Jurnal Didaktik Matematika ISSN: 2355-4185
Lia Rista, dkk
Meningkatkan Kreativitas Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa melalui Pembelajaran Humanistik Berbasis Pendidikan Matematika Realistik Lia Rista1, M. Ikhsan2, Hizir3 1,2
Program Studi Magister Pendidikan Matematika Universitas Syiah Kuala 3 Program Studi Magister Matematika Universitas Syiah Kuala Email:
[email protected]
Abstract. The purpose of this study was to determine the difference between the improvement of mathematical creativity and self-confidence of students after PMRbased humanistic learning based on student level (high, medium, and low), and interaction between the learning levels of students after application of humanistic learning with PMR based on mathematical creativity of students. This study used a purely experimental research with research design shaped in "pre test - post test". The samples of this study were randomly choosen, and two classes were taken, namely class X-MIA4 as the experimental class (PMR-based humanistic learning), while class X-MIA7 as the control class (conventional learning). The instrument used was a mathematical creativity tests and questionnaires of self-confidence. The statistical test (the t-test of independent sample t-test) was used to analyze the data. The results showed that there were differences increase between mathematics creativity and self-confidence of students after the applied learning humanisticbased PMR and students who received conventional learning, both overall and by subgroups, and there was an interaction between the learning strategies and subgroups of students (high, medium and low) to creativity math students. Keywords: humanistic based PMR, mathematical creativity, self-confidence
Pendahuluan Mengembangkan pola pikir siswa menjadi tujuan para pendidik matematika di kelas. Menurut Sabandar (2008), belajar matematika berkaitan erat dengan aktivitas dan proses belajar serta berpikir karena karakteristik matematika merupakan suatu ilmu dan human activity. Melalui matematika, siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, dan kreatif. Salah satu dalam pengembangan kemampuan berpikir siswa adalah berpikir kreatif. Mengembangkan kemampuan berpikir kreatif adalah melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran matematika. Aktivitas tersebut meliputi kegiatan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dapat mengumpulkan, mengolah, menganalisa, menyajikan, dan menafsirkan data. Dalam beraktivitas, tentunya diperlukan juga adanya rasa percaya diri yang tinggi bagi setiap peserta didik dalam mengeksplorasikan potensi diri dan bekerja sama. Munandar (1999) menyatakan bahwa berpikir kreatif disebut juga berpikir divergen ialah memberikan macam-macam kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan keragaman jumlah dan kesesuain. Sementara Coleman, et al. (Moma, 2011) menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan
64
Jurnal Didaktik Matematika
Lia Rista, dkk
kemurnian (originality), dan ketajaman pemahaman (insight) dalam mengembangkan sesuatu. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif adalah aktivitas terkait dengan kepekaan terhadap masalah, memberikan informasi baru dan mengeluarkan banyak ideide yang tidak biasa dari suatu pikiran terbuka, serta mampu mengaitkan hubungan-hubungan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Mengembangkan kreativitas siswa dibutuhkan rasa percaya diri dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan kepercayaan diri yang kuat akan membuat siswa berani dalam mengungkapkan ide atau gagasan tanpa rasa takut terhadap sekitarnya melalui metodemetode yang tepat dalam mencapai tujuannya. Lauster (Hendriana, 2012) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, dapat merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang disukainya dan bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat menerima dan menghargai orang lain, memiliki dorongan untuk berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangannya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah kemampuan diri seseorang yang menyakini dan bertanggung jawab atas segala tindakan dan kegiatan yang dilakukan dengan suka rela dari hal-hal yang disukainya sehingga tidak perlu takut ataupun cemas terhadap hasil yang didapat. Kepercayaan diri akan memberikan motivasi mencapai keberhasilan, karena semakin tinggi kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri, semakin kuat pula dalam menyelesaikan pekerjaannya. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi maka akan mendukung untuk berpikir kreatif. Seyogyanya usaha untuk membentuk pola pikir dan kepribadian siswa melalui pembelajaran matematika yang bermakna, sebenarnya telah dijelaskan dalam Kurikulum 2013 yang seharusnya diimplementasikan oleh guru. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, diantaranya menyatakan bahwa dalam dimensi sikap, lulusan SMA/MA/SMK harus: “memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia”. Mengingat pentingnya kreativitas dan kepercayaan siswa dalam Kurikulum 2013 yang saat ini sedang berjalan di sekolah, maka dibutuhkan suatu strategi pembelajaran yang mampu membantu pembelajaran Kurikulum 2013 dan mampu mengembangkan kreativitas matematik dan kepercayaan diri siswa.
