MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBAHASA INDOENSIA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 23 KONAWE SELATAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SAINTIFIK-QUANTUM (SANTUN)
Oleh: AMBO SAKKA G2O1 14 007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO 2016
1
Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia Siswa Kelas VII SMP Negeri 23 Konawe Selatan Melalui Model Pembelajaran Saintifik-Quantum (Santun) Oleh: Ambo Sakka Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Program Pascasarjana Universitas Halu Oleo Abstrak Ambo Sakka, NIM G2O1 14 007, Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia Siswa Kelas VII SMP Negeri 23 Konawe Selatan Melalui Model Pembelajaran Saintifik-Quantum (Santun). Penelitian yang dilaksanakan di Kelas VII.E SMP Negeri 23 Konawe Selatan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2016 bertujuan untuk meningkatkan keefektifan mengajar guru, meningkatkan aktivitas belajar siswa, serta meningkatkan keterampilan berbahasa Indonesia siswa melalui model pembelajaran saintifik-quantum (santun). Setelah tindakan dilaksanakan selama 2 siklus, disimpulkan bahwa keefektifan mengajar guru, aktivitas belajar siswa, serta keterampilan berbahasa Indonesia siswa Kelas VII.E SMP Negeri 23 Konawe Selatan ternyata meningkat melalui penerapan model pembelajaran saintifik-quantum (santun). Data menunjukkan bahwa tingkat keefektifan mengajar guru mencapai 94,27%, tingkat aktivitas belajar siswa mencapai 92,86%, dan tingkat keterampilan berbahasa Indonesia memperoleh nilai rata-rata 83,84 dengan tingkat ketuntasan belajar mencapai 94,12%. Kata kunci: Model Pembelajaran Saintifik-Quantum (Santun), Keterampilan Berbahasa Indonesia 1. Pendahuluan Pelajaran Bahasa Indonesia menjadi salah satu mata pelajaran yang sangat penting kehadirannya di antara semua mata pelajaran. Kemdikbud (2013: 30) mengungkapkan bahwa Bahasa Indonesia tidak hanya diajarkan sebagai ilmu bahasa, tetapi dimaknai sebagai pembawa ilmu pengetahuan. Mata pelajaran ini dikemas dalam bentuk pembelajaran keterampilan berbahasa. Keempat keterampilan berbahasa tersebut adalah menyimak/mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam kegiatan pembelajaran, keempat keterampilan tersebut berkaitan satu sama lain. Menyimak dan membaca merupakan keterampilan berbahasa di mana siswa atau pembelajar menerima dan selanjutnya memahami pesan atau informasi baik secara langsung maupun tidak langsung dari sumber informasi (reseptif), sedangkan berbicara dan menulis merupakan keterampilan berbahasa di mana siswa atau pembelajar menghasilkan pesan atau informasi baik secara lisan maupun dalam bentuk tulisan (produktif). Oleh karena itu, rangkaian kegiatan pembelajaran harus direncanakan oleh guru dengan matang sebelum berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat
2
dirancang dalam pendekatan pembelajaran dengan memperhatikan karakteristik siswa agar capaian hasil belajar memuaskan. Sebuah kenyataan ironis bahwa mata pelajaran Bahasa Indonesia yang diharapkan menjadi media untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, justru kualitas keterampilan berbahasa siswa Kelas VII.E SMP Negeri 23 Konawe Selatan memprihatinkan. Data hasil penilaian setelah dilaksanakan ulangan harian pertama semester genap tahun pelajaran 2015/2016 menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang dicapai oleh siswa di kelas tersebut hanya 62 dari rentang nilai 0 sampai dengan 100. Lagi pula, dari 34 jumlah siswa, masih terdapat 14 orang siswa yang belum mencapai nilai ketuntasan 75 yang ditetapkan oleh guru mata pelajaran melalui hasil analisis Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Penyebab rendahnya perolehan nilai yang terkait dengan keterampilan berbahasa siswa diduga bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang efektif sehingga siswa juga kurang maksimal dalam melakukan aktivitas dalam proses pembelajaran. Kurang efektifnya