Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
MENINGKATKAN KINERJA GURU SD TERPENCIL MELALUI PENGEMBANGAN MODEL BELAJAR BERMUTU SECARA ADAPTIF1 Dodo Sutardi2 FKIP Universitas Prof. Dr. Hazairin Bengkulu
ABSTRAK Program Belajar BERMUTU diprediksi berdapmpak postif terhadap peningkatan kompetensi dan kinerja guru, namun faktanya kinerja guru, khususnya guru di SD terpencil masih jauh di bawah standar Nasional. Salah satu penyebabnya program pelatihan tidak mengakomudir keterbatasan guru, kondisi dan situasi SD terpencil. Oleh karena itu diperlukan pengembangan model belajar BERMUTU yang adaptif sebagai alternatif upaya meningkatkan kinerja guru SD terpencil. Makalah ini menguraikan:1) keterbatasan kondisi dan situasi SD terpencil (hasil penelitian) yang harus dijadikan pertimbangan dalam menyusun program pembinaan guru SD terpencil, 2) kelebihan dan kelemahan model Belejar BERMUTU sebagai program pelatihan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru, 3) aspek-aspek yang dikembangkan secara adaptif dari model belajar BERMUTU, 4) hasil penelitian yang membuktikan bahwa model Belajar BERMUTU yang adaptif memiliki dampak positif dalam meningkatkan kinerja guru SD terpencil. Kata kunci: model belajar BERMUTU, adaptif, kinerja guru, SD terpencil
1
Makalah disampaikan pada acara Seminar Nasional Menjadi Guru Inspirator “Kenali dan Kembangkan Kemampuan Intelegensi Emas untuk Indonesia Emas” di Prodi PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tanggal 30 April 2016. 2 Koresponden mengenai isi makalah ini dapat dilakukan melalui:
[email protected]
163
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
PENDAHULUAN Model Belajar BERMUTU merupakan model penerapan penelitian tindakan kelas oleh guru yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah atau perbaikan pembelajaran. Model belajar ini dikembangkan dalam program BERMUTU (Better Education through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading). yaitu program pemerintah Indonesia yang didanai oleh Pemerintah Belanda (melalui Dutch Trust Fund) dan Bank Dunia (pinjaman lunak melalui IDA Credit dan IBRD loan) dan dana pendamping dari pemerintah pusat (www.kompasiana.com). Program ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kompetensi dan kinerja guru. Oleh karena itu, salah satu kegiatannya adalah memberikan pelatihan model belajar berbasis PTK (Penelitian Tindakan Kelas) bagi guru yang lebih dikenal dengan “Model Belajar BERMUTU”. Ada persoalan yang mendasar terkait dengan program-program pelatihan untuk meningkatkan kinerja guru. Salah satunya, asumsi-asumsi yang dijadikan dasar dalam mengembangkan program pelatihan tidak merujuk pada pakta lapangan. Misalnya, program belajar BERMUTU dirancang untuk meningkatkan kinerja semua guru pendidikan dasar ( SD dan SLTP) dengan asumsi kualifikasi pendidikan guru sama serta fasilitas pembelajaran yang memadai. Fakta bahwa guru SD di daerah terpencil masih banyak yang berkualifikasi pendidikan SLTA (sekalipun itu guru honor), keterbatasan sarana prasaran situasi dan kondisi sekolah. Hasil penelitian yang dilakukan Alwani (2012) tentang implementasi program BERMUTU dalam meningkatkan kompetensi guru, menyimpulkan bahwa, faktor-faktor penghambat yang mempengaruhi implementasi Program BERMUTU, antara lain tidak adanya sarana dan prasarana yang memadai, kurangnya pemahaman guru terhadap materi program. Hal ini yang melatarbelakngi diperlukannya Pengembangan Model Pembelajaran BERMUTU yang Adapatif untuk Meningkatkan Kinerja Guru SD Terpencil. Untuk itu yang akan dibahas dalam makal ini