BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM
Vol. V/No. 3/2016
Profil
PROF. DR. ANI MARDIASTUTI TAXUS SUMATRANA: TEMUAN POPULASI BARU DI GUNUNG DEMPO
MENGENAL SOSOK DAHU (DRACONTOMELON DAO)
Menyelamatkan Subspesies Badak Sumatera yang Tersisa di Kalimantan JALAN-JALAN KE DANDENONG RANGES NATIONAL PARK, VICTORIA, AUSTRALIA HERBARIUM BOTANI HUTAN
01 Salam Redaksi
02
Profil
Prof. DR. Ani Mardiastuti Tajuk Utama 08
Menyelamatkan Subspesies Badak Sumatera yang Tersisa di Kalimantan [Mukhlisi]
Artikel 15
Mengenal Sosok Dahu (Dracontomelon dao) [Mira Kumala Ningsih dan Nanda Farhazakia]
Klik 20
Badak Sumatera yang ditemukan di Kutai Barat
22
Taxus sumatrana: Temuan Populasi Baru di Gunung Dempo, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan [Rizki Ary Fambayun dan Adi Susilo]
27
Herbarium Botani Hutan “Ketika Seranting Daun Kering Berbicara”
[Denny dan Rizki Ary Fambayun]
30
Jalan-jalan ke Dandenong Ranges National Park, Victoria, Australia [Ardiyanto W. Nugroho]
Lintas Peristiwa 36
Salam Redaksi Salam Konservasi, “Menyelamatkan Subspesies Badak Kalimantan yang Tersisa di Kalimantan” menjadi tema utama Majalah Swara Samboja Vol V/No. 3/Th 2016. Rilis temuan terbaru terhadap sejumlah individu badak sumatera di Kutai Barat baru-baru ini menjadi salah satu penanda keberadaan badak sumatera di pulau Kalimantan. Fakta keberadaan individu badak ini menjadi harapan sekaligus tantangan untuk menentukan strategi konservasi yang paling tepat untuk menyelamatkannya dari kepunahan. Upaya-upaya penyelamatan apa saja yang bisa dilakukan? Mukhlisi, S.Si, M.Si akan membahas secara lengkap dalam tajuk utama kali ini. Tak ketinggalan rublik klik kali ini juga menampilkan dokumentasi badak sumatera yang ditemukan di Kutai Barat yang diabadikan oleh Tri Atmoko, S.Hut, M.Si. Dalam rubrik artikel, Mira Kumala Ningsih dan Nanda Farhazakia teknisi litkayasa Balitek KSDA akan memperkanalkan pohon dahu dalam tulisannya “Mengenal Sosok Dahu (Dracontomelon dao). Pohon ini memiliki banyak kegunaan baik pemanfaatkan kayu, non kayu, ekologi dan sosial budaya. Manfaat secara lengkap dari pohon Dahu dapat pembaca simak dalam tulisan ini. “Tazus sumatrana: Temuan Populasi Baru di Gunung Dempo, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan” akan dikupas oleh Rizki Ary Fambayun dan Adi Susilo (Puslitang Hutan). Pohon yang dipercaya memiliki khasiat melawan kanker diketahui keberadaannya tersebar di Hutan Lindung Gunung Dempo. Denny dan Rizki Ary Fambayun selanjutkan akan membahas kiprah “Herbarium Botani Hutan” . Herbarium yang didirikan sejak tahun 1917 ini dikelola oleh Kelti Botani dan Ekologi Hutan Puslitbang Hutan merupakan salah satu herbarium yang dimiliki Badan Litbang dan Inovasi selain Herbarium Wanariset Samboja.
team redaksi PENANGGUNG JAWAB : Ahmad Gadang Pamungkas, S.Hut, M.Si
Jika pembaca ingin mengikuti “Jalan-jalan ke Dandenong Ranger National Park, Victoria, Australia” pembaca dapat menikmati keseruannya dalam tulisan Ardiyanto W. Nugroho, S.Hut, M.Sc. Tulisan ini merupakan kegiatan yang didokumentasikannya saat studi di Melbourne. Pada kesempatan ini Swara Samboja mengetengahkan profil ahli ekologi satwa liar dari Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ani Mardiastuti, yang akan berbagi informasi terkait satwa liar dan menginspirasi para peneliti maupun para pejuang konservasi satwa liar. Rubrik Lintas peristiwa menyajikan kegiatan Balitek KSDA antara lain “Balitek KSDA Juara III Karnaval HUT RI se Kecamatan Samboja”, “Kunjungan Kerja Balitek KSDA di ArealKonservasi PT. Citra Usaha Lestari”, “Lokakarya Hutan Samboja Warisan Tak Ternilai”, “Survei Kehati di Hutan Lindung Wehea”. Kali ini Swara Samboja juga menampilkan profil singkat buku iptek yang diterbitkan Balitek KSDA maupun hasil kerjasama dengan istansi lain. Buku tersebut adalah “Satwa Liar di Objek Wisata Alam Bekantan Sungai Hitam-Samboja”, “Budaya Masyarakat Dayak Benuaq dan Potensi Flora Hutan Lembonah”, “Satwa Liar di Hutan Lembonah” dan “Jenis Tumbuhan Pakan Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis harrissoni) di Kalimantan”. Pembaca kami yang budiman, akhir kata, selamat membaca dan salam hangat. Ahmad Gadang Pamungkas Kepala Balai
alamat redaksi Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam Jl. Soekarno - Hatta Km. 38 PO BOX 578 Balikpapan 76112 Samboja - Kalimantan Timur Phone. (0542) 7217663, Fax. (0542) 7217665 E-mail :
[email protected] Join us
Majalah Swara Samboja Group Majalah Swara Samboja
DIPA BPTKSDA 2016 DEWAN REDAKSI : Dr. Chandradewana Boer Dr. Hendra Gunawan Tri Atmoko, S.Hut, M.Si REDAKSI PELAKSANA : Drinus Arruan, S.Hut Eka Purnamawati, S.Hut Deny Adiputra, S. Hut DESAIN GRAFIS DAN LAYOUT : Agustina Dwi Setyowati, S.Sn
Majalah Swara Samboja merupakan majalah ilmiah populer mengenai konservasi yang diterbitkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi S umber Daya Alam setiap caturwulan (4 bulan) sekali. Redaksi menerima artikel untuk Majalah Swara Samboja dengan ketentuan sebagai berikut : - Naskah diketik diatas kertas kuarto (A4) dengan huruf Times New Roman 12 point dengan 1,5 spasi dan maksimal 3000 karakter. - Naskah dilengkapi dengan gambar atau foto pendukung dengan resolusi >300 dpi lengkap dengan keterangannya. - Naskah yang masuk akan dikoreksi oleh dewan redaksi dan akan dikembalikan ke penulis sampai naskah dinyatakan siap terbit.
Profil
Prof. DR. Ani
Mardiastuti
Nama Lengkap Tanggal Lahir
25 September 1959 Suami
Dr. Tonny Soehartono Jabatan
Professor, Department of Forest Resources Conservation and Ecotouris, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University Alamat Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor, P.O. Box 168 Bogor 16001 Indonesia, Phone: +62-251-8621947; Fax: +62-251-8621256 Email
[email protected] Pendidikan
1992 : Ph. D, Wildlife Biology and Management, Michigan State University, Michigan, USA 1987 : Master of Science, Wildlife Biology and Ecology, Michigan State University, Michigan, USA 1982 : Bachelor Degree, Forestry, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University, Indonesia
simple energetic patient
Dokumen Pribadi
Prof. DR. Ir. ANI MARDIASTUTI, M.Sc.
Riwayat Pekerjaan
Training (10 th terakhir)
National Co-Ordinator for Indonesia, TRAFFIC Southeast Asia, January 2007 – March 2008.
Sustainability Report Writing for Small and Medium Enterprise, Global Reporting Initiative – Yayasan Pembangunan Berkelanjutan, Bogor, 25-28 April 2014.
Senior Policy Advisor, Indonesian Biodiversity Foundation (Yayasan KEHATI), September 2005 - December 2006.
Technopreneurship untuk Dosen. RAMP-IPB. Bogor. 11-13 Maret 2014.
Head, Department of Forest Resources Conservation, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University, March 1996 – February 2004.
Ecological Footprint Calculation, Global Footprint Network Ministry of Public Works Republic of Indonesia, Jakarta, 9-11 October 2013.
Technical Assistant to the Executive Director, Yayasan KEHATI, January 1998 – September 2005.
NGO Transforamtion to Social Enterprise. British Council, Indonesia. Jakarta, 7-9 September 2013.
Program Manager, Research Institute, Bogor Agricultural University, December 1999- 2003.
Training on Carbon Accounting for REDD. Evergreen Hotel, Cisarua, 3 August 2009. Ministry of Forestry.
Head, Committee for Education Administration, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University, December 1993 May 1996.
Sustainable Production and Legal & Wood Certification of Home Furnishing Industry. Yayasan Pembangunan Berkelanjutan/ LEAD-Senada USAID. Jakarta, 2-3 July 2009.
Vice Secretary for Finance and Monetary, Research Institute, Bogor Agricultural University. November 1993 – October 1996.
Developing Sustainable Business with AtKisson Sustainability Accelerator Tools. Yayasan Pembangunan Berkelanjutan/LEAD. Jakarta, 23-24 October 2008.
Member, Board of Senate, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University. March 1996 – present.
Training to Assess Certification for University Lecturer. December 2008.
Member, Board of Senate, Bogor Agricultural University, November 1999 – February 2004.
Pengalaman di luar kedinasan
Reviewer dan editor
Executive Director (Ad Interim), Yayasan Pembangunan Berkelanjutan (Foundation for Sustainable Development), December 2012 – present
Reviewer, Journal of Forestry Science, 2009 - present. Peer review, ASEAN Journal on Hospitality and Tourism, 2002- present
Executive Director, Yayasan Nata Samastha, January 2009 present
Peer Review, Yayasan Kehati, May 1997 – 2003. Peer Review, Jurnal Primatologi Indonesia, Primate Research Center, Bogor Agricultural University, 1998 - present.
National Programme Director, LEAD Indonesia, December 2012 - present.
Peer Review, Jurnal Biodiversitas Indonesia, Department of Biology, University of Indonesia, March 1997 - present.
Chairperson of Board, Burung Indonesia, 2003 – present. Chairperson of Board, Yayasan Pembangunan Berkelanjutan (Foundation for Sustainable Development), 2012 – present.
Peer Review, Journal Media Konservasi, Department of Forest Resources Conservation. Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University. December 1993 - present.
Founder, Burung Indonesia (BirdLife Indonesia), a national NGO working to conserve wild birds and their habitat.
Junior Editor, Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Research Institute, Bogor Agricultural University. February 1994 1997.
Founder and Board Member, HCV Network Indonesia, 20112015.
Editor, International Journal for Tropical Agriculture. Research Institute, Bogor Agricultural University. January 1995 present.
Founder and Board Member, Yayasan Peduli Konservasi Indonesia (PEKA), a Bogor-based NGO, working on conservation and local community empowerment, 2008present. Chairperson of Board, Lembaga Alam Tropika (LATIN), a national NGO, working on forest conservation and community empowerment 2005-2008.
03
Publikasi (10 tahun terakhir) Buku Soehartono, T. & A. Mardiastuti. 2014. The voice of National Parks in Kalimantan. Nata Samastha Foundation. Bogor. Mardiastuti, 2009. Tambling: Sehampar RImba Belantara yang Mempesona (bi-langual). PT Adhiniaga Kreasinusa. Jakarta. Soehartono, T & A. Mardiastuti. 2009. Hunian baru untuk harimau sumatera. PT Adhiniaga Kreasinusa. Jakarta. Komar, T.E. & A. Mardiastuti. 2009. Information gaps toward sustainable management and conservation of ramin. Forestry Research and Development Agency-ITTO-CITES. Bogor. Mardiastuti, A. 2008. Tindak pidana terhadap tumbuhan dan satwa liar. Modules (3 volumes) for the Research Center and Training of the Attorney General of Indonesia.
Jurnal Mardiastuti, A. 2016. Determination of synurbanization avian species of cities in Java, Indonesia. Journal of Indonesian Natural History. In pres. Dewi, L.K.; Y.A. Mulyani, A. Mardiastuti, F. N. Tirtaningtyas. 2014. Variasi bobot tubuh burung Gereja Erasia (Passer montanus) pada awal dan akhir musim hujan di Kampus IPB Dramaga. Media Konservasi. In press. Kusrini, M. D. Kusrini, A.Mardiastuti, Mumpuni, A. Riyanto, S.M. Ginting & Badiah. 2014. Asiatic Soft-shell Turtle Amyda cartilaginea in Indonesia: A Review of its Natural History and Harvest. Journal of Indonesian Natural History.In press. Hernowo, J.B.; A. Mardiastuti, H.S. Alikodra & C. Kusmana. 2011. Population analysis of the Javan Green Peafowl (Pavo muticus muticus Linnaeus 1758) in Baluran and Alas Purwo National Parks, East Java. Biodiversitas 1292):99-106. Hernowo, J.B.; A. Mardiastuti, H.S. Alikodra & C. Kusmana.
Mardiastuti, A. Ekologi burung Indonesia. In prep.
Prosiding Mardiastuti, A. 2008. Top News on the Environment in Asia 2007: Indonesia. Institute for Global Environmental Strategies (IGES). Japan Mardiastuti, A. 2007. Top News on the Environment in Asia 2006: Indonesia. Institute for Global Environmental Strategies (IGES). Japan
Bersama Duta Besar Denmark dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Dokumen Pribadi
Mendampingi Prince Charles dari Inggris di Hutan Harapan, Jambi
H
utan hujan tropis di Indonesia adalah salah satu “rumah” bagi berbagai jenis satwa liar. Kekayaan jenis satwa yang ada di Indonesia tidak lepas dari wilayah biogeografinya yang mencakup wilayah Oriental, Australasia dan ekosistem unik Wallacea yang dibatasi oleh garis imaginer Wallace dan Webber. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang cukup tinggi. Pengelolaan dan pelestarian kekayaan jenis satwa liar tersebut memerlukan strategi yang tepat di bawah tekanan kerusakan hutan yang terus berlangsung. Pada kesempatan ini Swara Samboja mengetengahkan profil ahli ekologi satwa liar dari Institut Pertanian Bogor, Ani Mardiastuti, yang akan berbagi informasi terkait satwa liar dan menginspirasi para peneliti maupun para pejuang konservasi satwa liar.
Bisa diceritakan awal dari ketertarikan Ibu dengan bidang ekologi satwa liar? Sewaktu saya bergabung dengan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 1983, kami sedang merintis mendirikan Jurusan baru, yakni Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Lawas (scope) keilmuan Jurusan ini sudah jelas, yakni konservasi secara umum, satwa liar, ekowisata, tumbuhan obat dan jasa lingkungan. Saat itu saya ingin mengikuti jejak Bp. Hadi S. Alikodra – pembimbing saya – yang memilih spesialisasi satwa liar. Kebetulan pada waktu itu sangat sedikit dosen yang memiliki keilmuan satwa liar, baik di IPB atau pun di Indonesia.
Saya sendiri memang dari awal sangat tertarik dengan satwa liar dan telah melakukan penelitian S1 tentang bekantan di Kalimantan Selatan. Belakangan, pada saat saya mengambil program S2 dan S3 di Amerika Serikat, saya terpaksa berpindah dari keilmuan primata ke burung karena ketiadaan pembimbing di sana.
