Metode Keteladanan dan Etika Mulia dalam Model Pembelajaran STAD (Student Team Achievement Divisions) Sebagai Suatu Pola Interaksi Edukatif Eni Jufriyah Sulistyorini SMA Muhammadiyah Pontren Imam Syuhodo (
[email protected]) Tri Haryanto SMP Negeri 2 Wuryantoro Rosita STIE Surakarta
Abstrak Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Metode keteladanan (modelling) dan etika mulia merupakan metode yang sangat penting dan faktual yang pernah ditempuh oleh Rasulullah Muhammad SAW selama proses pendidikan dan pengajaran. Sejarah perkembangan pendidikan telah membuktikan bahwa Rasulullah merupakan sosok pendidik dan pengajar yang sukses dalam membentuk generasi yang berpendidikan dan berkepribadian tangguh melalui metode keteladan (modelling) dan akhlaq mulia yang dimilikinya. Apabila dicermati lebih lanjut, berdasar hasil penelitian terdahulu tentang keunggulan model STAD dan fakta sejarah yang tidak terbantahkan tentang keberhasilan Rasulullah SAW membangun karakter manusia menjadi generasi yang berpendidikan dan berakhlaq mulia, terdapatlah benang merah bahwa metode keteladanan (modelling) dan etika mulia tercermin dalam model pembelajaran STAD dan sangat terkait erat untuk menumbuhkan kepribadian siswa yang berakhlaq mulia.Untuk itulah dalam proses perkembangan di dunia pendidikan, sangatlah urgent apabila keteladanan dan etika mulia ditumbuhkembangkan dalam diri siswa yang dapat diintegrasikan dalam model pembelajaran yang diterapkan oleh guru dan dosen . Keteladanan dan etika mulia inilah yang perlu dikembangkan dan ditumbuhkembangkan dalam proses pembelajaran melalui model STAD agar siswa terbiasa mengembangkan sikap positif sehingga terbentuk kepribadian yang mandiri, tangguh, peduli, dan bermoral yang pada gilirannya tercapai keberhasilan dan kesuksesan siswa mencapai prestasi puncak. Pada akhirnya akan bermuara pada terbentuknya pendidikan yang berkarakter sebagai buah dari keteladanan dan etika mulia yang lekat pada diri siswa. Kata kunci: Keteladanan (modelling), Etika Mulia, STAD
I.
Pendahuluan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dalam proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat muncul pendapat bahwa pembelajaran langsung atau teacher-centered dipandang kurang atraktif untuk pembelajaran saat ini karena hanya guru/dosen yang kelihatan aktif dalam proses pembelajaran sementara siswa menjadi pasif hanya duduk, diam, dengar, dan mencatat tentang apa yang dijelaskan guru/dosen. Disisi lain perkembangan ilmu pengetahuan dengan dukungan teknologi yang semakin canggih memungkinkan kita memperoleh informasi dengan melimpah, cepat, dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Pekembangan tersebut memberikan wahana yang memungkinkan bagi aplikasi akuntansi dan matematika berkembang dengan pesat pula. Perkembangan ilmu akuntansi dan matematika menggugah kita untuk memiliki kemampuan yang membutuhkan pemikiran kritis, logis, sistematis, kreatif, dan kemauan bekerjasama yang efektif sehingga mampu mengahadapi segala tantangan globalisasi. Selain tantangan dan kebutuhan informasi yang serba cepat dan akurat, tantangan lain dalam dunia pendidikan akuntansi adalah tentang konsep akuntansi yang tergolong abstrak sehingga hal ini merupakan penyebab akuntansi “dipandang sulit” untuk dipahami karena untuk memahami yang abstrak; tahap awal biasanya perlu ungkapan yang konkrit (ilustrasi). Namun kenyataan yang ada, tidak setiap konsep di akuntansi diikuti dengan ilustrasi konkrit. Begitu juga dengan matematika yang penuh dengan rumus dan hitungan yang njlimet membuat siswa menjadi pusing dan tidak menyukai matematika. Matematika dianggap sebagai pelajaran yang tidak menarik dan sulit. Fakta yang sering dijumpai di dalam proses pembelajaran, siswa tidak dapat memunculkan/mengutarakan tentang apa yang tidak dimengerti, siswa merasa belum siap untuk bertanya karena bingung tentang apa yang akan ditanyakan, dan siswa merasa segan untuk bertanya pada guru/dosen. Kemampuan siswa yang bervariatif , memang tidak dapat dipungkiri dan dialami oleh sebagian besar lembaga pendidikan di Indonesia mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Ditambah lagi dengan fenomena yang terjadi sekarang yang menimpa kalangan muda di Indonesia sudah cukup
