 5.8939 (o) 0.8173 (o) -
4 Tengah Vx Vy 4.1078 235.3342 (x) (x) 1.2403 71.0592 (x) (x) 6.9504 398.1893 (o) (o) (o) (o) (x) 0.0197 (x) 337.6592 (o) 46.8209 (o) -
(x) 1.1266 (x) 5.8939 (o) 0.8173 (o) -
Tepi Vx Vy 4.6714 267.6247 (x) (x) 1.1992 68.7045 (x) (x) 5.5346 317.0767 (o) (o) (o) (o) 1.3089 74.9886 (o) 0.1966 (o) 337.6592 (x) 46.8209 (o) -
(o) 11.2627 (o) 5.8939 (x) 0.8173 (o) -
5 Tengah Vx Vy 4.1078 235.3342 (x) (x) 1.2403 71.0592 (x) (x) 6.9504 398.1893 (o) (o) (o) (o) -
Tepi Vx Vy 4.6714 267.6247 (x) (x) 1.1992 68.7045 (x) (x) 5.5346 317.0767 (o) (o) (o) (o) 1.3089 74.9886
Tengah Vx Vy 4.1078 235.3342 (x) (x) 1.2403 71.0592 (x) (x) 6.9504 398.1893 (o) (o) (o) (o) -
6 Tepi Vx Vy 4.6714 267.6247 (x) (x) 1.1992 68.7045 (x) (x) 5.5346 317.0767 -
-
Tengah Vx Vy 4.1078 235.3342 (x) (x) 1.2403 71.0592 (x) (x) 6.9504 398.1893 -
-
1.3089
74.9886
(o) 0.0197 (o) 337.6592 (x) 46.8209 (o) -
(o) 1.1266 (o) 5.8939 (x) 0.8173 (o) -
(o) 0.1966 (o) 337.6592 (o) 46.8209 (x) -
(o) 11.2627 (o) 5.8939 (o) 0.8173 (x) -
(o) 0.0197 (o) 337.6592 (o) 46.8209 (x) -
(o) 1.1266 (o) 5.8939 (o) 0.8173 (x) -
(o) 0.1966 (o) 337.6592 (o) 46.8209 (o) -
(o) 11.2627 (o) 5.8939 (o) 0.8173 (o) -
(o) 0.0197 (o) 337.6592 (o) 46.8209 (o) -
(o) 1.1266 (o) 5.8939 (o) 0.8173 (o) -
-
307.5200
Kombinasi Primer
349.0644
664.6687
349.9577
705.7093
12.7142
728.3945
12.2985
704.5827
343.7264
664.6687
343.0269
705.7093
390.3507
659.2998
389.8281
710.4765
390.3507
654.2232
389.8281
705.3999
343.5298
347.5920
343.0073
Kombinasi Sekunder
349.2020
668.7944
349.9715
709.8350
12.8518
736.2784
12.3123
705.3713
376.5010
668.7944
375.8016
709.8350
394.2249
667.1837
394.6934
711.2652
394.2249
662.1071
394.6934
706.1886
376.3044
351.7177
375.7819
311.6457
369.9041
668.0242
369.9126
709.0649
393.2163
667.8781
393.3132
711.4485
393.2163
662.8015
393.3132
708.9102
367.0385
350.9475
366.4275
310.8755
376.5010
668.7944
375.8016
709.8350
394.2249
667.8781
394.6934
711.4485
394.2249
662.8015
394.6934
708.9102
376.3044
351.7177
375.7819
311.6457
Kombinasi Tersier
Beban kombinasi max (tiap tipe kombinasi)
-
349.2020
-
668.7944
-
349.9715
Gaya geser maksimum kombinasi daya layan : Gelagar Tepi Vx = 394.2249 kN Vy = 736.2784 kN Gelagar Tengah Vx = 394.6934 kN Vy = 711.4485 kN
(Sumber : Hasil perhitungan)
-
709.8350
-
12.8518
-
736.2784
-
12.3123
-
705.3713
135
Tabel 5.29 Rekapitulasi kombinasi gaya geser berdasarkan beban ultimit 1 Aksi
2
Tepi
Tengah
3
Tepi
Vx 4.5186 (x) 2.4807 (x) 13.9008 (x)
Beban gempa
(o) 0.2359 (o) 675.3183 (o) 80.9067 (o) 376.7191
(o) 13.5152 (o) 11.7877 (o) 1.4122 (o) 6.5757
(o) 0.0236 (o) 675.3183 (o) 80.9067 (o) 376.7191
(o) 1.3520 (o) 11.7877 (o) 1.4122 (o) 6.5757
Kombinasi Primer
693.9246 1,079.4649
696.2184
1,209.1523
21.2241 1,215.9268
20.9001 1,197.3646 763.7620 1,077.7374
21.3892 1,225.3875
20.9166 1,198.3110 771.5105 1,087.1981
Beban Lajur "D" Beban rem Beban pejalan kaki Gesekan perletakan Pengaruh temperatur Pengaruh aliran Beban angin
(x)
(x)
Kombinasi Sekunder
750.5592 1,087.7163
752.8531
1,210.1409
Kombinasi Tersier
734.4958 1,086.0649
736.6835
1,210.5344
Beban kombinasi max (tiap tipe kombinasi)
750.5592 1,087.7163
752.8531
1,210.5344
Beban kombinasi max. untuk analisa : Gelagar Tepi Vx = 771.5105 Vy = 1,225.3875 Gelagar Tengah Vx = 772.9548 Vy = 1,210.5344
kN kN kN kN
(Sumber : Hasil perhitungan)
Vy 294.3872 (x) 137.4091 (x) 634.1534 (o) (o) 149.9772 (x) (o) 13.5152 (o) 11.7877
Vx 4.5186 (x) 2.4807 (x) 13.9008 (o) (o) (x) (o) 0.0236 (o) 675.3183
80.9067
1.4122
80.9067
376.7191
6.5757
376.7191
-
-
21.3892 1,225.3875
Vy Vx 258.8676 5.1385 (x) (x) 142.1184 2.3985 (x) (x) 796.3787 11.0692 (o) (o) (o) (o) 2.6179 (x) (o) (o) 1.3520 0.2359 (o) (o) 11.7877 675.3183 (x) 1.4122 80.9067 (o) 6.5757 376.7191
4 Tengah
Vy 294.3872 (x) 137.4091 (x) 634.1534 (x) (x) 149.9772
Beban Mati Tambahan
Vx 5.1385 (x) 2.3985 (x) 11.0692 (o) (o) 2.6179 (x) (o) 0.2359 (o) 675.3183
Tepi
Vx 5.1385 (x) 2.3985 (x) 11.0692 (x) (x) 2.6179
Berat Sendiri
Vy 258.8676 (x) 142.1184 (x) 796.3787 (x)
Tengah
Tepi
5 Tengah
Vy 294.3872 (x) 137.4091 (x) 634.1534 (o) (o) 149.9772
Vx 4.5186 (x) 2.4807 (x) 13.9008 (o) (o) -
Vy 258.8676 (x) 142.1184 (x) 796.3787 (o) (o) -
Vx 5.1385 (x) 2.3985 (x) 11.0692 (o) (o) 2.6179
Vy 294.3872 (x) 137.4091 (x) 634.1534 (o) (o) 149.9772
Vx 4.5186 (x) 2.4807 (x) 13.9008 (o) (o) -
(o) 13.5152 (o) 11.7877 (x) 1.4122 (o) 6.5757
(o) 0.0236 (o) 675.3183 (x) 80.9067 (o) 376.7191
(o) 1.3520 (o) 11.7877 (x) 1.4122 (o) 6.5757
(o) 0.2359 (o) 675.3183 (o) 80.9067 (x) 376.7191
(o) 13.5152 (o) 11.7877 (o) 1.4122 (x) 6.5757
(o) 0.0236 (o) 675.3183 (o) 80.9067 (x) 376.7191
763.2242 1,209.1523
763.7620 1,067.3619
Vy 258.8676 (x) 142.1184 (x) 796.3787 (o) (o) -
6
Tepi
Tengah
Vx 5.1385 (x) 2.3985 (x) 11.0692 (o) -
Vy 294.3872 (x) 137.4091 (x) 634.1534 (o) -
2.6179
149.9772
(o) 1.3520 (o) 11.7877 675.3183 (o) 1.4122 80.9067 (x) 6.5757 376.7191 (x)
Vx 4.5186 (x) 2.4807 (x) 13.9008 (o) -
Tepi
Vy 258.8676 (x) 142.1184 (x) 796.3787 (o) -
Vx 5.1385 (x) 2.3985 (x) 11.0692 -
Vy 294.3872 (x) 137.4091 (x) 634.1534 -
Tengah Vx Vy 4.5186 258.8676 (x) (x) 2.4807 142.1184 (x) (x) 13.9008 796.3787 -
-
-
-
-
-
2.6179
149.9772
-
-
-
-
-
-
(o) 0.2359 (o) 675.3183 (o) 80.9067 (o) 376.7191
(o) 13.5152 (o) 11.7877 (o) 1.4122 (o) 6.5757
(o) 0.0236 (o) 675.3183 (o) 80.9067 (o) 376.7191
(o) 1.3520 (o) 11.7877 (o) 1.4122 (o) 6.5757
682.8554
443.5840
682.3176
412.7736
11.7877
675.3183
11.7877
1.4122
80.9067
1.4122
6.5757 (x)
376.7191 (x)
6.5757 (x)
763.2242 1,198.7768 395.3253 1,072.5253
397.6192 1,203.9403
772.9548 1,210.1409
771.5105 1,076.8226
772.9548 1,207.0282
-
-
-
-
739.4900
444.5726
738.9522
413.7622
769.4146 1,085.2011
770.1865 1,210.5344
769.4146 1,080.0134
770.1865 1,205.3467
-
-
-
-
723.4267
451.0477
722.7827
414.1557
20.9166 1,198.3110 771.5105 1,087.1981
772.9548 1,210.5344
771.5105 1,080.0134
772.9548 1,207.0282 395.3253 1,072.5253
739.4900
451.0477
738.9522
414.1557
-
-
397.6192 1,203.9403
136
F. Analisis Kapasitas Gelagar Jembatan Keduang
1. Analisis Tegangan Lentur
Unsur komposit Jembatan Keduang terdiri dari gelagar baja dan lantai beton. Kekuatan lentur gelagar komposit ditentukan dengan cara rencana keadaan batas ultimit. Lebar efektif lantai harus digunakan untuk menghitung besaran penampang gelagar komposit. a. Lebar efektif sayap beton Diambil nilai terkecil dari : i)
1 1 x panjang bentang gelagar = x 30 = 6 m 5 5
ii) Jarak pusat-pusat antara badan gelagar = 2,7 m Maka diambil bP = 2,7 m b. Mencari dimensi baru (komposit) Angka ekivalensi : n=
Ebaja Ebeton
n=
2,1x10 6 2,896 x10 5
n = 7,25 Luas beton ditransformasi ke luas baja Atransformasi
=
Abeton n
=
(2700 x 200) 7,25
= 74.482,7586 mm2
137
Dibuat lebar beton transformasi sama dengan lebar beton semula yaitu 2,7 m maka tebal beton setelah transformasi : ttransformasi
=
74482,7586 2700
= 27,5862 mm
Gambar 5.17 Tampang gelagar komposit sebelum dan setelah transformasi c. Mencari garis netral 1) garis netral searah sumbu x (yx)
Gambar 5.18 Garis netral searah sumbu x pada tampang tertransformasi A1 = 2,7 x 0,0276
= 0,0745 m2
A2 = 0,3 x 0,008
= 0,0024 m2
A3 = 0,001 x 2,5
= 0,025 m2
138
A4 = 0,3 x 0,008
= 0,0024 m2
y1 = 2,514 m y2 = 2,496 m y3 = 1,25 m y4 = 0,004 m ỹ = ỹ = =
Qx A
( A1. y1 + A2. y 2 + A3. y3 + A4. y 4) A1 + A2 + A3 + A4
((0,0745 x 2,514) + (0,0024 x 2,496) + (0,025 x1,25) + (0,0024 x0,004)) (0,0745 + 0,0024 + 0,025 + 0,0024)
= 2,154 m (dari sisi bawah) h1 = (2,5 + 0,0276 – 2,154) = 0,3736 m h2 = 2,154 m 2) garis netral searah sumbu y (yy) Bentuk penampang terhadap sumbu y simetris maka garis netral searah sumbu y berada di tengah penampang, sehingga : x1 = x2 = 1,35 m
Gambar 5.19 Garis netral searah sumbu y pada tampang tertransformasi
139
d. Mencari inersia penampang tertransformasi Dengan menggunakan teorema sumbu sejajar, kita dapat menghitung momen inersia IT untuk keseluruhan penampang terhadap sumbu netral sebagai berikut : 1) Momen Inersia searah sumbu x ( ITotal-x ) Ix1 =
0,0276 2 1 ) x 2,7 x 0,0276 3 + 2,7 x 0,0276 x (0,3736 2 12
= 0,0096 m4 Ix2 =
0,008 2 1 ) x 0,3 x 0,008 3 + 0,3 x 0,008 x (0,3736 – 0,0276 2 12
= 0,0003 m4 Ix3 =
2,484 2 1 ) x 0,01 x 2,484 3 + 0,01 x 2,484 x (2,154 – 0,0082 12
= 0,0331 m4 Ix4 =
0,008 2 1 ) x 0,3 x 0,008 3 + 0,3 x 0,008 x (2,154 2 12
= 0,0541 m4 ITotal-x
= Ix1+ Ix2 + Ix3 + Ix4 = 0,0541 m4
2) Momen Inersia searah sumbu y ( ITotal-y ) Iy1 =
1 x 0,0276 x 2,7 3 12
= 0,0452 m4 Iy2 =
1 x 0,008 x 0,33 12
= 0,00002 m4 Iy3 =
1 x 2,484 x 0,013 12
140
= 0,0000002 m4 Iy4 =
1 x 0,008 x 0,33 12
= 0,00002 m4 ITotal-y
= Iy1+ Iy2 + Iy3 + Iy4 = 0,0453 m4
e. Mencari tegangan lentur maksimum yang terjadi Syarat struktur masih aman digunakan apabila: σmax ≤ σb ijin σb ijin = 1900 kg/cm2 (SM 50 (JIS)) 1) Gelagar Tepi a) Tegangan lentur maksimum serat atas σmaxt
=
M x h1 M y x 2 + Ix Iy
=
5806,5027 x0,3736 4968,1765 x 1,35 + 0,0541 0,0453
= 188206,6211 kN/m2 = 1882,0662 kg/cm2 < σb ijin (1900 kg/cm2) → AMAN b) Tegangan lentur maksimum serat bawah σmaxb = =
M y x1 M x h2 + Ix Iy 5806,5027 x 2,154 4968,1765 x 1,35 + 0,0541 0,0453
= 379327,9317 kN/m2 = 3793,2793 kg/cm2>σb ijin(1900 kg/cm2) →TIDAK AMAN
141
2) Gelagar Tengah a) Tegangan lentur maksimum serat atas σmaxt
=
M x h1 M y x 2 + Ix Iy
=
5828,4824 x0,3736 3994,0843x 1,35 + 0,0541 0,0453
= 159319,2746 kN/m2 = 1593,1927kg/cm2 < σb ijin (1900 kg/cm2) → AMAN b) Tegangan lentur maksimum serat bawah σmaxb =
=
M y x1 M x h2 + Ix Iy 5828,4824 x 2,154 3994,0863 x 1,35 + 0,0541 0,0453
= 351164,0489 kN/m2 = 3511,6405 kg/cm2>σb ijin(1900 kg/cm2) →TIDAK AMAN
2. Analisis Tegangan Geser
Gambar 5.20 Tegangan geser pada badan tampang gelagar
142
a) Mencari momen pertama (Qmaks) Tegangan geser pada badan gelagar bekerja hanya di arah vertikal, dengan tegangan geser maksimum terjadi di sumbu netral. Dalam mencari Qmaks dapat ditinjau area di atas sumbu netral atau area di bawah sumbu netral, dimana tinjauan itu akan menghasilkan angka yang sama.