kegiatan pembelajaran ditandai dengan kurang aktif atau kurang bersemangatnya siswa dalam kegiatan pembelajaran yang hanya didominasi oleh ceramah guru dan kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan berbahasanya. Ironisnya, ada beberapa siswa yang perilakunya kontraproduktif dengan semangat dan tujuan pembelajaran. Salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang lagi hangat dibicarakan, dibahas, diujicobakan, bahkan telah diimplementasikan di sekolah-sekolah saat ini adalah pendekatan saintifik. Pendekatan ini secara resmi tertuang dalam Permendikbud Nomor 81 A tahun 2013 seiring dengan implementasi kurikulum 2013. Namun demikian, bagi sekolah-sekolah yang belum melaksanakan kurikulum 2013, bukanlah sebuah larangan ketika seorang guru ingin menerapkan pendekatan yang mengadopsi langkah saintis dalam membangun pengetahuan tersebut. Pendekatan yang langkah-langkahnya tertuang dalam kegiatan inti pembelajaran ini diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan kompetensi siswa. Untuk mendukung suksesnya penerapan pendekatan saintifik itu, diperlukan seni mengajar yang tinggi dari seorang guru. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan pembelajaran lebih menarik. Salah satu hal yang dimaksud adalah menerapkan pembelajaran quantum (quantum teaching). Model ini dapat menjadikan suasana yang mampu memberdayakan siswa. Di samping itu, lingkungan belajar yang dinamis dapat terwujud. Melalui model ini, aktivitas belajar yang tinggi, yang bermuara kepada peningkatan hasil belajar siswa, akan mudah diraih. Penelitian ini memadukan antara pendekatan saintifk dengan model pembelajaran quantum, yang selanjutnya diberi nama model pembelajaran saintifik-quantum, disingkat santun. Langkah-langkah pembelajaran pada pendekatan saintifik yang dipadukan dengan konsep pembelajaran quantum diharapkan menghasilkan sebuah kegiatan pembelajaran yang menyenangkan. Kedua konsep pembelajaran ini mengutamakan keterlibatan aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, penerapan model pembelajaran santun
3
menjadi sebuah langkah efektif dalam meningkatkan keefektifan mengajar guru, aktivitas belajar siswa, serta meningkatkan keterampilan berbahasa siswa. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini difokuskan pada keefektifan mengajar guru, aktivitas belajar siswa, dan penguasaan keterampilan berbahasa Indonesia siswa Kelas VII.E SMP Negeri 23 Konawe Selatan. 2. Kajian Pustaka Pendekatan saintifik berhubungan erat dengan metode saintifik. Menurut Sani (2014: 50), metode saintifik (ilmiah) pada umumnya melibatkan kegiatan pengamatan atau observasi yang dibutuhkan untuk perumusan hipotesis atau mengumpulkan data. Dalam konteks pembelajaran, pendekatan saintifik merupakan proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar s i s w a secara aktif membangun konsep, hukum, atau prinsip melalui tahapan-tahapan ilmiah yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Joice dan Well mengungkapkan bahwa model pembelajaran yang dibutuhkan adalah yang mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar (Majid dan Rochman, 2014: 3). Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada siswa untuk mengenal dan memahami berbagai materi pelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Materi pelajaran yang akan dipahami bukan hanya bersumber dari guru, akan tetapi dapat juga bersumber buku, lingkungan, dan sebagainya. Dalam pemahaman ini, yang terpenting adalah bagaimana siswa berproses dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa dapat menumumbuhkan dan mengembangkan sikap, memperoleh dan mengembangkan pengetahuan, serta memperoleh atau melatih keterampilannya. Pendekatan saintifik ini memandang bahwa kegiatan pembelajaran dipandang sebagai proses yang sangat penting menuju tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Orientasinya lebih terfokus kepada keterampilan proses. Daryanto (2014: 51) menguraikan bahwa penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dengan demikian, bentuk kegiatan pembelajaran yang diharapkan adalah kondisi yang dapat mendorong atau memotivasi siswa dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan pembelajaran yang sifatnya diberi tahu. Sehubungan dengan hal tersebut, Kosasih (2014: 72) menandaskan bahwa pendekatan saintifik merupakan pendekatan di dalam kegiatan pembelajaran yang mengutamakan kreativitas dan temuan-temuan siswa. Pengalaman belajar yang mereka peroleh tidak bersifat indoktrinasi, hafalan, dan sejenisnya. Pengalaman belajar, baik itu yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka peroleh berdasarkan kesadaran dan kepentingan mereka sendiri. Sebagai sebuah pendekatan, pendekatan saintifik memiliki beberapa prinsip. Daryanto (2014: 58) menguraikan prinsip-prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran, yaitu: (1) Pembelajaran berpusat pada siswa; (2) Pembelajaran membentuk student self concept; (3) Pembelajaran terhindar dari verbalisme; (4) Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip; (5) Pembelajaran
4
mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa; (6) Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru; (7) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi; dan (8) Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya. Dalam kegiatan pembelajaran, pendekatan saintifik memiliki langkahlangkah sistematis yang merupakan acuan bagi guru dalam upaya membelajarkan siswanya. Permendibud No. 81 A Tahun 2013 Lampiran IV menguraikan pembelajaran langsung melalui proses pembelajaran saintifik atas lima pengalaman belajar pokok, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan mengomunikasikan. Salah satu model pembelajaran yang sangat menarik untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran adalah pembelajaran quantum (quantum teaching). DePorter dkk. (2004: 8) mengakui bahwa model Quantum Teaching hampir sama dengan sebuah simfoni. Menurut Arends, pembelajaran Quantum adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial (Kosasih dan Sumarna, 2013: 75). Hal yang lebih penting dipahami dari konsep pembelajaran quantum menurut Kosasih (2014: 114) adalah membuat siswa senang belajar jauh lebih penting daripada menuntut siswa untuk mau belajar supaya menjadi juara atau mencapai prestasi tertentu. Seperti halnya yang dikemukakan oleh DePorter (2004: 6—8), pembelajaran quantum memiliki asas utama Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka. Pembelajaran ini memiliki prinsip segalanya berbicara, segalanya bertujuan, pengalaman sebelum pemberian nama, akui setiap usaha, dan jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. Selanjutnya, DePorter menguraikan kerangka rancangan pembelajaran quantum yang dikenal dengan tandur, yaitu: tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan (2004: 10). Penelitian ini memadukan kedua konsep pembelajaran tersebut dengan nama model pembelajaran saintifik-quantum, disingkat santun, yang langkahlangkahnya meliputi: (1) Guru menumbuhkan motivasi siswa; (2) Siswa mengamati objek; (3) Siswa menanyakan tentang hal yang berhubungan dengan objek; (4) Siswa mengumpulkan informasi terkait dengan pertanyaan-pertanyaan atau masalah-masalah yang merupakan tuntutan pencapaian kompetensi; (5) Siswa mengolah informasi yang diperolehnya untuk mengambil suatu kesimpulan; (6) Siswa mengomunikasikan kesimpulan yang dihasilkannya; dan (7) Guru dan guru merayakan keberhasilan kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran santun tersebut akan digunakan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar yang terkait dengan keterampilan berbahasa Indonesia siswa. Keterampilan ini terdiri dari 4 komponen seperti yang dikemukakan oleh Nida, yaitu: (1) keterampilan menyimak (listening skills), (2) keterampilan berbicara (speaking skills), (3) keterampilan membaca (reading skills), dan (4) keterampilan menulis (writing skills) (Tarigan, 2000: 1).
