Bab 2 Dasar Teori
Bab 2
DASAR TEORI
Anjungan lepas pantai atau biasa disebut platform adalah struktur yang khusus didesain untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di lepas pantai. Struktur ini menjadi subjek terhadap berbagai macam pembebanan, oleh karena itu diperlukan data-data mengenai struktur anjungan tersebut, data peralatan yang akan digunakan, serta data lingkungan yang diperoleh dari data oseanografi dan meteorologi Data-data yang diperoleh digunakan dalam penghitungan beban-beban yang terjadi pada struktur yang direncanakan
2.1 Definisi Beban Menurut API RP2A beban yang dapat diterima oleh struktur anjungan lepas pantai adalah sebagai berikut : 1.
Beban Mati Beban mati struktur adalah berat struktur itu sendiri, semua perlengkapan yang permanen dan perlengkapan struktur yang tidak berubah selama beroperasinya struktur. Beban mati terdiri dari :
a. Beban platform di udara. b. Beban perlengkapan yang permanen. c. Gaya hidrostatik di bawah permukaan garis air, termasuk tekanan dan gaya angkat.
2. Beban Hidup Beban hidup adalah beban yang mengenai struktur dan berubah selama operasi platform berlangsung. Beban hidup terdiri dari :
a. Beban perlengkapan pengeboran dan perlengkapan produksi yang bisa dipasang dan dipindahkan dari platform.
b. Berat dari tempat tinggal (living quarters), heliport, dan perlengkapan penunjang lainnya yang bisa dipasang dan dipindahkan dari platform.
c. Berat dari suplai kebutuhan dan benda cair lainnya yang mengisi tangki penyimpanan.
d. Gaya yang mengenai struktur selama operasi seperti pengeboran, penambatan kapal, dan beban helikopter.
e. Gaya yang mengenai struktur dari penggunaan crane di atas deck. 3. Beban Lingkungan Beban lingkungan yang mengenai struktur dikarenakan fenomena alam seperti angin, arus, gelombang, gempa bumi, salju, es, dan pergerakan kerak bumi. Beban lingkungan juga didalamnya termasuk variasi tekanan hidrostatik dan gaya angkat
II - 1
Bab 2 Dasar Teori
pada setiap elemen karena perubahan tinggi air yang disebabkan oleh perubahan gelombang dan pasang surut. 4. Beban Konstruksi Beban konstruksi dihasilkan tranportasi dan instalasi.
dari
beban-beban
pada
saat
fabrikasi,
loadout,
5. Removal dan Reinstalation Load Beban yang disebabkan ketika platform dipindahkan se lokasi yang baru, beban ini merupakan penjumlahan dari beban removal, onloading, transportasion, upgrading, dan reinstalation sebaiknya ditambahkan kedalam perhitungan beban konstruksi. 6. Beban Dinamik Beban dinamik ini disebabkan karena adanya gaya yang berulang-ulang seperti gelombang, angin, gempa bumi, atau getaran mesin, juga gaya akibat benturan kapal pada struktur dan pengeboran.
Gambar 2.1
Beban – beban yang bekerja pada struktur anjungan lepas pantai (Sumber : SI-7173 Perencanaan Bangunan lepas Pantai)
Dari Gambar 2.1 diatas dapat dilihat bahwa terdapat beberapa beban lingkungan laut yang dapat mempengaruhi kestabilan struktur. Perhitungan beban-beban lingkungan yang bekerja pada struktur mengacu pada rekomendasi yang diberikan API RP2A dan dilakukan berdasarkan data oseanografi dan meteorologi seperti tinggi gelombang, perioda gelombang, kecepatan angin, arus, pasang surut, gempa bumi, kondisi tanah dan lain sebagainya.
2.2
Parameter Lingkungan
Penentuan parameter lingkungan seharusnya di tinjau dari kondisi meteorogical dan oceanographic di daerah pembangungan platform. Selanjutnya data tersebut II - 2
Bab 2 Dasar Teori
dirangkum dan dikumpulkan, yang biasanya diberi nama metocean data. Kumpulan data tersebut merupakan hasil pengurkuran dan dikembangkan dengan menggunakan statically analyzed untuk mendeskripsikan keadaan lingkungan untuk kondisi normal dan kondisi extreme atau biasa disebut kondisi oprasional dan storm. 2.2.1.
Gelombang
Gelombang terjadi akibat gangguan pada fluida. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan pada permukaan air seperti hembusan angin, atau dapat juga berupa gangguan pada dasar laut seperti pergerakan tanah atau gempa bumi. Bentuk ideal gelombang beramplitudo kecil di perairan dalam adalah sinusoidal. Karakteristik gelombang dua dimensi yang merambat dalam arah x dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini. z
L C
MWL
A
H
x
(x,t)
d
Mudline
Gambar 2.2
Parameter gelombang
Dimana: A
= amplitudo gelombang
C
= kecepatan gelombang
d
= kedalaman permukaan air rata-rata dari dasar tanah
H
= tinggi gelombang dari lembah ke puncak
L
= panjang gelombang
x
= perpindahan arah horizontal dari puncak gelombang (x,t) = elevasi muka air pada ttik x saat t
MWL
= Mean Water Level
Parameter-parameter terpenting dalam menggambarkan gelombang adalah : 1. Panjang gelombang L, yaitu jarak horizontal antara dua puncak gelombang atau dua lembah gelombang yang saling berurutan. 2. Tinggi gelombang H, yaitu jarak vertikal antara puncak gelombang dan lembah gelombang. 3. Perioda gelombang T, yaitu waktu yang ditempuh untuk mencapai satu lintasan gelombang. 4. Kedalaman perairan h dimana gelombang tersebut dirambatkan.
II - 3
Bab 2 Dasar Teori
Adapun parameter lain, seperti kecepatan serta percepatan partikel air, kecepatan dan panjang gelombang dapat diturunkan dari teori gelombang. Dalam membangun suatu teori gelombang diperlukan suatu persamaan pengatur yang dapat mewakili kondisi fisik gelombang yang sebenarnya. Persamaan pengatur dalam teori gelombang adalah persamaan Laplace. Persamaan pengatur bersifat umum, untuk mendapatkan persamaan (solusi) yang bersifat khusus (unique solution) diperlukan syarat-syarat batas, yaitu syarat batas kinematis, dinamis dan syarat batas periodik. Perbedaan cara dan pengambilan asumsi yang berbeda dalam penyelesaian persamaan gelombang akan menghasilkan teori gelombang yang bebeda pula. Namun tiap teori gelombang memiliki keunggulan dan keterbatasan sendiri-sendiri. 2.2.1.1 Teori Gelombang Linier (Airy) Persamaan elevasi gelombang berdasarkan teori gelombang linier (airy):
=
gH cosh k ( z + d ) sin( kx 2 sinh( kd )
t ) ..................................(2.1)
u=
H cosh k ( z + d ) cos(kx T sinh(kd )
t ) .................................(2.2)
u 2 2 H cosh k ( z + d ) = sin(kx t sinh(kd ) T2 =
H cos( kx 2
t ) .............................(2.3)
t ) ..............................................(2.4)
Dimana: H
= tinggi geombang = 2A
A
= amplitudo
k
= bilangan gelombang = 2 / L
L
= panjang gelombang = frekuensi gelombang = 2 / T
T
= perioda gelombang
z
= tinggi elevasi muka air dari MWL
2.2.1.2 Teori Gelombang Stokes 5th Pada persamaan Stokes 5th perubahan muka air laut dapat dituliskan sebagai berikut:
=
c k
u=c
5 n =1 5
n =1
n
' n
' n
cosh nk ( z + d ) sin( n )
................................ (2.5)
cosh nk ( z + d ) cos( n ) ................................ (2.6)
II - 4
Bab 2 Dasar Teori
5 u = c n2 t n =1
=
1 k
5 n =1
' n
' 1
= A11 +
' 2 ' 3 ' 4 ' 5 ' 1
=
' 2
' n
cosh nk ( z + d ) sin( n )
cos n(kx
3
A13 +
=
2
A22 +
4
=
3
A33 +
5
A35
=
4
A44
=
5
A55
=
2
B22 +
4
B24
' 3
=
3
B33 +
5
' 4
=
4
B44
' 5
=
5
B55
t)
5
.......................... (2.7)
............................................ (2.8)
A15
A24 ........................................ ......... (2.9)
B35
.................................................. (2.10)
Dimana: = potensial kecepatan u u/ t
= kecepatan partikel arah horizontal = percepatan partikel arah horizontal
B22,B24…….
= parameter profil gelombang
'
= panjang gelombang
Untuk nilai gelombang desain tertentu, panjang gelombang ? dan kd didapat melalui proses iterasi dari persamaan berikut :
1 kd
[
+ B33
3
[
+ (B35 + B55 )
kd tanh (kd ) 1 + C1
2
+ C2
5
4
] = 2Hd
]= 4
2
.............................. (2.11)
d gT 2
......................... (2.12)
2.2.1.3 Teori Gelombang Stream Function Bentuk linier dari stream function untuk gelombang dapat ditulis sebagai berikut:
( x, z , t ) =
H g sinh k (d + z ) cos( kx 2 cosh kd
t)
.............. ............ (2.13)
Bila sistem koordinat bergerak dengan kecepatan C :
II - 5
Bab 2 Dasar Teori
( x, z ) = Cz
H g sinh k ( d + z ) cos( kx ) 2 cosh kd
.............................. (2.14)
Persamaan pembangan dan syarat-syarat batas gelombang berjalan dalam bentuk stream function: 2
x2
2
+
z2
=0
............................................................. (2.15)
Syarat batas dinamik (DSBC) 2
1 2
2
+
x
z
+ g = Qb
pada z = @ (x)
Syarat batas kinematik (KSBC)
x
=
z
pada z = @ (x)
x
Syarat batas dasar (BBC)
x
=0
pada z = -d
Stream Function sampai orde ke-N
( x, z ) = Cz +
N
X ( n) sinh{nk ( d + z )} cos nkx ................ (2.16)
n =1
dengan
u=
z
w=
x
2.2.1.4 Pemilihan Teori Gelombang Dalam perencanaan desain gelombang suatu struktur anjungan lepas pantai perlu ditentukan teori gelombang yang sesuai. Barltrop et al (1990) menawarkan suatu diagram yang diperoleh dari hasil membandingkan kecepatan partikel air, percepatan, tinggi gelombang, dan panjang gelombang yang dihitung dari teori gelombang yang sering digunakan. Gambar di bawah ini adalah diagram daerah aplikasi dari Stream Function, Stokes 5th order, dan teori gelombang linier yang telah dimodifikasi API RP2A untuk keperluan desain.
II - 6
Bab 2 Dasar Teori
Gambar 2.3 Daerah aplikasi teori Stream function, Stokes 5th dan Airy (Sumber : American Petroleum Institute (December 2000)
2.2.2.
Gaya Gelombang
Gaya hidrodinamika akibat gelombang pada tiang silinder bergantung pada pola aliran disekitar tiang. Pola aliran ini sangat dipengaruhi oleh derajat ketergangguan aliran oleh adanya tiang. Derajat keterganguan ini ditentukan oleh perbandingan antara diameter tiang dengan panjang gelombang yaitu D/L. Bila D/L kecil (D/LB 0.2) maka pola aliran fluida tidak akan terganggu dan besarnya gaya dapat dihitung dengan persamaan Morison (O’Brien dan Morison, 1952). Tapi bila D/L besar (D/L > 0.2) maka pola aliran akan terdifraksi sehingga harus digunakan teori difraksi.
2.2.2.1.