Gambar 5.21 Area penampang gelagar untuk mencari Qmaks Kita tinjau area di bawah sumbu netral : Qmaks =
⎛ h2 − t f ⎝ 2
{ t w x (h2 − t f ) x ⎜⎜
⎞ ⎟⎟ ⎠
}+ {
tf ⎞ ⎛ b x t f x ⎜⎜ h2 − ⎟⎟ 2⎠ ⎝
⎧ ⎛ 2,154 − 0,008 ⎞⎫ = ⎨0,01 x (2,154 − 0,008) x ⎜ ⎟⎬ + 2 ⎝ ⎠⎭ ⎩ ⎧ 0,008 ⎞⎫ ⎛ ⎟⎬ ⎨0,3 x 0,008 x ⎜ 2,154 − 2 ⎠⎭ ⎝ ⎩
= 0,0282 m3
b) Mencari tegangan geser maksimum (τmax) Syarat struktur masih aman digunakan apabila : τmax ≤ τijin τijin = 1100 kg/cm (SM 50 (JIS)) 1) Gelagar Tepi τmax
=
V y Qmaks Ix
}
143
=
1215,93 x 0,0282 0,0541
= 633,8119 kN/m = 633,8119 kg/cm < τijin (1100 kg/cm) → AMAN 2) Gelagar Tengah =
τmax
=
V y Qmaks Ix 1212,92 x 0,0282 0,0541
= 632,2430 kN/m = 632,2430 kg/cm < τ τijin (1100 kg/cm) → AMAN 3. Analisis Lendutan
Lendutan ijin ( f ) f
=
1 L 360
=
1 x 30000 360
= 83,33 mm a. Lendutan pada gelagar tepi Akibat beban vertikal qy
= 44,29825 kN/m
= 44,29825 N/mm
Py = 127,8415 kN
= 127841,5 N
L
= 30 m
= 30000 mm
E
= 2,1x106 kg/cm2
= 2,1x105 N/mm2
Ix
= 0,0541 m4
= 5,41x1010 mm4
144
f
=
PL3 5qL4 + 384 EI 48EI
=
5 x 44,29825 x 30000 4 127841,5 x 30000 3 + 384 x 2,1.10 5 x 5,41.1010 48 x 2,1.10 5 x 5,41.1010
= 47,46 mm < fijin (83,33 mm) → AMAN b. Lendutan pada gelagar tengah Akibat beban vertikal qy = 41,3247 kN/m = 41,3247 N/mm Py = 169,4242 kN
= 169424, 2 N
L
= 30 m
= 30000 mm
E
= 2,1x106 kg/cm2
= 2,1x105 N/mm2
Ix
= 0,0541 m4
= 5,41x1010 mm4
f
=
PL3 5qL4 + 384 EI 48EI
=
5 x 41,3247 x 30000 4 169424,2 x 30000 3 + 384 x 2,1.10 5 x5,41.1010 48 x 2,1.10 5 x 5,41.1010
= 46,76 mm < fijin (83,33 mm) → AMAN
4. Analisis Torsi
Gambar 5.22 Penampang gelagar yang mengalami torsi
145
G =
=
E 2(1 + μ ) 2,1x10 6 2(1 + 0,3)
= 807692,3077 kg/cm2 = 80769230769 N/m2
Gambar 5.23 Penampang gelagar tertransformasi
K =
1
∑ 3 bt
3
1 1 1 =( x 2,7 x 2,75863) + ( x 0,3 x 0,0083) x 2 + ( x 2,484 x 0,013) 3 3 3 = 1,98241x10-5 m4 T1 = G K
dØ =
Ø =
Ø =
dφ dz
T1 dz GK T1 GK
T1 L GK
L
∫ dz 0
→ Ø dalam radian
146
1° =
360 xrad 2π
rad =
1 x 2π 360
T1 =
= 0,0175
φGK L
0,0175 x 80769230769 x 1,98241x10 −5 = 30 = 931,0573 Nm
d 3φ d 3z
T2 = E Iw
d3Ø =
Ø =
Ø =
T2 =
Iw =
=
T2 d 3 z E Iw
T2 L 3 d z E I w ∫0 T2 L3 E Iw
φ E Iw L3
h2 Iy 4 249,2 2 x 4,53.10 6 4
= 0,0697 m6 0,0175 x 2,1x1011 x 0,0697 T2 = 30 3 = 9459,8350 Nm
147
Ttot = T1 + T2 = 931,0573 + 9459,8350 = 10390,8922 Nm < Tijin (2,3x105 Nm)
G. Analisis Sambungan Gelagar Jembatan Keduang
1. Momen inersia netto
1 x 0,3 x 0,0093 + 2 x 0,3 x 0,009 x 1,2522 12
= 0,0085 m4
4x
1 x 0,136 x 0,0093+ 2 x 0,136 x 0,009 x 1,2352 12
= 0,0075 m4
2x
1 x 0,009 x 2,4843 12
= 0,0230 m4
I1 = 2 x
∑ I1 = 0,0085 + 0,0075 + 0,0230 = 0,0389 m4 dikurangi : I2 = 0,016 x 0,009 x 1,2522 x 8 = 0,00181 m4 0,016 x 0,009 x 1,2352 x 8
= 0,00176 m4
0,016 x 0,009 x 1,192 x 4
= 0,00082 m4
0,016 x 0,009 x 1,092 x 4
= 0,00068 m4
0,016 x 0,009 x 0,992 x 4
= 0,00056 m4
0,016 x 0,009 x 0,812 x 4
= 0,00038 m4
0,016 x 0,009 x 0,6752 x 4
= 0,00026 m4
0,016 x 0,009 x 0,542 x 4
= 0,00017 m4
0,016 x 0,009 x 0,4052 x 4
= 0,00009 m4
0,016 x 0,009 x 0,272 x 4
= 0,00004 m4
0,016 x 0,009 x 0,1352 x 4
= 0,00001 m4
148
∑ I2
= 0,0066 m4
Itotal
= ∑ I1 - ∑ I2 = 0,0389 - 0,0066 = 0,0323 m4
Gambar 5.24 Sambungan baut pada gelagar 2. Sambungan flens (sayap)
Tegangan pada flens : σ
=
M y2 I total
=
5806,5027 x 1,252 = 224792,3738 kN/m2 0,0323
Gaya yang harus ditahan flens : K = Fn flens x σ = (0,3-(4 x 0,016)) x 0,009 x 224792,3738 = 477459,0020 N Sambungan pada flens merupakan irisan kembar Diameter baut = 16 mm σ ijin
= 1900 kg/cm2 = 1,9x108 N/m2
σ tu
= 1,2 σ
= 1,2 x 1,9x108
= 2,28x108 N/m2
τ
= 0,6 σ
= 0,6 x 1,9x108
= 1,14x108 N/m2
149
P =
=
1 2 πd x τ 2 1 x 3,14 x 0,0162 x 1,14x108 2
= 45818,88 N P = δ x d x σ tu = 0,008 x 0,016 x 2,28x108 = 29184 N Diambil P = 29184 N Pada pelat sambungan flens dipakai 36 baut, maka gaya yang ditahan oleh 1 baut : F =
=
K n 477459,0020 36
= 13262,7501 N < P (29184 N) → AMAN 3. Sambungan web (badan)
Statis momen terhadap sisi kiri n1 = 19 n2 = 19 n3 = 6 n4 = 6 x1 = 0,038 m x2 = 0,112 m x3 = 0,187 m
150
x4 = 0,262 m d baut A = =
= 16 mm 1 π d2 4 1 π 0,0162 4
= 2,01 x 10-4 m2 x =
(n1 . A.x1 + n2 . A.x 2 + n3 . A.x3 + n4 . A.x 4 ) ∑ nA
(19.2,01x10 −4.0,038 + 19.2,01x10 −4.0,112 + 6.2,01x10 −4.0,187 + 6.2,01x10 −4.0,262) 50.2,01x10 − 4
= 0,11 m (dari sisi kiri)
Gambar 5.25 Sambungan baut badan gelagar (ditinjau satu sisi gelagar) Mx = 5806,5027 kNm My = 4968,1765 kNm Vx = 0,3858 kN n = 50
151
Jarak x dan y masing-masing baut terhadap garis netral (titik berat kelompok baut) dapat dilihat pada Tabel 5.30. Tabel 5.30 Jarak x dan y baut sambungan badan terhadap garis netral Baut 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
x -0.072 -0.072 0.078 0.152 -0.072 -0.072 0.078 0.152 -0.072 -0.072 0.078 0.152 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 -0.072 0.078 0.152 -0.072 -0.072 0.078 0.152 -0.072 -0.072 0.078 0.152
y -1.19 -1.19 -1.19 -1.19 -1.09 -1.09 -1.09 -1.09 -0.99 -0.99 -0.99 -0.99 -0.81 -0.81 -0.675 -0.675 -0.54 -0.54 -0.405 -0.405 -0.27 -0.27 -0.135 -0.135 0 0 0.135 0.135 0.27 0.27 0.405 0.405 0.54 0.54 0.675 0.675 0.81 0.81 0.99 0.99 0.99 0.99 1.09 1.09 1.09 1.09 1.19 1.19 1.19 1.19 ∑
(Sumber : Hasil perhitungan)
2
x 0.005184 0.005184 0.006084 0.023104 0.005184 0.005184 0.006084 0.023104 0.005184 0.005184 0.006084 0.023104 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.005184 0.006084 0.023104 0.005184 0.005184 0.006084 0.023104 0.005184 0.005184 0.006084 0.023104 0.37212
2
y 1.4161 1.4161 1.4161 1.4161 1.1881 1.1881 1.1881 1.1881 0.9801 0.9801 0.9801 0.9801 0.6561 0.6561 0.455625 0.455625 0.2916 0.2916 0.164025 0.164025 0.0729 0.0729 0.018225 0.018225 0 0 0.018225 0.018225 0.0729 0.0729 0.164025 0.164025 0.2916 0.2916 0.455625 0.455625 0.6561 0.6561 0.9801 0.9801 0.9801 0.9801 1.1881 1.1881 1.1881 1.1881 1.4161 1.4161 1.4161 1.4161 35.3083
152
Mx = 5806,5027 kNm My = 4968,1765 kNm Vx = 0,3858 kN n = 50 NH =
=
My ∑ (x 2 + y 2 ) 4968,1765 (0,3721 + 35,3083)
= 139,2410 kN NV =
=
Mx ∑ (x 2 + y 2 )
5806,5027 (0,3721 + 35,3083)
= 162,7364 kN NV = =
Vx n
0,3858 50
= 7,7151 kN Nmax
=
( NH 2 + ( NV + NV ) 2
=
(139,2410 2 + (162,7364 + 7,7151)) 2
= 24,8557 kN Sambungan pada web merupakan irisan kembar Diameter baut = 16 mm σ ijin
= 1900 kg/cm2 = 1,9x108 N/m2
σ tu
= 1,2 σ = 1,2 x 1,9x108
= 2,28x108 N/m2
153
= 0,6 σ = 0,6 x 1,9x108
τ P = =
= 1,14x108 N/m2
1 2 πd x τ 2 1 x 3,14 x 0,0162 x 1,14x108 2
= 45818,88 N P = δ x d x σ tu = 0,008 x 0,016 x 2,28x108 = 29184 N Diambil P = 29184 N Nmax (24,8557 kN) < P (29,184 kN) → AMAN Sambungan pada gelagar di lapangan tidak mengalami kerusakan, seperti yang terlihat pada Gambar 5.26. Setelah dianalisis kapasitas sambungan yang ada masih mampu menahan gaya yang terjadi sehingga sambungan dapat dinyatakan masih aman.
