BAB II KAJIAN TEORI BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori 1.
Pembelajaran Matematika
a.
Pembelajaran Pembelajaran berasal dari kata belajar yang diartikan sebagai suatu proses
memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya (Sugihartono, dkk., 2007: 74). Terdapat beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian belajar yaitu bahwa belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang menyangkut aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis yang terjadi melalui latihan atau pengalaman serta bersifat relatif mantap (Ngalim Purwanto, 2002: 84-85). Pendapat lain mengatakan bahwa belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, yang berarti keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar peserta didik di sekolah dan lingkungan sekitarnya (Asep Jihad dan Abdul Haris, 2008: 1). Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan yang ditunjukkan oleh perubahan kemampuan dan tingkah laku yang menyangkut berbagai aspek kepribadian baik fisik maupun psikis yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dan perubahan itu relatif tetap. 13
Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik
untuk
menyampaikan
ilmu
pengetahuan,
mengorganisasi
dan
menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta hasil yang optimal (Sugihartono, dkk., 2007: 81). Erman Suherman, dkk. (2001: 9) mendefinisikan pengertian pembelajaran menurut konsep sosiologi sebagai rekayasa sosio-psikologis untuk memelihara kegiatan belajar sehingga tiap individu yang belajar akan belajar secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan dan dapat hidup sebagai anggota masyarakat yang baik. Dalam arti sempit,
proses
pembelajaran
adalah
proses
pendidikan
dalam
lingkup
persekolahan, sehingga arti dari proses pembelajaran adalah proses sosialisasi individu peserta didik dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber/fasilitas, dan teman sesama peserta didik. Menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional antara peserta didik dengan guru dan peserta didik dengan peserta didik, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi peserta didik yang bersangkutan. Guru berperan sebagai komunikator, peserta didik sebagai komunikan, dan materi yang dikomunikasikan berisi pesan berupa ilmu pengetahuan. Gagne (Benny A. Pribadi 2009: 9) mendefinisikan istilah pembelajaran sebagai "a set of events embedded in purposeful activities that facilitate learning". Pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar.
14
Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, mengorganisasi, dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga peserta didik dapat belajar secara efektif dan efisien serta memperoleh hasil yang optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan dan dapat hidup sebagai masyarakat yang baik. b. Matematika Chambers (2010: 9) mengatakan bahwa, “Mathematics is a study of patterns, relationships and rich interconnected ideas (the purist view). It also a tool for solving problems in a wide range of contexts (the utilitarian view)”. Pendapat tersebut berarti bahwa matematika dalam pandangan murni adalah studi tentang pola, hubungan dan ide-ide yang saling berhubungan, sedangkan dalam pandangan utilitarian merupakan alat untuk memecahkan masalah dalam berbagai konteks. Ia juga menyebutkan karakteristik matematika sebagai sebuah alat untuk memecahkan masalah, dasar penelitian ilmiah dan teknologi serta menyediakan cara untuk model situasi nyata. Menurut Erman Suherman, dkk. (2001: 17), matematika itu bahasa simbol; matematika itu bahasa numerik; matematika itu bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional; matematika itu metode berpikir logis; matematika adalah sarana berpikir; matematika adalah logika pada masa dewasa; matematika adalah ratunya ilmu pengetahuan dan sekaligus pelayannya; matematika adalah sains mengenai kuantitas dan besaran; matematika adalah suatu sains yang bekerja menarik kesimpulan-kesimpulan yang perlu; matematika 15
itu suatu sains formal murni; matematika itu sains yang memanipulasi simbol; matematika itu ilmu tentang bilangan dan ruang; matematika itu ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk, dan struktur; matematika itu ilmu yang abstrak dan deduktif; matematika itu aktifitas manusia. Ebbutt S. dan Straker A. (Marsigit, 2009) menyatakan bahwa “Mathematics is a search for patterns and relationship; mathematics is a creative activity, involving imajination, intuition dan discovery; mathematics is a way of solving problems; and mathematics is a means of communicating information or ideas”. Pernyataan tersebut menyatakan bahwa matematika adalah kegitan mencari pola dan hubungan; matematika adalah kegiatan kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan; matematika adalah langkah penyelesaian masalah; serta matematika adalah komunikasi informasi atau ide-ide. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa matematika adalah hasil pemikiran yang berhubungan dengan proses
dan penalaran yang logis yang mempelajari
hubungan pola, bentuk, dan struktur. c.