Persamaan Morison
Persamaan Morison adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung gaya gelombang. Persamaan Morison (O’Brien dan Morison, 1952) menyatakan bahwa gaya gelombang dapat diekspresikan sebagai penjumlahan dari gaya seret (drag force, FD), yang muncul akibat kecepatan partikel air saat melewati struktur, dan gaya inersia (inertia force, FM) akibat percepatan partikel air. Persamaan Morison :
dF = dFD + dFM ...............................................(2.17) dF =
• 1 Cd D U Udz + Cm A U dz ..........................(2.18) 2
II - 7
Bab 2 Dasar Teori
dimana : dF
= gaya/unit panjang (N/m) = massa jenis air (kg/m3)
Cd
= koefisien drag
Cm
= koefisien inersia
D
= Diameter/lebar proyeksi bidang muka yang menghadap arah gelombang(m)
U
= kecepatan pertikel air, tegak lurus terhadap sumbu struktur (m/dt)
A
= luas penampang elemen struktur (m2)
•
U
= percepatan partikel air, tegak lurus terhadap elemen struktur(m/dt2).
Z
silinder kecil
(x,t)
X
dF
Gambar 2.4
dz
z(t)
Gaya gelombang pada elemen silinder tegak
Pada struktur yang berbentuk silinder persamaan Morison dapat dituliskan kembali menjadi :
1 D2 • dF = Cd D U Udz + C m U dz .............................(2.19) 2 4 Gaya total F diperoleh dengan cara mengintegrasikan persamaan Morison sepanjang elemen struktur yang diinginkan. Sebagai contoh, gaya total yang bekerja pada silinder tegak seperti gambar 3.5 diperoleh dengan mengintegrasikan persamaan Morison (3.3) dari z=-h sampai z= (x,t), yaitu :
F=
1 C d D U Udz + h 2
h
Cm
D2 • U dz .................(2.20) 4
Gaya F bekerja tegak lurus terhadap sumbu tiang. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan persamaan Morison adalah pemilihan koefisien seret (Cd) dan koefisien inersia (Cm). Koefisien Cm dan Cd ditentukan berdasarkan hasil percobaan, nilainya tergantung pada bilangan Reynold dan bilangan Keulegan-Carpenter, dimana kedua-duanya tergantung pada harga parameter kecepatan partikel maksimum, diameter tiang.
II - 8
Bab 2 Dasar Teori
Keulegan-Carpenter : Bilangan Reynold dan bilangan Keulegan
Re =
U max D
!
U max T K= D
.................................................( .(2.21)
dimana: Re
= bilangan gan Reynold
K
= bilangan gan Keulegan Keulegan-Carpenter
Umax
= kecepatan patan maksimum
D
= diameter meter
0
= viskositas ositas kinematik = 1.2363 x 10-5 ft2/s
T
= perioda oda
Gambar 2.5 5 Nilai Cd dan Cm untuk beberapa nilai K (Sumber : SI-7173 S Perencanaan Bangunan lepas Pantai ai)
Gambar 2.6 6 Nilai Cm untuk beberapa nilai Re dan K (Sumber : SI-7173 S Perencanaan Bangunan lepas Pantai ai) Untuk keperluan praktis, is, dapat diambil besar koefisien Cd dan Cm dari kode API RP2A untuk pendesainan struktur tur lepas pantai sebagai berikut: Permukaan smooth
Cd = 0.65, Cm = 1.60
Permukaan rough
CD = 1.05, Cm = 1.20 II - 9
Bab 2 Dasar Teori
2.2.2.2.
Gaya Gelombang pada Silinder Miring
Penerapan persamaan Morison pada tiang silinder miring dilakukan pada saat menghitung gaya gelombang pada “cross bracing” struktur atau pada kaki jaket yang tigak tegak (battered). Chakrabakti dkk (1975) mengembangkan metoda penerapan persamaan Morison untuk menentukan gaya gelombang pada tiang miring dengan menguraikan kecepatan dan percepatan partikel ke dalam komponen tegak lurus dan sejajar/tangensial sumbu tiang silinder. Kemudian, hanya komponen kecepatan dan percepatan partikel tegak lurus tiang silinder yang digunakan untuk menentukan gaya per-satuan panjang pada tiang silinder. Arah gaya yang bekerja adalah tegak lurus terhadap sumbu tiang dan sesuai dengan arah komponen kecepatan dan percepatan partikel tegak lurus sumbu tiang silinder miring. Untuk keperluan analisa struktur, gaya tersebut dapat disesuaikan lagi kedalam komponen gaya vertikal dan gaya horisontal.
b
z Gambar 2.7
Tiang Silinder Miring
Dengan menggunakan sistem koordinat polar dan sudut H dan I untuk mendefinisikan orientasi dari sumbu tiang,maka besar kecepatan partikel arah tegak lurus/normal sumbu tiang adalah :
[
Vn = u + v 2
(c x u + c y v ) 2
]
1/ 2
................................(2.22)
Komponen kecepatan pada arah x, y, dan z adalah sebagai berikut :
u n = u c x (c x u + c y v ) v n = u c y (c x u + c y v) ........................................(2.23) wn = c z (c x u + c y v) dimana :
cx = sin " cos c y = cos "
.................................................(2.24)
cz = sin " sin
II - 10
Bab 2 Dasar Teori
Percepatan partikel arah normal sumbu sumbu tiang silinder dapat diuraikan kedalam komponen dalam arah x, y, dan z adalah :
a nx = a x
c x (c x a x + c y a y )
a ny = a y
c y (c x a x + c y a y ) ...................................(2.25)
a nz = c z (c x a x + c y a y ) Maka komponen gaya persatuan panjang dalam arah x, y, z adalah :
1 .C D .D.Vn u n + .C I 2 1 .C D .D.Vn v n + .C I fy = 2 1 .C D .D.Vn wn + .C I fz = 2
fx =
D2 .a nx 4 D2 .a ny .......................(2.26) 4 D2 .a nz 4
Maka gaya per-satuan panjang dalam arah tegak lurus sumbu tiang adalah : 2
2
2
f = ± ( f x + f y + f z )1 / 2 .....................................(2.27) Dimana arah gaya f disesuaikan dengan arah komponen gaya f x , f y , dan
fz .
Komponen total gaya yang bekerja pada tiang silinder miring harus dihitung dengan cara integrasi numerik berdasarkan persamaan berikut :
Fx =
f x ds s
Fy =
f y ds .....................................................(2.28) s
Fz =
f z ds s
2.2.2.3.
Teori Difraksi
Struktur dengan diameter yang besar mempengaruhi bentuk gelombang karena adanya pemantulan gelombang oleh struktur. Metode tekanan-luas seperti dibawah ini:
P=
t ......................................................(2.29) F = PdA A
dengan: P
= tekanan akibat gelombang
A
= luas penampang
F
= gaya = potensial kecepatan gelombang
II - 11
Bab 2 Dasar Teori
Perhitungan gaya gelombang dengan persamaan Morison dan teori difraksi memiliki kondisi tertentu. Gambar 2.8 menunjukkan batasan-batasan tersebut.
Gambar 2.8
Daerah perhitungan gaya gelombang
(Sumber : SI-7173 Perencanaan Bangunan lepas Pantai)
2.2.3.
Gaya Angin
Gaya angin yang mengenai struktur adalah fungsi dari kecepatan angin, orientasi struktur dan karakteristik aerodinamik dari struktur dan setiap elemennya.
F = 0.00256V 2 C s A (satuan inggris) F = 0.0473V 2 C s A (satuan metrik) Dimana: F
= gaya angin
Cs
= koefisien bentuk
V
= kecepaan angin pada ketinggian 10meter diatas permukaan air
A
= luas tegak lurus arah angin
Menurut API RP 2A, koefisien bentuknya seperti pada Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1
Koefisien bentuk
Bentuk
Cs
Beams
1,5
Sides of building
1,5
Cylindrical section
0,5
Overall platform projected area
1
Koreksi kecepatan angin apabila tidak sama dengan ketinggian referensi dalam meter II - 12
Bab 2 Dasar Teori
VZ = V10 1
y 10
x
.................................................((2.30)
Dimana: V10
= kecepatan angin pada ketinggian 10 meter
y
= ketinggian yang diinginkan (m)
10
= ketinggian refernsi (m)
x
= eksponensial al biasanya 1/7 atau 1/13 tergantung durasi si hembusan angin
Rekomendasi dari APII RP 2A : x
= 1/13 untuk angin yang berhembus keras
x
= 1/8 untuk angin yang berhembus terus terus-menerus
Gambar 2.9 9 Faktor ketinggian menurut API RP 2A (Sumber : Applied Offshore Structural Engineering) 2.2.4.
Arus
Arus di laut biasanya a terjadi akibat pasang surut dan gesekan sekan angin pada permukaan laut. Arah kecepatan epatan arus dianggap horizontal. Besarnya ya kecepatan arus bervariasi pada tiap kedalaman. aman. Besar dan arah arus pasang surut rut di permu permukaan biasanya ditentukan berdasarkan arkan pengukuran di lokasi. Wind drift current rent di permukaan biasanya diasumsikan sekitar ar 1 % dari kecepatan angin pada ketinggian gian 30 ft di atas permukaan air. Untuk kebutuhan butuhan rekayasa, variasi arus pasang g surut terhadap kedalaman biasanya diasumsikan sikan mengikuti profil pangkat 1/7 (‘one (‘ seventh eventh power law’) law’ dan variasi arus akibat gesekan ekan angin diasumsikan linier terhadap kedalaman. Variasi arus ditunjukan pada Gambar ar 2.10.
II - 13
Bab 2 Dasar Teori
Gambar 2.10 Distribusi Vertikal Tidal Current dan Wind Drift Current (Sumber : SI-7173 Perencanaan Bangunan lepas Pantai) �
������
� � � ������� � � �
� ���������� � ����������� � � � Dalam kondisi badai, arus terjadi bersamaan dengan gerakan air akibat gelombang. Arah arus pasang surut bisa tidak sama dengan arah rambat gelombang, tetapi wind-drift current biasanya diasumsikan searah dengan gerakan gelombang. Arus yang terjadi bersamaan dengan dengan gelombang akan mempengaruhi karakteristik gelombang. Besar pengaruh arus terhadap gelombang tergantung pada rasio kecepatan maksimum arus terhadap kecepatan gelombang. Tetapi, pengaruh arus bisa diabaikan untuk kondisi gelombang saat badai (storm). Sehingga untuk kebutuhan desain, dalam perhitungan gaya akibat arus dan gelombang yang bekerja pada struktur dilakukan dengan menambahkan kecepatan arus dengan kecepatan horisontal akibat gelombang. Metoda ini sesuai dengan rekomendasi API. 2.2.5.
Marine Growth
Struktur yang terbenam di dalam air akan mengalami pertambahan luas area melintang akibat adanya marine growth. Marine growth ditimbulkan oleh organisme laut yang menempel pada struktur. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.11 dibawah ini:
Dc
Dc + 2t Gambar 2.11 Marine Growth Maka diameter struktur dimodifikasi menjadi : D = D + 2t
II - 14
Bab 2 Dasar Teori
Pertambahan luas melintang ini mengakibatkan gaya gelombang yang diterima oleh struktur menjadi lebih besar.
2.2.6.