adalah : 1. Bagaimana keterbatasan guru, kondisi dan situasi SD terpencil (hasil penelitian) yang harus dijadikan pertimbangan dalam menyusun program pembinaan guru SD terpencil?; 2. Bagaimana kelebihan dan kelemahan model Belejar BERMUTU sebagai program pelatihan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru?; 3. Aspek-aspek apa yang harus dikembangkan secara adaptif dari model belajar BERMUTU supaya efektif dalam meningkatkan kinerja guru SD terpencil?; dan 4. Bagaimana hasil penelitian yang membuktikan bahwa model Belajar BERMUTU yang dikembangkan secara adaptif memiliki dampak positif dalam meningkatkan kinerja guru SD terpencil. Pembehasan ke empat masalah ini diharapkan memebrikan masukan pada Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar agar maslah SD terpencil menjadi
164
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
salah satu kajian dalam pembelajaran bagi mahasiswa prodi PGSD, dan kemungkinan dimasukan dalam kurikulum, mengingat kemungkinan lulusan PGSD akan bertugas di daerah terpencil, lebih-lebih terkait dengan program SM-3 T (Sarjana Mendidik di daerah 3 T) yang sedang dan telah dicanangkan pemerintah. PEMBAHASAN 1. Kondisi dan Situasi SD Terpencil Luas daratan Indonesia 1.919.440 km², dan lautan sekitar 3.173.810 km2 terbentang sepanjang 3.977 mil dari Samudera Indonesia hingga Samudera Pasifik. Indonesia terkenal dengan Nusantara, itu artinya Indonesia terdiri dari banyak pulau, dan disebut-sebut sebagai negara kepulauan terluas di dunia. Ada 17.508 pulau, terdiri dari pulau besar dan kecil. Pulau-pulau kecil tentu lebih banyak dari pulau-pulau besar, diperkirakan ada 10.000.000 pulau kecil. Gambaran luas wilayah Indonesia tersebut, mengindikasikan banyaknya daerah-daerah terpencil di Indonesia. Dalam program BERMUTU desa terpencil dicirikan dengan akses untuk mencapai daerah tersebut lebih dari 2 jam dari kota kecamatan karena dengan medan yang sulit, tidak tersedia kendaraan umum, dan aksestabilitas Teknologi dan Informasi Komunikasi (TIK) sangat terbatas, bahkan mungkin tidak tersedia. Kategori SD terpencil, dapat dilihat dari segi lokasinya yang jauh dari pusat kota. Selain itu, sulit dijangkau dengan kendaraan bermotor. Bahkan, sulit berkomunikasi karena tidak ada jaringan telepon. Untuk menuju sekolah, guru dan siswa harus melewati kawasan berbukit, (Oktafiansyah, 2012). Oktafiansah dalam tulisannya tentang pendidikan di daerah terpencil mengilustrasikan beberapa perkampungan atau dusun di perbatasan Kalimantan misalnya: “Anak-anak harus berjalan kaki 1-2 jam sejauh hingga 6 km melintasi hutan dan menuruni bukit untuk mendapatkan pendidikan di sekolah setiap hari. Potret umum siswa di perbatasan memang sangat memprihatinkan. Namun, nasib paragurunya pun tak kalah memprihatinkan, terutama para guru honorer. Para guru tersebut banyak yang harus mengajar 2-3 kelas sekaligus. Hal ini karena kekurangan tenaga guru disekolah pedalaman. Guru dipaksa bekerja ekstra keras bahkan terdapat “tuntutan psikologis‟ untuk bekerja lebih besar dari pada guru PNS karena status tidak tetap sebagai guru honorer lebih rentan daripada guru berstatus PNS yang meskipun sebulan tak mengajar di sekolah masih akan tetap menerima gaji”. Jika kita analisisi bahwa pokok permasalahan yang terjadi pada pendidikan di daerah terpencil adalah sebagai berikut : 1. Minimnya sarana dan prasarana yang dapat menunjang proses belajar mengajar 2. Kurangnya jumlah tenaga pendidik 3. Rendahnya kualitas tenaga pendidik 4. Masih sedikitnya jumlah sekolah 5. Pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkaui.