Pembelajaran Matematika Gagne (Bell, 1981: 108) mengatakan bahwa objek pembelajaran matematika
terdiri dari objek langsung yang meliputi fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip serta objek tidak langsung yang meliputi penyampaian pembelajaran, kemampuan menyelidiki, kemampuan pemecahan masalah, belajar mandiri, dan bersikap positif terhadap matematika. Bell (1981: 194) menjelaskan bahwa objek langsung matematika diajarkan pada semua tingkatan kelas meskipun fakta-fakta dan keterampilan cenderung ditekankan di kelas yang lebih rendah, konsep-konsep 16
ditekankan di kelas menengah, dan prinsip-prinsip ditekankan pada kelas yang lebih tinggi. Menurut Soedjadi (2006: 6), pembelajaran matematika merupakan upaya yang dilakukan oleh guru dalam membuat peserta didik belajar matematika secara optimal. Fungsi pembelajaran matematika menurut Erman Suherman, dkk. (2003: 57) adalah sebagai alat, pola pikir, dan ilmu pengetahuan. Ketiga fungsi matematika tersebut dijadikan acuan dalam pembelajaran matematika sekolah. Pembelajaran matematika di sekolah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membentuk pola pikir dalam memahami suatu pengertian dan penalaran. Hal ini mendorong guru untuk memilih dan menggunakan strategi, metode, pendekatan, serta teknik pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Dalam Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006 disebutkan bahwa tujuan mata pelajaran matematika di SMP yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika,
17
3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsir solusi yang diperoleh, 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam memelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. 2.
Pendekatan Saintifik National Science Teacher Association (NSTA) mendefinisikan pendekatan
saintifik sebagai belajar/mengajar sains dan teknologi dalam konteks pengalaman manusia (Daryanto dan Herry Sudjendro, 2014: 82). Pendekatan ini pada hakekatnya merupakan upaya pemahaman, penyadaran, dan pengembangan nilai positif tentang fenomena alam dan sosial yang meliputi produk dan proses. Yunus Abidin (2014: 122) mendefinisikan pendekatan saintifik sebagai pendekatan pada proses pembelajaran yang dilakukan untuk memecahkan masalah melalui kegiatan perencangan yang matang, pengumpulan data yang cermat, dan analisis yang teliti untuk menghasilkan sebuah simpulan. Untuk melaksanakan kegiatan ini peserta didik harus dibina kepekaannya, kemampuan dalam mengajukan pertanyaan,
ketelitiannya mengumpulkan data, dan
kecermatannya mengolah data untuk menjawab pertanyaan dan akhirnya kemampuannya membuat simpulan sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukannya.
18
Menurut M. Hosnan (2014: 34), pendekatan saintifik dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip yang ditemukan. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Menurut
Barringer
(2010)
pendekatan
saintifik
adalah
pendekatan
pembelajaran yang menuntut peserta didik berpikir secara sistematis dan kritis dalam upaya memecahkan masalah yang penyelesaiannya tidak mudah dilihat. Pembelajaran ini melibatkan peserta didik dalam kegiatan memecahkan masalah yang kompleks melalui kegiatan menuangkan gagasan, berpikir kreatif, dan melakukan aktivitas penelitian. Menurut Hariadi (Rima Buana Prahastiwi, Subani, dan Dwi Haryoto, 2014) pembelajaran dengan pendekatan saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut: 1). berpusat pada peserta didik, 2). melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip, 3). melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan 4). dapat mengembangkan karakter peserta didik.