Teknologi saat ini berkembang sedemikian cepat. Sejauh mana penggunaan teknologi tersebut dalam bidang ekologi satwa liar? Teknologi yang mungkin memang tidak dikembangkan khusus untuk satwa liar saat ini dapat digunakan untuk mendukung bidang ekologi dan konservasi satwa liar. Contoh beberapa teknologi yang sering kami manfaatkan secara rutin di kampus adalah SIG (Sistem Informasi Geografis (SIG)) dengan berbagai peralatan penunjangnya, serta penggunaan drone untuk mengamati habitat. Kami juga memakai camera trap untuk menentukan keberadaan, distribusi dan menghitung populasi satwa, bekerjasama dengan pihak lain. Bioteknologi banyak dapat membantu konservasi satwa, namun memang kita masih jarang memanfaatkannya karena kendala biaya dan peralatan. Berbagai teknik bioteknologi ini akan sangat membantu pengelolaan satwa yang terancam punah, misalnya untuk DNA mapping, superovulasi, surrogate mother techniques, penyimpanan semen beku, serta teknik Inovatif lain terkait pengembangbiakan satwa. Dalam hal ini,
Dokumen Pribadi
Mengasuh cucu bersama suami
05
Bersama Rektor ITS Surabaya dan Prof. Emil Salim
Di rumah, berkumpul dengan mahasiswa bimbingan
para pakar satwa perlu bekerjasama dengan biologiwan, dokter hewan dan pakar peternakan.
Terkait konservasi satwa liar terancam punah, strategi apa yang paling tepat diterapkan dalam situasi dan kondisi Bangsa Indonesia saat ini? Strategi umum yang dapat kita pakai adalah keharmonisan alam. Saat populasi manusia bertambah dan mendesak keberadaan satwa, manusia sudah selayaknya mau berbagi tempat dengan satwa. Hal ini tentu tidak mudah karena dapat terjadi konflik antara manusia dengan satwa yang dianggap mengganggu atau mengancam manusia. Political will, upaya yang terus menerus, disertai pemikiran yang kreatif dan inovatif tentunya sangat dibutuhkan untuk mencapai keharmonisan alam ini.
Bisa diceritakan sedikit terkait buku Ibu yang berjudul “Pelaksanaan konvensi CITES di Indonesia” Buku tentang CITES ini saya tulis bersama dengan suami saya, Dr. Tonny Soehartono. Buku tersebut kami tulis karena dua alasan
Penelitian di hutan Lambusango (Sulawesi Tenggara) bersama rekan dan mahasiswa
Menjadi juri internasional pada kompetisi QuaryLife-Heidelberg Cement
penting: diseminasi data yang tersedia, dan sharing informasi tentang CITES. CITES adalah konvensi internasional terkait perdagangan (ekspor-impor) satwa liar terancam punah. Peraturan tentang CITES ini banyak dan rumit, serta menuntut untuk dipelajari agar dapat memahaminya. Mengingat bahwa Indonesia merupakan produsen berbagai satwa untuk ekspor, maka tentu saja CITES ini merupakan pengetahuan umum yang dapat dipelajari untuk mencapai perdagangan satwa yang lestari.
Menurut Ibu, apa tantangan terbesar dalam upaya konservasi sumber daya alam di masa yang akan datang? Tantangan terbesar untuk upaya konservasi sumberdaya alam hayati di Indonesia adalah mempertahankan keberadaan dan kelestarian sumberdaya. Jumlah manusia semakin banyak dan semakin kreatif dalam memanfaatkan sumberdaya. Sayangnya, kreativitas manusia ini banyak yang bersifat negatif, sehingga cenderung merusak sumberdaya yang kita miliki.
Hal apa yang selalu memberikan semangat dan menginspirasi Ibu untuk bekerja dan terus berkarya? Semangat dan inspirasi saya sekarang berasal dari orang-orang terdekat: keluarga, sahabat dan mahasiswa saya. Rasanya banyak sekali yang dapat saya kerjakan, namun terkendala dengan waktu. Keluarga dan sahabat memberikan kebahagiaan dan dorongan semangat, sementara interaksi saya dengan mahasiswa senantiasa mendorong saya untuk terus belajar, berkarya dan bekerja secara efisien.
Beberapa saran Ibu bagi para peneliti muda Indonesia agar dapat bersaing dengan peneliti asing? Kita semua – termasuk peneliti – musti bersyukur bahwa alam Indonesia memberikan peluang yang amat sangat besar untuk melaksanakan penelitian dan membuat inovasi. Manfaatkan peluang ini untuk dapat berkarya. Dahulu kita memiliki kendala dalam mendapatkan paper/makalah yang diterbitkan dalam jurnal internasional. Saat ini kendala tersebut sudah sangat minimal, sehingga kini tidak ada alasan lagi bagi peneliti muda untuk tidak mampu berkarya dan bersaing dengan peneliti asing.
Selain rutinitas mengajar, bisa diceritakan kegiatan ibu yang lain? Sebagai pengajar (dosen), kewajiban saya termasuk meneliti dan melaksanakan pengabdian kepada masyarakat. Penelitian saya saat ini terfokus pada pelestarian burung pada lanskap yang didominasi manusia, termasuk di perkotaan, perdesaan, permukiman, areal pertanian dan perkebunan, dan pertambangan. Intinya adalah menemukan keharmonisan antara satwa liar (dalam hal ini adalah burung) dan manusia.
Bersantai bersama sahabat dan suami
Untuk kegiatan pegabdian masyarakat, saya wujudkan dalam membantu mengurus 3 organisasi nir-laba: Yayasan Nata Samastha (sebagai Direktur Eksekutif ), Yayasan Pembangunan Berkelanjutan (sebagai Pelaksana Direktur Eksekutif/Ketua Dewan Pengurus) dan Perhimpunan Burung Indonesia (sebagai ketua Dewan Pengurus). Yayasan Nata Samastha melakukan riset dan formulasi kebijakan terkait konservasi, kehutanan dan keanekaragaman hayati. Yayasan Pembangunan Berkelanjutan adalah sebuah LSM yang dibentuk oleh Prof. Emil Salim, bergerak dalam penguatan sumberdaya manusia dalam bidang pembangunan berkelanjutan. Sementara itu, Perhimpunan Burung Indonesia merupakan LSM yang melakukan pelestarian burung dan habitatnya, khususnya di daerah Wallacea dan Sumatra (di Hutan Harapan, Jambi). Pada saat-saat senggang, saya mengurus kebun sayur organik di belakang rumah, belajar memainkan karya Chopin pada piano saya, atau sekedar bersantai dengan suami. Akhir minggu biasanya saya dan suami menjadwalkan untuk menonton film di bioskop.
Apa tiga kata yang dapat menggambarkan Ibu? Ini pertanyaan yang sulit karena saya merasa memiliki “multidimensi” sebagai seorang ibu, istri, pengurus rumah tangga, pengurus organisasi, dan staf pengajar/dosen, sehingga keberadaan saya sulit bisa dituliskan dengan tiga kata. Kalau saya harus memilih tiga kata untuk menggambarkan diri saya, maka ketiga kata itu adalah simple, energetic, patient. I am simple dalam artian kehidupan dan keinginan saya tidak rumit, sederhana, tidak neko-neko. I am energetic karena saya merasa selalu aktif dan tidak bisa diam. I am patient, karena cukup sabar dalam menghadapi orang lain.
Mengurus kebun organik sebelum ke kantor
Tajuk Utama
Menyelamatkan Subspesies Badak Sumatera yang Tersisa di Kalimantan Mukhlisi
08
Tri Atmoko
[ Peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam ] e-mail:
[email protected]
Pendahuluan
Hewan Purba Yang Tersisa
Selama ini ketika setiap orang membicarakan badak sumatera maka umumnya pikirannya akan selau tertuju terhadap badak di Pulau Sumatera. Hal ini sangat wajar sebab terdapat “embel-embel” nama Sumatera di belakang kata badak, sehingga orang akan mengasosiasikannya dengan sebuah tempat bernama Pulau Sumatera. Padahal, di Kalimantan atau Borneo secara umum (meliputi Malaysia dan Brunei Darussalam) juga merupakan sebaran alami populasi badak sumatera. Hanya saja, memang harus diakui jika informasi tentang badak sumatera di Kalimantan sangat minim sekali dibandingkan kerabatnya di Pulau Sumatera.
Secara taksonomis Badak Sumatera terpisah ke dalam tiga anak jenis, yaitu D.s. sumatrensis tersebar di Pulau Sumatera, Semenanjung Malaysia hingga Thailand (punah di Thailand); D.s. lasiotis tersebar di India, Bhutan, Bangladesh dan Myanmar (hanya tersisa sedikit di Myanmar); serta D.s.harrissonii yang endemik di Pulau Borneo (van Strien et al., 2008). Pemisahan subspesies Borneo ini baru dilakukan pada tahun 1965 oleh taksonom berkebangsaan Jerman yaitu Groves. Kala itu nama ilmiah yang diberikan adalah Didermocerus sumatrensis harrisonii. Dalam perkembangannya, nama ilmiah yang disepakati secara internasional menjadi Dicerorhinus sumatrensis harrissonii (Groves, 1965).
Populasi yang sangat kecil menyebabkan informasi tentang Badak Sumatera di Kalimantan sangat terbatas, hal ini berimplikasi terhadap catatan ilmiah maupun non ilmiah yang diterbitkan juga menjadi sangat terbatas. Rilis temuan terbaru terhadap sejumlah individu badak sumatera di Kutai Barat barubaru ini menjadi salah satu penanda keberadaannya masih eksis di Kalimantan. Fakta keberadaan individu badak ini menjadi harapan sekaligus tantangan untuk berhitung kembali tentang strategi konservasi yang paling tepat untuk menyelamatkannya dari kepunahan.
Keunikan badak sumatera dibandingkan 5 jenis badak lain yang masih tersisa di muka bumi adalah terletak pada ukuran tubuhnya yang paling kecil dan juga paling primitif. Julukan primitif disematkan karena pada tubuhnya diselimuti rambut menyerupai badak purba “woolly rhinoceros” (Coelodonta antiquitatis) yang hidup pada zaman es. Selanjutnya, dari hasil bukti evolusi DNA para ilmuwan meyakini jika badak sumatera terpisah silsilah keturunannya dengan C. antiquitatis sejak zaman Oligosen (Orlando et al., 2003).
Satwa Paling Terancam Punah Abad 21
Jejak Sebaran di Kalimantan
Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) adalah salah satu satwa liar yang paling terancam punah di abad 21. Badak bercula dua tersebut telah masuk dalam daftar merah IUCN dengan kategori Critically Endangered (van Strien et al., 2008). Posisi ini tentunya sangat tidak menguntungkan sebab memiliki makna bahwa populasi badak sumatera sudah sangat kritis mengalami kepunahan. Jika tidak ada upaya konservasi secara nyata, maka satu langkah lagi badak sumatera akan terjerumus pada posisi Extinct in The Wild. Sebagai informasi tambahan, secara lokal badak sumatera di Sabah - Malaysia telah resmi dinyatakan Extinct in The Wild sejak tahun 2015 (Havmoller et al., 2015).
Diperkirakan jenis badak di Kalimantan terpisah dengan kerabat dekatnya di Pulau Sumatera dan daratan utama Asia, ketika Kalimantan terpisah akibat tenggelamnya sebagian daratan ribuan tahun lalu. Wilayah biogeografi yang meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia tersebut dikenali sebagai Sundaland dan dulunya pernah terhubung dalam satu daratan. Tak heran jika banyak biodiversitas yang mirip di antara kawasan tersebut, termasuk di antaranya badak. Dulu, subspesies badak sumatera di Kalimantan memiliki riwayat sebaran yang cukup luas di seantero rimba. Kini, sebarannya terpisah-pisah dalam kantung-kantung habitat kecil dengan subpopulasi yang juga sangat kecil. Untuk mengetahui di mana saja tanda-tanda perjumpaan badak pernah tercatat di Kalimantan, berikut ini ditampilkan kompilasi sebarannya dari berbagai sumber pustaka (Tabel 1). Sebagai catatan tambahan, dari keseluruhan lokasi prediksi perjumpaan badak yang ditampilkan, hanya wilayah Kutai Barat yang sampai saat ini memiliki bukti akurat keberadaannya.
Perburuan untuk mendapatkan culanya telah menjadi faktor dominan dalam mereduksi populasinya di alam secara sangat signifikan. Umumnya cula badak dijual ke China melewati Singapore untuk dijadikan bahan baku pengobatan tradisional. Fenomena ini telah berlangsung sejak ratusan tahun silam. Tekanan ekologi terhadap badak di Kalimantan juga diperparah dengan terjadinya fragmentasi dan alih fungsi hutan menjadi peruntukan lain. Dari aspek sistem reproduksi, badak sendiri termasuk kategori satwa liar yang bersifat slow breeding. Berbagai kombinasi ini semakin menyebabkan populasi badak semakin terpuruk dewasa ini.
09
Tabel 1. Prediksi sebaran badak sumatera di Kalimantan No 1
Provinsi Kalimantan Barat
2
Kalimantan Tengah
3 4
Kalimantan Selatan Kalimantan Timur – Utara
Prediksi sebaran kantung habitat
· Bentuang Karimun · Bentuang Karimun ; Hulu Kapuas; · Muara Teweh · Sungai Murung Gunung Meratus,-Kayan Mentarang, · Perbatasan Sabah
Kutai Barat – Mahulu · Berau · Kutai Lama; Sungai Sebuku; Gunung · Bekayan (Malinau); Pegunungan Meratus; Apo Kayan (Sungai Irun dan Iwan); Hulu Sungai Bahau - Apau Ping; Sungai Punjungan-Kat; Buringajok (Kutai Barat); Sungai Boh; Batu Majang (Long Bagun); Ulu Sembakung; Bukit Batuajau
Referensi · Foose dan Strien (1997) · Meijaard (1996) · ·
Republika (2014) Meijaard (1996)
· Foose dan Strien (1997) · WWF-Dephut (2013) · Boer et al. (2015) · Meijaard (1996)
Keterangan: Bentuang Karimun = Betung Kerihun saat ini
Badak di Kalimantan, Apakah Pernah Punah? Sejak rilis tentang penemuan individu badak sumatera di Kutai Barat oleh Dephut dan WWF Indonesia tahun 2013, pada berbagai artikel kerap dinyatakan bahwa badak sumatera di Kalimantan pernah dinyatakan punah tahun 1990an lalu ditemukan kembali. Sebagian ada yang menyebutkan punah beberapa dekade lalu, bahkan sebagian ada yang menganggap penemuan badak di Kalimantan adalah sebuah penemuan baru di mana sebelumnya badak sumatera belum pernah tercatat secara ilmiah di Kalimantan. Penulis mencoba untuk mencari tahu sejak kapan sebetulnya badak sumatera di Kalimantan pernah dinyatakan punah sebab dari penelusuran pustaka tidak ditemukan bukti sahih yang menyatakan hal tersebut, atau setidaknya belum pernah menemukan literatur yang menyatakan punah secara resmi. Sayangnya, IUCN Red List sebagai lembaga yang melakukan assessment status kerentanannya juga tidak memiliki data secara spesifik khusus untuk subspesies badak satu ini. Penulis juga tidak menemukan laporan resmi pihak Pemerintah Indonesia (Departemen Kehutanan) yang menyebutkan badak sumatera telah punah di Kalimantan.
Beberapa jurnal ilmiah paling mutakhir sebelum badak sumatera di Kutai Barat ditemukan, seperti Meijaard (1996) memang menyebutkan setelah tahun 1980an tidak lagi ditemukan tanda-tanda badak di Kalimantan, sehingga ia menganggap populasinya sudah tidak viable. Namun demikian, dalam pernyataan lain Meijaard (1996) masih meyakini jika badak sumatera di Kalimantan mungkin belum punah hanya saja populasinya sangat kecil dan jarang sekali. Bahkan, peneliti satwa liar dari Universitas Mulawarman Samarinda, Dr. Chandradewana Boer dalam laporannya tahun 2002 menyebutkan masih menemukan tanda-tanda keberadaan badak sumatera di Kutai Barat seperti dari informasi masyarakat dan bukti sisa-sisa organ tubuh badak. Agaknya minimnya populasi serta bukti tanda-tanda perjumpaannya membuat sebagian besar peneliti meragukan kepastian keberadaan badak di Kalimantan. Sebagian besar peneliti telah menggunakan pilihan kata “sedikit” atau “hampir punah” akibat tidak adanya bukti perjumpaan terhadap badak lagi di Kalimantan sejak puluhan tahun silam. Untuk memperjelas mengenai sebenarnya apakah badak sumatera di Kalimantan pernah dinyatakan punah atau tidak, berikut ini disarikan perbandingan berbagai studi histori estimasi populasi badak di Kalimantan dan Sabah (termasuk Sarawak) pada Tabel 2.