Gaya Apung (Bouyant Force)
Tekanan air pada struktur yang terendam terjadi akibat berat air diatasnya, dan akibat gerakan air karena gelombang di sekitar struktur. Tekanan air pada bagian struktur yang terendam dapat menimbulkan tambahan tegangan pada bagian tersebut. Gaya yang timbul akibat gerakan air karena gelombang sudah diperhitungkan dalam persamaan Morison. Tekanan hidrostatik yang terjadi akibat berat air diatasnya, yaitu :
p = $ f (h
z ) ..............................................................(2.36)
Dimana :
$f
= berat jenis air
h = kedalaman perairan z = jarak vertikal dari dasar perairan Tekanan tersebut menimbulkan gaya apung yang akan tetap ada meskipun kondisi tidak ada gelombang di permukaan. Besar gaya apung yang bekerja pada struktur terendam dalam fluida, baik itu sebagian atau seluruhnya adalah :
Fh = $ f V
............................................................... (2.37)
Dimana :
V = volume benda atau struktur yang terendam Perhitungan gaya apung pada struktur lepas pantai, biasanya dikombinasikan dengan berat struktur tersebut, sehingga didapat berat efektif dari struktur adalah : W’=W- $ f V
............................................................. (2.38)
Dimana : W’ = berat efektif struktur W
= berat struktur di udara
Dalam menerapkan gaya apung pada komponen struktur, maka perlu diperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan analisa tegangan yang terjadi. Sebagai gambaran lihat Gambar 2.12 berikut :
II - 15
Bab 2 Dasar Teori
3
3 W2
W2
h
h Sea Floor
2
2 W1
d
F = w2
1 F = w1 + w2 = Pf A (h+d)
Gambar 2.12 Gaya apung dan berat pada tiang pancang Pada gambar diatas, tiang pancang vertikal dibagi menjadi elemen 1-2 dan elemen 2-3. Berat elemen 2-3 di udara adalah w1 dan elemen 1-2 adalah w2. Dasar perairan biasanya dianggap tembus air (porous), sehingga akan terjadi tegangan hidrostatik. Gaya apung yang bekerja pada dasar tiang pancang adalah :
Fh = $ f A( h + d )
............................................. (2.39)
dimana : A = luas ujung tiang pancang h = kedalaman perairan d = kedalaman penetrasi tiang pancang Besar gaya apung sama dengan berat air yang dipindahkan, sehingga berat efektif tiang adalah berat tiang di udara dikurangi berat air yang dipindahkan. Karena gaya apung bekerja pada ujung dasar tiang pancang, maka berat efektif elemen 2-3 akan terlihat sama dengan berat di udara.
2.3 Analisis Struktur Baja Sejak tahun 1890, baja telah mengganti kedudukan besi tempa sebagai bahan utama bangunan logam. Hingga tahun 1960-an, baja yang dipergunakan dalam konstruksi, menurut klasifikasi ASTM (American Society for Testing and Materials), tergolong sebagai baja karbon A7 dengan spesifikasi tegangan leleh minimum sebesar 33 ksi. Pada saat itu, baja struktur lainnya seperti baja paduan rendah yang khusus tahan korosi (A242) dan baja yang lebih siap di las (A373), memang sudah tersedia namun masih jarang digunakan pada bangunan. Lain halnya dengan saat ini. Kini telah tersedia baja dengan berbagai pilihan, sehingga bahan tersebut sudah mungkin digunakan dengan kekuatan lebih besar maupun pada tempat-tempat yang tegangannya sangat tinggi tanpa mamperbesar ukuran batangnya. Dewasa ini baja telah memiliki tegangan leleh dari 24000 sampai dengan 100000 pounds per square inch, psi (165 sampai 690 megapaskal, Mpa) dan telah tersedia untuk berbagai keperluan struktural.
II - 16
Bab 2 Dasar Teori
Dalam dunia offshore, baja juga memiliki peranan penting karena baja saat ini merupakan material utama yang digunakan untuk membuat platform. Apalagi bagi tipe platform di Indonesia yang didominasi oleh tipe platform jacket. Pengetahuan yang cukup bagi seorang engineer mengenai bahan atau material ini akan sangat bermanfaat, terutama untuk mengoptimalkan antara kekuatan struktur dengan biaya konstruksi maupun perawatan. Baja mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk dipakai sebagai bahan struktur yang memikul beban statis ataupun dinamis seperti beban gelombang pada struktur anjungan lepas pantai. Beberapa sifat baja lain yang dijadikan alasan mengapa para desainer platform memilih material baja jika dibandingkan dengan material lain untuk membangun suatu struktur anjungan lepas pantai adalah: •
Isotropi
Baja mempunyai kekuatan yang sama terhadap tarik maupun tekan. Hal ini akan sangat menguntungkan bila struktur mengalami beban siklis seperti beban gelombang. •
Daktilitas
Baja mempunyai daktilitas yang besar sehingga struktur dapat mengalami deformasi yang besar tanpa penambahan beban. Hal ini dapat dijadikan sebagai tanda (warning) sebelum struktur sepenuhnya runtuh. •
Dapat dibentuk sesuai keinginan
Baja dapat difabrikasi lebih mudah sesuai bentuk yang diinginkan, baik bentuk penampangnya maupun bentuk rangkanya. •
Perbandingan antara kekuatan dan berat yang besar
Hal ini menguntungkan karena dapat menghasilkan desain yang efisien. Bangunan struktur baja mempunyai keunggulan dalam hal rasio cukup kecil antara berat sendiri dengan daya dukung beban yang dapat dipikulnya jika dibandingkan dengan bangunan struktur beton. Dari sisi lain hal ini juga memiliki kekurangan, yaitu struktur menjadi langsing, sehingga perilaku responsnya kurang menguntungkan ketika menerima beban-beban dinamik yang umumnya bekerja horisontal.
2.3.1
Kriteria Tegangan
Analisis struktur baja pada prinsipnya didasarkan atas perilaku baja yang bersifat elastis atau plastis. Baja dikatakan berperilaku elastis apabila ketika beban yang diberlakukan padanya berhenti maka deformasi yang terjadi akan cepat lenyap, sedangkan baja yang berperilaku plastis jika beban yang diberlakukan padanya berhenti bekerja akan memperlihatkan deformasi yang permanen. Material baja akan tetap elastis selama tegangan yang terjadi tidak melampaui tegangan leleh. Tujuan utama dari desain adalah memiliki ukuran komponen yang sesuai sehingga kondisi elastis tetap dipenuhi selama dibebani beban rencana (design-level loading). Faktor keamanan (safety factor) biasanya diterapkan untuk mendapatkan tegangan ijin (allowable stress = yield stress/safety factor) yang kemudian dijadikan kriteria tegangan yang tidak boleh dilewati selama struktur dibebani gaya rencana.
II - 17
Bab 2 Dasar Teori
Working Stress Design (WSD)
2.3.1.1
WSD (Working Stress Design) juga dikenal sebagai ASD (Allowable Stress Design) adalah pendekatan tradisional yang menjamin kecukupan dari suatu desain dengan menghitung tegangan elastis dibawah beban maksimum yang diharapkan dan membandingkannya dengan tegangan yang diijinkan. Ciri-ciri dari WSD adalah sebagai berikut : 1. Desain yang secara normal dibentuk untuk beban layan yang sudah dispesifikasikan. 2. Keselamatan dari struktur dijamin dengan jaminan untuk tiap-tiap elemen struktur, tegangan yang dihitung secara elastis tidak melebihi tegangan yang diijinkan. Dalam metode ini, semua bahan diasumsikan memiliki variabilitas rata-rata yang sama. Apabila semua variabilitas beban dan kekuatan ditempatkan pada ruas kekuatan, maka persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut :
Rn
$
% Qi
............................................................................... (2.40)
yang menyatakan bahwa kekuatan desain
Rn yang dibagi dengan suatu faktor $
untuk kelebihan beban harus melebihi jumlah beban-beban layanan. Untuk suatu struktur balok persamaan diatas dapat kita tuliskan lagi menjadi :
Mn %M FS
.............................................................................. (2.41)
dimana ruas kiri mewakili kekuatan nominal balok Mn dibagi suatu faktor keamanan FS (=Q/P). Sedangkan ruas kanan mewakili momen lentur M akibat semua tipe beban layanan. Kekuatan nominal dapat diasumsikan tercapai pada saat tegangan terbesar mencapai tegangan leleh Fy, sehingga :
Mn =
Fy.I c
........................................................................... (2.42)
dimana : I adalah momen inersia dan c adalah jarak serat terluar dari sumbu netral. Maka, persamaan menjadi seperti berikut :
I c %M FS I Fy c % M = fb I I FS c c Fy % fb Fs
Fy
II - 18
Bab 2 Dasar Teori
Dimana Fy/Fs menjadi tegangan yang diijinkan untuk bending Fb dan fb menjadi tegangan akibat beban layan penuh. Tegangan ijin dalam WSD diturunkan dari kekuatan yang mungkin dicapai oleh struktur jika s ruktur tersebut mengalami kelebihan beban. WSD memiliki beberapa keuntungan dari pendekatan-pendekatan lainnya dalam mendesain. Mempunyai konsep yang sederhana dan merupakan alat desain yang sudah dikenal oleh hampir semua perencana. Struktur yang didesain dengan WSD umumnya berperilaku seperti apa yang diperkirakan dalam desain. Dengan memakai konsep WSD umumnya sukses di dalam perhitungan-perhitungan untuk efek dinamik, vibrasi, refleksi yang terjadi dan lain-lain. Beberapa masalah yang berkaitan dengan pendekatan WSD meliputi : 1. Tidak menjamin kekonstanan tingkat keamanan khususnya ketika tipe beban berlainan dikombinasikan ke dalam kombinasi beban. 2. Dapat terjadi pemborosan material ketika beban memiliki kemungkinan kecil untuk terjadi, misal beban tumbukan.
2.3.1.2
Load and Resistance Factor Design (LRFD)
Format dari LRFD (Load and Resistance Factor Design) adalah filosofi desain berdasarkan kehandalan yang berlawanan dengan format standar berdasarkan WSD. Dalam WSD ketidakpastian yang terjadi secara alami dalam penentuan beban diperhitungkan dan kekuatan struktur secara eksplisit diperhitungkan. Terdapat faktor beban dalam LRFD untuk tiap-tiap pembebanan. Faktor-faktor ini diambil untuk perhitungan ketidakpastian dari pembebanan tertentu yang dijumpai dalam desain, derajat ketidakpastian dari setiap jenis beban digunakan untuk menentukan nilai dari desainnya. LRFD didasarkan pada analisis kehandalan dan mempertimbangkan tiga faktor, yaitu: ketidakpastian, resiko dan ekonomi. Kondisi probabilistik dari setiap variabel acak menggambarkan ketidakpastian yang meliputi kemungkinan terjadinya scatter yang tidak terhindarkan dan ketidakpastian subjektifitas dari pemodelan. Ciri-ciri LRFD adalah sebagai berikut : 1. Ketidakpastian dihitung dari data statistic yang ada. 2. Resiko menggambarkan kemungkinan dari konsekuensi akan terjadinya hal-hal yang tidak menguntungkan. Kehandalan model desain secara konstan mendefinisikan beban dan tegangan-tegangan sebagai variabel acak. Resiko tergantung pada bagian yang overlap dari kurva kepadatan probabilitas beban dan tahanan. 3. Faktor ekonomi harus dimasukkan dalam proses pengambilan keputusan, karena dalam dalam setiap proses selalu ada resiko. Format umum dari metoda LRFD adalah kekuatan ( Rn ) yang disediakan dalam desain paling tidak harus sama dengan beban-beban terfaktor yang bekerja ( Subskrip i menunjukkan bahwa harus ada faktor beban
$i
$ iQi ).
