Metode Latihan Backhand Short Service Dalam Permainan Bulutangkis Drs. Kusnaedi M.Pd., Prof.Dr.H. Abdulkadir Ateng, M.Pd., Prof. Dr. Ratna Sayekti Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil latihan backhand short service dalam permainan bulutangkis antara yang dilatih dengan menggunakan metode latihan massed practice dan yang dilatih dengan menggunakan metode distributed practice. Penelitian ini dilaksanakan di Pendidikan dan Latihan Bulutangkis FPOK UPI Bandung dengan metode eksperimen, dengan rancangan kaktorial 2x2. Sampel dalam penelitian ini adalah 36 orang siswa. Analisis data yang digunakan adalah Analisis Varians (ANAVA) dua arah. Hasil penelitian menyatakan bahwa : (1) Secara keseluruhan, tanpa memperhitungkan faktor kemampuan awal siswa, tidak terdapat perbedaan hasil latihan backhand short service dalam permainan bulutangkis yang dilatih dengan metode latihan Massed Practice dan yang dilatih dengan metode latihan distributed practice. (2) Pada kelompok siswa yang memiliki kemampan awal tinggi hasil latihan backhand short service dalam permainan bulutangkis yang dilatih dengan metode massed practice lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilatih menggunakan metode distributed practice. (3) Pada kelompok siswa yang memiliki kemampuan awal rendah tidak terdapat perbedaan secara nyata antar yang dilatih dengan metode massed practice dan yang dulatih dengan metode distributed practice. (4) Terdapat interaksi antara metode latihan dan kemampuan awal terhadap hasil latihan backhand short service dalam permainan bulutangkis. Kata kunci : metode latihan, kemampuan awal, hasil latihan backhand short service.
Pembinaan olahraga sedini mungkin perlu terus diupayakan dan dilaksanakan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi; yang mengkhususkan diri untuk memajukan prestasi olahraga. Prestasi yang tinggi dalam olahraga merupakan prestasi dari pembawa prestasi tersebut., tidak terkecuali apakah itu seorang pribadi, ataupun kelompok bahkan kemenangan yang diperoleh suatu bangsa sudah bisa mencerminkan tingkat kemajuan bangsa tersebut. Indonesia merupakan negara raksasa bulutangkis. Sebutan itu saat ini hanya sejarah saja, karena beberapa tahun ini prestasinya semakin menurun.Supaya prestasi bulutangkis nasional lebih meningkat kembali di tingkat dunia, maka sedini mungkin harus melakukan pembinaan secara professional dengan pola yang terencana dan menyeluruh meliputi berbagai jenjang dengan berkesinambungan. Pembinaan atlet untuk mencapai prestasi puncak “ Golden age” membutuhkan waktu kurang lebih 10 tahun ( kantor Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga, 1992) Berkenaan dengan itu PBSI dalam pembinaannya mengelompokkan umur siswa sebagai berikut : (1) Kelompok Pemula, umur di bawah 11 tahun, (2) Kelompok remaja A, berumur di bawah 13 tahun, (3) Kelompok Remaja B, berumur di bawah 15 tahun (4) Kelompok Taruna, berumur dibawah 18 tahun, dan (5) Kelompok Dewasa , berumur di atas 18 tahun. Menurut tahapan di atas, tahap spesialisasi ditujukan pada kelompok pemula umur di bawah 11 tahun. Dalam tahap ini sasaran yang ditekankan adalah sasaran pembinaan fisik umum dan fisik khusus, penguasaan teknik dasar yang benar dan pembinaan mental terutama disiplin, sportifitas, serta minat terhadap permainan bulutangkis. Penguasaan teknik dasar bulutangkis dengan benar adalah salah satu sasaran pembinaan di perkumpulan-perkumpulan bulutangkis. Teknik-teknik pukulan dasar bulutangkis meliputi ; (1) service, (2) lob, (3) netting, (4) drive, (5) dropshort, (6) cop, dan (7) smash ( Toni Grice, 1996 ). Dari ketujuh teknik tersebut diatas, service merupakan keterampilan yang paling mendasar dan penting dalam bulutangkis ( Pudjianto, 1979 ). Service harus lebih dulu dipelajari/dilatih sebelum melakukan latihan teknik yang lainnya (PBSI, 1985 ). Dalam pelaksanaannya service dapat dilakukan dengan forehand dan backhand dan hasilnya dapat berupa service pendek dan service panjang. Bila dilihat sekilas, teknik gerakan backhand short-service merupakan gerakan yang sederhana dan mudah untuk dipelajari.Tetapi jika dipelajari lebih teliti, melakukan teknik ini dengan benar sulit untuk dilakukan, apalagi bagi siswa yang baru melakukan teknik ini. Oleh sebab itu perlu dirancang suatu metode yang tepat agar siswa dapat melakukan teknik ini dengan mudah dan benar. Oleh karena itu perlu dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar gerak sebelum merancang metode pelatihan pukulan backhand short-service.