65
Jurnal Didaktik Matematika
Vol. 3, No. 1, April 2016
Salah satu pembelajaran yang yang dapat dijalankan pada sistem pendidikan Kurikulum 2013 adalah pembelajaran humanistik berbasis Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Susilo (2008) menyatakan bahwa pelajaran matematika secara humanistik berarti menempatkan matematika sebagai bagian dari kehidupan nyata manusia. Selanjutnya, Haglund (Hendriana, 2012) menyatakan bahwa pembelajaran humanistik berbasis PMR dapat: (1) menempatkan siswa sebagai penemu (inquirer), (2) belajar untuk menyelesaikan masalah, tidak hanya dengan pendekatan aljabar, (3) menunjukkan latar belakang sejarah bahwa matematika sebagai suatu penemuan atau usaha keras (endeavor) dari seorang manusia, (4) menggunakan pertanyaan terbuka (open-ended), (5) menggunakan berbagai teknik penilaian tidak hanya menilai berdasarkan pada kemampuan mengingat prosedur-prosedur saja, (6) mengembangkan suatu pemahaman dan apresiasi terhadap ide-ide besar matematika yang membentuk sejarah dan budaya, (7) melihat matematika sebagai studi terhadap pola-pola, termasuk aspek keindahan dan kreativitas, (8) mengembangkan sikap-sikap percaya diri, mandiri, atau penasaran (curiosity), dan (9) mengajarkan materi-materi yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam sains, bisnis, ekonomi, atau teknik. Van den Heuvel-Panhuizen (1996) merumuskan prinsip PMR sebagai berikut: a. Prinsip aktivitas, maksudnya matematika adalah aktivitas manusia. Siswa harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika. Siswa harus aktif secara mental mengolah dan menganalisis informasi, serta, mengkonstruksi, pengetahuan matematika. b. Prinsip realitas, yaitu pembelajaran dimulai dengan masalah-masalah yang realistik (dapat dibayangkan) oleh siswa. Dengan demikian, siswa menjadi tertarik dalam proses pembelajaran. Secara bertahap, siswa dibimbing memahami masalah-masalah matematis formal. c. Prinsip berjenjang, maksudnya ketika siswa belajar matematika tentu melewati berbagai jenjang pemahaman. Jenjang pemahaman yang dimaksud yaitu mulai dari mampu menemukan penyelesaian suatu masalah kontekstual atau realistik secara informal melalui skematisasi sehingga memperoleh insight tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu menemukan penyelesaian suatu masalah matematis secara formal. Dalam proses tersebut, diperlukan suatu model bertindak untuk menjembatani antara yang formal dengan informal. Selanjutnya model tersebut berubah melalui abstraksi dan generalisasi menjadi model untuk semua permasalahan yang ekuivalen. d. Prinsip jalinan, berarti bahwa berbagai aspek atau topik dalam matematika tidak dipandang dan dipelajari secara terpisah, tetapi terjalin satu dengan lainnya sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi tersebut. e. Prinsip interaksi, adalah matematika dipandang sebagai aktivitas sosial. Siswa perlu dan harus diberikan kesempatan untuk mengemukakan strategi penyelesaian masalah kepada siswa lainnya sehingga dapat ditanggapi dan begitu juga sebaliknya bagi siswa yang lain. f. Prinsip bimbingan, yaitu siswa diberikan kesempatan untuk “menemukan kembali (reinvent)” pengetahuan matematika terbimbing. Dari uraian di atas secara tak langsung pembelajaran matematika humanistik berbasis PMR memiliki dampak terhadap peningkatan kreativitas matematik dan kepercayaan diri siswa
66
Jurnal Didaktik Matematika
Lia Rista, dkk
dalam Kurikulum 2013 yang saat ini sedang berjalan. Salah satu prinsip dari PMR adalah menuntut adanya aktivitas penemuan kembali suatu konsep matematika. Prinsip ini menghendaki siswa belajar dengan mengalami sendiri, sehingga siswa mampu menciptakan ideide yang baru, lebih bervariatif dan dapat menentukan model matematika yang sesuai dalam pemecahan masalah. Melalui aktivitas kreatif, kreativitas yang siswa miliki akan berkembang dengan baik. Sementara untuk karakteristik PMRI salah satunya adalah penggunaan model dan kesempatan yang diberikan guru dalam memecahkan masalah dengan cara siswa sendiri. Terdapat beberapa penelitian terkait seperti yang dilakukan oleh Hendriana (2012) tentang pembelajaran matematika humanis dengan methaporical thingking untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan Siswono (2007) didapat bahwa penerapan pembelajaran matematika humanistik untuk mengembangkan kreativitas siswa melalui PMR dapat dilakukan dengan memperhatikan dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan siswa. Penerapan tersebut menghasilkan siswa dengan kemampuan yang komprehensif manusiawi. Oleh karena itu, PMR diakui memberi manfaat untuk mendorong kreativitas siswa.