19
Pada Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses dijelaskan bahwa sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi maka prinsip pembelajaran yang digunakan pada pembelajaran dengan pendekatan saintifik meliputi: a. dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu; b. dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar; c. dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah; d. dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi; e. dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu; f. dari
pembelajaran
yang
menekankan
jawaban
tunggal
menuju
pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi; g. dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif; h. peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) danketerampilan mental (softskills); i. pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat; j. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);
20
k. pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat; l. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas; m. pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan n. pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik. Menurut Hosnan (2014: 39) langkah pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik meliputi mengamati, menanya, pengumpulan data, mengasosiasi, serta mengkomunikasikan. a. Mengamati (observing) Melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa dan dengan alat). b. Menanya (questioning) Mengajukan pertanyaan dari yang faktual sampai ke yang bersifat hipotesis; diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan) c. Pengumpulan data (experimenting) Menentukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan, menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen).
21
d. Mengasosiasi/Menalar (assosiating) Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, menentukan hubungan data / kategori. menyimpulkan dari hasil analisis data; dimulai dari unstructured - uni structure – multistructure – complicated structure. e. Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar atau media lainnya. Menurut Daryanto (2014) langkah-langkah pendekatan saintifik pembelajaran
meliputi
mengamati
(observasi),
menanya,
dalam
mengumpulkan
informasi, mengasosiasi/mengolah informasi/menalar, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan. Menurut Yunus Abidin (2014: 141), ada empat tahapan dalam pendekatan saintifik. Keempat tahapan tersebut adalah sebagai berikut. a. Identifikasi masalah Pembelajaran diawali dengan masalah yang kemudian dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan (rumusan masalah) yang dibuat peserta didik. Rumusan masalah merupakan pertanyaan pemandu pembelajaran yang harus peserta didik dapatkan jawabannya setelah selesai melaksanakan seluruh rangkaian pembelajaran. b. Membuat hipotesis Berdasarkan langkah kerja penelitian ini, dalam konteks model pembelajaran peserta didik harus menggunakan penalarannya baik secara induktif maupun deduktif untuk mampu merumuskan jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.
22
c. Mengumpulkan dan menganalisis data Kegiatan pengumpulan data dapat dilakukan baik secara eksperimen maupun studi lainnya. Hasil pengumpulan data tersebut selanjutnya diolah sehingga dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian ataupun untuk membuktikan hipotesis. d. Menginterpretasi data dan membuat kesimpulan Kegiatan interpretasi merupakan aktivitas yang dilakukan peserta didik untuk memaknai hasil penelitian sederhana yang telah dilakukannya. Hasil interpretasi adalah simpulan yang dibuat oleh peserta didik dan selanjutnya menjadi pengetahuan yang benar-benar dikonstruksi oleh peserta didik sendiri sehingga diyakini akan meningkatkan tingkat retensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan menyimak penjelasan guru. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik merupakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan keterampilan proses seperti mengamati,
mengklasifikasi,
mengukur,
meramalkan,
menjelaskan,
dan
menyimpulkan sehingga suatu masalah dapat diselesaikan. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik meliputi mengamati (observasi), menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengkomunikasikan. 3.
