Meretas Komunitas Baca Written by Administrator Tuesday, 02 June 2009 11:20 -
Meretas Komunitas Baca Pada awalnya, klub buku dibentuk untuk tujuan komersial, yaitu dalam rangka mempromosikan buku-buku baru yang disponsori perusahaan penerbitan. Seiring dengan perjalanan waktu ternyata bahwa klub buku ini dirasakan efektif untuk membantu meningkatkan minat baca dimasyarakat. Kegiatannyapun semakin bertambah, tidak hanya sekadar promosi.
Berdasar catatan sejarah yang ada, klub buku komersial pertama adalah Deutsche Buchgemeinschaft , perkumpulan yang didirikan di Jerman bersamaan dengan zaman kebangkrutan ekonomi nasional akibat PD I. Klub ini menyediakan buku yang lebih murah daripada toko-toko buku yang ada bagi para anggotanya. Di AS, Harry Scherman, seorang eksekutif bidang periklanan, mendirikan klub Book-of-the Month pada tahun 1926. Sasarannya adalah memberikan informasi kepada para anggotanya melalui surat, tentang karya-karya fiksi maupun non fiksi baru, terutama bagi para anggota yang tinggal di negara-negara yang hanya memiliki sedikit toko buku. Masih di AS, pada tahun 1927, Serikat Pujangga ( Literary Guild ) didirikan oleh H.K Guinzburg dari Penerbit Viking, untuk menawarkan karya-karya fiksi dengan harga yang lebih murah dari penerbitnya. Klub-klub buku lainnya yang kemudian bermunculan adalah klub-klub di negara Inggris, beberapa negara Eropa, dan terutama juga di AS.
Beberapa klub buku melayani pembaca umum. Beberapa lainnya, melayani minat-minat baca pada bidang tertentu, seperti agama, sejarah, politik, hukum.psikologi. perkebunan, dan misteri. The Junior Literary Guild di AS dan the Heritage Society for Children di Inggris merupakan salah satu klub bagi para pembaca muda. Klub buku the Reader’s Digest , perkumpulan yang ada di Amerika, berhasil menghasilkan 4 karya dalam satu jilid.
Klub-klub buku biasanya menawarkan sejumlah judul, yang dipilih oleh seorang pakar, dimana para anggotanya diharuskan untuk membeli paling tidak 4 buku dalam waktu 1 tahun. Para anggota baru tertarik untuk bergabung dikarenakan adanya penawaran harga buku yang sangat murah, bahkan terkadang buku-buku ini diberikan secara gratis sebagai bonus bagi para anggota yang telah lama. Klub-klub buku besar terkadang mencetak edisi mereka sendiri, dan klub-klub kecil membeli jilidan buku langsung dari penerbitnya. Banyak klub buku di AS, seperti “Double day’s Dollar Book Club” menawarkan harga eceran. Beberapa klub buku dimiliki oleh penerbit atau penjual buku. Contohnya di AS, Doubleday merupakan pemilik Literary Guild dan masih banyak klub-klub lainnya; The Book Club dan klub buku Inggris lainnya dimiliki oleh Foyle, penjual buku; dan The Club Degri Editori di Italia dikuasai oleh penerbit Mondadori. Yang
1/8
Meretas Komunitas Baca Written by Administrator Tuesday, 02 June 2009 11:20 -
lainnya, seperti the Book-of-the-Month Club dan The Book Society merupakan perusahaan independen.
Terkadang perkembangan klub buku ini menjadi saingan beberapa penerbit dan penjual buku, yang merasa bahwa harga rendah dan promosi yang intensif oleh klub-klub buku, telah menurunkan angka penjualan toko buku. Akan tetapi, klub buku menyatakan bahwa justru mereka membantu orang-orang yang tinggal di tempat yang tidak ada toko bukunya, dan iklan-iklan yang gencar dilakukan juga menguntungkan semua penjual buku.