Metode Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen murni (true experimental) dengan rancangan random atau disebut juga randomized pretest – postest control group design. Penelitian ini melibatkan dua kelas, yakni kelas yang diajarkan dengan pembelajaran matematika humanistik berbasis PMR sebagai kelas eksperimen dan kelas yang diajarkan dengan pendekatan konvensional sebagai kelas kontrol. Desain yang digunakan adalah Pretest-Posttest Control Grup Desaign (Sugiyono, 2013: 112) dengan rancangan seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Desain Penelitian Kelompok Pretest Perlakuan Eksperimen O X Kontrol O Keterangan O : Pretest dan Posttest
Posttest O O
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X SMA N 1 Kota Lhokseumawe. Sampel dipilih dua kelas secara acak yaitu kelas X-MIA4 sebagai kelas eksperimen yang diterapkan pembelajaran humanistik berbasis PMR dan kelas X-MIA7 sebagai kelas kontrol yang diterapkan pembelajaran konvensional. Instrumen tes yang digunakan untuk mengukur kreativitas matematik siswa adalah soalsoal yang berbentuk uraian. Soal tersebut terlebih dahulu dikembangkan berdasarkan kreativitas matematik siswa kemudian dikonsultasikan kepada validator yang lebih ahli dalam
67
Jurnal Didaktik Matematika
Vol. 3, No. 1, April 2016
mengembangkan kreativitas matematik. Validitas dilakukan berdasarkan konsultasi dengan dosen pembimbing, dosen Prodi Pendidikan Matematika FTK UIN, dosen Prodi Pendidikan Matematika FKIP Unsyiah, dan guru SMAN 1 Lhokseumawe, serta teman sejawat yang memiliki keahlian dan potensi akademik dalam bidang matematika. Ujicoba ini dilakukan untuk mengetahui tingkat reliabilitas, validitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda butir soal. Untuk mendapatkan validitas, instrumen angket kepercayaan diri terlebih dahulu dikembangkan berdasarkan indikator yang akan diukur. Kemudian angket tersebut dikonsultasikan kepada validator yang lebih ahli dalam memahami kepercayaan diri siswa. Setelah direvisi maka angket kepercayaan diri akan diberikan kepada siswa setelah seluruh proses pembelajaran berakhir. Butir kepercayaan diri juga diuji validitas dan reliabilitas dari setiap pernyataan. Data yang berasal dari hasil tes kreativitas matematik dan kepercayaan diri siswa melalui pembelajaran humanistik berbasis PMR dan pembelajaran secara konvensional, dianalisis dengan cara membandingkan skor pretest dan postest yang berasal dari kreativitas matematika dan kepercayaan diri. Menguji normalitas data dan gain dengan menggunakan uji statistik Kolmogorov-smirnov. Menguji homogenitas varians skor dan gain untuk melihat homogenitas atau kesamaan beberapa bagian sample yaitu seragam tidaknya varians sampel-sampel yang diambil dari populasi yang sama. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji Levene’s Test dengan kriteria pengujian adalah terima Ho apabila sig. Based Mean > taraf signifikansi (𝛼=0,05). Setelah data memenuhi syarat normalitas dan homogenitas maka selanjutnya dilakukan uji perbedaan rata-rata skor dan n-gain dengan menggunakan uji Independent Sample t-test. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata skor N-gain kreativitas matematik dan kepercayaan diri siswa yang mendapat pembelajaran dengan humanistik berbasis PMR dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional berdasarkan level siswa (tinggi, sedang dan rendah) dilakukan uji analysis of variance (ANOVA) dua jalur. Selain itu, uji analysis of variance (ANOVA) dilakukan untuk melihat interaksi antara pembelajaran humanistik berbasis PMR dan level siswa terhadap kreativitas matematik siswa.
