EDISI I TAHUN 2015 ISSN: 18299059
MENUJU MENUJU BALITBANG BALITBANG DIMENSI 33 DIMENSI Menggiring LITBANG Menggiring LITBANG Satu Paket Paket Satu Pemanfaatan Limbah BATAKO“ONGGOK” Padat Tapioka DARI KOTA METRO
Hasil karya Balitbang berupa teknologi terapan dan Advis Teknis telah mempertimbangkan nilai-nilai ramah lingkungan, mitigasi dan adaptasi terhadap bencana, mendukung daya saing serta siap pakai ke pengguna.
ASPAL SIAP PAKAI HLGA (Hotmix Lawele Granural Asphalt) • Mensubstitusi aspal minyak mencapai 40% Sudah diuji coba tahun 2008 di Takalar • (Sulawesi Selatan) dengan kondisi jalan masih baik hingga sekarang. • Sudah diimplementasikan BBPJN VI di Buton tahun 2014. • Dapat digunakan untuk lalu lintas sedang sampai berat.
CPHMA (Cold Paving Hotmix Asbuton)
SCMA ( Super Cold Mix Asphalt)
• Mensubstitusi aspal minyak 100% • Harga produksi campuran aspal bisa hemat sampai 25% • Dapat dihampar langsung atau dikemas dalam karung • Ideal untuk daerah terpencil yang tidak mempunyai alat pencampur aspal (AMP) • Diproduksi di Sulawesi Tenggara, Jawa Tengah dan Jawa Timur • Digunakan untuk lalu lintas ringan sampai sedang
• Dapat disimpan hingga 1 tahun. • Menerima pesanan dalam jumlah sedikit. • Harga terjangkau, berkualitas dan mudah diaplikasikan • Harga jual Rp 150.000/25 kg • Sudah teruji dibeberapa ruas tol di Indonesia .
INSTALASI PENGOLAHAN AIR (IPA) SISTEM MOBILE IP A Mobile Konvensional
IP A Mobile RO
• Kapasitan: 0.5 Liter/detik • Teknologi: Koagulasi, flokulasi dan sedimentasi • Output: air bersih
• Kapasitan: 1.5 Liter/detik • Teknologi: reverse osmosis dan ultrafiltrasi • Output: air minum
PENGOLAHAN AIR LIMBAH SISTEM BIO FILTER Biofil
Biority
Bio3
SISTEM BIOFILTER MEMPERLUAS BIDANG PERMUKAAN MEDIA TEMPAT BAKTERI DIDALAM KONTAMINAN AIR LIMBAH. Tidak memerlukan tempat luas Mengolah libah rumah tangga skala komunal dan individual Dapat dipasang pada kondisi air tanah tinggi B DINAMIKA RISET Efisiensi pada pengolahan limbah hingga 80%
sumber: Balitbang PUPR
Redaksi
Penanggung Jawab Arie Setiadi Moerwanto
Dari Ruang Redaksi
K
upu-kupu harus melalui proses metamorfosa yang panjang sebelum akhirnya menjelma menjadi kupu-kupu yang cantik. Berawal dari telur lalu menetas menjadi ulat hingga akhirnya membungkus diri menjadi kepompong, kupu-kupu telah melewati banyak tahapan kehidupan. Proses berkepompong dapat dianalogikan sebagai proses inkubasi. Di dalamnya terjadi persiapan dan pematangan diri sebelum akhirnya menampakkan diri dalam rupa yang lebih cantik. Kurang lebih proses inilah yang selama beberapa bulan terakhir dialami oleh majalah Dinamika Riset. Majalah Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ini harus menjadi kepompong terlebih dahulu karena banyak hal yang harus dipersiapkan untuk menjadi media yang lebih baik. Dimulai dari dilantiknya Bapak Basuki Hadimoeljono sebagai menteri sebagai titik luncur perubahan dalam tubuh besar Kementerian PUPR. Perlahan-lahan gelombang perubahan mulai terjadi termasuk di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) sendiri. Perubahan organisasi yang membutuhkan waktu penyesuaian cukup lama membuat roda kerja seolah berhenti sejenak. Pekerjaan yang tetap dilaksanakan adalah yang sifatnya rutin semata. Pada edisi ini, redaksi sudah siap hadir dengan wajah baru. Tema yang diusung oleh redaksi adalah tentang perubahan dan target baru yang ingin dicapai oleh Balitbang dalam rangka menyokong kinerja Kementerian PUPR secara keseluruhan. Redaksi juga menghadirkan teknologi-teknologi hasil litbang dalam rubrik Litbang Internal. Pada edisi baru kali ini redaksi memperkenalkan rubrik baru bertajuk Litbang Eksternal. Rubrik ini ditujukan bagi masyarakat, produsen, ataupun akademisi yang hendak turut menuangkan buah pikirnya. Redaksi mengucapkan permohonan maaf atas keterlambatan penerbitan edisi ini. Tak lupa redaksi ingin mengajak para pembaca budiman sekalian untuk terlibat dalam membesarkan Majalah Dinamika Riset. Selamat membaca dan berdialektika. Salam Hangat
Pembina Bernaldy Pengarah William M. Putuhena Herry Vaza Arief Sabaruddin Bobby Prabowo Pemimpin Umum Enny Kusnaty Pemimpin Redaksi Iwan Suprijanto Dewan Redaksi Kuat Pudjianto Djamaludin Redaktur Pelaksana M. Mulya Permana Nuraini Fasma Handayani M. Syukur Heni Prasetyawati Editor Nanda Ika Dewi Veby Citra Simanjuntak David A. Sagita Melita Rahmalia Fotografer Rizki Akbar Maulana Layout Dodi Kurniadi M. Harsya Pambudi Sekretariat Ratna F. Ratri Hardiani Pramitasari Lady Ivone Diah Sulistyowati Alamat Redaksi Dinamika Riset Gedung Heritage Lantai 3 Jl. Pattimura No 20, Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110 Tel : (021) 7245083, 7257043, 7226302 Fax : (021) 7395062 E-mail :
[email protected] www.litbang.pu.go.id Redaksi menerima artikel, tulisan akademis dalam bentuk populer, yang terkait dengan penelitian dan pengembangan pada bidangbidang sumber daya air, jalan dan jembatan, perumahan dan permukiman serta kebijakan dan penerapan teknologi. Naskah ditulis minimal 1.000 kata dan maksimal 2.000 kata, tanpa foto. Foto dikirimkan terpisah dalam bentuk file JPEG dengan resolusi minimal 300 dpi. Naskah wajib disertai dengan identitas penulis dan dikirimkan melalui ke email redaksi. Redaksi juga menerima saran maupun tanggapan yang dapat dikirimkan ke email redaksi.
EDISI I TAHUN 2015
1
ENGEM I&P BA LIT
NG
PEN E
A
RENCAN PE
PE
LA KSAN
A
LITBANG
18-36
26
MANAJEMEN
TOKOH
41
46
BALITBANG
1D
T
antangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur di Indonesia yang diamanatkan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) semakin meningkat. Salah satunya ditandai dengan adanya kenaikan anggaran secara signifikan. Hal tersebut membutuhkan dukungan IPTEK baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, maupun pemanfaatan infrastruktur PUPR. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) PUPR sebagai tulang punggung teknologi penyelenggaraan PUPR dan lembaga intermediasi antarpengembang teknologi harus bergerak lebih cepat dalam menjalankan tugasnya. Balitbang harus mampu menjawab tantangan zaman dengan menghasilkan inovasi produkproduk teknologi terapan bidang Sumber Daya Air, Jalan dan Jembatan, serta Perumahan dan Permukiman, dalam bentuk Norma, Standar, Pedoman, dan Manual, sehingga dapat dijadikan acuan bagi pengguna (pemangku kepentingan) dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur dan 4
DINAMIKA RISET - FOKUS
EKSTE
LINGKUP PUPR
2D
RNAL
3D
Bernaldy* permukiman yang handal. Hasil karya Balitbang berupa teknologi terapan dan Advis Teknis akan lebih mempertimbangkan nilai-nilai ramah lingkungan, mitigasi dan adaptasi terhadap bencana, serta mendukung daya saing. Produk atau teknologi yang dihasilkan harus berpedoman empat hal, yaitu relevan (sesuai dengan kebutuhan), aplikatif (mudah dilaksanakan), inovatif (unsur kebaruan) dan kompetitif (bersaing dalam hal waktu, biaya, dan mutu). Produkproduk tersebut harus mengikuti perkembangan teknologi terkini, dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada dimasing-masing lokasi. Balitbang tengah berusaha menyelesaikan banyak pekerjaan rumah yang tertunda, antara lain dengan melakukan penyaringan terhadap kebutuhan dan produk yang telah dihasilkan, pembagian tugas dan kegiatan tersinkronisasi/terintegrasi antar Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang), peningkatan jumlah dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), sinkronisasi hubungan kerja dan pembagian tugas/
kegiatan dengan Badan-badan dan Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PUPR, peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan pihak di luar Kementerian PUPR baik dalam hal peningkatan SDM, penelitian, produsen, dan pemanfaatan, yang seluruh kegiatan tersebut dinamai penguatan 3 D (tiga dimensi). Penguatan Internal sebagai dimensi pertama, sebagai upaya mencapai usaha tersebut Balitbang melakukan reorganisasi struktur agar menjadi lebih kuat dan mampu menopang proses kerja yang jelas dan terorganisir. Dengan struktur organisasi baru Kabinet Kerja Republik Indonesia, saat ini Balitbang PUPR mempunyai 5 (lima) unit Eselon II (Sekretariat Balitbang, Puslitbang Sumber Daya Air, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Puslitbang Perumahan dan Permukiman serta Puslitbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi) dan ditunjang oleh Balai-balai Penelitian dan Pengembangan (Litbang) yang tersebar dibeberapa kota. Balitbang telah melakukan kajian bersama, melalui diskusi dan pertemuan-pertemuan untuk
menetapkan peran dan tugas masing-masing unit Eselon II, mencari model kegiatan yang terintegrasi antar Puslitbang, menetapkan produk-produk apa yang akan dihasilkan dan termanfaat.
Daya Manusia (BPSDM) akan melatih untuk peningkatan kinerja SDM aparatur PUPR, sehingga diharapkan Ditjenditjen atau pihak-pihak lain di luar PUPR sebagai user mudah melaksanakannya.
Dari segi peralatan Balitbang mempunyai peralatan dan laboratorium yang cukup baik dimasing-masing Puslitbang maupun Balai-Balai Litbang yang tersebar dibeberapa provinsi. Balitbang sudah menghasilkan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebanyak 753 dokumen, pedoman teknis 252 dokumen, Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) 64 dokumen dengan total keseluruhannya sebanyak 1.069 dokumen. Balitbang juga terlibat dalam memberikan advis teknik kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pemerintah Daerah dan Swasta terkait dengan kelayakan dan pertimbangan teknik untuk kasus-kasus hukum.
Penguatan dimensi ketiga dengan melalui kemitraan dengan pihak-pihak di luar Kementerian PUPR, antara lain dengan Kementerian/Lembaga, Pemeritah Daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Miliki Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), perguruan tinggi negeri dan swasta, dan pihak-pihak lain di luar Kementerian PUPR. Kemitraan ini dapat berupa pengkajian dan atau penelitian bersama, peningkatan pendidikan, produsen, atau pengguna (user). Dalam melayani masyarakat (perseorangan maupun badan
Dalam penguatan kerja sama antar Satuan Administrasi Pangkal (Satminkal) sebagai dimensi kedua, Balitbang saat ini tengah mensinergikan sistem agar lebih terorganisir dalam koordinasi dan komunikasi. Hal ini supaya kegiatan dan pembagian tugas menjadi lebih jelas dan tidak tumpang tindih dengan Badan dan Direktorat Jenderal (Ditjen) lainnya di lingkungan Kementerian PUPR. Balitbang akan menyiapkan produk standar siap pakai yang lengkap dengan manual dan spesifikasi teknis, sementara itu Ditjen Bina Konstruksi akan menyiapkan Standar Kompetensi Kerja, pelatihan Tenaga Konstruksi dan Penyedia Jasa Konstruksi, dan Badan Pengembangan Sumber
usaha) Balitbang dapat melakukan pelayanan uji laboratorium, sertifikasi dan advis teknik. Balitbang juga akan melakukan penguatan pusat informasi, diseminasi atau komunikasi informasi secara rutin.
Balitbang telah mempunyai modal yang kuat untuk fokus memberikan kontribusi dalam pembangunan.
Tiga dimensi penguatan tersebut harus dilakukan untuk mendorong Balitbang mencapai target agar dapat memberikan kontribusi guna: 1. Meningkatkan penggunaan/ pemanfaatan/penerapan teknologi lokal/domestik. 2. Meningkatkan kebutuhan teknologi. 3. Membangun interaksi antara pengembang dan pengguna teknologi.
4. Menghilangkan sindrom “menara gading” perguruan tinggi dan/atau lembaga litbang yang masih terjadi. 5. Membangun sinergi dan kolaborasi antar para pengembang teknologi. 6. Meningkatkan kapasitas adopsi/difusi/penyerapan teknologi oleh industri dalam negeri. 7. Menjadikan Balitbang Kementerian PUPR menjadi lembaga/institusi intermediasi. Balitbang telah mempunyai modal yang kuat untuk fokus memberikan kontribusi dalam pembangunan. Modal ini harus lebih didorong melalui targettarget penguatan dan perbaikan untuk terus meningkatkan kemajuan dan kontribusi Balitbang untuk pembangunan infrastruktur Kementerian PUPR. Satu hal yang perlu diingat, dalam melakukan penguatan tiga dimensi Balitbang, semua usaha dan aksi harus saling terkait serta saling berhubungan satu sama lain. Setiap aspek perbaikan kapasitas Balitbang harus terkait dengan penguatan Balitbang yang dicanangkan dalam program Balitbang Menuju 3D, baik secara internal maupun eksternal. Dengan program penguatan dan inisiasi baru seperti diuraikan di atas, maka diharapkan Balitbang 3D (tiga dimensi) dapat terwujud dengan baik. Satu hal yang juga sangat diperlukan untuk mewujudkan Balitbang 3D adalah dukungan komitmen dari “Top Level Management” bahwa produk-produk hasil Balitbang akan digunakan untuk berbagai kepentingan pembangunan di Indonesia khususnya yang dilakukan di lingkungan Kementerian PUPR. *Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat FOKUS - EDISI I TAHUN 2015
5
B
Bernaldy
adan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Hal ini termaktub dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 15/PRT/M/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Dalam melaksanakan tugasnya Balitbang dituntut dapat mendukung Kementerian PUPR untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur bidang sumber daya air, jalan dan jembatan, pemukiman dan perumahan rakyat, serta pembangunan infrastruktur PUPR secara terpadu.
jawab mengawal peningkatan kualitas teknologi terapan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Kualitas produk Litbang diharapkan mampu berperan sebagai ‘kapal induk’ pemberi kekuatan teknologi yang mampu mendukung operasional Direktorat Jenderal (Ditjen) di lingkungan Kementerian PUPR.
Keterpaduan tersebut dimaksudkan untuk keseimbangan pembangunan antardaerah, meningkatkan tata kelola sumber daya organisasi yang meliputi sumber daya manusia (SDM), peralatan (laboratorium), tata laksana, pengawasan dan pengendalian (WASDAL), serta kesekretariatan, sebagai pendukung kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). Sejalan dengan hal tersebut di atas Balitbang mempunyai tanggung
Menjawab permasalahan tersebut, Balitbang tengah melakukan beberapa inisiasi program diantaranya; mengembangkan sistem inkubasi produk untuk intensifikasi penerapan produk litbang yang baru dihasilkan sebelum diterapkan secara luas; menerapkan produk litbang melalui kerjasama dengan aplikator dan Ditjen terkait sebagai penerima manfaat untuk meningkatkan kualitas produk litbang; mengembangkan
6
DINAMIKA RISET - FOKUS
Dalam mempersiapkan produk litbang, Balitbang tengah berbenah diri menjawab beberapa permasalahan yang sering muncul antara lain; Apakah produk yang dihasilkan sudah sesuai dengan permintaan pasar (jenis, kuantitas, dan kualitasnya)? Apakah produk litbang yang dihasilkan mudah diterapkan, ditemukan di pasaran, dan mudah dilaksanakan oleh pelaksana pembangunan (kontraktor, konsultan dan tenaga kerjanya)?
engineering center berupa pusat studi/layanan teknis bidang infrastruktur PUPR; meningkatkan penggunaan, pemanfaatan, penerapan teknologi lokal/ domestik dalam mendukung peningkatan produksi dalam negeri; meningkatkan kapasitas adopsi/difusi/penyerapan teknologi dari industri dalam negeri; meningkatkan wawasan teknologi yang sudah dan akan ada dari dalam dan luar negeri; menyeleksi dan mempromosikan produk litbang agar segera dapat termanfaatkan di tahun 2016. Inisiasi program-program penelitian dan pengembangan tersebut tentu saja perlu didukung dengan anggaran yang memadai dengan alokasi yang lebih memprioritaskan kegatankegiatan litbang. Kedepannya, Balitbang berusaha agar alokasi anggaran untuk penelitian dan pengembangan mendapat porsi yang lebih besar, paling tidak 60% untuk kegiatan litbang, 40% untuk kegiatan manajemen. Dengan porsi alokasi anggaran tersebut diharapkan dapat menghasilkan teknologi dan pelayanan teknis yang lebih berkualitas. Namun demikian Balitbang sadar besarnya anggaran harus diikuti dengan program kerja yang jelas, kemampuan SDM, dan metode kerja yang efisien.
Seiring dengan reposisi program dan anggaran, Balitbang melakukan pembenahan organisasi agar menghasilkan organisasi yang kuat dengan pembagian tugas dan fungsi yang jelas. Struktur organisasi Balitbang Kementerian PUPR dalam Kabinet Kerja ini terdiri dari 5 unit kerja tingkat eselon II, yaitu: Sekretariat Badan Litbang, Pusat Litbang Sumber Daya Air, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman serta Pusat Litbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi. Dalam melaksanakan implementasi litbang, Balitbang didukung oleh 22 Unit Pelaksana Teknis (UPT)/Balai/Loka yang tersebar di beberapa kota. Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan berperan sebagai fasilitator pendukung Puslitbang SDA, Puslitbang Jalan dan Jembatan dan Puslitbang Perumahan dan Permukiman dalam pemenuhan kebutuhan teknologi PUPR atau masalah-masalah yang dihadapi oleh pemangku kepentingan (stakeholders). Sementara Puslitbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi memastikan produk standar siap pakai dan siap diproduksi secara masal serta dapat dimanfaatkan oleh stakeholders. Balitbang dalam rencana kegiatan dimulai tahun 2015 (melalui Revisi DIPA) mencoba untuk memadukan dan mensinkronkan kegiatan-kegiatan antar Pusat, dan menciptakan kegiatan terpadu antar pusatpusat. Produk yang dihasilkan harus dapat memanfaatkan sumber daya alam yang ada atau memanfaatkan akibat dari suatu bencana (seperti lumpur lapindo). Melalui beberapa kali pertemuan-pertemuan diharapkan Balitbang dalam menghasilkan suatu produk akan mulai melibatkan Ditjen-ditjen pengguna atau pihak lainnya (user), Ditjen
Bina Konstruksi, BPSDM agar produk yang dihasilkan sesuai dengan diharapkan dan dapat dilaksanakan. Struktur organisasi yang baik dapat menentukan jumlah dan kompetensi sumber daya manusia serta tugas dan fungsi yang dibutuhkan melalui analisa jabatan dan, analisa beban kerja yang menghasilkan formasi SDM yang kompeten dalam menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan tujuan organisasi. Dalam konteks penguatan internal, permasalahan SDM yang mendapatkan perhatian Balitbang adalah kesiapan SDM, baik secara kuatitas maupun kualitasnya, terutama para peneliti
dan perguruan tinggi baik di dalam dan di luar negeri. Dari sisi komposisi jabatan, jumlah pejabat fungsional peneliti dan perekayasa di Balitbang masih relatif kecil, peneliti sebanyak 264 (24%), perekayasa sebanyak 65 (6%), dan sisanya 70% adalah pejabat struktural dan pejabat fungsional umum.
dan perekayasa yang merupakan kekuatan dari Balitbang lembaga penelitan dan pengembangan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
Kondisi yang demikian membuat pelaksanaan tugas-tugas Balitbang dalam mewujudkan teknologi menjadi berat, karena kegiatan litbang sangat terkait dengan kuantitas dan kualitas para peneliti dan perekayasanya. Sementara itu selain melakukan penelitian dan pengembangan, para peneliti dan perekayasa Balitbang mendapat tugas sebagai tenaga advis teknik dan bantuan hukum. Untuk mengatasi permasalahan SDM tersebut, Balitbang akan melakukan ekselerasi pendidikan, jabatan fungsional peneliti dan perekayasa serta memanfaatkan tenagatenaga pensiunan yang memiliki kompetensi, pemanfaatan tenagatenaga perguruan tinggi serta perkuatan laboratorium dan personil di daerah agar tugastugas advis teknis dan bantuan saksi hukum dapat dipenuhi.
Balitbang memiliki SDM sebanyak 1.100 orang, terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tenaga outsourcing. Dari jumlah tersebut yang berpendidikan D-III sebesar 36,18%, D-IV/S-1 sebesar 41,782%, S-2 sebesar 20,36%, dan berpendidikan S-3 hanya sebesar 1,64%. Dengan kondisi SDM tersebut, Balitbang melakukan optimalisasi kapasitas SDM yang ada, di samping itu Balitbang mengupayakan peningkatan SDM ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, melalui target program “Seratus Doctor by Research” bekerjasama dengan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM)
Saat ini Balitbang mengembangkan Pusat Informasi yang berada di Gedung Heritage, Komplek Kementerian PUPR Jakarta, dimana seluruh informasi terkait dengan Balitbang akan mudah diperoleh. Pusat Informasi ini tersambung dengan Pusat Pelayanan Umum di masingmasing Puslitbang dan Balai di daerah. Pusat Informasi inilah yang kelak akan menjadi bagian dari pelayanan umum kepada masyarakat. Dengan langkahlangkah di atas, diharapkan Balitbang dapat mencapai penguatan dimensi internal yang mampu mendukung pencapaian target Kabinet Kerja.