Masalah Open Ended Open ended problems or incomplete problems are problems that are
formulated to have multiple correct answer (S. Shimada and J.P. Becker, 1997). Dapat dikatakan bahwa masalah open ended atau masalah terbuka atau disebut
23
juga masalah tak lengkap merupakan masalah yang diformulasikan memiliki multijawaban benar. Menurut Maqsudah (Marina Putriyanti, 2007) masalah openended adalah masalah yang mengarahkan peserta didik untuk menggunakan keragaman cara atau metode penyelesaian sehingga sampai pada suatu jawaban yang diinginkan. Menurut Hannafin, Hall, Land dan Hill (Miftahul Huda, 2013: 278-279), pembelajaran terbuka atau yang sering dikenal dengan istilah open ended learning (OEL) merupakan proses pembelajaran yang didalamnya tujuan dan keinginan individu/peserta didik dibangun dan dicapai secara terbuka. Pada metode pembelajaran, masalah terbuka diberikan kepada peserta didik terlebih dahulu, kemudian dari masalah tersebut dihasilkan banyak jawaban benar sehingga memberikan pengalaman dalam menemukan sesuatu yang baru selama proses pemecahan masalah (S. Shimada and J.P. Becker, 1997). Dari beberapa pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan masalah open ended merupakan pembelajaran yang didalamnya tujuan dan keinginan peserta didik dibangun dan dicapai dengan cara terbuka, maksudnya masalah-masalah yang diselesaikan mempunyai multijawaban yang benar maupun beragam cara penyelesaian. Ali Mahmudi (2008: 3) menyebutkan aspek keterbukaan dari masalah open ended diklasifikasikan ke dalam tiga tipe, yakni: a. terbuka proses penyelesaiannya, artinya adalah soal tersebut memiliki strategi penyelesaian yang beragam, b. terbuka hasil akhirnya, jawaban soal tersebut tidak unik atau mempunyai jawaban benar lebih dari satu, dan
24
c. terbuka pengembangan lanjutannya, bahwa peserta didik dapat mengubah syarat atau kondisi pada soal, setelah peserta didik menyelesaikan soal tersebut. Contoh penerapan masalah open ended dalam pembelajaran adalah ketika peserta didik diminta mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang berbeda dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan, bukan berbasis pada jawaban (hasil) akhir. Tujuan utama peserta didik dihadapkan dengan masalah open ended bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada bagaimana cara sampai pada jawaban tersebut sehingga tidak hanya ada satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban namun beberapa atau banyak. Sifat keterbukaan dari masalah itu akan hilang jika guru hanya mengajukan satu alternatif cara dalam menyelesaikan permasalahan (Erman Suherman, dkk., 2001: 113). Tujuan dari pembelajaran open ended menurut Nohda (Erman Suherman, dkk., 2001: 114) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematis peserta didik melalui problem solving secara simultan. Kegiatan matematika dan kegiatan peserta didik disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut. a. Kegiatan Peserta Didik Harus Terbuka Kegiatan peserta didik harus terbuka, maksudnya kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan peserta didik untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.
25
b. Kegiatan Matematika adalah Ragam Berpikir Kegiatan matematika adalah kegiatan yang di dalamnya terjadi proses pengabstraksian dan pengalaman nyata dalam kehidupan dalam ke dalam dunia matematika atau sebaliknya. Pada dasarnya kagiatan matematika akan mengundang proses manipulasi dan manifestasi dalam dunia matematika. c. Kegiatan Peserta Didik dan Kegiatan Matematika Merupakan Satu Kesatuan Kegiatan peserta didik dan kegiatan matematik dikatakan terbuka secara simultan dalam pembelajaran, jika kebutuhan dan berpikir matematik peserta didik terperhatikan guru melalui kegiatan-kegiatan matematik yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan lainnya. 4.
Pendekatan Saintifik Berbasis Masalah Open Ended Berdasarkan definisi dari pendekatan saintifik dan masalah open ended dapat
dikatakan bahwa pendekatan saintifik berbasis masalah open ended merupakan pendekatan pembelajaran dengan masalah terbuka sebagai dasarnya yang melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan sehingga masalah tersebut dapat terselesaikan. Langkah-langkah pendekatan saintifik berbasis masalah open ended meliputi mengamati masalah-masalah terbuka (open ended), menanya pertanyaanpertanyaan
terbuka,
mengumpulkan
informasi
yang
bersifat
mengasosiasi/menalar dengan berbagai cara, serta mengkomunikasikan.
