MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA DASAR II MELALUI MODEL PENGAJARAN LANGSUNG (MPL) DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING Oleh : Aceng Haetami dan La Djadi Siharis ABSTRAK Pengembangan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan Model Pengajaran Langsung (MPL) dengan pendekatan problem posing dapat meningkatkan motivasi dan prestsi belajar mahasiswa dalam pembelajaran Kimia Dasar II. Metode yang digunakan dalam pengembangan ini adalah metode pengembangan tindakan kelas menggunakan MPL dengan pendekatan problem posing. Hasil pengembangan menunjukkan bahwa penerapan MPL dengan pendekatan problem posing dapat meningkatkan : 1) motivasi belajar Kimia Dasar II yang ditandai naiknya aktivitas belajar mahasiswa untuk setiap siklus : Siklus I (rerata = 55,00 %) , Siklus II (Rerata = 72,50 %), dan Siklus III (Rerata = 77,50 %) ; 2) prestasi belajar Kimia Dasar II yang ditandai dengan : (a) meningkatnya prestasi belajar Kimia Dasar II untuk setiap siklus : Siklus I (Rerata = 46,63) , Siklus II (Rerata = 57,83), dan Siklus III (Rerata = 65,53) ; (b) meningkatnya jumlah mahasiswa yang bernilai ≥ 60 : Siklus I (22,50 %) : Siklus II (50,00 %) dan Siklus III (62,50 %) meskipun tuntas kelas tidak tercapai. Kata kunci : motivasi belajar , hasil belajar, MPL, problem posing ABSTRACT The aim of this research is to know how to applied Direct Intruction Model (DIM) with approach of Problem Posing can improve students’motivation and their achievement in learning Basic Chemistry II . The metode used in this research is classroom action research using DIM with approach of problem posing. The results show that applied DIM with approach of Problem Posing can improve: 1) motivation in learning Basic Chemistry II by indicated increasing activity for every cycle : cycle I (average = 55,00 %) , cycle II (average = 72,50 %), and cycle III (average = 77,50 %) ; 2) achievement in learning Basic Chemistry II indicated by : (a) achievement in learning basic chemistry II increasing for every cycle : cycle I (average = 46,63) , cycle II (average = 57,83), and cycle III (average = 65,53) ; (b) the increasing number of students getted score ≥ 60 : cycle I (22,50 %) , cycle II (50,00 %), and cycle III (62,50 %) although the class is not achieved. Key words : learning motivation, achievement, DIM, problem posing
PENDAHULUAN Kimia Dasar II merupakan salah satu mata kuliah dasar pada Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA yang dianggap sulit. Hal ini terbukti dari prestasi belajar mahasiswa untuk mata kuliah Kimia Dasar II tersebut dari tahun ke tahun memiliki rata-rata rendah . Salah satu indikatornya dapat dilihat dari skor rata-rata prestasi belajar mahasiswa dalam tiga tahun terakhir yang selalu di bawah 60. Pada semester genap tahun akademik 2004/2005, 2005/2006, dan 2006/2007 diperoleh skor rata-rata berturut-turut hanya 44,56; 54,45; dan 55,03. Dari pengalaman peneliti sebagai pengampu mata kuliah Kimia Dasar II yang telah mengajar selama bertahun-tahun, rendahnya prestasi belajar Kimia Dasar II tersebut disebabkan karena motivasi dan motivasi belajar mahasiswa sangat rendah. Hal ini terlihat pada motivasi mahasiswa saat proses pembelajaran Kimia Dasar II menampakkan sikap yang kurang bergairah dan kurang siap dalam menerima materi perkuliahan. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap proses perkuliahan, mahasiswa tidak aktif dan interaksi timbal balik antar dosen dengan mahasiswa tidak terjadi, mahasiswa cenderung pasif hanya menerima saja apa yang diberikan dosen dan apabila diberikan tugas pekerjaan rumah, umumnya hanya beberapa mahasiswa saja yang mengerjakan dan yang lainnya hanya menyalin. Rendahnya motivasi belajar mahasiswa tersebut selain disebabkan oleh kemampuan awal mahasiswa yang kurang sewaktu di SMA juga disebabkan oleh ketidak-tepatan metode pembelajaran yang digunakan dosen. Semua faktor-faktor tersebut bermuara pada rendahnya penguasaan konsep pada mata kuliah Kimia Dasar II. Sebagai contoh , masih banyak mahasiswa program studi pendidikan kimia yang belum memahami konsep reaksi redoks dan elektrolisis. Bahkan ironisnya masih banyak di antara mereka yang masih kesulitan dalam menyetarakan suatu persamaan reaksi kimia. Sebagai contoh kesalahan konsep yang dilakukan mahasiswa dalam menyetarakan persamaan reaksi redoks : Zn (s) + NO3 (aq) + 10 H+ (aq→ Zn2+ (aq) + NH4+ (aq) + 3H2O (l) Sepintas lalu reaksi redoks tersebut sudah setara karena jumlah atom pereaksi sama dengan jumlah atom hasil reaksi, tetapi mereka lupa bahwa total muatan sebelah kiri (pereaksi) tidak sama dengan total muatan sebelah kanan (hasil
2
reaksi). Padahal semua reaksi kimia termasuk reaksi redoks harus mematuhi hukum kekekalan massa dan hukum kekelan muatan. Kesalahan konsep tersebut apabila dibiarkan akan berakibat sangat fatal karena penyetarakan reaksi redoks adalah pondasi awal yang harus dikuasi mahasiswa sebelum memahami reaksireaksi kimia yang lebih kompleks . Contoh lain adalah mengenai konsep pH, misalnya berapa pH dari HCl 10─8M?Pada umumnya mahasiswa menjawab 8 karena pH = ─log (H+) = ─log (10─8) = 8. Hal ini jelas berakibat sangat fatal karena tidak mungkin pH dari suatu asam > 7. Bertolak dari alasan-alasan yang dikemukakan di atas, maka proses pembelajaran pada mata kuliah Kimia Dasar II merupakan suatu masalah dan perlu dicarikan solusinya agar tidak mempengaruhi penguasaan konsep-konsep kimia pada mata kuliah-mata kuliah berikutnya. Salah satu upaya yang ditawarkan tim peneliti untuk mengatasi masalah tersebut di atas adalah dengan penerapan model pengajaraan langsung (direct intruction)
dengan pendekatan problem
posing dalam pembelajaran Kimia Dasar II. Dipilihnya model pengajar langsung karena model pengajar langsung merupakan model pembelajaran yang membantu dosen mengajarkan bagaimana mahasiswa belajar dengan benar dengan cara menirukan pengetahuan, keterampilan dan sikap secara terstruktur dan tahap demi tahap mulai dari materi yang tingkat kesulitannya mudah atau sederhana sampai materi yang tingkat kesulitannnya tinggi. Penerapan model pengajar langsung pada pengembangan ini dipadukan dengan teknik problem posing. Dengan teknik problem posing, mahasiswa dilatih untuk membuat soal sendiri dan mengerjakannya , sehingga diharapkan mahasiswa akan lebih aktif (termotivasi) untuk belajar , lebih mengenal dan menghayati variasi-variasi soal, dan mahir dalam memahami substansi soal yang diberikan dosen. METODE PENGEMBANGAN Metode pengembangan yang digunakan dalam pengembangan ini adalah metode
pengembangan
tindakan
kelas
dengan
menggunakan
model
pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing. Pengembangan ini dilaksanakan dalam tiga siklus, di mana setiap siklus terdiri dari empat tahapan utama, yaitu : perencanaan, pelaksanaan kegiatan, observasi dan evaluasi, dan
3
refleksi. Setiap akhir kegiatan siklus diadakan refleksi, sehingga kelemahankelemahan setiap siklus dapat dibenahi pada siklus berikutnya. Setiap siklus dilengkapi dengan indikator kinerja yaitu 80 % mahasiswa harus memiliki nilai ≥ 60. Secara khusus prosedur pengembangan untuk setiap siklus digambarkan sebagai berikut : Perencanaan