mengkhawatirkan orang tua dan kalangan pendidik. Degradasi moral dan terkikisnya etika mulia di kalangan kaum muda perlu untuk segera diatasi. Peran dunia pendidikan untuk
mencetak generasi yang unggul, mumpuni, mandiri, dan berakhlaq mulia
sangatlah diharapkan. Pada pelaksanaan pembelajaran, guru/dosen hendaknya tidak hanya menekankan pada tujuan yang bersifat teoritis saja tetapi juga ditekankan pada proses belajar dan hasil belajar. Pemilihan metode pembelajaran sangat menentukan kualitas pengajaran yang merupakan proses dan hasil belajar mengajar. Kualitas pembelajaran selalu terkait dengan penggunaan metode pengajaran yang optimal. Hamalik
(2001) berpendapat
bahwa untuk mencapai kualitas pengajaran yang tinggi harus diorganisasikan dengan strategi yang tepat pula. Strategi pembelajaran merupakan hal penting bagi guru/dosen untuk mensiasati agar proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Sesuai dengan cita-cita dan harapan dari tujuan pendidikan nasional, guru/dosen perlu memiliki beberapa prinsip mengajar yang mengacu pada peningkatan kemampuan internal siswa di dalam merangsang strategi pembelajaran ataupun melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu misalnya dengan menerapkan jenis-jenis strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa mampu mencapai kompetensi secara penuh, utuh dan kontekstual. Salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang berbasis student-centered adalah menempatkan siswa sebagai subjek didik, yakni lebih banyak mengikutsertakan siswa dalam proses pembelajaran dengan kata lain siswa berpartisipasi aktif sedangkan guru/dosen menjadi fasilitator, mediator, dan motivator. Pendekatan ini bertolak dari anggapan bahwa siswa memiliki potensi untuk berpikir sendiri, dan potensi tersebut hanya dapat diwujudkan apabila mereka diberi banyak kesempatan untuk berpikir sendiri. Oleh karena itu pemilihan metode pembelajaran yang berorientasi pada siswa memberi peluang kepada peserta didik untuk aktif dan kreatif di dalam kegiatan pembelajaran, merupakan langkah awal yang utama menuju keberhasilan mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Untuk menuju keberhasilan belajar, metode pembelajaran merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam hubungannya dengan peningkatan mutu pendidikan (Eni, 2007). Makin baik suatu metode makin efektif pula pencapaian tujuan pendidikan. Keberhasilan dalam pola interaksi edukatif sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu
(1) anak didik dengan berbagai tingkat kematangan yang melekat, (2) tujuan pendidikan, (3) situasi belajar, (4) fasislitas belajar yang mencakup kualitas dan kuantitasnya, dan (5) pendidik dengan kepribadian dan kemampuan yang dimilikinya. Perpaduan pengaruh dari faktor-faktor terrsebut sebaiknya dijadikan acuan dan pertimbangan utama dalam menentukan metode belajar agar pencapaian hasil belajar dapat tercapai secara optimal. Pemilihan metode pembelajaran sangat menentukan kualitas pengajaran yang merupakan proses dan hasil belajar mengajar. Kualitas pembelajaran selalu terkait dengan penggunaan metode pengajaran yang optimal. Design kurikulum pendidikan diharapkan mampu memadukan dan menyeimbangkan antara kebutuhan ilmiah dan perkembangan jaman tanpa meninggalakan nilai-nilai etika ketimuran sehingga generasi penerus yang merupakan output lembaga pendidikan merupakan generasi yang berilmu, berwawasan ke depan dan tentunya berakhlaq mulia. Untuk itu perlu suatu desain pembelajaran yang mampu mempompa daya tarik siswa untuk mengungkapkan tentang permasalahan siswa serta cara penanggulangannya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep akuntansi dan matematika adalah melalui penerapan metode keteladanan (modelling) dan etika mulia yang diintegrasikan dalam model pembelajaran kooperatif STAD ( Student Team Achievement Divisions).