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar gerak menurut Rusli Rutan ( 1988 ) terbagi menjadi dua kelompok yaitu; (1) kondisi internal ; dan (2) kondisi eksternal. Kondisi internal adalah kondisi yang mencakup faktor-faktor yang ada pada individu atau atribut lain yang dapat membedakan antara individu yang satu dengan yang lain, salah satunya adalah tingkat kemampuan awal siswa. Kondisi eksternal mencakup faktor-faktor yang ada diluar diri individu yang dapat memberi pengaruh terhadap hasil latihan, salah satunya adalah metode atau cara memberikan pelatihan agar tujuan dapat tercapai secara optimal ( Abdul Kadir Ateng, 1992 ). Hasil dari survey yang dilakukan, terdapat beberapa fakta yang menjadi focus perhatian yaitu yang berasal dari siswa dan yang berasal dari pelatih. Yang berasal dari siswa bahwa kemampuan awalnya berbeda-beda berkenaan dengan materi yang akan diberikan. Hal ini disebabkan oleh latar belakang siswa yang pada saat proses pelatihan dilakukan. Pelatih harus benar-benar serius memperhatikan siswanya berkenaan dengan materi yang diberikan. Atas dasar itulah, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan menerapkan metode latihan yang berbeda, dengan memperhitungkan kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa pada saat memasuki kegiatan pelatihan.
METODE LATIHAN Metode menurut Winarno ( 1994) adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Pasaribu dan Simanungkalit ( 1982 ) mengatakan bahwa metode adalah cara yang sistematis yang digunakan untuk mencapai tujuan. Lebih lanjut Suparman ( 1987 ) menyatakan bahwa metode adalah cara yang digunakan untuk menyajikan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan. Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat dikatakan bahwa metode adalah suatu cara yang digunakan untuk memudahkan penyampaian materi latihan kepada siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan latihan menurut Harsono ( 1988 ) adalah suatu proses yang sistematis dari suatu kegiatan berlatih atau melakukan suatu kerja, yang pada pelaksanaanya dilakukan secara berulang-ulang dan kian hari kian bertambah beban latihan atau pekerjannya. METODE MASSED PRACTICE Dalam dunia pendidikan persoalan tentang metode sangalah penting artinya bagi proses pendidikan. Metode merupakan penghubung antara pelatih/guru dengan murid, antara pendidik dengan anak didik, siswa dengan guru, anak didik dengan pendidik, dan antara mahasiswa dengan dosen. Metode merupakan sarana penyalur dan pengarah secara timbal balik antara pelatih/guru dan siswa, pendidik dan anak didik, dan sebaliknya.
Bermacam-macam metode yang dapat diterapkan pada proses pelatihan keterampilan gerak salah satu diantaranya adalah metode Massed Practice” ( Singer, 1975 ). Yan dimaksud dengan metode Massed Practice adalah suatu metode latihan gerak yang dilakukan secara terus menerus tanpa diselingi waktu istirahat. Sejalan dengan itu Supandi ( 1996 ) mengatakan bahwa metode massed practice adalah praktek suatu keterampilan olahraga yang dipelajari dan dilakukan secara kesinambugan dan konsisten tanpa diselingi waktu istirahat. Guthrie (1996) menekankan bahwa dalam proses pembelajaran gerak sangat diperlukan adanya ulangan atau drill. Melalui ulangan atau drill keterampilan atau kemahiran motorik akan lebih dikembangkan. Dengan praktek yang banyak akan membina kebiasaan melakukan gerakan yang benar. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode massed practice adalah suatu cara pelatihan keterampilan gerak olahraga yang dipelajari dan dilaksnakan secara terus menerus tanpa diselingi wakti istirahat. METODE DISTRIBUTED PRACTICE Distributed Practice merupakan suatu pembagian waktu untuk proses berlatih keterampilan gerak dan olahraga tertentu yang dapat menimbulkan sebuah masalah yan serius bagi pendidikpendidik olahraga dan pelatih-pelatih olahraga, terutama karena biasanya terlalu banyak keterampilan yang haus dipelajari, sedangkan waktu yang tersedia sangat terbatas. Metode distributed practice adalah suatu metode pelatihan gerak yang dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dengan sesi latihan yang lebih intensif, dimana tiap sesi diselingi waktu istirahat. Supandi ( 1996 ) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan metode distributes practice adalah praktek dalam waktu yang pendek dan sering diselingi waktu ostirahat yang pendek pula. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode distributed practice adalah suatu cara pelatihan ketarampilan gerak olahraga yang dipelajari dan dilaksanakan dengan waktu yang pendek dan sering diselingi waktu istirahat yang pendek pula. KEMAMPUAN AWAL Yang dimaksud kemampuan awal dalam penelitian ini adalah tingkat kekuatan otot lengan yan dimiliki siswa pada saat akan memasuki program kegiatan latihan teknik backhand short-service permainan bulutangkis. Kekuatan otot lengan tinggi adalah kekuatan otot lengan siswa yang timbul berdasarkan 27% dari siswa yang memperoleh skor tertinggi dari hasil tes yang dilakukan. Sedangkan kekuatan
otot lengan rendah adalah kekuatan otot lengan yang diambil berdasarkan 27% dari siswa yang memperoleh skor terendah dari hasil tes yang dilakukan. BACKHAND SHORT SERVICE Agar dapat bermai bulutangkis dengan mahir, seseorang harus dapat menguasai teknik-tenik dasar permainan bulutangkis. Menurut Tony Grice ( 1996) ternik dasar permainan bulutangkis meliputi : (1) pegangan raket dan kerja kaki (footwork), (2) service, (3) pukulan dari atas kepala (overhead), (4) pukulan dari bawah (underhand), (5) pukulan datar (drive), dan (6) pukulan menukik tajam ( smash). Dari teknik-teknik dasar tersebut, teknik service merupakan keterampilan yang paling penting dan sangat mendasar yang harus dikuasai oleh seorang pebuluangkis. Soehartono ( 1991 ) mengatakan bahwa biasakanlah berlatih service terleboh dahulu sebelum melatih teknik yang lainnya. Lebih lanjut Tohar ( 1992 ) mengatakan bahwa service merupakan pukulan yang penting dalam permainan bulutangkis. Jenis pukulan service (PBSI,1985) adalah terdiri dari ; (1) service pendek ( short service ) yang dapat dilakukan dengan forehand dan backhand, (2) service tinggi ( long service ) dan (3) service kejut ( flik service). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan factorial 2 x 2. Penelitian ini dilaksanakan di Pendidikan dan Latihan Bulutangkis FPOK UPI Bandung dengan subjek 32 orang siswa yang terbagi menjadi 4 kelompok. Variabel bebas yang dimanipulasi dalam penelitian ini adalah metode latihan yang terdiri dari : (a) metode latihan massed practice dan (b) metode latihan distributed practice. Variabel bebas yang dikendali ( atributif ) adalah kemampuan otot tangan tinggi dan kemampuan otot tangan rendah. Sedangkan variable terikat adalah hasil latihan backhand short service dalam permainan bulutangkis, yang diukur dengan melakukan backhand short service sebanyak 20 kali dari French. Tabel 1 Pengelompokkan Sampel dan Perlakuan Eksperimen Metode latihan (A)
Massed practice (A1)
Distributed Practice (A2)
Jumlah
Otot tangan tinggi (B1)
8
8
16
Otot Tangan Rendah (B2)
8
8
16
Kemampuan otot tangan (B)
Jumlah
16
16
32
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melaluintes dan pengukuran dengan teknik analisis varian (ANAVA) dengan rancangan factorial dan taraf signifikansi α = 0.05. HASIL Data yang dikumpulkan dan diolah adalah data yang diperoleh dari nilai short service yang didapat oleh peserta sebagai hasil perlakuan selama 18 kali pertemuan. Perlakuan yang dilaksanakan adalah metode massed practice backhand short service dan metode distributed practice backhand short service.
Hasil latihan backhand short service dan untuk setiap perlakuan terangkum pada table di bawah ini : Tabel 2 Data Hasil Penelitian.
