Meningkatkan Kemampuan Speaking Siswa-siswi Madrasah melalui Role-Play Suma Ningsih Universitas Widya Gama Mahakam, Indonesia Email:
[email protected]
Abstract: The result of preliminary study in the teaching of speaking at MTs AlMuna Samarinda was not satisfied; the students were reluctant to speak English, they were shy and no confident to express ideas orally, and they were afraid of being laughed by their friends. The average score of their speaking skills were 63.06 and it was below the minimum passing grade, that is, 70. This study tried to improve the students’ ability of speaking through role-play. This is an action research which was done in two cycles. The instruments of the study are observation, documentation, and speaking test. The findings of the study show that role-play could improve the students’ speaking ability. It was proven by the improvement of their speaking skill, from 63.06 in the preliminary study up to 76.6 in cycle II. Key-words: speaking, ELT, role-play A. Pendahuluan Bahasa Inggris memegang peranan penting di zaman sekarang. Bahasa Inggris adalah bahasa yang banyak digunakan oleh orang-orang di seluruh di dunia. Bahasa ini digunakan di berbagai bidang kehidupan; politik, ekonomi, sosial, pendidikan hingga budaya. Memasuki era MEA (Masyarakat Ekonomi Asia), semakin banyak orang yang merasa perlu belajar dan menguasai bahasa Inggris yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda yang berasal dari negara-negara di Asia. Untuk alasan itulah, maka pembelajaran bahasa Inggris menjadi penting untuk dilaksanakan di sekolah-sekolah di Indonesia. Termasuk pembelajaran bahasa Inggris di madrasah akhirnya dianggap menjadi sangat penting.1 Pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah mengacu kepada sistem pendidikan nasional Indonesia yang menjadi dasar pendidikan bagi seluruh masyarakat di 1
Wakhid Nashruddin. Teaching English as A Foreign Language at Madrasah Ibtidaiyyah: Facts and Challenges. Dinamika Ilmu, Vol. 15 No 1, 2015
1
Indonesia. Pembelajaran bahasa Inggris tidak sekedar dilaksanakan untuk memberikan kemampuan berbahasa asing, namun jauh melangkah ke depan untuk meningkatkan pengetahuan dan potensi yang dimiliki oleh orang-orang Indonesia. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan
bahwa
pendidikan
nasional
berfungsi
mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan dilaksanakan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab. Ada 4 (empat) keterampilan dalam pembelajaran bahasa Inggris, yaitu reading, listening, writing, dan speaking. Semua keterampilan itu penting dan saling mendukung satu sama lain. Penguasaan keempat keterampilan berbahasa Inggris itu penting untuk menunjukkan sejauh mana penguasaan bahasa Inggris oleh siswa/siswi. Di tingkat madrasah tsanawiyah, ke empat keterampilan bahasa Inggris tersebut diajarkan kepada siswa. Pada level MTs, penguasaan bahasa Inggris ikut menentukan penguasaan bahasa Inggris pada level berikutnya. Kemampuan Bahasa Inggris di tingkat SMU/SMK/Aliyah atau perguruan tinggi sangat ditentukan ketika siswa belajar bahasa Inggris di level sekolah menengah ini. Pondasi yang bagus di sekolah menengah akan membuat siswa di level yang lebih atas merasa lebih mudah menguasai Bahasa Inggris. Kurikulum nasional menyatakan bahwa kompetensi inti pembelajaran bahasa Inggris adalah mengolah,
menyaji, dan menalar dalam ranah konkret
(menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori. Sementara itu, kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa/siswi dalam pembelajaran bahasa Inggris adalah: 1) Menyusun teks lisan sederhana untuk mengucapkan dan merespon ungkapan meminta perhatian, mengecek pemahaman, 2