Balitbang akan melakukan ekselerasi pendidikan, jabatan fungsional peneliti dan perekayasa
FOKUS - EDISI I TAHUN 2015
7
Bernaldy
A
RENCAN E P
P
EN PEN EE
Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) yang bertanggungjawab meningkatkan inovasi teknologi untuk mendukung DirektoratDirektorat Jenderal di lingkungan Kementerian PUPR tengah meningkatkan kerjasama dengan satminkal lainnya di 8
DINAMIKA RISET - FOKUS
A
LAKSAN
A
N
S
etiap Satuan Administrasi Pangkal (Satminkal) di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menetapkan target capaian kinerja yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pekerjaan selama satu tahun. Target capaian masing-masing Satminkal tentu tidak akan sama, mengingat tugas dan fungsi yang diemban juga berbeda satu sama lain.
LI
PE
NGG
PENGEM & I LITTI & PENGEMB BA
lingkungan Kementerian PUPR. Balitbang melakukan optimalisasi dengan meningkatkan transfer teknologi hasil penelitian dan pengembangan (litbang) menuju penerapan (implementasi) di lapangan. Dalam usahanya menghasilkan produk sesuai dengan permintaan calon pengguna, Balitbang tengah melakukan survei kebutuhan melalui sinkronisasi program dengan Direktorat-Direktorat Jenderal yang merupakan pemangku kepentingan utama. Tujuan utamanya adalah agar produk yang dihasilkan standard dan siap pakai. Selain itu Balitbang juga melakukan singkronisasi dengan Direktorat
Jenderal (Ditjen) Bina Konstruksi untuk menghasilkan kontraktor, konsultan pengawas, dan tenaga kerja yang terampil, serta Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) guna memperoleh aparatur yang handal. Dengan demikian, menjaga hubungan yang harmonis antara Balitbang dengan direktorat jenderal teknis di lingkungan Kementerian PUPR adalah hal yang sifatnya mandatory. Dengan keterkaitan tersebut, Balitbang dapat menghasilkan standar dan pedoman teknis serta spesifikasi yang dapat diacu oleh Ditjen Bina Konstruksi agar dapat memberikan sertifikasi keahlian bagi pekerja konstruksi yang terlibat dalam pekerjaan
konstruksi, sehingga mempunyai kualifikasi yang dipersyaratkan. Balitbang melakukan optimalisasi hasil kerja dengan cara simbiosis mutualisme antar-Ditjen, misalnya dengan melakukan pertukaran informasi, pertemuan, dan diskusi kelompok terarah. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk memperkuat jalur koordinasi dan mengoptimalkan pemanfaatan bank informasi dan pengetahuan yang sudah terkumpul di masingmasing Satminkal. Balitbang juga melakukan peningkatan wawasan sejalan dengan program-program Ditjen agar kegiatan penelitian yang dilakukan Balitbang lebih tepat sasaran. Hal ini penting dilakukan dikarenakan DirektoratDirektorat Jenderal merupakan pemangku kepentingan utama yang akan mendayagunakan hasil penelitian dan pengembangan sebagai solusi permasalahan penyelenggaraan infrastruktur PUPR. Kerjasama dan sinkronisasi kegiatan diharapkan dapat mendukung akselerasi dan memberikan jaminan mutu penyelenggaraan infrastruktur PUPR melalui penerapan teknologi hasil litbang. Dengan demikian penguatan sinergi antara Balitbang dengan Satminkal lainnya harus mendapatkan
1
perhatian khusus. Penguatan sinergitas tersebut menuntut adanya sistem yang lebih terorganisir dalam mengordinasi komunikasi dan pembagian tugas dan dimensi kerja yang jelas. Proses kerja dimulai dengan Balitbang berkomitmen untuk memberikan teknologi siap pakai yang telah memenuhi empat prasyarat produk yakni relevan, aplikatif, inovatif, dan kompetitif serta telah dilengkapi dengan manual dan spesifikasi penggunaannya. Selanjutnya Ditjen Bina Konstruksi akan menyiapkan Standar Kompetensi Kerja, Pelatihan Tenaga Konstruksi dan Sertifikat Tenaga Konstruksi. Sementara, Ditjen teknis bertanggungjawab atas spesifikasi teknis paket pekerjaan fisik dan menyeleksi penyedia barang dan jasa. BPSDM menyiapkan modul pelatihan, termasuk pelatihan teknis Sumber Daya Manusia (SDM) baik di daerah maupun di pusat. Melalui rapat koordinasi, Focus Groups Discussion (FGD), singkronisasi Balitbang dengan Ditjen Bina Konstruksi dan BPSDM telah menghasilkan komitmen pembagian kerja dan sinergi kegiatan diantara ketiga Satminkal tersebut. Selain itu
Balitbang juga telah mengundang seluruh Satminkal di lingkungan Kementerian PUPR untuk meninjau lokasi dan balai-balai yang ada di Bandung dalam rangka memperkenalkan produk dan kemampuan Balitbang. Balitbang juga melakukan upaya penguatan proses kerja dengan membuat sebuah pilot project bersama aplikator, Direktorat Jenderal teknis terkait yang merupakan calon penerima manfaat agar proses alih teknologi lebih optimal dan layak dipasarkan. Balitbang sebagai produsen teknologi melakukan sosialisasi/ perkenalan yang lebih intensif dengan Satminkal lainnya. Visi peningkatan sinergitas ini juga diperlukan oleh Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW), dalam mengoordinasikan keterpaduan pembangunan infrastruktur PUPR di berbagai wilayah pengembangan strategis. Dengan melakukan beberapa konsep di atas, maka Balitbang bisa mewujudkan peran sebagai lembaga intermediasi antar pengembang teknologi penyelenggaraan infrastruktur PUPR dan pengguna teknologi.
2
1. Petemuan koordinasi antar pejabat Balitbang, Bina Konstruksi dan BPSDM. 2. Roadshow ke Bandung untuk memperkenalkan produk dan balai-balai di Balitbang kepada perwakilan-perwakilan dari setiap SATMINKAL Kementerian PUPR.
sumber foto-foto: Sekretariat Balitbang
FOKUS - EDISI I TAHUN 2015
9
Bernaldy
BALI
A R T MI
TBAN
PUPR
G
B
adan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) sebagai the technostructure atau scientific backbone Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) selalu mencoba selangkah di depan dalam mengawal pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Kondisi ini akan tercapai jika dimensi pertama (perkuatan internal) dan dimensi kedua (penguatan sinergis dengan Satminkal) telah dipersiapkan dengan baik dan diperkuat dengan peningkatan kerjasama dan kemitraan yang merupakan dimensi ketiga Balitbang menuju lembaga yang elit dan membanggakan dalam menciptakan teknologi infrastruktur PUPR Pengertian kemitraan secara konseptual adalah kerjasama
10 DINAMIKA RISET - FOKUS
antara dua belah pihak disertai oleh pembinaan dan pengembangan berkelanjutan dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan. Dengan demikian kerjasama dan kemitraan dapat dijadikan sebagai sarana yang tepat bagi Balitbang untuk dapat lebih mensosialisasikan produk-produk penelitian dan pengembangan (litbang) dan mensinergikan serta mengkolaborasikan kegitankegiatan litbang dengan mitra pengembang teknologi. Produk-produk litbang telah melalui rangkaian uji kelayakan dan penerapan teknologi diharapkan dapat digunakan oleh berbagai mitra, termasuk masyarakat profesional seperti kementerian/lembaga, Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK), pemerintah daerah,
badan usaha, badan nirlaba, dan asosiasi profesi. Dengan meningkatkan kerjasama dan menjalin kemitraan, diharapkan Balitbang dapat menghasilkan produk teknologi yang aplikatif sekaligus dapat membantu dalam layanan teknis berupa advis teknik dan bantuan hukum. Dalam hal ini Pemerintah Daerah dapat dijadikan sebagai perpanjangan tangan Kementerian PUPR. Melalui Pemerintah Daerah, Balitbang dapat membantu penguatan sekaligus menjadi pusat informasi Standar Nasional Indonesia (SNI), pedoman, dan laboratorium untuk memenuhi pengujian sebagaimana diamanatkan dalam SNI. Salah satu kunci penting dalam menguatkan kemitraan adalah memperkuat kapasitas diseminasi pengetahuan dan informasi.
Diseminasi dimaksudkan sebagai alat dalam mempublikasikan hasil-hasil litbang, mendifusikan teknologi dan memberikan landasan akademik untuk perumusan kebijakan. Diseminasi dapat dilakukan dengan publikasi ilmiah, paket teknologi dan kebijakan. Balitbang juga melakukan peningkatan pemanfaatan produk-produk litbang, melalui sosialisasi yang lebih intensif dengan dukungan regulasi dan kebijakan yang kondusif. Upaya yang dilakukan adalah penguatan jejaring informasi dan simpul layanan di sebaran wilayah Indonesia, peningkatan data center untuk mendokumentasikan dan mendiseminasikan inovasi dan teknologi konstruksi, serta intensifikasi diseminasi dan publikasi. Pengembangan engineering center berupa pusat studi/layanan teknis bidang infrastruktur ke-PU-an yang menjadi agen untuk pusat penelitian konstruksi nasional dengan keanggotaan dari perguruan tinggi, industri, masyarakat, dan lembaga penelitian negara. Saat ini Balitbang telah menjalin kerjasama dan kemitraan dengan pemerintah daerah kabupaten/ kota, perguruan tinggi, asosiasi jasa konstruksi, pengusaha/ jasa konstruksi/jasa konsultasi, dunia usaha dan masyarakat umum/praktisi melalui kegiatankegiatan pemasyarakatan SNI, publikasi media cetak dan elektronik, seminar, pameran, dan diseminasi/sosialiasi. Dalam meningkatkan difusi teknologi, Balitbang terus berupaya memberikan pencerahan, memberdayakan masyarakat dan tenaga-tenaga peneliti, serta menjalin hubungan jejaring yang baik dengan berbagai pihak. Pencerahan dapat
1
2 sumber foto-foto: Sekretariat Balitbang
1. Penandatanganan perjanjian kerjasama antara Kepala Puslitbang Perumahan dan Pemukiman dan Bupati Bengkayang disaksikan oleh Kepala Balitbang. 2. Kerjasama Balitbang dan dengan pihak Wika Beton.
dilakukan dengan sosialisasi dan diseminasi, pameran, dan publikasi, sedangkan pemberdayaan dapat dilakukan dengan alih teknologi, pelatihan dan ujicoba produksi. Demikian juga untuk menjalin jejaring yang baik dapat dilakukan melalui kerjasama, pembinaan produksi, dan pembinaan usaha. Selain upaya-upaya tersebut, Balitbang juga menjalankan perannya sebagai lembaga intermediasi dengan baik. Hal ini dapat dilakukan dengan menjadi penampung informasi kebutuhan dan problema dari pengguna teknologi untuk diteruskan kepada para pengembang teknologi sesuai dengan relevansinya. Setelah pengembang teknologi menemukan solusi, Balitbang kembali menjadi penyambung
paket teknologi yang siap pakai kepada pengguna teknologi, dengan mengedepankan kapasitas adopsi. Agar konsep-konsep tersebut dapat terealisir, Balitbang harus dapat meningkatkan sinergi dan kolaborasi dengan para pengembang teknologi. Kedepan, Balitbang diharapkan dapat berperan sebagai clearing house untuk seluruh penelitian dan pengembangan, baik internal maupun eksternal (perguruan tinggi, produsen/dunia industri, masyarakat dan lembaga penelitian negara lainnya) dengan memperkuat kemitraan dengan pihak eksternal Kementerian PUPR, dan memperkuat laboratorium daerah untuk mendukung peningkatan kualitas pembangunan infrastruktur. FOKUS - EDISI I TAHUN 2015 11
MENJINAKKAN SEDIMENTASI WADUK Tata Cara Pengontrolan Sedimentasi Pada Waduk SNI 19-6459-2000
Ratna F. Ratri*
sumber foto: istimewa
Waduk Batu Karut Sukabumi, Jawa Barat.
W
aduk yang terbentuk dengan membendung aliran air alami tidak hanya akan nenampung air tetapi juga material-material lain yang mengendap dan berubah menjadi sedimentasi. Akumulasi sedimentasi yang terjadi di dalam waduk bisa sangat sulit untuk ditanggulangi (terutama pada daerah kering atau semi-kering) yang dapat berpotensi rusaknya lingkungan dan menimbulkan kerugian dari sisi ekonomi. SNI 19-6459-2000 merupakan panduan untuk para perencana, perancang, dan operator waduk untuk memperkirakan, mengakomodasi, dan mengurangi masalah yang berhubungan dengan sedimentasi waduk. Aspek utama dalam pengendalian sedimentasi pada waduk meliputi desain bendungan, pengelolaan, dan pemeliharaan bendungan, mencakup serahan, pengendapan, pengendalian dan pengaruh sekunder sedimen. Sedimentasi waduk yang dimaksud dalam standar ini adalah karakteristik sedimentasi yang dapat mempengaruhi desain dan operasi sebuah bendungan dan waduk. Bagian penting yang berkaitan dengan sedimen dalam sebuah 12 DINAMIKA RISET - INFOSTAND
desain bendungan adalah proses pengangkutan, pengendapan, dan degradasi. Terbentuknya waduk akibat pembangunan sebuah bendungan, proses sedimentasi menjadi cukup rumit. Sedimen yang terangkut oleh sistem sungai dari hulu ke dalam waduk mengendap karena menurunnya kecepatan. Dengan bertambahnya sedimen di dalam waduk, kapasitas tampungan waduk berkurang. Pengendapan sedimen yang terjadi terusmenerus dan membentuk pola distribusi di dalam waduk, yang dipengaruhi oleh operasi waduk maupun waktu masuknya air pada saat terjadi banjir besar. Bila umur fungsional waduk dipengaruhi oleh sedimen, maka perlu dilakukan perubahan pengelolaan waduk atau tindakan penanggulangan lain. Dalam desain perlu juga diperhitungkan pengaruh sekunder sedimentasi seperti endapan delta di hulu dan perubahan sungai di hilir akibat terhambatnya pasokan sedimen dan menurunnya debit banjir. SNI 19-6459-2000 akan memberikan pengertian yang lebih baik tentang masalah sedimen yang kompleks, berhubungan dengan desain dan operasi bendungan dan waduk.
Prosedur yang diuraikan, mewakili teknologi mutakhir dalam penanganan masalah sedimentasi dengan sejumlah hubungan empirik yang dibuat berdasarkan pengukuran pada berbagai waduk yang ada. Perlindungan tanah dan pengendalian erosi di daerah pengaliran sungai merupakan faktor penting yang mempengaruhi hasil sedimen dan endapan yang dihasilkan.
Serahan Sedimen Sedimen yang mengalir masuk ke dalam sebuah waduk berasal dari daerah drainase/pengaliran di hulu dan terangkut ke dalam waduk melalui alur sungainya. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi serahan sedimen dari suatu daerah pengaliran adalah intensitas dan jumlah curah hujan; tipe tanah; penutup lahan (vegetasi, sampah, dan serpihan batuan); tata guna lahan (pengolahan tanah untuk pertanian, padang rumput, kegiatan konstruksi, dan lahan konservasi); topografi; sejarah erosi (sifat alami jaringan drainase-kerapatan, kemiringan lereng, bentuk, ukuran, dan kesejajaran alur); “run-off” atau larian air; karakteristik sedimen (ukuran butir, mineralogi, dll.); dan sifat hidraulik aliran sungai.
Pengukuran Serahan Sedimen Pengukuran langsung dianggap sebagai metode yang paling handal untuk menentukan serahan sedimen. Implementasinya dengan melakukan pengambilan contoh muatan sedimen dari suatu sungai atau dengan melakukan pengukuran ulang waduk yang ada. Data dari pengamatan satelit dapat digunakan sebagai penguji validitas/keabsahan dari metodemetode tersebut. Dalam berbagai kondisi, seperti untuk rencana waduk, perlu dilakukan konversi muatan sedimen di pos pengukuran dari massa ke volume. Hal tersebut dilakukan dengan menentukan distribusi ukuran butir dari jumlah sedimen masuk dan menghitung kerapatan sedimen yang mengendap dengan menggunakan hubungan empiris dari data yang dikumpulkan di waduk-waduk yang ada. Data yang digunakan dalam perhitungan kerapatan terdiri atas analisis ukuran butir dari contohcontoh sedimen layang yang terpilih.
Pengukuran Waduk Pengukuran akumulasi sedimen dalam waduk dianggap sebagai metode terbaik untuk menentukan serahan sedimen. Pengukuran waduk-waduk yang ada untuk menentukan volume tampung yang hilang dan distribusi endapan sedimen di dalam waduk, selain bisa digunakan untuk keperluan operasi juga bisa memberikan data laju serahan sedimen. Ketika pembangunan sebuah bendungan telah selesai dilaksanakan, perlu dibuat rencana pengukuran atau pemantauan akumulasi sedimen. Bahkan sebelum pembangunan selesai, perlu diambil keputusan tentang metode dasar yang akan
dipilih untuk pengukurannya dan teknik analisis akumulasi sedimen.
Prosedur Pengukuran Kualitas pengukuran waduk merupakan faktor yang sangat menentukan dalam membuat perkiraan yang benar mengenai volume sedimen yang mengendap yang terukur di dalam waduk dalam waktu antara dua pengukuran. Perencanaan pekerjaan lapangan yang patut dan penyediaan peralatan yang benar merupakan bagian penting dari sebuah pengukuran. Pemilihan metode pengukuran, baik metode garis tinggi ataupun metode rentang garis harus diikuti oleh perencanaan peralatan dan anggota personalia yang diperlukan di dalam pengukuran. Jika metode-metode fotogrametrik akan digunakan di dalam pengukuran, maka persyaratan mengenai data lapangan harus diubah. Pengukuran waduk yang lengkap, termasuk ukuran tanah dan bathimetri, sering diserahkan kepada perusahaan-perusahaan yang khusus bergerak dalam bidang tersebut. Dalam hal seperti ini, semua aspek pekerjaan harus disetujui oleh kedua belah pihak sebelum pengukuran dilaksanakan. Hal penting yang perlu diperhatikan
dalam menganalisa atau membandingkan data yang diperoleh dari dua pengukuran adalah kesamaan dan kehandalannya jelas. Hal yang penting dipertimbangkan pada saat mempersiapkan pengukuran adalah memeriksa kemungkinan adanya penurunan atau deformasi kerak di dalam tampungan waduk. Deformasi ini dapat disebabkan oleh berat air yang tertampung di dalam waduk atau aktivitas geologi regional lainnya.
Endapan Sedimen Aliran sedimen yang masuk ke tampungan waduk akan diendapkan atau dialirkan melalui bendungan. Beberapa jenis pengendapan sedimen antara lain pengendapan sedimen secara permanen, pengendapan karena aliran banjir yang tinggi, dan pengendapan karena rendahnya muka air waduk. Dalam dua situasi yang disebutkan terakhir, pengendapan dapat diangkut lebih jauh ke dalam waduk atau mungkin juga dibilas melalui saluran pembuang. Karakteristik endapan sedimen berbeda dari waduk ke waduk. Dari pengukuran waduk dan pengumpulan data endapan sedimen, banyak karakteristik
INFOSTAND - EDISI I TAHUN 2015 13
Sedimentasi yang terlihat ketika waduk Joto di Lamongan mengalami kekeringan.
pengendapan sedimen yang telah diketahui dan sekarang diperhitungkan dalam desain bendungan dan waduk. Hubungan empiris karakteristik pengendapan yang telah dikembangkan dari pengukuran waduk dan data pengambilan contoh sedimen yang telah ada adalah mengenai efisiensi penangkapan sedimen, kerapatan endapan sedimen, pola distribusi, dan kedalaman sedimen di waduk.
indeks sedimentasi. Indeks sedimentasi didefinisikan sebagai perbandingan antara periode penahanan (retention) dengan kecepatan debit air terendah yang melewati waduk.
Efisiensi Penangkapan Sedimen Efisiensi penangkapan sedimen sebuah waduk didefinisikan sebagai perbandingan dari kuantitas sedimen yang diendapkan dengan total sedimen yang masuk.
Di daerah kering atau semikering di mana tujuan utama pembangunan waduk adalah untuk persediaan air jangka panjang, membelokkan sebagian besar air larian (runoff) tahunan untuk menggelontorkan sedimen melalui waduk biasanya tidak layak dilakukan. Karena itu dalam desain sedapat mungkin harus diusahakan agar volume endapan sedimen yang diperkirakan selama umur ekonomi waduk dapat ditampung tanpa mengganggu kelayakan ekonominya sebagai penampung air.
Perbandingan ini tergantung pada volume dan analisis ukuran butir sedimen yang akan masuk, debit alir yang mengalir melalui waduk, dan muka air eksploitasi waduk. Hubungan empiris efisiensi penangkapan sedimen ini digunakan di kebanyakan waduk berkapasitas besar. Hubungan efisiensi penangkapan sedimen yaitu persentase sedimen masuk yang mengalir melalui waduk terhadap
Waduk yang berada di daerah beriklim kering atau semi-kering dengan masukan sedimen yang sangat tinggi dan didesain dengan pintu-pintu (sluice gates) yang dioperasikan untuk mengalirkan banjir, hanya mempunyai tampungan mati yang sangat rendah atau tidak sama sekali. Namun untuk memperkirakan waduk seperti ini diperlukan analisis yang lebih baik mengenai pola eksploitasinya, masukan
14 DINAMIKA RISET - INFOSTAND
sumber foto: istimewa
sedimen, efisiensi penangkapan sedimen, kerapatan, dan bentuk endapan. Dalam situasi tersebut mungkin diperlukan studi tahunan untuk memperkirakan laju pengendapan maupun bentuk endapannya. Dalam beberapa kasus khusus dimana sedimen dibilas setahun sekali melalui bendungan, diperlukan lebih banyak data mengenai waduk-waduk lain yang ada untuk memperoleh metode perkiraan yang andal.