Hasil dan Pembahasan Data yang diperoleh dan dianalisis dalam penelitian ini berupa nilai hasil pretes, postes dan n-gain kreativitas matematik dan kepercayaan diri kelas eksperimen dan kelas kontrol. Peningkatan kreativitas matematik dan kepercayaan diri siswa dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Uji Perbedaan Rata-rata N-Gain Kreativitas Matematik Kelas t hitung Sig. (2-tailed) Sig. (1-tailed) Eksperimen 4.129 0.001 0.000 Kontrol
68
Kesimpulan Tolak H0
Jurnal Didaktik Matematika
Lia Rista, dkk
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa untuk N-gain kreativitas matematik diperoleh nilai t = 4,129 dan Sig. (2-tailed) = 0,001. Karena nilai Sig. (1-tailed) < taraf Signifikansi (α =0,05), maka 𝐻𝑜 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan gain ternormalisasi kreativitas matematik kelas eksperimen dengan gain ternormalisasi kelas kontrol. Tabel 3. Uji Perbedaan Rata-rata N-Gain Kepercayaan Diri Siswa Kelas T Sig. (2-tailed) Sig. (1-tailed) N-gain 2.159 .035 .017 Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa untuk gain kepercayaan diri siswa dengan nilai t = 2,159 dan Sig. (2-tailed) = 0,035. Karena menurut Uyanto (2009:145) melakukan uji hipotesis satu sisi (1-tailed) maka nilai Sig. (2-tailed) harus dibagi dua menjadi nilai Sig. (1-tailed) = 0,017. Karena nilai Sig. (1-tailed) < taraf Signifikansi (α =0,05), maka 𝐻𝑜 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan gain ternormalisasi kepercayaan diri siswa kelas eksperimen dengan n-gain kelas kontrol. Untuk pengelompokan siswa diambil berdasarkan nilai N-gain yang didapatkan siswa. Pengelompokan siswa dibagi menjadi tiga yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Untuk melihat perbedaan peningkatan kreativitas matematika dan kepercayaan diri siswa subkelompok tinggi pada kelas eksperimen dengan (tinggi, sedang, rendah) kelas kontrol dilakukan uji perbedaan. Tabel 4. Uji Perbedaan Rata-rata N-Gain Kreativitas Matematik Siswa Subkelompok Tinggi Kelas Sub t-test Sig(2-tailed) Sig(1-tailed) Keterangan kelompok Eksperimen Tinggi Tidak terdapat 0.777 0.453 0.226 perbedaan Kontrol Tinggi Eksperimen Tinggi Terdapat 9.238 0.000 0.000 perbedaan Kontrol Sedang Eksperimen Kontrol
Tinggi Rendah
12.00
0.000
0.000
Terdapat pebedaan
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada untuk N-Gain kreativitas matematik siswa subkelompok (tinggi dan sedang; tinggi dan rendah) dengan nilai Sig. (1-tailed) < taraf signifikansi (α = 0,05), maka 𝐻𝑜 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan gain ternormalisasi kreativitas matematik siswa subkelompok (tinggi dan sedang; tinggi dan rendah) kelas eksperimen dengan gain ternormalisasi kelas kontrol. Untuk kreativitas matematik siswa subkelompok (tinggi dan tinggi) dengan Sig. (1-tailed) > taraf signifikansi (α=0,05), maka 𝐻𝑜 diterima. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan peningkatan gain ternormalisasi kreativitas matematik siswa subkelompok (tinggi dan tinggi) kelas eksperimen dengan gain ternormalisasi kelas kontrol.
