MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN IMPLEMENTASI MODEL PROBLEM – BASED LEARNING PADA MATERI TRIGONOMETRI KELAS X (Suatu Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 1 Telaga)
JURNAL
Oleh Rukmini R Laindjong Nim. 411411012
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA 2015
LEMBAR PERSETUJUAN JURNAL Jurnal yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Dengan Implementasi Model Problem Based Learning Pada Materi Trigonometri Kelas X” (Suatu Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 1 Telaga)
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DENGAN IMPLEMENTASI MODEL PROBLEM – BASED LEARNING PADA MATERI TRIGONOMETRI KELAS X (Suatu Penelitian terhadap Siswa Kelas X MIA 4 SMA Negeri 1 Telaga) Rukmini R Laindjong1, Dr. ArfanArsyad2, Nursia Bito3 411411012 Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Gorontalo Jalan Jendral Sudirman No. 6 Kota Gorontalo Telepon (0435) 827213 Fax (0435) 827213 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi trigonometri dengan implementasi model problem based learning. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang subjeknya adalah siswa kelas X Mia 4 SMA Negeri 1 Telaga Kabupaten Gorontalo T.P 2014/2015 yang berjumlah 28 siswa. Data diperoleh dengan menggunakan tes kemampuan pemecahan masalah, lembar pengamatan kegiatan guru, lembar pengamatan kegiatan siswa. Berdasarkan penelitian bahwa implementasi modelProblem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi trigonometri kelas X MIA 4. Dengan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika pada siklus 1 dari 28 siswa tidak ada yang mencapai kriteria ketuntasan yaitu 60% sehingga dilanjutkan dan diperbaiki pada siklus 2 dari 26 siswa terdapat 16 siswa yang telah mencapai standar ketuntasan yaitu 64%. Dengan demikian indicator kebarhasilan yang ditentukan telah tercapai dan tidak perlu dilanjutkan pada siklus selanjutnya. Kata Kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Model Problem Based Learnin
ABSTRACT
This reserach is aimed to improved the ability of problem solving by implementation Problem – Based Learning Model . This research is action research which has the subject is X grade Mia 4 students of SMA Negeri 1 Telaga Kabupaten Gorontalo T.P 2014/2015 that has 28 students.The data collected by using test ability of problem solving, observation sheet of teacher activity, observation sheet of student activity. Based on research that the implementation of Problem Based Learning model can improved the ability of problem solving mathematics in Trigonometry subject class of X MIA 4.The resut test of improving the ability of problem solving mathematics in cycle 1 from 28 students shows that there is not get complete criteria namely 60 %, so it is would continued and corrected in cycle 2.In the cycle 2 From 26 students there are 16 students who get a standar completeness namely 64%. Thus,it can be inffered that the indicator success that choosing well get achieve and do not need in the next cycle. Keywords: Ability of problem solving mathematics and Problem Based Learning Model.
1.
Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, FMIPA, UNG
2.
Dosen Jurusan Matematika, FMIPA, UNG
3.