Pengendalian Sedimentasi Adanya sedimen sering merupakan faktor pengendali dalam menentukan muatan sedimen suatu sungai pada saat tertentu. Dalam hal ini, tidak ada hubungan tunggal antara konsentrasi sedimen dengan variabel apapun yang menggambarkan kapasitas angkutan. Pengamatan yang lebih teliti menyimpulkan bahwa ketersediaan sedimen mempunyai peranan penting dalam penentuan muatan sedimen sepanjang waktu. Banjir pertama setelah periode kering yang panjang pada umumnya dipenuhi muatan sedimen. Dari sudut pengendalian
sedimen, perlu juga diperhatikan bahwa konsentrasi sedimen dalam satu kejadian banjir cenderung sangat bervariasi. Karena aliran permukaan awal mendapatkan lebih banyak bahan yang terangkut dari pada aliran permukaan awal selanjutnya, maka konsentrasi sedimen cenderung lebih tinggi saat banjir naik dari pada ketika banjir surut. Jika mungkin dilakukan, lebih baik pengisian waduk ditunda selama mungkin sehingga yang terbendung hanya air yang mengandung sedimen relatif sedikit. Setelah bendungan selesai dibangun di sungai dan kapasitas angkutan sedimen pada aliran masuk sangat kurang, maka akan terjadi hubungan tunggal antara konsentrasi sedimen dengan kapasitas angkut.
Tindakan Alternatif Untuk Mengendalikan Sedimentasi Waduk
Ditinjau dari segi sedimentasi, pembangunan beberapa waduk kecil di bagian hulu daerah pengaliran dapat lebih menguntungkan daripada membangun bendungan tugggal daerah pengaliran yang luas. Beberapa tindakan lain untuk mengendalikan sedimentasi waduk antara lain adalah menangkap sedimen di hulu waduk, mengalihkan sedimen yang akan masuk waduk, melewatkan sedimen yang masuk melalui waduk, menggelontorkan akumulasi endapan sedimen dari waduk, dan membuang endapan yang ada dari waduk dengan menggunakan peralatan mekanik.
Dampak Ekologi Dampak sedimen terhadap kualitas air waduk dan air di hilirnya belum sepenuhnya diketahui dan sebagian besar masih bersifat spekulatif. Penurunan kualitas air atau Eutrofikasi adalah salah satu
Pertumbuhan pesat tanaman eceng gondong akibat dari proses eutrofikasi pada danau Limboto di Provinsi Gorontalo
sumber foto: istimewa
dampak yang timbul akibat sedimentasi waduk. Eutrofikasi suatu istilah pada air yang terbendung (impounded) untuk menggambarkan proses pematangan yang ditandai oleh meningkatnya unsur hara (nutrient), kekurangan oksigen terlarut, dan meningkatnya produktivitas biologis. Danau dan waduk diklasifikasikan berdasarkan ukuran konsentrasi relatif unsur hara dan produktivitas biologisnya. Proses pematangan mulai dari tingkat kandungan unsur hara yang rendah (oligotrofik), melalui suatu tahap antara (mesotrofik), dan kemudian meningkat menjadi produktivitas biologis yang tinggi (eutrofik).
*Staf Bagian Administrasi Standardisasi, Hukum, dan Kerjasama, Sekretariat Balitbang PUPR.
INFOSTAND - EDISI I TAHUN 2015 15
Nanda Ika Dewi*
sumber foto: M. Harsya Pambudi
B
agi mereka yang kerap melakukan perjalanan pada malam hari, penerangan jalan menjadi salah satu hal yang krusial. Sebab, tidak banyak pengemudi yang masih memiliki penglihatan yang baik pada malam hari, belum lagi kondisi lain yang menjadi determinan dalam mengamati kondisi jalan seperti hujan lebat dan kabut. Karena itu, dalam merencanakan serta menata lampu jalan harus dengan pertimbangan yang cermat. Alihalih ingin menerangi jalan, malah membuat pengendara kesulitan. Spesifikasi Penerangan Jalan di Kawasan Perkotaan merupakan Standar untuk merencanakan pemasangan dan penempatan/ penataan lampu penerangan jalan di kawasan perkotaan. Standar ini bertujuan untuk mendapatkan patokan minimum dalam merencanakan penerangan jalan khususnya di kawasan perkotaan. Sehingga diharapkan dapat menghasilkan penerangan jalan yang memberikan keselamatan,
16 DINAMIKA RISET - INFOSTAND
kelancaran, dan kenyamanan bagi pengguna jalan.
Jenis-jenis Lampu Standar ini mencakup perhitungan untuk penerangan jalan persimpangan, jalan layang, jembatan dan jalan di bawah tanah/terowongan. Pemilihan jenis dan kualitas lampu penerangan jalan didasarkan pada nilai efisiensi, umur rencana, kekontrasan permukaan jalan dan obyek, dan penempatan lampu penerangan. Jenis lampu penerangan jalan ditinjau dari karakteristik dan penggunaannya secara umum dapat dibagi menjadi empat jenis lampu, yakni lampu tabung fluorescent tekanan rendah, lampu gas merkuri tekanan tinggi, lampu gas sodium tekanan rendah dan lampu gas sodium tekanan tinggi. Masing-masing jenis lampu ini memiliki spesifikasi serta kualifikasi untuk jenis jalan yang berbeda. Misalnya untuk
lampu tabung fluorescent tekanan rendah yang diperuntukkan pada jalan kolektor dan lokal. Lampu ini memiliki efisiensi cukup tinggi namun berumur pendek. Jenis lampu ini masih dapat digunakan untuk hal-hal yang terbatas. Untuk jenis lampu gas merkuri bertekanan tinggi diperuntukkan pada jalan kolektor, lokal dan persimpangan. Jenis ini efisiensinya rendah tetapi berumur panjang. Ukurannya yang kecil masih dapat digunakan secara terbatas. Sementara jenis lampu gas sodium bertekanan rendah diperuntukkan pada tipe jalan kolektor, lokal, persimpangan, penyeberangan, terowongan, dan tempat peristirahatan (rest area). Lampu jenis ini memiliki efisiensi yang sangat tinggi, umur yang relatif cukup panjang, serta ukuran lampu besar. Kekurangannya, lampu ini sulit untuk dikontrol cahayanya dan cahaya lampu sangat buruk karena berwarna kuning. Meski demikian, jenis lampu ini dianjurkan digunakan
karena faktor efisiensinya yang sangat tinggi. Yang terakhir, lampu gas sodium tekanan tinggi yang dapat digunakan pada jalan tol, arteri, kolektor, persimpangan besar/ luas dan interchange. Kelebihannya antara lain, memiliki efisiensi tinggi, umur sangat panjang, serta ukuran lampu kecil. Selain itu lampu jenis ini mudah dalam pengontrolan cahaya, sehingga secara keseluruhan jenis lampu ini sangat baik dan sangat dianjurkan untuk digunakan. Komponen lain yang menjadi elemen penting dalam instalasi lampu jalan adalah rumah lampu penerangan. Rumah lampu merupakan wadah di mana lampu diletakkan. Rumah lampu dapat diklasifikasikan menurut tingkat perlindungan terhadap debu/benda dan air. Hal ini dapat diindikasikan dengan istilah IP (Index of Protection) atau indeks perlindungan. Indeks ini memiliki, 2 (dua) digit angka yang melambangkan masingmasing kondisi perlindungan terhadap lampu. Angka pertama menyatakan indeks perlindungan terhadap debu/benda dan angka kedua menyatakan indeks perlindungan terhadap air. Semakin tinggi indeks perlindungan (IP), semakin baik standar perlindungannya. Pada umumnya, indeks perlindungan (IP) yang sering dipakai untuk klasifikasi lampu penerangan adalah: IP 23, IP 24, IP 25, IP 54, IP 55, IP 64, IP 65, dan IP 66. Pemasangan rumah lampu dapat dilakukan dengan ataupun tanpa tiang. Pemasangan tanpa tiang adalah lampu yang diletakkan pada dinding ataupun langitlangit suatu konstruksi, seperti di bawah konstruksi jembatan, di bawah konstruksi jalan layang atau di dinding maupun langit-langit terowongan, dan
sebagainya. Pemasangan dengan tiang dilakukan dengan lengan tunggal, lengan ganda ataupun tanpa lengan. Tiang lampu dengan lengan tunggal umumnya diletakkan pada sisi kiri atau kanan jalan. Sementara tiang lampu dengan lengan ganda khusus diletakkan di bagian tengah/median jalan, dengan catatan jika kondisi jalan yang akan diterangi masih mampu dilayani oleh satu tiang. Tiang lampu tegak tanpa lengan diperlukan terutama untuk menopang lampu menara yang pada umumnya ditempatkan di persimpangan-persimpangan jalan ataupun tempat-tempat yang luas seperti interchange, tempat parkir, dan sebagainya. Jenis tiang lampu ini sangat tinggi, sehingga sistem penggantian/ perbaikan lampu dilakukan di bawah dengan menurunkan dan menaikkan kembali lampu tersebut menggunakan suspension cable.
Kualitas Pencahayaan dan Penataan Kualitas pencahayaan pada suatu jalan diukur berdasarkan metoda iluminansi atau luminansi. Pencahayaan masing-masing titik jelas berbeda. Misalnya pencahayaan pada tempat parkir, pada rambu lalulintas atau pencahayaan pada terowongan. Kuat pencahayaan pada terowongan harus cukup dan memberi kenyamanan baik untuk penglihatan siang maupun malam hari. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pencahayaan terowongan antara lain dapat memberikan adaptasi pencahayaan yang baik, meminimalisasi tingkat kesilauan, memberikan pantulan yang cukup dan warna yang kontras pada permukaan terowongan serta memberikan pencahayaan yang jelas rambu-rambu lalulintas.
Batasan penempatan lampu penerangan jalan tergantung dari tipe lampu, tinggi lampu, lebar jalan dan tingkat kemerataan pencahayaan dari lampu yang akan digunakan. Selain penempatan lampu pada jalan, diatur pula penataan letak lampu pada perlintasan kereta api (KA). Penataan lampu penerangan jalan pada perlintasan KA dibutuhkan apabila pada perlintasan tersebut kereta api beroperasi pada malam hari. Sementara penataan lampu penerangan terhadap tanaman jalan harus direncanakan jika tanaman baru akan ditanam maupun tanaman telah ada. Sehingga perlu dipertimbangkan adanya pemangkasan pohon sesuai batasan yang ada. Selain itu, dijabarkan juga tata cara penataan lampu dengan dua lampu, empat lampu, enam lampu beserta alternatifnya. Standar ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi semua pihak yang terlibat dalam perencanaan jalan perkotaan. Penempatan lampu penerangan jalan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pemerataan pencahayaan yang sesuai dengan ketentuan. Pada sistem penempatan parsial, lampu penerangan jalan harus memberikan adaptasi yang baik bagi penglihatan pengendara, sehingga efek kesilauan dan ketidaknyamanan penglihatan dapat dikurangi.
* Staf Bagian Perencanaan dan Evaluasi, Sekretariat Balitbang PUPR.. INFOSTAND - EDISI I TAHUN 2015 17
MENATA BANTARAN SUNGAI BERSAMA MASYARAKAT Isnugroho*
sumber foto: M. Harsya Pambudi
S
ungai merupakan salah satu pusat sumber kehidupan manusia. Daerah sekitar sungai merupakan daerah yang sangat subur. Tidak mengherankan apabila banyak penduduk yang tinggal di sekitar sungai. Daerah bantaran sungai menjadi salah satu ruang yang sulit dikontrol, terutama pertumbuhan permukimannya. Ruang ini sering menjadi ‘pilihan’ bagi masyarakat untuk membangun tempat tinggalnya. Mengingat pentingnya fungsi yang dimiliki oleh sungai, sudah saatnya pemerintah bersama masyarakat memperbaiki kualitas bantaran sungai Indonesia
Fungsi Bantaran Sungai Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, yang disebut dengan bantaran adalah ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggul sebelah dalam yang terletak di kiri dan/atau kanan palung sungai. Dalam bahasa Inggris, bantaran sungai disebut dengan high water channel atau flood channel. Dari segi fungsi, bantaran sungai mempunyai fungsi hidraulik maupun fungsi ekologi. Fungsi hidraulik artinya bantaran 18 DINAMIKA RISET - LITBANG
sungai dapat digunakan untuk menampung aliran air ke kanan dan kiri alur sungai pada saat debit sungai meningkat (banjir). Perencanaan tampang alur sungai pada umumnya berbentuk tampang ganda, yaitu alur sungai utama guna menampung debit dominan, ditambah bantaran di sisi kiri dan kanan sungai untuk menampung aliran air pada saat debit meningkat. Sedangkan fungsi ekologi maksudnya adalah bantaran sungai pada dasarnya merupakan habitat dari tumbuhantumbuhan yang ada di tepi sungai (vegetasi riparian). Nutrisi yang terbawa aliran akan tertahan oleh vegetasi lalu diendapkan. Dengan demikian, daerah riparian umumnya menjadi tempat yang subur. Disamping itu vegetasi riparian juga mampu Garis Sempadan
menyediakan berbagai sumber makanan bagi satwa seperti berbagai jenis ikan, serangga, maupun mamalia terbang. Vegetasi di bantaran sungai juga berperan sebagai penyerap berbagai bentuk polutan serta mampu mengendalikan iklim mikro yang erat kaitannya dengan kenyamanan lingkungan hidup.
Memberdayakan Masyarakat Menata Bantaran Sungai Pertambahan jumlah penduduk yang sangat pesat, terutama di kota-kota besar, menyebabkan sulit dikontrolnya perkembangan permukiman di bantaran sungai. Berbagai alasan menyebabnya berkembangnya permukiman di bantaran sungai. Misalnya, tanah yang subur, harga tanah yang relatif murah hingga penegakkan aturan yang kurang konsisten. Garis Sempadan
Tepi Jagaan
Muka Air Banjir
Muka Air Normal
Daerah Sempadah
Tanggul
Bantaran
Palung Sungai
Bantaran
Daerah Manfaat Sungai Daerah Penguasaan Sungai
Jarak ideal Garis Sempadan pada Sungai
Tanggul
Daerah Sempadah
Keberadaan permukiman di bantaran sungai menyebabkan berbagai permasalahan terhadap sungai, antara lain: merusak fungsi bantaran, menurunkan kapasitas alur sungai sehingga mudah meluap jika aliran meningkat, mengganggu ekologi dan keindahan, serta adanya kemungkinan polusi maupun bahaya bagi penduduk yang tinggal di bantaran sungai. Namun, penataan bantaran sungai merupakan suatu hal yang pelik karena menyangkut masyarakat yang cukup banyak. Pembebasan bantaran berarti penggusuran para penghuninya. Oleh karena itu, perlu dicarikan suatu hunian pengganti. Pemindahan penduduk bantaran sungai Bengawan Solo ke komplek Perumahan Solo Elok, Pucang Mojo, Jebres, Surakarta merupakan suatu contoh keberhasilan Pemerintah Kota Solo di era kepemimpinan Walikota Joko Widodo membebaskan hunian liar di bantaran sungai Bengawan Solo. Permasalahan baru juga bisa muncul setelah bantaran berhasil dibebaskan. Apa yang bisa dilakukan di bantaran sungai tersebut? Apabila dibiarkan saja, maka akan berisiko menimbulkan hal-hal yang merugikan mulai dari lahan yang tak terurus hingga
kemungkinan akan kembali maraknya hunian liar. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan penataan bantaran sungai. Setelah tertata, maka pertanyaan selanjutnya adalah mengenai pemeliharaan bantaran sungai. Pekerjaan pemeliharaan harus bersifat berkelanjutan. Tidak mungkin menggantungkan sepenuhnya dari anggaran Pemerintah. Masyarakat pun sebaiknya dilibatkan dan diberdayakan. Namun, agar masyarakat tertarik dan mau terlibat, maka obyek tersebut harus menarik dan menguntungkan bagi masyarakat. Bagaimana agar bantaran sungai menarik dan menguntungkan? Pertama-tama, sebaiknya masyarakat harus diajak untuk menyadari bahwa bantaran sungai adalah sesuatu yang menarik dan mungkin dapat dijadikan obyek komoditas menguntungkan yang dapat digunakan sebagai sumber pendapatan untuk biaya pemeliharaan. Perlu ada pemahaman di tengah masyarakat bahwa tepian sungai bisa menjadi tempat yang indah. Paradigma inilah yang dipakai sebagai dasar konsep “waterfront city” yang dicetuskan oleh pemikiran seorang visioner
tata kota Amerika Serikat yang bernama James Rouse pada tahun 1970-an. Konsep ini pada waktu tersebut berhasil mengubah kota-kota pelabuhan di Amerika yang kumuh menjadi indah dan menarik. Secara topografi, daerah bantaran merupakan tanah yang rendah dan landai yang bertemu dengan tepian air yang sering terjadi erosi dan sedimentasi. Secara hidrologi, daerah tersebut merupakan daerah pasang surut yang akan tergenang pada periode tertentu. Dalam pandangan sosial, ekonomi, dan budaya, daerah ini mempunyai potensi dan keunggulan lokasi yang dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi. Masyarakat dapat mempunyai kegiatan sosial ekonomi yang berorientasi ke darat dan air. Dengan demikian, bantaran dapat difungsikan sebagai arena yang bermanfaat bagi masyarakat dan mempunyai nilai ekonomis tinggi, misalnya: area parkir, taman rekreasi, arena permainan, arena olah-raga dan lain-lain. Dengan begitu diharapkan masyarakat menikmati manfaat bantaran yang akan menimbulkan rasa memiliki, sehingga dengan senang hati akan memelihara dan mencegah timbulnya kembali hunian liar.
Potongan Potongan eksiting eksiting
Potongan Potongan Normalisasi Normalisasi
Future Future development development
Unit Unit && Jalan Jalan
Komersial/ Komersial/ R.Komunal R.Komunal
Hunian Hunian Penggati Penggati
Komersial/ R.Komunal
Jalan Jalan inspeksi inspeksi
Sungai Sungai
Jalan Jalan inspeksi inspeksi
Komersial/ R.Komunal
Hunian Penggati Penggati Hunian
Unit Unit & Jalan Jalan &
Penataan bantaran sungai
LITBANG - EDISI I TAHUN 2015 19
Penataan Bantaran Sungai Bengawan Solo Salah satu contoh kasus penataan bantaran sungai yang berhasil adalah di kota Solo. Seperti halnya sungai-sungai yang membelah kota, bantaran sungai Bengawan Solo juga tadinya mempunyai banyak hunian liar. Sudah sedemikian lamanya hunian itu ada. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya bangunan permanen
1
di tempat tersebut. Salah satu daerah bantaran yang padat penduduknya yaitu Kampung Pucang Sawit. Akhirnya, Balai Sungai, melalui kegiatan River Area Management, membuat proyek percontohan penataan bantaran sungai di kampung Pucang Sawit. Hasil dari proyek ini, Pemerintah kota Solo telah berhasil membebaskan 198 Kepala Keluarga yang tinggal di bantaran sungai Bengawan Solo
2
3 4
di kampung Pucang Sawit. Proyek pecontohan ini bertujuan untuk mengajak masyarakat menata bantaran sungai menjadi tempat yang bermanfaat bagi masyarakat, yaitu sebagai arena olah raga, taman permainan, dan lain-lain. Di tempat tersebut juga dibangun Tugu Prasasti Catatan Tinggi Banjir tahun 1966.
Penataan Bantaran Sungai di Kota-kota Lain Di Indonesia, banyak kota-kota besar yang terletak di tepian sungai. Permukiman di bantaran sungai tentunya juga menjadi suatu permasalahan yang penting. Kesadaran tentang kebersihan dan keindahan sudah mulai tumbuh di hati masyarakat. Kesadaran ini dapat dimanfaatkan untuk memberdayakan masyarakat menata bantaran. Jika rasa memiliki sudah timbul di hati masyarakat, maka kesadaran untuk memelihara aset keindahan bantaran sungai tidak sulit untuk dimunculkan. Sungai yang bersih dan tertata rapi akan menjadikan lingkungan terlihat indah. * Staf Bagian Perencanaan dan Evaluasi, Sekretariat Badan Litbang.
1
5
6
7 sumber foto-foto: istimewa
20 DINAMIKA RISET - LITBANG
2
Penataan taman yang memanfaatkan bantaran sungai di Kampung Pucang Sawit, Solo.
3
Keadaan Kali Pepe pasca penataan hunian perumahan liar, Solo.
4
Turap atau retaining wall, yang diterapkan pada bantaran Sungai Musi, Palembang.
5
Penataan perumahan yang diatur menghadap ke sungai Code, Yogyakarta.
6
Suasana siring atau tepi sungai Martapura di Kota Banjarmasin.
7
Bantaran sugai Mahakam yang dimanfaatkan menjadi taman kota Tenggarong, Kutai Kartanegara
Desak Putu Damayanti*
R
1
2
3
umah panjang bagi masyarakat Dayak Iban, merupakan sarana penting untuk menjalani kehidupan bermasyarakat hingga mempertahankan adat istiadat yang dihormati secara turun temurun. Keberadaannya kini masih dapat ditemui di Desa Ensaid Panjang, Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat. Selain bangunan rumah betang, dahulu terdapat pula bangunan pendukung di sekitar rumah Betang, seperti lumbung padi, terdapat pula rumah non vernakular yang di sekitar rumah
sumber foto: istimewa
Betang. Pola permukiman rumah Betang umumnya berdampingan dengan kebun serta sungai sebagai sumber air bersih. Hal ini merupakan indikasi tentang eratnya ketergantungan masyarakat Dayak Iban terhadap hasil alam. Pada umummya rumah betang dihuni oleh satu keluarga besar yang terdiri dari beberapa kepala keluarga (lebih kurang 30 kepala keluarga). Bentuk dari rumah Betang Ensaid Panjang ini yaitu horizontal memanjang dengan jumlah bilik mencapai 27 buah bilik yang saling bergandengan
4
1
Perkebunanan Masyarakat
2
Rumah Betang Ensaid Panjang
3
Lumbung
4
Sungai Lokasi Rumah Bentah Ensaid Panjang.