Gambar 5.26 Kondisi eksisting sambungan baut badan gelagar
154
H. Analisis Lateral Bracing
1. Gaya pada lateral bracing
Gaya akibat beban lateral : FH = ∑ Px = 1563,6009 kN F’H =
FH L
=
1563,6009 30
= 52,1200 kN/m = 5212 kg/m
Gambar 5.27 Lateral bracing (tampak atas) F = 0,5 x 30 x 1 = 15 Reaksi akibat beban lateral : RH = F x F’H = 15 x 52,1200 = 781,8005 kN Reaksi akibat beban lateral tersebut ditahan oleh 6 sway bracing RH 1 sway bracing, R’H
=
781,8005 6
= 130,3001 kN
155
Gambar 5.28 Gaya pada 1 sway lateral bracing
Ndiagonal
=
P cos φ
=
130,3001x 3,68 2,7
= 206,3170 kN 2. Kontrol tegangan
Digunakan siku 2x90x90x10x10 A
= 2 x 15,5 cm2
imin
= 2,0819 cm
λ
=
Lk imin
=
368 2,0819
λg=π
=π
= 176,7611
E 0,7 σ l
2,1x10 6 0,7 x 1400
= 145,3538
= 20631,70 kg
156
λs =
=
λ λg 176,7611 145,3538
= 1,2161 → ω = 2,281 λ s = 2,281 x 1,2161 = 2,7739 σ =ω
N A
= 2,7739 x
20631,70 2 x 15,5
= 1846,1158 kg/cm2 > σijin (1400 kg/cm2 ) → TIDAK AMAN Kondisi lateral bracing setelah terjadi bencana banjir sebagian mengalami tekuk seperti yang terlihat pada Gambar 5.29. hal ini terjadi karena besarnya gaya lateral yang ditahan bracing melebihi kapasitasnya. Setelah dianalisis ternyata memang tegangan yang terjadi melebihi tegangan yang diijinkan sehingga lateral bracing itu dinyatakan tidak aman.
Gambar 5.29 Kondisi eksisting lateral bracing
157
C. Analisis Perletakan
1. Gaya yang ditahan perletakan
F = Reaksi perletakan = 1225,3875 kN M = momen akibat gaya gesekan pada perletakan = 831,5144 kNm Ukuran elastomer bearing pad 550x300x10 mm σijin
= 80 kg/cm2
F b.h
=
1225,3875 0,55 x 0,3
= 7426,5909 kN/m2
6M bh 2
=
6 x 831,5144 0,55 x 0,3 2
= 10078,9624 kN/m2
6M F < berarti ada tegangan tarik (-) dan tegangan tekan (+),σmin = tarik; b.h bh 2 σmax = tekan. Keadaan ini mutlak perlu angker untuk menahan tarikan. 2. Kontrol tegangan
σ =
P M ± A W
σ =
6M F ± b.h bh 2
=
6 x 831,5144 1225,3875 ± 0,55 x 0,3 0,55 x 0,3 2
= 7426,5909 ± 10078,9624
158
σmax
= 7426,5909 + 10078,9624 = 17448,24 kN/m2 = 174,4824 kg/cm2 > σijin (80 kg/cm2) → TIDAK AMAN
3. Kontrol kekuatan baut angker
Gaya yang dipikul baut angker = 392,6327 kN σbaut(tarik)
= 0,7 x 1900 = 1330 kg/cm2
Baut terpasang 2Ø36, maka gaya tarik yang ditahan 1 baut : P =
1 x 392,6327 2
= 196,3164 kN
= 19631,64 kg
σtarik = 1330 kg/cm2, maka luas tampang baut angker : Abaut
=
=
P
σ tarik 19631,64 1330
= 9,5213 cm2
dipakai Ø baut 36 mm, luas = 10,1787 cm2 > 9,5213 cm2 → AMAN Kondisi perletakan mengalami kerusakan, beton perletakannya pecah seperti yang terlihat pada Gambar 5.30. Setelah dianalisis memang tegangan yang terjadi jauh melebihi tegangan yang diijinkan. Tetapi bautnya masih dalam keadaan utuh (aman).
159
Gambar 5.30 Kondisi eksisting perletakan
I. Konsep Alternatif Perbaikan Struktur Atas Jembatan
Alternatif perbaikan yang dipilih harus mempertimbangkan banyak faktor, antara lain material, teknologi dan cara pelaksanaan. Pada prinsipnya perbaikan yang dilakukan harus dapat mengembalikan kapasitas Jembatan Keduang pada kondisi aman. 1. Konsep Perbaikan Gelagar
Berdasarkan hasil perhitungan kapasitas, gelagar Jembatan Keduang masih aman terhadap geser, lendutan dan torsi tetapi tidak aman terhadap lentur. Tegangan lentur gelagar yang ada melebihi tegangan lentur ijinnya, untuk itu perlu adanya perkuatan lentur gelagar supaya dapat difungsikan kembali dengan aman.Tegangan lentur yang terjadi (σmaxb) pada gelagar tepi 3793,2793 kg/cm2 dan gelagar tengah 3511,6405 kg/cm2, keduanya melebihi tegangan ijin baja (σbaja =1900 kg/cm2). Kelebihan tegangan lentur yang terjadi pada gelagar tepi 1.893,2793 kg/cm2 dan gelagar tengah 1.611,6405 kg/cm2. Pemilihan alternatif perbaikan dipengaruhi banyak hal antara lain jenis dan tingkat kerusakan, tujuan perbaikan, komponen struktur yang diperbaiki,
160
ketersediaan bahan, kemampuan pelaksana (peralatan dan tenaga), biaya, waktu serta ruang yang tersedia. Oleh karena itu tidak semua jenis perbaikan gelagar dapat diterapkan untuk perbaikan lentur gelagar Jembatan Keduang seperti ditunjukkan Tabel 5.31. Tabel 5.31 Pemilihan metode perbaikan No Metode Perbaikan 1
2
3
4
5
Penjelasan
Perkuatan dengan Sesuai memperbesar Penambahan luas penampang akan meningkatkan penampang kekakuan gelagar karena momen inersianya meningkat sehingga dapat mereduksi momen yang terjadi. Pendistribusian Kurang sesuai dengan balok Antar bagian badan gelagar yang ada diafragma melintang atau tidak mengalami kerusakan (local buckling). Local buckling hanya terjadi pada bagian badan diafragma yang tidak ditahan diafragma. Ini berarti tidak perlu ada penambahan diafragma baru. Penambahan Kurang sesuai. elemen struktur Kekuatan yang diperlukan untuk perbaikan kecil (gelagar baru) tidak sebanding dengan sumbangan kekuatan yang diberikan oleh gelagar baru yang dipasang. Ini berarti tidak perlu ada penambahan gelagar baru. Teknik pemasangannya sulit. Prategang Sesuai PE menyederhanakan penerapan beban aksial eksternal (PE) yang dikombinasikan dengan gaya angkat untuk meningkatkan kapasitas lentur dan geser dari struktur balok atau komponen. PE tidak menyebabkan penambahan terhadap berat gelagar. Cover plate Sesuai. Cover plate dapat menambah luas penampang sehingga kekakuan gelagar meningkat karena momen inersianya meningkat sehingga dapat mereduksi momen yang terjadi. Cover plate mempunyai sifat hampir sama dengan gelagar baja yang diperbaiki.
161
Tabel 5.31 Pemilihan metode perbaikan (lanjutan) No Metode Perbaikan 6
7
Penjelasan
CFRP
Kurang sesuai CFRP tidak cocok untuk perbaikan struktur yang berada di tempat terbuka (di atas sungai) dan perlu perlindungan khusus. Kembang susut baja besar sehingga dapat mengganggu lekatan epoxy antara CFRP dan gelagar. Sebelum dipasang CFRP harus dijamin gelagar betul-betul bebas dari karat supaya lekatan antara CFRP dan baja tidak mudah lepas. Perubahan sistem Kurang sesuai Kekuatan yang diperlukan untuk perbaikan kecil, struktur tidak perlu merubah sistem struktur. Dengan sistem struktur yang ada masih memungkinkan untuk diperbaiki dengan metode yang lebih sederhana sehingga tidak perlu merubah sistem strukturnya.
Dari Tabel 5.31 terlihat bahwa metode yang mungkin untuk memperbaiki lentur gelagar Jembatan Keduang adalah pemasangan cover
plate (termasuk memperluas tampang) dan prategamg eksternal. Akan tetapi perlu juga dikaji atau dipertimbangkan efek setelah penerapan metode tersebut. a. menambah pelat baja (steel plate bonding) Pada dasarnya perkuatan dengan pelat baja (coverl plate) dilakukan dengan cara menambahkan pelat baja yang dikompositkan dengan gelagar baja, menggunakan baut/angker. Penambahan pelat baja (cover plate) merupakan salah satu alternatif untuk memperbaiki lentur gelagar jembatan yang terbuat dari baja. Pelat baja akan lebih tahan terhadap cuaca mengingat gelagar berada di tempat terbuka. Gelagar baja akan mengalami perbedaan suhu yang besar antara
162
siang dan malam hari, oleh karena itu perlu material perbaikan yang dapat mengantisipasi keadaan tersebut dan pelat baja merupakan alternatifnya karena mempunyai sifat yang sama dengan material yang diperbaiki. Pelat baja mudah didapatkan dan harganya relatif lebih murah. Pelaksanaannya juga relatif lebih mudah, tidak memerlukan teknologi khusus yang memerlukan biaya mahal. Selain keuntungan tentu saja pemasangan pelat baja ini juga mempunyai kekurangan, antara lain mudah terserang korosi, relatif berat sehingga menambah berat sendiri, biaya perancah yang cukup tinggi dan bagian sambungan (baut) merupakan perlemahan. Menggunakan diagram momen satu satuan diperoleh besarnya distribusi momen pada setiap segmen. Kondisi pembebanan yang simetris menghasilkan diagram momen yang simentis dengan momen maksimal berada di tengah bentang. Sehingga untuk analisa kapasitas lentur gelagar dapat ditinjau setengah bentang. Pada Tabel 5.32 dilihat bahwa tegangan lentur yang terjadi pada gelagar tepi di segmen 1 sampai 4 yang terjadi (σmax = 1.756,29 kg/cm2) lebih kecil dari tegangan lentur ijin (σmax = 1.900 kg/cm2). Sedangkan pada segmen 4 sampai 15 tegangan lentur yang terjadi lebih besar dari tegangan ijin. Tegangan lentur pada gelagar tengah di segmen 1 sampai 4 yang terjadi (σmax = 1.756,29 kg/cm2) lebih kecil dari tegangan lentur ijin (σmax = 1.900 kg/cm2) dan segmen 5 sampai 15 melebihi tegangan ijinnya.
163
Tabel 5.32 Distribusi momen pada gelagar Jarak segmen (m)
1 129
Momen X (kNm)
749.04
Momen Y (kNm)
2
3 250
4 361
5
6
7
8
9
982
996
15 1000
4,883.27 5,161.98 5,394.24
5,574.24 5,701.99
5,783.28
5,806.50
4,178.24 4,416.71 4,615.44
4,769.45 4,878.75
4,948.30
4,968.18
1,473.66
1,582.82 1,673.16 1,748.44
1,806.78 1,848.19
1,874.54
1,882.07
2,970.14
3,190.15 3,372.23 3,523.96
3,641.55 3,725.00
3,778.11
3,793.28
5,828.48
463
557
641
716
783
1,451.63
2,096.15 2,688.41
3,234.22
3,721.97
4,157.46
4,546.49
640.89
1,242.04
1,793.51 2,300.27
2,767.27
3,184.60
3,557.21
3,890.08
σmaxt (kg/cm2)
242.79
470.52
871.40
1,048.31
1,206.40
1,347.56
σmaxb (kg/cm2)
489.33
948.32
1,369.37 1,756.29
2,112.86
2,431.49
2,715.99
10 841
11 889
12 929
13 960
14
TEPI
679.43
TENGAH Momen X (kNm)
751.87
1,457.12
2,104.08 2,698.59
3,246.46
3,736.06
4,173.19
4,563.70
4,901.75 5,181.52 5,414.66
5,595.34 5,723.57
5,805.17
Momen Y (kNm)
515.24
998.52
1,441.87 1,849.26
2,224.71
2,560.21
2,859.77
3,127.37
3,359.03 3,550.74 3,710.51
3,834.32 3,922.19
3,978.11
3,994.09
σmaxt (kg/cm2)
205.52
398.30
737.65
887.41
1,021.24
1,140.73
1,247.47
1,339.88 1,416.35 1,480.08
1,529.47 1,564.52
1,586.82
1,593.19
σmaxb (kg/cm2)
453.00
877.91
1,267.70 1,625.89
1,955.98
2,250.96
2,514.33
2,749.61
2,953.29 3,121.85 3,262.31
3,371.17 3,448.43
3,497.59
3,511.64
575.14
(Sumber: Hasil perhitungan)
Kelebihan tegangan lentur yang terjadi pada gelagar tepi : σI Mlebih = y (3793,28 − 1900) x10 2 x 0,0541 2,154 = 4.754,66 kNm
=
Menggunakan diagram momen satu satuan diperoleh besarnya distribusi kelebihan momen pada setiap segmen. Dengan cara yang sama dapat dihitung kelebihan tegangan pada gelagar tengah, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.31. Grafik Ke le bihan M ome n pada Ge lagar 5000
Momen(kNm)
4500
4000
3500
3000
2500
2000 5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Segmen (m)
G. Tepi
Segmen G. Tepi G. Tengah
5
6
7
G. Tengah
8
9
10
11
12
13
14
15
2648.3456 3047.737 3404.337 3722.899 3998.669 4226.893 4417.0791 4564.474 4669.076 4735.64136 4754.66 2254.3149 2594.283 2897.827 3168.992 3403.732 3598 3759.8897 3885.354 3974.394 4031.05502 4047.244
Gambar 5.31 Kelebihan momen pada gelagar tepi dan gelagar tengah (Sumber : Hasil perhitungan)
164
Untuk menahan tegangan lentur yang terjadi diperlukan penambahan kekakuan pada gelagar. Penambahan kekakuan dapat diperoleh dengan memperluas penampang profil gelagar. Perluasan ini akan memperbesar momen inersia penampang (I). Bertambahnya nilai I akan mereduksi momen yang bekerja pada penampang, sehingga tegangan lentur (σ) yang terjadi akan berkurang. Selain memperluas profil penampang, peningkatan kekakuan gelagar dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu bahan
cover plate yang digunakan. Agar pemasangan cover plate lebih efektif, maka dimensi cover plate disesuaikan dengan besarnya momen yang terjadi pada setiap segmen. Menggunakan cover plate BJ 52 (σ = 3.600 kg/cm2) pada bagian web maupun flens seperti Gambar 5.32 diperoleh momen penahan terhadap kelebihan tegangan lentur yang terjadi pada gelagar. Gaya lateral akibat banjir menyebabkan lateral bracing tertekuk, hal ini mengindikasikan terjadinya local buckling pada web gelagar bagian bawah. Web bagian atas tidak mengalami local buckling karena diafragma yang menahan web tidak mengalami kerusakan. Oleh karena itu cover
plate dipasang pada web bagian bawah untuk mencegah terjadinya local buckling yang berlanjut. Letak garis netral dan momen inersia penampang dapat dicari seperti pada penampang komposit (F.1.c) dan (F.1.d).