5
3. Metode Penelitian Penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan sebanyak 2 siklus ini dilaksanakan di kelas VII.E SMP Negeri 23 Konawe Selatan pada Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari 34 siswa dengan prosedur tindakan: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi tindakan. Penelitian ini menggunakan instrumen berupa lembar observasi yang akan digunakan untuk pengamatan langsung dan tes yang akan digunakan untuk memperoleh data keterampilan berbahasa siswa. Teknik menganalisis datanya mengikuti langkah-langkah: (1) Mencatat semua fakta yang terjadi di lapangan melalui kegiatan observasi; (2) Menelaah semua data hasil observasi dan memisahkan data yang dianggap tidak penting; dan (3) Membuat analisis akhir dan menyimpulkan hasil penelitian secara kualitatif. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat keefektifan mengajar guru dan aktivitas belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran, maka analisis dilakukan melalui lembar observasi dengan cara menghitung rata-rata. Adapun rumus untuk menghitung rata-rata yang digunakan tersebut adalah: X = ∑X N Keterangan: X = mean ∑ = jumlah X = tiap nilai dalam sebaran N = jumlah kasus (Ary, 1982: 157). Indikator kinerja dalam penelitian ini mengacu kepada pandangan Nasution dkk. (2014: 6) yaitu jika data sudah menunjukkan bahwa lebih dari 85% siswa dari jumlah total siswa telah menguasai materi yang diajarkan maka pembelajaran dikatakan berhasil dan tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya. Secara rinci, indikator kinerja dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut: 1) Keberhasilan proses pembelajaran berupa keefektifan mengajar guru ditetapkan jika proses pembelajaran dengan menggunakan langkah-langkah model pembelajaran santun yang disajikan oleh guru telah mencapai minimal 85%. 2) Keberhasilan proses pembelajaran berupa keaktifan belajar siswa ditetapkan jika proses pembelajaran dengan menggunakan langkah-langkah model pembelajaran santun yang diikuti oleh siswa telah mencapai 85%. 3) Keberhasilan belajar siswa secara individu ditetapkan jika dalam penilaian siswa telah memperoleh skor minimal 75. 4) Keberhasilan siswa secara klasikal ditetapkan jika 85% dari total jumlah siswa telah mencapai skor minimal 75. Untuk mengetahui persentase ketuntasan siswa secara klasikal tersebut menggunakan rumus yang digunakan oleh Wahyuni dan Siswanto (2009: 186) sebagai berikut: Ketuntasan klasikal = Jumlah siswa tuntas x 100% Jumlah seluruh siswa
6
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Siklus Pertama Proses tindakan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa Indonesia siswa Kelas VII.E SMP Negeri 23 Konawe Selatan melalui model pembelajaran saintifik-quantum (santun) dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus I dilaksanakan pada minggu keempat Februari s.d. minggu pertama Maret 2016 sedangkan siklus II dilaksanakan pada minggu ketiga Maret s.d. minggu keempat Maret 2016. 4.1.1 Perencanaan Tindakan Perencanaan tindakan pada siklus I ini disusun secara kolaboratif oleh peneliti bersama dengan salah seorang teman sejawat yang mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 23 Konawe Selatan. Peneliti memiliki tugas sebagai guru dalam proses pembelajaran atau tindakan, sedangkan teman sejawat bertugas untuk mengamati secara langsung kegiatan atau proses pembelajaran atau tindakan baik yang berhubungan dengan keefektifan mengajar guru dalam menerapkan model pembelajaran maupun aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Adapun hal-hal yang dilaksanakan dalam perencanaan tindakan pada siklus ini adalah: (1) Peneliti dan guru menyusun silabus dan RPP yang didesain dengan menggunakan model pembelajaran santun; (2) Menyusun LKS; (3) Membuat lembar observasi kegiatan guru dan kegiatan siswa dalam proses pembelajaran; (4) Menyiapkan materi yang menjadi bahan pembelajaran; (5) Membuat instrumen penilaian; serta (6) Menyiapkan sumber serta media pembelajaran yang sesuai. 