10
Tabel 2. Histori estimasi populasi di Kalimantan, Sabah, dan Sarawak
No
Acuan
Sabah (Ekor) Tidak melimpah Kurang umum Beberapa 20-30 11-13 / Sedikit 10-20 10-20 / 15-30 >38
Estimasi Populasi Sarawak (Ekor) Tidak melimpah Umum 2-3 / / Hampir punah Mungkin punah 0 0-3 / / 5-15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Wallace (1874) Mjoeberg (1929) Harrison (1955) Burgess (1961) Harrisson (1965) Silva (1968) Strien (1974) Harrisson (1975) Rookmaaker (1977) Strien (1979) Davies dan Payne (1982) Khan (1989)
13 14 15 16
Martin (1989) Rabinowitz (1992) Khan (1993) Meijaard (1996)
>100 13-23 40-60 /
Sangat sedikit / / /
17 18
Khan et al. (1999) WWF – Dephut (2013)
50-70 /
/ /
19 20 21
Putro (2015) BORA (2015) Kretzschmar et al. (2016)
/ 0 0
22
Havmoller et al. (2015)
/ / Tidak ada tandatanda lagi di Sarawak dan Brunei Darussalam /
Punah di Alam Liar
Kalimantan (Ekor) Tidak melimpah / Sedikit / 5-10 / Sedikit 1-2 5 Hampir punah / Mungkin masih ada di perbatasan dengan Sabah / / / Mungkin belum punah tapi populasi sangat kecil dan jarang / Ditemukan bukti gambar di Kutai Barat 3 / /
/
Keterangan: Tanda “/ “ berarti tidak dilakukan studi pada kawasan tersebut; data dikompilasi dari Kretzschmar et al. (2016) dan studi pustaka terkini
BS Sitepu
Kegiatan pengumpulan sampel herbarium tumbuhan pakan badak Sumatera di Kalimantan
11
BS Sitepu
Kegiatan eksplorasi pakan badak di areal Hutan Peraq, Desa Beusi', Kab. Kutai Barat, Kalimantan Timur tanggal 28 Januari hingga 8 Februari 2016
Meskipun jumlah populasi akurat badak di Kalimantan belum diketahui dengan pasti, namun diperkirakan populasinya tidak akan sampai pada level aman seperti ambang batas yang disebutkan pada 4 kriteria tersebut di atas. Fenomena ini juga sebagian telah terjadi pada badak di Pulau Sumatera yang secara keseluruhan populasinya terus menurun tinggal 185 ekor sampai 2006 (SRAK Badak, 2007). Jumlah subpopulasi badak di Kalimantan yang sudah pasti teridentifikasi baru sebanyak 3 subpopulasi, tersebar pada 3 kantung habitat di wilayah Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Mahakam Ulu. Dari ketiga kantung habitat tersebut baru satu kantung habitat di Kutai Barat (kantung habitat-3) yang diketahui populasinya sebanyak 3 ekor (Putro, 2015). Catatan tambahan penulis, satu individu di antaranya telah mati bulan April 2016 dalam proses translokasi ke habitat yang lebih baik.
Peluang Kepunahan Salah satu langkah awal yang harus dilakukan untuk melakukan konservasi pada tingkat jenis adalah dengan mengetahui Minimum Viable Population (MVP). Secara sederhana MVP dapat diartikan sebagai batas terendah ukuran populasi suatu jenis satwa liar yang mampu terus bertahan dalam jangka waktu tertentu. Berapa jangka waktu yang dimaksud? Ukuran skala waktu yang biasa digunakan adalah 4050 generasi, namun ada juga yang menggunakan spektrum waktu 100 tahun saja. Ukuran MVP untuk setiap spesies sendiri tidak pernah sama karena MVP dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti genetika-demografi, karakteristik biologi tiap jenis, serta berbagai variabel lingkungan di sekitarnya. Untuk mengetahui MVP dan prediksi kepunahan badak maka perlu dilakukan kajian tersendiri. Saat ini telah berkembang pesat perangkat lunak yang bisa diandalkan untuk memodelkan dinamika populasi. Hal lain yang juga patut diperhatikan adalah Effective Population Size (Ne), yaitu ukuran populasi ideal untuk menjamin variasi genetik agar tidak terjadi tekanan silang dalam (inbreeding). Secara umum patokan ukuran populasi yang umum digunakan untuk manajemen populasi satwa liar, khususnya badak dalam IUCN SSC Asian Rhino Action Plan adalah sebagai berikut: (1) Ukuran populasi efektif (Ne): > 500 ekor; (2) Total ukuran metapopulasi: > 2000 ekor; (3) Jumlah subpopulasi badak: > 10; dan (4) Jumlah individu tiap subpopulasi: > 100.
Upaya Penyelamatan Upaya penyelamatan terhadap populasi badak yang tersisa di Kalimantan perlu dilakukan secara progresif dan radikal. Untuk itu, peran semua pihak dan sinergitas di antaranya mutlak diperlukan. Faktor viabilitas populasi badak bukan alasan untuk pesimistis dalam menyelamatkan badak dari kepunahan. Dengan bantuan teknologi dan strategi pengelolaan yang tepat permasalahan tersebut masih berpeluang untuk bisa di atasi.
12
BS Sitepu
Tim eksplorasi pakan badak kerjasama Balitek KSDA dan WWF Indonesia
Beberapa langkah awal untuk menyelamatkan badak Kalimantan dari kepunahan telah diformulasikan dan diupayakan sebagai berikut: 1.
Estimasi populasi dan sebaran kantung habitat badak secara menyeluruh di Kalimantan. Di lanskap Hulu Mahakam, saat ini masih ada dua kantung habitat yang belum diketahui populasinya secara pasti yaitu di kantung habitat 2 dan 1. Selain itu, merujuk pada Meijaard (1996) masih ada setidaknya 5 lokasi prioritas yang belum diketahui populasinya secara pasti di Kalimantan Utara dan Kalimantan Barat.
2.
Membangun kawasan sanctuary dan pusat penelitian breeding badak Kalimantan. Upaya ini pernah dilakukan dengan mencoba translokasi untuk individu badak di kantung habitat 3 walau belum berhasil, namun langkah ini perlu dilakukan untuk meningkatkan populasi di sanctuary dan peluang untuk rilis kembali jika berhasil. Keberhasilan breeding badak sumatera di Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) – Taman Nasional Way Kambas dapat diadopsi di Kalimantan. Satu hal yang perlu dipastikan adalah terkait keragaman genetik yang dimiliki, sebab individu badak yang ingin ditangkarkan masih berasal dari satu kantung habitat.
13
3.
Menetapkan kawasan konservasi untuk habitat badak yang saling terkoneksi. Langkah ini bila dilakukan di Kutai Barat – Mahakam Ulu dan sekitarnya pada sebaran kantung habitat yang teridentifikasi mungkin bukan langkah populer, khususnya dari segi ekonomi karena habitat badak menempati kawasan dengan status hutan produksi. Meskipun demikian, hal ini dapat menjadi alternatif langkah penyelamatan untuk melindungi populasi badak liar yang tersisa pada kantung-kantung habitat kecil. Konektivitas habitat diharapkan dapat menghubungkan aliran genetik antar subpopulasi kecil. Bila prediksi umum yang menyebutkan populasi badak di lanskap Hulu Mahakam berkisar 10-12 ekor maka ini dapat menjadi justifikasi pengusulan kawasan tersebut menjadi kawasan konservasi, seperti Taman Nasional atau Suaka Margasatwa. Kawasan konservasi diharapkan mampu menjamin MDA (Minimum Dynamic Area), yaitu luasan habitat yang cocok dihuni agar MVP dapat tercapai.
4.
Formulasi kebijakan dan kelembagaan. Dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Badak (SRAK) di Indonesia 2007-2017 belum memasukkan target pengelolaan habitat badak di Kalimantan secara spesifik. Dengan ditemukannya kantung habitat baru bagi badak di Kalimantan Timur maka dapat
Baccaurea pyriformis
Madhuca pierrei (F.N.Williams) H.J.Lam
Aquilaria mallacensis
Uncaria cordota
Dok. Balitek KSDA dan WWF Indonesia
Embelia javanica
Artocarpus integer
Beberapa jenis tumbuhan pakan badak Sumatera di Kalimantan yang dokumentasikan tim Balitek KSDA dan WWF Foose, T.J & N. van Strein. 1997. Asian rhinos – status survey and conservation action plan. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK.
direformulasi pada SRAK berikutnya termasuk kelengkapan kelembagaan yang menyertainya.
Havmøller, RG., J. Payne, W. Ramono, S. Ellis, K. Yoganand, B. Long, E. Dinerstei, A.C. Williams, R.H. Putra, J. Gawi, B.K. Talukdar, & N. Burgess. 2015. Will current conservation responses save the Critically endangered Sumatran rhinoceros Dicerorhinus sumatrensis? Oryx: 1-5 . Short Communication.
Penutup Upaya penyelamatan badak di Kalimantan ibarat berkejaran dengan waktu. Secara alami dengan memperhitungkan faktor viabilitas populasinya saja, kepunahan sepertinya hanya masalah tinggal menunggu waktu. Belum lagi ditambah dengan resiko perburuan dan kehilangan habitat. Untuk itu, langkah konservasi mutlak dilakukan secara cepat dan terukur dengan kolaborasi berbagai pihak. Selain itu, pemanfaatan teknologi manajamen habitat dan populasi terkini juga sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan konservasi. Tanpa langkah nyata, nasib subspesies badak sumatera di Kalimantan akan sama saja seperti halnya nasib subspesies harimau jawa dan harimau bali yang telah lebih dulu punah.
Kretzschmar P., S. Kramer-Schadt, L. Ambu, J. Bender, T. Bohm, M. Ernsing, F.R. Göritz, J. Payne, S. Schaffer, S.T. Thayaparan, Z.Z. Zainal, T.B. Hildebrandt, & H. Hofer. 2016. The catastrophic decline of the Sumatran rhino (Dicerorhinus sumatrensis harrissoni) in Sabah: Historic exploitation, reduced female reproductive performance and population viability. Global Ecology and Conservation 2: 257-275. Maharani, E. 2014. Jejak badak sumatera ditemukan di Kalteng. Republika, 19 Desember 2014 Meijaard, E. 1996. The Sumatran rhinoceros in Kalimantan, Indonesia: its possible distribution and conservation prospects. Pachyderm 21: 15-23 Orlando, L., J.A. Leonard, A. Thenot, V. Laudet, C. Guerin, & C. Hanni. 2003. Ancient DNA analysis reveals woolly rhino evolutionary relationships. Mol Phylogenet Evol 28: 485–499. Putro, HR. 2015. Kebijakan penyelamatan badak sumatera di Kalimantan. Paper pada workshop strategi konservasi badak sumatera di Kalimantan. Balikpapan, 21-22 September 2015.
Daftar Pustaka Boer, C., A.L. Manurung, Y. Kurniawan, & A.D. Kusuma. 2015. How do rhinos still exist in tropical rain forest of Kalimantan. Majalah Swara Samboja 4 (2): 12-14. Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam. Samboja
Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Badak 2007-2017. Departemen Kehutanan. Jakarta. van Strien, N.J., B. Manullang, Sectionov, W. Isnan, M.KM. Khan, E. Sumardja, S. Ellis, K.H. Han, Boeadi, J. Payne, & E. Bradley Martin. 2008. Dicerorhinus sumatrensis. The IUCN Red List of Threatened Species 2008.
Borneo Rhino Alliance (BORA). 2015. Borneo Rhino Sanctuary (BRS) Programme. six monthly report: covering the period January – June 2015. Sabah Wildlife Department and Borneo Rhino Alliance.
WWF – Dephut. 2013. Ditemukan bukti video badak sumatera di Kalimantan.
14
Artikel
Mengenal Sosok
Dahu
Nanda F.
(Dracontomelon dao)
Mira Kumala Ningsih dan Nanda Farhazakia
[Teknisi Litkayasa pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam ]
PENDAHULUAN Dahu atau yang dikenal dengan nama Dracontomelon dao (Blanco) Merrill & Rolf) adalah jenis pohon hutan yang memiliki banyak sekali kegunaan baik dari segi pemanfaatan kayu maupun non kayu. Selain dari segi pemanfaatan kayu dan non kayu, dahu juga memiliki manfaat ekologi dan sosial budaya baik yang dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh makhluk hidup adalah sebagai penyedia unsur hara bagi tumbuhan, bahan pangan bagi manusia dan satwa, menjadi obyek dalam suatu penelitian, tempat bersarang, tempat bertengger dan tempat bermain untuk beberapa jenis burung dan tupai. Manfaat yang dirasakan secara tidak langsung adalah penyedia oksigen dan penyerap karbondioksida bagi makhluk hidup, mempertahankan air tanah, menahan air dan tanah serta mempengaruhi iklim mikro. Tujuan dari penulisan ini adalah memberikan informasi manfaat ekonomi, ekologi dan sosial budaya serta ilmu pengetahuan jenis dahu.
MORFOLOGI POHON DAHU Pohon dahu termasuk jenis pohon besar. Pohon dahu yang berada di dalam kawasan Arboretum Balitek KSDA Samboja memiliki tinggi total mencapai 18 m, tinggi bebas cabang 5 m dengan diameter 81 cm. Pohon ini memiliki banir papan dengan tinggi ±2,5 m. Memiliki batang utama berwarna cokelat dengan pertumbuhannya agak sedikit bengkok. Permukaan kulit batang luar bersisik cokelat kekuningkuningan atau abu-abu cokelat yang terkelupas tak beraturan. Tajuk membentang hampir membulat dan bercabang banyak dengan daun yang lebat. Kulit batang bagian dalam lunak, berwarna kuning jerami hingga cokelat atau kuning terang hingga agak merah jambu, mengeluarkan getah cair merah jambu pucat. Daun majemuk menyirip ganjil tersusun spiral dan mengelompok diujung ranting besar. Anak daun berhadapan atau berselingan agak tidak simetris. Anak daun berbentuk bundar telur sampai membundar telur sungsang menyempit. Pangkal daun tidak simetris, tepi daun rata, bagian bawah helaian anak daun di samping tulang primer memiliki domatia. Ujung daun meruncing atau berekor, bentuk tulang tengah datar, urat daun sekunder menyirip, urat daun tersier menjala. Daun muda berwarna hijau muda dan daun tua berwarna hijau tua.
500 m (Keßler & Sidiyasa, 1999). Jenis ini tumbuh subur pada hutan primer terganggu atau sekunder, evergreen (hijau sepanjang tahun) atau semi-gugur (musim) hutan di daerah tropis dengan rata-rata curah hujan tahunan 1800-2900 mm dan ketinggian 500-1000 m, ditemukan di daerah yang berdrainase baik, tanah liat sampai berbatu, organosols, tanah humus gley atau tanah podsolik merah kuning, di dataran alluvial dan di daerah rawa dan sepanjang tepi sungai (Lim, 2012). Dahu tersebar luas di beberapa negara yaitu Cambodia, China, India, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Papua New Guinea, Filipina, Kepulauan Solomon, Thailand (Orwa dkk., 2009). Dalam bahasa indonesia D. dao dikenal dengan nama dahu sedangkan di beberapa daerah, dahu dikenal dengan nama yang berbeda yaitu Inggris (Papua New Guinea walnut, Pacific walnut, New Guinea walnut, Argus pheasant tree); Filipina (dao); Jerman (Drachenapfel); Malaysia (dahu); Thailand (sang-kuan, phrachao ha phra ong, ka-kho, dao). Berdasarkan koleksi di Herbarium Wanariset, terdapat 25 (dua puluh lima) spesimen herbarium dari jenis dahu yaitu berasal dari provinsi Kalimantan Timur (13 spesimen), Kalimantan Utara (2 spesimen), Kalimantan Tengah (4 spesimen), Kalimantan Selatan (3 spesimen), dan Sulawesi Selatan (3 spesimen). MENGENAL MANFAAT DARI DAHU A.