165
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
Hasil identifikasi terhadap kondisi dan situasi dan keterbatasan aspek lainnya di SD Terpencil salah satu kecamatan di Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu, misalnya dapat diuraikan sebagai berikut: Kondisi Jalan menuju SD Terpencil Perjalanan untuk sampai ketempat tujuan membutuhkan waktu lebih dari 3 jam. Jalan tanah yang sulit dilalui baik musim hujan maupun musim kemarau. Musim hujan licin dan banyak kubangan digenangi air, jika musim kemarau berdebu dan batu batu yang berserakan menyulitkan kendaraan untuk dipacu, seperti pada gambar berikut:
Kondisi Gedung SD terpencil Gedung yang nampak kurang terpelihara, mengidikasikan tidak adanya perhatian instansi terkait untuk berbuat lebih banyak. Ruangan kelas? Satu ruangan digunakan dua rombel, hanya disekat dengan kayu triplek seadanya. Kondisi yang dimaksud dapat diindentifikasi dari gambar berikut:
166
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
Satu ruangan di sekat untuk dua kelompok belajar Kualifikasi Pendidikan Guru SD terpencil Guru SD di Kota pada umumnya sudah berkualifikasi pendidikan S1/D4, semntara di SD terpencil masih ada guru lulusan Diploma bahkan. Hasil studi dokumentasi pada salah satu provinsi, memiliki 71 SD terpencil dengan jumlah guru 420, masih ada 6 persen kualifikasi pendidikan SLTA, dan 20,67 persen Diploma (D1, D2). Status kepegawai guru honor lebih banyak dari guru PNS. Kondisi pembelajaran di SD terpencil Berdasarkan observasi beberapa kali pada sekolah terpencil khususnya pada sekolah yang akan dijadikan sampel penelitian, kondisi pembelajaran kurang kondusip terlebih kalau musim hujan, guru-guru yang bertempat tinggal di kota terpaksa lambat atau tidak pergi ke sekolah karena kondisi jalan yang tidak mendukug untuk sampai di sekolah sesuai dengan jadwal. Adapun guru yang tinggal di sekitar lokasi sekolah umumnya guru honor yang kurang menunjang secara profesional. Akibatnya suasana pembelajaran kurang berjalan sebagaimana mestinya. Sudah dapat diduga, pelajaran faporit jika guru banyak yang tidak masuk adalah Menggambar dan Olah Raga.
167
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
Mengidentifikasi keterbatasan-keterbatasan yang ada terutama, motivasi internal para guru di SD terpencil untuk meningkatkan kinerja, tidak memungkinkan pelatihan pemebelajaran khusunya terkait dengan peneraapan PTK, berdasarkan pada model Belajar BERMUTU yang standar. Oleh karena itu Pengembangan Model Belajar BERMUTU yang adaptif diharuskan dalam upaya meningkatkan kinerja guru SD terpencil. 2. Kelebihan dan Kelemahan Model Belejar BERMUTU Model Belajar BERMUTU, didasarkan atas kebutuhan profesi sebagai pendidik seperti belajar dan pembelajaran, pendalaman materi ajar, pengembangan kurikulum, praktek pembelajaran, serta penguasaan teknologi informasi untuk pembelajaran dan sumber belajar. Upaya peningkatan kompetensi dengan bahan kajian ini dilakukan melalui tiga kegiatan pokok implementasi yaitu Case Study, Lesson Study dan Action Research. Case Study atau studi kasus mengarahkan pelatihan kepada kebutuhan riil yang dialami oleh guru. Kegiatan Action Research atau penelitian tindakan akan melatih para guru sebagai insan akademik yang professional agar memiliki komitmen dan secara sadar terus menerus melakukan peningkatan mutu pembelajarannya melalui penelitian terhadap kinerjanya sendiri. Model BERMUTU adalah desain pelatihan yang dapat mengatasi berbagai kekurangan dan kelemahan model-model pelatihan yang lain. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa dari hasil monitoring terhadap kegiatan (penulius sebagai konsultan pada program BERMUTU) demikian juga hasil monitoring di Provinsi NTB tahun 2009 (Suyanto 2012), bahwa Angka pencapaian masih belum dapat dikatakan memuaskan yaitu: KKG=33,04%, MGMP=68,75%, KKKS/MKKS = 68,75%, dan KKPS/MKPS =83,33%. Hal Ini menunjukkan bahwa disamping alasan-alasan ketidak berhasilan atau kegagalan suatu program pelatihan seperti disebutkan di atas, masih ada faktor lain yaitu motivasi utamanya yang bersifat internal dari setiap peserta pelatihan. Perolehan kredit untuk kenaikan pangkat dan promosi kurang atau tidak mampu memberikan daya tarik kepada peserta untuk bersungguhsungguh dalam mengikuti kegiatan. Pengakuan pengalaman kerja dan hasil belajar yang berguna untuk perolehan transfer kredit akademik juga kurang atau tidak menarik minat terbukti dari pencapaian terendah justru pada KKG di mana pesertanya adalah guru SD. Padahal dalam kelompok ini yang belum berkualifikasi S1/D4 sesuai tuntutan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan jumlahnya paling banyak dibandingkan dengan kelompok-kelompok lainnya. Berdasarkan kenyataan, kehadiran peserta yang dapat diamati oleh penulis ketika menjadi konsultan, tidak pernah mencapai 100% dan bahkan ada yang kurang dari 50%. Padahal dalam laporan yang disampaikan rata-rata di atas 90%. Kemungkinan yang terjadi adalah pemalsuan bukti fisik kehadiran yaitu tanda tangan yang tidak sesuai dengan kehadiran yang sebenarnya. Kesiapan guru pemandu juga merupakan salah satu kendala mengingat bahwa rekrutmen
168
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
tanpa melalui seleksi melainkan penunjukan langsung. Oleh sebab itu kompetensi yang dimiliki belum dapat memberikan jaminan akan terjadinya interaksi bimbingan terhadap rekan-rekan sejawatnya di dalam mempelajari bahan-bahan belajar mandiri yang sudah disiapkan dengan sangat baik oleh program BERMUTU. Budaya membaca belum tertanam pada masing-masing peserta diklat dan sebagai akibatnya sebagian besar bahan belajar mandiri belum atau tidak dibaca dengan berbagai alasan. Masalah ini pula yang mungkin menyebabkan para guru pemandu tidak siap memfasilitasi rekan-rekan sejawatnya sehingga mengakibatkan sejumlah tagihan dalam melaksanakan kegiatan kediklatan tidak dapat terpenuhi. Hasil penelitian tentang program BERMUTU, digambarkan Rus’an (2014) bahwa: Pelaksanaan Kegiatan MGMP BERMUTU ini sudah berjalan, namun dalam paktanya (hasil pengamatan) ada banyak fenomena yang muncul selama kegiatan ini berlangsung. Sebagai contoh masih banyak peserta yang mangkir dari kegiatan ini, padahal mereka sudah ditunjuk oleh sekolah untuk mengikuti kegiatan, kurang antusiasnya peserta mengikuti kegiatan yang dapat diamati dari macetnya diskusi, atau peserta lebih banyak melakukan aktifitas di luar rencana kegiatan pada hari tersebut, banyak tugas-tugas yang semestinya diselesaikan sebagai bukti kegiatan tidak terselesaikan, sementara itu peserta juga menjumpai kurangnya modul atau sumber belajar. Kegiatan MGMP BERMUTU ini di mata sebagian peserta cenderung bersifat monoton, kurang variatif dan cenderung hanya mengejar target akhir yang berupa penyelesaian tagihan-tagihan dengan mengabaikan substansi dari tagihan-tagihan tersebut. Mereka juga menilai kurangnya narasumber yang berkualitas yang dapat memotivasi mereka mengikuti kegiatan ini. Hemat penulis muara dari seluruh permasalahan di atas adalah rendahnya motivasi guru untuk mengikuti diklat, utamanya motivasi internal. Motivasi eksternal yang disuguhkan oleh program BERMUTU terbukti tidak mampu memberikan daya tarik bagi peserta. Kondisi carut-marut dunia pendidikan yang terjadi selama ini telah memberikan pengaruh yang dalam terhadap pola pikir para guru. Mulai dari perolehan kenaikan pangkat yang dapat berjalan mulus setiap dua tahun hingga mencapai golongan IV, promosi dan mutasi jabatan oleh pemerintah daerah yang sarat dengan kepentingan, hingga ijazah akademik dari perguruan tinggi yang dapat diperoleh dengan mudah membuat para peserta diklat enggan menghadiri pertemuan di kelompok kerja, apa lagi dengan tagihan-tagihan yang menurut mereka memberatkan. Untuk keberhasilan program BERMUTU perlu dilakukan diskusi yang mendalam dan kemudian bersama-sama membuat komitmen. Komitmen bukan sekadar sebuah dokumen yang ditanda tangani oleh para pembuat, melainkan harus merupakan hasil dari olah rasa, olah hati, dan olah karsa.