26
jamak,
5.
Kemampuan Berpikir Kreatif Menurut Norris dan Ennis (Brookhart, Susan M., 2010: 125), Creative
thinking is the brainstorming or putting together of new ideas. Creative thinking is reasonable, productive, and nonevaluative. Berpikir kreatif merupakan pengumpulan dari ide-ide baru. Berpikir kreatif merupakan sesuatu yang beralasan, produktif dan nonevaluatif. Creative thinking are based on one fundamental principle—a new idea is made up of old ideas combined in a new way. The simplest way to do this is by adding, replacing, or subtracting ideas (Lau, Joy Y. F., 2011: 223). Berpikir kreatif didasari oleh satu prinsip yang fundamental yaitu bahwa sebuah ide baru dibentuk dari kombinasi ide-ide lama dengan cara yang baru. Cara paling sederhana yaitu dengan menambah, mengganti, atau mengurangi ide-ide tersebut. Tatag Yuli Eko Siswono (2005) mengatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan peserta didik dalam memahami masalah dan menemukan penyelesaian dengan strategi atau metode yang bervariasi (divergen). Menurut McGregor (Ali Mahmudi, 2014) kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan berpikir yang mengarah pada cara memperoleh wawasan baru, pendekatan baru, perspektif baru, atau cara baru pada saat memahami sesuatu. Silver (Tatag Yuli Eko Utomo dan I Ketut Budayasa, 2006) memberikan indikator untuk menilai berpikir kreatif peserta didik (kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan) menggunakan pemecahan masalah. Masalah open ended merupakan bagian dari pemecahan masalah. Lebih lanjut ketiga indikator tersebut dijelaskan sebagai berikut. 27
a. Kefasihan dalam pemecahan masalah mengacu pada keberagaman (bermacam-macam) jawaban masalah yang dibuat peserta didik dengan benar. b. Fleksibilitas dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan peserta didik memecahkan masalah dengan berbagai cara yang berbeda. c. Kebaruan dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan peserta didik menjawab masalah dengan beberapa jawaban yang berbeda-beda tetapi bernilai benar atau satu jawaban yang tidak biasa dilakukan oleh individu (peserta didik) pada tahap perkembangan mereka atau tingkat pengetahuannya. S. C. Utami Munandar (1997: 88-90) menjabarkan indikator kemampuan berpikir kreatif dalam luwes/fleksibel,
orisinal,
5 indikator
yaitu
kemampuan
kemampuan berpikir
memperinci/mengelaborasi
lancar, serta
kemampuan menilai/mengevaluasi. Selanjutnya definisi dari indikator-indikator tersebut dijelaskan sebagai berikut. a. Kemampuan Berpikir Lancar Menemukan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan, memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. b. Kemampuan Berpikir Luwes/Fleksibel Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda, mencari banyak
28
alternatif atau arah yang berbeda-beda, mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. c. Kemampuan Berpikir Orisinal Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, mampu kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. d. Kemampuan Memerinci/Mengelaborasi Mampu memperkaya atau mengembangkan suatu gagasan atau produk, menambahkan atau memperinci detil-detil dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. e. Kemampuan Menilai/Mengevaluasi Menentukan patokan nilai sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat atau suatu tindakan bijaksana, mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka, tidak hanya mencetuskan gagasan tetapi juga melaksanakannya. Menurut Nur Ghufron dan Rini Risnawita S. (2014: 106-111), aspek kemampuan berpikir kreatif adalah sebagai berikut. a. Kelancaran Berpikir Kemampuan untuk mengemukakan banyak ide atau gagasan secara lancar. b. Keluwesan Berpikir Kemampuan untuk melihat berbagai macam sudut pandang dan memberikan berbagai macam jawaban dari suatu masalah.