Refleksi
SIKLUS I
Pelaksanaan
Pengamatan Perencanaan
Refleksi
SIKLUS II
Pelaksanaan
Pengamatan
? Gambar 1. Spiral Pengembangan Tindakan Kelas Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan meliputi :menentukan indikator dari setiap materi pokok (sub pokok bahasan ) yang akan diajarkan dalam bentuk garis besar program pengajaran, membuat skenario pembelajaran setiap sub pokok bahasan berupa Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) termasuk menyusun Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) , membuat lembar observasi : untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas ketika MPL dengan pendekatan problem posing diaplikasikan , membuat kuisioner : untuk mengumpulkan data tentang tanggapan siswa ketika MPL dengan pendekatan problem posing diaplikasikan, membuat alat bantu pembelajaran yang diperlukan
4
dalam rangka membantu mahasiswa memahami konsep-konsep yang diberikan, mendesain alat evaluasi untuk melihat keberhasilan tindakan, dan membuat jurnal untuk mengetahui refeleksi diri. Kegiatan
yang
dilaksanakan
pada
tahap
pelaksanaan
adalah
melaksanakan skenario pembelajaran yang telah dibuat. Observasi terhadap pelaksanaan tindakan dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat serta melakukan evaluasi. Hasil yang diperoleh dalam tahap observasi dan evaluasi dikumpulkan dan dianalisis. Kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang terjadi pada Siklus I akan diperbaiki pada Siklus II dan seterusnya. Adapun indikator keberhasilan tindakan pada setiap siklus adalah tuntas kelas tercapai apabila
80 % mahasiswa sudah mencapai hasil belajar
dengan nilai ≥ 60 dan tuntas belajar individu tercapai apabila mahasiswa telah memiliki nilai ≥ 60. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil belajar untuk setiap siklus setelah Model Pengajaran Langsung (MPL) dengan pendekatan problem posing diaplikasikan terangkum dalam tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Hasil Belajar Setiap Siklus No 1 2
Parameter Statistik Siklus I Nilai Rata-rata 46,63 Jumlah mahasiswa 9 yang bernilai ≥ 60 (22,50 %)
Siklus II 57,83 20 (50,00 %)
Siklus III 65,53 25 (62,50 %)
Pada Tabel 1, terlihat bahwa rata-rata hasil belajar mahasiwa untuk setiap siklus meningkat secara signifikan yaitu 46,63 untuk Siklus I; 57,83 untuk Siklus II ; dan 65,53 untuk Siklus III. Di samping itu, jumlah mahasiswa yang bernilai ≥ 60 dari siklus ke siklus juga mengalami kenaikan secara tajam seperti ditunjukkan dalam gambar 3, sehingga tuntas pencapaian hasil belajar secara individu naik secara signifikan, meskipun target pencapaian indikator kinerja (tuntas kelas) belum tercapai. Kenaikan rerata hasil belajar dan jumlah mahasiswa yang bernilai ≥ 60 untuk setiap siklus ditunjukkan dalam gambar 2 dan gambar 3 berikut.
5
Nilai Rata-rata Mahasiswa Tiap Siklus 65.53
70 57.83
Nilai Rata-rata
60 46.63
50 40
Series1
30 20 10 0 siklus I
Siklus II
Siklus III
Gambar 2. Hasil Belajar Mahasiswa Tiap Siklus
Persentase Jumlah Mahasiswa Yang Bernilai ≥ 60 70
62.5
P e r s e n ta s e
60
50
50 40 30
Series1
22.5
20 10 0 siklus I
Siklus II
Siklus III
Gambar 3. Persentase Jumlah Mahasiswa yang Bernilai ≥ 60 B. Pembahasan Kenaikan rerata hasil belajar setiap siklus disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya motivasi belajar mahasiswa yang kurang secara perlahan-lahan baru bisa dikikis dengan model pembelajaran yang diterapkan. Fenomena ini nampak dari hasil observasi terhadap mahasiswa selama perkuliahan berlangsung.