169
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
1. Pengembanagn Model Belajar BERMUTU Secara Adaftif Hemat penulis salah satu kelemahan dari pelaksanaan pelatihan belajar BERMUTU pada kelompok KKG adalah, jumlah peserta yang harus memenuhi kuota program (seolah-olah sebuah proyek) melibihi ratio rombongan belajar peserta didik pada pendidikan formal. Sehingga metode pembelajaran tidak bisa dikembangkan dari ceramah dan tanya jawab. Oleh karena itu sikap peserta pelatihan seperi digambarkan sebelumnya sangat masuk akal; peserta kurang antusia mengikuti kegiatan, atau peserta lebih banyak melakukan aktifitas di luar rencana kegiatan pada hari tersebut, banyak yang tidak menyelesaikan tugas-tugas, bahkan banyak peserta yang sering absen. Ada alasan yang logis kenapa hal itu terjadi pada para peserta pelatihan, Kegiatan ini di mata sebagian peserta cenderung bersifat monoton, kurang variatif dan cenderung hanya mengejar target akhir yang berupa penyelesaian tagihan-tagihan dengan mengabaikan substansi dari tagihan-tagihan tersebut. Mereka juga menilai kurangnya narasumber. Kondisi pembelajaran di SD terpencil seperti digamabarkan di atas dapat diupayakan melalaui pengangkatan guru-guru yang memenuhi syarat kualifikasi, atau mempermudah akses oleh pemerintah, tetapi upaya itu memerlukan waktu yang lama. Sementara kebutahan akan pelayanan pembelajaran yang kondusip di daerah terpencil tidak dapat ditunda-tunda, maka salah satu upaya adalah mendidik atau melatih guru-guru untuk memiliki kompetensi dan kinerja yang memadai. Model belajaran BERMUTU adalah cara yang diupyakan untuk meningkatkan kinerja guru melalaui pelatihan penerapan PTK dalam pembelajaran. Hanya saja program ini dalam pelaksanaannya tidak mengakomodir keterbatasan-keterbatasan SD terpencil seperti digambarkan di atas. Maka mengembangkan model belajar BERMUTU yang adaptif diperlukan, sehingga konsep-konsep yang telah dirancang dapat diaplikasikan oleh guruguru SD terpencil. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang dijadikan pertimbangan dalam mengembangkan Model Belajar BERMUTU yang adaptif, yakni: 1. Rasionalisasi, bahwa pelatihan Model Belajar BERMUTU yang adaptif menjadi alternatif bagi peningkatan kinerja guru SD terpencil, dengan tujuan agar kinerja guru SD terpencil meningkat; 2. Asumsi bahwa kondisi empirik pengalaman pelatihan dan kinerja guru SD terpencil, mengharuskan dikembangkannya model Belajar Bermutu yang Adaptif; 3. Tujuan, meningkatkan motivasi internal dan kinerja guru SD terpencil 4. Komponen-komponen pembelajaran dalam pelatihan, meliputi peningkatan motivasi internal melalui tayangan Film, konsep PTK dalam pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan PTK, penyusunan karya tulis ilmiah (tidak harus PTK); 5. Penyampaian materi dikembangkan dengan menggunakan pendekatan andragogik dan partisipatif;
170
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
6. Pengorganisasian fleksibel, tidak kaku mengikuti aturan-aturan yang telah ditentukan dalam panduan, tetapi disesuaikan dengan kondisi dan situasi guru-guru SD terpencil; 7. Indikator keberhasilan, yaitu menurunkan kemangkiran, meningkatkan pemahaman guru akan pembelajaran berbasis PTK, meningkatkan kemampuan guru dalam mengkaji pembelajaran (kajian kritis), identifikasi asalah pembelajaran dan merencanakan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran berbasis PTK, dan menyusun karya ilmiah tentang pembelaajran Berdasarkan model konseptual tersebut di tas, maka Alur pelatihan Model Belajar BERMUTU yang Adaptif dalam aplikasi dilapangan dapat digambarkan pada halaman berikut: Gambar : Alur Model Belajar BERMUTU yang Adaptif Lingkungan Sosial
I N P U T
Bahan Belajar
SDTerpencil
Guru SD Terpencil
Fasilitator
Sarana dan Prasarana
PERENCANAAN:pengembangan materi, PR O S E S
P E L A T I H A N
analisis kinerja, merancang RPP/ skenario bljr
PENGORGANISASIAN
PELAKSANAAN
TEORI
PRAKTEK
REFLEKSI
EVALUASI
Out put .
Meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan pembelajaran berbasis PTK
Out come
Meningkatkan Kinerja Guru SD Terpencil
171
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
Pengembangan proses pelatihan diawali dengn merancang bahan-bahan pelatihan yang meliputi pengembangan materi PTK, analisis kinerja dan menyususn skanio pembelajaran/RPP. Pengorganisian dalam penerapan model yang dikembangkan secara fleksibel menjadi penting sebelum pelaksanan secara fraktis bahkan teoritik untuk direfleksi, dan diakhir dengan evaluasi. Seberapa mungkin pengembangan model belajar BERMUTU adaptif dapat meningkatkan kinerja guru SD terpencil, yang nantinya akan dimanfaatkan secara matang untuk meningkatkan kinerja guru di daerah terpencil. 2. Hasil Penelitian Model Belajar BERMUTU yang Dikembangkan Secara Adaptif Setelah diujicobakan terbukti bahwa Model Belajar BERMUTU Adaptf lebih efektif dalam meningkatkan kinerja guru SD terpencil dibandingkan dengan Model Belajar BERMUTU. Kesimpulan ini diambil setelah dilakukan uji coba dengan hasil sebagai berikut : Hipotesis: Ho : µe = µk : tidak ada perbedaan hasil pelatihan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol HA : µe > µk : Hasil pelatihan kelompok eksperimen lebih tinggi dari pada kelompok kontrol Jika th > tt maka Ho di tolak Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan rumus: t = µe - µk / (s²e/ne+ s²k/nk) Hasil perhitungan deskriptif dan uji diperoleh data dan hasil sebagai berikut: µe = 4,05, µk = 2,2 , se² = 0,75, sk²= 0,69, n= 20 Maka : t = 4,05 – 2,20 ( (0,75/20) – 0,69/20)) = 26,43 Dengan α 0,05 dk n-1 = 19, maka diperoleh tt = 2,093. Diketahui th = 26,43 jadi th > tt , maka Ho ditolak . Dengan demikian kemampuan guru SD terpencil dalam pembelajaran berbasis PTK yang dilatih dengan model belajar BERMUTU yang Adaptif lebih tinggi dari pada Guru SD terpencil yang dilatih dengan model belajar BERMUTU. Hal ini menunjukan Model Belajar BERMUTU Adaptif lebih efektif dalam meningkatkan kinerja guru SD terpencil, daripada Model Belajar BERMUTU standar. PENUTUP Simpulan 1. Keterbatasan sarana dan prasarana pembelajaran, minimnya penguasaan guru tentang pembelajaran berbasis PTK, pelatihan guru untuk meningkatan kualitas pembelajaran juga sangat terbatas, dan aksesibiitas menuju SD yang cukup sulit, tidak mendukung diterapkannya model belajar BERMUTU untuk meningkatkan kinerja guru SD terpencil, kecuali dilakukan pengembangan model yang disesuaikan dengan kondisis dan situasi di SD terpencil (adaptif);
172
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