dan menghargai kinerja yang baik, dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan sesuai konteks. 2) Menyusun teks lisan dan tulis untuk menyatakan dan menanyakan tentang kemampuan dan kemauan melakukan suatu tindakan, dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan sesuai konteks. 3) Menyusun teks lisan dan tulis sederhana untuk menyatakan, menanyakan, dan merespon ungkapan memberi instruksi, mengajak, melarang, dan minta ijin, dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan sesuai konteks. 4) Menangkap makna undangan pribadi dan ucapan selamat (greeting card), sangat pendek dan sederhana. 5) Menyusun teks tulis undangan pribadi dan ucapan selamat (greeting card), sangat pendek dan sederhana, dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan sesuai konteks. 6) Menyusun teks lisan dan tulis untuk menyatakan dan menanyakan tentang keberadaan orang, benda, binatang dalam jumlah yang tidak tertentu, dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan sesuai konteks. 7) Menyusun teks lisan dan tulis untuk menyatakan dan menanyakan tentang tindakan/kejadian yang dilakukan/terjadi secara rutin atau merupakan kebenaran umum, dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan sesuai konteks. 8) Menyusun teks lisan dan tulis untuk menyatakan dan menanyakan tentang tindakan/kejadian yang sedang dilakukan/berlangsung saat ini, dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan sesuai konteks. 9) Menyusun teks lisan dan tulis untuk menyatakan dan menanyakan tentang hubungan sebab akibat dan hubungan kebalikan, dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan sesuai konteks. 10) Menyusun teks lisan dan tulis untuk menyatakan dan menanyakan tentang perbandingan jumlah dan sifat orang, binatang, benda, dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan sesuai konteks. 11) Menangkap makna dalam teks deskriptif lisan dan tulis, pendek dan sederhana. 12) Menyusun teks deskriptif lisan dan tulis, pendek dan sederhana, tentang orang, binatang, dan benda, dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan sesuai konteks. 13) Menyusun teks 3
lisan dan tulis untuk menyatakan dan menanyakan tentang tindakan/kejadian yang dilakukan/terjadi di waktu lampau, dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan sesuai konteks. 14) Menangkap makna teks recount lisan dan tulis, pendek dan sederhana, tentang kegiatan, kejadian, peristiwa. 15) Menyusun teks recount lisan dan tulis, pendek dan sederhana, tentang kegiatan, kejadian, peristiwa, dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan sesuai konteks. 16) Menangkap makna pesan singkat dan pengumuman/pemberitahuan (notice), sangat pendek dan sederhana. 17) Menyusun teks tulis pesan singkat dan pengumuman/pemberitahuan (notice), sangat pendek dan sederhana, dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan sesuai konteks. 18) Menangkap makna teks naratif lisan dan tulis, berbentuk fabel pendek dan sederhana. 19) Menangkap makna lagu. Kurikulum di atas menunjukkan bahwa siswa/siswa diharapkan dapat mendeskripsikan sesuatu hal atau mengungkapkan kejadian atau peristiwa yang terjadi baik secara lisan atau tulisan. Namun faktanya, tidak semua siswa/siswi bisa melakukannya. Banyak siswa/siswa MTs yang memiliki kesulitan dalam memahami dan mengungkapkan Bahasa Inggris secara lisan (speaking). Termasuk juga kesulitan yang dialami oleh siswa/siswi MTs AlMuna Samarinda. Ketidakmampuan siswa menerima materi pelajaran Bahasa Inggris seringkali disebabkan karena guru – guru Bahasa Inggris kurang memiliki wawasan metode pengajaran Bahasa Inggris yang variatif dan dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar Bahasa Inggris. Padahal, minat dan motivasi yang timbul dalam diri siswa akan membantu mereka lebih mudah mempelajari dan menguasai Bahasa Inggris. Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan untuk mengetahui peta kemampuan siswa/siswi berbicara bahasa Inggris di MTs Al-Muna menunjukkan bahwa kebanyakan siswa malu dan tidak berani untuk berbicara bahasa Inggris. Mereka kesulitan untuk mengungkapkan kosakata dan menceritakan kejadian atau apa yang mereka alami dalam bahasa Inggris. Siswa tampak takut untuk berbicara bahasa Inggris. Tidak semua murid menguasai bahasa Inggris seperti yang 4