Dari yang mulanya dilandasai faktor komersial, klub-klub buku sekarang berkembang dengan dilandasi faktor budaya dan mendapat sokongan yang positif dari pemerintah. Hal ini berkenaan dengan sebuah kenyataan bahwa kemajuan sebuah bangsa sangat berhubungan dengan tingkat keaksaraan (literasi) rakyatnya. Berikut ini adalah sebuah cerita manis tentang kegiatan bersama yang dilakukan oleh para guru, orang tua dan murid di sebuah sekolah dasar di New York. Mereka bersatu padu menyukseskan program klub pecinta buku yang tujuannya untuk menumbuhkan rasa cinta baca buku di kalangan murid dan orang tuanya. Kegiatan ini bermula dari keinginan para orang tua di Northwood Elementary School di Hilton, New York yang ingin terlibat lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah anak mereka. Maka munculah sebuah ide segar dari Dorothy Distefano untuk mendirikan sebuah klub pecinta buku di sekolah tersebut. Dorothy melihat betapa pentingnya manfaat dari membaca ini bagi para murid sekolah. Hal ini terbukti dengan hasil penelitian yang sering dia lakukan dan selalu mempunyai kesimpulan yang sama, yakni : Murid yang gemar membaca selalu punya nilai yang lebih tinggi di setiap tes ujian. Namun kebanyakan murid melakukan kegiatan membaca karena terpaksa bukan karena kesenangan pribadi. Sementara anggota keluarga yang sering berdiskusi mengenai suatu buku memiliki komunikasi yang bagus di keluarganya.
Dorothy memulai klubnya dengan membagi terlebih dahulu menjadi empat grup, yaitu grup kelas 5-6, grup kelas 3-4, grup kelas 2-3 dan grup kelas 1. Keempat grup ini mengadakan pertemuan setidaknya sekali setiap enam minggu di perpustakaan sekolah dengan jadwal bergantian. Pemilihan buku dilakukan oleh Dorothy dengan berbagai pertimbangan, diantaranya harus menarik, berkualitas, tidak objektif dan tidak menyinggung pribadi para muridnya. Para orang tua disarankan untuk membaca terlebih dulu buku yang akan dijadikan diskusi sehingga dapat mendampingi para murid dalam pertemuan tersebut. Kadang apabila orang tua berhalangan hadir maka murid akan mengajak anggota keluarga lain, seperti paman, bibi dan bahkan kakek mereka. Sebagai moderator dalam diskusi tersebut, Dorothy selalu berusaha untuk menjaga suasana diskusi semenarik mungkin dengan mengembangkan pembicaraan sambil tetap selalu berada di jalur buku yang dijadikan topik diskusi. "Diskusi kami buat senyaman mungkin dan tidak kaku. Kami selalu mengingatkan para anggota bahwa dalam
2/8
Meretas Komunitas Baca Written by Administrator Tuesday, 02 June 2009 11:20 -
diskusi ini tidak ada jawaban yang salah, semua pendapat akan dihargai," kata Dorothy sambil menambahkan, "Setiap anak yang berani menyatakan pendapatnya akan diberi hadiah berupa permen atau manisan coklat."
"Sejauh ini kami belum mengukur akibat langsung dari program ini, " kata Dorothy. "Tapi kami sudah mengadakan survei tentang kegiatan ini dan mendapat masukan yang positif. Murid merasa kegiatan diskusi ini menarik dan menyenangkan, sementara orang tua menyenangi kegiatan berdikusi ini karena bisa mengobrol banyak dengan anak mereka dan teman-temannya."
Christine McCaffrey, kepala sekolah dari Northwood Elemantary, bahkan sangat mendukung dan optimis dengan kegiatan diskusi buku ini. "Melalui kegiatan ini kita dapat meraup dua manfaat sekaligus, para murid yang bertambah tinggi keinginan membacanya dan pada saat yang sama kemampuan komunikasi antar anak dan orang tua juga semakin baik kualitasnya."
Tip Memulai Klub Pecinta Buku
Anda tertarik dengan program ini? Simak saran-saran yang diberikan oleh Dorothy Distefano mengenai kegiatan diskusi ini : 1. Mulailah secara perlahan tapi pasti, dimulai dari grup kecil dan terfokus supaya dapat memantapkan pondasi. 2. Bersiaplah untuk berinteraksi dengan berbagai macam tipe murid dan orang tua. 3. Dukungan administratif sangat berguna untuk melancarkan jalannya kegiatan. 4.