TEMPAT TUMBUH DAN PENYEBARAN Secara umum dahu tersebar di hutan malar hijau hingga hutan lahan pamah agak meranggas, pada ketinggian hingga
16
Manfaat ekonomi 1.
Manfaat kayu Jenis ini tergolong sebagai kayu perdagangan. Juga merupakan jenis kayu yang bercorak indah sehingga dapat digunakan untuk mebel, perlengkapan interior, kabinet, venir hias (disayat), kayu lapis, panel, moulding, lantai bangunan kapal. Kayu dahu juga dapat digunakan untuk lis, peti, korek api, barang bubutan, barang kerajinan seperti patung dan ukiran.
2.
Manfaat Sebagai Obat Selain manfaat kayunya, dahu juga memiliki manfaat lain (non kayu) yang tidak kalah pentingnya yaitu pohon berkhasiat obat. Di Semenanjung Malaysia, kulit kayu digunakan untuk menyembuhkan penyakit disentri (Lim, 2012) terbukti dengan ditemukannya ekstrak etanol batang dahu memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli MDR dan bersifat bakterisid (Hasanah & Yuniati, 2011). Rostiwati (2009) juga menyebutkan bahwa manfaat dari kulit batang dahu juga dapat membantu keluarnya ari-ari pada wanita bersalin. Selain itu hasil meta-analisis dengan menggunakan random effect model yang dilakukan
Nanda F.
oleh Merindasari dkk. (2014) menunjukkan bahwa D. dao memiliki efek hepatoprotektif in vitro terbaik dilihat dari nilai EC50 yang paling efektif artinya memiliki potensi dalam mengobati penyakit hepatitis. Etnis asli Kalimantan memanfaatkan bagian dari dari pohon hutan ini sebagai obat sakit perut, diare dan ambeien (Noorcahyati, 2012). Kemudian untuk membuktikan hal tersebut Lukas (2008), Soegihardjo, Hidayat (2005) dalam Noorcahyati dkk. (2012) juga menambahkan bahwa dahu mengandung senyawa dichloromethane. Hal ini membuktikan bahwa dahu dapat dikatakan sebagai tanaman obat sebagaimana dikemukakan oleh Suriawiria (2000) bahwa tumbuhan berkhasiat obat adalah tanaman atau tumbuhan yang diyakini atau dipercaya dapat dimanfaatkan sebagai penghilang rasa sakit atau sebagai salah satu obat penyembuh dari suatu penyakit. Selain itu juga, dahu juga bermanfaat di bidang kuliner. Bunga dan daun juga digunakan sebagai bumbu untuk penyedap makanan dan menghilangkan rasa pahit pada makanan oleh suku di Maluku. Di Thailand dan Malaysia, buah digunakan untuk penambah rasa (bumbu) dan bahan pangan bagi masyarakat. Bunga, buah dan daun muda yang dimakan dimasak sebagai sayuran yaitu di Vietnam, Thailand, Malaysia Timur dan Papua Guinea Baru (Lim, 2012). B.
selain Nantu (Palaquium obovatum EngL), Beringin (Ficus nervosa Heyne), Matoa (Pometia pinnata), Kayu Bunga (Madhuca phillippinensis Merr), Molilipota/sengon (Albizzia lebbeck Benth), dan Cempaka (Elmerrillia ovalis Dandy). Relung ekologi (Niche) menjadikan jenis-jenis pohon penyusun utama ini menjadi tempat bernaung, tempat bermain, tempat tinggal, tempat bertengger, sumber makanan, tempat memanjat, sumber unsur hara bagi tumbuhan lain dan hewan (Hamidun & Baderan, 2014). Selain itu, Buahnya juga dapat dimanfaatkan oleh satwa liar maupun manusia sebagai bahan pangan dengan rasa yang sedikit asam. Jenis satwa yang memanfaatkannya dibagi menjadi 2 yaitu satwa yang berada diatas pohon antara lain Tupai dahan yang mengkonsumsi buahnya dan Belalang yang mengkonsumsi daunnya sedangkan satwa di bawah pohon antara lain siput darat (Amphidromus perversus), siput telanjang (Parmarion pupillaris), dan semut hitam (Dolichoderus sp.). Selain itu, Sayektiningsih dan Rayadin (2012) menambahkan bahwa cabang utama dahu merupakan salah satu pohon yang di pilih oleh orangutan sebagai tempat bersarang. Sebagai bagian dari ekosistem hutan, pohon dahu memiliki peranan ekologi yang penting diantaranya menghasilkan oksigen dan menyerap karbon dioksida melalui proses fotosintensis pada daunnya sebagaimana tumbuhan hijau lainnya, mempertahankan air tanah dan tanah serta mempengaruhi iklim mikro. C.
Manfaat Bagi Kepentingan Ekologi
Manfaat Bagi Kepentingan Sosial Budaya
Manfaat bagi kepentingan sosial budaya merupakan manfaat yang juga bersifat ekstraktif dengan pemanenan yang dilakukan tanpa menebang. Manfaat ini diperoleh dengan mengambil bagian tanaman yang tidak mengakibatkan kematian. Manfaat sosial budaya dari pohon dahu adalah sebagai bahan kerajinan dan ukiran tradisional.
Manfaat bagi kepentingan ekologi diantaranya adalah sebagai pakan satwa, bagian/komponen ekosistem dan manfaat jasa lingkungan. Manfaat ekologi ini merupakan manfaat yang dapat dirasakan jika jenis ini tetap dipertahankan hidup, tumbuh dan berkembang.
Berdasarkan bagian-bagian tumbuhannya, pohon dahu memiliki banyak manfaat dan dapat dikelompokkan dalam 8 kelompok manfaat (Tabel 1).
Di kawasan hutan Nantu-Boliyohuto, dahu menjadi salah satu jenis pohon penyusun utama kawasan hutan tersebut
17
No.
Bagian tumbuhan Akar (termasuk banir)
2
Batang
3
Kulit batang
4
Cabang utama
5
Dahan, ranting dan pohon
6
Daun Muda
Keterangan
Penahan air Mempertahankan tanah
Manfaat ekologi
Bahan ukiran Kayu gergajian Mebel/furniture Perlengkapan interior Lantai bangunan kapal Kabinet Venir hias Lis Peti Korek api
Manfaat ekonomi, & sosial budaya
Bahan obat tradisional
Manfaat ekonomi, & sosial budaya
Tempat sarang orangutan
Manfaat ekologi
Bahan pulp dan kertas Barang kerajinanan Kayu bakar
Manfaat ekologi dan ekonomi
Pakan orangutan Penambah rasa (bumbu) Sayuran Penghasil oksigen dan penyerap karbon
Manfaat ekologi dan Sosial budaya
Nanda F.
Nanda F.
Nanda F.
Nanda F.
Nanda F.
Nanda F.
1
Manfaat
18
No.
Bagian tumbuhan Bunga
8
Buah
Keterangan
Penambah rasa (bumbu) Sayuran
Manfaat Sosial budaya
Pakan satwa liar dan manusia Penambah rasa (bumbu) Sayuran
Manfaat ekologi
Nanda F.
Nanda F.
7
Manfaat
Keßler, P.J.A. dan K. Sidiyasa. 1999. Pohon-Pohon Hutan Kalimantan Timur (Pedoman Mengenal Jenis Pohon Pilihan di Daerah Balikpapan-Samarinda). MOFECTropenbos-Kalimantan Project. Tropenbos-Kalimantan Series 2. Balikpapan.
KESIMPULAN Pohon dahu dapat memberi manfaat secara langsung maupun tidak langsung bagi makhluk hidup. Manfaat yang dapat dirasakan langsung adalah sebagai penyedia unsur hara bagi tumbuhan, bahan pangan bagi manusia dan satwa, tempat bersarang, tempat bertengger dan tempat bermain untuk beberapa jenis burung dan mamalia kecil lainnya. Sedangkan manfaat secara tidak langsung adalah penyedia oksigen dan penyerap karbondioksida bagi makhluk hidup, mempertahankan air tanah, menahan air dan tanah serta mempengaruhi iklim mikro.
Lim, T.K. 2012. Dracontomelon dao. Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants (Fruits). Vol. 1. Hal 75-78. http://www.springer.com/us/book/9789048186600. Diakses tanggal 08 Agustus 2016 Merindasari, D., S. Paramita, dan S. Ismail. 2014. Efek Hepatoprotektif Secara In Vitro Terhadap Tanaman Obat (Studi Terhadap Skripsi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Angkatan 2001- 2009). JIMKI Vol. 2:2. Samarinda. Noorcahyati, Z. Arifin dan M.K. Ningsih. 2012. Potensi Etnobotani Kalimantan sebagai Sumber Penghasil Tumbuhan Berkhasiat Obat. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian BPTKSDA (Hasil-Hasil Riset untuk Mendukung Konservasi yang Bermanfaat dan Pemanfaatan yang Konservatif). Hal 27-37. Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumberdaya Alam. Samboja.
Berdasarkan manfaat dan kepentingannya secara umum, dapat dikelompokkan menjadi 4, yakni manfaat bagi kepentingan ilmu pengetahuan, ekonomi, ekologi maupun sosial budaya.
Orwa dkk., 2009. Agroforestry Database: a tree reference and selection guide, version 4.0. Hal 1-5. http://www.worldagroforestry.org/treedb/AFTPDFS/Dracontomelon_dao .PDF. Diakses tanggal 22 Mei 2016
DAFTAR PUSTAKA
Rostiwati, T. 2009. Teknik Budidaya Tanaman Hutan Berkhasiat Obat (Bunga Rampai Biofarmaka Kehutanan Indonesia). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor.
Buharman, D. F. Djam'an, N. Widyani dan S. Sudradjat. 2011. Atlas Kayu Indonesia Jilid II, Vol. 5 : 1. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Bogor.
Sayektiningsih, T dan Y. Rayadin. 2012. Karakteristik Sarang Orangutan (Pongo pygmaeus morio) di Kawasan Zona Penyangga Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian BPTKSDA (Hasil-Hasil Riset untuk Mendukung Konservasi yang Bermanfaat dan Pemanfaatan yang Konservatif). Hal 127-138. Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumberdaya Alam. Samboja.
Hamidun, M.S. dan D.W.K. Baderan. 2014. Habitat, Niche, dan Jasa Lingkungan Penyusun Utama Vegetasi Kawasan Hutan Nantu-Boliyohuto. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.
Suriawiria, U. 2000. Obat mujarab dari pekarangan rumah. Penerbit Papas Sinar Sinanti. Jakarta.
Hasanah, N. dan Yuniati. 2011. Kajian Aktivitas Antibakteri Batang Dracontomelon dao terhadap Bakteri Escherichia coli Multiple Drug Resistance. Makalah pada Seminar Nasional PERHIPA & KONAS IV Obat Tradisional Indonesia Hotel Sahid Jaya. Solo.
19
Badak Sumatera yang ditemukan di Kutai Barat didokumentasikan 17 Maret 2016 Tri Atmoko
Taxus sumatrana: Temuan Populasi Baru
di Gunung Dempo, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan Rizki Ary Fambayun dan Adi Susilo [ Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Bogor ]
sumatrana-si-pembunuh-virus.html). Pada saat eksplorasi ini dilakukan tidak ada informasi keberadaan Taxus sumatrana di Gunung Dempo. Hasil eksplorasi dan penelitian Flora Gunung Dempo yang dilakukan tim LIPI (Ismaini et. al. 2012, Ismaini et. al. 2014) juga tidak mencantumkan keberadaan Taxus sumatrana.
Pendahuluan Cemara sumatera (Taxus sumatrana) adalah pohon berkhasiat obat untuk melawan kanker. Di dunia dikenal sebagai Sumatran Yew (cemara sumatera) masuk dalam famili Taxaceae dari sub-devisi Gymnospermae. Taxus mulai dikenal setelah diketahui mengandung taxane pada seluruh bagian pohon seperti daun, kulit, akar, dan biji (Shen et al., 2005, Iszkulo et al., 2013). Taxane diekstraksi untuk mendapatkan paclitaxel yaitu zat aktif yang mampu mengobati kanker khususnya kanker ovarium (rahim), kanker payudara, dan kanker lainnya (Shen et. al. 2005, Kingston dan Newman 2007). Taxus bermanfaat bukan hanya untuk penyembuhan kanker tetapi juga penyakit non kanker seperti alzheimer, sarkoma kaposi (tumor jaringan pembuluh darah), dan sklerosis ginjal (Bramilla et al., 2008, Chai et al., 2000).
Meskipun belum ada informasi akurat tentang kehadiran T. sumatrana di Hutan Lindung Gunung Dempo, namun diduga kondisi habitat di Hutan Lindung Gunung Dempo mirip dengan Gunung Kerinci yang merupakan kesatuan gugusan pengunungan Bukit Barisan. Oleh kerena itu dilakukan eksplorasi untuk memastikan keberadaan Taxus sumatrana di Gunung Dempo.
Kandungan taxane pada Taxus sangat kecil yaitu sekitar 0.02% - 0.1 % dari berat keringnya dan bervariasi baik dalam maupun antar individu dan varietas (Cope 1998). Diperlukan 2.5 – 3 g paclitaxel untuk satu kali perlakuan pengobatan kanker, sehingga perlu menebang 7.5 pohon dewasa untuk diambil kulit kayunya. Taxane diterpenoids yang diekstrak dari kulit, daun, cabang, ranting, dan akar dari genus Taxus telah dipasarkan dengan merek dagang Taxol. Produksi 1 kg Taxol membutuhkan sekitar 30.000 kg biomasa. Kebutuhan Taxol untuk Amerika Utara dan Eropa saja sekitar 400kg/tahun atau setara dengan 12 juta kg biomas (Smith dan Cameron 2001). Dengan tingkat eksploitasi seperti sekarang ini, populasi Taxus khususnya di Asia akan terus menurun (Shi et al,. 1999; Huang et al., 2008). Jenis ini masuk dalam Apendiks II CITES sejak tahun 2005 dan dalam Red List IUCN 2009, Taxus dikategorikan ke dalam jenis hampir punah (endangered). Di Indonesia Taxus sumatrana dikabarkan hanya ditemukan di Gunung Kerinci (Masfud, 2010, http://wartametropolitan.blogspot.co.id/2010/09/taxus-
Gambar 1. Taxus sumatrana di dekat pintu masuk jalur pendakian Rimo, Gunung Dempo
22
en.wikipedia.org
Gambar 2. Lokasi Penelitian, Hutan Lindung Gunung Dempo
Pencarian Taxus sumatrana
Hasil Pencarian
Secara grografis Hutan Lindung Gunung Dempo, Kota Pagar Alam, Provinsi Sumatera Selatan berada pada posisi 103o13” bujur timur dan 04o03' lintang selatan. Kawasan Hutan Lindung Gunung Dempo memiliki luas 3.750 ha dan berada pada ketinggian antara 1.200 – 3.159 m dpl, dengan kemiringan lereng antara 14o – 70o. Kawasan Hutan Lindung Gunung Dempo merupakan hutan alami dengan vegetasi yang mencerminkan hutan pegunungan dan diperkirakan memiliki keragaman jenis hayati tinggi. Berdasarkan ketinggiannya zonasi hutan lindung ini terbagi atas sub montana (1.200-1.500 m dpl), motana (1.500-2.400 m dpl.), dan sub alpin (240 – 3.159m dpl.)