diharapkan, terutama kemampuan berbicara (Speaking). Nilai rata-rata kelas dalam pelajaran bahasa Inggris adalah 63.06. Ini di bawah KKM, yang 70. Sementara itu ketuntatasan kelas adalah 40%. Ada 12 siswa dari total 30 siswa yang mampu mencapai ketuntasan belajar. Penyebab dari belum berhasilnya pengajaran bahasa Inggris akibat guru belum memaksimalkan metode pengajaran bahasa Inggris. Guru lebih sering menggunakan metode ceramah atau tanya jawab. Padahal, pembelajaran Bahasa Inggris harus mengandalkan penggunaan metode-metode yang aplikatif dan menarik. Pembelajaran yang menarik akan memikat anak-anak untuk terus dan betah mempelajari Bahasa Inggris. Guru juga harus profesional untuk mencapai tujuan pembelajaran.2 Solusi harus dicari untuk mengatasi masalah pembelajaran bahasa Inggris khususnya keterampilan berbicara (speaking) di MTs Al Muna Samarinda. Salah satu perubahan yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan metode role-play dalam pembelajaran berbicara (speaking). Metode role-play sangat cocok diterapkan ketika pengajar melakukan pembelajaran berbicara dengan dibantu dengan kartu peran. Metode ini mengarahkan siswa/siswi untuk berbicara bahasa Inggris.3 Role-play merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antar manusia dengan cara memainkan peran-peran tertentu. Siswa/siswi belajar untuk kerjasama, berkomunikasi secara aktif, dan menginterpretasikan suatu kejadian melalui peran yang dimainkan. Siswa/siswi belajar mengeksplorasi hubunganhubungan antar manusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama mereka dapat mengeksplorasi gagasan, sikap, nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah sesuai dengan situasi peran yang dijalankan.
2
Muhammad Nasir. Profesionalisme Guru Agama Islam: Sebuah Upaya Peningkatan Mutu Melalui LPTK. Dinamika Ilmu. Vol. 13 No 2, 2013 3 Hayriye Kayi. Teaching Speaking: Activities to Promote Speaking in a Second Language. The Internet TESL Journal, Vol. XII, No. 11, November 2006
5
Sebagai salah satu metode pembelajaran dalam speaking, role-play mampu meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Kuśnierek mengatakan bahwa roleplay mampu mengembangkan kemampuan berbicara siswa karena mereka merasa nyaman dan senang dengan bermain peran. Hampir semua siswa mengatakan bahwa kemampuan berbicara mereka meningkat.4 Sementara itu, Doang menambahkan bahwa role-play memberi kesempatan kepada siswa untuk berlatih berbicara bahasa Inggris berdasarkan situasi kehidupan yang nyata. Siswa/siswi berbicara bahasa Inggris lebih percaya diri, lebih alami, dan lebih lancar.5 Role-play tidak sekedar komunikasi dua arah dalam konsep pemebalajran di kelas. Role-play juga bisa diterapkan untuk menyentuh aspek-aspek lain, misalnya aspek konteks, perkembangan, karakter, atau budaya. Pada hakeketnya semua pembelajaran harus memperhatikan aspek-aspek tersebut. Pembelajaran harus dilakukan secara kontekstual6 untuk meningkatkan aspek-aspek perkembangan siswa7 dan melihat situasi nyata atau budaya apa yang dianut atau dipegang oleh peserta didik, atau karakter apa yang harus dikembangkan.8910 Pembelajaran juga akan efektif jika menggunakan media dan alat peraga yang tepat dan benda-benda nyata yang ada di sekitar kehidupan siswa/siswi.11 Dengan demikian, pembelajaran bahasa Inggris menggunakan teknik role-play akan berlangsung dengan lancar dan mencapai hasil yang diinginkan oleh semua pihak.