untuk setiap tipe beban Qi
yang bekerja, seperti beban mati (D), beban hidup (L), beban lingkunagn (W), dan beban gempa (E). Faktor $ i untukmasing-masing tipe beban dapat berlainan. API RP2A – LRFD memberikan kombinasi beban terfaktor untuk kondisi operating (1-year return period) sebagai berikut :
Q = 1.3Dq + 1.3D2 + 1.5 L1 + 1.5 L2 + 1.2(W0 + 1.25 Dn)
................ (2.43)
II - 19
Bab 2 Dasar Teori
Sedangkan kombinasi beban terfaktor untuk kondisi Storm (100-year return period) adalah sebagai berikut :
Q = 1.1Dq + 1.1D2 + 1.1L1 + 1.35(We + 1.25 Dn)
.......................... (2.44)
dimana : D1= Dead Load 1, merupakan berat sendiri struktur meliputi berat struktur di udara, berat peralatan dan objek lain yang ditempatkan secara permanen dan tidak akan berubah selama kondisi operasional, gaya hidrostatik. D2 = Dead Load 2, merupakan beban pada anjungan akibat peralatam dan objek lain yang dapat berubah sesuai kondisi operasional, namun bernilai konstan untuk jangka waktu cukup lama. Beaban mati 2 meliputi berat peralatan pengeboran dan produksi yang dapat diletakkan atau dipindahkan dari anjungan, berat tempat tinggal, landasan helikopter dan peralatan pendukung untuk hidup, peralatan menyelam, dan perlengkapan lainyang dapat diletakkan atau dipindahkan dari anjungan. L1 =Live Load 1. Beban hidup 1 meliputi berat makanan dan berat fluida di dalam pipa dan tangki. Harga nominal beban hidup diperoleh dari beban material terberat dan kapasitas terbesar pada saat pada saat kondisi operasional. L2 =Live Load 2. Beban hidup 2 merupakan beban hidup yang diterima struktur dalam periode waktu yang sangat singkat pada kondisi operasional seperti pengangkatan dengan crane, operasi mesin, penambaran vessel dan pendaratan helikopter. W0 = merupakan beban lingkungan pada kondisi operasional (periode ulang 1 tahun). We = merupakan gaya pada struktur yang terjadi akibat beban lingkungan, yaitu kombinasi gelombang ekstrim, arus dan angin (periode ulang 100 tahun) 2.3.2
Kekuatan Plastis Baja
Seperti yang telah dibahas sebelumnya perencanaan struktur umumnya masih memakai prinsip elastis, dimana kekuatan dari bahan hanya digunakan di titik lelehnya sehingga dibutuhkan profil yang lebih besar sehingga desain menjadi tidak ekonomis. Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu perencanaan struktur plastis tanpa mengabaikan keandalan, keamanan dan syarat-syarat statika struktur yaitu stabil, kuat kaku. Dalam desain plastis, suatu struktur tidak hanya ditinjau secara lokal tetapi ditinjau juga sebagai suatu sistem yang kompleks, yaitu sistem yang tersusun dari elemen-elemen dengan karakteristik individual yang berbeda-beda. Perencanaan plastis ini dapat memberikan suatu pemikiran mengenai pola keruntuhan dan kekuatan struktur. Perencanaan plastis ini menggunakan konsep kekuatan plastis berdasarkan beban maksimum yang dapat diterima struktur atau perencanaan struktur dengan memperhitungkan daktilitas material baja. Yang dimaksud dengan daktilitas adalah mampu mengalami deformasi yang besar sebelum struktur mencapai keruntuhan. Sifat daktilitas dapat dilihat dari hubungan tegangan-regangan pada saat suatu benda uji material baja mengalami uji tarik. Pada benda uji yang memiliki luas A dan panjang yang ditarik dengan gaya P maka akan terjadi suatu perpanjangan SL. Jalannya uji tarik dapat digambarkan sebagai II - 20
Bab 2 Dasar Teori
diagram tegangan regangan dengan satuan tegangan �� � � ��� dan regangan U = SL/L. hubungan antara tegangan dan regangan ini, disebut kurva tegangan-regangan, mempunyai bentuk umum seperti ditunjukkan Gambar 2.13. � C D A’ B
Fy A
O
Uy elastis
Up plastis
Gambar 2.13 Kurva tegangan-regangan material baja •
Daerah O-A, garis modulus Kurva dimulai dengan garis lurus dari titik O hingga titik A yang menyatakan daerah linier elastis dimana dalam daerah ini tegangan berbanding lurus dengan regangan. Kemiringan garis ini menyatakan besarnya modulus elastis atau disebutjuga Modulus Young (E). kurva tegangan-regangan baja umumnya memiliki titik leleh atas (upper yield point). Secara praktis, letak titik leleh atas ini (A’) tidaklah terlalu berarti sehingga perngaruhnya sering diabaikan. Tegangan pada titik A disebut juga tegangan leleh
•
Daerah A-B, daerah leleh. Setelah terjadi pertambahan regangan yang sangat besar tanpa adanya pertambahan tegangan. Gejala ini dikenal sebagai pelelehan (yielding). Pada daerah ini, bahan menjadi plastis sempurna, yang berarti bahwa ia dapat berubah bentuk tanpa suatu tambahan beban. Lokasi titik B, yaitu titik akhir sebelum tegangan mengalami sedikit kenaikan, tidaklah tertentu. Tetapi secara praktis dapat ditetapkan sebesar 15 kali besarnya regangan leleh
•
Daerah B-C, daerah menguat Daerah B-C merupakan daerah strain hardening yang ditunjukkan dengan adanya pertambahan tegangan. Pertambahan tegangan yang terjadi pada daerah ini memiliki kemiringan yang lebih kecil daripada kemiringan modulus elastisitas. Penambahan tegangan ini akan mencapai puncaknya di titik C yang pada saat itu tegangan akan mencapai tegangan batas Fu yang disebut tegangan batas.
•
Daerah C-D, daerah menyempit Daerah C-D merupakan daerah necking dimana terjadi pengurangan luas penampang dari baja.dari kurva dapat dilihat bahwa pada daerah ini terjadi pula pengurangan tegangan sebelum akhirnya pada titik D material putus.
Adanya tegangan leleh yang diikuti dengan regangan plastis yang besar merupakan suatu karakteristik penting dari baja yang kerap kali dipergunakan dalam
II - 21
Bab 2 Dasar Teori
desain plastis. Bahan-bahan yang mengalami regangan yang besar sebelum keruntuhan diklasifikasikan sebagai bahan dengan sifat daktail. Untuk mempermudah analisis, kurva tegangan-regangan dapat diidealisasikan dengan mengabaikan pengaruh tegangan leleh atas (strain hardening), sehingga kurva tersebut menjadi seperti pada Gambar 2.14. Keadaan ini sering dikatakan sebagai hubungan plastis ideal (ideal plastic relation). Konsekueni dari idealisasi tersebut akan menghasilkan nilai kekuatan komponen yang terjadi lebih kecil dari nilai sebenarnya. � fy
O
Uy
Uy
Gambar 2.14 Kurva tegangan-regangan dalam hubungan plastis ideal
2.3.3
Kapasitas Momen Plastis
Pada Gambar 2.15 akan ditinjau suatu sistem balok dengan tumpuan sederhana pada dua ujungnya dan diberi suatu beban terpusat. P L
PL/4 Gambar 2.15 Balok diatas 2 tumpuan dengan beban terpusat dan bidang momennya Balok tersebut memiliki penampang sebagai berikut :
Gambar 2.16 Penampang berbentuk – I dengan distribusi tegangan dari kondisi elastis sampai kondisi full plastic II - 22
Bab 2 Dasar Teori
Dengan pembebanan yang terus ditambah, pembebanan yang terus ditambah, penampang akan mengalami perubahan distribusi tegangan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.16 (b), (c) dan (d) Kondisi pertama memperlihatkan diagram tegangan berbentuk segitiga, yaitu pada serat terluau bervariasi dari nol pada garis netral sampai berharga fmax penampang. Apabila beban diperbesar terus maka tegangan pada serat terluar penampang. Apabila beban diperbesar terus maka tegangan pada serat terluar akan mencapai tegangan leleh, kondisi ini disebut kondisi elastis. Kondisi kedua memperlihatkan distribusi tegangan yang terjadi akibat pembebanan yang ditambah secara terus menerus. Tegangan pada serat terluar tetap sebesar tegangan leleh dan sebagian daerah dibawah serat terluar telah mengalami leleh juga. Kondisi ini dinamakan kondisi tegangan elastoplastis. Kondisi ketiga memperlihatkan tegangan pada seluruh serat penampang yang telah mencapai tegangan leleh. Pada kondisi ini momen dalam menjadi maksimum dan merupakan momen plastis. Kondisi ini disebut kondisi plastis penuh (full plastis). Untuk menentukan besarnya kapasitas momen plastis dari suatu penampang, dapat diperhatikan dari Gambar 2.17.
Gambar 2.17 Suatu penampang sembarang dalam kondisi plastis Gambar 2.17 menunjukkan suatu penampang sembarang yang berada dalam kondisi plastis. Distribusi tegangan yang diakibatkan oleh lentur murni diperlihatkan pada Gambar 2.17 (b). Dengan hanya memperhitungkan pengaruh lentur saja, keseimbangan horizontalnya menghasilkan persamaan : C = T..................................................................................... (2.45) dimana :C= resultan gaya tekan di atas garis netral T = resultan gaya tarik di bawah garis netral Dengan demikian diperoleh : Luas bidang tekan x fy = luas bidang tarik x fy Besarnya momen dalam adalah sama dengan hasil kali antara resultan gaya tekan (C) terhadap jarak dari titik tangkap gaya tekan ke titik tangkap gaya tarik (T).
II - 23
Bab 2 Dasar Teori
Dibawah ini akan disajikan beberapa contoh perhitungan kapasitas momen plastis dari penampang : 1. Penampang segi empat
Gambar 2.18 Penampang segi empat dalam kondisi plastis Sumbu netral untuk penampang ini berjarak D/2 dari serat atas atau bawah. Selanjutnya melalui persamaan 2.45 dapat diperoleh : ����
���� �
............................................................................. (2.46)
Berdasarkan persamaan keseimbangan yang menetapkan bahwa momen luar (Mp)dengan momen dalam, maka : Mp = C x lengan momen Mp = C x
� �
���
=�
�
� �� ................................................................ (2.47)
2. Penampang lingkaran
Gambar 2.19 Penampang lingkaran dalam kondisi plastis ����
��� �� �
........................................................................... (2.48)
Sehingga didapat : �� � � �
�� ��
�
�� �� �
..................................................................... (2.49)
Dari persamaan 2.47 dan persamaan 2.49 terlihat bahwa besarnya kapasitas momen plastis dari penampang merupakan hasil kali antara tegangan leleh fy, dengan suatu bilangan koefisien dari ukuran dan bentuk penampang. Bilangan tersebut dikenal sebagai modulus plastis, Zp. Modulus plastis didefinisikan sebagai jumlah momen dari luas penampag di atas dan di bawah sumbu netral. Sehingga kapasitas momen plastis penampang dapat ditulis menjadi : Mp = Zp x fy .................................................................................................................. (2.50)
II - 24
Bab 2 Dasar Teori
3. Penampang I Penampang I merupakan penampang yang sering digunakan dalam salah satu komponen bangunan.
Gambar 2.20 Penampang profil I dalam kondisi plastis Besarnya modulus plastis dari penampang I adalah sebagai berikut : Daerah sayap : Luas daerah tekan
= B . tf
Modulus plastis
= B . tf . (H-tf)
Daerah badan : Luas daerah tekan
=
Modulus plastis
=
�� �H���� � � �� �H���� �� �
Jadi modulus plastis total penampang I adalah : Zp =B . tf . (H-tf) +
�� �
�� � ����� ............................................................ (2.51)
sedangkan kapasitas momen plastis dari penampang profil I adalah : Mp = ���� ���� �� � ��� � �
2.3.4
�� �
�� � ����� � �� ....................................................... (2.52)
Sendi plastis
Jika suatu struktur dibebani secara bertahap hingga ada penampangnya yang mencapai kondisi full plastic, dimana seluruh seratnya mengalami tegangan leleh, maka pada penampang tersebut akan terjadi rotasi terus menerus dengan momen yang besarnya tetap. Jadi penampang tersebut tidak mampu lagi untuk memikul tambahan momen. Hal ini berarti bahwa pada penampang tersebut telah terbentuk suatu sendi plastis. Adanya sendi plastis akan menyebabkan momen terdistribusi ulang dalam kondisi struktur statis taktentu pada balok dan rangka kaku. Jadi, peningkatan beban lebih lanjut akan diterima oleh elemen struktur yang menerima tegangan lebih kecil sampai terbentuk sendi plastis yang cukup untuk suatu mekanisme keruntuhan. Pada tahap ini
II - 25
Bab 2 Dasar Teori
defleksi akan terus bertambah dengan penambahan beban yang relatif konstan, dengan kata lain plastic limit load telah tercapai.