LITBANG - EDISI I TAHUN 2015 21
antara satu dan yang lainnya. Orientasi bangunan rumah Betang di Desa Ensaid Panjang adalah ke arah Timur atau matahari terbit yang menurut Suku Dayak Desa matahari terbit memiliki arti kehidupan dan sebaliknya, matahari terbenam berarti kematian Rumah Betang Ensaid Panjang yang memiliki panjang lebih kurang 115.14 m ini didominasi oleh material kayu jengger dan kayu bulat. Jumlah pintu masuk ke rumah betang yatu 8 buah dengan tangga yang memiliki tanju, tidak terdapat bukaan seperti jendela pada tampak depan rumah Betang Ensaid Panjang. Analogi bentuk dari rumah Betang Ensaid Panjang berasal dari pohon yaitu adanya kepala, badan, kaki. Hal ini dikarenakan rumah Betang Ensaid Panjang yang selalu tumbuh dan dipenuhi oleh kehidupan. Kepala itu dimaknai dengan dedaunan dari pohon yang lebih tinggi, badan rumah betang dimaknai dengan batang/dahan pohon yang menjadi tempat penghubung, kaki rumah betang dimaknai dengan akar pohon yang kuat. Konsep rumah Betang ini memperkuat kesatuan kehidupan
matahari terbit
matahari terbenam Orientasi Arah Bangunan Rumah Betang
Kepala Badan Kaki Filosofi Bentuk Bangunan Betang di Ensaid Panjang
masyarakat di dalamnya. Kebiasaan sistem kerja “beduruk” dan “besaup” (gotong royong) lebih mudah dimusyawarahkan dan dilaksanakan. Di samping itu terdapat kebiasaan berbagi rezeki hasil buruan. Apabila ada warga yang berhasil menangkap babi hutan atau rusa, maka keluarga
Denah Rumah Betang Ensaid Panjang. 22 DINAMIKA RISET - LITBANG
lain dalam lingkungan rumah panjang akan menerima bagian sesuai dengan adat istiadat yang berlaku. Keadaan dan suasanan tersebut memudahkan setiap warga masyarakat mengenal satu sama lain secara lebih terbuka dan dekat, bergaul secara harmonis dan mengurangi kecemburuan
sosial. Sistem kehidupan atersebut sangat erat kaitannya dengan konsep rumah Betang yang ditempatinya. Hidup berdekatan dalam komunitas yang besar di bawah satu naungan rumah Betang, membuat ikatan saling ketergantungan menjadi erat satu dengan lainnya. Tidak ada satu pun kebudayaan daerah yang mampu mengisolasikan diri dari kebudayaan yang datang dari
luar, termasuk pula kebudayaan masyarakat Dayak Iban terkait keberadaan rumah Betang Ensaid Panjang. Pergeseran pola penghunian dari rumah Betang ke rumah tunggal, secara tidak langsung ikut menggerus banyak unsur budaya. Perbedaan masingmasing rumah tunggal makin mengurangi nilai keakraban komunitas selayaknya yang terjadi di rumah Betang. Pola permukiman rumah tunggal mungkin memang lebih
memberikan kebebasan terhadap individunya, namun lebih banyak menghambat hubungan antar keluarga. Nilai privasi yang lebih tinggi pada rumah tunggal merupakan penghalang utama dalam mempertahankan keakraban selayaknya yang terjadi di rumah Betang Ensaid Panjang.
* Peneliti Balai PTPT Denpasar, Puslitbang Perumahan dan Permukiman
Tampak Depan Rumah Betang
“Pada umumnya rumah betang dihuni oleh satu keluarga besar terdiri dari 30 kepala keluarga”
Perspektif Rumah Betang.
sumber foto: istimewa
LITBANG - EDISI I TAHUN 2015 23
Eko W. Irianto*, Widya Sudjianto*, Januar*, dan A. Koswara
a
b
Prototipe pengelolaan air gambut untuk penyediaan air baku yang bersih dari gambut di kawasan perbatasan: (a) IPA Gambut kapasitas 0,5 l/s; (b) Perbandingan air baku gambut dan air hasil pengolahan
sumber foto: dokumen penulis
K
awasan perbatasan, batas territorial Republik Indonesia dengan negara lain, memiliki nilai strategis dalam mendukung pembangunan dan ketahanan nasional agar tidak terjadi kesenjangan kesejahteraan dengan kawasan yang berada di negara tetangga. Namun demikian, pada saat ini masih terdapat penduduk di kawasan perbatasan yang mengalami kesulitan mendapatkan air bersih yang layak, karena kondisi air baku di daerah tersebut bergambut. Hal ini dapat diamati antara lain di provinsi Kalimantan Barat.
dari gambut di kawasan tersebut. Prototipe ini merupakan pengembangan dari penelitian pengolahan air gambut menjadi air bersih secara komunal yang telah dilakukan sebelumnya. Prototipe berlokasi di Dusun Sebuluh, Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat dengan luas lahan 30 m2. Prototipe Instalasi Pengolahan Air Gambut (IPA) yang berkapasitas 0,5 l/s ini mampu melayani 72 Kepala Keluarga (±360 orang) dengan menggunakan proses fisika-kimia dan filtrasi.
Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, Balai Lingkungan Keairan, Puslitbang Sumber Daya Air berpartisipasi untuk membuat prototipe untuk penyediaan air baku yang bersih
Pembangunan prototipe IPA dimulai dengan melaksanakan survei ketersediaan air baku dan penduduk yang akan dilayani. Pelaksanaannya dibantu oleh Dinas Sumber Daya Air dan
24 DINAMIKA RISET - LITBANG
Bina Marga Kabupaten Sambas. Sosialisasi kepada masyarakat untuk pembangunan, langkah operasi serta pemeliharaan dilakukan setelah mendapatkan kepastian lokasi prototipe IPA dengan bantuan jajaran Muspika setempat. Pembangunan prototipe IPA juga melibatkan masyarakat setempat, agar terjadi proses transfer of knowledge atau perpindahan pengetahuan. Hasil pengujian prototipe menunjukkan bahwa IPA Gambut dapat memperbaiki kualitas air, diantaranya: warna dari 74 PtCo menjadi 0,4 PtCo; zat organik dari 56 mg/L menjadi 9,2 mg/L KMnO4. Keunggulan utama prototipe IPA ini antara lain ada empat hal. Pertama, dapat dibongkar pasang/knock down, kuat dan
sumber foto: Dokumen Penulis
Proses pembangunan prototipe IPA: (a) Pembersihan dan pematokan; (b) perbaikan intake air gambut; (c) pembuatan ground reservoir; (d) Modul paket IPA Gambut 0,5 l/s
Pelaksanaan sosialisasi sekaligus pelatihan untuk pengoperasian dan pemeliharaan prototipe IPA Gambut kapasitas 0,5 l/s kepada masyarakat penerima
sumber foto: dokumen penulis
mudah dalam pengoperasian. Kedua, instalasi bersifat modular dari bahan fiber sehingga mudah dalam pengangkutan. Ketiga, menggunakan proses konvensional pengolahan air (fisika-kimia dan filtrasi) sehingga mudah dalam operasi dan pemeliharaan. Keempat,
media proses dan penyaring bisa menggunakan material lokal dan dapat dioperasikan dengan tenaga lokal. Untuk keberlanjutan pengelolaan instalasi pengolahan air, Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Kabupaten Sambas akan
bekerjasama dengan tim kegiatan untuk melaksanakan supervisi, pemantauan dan pengembangan untuk wilayah lainnya yang membutuhkan. *Tim Kegiatan Perbatasan Balai Lingkungan Keairan, Puslitbang Sumber Daya Air LITBANG - EDISI I TAHUN 2015 25
Gede Budi Suprayoga dan Nicholas*
sumber foto: istimewa
S
alah satu bangunan perlengkapan jalan adalah tempat istirahat. Tempat istirahat dipergunakan sebagai lokasi pemberhentian sementara kendaraan dengan tujuan meningkatkan keselamatan dan kenyamanan berkendara, pengurangan jam mengemudi berlebih, serta pengaturan jadwal kendaraan angkut. Tempat istirahat umumnya melayani kendaraan yang bergerak secara jarak jauh antara 70-80 km atau dengan waktu tempuh antara 1-2 jam pada jalan arteri primer. Penempatan tempat istirahat disesuaikan dengan karakteristik pergerakan (tujuan perjalanan) dan lama perjalanan dalam mencapai pusat-pusat kegiatan, sehingga mampu memulihkan kondisi fisik pengendara. Dalam perkembangan selanjutnya, tempat istirahat tidak hanya untuk beristirahat, melainkan pula sebagai pusat informasi, rekreasi, dan pengembangan bisnis lokal. 26 DINAMIKA RISET - LITBANG
Dengan kelengkapan fasilitas yang disediakan, fungsi tempat istirahat dapat berkembang sedemikian rupa. Jepang memperkenalkan konsep tempat istirahat dengan tiga fungsi yang disebut dengan Michi-no-Eki. Fungsi pertama adalah sebagai tempat istirahat yang menyediakan layanan toilet dan parkir selama 24 jam. Fungsi kedua adalah pusat diseminasi informasi yang disesuaikan dengan kebutuhan wilayah sepanjang jalan yang dilayani. Fungsi ketiga adalah pusat inkubasi bisnis bagi warga lokal yang juga melayani warga lokal yang memasarkan produkproduknya. Melalui kerja sama, konsep Michino-Eki tengah dikembangkan bersama antara Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Jalan dan Jembatan dengan National Institute for Land, Infrastructure, and
Management (NILIM), Jepang, dengan menyesuaikan konteks pengembangan dan inventarisasi kebutuhan pengembangan tempat istirahat di Indonesia. Sejak tahun 2014, Puslitbang Jalan dan Jembatan telah memulai kerja sama ini serta melakukan pertukaran informasi dalam rangka menyiapkan prototipe dan pedoman perancangan Anjungan Pelayanan Jalan. Adaptasi atas konsep Michi-no-Eki diharapkan dapat mendukung konektivitas jaringan jalan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara dengan aktivitas utama pariwisata, peternakan dan perikanan. Tempat Istirahat Sebagai Perlengkapan Jalan
Tempat istirahat berkembang menjadi dua jenis dengan karakteristik yang berbeda. Pertama, tempat istirahat komersil yang disediakan oleh
pengembang swasta dengan pengusahaan secara privat pada jalan-jalan arteri primer yang dari sisi komersial menjanjikan. Tempat istirahat jenis ini umumnya disediakan dengan kelengkapan fasilitas yang lebih ragam guna menarik pengunjung. Fasilitas yang disediakan antara lain: pompa pengisian bahan bakar, pusat informasi, restoran, dan penginapan. Kedua, tempat istirahat publik yang disediakan oleh pemerintah pada jalan-jalan yang secara komersial tidak menguntungkan dengan tujuan meningkatkan keselamatan pengguna jalan dan pemberian informasi publik. Pembangunan tempat istirahat publik memang masih terbatas dalam jumlah, namun dapat muncul dengan fungsi-fungsi yang lebih spesifik, seperti tempat istirahat keselamatan (safety rest areas), tempat parkir, dan lokasi penikmatan pemandangan (viewpoints).
dapat dikembangkan lebih jauh. Anjungan Pelayanan Jalan memberikan sebuah model pengembangan tempat istirahat publik yang berfungsi sebagai tempat istirahat sekaligus pusat informasi, inkubasi bisnis lokal, dan pos pemeliharaan jalan. Tempat istirahat tidak hanya menciptakan kenyamanan dan keselamatan berkendara, melainkan pula membina hubungan antara pengguna jalan dan komunitas di sekitarnya melalui pusat informasi, interaksi bisnis, dan pariwisata. Anjungan Pelayanan Jalan: Inspirasi dari Michi-no-Eki.
Anjungan Pelayanan Jalan menekankan pada fungsi pelayanan bagi pengguna kendaraan, sekaligus pusat pertumbuhan wilayah. Model ini mengambil inspirasi dari konsep Michi-no-Eki di Jepang. Jepang memulai konsep ini dengan
Saat ini di dunia, telah terjadi REST AREA perubahan paradigma atas pembangunan jalan. Sejumlah konsep dikembangkan dengan maksud menyeimbangkan INFORMATION kepentingan mobilitas dengan PROVISION sosial ekonomi dan budaya lokal, serta perlindungan lingkungan. Eropa mengembangkan visi baru 2040 dengan sebutan New Road Construction Concept (NC2R) tujuan untuk memberikan ruang dengan target menyediakan beristirahat bagi pengguna jalan yang andal, berkelanjutan, jalan pada tahun 1992. Konsep aman, selamat, dan pintar, ini sekaligus mendorong serta humanis. Tempat istirahat pertumbuhan ekonomi wilayah menjadi sarana perlengkapan dan pelayanan sosial. Konsep jalan yang dibutuhkan pada Michi-no-Eki telah berkembang ke lokasi-lokasi tertentu dengan berbagai negara. Dengan bantuan fungsi yang dikembangkan untuk dari Bank Dunia, Kenya telah mendukung visi tersebut. membangun sejumlah stasiun jalan dengan konsep Michi-noDi Indonesia sejumlah ruas jalan Eki untuk melayani diseminasi arteri primer dengan pergerakan informasi bagi pengguna jalan angkutan logistik yang tinggi yang sebagian besar pengemudi maupun daerah-daerah destinasi angkutan logistik. Pengembangan wisata membutuhkan tempat konsep ini pun muncul di Korea istirahat dengan fungsi yang Selatan, Thailand, dan Meksiko.
Michi-no-Eki
Michi-no-Eki secara efektif mengurangi kecelakaan lalu lintas di Jepang dan merupakan bagian dari strategi pengurangan fatalitas kecelakaan. Michi-noEki sekaligus menjadi sarana penyampaian edukasi keselamatan jalan dengan menyediakan pusat-pusat informasi. Fasilitas ini potensial diterapkan pada kondisi jalan arteri primer dengan percampuran antara kendaraan berkecepatan tinggi dan rendah, rute perjalanan kendaraan yang biasanya dilalui kendaraan dengan jarak tempuh yang jauh, kondisi jalan yang sulit yang membutuhkan frekuensi istirahat yang sering dan sebagai lokasi pemeriksaan kendaraan, serta kondisi jalan dengan situasi rawan bencana maupun rawan kecelakaan. Parkir dan toilet 24 jam adalah dua fasilitas utama yang disediakan, ditambahkan dengan restoran, lokasi penjualan produk lokal, maupun pusat informasi pariwisata dan kebudayaan. Konsep dasar Michi-no-Eki tergolong unik. Michi-noEki memberikan peluang interaksi ekonomi dan sosial antara masyarakat lokal dengan pengguna jalan melalui fasilitas pinggir jalan, serta mendorong pertukaran informasi antara pengguna jalan maupun pengguna dengan masyarakat lokal. Konsep ini pun sangat potensial untuk dikembangkan di Eropa untuk menciptakan pusat-pusat ekonomi yang berbasis pada komunitas perdesaan. Michi-no-Eki saat ini telah berkembang menjadi pusat komunitas karena menyediakan pelayanan publik, seperti layanan kesehatan, aktivitas pendidikan, dan kebudayaan. Anjungan Pelayanan Jalan yang merupakan adaptasi Michi-noEki mengambil dua peran penting dalam pembangunan LITBANG - EDISI I TAHUN 2015 27
Anjungan istirahat pengendara atau “Rest Area” pada jalur tol luar kota di Indonesia.
jalan di Indonesia. Pertama, sebagai penggerak ekonomi wilayah yang berbasis komunitas (community driven development) pada lokasi-lokasi potensial, terutama yang memiliki aktivitas utama pariwisata dan perkebunan. Contohnya adalah pada sepanjang jalan di Bali, Sulawesi Selatan, dan Manggarai Barat, dengan keunggulan daya tarik wisatanya. Fungsi yang ditonjolkan adalah tempat istirahat yang dilengkapi dengan pusat informasi daya tarik wisata dan pusat penjualan cinderamata maupun produk lokal oleh komunitas. Kedua, sebagai tempat istirahat yang sekaligus menjadi pos pemeliharaan jalan dan pusat pertukaran informasi keselamatan jalan bagi penyelenggara jalan baik di pusat maupun daerah. Prospek Penelitian dan Pengembangan
Puslitbang Jalan dan Jembatan telah mengembangkan konsep Anjungan Pelayanan Jalan sejak tahun 2014 sebagai bentuk dukungan terhadap konektivitas jalan di Bali - Nusa Tenggara dengan aktivitas utama pariwisata, peternakan, dan perikanan. Kerja sama dengan NILIM membuahkan kesepakatan untuk penelitian bersama mengenai 28 DINAMIKA RISET - LITBANG
pemetaan potensi penerapan dan pengembangan prototipe. Pada tahun tersebut, konsep ini diperkenalkan pada Balai Pelaksanaan Jalan Nasional VIII dan telah dilakukan identifikasi lokasi potensial pembangunannya. Dengan tingkat fatalitas kecelakaan yang tinggi, Anjungan Pelayanan Jalan dapat menjadi alat pencegahan kelelahan pengendara pada ruas-ruas jalan dengan kerawanan kecelakaan yang tinggi. Pengembangan Anjungan Pelayanan Jalan juga telah didukung oleh data mengenai lalu lintas, antara lain kecepatan rata-rata, volume rata-rata lalu lintas tahunan (VRLT), dan kondisi geometrik jalan pada ruas jalan nasional yang diteliti pada tiga provinsi di Bali dan Nusa Tenggara. Sejumlah aspek pengembangan lainnya pun telah dilakukan penelitiannya. Penelitian meliputi karakteristik mobilitas pengguna jalan pada wilayah Bali-Nusa Tenggara, meliputi: durasi berkendara, jarak perjalanan, frekuensi berhenti, dan durasi wakti berhenti. Preferensi kesediaan membayar (willingness to pay) terhadap produk-produk lokal yang disediakan oleh
sumber foto: istimewa
komunitas lokal juga telah diidentifikasi. Sejumlah fasilitas yang perlu dikembangkan berdasarkan permintaan pengguna jalan potensial juga didefinisikan melalui kajian persepsi pengguna. Keterlibatan Puslitbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan membantu dalam mengkaji kesiapan masyarakat dan penetapan lokasi berdasarkan aspirasi lokal. Puslitbang Jalan dan Jembatan menyadari pentingnya sejumlah pertimbangan dalam pengembangannya yang tidak hanya meliputi masalah teknis, seperti kondisi jaringan jalan. Rencana tata ruang, kesiapan masyarakat dan pemerintah daerah, dan pemahaman atas kebutuhan masyarakat lokal akan menjadi faktor yang berperan penting dalam pengembangannya. Pemanfaatan secara lokal pun memperhatikan penguatan potensi ekonomi. Oleh karena itu, kerja sama dengan pihak pemerintah daerah, unit teknis pelaksana jalan nasional, serta masyarakat lokal sangat dibutuhkan.
*Peneliti Balai Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan, Puslitbang Jalan dan Jembatan
PANGAN KUAT, AIR HEMAT
Retta Ida Lumongga*
sumber foto: M. Harsya Pambudi
K
etahanan pangan adalah isu yang sangat penting bagi bangsa Indonesia dan masih menjadi pekerjaan rumah pembangunan nasional. Hal ini tertulis jelas dalam Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010 – 2014. Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat memerlukan penyediaan bahan pangan dan jumlah yang besar. Sementara, pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang tidak bisa digantikan dengan bahan lain.
dengan peran dan sumber daya yang dimilikinya. Pemerintah bertanggung jawab menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan, sedangkan masyarakat berperan menyelenggarakan produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi dan konsumen.
adalah pemanfaatan sistem ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pertanian mulai dari hulu (penelitian tinggi dan strategis) sampai hilir (pengkajian teknologi spesifik lokasi dan diseminasi penelitian kepada petani) yang belum terbangun secara baik.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan mengamanatkan pembangunan pangan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, dimana pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan.
Namun penyediaan bahan pangan ini memiliki beberapa tantangan, baik dari faktor eksternal maupun faktor internal. Beberapa tantangan dan faktor eksternal antara lain perubahan iklim global, kompetisi pemanfaatan sumber daya lahan dan air untuk kegiatan pertanian dan non pertanian, serta degradasi lingkungan yang menurunkan kapasitas produksi pangan nasional.
Salah satu prioritas ketahanan pangan yang menjadi program pemerintah adalah memenuhi kebutuhan beras nasional. Dalam mewujudkan hal tersebut, salah satu upaya yang dapat dikembangkan adalah sistem bertanam padi yang membutuhkan lebih sedikit air dibandingkan sistem konvensional. Irigasi hemat air (atau disebut juga dengan istilah irigasi tetes) pada budidaya padi ini disebut dengan metode System of Rice Intensification atau yang dikenal sebagai SRI.
Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab sesuai
Sementara tantangan internal dalam sektor pertanian pangan nasional sendiri diantaranya
Dikenalkan pertama kali oleh Fr. Henry de Laulanie, sistem ini disosialisasikan ke Indonesia LITBANG - EDISI I TAHUN 2015 29
pada tahun 1997 oleh Norman Uphoff dan menjadi awal baru dalam budidaya pertanaman padi di Indonesia. Metode SRI memperkenalkan penggunaan pupuk organik dan pertanian padi yang menggunakan lebih sedikit air dibandingkan sistem konvensional. Kementerian Pekerjaan Umum maupun Kementerian Pertanian melalui direktorat teknis dan badan litbang melakukan pengenalan metode SRI atau PTT (Pertanaman Pola Terpadu) pada Unit Pelaksana Teknis (UPT)/ Balai. Pengenalan bercocok tanam secara hemat air dengan menggunakan metode SRI juga dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (seperti Aliksa) dan perusahaan swasta (seperti Medco). Adanya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Tugas Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat dijadikan penyatuan program untuk percepatan sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Dengan adanya perubahan perundangan sub-bidang Sumber Daya Air dan Pertanian, terjadi limpahan tugas, pokok, dan fungsi sehingga perlu pembekalan aparat/sumber daya manusia dengan materi bidang sumber daya air (khususnya tentang irigasi hemat air) serta penyiapan masyarakat sesuai dengan kondisi
sosial-ekonomi masyarakat agar kegiatan dapat berjalan dengan sempurna.