4
Anna Kuśnierek. Developing students’ speaking skills through role-play. World Scientific News. 1, 2015, hlm. 73-111 5 Tham My Duong. An investigation into effects of role-play in an EFL speaking course. Global Journal of Foreign Language Teaching. Volume 04, Issue 2, 2014, hlm. 81-91 6 M. Iwan Abdi, Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Pembelajaran PAI. Dinamika Ilmu. Vol. 11 No 1, 2011 7 Hamzah, Syeh Hawib. Aspek Pengembangan Peserta Didik: Kognitif, Afektif, Psikomotorik. Dinamika Ilmu, Vol. 12 No. 1, 2012 8 Khairy Abusyairi. Pembelajaran Bahasa dengan Pendekatan Budaya. Dinamika Ilmu. Vol. 13 No 2, 2013 9 Lulus Irawati. Applying Cultural Project Based Learning to Develop Students’ Academic Writing. Dinamika Ilmu, Vol. 15 No 1, 2015 10 Siti Julaiha. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran. Dinamika Ilmu, Vol 14 No 2, 2014 11 Umar Fauzan. The Use of Improvisation technique to improve the Speaking ability of EFL students. Dinamika Ilmu. Vol. 14 No. 2, 2014
6
B. Metode Penelitian Ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dalam konteks pembelajaran bahasa Inggris dengan latar belakang berupa adanya permasalahan yang ditemukan di kelas bahasa Inggris, khusus untuk keterampilan berbicara (speaking).12 Subjek penelitian adalah murid/murid kelas VIII MTs AlMuna Samarinda. Penelitian dilaksanakan di kelas tersebut, karena permasalahan pengajaran bahasa Inggris berada di sana. Instrumen yang digunakan adalah observasi, dokumentasi, dan tes. Observasi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan langsung di kelas dan melakukan perekaman data melalui penggunaan lembar observasi dan catatan lapangan. Dokumentasi dilakukan dengan meneliti semua sumber-sumber data yang berkaitan dengan data tertulis, baik itu nilai/rapor siswa maupun dokumendokumen lain yang terkait. Tes dilakukan dengan memberikan penilaian langsung terhadap kemampuan berbicara (speaking) siswa/siswi. Analisis data dilakukan dengan dua cara, yaitu: data deskripsi dengan cara mendeskripsikan semua temuan dalamdari hasil observasi dan data statistik sederhana untuk mengetahui nilai ratarata siswa/siswi.
C. Hasil Penelitian Data penelitian yang diperoleh berupa data observasi dari pengamatan pengelolaan pembelajaran dengan role-play dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus. 1. Data Siklus I Sebelum dilakukan pengajaran, terlebih dahulu dilaksanakan persiapan pengajaran. Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran, LKS, soal tes formatif, dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Kemudian dilaksanakan pembelajaran bahasa Inggris dengan teknik role-play. Dalam hal ini, peneliti bertindak sebagai guru. Proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) 12
Sitti Hadijah, Investigating the Problems of English Speaking of the Students of Islamic Boarding School Program at STAIN Samarinda. Dinamika Ilmu, Vol 14 No 2, 2014
7
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Hasil observasi pada siklus 1 menunjukkan siswa awalnya malu-malu untuk melakukan role-play. Mereka tampak tidak tahu harus berbicara apa. Ini terjadi karena mereka tidak memiliki cukup kosakata dalam bahasa Inggris untuk mengungkapkan ide dan ekspresi bahasa berkaitan dengan peran yang harus mereka mainkan. Sebenarnya mereka sudah mendapatkan kartu peran dan rangkaian percakapan yang harus mereka ungkapkan dalam bentuk bermain peran. Namun, banyak sekali siswa/siswi yang lupa dengan teks yang mereka harus bawakan, sehingga lebih sering mereka membaca teks tersebut. Secara umum, pada siklus 1 belum menunjukkan perkembangan kemampuan berbicara termasuk kelancaran di dalamnya, namun demikian tampak ada perbedaan atmosfir pembelajaran yang lebih positif ketika mereka belajar berbicara langsung dengan bermain peran. Adapun data hasil penelitian pada siklus I yang dilakukan oleh peneliti sebagai hasil belajar siswa sebelum pelaksanaan PTK (tes awal) dibandingkan dengan hasil siklus I adalah sbb: Tabel 1: Data Perbandingan Nilai Siswa Siklus 1 dan Pra-siklus NO