II. Pembahasan 1. Metode Keteladanan Metode keteladanan merupakan metode modelling yang intinya memberikan contoh secara factual melalui gerakan dan tindakan. Merujuk pada hal yang pernah dilakukan Rasulullah SAW dalam menerapkan keteladanan ini, beliau senantiasa melakukan sesuatu sebelum menyuruh orang lain (muridnya) melakukan sesuatu itu sebagai bentuk permodelan, sehingga orang lain akan dapat mengikuti dan mencerna dengan mudah sebagaimana yang mereka saksikan. Michael H Hart dalam bukunya The 100 a ranking of the most influential Person in history menjatuhkan pilihannya pada Nabi Muhammad SAW sebagai satusatunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses yang luar biasa, baik ditinjau dari sisi agama maupun duniawinya. Rasulullah Muhammad dalam
keteladanannya telah berhasil dalam membentuk peradaban manusia yang berkarakter kuat, tangguh, santun, dan berakhlaq mulia. Modelling (pemodelan) bertujuan agar peserta didik mempunyai gambaran nyata tentang apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Yang memberikan pemodelan ini biasanya adalah pengajarnya (guru/dosen). Dalam konteks pembelajaran, guru/dosen dapat memberikan contoh-contoh pengerjaan soal-soal sebelum siswa menyelesaikan tugas atau soal yang diberikan. Disamping itu seorang guru/dosen juga senantiasa memberi contoh yang baik dalam sikap dan perbuatan. Siswa akan melanjutkan dengan berusaha mengerjakan apa yang dicontohkan oleh guru/dosennya.
Dalam
pelaksanaannya
terkadang
muncul
percontohan-
percontohan antar siswa yakni dari siswa yang paham duluan kepada siswa yang kurang memahami. Manfaat metode keteladanan (modelling) menurut ‘Abdul Fattah (2009) adalah metode ini (1) sangat kuat bersemayam di dalam hati, (2) memudahkan pemahaman dan ingatan, (3) sangat efektif dan efisien dalam membantu guru/dosen mengajar dan mendidik para siswa, dan (4) sangat sesuai (cocok) dengan fitrah pengajaran itu sendiri. Dalam praktik pembelajaran, metode keteladan (modelling) berusaha mentransformasikan nilai-nilai positif dan mentransmisikan ajaran-ajaran kepada murid. Sehingga para murid mendapat pengalaman belajar yang sesungguhnya dengan mengoptimalkan seluruh indera yang tentunya akan terpatri dalam benak yang sulit untuk terlupakan. Ketika memberikan contoh seyogyanya dikembangkan sikap yang terpuji seperti rasa kasih-sayang, sabar,
berupaya menjauhi kesulitan sebaliknya menyukai
kemudahan, santun kepada para murid, dan berusaha dalam setiap kesempatan untuk mencurahkan ilmu pengetahuan dan kebaikan kepada orang lain. Dalam metode keteladanan (modelling) terdapat upaya untuk meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pembelajaran serta dapat menumbuhkan ataupun menanamkan kecerdasan emosional dan spiritual yang mewarnai aktivitas pembelajaran.
2. Etika Mulia Pengertian tentang etika dan moralitas sering disamakan begitu saja. Menurut Keraf (1998) dalam pengertian harfiahnya etika dan moralitas samasama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang ajeg dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana baiknya sebuah kebiasaan. Etika berasal dari kata Yunani “ethos”, yang dalam bentuk jamaknya ta etha berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam pengertian yang lain, Keraf (1998) berpendapat bahwa etika dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai: a. Nilai dan norma yang menyangkut bagaimana harus hidup baik dengan manusia. b. Masalah-masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma moral yang umum diterima. Partley (1997) berpendapat bahwa etika merupakan suatu cabang ilmu filsafat. Tujuannya adalah mempelajari perilaku, baik moral maupun immoral dengan tujuan membuat pertimbangan yang cukup beralasan dan akhirnya sampai pada rekomendasi yang memadai. Jadi, etika adalah suatu penyelidikan normatif, bukan
suatu
ilmu
murni
yang
deskriptif.