Wilayah Sungai Jawa Barat dan Jawa Timur, dan kelompok tani setempat.
Air merupakan faktor penting untuk menunjang swasembada pangan, dan dengan sistem SRI yang dapat dilakukan dengan pengairan terputus, bibit muda, dan pupuk organik, diharapkan dapat menambah produksi beras nasional yang akan mendukung program ketahanan pangan nasional. Permasalahannya, selama ini produksi padi dipengaruhi pola pemberian air di lahan sawah sehingga diperlukan perubahan pola pikir petani untuk bertani dengan sedikit air. Hal ini terlihat dalam uji coba penggunaan konsep pedoman metode SRI.
Sedangkan metode analisis yang digunakan dalam ujicoba adalah Analisis Strength, Weakness, Opportunity, and Threats (SWOT), yang diterapkan untuk analisis faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi pelaksanaan uji coba tersebut. Penilaian uji coba dilakukan dengan pengujian reliabilitas (konsistensi), aplikabilitas (penerapan), kemudahan penerapan, efisiensi dan efektivitas. Penelitian ini merupakan penelitian multidisiplin, bisa dimasukkan dalam kategori riset yang menekankan partisipasi dan aksi nyata dalam masyarakat dan dapat mempengaruhi kebijakan.
Untuk mendukung pengembangan SRI, maka dikonsepkan model dalam konsep pedoman penggunaan air irigasi secara hemat pada tahun 2010. Konsep ini kemudian diujicobakan di daerah Jawa Barat dan Jawa Timur, yaitu di desa Tamiyang, Kecamatan Kroya Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dan desa Puncang Limo, Kecamatan Bandar Kedung Mulya, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Sumber data dalam ujicoba ini adalah aparat dinas, petani, pemuka masyarakat, serta berbagai dokumen instansi dinas pertanian pengairan Jawa Barat serta Jawa Timur, dan juga Balai
Hasil penelitian mendapatkan bahwa petani tidak bisa menerapkan metode SRI di sawah karena kendala dalam pengaturan air, pembuangan yang buruk, dan petani belum berpengalaman menanam bibit berumur 7 –10 hari (tanam bibit muda). Kesimpulannya, implementasi SRI memerlukan rekayasa sosial, dimana sasarannya adalah pemilik tanah, penggarap, dan pemangku kepentingan lainnya. “Rekayasa Sosial” atau perubahan sosial adalah sebuah kiat dan strategi mengubah masyarakat sekitar. Apabila ingin melakukan rekayasa sosial, kita harus Dari Kiri: 1. Menanam Bawang dengan teknik Irigasi tetes 2. Proses pemilihan bibit unggul padi
sumber foto-foto: Istimewa
30 DINAMIKA RISET - LITBANG
Tabel 1. Matrik SWOT Uji Model Penggunaan Air Irigasi Secara Hemat.
mengampanyekan perubahan yang diingankan secara besarbesaran di media massa atau melalui jalur pendidikan sehingga muncul kepribadian yang baru yang mencapai perubahan yang diinginkan. Untuk mengubah pola pikir petani untuk bertani dengan sedikit air, yang sejalan dengan upaya menjawab tantangan dalam kebijakan ketahanan pangan, maka dilakukan sosialisasi dan pendampingan kepada masyarakat dalam uji coba konsep pedoman. Ketersediaan lumbung beras nasional dan pelestarian alam menjadi kebijakan pemerintah, ditindaklanjuti oleh Menteri yang terkait dengan membuat gerakan sesuai dengan kewenangannya.
Kementerian Pertanian mempersiapkan budidaya tanaman padi dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mempersiapkan jaringan irigasi. Kementerian PU selain melakukan peningkatan jaringan juga melakukan pelatihan tentang efisiensi irigasi dengan metode SRI, bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengajarkan budidaya padi SRI organik, untuk kemudian selanjutnya petani secara mandiri melaksanakan di lahannya masing-masing. Disimpulkan, uji model dapat dilaksanakan namun menemui beberapa kendala baik dari pemangku kepentingan maupun dari keterbatasan waktu. Dari sisi kebijakan, ini merupakan
upaya menjawab tantangan iptek dengan mendorong perubahan pola pikir petani untuk bertani dengan sedikit air. Dalam implementasinya, ada kendala dari pengaturan air dan pembagian tugas antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten yang belum bisa terbangun secara baik sepenuhnya. Maka dari itu, efisiensi sistem iptek pertanian ini perlu didukung oleh sistem pendidikan pertanian yang mampu menghasilkan peneliti yang berkemampuan (competent) dan produktif (credible). Juga perlu dibangun kembali sistem penyuluhan petani yang lebih efektif dan efisien. * Peneliti, Sekretariat Balitbang PUPR.. LITBANG - EDISI I TAHUN 2015 31
HUNIAN “PENGHASIL”
MASYARAKAT
P
ertama kali seseorang mengenal ‘ruang’ adalah pada saat ia berada di lingkungan hunian awalnya, tempat kelahirannya. Namun tidak menutup kemungkinan ‘ruang’ yang dikenalinya bukan tempat kelahirannya, melainkan tempat ia menghabiskan masa kecilnya. Kemudian, ia dan keluarganya berkegiatan di dalamnya. Membuat ruang tersebut menjadi wadah bagi aktifitas kehidupan mereka seharihari. Kim Dovey (1999) merujuk pada Bourdieu memperkenalkan ruang tersebut dengan sebutan Habitus. Dalam perjalanan waktu, kegiatan mereka menjadi kebiasaan rutin yang dilakukan setiap hari. Disini, habitus pada akhirnya membentuk habit (kebiasaan) dan habitus berubah menjadi habitat. Setelah mengenal habitat-nya masingmasing, maka kemudian mereka mulai dapat merasakan arti hunian bagi hidup mereka. Baik secara fisik, psikologis, sosial, ekonomi maupun biologis. Menurut Dovey (1999:140), hunian merupakan suatu media untuk membentuk dan merefleksikan identitas sosial 32 DINAMIKA RISET - LITBANG
seseorang dalam komunitasnya. Bagi Saunders dan William (1988), hunian punya peran penting dalam reproduksi kehidupan sosial. Mereka menggunakan metafor untuk menerangkan hal tersebut. Dan menyebut hunian sebagai a social factory, the ‘engine room’ of society (ruang mesin penghasil masyarakat). Karena hunian merupakan wadah bagi kehidupan ‘keluarga’. Dan ‘keluarga’ merupakan unit sosial terkecil dalam masyarakat. Bentuk tipikal dari ‘keluarga’, yaitu dua orang tua (ibu-bapak) dan anak-anak mereka, pada dasarnya tidaklah selalu sama (universal), seperti yang biasa kita lihat. Tetapi hunian dan lingkungannya menyimbolkan kekuatan dari aspirasi mereka. Selain itu, berdasarkan pengertian tentang hunian sebagai ‘mesin sosial’ tersebut di atas, kemudian Dovey melakukan studi tentang ruang-ruang domestik yang terdapat dalam hunian. Dan ia menemukan adanya ruang-ruang yang berkelompok membentuk clusters of space. Cluster tersebut membentuk zonazona yang saling berhubungan.
Retno Hastijanti*
Dovey menganalisa hubungan tersebut dan menemukan adanya segmen-segmen ruang atau ruang yang terpisah-pisah. Ini didukung oleh Markus dan Cameron (2002:49) yang juga menengarai adanya segregasi dan diskriminasi dalam ruangruang domestik hunian. Pemilahmilahan ruang domestik tersebut, dimulai dengan pemberian label terhadap tiap-tiap ruang dan kemudian mengelompokkannya berdasarkan klasifikasi fungsi mereka. Menurut studi yang mereka lakukan, proses ini berbeda-beda sesuai dengan kelompok sosial-budaya penghuni dan pemakai ruang. Misalnya, adanya ruang multi fungsi pada masyarakat Jawa. Yang mewadahi kegiatan menerima tamu, makan, pertemuan keluarga, bahkan menjadi gudang bagi peralatan pertanian mereka. Bandingkan dengan rumah tinggal keluarga modern yang lebih tersegregasi. Ruang tamu, dibedakan dengan ruang makan. Ruang keluarga, merupakan ruang tersendiri. Ruang belajar pun ada sendiri. Dari label-label (nama-nama) ruang tersebut, kemudian dikelompokkan menjadi, misalnya ruang untuk
orang tua, ruang untuk anak, dan lain-lain. Diskriminasi ini menjadi lebih tajam kala mulai adanya pemisahan ruang wanita (dapur, pantry, ruang makan, ruang cuci, tempat jemur) dan ruang pria (teras, ruang tamu). Pengelompokkan ruang ini berbeda-beda pada tiap kelompok sosial-budaya tertentu.
dalam skala kota, pada akhirnya membentuk ruang-ruang bermukim di kawasan kota. Proses Clustering – segregasi/ diskriminasi - labelling pada ruangruang domestik, menjadi proses Clustering – segregasi/diskriminasi - labelling pada hunian-hunian di perkotaan. Hasilnya adalah kelompok-kelompok hunian.
Rangkaian proses Clustering – segregasi/diskriminasi - labelling pada ruang-ruang hunian, yang berorientasi ke dalam (internal), membuat ruang-ruang hunian yang tadinya sederhana menjadi sangat kompleks. Banyak ruang kegiatan yang tadinya di luar rumah, ditarik ke dalam rumah. Sehingga ruang-ruang tersebut mengalami proses domestikasi. Sebagai contoh, ruang kerja yang merupakan domestikasi ruang kantor, atau ruang belajar yang merupakan domestikasi sekolah. Sebaliknya, rangkaian proses ini juga membuat ruang-ruang hunian mengalami ekstensifikasi, sehingga dalam skala yang lebih besar, ruang hunian yang tadinya bersifat privat menjadi bersifat publik. Sebagai contoh, fasilitas salon dan spa yang merupakan ekstensifikasi ruang tidur dan kamar mandi, serta restoran yang merupakan ekstensifikasi ruang makan. Proses ekstensifikasi
Penyebab lain dari timbulnya kelompok hunian adalah karena manusia tidak bisa hidup sendiri. Selanjutnya, kelompok hunian memberi arti bagi hubungan sosial antara kelompok keluarga yang satu dengan kelompok keluarga yang lain. Dari sini, kita dapat melihat adanya hubungan yang erat antara hunian (rumah tinggal) dan kelompok hunian. Seperti keeratan hubungan antara keluarga dan masyarakat yang tidak terelakkan. Dalam konteks hubungan antara hunian dan kelompok hunian, dikembangkan pengertian tentang neighborhood. Oleh Rapoport, ini diterangkan lebih sebagai konsep sosial dan juga sebagai pola pertetanggaan. Sehingga, penjelasan tentang ini seringkali menyangkut tentang kelompok hunian, yang terletak dalam suatu cluster, dan berdasarkan pada kesamaan kepentingan (commonality of interests).
Masyarakat yang homogen
Proses clustering akhirnya menghasilkan tatanan hunian yang terbentuk berdasarkan perilaku penghuninya. Tatanan ini diatur oleh berbagai macam tanda yang dimengerti dan dipatuhi oleh penghuninya. Mereka yang hidup dalam satu kelompok, biasanya punya kesamaan budaya. Juga, menjalankan bersama aturan-aturan tak tertulis, simbol dan perilaku yang telah disepakati. Mereka adalah kelompok homogen. Timbulnya “batas” untuk menekankan eksistensi keberadaan masingmasing kelompok, merupakan dampak akhir proses ini. Masyarakat yang homogen, diklasifikasi dalam tiga kategori, berdasar motivasi mereka terhadap kelompoknya. Yang pertama, motivasi terhadap suatu gaya hidup (life-style ) tertentu. Disini, kelompok hunian menyediakan batasbatas yang terjaga. Juga, fasilitas penunjang kenyamanan dalam hunian tersebut. Contohnya, hunian bagi kelompok “mapan” dengan golf club dan country clubnya. Kedua, motivasi terhadap terbentuknya suatu kelompok elite (kelompok atas). Contohnya, kelompok hunian orang-orang
Daerah Jakarta selatan yang memperlihatkan proses clustering kelompok hunian ekslusif atau homogen. Pada satu sisi terlihat hunian heterogen yang terpisah oleh fasilitas lapangan golf bagi kelompok “mapan”.
sumber foto: Google Maps
LITBANG - EDISI I TAHUN 2015 33
terjaga. Sedang kelompok pencari zona yang aman, lebih menarik bagi mereka-mereka yang saling bertetangga. Yang mencoba memperkuat serta melindungi rasa memiliki antar anggotanya. Sehingga dapat menjaga keamanan dan kualitas hidup mereka. Masyarakat yang homogen, merupakan “pagar sosial” yang mereka butuhkan. kaya dan terkenal (seperti regency); serta kelompok hunian ekskutif. Terakhir, motivasi untuk menciptakan zona keamanan (security zone). Pemicu utamanya, ketakutan terhadap tindakan dari kelompok-kelompok masyarakat dengan norma dan nilai yang berbeda. Sehingga dapat membuat ke-tidakstabilan hubungan sosial yang terjadi. Dengan mempertegas batas kelompok huniannya, para keluarga penghuni mencoba membangun dan memperkuat rasa kesatuan masyarakatnya. Dua kategori terdahulu motivasinya dipengaruhi “nafsu” berinvestasi dan mengontrol masa depan kelompok masyarakat tersebut. Dengan cara memilih desain yang memaksimalkan kehidupan internal penghuninya (kenyamanan individual/ kelompok). Dan hidup dalam lingkungan yang cenderung homogen. Keamanan fisik dan sosial dikelola dan dikontrol. Masyarakat dengan motivasi gaya hidup tertentu, menarik mereka yang menginginkan pemisahan, pelayanan pribadi, dan kenyamanan. Juga, bagi pencari kelompok homogen. Disini, lingkungannya telah dapat diperkirakan. Sehingga mereka mudah menyesuaikan diri di lingkungan tersebut. Kelompok elit, mencari masyarakat yang stabil diantara orang-orang yang punya “kesamaan”. Sehingga nilai-nilai kepemilikan lebih 34 DINAMIKA RISET - LITBANG
Masyarakat yang ber”label”
Selanjutnya, bisa disimpulkan bahwa suatu kelompok masyarakat adalah hasil dari proses clustering yang terjadi pada kawasan bermukim. Artinya, proses yang dilakukan oleh sekelompok orang yang punya kesamaan ideologi dengan memilih lingkungan dengan kualitas khusus yang sesuai. Apabila ini terjadi di kawasan perkotaan, hasilnya adalah ‘daerah kantong di kota’ (Urban Enclave). Daerah kantong yang dalam waktu bersamaan menggambarkan unjuk kekuatan antara ‘kesatuan’ disatu sisi dan ‘pemisahan’ di sisi yang lain. Kenyataannya, ada trend yang membedakan antara daerah kantong satu dengan lainnya dalam suatu lingkungan ketetanggaan, yaitu kesukuan, kebangsaan, dan sosial-ekonomi antar kelompok masyarakat. Telah disebutkan sebelumnya bahwa proses Clustering, berujung pada proses labelling atau pe-labelan ruang. Dalam konteks proses pengelompokan hunian, maka
akan dihasilkan kelompok hunian yang ber “label”. Pemberian label pada kelompok hunian, tentu disini dimaksudkan agar para kelompok masyarakat penghuninya, lebih mudah dalam mengingat “kesamaan ideologi” yang menjadi dasar pengelompokannya. Bila kemudian dirujuk pada pengertian awal bahwa, hunian adalah penghasil masyarakat, maka, kelompok hunian berlabel tersebut, akhirnya menghasilkan masyarakat yang berlabel pula. Label hunian dan label masyarakat penghuninya, merupakan suatu atribut yang menyatu menjadi identitas perorangan maupun identitas kelompok masyarakat itu. Disisi lainnya, label ini juga untuk memberitahukan kepada kelompok masyarakat yang lain, bahwa mereka adalah pemilik ruang tersebut. Masyarakat yang berlabel, hasil dari kelompok hunian yang berlabel, menjadi suatu kualitas ruang yang disebut sebagai ruang eksklusif. Dalam skala yang lebih besar, skala kota, timbulnya ruang-ruang eksklusif selalu pula menghadirkan ruang-ruang yang inklusif. Ruang ekslusif dan inklusif adalah dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Dan bila ruang eksklusif adalah milik masyarakat yang homogen, maka ruang inklusif adalah milik masyarakat yang heterogen. Dengan demikian kota akan dibagi-bagi berdasarkan
sumber foto: istimewa
pada keberadaan kelompok masyarakat yang homogen dan yang heterogen. Dan kedua kekuatan tersebut, selalu ada, walau terkadang kekuatan salah satu mendominasi yang lain. Terbentuknya ruang eksklusif dan inklusif, pada dasarnya juga mencerminkan adanya pembagian kekuasaan (power) dalam masyarakat. Kekuasaan dalam masyarakat, dibedakan sebagai bentuk kemampuan manusia (capacity) dan sebagai bentuk hubungan kemasyarakatan (relationship between people). Terbentuknya ruang eksklusif merupakan salah satu bentuk contoh bagi “kekuasaan lebih”power over, suatu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat yang lain.
ruang pelindungnya. Sementara, orang pribumi yang menjadi pembantu ataupun pekerja di hunian elite tersebut, bermukim di kampung-kampung. Kualitas lingkungan kampung, jauh berbeda. Kumuh dan kotor, adalah kualitas yang melekat pada kampung. Karenanya, ada waktu dimana kampung menjadi sumber segala penyakit di kotakota kolonial, seperti Batavia dan Soerabaia.
Terbentuknya ruang eksklusif dan inklusif, pada dasarnya juga mencerminkan adanya pembagian kekuasaan (power) dalam masyarakat.
Makin berkembangnya hunianhunian eksklusif saat ini, seiring dengan makin berkembangnya kota yang antara lain disebabkan oleh meningkatnya urbanisasi. Ditengarai bahwa berkembangnya ruang-ruang ini merupakan bagian dari trend berkembangnya daerah pinggir kota utamanya pada daerah permukimannya. Perkembangannya, juga diikuti oleh makin banyaknya fasilitas kota, yang merupakan sumber daya suatu lingkungan, yang di-privatisasi oleh kelompok tertentu. Hal ini kemudian membuat permasalahan yang terkait dengan ruang publik dan berdampak luas, sehingga akhirnya dapat mengganggu keutuhan masyarakat suatu bangsa.
Sekarang, justru tidak hanya antara hunian elite dan kampung yang tersegregasi. Bahkan antar kampung itupun telah pula membangun “benteng” fisik masing-masing. Secara alamiah, tata atur atau lay out kampung itu sebenarnya sudah merupakan ruang eksklusif bagi penghuninya. Bila ada orang asing yang masuk ke suatu kampung yang tidak dikenalnya, bisa jadi dia akan tersesat. Karena begitu banyaknya gang dan jalan tikus di dalamnya. Sekarang, diujungujung gang, tidak hanya pos ronda, tetapi sudah selalu ada pos satpam, dilengkapi portal dan pintu gerbang. Ini bisa dilihat di gang-gang sekitar kawasan kota lama di Surabaya.
Pada dasarnya, ruang-ruang eksklusif telah ada sejak jaman kolonial Belanda. Para “ndoro tuan” memiliki ruang mereka sendiri, yaitu hunian-hunian mewah bertembok tinggi dan ber-cat putih. Hunian elite itu, dikelilingi oleh ruang terbuka hijau, yang bisa berupa taman ataupun perkebunan sebagai
Beberapa kota besar di Indonesia, telah berkembang menjadi kota plural yang metropolitan atau bahkan menuju megapolitan. Seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan. Di dalamnya, cukup banyak kantong-kantong permukiman yang tersegregasi. Masyarakat, saling memberi label sosial
pada kelompok masyarakat tertentu dan diwujudkan dengan mengelompoknya mereka dalam satu area tertentu pula. Ini membuat eksklusi sosial terwujud dalam eksklusi arsitektural. Bila tidak ada peraturan kota yang mampu mengendalikan ekslusi arsitektural ini, maka batas-batas ruang eksklusif dapat menjadi makin kritis. Akhirnya, potensi konflik antar masyarakat yang berbeda label pun meningkat. Pada beberapa kasus yang pernah terjadi di Jakarta dan Surakarta, begitu ada kesempatan yang mampu memicu ketegangan sosial tersebut, maka kerusuhan massal pun tak terelakkan. Hasilnya, bentukan fisik arsitektur kota, yang merupakan lambanglambang kekuasaan bagi label sosial tertentu, menjadi sasaran bagi amuk massa yang terjadi. Seperti mall dan plaza, yang jadi lambang kekuasaan kelompok high class. Pemerintah kota diharapkan dapat menghasilkan peraturanperaturan yang mampu mengendalikan ekslusi arsitektural kawasan. Sehingga, meminimalisir terjadinya dominasi kelompok masyarakat yang satu terhadap yang lain. Memang secara naluri/ insting, pada awalnya, masyarakat akan tetap membentuk kelompok homogen. Tetapi, dalam perkembangannya, kehidupan yang plural atau heterogen, tidaklah terelakkan. Disinilah peran pemerintah sebagai manajer kota, sangat diperlukan. Pemerintah harus menjadi “dalang” terbentuknya kota yang layak huni. Karena, bila gagal, secara tidak sengaja pemerintah akan menjadi “dalang” bagi potensi kerusuhan di masa depan. * Memperoleh gelar doktor di bidang Arsitektur dengan program kekhususan Perumahan dan Permukiman dari ITS Surabaya. Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Staf Pengajar di Jurusan Arsitektur Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. LITBANG - EDISI I TAHUN 2015 35
Yudha Kusuma*
P
rovinsi Lampung banyak menghasilkan sumber daya agro yang cukup besar, salah satunya adalah singkong. Saat ini Provinsi Lampung memiliki sekitar 372.858 Ha perkebunan singkong dan masih berpotensi untuk dikembangkan ke wilayah pemekaran atau daerah transmigrasi yang baru. Dengan hasil panen singkong yang mencapai 9.725.345 ton per tahun, membuat Provinsi Lampung sebagai pemasok singkong terbesar di Indonesia, dengan produksi rata-rata 4.000 hingga 5.000 ton/hari.