NAMA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
A B C D E F G H I J K L M N O
NILAI SISWA Tes Awal Siklus 1 55 65 70 70 55 75 60 65 71 73 71 70 67 60 64 60 64 65 65 80 55 65 70 73 70 70 55 60 75 75 8
16 17 No 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
P Q Nama R S T U V W X Y Z AA AB AC AD RATA-RATA KKM
55 55 Tes Awal 70 55 70 55 75 55 70 55 70 55 60 70 55 63.06 70
65 73 Siklus I 70 60 70 60 75 65 73 70 60 75 65 80 60 68.28
Tabel di atas menujukkan bahwa dengan menerapkan metode pembelajaran role-play diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 68.28 dan ketuntasan belajar mencapai 57% atau ada 17 siswa dari 30 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 hanya sebesar 57% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 70%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode role-play. Berdasarkan temuan pada siklus 1, dilakukan refleksi. Pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar. Ini menunjukkan bahwa harus ada perubahan atau penyesuaian dalam pembelajaran menggunakan role-play. Penyesuaian akan dilakukan dalam hal lebih menyesuaikan tema peran berdasarkan kehidupan yang tidak jauh dengan kehidupan siswa/siswi dan juga perlu adanya media yang sesuai yang dapat mendukung proses belajar dengan bermain peran.
9
2. Data Siklus II Sama halnya pada siklus I, pada siklus II ini peneliti terlebih dahulu mempersiapkan perangkat pembelajaran sebelum mengajar yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS 2, soal tes formatif II, dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Setelah
melakukan
persiapan,
kemudian
dilakukan
implementasi
pembelajaran bahasa Inggris. Dalam implementasi pengajaran ini, peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif. Hasil observasi pada siklus II menunjukkan ada perbedaan yang cukup mendasar dalam pelaksanaan pembelajaran berbicara bahasa Inggris menggunakan role-play dibandingkan dengan pembelajaran pada siklus I. perbedaan itu tampak di mana siswa/siswi lebih bisa bermain peran. Mereka tidak terlalu canggung atau malu-malu untuk maju ke depan dan bermain peran. Awalnya masih terlihat ada kekakuan, namun setelah tampil beberapa kali bermain peran, tampak siswa/siswi lebih merasa nyaman dengan teknik pembelajaran ini. Siswa/siswi banyak yang sudah tidak lagi selalu membaca teks yang disediakan, namun mereka lebih hafal dan mampu mengucapkan seperti halnya orang-orang yang bercakap-cakap. Ini berbeda dengan siklus I di mana lebih sering siswa/siswi tampak seperti hanya membaca saja. Adapun data hasil penelitian pada siklus II sekaligus sebagai perbandingan hasil belajar siswa sebelum pelaksanaan PTK (tes awal), siklus I, dan hasil belajar di akhir siklus II adalah sbb:
10
Tabel 2: Data Perbandingan Nilai Siswa Pra-siklus, Siklus I, dan II NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 No 27 28 29 30
NAMA
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z Nama AA AB AC AD RATA-RATA KKM Tabel
di
atas
NILAI SISWA Tes Awal Siklus I Siklus II 55 65 75 70 70 90 55 75 70 60 65 70 71 73 75 71 70 75 67 60 73 64 60 70 64 65 68 65 80 90 55 65 69 70 73 89 70 70 80 55 60 70 75 75 75 55 65 65 55 73 73 70 70 70 55 60 68 70 70 90 55 60 69 75 75 89 55 65 70 70 73 80 55 70 90 70 60 60 Tes Awal Siklus I Siklus II 55 75 87 60 65 80 70 80 85 55 60 83 63.06 68.28 76.61 70 menunjukkan
bahwa
dengan
menerapkan
metode
pembelajaran role-play diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa sebelum pelaksanaan tindakan, nilai rata-rata kelas dalam pelajaran bahasa Inggris adalah 63.06. Terdapat 12 siswa dari total 30 siswa yang mampu mencapai ketuntasan
11
belajar. Pada akhir siklus I, nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 68.28 dan ada 17 siswa dari 30 siswa sudah tuntas belajar. Pada akhir siklus II, nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 76.61 dan ada 23 siswa dari 30 siswa sudah tuntas belajar.