Sedangkan
Suseno
(1987)
mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan ajaran moral adalah ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dari ketetapan entah lisan atau tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Ludigdo dan Machfoedz (1999) mengungkapkan bahwa dalam konteks etika profesi, etika profesional berkaitan dengan perilaku moral. Perilaku moral yang dimaksud adalah lebih terbatas pada pengertian yang meliputi kekhasan pola etis yang diharapkan untuk profesi tertentu. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa etika merupakan ilmu yang tentunya bisa diajarkan dan dipelajari bahkan diterapkan oleh manusia. Etika yang baik sering disebut dengan etika mulia (akhlaqul karimah). Oleh karena itu, dalam
melaksanakan
tanggung
jawab
dan
profesionalismenya,
seorang
guru/dosen harus melaksanakan pertimbangan profesional dan moral yang peka, bertindak demi kepentingan bersama, jujur, objektif, dan menghindarkan benturan kepentingan, bekerja cermat serta mengevaluasi kelayakan sifat pelayanan yang diberikan. Jarwa dhosok dalam bahasa Jawa “Guru adalah digugu lan ditiru”. Jadi sepantasnyalah kalau seorang guru/dosen merupakan cermin bagi muridnya. Dalam peribahasa diungkapkan “Guru kencing berdiri murid kencing berlari”. Ungkapan tersebut menunjukkan betapa besar pengaruh dan dampaknya akan tingkah laku guru/dosen terhadap muridnya. Untuk itulah guru/dosen seyogyanya memberi contoh atau teladan yang baik bagi murid-muridnya.
3. Student Team Achievement Divisions (STAD) STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dimana siswa ditempatkan dalam tim belajar. Guru/dosen menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Pembelajaran kooperatif model STAD merupakan salah satu strategi pembelajaran konstruktivistik. Oleh karena itu, penyajian kelas diupayakan agar siswa aktif membangun pengetahuannya sendiri. Pengetahuan selanjutnya dibangun oleh siswa dengan cara bekerja sama dengan teman kelompoknya. Setiap siswa dituntut untuk saling bekerja sama. Setidaknya ada dua manfaat yang diperoleh dari belajar kooperatif yaitu manfaat akademik dan manfaat sosial. Secara akademis siswa meningkat pemahamannya dan prestasinya. Secara sosial siswa bisa belajar hidup bermasyarakat. Setelah belajar dalam kelompok dilakukan kuis secara individu untuk mengetahui peningkatan individu dan untuk memotivasi siswa untuk belajar terus sekaligus sebagai pertimbangan bagi guru/dosen dalam meneruskan pembelajaran berikutnya. Akhirnya pembelajaran ditutup dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mencapai prestasi dan predikat tertentu yaitu baik, hebat, dan super. Menurut Slavin (1995), penerapan model STAD terdiri dari siklus: (1) mengajar, (2) belajar dalam kelompok yaitu siswa bekerja dalam kelompok dengna dipandu oleh lembar kegiatan untuk menuntaskan materi pelajaran bersam anggota kelompok lainnya, (3) tes, dalam hal ini siswa mengerjakan kuis atau tugas secara
individu, dan (4) penghargaan kelompok dengan menentukan skor kelompok yang dihitung berdasarkan skor peningkatan anggota kelompok. Dengan melaksanakan hal tersebut, maka akan terjadi kegiatan belajar mengajar sesuai yang diharapkan. Siswa dan guru/dosen mendapatkan kemudahan untuk memahami materi pelajaran dan mampu menuntaskan pelajaran. Penerapan pembelajaran kooperatif model STAD masih memerlukan perhatian dalam pengalokasian waktu. Dari pengalaman diperoleh indikasi bahwa pembelajaran kooperatif metode STAD memerlukan waktu lebih banyak dari pada pembelajaran konvensional. Oleh sebab itu, pengaturan waktu untuk pelaksanaan diskusi kelompok dan presentasi antar kelompok perlu dibuat secara cermat dan hati-hati 4. Implementasi Metode Keteladanan dan Etika Mulia dalam Model Pembelajaran STAD Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalamanpengalaman belajar individual atau kompetitif (Muslimin Ibrahim, 2000). Penelitian pembelajaran yang dilakukan oleh Yurnietti (1999) menyatakan bahwa penerapan model kooperatif STAD memperlihatkan dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam mempelajari Fisika, dan siswa meminta supaya pembelajaran seperti ini dapat diteruskan oleh guru. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Sulistyorini (1998) menunjukkan model pembelajaran kooperatif STAD dalam mata pelajaran IPA dilaporkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Selanjutnya menurut Perdy Karuru (2001), dari hasil penelitiannya mengenai model pembelajaran kooperatif STAD diperoleh beberapa temuan antara lain guru dalam mengelola pembelajaran cukup baik, dan dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran, guru mampu melatihkan keterampilan proses dengan baik, mengubah pembelajaran dari teacher centered menjadi student centered, serta dapat meningkatkan proporsi jawaban benar siswa.