Penelusuran pada jalur pendakian dilakukan hingga ketinggian 2.300 m dpl di jalur Kampung IV dan 2200 di jalur Rimo. Di kedua jalur tersebut ditemukan 13 pohon Taxus sumatrana dengan diameter setinggi dada antara 22 cm – 120 cm. Di lokasi ini T. sumatrana ditemukan pada ketinggian tempat antara 1.853 m -2.133 m dpl. Data pohon disarikan pada Tabel 1. Sebaran pohon cenderung mengelompok seperti terlihat pada Gambar 1. Pengukuran faktor abiotik disekitar pohon Taxus menunjukkan bahwa Taxus tumbuh pada lereng dengan kemiringan lahan antara 40°-60°, kelembaban udara antara 70 – 85%, suhu udara 18º C hingga 24.5º C, pH tanah berkisar antara 6,0-6,9 (Susilo et. al. 2014). T. sumatrana bukan pohon emergan yang menjulang diatas rata-rata pohon hutan. T. Sumatrana biasanya berada pada lapisan tajuk tengah. Hal yang sama ditemukan pula pada tegakan Taxus cuspidate di China (Zu et al. 2006) dimana struktur vegetasi pohon terlihat unik karena pohon T. cuspidate hanya ada pada strata pohon dan jarang pada strata yang lebih rendah.
Gunung Dempo memiliki dua jalur pendakian ke pucak yaitu jalur pendakian lama yang dimulai dari kampung IV dan Jalur pedakian baru atau jalur Rimo. T. sumatrana dicari dengan mengikuti dua jalur tersebut. Bila T. sumatrana ditemukan maka dilakukan pengukuran diameter pohon setinggi dada dan tinggi pohon, dicatat posisi geografis dengan GPS Garmin Oregon dan diambil data abiotiknya yaitu kemiringan lahan dengan clinometer, suhu dan kelembaban udara dengan thermohygro meter dan ph Tanah dengan soil tester Takemura DM5. Semai T. Sumtrana dicari pada radius 10 m dengan pusat pohon induknya.
23
Pencarian anakan di sekitar pohon tidak mendapatkan hasil sama sekali. Taxus umumnya berumah dua (dioecious) kecuali Taxus canadensis (Allison 1991), sehingga cenderung
Gambar 3. Lokasi Penelitian Hutan Lindung Gunung Dempo
sangat sulit dalam regenerasinya dan pertumbuhannya sangat lamban (Zu et al. 2006). Bila di bawah pohon jantan tentunya sulit mendapatkan anakannya. Semai yang jarang juga ditemukan pada studi lainnya (Li et al. 2006, Chybicki et al. 2011). Kelangkaan semai kemungkinan disebabkan karena buah Taxus yang berwarna merah dan berasa manis telah dihabiskan oleh burung sebelum terpencar ke lantai hutan. Penelitian Taxus chinensis di China menunjukkan bahwa hanya sedikit semai ditemukan karena kebanyakan buah telah dimakan burung sebelum jatuh dan hanya sedikit buah/biji yang sampai ke lantai hutan dan berkecambah (Li et al. 2006). Biji mungkin juga dipencarkan ke lokasi yang tidak cocok untuk perkecambahan dan pertumbuhan. Semai yang jarang juga ditemui Tabel 1. Posisi pohon Taxus sumatrana di Hutan Lindung Gunung Dempo
Titik DPO 1 DPO 2 DPO 3 DPO 4 DPO 5 DPO 6 DPO 7 DPO 8 DPO 9 DPO 10 DPO 11 DPO 12 DPO 13
Altitude m dpl 2023 2037 2046 2068 2032 2050 2133 1858 1984 1997 2081 1935 1853
Diameter Pohon (cm) 66 25 43 120 84 22 77 85 96 38 83 53 65
Tinggi (m) 25 27 28 33 35 20 25 28 30 19 27 23 25
24
Lokasi Geografis S 04o02'11.5”
04o02’11.6” 04o02’09.5” 04o02’09.5” 04o02’09.9” 04o02’09.2” 04o02’04.3” 04o01’08.3” 04o01’27.5” 04o01’27.8” 04o01’30.1” 04o01’27.8” 04o01’30.5”
E 103o08’37.9” 103o08’36.9” 103o08’37.0” 103o08’36.6” 103o08’39.7” 103o08’36.1” 103o08’31.3” 103o09’06.6” 103o09’06.0” 103o09’02.0” 103o08’55.1” 103o09’08.2” 103o09’16.2”
Gambar 4. Posisi pohon T. sumatrana di Hutan Lindung Gunung Dempo
eksplorasi ini tidak ditemukan pohon yang sedang berbuah sehingga tidak diketahui apakah ke 13 pohon Taxus yang ditemukan memiliki populasi pohon betina yang cukup.
di habitat T. baccata di berbagai lokasi penelitian (Hulme 1996; Thomas dan Polwart 2003 Garcia et al. 2000 Chybicki et al. 2011). Sebagai contohnya kepadatan tinggi pada T. baccata dewasa menyebabkan lantai hutan yang gelap di lokasi penelitian Chybicki et al.(2011), sehingga tidak memungkinkan adanya regenerasi. T. baccata bisa berkecambah dengan kepadatan yang tinggi namun demikian hanya bisa bertahan hingga umur dua tahun (Chybicki et al. 2011). Peneltian Iszkulo et al. 2009, menunjukkan bahwa populasi T. baccata yang sudah tua proporsi betina lebih kecil daripada jantan. Hal ini mungkin karena pohon betina memerlukan energi yang lebih besar dalam aktivitas reproduksi bila dibandingakan dengan pohon jantan (Obeso 2002), sehingga pohon betina kalah bersaing dengan pohon jantan. Selain itu pohon betina T. baccata memerlukan lebih banyak air daripada pohon jantan (Iszkulo et al. 2009). Jantan T. baccata dapat tumbuh baik pada lahan kering maupun basah, sementara pohon betina hanya dapat hidup pada lahan yang basah. Dengan proporsi pohon betina yang lebih sedikit daripada pohon jantan menyebabkan terganggunya proses regenerasi. Kondisi serupa mungkin ada pada T. Sumatrana. Kelangkaan semai T. sumatrana mungkin dikarenakan proporsi pohon betina yang sedikit. Pohon betina hanya dapat diidentifikasi bila sedang berbuah. Dalam
Sebaran T. Sumatrana selain di Gunung Dempo Di Indonesia T. sumatrana tersebar secara alami di Sumatera dan Sulawesi. Dari penelusuran koleksi herbarium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Bogor menunjukkan bahwa spesimen T. sumatrana sudah dikoleksi dari sejak jaman Belanda dengan deskripsi bahasa Belanda. Spesimen Taxus dikoleksi dari Karolenden (Sumatera Oostk), Malili (Celebes), dan Goa (Celebes). Explorasi tahun 2013 membuktikan bahwa T. sumatrana ada di Sumatera Utara. Hasil eksplorasi ini menemukan populasi T. sumatrana di Hutan Lindung Sibuatan, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo. Sepanjang 2 km jalur rintis ditemukan 13 pohon dengan diameter setinggi dada antara 22 cm – 110 cm. Di lokasi ini T. sumatrana ditemukan pada ketinggian tempat antara 1543m 1663m dpl (Susilo et al. 2013). Taxus sumatrana juga ditemukan di Taman Nasional Kerinci Seblat tepatnya di resort Gunung Kerinci dan resort Gunung tujuh.
25
Ismaini, L., Masfiro Lailati. 2014. Eksplorasi dan Kajian Potensi Flora Gunung Dempo Sumatera Selatan. Prosiding Ekspose dan Seminar Pembangunan Kebun Raya Daerah. 297 – 306
Taxus sumatrana ditemukan pula di beberapa negara yang memiliki iklim subtropis dan tropis seperti - Afghanistan, Tibet, Nepal, Vietnam, India, Buthan, Burma, China, Philipina, dan Taiwan (Earle 2015). Taxus biasanya tumbuh di daerah perbukitan di dataran tinggi atau di lembah pada ketinggian tempat 1.500 – 2.800 m dpl (Huang et al. 2008).
Iszkulo, G., P. Kosinski, M. Hajnos. 2013. Sex influences the taxanes content in Tasus baccata. Acta Physiol Plant 35:147-152. Kingston DG and Newman DJ (2007). Taxoids: cancer-fighting compounds from nature. Curr Opin Drug Discov Devel 10:130-144.
Selain lokasi-lokasi eksplorasi tersebut, kemungkinan T. sumatrana juga dapat ditemukan di Gunung-gunung lain di sepanjang pegunungan Bukit Barisan, misalnya di Sumatera Barat (Gunung Singgalang, Talamau, Talang), Sumatera Utara (Gunung Sibuaten, Sibanyak), Bengkulu (Gunung Seblat) dan lain-lain.
Li, Y.C., W.Y. Tao, L. Cheng (2009) Paclitaxel production using co-culture of Taxus suspension cells and paclitaxel-producing endophytic fungi in a cobioreactor. Appl Mecrobiol Biotechnol 83:233-2239
DAFTAR PUSTAKA
Li XL, Yu XM, Guo WL et al (2006) Genomic diversity within Taxus cuspidate var. nana revealed by random amplified polymorphic DNA markers. Russ J Plant Physiol 53:684–688. doi:10.1134/S102144370605013X
Allison, T.D. 1991. Variation in sex expression in Canada Yew (Taxus Canadensis). American Journal of Botany 78(4):569-578.
Masfud, 2010, http://wartametropolitan.blogspot.co.id/2010/09/taxussumatrana-si-pembunuh-virus.html).
Bramilla L., A. Romanelli, M. Bellinvia (2008) Weekly paclitacel for advaced aggressive classic Kaposi sacoma: experience in 17 cases. Br J Dermatol 158:1339-1344.
Obeso, J.R. 2002. The cost of reproducion in plant. New Phytologist 155 (3):321348
Chai J., T. Zheng, and R. Masood (2000) Paclitaxel induces apoptoisi in AIDS-releted Kapos's sarcoma cells. Sarcoma 4:37-45.
Shen, Ya-Chen, K. Cheng, Y. Lin, Y Cheng, A.T. Khalil, J Guh, C. Chien, C. Teng, Y. Chang. 2005. Three New Taxane Diterpenoids from Taxus sumatrana. J. Nat. Prod. 68(1): 90-93
Chybicki, I.j., A Oleksa, and J Burczyk. 2011. Increased inbreeding and strong kinship structure in Taxus baccata estimated from both AFLP and SSR data. Heredity 107: 589–600
Shi QW., T. Oritani, and T. Sugiyama (1999). Two new taxane diterpenoids from the seeds of the Chinese yew, Taxus yunnanensis. J. Asian Nat. Prod. Tes. 2:7179.
Cope E. A. 1998. Taxaceae: the genera and cultivatied species. Bot Rev 64:291-322.
Smith R and S. Cameron. 2001. Ground hemlock (Taxus canadensis). Why Interest? www.nrcan-rncan.gc.ca. Tanggal akses 22 Februari 2012.
Earle, C.J. 2015. Taxus sumatrana (Miquel) de Laubenfels. 1978. [http://www.conifers.org/ta/Taxus_sumatrana.php, diakses, 8 April 2015].
Thomas PA, A. Polwart (2003) Taxus baccata L. Biological flora of the British Isles 229. J Ecol 91:489–524. doi: 10.1046/j.1365-2745.2003.00783.x Susilo, A., T. Kalima, A. Subiakto, G. Pasaribu, Suhendar, S. Difan, G.W. Rusmana. 2014. Teknologi Konservasi Eks-situ untuk Pelestarian Taxus sumatrana Laporan Hasil Penelitian Sumber Dana RM/PNP. Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan
Gracia D, Zamora R, Hodar JA (2000) Yew (Taxus baccata L.) regeneration is facilitated by fleshy-fruited shrubs in Mediterranean environments. Biol Conserv 95:31–38. doi:10.1016/S0006-3207(00)00016-1 Huang, C., T Chiang, T. Hsu. 2008. Isolation and characterization of microsatellite loci in Taxus sumatrana (Taxaceae) using PCR-based isolation of microsatellite arrays (PIMA). Conservation Genetic 9:471-473.
Zu Yuan-Gang; Chen Hua-Feng; Wang Wen-Jie; Nie Shao-Quan, 2006. Population structure and distribution pattern of Taxus cuspidate in Muling ragion of Heilongjiang Province, China. Journal of Foresty 17(1):80-82.
Hulme P (1996) Natural regeneration of yew (Taxus baccata L.), microsite, seed or herbivore limitation? J Ecol 84:853–861. doi:10.2307/2960557
.
Ismaini L., Rustandi, Masfiro Lailati. 2012. Laporan Eksplorasi Dan Penelitian Flora Gunung Dempo, Sumatera Selatan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
26
Herbarium Botani Hutan
“Ketika Seranting Daun Kering Berbicara” Denny dan Rizki A. Fambayun [Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan ]
antaranya Chr. Versteegh, C.J. van der Zwan, T.H. Endert, B. de Yong , Dr den Berger, Ir. C.N.A. de Voogd dan K. Heyne. Koleksi spesimen tersebut memiliki kode “bb” (Bosch flora Buitenbezittinge) dengan duplikat koleksi tersimpan di beberapa Herbarium seperti Herbarium Bogoriensis-LIPI, Herbarium Universitas Cendrawasih di Papua, National Herbarium of Malaysia-FRIM, the Singapore Botanic Gardens Herbarium, NHN Leiden-Belanda. Selanjutnya, pada tahun 2006 Herbarium Botani Hutan tercantum dalam buku Index Herbariorum Indonesianum yang diterbitkan oleh Herbarium Bogoriensis-LIPI (Wardani dkk., 2015).
Gambar1. Foto bersama di depan gedung Herbarium Botani Hutan Herbarium Botani Hutan yang didirikan pada tahun 1917 dan dikelola oleh Kelti Botani dan Ekologi Hutan Puslitbang Hutan merupakan salah satu herbarium yang dimiliki Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Herbarium Botani Hutan saat ini dipimpin oleh seorang kepala herbarium yang bernama Dr. Ismayadi Samsoedin, M.Sc. dan yang bertindak sebagai curator adalah Dra. Titi Kalima, M.Si. dan Dra. Marfuah Wardani, MP. Kemudian terdapat juga beberapa peneliti yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan herbarium yaitu Ir. Adi Susilo, M.Sc., Ir. Bugris, Rizki Ary Fambayun dan Denny. Selain itu juga terdapat satu orang teknisi herbarium yaitu Edi Laksana dan dibantu oleh Anggi Maulana dan Giri W. Rusmawan sebagai pemelihara herbarium. Herbarium Botani Hutan memiliki koleksi sekitar 60% dari jumlah spesimen merupakan koleksi zaman Kolonial Belanda yang dikoleksi mulai tahun 1913 dengan nama kolektor di
27
Gambar2. Kegiatan remounting spesimen herbarium
Herbarium Botani Hutan sebagian besar berisi kumpulan seranting daun yang dikeringkan. Herbarium sendiri dapat diartikan sebagai spesimen yang dikeringkan dan diawetkan dan biasanya diatur menurut sistem klasifikasi (Gill, 1992; dalam Agbogidi and Aghojare, 2014). Penjelasan tentang pengertian herbarium tersebut cukup sederhana hanya dititikberatkan pada kumpulan seranting daun yang dikeringkan kemudian disimpan. Sehingga timbul pertanyaan, apa yang menarik dari seranting daun kering untuk kepentingan ilmiah? Kenapa harus seranting daun kering? Siapa yang mau memanfaatkan daun kering? Kapan dan bagaimana memanfaatkannya? Tulisan ini bertujuan untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaan tersebut sehingga dapat diketahui manfaat apa saja yang dapat diperoleh dari herbarium untuk kegiatan penelitian, pendidikan dan pelatihan.