165
Gambar 5.32 Penambahan cover plate pada web dan flens Momen perlawanan dari cover plate terhadap kelebihan momen yang terjadi pada gelagar tepi : MCP
=
=
σI y 3600 x10 2 x 0,0196 1,486
= 4.755,451 kNm Dengan cara yang sama dapat dihitung momen perlawanan dari cover
plate pada gelagar tengah. Dimensi cover plate ditentukan berdasarkan momen perlawanan tersebut. Besarnya distribusi momen perlawanan dan dimensi cover plate pada setiap segmen selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.33. Sedangkan gambar kebutuhan cover plate setiap segmen dapat dilihat pada Lampiran F-1.
166
Tabel 5.33 Momen penahan dari cover plate 5
Jarak segmen (m)
6 557
7 641
8 716
9 783
10
11
12
13
14
15
841
889
929
960
982
996
1000
TEPI Momen berlebih (kNm)
2,648.35
3,047.74
3,404.34
3,722.90
3,998.67
4,226.89
4,417.08
4,564.47
4,669.08
4,735.64
4,754.66
Momen CP (kNm)
2,680.06
3,062.82
3,408.28
3,746.34
4,016.66
4,230.73
4,417.97
4,579.24
4,672.77
4,742.41
4,755.45
2x420x8 300x8
2x470x8 300x8
2x515x8 300x8
2x605x8 300x8
2x635x8 300x8
TENGAH 3,403.73 3,426.73
3,598.00 3,604.67
3,885.35 3,888.05
3,974.39 3,983.68
2x450x7 300x8
2x490x7 300x8
2x565x7 300x8
2x595x7 300x8
dimensi cover plate - web (mm) - flens (mm)
2x265x8 300x8
Momen berlebih (kNm) Momen CP (kNm)
dimensi cover plate - web (mm) - flens (mm)
2,254.31 2,274.49
2x255x7 300x8
2x315x8 300x8 2,594.28 2,616.57
2x305x7 300x8
2x365x8 300x8 2,897.83 2,925.95
2x355x7 300x8
3,168.99 3,177.13
2x400x7 300x8
2x560x8 300x8 3,759.89 3,763.81
2x530x7 300x8
2x660x8 300x8 4,031.06 4,041.99
2x615x7 300x8
2x665x8 300x8 4,047.24 4,055.89
2x620x7 300x8
Sumber : Hasil perhitungan
Cover plate dipasang pada web maupun flens dengan menggunakan baut. Banyaknya baut yang digunakan disesuaikan dengan besarnya momen yang terjadi pada tiap segmen. Sambungan pada web merupakan irisan ganda dan pada flens irisan tunggal. Apabila dipakai baut A490 diameter 22 mm, tarik minimum 1 baut 285 kN (sumber : Charles G.salmon dan John E.Johnson, Struktur Baja 1) maka dapat dicari jumlah baut yang diperlukan. Jumlah baut web yang diperlukan pada gelagar tepi (per m) : n
=
4.754,66 285
= 16,68 ≈ 17 buah Konfigurasi baut ditunjukkan Gambar 5.33 berikut ini :
Gambar 5.33 Konfigurasi baut
167
Kontrol kekuatan baut : M
= 4.754,66 kNm
n
= 17
Posisi baut simetris maka garis netral terletak di tengah-tengah baik pada arah x maupun arah y. Jarak x dan y masing-masing baut terhadap garis netral (titik berat kelompok baut) dapat dilihat pada Tabel 5.34 M
= 4.754,66 kNm
n
= 17
Sambungan pada web merupakan irisan kembar σ ijin
= 3600 kg/cm2 = 3,6x108 N/m2
σ tu
= 1,2 σ = 1,2 x 3,6x108
P
= δ x d x σ tu
= 2,28x108 N/m2
= 0,01 x 0,022 x 2,28x108
= 5.016 kN
Tabel 5.34 Jarak x dan y baut CP pada web terhadap garis netral Baut
x
y
1
-0.45
-0.2325
0.2025
0.0541
2
-0.27
-0.2325
0.0729
0.0541
3
-0.09
-0.2325
0.0081
0.0541
4
0.09
-0.2325
0.0081
0.0541
5
0.27
-0.2325
0.0729
0.0541
6
0.45
-0.2325
0.2025
0.0541
7
-0.32
0
0.1024
0
8
-0.18
0
0.0324
0
9
0
0
0
0
10
0.18
0
0.0324
0
11
0.32
0
0.1024
0
12
-0.45
0.2325
0.2025
0.0541
13
-0.27
0.2325
0.0729
0.0541
14
-0.09
0.2325
0.0081
0.0541
15
0.09
0.2325
0.0081
0.0541
16
0.27
0.2325
0.0729
0.0541
17
0.45
0.2325 ∑
(Sumber : Hasil perhitungan)
x2
y2
0.2025
0.0541
1.4036
0.6487
168
Nmax
=
M ∑ (x 2 + y 2 )
=
4.754,66 (1,4036 + 0,6486)
= 2.316,78 kN Nmax (2.316,78 kN) < P (5.016 kN) → AMAN Dengan cara yang sama dapat dihitung jumlah baut setiap segmen dari cover
plate pada gelagar tepi maupun tengah. Hasil hitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.35. Tabel 5.35 Hasil hitungan jumlah baut TEPI 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Segmen Kelebihan momen (kNm) 2,648.35 3,047.74 3,404.34 3,722.90 3,998.67 4,226.89 4,417.08 4,564.47 4,669.08 4,735.64 4,754.66 Jml baut 10 11 12 14 15 15 16 17 17 17 17 TENGAH Kelebihan momen (kNm) 2,254.31 2,594.28 2,897.83 3,168.99 3,403.73 3,598.00 3,759.89 3,885.35 3,974.39 4,031.06 4,047.24 Jml baut 8 10 11 12 12 13 14 14 14 15 15
(Sumber : Hasil perhitungan)
Efek yang ditimbulkan setelah pemasangan cover plate perlu dipertimbangkan, seberapa besar pengaruh penambahan berat cover plate terhadap berat sendiri struktur. Selain itu perlu dipertimbangkan juga efek perlemahan yang ditimbulkan oleh pemasangan baut cover plate supaya kondisi struktur tetap aman. b. Menggunakan prategang eksternal (PE) Perkuatan dengan PE menyederhanakan penerapan beban aksial yang dikombinasikan dengan gaya angkat untuk meningkatkan kapasitas lentur dan geser dari struktur balok atau komponen. Prinsip dasar PE sama seperti pada sistem prategang yang biasa dilakukan khususnya pada jembatan beton pratekan, yaitu menerapkan suatu gaya tekan yang
169
dikombinasikan dengan momen eksentrisitas guna menambah kapasitas lentur serta memperbaiki kondisi retakan dari suatu gelagar. Pemberian tegangan dapat dilakukan dengan menggunakan kabel prategang, baik yang berupa strand tunggal maupun gabungan. Pada beberapa keadaan, pemberian tegangan dilakukan dengan menggunakan batang baja kuat tarik tinggi yang dapat ditarik dengan dongkrak hidrolik ataupun dengan sistem pengencangan baut. PE merupakan salah satu alternatif untuk penanganan Jembatan Keduang, karena pada saat pelaksanaan tidak perlu menutup arus lalulintas, pelaksanaannya yang mudah dalam hal pemasangan peralatan yang digunakan, kemudahan dalam pemeriksaan kabel dan angkernya yang terpasang karena letaknya di luar struktur, kabel prategang dapat ditegang ulang, dan kabel prategang direncanakan untuk dapat diganti kemudian hari. PE juga mempunyai beberapa kekurangan antara lain suatu penilaian kondisi khusus pada jembatan yang lebih teliti dibandingkan dengan metode lain, harus dilakukan terlebih dahulu guna menjamin bahwa lantai, gelagar dapat memikul adanya penambahan tegangan. Selain itu kabel prategang yang ditempatkan di luar menjadi lebih mudah terkena korosi dan vandalisme. Pada saat dilakukan penegangan kabel pada gelagar jembatan, akan terjadi sejumlah pergerakan pada komponen-komponen lantai jembatan baik dalam arah vertikal maupun horisontal, sehingga perlu diperhitungkan akan terjadi tegangan-tegangan sekunder yang dapat merusak pelat lantai dan rangka jembatan.
170
Menggunakan diagram momen satu satuan diperoleh besarnya distribusi momen pada setiap segmen, sehingga tegangan lentur tiap-tiap segmen dapat diperoleh. Untuk menahan tegangan lentur yang terjadi diperlukan perencanaan gaya penegangan tendon dan letak deviator. Semakin tinggi letak deviator akan semakin tinggi gaya tekan yang dihasilkan. Gaya tekan ini menimbulkan tegangan pada gelagar maka harus diperhitungkan agar tidak melewati kapasitas ijin bahan gelagar. Selain itu juga harus dipertimbangkan jarak ruang bebas di bawah jembatan, dimana semakin tinggi deviator akan mengurangi ruang bebas dan semakin tinggi pula resiko terhadap benda hanyutan. Perhitungan perkuatan dengan prategang eksternal dapat ditentukan beasarnya gaya prategang yang diperlukan untuk mengatasi kelebihan tegangan sehingga setelah adanya perkuatan tersebut tegangan lentur gelagar yang terjadi berada dalam batas aman. Setelah besarnya gaya prategang diperoleh, harus dikontrol tegangan yang timbul pada serat atas beton dan serat atas gelagar baja dalam kedaan bekerja momen maksimum maupun momen minimum.Momen minimum terjadi apabila yang bekerja han Perhitungan perkuatan dengan prategang eksternal seperti di bawah ini : σb ijin
= 1900 kg/cm2
σb kapasitas
= 1500 kg/cm2 (dengan pertimbangan umur jembatan yang sudah tua)
171
1) Gelagar tepi Momen maksimum = 5.828,4824 kNm = 58.065.027,0567 kgcm Menggunakan data dari analisis tegangan lentur gelagar dapat dihitung besarnya momen kapasitas gelagar. a) Keadaan momen maksimum Mkap gelagar =
=
σ b kapasitas y Ik 1500 x 215,4 0,0541x10 8
= 37.668.863,6992 kg cm
Kelebihan momen = 20.396.163,3576 kg cm Apabila tendon prategang terdiri dari 3 tendon yang masingmasing merupakan strand gabungan 6 buah besi diameter 19 mm (Luas total tendon = 5.100,93 mm2) dan diletakkan 2,5 m di bawah garis netral seperti Gambar 5.32 maka gaya prategang yang diperlukan untuk mengatasi kelebihan momen dapat dicari sebagai berikut : Pi
=
M e
=
20.396.163,3576 2,5 x10 2
= 81.584,6534 kg
= 81,6 ton
Kontrol tegangan serat atas beton : t
σ beton
P P e ct M ct = − + − As Ik Ik = −
81.584,6534 81.584,6534 x 250 x37,35 + 5.100,93 x10 − 2 0,0541x10 8
172
58.065.027,0567 x37,35 0,0541x10 8
−
= -1.859,5350 kg/cm2 < σb ijin (1.900 kg/cm2 ) → OK (masih dalam tegangan bahan baja) = −
1.859,5350 n
= −
1.859,5350 7,25
= -256,4876 kg/cm2 <σijin beton (258.3 kg/cm2) → OK (berupa tegangan bahan beton) Kontrol tegangan serat atas baja : σt baja
= −
P P e ct M ct + − As Ik Ik
=−
81.584,6534 81.584,6534 x 250 x34,60 + 5.100,93 x10 − 2 0,0541x10 8
−
58.065.027,0567 x34,60 0,0541x10 8
= -1,840.3249 kg/cm2 < σb ijin (1.900 kg/cm2 ) → OK b) Keadaan momen minimum Mminimum
= 57,2197 kNm = 572.196,6338 kg cm
Kontrol tegangan serat atas beton : σt beton
= −
P P e ct M ct + − As Ik Ik
=−
81.584,6534 81.584,6534 x 250 x37,35 + 5.100,93 x10 − 2 0,0541x10 8
−
572.196,6338 x37,35 0,0541x10 8
= -1.462,5103 kg/cm2 < σb ijin (1.900 kg/cm2 ) → OK ( masih dalam tegangan bahan baja)
173
= −
1.462,5103 n
= −
1.462,5103 7,25
= - 201,7256 kg/cm2<σijin beton (258.3 kg/cm2) → OK (berupa tegangan bahan beton) Kontrol tegangan serat atas baja : σt baja
= −
P P e ct M ct + − As Ik Ik
=−
81.584,6534 81.584,6534 x 250 x34,60 + 5.100,93 x10 − 2 0,0541x10 8
−
572.196,6338 x34,60 0,0541x10 8
= -1.472,6200 kg/cm2 < σb ijin (1.900 kg/cm2 ) → OK 2) Gelagar tengah Momen maksimum = 5.828,4824 kNm = 58.284.824,3159 kgcm Menggunakan data dari analisis tegangan lentur gelagar dapat dihitung besarnya momen kapasitas gelagar. a) Keadaan momen maksimum Mkap gelagar =
=
σ b kapasitas y Ik 1500 x 215,4 0,0541x10 8
= 37.668.863,6992 kg cm
Kelebihan momen = 20.615.960,6167 kg cm Apabila tendon prategang terdiri dari 3 tendon yang masingmasing merupakan strand gabungan 6 buah besi diameter 19 mm (Luas total tendon = 5.100,93 mm2) dan diletakkan 2,5 m di bawah
174
garis netral seperti Gambar 5.34, maka gaya prategang yang diperlukan untuk mengatasi kelebihan momen dapat dicari sebagai berikut : Pi
=
M e
=
20.615.960,6167 2,5 x10 2
= 82.463,8425 kg
= 82,5 ton
Kontrol tegangan serat atas beton : t
σ beton
P P e ct M ct = − + − As Ik Ik = −
−
82.463,8425 82.463,8425 x 250 x37,35 + 5.100,93x10 − 2 0,0541x10 8 58.284.824,3159 x37,35 0,0541x10 8
= -1.876,7709 kg/cm2 < σb ijin (1.900 kg/cm2 ) → OK ( masih dalam tegangan bahan baja) = −
1.876,7709 n
= −
1.876,7709 7,25
= - 253,8649 kg/cm2<σijin beton (258.3 kg/cm2) → OK (berupa tegangan bahan beton) Kontrol tegangan serat atas baja : t
σ baja
P P e ct M ct = − + − As Ik Ik = −
82.463,8425 82.463,8425 x 250 x34,60 + 5.100,93x10 − 2 0,0541x10 8
175
−
58.284.824,3159 x34,60 0,0541x10 8
= - 1.857,5607 kg/cm2 <σb ijin (1.900 kg/cm2 ) → OK b) Keadaan momen minimum Mminimum
= 54,0025 kNm
= 540.024,7813 kg cm
Kontrol tegangan serat atas beton : σt beton
= −
P P e ct M ct + − As Ik Ik
= −
82.463,8425 82.463,8425 x 250 x37,35 + 5.100,93x10 − 2 0,0541x10 8
−
540.024,7813 x37,35 0,0541x10 8
= - 1.478,0061 kg/cm2 <σb ijin (1.900 kg/cm2 ) → OK ( masih dalam tegangan bahan baja) = −
1.478,0061 n
= −
1.478,0061 7,25
= - 203,8629 kg/cm2<σijin beton (258.3 kg/cm2) → OK (berupa tegangan bahan beton) Kontrol tegangan serat atas baja : σt baja
= −
P P e ct M ct + − As Ik Ik
= −
82.463,8425 82.463,8425 x 250 x34,60 + 5.100,93x10 − 2 0,0541x10 8
−
540.024,7813 x34,60 0,0541x10 8
= - 1.488,2443 kg/cm2 <σb ijin (1.900 kg/cm2 ) → OK
176
Gambar 5.34 Perkuatan gelagar dengan prategang eksternal
Dari perhitungan di atas ternyata kelebihan momen di gelagar tepi sebesar 20.396.163,3576 kg cm mampu diatasi dengan gaya prategang sebesar 81,6 ton. Sedangkan kelebihan momen gelagar tengah sebesar 20.615.960,6167 kg cm mampu diatasi dengan gaya prategang sebesar 82,5 ton. Dengan gaya tersebut gelagar dalam keadaan aman pada kondisi momen maksimum maupun minimum. Mengingat adanya indikasi local buckling pada gelagar maka efek yang ditimbulkan setelah pemasangan prategang eksternal perlu dipertimbangkan. Karena jika local buckling benar-benar terjadi, pemasangan prategang eksternal dapat memperbesar eksentrisitas pada bagian buckling sehingga membahayakan struktur jika dibiarkan dalam waktu yang lama.