Hasil belajar yang diajar dengan pendekatan
keterampilan proses dalam setting pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dibanding pembelajaran yang tidak menggunakan pembelajaran kooperatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang disimpulkan oleh Nurchasanah (2006) bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif STAD di kelas X SMAN 5 Semarang mampu memaksimalkan implementasi KBK 2004 pada mata pelajaran Kimia yang ditunjukkan oleh aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik selama pembelajaran berlangsung. Anton (2008) menunjukkan pembelajaran metode STAD lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran Konvensional sehingga dapat dikatakan bahwa, penerapan pembelajaran kooperatif model STAD mampu meningkatkan kualitas belajar siswa kelas VIII di SMPN 5 Kepanjen Malang. Temuan yg lain adalah prestasi belajar matematika siswa yang di ajar dengan pembelajaran kooperatif model STAD lebih baik dari pada siswa yang di ajar dengan pembelajaran konvensional. Hasil penelitian Tandrasokhi Halawa (2009) menunjukkan bahwa siswa merasa senang dengan belajar kooperatif model STAD. Hal ini ditunjukkan dengan motivasi, aktivitas, dan sikap antusias mereka ketika memanipulasi benda-benda konkret untuk menemukan keliling dan luas bidang lingkaran. Hasil belajar siswa yang diukur melalui tes setiap akhir tindakan telah menunjukkan bahwa siswa telah memahami materi dengan baik. Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian Yulihoney (2009) yang menunjukkan bahwa hasil belajar siswa tentang menyatakan suatu himpunan, diagram Venn, dan diagram Venn gabungan dan himpunan untuk menyelesaikan soal cerita dengan pembelajaran model kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan. Dengan pembelajaran ini siswa terlihat nampak senang dan menyetujui akan penerapan model kooperatif tipe STAD dalam
pembelajaran
matematika.
Karamoy
(2009)
dalam
penelitiannya
mengindikasikan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif metode STAD perlu dijadikan sebagai suatu referensi dalam kegiatan pembelajaran matematika (materi pecahan) dan mungkin juga pada materi lain yang menekankan kerjasama, saling membantu dalam satu tim, dalam rangka menemukan konsep atau prinsip. Dari berbagai hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran STAD: (1) siswa lebih bisa memahami materi dengan baik, (2) siswa merasa senang dan antusias, (3) mampu meningkatkan kualitas belajar siswa, (4) meningkatkan keaktifan siswa, dan (5) dapat
memaksimalkan aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Disamping itu, model pembelajaran STAD memberi pengaruh positif kepada guru/dosen yakni, (1) dapat meningkatkan aktivitas guru/dosen/dosen selama pembelajaran, (2) guru/dosen mampu melatihkan keterampilan proses dengan baik, (3) guru/dosen dapat mengubah pola pembelajaran dari teacher centered menjadi student centered, serta (4) guru/dosen dapat meningkatkan proporsi jawaban benar siswa. Apabila dicermati lebih lanjut, berdasar bukti-bukti empirik dan fakta sejarah keberhasilan Rasulullah SAW dalam membangun karakter manusia menjadi generasi yang berpendidikan terdapatlah benang merah bahwa metode keteladanan (modelling) dan etika mulia dapat diintegrasikan dalam model pembelajaran STAD dan sangat terkait erat untuk menumbuhkan kepribadian siswa yang berakhlaq mulia. Keteladanan dan etika mulia inilah yang perlu dikembangkan dan ditumbuhkembangkan dalam proses pembelajaran melalui model STAD agar siswa terbiasa mengembangkan sikap positif sehingga terbentuk kepribadian yang mandiri, tangguh, peduli, dan bermoral yang pada gilirannya tercapai keberhasilan dan kesuksesan siswa mencapai prestasi puncak. Pada akhirnya akan bermuara pada terbentuknya pendidikan yang berkarakter sebagai buah dari keteladanan dan etika mulia yang lekat pada diri siswa. Merujuk pada hal yang pernah dilakukan Rasulullah SAW dalam menerapkan keteladanan ini, beliau senantiasa melakukan sesuatu sebelum menyuruh orang lain (muridnya) melakukan sesuatu itu sebagai bentuk permodelan, sehingga orang lain akan dapat mengikuti dan mencerna dengan mudah sebagaimana yang mereka saksikan. Modelling (pemodelan) bertujuan agar peserta didik mempunyai gambaran nyata tentang apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Dalam desain penelitian yang telah penulis lakukan tentang penerapan metode keteladanan (modelling) dan etika mulia dalam model pembelajaran STAD di SMA Muhammadiyah Pontren Imam Syuhodo, perangkat pembelajaran yang digunakan antara lain buku- buku yang relevan, lembar kegiatan siswa (LKS), kertas
kerja (worksheet),
dan
rencana pembelajaran.