69
Jurnal Didaktik Matematika
Vol. 3, No. 1, April 2016
Tabel 5. Uji Perbedaan Rata-rata N-Gain Kreativitas Matematik Siswa Subkelompok Sedang Kelas Sub t-test Sig(2-tailed) Sig(1-tailed) Keterangan kelompok Eksperimen Sedang 3.791 0.001 0.000 Terdapat perbedaan Kontrol Tinggi Eksperimen Sedang 2.116 0.044 0.022 Terdapat perbedaan Kontrol Sedang Eksperimen Sedang 9.866 0.000 0,000 Terdapat pebedaan Kontrol Rendah Dari Tabel 5 terlihat bahwa pada N-Gain kreativitas matematik siswa subkelompok sedang diperoleh Sig. (1-tailed) < taraf signifikansi (α = 0,05), maka 𝐻𝑜 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan gain ternormalisasi kreativitas matematik siswa subkelompok (sedang dan tinggi; sedang dan sedang; sedang dan rendah) kelas eksperimen dengan gain ternormalisasi kelas kontrol. Tabel 6. Uji Perbedaan Rata-rata N-Gain Kemampuan Berpikir logis Matematik Siswa Subkelompok Rendah Kelas Sub t-test Sig(2-tailed) Sig(1-tailed) Keterangan kelompok Eksperimen Rendah 3.700 0.005 0.002 Terdapat perbedaan Kontrol Tinggi Eksperimen Rendah Tidak Terdapat 2.116 0.282 0.141 perbedaan Kontrol Sedang Eksperimen Rendah 3.968 0.001 0,000 Terdapat pebedaan Kontrol Rendah Terlihat bahwa pada N-Gain kreativitas matematik siswa subkelompok (rendah dan tinggi; rendah dan rendah) diperoleh Sig. (2-tailed) = 0.005 dan 0.001. Sedangkan pada N-Gain kreativitas matematik siswa subkelompok (rendah dan sedang) diperoleh Sig. (2-tailed) = 0,282. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan gain ternormalisasi kreativitas matematik siswa subkelompok (rendah dan tinggi; rendah dan rendah) kelas eksperimen dengan gain ternormalisasi kelas kontrol. Sedangkan pada subkelompok (rendah dan sedang) tidak terdapat perbedaan peningkatan gain ternormalisasi kreativitas matematik siswa subkelompok (rendah dan tinggi; rendah dan rendah) kelas eksperimen lebih dengan gain ternormalisasi kelas kontrol. Pengelompokan kepercayaan diri siswa dilakukan berdasarkan nilai N-gain yang didapatkan. Untuk melihat perbedaan peningkatan kepercayaan diri siswa subkelompok tinggi pada kelas eksperimen kelas kontrol dilakukan uji perbedaan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Untuk N-Gain kepercayaan diri siswa subkelompok (tinggi dan sedang; tinggi dan rendah) diperoleh Sig. (2-tailed) = 0,000. Karena nilai Sig. (1-tailed) < taraf signifikansi
70
Jurnal Didaktik Matematika
Lia Rista, dkk
(α=0,05), maka 𝐻𝑜 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan gain ternormalisasi kepercayaan diri siswa subkelompok (tinggi dan sedang; tinggi dan rendah) kelas eksperimen dengan gain ternormalisasi kelas kontrol. Sedangkan kepercayaan diri siswa subkelompok (tinggi dan tinggi) dengan Sig. (1-tailed) > taraf signifikansi (α = 0,05), maka 𝐻𝑜 diterima, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan gain ternormalisasi kepercayaan diri siswa subkelompok (tinggi dan tinggi) kelas eksperimen dengan gain ternormalisasi kelas kontrol. Tabel 7. Uji Perbedaan Rata-rata N-Gain Kepercayaan Diri Siswa Subkelompok Tinggi Kelas Subkelompok t-hitung Sig. Sig. Kesimpulan (2-tailed) (1-tailed) Eksperimen Tinggi .585 .573 0.292 Terima 𝐻𝑜 Kontrol Tinggi Eksperimen Tinggi 7.391 .000 .000 Tolak 𝐻𝑜 Kontrol Sedang Eksperimen Tinggi 13.928 .000 .000 Tolak 𝐻𝑜 Kontrol Rendah Tabel 8. Uji Perbedaan Rata-rata N-Gain Kreativitas Matematik Siswa Subkelompok Sedang Kelas Subkelompok t-hitung Sig. (2-tailed) Sig. (1-tailed) Kesimpulan Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol
Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedng Rendah
6.111
.000
.000
Tolak 𝐻𝑜
1.357
.185
0.092
Terima 𝐻𝑜
.000
.000
Tolak 𝐻𝑜
9.253
Karena nilai Sig. (1-tailed) < taraf signifikansi (α = 0,05), maka 𝐻𝑜 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata gain ternormalisasi kepercayaan diri siswa subkelompok (sedang dan tinggi; sedang dan rendah) kelas eksperimen lebih baik daripada rata-rata gain ternormalisasi kelas kontrol. Sedangkan kepercayaan diri siswa subkelompok (sedang dan sedang) dengan Sig. (1-tailed) > taraf signifikansi (α = 0,05), maka 𝐻𝑜 diterima. Dapat disimpulkan rata-rata gain ternormalisasi kepercayaan diri siswa subkelompok (sedang dan sedang) kelas eksperimen sama dengan rata-rata gain ternormalisasi kelas kontrol. Tabel 9. Uji Perbedaan Rata-rata N-Gain Kepercayaan Diri Subkelompok Rendah Kelas Subkelompok MannSig. (2-tailed) Sig. (1-tailed) Whitney Eksperimen Rendah 0.000 0.024 0.012 Kontrol Tinggi Eksperimen Rendah 0.000 0.009 0.004 Kontrol Sedang Eksperimen Rendah 5.000 0.071 0.035 Kontrol Rendah
Kesimpulan Tolak H0 Tolak H0 Tolak H0
71
Jurnal Didaktik Matematika
Vol. 3, No. 1, April 2016
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa untuk N-Gain kepercayaan siswa subkelompok (rendah dan tinggi; rendah dan sedang; rendah dan rendah) diperoleh Sig. (2-tailed) = 0,000. Karena nilai Sig. (1-tailed) < taraf signifikansi (α = 0,05), maka 𝐻𝑜 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata gain ternormalisasi kepercayaan diri siswa subkelompok kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Untuk hasil interaksi antara model pembelajaran dengan peringkat siswa terhadap kreativitas matematik dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Interaksi antara Model Pembelajaran dengan Peringkat Siswa terhadap Kreativitas Matematik Pembelajaran Sig. Kesimpulan Ket Pembelajaran humanistik Terdapat berbasis PMR 0.000 Tolak H0 interaksi Pembelajaran konvensional Pada Tabel 10 jelas bahwa Sig. 0.000 < taraf signifikansi α = 0,05, maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara model pembelajaran (humanistik berbasis PMR dan pembelajaran konvensional) dan peringkat siswa (tinggi, sedang dan rendah) terhadap kreativitas matematik siswa. Hal ini juga dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Interaksi Model Pembelajaran dengan Peringkat Siswa terhadap Kreativitas Matematik Siswa Hasil postest menunjukkan bahwa kreativitas matematik siswa kelas eksperimen dengan pembelajaran humanistik berbasis PMR lebih baik dari pada siswa kelas kontrol yang mendapat pembelajaran konvensional. Siswa pada kelas eksperimen memperoleh rata-rata skor 75.63 dan kelas kontrol 65.37 dan rata-rata skor gain kelas eksperimen sebesar 0.47 dan kelas kontrol 0.33. Dalam hal ini penerapan pembelajaran matematika humanistik berbasis PMR lebih baik dari pada pembelajaan konvensional. Hal ini dikarenakan pembelajaran humanistik berbasis PMR merupakan suatu strategi yang menekankan pada kreativitas siswa untuk menyelesaikan masalah dengan merekonstruksikan pengetahuannya sendiri, menuntut banyaknya penyelesaian dari suatu permasalahan dan merancang model matematika yang diinginkan sesuai dengan
72
Jurnal Didaktik Matematika
Lia Rista, dkk
permasalahan, melalui permasalahan yang diberikan maka memotivasi siswa untuk menigkatkan kreativitas matematik. Untuk beberapa hasil jawaban siswa yang mendapatkan pembelajaran humanistik berbasis PMR dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan tanpa pembelajaran humanistik berbasis PMR pada Gambar 3.