6
Aktivitas mahasiswa meningkat secara signifikan dari siklus I , siklus II, ke siklus III seperti ditunjukkan pada gambar 4.
Rerata Aktivitas Belajar (% ) 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
77.5
72.5 55
Series1
siklus I
Siklus II
Siklus III
Gambar 4. Rerata Aktivitas belajar Mahasiswa Peningkatan aktivitas mahasiswa yang signifikan tersebut disebabkan karena MPL
yang diterapkan dosen telah memberikan pemahaman yang
bertahap kepada mahasiswa. Mahasiswa secara perlahan telah dapat menirukan pengetahuan yang diperagakan gurunya, sehingga pada latihan terbimbing dan mandiri, mahasiswa secara perlahan dari siklus ke siklus mengalami kemampuan yang meningkat. Kemampuan mahasiswa dalam aspek membuat / mengajukan sendiri dari siklus ke siklus mengalami peningkatan, sehingga kesulitan memahami terhadap suatu variasi soal makin teratasi. Fenomena tersebut tercermin berdasarkan gambar 3 dan hasil observasi langsung, di mana peran-aktif mahasiswa dari siklus ke siklus meningkat, meskipun masih dibutuhkan peran dosen untuk menggalakkan aktivitas mahasiswa tersebut. Pada siklus I, umumnya mahasiswa masih kesulitan untuk mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan dosen . Tetapi baru aktif mengerjakan soal-soal latihan setelah dosen memberikan bimbingan secara bertahap. Pada Siklus I, mahasiswa yang aktif rata-rata setiap pertemuan hanya 65 %, itu pun sangat menonjol pada saat latihan mandiri. . Hal ini disebabkan belum terbiasanya mahasiswa belajar dengan model pembelajaran yang dipilih terutama dari aspek problem posing . Pada siklus I, sebagian besar mereka pasif
7
belum terbiasa mengajukan pertanyaan meskipun mereka mengalami kendala dalam mengerjakan tugas yang diberikan dosen. Pada siklus II dan siklus III secara perlahan mulai bisa diatasi setelah dosen merangsang dan menggali permasalah mahasiswa dengan pertanyaan yang menuntun. Ketidak-biasaan mahasiswa dalam mengemukakan permasalahnya berimbas pada keengganan merekan menanggapi pertanyaan yang diberikan dosen meskipun di antara mereka ada yang mengetahui jawabannnya. Pada saat mahasiswa diberikan kesempatan untuk membuat / mengajukan soal yang dianggap sulit, pada siklus I, mereka masih terpaku, bingung apa yang harus mereka kerjakan meskipun sudah diberikan arahan yang cukup memadai. Setelah diberikan bimbingan secara berrtahap baru mereka aktif membuat soal sendiri, meskipun pada tahap awal mereka masih menulis ulang dari soal yang ada di buku literature. Setelah mereka terbiasa dan seiring dengan pemahaman mereka, maka pada siklus berikutnya, kemampuan mahasiswa untuk membuat / mengajukan soal sendiri secara bertahap meningkat baik siklus II maupun pada siklus III. Meskipun masih di bawah 80 %. Pada siklus I, kemampuan mahasiswa untuk menjawab / menanggapi soal yang dibuat / diajukan temannya masih rendah.Hal ini disebabkan selain mereka masih takut salah, juga soal yang diajukan temannya adalah soal yang baru, sehingga butuh waktu bagi mahasiswa untuk menyelesaikannya, Kemampuan tersebut secara signifikan meningkat pada siklus II dan siklus III, bahkan pada siklus III sudah mencapai 80 %. Hasil observasi terhadap dosen menununjukkan bahwa kemampuan dosen dalam mengaplikasikan MPL dengan pendekatan problem