177
2. Konsep Perbaikan Lateral Bracing
Kondisi lateral bracing yang mengalami tekuk sudah tidak aman terhadap gaya lateral yang terjadi.Tegangan yang terjadi pada lateral bracing (σ = 1846,1158 kg/cm2) melebihi tegangan ijinnya (σijin = 1400 kg/cm2 ). Lateral bracing yang sudah mengalami tekuk harus dilakukan penggantian supaya kapasitasnya mampu menahan beban maksimum yang ada. Penggantian dilakukan karena secara material baja yang sudah mengalami tekuk sudah kehilangan kekuatan sekalipun bracing itu sudah diluruskan.
Bracing yang tertekuk berarti sudah mengalami tegangan tarik yang besar, apabila diluruskan berarti harus dikenai tegangan balik yang besar pula.
Bracing yang sudah mengalami tegangan tarik dan tegangan balik yang besar ini secara struktural kapasitas tegangan sudah tereduksi. Material lateral bracing pengganti yang digunakan bisa dengan mutu yang sama dengan aslinya sehingga diperlukan profil dengan dimensi yang lebih besar. Dapat pula dilakukan peningkatan mutu bahan lateral bracing pengganti sehingga akan didapat dimensi profil yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan tanpa peningkatan mutu bahan. Dengan menggunakan data dari analisis sebelumnya dapat dilakukan perhitungan besarnya dimensi lateral bracing dengan cara coba-coba (trial and
error). Adapun data yang diperlukan sebagai berikut : Digunakan material baja yang sama dengan lateral bracing awal. σ ijin
= 1400 kg/cm2
N
= 20631,70 kg
178
Lk
= 3,68 m
λg
= 145,3538
Trial 1 : Profil Double siku 90x90x13x13 = 43,6 cm2
A = 2 x 21,8 imin = 2,0612 cm λ
=
Lk imin
=
368 2,0612
λg=π
=π
= 178,5334
E 0,7 σ l
2,1x10 6 0,7 x 1400
= 145,3538 λs =
=
λ λg 178,5334 145,3538
= 1,2283 → ω = 2,281 λs = 2,281 x 1,2283 = 2,8017 σ = ω
N A
= 2,8017 x
20631,70 43,6
= 1325,7659 kg/cm2 < σijin (1400 kg/cm2 ) → AMAN Penggantian lateral bracing dengan profil double siku 90x90x13x13 sudah mampu menahan gaya yang terjadi.
179
3. Konsep Perbaikan Perletakan
Perletakan pada abutment A2 pecah dan sudah tidak dapat difungsikan lagi. Kerusakan ini disebabkan tegangan yang terjadi (σmax = 174,4824 kg/cm2) melebihi tegangan ijin (σbeton = 80 kg/cm2). Kelebihan tegangan yang terjadi sebesar 94,4824 kg/cm2. Penanganan dilakukan dengan mengganti beton perletakan yang rusak menggunakan beton baru yang luas bidang kontaknya lebih besar atau meningkatkan mutu beton yang dipakai. Bidang kontak dapat diperluas dengan cara mengubah dimensi perletakan sehingga dapat mengantisipasi kelebihan tegangan yang terjadi. Apabila dilakukan peningkatan mutu beton maka harus dipilih beton yang mempunyai σ minimal sama dengan tegangan maksimum yang terjadi. Bidang kontak dapat diperluas dengan cara mengubah dimensi perletakan. Dengan menggunakan data dari analisis sebelumnya dapat dilakukan perhitungan besarnya dimensi perletakan dengan cara coba-coba (trial and error). Adapun data yang diperlukan sebagai berikut : F
= 1225,3875 kN
M
= 831,5144 kNm
σbeton
= 80 kg/cm2
σmax
= 174,4824 kg/cm2
Kelebihan σ = 174,4824 – 80
= 94,4824 kg/cm2
Dicoba ukuran perletakan menjadi p : 600 mm dan l : 500 mm
180
Kontrol tegangan : σmax
σmax
=
=
P M + A W
F 6M + b.h bh 2 =
1215,93 6 x 831,5144 + 0,6 x 0,5 0,6 x 0,5 2
= 7379,1579 kN/m2 = 73,7916 kg/cm2 < σijin (80 kg/cm2) → AMAN Dari hasil perhitungan perletakan dengan panjang 600 mm dan lebar 500 mm sudah mampu menahan gaya maksimum yang terjadi.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil analisis yang dilakukan terhadap kapasitas struktur atas Jembatan Keduang, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. struktur atas yang mengalami kerusakan adalah gelagar, lateral bracing dan perletakan. Nilai kondisi Jembatan Keduang 4 atau dalam kondisi kritis, 2. kapasitas gelagar aman terhadap geser, torsi dan lendutan, tetapi tidak aman terhadap lentur. Pada bagian sambungan gelagar masih dalam kondisi aman. Sedangkan lateral bracing dan perletakan tidak aman terhadap beban yang bekerja. 3. konsep penanganan terhadap lentur gelagar dapat dilakukan dengan penambahan cover plate atau prategang eksternal untuk memperbesar kapasitasnya. Sedangkan kerusakan pada lateral bracing diperbaiki dengan penggantian profil menggunakan dimensi lebih besar. Kerusakan pada perletakan diatasi dengan mengganti dan memperbesar dimensinya.
181
182 B. Saran
Untuk menindaklanjuti penelitian ini diperlukan penelitian lanjutan yang merupakan pengembangan tema maupun metodologi. Adapun saran untuk penelitian selanjutnya antara lain : 1. perlu dilakukan perhitungan lebih detail terhadap alternatif perbaikan struktur atas Jembatan Keduang baik secara analisis maupun pemodelan di laboratorium, sehingga dapat ditentukan alternatif yang paling baik dan efisien untuk diterapkan di lapangan, 2. perlu dikaji lebih jauh tentang teknis pelaksanaan terhadap alternatif perbaikan struktur atas Jembatan Keduang. 3. beban banjir perlu diperhitungkan dalam perencanaan, sehingga apabila terjadi banjir jembatan tidak mengalami overloading.
182
DAFTAR PUSTAKA
Addicon Mulya, P.T., 1992, Laporan Penunjang Vol. I Analisa Hidrologi, Analisa Alur Sungai, Analisa dan Perhitungan Perencanaan, Rencana Anggaran Biaya, Rencana Pelaksanaan dan Spesifikasi Teknik, Surakarta, Badan Standarisasi Nasional (BSN), Standar Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005, Jakarta, Badan Standarisasi Nasional (BSN), Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Jalan Raya, RSNI 2005, Jakarta, Badan Standarisasi Nasional (BSN), Metode Perhitungan Debit Banjir, SK SNI M18-1989-F, Yayasan LPMB, Bandung, Bambang, S. & Agus, S.M., 2007, Jembatan, Yogyakarta, Charles G. Salmon, dan, John E. Johnson, 1996, Struktur Baja Jilid 1, Erlangga, Jakarta, Charles G. Salmon, dan, John E. Johnson, 1996, Struktur Baja Jilid 2, Erlangga, Jakarta, Direktorat Jenderal Bina Marga, 1993, Departemen Pekerjaan Umum, Bridge Management System, Panduan Pemeriksaan Jembatan, Jakarta, Direktorat Jenderal Bina Marga, 1993, Departemen Pekerjaan Umum, Bridge Management System, Panduan Prosedur Umum IBMS, Jakarta, Dedy Hamdani, dkk., 2008, Identifikasi Kerusakan Jembatan dengan Metode Bridge Managemen System (BMS) (Studi kasus: Jembatan Plupuh, Kabupaten Sragen), Tugas Mata Kuliah Rekayasa Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jembatan, Prodi MTRPBS-UNS, Surakarta, Desniar, H. Y., 2007, Evaluasi Keamanan Struktur Jembatan Beton Bertulang (Studi Kasus: Jembatan Panasan, DI Yogyakarta), Tesis Pasca Sarjana MPSP UGM, Yogyakarta Ichwan
R.