29
c. Keaslian Berpikir Kemampuan memberikan jawaban yang tidak diduga dan tidak terpikirkan oleh orang pada umumnya atau mempunyai gagasan yang belum atau jarang diberikan orang lain. d. Elaborasi/Memerinci Kemampuan memperkaya dan mengembangkan ide-ide serta kemampuan memperinci ide sampai ke hal-hal yang sekecil-kecilnya. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan dalam memahami masalah dan menemukan penyelesaiannya dengan berbagai cara, metode, ide serta perspektif yang baru. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga indikator kemampuan berpikir kreatif yaitu: a. Kelancaran Peserta didik mampu menemukan banyak jawaban terkait suatu masalah matematika. b. Keluwesan Peserta didik mampu memberikan banyak cara penyelesaian berbeda pada suatu permasalahan matematika. c. Kebaruan Peserta
didik
mampu
menyelesaikan
permasalahan
matematika
menggunakan cara yang baru, unik, atau berbeda dengan cara lainnya.
30
6.
Rasa Ingin Tahu Rasa ingin tahu didefinisikan selalu terdorong untuk mengetahui lebih
banyak, mengajukan banyak pertanyaan, selalu memperhatikan orang, objek, dan situasi, serta peka dalam pengamatan dan ingin mengetahui/meneliti (S. C. Utami Munandar, 1997: 91). Pupuh Fathurahman, AA Suryana, dan Fenni Fitriany (2013: 104) mendeskripsikan rasa ingin tahu sebagai sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Suyadi (2013: 9) menjelaskan bahwa rasa ingin tahu yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajarai secara lebih mendalam. Menurut S. C. Utami Munandar (1997), aspek ingin tahu meliputi mempertanyakan segala sesuatu, senang menjajaki buku-buku, peta-peta, gambargambar,
dan
sebagainya
untuk
mencari
gagasan-gagasan
baru,
tidak
membutuhkan dorongan untuk menjajaki atau mencoba sesuatu yang belum dikenal, menggunakan semua pancainderanya untuk mengenal, tidak takut menjajaki bidang-bidang baru, ingin mengamati perubahan-perubahan dari hal-hal atau kejadian-kejadian, serta ingin bereksperimen dengan benda-benda mekanik. Ajeng Ginanjar (2013) mengatakan bahwa aspek rasa ingin tahu meliputi bertanya, menjawab pertanyaan yang muncul selama pembelajaran, merespon, memperhatikan penjelasannya, memiliki inisiatif dan antusias, memiliki sikap kreatif, kontribusi peserta didik dalam diskusi/proyek pembelajaran, serta pengayaan. A.M. Putri, S. Khanafiyah, dan H. Susanto (2014) mengatakan bahwa
31
aspek rasa ingin tahu yaitu bertanya kepada guru dan teman tentang materi pelajaran, mencari informasi dari berbagai sumber, serta bertanya kepada guru tentang pengetahuan umum. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa rasa ingin tahu adalah cara berpikir, sikap, dan perilaku yang selalu terdorong untuk mengetahui segala sesuatu secara lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Aspek rasa ingin tahu yang digunakan dalam penelitian ini meliputi mempertanyakan segala sesuatu, menjawab pertanyaan yang muncul selama pembelajaran, memperhatikan penjelasan guru, memiliki inisiatif dan antusias, memberikan kontribusi dalam diskusi, mencari informasi dari berbagai sumber, serta tidak takut mencoba sesuatu yang baru. 7.