(a)
(b)
(c) Gambar 2. Hasil Jawaban Siswa Setelah Diterapkan Pembelajaran Humanistik Berbasis PMR Sebagian besar siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional hanya terpaku pada beberapa langkah penyelesaian dan tidak bervariasi, artinya hanya mampu menyelesaikan jawaban dengan satu pendekatan konsep saja, tidak menggunakan pendekatan konsep lainnya. Jawaban yang diberikan tidak terinci dan tidak teliti dalam penyelesaiannya. Dari hasil penelitian ini peningkatan kreativitas matematik siswa sangat dipengaruhi oleh strategi pembelajaran matematika humanistik berbasis PMR yang dapat memudahkan siswa mengungkapkan konsep yang ditemukan, mandiri dalam berpikir, mampu memberikan gagasangagasan baru, dan keterampilan dalam memecahkan berbagai masalah. Adapun peningkatan pada kemampuan berpikir siswa dikarenakan siswa dilatih dengan soal-soal yang memancing
73
Jurnal Didaktik Matematika
Vol. 3, No. 1, April 2016
kreativitas siswa untuk permasalahan sehari-hari yang dapat memudahkan penyelesaian dengan model matematika.
(a) (b) Gambar 3. Hasil Jawaban Siswa Tanpa Pembelajaran Humanistik Berbasis PMR Adapun langkah-langkah pembelajaran humanistik berbasis PMR yaitu memahami masalah konstektual dengan mengajarkan materi-materi yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, memberikan kesempatan kepada siswa dalam memahami masalah, kemudian melakukan interprestasi aspek matematika yang terdapat pada masalah tersebut, dan memikirkan strategi yang cocok dalam pemecahannya dan menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri sehingga menimbulkan berbagai ide-ide kreatif dalam penyelesaian masalah. Proses ini dilakukan siswa berulang-ulang dengan usaha bersama secara berkelompok dalam menjawab masalah yang disajikan, sehingga terbangun daya imajinasi siswa ang memungkinkan memperoleh penyelesaian yang belum ada sebelumnya. Proses tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian Siswono (2007) dimana terdapat keterkaian prinsip dan karakteristik PMR dengan pembelajaran humanistik. Dari hasil keterkaitan tersebut dapat mengembangkan langkah-langkah pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Krutetskii (Hendriana, 2012) menyatakan bahwa kreativitas dalam memecahkan masalah matematika merupakan kemampuan dalam merumuskan masalah matematika secara bebas, bersifat penemuan, dan baru. Ide-ide ini sejalan dengan ide-ide seperti fleksibilitas dan kelancaran dalam membuat asosiasi baru dan menghasilkan jawaban divergen yang berkaitan dengan kreativitas secara umum.