2. Model belajar BERMUTU adaptif dikembangkan berdasarkan fakta empirik kondisi dan situasi SD terpencil, analisis akan kebutuhan pelatihan pembelajaran bagi guru, dan hasil diskusi dengan pakar pendidikan; 3. Setelah dilakukan eksperimen dan diuji hasilnya, terbukti bahwa model belajar BERMUTU adaptif lebih efektif dalam meningkatkan kinerja guru SD terpencil dibandingkan dengan model belajar BERMUTU; 4. Model belajar BERMUTU adaptif akan dijadikan model bagi KKG SD terpencil sebagai upaya meningkatkan kinerja. Oleh karena itu KKG khusus untuk SD terpencil telah dibentuk dengan sebutan KKG BERMUTU Adaptif. Saran Beberapa saran ditujukan kepada, Guru, Kepala Sekolah, Disdiknas, dan Lembaga Penjaminan Mutu (LPMP) 1. Sebagai upaya meningkatkan kinerja, kepada guru SD terpencil disarankan untuk dapat bergabung dalam kegiatan yang dirancang KKG BERMUTU Adaptif yang telah dibentuk sesui dengan lokasinya; 2. Peran kepala sekolah sebagai motivator bagi guru harus lebih diupayakan, terutama bagi guru-guru yang masih terbatas bahkan belum pernah mengikuti pelatihan-pelatihan peningkatan kinerja; 3. Lembaga Penjaminan Mutu Pendikan sebagai pihak yang mengelola program BERMUTU atau reflika BERMUTU, diharapkan untuk dapat memberi masukan sekaligus mendukung pengembangan model belajar BERMUTU adaptif sebagai alternatif model yang bisa diterapkan dalam program LPMP. DAFTAR PUSTAKA Alwani, Munadhiroh (2012). Implementasi Program KKG (Kelompok Kerja Guru)dalam Meningkatkan Kompetensi Guru SD (Studi Kasus KKG BERMUTU Ki Ageng Selo Kec. Klambu Kab. Grobogan). IAIN Walisongo Daryanto. (2013). Standar Kompetensi dan Penilain Kinerja Guru Profesional Yogyakarta: Gaya Medi. Dede Sumarya & Cecep Sumarya. (2013). Model Blended Learning System Pada Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk Meningkatkan Kompetensi Guru. UPI: Jurnal Pedagogik Pendidikan Dasar Jilid 1 Nomor 1, hlm 1-51 Dodo Sutardi. (1998) Perspektif Pendidikan Dalam Pengentasan Masyarakat Pekotaan di Bengkulu: Dikti: Penelitian Muda. ______ (2008). Pengaruh Model Penilaian dan Sikap Ilmiah terhadap Hasil Belajar Belajar Metodologi Penelitian. UNJ: Disertasi _______(2009) Peta Pendidikan Pada Masyarakat Sasaran, P2DTK
173
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
_______(2010). Model Pembelajaran Alternatif Untuk Menuntaskan Wajib belajar Pada Masyarakat Sasaran P2DTK di Provinsi Bengkulu. Bengkulu: Lembaga Penelitian UNIHAZ _______(2012). Analisis Terhadap Penilaian Mahasiswa Tentang Kompetensi Dosen PKIP UNIHAZ. Penelitian Mandiri _______ (2015). Pengembanagn Model Belajar BERMUTU yang Adaptif Untuk Meningkatkan Kinerja Guru SD Terpincil di Bengkulu, Penelitian Hibah Bersaing, Dikti, Simlitabmas. Farida hanum & Satya raharja (2011) Pengembangan Model Pendidikan Multikulturaql Menggunakan Modul sebagai Suplemen Pelajaran IPS SD. UNJ: Jurnal Penelitian Pendidikan. Gall, Merdith D. dkk (2004) Educational Reserch : An Introduction. New York: United State of America Haimah. (2007) Peningkatan Kualitas Pendidikan Dasar di SDN di Kabupaten Seluma, Bengkulu. Dikti: Penelitian Muda Sumarno, (2009). Panduan Program BBERMUTU. Jakata: Direktorat Pembinaan Diklat. Suyanto, (2011) Membangun Motivasi Internal Untuk Keberhasilan Program BERMUTU : Jurnal Program BERMUTU
174