2.
Herbarium sebagai laboratorium
Laboratorium merupakan tempat yang dilengkapi dengan alatalat untuk melakukan kegiatan percobaan dan penelitian (Jaya, 2012). Begitu pula herbarium yang merupakan tempat dengan alat utama berupa spesimen herbarium untuk menunjang kegiatan penelitian dasar dan terapan di bidangkehutanan. 3.
Herbarium sebagai barang bukti kekayaan alam Indonesia
Spesimen herbarium dapat digunakan sebagai barang bukti kekayaan alam Indonesia. Semakin banyak spesimen herbarium yang terkoleksi pada suatu daerah menunjukan semakin tinggi pula keanekaragaman flora daerah tersebut.
Peran Herbarium dalam Menunjang Kegiatan Penelitian, Pendidikan, dan Pelatihan Berdasarkan pengamatan di lapangan, herbarium dapat diartikan juga sebagai alat, kamus, laporan, dokumentasi, naskah, buku catatan, buku harian, surat, ringkasan, literatur, album foto, slide, laboratorium, perpustakaan, objek, gambar hidup, salinan, ilustrasi dan gambaran tumbuhan.
1.
Gambar 4. Lemari dan box pemyimpanan spesimen herbarium
Herbarium sebagai catatan ilmiah berharga
Di dalam spesimen herbarium terdapat catatan ilmiah yang berharga. Tanggal koleksi yang tercantum dalam spesi mendapat menggambarkan keberadaan tumbuhan di lokasi tersebut. Catatan dalam spesimen herbarium dapat digunakan untuk menentukan spesies asli atau tidak yang berasal dari daerah tersebut, dengan melihat tanggal ketika spesimen pertama kali dikumpulkan. Tanggal koleksi awal untuk tanaman asing dapat memberikan beberapa indikasi laju penyebaran dan mengukur potensi invasif.
4.
Herbarium sebagai benda bersejarah
Benda-benda bersejarah memiliki nilai penting karena dapat menunjukkan tingkat peradaban dan perlu dilestarikan agar keberadaannya dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang (Wibowo, 2014). Oleh sebab itu harus berhati-hati dalam pengambilan, penataan dan pemeliharaan spesimen herbarium untuk menghindari kerusakan. Sebuah herbarium dapat menyimpan beberapa spesimen yang berumur mencapai ratusan tahun.
5.
Herbarium sebagai perpustakaan
Menurut Putri dan Bakhtaruddin (2013), perpustakaan adalah kumpulan bahan pustaka baik berupa material buku maupun material non-buku yang diorganisasi secara sistematis dalam suatu ruangan. Herbarium merupakan bahan pustaka spesies tumbuhan berupa dokumen atau berkas-berkas berharga yang sifatnya tertulis atau tercetak dan dapat digunakan sebagai sumber atau literatur.
Gambar 3. Penelusuran informasi dari spesimen herbarium
28
Gambar5. Spesimen herbarium yang berumur 99 tahun
Herbarium sebagai institusi pelayanan publik juga berusaha memberikan pelayanan dengan baik seperti pada pemberian jasa untuk pengenalan jenis. 8.
Herbarium sebagai alat pengenal jenis dan ketepatan nama ilmiah
Hutan alam Indonesia memiliki keaneragaman jenis tumbuhan yang tinggi. Begitu banyak jenis tumbuhan, menunjukkan tingginya tingkat kesulitan dalam pengidentifikasian. Selain itu, untuk mendapatkan ketepatan nama ilmiah tidak bisa hanya didasarkan pada nama lokal atau nama daerah. Oleh sebab itu, digunakan spesimen herbarium untuk membantu proses identifikasi. Gambar 6. Meja display spesimen herbarium untuk dipamerkan kepada pengunjung 6.
9.
Herbarium sebagai gambaran vegetasi suatu daerah
Herbarium berperan penting dalam mengidentifikasi tumbuhan yang menjadi dasar melakukan analisis vegetasi tumbuhan seperti pada penentuan komposisi jenis, kerapatan, dan keragaman jenis serta struktur tegakan. 7.
Herbarium sebagai institusi pelayanan publik
Menurut Kamarni (2011), Pelayanan publik bukan hanya membahas masalah administratif saja tetapi lebih dititikberatkan pada pemenuhan keinginan dari publik yang mepunyai kepentingan pada organisasi tersebut sesuai dengan aturan dan tata cara yang telah ditetapkan.
29
Herbarium sebagai bahan untuk mempelajari identifikasi tumbuhan
Spesimen herbarium pada tiap-tiap famili, tiap genus dan tiap spesies terdapat ciri-ciri fisik yang dapat dibedakan karakter morfologinya. Dalam mengidentifikasi tumbuhan dapat dilakukan dengan cara membandingkan ciri fisik pada koleksi spesimen herbarium. 10. Herbarium sebagai dasar dalam mempelajari cabang ilmu botani lain Herbarium yang berperandalam proses identifikasi tumbuhan menjadi dasar dari penelitian bidang botani seperti ilmu budidaya, morfologi, anatomi, ekologi, taksonomi, genetika, palaebotani, fitogeografi, dan cabang ilmu sejenis lainnya.
11. Herbarium sebagai bahan untuk menentukan hubungan kekerabatan dan perevisian nama ilmiah Parameter yang digunakan untuk menentukan kekerabatan suatu spesies salah satunya adalah ciri morfologi daun pada spesimen herbarium. Herbarium juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan rujukan untuk perevisian nama ilmiah serta mentakrifkan takson tumbuhan, karena mempunyai holotype untuk tumbuhan tersebut sebagai acuan dalam penetapan nama ilmiah serta untuk mengungkap sejarah evolusi tumbuhan. 12. Herbarium sebagai gambaran keanekaragaman hayati Pentingnya keanekaragaman hayati di alam sebagai gambaran kekayaan alam dapat dipertahankan melalui penggunaan herbarium, karena herbarium merupakan hotspot keanekaragaman hayati serta bank tanaman yang disimpan atau diawetkan untuk masa depan (Agbogi di and Aghojare, 2011).
2.
Sebuah gambar dari semua spesies dalam satu genus, atau semua genus dalam satu famili dapat berkumpul hanya di herbarium.
3.
Pertelaahan suatu spesies serta daftar spesies yang terancam punah dapat dilakukan dengan bantuan spesimen herbarium
4.
Pemberian informasi ilmiah kepada publik mengenai jenisjenis tumbuhan yang ada di Indonesia dapat dilakukan dengan spesimen herbarium.
5.
Pendidikan dan pelatihan pengenalan jenis tumbuhan dapat dilakukan dengan spesimen Herbarium.
6.
Klasifikasi, identifikasi dan perevisian nama ilmiah terutama didasarkan pada spesimen herbarium.
7.
Pengetahuan tentang keanekaragaman hayati, analisis vegetasi, pelestarian spesies tumbuhan, plasma nutfah, konservasi genetik, distribusi tanaman, evolusi, dan beberapa masalah taksonomi dan ekologi terutama didasarkan pada spesimen herbarium.
8.
Penentuan daerah, wilayah atau lokasi dalam melakukan penelitian bidang botani dapat ditentukan dari spesimen herbarium.
13. Herbarium sebagai tempat pemelihara keanekaragaman hayati Herbarium dapat membantu melestarikan, mempertahankan dan mempromosikan keanekaragaman hayati. Herbarium memainkan peran mengenali ekosistem dan mampu mendukung sejumlah besar keanekaragaman hayati serta memiliki pemahaman dasar dari pola dan proses yang mempengaruhi keanekaragaman hayati (Agbogidi and Aghojare, 2014).
Daftar Pustaka Agbogidi, O. M. and Okonta, B. C. 2011. Conservation of Biodiversity: the Goal of Sustainable Development. International Journal of Zoology 3 (1): 42 – 48.
14. Herbarium sebagai alat dan bahan penelitian
Agbogidi, O.M. and Aghojare, O. 2014. Herbarium in the Maintenance of Biodiversity. Journal of Biological and Chemical Research. 31(1): 275-285.
Herbarium berperan penting dalam melakukan studi taksonomi tumbuhan, studi distribusi geografis dan penyempurnaan nomenklatur. Herbarium juga digunakan sebagai alat dan bahan dalam melakukan penelitian ilmiah seperti pembuatan kunci determinasi, sejarah evolusi tumbuhan, perubahan sifat komunitas tumbuhan dan habitatnya, penelitian bidang botani, klasifikasi dan hubungan kekerabatan tumbuhan serta penamaan atau perevisian nama ilmiah.
Bridson, D. and Forman, L. 1992. The Herbarium Handbook. Royal Botanic Gardens, Kew. Jaya, H. 2012. Pengembangan Laboratorium Virtual untuk Kegiatan Praktikum dan Memfasilitasi Pendidikan Karakter di SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi. 2(1): 8190. Kamarni, N. 2011. Analisis Pelayanan Publik Terhadap Masyarakat (Kasus Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Agam). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. 2(3): 84-117.
Penutup
Putri, H. dan Bakhtaruddin, N. 2013. Peranan Perpustakaan dalam Proses Pendidikan. Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan. 2(1): 331-339.
Berdasarkan paparan di atas tentang begitu banyaknya manfaat yang dapat diperolehdari herbarium untuk menunjang kegiatan pendidikan, pelatihan dan penelitian. Maka dapat disimpulkan beberapa fungsi umum dari spesimen herbarium adalah sebagai berikut: 1.
Wardani, M., Denny, dan Laksana, E. 2015. Rencana Operasional Tindak Lanjut Hasil Penelitian: Pengelolaan Fasilitas Herbarium di Laboratorium Botani. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Wibowo, A.B. 2014. Strategi Pelestarian Benda/Situs Cagar Budaya Berbasis Masyarakat. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur. 8(1): 58-71.
Kumpulan seranting daun kering yang tersusun rapi dan berumur ratusan tahun hanya terdapat di herbarium.
30
Ardiyanto WN
Jalan-jalan ke Dandenong Ranges National Park, Victoria, Australia Ardiyanto W. Nugroho [ Peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam ]
ringan ini akan menceritakan tentang TN Dandenong Ranges, flora dan fauna apa saja yang ada disana, mengapa TN tersebut banyak dikunjungi oleh wisatawan, bagaimana cara pengelolaannya dan perbandingannya dengan TN di Indonesia serta apa yang bisa kita pelajari dari pengelolaan TN Dandenong Ranges.
eberadaan Taman Nasional (TN) Dandenong Ranges atau Dandenong Ranges National Park, Victoria, Australia, dapat dikatakan sebagai 'paru-paru' kota metropolitan Melbourne yang berpenduduk total sekitar 138 ribu atau 6 juta orang untuk negara bagian Victoria. Menurut informasi dari website resminya, TN Dandenong Ranges didirikan pada bulan Maret tahun 1882 dan memiliki luas total 3540 ha. Ketika penulis sedang menempuh S-2 di University of Melbourne, Australia, penulis sekeluarga menyempatkan diri untuk jalan-jalan ke berbagai tempat wisata di negara tersebut termasuk ke Taman Nasional Dandenong Ranges saat liburan semester. Penulis dan istri penulis merupakan rimbawan sewaktu menempuh S-1 dulu sehingga cukup penasaran dengan keadaan taman nasional di Australia tersebut. Tulisan
K
Aksesibilitas
31
Taman Nasional Dandenong Ranges merupakan salah satu taman nasional yang paling dekat dengan kota Melbourne dan mudah sekali untuk diakses. Tempatnya bisa dijangkau dengan transportasi publik atau dengan mobil pribadi. Dengan tranportasi publik, dari tempat tinggal kami di Brunswick, sebelah utara kota Melbourne, kita bisa naik kereta rel listrik
(KRL) atau tram rute 19 ke stasiun Flinders Streetterlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan naik KRL jurusan Belgrave dan berhenti di stasiun KRL terakhir di Belgrave. Jarak dari Brunswick kestasiun Flinders street sekitar 7 km, sedangkan dari dari stasiun Flinders street ke Belgrave jarak tempuhnya adalah sekitar 45 km.Setelah sampai di stasiun Belgrave, kita hanya perlu berjalan sekitar 300 meter ke pintu masuk TN Dandenong Ranges. Total waktu yang ditempuh dari Brunswickke TN Dandenong Ranges dengan transportasi umum adalah sekitar 2 jam. Kalau ditempuh dengan mobil pribadi, waktu tempuh ke TN Dandenong akan lebih cepat yaitu sekitar satu jam. Hal ini karena kondisi jalan dan infrastruktur di negara bagian Victoria sangat memadai sehingga akses jalan sangat mudah. Di lain pihak, transportasi umum di Melbourne memang relatif murah dan sangat luas menjangkau sampai ke pelosok Victoria. Akan tetapi, untuk perjalanan jauh dengan transportasi umum diperlukan waktu yang relatif lebih lama karena kendaraan harus berhenti di setiap stasiun pemberhentian setiap beberapa kilometer untuk KRL dan Bus. Untuk tram, transportasi tersebut hanya menjangkau wilayah dalam kota saja.
Flora Fauna Apa saja yang ada disana? Secara visual menurut pengamatan kami, struktur tumbuhan TN Dandenong Ranges didominasi oleh tumbuhan berjenis Eukaliptus (Eucalyptus regnans) atau dengan nama lokal Mountain Ash. Pohon ini tumbuh menjulang tinggi dan
32
berbatang besar. Menurut informasi dari visitor guide, pohon ini merupakan salah satu tumbuhan berbunga paling tinggi di dunia. Pohon-pohon tersebut banyak ditemukan di bagian Sherbrooke Forest. Beberapa pohon jenis ini ditemukan sudah berumur ratusan tahun (sampai dengan 250 thn) di bagian hutan Major Creek Gullies di TN tersebut. Berdasarkan informasi dari Parks Victoria (2006), terdapat sekitar 440 jenis tumbuhan asli (nativespesies) di TN Dandenong Ranges termasuk 20 jenis tumbuhan yang terancam punah. Menurut sumber tersebut, taman nasional ini juga berperan penting untuk konservasi jenis tumbuhan paku-pakuan (the Slender Tree-fern) dan sejenis angrek (the Mountain Bird-orchid). Secara umum dari pengamatan subjektif kami, kondisi vegetasi di TN Dandenong Ranges relatif baik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya anakan-anakan pohon dengan berbagai ketinggian dari seedling sampai pohon dewasa yang mengindikasikan bahwa proses regenerasi relatif berjalan dengan baik. Untuk fauna, di visitor guide disebutkan bahwa TN Dandenong Ranges merupakan rumah bagi sekitar 130 jenis native burung, 31 jenis mamalia native , 21 jenis reptil dan 9 jenis amfibi. Saat penulis berkunjung kesana, sempat melihat beberapa jenis burung, dan reptil saja. Sayangnya harapan untuk bisa melihat Wallaby tidak terpenuhi. Berdasarkan informasi dari Dandenong Ranges National Park Management Plan (2006), terdapat 14 spesies hewan yang masuk daftar
terancam termasuk juga jenis the Tree Goanna dan the Broadtoothed Rat. Tree Goanna (Varanus varius) merupakan sejenis kadal asli Victoria yang hidup di lubang-lubang pohon, sedangkan the Broad-toothed Rat(Mastacomys fuscus) merupakan sejenis tikus endemik Victoria dan New South Wales.