Selain
itu,
juga
dikembangkan instrumen seperti lembar observasi, tes/kuis, dan angket siswa untuk mengetahui tanggapan siswa selama mengikuti proses pembelajaran.
Penerapan Metode Keteladanan dan Etika Mulia dalam Model Pembelajaran STAD yang dilakukan di SMA Muhammadiyah Pontren Imam Syuhodo, secara sederhana dapat digambarkan bahwa dalam interaksi edukatif dengan metode keteladanan dan etika mulia akan terjadi komunikasi multi arah yang pada akhirnya akan terjadi diskusi dan tanya jawab untuk mendapatkan informasi dan pengalaman belajar melalui praktik percontohan atau modelling. Keteladanan dan etika mulia diwujudkan dalam hubungan interpersonal, saling keterbukaan, jujur, dan mengandalkan kesabaran, kepedulian, dan kebaikan. Sedangkan model pembelajaran STAD digunakan untuk membentuk pola belajar yang memudahkan siswa memahami materi pelajaran dan membangun kegiatan berpikir yang dilakukan dengan mengoperasikan potensi intelektual untuk menganalisis, membuat
pertimbangan
dan
mengambil
keputusan
secara
tepat
dan
melaksanakannya secara benar dalam pengerjaan kasus-kasus akuntansi maupun matematika yang diberikan oleh guru/dosen. Hasil penelitian selama KBM menunjukkan bahwa (1) 80% siswa aktif menyampaikan pendapat di dalam kelompok/tim kurang dari 5 menit sejak tim mulai beberja, (2) 95% tim dapat menyelesaikan tugas di dalam LKS tepat waktu dari waktu yang telah ditentukan guru/dosen, (3) Kurang lebih 86% siswa sebagai anggota tim aktif berpartisipasi didalam kerja tim, sisanya adalah 10% kurang aktif dan kurang dari 4% pasif. Berdasarkan hasil penelitian yang berupa data observasi dan pencapaian nilai/skor kuis siswa dapat dilihat bahwa model pembelajaran ini mampu meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi. Hal ini bisa dibuktikan dengan rata-rata nilai yang dicapai siswa hampir 90% sudah melampaui batas/ kriteria ketuntasan minimal. Bahkan kurang lebih 30% anak mencapai nilai sempurna.
Adapun sisanya yang 10% siswa masih perlu
pembinaan khusus lebih lanjut. Hasil yang lain menunjukkan bahwa: (1) interaksi sosial di dalam tim berjalan cukup kondusif, (2) sikap siswa yang lebih pandai terhadap anggota tim yang lain sudah aktif terlihat memberikan bimbingan kepada anggota timnya yang kurang pandai, (3) kebersamaan tim untuk menuntaskan materi pelajaran sangat baik walaupun ada beberapa siswa yang kurang aktif.
Adapun kontribusi unik dalam pengembangan metode keteladanan dan etika mulia dalam model pembelajaran STAD adalah (1) dapat memberi dukungan pengukuran praktik pengajaran terhadap tingginya konteks keragaman sekolah, dari ketatnya persaingan pasar yang tidak hanya menekankan pada kecakapan intelektualitas saja tetapi hal lain yang juga penting perlu dipertimbangkan adalah penekanan pada kecakapan etika dan spiritual siswa melalui keteladan sebagai kunci ketercapaian keberhasilan yang sesungguhnya, (2) terbangunnya hubungan belajar antara praktik pengajaran dan hasil pencapaian kecakapan/kompetensi siswa di abad 21 yang melahirkan pribadi-pribadi yang tangguh, berakhlaq mulia, mandiri, dan cakap serta berkarakter. Kelebihan pembelajaran berbasis keteladanan dan etika mulia adalah (1) melatih peserta didik untuk mampu berpikir kritis dan imajinatif, menggunakan logika, menganalisis fakta-fakta dan melahirkan imajinatif atas ide-ide lokal dan tradisional, (2) merupakan pendekatan yang dapat dikolaborasikan dengan berbagai model pembelajaran, (3) merupakan hal yang inherent dalam kehidupan peserta didik, (4) menekankan pada nilai, sikap, kepribadian, mental, emosional, dan spiritual sehingga peserta didik belajar dengan menyenangkan dan bergairah, (5) guru/dosen dan
peserta didik akan dapat memperoleh pengetahuan dan
pengalaman, karena terlibat dalam diskusi yang mendalam dan memicu berpikir kritis sehingga mampu memasuki ranah intelektual, sosial, mental, emosional, dan spiritual seseorang, (6) Hubungan antara guru/dosen dan peserta didik akan terbina secara harmonis, dan (7) merupakan metode yang dapat meletakkan landasan karakter yang kuat dalam pembentukan generasi yang berkarakter. Sebagai suatu inovasi pembelajaran, metode keteladanan dan etika mulia diharapkan mampu memberdayakan guru/dosen dan peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga kualitas pembelajaran dan hasil belajar dapat meningkat. Keteladanan dan etika mulia
memuat aspek-aspek akhlaqul karimah yang
selanjutnya dengan keteladanan dan etika mulia peserta didik akan mampu mengimplementasikan
nilai-nilai
positif
mengintegrasikannya dalam kehidupan dirinya.