posing meningkat dari siklus ke siklus. Dalam aspek menyajikan materi dan memberikan contoh soal, dosen melakukan secara sistematis , tahap demi tahap dengan efisiensi waktu yang makin tepat sehingga tidak menggangu tahapan pembelajaran berikutnya. Dalam aspek membimbing latihan mahasiswa baik tahap awal (latihan terbimbing) maupun latihan mandiri, dosen cukup jeli melihat mahasiswa mana yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugasnya.. Kesulitan dosen terjadi pada saat merangsang mahasiswa untuk aktif mengajukan / menggapi pertanyaan dari dosen, meskipun dari siklus ke siklus mengalami peningkatan, tetapi masih di
8
bawah 40 %. Dalam aspek menggalakkan kemampuan mahasiswa untuk membuat / mengajukan soal sendiri, pada siklus I, dosen menglami kesulitan terutama dalam memanage waktu yang diberikan pada mahasiswa, sehingga pada umumnya mahasiswa tidak bisa menyelesaikan tugasnya tepat waktu bahkan tidak selesai. Akan tetapi setelah dilaksanakan refleksi, kesulitan menagemen waktu tersebut berangsur-angsur teratasi, meskipun masih belum maksimal
PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil pengembangan dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan MPL dengan pendekatan problem posing dapat meningkatkan : 1). Motivasi belajar Kimia Dasar II untuk setiap siklus : Siklus I (rerata = 55,00 %) , Siklus II (Rerata = 72,50 %), dan Siklus III (Rerata = 77,50 %) ; 2) Hasil belajar Kimia Dasar II yang ditandai dengan : (a) meningkatnya rerata hasil belajar Kimia Dasar II : Siklus I (46,63) , Siklus II (57,83), dan Siklus III (65,53) ; (b) meningkatnya jumlah mahasiswa yang bernilai ≥ 60 : Siklus I (22,50 %), Siklus II (50,00 %) dan Siklus III (62,50 %) meskipun tuntas kelas tidak tercapai Saran Berdasakan simpulan di atas, meskipun penerapan MPL dengan pendekatan problem posing dapat meningkatkan motivasi dn prestsi belajar mahasiswa dalam mata kuliah Kimia Dasar II , tetapi tuntas kelas yang menjadi target indikator kinerja setiap siklus tidak tercapai. Ketidak-tercapaian tersebut disebabkan oleh penerapan teknik problem posing dalam pengembangan ini mengalami kendali terutama dalam efisiensi waktu, sehingga pembuatan / pengajuan soal yang harus dilaksanakan mahasiswa tidak berjalan dengan baik. Di
samping
itu,
tidak
setiap
siswa
permasalahannya sendiri.
9
punya
motivasi
untuk
menggali
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diajukan saran untuk diteliti lebih lanjut manakah yang lebih baik?Apakah pendekatan problem posing dalam penerapan MPL dilakukan secara simultan atau pendekatan problem posing dilakukan secara terpisah pada pertemuan berikutnya, sehingga kendala waktu bisa diatasi. DAFTAR PUSTAKA Kardi, S. dan Nur, M. (2000). Pengajaran Langsung. Surabaya : Unesa. Kasiati. (2008). Pemahaman Matematika dengan Problem Posing. Http://www. Goegle. Diakses 8 Oktober 2008. Siswono .(2000). Pengajuan Soal (Problem Posing) Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah . FMIPA Universitas Negeri Malang Sutiarso, S.(2007). Pembelajaran Kooperatif yang Dikombinasikan dengan Kegiatan Problem Posing Sebagai Upaya Mengkatakan Hasil Belajar Matematika di SLTP. Http : // digilib. Unila.ac.id.//sugengsuti_1004. Diakses tanggal 10 Desember 2007.
10