3/8
Meretas Komunitas Baca Written by Administrator Tuesday, 02 June 2009 11:20 -
Berhati-hatilah dalam pemilihan buku. Bacalah buku secara keseluruhan sebelum memilihnya menjadi topik diskusi. Membaca secara garis besarnya saja tidak akan memberikan cukup informasi mengenai suatu buku.
Sebagai tambahan Dorothy kadang membuat iklan promosi kecil-kecilan mengenai kegiatan mereka. Pengumuman, poster dan hadiah sering mereka pakai untuk mengajak para murid bergabung ke dalam kegiatan diskusi ini. Dan ternyata terbukti manjur.
Di Indonesia sendiri, klub buku sudah mulai bermunculan, walaupun belum begitu populer di masyarakat. Klub-klub buku masih merupakan fenomena perkotaan, terutama komunitas yang tinggal di lingkungan perguruan tinggi. Sedangkan klub buku dalam tingkat sekolah sampai saat ini hanya ada satu yang sangat populer yaitu Teras Book Club dari SMP LabSchool Kebayoran, Jakarta Selatan. Sebulan sekali, para anggota TBC berkumpul dan mendiskusikan buku yang telah dipilih sebelumnya. Pembicaranya dapat mengundang dari luar yang dinilai berkompeten dengan bahasan tema buku.
Teras Book Club yang mempunyai motto "TANPA BUKU OTAK BEKU" ini adalah klub buku yang didirikan pada tanggal 26 Oktober 2002. Klub ini mempunyai berbagai kegiatan seperti diskusi buku bulanan yang tidak pernah sepi peserta karena diselenggarakan dengan menarik dan dalam suasana akrab serta menghadirkan pembicara- pembicara tamu.
Di Kota Bandung, klub baca mulai bermunculan. Mereka berkumpul atas dasar kesamaan minat. Dulu, ketika Toko Buku Kecil (Tobucil) masih di kawasan Jalan Ir. H. Juanda Bandung, lorong-lorong menuju toko disulap jadi arena diskusi. Kursi disusun melingkar dengan meja bundar berdiameter 1 meter di tengahnya.
Mereka yang duduk berasal dari berbagai latar belakang usia dan berhimpun dalam sebuah klub yang bernama "Klab Baca". Di Tobucil, banyak ruangan yang bisa dimanfaatkan untuk diskusi. Ribuan buku berderet pada etalase yang terbuat dari bahan kayu. Berjejer rapi mengisi ruangan berlapiskan batako. Konon, kempat ini telah menjadi rujukan utama para pencinta buku.
4/8
Meretas Komunitas Baca Written by Administrator Tuesday, 02 June 2009 11:20 -
"Jika ditanya apa itu Klab Baca, kami lebih senang menjawab bahwa Klab Baca adalah gabungan antara clubbing dan membaca. Mengapa begitu? Suasana clubbing sejak awal memang menjadi ciri khas kegiatan Klab Baca," imbuh Tarlen Handayani.
Masih menurutnya, tujuannya membuat kegiatan membaca menjadi lebih santai dan menyenangkan. Toh, membaca dan membahas buku tak perlu dengan kening berkerut dan mimik serius.
Ketika awal didirikan 2001 lalu, dijuluki Pasar Buku Bandung. Kemudian beberapa bulan kemudian berubah nama menjadi Toko Buku Kecil (Tobucil) & Kelab Baca Bandung.
Sejak didirikan hingga saat ini, telah menjaring milling list (milis) dengan 1.800 alamat e-mail. "Tidak ada keanggotaan. Terbuka, siapa aja bisa datang. Dari sekian banyak anggota, ada yang paling junior, bocah kelas II SD dan yang paling senior berumur 73 tahun," ujar sarjana lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung ini.
Dari Kelab Baca kemudian berkembang pada kelab-kelab yang lain, sebut saja Klub Nulis, Klub Nonton, Klub Dongeng Anak, dan ada juga yang membentuk komunitas Klub Baca Pramoedya, khusus membahas buku yang dikarang Pramoedya Anantatoer.