dan
secara
perlahan-lahan
Dengan demikian, kombinasi metode keteladanan dan etika mulia dalam STAD syarat dengan nilai-nilai etika yang luhur yang harus dikedepankan dan ditumbuhkan dalam diri peserta didik agar terbangun kepribadian yang unggul dan berakhlaq mulia yang mampu mengadapi tantangan dan tuntutan perkembangan jaman. Nilai-nilai positif inilah yang dijadikan orientasi dalam metode keteladanan dan etika mulia. Selain siswa cakap beretika, siswa juga cakap dalam keilmuan yang terbangun dari pola belajar aktif, kritis, dan mandiri melalui model pembelajaran STAD. Oleh karena itu, sebenarnya secara praktik metode keteladan dan etika mulia bisa digunakan ke semua model pembelajaran yang telah digunakan seperti Multiple Intelligences, Belajar Aktif, Keterampilan Proses ataupun Partnership Learning Method dan lain-lain. Namun hal yang perlu diperhatikan dalam tataran praktik adalah ketercapaian kompetensi pada pemahaman keilmuan dalam hal ini akuntansi merupakan titik sentral bagi guru/dosen, dengan menyelipi nilai-nilai etika mulia dan keteladanan.
III. Kesimpulan Kesimpulannya adalah: (1) untuk membelajarkan peserta didik dengan sesungguhnya belajar dibutuhkan pemikiran kritis, kreatif, dan mendalam serta diperlukan inovasi dalam metode dan model pembelajaran yang digunakan, (2) dengan metode keteladanan dan etika yang terintegrasi dalam model STAD diharapkan mampu melahirkan pribadi yang tangguh, handal, santun, mandiri, dan berkarakter yang pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, (3) metode keteladanan dan etika mulia, mencerminkan optimalisasi potensi peserta didik dalam kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan spiritual yang merupakan kunci utama untuk kesuksesan masa depan anak (4) berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa penerapan metode keteladan (modelling) dan etika mulia dalam model pembelajaran kooperatif STAD di SMA M Pontren Imam Syuhodo mampu mengoptimalkan aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik selama pembelajaran berlangsung.
IV. Rekomendasi, Keterbatasan, dan Implikasi Rekomendasi bagi perbaikan kualitas pembelajaran adalah: (1) perlu ada penataan sistem pendidikan secara utuh dan integral, dalam bentuk program yang lebih realistik dalam membentuk siswa yang berkepribadian, (2) penerapan metode keteladanan (modelling) dan etika mulia membutuhkan komitmen yang kuat, kompetensi, konsistensi, dan kerja keras dalam upaya membangun pribadi yang berkarakter untuk mengantarkan siswa mencapai kesuksesan yang sesungguhnya. Oleh karena itu semua pihak yang berkepentingan seyogyanya terlibat aktif dalam menjaga komitmen dan konsistensi. Adapun keterbatasan dalam studi empirik ini adalah hasil investigasi dan observasi hanya berjalan satu semester. Hal ini memungkinkan penemuan dan dampak yang terlihat masih belum begitu mendalam. Keterbatasan yang lain adalah perangkat seperti komponen angket/lembar observasi dan pengolahan hasil observasi yang masih sederhana. Sedangkan implikasi dari penulisan karya ilmiah ini adalah dapat memberikan inspirasi dan opsi pola interaksi edukatif dalam metode pembelajaran yang dapat dikombinasikan dengan model pembelajaran yang tentunya dapat diaplikasikan dalam proses belajar dan mengajar. Metode keteladanan (modelling) dan etika mulia mempunyai implikasi yang kuat dalam perubahan perilaku pada peserta didik dan dapat membangun karakter yang kuat pada peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Fattah, Abu Ghuddah. 2009. 40 Metode Pendidikan dan Pengajaran Rasulullah. Edisi Terjemahan. Penerbit Irsyad Baitussalam. Bandung Ad. Rooijakkers. 1991. Mengajar dengan Sukses, Petunjuk Untuk Merencanakan dan Menyampaikan Pengajaran. Penerbit PT. Grasindo. Jakarta. Al Hakim, Suparlan. 2004. Strategi Pembelajaran Berdasarkan Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT). P3G, Dirjen Dikdasmen. Anton Prayitno. 2008. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model STAD Terhadap Kualitas Belajar Matematika Siswa SMP Chase, A.-M., Peterson, B., Dawes, I., & Ellul, R. 2002. The future learner. Keynote paper in the Second Online Conference of the Technology Colleges Trust, 13–26 October and 24 November – 7 December, Retrieved 27 May 2003,