Jalur pendek cocok untuk pengunjung dengan mobilitas rendah seperti lansia atau keluarga yang mempunyai balita. Anak kecil tidak terlalu kelelahan jika berjalan menyusuri jalur tersebut. Bagi penulis, jalur ini kita gunakan sebagai sarana pengenalan hutan dan pendidikan lingkungan kepada anak penulis yang waktu itu berumur hampir 4 tahun. Anak-anak cukup antusias ketika melihat deretan pepohonan hijau Eukaliptus yang tinggi dan terdapat pula burung-burung yang hinggap mencari makan. Adanya picnic ground yang luas juga membuat banyak anak kecil senang karena mereka bisa berlarian dan bermain sambil menghirup udara segar.
Fitur-fitur TN Dandenong Ranges yang Menarik Pengunjung Meskipun tujuan utamanya adalah konservasi flora dan fauna, pihak manajemen TN Dandenong Ranges membuka akses pengunjung dengan sangat lebar untuk masuk ke tempat tersebut. Hal ini terlihat jelas bahwa di taman nasional tersebut banyak terdapat jalur tracking bagi yang suka berjalan-jalan, cycling bagi yang hobi bersepeda, jalur trail bagi yang mempunyai hobi offroad, jalur horse riding bagi yang hobi berkuda serta picnic dancamping ground lengkap dengan fasilitas untuk pesta barbeque juga tersedia. Untuk jalur tracking, didalam petunjuk terdapat keterangan yang cukup lengkap mengenai panjang jalur dan kondisi di lapangan. Jalur tersebut terbagi menjadi beberapa kriteria berdasarkan panjang dan tingkat kesulitan medannya. Sebagai contoh, jalur Margaret Lester Forest Walk hanya sepanjang 300 meter dan dikategorikan easy karena tingkat kemiringan yang kecil yang diperuntukkan bagi seseorang dengan mobilitas terbatas. Sedangkan, salah satu jalur terpanjang di TN Dandenong Ranges adalah jalur Western Trail sepanjang 13.2 km dengan kategori tingkat kesulitan yang moderate karena berkemiringan agak curam.
Tampaknya pihak pengelola TN Dandenong Ranges sangat memperhatikan kenyamanan pengunjung. Salah satunya, terlihat dari bersihnya lokasi tersebut dari sampah. Tempat sampah tersedia dimana-mana sehingga memudahkan pengunjung untuk menjangkaunya.Tempat sampah tersedia dalam 2 jenis yaitu tempat sampah yang menampung sampah yang bisa didaur ulang dan sampah makanan. Selain itu perilaku para pengunjung yang sadar untuk membuang sampah pada tempatnya membuat kondisi lingkungan sekitar di TN tersebut tampak bersih. Wisatawan lokal sering terlihat memasukkan sampah-sampah sisa makanan atau bungkus makanan kedalam tas kemudian dibuang di tempat sampah setelah menemukannya. Sepertinya, kesadaran lingkungan warga Melbourne sangat tinggi sehingga kebersihan merupakan ciri-ciri masyarakat yang beradab. Kita akan terlihat malu jika membuang sampah sembarangan.
33
Satu hal lagi yang membuat pengunjung tertarik untuk mengunjungi TN Dandenong Ranges yaitu adanya kereta bersejarah Puffing Billy. Kereta Puffing Billy merupakan kereta tua yang mulai beroperasi sejak tahun 1899 dengan jalur utama dari stasiun Belgrave menuju Gembrook. Setelah mengalami beberapakali penutupan operasi, saat ini kereta Puffing Billy beroperasi dengan tujuan utama untuk preservasi warisan sejarah mengingat kereta tersebut merupakan salah satu kereta uap tertua didunia. Banyak anak-anak tertarik untuk menaiki kereta Puffing Billy karena pada jalur perjalanan kereta tersebut melewati pemandangan indah termasuk TN Dandenong Ranges. Pada mulanya, anak dan istri penulis hanya tertarik untuk menaiki Puffing Billy saja pada kunjungan sebelumnya. Akan tetapi, setelah menikmati keindahan pemandangan TN Dandenong Ranges disepanjang jalur kereta, muncul ketertarikan untuk datang ke TN tersebut pada kunjungan berikutnya.
Victoria, Australia.Pendanaan pengelolaan taman nasional berasal dari dua sumber dana yang digunakan olehParks Victoria,yaitu; dana langsung dari pemerintah negara bagian; dan dana yang di sertakan dari tagihan air, saluran pembuangan dan drainase yang dibebankan oleh warga Victoria yang mempunyai atau menyewa properti, atau yang disebut The Parks Charge(Parks Victoria, 2016b). Ide dasar mengapaThe Parks Charge ini dibebankan kepada pemilik atau penyewa property adalah karena mereka-lahyang mendapat manfaat langsung dari bersihnya lingkungan dengan adanya kawasan konservasi yang dikelola oleh Parks Victoria. Selain itu, adanya kawasankawasan konservasi juga turut meningkatkan jumlah wisatawan yang datang ke Australia yang pada akhirnya akan memberikan manfaat pada pemilik dan penyewa properti. Seperti halnya kawasan konservasi di negara kita, TN Dandenong Ranges juga menyusun rencana pengelolaan yaitu Dandenong Ranges management plan yang disusun pada tahun 2006. Secara umum, perencanaan kedepan di TN Dandenong Ranges membahas tentang strategi-strategi konservasi flora dan fauna, konservasinilai-nilai budaya, peningkatan pengunjung, peningkatan keterlibatan kesadaran masyarakat dan strategi untuk tataguna lahan diperbatasan wilayahtaman nasional. Tidak seperti di Indonesia, minimnya konflik sosial, relatif kecilnya luas wilayah dan melimpahnya sumber dana
Pengelolaan TN Dandenong Ranges Taman Nasional Dandenong Ranges dikelola oleh sebuah institusi bernama Parks Victoria yang didirikan berdasarkan undang-undang Parks Victoria Acts 1998 dan bertanggung jawab langsung ke menteri. Parks Victoria mengelola kawasan konservasi dengan areal total 4 juta hektar di negara bagian
34
membuat pihak pengelola TN Dandenong Ranges mampu mengimplementasikan apa yang ada dalam rencana-rencana yang telah dibuat dengan baik sehingga kondisi TN Dandenong Ranges semakin baik.
yang berbeda yaitu, keragaman flora dan fauna, yang tidak ada di negara lain terutama di daerah subtropis seperti Melbourne. Secara umum hutan di Indonesia khususnya hutan hujan tropis kaya dengan keanekaragaman hayati. Penulis pernah mengunjungi TN Sebangau di Kalimantan Tengah dan TN Kutai di Kalimantan Timur, dimana ratusan spesies tumbuhan dan hewan hidup berdampingan. Dari berbagai penelitian juga dapat diketahui bahwa di hutan hujan tropis terdapat sekitar 200-400 spesies pohon lengkap dengan hewan-hewan khasnya seperti orangutan, bekantan maupun mamalia besar lainnya.
Salah satu yang menarik untuk dicermati adalah bagaimana pengelola TN Dandenong Ranges melibatkan masyarakat dalam pengelolaan TN tersebut. Partisipasi masyarakat sekitar sangat dihargai dan didukung oleh pihak pengelola TN karena mereka sangat membantu dalam pengelolaan TN seperti monitoring dan deteksi awal ancaman terhadap TN. Sebagi ilustrasi, ekosistem hutan di Australia sangat rentan terhadap api. Walaupun kebakaran hutan merupakan kejadian alami pada ekosistem hutan Eukaliptus di negara tersebut, deteksi dini dengan melibatkan masyarakat sekitar sangat penting untuk mencegah korban manusia dan harta benda bagi penduduk yang tinggal diskitar hutan. Jadi, pelibatan masyarakat sekitar hutan sangat penting untuk pengelolaan hutan yang lestari.
Akan tetapi, dilihat dari jumlah pengunjung pertahun, taman nasional di Indonesia masih kalah dari jumlah pengunjung TN Dandenong Ranges. Sekitar 1-1.8 juta pengunjung datang ke TN Dandenong Ranges tiap tahunnya (Yarra Ranges Tourism, 2016). Sebagai pembanding di Indonesia, di TN Bromo Tengger Semeru, dimana menurut statistik kehutanan 2014 merupakan taman nasional dengan jumlah pengunjung terbanyak, hanya dikunjungi sekitar 570 ribu pengunjung saja. Maka, apa saja yang membuat TN Dandenong Ranges mempunyai lebih banyak pengunjung daripada taman nasional di Indonesia?
Perbedaan dengan TN di Indonesia? Taman-taman nasional di Indonesia tidak kalah bagus dengan TN Dandenong Ranges di Melbourne Australia. Hal ini karena taman nasional di Indonesia menawarkan sesuatu hal
35
Salah satu hal yang membuat TN Dandenong Ranges banyak dikunjungi wisatawan adalah aksesibilitas yang mudah dan murah. Selain karena banyaknya pilihan moda transportasi baikpublik maupun mobil pribadi, akses jalan menuju ke lokasi sudah baik. Jalan masuk merupakan jalan kerikil sehingga masih mudah dilewati mobil sekalipun kondisi hujan deras. Selain itu, biaya transport juga relatif terjangkau bagi semua kalangan. Dari pusat kota Melbourne, hanya diperlukan biaya $8 AUD untuk sampai ke lokasi dengan KRL atau bus. Jika di-kurs-kan ke rupiah, $8 AUD setara dengan Rp 80.000,-. Akan tetapi, nilai $8 AUD tersebut hanya setara dengan harga 2 cangkir kopi sehingga biaya transport tersebut sangat terjangkau bagi warga lokal yang mempunyai 'upah minimum regional' $4000 AUD. Apabila menggunakan mobil pribadi, biaya transport akan sangat murah sekali karena harga per liter BBM di Australia adalah $1.5 AUD per liternya. Jadi, salah satu kunci untuk meningkatkan jumlah pengunjung taman nasional adalah dengan mempermudah aksesibilitas.
Perbedaan yang lain antara taman nasional di Indonesia dengan TN Dandenong Ranges terletak pada salah satu tujuannya. Selain fungsi konservasi, TN Dandenong Ranges tidak dituntut untuk menghasilkan uang atau pendapatan dari pengunjung, sedangkan di Indonesia, pengelola taman nasional masih dituntut untuk menghasilkan uang dari simaksi (surat ijin masuk kawasan konservasi). Sebaliknya, tidak ada pungutan karcis masuk ketika kami berwisata ke TN Dandenong Ranges. Adanya uang tiket masuk akan berpengaruh terhadap animo masyarakat untuk masuk ke taman nasional. Selain itu, adanya target pendapatan dari simaksi sepertinya membuat pihak pengelola taman nasional di Indonesia merasa terbebani untuk meningkatkan pendapatan dari karcis masuk. Apalagi pihak taman nasional di Indonesia sudah disibukkan dengan penanganan konflik sosial yang sangat menyita perhatian. Meskipun demikian, uang dari tiket masuk ini berkontribusi terhadap pendapatan negara dari sektor kehutanan nasional.
Manfaat taman nasional bagi warga Kota Melbourne
Hal lain yang membuat TN Dandenong Ranges dikunjungi lebih banyak wisatawan adalah adanya informasi detail mengenai flora dan fauna yang ada di taman nasional tersebut. Adanya informasi detail akan memberikan informasi kepada pengunjung mengenai betapa pentingnya keberadaan taman nasional tersebut untuk mendukung program konservasi dan keanekaragaman hayati. Informasi tersebut diperoleh dari banyaknya riset dan dokumentasi yang detail mengenai potensi yang ada di wilayah taman nasional tersebut. Hal ini terlihat dari program kerja, rencana kedepan dan sumber referensi yang bisa diakses siapa saja melalui website resmi pengelola TN Dandenong Ranges.
Keberadaan TN Dandenong Ranges membawa dampak positif bagi warga kota Melbourne salah satunya yaitu sebagai tempat rekreasi yang mudah diakses dan sangat terjangkau. Rekreasi merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia untuk memelihara produktivitas setelah berkutat dengan kesibukan pekerjaan.Setiap akhir pekan warga kota Melbourne dan sekitarnya bisa dengan mudah berkunjung ke TN Dandenong Ranges dengan mudah untuk menikmati udara segar sambil beraktivitas fisik untuk menjaga kebugaran. Meskipun demikian, jumlah pengunjung tiap akhir pekan di tempat ini tidaklah membludak. Hal ini dikarenakan banyaknya
36
kawasan konservasi lain yang berada sangat dekat dengan pusat kota seperti Melbourne Botanical Garden, Melbourne zoo dan taman-taman kota yang jumlahnya sangat banyak ditemui. Maka, tidak heran jika kota Melbourne dinobatkan menjadi one of the most liveable cities in the world. Artinya kota ini merupakan salah satu kota yang paling nyaman dihuni diantara kota lainnya diseluruh dunia. Maka, keberadaan TN Dandenong Ranges secara tidak langsung ikut berkontribusi menjaga kesehatan psikologis warga kota Melbourne. Keberadaan TN Dandenong Ranges sangat mendukungkegiatan pendidikan lingkungan bagi murid sekolah.Hal ini terlihat pada website resmi Parks Victoria bahwa di dalam taman nasional dibangun pusat pendidikan lingkungan tepatnya di Kokoda Track di Ferntree Gully Picnic Groundlengkap dengan Forest Classroom. Adanya fasilitas tersebut mempermudah sekolah-sekolah di kota Melbourne untuk menggunakannya saat mengajarkan pendidikan lingkungan kepada murid-muridnya. Para siswa tidak perlu menempuh perjalanan jauh untuk mengenal hutan. Lebih dari itu, pendidikan lingungan sejak dini sangat penting untuk mencetak generasi penerus yang berkesadaran lingkungan tinggi.
Belajar dari pengelolaan TN Dandenong Ranges untuk taman nasional kita? Salah satu hal yang bisa dipelajari dari pengelolaan TN Dandenong Ranges untuk meningkatkan kualitas taman nasional di Indonesia adalah perlunya identifikasi potensi flora dan fauna yang ada didalam kawasan secara detail.Kemudian, informasi tersebut bisa disajikan lewat internet ataupun media cetak lainnya. Dengan diketahuinya flora dan fauna yang ada di taman nasional tersebut, kegiatan promosi bisa dilakukansehingga kita bisa menarik pengunjung untuk datang dan berpartisipasi.Selain itu, pihak pengelola TN juga bisa menerapkan management plan yang tepat terhadap setiap spesies flora ataupun fauna yang ada di dalam kawasan tersebut. Sebagai contoh, tidak semua taman nasional di Indonesia, yang berjumlah total sekitar 50, mempunyai website resmi yang berisikan informasi detil flora dan fauna yang ada di dalamnya. Peningkatan aksesibilitas menuju lokasitaman nasional juga merupakan faktor penting untuk meningkatkan jumlah pengunjung terutama untuk kawasan yang dekat dengan kawasan perkotaan. Dengan adanya transportasi yang mudah dan murah menuju ke lokasi taman nasional maka jumlah pengunjung akan meningkat. Sebagai contoh, ketidak-adaan transportasi langsung dari terminal kota menuju taman nasional akan menyulitkan calon pengunjung terutama yang berasal dari luar kota. Hal ini penting karena seringkali
pengunjung dari luar kota belum mengetahui moda transportasi yang mudah dan murah menuju ke taman nasional. Untuk pengunjung dari kalangan ekonomi menengah keatas, sewa mobil mungkin bukan masalah bagi mereka. Namun untuk kalangan ekonomi menengah kebawah dan pelajar, moda transportasi yang mudah dan murah sangat diperlukan. Hal lain yang kita pelajari dari pengelolaan TN Dandenong Ranges yang bisa kita terapkan dalam pengelolaan taman nasional di Indonesia adalah konsistensi rencana kedepan. Kekonsistenan rencana sangat diperlukan agar bisa diketahui progress dan pencapaian kemajuan taman nasional dari waktu ke waktu. Apabila rencana pengelolaan taman nasional selalu berubah, yang pada umumnya terjadi tiap pergantian pemimpin, maka akan sangat sulit untuk mengetahui apa yang perlu diperbaiki dari rencana sebelumnya. Management plan TN Dandenong Ranges, yang dibuat pada tahun 2006 untuk memperbarui rencana sebelumnya yang dibuat pada tahun 1991, masih berlaku sampai saat ini tahun 2016. Intinya, perubahan rencana memang perlu untuk mengantisipasi dinamika perubahan yang terjadi di lingkungan kita. Namun apabila perubahan rencana tersebut terlalu cepat maka pihak pengelola taman nasional akan kesulitan untuk melakukan evaluasi tentang program-program apa saja yang tidak berjalan dengan baik. Akhir kata, keberhasilan pengelolaan taman nasionaltidak hanya ditentukan oleh jumlah pengunjung atau bagusnya aksesibilitas maupun berhasilnya program konservasi flora dan fauna saja. Ada faktor penting yang perlu diperhatikan yaitu peran taman nasional sebagai sarana pendidikan lingkungan bagi masyarakat. Hal ini penting untuk menciptakan generasi manusia yang memperhatikan aspek kelestarian dalam membangun masa depan. Anak dan cucu kita berhak menikmati alam seperti yang kita nikmati saat ini. Itulah inti dari kelestarian.