2.3.5
Hubungan Momen Kelengkungan
Hubungan momen-kelengkungan merupakan hal yang penting dalam analisis plastis, dimana saat terjadi sendi plastis, struktur akan berotasi secara terus menerus. Untuk menganalisis hubungan tersebut dapat diperhatikan suatu balok yang dikenai beban sebesar P di tengah bentangnya seperti pada Gambar 2.15. Dengan mengasumsikan bahwa material bersifat homogen dan balok hanya mengalami lentur murni, maka perubahan kelengkungan yang terjadi setelah beban P bekerja dapat dilihat pada Gambar 2.21.
(a)
(b) Gambar 2.21 Kelengkungan Balok Setelah beban P bekerja maka titik A, B dan C akan meregang. Dari Gambar 2.21 terlihat bahwa perpanjangan garis A1-A, B1-B dan C1-C akan bertemu di suatu titik yan gdalam gambar dinyatakan sebagai titik O. � menyatakan besarnya sudut yang terbentuk akibat terjadinya perubahan kelengkungan di titik A dan B atau B dan C. Jika bernilai cukup kecil maka : �� � �� � ��� �� �� �� � �� �� .............................................................................. (2.53) dimana p menunjukkan jari-jari kelengkungan. II - 26
Bab 2 Dasar Teori
Besarnya regangan di suatu serat sejauh y dari sumbu sebagai berikut. D0 E DE E DE
C
netral dapat dihitung
.......................................................................... (2.54)
Dengan mensubtitusikan nilai-nilai pada Persamaan 2.53 2.54 dapat dinyatakan sebagai :
C
$
5F
maka Persamaan
............................................................................... (2.55)
dimana G ( menunjukkan kelengkungan. Tanda negatif pada persamaan di atas menunjukkan bahwa bagian di atas garis netral berada pada kondisi tekan, sedangkan bagian bawah garis berada pada kondisi tarik. Dibawah ini digambarkan sebuah penampang segi-4 yang sebagian seratnya telah mencapai kondisi leleh dan sebagian serat yang lain masih berada dalam kondisi elastis.
Gambar 2.22 Penampang segi empat dalam kondisi plastis Pada penampang segi empat di atas terlihat bahwa regangan pada batas terluar telah melampaui regangan leleh, sedangkan regangan pada jarak hingga sejauh z dari garis netral belum mencapai regangan leleh. Dengan demikian, dalam daerah setinggi 2z material masih bersifat elastis. Besarnya momen dalam yang terjadi pada penampang dapat dihitung dengan cara menghitung nilai resultan dari bagian elastis dan bagian yang telah mencapai kondisi plastis. '
H IJ 6 5 KL
'
$
H
!
"
J
$I
5
O! *
G 6 ; KL ; I 6
$ KL
H IM N KL
............................................................... (2.56)
Jika besarnya kelengkungan dinyatakan sebagai , maka untuk regangan U = Uy dan y = z, Persamaan 2.55 dapat ditulis sebagai berikut.
=
P O
.................................................................................. (2.57)
Jika K J 6 maka hanya serat terluar yang mencapai kondisi leleh. Keadaan ini, momen-dalam yang terjadi akan mencapai harga momen leleh, My. Harga dari My ini
II - 27
Bab 2 Dasar Teori
dapat diperoleh dengan mensubtitusikan �� � ��� pada Persamaan 2.56, yang akan menghasilkan :
�� �
�� � �
� �� ......................................................................... (2.58)
Selanjutnya untuk harga �� � ��� akan diperoleh :
�� �
��� �
................................................................. (2.59)
Dari Persamaan 2.56 dan 2.58 dapat dihitung besarnya perbandingan antara momen dalam yang terjadi pada penampang, M, dengan momen leleh, My yaitu : � ��
� �
� ��� � � ��� ..................................................................... (2.60)
Dengan mensubtitusikan Persamaan 2.57 dan 2.57 pada persamaan diatas maka akan diperoleh hubungan : � ��
�� �
� ��� � ��� � � � ................................................................ (2.61)
Dari Persamaan 2.61 dapat dibuat sebuah kurva momen kelengkungan seperti digambarkan berikut ini.
Gambar 2.23 Kurva Momen-kelengkungan untuk penampang segi empat Dari gambar diatas dapat terlihat bahwa nilai (M/My) akan mencapai harga 1.5 untuk nilai (Q/Qy) tak terhingga. Harga (Q/Qy) akan mencapai tak terhingga jika nilai Z = 0 atau ketika semua serat penampang telah mencapai kondisi plastis, sehingga momen plastisnya dapat dihitung sebagai :
�� � ������ �
�� � �
�� ............................................................ (2.62)
Dengan memperhatikan hubungan berikut : �� � �� ��
II - 28
Bab 2 Dasar Teori
�� � �� �� ................................................................................ (2.63) maka dapat dilihat bahwa perbandingan Mp/My adalah merupakan fungsi dari bentuk penampang yang disebut sebagai faktor bentuk ,��. ��
�
� � � � � ............................................................................ (2.64) �
Dengan demikian, kurva hubungan momen-kelengkungan akan berbeda untuk jenis bentuk penampang yang berbeda. Tabel dibawah ini akan dituliskan nilai dari faktor bentuk, �, untuk beberapa bentuk penampang.
Tabel 2.2
2.3.6
Faktor Bentuk Beberapa Penampang
Penampang
Faktor Bentuk
Segiempat
1.5
Lingkaran
1.7
Profil-W
1.12
Diamond
2.0
Mekanisme Keruntuhan Struktur
Keruntuhan struktur dapat terjadi jika terdapat sejumlah sendi plastis yang cukup untuk membuat struktur tidak dapat lagi menerima tambahan beban dan menjadi tidak stabil.Dalam analisis plastis, peninjauan hanya dilakukan pada saat struktur mengalami keruntuhan. Karena deformasi sebenarnya yang terjadi ketika struktur runtuh tidak dapat ditentukan secara pasti, maka keadaan runtuh hanya dapat digambarkan sebagai suatu mekanisme. Untuk struktur rangka, terdapat beberapa mekanisme keruntuhan yang mungkin terjadi. Mekanisme-mekanisme tersebut adalah sebagai berikut. a. Mekanisme Balok (beam mechanism), terjadi apabila gaya vertical relatif lebih besar dari gaya horizontal. b. Mekanisme Panel (sway mechanism), biasanya terjadi bila gaya horizontal jauh lebih besar dibandingkan gaya vertikal. c. Mekanisme Kombinasi (combined mechanism), merupakan kombinasi mekanisme balok dan panel. d. Mekanisme Gable adalah mekanisme khusus yang terjadi pada portal beratap lancip (gable frame).
II - 29
Bab 2 Dasar Teori
(a) Mekanisme balok
(c) Mekanisme kombinasi
(b) Mekanisme panel
(d) Mekanisme gable
Gambar 2.24 Mekanisme runtuh struktur portal (Sumber : American Society of Civil Engineer (1971), Plastic Design in Steel) Bentuk keruntuhan plastis di atas hanya merupakan suatu pemodelan dan tidak menggambarkan kondisi sesungguhnya. Untuk memberikan gambaran metoda ini, berikut diberikan contoh kasus untuk portal sederhana. Analisis Plastis Rangka Portal Tinjau suatu portal sederhana pada Gambar 2.25. Portal tersebut dikenai beban horisontal beban vertikal P. Kapasitas plastis terhadap lentur untuk seluruh elemen adalah M p . Langkah awal dari metoda mekanisme keruntuhan adalah menentukan lokasi yang memungkinkan terbentuknya sendi plastis. Lokasi tersebut adalah lokasi dengan momen maksimum dan gaya geser bernilai nol, misalnya lokasi pada beban terpusat, sambungan, dan lain-lain. Sehingga pada Gambar 2.25a dapat ditentukan lokasi yang memungkinkan terbentuknya sendi plastis, yaitu lokasi 1, 2, 3, 4 dan 5. Letak pembentukan sendi plastis pada portal tersebut juga memperlihatkan mekanisme keruntuhan yang terjadi.
II - 30
Bab 2 Dasar Teori
P
2
P
4
3 (a)
0.5L Struktur dan Pembebanan 1
5
0.5L
P
0.5L
(b)
&
2
&
Mekanisme Balok
P (c)
Mekanisme Panel
&2 2
P
P 3
&1
4
2 (d)
Mekanisme Kombinasi 1
5
Gambar 2.25 Aplikasi metoda mekanisme pada rangka portal (Sumber : American Society of Civil Engineer (1971), Plastic Design in Steel)
II - 31
Bab 2 Dasar Teori
Tahap kedua pada metoda ini adalah pengamatan terhadap beberapa kemungkinan pola keruntuhan struktur (Gambar 2.25b, Gambar 2.25c, dan Gambar 2.25d). Penentuan mekanisme yang menyebabkan keruntuhan berdasarkan metoda ini adalah mekanisme yang memberikan hasil beban terkecil. Analisis pembebanan pada setiap mekanisme dapat dihitung dengan mengaplikasikan metoda virtual displacement dan teorema batas atas plastis. Pada Gambar 2.25b, diasumsikan terjadi defleksi pada balok sebesar & . Beban P diperoleh dengan menyamakan ekspresi antara kerja eksternal, WE , dan kerja internal, WI , dimana kerja internal WI disebabkan oleh sendi plastis yang terbentuk.
WE = WI
.................................................................................... (2.65)
Untuk mekanisme 1 (mekanisme balok), kerja eksternal diberikan oleh persamaan berikut:
WE = P & = P
L 2
........................................................................ (2.66)
Kerja internal diberikan oleh,
WI = M P + M P 2 + M P = 4 M P
................................................ (2.67)
Dengan menyamakan persamaan (2.66) dan (2.67), diperoleh
P
L 2
P1 =
= 4M P
8M P L
.................................................................................. (2.68)
Dengan cara yang sama untuk mekanisme 2 (mekanisme panel), diperoleh:
P
L 2
P2 =
= MP ( + + +
8M P L
)
................................................................................ (2.69)
Untuk mekanisme 3 (mekanisme kombinasi):
P &1 + P & 2 = M p ( + 2 + 2 + )
P
L L +P 2 2
Sehingga
= 6M p
P3 =
6M p L
' Pp
.................................................. (2.70)
II - 32
Bab 2 Dasar Teori
Dari persamaan (2.68), persamaan (2.69), dan persamaan (2.70), maka dapat disimpulkan bahwa P3 beban batas sebenarnya karena P3 memberikan nilai terkecil. Tahap selanjutnya adalah melakukan pengecekan terpenuhinya kondisi momen plastis
(M ( M ) . p
Cara efektif untuk melakukan pengecekan ini adalah dengan
menggambarkan diagram momen untuk mekanisme kombinasi (Gambar 2.26).