4.1.2 Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada siklus I berlangsung selama empat kali pertemuan. Masing-masing pertemuan berlangsung selama dua jam pelajaran. Adapun deskripsi pelaksanaan pembelajaran yang erat kaitannya dengan model pembelajaran santun diuraikan berikut ini. 1. Guru Menumbuhkan Motivasi Siswa Sebagaimana lazimnya sebuah kegiatan pembelajaran, pemberian motivasi merupakan unsur yang dapat menunjang terwujudnya proses pembelajaran yang berkualitas. Dengan motivasi, siswa diharapkan dapat tergugah karena menyadari keutamaan sebuah kegiatan yang disebut dengan belajar. Pada siklus I ini, pemberian motivasi dengan menjelaskan manfaat atau pentingnya materi pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Melalui ceramah singkat, guru menjelaskan bahwa materi pelajaran yang akan dipelajari merupakan keterampilan yang dapat digunakan untuk menempuh kehidupan, misalnya untuk bekerja secara profesional yang tentunya dapat menghasilkan uang. 2. Siswa Mengamati Mengamati merupakan proses yang melibatkan pancaindra siswa. Informasi yang tersaji melalui objek diharapkan dapat memperkaya kognisi siswa. Di samping itu, kegiatan mengamati juga dapat menumbuhkan rasa keingintahuan siswa tentang hal-hal yang lebih kompleks. Pada siklus I ini, guru memfasilitasi kegiatan mengamati yang dilakukan oleh siswa. Kegiatan mengamati dilakukan dengan cara menyaksikan tayangan
7
yang ditampilkan oleh guru melalui media LCD dan membaca buku tentang materi pelajaran. 3. Siswa Menanya Bertolak dari kegiatan mengamati pada uraian di atas, siswa melakukan kegiatan menanya. Kegiatan ini merupakan wujud dari rasa ingin tahu siswa selama hingga berakhirnya proses mengamati. Pada siklus I ini, kegiatan menanya yang dilakukan oleh siswa dalam kelompoknya sendiri (antarteman sekelompok). Siswa bisa mengajukan pertanyaannya kepada guru. Beberapa kemungkinan pertaanyaan yang tidak mengarah kepada pencapaian tujuan pembelajaran, namun harus tetap direspon dengan baik oleh guru dan diapresiasi dengan baik. 4. Siswa Mengumpulkan Informasi/Eksperimen (Mencoba) Berdasarkan pertanyaan pada tahap sebelumnya, guru kembali memfasilitasi siswa untuk mengumpulkan informasi, bukan “menyuap” siswa dengan berbagai informasi. Siswa mengekplorasi informasi-informasi untuk mengetahui banyak hal tentang materi pelajaran. Siswa juga dapat melakukan percobaan atau eksperimen. Pada siklus I ini, kegiatan mengumpulkan informasi yang dilakukan oleh siswa adalah: (1) mendengarkan wawancara; (2) membaca buku; (3) membaca tabel; dan (4) menonton percakapan bertelepon. 5. Siswa Mengolah Informasi/Mengasosiasi Tahap ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan sebelumnya. Berdasarkan informasi-informasi yang diperoleh, siswa mengolah informasi tersebut sehingga lebih dipahami. Melalui metode diskusi kelompok, siswa dalam setiap kelompok bahumembahu atau bekerjasama untuk membahas informasi-informasi yang diperoleh. Kegiatan belajar semacam ini merupakan upaya untuk mengelaborasi materi pelajaran dan diharapkan menjadi sesuatu yang bermakna bagi pengalaman belajar siswa. 6. Siswa Mengomunikasikan Hasil Pengamatan/Simpulan Bagian ini merupakan tahap di mana pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh siswa bukan hanya menjadi miliknya atau milik kelompoknya tetapi menjadi milik semua siswa dalam satu kelas. Setiap kelompok memajang hasil pekerjaannya di tempat yang telah disediakan sebelumnya. Tempat tersebut dikenal dengan nama stan. Setiap siswa dapat mengunjungi setiap stan untuk melihat atau membandingkan hasil pekerjaannya miliknya atau milik kelompoknya dengan hasil pekerjaan kelompok lain. Di stan tersebut memungkinkan terjadi tanyajawab atau diskusi antara pengunjung dengan penjaga stan. Bimbingan guru merupakan hal utama dalam kegiatan ini karena jika terjadi debat kusir antarsiswa dan ada siswa merasa pendapatnya benar dan yang lain dianggapnya salah misalnya, maka peran guru untuk mengkonfirmasi konsepkonsep yang dipertentangkan menjadi sebuah kewajiban. 7. Guru dan Siswa Merayakan Kegiatan Pembelajaran Sebuah kegiatan pembelajaran tentu menguras energi, baik secara fisik maupun secara psikis, baik di pihak guru maupun di pihak siswa. Melalui kegiatan
8