Dosen Jurusan Matematika, FMIPA, UNG
PENDAHULUAN meningkatkan
kemampuan
pemecahan
masalah
siswa
terhadap
pembelajaran matematika banyak didukung sepenuhnya dari berbagai pihak salah satunya adalah pemerintah. Seperti pada pembaharuan kurikulum, kegiatan belajar mengajar (KBM), evaluasi pembelajaran, dan lain sebagainya.Mengingat siswa merupakan subjek dari pendidikan, untuk itu setiap siswa diharapkan dapat menggunakan daya fikir agar dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yang berkaitan dengan matematika. Berdasarkan tes awal kemampuan pemecahan masalah yang diperoleh setiap indikator adalah untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan dan kecukupan unsur yang diperlukan yaitu 52,665% kategori sangat rendah, untuk membuat model matematika dari suatu situasi atau masalah seharihari dan menyelesaikannya yaitu 32,863% kategori sangat rendah, dan untuk menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban yaitu 24,264% kategori sangat rendah. Sehingga rata-rata dari tes awal yang diperoleh dari tiap indikator adalah 36,597% kategori sangat rendah.Dari hasil yang diperoleh kelas X MIA 4 kemampuan pemecahan masalah masih sangat rendah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan proses pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu masalah sebelum memulai proses pembelajaran. Siswa dihadapkan pada suatu masalah nyata yang memacunya untuk meneliti, menguraikan, dan mencari penyelesaian.Pembelajaran berbasis masalah sangat berkaitan dengan realitas kehidupan nyata siswa, sehingga siswa belajar tidak hanya pada wilayah pengetahuan, tapi juga mengalami dan juga merasakan. Inilah yang membuat strategi pembelajaran berbasis masalah lebih cenderung diterima siswa dibanding dengan strategi pembelajaran lain yang hanya mengajak siswa menjauh dari masalah nyata (Rudi Hartono. Hal : 114). Menurut Dewey dalam ( Hartono 2013: 114-115), bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan proses interaksi antara stimulus dengan respon. Ada
dua arah, siswa dan lingkungan yang saling bertemu.Kondisi lingkungan memberi kondisi pada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan siswa melalui otak mengola dan menafsirkan bantuan itu secara efektif sehungga masalah yang dihadapi dapat diinvestigasi, dinilai, dianalisis, serta dicari solusinya. Dalam strategi ini, masalah kehidupan nyata dijadikan suatu cara meningkatkan keterampilan berfikir kritis dan menyelesaiakan masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting. Pembelajaran berbasis masalah memiliki sepuluh karakteristik utama yaitu: 1) Permasalahan menjadi titik awal dalam belajar; 2) Permasalahan diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur; 3)
Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multi perspective); 4)
Permasalahan menantang sikap dan kompetensi siswa; 5) Kemandirian belajar menjadi hal yang utama; 6) Pemanfaatan sumber yang beragam dan evaluasi merupakan proses yang esensial dalam PBM; 7) Belajar secara kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif; (8) Pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan konten pengetahuan; 9) Sintesis dan integrasi merupakan proses belajar; 10) PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman dan proses belajar. Amir (dalam Nurkholis2013 : 213) Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli dapat disimpulkan bahwa model problem-based learning merupakan proses interaksi antara stimulus dengan respon dengan menghadapkan siswa pada suatu masalah sebelum memulai proses pembelajaran.Pembelajaran matematika yang tidak diaplikasikan ke dalam situasi kehidupan nyata ditambah lagi proses pembelajaran yang tidak dikaitkan dengan pengalaman sehari-hari anak mengesankan pembelajaran yang kurang bermakna, sehingga kesan sulit dan mempersulit susah untuk dihilangkan. Oleh karena itu, melalui model problem-based learning siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dan dalam model pembelajaran berbasis masalah guru berperan sebagai pemandu dan fasilitator dalam menyelesaikan masalah-masalah
yang
disajikan.Sehingga
siswa
lebih
mudah
untuk
menyelesaikan dan memecahkan setiap masalah yang diberikan oleh guru.Proses
pembelajaran berbasis masalah membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi masalah, mempelajari peranperan orang dewasa dan menjadi pelajar yang mandiri. Model ini bercirikan siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah, serta mendapatkan pengetahuan dan konsep penting. Model pembelajaran ini mengutamakan proses belajar, dimana tugas guru harus memfokuskan diri
untuk
membantu
siswa
mencapai
keterampilan
mengarahkan diri. Pembelajaran berdasarkanmasalah penggunaannya di dalam tingkat berpikir yang lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar. Sebagai suatu model pembelajaran khususnya model problem based learning memiliki keunggulan dan kekurangan. Adapun keunggulan dan kekurangan yang kemukakan oleh Aisah (2014 : 357) sebagai berikut: Keunggulan 1) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. 2) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi siswa. 3) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa. 4) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentrasfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. 5) Pemecahan
masalah
dapat
membantu
siswa
untuk
mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. 6) Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
7) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 8) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. 9) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah harus dimulai dengan
kesadaran
adanya
masalah
yang
harus
dipecahkan. Pada tahapan ini guru membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa, pada tahapan ini adalah siswa dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada. Kekurangan 1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba. 2) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. 3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Menurut Nasution dalam (Illahi,2012: 65) memecahkan masalah adalah metode belajar yang mengharuskan pelaksanaannya untuk menemukan jawaban tanpa bantuan khusus. Anak didik yang mampu memecahkan masalah dari suatu persoalan, pada gilirannya akan berproses menjadi seorang penemu.