Tinjauan Materi Pada kurikulum 2006, memahami konsep segitiga dan segiempat serta
menentukan ukurannya termasuk dalam materi semester 2 kelas VII. Oleh karena itu, peneliti mengambil materi luas dan keliling segitiga dan segiempat sesuai dengan SK, KD, dan Indikator dalam tabel 1 berikut. Tabel 1. SK, KD, dan Indikator Standar Kompetensi Memahami konsep segiempat dan segitiga serta menentukan 6 ukurannya Kompetensi Dasar Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segiempat 6.3 serta menggunakannya dalam pemecahan masalah Indikator 6.3.1 Menemukan rumus keliling, luas persegi panjang dan persegi Menggunakan rumus keliling, luas persegi panjang dan persegi 6.3.2 untuk menyelesaikan masalah 32
6.3.3 6.3.4 6.3.5 6.3.6 6.3.7 6.3.8 6.3.9 6.3.10 6.3.11 6.3.12
Menemukan rumus keliling dan luas segitiga Menggunakan rumus keliling dan luas segitiga untuk menyelesaikan masalah Menemukan rumus keliling dan luas jajar genjang Menggunakan rumus keliling dan luas jajar genjang untuk menyelesaikan masalah Menemukan rumus keliling, luas belah ketupat dan layanglayang Menggunakan rumus keliling, luas belah ketupat dan layanglayang untuk menyelesaikan masalah Menemukan rumus keliling dan luas trapesium Menggunakan rumus keliling dan luas trapesium untuk menyelesaikan masalah Menghitung keliling gabungan bangun segitiga dan segiempat Menghitung luas gabungan bangun segitiga dan segiempat
Keliling adalah jumlah panjang sisi-sisi suatu bangun sedangkan luas adalah banyaknya persegi satu satuan yang mengisi suatu bangun. Rumus keliling dan luas segitiga dan segiempat disajikan dalam tabel 2 berikut. Tabel 2. Rumus Luas dan Keliling pada Segitiga dan Segiempat No 1 2 3
Nama Bangun Persegi Panjang Persegi Segitiga
4 5
Jajar Genjang Belah Ketupat
6
Layang-layang
7
Trapesium
Keliling
Luas
Keterangan: : panjang : lebar : sisi : sisi pertama : sisi kedua : sisi ketiga
: sisi keempat : diagonal satu : diagonal dua : alas : tinggi : jumlah sisi sejajar 33
8.
Keefektifan Pembelajaran Guru harus merencanakan pembelajaran dengan baik untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Pembelajaran yang efektif merupakan pembelajaran yang mengarahkan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang direncanakan atau dengan kata lain pembelajaran akan efektif jika pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang baik sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Nightiangle dan O’Neil (Killen, 2009: 4) mendeskripsikan karakteristik pembelajaran yang efektif, yaitu sebagai berikut. a. Peserta didik mampu menerapkan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah. b. Peserta didik mampu mengkomunikasikan pengetahuannya kepada orang lain. c. Peserta didik mampu memahami hubungan dari pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajarinya. d. Peserta didik mampu mempertahakan pengetahuan yang dimilikinya dalam waktu yang lama. e. Peserta didik mampu menemukan atau mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. f. Peserta didik memiliki keinginan untuk terus belajar. Nana Sudjana mengemukakan (2002: 34-35) bahwa pembelajaran efektif dapat ditinjau dari proses dan hasilnya. Prosesnya sesuai dengan apa yang direncanakan sedangkan hasilnya sesuai dengan kriteria yang ditentukan. 34
Keefektifan pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sejauh mana proses pembelajaran berhasil membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang dapat dilihat dari kriteria yang telah ditentukan. Kriteria efektif untuk kemampuan berpikir kreatif yaitu rata-rata nilai posttest lebih dari nilai pretest dan rata-rata nilai posttest lebih dari 74,99. Kriteria efektif untuk rasa ingin tahu yaitu jika rata-rata skor rasa ingin tahu akhir lebih dari rata-rata skor rasa ingin tahu awal dan rata-rata skor rasa ingin tahu akhir lebih dari 56. B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian ini berdasarkan pada beberapa penelitian sebelumnya yaitu: 1.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yunita Sari, Ira Kurniawati, dan Getut Pramesti (2013) terhadap peserta didik kelas X SMA menunjukkan bahwa pendekatan open ended menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada pendekatan konvensional pada materi trigonometri.