3. Pembahasan Sebelum pelaksanaan tindakan, nilai rata-rata kelas dalam pelajaran bahasa Inggris di MTs AlMuna Samarinda adalah 63.06. Ini di bawah KKM, yang 70. Sementara itu ketuntatasan kelas adalah 40%, jumlah ini dari 12 siswa dari total 30 siswa yang mampu mencapai ketuntasan belajar. Setelah menerapkan metode pembelajaran role-play diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 68.28 dan ketuntasan belajar mencapai 57% atau ada 17 siswa dari 30 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan. Meskipun demikian, pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar. Siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 hanya sebesar 57% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 70%. Kemudian dilanjutkan ke Siklus II. Pada akhir siklus II ini, nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 76.61 dan ada 23 siswa dari 30 siswa sudah tuntas belajar. Perbandingan secara visual perbedaan kemampuan bahasa Inggris siswa dapat dilihat dari gambar grafik di bawah ini. 80% 60%
40%
Series1
20% 0% Tes Awal
Siklus 1
Siklus 2
Gambar : Perbandingan Kemampuan Bahasa Inggris Siswa/siswi Mts Almuna
12
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa role-play efektif untuk digunakan dalam kelas pembelajaran bahasa Inggris terutama keterampilan berbicara. Temuan ini sesuai dengan temuan Kuśnierek (2015)13, dan temuan Duong (2014)14 Namun demikian, tetap mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan kondisi setiap kelas yang khas, seperti apa yang disampaikan oleh Bharathy (2013) bahwa role-play efektif jika kelasnya tidak terlalu besar, harus memperhatikan siswa/siswi yang pasif, serta guru harus memberi contoh dan konsep yang tepat untuk meningkatkan kemampuan siswa15 atau menggunakan media seperti gambar.1617
D. Simpulan Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan disimpulkan bahwa Role-play dapat meningkatkan kemampuan berbicara (speaking) siswa/siswi MTs AlMuna. Sebelum pelaksanaan tindakan, nilai rata-rata kelas dalam pelajaran bahasa Inggris di MTs AlMuna Samarinda adalah 63.06. Pada siklus I, nilai ratarata prestasi belajar siswa adalah 68.28. Pada akhir siklus II ini, nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 76.6. Kunci dari keberhasilan pembelajaran menggunakan role-play pada siklus II adalah adanya perubahan atau penyesuaian terhadap implementasi pembelajaran. Penyesuaian dilakukan dalam hal lebih menyesuaikan tema peran berdasarkan kehidupan yang tidak jauh dengan kehidupan siswa/siswi dan juga penggunaan media yang sesuai yang mendukung proses belajar menggunakan role-play.