N.,
2004,
Hidrologi
untuk
Repository@2006,
183
Perencanaan
Jembatan,
USU
184
James M. Gere, dan, Stephen P. Timoshenko, (Alih bahasa: Bambang Suryoatmono), 2000, Mekanika Bahan Jilid II, Erlangga, Jakarta, James M. Gere, dan, Stephen P. Timoshenko, (Alih bahasa: Bambang Suryoatmono), 2000, Mekanika Bahan Jilid I, Erlangga, Jakarta, JICA, 2005, The Study on Countermeasures for Sedimentation in The Wonogiri Multipurpose Dam Reservoir in The Republic of Indonesia, Progress Report (1), Surakarta, Kusumastuti R., 2006, Perhitungan Aliran Permukaan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Model Data Raster (Studi Kasus DAS Keduang), Skripsi Teknik Sipil UNS, Surakarta, Made Sukrawa, dan L.G. Wahyu W, 2006, Pengaruh Perkuatan Lentur dengan Pelat Baja Terhadap Perilaku Balok-T Jembatan, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Vol. 10, No. 2, Juli 2006, Denpasar, Manukoa, J., 2007, Pemeriksaan Kapasitas Lentur Ultimit pada Jembatan Tipe Balok T Standar Bina Marga Tahun 1980 BM 100, Majalah Teknik Jalan dan Jembatan No. 109. hal. 22, Nippon Koei Co., Ltd., 1978, Relocation Road and Bridge, Design Calculation, BBWS, Surakarta, Oentoeng, 2004, Konstruksi Baja, Andi, Yogyakarta Rudy Gunawan, 1987, Tabel Profil Konstruksi Baja, Kanisius, Yogyakarta, Sika Indonesia, PT, 2004, Peningkatan Kapasitas Jembatan Beton, Lokakarya PU, Jakarta, Sobriyah, 2001, Distribusi Hujan Jam-jaman dengan Durasi Tertentu untuk DAS Bengawan Solo, Media Komunikasi Teknik Sipil, Vol. No. 3, Edisi XXI, Oktober 2001, Surakarta, Suyono Sosrodarsono, 1977, Bendungan Type Urugan, Pradnya Paramita, Jakarta, Sri Harto, 1993, Analisis Hidrologi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Triwiyono, A., 2006, Evaluasi dan Rehabilitasi Jembatan, Diktat Kuliah MPSP Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
184
A-1 Lampiran A DATA KONDISI JEMBATAN Tabel A. Dokumentasi kondisi Jembatan Keduang Elemen
Gambar
Keterangan Pasangan batu kosong penahan tanah bagian hulu Abudment 1 runtuh
Struktur Bawah
Abudment 1 (A1)
Kondisi pasangan batu kosong Abudment 1 bagian hilir runtuh
Kondisi abudment 2 yang masih baik
Abudment 2 (A2)
Pasangan batu kosong penahan tanah bagian hulu pada abudment 2 masih dalam kondisi baik
A-2 Tabel A.Data Kondisi Jembatan Keduang (lanjutan) Elemen
Gambar
Keterangan
Kondisi gelagar yang miring ke arah hilir
Struktur Atas
Lendutan pada gelagar
Gelagar
Tertekuknya lateral bracing mengindikasikan adanya local buckling
Sambungan pada gelagar yang masih dalam keadaan baik, tidak ada baut yang hilang dan tidak terjadi korosi
A-3 Tabel A.Data Kondisi Jembatan Keduang (lanjutan) Elemen
Gambar
Keterangan
Diafragma masih dalam kondisi baik
Profil baja vertikal bracing
Kondisi vertikal bracing tidak mengalami kerusakan
Profil baja lateral bracing
Lateral bracing mengalami tekuk pada beberapa tempat
Struktur Atas
Profil baja diagfragma
A- 4 Tabel A. Data Kondisi Jembatan Keduang (lanjutan) Elemen
Expansion joint
Gambar
Keterangan Expantion joint yang tumpang tindih pada A2 bagian hulu menunjukkan adanya pergerakan gelagar yang berlebih
Struktur Atas
Expantion joint pada bagian pilar yang merenggang akibat pergerakan pilar
Mortar tumpuan A1 retak
Tumpuan
Mortar tumpuan A2 pecah
B-1 Lampiran B TABEL-TABEL Tabel B.1. Hirarki Elemen dan Pengkodean Jembatan (BMS, 1993) KODE
KODE ELEMEN LEVEL 1 KODE
1.000 Jembatan
2.200
LEVEL 2
Aliran Sungai/
KODE
3.210
LEVEL 3
Aliran Sungai
Timbunan
3.220
Bangunan Pengaman
3.230
2.300
Bangunan
3.310
Tanah Timbunan
Fundasi
Bawah
3.320
KODE
LEVEL 4
4.211
Tebing Sungai
4.212
Aliran Air Utama
4.213
Daerah Genangan Banjir
4.221
Krib/Pengarah Arus Sungai
4.222
Bronjong dan Matras
4.223
Talud Beton
4.224
Pasangan Batu Kosong
4.225
Turap Baja
4.226
Sistem Fender
4.227
Dinding Penahan Tanah
4.228
Pengamanan dasar sungai
4.231
Timbunan Jalan Pendekat
4.232
Drainase - Timbunan
4.233
Lapisan Perkerasan
4.234
Pelat Injak
4.235
Tanah Bertulang
4.311
Tiang Pancang
4.312
Fundasi Sumuran
4.313
Fundasi Langsung
4.314
Angker
4.315
Fundasi Balok Pelengkung
Kepala Jembatan /
4.321
Kepala Tiang
Pilar
4.322
Pilar Dinding/Kolom
4.323
Dinding Penahan tanah (Kepala Jembatan)
4.324
2.400
Bangunan
3.410
Sistem Gelagar
Atas
3.420
3.430
3.440
3.450
Jembatan pelat
Pelengkung
Balok Pelengkung
Rangka
Tembok Sayap
4.325
Balok Kepala
4.326
Balok Penahan Gempa
4.327
Penunjang/Pengaku
4.328
Penunjang Sementara
4.329
Drainase Dinding
4.411
Gelagar
4.412
Gelagar Melintang
4.413
Diafragma
4.414
Sambungan Gelagar
4.415
Perkuatan Ikatan Angin
4.416
Pelat Pengaku (Stiffener)
4.417
Pelat Penutup (Cover Plate)
4.421
Pelat Beton Bertulang
4.422
Pelat BetonPracetak
4.423
Pelat Beton Prategang
4.424
Kabel Prategang Melintang
4.431
Bagian Pelengkung
4.432
Dinding Tegak Pelengkung.
4.441
Gelagar Balok Pelengkung
4.442
Balok Pelengkung
4.443
Balok Vertikal
4.444
Balok Melintang
4.445
Balok Pengaku Mendatar
4.446
Sambungan Balok Pelengkung
4.451
Panel Rangka (Bailey)
4.452
Gelagar Penguat (Bailey)
4.453
Rangka Pengaku (Bailey)
4.454
Raker- Penyokong (Bailey)
B-2 Tabel B.1. Hirarki Elemen dan Pengkodean Jembatan (BMS, 1993) (lanjutan)
2.400
Bangunan Atas (Lanjutan)
3.480
Jembatan Gantung
3.500
Sistem Lantai
3.600
Sambungan / Siar muai
3.610
Landasan / Perletakan
3.620
Sandaran
2.700
Perlengkapan
3.700
Bangunan Pelengkap
2.800
Gorong-gorong
2.900
Lintasan Basah
3.801 3.802 3.803 3.901
Gorong gorong P i Gorong-gorong Pipa Gorong-gorong PFerry l kLintasan d perkerasan
3.902
Lintasan Alam
4.455
Pin Panel/Surclip (Bailey)
4.456
Clamp (Bailey)
4.461
Batang tepi atas
4.461
Batang tepi atas
4.462
Batang tepi bawah
4.463
Batang Diagonal
4.464
Batang Vertikal (RBB, RBR)
4.465
lkatan Angin Atas
4.466
Ikatan Angin Bawah
4.467
Diaphragma
4.468
Gelagar Melintang
4.469
Sambungan / Pelat Buhul
4.470 4.471 4.472 4.481 4.482 4.483 4.484 4.485 4.486 4.487 4.488 4.489 4.501 4.502 4.503 4.504 4.505 4.506 4.507 4.508 4.509 4.601 4.602 4.603 4.604 4.611 4.612 4. 613 4. 614 4. 615 4.621 4. 622 4. 623 4. 624 4.701 4.711 4.712 4.713 4.714 4.721 4.722 4.723 4.731 4.741
Baut Batang Tengah Batang Diagonal Kecil (CH) Kabel Pemikul Kabel Penggantung Kabel Penahan Ayun Kolom Pylon Pengaku Pylon Sadel Pylon Balok Melintang (Gantung) Ikatan Angin Bawah Sambungan (Gantung) Gelagar Memanjang Lantai Pelat Lantai ( kayu / beton / baja) Pelat baja bergelombang Balok Tepi Jalur Roda Kendaraan (Lantai K ) / Kerb Trotoir Pipa Cucuran Drainase Lantai Lapis Permukaan Sambungan/siar muai Baja Sambungan/siar muai Baja P fil Sambungan/siar muai Karet Sambungan-sambungan Perletakan Baja Perletakan Karet Perletakan Pot Bantalan Mortar/Pelat Dasar Baut Pengikat Tiang Sandaran Sandaran Horisontal Penunjang Sandaran Parapet/Tembok Sedada Batas-batas ukuran Rambu-rambu dan tanda tanda Marka Jalan Papan Nama Patung Lampu Penerangan Tiang Lampu Kabel Listrik Utilitas Median
B-3 Tabel B.2 Bahan dan Jenis Kerusakannya (BMS, 1993) Kode kerusakan
Bahan dan Kerusakan Pasangan Batu/Bata
101
Penurunan mutu dan retak
102
Penggembungan atau perubahan bentuk
103
Bagian yang pecah atau hilang Beton
201
Kerusakan pada beton termasuk terkelupas, sarang lebah, berongga, berpori dan kerusakan pada beton
202
keretakan
203
Korosi pada tulangan baja
204
Kotor, berlumut, penuaan atau pelapukan beton
205
Pecah atau hilangnya bahan
206
Lendutan Baja
301
Penurunan mutu cat dan atau galvanis
302
karat
303
Perubahan bentuk pada komponen
304
retak
305
Pecah atau hilangnya bahan
306
Elemen yang tidak benar
307
Kabel jembatan yang aus
308
Sambungan yang longgar Kayu
401
Cacat pada kayu
402
Hancur atau hilangnya bahan
403
Penyusutan
404
Penurunan mutu pelapis pengaman permukaan
405
Sambungan yang longgar
B-4
Tabel B.3 Kerusakan Elemen Jembatan (BMS, 1993) Kode
Elemen dan Kerusakan
501 502 503 504
ALIRAN SUNGAI Endapan/lumpur yang berlebihan Sampah yang menumpuk dan atau hambatan aliran sungai Pengikisan gerusan Afflux yang berlebihan
511
BANGUNAN PENGAMAN Bagian yang hilang atau tidak ada
521 522
TIMBUNAN Gerusan Retak
531 532
TANAH BERTULANG Penggembungan permukaan Retak, rontok, atau pecahnya panel tanah bertulang
541
ANGKER - JEMBATAN GANTUNG DAN JEMBATAN KABEL Tidak stabil
551
KEPALA JEMBATAN DAN PILAR Kepala Jembatan atau pilar bergerak
561
LANDASAN PENAHAN GEMPA Elemen longgar atau hilang
601 602 603 604 605 606 607
LANDASAN/PERLETAKAN Tidak cukupnya tempat untuk bergerak Kedudukan landasan yang tidak sempuma Mortar dasar retak atau rontok Perpindahan atau Perubahan bentuk yang berlebihan Landasan yang cacat (pecah sobek atau retak) Bagian yang longgar Kurangnya pelumasan pada landasan logam
B-5
Tabel B.3 Kerusakan Elemen Jembatan (BMS, 1993) Kode
Elemen dan Kerusakan
701 702
PELAT DAN LANTAI Pergerakan yang berlebih pada sambungan lantai arah memanjang Lendutan yang berlebihan
711 712
PIPA DRAINASE, PIPA CUCURAN DAN DRAINASE LANTAI Pipa cucuran dan drainase lantai yang tersumbat Elemen hilang atau tidak ada
721 722 723 724
LAPISAN PERMUKAAN Permukaan yang licin Permukaan yang kasar/berlubang dan retak pada lapisan permukaan Lapisan permukaan yang bergelombang Lapisan permukaan yang berlebihan
731 732 733
TROTOAR/KERB Permukaan trotoar yang licin Lubang/retak/kasar pada trotoar Bagian hilang
801 802 803 805 806
SAMBUNGAN /SIAR MUAI Kerusakan sambungan lantai yang tidak sama tinggi Kerusakan akibat terisinya sambungan Bagian yang longgar Bagian yang hilang Retak pada aspal karena pergerakan pada sambungan
901
UKURAN Kerusakan atau hilangnya batas-batas ukuran
911 912
RAMBU-RAMBU LALU-LINTAS DAN MARKA JALAN Tulisan tidak jelas Elemen yang hilang
921 922
LAMPU, TIANG LAMPU DAN SALURAN LISTRIK Rusaknya bahan/Penurunan mutu Elemen yang hilang
931
UTILITAS Tidak berfungsi
B-6
Tabel B.4. Faktor Frekuensi Agian Log Norma Cv 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250 0,300 0,350 0,400 0,450 0,500 0,550 0,600 0,650 0,700 0,750 0,800 0,850 0,900 0,950 1,000
2 -0,250 -0,050 -0,074 -0,097 -0,119 -0,141 -0,160 -0,179 -0,196 -0,211 -0,225 -0,238 -0,249 -0,258 -0,267 -0,274 -0,280 -0,285 -0,290 -0,293