ini, siswa dan guru menyegarkan kondisinya, terutama dari sisi pikiran. Kegiatan ini dilaksanakan di akhir pembelajaran. Di samping untuk menghargai upaya atau yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran, kegiatan ini juga membuat siswa lebih senang dan merindukan kegiatan pembelajaran pada pertemuanpertemuan selanjutnya. 4.1.3 Pengamatan dan Evaluasi 4.1.3.1 Keefektifan Mengajar Guru Pada tahap ini, kegiatan guru dalam menerapkan model pembelajaran santun diamati dan dinilai oleh teman sejawat yang berkolaborasi dengan guru/peneliti. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah guru melaksanakan kegiatan pembelajaran seperti yang sudah direncanakan ataukah tidak. Adapun hasil pengamatan keefektifan mengajar guru dalam menerapkan model pembelajaran santun pada kegiatan pembelajaran siklus I dirangkum pada tabel berikut ini. Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Keefektifan Mengajar Guru pada Siklus I No. Aspek Skor Skor Persentase Keterangan Perolehan Maksimal (%) 1 Mendengarkan 161 192 83,85 2 Menulis 163 192 84,90 3 Membaca 167 192 86,98 4 Berbicara 173 192 90,10 Berdasarkan indikator kinerja yang ditetapkan, pertemuan I dan II aspek mendengakan dan aspek menulis, persentase keefektifan mengajar guru belum mencapai indikator, sedangkan pertemuan III dan IV pada aspek membaca dan aspek berbicara telah mencapai indicator kinerja (85%). 4.1.3.2 Aktivitas Belajar Siswa Aktivitas belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran pada siklus I dirangkum pada tabel di bawah ini. Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus II No. Aspek Skor Skor Persentase Keterangan Perolehan Maksimal (%) 1 Mendengarkan 19 28 67,86 2 Menulis 22 28 78,57 3 Membaca 22 28 78,57 4 Berbicara 23 28 82,14 Berdasarkan tabel di atas, aktivitas belajar siswa pada semua aspek keterampilan berbahasa belum mencapai indicator kinerja yang ditetapkan (85%). 4.1.3.3 Evaluasi Data hasil tes keterampilan berbahasa Indonesia siswa Kelas VII.E SMP Negeri 23 Konawe Selatan pada siklus I dirangkum pada tabel berikut ini.
9
Tabel 4.3 Nilai Keterampilan Berbahasa Siklus I Nilai RataJumlah No. Aspek Rata Tuntas
Jumlah Persentase Tidak Ketuntasan Tuntas 1 Mendengarkan 76,82 29 5 85,29% 2 Menulis 75,29 26 8 76,50% 3 Membaca 80,12 28 6 82,35% 4 Berbicara 78,94 28 6 82,35% Berdasarkan tabel nilai di atas, persentase ketuntasan siswa secara klasikal hanya pada pertemuan I telah mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu minimal 85% siswa mencapai ketuntasan. 4.1.4 Refleksi Siklus I Hasil tindakan dan evaluasi pembelajaran keterampilan berbahasa siswa Kelas VII.E SMP Negeri 23 Konawe Selatan dengan menggunakan model pembelajaran santun pada siklus I menunjukkan bahwa indikator kinerja yang ditetapkan belum tercapai. Ini menandakan bahwa masih ada kelemahankelemahan dalam pelaksanaan pembelajaran. Pada tahap ini, peneliti dan teman sejawat mendiskusikan kelemahankelemahan yang ditemukan pada pelaksanaan tindakan di siklus I. Kelemahankelemahan yang dibahas tersebut menjadi acuan dalam upaya memperbaiki atau meningkatkan tindakan pada siklus II. Kelemahan di pihak guru saat kegiatan pembelajaran secara menyeluruh pada siklus I ditemukan pada aspek: (1) penggunaan waktu, (2) pemanfaatan media pembelajaran, (3) kegiatan merangkum materi pelajaran, (4) kegiatan merefleksi proses dan materi pelajaran, dan (5) kegiatan tindak lanjut pembelajaran. Kelemahan di pihak siswa yang perlu mendapat perhatian serius terletak pada kegiatan menanya. Pada kegiatan ini, siswa terkesan kurang percaya diri untuk mengungkapkan rasa ingin tahunya secara lisan di depan guru dan temantemannya. Hal ini terjadi pada pertemuan pertama, di mana dalam kegiatan pembelajaran hanya 1 orang siswa yang bertanya. Berdasarkan uraian di atas, maka langkah-langkah sebagai upaya perbaikan atau pengoptimalan pelaksanaan pembelajaran adalah: (1) Guru harus konsisten dengan alokasi waktu yang ditetapkan; (2) Guru harus melibatkan siswa dalam pemanfaatan media pembelajaran; (3) Guru harus mengoptimalkan upaya untuk memfasilitasi dan membimbing siswa untuk merangkum materi pelajaran; (4) Guru harus mengoptimalkan upaya untuk memfasilitasi dan membimbing siswa untuk merefleksi proses dan materi pelajaran; (5) Guru harus mengoptimalkan rencana kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar siswa; (6) Guru harus mengoptimalkan upaya memotivasi dan membangkitkan rasa ingin tahu siswa; dan (7) Guru harus memaparkan lebih jelas tentang cara mengubah kalimat langsung menjadi kalimat tak langsung dan cara mengubah teks percakapan menjadi bentuk narasi serta hal yang terkait dengan ejaan yang disempurnakan.