2.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maria Puji Rahayu (2009) terhadap peserta didik SMP menunjukkan bahwa pendekatan open ended mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
3.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuanita Endah Puspitasari (2009) terhadap peserta didik kelas VII SMP menunjukkan bahwa pendekatan open ended mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis.
4.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitri Nurhayati (2012) terhadap peserta didik kelas VIII SMP menunjukkan bahwa LKS dengan pendekatan open ended baik untuk memfasilitasi pemahaman konsep matematika dan kemampuan berpikir kreatif matematika.
35
5.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunaryo (2012) terhadap peserta didik kelas IX SMP menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif peserta didik mengalami peningkatan setelah diberikan pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended melalui model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS).
6.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adi Rahman (2012) terhadap peserta didik kelas VII SMP menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik Indonesia efektif ditinjau dari pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik dan karakter peserta didik SMP. Salah satu aspek dari karakter peserta didik SMP adalah rasa ingin tahu sehingga secara tidak langsung
pembelajaran dengan pendekatan
pembelajaran matematika realistik Indonesia efektif ditinjau dari rasa ingin tahu peserta didik. 7.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ajeng Ginanjar (2013) terhadap peserta didik kelas VII SMP mengatakan bahwa karakter rasa ingin tahu peserta didik dapat berkembang melalui strategi pembelajaran inkuiri sosial.
8.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh A.M. Putri, S. Khanafiyah, dan H. Susanto (2014) terhadap peserta didik SMP mengatakan bahwa komunikatif dan rasa ingin tahu peserta didik dapat berkembang melalui model pembelajaran kontekstual dengan pendekatan snowball throwing.
9.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rima Buana Prahastiwi, Subani, dan Dwi Haryoto (2014) terhadap peserta didik kelas X SMA yang menunjukkan
36
bahwa pendekatan saintifik mampu meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik. C. Kerangka Pikir Penelitian Kerangkat pikir dalam penelitian ini disajikan dalam gambar 2 berikut.
Kemampuan berpikir kreatif dan rasa ingin tahu penting dalam kehidupan dan perlu dikembangkan di sekolah termasuk dalam pembelajaran matematika
Berdasarkan wawancara, observasi dan pra-penelitian di SMPN 2 Wates Kulon Progo kemampuan berpikir kreatif dan rasa ingin tahu peserta didik belum optimal upaya
Pendekatan Saintifik
Pendekatan Saintifik Berbasis Masalah Open Ended
Langkah-langkah
Langkah-langkah
Mengamati masalah tertutup Menanya
Mengumpulkan informasi yang bersifat tunggal
Mengamati masalah terbuka Kemampuan Berpikir Kreatif
Rasa Ingin Tahu
Menanya Mengumpulkan informasi yang bersifat jamak
Menalar
Menalar dengan banyak cara
Mengkomunikasikan
Mengkomunikasikan
Gambar 1. Kerangka Pikir 37
D. Hipotesis Dari uraian tersebut, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Pendekatan saintifik berbasis masalah open ended efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif peserta didik kelas VII SMPN 2 Wates Kulon Progo. 2. Pendekatan saintifik berbasis masalah open ended efektif ditinjau dari rasa ingin tahu peserta didik kelas VII SMPN 2 Wates Kulon Progo. 3. Pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis peserta didik kelas VII SMPN 2 Wates Kulon Progo. 4. Pendekatan saintifik efektif ditinjau dari rasa ingin tahu peserta didik kelas VII SMPN 2 Wates Kulon Progo. 5. Pendekatan saintifik berbasis masalah open ended lebih efektif daripada pendekatan saintifik ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif peserta didik kelas VII SMPN 2 Wates Kulon Progo. 6. Pendekatan saintifik berbasis masalah open ended lebih efektif daripada pendekatan saintifik ditinjau dari rasa ingin tahu peserta didik kelas VII SMPN 2 Wates Kulon Progo.
38