5 0,833 0,822 0,809 0,763 0,775 0,755 0,733 0,711 0,687 0,663 0,638 0,613 0,588 0,563 0,539 0,515 0,491 0,469 0,447 0,425
Return Period T tahun 10 20 1,297 1,686 1,308 1,725 1,316 1,760 1,320 1,791 1,321 1,818 1,318 1,841 1,313 1,860 1,304 1,875 1,292 1,885 1,278 1,891 1,261 1,893 1,243 1,892 1,223 1,887 1,201 1,879 1,178 1,868 1,155 1,854 1,131 1,839 1,106 1,821 1,081 1,802 1,056 1,782
50 2,134 2,213 2,290 2,364 2,435 2,502 2,564 2,621 2,673 2,720 2,762 2,797 2,828 2,853 2,874 2,889 2,900 2,907 2,910 2,910
100 2,437 2,549 2,661 2,772 2,881 2,987 2,089 2,187 2,220 2,367 2,449 2,524 2,593 2,656 2,712 2,762 2,806 2,844 2,876 2,904
B-7
Tabel B.5. Faktor Penyimpangan K pada Distribusi Log Pearson Type III. Year Z Cs 3,0 2,9 2,8 2,7 2,6 2,5 2,4 2,3 2,2 2,1 2,0 1,9 1,8 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 1,2 1,1 1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3 -0,4 -0,5 -0,6 -0,7 -0,8 -0,9 -1,0 -1,1 -1,2 -1,3 -1,4 -1,5 -1,6 -1,7 -1,8 -1,9 -2,0 -2,1 -2,2 -2,3 -2,4 -2,5 -2,6 -2,7 -2,8 -2,9 -3,0
1,001
1,0526
1,111
1,25
2
5
10
25
50
100
200
1000
99
95
90
80
50
20
10
4
2
1
0,5
0,1
-0,667 -0,690 -0,714 -0,740 -0,769 -0,799 -0,832 -0,867 -0,905 -0,946 -0,990 -1,037 -1,087 -1,140 -1,197 -1,256 -1,310 -1,383 -1,449 -1,518 -1,588 -1,660 -1,733 -1,806 -1,880 -1,955 -2,029 -2,104 -2,178 -2,252 -2,326 -2,400 -2,472 -2,544 -2,615 -2,686 -2,755 -2,824 -2,891 -2,957 -3,020 -3,087 -3,149 -0,321 -3,271 -3,330 -3,388 -3,444 -3,499 -3,553 -3,605 -3,656 -3,705 -3,753 -3,800 -3,845 -3,889 -3,932 -3,973 -4,013 -4,051
-0,665 -0,688 -0,711 -0,736 -0,762 -0,790 -0,819 -0,850 -0,882 -0,914 -0,949 -0,984 -1,020 -1,056 -1,093 -1,131 -1,168 -1,206 -1,243 -1,280 -1,317 -1,353 -1,388 -1,423 -1,458 -1,491 -1,524 -1,555 -1,586 -1,616 -1,645 -1,673 -1,700 -1,726 -1,750 -1,774 -1,797 -1,819 -1,839 -1,858 -1,877 -1,894 -1,910 -1,925 -1,938 -1,951 -1,962 -1,972 -1,981 -1,989 -1,996 -2,001 -2,006 -2,009 -2,010 -2,012 -2,013 -2,012 -2,010 -2,007 -2,003
-0,660 -0,681 -0,702 -0,724 -0,747 -0,771 -0,795 -0,819 -0,844 -0,869 -0,895 -0,920 -0,945 -0,970 -0,994 -1,018 -1,041 -1,064 -1,086 -1,107 -1,128 -1,147 -1,166 -1,183 -1,200 -1,216 -1,231 -1,245 -1,258 -1,270 -1,282 -1,292 -1,301 -1,309 -1,317 -1,323 -1,328 -1,333 -1,336 -1,339 -1,340 -1,341 -1,340 -1,339 -1,337 -1,333 -1,329 -1,324 -1,318 -1,310 -1,302 -1,294 -1,284 -1,274 -1,262 -1,250 -1,238 -1,224 -1,210 -1,195 -1,180
-0,636 -0,651 -0,666 -0,681 -0,696 -0,711 -0,725 -0,739 -0,752 -0,765 -0,777 -0,788 -0,799 -0,808 -0,817 -0,825 -0,832 -0,838 -0,844 -0,848 -0,852 -0,854 -0,856 -0,857 -0,857 -0,856 -0,855 -0,853 -0,850 -0,846 -0,842 -0,836 -0,830 -0,824 -0,816 -0,808 -0,800 -0,790 -0,780 -0,769 -0,758 -0,745 -0,732 -0,719 -0,705 -0,690 -0,675 -0,660 -0,643 -0,627 -0,609 -0,592 -0,574 -0,555 -0,537 -0,518 -0,499 -0,479 -0,460 -0,440 -0,420
-0,396 -0,390 -0,384 -0,376 -0,368 -0,360 -0,351 -0,341 -0,330 -0,319 -0,307 -0,294 -0,282 -0,268 -0,254 -0,240 -0,225 -0,210 -0,195 -0,180 -0,164 -0,148 -0,132 -0,116 -0,099 -0,083 -0,066 -0,050 -0,033 -0,017 0,000 0,017 0,033 0,050 0,066 0,083 0,099 0,116 0,132 0,148 0,164 0,180 0,195 0,210 0,225 0,240 0,254 0,268 0,282 0,294 0,307 0,319 0,330 0,341 0,351 0,360 0,368 0,376 0,384 0,390 0,396
0,420 0,440 0,460 0,479 0,499 0,518 0,537 0,555 0,574 0,592 0,609 0,627 0,643 0,660 0,675 0,690 0,705 0,719 0,732 0,745 0,758 0,769 0,780 0,790 0,800 0,808 0,816 0,824 0,830 0,836 0,842 0,846 0,850 0,853 0,855 0,856 0,857 0,857 0,856 0,854 0,852 0,848 0,844 0,838 0,832 0,825 0,817 0,808 0,799 0,788 0,777 0,765 0,752 0,739 0,725 0,711 0,696 0,681 0,666 0,651 0,636
1,180 1,195 1,210 1,224 1,238 1,250 1,262 1,274 1,284 1,294 1,302 1,310 1,318 1,324 1,329 1,333 1,337 1,339 1,340 1,341 1,340 1,339 1,336 1,333 1,328 1,323 1,317 1,309 1,301 1,292 1,282 1,270 1,258 1,245 1,231 1,216 1,200 1,183 1,166 1,147 1,128 1,107 1,086 1,064 1,041 1,018 0,994 0,970 0,945 0,920 0,895 0,869 0,844 0,819 0,795 0,771 0,747 0,724 0,702 0,681 0,660
2,278 2,270 2,275 2,272 2,267 2,262 2,256 2,248 2,240 2,230 2,219 2,207 2,193 2,179 2,163 2,146 2,128 2,108 2,087 2,066 2,043 2,018 1,993 1,967 1,939 1,910 1,880 1,849 1,818 1,785 1,751 1,716 1,680 1,643 1,606 1,567 1,528 1,488 1,448 1,407 1,366 1,324 1,282 1,240 1,198 1,157 1,116 1,075 1,035 0,996 0,956 0,923 0,888 0,855 0,823 0,793 0,764 0,738 0,712 0,683 0,666
3,152 3,134 3,114 3,093 3,071 3,048 3,023 2,997 2,970 2,912 2,912 2,881 2,848 2,815 2,780 2 .743 2,706 2,666 2,626 2,585 2,542 2,498 2,453 2,407 2,359 2,311 2,261 2,211 2,159 2,107 2,054 2,000 1,954 1,890 1,834 1,777 1,720 1,663 1,606 1,549 1,492 1,435 1,379 1,324 1,270 1,217 1,166 1,116 1,096 1,023 0,980 0,939 0,900 0,864 0,830 0,798 0,768 0,740 0,714 0,689 0,666
4,051 4,013 3,973 3,932 3,889 3,845 3,800 3,753 3,705 3,656 3,605 3,553 3,499 3,444 3,388 3,330 3,271 3,211 3,149 3,087 3,022 2,957 2,891 2,824 2,755 2,686 2,615 2,544 2,472 2,400 2,326 2,252 2,178 2,104 2,029 1,955 1,880 1,806 1,733 1,660 1,588 1,518 1,449 1,383 1,318 1,256 1,197 1,140 1,097 1,037 0,990 0,946 0,905 0,867 0,832 0,799 0,769 0,740 0,714 0,690 0,667
4,970 4,909 4,847 4,783 4,718 4,652 4,581 4,515 4,444 4,372 4,298 4,223 4,147 4,069 3,990 3,910 3,828 3,745 3,661 3,575 3,489 3,401 3,312 3,223 3,132 3,041 2,949 2,856 2,763 2,670 2,576 2,482 2,380 2,294 2,201 2,108 2,016 1,926 1,837 1,749 1,664 1,581 1,501 1,424 1,351 1,282 1,216 1,155 1,097 1,044 0,995 0,949 0,907 0,869 0,833 0,800 0,769 0,741 0,714 0,690 0,667
7,150 7,030 6,920 6,790 6,670 6,550 6,420 6,300 6,170 6,040 5,910 5,780 5,640 5,510 5,370 5,230 5,100 4,960 4,810 4,670 4,530 4,390 4,240 4,100 3,960 3,810 3,670 3,520 3,380 3,230 3,090 2,950 2,810 2,670 2,530 2,400 2,270 2,140 2,020 1,900 1,790 1,680 1,580 1,480 1,390 1,310 1,240 1,170 1,110 1,050 1,000 0,950 0,910 0,870 0,833 0,800 0,770 0,740 0,714 0,690 0,670
(Sumber : Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda, 1977)
C-1
Lampiran C LAPORAN PEMERIKSAAN MENDETAIL JEMBATAN No. Jembatan
2
4
1
0
9 0
0
6
0
0
0
Nama Jembatan : Keduang Lokasi Jembatan
Dari Wonogiri
Km
12,5
Tanggal Pemeriksaan: 31September 2008
Nama Pemeriksa: Endah Ambarwati
NIM: S940907107
DATA INVENTARISASI Apakah Data Inventarisasi Betul?
(lingkari jawaban)
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Apabila data tidak benar, perbaikan dapat dibuat pada Lapran Data Inventarisasi dengan tinta merah PEMERIKSAAN KHUSUS Apakah Pemeriksaan Khusus Disarankan?
(Lingkari Jawaban)
Elemen-elemen yang memerlukan Pemeriksaan Khusus Kode Elemen
Lokasi
Alasan untuk melakukan Pemeriksaan Khusus
Gelagar
B1 &, B2
Gelagar miring ke arah hilir sungai
Bracing
B1 & B2
Beberapa bracing bengkok
Expansion joint
P1 & P2
Bergeser dan saling tumpang
A2
Perletakan
Tumpuan perletakan rusak/retak
Pilar
P1 & P2
Miring karena banjir
Dinding penahan tanah
A1 & A2
Retak dan longsor
TINDAKAN DARURAT Apakah Tindakan Darurat Disarankan?
Ya
(lingkari jawaban)
Tidak
Elemen-elemen yang memerlukan Tindakan Darurat Kode Elemen
Lokasi
Alasan untuk melakukan Tindakan Darurat
P1 & P2
Pembatasan lalu lintas yang melewati agar deformasi yang terjadi pada pilar dan gelagar tidak bertambah parah
B1 & B2 Gambar dan Foto Ya Apakah Foto Memanjang (Sisi kiri / kanan) Jembatan telah Diambil ?
√
Apakah Foto Tampak Depan (jalan masuk / keluar) Jembatan telah Diambil ?
√
Apakah Foto Kondisi Lingkungan telah Diambil ?
√
Apakah Foto Kondisi Aliran Sungai telah Diambil ?
√
Apakah Foto Elemen yang mengalami kerusakan telah Diambil ?
√
Hanya untuk Keperluan Kantor Saja Tanggal Memamsukkan Data Pemeriksaan Detail
oleh
Tidak
C-2
LAPORAN PEMERIKSAAN MENDETAIL JEMBATAN
C-3
No. Jembatan
Gambar Y/T
Foto (Y/T)
Kuantitas
2
4
1
0
9
0
0 6
0
0 0
EVALUASI ELEMEN
Nilai Kondisi (Harus Lengkap)
LEVEL 3
Tindakan Pemeriksaan Satuan Darurat Khusus Kode
Elemen
S
R
K
F
P
N K
3,210
Aliran Sungai
1
0
0
0
1
3
3,220
Bangunan Pengaman
1
1
1
0
1
4
3,230
Tanah Timbunan
0
0
0
0
0
0
3,310
Pondasi
1
1
1
0
1
4
3,320
Kepala Jembatan/Pilar
0
0
0
0
1
1
3,410
Sistem Gelagar
1
1
1
0
1
4
3,420
Pelat
0
0
0
0
0
0
3,430
Pelengkung
0
0
0
0
0
0
3,440
Balok Pelengkung
0
0
0
0
0
0
3,450
Rangka
0
0
0
0
0
0
3,480
Sistem Gantung
0
0
0
0
0
0
3,500
Sistem Lantai
0
0
0
0
0
0
3,600
Sambungan Lantai
0
0
0
0
0
0
3,610
Landasan
0
0
0
0
0
0
3,620
Sandaran
1
0
0
1
0
2
3,700
Bangunan Pelengkap
0
0
0
0
0
0
3.80_
Gorong-gorong__
0
0
0
0
0
0
3.90_
Lintasan Basah__
0
0
0
0
0
0
F
P
N K
Nilai Kondisi (Pilihan)
LEVEL 2
Kode
Elemen
S
R
K
2,200
Aliran Sungai / Timbunan
1
0
1
0
1
3
2,300
Bangunan Bawah
1
1
1
0
1
4
2,400
Bangunan Atas
1
1
1
0
1
4
2,700
Perlengkapan
2,800
Gorong-gorong
2,900
Lintasan Basah
Nilai Kondisi (Pilihan)
LEVEL 1
Kode 1,000
Elemen Jembatan
S
R
K
F
P
N K
1
1
1
0
1
4
C-4
LAPORAN PEMERIKSAAN MENDETAIL JEMBATAN
No. Jembatan
2
4
1
0
9
0
0
6
0
0
0
LAPORAN PEMERIKSAAN MENDETAIL JEMBATAN : JEMBATAN KEDUANG No. Jembatan
2
4
1
0
9 0
0
6
0
0
0
FOTO ELEMEN dan KERUSAKAN Nomor Foto
1
Nama elemen
Aliran air utama
Kode elemen
4.212
Nomor Foto
2
Nama elemen
Aliran air utama
Kode elemen
4.212
Jenis Kerusakan Kode Kerusakan Nilai Kondisi
Jenis Kerusakan Kode Kerusakan Nilai Kondisi
Endapan lumpur berlebih 501 3
Endapan lumpur berlebih 501 3
Tanggal Pengambilan
30-9-2008
Catatan: Endapan lumpur/pasir halus yang berlebihan akibat erosi di DAS keduang menutupi lebih dari setengah tinggi pilar (P1)
Tanggal Pengambilan
30-9-2008
Catatan: Endapan lumpur/pasir halus yang berlebihan akibat erosi di DAS keduang menutupi lebih dari setengah tinggi pilar (P2)
Nomor Foto
3
Jenis Kerusakan
Nama elemen Kode elemen
Dinding penahan tanah 4.224
Kode Kerusakan Nilai Kondisi
Nomor Foto
4
Jenis Kerusakan
Nama elemen Kode elemen
Dinding penahan tanah 4.224
Kode Kerusakan Nilai Kondisi
Penurunan mutu karat 103 4
Penurunan mutu karat 103 4
Tanggal Pengambilan
21–07-2008
Catatan: Pasangan batu kosong penahan tanah pada A1 runtuh
Tanggal Pengambilan
21–07-2008
Catatan: Pasangan batu kosong penahan tanah pada A2 retak
C-5
FOTO ELEMEN dan KERUSAKAN Nomor Foto
5
Nama elemen
Pondasi langsung
Kode elemen
4.313
Nomor Foto
6
Nama elemen
Pondasi langsung
Kode elemen