10
Selain ketujuh hal di atas, kegiatan pembelajaran yang terkait langsung dengan tahap-tahap model pembelajaran santun perlu untuk dioptimalkan pada pelaksanaan tindakan di siklus II agar mencapai hasil yang optimal pula. 4.2 Siklus Kedua 4.2.1 Perencanaan Tindakan Hal-hal yang dilaksanakan dalam perencanaan tindakan pada siklus ini adalah: (1) Peneliti dan guru menetapkan kembali silabus yang digunakan pada siklus I dan merevisi RPP. Revisi tersebut terkait dengan rincian penggunaan waktu dalam kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup pembelajaran. Selain itu, tema materi pelajaran di siklus II berbeda dengan siklus I; (2) Menyusun LKS sesuai dengan tema materi pelajaran; (3) Menetapkan kembali lembar observasi kegiatan guru dan kegiatan siswa dalam proses pembelajaran; (4) Menyiapkan materi yang menjadi bahan pembelajaran; (5) Membuat instrumen penilaian; serta (6) Menyiapkan sumber serta media pembelajaran yang sesuai. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dari segi perencanaan siklus I dan siklus II hanya berbeda dalam hal perincian waktu dan tema materi pelajaran. 4.2.2 Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada siklus II untuk meningkatkan keterampilan berbahasa siswa Kelas VII.E SMP Negeri 23 Konawe Selatan yang dilaksanakan melalui model pembelajaran santun yang berlangsung selama empat kali pertemuan. Tindakan ini dilaksanakan sesuai dengan RPP hasil perubahan yang dilakukan berdasarkan kelemahan-kelemahan yang ditemukan pada tindakan di siklus pertama. 4.2.3 Pengamatan dan Evaluasi 4.2.3.1 Keefektifan Mengajar Guru Hasil pengamatan sehubungan dengan keefektifan mengajar guru dalam menerapkan model pembelajaran santun pada kegiatan pembelajaran siklus II ini dirangkum pada tabel berikut. Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Keefektifan Mengajar Guru pada Siklus II No. Aspek Skor Skor Persentase Keterangan Perolehan Maksimal (%) 1 Mendengarkan 171 192 89,06 2 Menulis 178 192 92,71 3 Membaca 181 192 94,27 4 Berbicara 180 192 93,75 Berdasarkan indikator kinerja yang ditetapkan, presentase keefektifan mengajar guru pada siklus II ini telah mencapai indicator (85%). 4.1.3.2 Aktivitas Belajar Siswa Aktivitas belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran pada siklus II dirangkum pada tabel di bawah ini.