74
Jurnal Didaktik Matematika
Lia Rista, dkk
Peningkatan kepercayaan diri siswa berdasarkan skor hasil postes dan gain kelas eksperimen yang diberikan pembelajaran matematika humanistik berbasis PMR lebih baik dari pada pembelajaran konvensional. Hal tersebut dikarenakan masalah-masalah yang dihadapkan kepada siswa serta aktivitas diskusi di kelas yang dapat mempengaruhi tumbuhnya rasa percaya diri siswa untuk melakukan penemuan sendiri dalam penyelesaian permasalahan. Dengan adanya diskusi antar kelompok membuat siswa untuk saling berinteraksi antar teman satu kelompok maupun terhadap kelompok lain dalam menyampaikan pendapat argumen yang ditemukan, bertanya, menanggapi pendapat orang lain, menjelaskan pemikirannya sendiri dalam menyelesaikan masalah, sehingga timbulnya peningkatan kepercayaan diri siswa. Wiyono (2005) menyatakan kepercayaan diri yang besar akan mendorong pemikiran besar, dan pikiran yang besar akan mendorong tindakan besar. Hasil yang besar akan mempunyai efek terhadap kepercayaan diri menjadi lebih tinggi lagi. Orang yang kepercayaan dirinya kecil, juga akan mendorong berpikir dan bertindak dengan apa adanya sehingga hasilnya juga akan kecil. Secara tak langsung pembelajaran humanistik berbasis PMR memiliki dampak positif terhadap peningkatan kreativitas matematik dan kepercayaan diri siswa. Hal tersebut terlihat dari proses pembelajaran yang berlangsung setiap pertemuannya yang memiliki perubahan yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran humanistik berbasis PMR lebih unggul dari pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa, baik ditinjau secara keseluruhan maupun berdasarkan level sekolah dan kemampuan awal matematika siswa. Secara keseluruhan hasil analisis interaksi dengan menggunakan uji anava dua jalur menunjukkan bahwa peningkatan kreativitas matematik siswa tergantung pada strategi pembelajaran yang digunakan dan subkelompok siswa (tinggi, sedang, rendah).
Simpulan dan Saran Adapun simpulan dari hasil penelitian yaitu: 1) Peningkatan kreatifitas matematik kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. 2) Peningkatan kreativitas matematik berdasarkan subkelompok siswa setelah diterapkan pembelajaran humanistik berbasis PMR memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kreatifitas matematik siswa. 3) Peningkatan kepercayaan diri siswa setelah diterapkan pembelajaran humanistik berbasis PMR lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional 4) Terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dan peringkat siswa (tinggi, sedang dan rendah) terhadap kreatifitas matematik siswa. Dalam hal ini terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan peringkat siswa (tinggi, sedang dan rendah) terhadap kreatifits matematik siswa.
75
Jurnal Didaktik Matematika
Vol. 3, No. 1, April 2016
Adapaun bbeberapa sarah hasil penelitian adalah 1) guru dapat menerapkan pembelajaran humanistik berbasis PMR sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang mampu meningkatkan kreativitas matematik dan kepercayaan diri siswa, dan 2) pembelajaran humanistik berbasis PMR tidak hanya dapat digunakan pada materi peluang saja, akan tetapi pada pembelajaran matematika lainnya.
Daftar Pustaka Hendriana, H. (2012). Pembelajaran Matematika Humanis dengan Metaphorical Thinking untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika. Vol 1, No.1. Moma, La. (2012). Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis melalui Pembelajaran Generatif Siswa SMP. Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, Yogyakarta. Munandar, U. (1999). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Penuntun bagi Guru dan Orang Tua. Jakarta: PT. Gramedia Wirasarana Indonesia. Sabandar, J. (2008). Pembelajaran Matematika Sekolah dan Permasalahan Ketuntasan Belajar Matematika. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Siswono, T. Y. E. (2007). Pembelajaran Matematika Humanistik yang Mengembangkan Kreativitas Siswa. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika yang Memanusiakan Manusia. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Susilo. (2008). Matematika Perlu Disajikan Secara Humanis. Yogyakarta: Guru Besar Bidang Matematika Fakultas Sains dan Teknologi Dharma (USD). http://nasional.kompas.com/read/2008/10/20/12081843/matematika.perlu.disajikan .secara.humanis van den Hauvel-Panhuizen, M. (1996). Assesment and Realistic Mathematics Education. Utrecht: Freudental Institute. Wiyono, S. (2005). Manajemen Potensi Diri. Jakarta: Cikal Sakti. http://books.google.co.id
76