0.84
0.03
Mp
0.65 Mp
Mp
Mp
0.46
0.89
Mp=My
Gambar 2.26 Diagram momen untuk mekanisme kombinasi (Sumber : American Society of Civil Engineer (1971), Plastic Design in Steel). Pada Gambar 2.26 terlihat bahwa momen pada semua lokasi bernilai lebih kecil
(
)
daripada momen plastis M ( M p , sehingga dapat disimpulkan mekanisme keruntuhan pada rangka portal akan sebabkan oleh mekanisme kombinasi dengan beban batas 1qaplastis
2.3.7
P3 =
6M p L
' Pp .
Teorema plastis
Dalam analisis plastis terdapat dua teorema dasar, yaitu :
1. Teorema batas bawah Dalam teorema ini kapasitas momen plastis dari suatu penampang dipastikan merupakan harga yang aman untuk pembebanan yang direncanakan. Hal ini disebabkan karena dalam teorema ini dilakukan perhitungan distribusi momen yang terjadi pada setiap penampang dalam suatu elemen sampai elemen tersebut menacapai kondisi runtuh. Kemudian kapasitas momen plastis diambil berdasarkan nilai momen besar yang terjadi. Dengan demikian, dalam suatu proses desain dengan menerapkan teorema batas bawah, harga momen plastis yang sebenarnya terjadi ketika penampang mengalami leleh akan lebih kecil dari kapasitas momen plastis dari profil yang dipilih. Metode statis merupakan metode yang didasarkan pada teorema ini.
II - 33
Bab 2 Dasar Teori
2. Teorema batas atas Dalam teorema ini peninjauan hanya dilakukan ketika suatu mekanisme keruntuhan telah terjadi. Akibatnya kapasitas momen plastis dari suatu profil diambil berdasarkan nilai momen dari titik sendi plastis yang telah ditentukan, tanpa mengetahui distribusi momen dari setiap penampangnya. Kapasitas momen plastis yang diperoleh dari proses desain dengan menggunakan teorema ini akan sama atau lebih kecil dari momen plastis yang sebenarnya ketika penampang mengalami kelelehan. Dengan demikian hasil dari teorema batas atas mungkin benar atau mungkin pula tidak aman. Metode analisis plastis yang didasari pada teorema ini adalah metode energi.
2.3.8
Metode analisis plastis
1. Metode statis Metode statis berdasarkan pada teorema batas bawah dimana momen yang dihasilkan pada setiap penampangnya tidak ada yang melampaui kapasitas momen plastisnya. Pada metode ini, keseimbangan harus terpenuhi pada setiap tahap pembebanan dari beban yang kecil sampai mekanisme runtuh tercapai. Dalam metode statis, besarnya beban terkecil yang menyebabkan struktur runtuh harus ditentukan dari diagram momen yang sesuai. Karena itu metode ini umum dipakai untuk menganalisis balok sederhana atau menerus, serta struktur portal yang hanya memiliki satu atau dua derajat statis tak tentu. Meskipun metode ini dapat pula diterapkan pada struktur yang lebih kompleks, tetapi akan kurang praktis bila dibandingkan dengan metode lainnya. Berikut ini adalah contoh aplikasi metoda statika pada struktur balok. Diketahui suatu potongan bentang balok AC (Gambar 2.27a) dengan kapasitas momen plastis seragam sepanjang bentang. Bentang AC tersebut dikenai beban merata sebesar w . Tujuan dari analisis ini adalah menentukan besarnya beban batas plastis yang bekerja pada struktur, wp . Jika beban merata w ditingkatkan dari nol, maka terdapat beberapa lokasi yang akan memberikan momen maksimum. Karena struktur dan beban diasumsikan tidak simetris terhadap bentang AC, maka momen pada reaksi perletakan tidak bernilai sama dan bentuk diagram momen hasil analisa statis dapat dilihat pada Gambar 2.27b. Jika beban ditingkatkan lebih lanjut, maka momen maksimum di lokasi C akan mencapai momen plastis, M p , dan di lokasi tersebut mulai terbentuk sendi plastis untuk pertama kalinya. Peningkatan beban selanjutnya, akan menyebabkan lokasi lain (lokasi A) mencapai kondisi momen plastis dan diikuti peningkatan nilai momen maksimum di sepanjang bentang (kurva 2, Gambar 2.27c). Karena terbentuknya dua sendi plastis di ujung perletakan A dan C, maka lokasi momen maksimum akan bergeser ke tengah bentang dan kurva 2 menjadi simetris. Beban pada kondisi akhir inilah yang merupakan solusi dari batas bawah plastis dan beban batas plastis sebenarnya akan tercapai jika mekanisme keruntuhan terjadi di tengah bentang.
II - 34
Bab 2 Dasar Teori
(a)
(b))
(c))
(d))
(e e)
Gambar 2.27 Aplikasi metoda oda statika pada balok kontinyu (Sumber : American Society of Civil Engineer (1971), Plastic Design in Steel. Pada contoh balok diatas, iatas, beban plastis diperoleh ketika sendii plastis terbentuk ditengah bentang. Diagram agram momen pada saat beban plastis tercapai rcapai ditunjukkan pada Gambar 2.27d beserta mekanisme keruntuhannya pada Gambar G 2.27e. Berdasarkan analisis s statika, momen maksimum ditengah bentang adalah
w p L2
8
. Momen tersebut sebut akan memberikan kondisi tercapainya nya beban plastis,
sehingga dengan menyamakan nyamakan ekspresi momen maksimum dan an kondisi momen plastis pada Gambarr 2.27d, 2.2 diperoleh persamaan berikut ini.
wp L2 8 dan
wp =
= Mp + Mp 1 Mp 16 L2
.................................................... ............(2.71)
..................................................... ............(2.72)
Dari persamaan 2.72 2, besarnya beban plastis, wp , dapat dihitung itung berdasarkan nilai momen plastis penampang balok yang merupakan fungsi dari tegangan leleh dan modulus plastis penampang tersebut.
II - 35
Bab 2 Dasar Teori
2. Metode energy Untuk struktur yang memiliki derajat statis tak tentu yang besar, penyelesaian analisis plastis akan lebih cepat jika dilakukan dengan metode energi. Dalam metode ini dilakukan peninjauan persamaan energi dari struktur tersebut ketika mengalami mekanisme runtuh. Pada saat runtuh, struktur akan mengalami deformasi, X, sehingga beban luar, P, akan melakukan kerja luar sebesar XP. kerja luar total dari seluruh beban adalah YXP yang akan diserap oleh setiap sendi plastis melalui perubahan sudut, Z. Energi dari masing-masing sendi plastis yang disebut sebagai kerja dalam adalah sebesar Mp Z. Dengan demikian, kerja dalam untuk seluruh sendi plastis menjadi Y Mp Z. Persamaan energi menghendaki kerja luar harus sama dengan kerja dalam, sehingga menghasilkan: YXP = YMp Z ....................................................................... (2.73) Pada persamaan energi diatas, deformasi dari struktur hanya ditinjau dalam kondisi plastisnya saja. Dalam kenyataannya, sebelum struktur mengalami kondisi plastis harus terlebih dahulu melewati daerah elastisnya yang memiliki deformasi elastis. Namun demikian karena kecilnya deformasi elastisnya, yaitu sebesar 0.12% dari deformasi keseluruhan, maka pengaruh dari deformasi elastisnya dapat diabaikan. Dalam tugas akhir ini analisis plastis yang dilakukan oleh software SACS menggunakan metode statis yang berdasarkan diagram momen yang dialami struktur menurut kapasitas tiap-tiap elemennya.
2.3.9 2.3.9.1
Desain Batang Tubular Tarik Aksial
Tegangan tarik ijin (Ft) untuk batang tubular yang dikenai beban tarik aksial adalah sebagai berikut : Ft = 0.6 Fy ........................................... ............................... ( 2.74) Dengan: Ft
= tegangan tarik ijin
Fy
= tegangan leleh
2.3.9.2
Tekan Aksial
Kolom Buckling Tegangan tekan aksial ijin (Fa) seperti formula pada AISC untuk batang tubular dengan rasio D/t B 60
II - 36
Bab 2 Dasar Teori
( Kl / r ) 2 Fy 2Cc2 Kl Fa = )Cc ............... .................. (2.75) untuk 3 3( Kl / r ) ( Kl / r ) r 5/3+ 8Cc 8Cc3 1
12 2 E Kl Fa = untuk % Cc 2 .............................. ................... (2.76) 23( Kl / r ) r
12 2 E Cc = Fv
1/ 2
............................................... .................... (2.77)
dengan: Fa
= tekan aksial ijin
E
= modulus elastisitas , ksi (MPa)
K
= factor panjang efektif
L
= panjang, in (m)
r
= radius girasi, in (m)
Untuk D/t > 60, maka Fy diganti dengan Fxe atau Fxc Lokal Buckling Untuk batang tubular dengan perbandingan 60 B D/t B 300 dan ketebalan t [ 0.25 in, maka persamaan dibawah ini yang dipakai. a. Elastic Local Buckling Stress
Fxe = 2CE
t ................................................... .......... (2.78) D
dengan: Fxe
= Elastic Local Buckling Stress
C
= koefisien elastic buckling kritis (C=0.3)
D
= diameter terluar
t
= ketebalan
b. Inelastic Local Buckling Stress
[
]
Fxc = F y 1.64 0.23( D / t )1 / 4 ( Fxe Fxc = F y * untuk ( D / t ) ( 60
.............................. ............... (2.79)
dengan: Fxc
= Elastic Local Buckling Stress
D
= diameter terluar II - 37
Bab 2 Dasar Teori
t
2.3.9.3
= ketebalan
Bending
Tegangan ijin bending seperti dibawah ini:
Fb = 0.75 Fy * untuk
D 1500 ( t Fy
D 10340 ( , SIunit t Fy
Fb = 0.84 1.74
Fy D
.................................... ....................... (2.80)
Fy * untuk
Et
1500 D 3000 ) ) Fy t Fy
10340 D 20680 , SIunit ) ) Fy t Fy Fb = 0.72 0.58
Fy D
Fy * untuk
Et
3000 D ) )300 Fy t
20680 D ) )300, SIunit Fy t
2.3.9.4
.......... ........................ (2.81)
........... ......................... (2.82)
Geser
Geser pada Balok Tegangan geser maksimum fv untuk batang tubular adalah seperti dibawah ini:
fv =
V ...............................................................(2.83) 0 .5 A
dengan: fv
= tegangan geser maksimum
V
= gaya geser
A
= luas penampang melintang
Dan tegangan ijin geser adalah seperti dibawah ini: Fv = 0.4 Fy
................................................................... ( 2.84)
II - 38
Bab 2 Dasar Teori
Geser Torsional
f vt =
M t (D / 2 ) IP
.................................................................... (2.85)
Fvt = 0.4 Fy dengan: �vt
= tegangan geser torsional maksimum, ksi(MPa)
Mt
= momen torsi, kips-in (MN-m)
IP
= momen inersia polar, in4 (m4)
Fvt
= tegangan geser ijin torsional
2.3.9.5
Kombinasi Tekan Aksial dan Bending
fa + 0 .6 F y
2
f bx + f by Fb
2
( 1 .0
.................................................... (2.86)
dengan: fa
= tegangan aksial layan = P/Ag
fby
= tegangan lentur sumbu y
fbx
= tegangan lentur sumbu z
Fb
= tegangan lentur yang diijinkan
Fy
= kekuatan leleh nominal
2.3.9.6
Kombinasi Tarik Aksial dan Tekuk Lateral
ft + Fa
2
f bx + f by Fb
2
( 1.0
......................................................... (2.87)
dengan: ft
= tegangan aksial layan = P/Ag
fby
= tegangan lentur sumbu y
fbx
= tegangan lentur sumbu z
Fb
= tegangan lentur yang diijinkan
Fa
= tegangan aksial beban layan yang diijinkan
II - 39
Bab 2 Dasar Teori
Desain Batang Non Tubular
2.3.10 2.3.10.1
Batang Tarik
Persyaratan desain untuk batang tarik adalah sebagai berikut :
T ( 0.6 Fy A
..................................................................... (2.88)
dengan : T
= beban tarik yang terjadi
A
= luas efektif penampang
2.3.10.2
Batang Tekan
Untuk desain batang tekan, harus dipenuhi :
fa ( Fa ...................................................................... .................... (2.89) dengan : fa = tegangan tekan beban layan Fa = tegangan ijin beban layan, disyaratkan sama dengan syarat pada batang tubular 2.3.10.3
Balok
Persyaratan desain untuk balok adalah sebagai berikut :
M ( Fb ........................................................ ..................... (2.90) S dengan : M
= momen lentur beban layan
S
= I/C
I
= momen inersia
C
= jarak serat penampang terjauh dari pusat gravitasi
Fb
= tegangan lentur ijin
Nilai tegangan lentur ijin disyaratkan sebagai berikut : • Penampang Kompak Fb = 0.66 Fy (Profil I, lentur terhadap sumbu x-x) Fb = 0.75 Fy (Profil I, lentur terhadap sumbu y-y) • Penampang Non – Kompak Fb = 0.6 Fy
II - 40
Bab 2 Dasar Teori
2.4 Analisis Inplace Analisa inplace merupakan analisis statik dari struktur anjungan lepas pantai. Analisis ini dapat dibagi menjadi dua kondisi, yaitu : 1. Kondisi Operating Pada kondisi ini, anjungan beroperasi secara normal sehingga struktur menerima seluruh beban kerja yang ada. beban lingkungan yang terjadi pada struktur seperti beban gelombang, angin dan arus diambil harga ekstrim untuk periode ulang 1 tahun. 2. Kondisi badai (storm) Kondisi ini merupakan kondisi terjadinya badai pada lokasi struktur. Pada kondisi ini tidak akan ada beban work over rig live, sedangkan beban hidup pada tiap level deck dianggap tereduksi sebesar 25%. Selain itu dianggap crane tidak bekerja, akibatnya hanya ada nilai beban crane vertikal saja. Allowable stress dari tiap batang dinaikkan harganya sebesar 133% menurut peraturan dari AISC. Dalam prakteknya, analisis inplace dilakukan dengan bantuan software seperti SACS (Structure Analysis Computer System). Analisa dilakukan dengan anggapan bahwa struktur dan pile mempunyai kekakuan linier, dan tanah mempunyai kekakuan non linier. Kekakuan model ditentukan oleh batang – batang struktur utama dari dek, caisson, brace, dan pile. Konduktor dan bootlanding dianggap bukan merupakan bagian dari struktur, sehingga tidak memberikan konstribusi terhadap kekakuan struktur, tetapi hanya menyalurkan gaya lingkungan yang diterima kepada struktur utama. Beban lingkungan yang bekerja seperti beban gelombang, angin dan arus dianggap sebagai beban statik dan dikombinasikan dari 8 arah.