13
Anna Kuśnierek. Developing students’. 2015 Tham My Duong. An investigation into effects of role-play. 2014 15 M.Shyamala Bharathy. Effectiveness of Roleplay in Enhancing Speaking Skills of Tertiary Level Learners. Journal of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS) Volume 13, Issue 1, 2013. 16 DAW Nurhayati. Using Picture Series to Inspire Reading Comprehension for the Second Semester Students of English Department of IAIN Tulungagung. Dinamika Ilmu, Vol 14 No 2, 2014. 17 Puguh Karsono. Using Pictures in Improving the Speaking Ability of the Grade Eight-A Students of SMP Negeri 1 Anggana. Dinamika Ilmu, Vol 14 No 2, 2014 14
13
BIBLIOGRAFI Abdi, M I. 2011. Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Pembelajaran PAI. Dinamika Ilmu. Vol. 11 No 1, 2011 Abusyairi, Khairy. 2013. Pembelajaran Bahasa dengan Pendekatan Budaya. Dinamika Ilmu. Vol. 13 No 2, 2013 Bailey, K. M. Speaking. 2003. In Nunan, David (Editor), Practical English Language Teaching. Singapore: McGraw-Hill, 2003 Bharathy, M.Shyamala. 2013. Effectiveness of Roleplay in Enhancing Speaking Skills of Tertiary Level Learners. Journal of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS) Volume 13, Issue 1, 2013. Burns, A. & Joyce, H. 1999. Focus on Speaking. Sidney: National Centre for English Language Teaching and Research Macquarie University, 1999 Duong, Tham My. 2014. An investigation into effects of role-play in an EFL speaking course. Global Journal of Foreign Language Teaching. Volume 04, Issue 2, (2014) 81-91 Fattah, Mustamin & Yamin, H, M. 2014. Efektivitas Model Kooperatif untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Teks Bahasa Arab Mahasiswa PESKAM STAIN Samarinda. FENOMENA Vol 6 No 1, 2014 Fauzan, Umar. 2014. Developing EFL Speaking Materials for the Second Semester Students of STAIN Samarinda. Proceedings of 61th TEFLIN International Conference. Oct, 2014. UNS Surakarta. Fauzan, Umar. 2014. The Use of Improvisation technique to improve the Speaking ability of EFL students. Dinamika Ilmu. Vol. 14 No. 2, 2014 Hadijah, Sitti. 2014. Investigating the Problems of English Speaking of the Students of Islamic Boarding School Program at STAIN Samarinda. Dinamika Ilmu, Vol 14 No 2, 2014 Hamzah, Syeh Hawib. 2012. Aspek Pengembangan Peserta Didik: Kognitif, Afektif, Psikomotorik. Dinamika Ilmu, Vol. 12 No. 1, 2012 Irawati, Lulus. 2015. Applying Cultural Project Based Learning to Develop Students’ Academic Writing. Dinamika Ilmu, Vol. 15 No 1, 2015 Julaiha, Siti. 2014. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran. Dinamika Ilmu, Vol 14 No 2, 2014 Karsono, Puguh. 2014. Using Pictures in Improving the Speaking Ability of the Grade Eight-A Students of SMP Negeri 1 Anggana. Dinamika Ilmu, Vol 14 No 2, 2014 Kayi, Hayriye. 2006. Teaching Speaking: Activities to Promote Speaking in a Second Language. The Internet TESL Journal, Vol. XII, No. 11, November 2006 Kuśnierek, Anna. 2015. Developing students’ speaking skills through role-play. World Scientific News. 1 (2015) 73-111 Nasir, Muhammad. 2013. Profesionalisme Guru Agama Islam: Sebuah Upaya Peningkatan Mutu Melalui LPTK. Dinamika Ilmu. Vol. 13 No 2, 2013 Nashruddin, Wakhid. 2015. Teaching English as A Foreign Language at Madrasah Ibtidaiyyah: Facts and Challenges. Dinamika Ilmu, Vol. 15 No 1, 2015
14
Nurhayati, DAW. 2014. Using Picture Series to Inspire Reading Comprehension for the Second Semester Students of English Department of IAIN Tulungagung. Dinamika Ilmu, Vol 14 No 2, 2014. Sudiarti, Sri. 2015. Peningkatan Keterampilan Membaca Teks Arab Gundul melalui Aktifitas Membaca Intensif Berbasis Gramatikal : Studi Kasus Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab IAIN STS Jambi. FENOMENA Vol 7 No.1, 2015 Thornbury, Scott. 2005. How to Teach Speaking. England: Pearson Education Limited
15