Singkong (Manihot Esculenta) merupakan bahan baku utama industri tepung tapioka. Tepung tapioka sendiri didapatkan dari proses penggilingan singkong yang kemudian menghasilkan sari pati singkong. Selain sari pati singkong, proses tersebut juga menghasilkan limbah padat yang lebih populer dengan sebutan onggok. Jumlah limbah padat sisa produksi mencapai 2/3 hingga 3/4 atau sekitar 75% bagian dari bahan bakunya. Dengan banyaknya limbah yang dihasilkan, baru sebagian kecil yang termanfaatkan sebagai pakan
ternak dan bahan tambahan saus pada makanan. Sisa limbah yang tidak termanfaatkan hanya disalurkan pada kolam terbuka dan jangka panjangnya limbah ini akan merusak lingkungan. Limbah padat tapioka yang tidak termanfaatkan ini memicu permasalahan besar yakni pencemaran terhadap lingkungan baik air, tanah maupun udara. Pencemaran tersebut dikarenakan limbah telah terfermentasi dengan media yang ada di
Limbah padat tapioka yang disalurkan ke kolam terbuka.
36 DINAMIKA RISET - LITBANG
sumber foto: Yudha Kusuma
1
2
PROSES PEMBUATAN ARANG ONGGOK
3
1. Limbah Padat tepung tapioka yang belum dibakar 2. Proses pembakaran limbah tepung tapioka
sumber foto: Yudha Kusuma
3. Limbah Tepuk tapioka yang sudah menjadi Arang Onggok
sekitarnya dan berpotensi sebagai polutan. Fakta di lapangan, karakter padat dari limbah padat tersebut sukar untuk terurai dalam waktu singkat dan memiliki kandungan Asam Sianida (HCN) sebagai hasil fermentasi dengan air serta menghasilkan gas antara lain gas Karbondioksida (CO2) dan Metana (CH4) yang menjadi isu besar dalam pemanasan global.
padat sebagai bahan baku dalam pembuatan batako sebagai alternatif pengganti batu bata dalam bangunan diharapkan mampu mengurangi dampak pencemaran yang dihasilkan oleh produksi tepung tapioka. Penggunaan batako dalam konstruksi bangunan khususnya pada pasangan dinding memiliki keunggulan dalam meredam panas dan suara.
Untuk mengatasi permasalahan limbah padat tapioka diperlukan sebuah inovasi dalam memanfaatkan limbah yang juga dapat mengurangi dampak buruk dari pencemaran yang diakibatkan oleh produksi tapioka. Salah satu inovasi tersebut adalah dengan memanfaatkan limbah padat sebagai bahan bangunan alternatif yang dapat mendorong perkembangan sektor konstruksi bangunan. Pemanfaatan limbah
Dalam aplikasi di lapangan, batako ditentukan oleh ukuran dan dibedakan menjadi beberapa jenis sesuai kualitasnya. Jenis yang umum digunakan adalah batako dengan kualitas B1, yaitu batako yang dapat memikul beban dan terhindar dari cuaca luar (konstrusi di bawah atap) yaitu dinding. Menurut SNI 03-03491989, conblock (concrete block) atau beton ringan adalah komponen bangunan yang terbuat dari
campuran semen portland atau pozzolan, pasir, air dan bahan tambahan lainya (additive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding. Aplikasi onggok sebagai bahan baku pembuatan batako adalah dengan cara membakarnya hingga menjadi arang. Arang onggok ini memiliki sifat pozzolan. Pozzolan adalah bahan yang mengandung senyawa Silica dan Alumina dimana bahan pozzolan itu sendiri tidak mempunyai sifat seperti semen, akan tetapi dengan bentuknya yang halus dan dengan adanya air, maka senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi secara kimiawi dengan Kalsium Hidroksida (senyawa hasil reaksi antara semen dan air) pada suhu kamar membentuk senyawa Kalsium Aluminat Hidrat yang mempunyai sifat seperti semen. Arang onggok juga memiliki sifat silika atau silikon dioksida yang merupakan suatu senyawa yang mengandung sati anion dan memiliki satu atau lebih atom silikon yang pusatnya dikelilingi oleh ligan elektro negatif. Proses mendapatkan arang onggok masih menggunakan metode manual dengan cara membakar tumpukan onggok yang sudah dikeringkan dan membiarkannya hingga menjadi arang. Dari pengolahan tersebut, onggok yang LITBANG - EDISI I TAHUN 2015 37
alat dan bahan baku pembuatan batu batako onggok.
sumber foto: Yudha Kusuma
sudah menjadi arang siap untuk dijadikan bahan campuran dalam proses pembuatan batako. Tahap selanjutnya adalah mencampur arang onggok menggunakan bahan lainnya seperti semen dan pasir dengan perbandingan bahan 2 semen : 3 arang onggok : 3 pasir. Perbandingan ini dipilih karena perbandingan tersebut sesuai dengan persyaratan dalam konstruksi beton. Perbandingan dari arang onggok sendiri sudah memenuhi kriteria untuk perbandingan pengganti rasio dari pasir dan telah diuji dengan alat hammer test. Batako yang dihasilkan memiliki ukuran standar batu bata dengan dimensi panjang 21 cm, lebar 10 cm dan tinggi 5 cm. Tekstur batako lebih padat karena agregat arang onggok yang halus, sehingga sempurna. Warna yang dihasilkan adalah abu-abu kehitaman karena konsentrasi dari warna arang onggok yang berwarna hitam. Kekuatan tekan beban batako dengan tambahan arang onggok, 38 DINAMIKA RISET - LITBANG
telah diuji dengan cara pukulan yang dilakukan pada bidang datar atau permukaan batako dirataratakan, hasil yang dicapai dari tiga sampel yang diuji angka rata-rata berkisar 12,8N/cm2 kuat tekan atau setara dengan 102 kg/cm2 skala pembacaan pada alat hammer test dengan interpolasi sebesar 609,5 dan hasil pengujian kuat tekan, yaitu: ratarata pukulan 12,8 N/cm2 setara dengan 102 kg/cm2 + 609,5 = 711,5 kg/cm2 Dari hasil percobaan dapat disimpulkan, penggunaan arang onggok yang berfungsi sebagai agregat halus pada pembuatan beton ringan atau batako dapat meningkatkan kekuatan beton tersebut karena kandungan senyawa silika dan sifat pozzolan yang membantu pada proses reaksi dalam mengikatkan bahan dengan semen. Keunggulan dari batako dengan tambahan arang onggok dalam proses pembuatannya ini memiliki kekuatan yang relatif besar,
berkisar 711,5kg/cm2. Produk batako ini lebih ramah lingkungan karena produk ini memanfaatkan limbah padat tapioka. Kekuatan batako dengan mutu B1 ini merupakan batako yang biasa digunakan untuk memikul beban. Aplikasi pembuatan batako, arang onggok yang digunakan masih didapatkan dengan cara pembakaran manual, selain itu juga produk batako ini belum dimplementasikan dalam pembangunan konstruksi bangunan. Kedepan pengembangan lanjutan Batako arang onggok dapat memperoleh perhatian dan bantuan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian PUPR agar dapat diaplikasikan dalam proyekproyek konstruksi dan mampu bersaing dengan bahan bangunan sejenis. *Siswa Kelas XII Jurusan Teknik Gambar Bangunan, SMK Negeri 3 Kota Metro, Provinsi Lampung. Guru Pembimbing Yuli Astuti Sari, S.Si.
KIPRAH
PENANGANAN JALUR MUDIK LEBARAN Puslitbang Jalan dan Jembatan
Kesiapan dalam penanganan darurat
Pembentukan Tim Survei untuk informasi kesiapan jalur mudik
Pemetaan Rest Area Non Tol
J
alur mudik Lebaran yang padat setiap tahunnya membutuhkan kesiapan tertentu dan merupakan bagian dari tanggungjawab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dalam hal tersebut, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) ikut berperan serta memberikan advis teknis. Secara khusus, Balitbang membentuk tim survei kondisi jalan dan jembatan dan tim siaga yang bertugas selama H-14 sampai dengan H+14 Lebaran. Tujuan dari pembentukan tim survei tersebut adalah memberikan informasi kondisi kesiapan jalur mudik dan memberikan rekomendasi penanganan khususnya penanganan sementara. Tim siaga juga diturunkan untuk membantu tim teknis Bina Marga dan Dinas Perhubungan Jawa Barat dalam melakukan penangan darurat
apabila diperlukan. Lingkup kegiatan yang dilakukan antara lain melakukan quick scan kondisi jalan, jembatan dan potensi longsoran pada jalur pantai utara Jawa (termasuk jalan tol Cikopo-Palimanan), jalur selatan Jawa dan jalan lintas timur Sumatera dari Lampung sampai batas Jambi. Kemudian, melakukan pemetaan rest area non tol dan melakukan pemasangan kamera pemantau dan simulasi arus lalu lintas di Jawa Barat selama masa siaga. Dalam melakukan quick scan kondisi perkerasan jalan, ditemukan dari ketiga jalur tersebut bahwa yang paling banyak membutuhkan penanganan adalah di kondisi jalan ruas Sukadana-Simpang Bujung Tenuk dan sebagian ruas Mesuji-Batas Kota Palembang yang rusak berat karena banyaknya kerusakan
Pemasangan kamera pemantau jalanan
berupa deformasi permanen, lubang besar, dan amblas dengan kerusakan total lebih dari 10 %. Sementara dalam data survei 343 jembatan yang ada di jalur pantai utara Jawa, jalur selatan Jawa dan jalan lintas timur Sumatera (Lampung–Batas Jambi), terdapat 18 jembatan yang perlu mendapat perhatian. Dari 18 jembatan tersebut, yang perlu ditangani sebelum dimulainya arus mudik adalah Jembatan Sipait B (Pekalongan, Jawa Tengah) arah ke Semarang, karena adanya kerusakan pada perkerasan yang perlu dilakukan pelapisan aspal ulang agar lantai jembatan tidak licin dan jembatan lainnya perlu dipantau secara teratur. Selain itu, Jembatan Comal B arah ke Semarang juga memerlukan perhatian khusus karena adanya perambatan dan pembesaran retak pada bagian kepala pilar dari KIPRAH - EDISI I TAHUN 2015 39
hasil survei tanggal 11 Juni 2015. Kerusakan itu diduga akibat tekanan dua jembatan. Untuk mengatasi hal tersebut, Balitbang telah menyarankan beberapa hal: monitoring kemiringan abutmen dan pilar, monitoring secara teratur setiap interval 12 jam untuk mengetahui perkembangan retak pada back wall pier head, dan apabila perkembangan tidak signifikan maka interval pemantauan dapat dilakukan setiap 24 jam dan seterusnya, dan mengupayakan terlepasnya beban aktif sehingga jembatan dalam kondisi diam. Kemudian, untuk permasalahan potensi longsoran, ternyata dari jalan ruas Cirebon-BrebesTegal-Ciregol kondisinya baik, dan longsor di Ciregol sudah ditangani oleh Balai Besar Wilayah Sungai dan Bina Marga untuk ditargetkan selesai sebelum Lebaran. Telah teridentifikasi juga kondisi lalu lintas. Terdapat 12 daerah rawan kemacetan pada ruasruas jalur mudik utama di Jawa Barat dan peta lokasi potensi rest area di jalan non tol, yang dapat membantu pengguna jalan dalam memutuskan untuk melakukan perhentian selama perjalanan mudik. Disarankan untuk menambahkan fasilitas MCK mobile dan fasilitas lainnya (misalnya mesjid mobile). Untuk sosialisasi, informasiinformasi tersebut telah disampaikan melalui posko Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat yang bekerjasama dengan radio, media twitter, dan situs web Pusjatan. Pemantauan juga dilakukan pada ruas jalan tol CikopoPalimanan dengan pengukuran ketidakrataan. Bump Integrator mengindikasikan ketidakrataan berada pada angka <4 m/km (persyaratan SPM) sehingga 40 DINAMIKA RISET - KIPRAH
secara umum dapat dikatakan baik. Dari hasil pemantauan visual terhadap geometri jalan, badan jalan dapat digunakan secara aman untuk kecepatan sampai 100 km/jam. Selanjutnya, disarankan untuk mempercepat perbaikan tempat istirahat dan perbaikan guardrail, serta pemasangan rambu-rambu peringatan agar pengemudi menggunakan tempat istirahat secara optimal. Selain itu, perlu segera dilakukan pemasangan rambu rekomendasi kecepatan operasional, dan melakukan pembatasan terhadap kecepatan operasional. Kecepatan operasional yang disarankan dengan melihat statistik kecepatan adalah 100 km/jam. Kecepatan minimum harus dikontrol hingga sekurangkurangnya 60 km/jam.
Sementara itu, pada pemantauan jalan tol Kanci-Pejagan, isu utamanya adalah kualitas perkerasan yang kurang baik. Jalan ini secara geometri tidak memiliki potensi bahaya yang signifikan sehingga kemungkinan pengemudi akan memilih kecepatan tinggi. Namun demikian, kondisi perkerasan yang kasar, dengan sambungan antar pelat beton yang tidak mulus dapat menyebabkan terjadinya kehilangan kendali terutama apabila terjadi penyalipan (overtaking). Pada jalan tol Kanci-Pejagan juga tidak terdapat rest area yang memadai. Dengan demikian, akan terjadi penumpukan arus lalu lintas pada exit Pejagan tanpa ada penyangga. Antrian panjang diperkirakan akan terjadi pada exit ini. Jalur sementara tol PejaganPemalang (keluar Brebes) masih
bermasalah karena jembatan belum selesai. Alternatif untuk ini adalah keluar di Brebes Barat (Jalan Ronggo Warsito) menuju ke Pantura. Perlu diberikan perhatian khusus pada exit Pejagan dengan adanya kemungkinan penggunaan jalur alternatif ini. Monitoring lalu lintas dilakukan pada akses tol Pejagan di Pantura, kaki SlawiTegal, dan kaki Prupuk-Slawi untuk memberikan perkiraan antrian pada exit tol Pejagan dan jalur Pantura. Disarankan adanya penanganan di jalan pendekat jembatan yang memiliki perbedaan elevasi yang cukup signifikan akibat perbedaan penurunan antara abutmen dengan timbunan jalan pendekat. Terakhir, Pusjatan membentuk tim siaga untuk memberikan dukungan layanan informasi kepadatan arus lalu lintas dan prediksi terurainya kemacetan. Dengan demikian, pemudik dapat memilih rute alternatif untuk menghindari kemacetan. Informasi tersebut dihasilkan dari hasil simulasi data yang diperoleh dengan menempatkan alat penghitung volume lalu lintas dan pengukur kecepatan otomatis di empat titik (Nagrek, Ciawi Tasikmalaya, Merak dan akses keluar jalan tol Pejagan). Tim Siaga terdiri atas personil bidang perkerasan, geoteknik, jembatan dan hidraulika sehingga dapat membantu tim teknis Bina Marga dan Dinas Perhubungan dalam melakukan penanganan darurat apabila diperlukan. Kontak tim siaga dari Pusat Litbang Jalan dan Jembatan adalah Ir. IGW Samsi Gunarta, M. Appl. Sc., Kepala Balai Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan sebagai Pengarah, dan R. Agah M. Mulyadi, ST, Kepala Seksi Penerapan dan Pelayanan, Balai Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan, sebagai Koordinator Lapangan.
MANAJEMEN
Bagian Kepegawaian
D
engan terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara serta Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), maka terjadi perubahan organisasi di lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) yang merupakan salah satu institusi di bawah Kementerian PUPR. Mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berperan sebagai pendukung DirektoratDirektorat Jenderal di lingkungan PUPR dan penyediaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) infrastruktur PUPR. Dalam menjalankan tugas dan
fungsinya, Badan Litbang telah menata organisasinya sehingga lebih jelas sistem input, output, dan outcome-nya sebagaimana terlihat pada ilustrasi di bawah. Badan Litbang saat ini sedang melakukan reposisi dan reformasi agar dapat lebih bersinergi dengan Ditjen-Ditjen dan stakeholder lainnya melalui kerjasama yang intensif dalam mendukung visi dan misi Kementerian PUPR.
INPUT, OUTPUT DAN OUTCOME BALITBANG PUPR PROSES
Nawa Cita & Trisakti
Program Prioritas Kementerian
OUTCOME
OUTPUT
INPUT
Kegiatan litbang: • Perencanaan • Pelaksanaan • Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Litbang • Kajian Kebijakan dan Penerapan Uji Coba Teknologi Program Penelitian dan Pengembangan Layanan Teknis Pelayanan uji laboratorium, Sertifikasi dan advis teknis.
Ditjen A
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) Siap Pakai
• Layanan hasil uji laboratorium • Layanan sertifikasi • layanan advis teknis
Meningkatnya Pemanfaatan IPTEK dan rekomendasi kebijakan
Meningkatnya Kualitas Layanan Teknis Kepada Stakeholders
Ditjen B Ditjen C Ditjen PP, PR, BK Bangwil Badan SDM Itjen Stakeholder Non PU
Dukungan Manajemen, Standardisasi (SNI) dan HKI
Proses Input, Output, dan Outcome pada Badan Litbang MANAJEMEN - EDISI I TAHUN 2015 41
PROSES BISNIS BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN (BALITBANG) KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SIKLUS
Planning
STAKEHOLDER
Program 1. Kementerian PU-PR: • Setjen • Itjen • Ditjen - Ditjen • Badan 2. Non Kementerian PU-PR
SEKRETARIAT BALITBANG
PUSLITBANG A, B, C
Perencanaan dan Program Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Infrastruktur PU-PR
Program Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Infrastruktur PU-PR
Dukungan Management : • SDM • Keuangan, Umum, dan BMN • Fasilitas Standardisasi dan HKI
Organizing
Actuating
Feedback
Koordinasi dan Pembinaan
Evaluasi
Pengelolaan : • SDM • Keuangan, Umum, dan BMN • Penyiapan Bahan Standardisasi dan HKI
• Kegiatan penelitian dan pengembangan • Kegiatan pelayanan teknis
Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Program
Controling
• Hasil uji lab • Sertifikasi • Advis teknik
Output
Ditjen HKI Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Badan Standarisasi Nasional
Layanan Administrasi dan Manajemen Kelitbangan
• HKI • Rancangan standart
PUSLITBANG KEBIJAKAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
PIMPINAN KEMENTERIAN PUPR
Program Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Infrastruktur PU-PR
Pengelolaan : • SDM • Keuangan, Umum, dan BMN • Dukungan Sarana Kelitbang
Kegiatan Litbang kebijakan dan penerapan teknologi Litbang Penerapan Teknologi (Sosial, Budaya, Ekonomi dan Lingkungan)
Komponen Teknologi: • Naskah Ilmiah • Model sistem • Model fisik • Prototipe • Kriteria design
Kajian Kebijakan
Rekomendasi kebijakan Infrastruktur PU-PR
Teknologi Infrastruktur PU-PR Teknologi siap pakai
Outcome
42 DINAMIKA RISET - MANAJEMEN
Meningkatnya kualitas layanan teknis kepada Stakeholder
Meningkatnya Pemanfaatan IPTEK
Meningkatnya Pemanfaatan Rekomendasi Kebijakan
STRUKTUR ORGANISASI BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN (BALITBANG) PUPR BALITBANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
Sekretariat
BAG.PERENCANAAN & EVALUUASI
PUSLITBANG SDA
BAG.KEUANGAN & UMUM
PUSLITBANG JATAN
BAG.KEPEGAWAIAN & ORTALA
PUSLITBANG PERUMAHAN & PEMUKIMAN
BAG.ADMINISTRASI STANDARISASI HUKUM & KERJA
PUSLITBANG KEBIJAKAN & PENERAPAN TEKNOLOGI
Bagian Keuangan dan umum
Balai Lingkungan Keairan
Bagian Keuangan dan umum
Balai Sistem dan Teknik Lalu Lintas
Bagian Keuangan dan umum
Balai Perumahan dan Bangunan Gedung
Bagian Keuangan dan umum
Balai Litbang Penerapan Teknologi I
Bidang Program & Evaluasi
Balai Hidrologi & Tata Air
Bidang Program & Evaluasi
Balai Jembatan
Bidang Program & Evaluasi
Balai Bahan Bangunan
Bidang Program & Evaluasi
Balai Litbang Penerapan Teknologi II
Bidang SDK
Balai BHGK
Bidang SDK
Balai Geoteknik Jalan
Bidang SDK
Balai Air Minum dan PLP
Bidang SDK
Balai Litbang Penerapan Teknologi III
Bidang Standarisasi & Kerja Sama
Balai Litbang Teknologi Sungai
Bidang Standarisasi & Kerja Sama
Balai Pekerjaan Jalan
Bidang Standarisasi & Kerja Sama
Balai Struktur dan Konstruksi
Bidang Standarisasi & Kerja Sama
Balai Litbang Teknologi Sabo
Balai Litbang Teknologi Asbuton
Balai Litbang Teknologi Perumahan wilayah I
Balai Litbang Teknologi Pantai
Balai Litbang Teknologi Perumahan wilayah II
Balai Litbang Teknologi Irigasi
Balai Litbang Teknologi Perumahan wilayah III
Kel. Jabatan Fungsional Balitbang
Balai Litbang Teknologi Rawa
MANAJEMEN - EDISI I TAHUN 2015 43
DAM SABO
Bangunan Sabo GE-C di Kali Gendol (tipe tertutup) sumber foto: Balai Sabo
SOLUSI PENGENDALIAN
BANJIR LAHAR
Fika Laily*
K
ata sabo berakar pada dua kata dari Bahasa Jepang yaitu sa, yang artinya pasir dan bo yang bermakna pengendalian. Jadi secara harfiah, kata sabo berarti pengendalian pasir. Bangunan dam sabo biasanya terletak di sungai di dekat gunung vulkanik yang berfungsi mengontrol banjir debris. Balitbang PU memiliki institusi khusus yang meneliti bangunan dam sabo ini. Terletak di Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. Balai Sabo telah banyak melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah dan perguruan tinggi terkait dengan kegiatan penelitian dan pengembangan sabo. Tak hanya terbatas untuk pengendalian sedimentasi vulkanik, Balai Sabo juga meneliti sedimentasi di daerah non-vulkanik seperti permasalahan erosi dan tanah longsor. Persoalan sedimentasi di daerah non-vulkanik ini dapat dijumpai antara lain di Dieng, Wonosobo Jawa Tengah. Dieng terkenal dengan komoditas kentang
44 DINAMIKA RISET - PROFIL BALITBANG
yang merusak tanah. Salah satu indikasi rusaknya kualitas tanah ini adalah berkurangnya daya serap air hujan dan lemahnya daya ikat antara butirannya sehingga tanah mudah terbawa air dan bermuara pada menumpuknya sedimen di Waduk Mrica yang mencapai 4 juta m3. Saat ini lebih dari 7.758 Ha lahan di Dieng telah menjadi lahan kritis dengan laju erosi sebesar 180.000 ton/hektar/tahun. Tak hanya sampai di situ, sedimen waduk ini menyebabkan tampungan air waduk menjadi tidak optimal, yang berujung pada berkurangnya produksi listrik. Balai Sabo turut melakukan penelitian untuk pengendalian sedimentasi ini. Balai Sabo memiliki radar yang berfungsi mendeteksi curah hujan dan menjadi sumber basis data untuk perkiraan intensitas curah hujan. Data ini kemudian digunakan untuk memperkirakan aliran banjir debris dan menjadi salah satu acuan untuk early warning system. Balai Sabo juga turut serta
dalam mengantisipasi bencana seperti survei yang dilakukan di Gunung Sinabung, Kelud, dan penelitian banjir bandang di Manado. Tahun 2015 ini Balai Sabo sedang menggodok konsep penataan ruang untuk melakukan sinkronisasi upaya penanggulangan bencana pengendapan dengan teknologi sabo dan penataan ruang yang ada. Konsep ini dilakukan untuk penataan ruang di Gunung Merapi. Disamping itu, Balai Sabo melakukan kegiatan zonasi kawasan rawan bencana banjir lahar berdasarkan konsep teknologi sabo di DAS Putih di lereng Merapi. Konsep “the right sabo in the right place and in the right time” merupakan salah satu upaya mendorong penerapan teknologi sabo sebagai penguat kapasitas kawasan dalam menghadapi ancaman banjir lahar. Pengendalian banjir lahar ini dibagi menjadi tiga zona yaitu daerah hulu (daerah produksi sedimen), daerah tengah (daerah transpor sedimen), dan daerah hilir (daerah endapan sedimen).