II - 41
Bab 2 Dasar Teori
2.5 Analisis Ultimate Strength Desain konvensional struktur umumnya berdasarkan model linier-elastik dalam menentukan respon akibat pembebanan. Kriteria suatu struktur dapat diterima berdasarkan standar atau kode adalah jika kekuatan seluruh komponen struktur tersebut melebihi beban luar yang bekerja. Dengan kata lain jika pengecekan komponen tidak memenuhi kriteria desain maka dapat dikatakan struktur tersebut tidak layak untuk dioperasikan atau digunakan. Indikasi kegagalan awal struktur umumnya menggambarkan kapasitas suatu struktur, hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya struktur tersebut masih memiliki kekuatan sisa (reserve strength) setelah melalui tahap desain konvensional. Untuk alasan tertentu penentuan reserve strength akan diperlukan, misalnya penambahan riser atau modul proses pada suatu anjungan untuk meningkatkan produktifitasnya atau kerusakan yang terjadi pada struktur. Anjungan tersebut mungkin tidak akan memenuhi standar desain untuk platform baru, khususnya untuk anjungan yang berumur diatas 15 tahun. Maka dari itu pada peninjauan ulang (re-assesment) seringkali ditemukan bahwa komponen struktur tidak memenuhi kriteria desain yang ada, sehingga dibutuhkan analisis lebih lanjut berkaitan dengan kelayakan anjungan. Analisis tersebut dapat berupa: perkuatan (strengthening) pada beberapa bagian struktur, pengurangan beban fungsional, atau evaluasi konsekuensi kegagalan dalam bentuk resiko terhadap manusia dan kerusakan lingkungan. Salah satu metoda untuk mengidentifikasi kekuatan ultimate struktur adalah dengan melakukan analisis statik pushover/collapse. Pada pendekatan ini beban fungsional terfaktor pertama kali diaplikasikan pada struktur, selanjutnya diikuti peningkatan beban lingkungan yang tidak terfaktor secara bertahap sampai struktur mengalami keruntuhan (collapse). Jika ult adalah faktor skala pada analisis collapse,
µD
adalah beban fungsional terfaktor, dan E adalah beban lingkungan tidak terfaktor,
maka resistansi struktur pada saat runtuh dapat dituliskan sebagai berikut:
Rult =
ult
E
.................................................................................... (2.91)
Persamaan diatas menyatakan kekuatan pushover struktur (Lloyd and Clawson, 1985). Dalam desain konvensional, format pengecekan ultimate strength dapat dituliskan sebagai berikut:
Rult
$m
% $ D D + $ E D .............................................................................. (2.92)
dimana:
$m
= koefisen material
$ D ,$ E
= koefisen beban
Persamaan 2.92 menunjukkan bahwa persyaratan minimum dalam analisis Sebagai contoh, peraturan Norwegian Petroleum pushover adalah ult % $ m $ E . Directorate (NPD) untuk North Sea adalah
ult
% 1.15 , 1.3 = 1.5 .
Keruntuhan pada anjungan lepas pantai tipe jacket umumnya diakibatkan kegagalan yang terjadi pada elemen bracing. Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku beban ultimate pada anjungan didominasi oleh beban aksial pada elemen bracing; sistem ini dapat disebut sistem kerja rangka batang. Setelah beberapa bracing
II - 42
Bab 2 Dasar Teori
mengalami keruntuhan, mekanisme keruntuhan selanjutnya akan terjadi pada kaki-kaki jacket (legs) yang mengikuti mekanisme keruntuhan portal. Pembebanan utama yang bekerja pada anjungan lepas pantai tipe tetap dapat dikategorikan menjadi dua yaitu beban fungsional dan beban lingkungan. Definisi beban fungsional adalah beban permanen yang bekerja selama masa layan anjungan dan beban hidup. Beban lingkungan umumnya didominasi oleh beban gelombang meskipun beban arus dan angin juga cukup memberikan kontribusi yang besar. Tujuan utama analisis ultimate strength pada anjungan adalah untuk memperkirakan beban dan respon struktur dalam kerangka probabilitas tahunan. Pada sebagian besar lokasi anjungan, level target umumnya diambil 10-2. Secara konvensional hal tersebut dapat dilakukan dengan mengkombinasikan beban gelombang dan angin dengan probabilitas tahunan 10-2 dan beban arus dengan probabilitas 10-1, meskipun probabilitas kejadian tersebut akan terjadi bersamaan dengan nilai probabilitas lebih kecil 10-2 per tahun. Beberapa standar, misal ISO 13819-1 (1995, sections 3.10.1 and 9.3) dan NORSOK (1999, section 6.2.3) mengatur penggunaan informasi probabilitas gabungan jika data paramater lingkungan tersedia dan cukup lengkap. Untuk struktur yang mengalami respon quasi-statik, beban lingkungan dapat dihitung berdasarkan gelombang individual. Parameter terpenting pada gelombang individual adalah tinggi (H), elevasi puncak diatas muka air rata-rata, perioda (T), dan arah datang gelombang
( ).
Jika efek dinamik cukup signifikan, maka dibutuhkan
analisis spektrum energi gelombang atau time series.
2.6 Pushover Dalam SACS Definisi pushover dalam SACS adalah analisis tiga dimensi, non-linear, largedisplacement, dan static finite element. Konsep dasar dari analisis plastic collapse dalam software SACS adalah sebagai berikut: “Beban pada struktur ditingkatkan secara bertahap. Untuk setiap peningkatan beban, nodal displacement dan gaya pada elemen dihitung dan selanjutnya dibentuk matrik kekakuan yang baru. Pada saat tegangan suatu elemen mencapai tegangan leleh, sifat plastis dari elemen diperkenalkan. Adanya sifat plastis pada elemen akan mengurangi kekakuan struktur dan beban akibat peningkatan selanjutnya akan didistribusikan kembali pada elemen didekatnya ke elemen yang telah mencapai sifat plastis. Fenomena ini terus berlanjut sampai struktur runtuh secara keseluruhan”. Beberapa fitur dan kemampuan modul collapse dalam software SACS adalah sebagai berikut: 1. Modul collapse dapat memperhitungkan prilaku non linier geometris dari struktur dan materialnya. 2. Dapat memperhitungkan prilaku non linier elastoplastis dari pile dan tanah pondasi. 3. Dapat memperhitungkan tekuk lokal dan global pada tiap elemen batang. 4. Dapat memperhitungkan fleksibilitas sambungan, plastisitas sambungan, dan kegagalan sambungan. 5. Dapat memperhitungkan efek strain hardening yang besarnya ditentukan oleh user. 6. Dapat memperhitungkan tegangan residual akibat penghilangan beban (unloading). 7. Dapat memperhitungkan elemen pegas non linier yang didefinisikan oleh user.