Referensi PARKS VICTORIA 2006. Dandenong Ranges National Park Management Plan. Melbourne, Victoria, Australia: Parks Victoria. PARKS VICTORIA. 2016a. Dandenong Ranges National Park Visitor Guide [Online]. Melbourne, Victoria, Australia: Parks Victoria. Available: http://www.parkweb.vic.gov.au/ [Accessed 25 November 2016]. PARKS VICTORIA. 2016b. How We're Funded [Online]. Melbourne, Victoria, Australia: Parks Victoria. Available: http://parkweb.vic.gov.au/aboutus/who-we-are/how-were-funded [Accessed 24 Novemper 2016]. YARRA RANGES TOURISM. 2016. Wander Victoria- Visit Victoria Media Release [Online]. Victoria, Australia: Yarra Ranges Tourism. Available: http://yarrarangestourism.com.au/category/editorial/ [Accessed 23 November 2016].
37 .
Balitek KSDA Juara III Karnaval HUT RI se Kecamatan Samboja
Kunjungan kerja Balitek KSDA di Areal Konservasi PT Cita Usaha Sejati (CUS)
Balitek KSDA untuk pertama kalinya untuk gigi dalam karnaval yang diadakan oleh pemerintah kecamantan Samboja, 15 Agustus 2016. Meski baru pertama kali mengikuti kegiatan karnaval, namun Balitek KSDA berhasil menyabet juara III dalam kegiatan ini.
Tim Balitek KSDA mengadakan penjajagan kerjasama dnegan PT Cipta Usaha Sejati (CUS) yang berlokasi di Kabupaten Kayong Kalimantan Barat, 20-25 November 2016. Kunjungan kerja ini dipimpin oleh kepala Balitek KSDA Ahmad Gadang Pamungkas, S.Hut, M.Si, Tri Atmoko (Peneliti) dan Ismed Syahbani (Staf Program, Anggaran dan Kerjasama).
Balitek KSDA patut berbangga, karena meski minim persiapan namun pada karnaval kali ini mendapat apresisasi positif dari tim juri dan juga masyarakat Samboja.
PT. CUS merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang memiliki 25% areal HGU nya sebagai areal konservasi. Lokasi areal ini berada di sempadan sungai Matan yang dialokasikan sebagai habitat bekantan.
Kegiatan ini diikuti untuk lebih memperkenalkan Balitek KSDA kepada masyarakat samboja dan sekaligus mengadakan kampanye tentang penyelamatan keanekaragaman hayati yang ada di hutan Kalimantan.
Kunjungan disambut oleh General Manager PT. CUS, Rohyat Sufrajat beserta tim. Kegiatan kali ini dimulai dengan presentasi profil dan pengelolaan areal konservasi PT. CUS. Selanjutnya diikuti presentasi profil Balitek KSDA oleh kepala balai.
Pada kesempatan ini Balitek KSDA mengambil tema orangutan sebagai maskot karnaval dan juga replika pohon yang di dalamnya berisi kampanye penyelamatan hutan, satwa endemik (Bekantan), stop penebangan liar dan ajakan selamatkan satwa lainnya.
Menurut kepala balai, kunjungan kali ini untuk melihat seberapa jauh kegiatan pengelolaan areal konservasi yang telah dilakukan PT. CUS dan menjajagi penguatan apa saja yang mungkin bisa dilakukan oleh Balitek KSDA.
Patung orangutan dibuat dengan memanfaatkan koran bekas dan kardus yang dilekatkan dengan menggunakan lem. Pembuatan maskot orangutan untuk karnaval ini dilakukan oleh pegawai Balitek KSDA secara bergotong royong selama 3 hari 2 malam. Patung setinggi + 2 meter tersebut mampu menarik perhatian peserta maupun penonton karnaval dan menjadi objek foto selfie bagi masyarakat samboja. ***ADS
Selanjutnya dilakukan kunjungan lapangan di sepanjang sungai Matan yang merupakan habitat bekantan, danau konservasi dan juga persemaian. Tri Atmoko menyatakan bahwa masih perlu dilakukan perhitungan populasi dan monitoring berkala terhadap bekantan di Sungai Matan dan pengkayaan jenis tumbuhan pakan menggunakan jenis-jenis alami yang ada seperti dungun (Heritiera littoralis) dan laban (Vitex pinnata). ***ADS
38
Lokakarya “Hutan Samboja Warisan Tak Ternilai”
Survei Kehati di Hutan Lindung Wehea
Dalam Lokakarya yang diselenggarakan Balitek KSDA 6 Desember 2016 telah ditandatangani komitmen untuk melindungi Hutan Samboja. Penandatangan dilakukan oleh sekitar + 70 peserta yang berasal dari instansi pemerintah, swasta, LSM dan tokoh masyarakat. Komitmen yang telah terdokumentasi tersebut merupakan wujud kepedulian para pihak untuk melestarikan kekayaan yang ada di hutan Samboja.
Tim peneliti Balitek KSDA melakukan survei keanekaragaman hayati di Hutan Lindung Wehea (Huliwa) bekerjasama dengan The Nature Conservancy (TNC) pada 9 s.d. 19 Desember 2016. Hal ini dilakukan untuk mendokumentasikan informasi keanekaramgan hayati di lokasi penelitian di daerah Sekung. Lokasi sekitar Sungai Sekung dipilih karena belum pernah dilakukan penelitian terkait potensi keanekaraman hayati. Kegiatan ini meliputi survei jenis mamalia, burung, herpetofauna dan potensi flora.
Sesi presentasi diawali dengan paparan Ishak Yassir salah satu pemateri Balitek KSDA yang menjelaskan peran penting Hutan Samboja dalam pembangunan Kecamatan Samboja. Hutan Samboja menurut Ishak merupakan hutan primer yang memiliki kekayaan jenis tertinggi kedua di Indonesia. Selain berfungsi sebagai daerah tangkapan air penting, kawasan ini memiliki setidaknya lima belas objek wisata menarik. Kekayaan lainnya adalah sumber benih bersertifikat serta wadah penelitian dan pendidikan lingkungan bagi generasi muda. Potensi tersebut diharpkan dapat dikelola dengan lebih baik.
Kegiatan ini adalah lanjutan dari kegiatan sebelumnya yang dilakukan bulan November di sekitar camp riset Hutan Lindung Wehea dan areal konservasi PT. Nusaraya Agro Sawit. Hutan Lindung Wehea merupakan bagian dari bentang alam Wehea Kelay yang direncanakan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE). Kawasan tersebut merupakan habitat yang penting bagi orangutan kalimantan (pongo pygmaeus morio).
Selanjutnya Tri Atmoko memaparkan potensi KHDTK Samboja yang memiliki setidaknya 15 ribu jenis tumbuham, 3 ribu pohon, 200 anggrek, 1000 pakis, 222 mamalia, 522 burung, 166 ular, 100 amfibi, 394 ikan dan 40 jenis kupu-kupu.
Kegiatan penelitian ini juga diharapkan dapat melihat potensi Huliwa sebagai areal pembangunan sanctuary orangutan. Hal ini didukung dengan dilakukannya survei sarang orangutan untuk memastikan keberadaan orangutan di daerah sekitar sungai Sekung. Selain itu survei flora juga dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang potensi pakan bagi orangutan di daerah tersebut.***ADS
Pemateri ketiga disampaikan Suryanto yang memaparkan rencana pengelolaan kolaboratif KHDTK Samboja dengan tajuk “Green Responsibility” yang akan memadukan penelitian dan konservasi, pendidikan, serta wisata dan petualangan. Program ini diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar. Kegiatan ditutup dengan sesi diskusi dari peser ta lokakarya.***ADS
39
Satwa Liar di Objek Wisata Alam Bekantan Sungai Hitam-Samboja
Budaya Masyarakat Dayak Benuaq dan Potensi Flora Hutan Lembonah
Penulis: Ishak Yassir, Satriyo Susito, Mudzakir
Penulis: Tri Atmoko, Fransisca Emilia, Mukhlisi Angga Prayana, Zainal Arifin
Buku dengan judul “Satwa Liar di Objek Wisata Alam Bekantan Sungai Hitam” ini disusun untuk mengembangkan informasi potensi wisata alam bekantan di Sungai Hitam Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur.
Buku ini merupakan seri I buku hasil kerjasama Balitek KSDA dan PT. Borneo Surya Mining Jaya (BSMJ). Buku dengan judul “Budaya Masyarakat Dayak Benuaq dan Potensi Flora Hutan Lembonah” ini mendokumentasikan sisi budaya dan kearifan lokal masyarakat Dayak Benuaq di Kampung Lembonah dan juga menampilkan potensi pemanfaatan flora yang ada di Hutan Lembonah.
Selain itu buku ini menyajikan habitat bekantan di Sungai Hitam mulai dari letak dan aksesibilitas, daya tarik, potensi flora, fauna dan fasilitas serta pengelolaannya.
Tri Atmoko salah satu penulis buku ini menyatakan bahwa Hutan Lembonah dan masyarakat yang ada di sekitarnya merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Meskipun berbagai perkembangan dan gaya hidup modern mulai masuk, namun keterkaitan masyarakat dengan hutan masih terasa lekat.
Objek wisata alam Bekantan Sungai Hitam terletak di Kecamatan Samboja tepatnya di Kelurahan Kampung lama. Akses untuk menuju lokasi ini adalah melaui jalan poros Balikpapan-Handil. Letaknya sekitar 1.5 jam. dari Balikpapan. Objek Wisata Alam Bekantan Sungai Hitam merupakan habitat alami Bekantan (Nasalis larvatus). Selain itu di objek wisata ini terdapat satwa liar lainnya yang dapat dilihat saat menyusuri sungai.
Hutan Lembonah merupakan salah satu areal High Convervation Value Forest (HCVF) yang ada di areal perkebunan sawit PT. BSMJ. Arealnya seluas 340 ha kondisinya masih relatif kompak dengan struktur dan komposisi penyusun vegetasinya mencirikan hutan sekunder tua. Areal tersebut dapat dikatakan sebagai miniatur hutan yang tersisa setelah areal di sekitarnya dibuka menjadi perkebunan kelapa sawit.
Satwa liar yang terdapat di Sungai Hitam tercatat setidaknya 45 jenis burung dari 30 suku, mamalia 2 jenis dari 2 famili dan 4 jenis dari 4 famili dari kelompok reptil. Deskripsi dan foto dari masing-masing jenis satwaliar disajikan secara berurutan mulai dari mammalia, aves selanjutnya reptil. Foto-foto yang ditampilkan merupakan foto karya pegawai Balitek KSDA yang disajikan secara artistik. ***ADS
Buku ini secara detail menyajikan keunikan kampung lembonah, sosial ekonomi dan seni budaya masyarakat Lembonah (Lamin, belontakng, upacara adat, tarian adat, rijoq, ulap doyo, sulaman, seni ukir dan anyaman). Bab selanjutnya buku ini membahas potensi flora hutan lembonah dan pemanfaatannya. ***ADS
40
Satwa Liar di Hutan Lembonah
Jenis Tumbuhan Pakan Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis harrissoni)
di Kalimantan Penulis: Tri Atmoko, Mukhlisi, Ike Mediawati, Angga Prayana, Mardi T. Rengku, Suhardi
Buku ini merupakan seri II buku hasil kerjasama Balitek KSDA dan PT. Borneo Surya Mining Jaya (BSMJ). Buku dengan judul “Satwa Liar di Hutan Lembonah” ini mendokumentasikan keanekaragaman satwa liar yang ada di hutan Lembonah. Satwa liar tersebut adalah mammalia, burung dan serangga. Menurut Tri Atmoko salah satu penulis buku ini menyatakan bahwa Hutan Lembonah dapat diibaratkan sebagi kantong habitat satwa liar yang tersisa dalam areal perkebunan kelapa sawit. Satwa liar yang awalnya menyebar di areal hutan yang luas, saat ini menjadi terkonsentrasi pada petak hutan yang tersisa di Hutan Lembonah. Oleh karena itu peranan Hutan Lembonah sangat penting sebagai rumah terakhir satwa liar yang ada. Hutan Lembonah merupakan salah satu areal High Convervation Value Forest (HCVF) yang ada di areal perkebunan sawit PT. BSMJ. Arealnya seluas 340 ha kondisinya masih relatif kompak dengan struktur dan komposisi penyusun vegetasinya mencirikan hutan sekunder tua. Areal tersebut dapat dikatakan sebagai miniatur hutan yang tersisa setelah areal di sekitarnya dibuka menjadi perkebunan kelapa sawit. Buku ini secara detail menyajikan berbagai foto satwa liar hasil bidikan para peneliti dan teknisi Balitek KSDA. Selain itu satwa yang cukup sulit untuk dijumpai didokumentasikan menggunakan kamera trap. Buku yang didesain secara lux ini akan memanjakan mata para pembacanya. ***ADS
Penulis: Tri Atmoko, Bina Swasta Sitepu, Mukhlisi (Balitek KSDA) Sri Jimmy Kustini, Ridwan Setiawan (WWF Indonesia)
Buku dengan judul “Jenis Tumbuhan Pakan Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis harrissoni) di Kalimantan” ini merupakan buku hasil kerjasama Balitek KSDA dan WWF Indonesia. Informasi terbaru perjumpaan badak di daerah Kutai Barat memberikan secercah harapan akan upaya konservasi yang dapat dilakukan ke depannya. Menurut Tri Atmoko, buku ini memaparkan jenis-jenis tumbuhan pakan yang dimakan oleh badak sumatera di alam liar. Berbagai bukti temuan sisa pakan selama pengamatan di lapangan dan informasi masyarakat lokal sangat membantu dalam mendaftarkan jenis-jenis pakan badak dalam buku ini. Buku panduan lapangan ini juga menampilkan bagaimana persiapan survei, panduan di lapangan, penentuan jenis pakan, informasi pendukung dan identifikasi jenis tumbuhan pakan badak sumatera di kalimantan. Jenis tumbuhan pakan badak sumatera di kalimantan yang disajikan dalam buku ini terdapat 53 jenis dari 28 famili. Dalam setiap jenis dilengkapi dengan nama daerah, habitus, deskripsi umum, pemanfaatan lokal, bagian yang dimakan badak dan juga cara makan.***ADS
Kegiatan eksplorasi pakan badak di areal Hutan Peraq, Desa Beusi', Kab. Kutai Barat, Kalimantan Timur
Join us Majalah Swara Samboja Group Majalah Swara Samboja
9 772089 742003
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam Jl. Soekarno - Hatta Km. 38 PO BOX 578 Balikpapan 76112 Samboja - Kalimantan Timur Phone. (0542) 7217663, Fax. (0542) 7217665 E-mail :
[email protected]