Metode latihan Kemampuan otot tangan
Tinggi
Rendah
Jumlah
Massed Practice
Distributed Practice
n=8 X = 70,5 S = 12,02 n=8 X = 53 S = 13,58 n = 16 X = 61,75 S = 15,33
n=8n=8 X = 70,5 S = 12,83 n=8 X = 63,88 S = 12,29 n=8 X = 56,31 S = 14,43
Dari data hasil latihan kelompk metode massed practice secara keseluruhan dengan rentangan skor 40 sampai dengan 80, diperoleh nilai rata-rata (X) sebesar 61,75 ; sipangan baku (s) sebesar 15.33. Dari data hasil latihan kelompok distributed practice secara keseluruhan, rentangan skor 30 sampai dengan 79, diperoleh nilai rata-rata (X) sebesar 56,31 ; simpangan baku (S) sebesar 14,43.
Dari data hasil penelitian kelompok kemampuan awal otot tangan tinggio dengan metode latihan massed practice, rentangan skor 45 sampai dengan 80, diperoleh nilai rata-rata (S) sebesar 12,02. Dari data hasil penelitian kelompok kemampuan awal otot tangan tinggi dengan metode latihan distributed practice, rentangan skor 30 sampai dengan 63, diperoleh nilai rata-rata (X) sebesar 48,75 ; simpangan baku sebesar 12,83. Dari data hasil penelitian kemampuan awal otot tangan rendah dengan metode massed practice, rentangan skor 30 sampai dengan 78, diperoleh nilai rata-rata (X) sebesar 53; simpangan baku (s) sebesar 13,58. Dari data hasil penelitian kelompok kemampuan awal otot tangan rendah dengan metode latihan distributed practice, rentangan skor 40 sampai dengan 79, diperoleh nilai rata-rata (X) sebesar 63,88; simpangan baku (s) sebesar 12,29.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIA Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa secara keseluruhan metode massed practice dan metode distributed practice tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil latihan backhand short service dalam permainan bulutangkis. Hal ini menyatakan bahwa kedua metode tersebut sama-sama memiliki pengaruh yang dapat dipergunakan untuk dapat meningkatkan hasil latihan backhand short service dalam permainan bulutangkis. Demikian juga halnya dengan hasil pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa pada kelompok siswa yang memiliki kemampuan awal rendah, metode distributed practice. tidak memberikan pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode massed practice terhadap hasil latihan backhand short service dalam permainan bulutangkis. Untuk lebih menguatkan hasil penelitian tersebut, maka perlu dilakukan usaha membandingkan dengan basil penelitian sebelumnya yang relevan. Seperti halnya dalam mengulas pentingnya memilih metode latihan sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan pada diri siswa dan pentingnya faktor kemampuan awal siswa dalam berlatih keterampilan olahraga. Hasil penelitian Robert N. Singer (1975) menyimpulkan bahwa salah satu aspek dalam proses pembelajaran bagi siswa adalah metode latihan/pembelajaran. Metode latihan/pembelajaran adalah merupakan hal yang penting untuk dicermati oleh guru dan pelatih dalam menyampaikan bahan ajar. Macam-macam metode perlu dipilih secara cermat agar efektifitas belajar/berlatih dapat tercapai secara optimal. Dick dan Carey (1990) melakukan penelitian tentang pentingnya latar belakang dan pengalaman siswa dalam belajar keterampilan olahraga. Dari basil penelitiannya menunjukkan bahwa setiap
siswa mempunyai latar belakang yang berbeda-beda pada saat akan memulai situasi belajar. Ia menyatakan bahwa latar belakang siswa dan pengalaman siswa mempakan dasar bagi kegiatan siswa dalam belajar. Berdasarkan pada perbandingan hasil penelitian ini dengan hasil-hasil penelitian yang relevan menjadikan keyakinan pada kebenaran penelitian ini. Bila melihat hasil pengujian hipotesis yang pertama dan hipotesis yang kedua belum teruji kebenarannya karena tidak didukung oleh data yang ada pada hasil penelitian ini. Tetapi jika berdasarkan kepada teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan sebelumnya kiranya masih dapat diduga bahwa secara keseluruhan hasil latihan backhand short service dalam permainan bulutangkis dengan menggnnakan metode massed practice lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan metode distributed practice. Hal ini juga pada kelompok siswa yang memiliki kemampuan awal rendah masih dapat diduga bahwa metode disributed practice dapat memberikan pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode massed practice terhadap basil lauban backhand short service dalam permainan bulutangkis Dengan ditolaknya kedua hipotesis tersebut perlu dikaji berbagai kemungkinan yang menjadi dasar penyebabnya. Dalam hal ini lebih ditekankan kepada prosedur penelitian dibandingkan kepada landasan teori dan kerangka berpikir yang dikemukakan pada penelitian ini. Jika ditelusuri dari prosedur penelitian yang sudah dilakukan, ditolaknya hipotesis tersebut diduga masih terdapat kelemahan-kelemahan diantaranya : (1) pengaruh waktu latihan; (2) pengaruh perbedaan guru