Penerapan teknologi sabo tergantung dari zonanya. Di daerah hulu dilakukan dengan membangun dam seri tingkat (stepped dam) dan dam pengendali sedimen (check dam). Selain itu penggunaan vegetasi juga penting untuk menghambat laju produksi sedimen. Tujuannya pembangunan dam ini untuk menjaga longsoran tebing sungai akibat gerusan kaki tebing dan meredam tenaga gerusan. Sementara itu, di daerah tengah digunakan dam konsolidasi (consolidation dam) dan kantong sedimen/lahar (sand pocket) yang dimaksudkan untuk memperlambat kecepatan banjir, menstabilkan dasar sungai, mengarahkan alur sungai, mengubah sifat aliran massa menjadi aliran individu, serta menahan dan mengendalikan material sedimen. Untuk daerah hilir, dilakukan kanalisasi (channel works) dan
pembangunan ambang dasar (groundsill) serta tanggul. Jenis sabo dam yang dibangun di daerah hilir ini bertujuan untuk mengatur arah alur sungai, mengalirkan air banjir dan mencegah erosi dasar sungai, mengatur dan menstabilkan kemiringan dasar sungai, dan mengamankan/melindungi lokasi muara sungai. Pembedaan bangunan sabo ini diharapkan menjadi salah satu solusi untuk mengendalikan banjir lahar di daerah vulkanik. Efektivitas bangunan sabo dam selain harus tepat letaknya juga mesti diperhatikan pula kapasitas tampungannya. Untuk itu, Balai Sabo memasukkan studi pengoptimalan tampungan bangunan sabo dam di DAS Woro di wilayah Gunung Merapi sebagai salah satu kegiatan unggulan pada tahun 2015. Kegiatan ini meliputi pengumpulan data jumlah dan
kondisi terkini bangunan dam sabo, perhitungan kapasitas tampung dam sabo yang telah ada, dan pengamatan penambangan pada masingmasing bangunan dam sabo. Balai Sabo juga sedang menggenjot jumlah peneliti dan perekayasa untuk mengoptimalkan kegiatan penelitian dan pencapaian target. Berbekal sumber daya manusia yang ada, merencanakan kegiatan dengan matang juga menjadi strategi untuk mencapai target kegiatan unggulan di Balai Sabo. Selain pencapaian target untuk kegiatan unggulan, saat ini Balai Sabo juga tengah gencar meningkatkan pelayanan laboratorium. Beberapa laboratorium seperti laboratorium mekanika tanah, beton dan hidraulika di kompleks kantor tengah direnovasi untuk menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi balai serta dalam rangka mengejar akreditasi laboratorium. Pencapaian akreditasi ini merupakan bagian dari komitmen Balai Sabo untuk menjamin kualitas pelayanan laboratorium yang mumpuni. *Staf Bagian Perencanaan dan Evaluasi, Sekretariat Balitbang PUPR.
1
3
2 sumber foto-foto: Balai Sabo
1. Bangunan Sabo BE-RD2 di Kali Bebeng (tipe tertutup) 2. Bangunan Sabo KU-RC3 di Kali Kuning (tipe tertutup dengan fungsi penunjang sebagai oprit/jembatan dan irigasi) 3. Balai Sabo Sopalan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta
PROFIL BALITBANG - EDISI I TAHUN 2015 45
MENGGIRING LITBANG SATU PAKET
ARIE SETIADI MOERWANTO
Catherine Sihombing*
B
adan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Balitbang Kementerian PUPR), memiliki pemimpin baru. Pria kelahiran Solo, 25 Januari 1958, bernama Dr. Ir. Arie Setiadi Moerwanto, MSc. Latar belakang pendidikannya adalah Sarjana Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung tahun 1984, Magister Teknik Hidraulika dari IHE-DELFT (Belanda) tahun 1990 dan Doktor Teknik Sipil dari University of Wollongong (Australia) tahun 1999. Sikapnya yang ramah, sederhana, dan murah senyum membawanya ke dunia penelitian sejak menjadi pegawai di Kementerian Pekerjaan Umum. Mengawali karier di Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan (kini Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air-Red), Arie sudah tidak merasa asing dengan lika-liku dunia penelitian dan pengembangan. Sebelum menjadi Kepala Balitbang PUPR, dirinya menjadi Direktur Bina Penatagunaan Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum sejak 2012-2015. Sebelumnya, ia sempat menjadi Kepala Puslitbang Sumber Daya Air periode 2007-2012. Berikut petikan wawancara Redaksi Dinamika Riset. Dunia penelitian sudah tidak asing lagi bagi Bapak yang sejak lahir dan tumbuh kembang Balitbang PUPR. Menurut Bapak, apa yang harus dilakukan oleh Balitbang PUPR sebagai salah satu lembaga riset pemerintah agar berkembang?
46 DINAMIKA RISET - TOKOH
Selama ini kita terlalu terlena dengan berpikir riset adalah riset dasar. Padahal sebagai Badan Penelitian dan pengembangan badan litbang di tingkat kementerian, Balitbang dituntut harus menghasilkan teknologi yang bisa langsung diaplikasikan (applied research). Hal ini sering menjadi dilema bagi peneliti, (dimana) ada tuntutan untuk menghasilkan tulisan sebagai bagian dari peningkatan angka kredit dan menghasilkan teknologi yang aplikatif. Seolaholah kedua hal ini tidak akan mungkin dijalankan bersamaan. Padahal hal itu bisa dilakukan. Kelemahan yang terjadi di Balitbang PUPR selama ini adalah kurangnya kepekaan trik dalam penerapan teknologi kepada pengguna (end user). Menggabungkan antara peneliti (penghasil teknologi) dan pengguna, seharusnya bisa dijalankan dengan asas kepercayaan (trust). Badan litbang tingkat kementerian bisa bekerjasama dengan inventor di luar, sehingga tidak
harus melakukan lagi riset dasar. Kolaborasi riset ini dituangkan dalam kerjasama yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Badan libang kementerian dan pengguna membahas masalah bersama tentang kebutuhan teknologi. Sehingga produk yang dihasilkan bisa langsung dipakai oleh pasar.
Apple sebuah perusahaan kecil melihat peluang yang diinvensi oleh Microsoft. Kolaborasi terjadi. Apple sebagai pemilik modal mengajak Microsoft bergabung dan terjadilah join raksasa dan mendunia seperti sekarang ini. Kolaborasi ini yang harus dibangun dalam Balitbang PUPR.
Harus ada pendobrakan pola berpikir. Terlalu lama kalau harus menghasilkan produk dimulai dari kajian (R0-R3), lalu uji lab, dan prototipe. Kita harus berpikir menyelesaikan masalah langsung. Berpikir dari end product dan berhenti di awal. Artinya, jangan berpikir apa yang mau dibuat. Tetapi ajak pengguna bekerjasama untuk menghasilkan teknologi. Keuntungannya, produk bisa langsung dipakai dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Namun untuk itu, kita harus berani dan meyakinkan dengan memberikan kepercayaan kepada mereka. Jadi kita menghasilkan teknologi yang satu paket. Ada produknya dan terjual.
Balitbang PUPR sudah memiliki nama besar. Gunakanlah inventor dari luar untuk kerjasama dan mengajak BUMN atau Direktorat Jenderal lain sebagai pengguna bekerjasama. Hasilnya, selalu ada inovasi teknologi yang terbangun dalam satu paket. Sebagaimana layaknya bisnis, semua unit menjadi saling diuntungkan.
Jadi menurut Bapak bukan dana yang jadi masalah? Bagi saya dana kecil tidak menakutkan. Tetapi tidak dipercaya oleh pengguna alias user itu yang saya takutkan. Karena saat user tidak mau percaya lagi dengan kita, apapun omongan dan produk kita tidak akan dipakai oleh pengguna. Untuk supaya pengguna mau pakai punya kita, maka yang harus disentuh adalah nilai kebutuhan dasarnya. Disaat kebutuhan dasarnya sudah dipenuhi dan kita bisa memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan, maka mau tidak mau pengguna akan mencari kita. Kuncinya adalah trust. Dana bisa didapat dari orang dan cara lain tidak harus bersumber dari APBN. Menjalankan hal ini harus dimulai dari mana? Sesuai gebrakan Jokowi yang harus berinovasi dan tidak melakukan hal-hal sebagaimana biasanya saja. Mulailah dari konsep berpikir bahwa riset adalah untuk memecahkan masalah, bukan riset untuk riset. Peneliti harus berani berkompetisi. Jangan senang berada di zona nyaman. Contohnya IBM. Pada waktu itu semua tidak pernah berpikir kalau perusahaan raksasa ini akan kalah dengan Apple yang menggandeng Microsoft. IBM terbiasa dengan pola group think. Masing-masing personal di perusahaan mempunyai keahlian dan hanya berkutat di dalam tanpa mendengar atau melihat informasi dari luar. Saat ingin melakukan pekerjaan A, maka tiap personal yang pernah bekerjasama hanya akan bergabung dengan tim sejenis. Akhirnya output yang dihasilkan akan selalu sama dan monoton. Ternyata
Tidak semua hal harus dilakukan sendiri oleh kita. Ada hal-hal yang bisa dikerjakan bersama dengan orang lain. Penyelesaian tidak harus dilakukan dengan cara lama. Kita menjalankan visi dan misi dari Nawa Cita yang dikeluarkan Jokowi-JK, yaitu membangun langsung memberikan solusi. Tidak dengan proses yang lama. Tahapan-tahapan yang ada selama ini bisa saja tetap dilakukan namun dalam waktu yang cepat dan bersamaan. Apa target untuk Balitbang ? Menghasilkan produk satu paket. Aspek penelitian dan pengembangan ada, bisnis pun berjalan. Tumbuhkan kepercayaan, agar hasil litbang bisa digunakan dan dicari oleh pengguna. Saat ini, kami akan bergerak dengan penelitian yang besar bukan kecil-kecil. Balitbang PUPR berbeda dengan LIPI. Kita harus (menghasilkan) teknologi yang aplikatif. Jelas produknya, jelas pasarnya. Sekarang saya sedang mengumpulkan sejumlah teknologi yang sudah pernah dihasilkan. Memilih mana yang bisa didaur ulang dan mengawinkannya dengan bisnis. Balitbang PUPR harus belajar dari inovasi yang dihasilkan oleh ‘Toyota Kijang’. Diawali dari model kotak hingga menjadi Innova. Jangan takut untuk berkompetisi! Untuk apa kita bangga menjadi peneliti tetapi tidak ada hasil dari buah pikir kita yang digunakan publik. Lebih berbahagia kala tidak harus menjadi Kabalitbang, tetapi produk yang dihasilkan bertebaran digunakan oleh user. Presiden saat peninjauan di lapangan selalu menegaskan untuk membangun sesuatu bagi rakyat. Itu ladang subur untuk diterapkan penelitian dan pengembangan. Kalau bukan sekarang, kapan lagi!.
*Staf Bagian Perencanaan dan Evaluasi, Sekretariat Balitbang PUPR. TOKOH - EDISI I TAHUN 2015 47
MENGENAL ECOLOGICAL FOOTPRINT SEBAGAI INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Dimas Sigit Dwandaru*
In 2007, the Earth’s people used about 50% more natural resources than the planet could regenerate
(Living Planet Report, WWF, GFN and ZSL, 2010)
K
utipan diatas diambil dari laman website World Wide Federation (WWF) yang menunjukan bahwa penduduk bumi telah menghabiskan 50% sumber daya alam dari yang dapat dihasilkan kembali oleh bumi. Dalam Living Report Planet yang dikeluarkan WWF pada tahun 2010, didapatkan fakta bahwa jejak ekologi (ecological footprint) global adalah mencapai 18 milyar hektar. Ini berarti bahwa penduduk bumi membutuhkan 18 miliar hektar lahan produktif untuk memberikan setiap orang sumber daya yang mereka perlukan, seperti untuk mendukung aktivitas sehari-hari dan untuk menampung limbah atau emisi yang dihasilkan dari aktivitas tersebut. Namun sayangnya hanya terdapat 11,9 miliar hektar yang tersedia secara global, sehingga ada kekurangan lahan untuk mendukung aktivitas penduduk bumi. Pesan ini sangat jelas dan mendesak, bahwa penduduk bumi perlu mengontrol
48 DINAMIKA RISET - OPINI
konsumsi sumber daya bumi untuk mengimbangi kapasitas regeneratif bumi. Ecological Footprint Sebuah pendekatan yang barubaru ini populer dengan istilah Ecological Footprint menjadi alat ukur yang mengkaji tingkat konsumsi manusia dan dampaknya terhadap lingkungan. Konsep “jejak kaki ekologis” (Ecological Footprint) diperkenalkan pada tahun 1990an oleh William Rees dan Mathis Wackernagel.
Mathis Wackernagel dan William Rees.
Wackernagel dan Rees mendefinisikan Jejak Ekologis atau Appropriated Carrying Capacity suatu wilayah sebagai luas lahan dan air dalam berbagai kategori yang diperlukan secara eksklusif oleh penduduk di dalam wilayah
tersebut, untuk: a) menyediakan secara kontinu seluruh sumberdaya yang dikonsumsi saat ini, dan b) menyediakan kemampuan secara kontinu dalam menyerap seluruh limbah yang dihasilkan. Lahan tersebut saat ini berada di muka bumi, walaupun sebagian dapat dipinjam dari masa lalu (misalnya: energi fosil) dan sebagian lagi dialokasikan pada masa yang akan datang (yakni dalam bentuk kontaminasi, pohon yang pertumbuhannya terganggu karena peningkatan radiasi ultra violet, dan degradasi lahan). Ecological Footprint secara sederhana dapat ditentukan dengan menelusuri berapa besarnya konsumsi sumberdaya alam (baik berupa produk ataupun jasa), serta sampah yang kita produksi dan disetarakan dengan area permukaan bumi yang produktif secara biologis dalam satuan luasan hektar (Ha). Ecological footprint secara umum dalam pengelolaan sumber daya alam di dunia internasional
dikenal sebagai metode perhitungan kuantitatif yang menunjukkan pemanfaatan sumber daya alam oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Saat ini telah dikenal tiga jenis footprint dalam kehidupan seharihari, yaitu 1) ecological footprint, 2) carbon footprint dan 3) water footprint. Satuan dan sumber daya yang dianalisis secara spesifik oleh masing-masing jenis footprint tersebut berbeda-beda. Implementasi Ecological Footprint pada Pembangunan Berkelanjutan Saat ini penerapan ecological footprint sebagai sebuah objek pendekatan dalam pembangunan berkelanjutan bukan lagi merupakan wacana. Kondisi bumi dilihat dari pelbagai penelitian yang ada telah mengalami kekurangan sumber daya akibat pembangunan yang tidak terkendali. Pembangunan mempunyai tujuan jangka panjang dalam artian bahwa kita tidak hanya membangun untuk diri kita (generasi yang sekarang), melainkan juga untuk anak dan cucu kita (generasi yang akan datang). Dalam korelasi ini kita harus menjaga keberlangsungan bumi, menjamin tidak akan terjadi keruntuhan hidup manusia yang diakibatkan oleh lingkungan yang tidak dapat lagi mendukung pembangunan. Pembangunan pada hakekatnya adalah “gangguan” terhadap suatu sistem, dalam artian sistem ini akan mengalami perubahan. Pengubahan itu dilakukan harus dengan tujuan dan rencana tertentu, yaitu kita inginkan agar sistem tersebut berubah ke keseimbangan lain yang mempunyai mutu lingkungan yang lebih tinggi. Setelah terjadi perubahan tersebut, kita harus menjaga agar sistem tersebut
tetap dalam kondisi baru dan tidak kembali ke keadaan semula. Dengan penerapan pendekatan ecological footprint diharapkan pembangunan dapat dilakukan dengan memperhatikan mutu lingkungan. Ecological footprint dapat diimplementasikan dalam berbagai kegiatan pembangunan. Konsep ini sangat berguna sebagai alat (tool) untuk membatasi penggunaan sumber daya bumi yang berlebihan. Perhitungan ecological footprint memiliki 4 kriteria yang dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan sumber daya yang berlebihan, yaitu: 1. Pemanfaatan teknologi yang memiliki efisiensi energi untuk mengurangi kebutuhan sumber daya alam. 2. Pengurangan konsumsi
sumber daya perorangan dengan meningkatkan kualitas infrastruktur. Contohnya adalah pembangunan jalur pejalan kaki yang layak untuk mengurangi penggunaan bahan bakar dari kendaraan bermotor. 3. Pembatasan dan pengurangan jumlah anggota keluarga, sehingga mengurangi gaya hidup yang menghabiskan sumber daya. 4. Melakukan investasi sumber daya, dengan melakukan kegiatan pembaharuan energi dan optimalisasi lahan. Ecological footprint telah diaplikasikan oleh banyak negara. Secara global, tercatat lebih dari 100 kota atau daerah yang telah menggunakan pendekatan ecological footprint dalam melakukan pembangunan. WWF menggunakan ecological footprint
Perbandingan jejak kaki ekologis dan kapasitas biologis di beberapa negara di dunia. (Selisih antara kapasitas biologis dan jejak kaki ekologis adalah angka defisit ekologis) Hasil untuk 2002 DUNIA Argentina Australia Brazil Kanda Cina Mesir Prancis Jerman India Indonesia Itali Jepang Republik Korea Meksiko Belanda Pakistan Filipina Rusia Swedia Thailand Inggris Amerika
Populasi (Juta) 6,225.0 38.0 19.5 176.3 31.3 1,302.3 70.5 59.8 82.4 1,049.5 217.1 57.5 127.5 47.4 102.0 16.1 149.9 78.6 144.1 8.9 62.2 59.1 291.0
Jejak Kaki Ekologis (global hektar/kapita) 2.2 2.2 7.0 2.1 7.5 1.6 1.4 5.6 4.4 0.7 1.0 4.0 4.3 4.3 2.4 4.4 0.6 1.0 4.4 5.5 1.4 5.4 9.7
Kapasitas Biologis (global hektar/kapita) 1.8 6.7 11.3 10.1 14.3 0.8 0.5 3.2 1.8 0.4 1.0 1.1 0.8 0.6 1.7 0.8 0.4 0.6 7.0 9.8 1.0 1.5 4.7
Defisit Biologis (-) atau cadangan (+) (global hektar/kapita)(a)(b) 1.8 6.7 11.3 10.1 14.3 0.8 0.5 3.2 1.8 0.4 1.0 1.1 0.8 0.6 1.7 0.8 0.4 0.6 7.0 9.8 1.0 1.5 4.7
Angka negatif mengindikasikan defisit ekologis, angka positif mengindikasikan cagar alam ekologis. Hasil dilaporkan per orang dan dalam satuan hektar global, disetarakan dengan area permukaan bumi yang produktif secara biologis dalam satuan luasan hektar.