II - 43
Bab 2 Dasar Teori
8. Modul collapse memiliki miliki kemampuan mengatur peningkatan beban yang didefiniskan oleh userr, termasuk saat pemberian beban dan penghilangan nghilangan beban. 2.6.1
Kriteria dan Pemodelan odelan
A. Pemodelan Elemen Beam (Beam Elemen) Elemen beam pada a analisis collapse dimodelkan dengan membagi panjang elemen balok menjadi beberapa eberapa sub-segmen sub dengan default 8 (delapan) apan) sub sub-segmen untuk elemen prismatik, sedangkan untuk elemen non prismatik jumlah umlah sub sub-segmen disesuaikan dengan perubahan bahan penampang. Untuk tiap satu sub sub-segmen egmen penampang beam akan dibagi kembali bali menjadi beberapa b sub-elemen dan jumlah umlah sub-elemen sub untuk tiap sub-segmen akan disesuaikan dengan bentuk penampang. ng. Sebagai contoh untuk penampang pipa, pada setiap sub-segmen sub akan dibagi menjadi adi 12 (dua belas) sub-elemen pada penampangnya. pangnya. 8 (delapan) sub-segmen
y
z 12 (dua belas) sub-elemen emen
x
Gambar 2.28 Contoh diskritisasi skritisasi elemen tubular pada modul collapse pse (Sumber : Engineering Dynamic, Inc. (1999), Collapse User’s Manual ual B. Kriteria Leleh (Yield d Criterion) Criterion Pada modul collapse, se, kriteria leleh lele yang digunakan dalam penentuan nentuan plastisitas penampang adalah kriteria ria leleh Von Mises-Hencky dan dirumuskan n sebagai berikut:
.=
2 x
+
2 y
x
y
+ 3- xy2
f y2 = 0 ................................................. ............(2.87)
II - 44
Bab 2 Dasar Teori
Gambar 2.29 Kriteria leleh Von Mises-Hencky (Sumber : Engineering Dynamic, Inc. (1999), Collapse User’s Manual Pada sub-elemen beam, jika level tegangan melebihi permukaan leleh Von MisesHencky maka seluruh bagian sub-elemen tersebut diasumsikan dalam kondisi plastis. C. Properti Non-Linier Tanah dan Pondasi Tiang Modul collapse pada SACS dapat memperhitungkan efek non-linier pada tanah pondasi dan pondasi tiang. Pondasi tiang direpresentasikan secara sebagai elemen yang terdiri dari beberapa segmen dengan menggunakan pendekatan metoda elemen hingga 3 dimensi. Dengan menggunakan analisis 3 dimensi, tiang pancang dapat mengalami deflesi pada setiap titik diseluruh panjang tiang pancang. Representasi dari pondasi tiang dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.30 Representasi pondasi pancang pada analisis collapse (Sumber : Engineering Dynamic, Inc. (1999), Collapse User’s Manual Untuk tanah pondasi, representasi dari properti aksial tanah dapat menggunakan data T-Z jika kapasitas tanah merupakan fungsi dari perpindahan aksial atau menggunakan data adhesi tanah jika beban aksial pada tiang dihilangkan pada rata-rata dari kapasitas tanah pondasi. Penggunaan data T-Z lebih disarankan oleh modul collapse dengan alasan kekakuan relatif tanah dan tiang pondasi lebih terwakili. Untuk kapasitas daya dukung juga dinyatakan dalam bentuk data T-Z atau kapasitas total tanah. Sedangkan untuk data tanah lateral dibutuhkan data hubungan antara beban dan defleksi (data P-Y). Dan terakhir, torsi pada tanah umumnya direpresentasikan menggunakan data “torsional spring”
II - 45
Bab 2 Dasar Teori
D. Hubungan Tegangan an Regangan Hubungan tegangan n-regangan material pada modul collapse direpresentasikan sebagai kurva bilinier tegangan gangan dan regangan dengan mengikutsertakan ertakan efek strain hardening. Kurva tersebut ut dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 2.31 Kurva bilinier ier hubungan tegangan-regangan tegangan (Sumberr : Engineering Engine Dynamic, mic, Inc. (1999), Collapse User’s Manual
E. Prosedur Analisis Collapse Secara garis besar tahapan analisis collapse pada SACS adalah h sebagai berikut: 1. Pemodelan struktur berikut beban yang bekerja 2. Tingkatan beban yang ang bekerja pada anjungan, umumnya beban fungsional ditingkatkan terlebih dahulu selanjutnya diikuti peningkatan beban ban lingkungan. 3. Hitung gaya-gaya dalam alam yang bekerja pada tiap ujung dari sub sub-elemen untuk tiap elemen batang. 4. Hitung tegangan aksial al dan geser pada tiap sub sub-area. 5. Hitung plastisitas berdasarkan rdasarkan regangan yang melebihi kriteria amplop tegangan Von-Mises. Regangan n ini dipertahankan untuk tiap sub sub-area sampai ampai peningkatan beban/penghilangan beban selanjutnya. 6. Gunakan tegangan plastis plasti untuk menghitung kesetimbangan gaya-gaya gaya plastis pada setiap sub-area.. 7. Tambahkan gaya-gaya ya plastis pada vektor gaya global dan lakukan ukan iterasi sampai ujung member, rotasii, dan defleksi pada ujung sub-elemen telah h konvergen. 8. Aplikasikan peningkatan tan beban selanjutnya dan ulangi dari prosedur edur 3.
F. Peningkatan Beban n Tidak seperti halnya nya pada analisis elastis, pada analisis s collapse beban ditingkatkan secara bertahap rtahap atau tidak secara simultan. Besarnya arnya peningkatan beban (step size) dapat ditentukan sebagai berikut:
peningka tan beban =
(faktor beban akhir faktor beban awal) Jumlah peningka tan
II - 46
Bab 2 Dasar Teori
Pada analisis collapse pse statik akibat beban lingkungan, maka pertama kali beban mati diaplikasikan dan n selanjutnya diikuti oleh beban lingkungan. ngkungan. Untuk mempercepat proses iterasi, terasi, peningkatan pada kondisi linierr diperbesa diperbesar dan diperkecil pada kondisi non on linier, seperti terlihat pada gambar berikut kut ini.
Gambar 2.32 Pemilihan Step Size (Sumber : Engineering Dynamic, c, Inc. (1999), Collapse User’s Manual G. Indikasi Kegagalan n Struktur Global Limit Point Global limit point nt menunjukkan kegagalan/keruntuhan struktur secara keseluruhan. Solusi collapse apse akan divergen dan berhenti ketika beban ditingkatkan diatas global limit point yang menunjukkan struktur tersebut runtuh. h.
Gambar 2.33 Global Limit Point (Sumber : Engineering Dynamic, Inc. (1999), Collapse User’s Manual Local Limit Point Local limit point adalah alah indikasi kegagalan struktur secara lokal. kal. Solusi collapse akan berpindah pada konfigurasi nfigurasi stabil selanjutnya ketika beban ditingkatkan diatas local limit point.
II - 47
Bab 2 Dasar Teori
Gambar 2.34 Locall Limit Point (Sumber : Engineering Dynamic, mic, Inc. (1999), Collapse User’s Manual H. Global dan Lokal Buckling uckling Elemen Batang Global Buckling Modul collapse dapat memprediksikan tekuk elastik termasuk prilaku elastoplastis penuh darii elemen batang. Gambar berikut memperlihatkan mperlihatkan tekuk elastik dan prilaku elastoplastis oplastis elemen batang dalam modul collapse. se.
Gambar 2.35 Prilaku tekuk uk elastik dan elastopastis pada elemen batang tang (Sumber : Engineering Dynamic, Inc. (1999), Collapse User’s Manua ual
II - 48
Bab 2 Dasar Teori
Lokal Buckling Local buckling pada a modul collapse diperhitungkan dengan memasukkan suatu momen sendi bebas pada da lokasi titik lokal buckling (ditahannya a kapasitas aksial elemen batang).
ocal Buckling yang terjadi pada elemen tubular ular (Sumber : Gambar 2.36 Ilustrasi Local Engineering Dynamic, IInc. (1999), Collapse User’s Manua ual Beberapa metoda untuk memprediksikan lokal buckling yang ng tersedia dalam modul collapse, antara lain: ain: API LRFD Pengecekan tegangan gan dilakukan pada setiap sub-area sub sebagai agai inisiasi dalam analisis lokal buckling. Berikut erikut ini adalah persamaan yang digunakan an API LRFD dalam memprediksikan lokal buckling ckling pada elemen tubular: Elastik lokal buckling stress ess: Fxe = 0.6 E
t D
................................ ............ (2.94)
In-elastik lokal buckling stress :
Fxc = Fy
untuk D
D Fxc = 1.64 0.23 t crt
t
( 60 1 4
untuk D
t
> 60 ................................ ............ (2.95)
= min( Fxe , Fxc )
Dalam analisis collapse, lapse, elemen tubular dengan D
t
< 60 diasumsikan tidak
akan mengalami lokal buckling. uckling. Keruntuhan elemen batang diperoleh oleh formasi sendi plastis yang terbentuk. Marshall, Gates et el Metoda ini memprediksikan rediksikan lokal buckling pada elemen tubular bular berdasarkan kriteria batas bawah regangan angan kritis. Regangan kritis diformulasikan n sebagai berikut:
/ cr =
16 2 D t
( )
................................ ....................................................................... ............(2.96)
Data dan kriteria Marshall, M Gates et el untuk kurvatur kritis pada saat buckling dapat dilihat pada gambar ar berikut:
II - 49
Bab 2 Dasar Teori
Gambar 2.37 Data dan kriteria untuk kurvatur kritis saat buckling (Sumber : Engineering Dynamic, Inc. (1999), Collapse User’s Manual API Bulletin 2U Metoda API Bulletin 2U mensyaratkan lokal buckling akan terjadi pada elemen tubular jika
D < 134 . Tegangan buckling pada metoda API Bulletin 2U ditentukan t
berdasarkan persamaan berikut: Elastik buckling stress : FxeL = 2 xL C x 1.21E
2 xL =
dimana:
169
t D
............................. (2.97)
( t)
195 + 0.5 D
In-elastik buckling stress :
FxcL = Fy
FxcL =
untuk
233Fy 166 + 0.5 D
( t )( F
y
= min(FxeL , FxcL )
untuk D
untuk D
FxcL = 0.5 Fy crt
D < 134 .................................... (2.98) t
t t
< 600
.................................... (2.99)
% 600
................................. (2.100)
............................................................... (2.101)
I. Fleksibilitas Sambungan Modul collapse dapat memprediksikan efek fleksibilitas pada sambungan. Efek ini berkaitan dengan distorsi yang terjadi pada penampang chord akibat adanya gaya II - 50
Bab 2 Dasar Teori
yang bekerja pada brace e atau chord itu sendiri ((Gambar 2.38). Pada platform lama umumnya sambungan tidak dak dipertebal atau tidak menggunakan joint oint can, can sehingga dibutuhkan analisis fleksibiltas ibiltas pada sambungan s tersebut.
Gambar 2.38 Fleksibilitas sambungan (Sumber : Engineering Dynamic, mic, Inc. (1999), Collapse User’s Manual Salah satu pendekatan ekatan untuk memprediksi dan menganalisis nalisis fleksibilitas sambungan dalam modul dul collapse adalah menggunakan pendekatan ndekatan Fessler. Pendekatan ini menghubungkan bungkan antara gaya aksial lokal, momen men in-plane, dan momen out-plane terhadap adap defleksi dan rotasi pada ujung elemen. emen. Persamaan berikut adalah persamaan maan yang digunakan untuk menghitung tung flesksibilitas sambungan lokal berdasarkan arkan pendekatan pende Fessler:
1.95$ 1.25 (1 " ) sin 2.19 1.3
LJFaxial =
LJFOPB =
LJFIPB =
dimana :
EDc 85.55$ 2.2 exp ( 3.85" ) sin 2.16 EDC3
.............................. .......... (2.102)
134$ 11.73 exp ( 4.52 " ) sin1.22
$=
EDC3
DC 2TC
"=
DB DC
DC dan TC adalah h diameter dan ketebalan chord, DB adalah ah diameter brace, adalah sudut antara brace dan chord, sedangkan E adalah modulus
dan elastisitas chord.
J. Kriteria Kegagalan Sambungan Modul collapse menggunakan pendekatan ultimate limit mit state dalam pengecekan kegagalan sambungan dimana kapasitas chord dan an brace dihitung berdasarkan metoda API PI RP2A-LRFD RP2A atau rekomendasi Norsok. k. Rasio kapasitas sambungan pada standarr API-LRFD API ditentukan berdasarkan persamaan maan berikut:
II - 51
Bab 2 Dasar Teori
1 cos
2
PD j Puj
+
MD j M uj
2
+ ipb
MD j M uj
2
1 2
( 1 .0
..................... (2.103)
opb
Dimana subskrip ipb dan opb untuk in-plane bending dan out-plane bending, adalah beban aksial pada brace, Puj adalah kapasitas aksial ultimate,
PD
M D adalah
bending momen pada brace, M uj adalah kapasitas bending momen ultimate, dan
j
adalah resistan kekuatan ultimate untuk sambungan tubular. Untuk standar Norsok, rasio kapasitas sambungan ditentukan berdasarkan persamaan berikut ini:
PD + j Puj
MD j M uj
2
+ ipb
MD j M uj
2
1 2
( 1 .0
.......................... (2.104)
opb
Jika nilai rasio kapasitas sambungan yang ditentukan dari persamaan 2.103 dan 2.104 melebihi 1.0, maka sambungan tersebut dinyatakan gagal dan selanjutnya kekakuan brace akan dihilangkan dalam analisis.
II - 52