Sebenarnya, cikal bakal klab baca telah dirintis 1999 lalu. Awalnya, kegiatan kumpul-kumpul yang dilakukan dari rumah ke rumah para anggotanya yang waktu itu jumlahnya tak kurang dari 10 orang. "Kami berkumpul membahas satu cerita karya sastra penulis dalam dan luar negeri. Kegiatan ini bertahan 1,5 tahun. Pertengahan 2000, kegiatan terhenti karena kesibukan masing-masing." Baru mulai 2001, tepatnya 2 Mei, tiga anggota Kelab Baca yaitu, Connie, Rani, dan Tarlen membuka Toko Buku Kecil (Tobucil). Dari toko buku ini, kembali ingatan Tarlen dan Rani disegarkan untuk menghidupkan kembali Kelab Baca mulai September 2002, kegiatan Klab Baca Minggu sore kembali memiliki aktivitas rutin. Toko buku "Kecil" yang sejak Mei 2003 lalu menempati sebuah ruangan yang dikontraknya di Jalan Kiai Gede Utama Nomor 8 Bandung.
Supaya kelab baca ini tetap bisa menarik minat anggota, Tarlen sengaja mempertahankan suasana informal, santai, dan akrab sehingga setiap orang bisa saling berbicara tanpa khawatir ada kesenjangan pengetahuan, umur, dan wawasan. "Ketika membahas Tao, pernah ada
5/8
Meretas Komunitas Baca Written by Administrator Tuesday, 02 June 2009 11:20 -
peserta yang berusia 73 tahun sampai yang berusia lima tahunan. Kami sempat kebingungan bagaimana mengobrolnya. Akhirnya, ya kami mulai dengan pertanyaan seputar Tao, setelah itu dialihkan dengan cerita Winnie The Pooh. Dari situ semua ikut berbicara, juga anak kecil yang umurnya 5 tahun tadi," imbuh Tarlen pada "Hikmah".
Dari Kelab Baca, berkembang juga pada hal lain yang berkaitan dengan buku. "Ke depan, kami akan membuat Peta Buku Bandung yang insya Allah akan diedarkan ke publik 8 September nanti. Dalam peta ini akan dimuat informasi perbukuan. Gagasan utama dari Peta Buku Bandung ini adalah membentuk jaringan perbukuan Kota Bandung dan sekitarnya. Dengan memetakan lokasi toko-toko buku 'alternatif', penerbit, taman bacaan, perpustakaan, komunitas-komunitas pencinta buku di kota Bandung," tambah Tarlen. Bila Bandung selama ini dikenal sebagai kota wisata belanja dengan segudang factory outlet -nya, bukan tak mungkin Bandung juga bisa dikenal dengan wisata bukunya.
Tidak hanya di Bandung rupanya yang menjadi penggiat bacaan, di beberapa kota juga sudah mulai berkembang. Bahkan, pemrakarsanya pun bukan lagi datang dari individu. Kelompok-kelompok baca juga ada yang diprakarsai perusahaan. Citibank misalnya, punya kegiatan peningkatan minat baca anak melalui program Citibank Peka beberapa tahun silam, bekerja sama dengan Yayasan Pustaka Kelana yang memiliki sejumlah lokasi baca di Jakarta. Begitu juga stasiun televisi RCTI bekerja sama dengan jaringan rumah makan Hoka Hoka Bento menyelenggarakan Rumah Baca RCTI. Kegiatan ini telah tersebar di 14 daerah tertinggal di Jawa, Madura, dan Flores.
Bila belakangan terasa ada peningkatan kegiatan yang berhubungan dengan membaca hingga ke pelosok-pelosok, tidak bisa tidak, itu adalah sebuah pertanda telah munculnya semangat zaman baru di Indonesia. Reformasi sedikit banyak ikut menyumbang pada suasana yang lebih terbuka dan menumbuhkan inisiatif masyarakat sehingga misalnya, klub baca Kecil di Bandung bisa membentuk klub khusus untuk mendiskusikan buku-buku karangan penulis tertentu.