Menurut Suherman (dalam Nugroho, 2010 : 21 ) Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah usaha nyata berupa menciptakan ide baru dengan suatu cara sehingga berhasil menemukan tujuan yang dikehendaki Menurut Sumarmo (dalam Tinungki, 2013: 383) tentang kemampuan pemecahan masalah matematika yaitu: 1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. 2. Membuat model matematika dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya. 3. Menenpatkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di luar matematika. 4. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban. 5. Menerapkan matematika secara bermakna. METODOLOGI Penelitian iniakan dilaksanakan di kelas X SMA Negeri 1 Telaga, Kab. Gorontalo.Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 3 bulan, pada semester genap tahun ajaran 2014/2015.Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas X MIA 4 SMA Negeri 1 Telaga, Kab.Gorontalo.Dengan jumlah 34 siswa.
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas ( PTK). Pada penelitian ini akan dipilih salah satu kelas yaitu kelas X dengan mengimplementasikan model Problem Based Learning. Menurut Asrori (2007: 6) penelitian tindakan kelas (PTK) adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di kelas secara lebih berkualitas sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Sesuai dengan karakteristik dari PTK, penelitian ini akan dilaksanakan dalam beberapa siklus. Menurut Kemmis dan McTaggart (dalam sukardi, 2012: 78) mereka menggunakan empat kompenen penelitian tindakan, yakni: 1) perencanaan, 2) Pelaksanaan, 3) Pengamatan (observasi), dan 4) Refleksi dalam suatu sistem spiral yang saling terkait antara langkah satu dengan langkah berikutnya. Secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut:
Refleksi Refleksi
Siklus
Perencanaan
Siklus I Observasi
Pelaksan an
Perencanaan
II Observasi
Pelaksan an
Siklus Model Kemmis dan McTaggart HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil tes kemempuan pemecahan masalah matematika siswa pada siklus 1 diukur dengan menggunakan tes uraian 8 butir soal yang terdiri dari beberapa indicator. Data hasil tes siswa pada siklus 1 dapat dilihat pada table 1
Tabel 1 Data Hasil Tes Skor tes kemampuan
Banyak
Persentase
pemecahan
siswa
(%)
≥ 60
1
3,57143
Baik
sudah mencapai indikator keberhasilan
≤ 59
27
96,42857
Kurang
Belum mencapai indikator keberhasilan
Jumlah
28
100
Kategori
Keterangan
masalah
Grafik 1 Data hasil tes 100 100 28
50 0
0
0 ≥ 60 Banyak siswa
≤ 59 Persentase (%)
Berdasarkan table dan grafik di atas, dapat dilihat bahwa persentase hasil tes siswa yang mencapai kategori ketuntasan belum ada, sehingga proses pembelajaran ini perlu dilanjutkan pada siklus selanjutnya yaitu siklus 2, hal ini dilakukan untuk memperbaiki kekurangan dari siklus 1. Sesuai dengan hasil tes pada siklus 1 yang dilakukan untuk mencapai setiap indicator keberhasilan kamampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat dilihat sebagai berikut dibawah ini
Tabel 2 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Mengidentifikasi unsur-unsur
yang diketahui, yang
Persentase (%) 52.67857143
ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan
Membuat model matematika dari suatu situasi atau
41.96428571
masalah sehari-hari dan menyelesaikannya.
Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai
33.03571429
permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.