4.313
Jenis Kerusakan Kode Kerusakan Nilai Kondisi
Jenis Kerusakan Kode Kerusakan Nilai Kondisi
Pondasi mengalami penurunan 551 4
Pondasi mengalami penurunan 551 4
Tanggal Pengambilan
30-9-2008
Catatan: settlement menyebabkan P1 miring
Tanggal Pengambilan
30-9-2008
Catatan: settlement menyebabkan P2 miring
Nomor Foto
7
Jenis Kerusakan
Nama elemen Kode elemen
Kepala jemb/dinding 4.323
Kode Kerusakan Nilai Kondisi
Nomor Foto
8
Jenis Kerusakan
Nama elemen Kode elemen
Kepala jemb/dinding 4.323
Kode Kerusakan Nilai Kondisi
Mortal perletakan retak 603 2
Mortal perletakan retak 603 3
Tanggal Pengambilan
30-9-2008
Catatan: Mortal perletakan pada A1 retak karena beban yang berlebih
Tanggal Pengambilan
30-9-2008
Catatan: Mortal perletakan pada A2 pecah karena beban yang berlebih
C-6
FOTO ELEMEN dan KERUSAKAN Nomor Foto
9
Nama elemen
Pilar kolom
Kode elemen
4.322
Nomor Foto
10
Nama elemen
Pilar kolom
Kode elemen
4.322
Jenis Kerusakan Kode Kerusakan Nilai Kondisi
Jenis Kerusakan Kode Kerusakan Nilai Kondisi
Pilar bergerak (miring) 551 4
Pilar bergerak (miring) 551 4
Tanggal Pengambilan
30-9-2008
Catatan: Gaya lateral berlebih menyebabkan P1 miring
Tanggal Pengambilan
30-9-2008
Catatan: Gaya lateral berlebih menyebabkan P1 miring
Nomor Foto Nama elemen Kode elemen
Nomor Foto Nama elemen Kode elemen
11 Gelagar 4.411
12 Gelagar 4.411
Jenis Kerusakan Kode Kerusakan Nilai Kondisi
Jenis Kerusakan Kode Kerusakan Nilai Kondisi
Gelagar bergeser dari perletakan 551 4
Gelagar bergeser dari perletakan 551 3
Tanggal Pengambilan
30-9-2008
Catatan: Kondisi expantion joint yang saling bertumpuk menandakan pergeseran gelagar yang berlebih pada semua bentang (B1, B2 dan B3)
Tanggal Pengambilan
30-9-2008
Catatan: Kondisi expantion joint yang saling bertumpuk menandakan pergeseran gelagar yang berlebih pada semua bentang (B1, B2 dan B3)
C-7
FOTO ELEMEN dan KERUSAKAN Nomor Foto
13
Jenis Kerusakan
Deformasi akibat beban berlebih
Nama elemen
Ikatan angin
Kode Kerusakan
303
Kode elemen
4.415
Nilai Kondisi
3
Nomor Foto
14
Jenis Kerusakan
Sambungan saling tindih akibat geser
Nama elemen
Expantion joint
Kode elemen
4.601
Kode Kerusakan Nilai Kondisi
Tanggal Pengambilan
30-9-2008
Catatan:
801 3
Gaya lateral berlebih menyebabkan ikatan angin bengkok. Bentang: B1= y5, y9, y12,y13,y16 B2 = y3, y5, y11 B3 = y4, y9,y12,y16
Tanggal Pengambilan
30-9-2008
Catatan: Expantion joint yang bergeser berlebih
Nomor Foto
15
Jenis Kerusakan
Rusak / retak
Nama elemen
Bantalan Mortar/Pelat Dasar
Kode Kerusakan
304
Kode elemen
4.614
Nilai Kondisi
4
Nomor Foto
16
Jenis Kerusakan
Rusak
Nama elemen Kode elemen
Sandaran horisontal 4.622
Kode Kerusakan Nilai Kondisi
Tanggal Pengambilan
30-9-2008
Catatan:
305 2
Gaya lateral yang berlebih menyebabakan perletakan pecah
Tanggal Pengambilan
30-9-2008
Catatan: Sandaran pada B1 rusak akibat tertabrak
C-8
D-1 Lampiran D HASIL PENGUJIAN DAN PENGUKURAN LAPANGAN
Tabel D.1 Data Hasil Pengujian Hammer Test
D-2
Tabel D.2. Data hasil pengukuran melintang penampang Sungai Keduang
Elv. 146,569 143,216 141,534 141,169 141,007 140,735 137,751 137,335 137,003 137,015 136,676 140,532 142,501 142,217 144,940
Sta 0,000 3,601 31,393 51,347 69,154 89,947 93,931 104,552 114,636 120,556 130,762 137,982 145,158 161,312 185,631
148 146 144 142 140 138 136 0
50
100
150
200
150
200
Stasiun (m)
: Jemb. S. Keduang : Hu. 4 : 31 Agustus 2008 Elv. 149,564 147,653 145,027 143,022 140,917 139,548 136,661 133,268 133,564 135,072 136,856 137,046 139,467 140,699 140,767
LOKASI NO. PATOK DIUKUR TGL Sta 0,000 16,905 26,813 41,665 48,463 55,315 61,233 75,887 85,166 101,409 107,631 113,665 119,652 127,546
Penampang Melintang Hu.5
Gambar Penampang Melintang Hu.4
Elevasi (m)
LOKASI NO. PATOK DIUKUR TGL
Gambar
152 150 148 146 144 142 140 138 136 134 132 0
50
100 Stasiun (m)
: Jemb. S. Keduang : Hu. 3 : 31 Agustus 2008 Elv. 146,808 146,809 144,851 143,599 141,418 141,198 140,767 138,716 138,477 139,915 141,727 142,424 145,883 147,234
Gambar Penampang Melintang Hu.3 148 146 Elevasi (m)
Sta 0,000 35,871 57,719 81,688 91,675 92,774 99,672 111,259 119,197 126,236 135,137 139,665 144,656 159,650 164,484
: Jemb. S. Keduang : Hu. 5 : 31 Agustus 2008
Elevasi (m)
LOKASI NO. PATOK DIUKUR TGL
144 142 140 138 0
20
40
60
80
Stasiun (m)
100
120
140
D-3
Tabel D.2. Data hasil pengukuran melintang penampang Sungai Keduang (lanjutan)
Elv. 142,127 141,694 140,886 139,331 138,735 137,509 138,747 137,480 136,876 135,577 134,615 133,431 133,639 133,639 132,786 135,071 139,510
Sta 0,000 3,439 13,899 16,703 19,443 31,354 49,401 54,341 59,276 65,200 69,128 75,053 79,109 79,789 85,762 89,907 94,992 100,000 104,990
144 142 140 138 136 134 132 0
50
100
150
Stasiun (m)
: Jemb. S. Keduang : Hu. 1 : 31 Agustus 2008 Elv. 141,436 138,757 138,133 135,891 137,356 136,846 134,804 134,460 134,393 134,222 134,080 132,613 133,550 136,238 137,526 138,409 140,478 141,371 141,784
LOKASI NO. PATOK DIUKUR TGL Sta 0,000 4,977 11,907 21,802 28,787 38,810 45,777 55,763 59,739 66,622 74,680 79,888 89,966 94,992 100,000
Penampang Melintang Hu.2
Gambar
Penampang Melintang Hu.1 144 142 Elevasi (m)
LOKASI NO. PATOK DIUKUR TGL
Gambar
140 138 136 134 132 0
20
40
60
80
100
120
Stasiun (m)
: Jemb. S. Keduang : As. Jembatan : 31 Agustus 2008 Elv. 138,713 137,377 136,863 136,349 135,901 135,022 133,181 134,562 132,090 133,623 135,799 137,870 137,827 140,478 141,371
Gambar Penampang Melintang As. Jembatan 142 140 Elevasi (m)
Sta 0,000 11,774 26,390 35,330 38,313 40,305 49,318 65,310 73,305 81,275 87,271 95,097 103,243 115,216 121,174 124,970 137,329
: Jemb. S. Keduang : Hu. 2 : 31 Agustus 2008
Elevasi (m)
LOKASI NO. PATOK DIUKUR TGL
138 136 134 132 130 0
20
40
60 Stasiun (m)
80
100
120
D-4
Tabel D.2. Data hasil pengukuran melintang penampang Sungai Keduang (lanjutan)
Elv. 140,569 137,167 137,349 136,097 135,720 134,914 133,749 132,919 133,211 134,660 137,491 138,048 140,111 141,731
Sta 0,000 8,932 13,879 15,849 26,754 34,693 41,645 52,547 61,575 68,564 76,687 82,931 90,926 96,874 102,839 108,817
144 142 140 138 136 134 132 0
20
40
60
80
100
120
100
120
Stasiun (m)
: Jemb. S. Keduang : Hi. 2 : 31 Agustus 2008 Elv. 138,321 138,266 137,972 136,826 136,206 135,703 135,222 133,886 132,753 132,199 134,355 137,495 138,474 139,642 140,842 142,082
LOKASI NO. PATOK DIUKUR TGL Sta 0,000 16,912 26,810 41,662 48,431 55,283 61,201 75,855 85,134 101,414 107,599 113,633 119,620 127,514
Penampang Melintang Hi. 1
Gambar Penampang Melintang Hi. 2 144 142 Elevasi (m)
LOKASI NO. PATOK DIUKUR TGL
Gambar
140 138 136 134 132 130 0
20
40
60
80
Stasiun (m)
: Jemb. S. Keduang : Hi. 3 : 31 Agustus 2008 Elv. 141,359 141,162 142,471 135,292 135,971 135,751 135,320 133,269 133,030 134,468 136,280 136,977 140,436 141,787
Gambar Penampang Melintang Hi. 3 144 142 Elevasi (m)
Sta 0,000 8,496 16,007 22,116 29,484 37,273 45,100 50,158 57,352 71,643 77,930 83,927 89,999 100,985
: Jemb. S. Keduang : Hi. 1 : 31 Agustus 2008
Elevasi (m)
LOKASI NO. PATOK DIUKUR TGL
140 138 136 134 132 0
20
40
60
80
Stasiun (m)
100
120
140
D-5
Tabel D.2. Data hasil pengukuran melintang penampang Sungai Keduang (lanjutan) LOKASI NO. PATOK DIUKUR TGL
Gambar
Elv. 140,192 139,717 138,277 138,294 138,144 134,529 135,152 134,434 134,604 134,933 135,022 137,979 136,840 137,356
LOKASI NO. PATOK DIUKUR TGL
141 140 139 138 137 136 135 134 0
20
40
60
80
100
120
Stasiun (m)
: Jemb. S. Keduang : Hi. 5 : 31 Agustus 2008 Gambar
Elv. 146,553 143,327 142,227 141,547 138,944 138,689 134,381 134,234 134,507 134,079 134,432 137,049 137,427
Penampang Melintang Hi. 5
Elevasi (m)
Sta 0,000 22,763 36,613 45,172 45,372 46,094 65,579 74,311 85,314 92,473 102,617 105,673 158,478
Penampang Melintang Hi. 4
Elevasi (m)
Sta 0,000 12,566 20,859 27,857 31,826 35,617 39,499 46,416 57,535 67,687 79,637 90,846 93,755 99,847
: Jemb. S. Keduang : Hi. 4 : 31 Agustus 2008
148 146 144 142 140 138 136 134 132 0
50
100
150
200
Stasiun (m)
LOKASI NO. PATOK DIUKUR TGL
: Jemb. S. Keduang : P.O (pengukuran posisi abudment dan pilar) : 31 Agustus 2008 Elv. Segmen
0
30,35
Stasiun 60,7
92,2
110
Flens kiri - Pengukuran - As build drawing
143,239 143,308
141,826 141,827
141,006 141,041
140,856 140,946
140,856 140,946
- Pengukuran - As build drawing
143,21699 143,308
141,638 141,827
140,862 141,041
140,903 140,946
140,903 140,946
As. Jembatan - Pengukuran - As build drawing
143,22799 143,308
141,732 141,827
140,934 141,041
140,8795 140,946
140,8795 140,946
Flens kanan
E -1
Lampiran E PERHITUNGAN BERAT STUKTUR BAJA 1. Berat gelagar (PMS1)
L profil ( 2500x300x10x8) = {((2,5-(2 x 0,008) x 0,01) + (0,3 x0,008 x 2)} = (0,0248 + 0,0048) = 0,0296 m2 2. Berat diafragma (PMS3)
L profil ( 1000x250x14x8) = (1,0 – (2 x 0,008) x 0,014) + (0,25 x0,008 x 2) = (0,014 + 0,004) = 0,018 m2 3. Berat vertical bracing 1 (PMS4)
E -2 A1 = L profil (
300x90x9x13)
= ( 0,3 – (2x0,013) x 0,009) + (2 x (0,09 x 0,013) = (0,002466 + 0,00234) = 4,806 x 10-3 m2 A2 = L profil ( L130x130x9x9) x 2 = ((( 0,13 – 0,009) x 0,009) + (0,13 x 0,009)) x 2 = (0,0011 + 0,0012) x 2 = 4,6 x 10-3 m2 A3 = L profil ( L100x100x10x10) = ((0,1 – 0,01) x 0,01 + (0,1 x 0,01)) = (0,0009 + 0,001) = 1,9 x 10-3 m2 Σ(A x L) = (A1 x L1) +( A2 x L2) + (A3 x L3) = (4,806 x 10-3 x 2,36 + 4,6 x 10-3 x 1,936 + 1,9 x 10-3 x 2,36) =(0,0113 + 0,00891 + 0,00448) = 0,0247 m3 4. Berat vertical bracing 2 (PMS5)
A1
= L profil ( L100x100x10x10) = (( 0,1 – 0,01) x 0,01) + (0,1 x 0,01) = (0,0009 + 0,001) = 1,9 x 10-3 m2
A2
= L profil ( 90x90x10x10) x 2 = ( ( 0,09 – 0,01) x 0,01) + (0,09 x 0,01)) x 2 = (0,0008 + 0,0009) x 2
E -3 = 3,4 x 10-3 m2 A3
= L profil ( L 100x100x10x10) = (( 0,1 – 0,01) x 0,01 + (0,1 x 0,01)) = (0,0009 + 0,001) = 1,9 x 10-3 m2
Σ(A x L) =(A1 x L1) +( A2 x L2) + (A3 x L3) =(1,9 x 10-3 x 2,36 + 3,4 x 10-3 x 2,046 + 1,9 x 10-3 x 2,36) = (0,004484 + 0,006956 + 0,004484) = 0,01592 m3 5. Berat bracing horisontal (PMS6) → merupakan beban terpusat
A1 = L profil ( L90x90x10x10) = ((0,09 – 0,01) x 0,01 + (0,09 x 0,01)) = (0,0008 + 0,0009) = 1,7 x 10-3 m2 (A x L)= (1,7 x 10-3 x 1,65) = 0,002805 m3