(a)
(b) Angka tidak selalu merupakan hasil setepatnya karena adanya pembulatan. Hasil Jejak Kaki Ekologis ini adalah berdasarkan data tahun 2002 dari European Environment Agency and Global Footprint Network – Jaringan Agensi Lingkungan Hidup Eropa dan Jejak Kaki Global. OPINI - EDISI I TAHUN 2015 49
hasil pertanian dan peningkatan penyakit yang terkait dengan kondisi lingkungan yang tercemar. Dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan, kekurangan sumber daya atau terjadinya defisit ekologi dapat menyebabkan pembangunan tidak optimal. Untuk itu perlu diperhatikan pengendalian footprint dalam perencanaan pembangunan.
dalam beberapa pengambilan kebijakan dan komunikasi dalam beberapa proyek kegiatan yang berhubungan dengan pembangunan lingkungan yang berkelanjutan. Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah populasi penduduk dunia berbanding dengan ecological footprint dan biological capacity akan berpengaruh kepada ecological defisit/reserve. Dalam tabel ditampilkan bahwa ecological defisit/ reserve dunia pada tahun 2012 mendapat nilai negative (-0,4), hal ini mengindikasikan bahwa dunia mengalami kekurangan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan penduduk dunia. Dalam sebuah studi di kota Piacenza - Italy, diketahui bahwa citizen footprint kategori konsumsi yang dihasilkan kota tersebut adalah makanan, sedangkan dalam kategori lahan/area, footprint terbesar yang dihasilkan adalah dari untuk energy land. Hal ini mendasari pemerintah kota Piacenza untuk mengambil beberapa kebijakan agar ecological footprint masih dapat dikendalikan. Berdasarkan Kajian Jejak 50 DINAMIKA RISET - OPINI
Ekologis (Ecological Footprint) di Zona Industri Genuk, Kota Semarang yang disusun Sudanti (2014), besarnya jejak ekologis di Zona Industri Genuk Kota Semarang adalah 3.755 gHa, yang berarti 4,7 kali lebih besar dibanding dengan luas peruntukan lahan aktual Zona Industri Genuk (± 800 hektar). Biokapasitas Zona Industri Genuk adalah sebesar 1.064 gHa, sehingga mengalami defisit ekologis 2.691 gHa atau telah melampaui daya dukung lingkungannya. Defisit ekologis per hektar sebesar 3,36 dan termasuk dalam kategori very severe deficit region (DE > 2,0). Besarnya jejak karbon (carbon footprint) Zona Industri Genuk adalah 146,2 ton setara CO2/ tahun per hektar, lebih besar dibandingkan dengan jejak karbon Kawasan Industri Rungkut Surabaya sebesar 41,29 ton setara CO2/tahun per hektar. Dampak lingkungan yang terjadi antara lain, sumur penduduk yang tercemar, banjir, rusaknya tambak milik warga, menurunnya
Faktor lingkungan yang diperlukan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan adalah: a) terpeliharanya proses ekologi yang esensial, b) tersedianya sumber daya yang cukup, c) lingkungan sosial-budaya dan ekonomi yang sesuai. Karena itu, untuk melanjutkan pembangunan tidak cukup hanya melakukan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), hal ini karena AMDAL hanya berlaku untuk perencanaan proyek pembangunan. Pengelolaan lingkungan untuk pembangunan harus didasarkan pada konsensi yang lebih luas. Ecological footprint dapat dijadikan sebagai sebuah indikator dalam penentuan kebijakan pembangunan berkelanjutan, namun di Indonesia hal ini belumlah dijadikan ukuran. Dengan mengenal lebih banyak contoh implementasi ecological footprint di berbagai negara, dapat ditemukan referensi dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Sehingga pembangunan tidak hanya masalah kemajuan suatu daerah, namun pembangunan juga memperhatikan kemajuan lingkungan suatu daerah, sesuai dengan arti kata keberlanjutan, yaitu menjaga keberlangsungan hidup anak cucu kelak. *Staf Bidang Program dan Evaluasi, Puslitbang Jalan dan Jembatan.
LINGKAR 3D Peresmian Asbuton Center Plt. Kepala Balitbang PUPR Waskito Pandu meresmikan Asbuton Center yang bertempat di Kabupaten Buton Selatan. Hadirnya Asbuton Center diharapkan teknologi asbuton semakin siap diterapkan dan semakin banyak dimanfaatkan.
Serah Terima Jabatan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (BALITBANG) PUPR Balitbang PUPR melaksanakan serah terima jabatan Kepala Balitbang PUPR dari Waskito Pandu kepada Arie Setiadi Moerwanto. Serah terima jabatan dilaksanakan di Ruang Rapat Sekretariat Balitbang.
Serah Terima Produk Litbang di Kabupaten Bengkayang Dalam upaya penanganan kawasan perbatasan, Puslitbang Perumahan dan Permukiman, Balitbang PUPR melakukan penerapan teknologi dengan membangun prototipe Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) dan Unit Produksi Bahan Bangunan. Kedua produk Balitbang PUPR tersebut telah diserahterimakan dari Kepala Puslitbang Perumahan dan Permukiman Arief Sabaruddin kepada Bupati Bengkayang Suryadman Gidot. Proses serah terima disaksikan oleh Kepala Balitbang PUPR Arie Moerwanto pada hari Rabu (5/8) di Bengkayang, Kalimantan Barat.
Evaluasi dan Penilaian SAKIP Badan Litbang Untuk menjaga akuntabilitas dan pencapaian program lembaga pemerintah, maka perlu dilaksanakan evaluasi dan penilaian SAKIP (Sistem Akuntabilitas dan Kinerja Instansi Pemerintah). Sekretariat Badan Litbang sebagai koordinator, telah melaksanakan evaluasi SAKIP dari masing-masing Puslitbang yang dilaksanakan secara berurutan sejak tanggal 4 hingga 7 Agustus 2015.
LINGKAR 3D - EDISI I TAHUN 2015 51
LINGKAR 3D Kongres Sungai Indonesia (KSI) Banjarnegara 26-30 Agustus 2015 Kongres Sungai Indonesia (KSI) 2015 yang pertama kali diselenggarakan di Banjarnegara dan dibuka oleh Menteri Koodinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Bupati Banjarnegara Tedjo Selamet Utomo. Kongres ini dimaksudkan sebagai wadah temu berbagai pihak guna membahas realitas, mengkonsolidasi pikiran, dan menyusun rancang strategis kerja bersama untuk perwujudan sungai sebagai pusat peradaban bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Diseminasi Standar Pedoman Manual di Semarang Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) bidang Pekerjaan Umum adalah instrumen yang digunakan sebagai acuan utama dalam pelaksanaan konstruksi bidang ke-PU-an. Sejak diluncurkan pada tahun 2013, AHSP secara terus-menerus disosialisasikan kepada para pemangku kepentingan sebagai calon pengguna. Dalam acara Diseminasi Standar Pedoman Manual yang dilaksanakan di Kota Semarang pada 26-27 Agustus 2015, Sekretariat Badan Litbang mengundang SKPD terkait. Hadir pula Kepala Puslitbang Perumahan dan Permukiman Prof. Dr. Ir. Arief Sabaruddin, CES.
Rakorla Balitbang Rapat Koordinasi Berkala (Rakorla) Balitbang yang telah dilaksanakan pada tanggal 26-27 Agustus 2015 di Semarang, Jawa Tengah, dimaksudkan untuk melakukan sinergitas seluruh unsur pendukung Balitbang sehingga memiliki persepsi yang sama. Selain itu Rakorla juga menjadi forum komunikasi penyampaian kebijakan Balitbang yang akan diterapkan ke depan dalam mendukung pembangunan infrastruktur Indonesia.
Diseminasi dan Launching Simpul Layanan Standar Balitbang PUPR memperluas jaringan penyebaran informasi kelitbangan melalui kegiatan Diseminasi dan Launching Simpul Layanan Standar yang dilaksanakan di Kota Kendari. Acara yang merupakan hasil kerjasama dengan Pemerintah Daerah Kendari ini dilaksanakan pada tanggal 4 Agustus 2015. Dibuka langsung oleh Sekretaris Balitbang PUPR Ir. Bernaldy, CES., acara ini turut menghadirkan narasumber yang berkompeten di bidang ke-PU-an.
52 DINAMIKA RISET - LINGKAR 3D
INTERMEZZO
Mari Tingkatkan Eksistensi Melalui Publikasi di Jurnal Internasional Retta Ida Lumongga
L
embaga penelitian dan pengembangan (litbang) yang menjadi tempat bekerja peneliti, menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, berfungsi menumbuhkan kemampuan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan bertanggung jawab mencari berbagai penemuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menggali potensi pendayagunaannya. Sebagai sebuah badan penelitian dan pengembangan badan litbang, maka otomatis jabatan fungsional (jafung) peneliti menjadi ujung tombak untuk mengerjakan tugas utama penelitian dan pengembangan dan keberadaan jafung peneliti sebagai bukti eksistensi suatu badan penelitian. Jafung peneliti berdasarkan aturan merupakan jabatan karir Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memungkinkan untuk mencapai jenjang pangkat/ golongan sampai dengan Pembina Utama-IV/e sesuai
dengan jabatan yang diduduki berdasarkan angka kredit yang dimiliki. Jafung peneliti adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan penelitian dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada satuan organisasi penelitian dan pengembangan instansi pemerintah. Dalam
kesehariannya, jafung peneliti memerlukan angka kredit, kompetensi, dan produktivitas KTI yang cukup. Angka kredit adalah nilai butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir kegiatan yang harus dicapai oleh peneliti dan digunakan sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dan kenaikan jabatan fungsional atau pangkat peneliti. Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS, berupa gabungan antara pengetahuan (knowledge), kecakapan atau kemahiran (skill), dan sikap (attitude) yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya sehingga PNS tersebut dapat melaksanakan tugas secara profesional, efektif, dan efisien. Karya Tulis Ilmiah yang selanjutnya disingkat KTI adalah tulisan hasil litbang dan/atau tinjauan, ulasan (review), kajian, dan pemikiran sistematis yang dituangkan oleh perseorangan atau kelompok yang memenuhi kaidah ilmiah dan kode etik peneliti. Kode etik peneliti adalah acuan moral bagi INTERMEZZO - EDISI I TAHUN 2015 53
peneliti dalam melaksanakan penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemanusiaan. Salah satu unsur utama penilaian angka kredit jafung peneliti adalah dengan penerbitan KTI dalam majalah atau jurnal internasional. Selain peneliti, beberapa jafung lain juga memerlukan untuk membuat karya tulis untuk pemenuhan angka kredit. Berdasarkan data Scimago Country Rankings Desember 2012, jumlah publikasi Indonesia masih jauh tertinggal dari negara tetangga Thailand, Singapura dan Malaysia. Indonesia menempati posisi ke-57 di dunia, sementara Thailand ada di posisi ke-43, Malaysia posisi ke-36, dan Singapura ada di posisi ke-32. Permasalahan terkait KTI internasional yang pada umumnya banyak dikeluhkan adalah sulitnya akses untuk menembus jurnal internasional, dan juga biaya tinggi yang diperlukan untuk hal tersebut, padahal eksistensi di kancah dunia penelitian internasional merupakan hal yang penting bagi pengembangan karir sumber daya manusia di suatu badan litbang,
1500 1000 500 0 Perbandingan antara Jumlah Pegawai Balitbang PUPR, Jumlah Pegawai Balitbang PUPR yang menjadi Jafung Peneliti, dan Jumlah Pegawai Balitbang PUPR yang Menjadi Jafung Peneliti namun bebas sementara Sumber: website PU (diolah dari data yang diunduh pada 2014)
dimana tingginya kualitas sumber daya manusia suatu badan litbang turut mempengaruhi kredibilitas badan litbang tersebut. Ilustrasi memperlihatkan keseluruhan pegawai Badan Peneliti dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang berjumlah 1124 orang (www.pu.go. id, diunduh tahun 2014) dan hanya sekitar 0,24 menjadi peneliti dan 0,14 dari peneliti tersebut memasuki status
bebas sementara, sebelum dipermanenkan menjadi bebas selamanya. Sedangkan jika dilihat dari jumlah keseluruhan pegawai Kementerian PUPR menurut sumber yang sama, adalah 20.500 orang dan hanya sekitar 0,056 orang atau 5,6 persen yang mengambil jafung (termasuk jafung lain non-peneliti dan peneliti). Salah satu kesulitan yang dirasakan untuk mengambil jafung adalah ketersediaan jumlah jurnal yang saat ini dirasakan tidak memadai,
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar KTI dapat memiliki nilai angka kredit yang tinggi. KTI yang terbit dalam majalah ilmiah internasional akan dinilai jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
• Bahasa yang digunakan adalah bahasa resmi PBB (Inggris, Perancis, Spanyol, Arab, Rusia, atau Mandarin). • KTI yang ditulis selain dalam bahasa Inggris harus melampirkan abstrak dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. • Penyumbang artikel/naskah paling sedikit berasal dari tiga negara untuk setiap nomor penerbitannya yang ditunjukkan melalui alamat penulis yang tercantum dalam naskah • Dewan Penyunting (editorial board) paling sedikit berasal dari tiga negara. 54 DINAMIKA RISET - INTERMEZZO
KTI yang terbit dalam majalah ilmiah internasional akan dinilai berdasarkan kriteria sebagai berikut: • KTI yang terbit di majalah ilmiah internasional yang terindeks dalam Web of Science (Thomson Reuters dan/atau Scopus) akan dinilai 40. • KTI yang terbit di majalah ilmiah internasional yang terindeks dalam Directory of Open Access Journal (DOAJ), IEEE, Pubmed, CABI, dan/atau yang setara akan dinilai 35. • KTI yang terbit di majalah ilmiah internasional yang terindeks dalam lembaga pengindeks internasional bereputasi lain, termasuk aggregator (Google Scholar, EBSCO, Proquest, Gale, dan/atau lainnya yang setara) akan dinilai 30. • KTI yang terbit dalam majalah ilmiah nasional yang telah memenuhi persyaratan internasionalisasi menurut institusi yang berwenang akan dinilai 30.
mengingat tiap terbitan jurnal umumnya hanya menampung sekitar 5 hingga 7 artikel dan terbit rata-rata dua kali setahun, tidak sebanding dengan kebutuhan yang ada. Terlebih lagi, belum adanya jurnal internasional pada yang memenuhi syaratsyarat internasional dan memuat KTI yang dinilai 40 (tertinggi untuk kategori jurnal). Tingginya angka kredit yang dapat diperoleh dari terbitan yang dimuat dalam jurnal ilmiah internasional yang memenuhi kriteria, menjadikan jurnal internasional menjadi menarik. Dan tentunya, bukan sekedar angka kredit yang dicari. Eksistensi dalam dunia internasional juga dapat diraih. Untuk dapat bersaing dengan begitu banyak pihak lainnya yang merebutkan publikasi di jurnal internasional, beberapa saran dari para editor jurnal internasional yang tercantum dalam artikel “How to Get Published in an Academic Journal: Top Tips from Editors” yang dimuat oleh
koran The Guardian dari Inggris, dapat diterapkan. Beberapa saran yang paling penting, diantaranya, adalah bahwa penolakan sering kali terjadi karena penulis belum menjelaskan dengan gamblang konteks penelitiannya atau bagaimana penemuan itu mengisi kekosongan pengetahuan selama ini. Oleh karena itu, sangat penting untuk peneliti mengetahui hal tersebut dan menjelaskannya. Kemudian, banyak penulis internasional yang mempunyai kendala bahasa dan penulisannya belum melakukan proses penyuntingan secara ketat untuk memastikan bahwa bahasa yang tertulis sudah benar dari segi tata bahasa. Maka, sangat penting untuk memastikan bahwa jika kita akan menulis dalam bahasa Inggris, tulisan tersebut sudah melakukan proses penyuntingan bahasa. Hal penting lainnya, salah satu cara agar kita mudah dipertimbangkan adalah dengan memperhatikan isu-isu apa saja yang sudah pernah dimuat di jurnal tersebut, memilah mana
yang sejenis dengan penelitian kita, kemudian memosisikan tulisan penelitian kita sebagai respon dari tulisan yang sudah diterbitkan sebelumnya. Karena, editor jurnal internasional sangat menyukai adanya diskusi lebih lanjut. Terakhir, jangan menyerah jika kita diminta untuk merevisi tulisan dan mengirimkan ulang. Banyaknya orang yang tidak merespon ketika diminta untuk merevisi sungguh mengejutkan editor, dan mereka yang rela menulis ulang serta mengirimkan ulang tentunya akhirnya akan dipublikasikan. Kementerian PUPR berperan dalam perumusan berbagai kebijakan terkait bidang pekerjaan umum dan kini perumahan rakyat. Dengan mengetahui dan mempelajari kebijakan lain sejenis dalam kancah internasional maka akan membantu memperluas wawasan. Dengan eksistensi dalam dunia penelitian internasional melalui berbagai KTI, juga tidak menutup kemungkinan adanya peluang untuk melakukan kolaborasi riset. Penerbitan KTI di jurnal internasional jelas bisa menjadi upaya pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan persaingan global, serta pertukaran informasi sebagai bagian dari studi banding antara bangsa kita dan bangsa luar sesuai dengan amanah pada rencana pembangunan jangka panjang nasional. Eksistensi peneliti dan badan litbang sangat ditentukan oleh banyaknya produk dari hasil penelitian yang dilakukan. Menjadi sebuah nilai tambah, jika hasil-hasil dari penelitian maupun kajian tersebut kemudian diterjemahkan dalam sebuah karya tulis ilmiah dan dipublikasikan dalam jurnal internasional. INTERMEZZO - EDISI I TAHUN 2015 55
Retta Ida Lumongga : Perencanaan Teknis Jembatan Balok Pelengkung Bentang Panjang : Redrik Irawan, Laneke Pengarang Tristanto : Balitbang PU-Pusjatan Penerbit : Bandung Tempat : 2013 Tahun Cetakan : Petama Jumlah Hal. : 178 Halaman : 978-602-264-035-6 ISBN Judul Buku
B
uku yang sebenarnya merupakan naskah ilmiah setebal 178 halaman ini ditulis oleh Redrik Irawan, ketua salah satu program penelitian di Pusat Litbang Jalan Jembatan bersama Laneke Tristanto dari Universitas Parahyangan. Buku ini menguraikan aspek teknik untuk para pengelola jembatan bentang panjang dalam mengakomodasi tugas dan wewenang pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan. Jembatan pelengkung disini adalah sebagai salah satu solusi pada jenis jembatan bentang panjang. Dalam buku ini dijelaskan berbagai teknologi yang bisa digunakan untuk membangun jembatan pelengkung, sehingga bangunan jembatan dapat memiliki umur yang lebih panjang hingga 100 tahun. Buku ini banyak mengambil rujukan dari hasil-hasil penelitian sejenis yang disampaikan pada kolokium gabungan CinaKroasia dan konferensi dunia tentang gempa bumi. Di negara Cina dan benua Eropa banyak terdapat jembatan pelengkung bentang panjang, seperti
56 DINAMIKA RISET - RESENSI BUKU
misalnya jembatan Chongqing Chaotianmen Yangtze River berupa pelengkung kaku dengan rangka baja menerus dan jembatan Song Yuan Jinsha River berupa pelengkung boks beton bertulang konvensional. Hal baru yang dimuat dalam buku ini adalah pengembangan struktur jembatan pelengkung bentang panjang dengan menerapkan teknik perencanaan dan inovasi dari keberhasilan bentang terpanjang di Asia dan Eropa pada teknologi jembatan pelengkung yang kini sudah ada di Indonesia. Dengan sasaran mempelajari teknologi yang praktis dan efisien, memanfaatkan bahan dan sarana tersedia untuk target bentangan yang lebih panjang, cara pelaksanaan yang lebih efisien serta solusi pengendalian beban landasan pada tanah keras maupun lunak. Buku ini membedah secara panjang lebar tentang empat elemen kunci, yaitu penampang balok pelengkung, sistem struktur balok pelengkung, metode konstruksi, dan landasan
jembatan. Hasilnya, penggunaan penampang balok pelengkung yang mengombinasikan struktur pipa baja yang diisi dengan beton atau yang dikenal dengan concrete filled tube. Kombinasi ini memungkinkan suatu jembatan dibuat dengan bentang utama sedikit lebih panjang dibandingkan dengan pencapaian struktur balok pelengkung yang mempergunakan bahan beton. Namun, masih lebih pendek daripada penggunaan bahan baja seluruhnya. Sedangkan untuk sistem struktur, dengan menempatkan struktur penyeimbang berupa struktur kantilever merupakan hal yang umum digunakan saat ini. Sementara, berbagai teknik konstruksi telah diterapkan untuk mendapatkan bentuk geometri yang dimaksud dan untuk meningkatkan kecepatan pembangunan dengan menggunakan teknik beban kantilever dan sistem pemegang berupa struktur kabel yang dilekatkan ke tanah. Dalam pembahasan elemen kunci keempat, difokuskan pada struktur peletakan yang terhubung langsung atau tidak langsung dengan landasan yang diperlukan untuk menopang beban di atasnya. Buku pemenang penghargaan pertama buku ilmiah populer pada acara peluncuran produk litbang PU pada November 2014 lalu ini banyak dilengkapi dengan gambar dan tabel, sehingga lebih mudah dipahami oleh pembaca. Kekurangannya adalah, buku ini tidak dilengkapi dengan glossarium dan indeks yang dapat membantu pembaca dalam penggunaan buku.
TARGET PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
2015-2019
• Pembangunan jalur KA 3.258 Km di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan terdiri dari: KA antarkota 2.159 Km, KA perkotaan 1.099 Km • Jalan baru 2.650 Km • Jalan tol 1.000 Km • Pemeliharaan jalan 1.000 Km • Pembangunan 15 Bandara Baru • Pengadaan 20 Pesawat Perintis • Pengembangan bandara untuk pelayanan Kargo Udara di 6 Lokasi
• Pembangunan Pelabuhan Penyebrangan di 60 Lokasi • Pengadaan Kapal Penyeberangan perintis sebanyak 50 unit
• Pembangunan Bus Rapid Transit di 29 kota • Pembangunan angkutan massal cepat di kawasan perkotaan (6 kota Metropolitan, 17 kota besar) • Pembangunan 24 Pelabuhan Baru • Pengadaan 26 Kapal Barang Perintis • Pengadaan 2 Kapal Ternak pengadaan 500 unit Kapal Rakyat
sumber: BAPPENAS
SISTEM INFORMASI PUSLITBANG SUMBER DAYA AIR
http://gis.pusair-pu.go.id Sistem Informasi Sumber Daya Air
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSLITBANG SUMBER DAYA AIR searching...
Informasi: Jl. Ir. H. Juanda 193 Bandung 40135. Telp.: (022) 2501083, 2504035, 2501554,2500507;Fax.: (022) 2500163. PO Box 841. Email:
[email protected]