mengajar; (3) pengaruh lingkungan. Pengaruh Waktu Latihan. Waktu latihan yang diberikan + 1,5 bulan diduga kurang mencukupi untuk dapat meningkatkan basil belajar backhand short service dalam permaman bulutangkis Pengaruh Perbedaan Pe1atihlGuru. Pada masing-masing kelompok kemampuan awal tinggi dan kemampuan awal rendah diajarkan oleh pelatih yang berbeda. Walaupun kemampuan pelatih/guru pada awal penelitian diasumsikan sama dan telah diberikan pengarahan dan latihan tentang pelaksanaan program pelatihan, namun dalam pelaksanaannya kemungkinan terdapat perbedaan kemampuan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Pengaruh Lingkungan. Pada saat eksperimen berlangsung, sempat terjadi benturan sebanyak dua kali antara waktu pelaksanaan eksperimen dengan kejuaraan tingkat daerah, yaitu kejuaraan aerobik dan kejuaraan gulat, sehingga jadwal pengganti untuk memenuhi jumlah pertemuan telah dapat mempengaruhi konsistensi pada pelaksanaan jadwal eksperimen yang telah direncanakan sebelumnya. Hal tersebut diduga dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Hasil pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara metode latihan dan kemampuan awal terhadap hasil latihan backhand short service dalam permainan bulutangkis. Hal ini menunjukkan bahwa adanya variasi metode latihan akan memberikan hasil yang berbeda bila kemampuan awal siswa merupakan faktor yang diperhitungkan. Kelompok siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dapat beradaptasi dengan waktu yang padat. Dengan menggunakan metode massed practice mereka dapat melakukan tuntutan gerakan yang harus dilakukan. Sedangkan bagi siswa yang memiliki kemampuan awal rendah, waktu yang padat tanpa diselingi istirahat menjadi suatu kendala untuk memperoleh keterampilan geraknya. Dengan demikian akan lebih tepat bila siswa yang memiliki kemampuan awal rendah dilatih dengan menggunakan metode distributed practice yang dalam pelaksanaan eksperimen menggunakan waktu istirahat yang telah ditetapkan. Hasil dari pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa pada kelompok siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi hasil latihan backhand short service dalam permainan bulutangkis yang dilatih dengan menggunakan metode massed practice lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilatih dengan menggunakan metode distributed practice. Proses pelatihan dengan menggunakan metode massed practice sangat memerlukan kreatifitas yang tinggi dan menekankan pada pengulangan gerak yang sebanyak-banyaknya. Dengan praktek yang banyak akan membina kebiasaan melakukan gerakan yang benar serta kemahiran motorik akan lebih tinggi. KESIMPULAN 1. Secara keseluruhan, tanpa memperhitungkan faktor kemampuan awal siswa, tidak terdapat perbedaan hasil latihan backhand short service dalam permainan bulutangkis yang dilatih dengan menggunakan metode pelatihan massed practice dan yang dilatih dengan menggunakan metode pelatihan distributed practice. 2. Pada kelompok siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi hasil latihan backhand short service dalam permainan bulutangkis yan dilatih dengan menggunakan metode pelatihan massed practice lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilatih menggunakan metode pelatihan distributed practice. 3. Pada kelompok siswa yang memiliki kemampuan awal rendah tidak terdapat perbedaan secara nyata antara metode pelatihan massed practice dan metode pelatihan distributed practice terhadap hasil latihan backhand short service dalam permainan bulutangkis. 4. Terdapat interaksi antara metode pelatihan dan kemampuan awal terhadap hasil latihan backhand short service dalam permainan bulutangkis yang dilatih dengan menggunakan metode pelatihan massed practice lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan metode pelatihan distributed practice.
DAFTAR PUSTAKA
Alter, Michael J. 300 Teknik Peregangan Olahraga. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1996. Arismunandar, Wiranto. Seminar dan Pameran Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Olahraga dan Peranan Perguruan Tinggi. makalah disajikan dalam Seminar dan Peranan Olahraga ITB. Bandung : Panpel ITB, 1992. Ateng, Abdulkadir. Asas dan Landasan Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdikbud, 1992. ------------------------------. Pendidikan Jasmani di Indonesia. Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Keolahragaan Yayasan Ilmu Keolahragaan "Gema Krida Prakasa Jati" FPOK IKIP, 1993. Baddeley, Steve. Go and Play Badminton Techniques and Tacties. London: Great Britanian by Clays Ltd., 1992. Brundle, Fred. Olahraga Bulutangkis. Semarang: Dahara Plaza, 1995. Cholik, Toho M., dan Lutan, Rusli. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud, 1996/1997. Dick, Walter dan Carey, Lou. The Systematic Design of Instruction. USA: Harper
Collins Publisher, 1996.