. Eni, J Sulistyorini. 2007. Analisis Hubungan Faktor-faktor Peningkatan Mutu Pendidikan Akuntansi Terhadap Peningkatan Mutu Profesi Akuntan Publik di Perguru/dosen/dosenan Tinggi Swasta di Surakarta. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara Hansiswany Kamarga. 2009. Inovasi Pendidikan dan Upaya Percepatan Pembangunan Bangsa. Makalah disampaikan atas permintaan panitia dalam “Diklat Pendidikan Nasional, Mempercepat Pembangunan Nasional dengan Pendidikan Bermutu”, Diva Pendidikan, pada tanggal 9 Mei 2009. Keraf, A. Sony. 1998. Etika Bisnis Tuntutan dan relevansinya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Ludigdo, Unti dan Machfoedz, Mas’ud. 1999. Profesi Akuntan dan Mahasiswa Tentang Etika Bisnis. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Edisi Januari: 1-19. M. Neo, T.K. Neo, X.L. Tai. S. P. Teoh. 2005. Innovative teaching and learning: Engaging students in webbased constructivist learning in a Malaysian classroom. Centre for Innovative Education (CINE), Faculty of Creative Multimedia, Multimedia University, Cyberjaya, Malaysia Mulyasa. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Penerbit Pustaka Pelajar.
Muslimin Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Pusat Sains dan Matematika Sekolah, Program Pasca Sarjana UNESA: University Press. Nurchasanah, Harjono. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif STAD sebagai Upaya Memaksimalkan Implementasi KBK 2004 Pada Mata Pelajaran Kimia di Kelas X SMAN 5 Semarang. Perdy Karuru. 2001. Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Belajar IPA Siswa SLTP. www.depdiknas.go.id. Pratley Peter. 1997. The Essence of Business Ethics. Edisi Terjemahan. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta. Rosenblum, S. & Louis, K. S. 1981. Stability and Change, Innovation in an Educational Context. New York & London : Plenum Press. Rogers, E. M. 1983. Diffusion of Innovations. New York : The Free Press, A Division of Macmillan Publishing Co. Inc. Slavin. 1995. Cooperative Learning Theory. Second Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon. Sri Sulistyorini. 1998. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Mata Pelajaran IPA. Edukasi Edisi 3 Tahun X IKIP Semarang. Sri Untari. 2007. Pembelajaran Inovatif Berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking Suseno, Franz Magnis. 1997. Etika Dasar. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Swidler, L. 2000. Religion Dialogue in Dialogue Era. Philadelpia, University Press Syuul T Karamo., 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Metode STAD (Student Team- AchievementDivision) Pada Pelajaran Matematika di Kelas IV Sekolah Dasar Tandrasokhi Halawa. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model STAD dalam Meningkatkan Pemahaman Matematika pada Lingkaran Siswa Kelas VIII MTs Darussa’adah Poncokusumo Kabupaten Malang. (Tesis) Undang-Undang Republik Indonesia. Seri Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia 1985-1993. Penerbit PT. Wikrama Waskitha. Jakarta. Widarti. 2002. Rencana Pembelajaran Geografi Bernuasa Deep Dialogue/Critical Thinking, (makalah dalam Pelatihan Instruktur Mata pelajaran Geografi SMP). Malang PPPG IPS-PMP
Winarno Surahmad. 1984. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Edisi IV. Penerbit Transito. Bandung. Yurnetti. 1999. Pembelajaran Kooperatif sebagai Model Alternatif dalam Pembelajaran Fisika. Jurnal Fisika HFI B5(2002) 0561. Yulihoney. 2009. Penerapan Model STAD (Students Teams Achievement Division) pada Pembelajaran Matematika di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Negeri