Sementara itu, menurut Andy Yudha, General Manager Penerbit DAR Mizan, ia juga mengamati taman bacaan juga tak hanya dirintis oleh para penulis, namun aktivis yang peduli terhadap bacaan. Di dua pendopo berukuran 4 x 5 meter dan 3 x 5 meter beratap daun kelapa di tengah-tengah kebun buah yang luasnya tak kurang dari 500 meter persegi, ada 400-an anak menjadi anggota Pustaka Loka Rumah Dunia di Desa Ciloang Serang tersebut yang didirikan atas inisiatif Gola Gong yang
6/8
Meretas Komunitas Baca Written by Administrator Tuesday, 02 June 2009 11:20 -
pernah dikenal sebagai penulis remaja. Di sana mereka tidak hanya disediakan buku-buku yang jumlahnya 3.000 buah, tetapi mereka juga diajar membaca dengan benar.
Seperti dituturkan Tyas, istri Gola Gong yang menjadi pengelola Pustakaloka Rumah Dunia, ada anggota yang setelah ikut Pustakaloka, tak lama setelah itu anak SD kelas III ini sudah bisa membaca dengan lancar. Mereka yang hadir di Pustakaloka diajak mengekspresikan perasaan dan pikiran mereka dengan mengarang, membaca puisi, bermain teater dan drama, juga diajak mendongeng. "Semua kegiatan di sini tidak dipungut bayaran alias gratis," imbuh Tyas.
Anak-anak datang juga ada yang tanpa alas kaki, tetapi mereka tampak menikmati kegiatan ini. Gola Gong pun memasukkan karya anak-anak tersebut secara rutin ke dalam mailing list di inte rnet yang peduli dengan kepustakaan, yaitu Pasarbuku, 1001buku, Forum Lingkar Pena, dan lain-lain.
Melalui mailing list itu datang berbagai tanggapan dari berbagai belahan dunia. Salah satunya dari seorang mahasiswa Indonesia program S-II yang sedang belajar di luar negeri yang memberi motivasi agar mereka rajin belajar dan bukan hal mustahil di antara mereka nantinya ada yang bisa belajar ke luar negeri.
Meski klub-klub baca tumbuh subur di berbagai daerah, namun seperti dikatakan Wien Muldian, untuk bisa meningkatkan minat baca dan tulis di masyarakat masih jauh dari harapan. Tidak seperti di luar negeri, klub-klub bacanya mendapat dukungan penuh pemerintah, toko buku serta penerbit, di Indonesia belumlah demikian.
"Jadi untuk dapat tetap eksis dan mengembangkan program, kita harus benar benar-benar kreatif. Selain itu, pelan-pelan kita tetap melakukan pendekatan ke sejumlah instansi tadi," tutur Wien.
Pengamat buku, Bagus Takwin, tidak menampik peran komunitas dan klub buku dalam kaitannya dengan pembudayaan minat baca. "Dari gejala munculnya komunitas baca di Indonesia dewasa ini, saya menangkap peran mereka dalam upaya mengembangkan wawasan tentang buku kepada anggotanya," katanya.
7/8
Meretas Komunitas Baca Written by Administrator Tuesday, 02 June 2009 11:20 -
Di beberapa daerah, menurutnya, sejumlah komunitas bahkan telah menjadi semacam barometer dan tren buku. Tak cuma itu, mereka terkadang juga dianggap memiliki standar kualitas yang memadai sehingga menjadi rujukan komunitas lain.
Adapun di Eropa dan Amerika, banyak komunitas dan jaringan yang punya peranan sebagai agen kebudayaan. Mereka menjadi penggagas dan pelopor gerakan kebudayaan tertentu. Contohnya adalah Campaign for Reader Privacy yang berpusat di New York dan Washington DC, merupakan komunitas yang menggalang solidaritas dan aksi guna menjunjung hak-hak pembaca.
"Berkembangnya komunitas di Indonesia pun mulai menunjukkan peran mereka sebagai agen perubahan budaya," kata Bagus.
Dalam sejarahnya, menurut Bagus, komunitas dan buku punya kaitan erat satu sama lain. Para pecinta buku, penerbit, penjual buku di pun diharapkan belajar dari sejarah hubungan itu sehingga mampu menciptakan dan mengembangkan masyarakat pecinta buku dan industri buku yang sehat di Indonesia.
1 Ditulis oleh Suherman dari berbagai sumber
8/8