.
Garis-garis Besar Haluan Negara Ketetapan MPR-Rl1993. Jakarta: Penabur Ilmu, 1993.
Glass, Gene V., and Hopkins, D. Kenneth. Statistical Methods in Education and
Psychology-Second Edition. New Jersey: Prentice Hall Inc, 1984. Grice, Tony. Bulutangkis Petunjuk Praktis Untuk Pemula dan Lanjut. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996. Gunarsa, Singgih G. Psikologi Olahraga~Jakarta: Gunung Mulia, 1989. Johnson, M.L. Bimbingan Bermain Bulutangkis. Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1990. Kantor Mentri Negara Pemuda dan Olahraga. Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Usia Dini. Jakarta, 1992. Karundeng Max. Pasang Surut Supremasi Bulutangkis Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan, 1982. Kirkendall, Don. R., Gruber, Joseph. 1., and Johnson, Robert E. Measurement and Evaluation for Physital Educators. Iowa: Wm. C. Brown Company Publishers, 1980. Lutan, RusH. Belajar Keterampilan Motorik; Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: Depdikbud, 1988. Margaret, Vonner, dan Bloss. Badminton. Iowa: Wm. C. Brown Publisher, 1987. Mc Ardle D. William, Katch 1. Frank, dan Katch L. Victor. Exercise Physiology. USA: Lea & Febiger, 1994.
\
Mutohir, T. Cholik. Keterkaitan Kurikulum Pendidikan Jasmani dan Kesehatan dengan Pembinaan Kesegaran Jasmani Anak Usia Sekolah. makalah disajikan dalam Seminar dan Widiakarya Nasional Olahraga dan Kesegaran Jasmani, Jakarta, 1999. Oxendine, Joseph B. Psychology of Motor Learning. New Jersey: Prentice Hall Inc., 1984.
PBSI. Buku Pedoman PBSI. Jakarta: 1993 - 1997. PBSI. Pola Pembinaan Bulutangkis Nasional. Jakarta: PBSI, 1985. Poole, James, Belajar Bulutangkis. Bandung : Pionir Jaya, 1986. Pudjianto. dkk, Dasar Bermain Bulutangkis. Klaten : Intan, 1979. Rahantoknam, B. Edward. Belajar Motorik : Teori dan Aplikasinya dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Jakarta: Depdikbud Ditjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, 1988. Schmidt, Richard A. Motor Control And Learning A Behavioral Emphasis. Los Angeles: Hutnan Kinetics Publishers, Inc., 1988. Singer, Robert N. Motor Learning and Human Performance. USA: Macmilan Publishing Co., INC., 1975. Soekartono, Materi Penataran Pelatih Se-Jawa Barat. makalah disajikan dalam Penataran Pelatih Bulutangkis Jawa Barat. Bandung, 1991. Strand, Bradford N., dan Wilson, Roloyne. Assessing Sport Skills, USA: Human
Kinetics Publishers, 1993. Sudjana, Desain dan Analisis Eksperimen, Bandung : Tarsito, 1994. Sudjana, Metoda Statistika-Edisi ke 5~ Bandung : Tarsito, 1992. Supandi, Pengelolaan Interaksi Belajar Mengajar Intrakurikuler, Kokurikuler, dan Ekstrakurikuler.Jakarta : Universitas Terbuka, 1996 Surakhmat, Winarno. Pengantar Interaksi Mengajar – Belajar Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung : Tarsito, 1994 Suryabrata, Sumadi. Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi. Y ogyakarta : Andi Offset, 1983. Sujana, Nana. Teori-Teori Belajar Untuk Pengajaran. Jakarta: Lembaga Penerbit
FE - UI, 1991. Tohar, Olahraga Pilihan Bulutangkis. Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud, 1992. Thomas, Jerry R., dan Nelson, Jack K. Research Methods in Physical Activity. USA: Human Kinetics, 1996. Verducci, Frank M., Measurement Concepts in Physical Education,- London: The CV. Mosby Company, 1980.