11
Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus II No. Aspek Skor Skor Persentase Keterangan Perolehan Maksimal (%) 1 Mendengarkan 25 28 89,29 2 Menulis 24 28 85,71 3 Membaca 25 28 89,29 4 Berbicara 26 28 92,86 Berdasarkan tabel di atas, aktivitas belajar siswa pada semua aspek keterampilan berbahasa belum mencapai indicator kinerja yang ditetapkan (85%). 4.2.3.2 Evaluasi Data hasil tes keterampilan berbahasa Indonesia siswa Kelas VII.E SMP Negeri 23 Konawe Selatan pada siklus II dirangkum pada tabel berikut ini. Tabel 4.6 Nilai Keterampilan Berbahasa Siklus II Nilai Rata- Jumlah Jumlah Tidak Persentase No. Aspek Rata Tuntas Tuntas Ketuntasan 1 2 3 4
Mendengarkan 86,00 33 1 97,06% Menulis 82,82 29 5 85,30% Membaca 83,82 33 1 97,06% Berbicara 82,71 31 3 91,18% Berdasarkan tabel nilai di atas, presentase ketuntasan siswa secara klasikal pertemuan I, II, III, dan IV telah mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu minimal 85% siswa mencapai ketuntasan. 4.2.4 Refleksi Siklus II Secara garis besar, pelaksanaan tindakan pada siklus II sudah baik, bahkan sangat baik. Kekurangan-kekurangan yang terjadi pada perencanaan dan pelaksanaan tindakan pada siklus I sudah diperbaiki, baik dalam perencanaan pembelajaran maupun di tingkat pelaksanaan. Terkait dengan penggunaan waktu, pada siklus II ini sudah terkelola dengan baik. Kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup pembelajaran berlangsung dengan lancar dan waktunya relatif sesuai dengan perencanaan tertera pada RPP. Demikian halnya dengan pemanfaatan media pembelajaran, pada siklus II ini guru sudah melibatkan siswa dalam menggunakan laptop. Kegiatan ini melibatkan satu atau dua orang siswa saja pada setiap pertemuan. Itupun hanya sebatas membantu menghubungkan kabel-kabel dari laptop ke LCD/infocus atau menghidupkan dan mematikan perangkat. Dalam kegiatan merangkum materi pelajaran guru telah melibatkan siswa secara optimal dalam merangkum materi pelajaran. Dengan percaya diri, perwakilan setiap kelompok mengungkapkan pikiran yang menjadi simpulan materi. Selanjutnya, pada kegiatan merefleksi proses dan materi pelajaran, guru telah mampu membuat siswa berperan aktif dalam mengungkapkan hal-hal yang dirasakannya selama berproses dalam kegiatan pembelajaran. Beragam reaksi siswa terkait dengan proses pembelajaran. Secara umum hanya 2 hal yaitu permainan-permainan dan penayangan-penayangan video. Sedangkan hal yang berkaitan dengan materi pelajaran, secara umum siswa mengakui bahwa materi pelajaran yang dipelajarinya tidak sulit. 12
Terkait dengan kegiatan tindak lanjut pembelajaran, guru sudah memberikan tugas-tugas sebagai bentuk pengayaan yang dilakukan siswa atau kelompoknya di luar jam pelajaran. Tugas-tugas tersebut terkait dengan materi pelajaran pada setiap pertemuan. 5. Simpulan dan Saran Penelitian ini menghasilkan simpulan bahwa: (1) Keefektifan mengajar guru dalam pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia pada siswa Kelas VII.E SMP Negeri 23 Konawe Selatan ternyata meningkat melalui penerapan model pembelajaran santun; (2) Aktivitas belajar siswa Kelas VII.E SMP Negeri 23 Konawe Selatan dalam pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia ternyata meningkat melalui penerapan model pembelajaran santun; dan (3) Keterampilan berbahasa Indoneisa siswa Kelas VII.E SMP Negeri 23 Konawe Selatan ternyata meningkat melalui penerapan model pembelajaran santun. Penulis menyarankan beberapa hal kepada: (1) kepala sekolah agar senantiasa peduli dengan pengembangan kompetensi guru; (2) para guru agar selalu meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilannya dalam mengadopsi, mengadaptasi atau menginovasikan konsep-konsep pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa; dan (3) para guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 23 Konawe Selatan bahwa model pembelajaran santun dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan keterampilan berbahasa. Daftar Pustaka Ary, Donald dkk. 1982. Introduction to Research in Education. Arief Furchan. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Daryanto. 2014. Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Yogyakarta: Gava Media. DePorter, Bobbi dkk.. 2004. Quantum Teaching: Orchestrating Studen Succes. Ary Nilandari. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas. Bandung: Kaifa. Kemdikbud. 2013. Kurikulum 2013: Tanya Jawab dan Opini. Jakarta: Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kosasih, E.. 2014. Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Yrama Widya. Kosasih, Nandang dan Dede Sumarna. 2013. Pembelajaran Quantum dan Optimlisasi kecerdasan. Bandung: Alfabeta. Majid, Abdul dan Chaerul Rochman. 2014. Pendekatan Ilmiah dalam Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Implementasi Kurikulum. Permendikbud No. 81A Tahun 2013. Sani, Ridwan Abdullah. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: PT Bumi Aksara. Tarigan, Henri Guntur. 2000. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
13