Hasil tes kemempuan pemecahan masalah matematika siswa pada siklus 2 diukur dengan menggunakan tes uraian 8 butir soal yang terdiri dari beberapa indicator dan telah mengalami peningkatan yang baik. Adapun data hasil tes siswa pada siklus 2 dapat dilihat pada table 4.5. Tabel 3 Data Hasil Tes Skor tes kemampuan
Banyak
Persentase
pemecahan
siswa
(%)
≥ 60
16
≤ 59 Jumlah
Kategori
Keterangan
61,538462
Baik
sudah mencapai indikator keberhasilan
10
38,461536
Kurang
Belum mencapai indikator keberhasilan
26
100
masalah
Grafik 2 Data Hasil Tes
80 60 40 20 0
61.538462 38.461536 16
10
≥ 60 Banyak siswa
≤ 59 Persentase (%)
Dari hasil table dan grafik diatas dapat dilihat bahwa presentase yang memenuhi standar ketuntasan sudah ada dibandingkan dengan siklus sebelumnya tidak ada sama sekali yang mencapai standar ketuntasan yaitu 60. Untuk itu di siklus 2 ini terdapat 16 orang yang telah mencapai standar 60, sedangkan untuk 10 orang belum mencapai standar. Hal ini berarti pada siklus 2 telah mengalami peningkatan, sehingga penelitian yang dilakukan pada siklus 2 dinyatakan tuntas. Sesuai dengan hasil tes pada siklus 2 yang dilakukan untuk mencapai setiap indicator keberhasilan kamampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat dilihat sebagai berikut dibawah ini Tabel 4 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Indikator kemampuan Pemecahan Masalah Mengidentifikasi unsur-unsur
yang diketahui, yang
Persentase (%) 80.88942308
ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan
Membuat model matematika dari suatu situasi atau
71.75480769
masalah sehari-hari dan menyelesaikannya.
Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.
41.75824176
Berdasarkan hasil dari setiap indicator bahwa Mengidentifikasi unsurunsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan mencapai 80.88942308% dan Membuat model matematika dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya mencapai 71.75480769% serta untuk Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban mencapai 41.75824176%. Dengan ratarata keseluruhan adalah 64.80082418%. Pada siklus 1 hasil tes kemapuan pemecahan masalah matematika siswa yang diperoleh melalui tes uraian dengan 8 butir soal yang diberikan oleh guru belum mencapai kriteria keberhasilan yang diharapkan. Dari 28 siswa yang dikenai tindakan dengan implementasi model problem-based learning pada materi trigonometri dengan standar ketuntasan 60%. Dari seluruh siswa belum ada yang tuntas di siklus 1, sedangkan pada silkus 2 menunjukan bahwa terjadi penigkatan yang sangat baik siswa yang tuntas menjadi 16 orang dan yang tidak tuntas ada 10 orang. Berdasarkan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka jelas bahwa melalui implementasi model problem-based learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi trigonometri di kelas X MIA 4 SMA Negeri 1 Telaga. Dengan demikian, hipotesis tindakan dalam penelitian ini berbunyi “ Dengan implementasi model problem-based learning akan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada mata pelajaran matematika di kelas X MIA 4 SMA Negeri 1 Telaga” dan dapat diterima. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian bahwa model Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi trigonometri kelas X.
DAFTAR PUSTAKA Aisah,
Iis. 2014. Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematika Siswa Smp.jurnal prosiding Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473
Asrori, Mohammad. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: cv wacana prima Hartono,Rudi. 2013. Ragam Model Mengajar yang Mudah di Terima Murid. Jogjakarta: Diva Pres Nugroho.P Adhi. 2010. Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Smp Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write(Ttw). Yogyakarta. Nurkholis, Encep. 2013. Meningkatkan Kemampuan Spatial Sense Dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA Melalui Pendekatan Berbasis Masalah Berbantuan Komputer.Jurnal prosiding volume 1, tahun 2013. ISSN 977-2338831 Tinungki, Georgina Maria.2013. Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Mahasiswa Dalam Materi Analisi Regresi Linier.Jurnal prosiding Volume 1, Tahun 2013. ISSN 977-2338831