MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS III B DI SD LABORATORIUM UNG KOTA SELATAN KOTA GORONTALO Hj. Salma Halidu Aswin Sapeni Hendra Saputra S. Adiko ABSTRAK Pendekatan Kontekstual dapat menciptakan kondisi yang merangsang siswa untuk melakukan berbagai aktivitas belajar. Dengan Pendekatan kontekstual siswabelajar dari sesama teman. Dengan demikian mereka lebih leluasa untuk bertanya, menjawa pertanyaan teman atau guru, mengemukaan pendapat atau menaggapi pendapat teman. Kondisi ini tentu akan membantu mereka memahami materi yang dipelajarinya. Hal lain yang timbul pada diri siswa yang belajar dengan tehnik kontekstual adalah adanya motivasi mereka untuk berusaha memahami materi yang dibahas, hal ini disebabkan pada setiap kegiatan pembelajaran diadakan evaluasi secara individual, disamping adanya penghargaan kepada kelompok. Jadi disamping ada persaingan individual juga ada persaingan kelompok. Keberhasilan pendekatan kontekstual ini tentu tidak lepas dari peranan guru. Guru dituntut untuk menyiapkan materi pelajaran secara tertulis untuk dibahas dalam kelompok. Disamping itu menuntut aktivitas guru untuk memeriksa hasil evaluasi pada setiap pertemuan. Hal ini tentu akan menyulitkan apabila siswa dalam jumlah besar. Namun kondisi ini dapat diatasi dengan menyampaikan hasil evaluasi akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan cara ini maka guru ak-an mempunyai waktu cukup untuk mengoreksi hasil evaluasi yang telah dilaksanakan. Kata Kunci: pembelajaran, siswa, dan hasil A. PENDAHULUAN Untuk meningkatkan mutu pendidikan membutuhkan keseriusan dari berbagai pihak terkait. Khusus pendidikan ilmu pengetahuan alam (IPA) sebagai begian dari bahan ajar diberbagai jenjang pendidikan, maka dengan metode, strategi dan fasilitas belajar memegang peranan yang cukup penting dalam mengantar pemikiran manusia kepada suatu logika berfikir yang indisifliner yang sekarang telah menjadi suatu pendidikan yang ampuh untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dalam penguasaan ilmu pengetahuan alam secara umum yang didukung oleh penguasaan terhadap konsep-konsep Ilmu Pengetahuan Alam dijenjang pendidikan dasar, akan memberikan landasan yang kuat bagi siswa untuk menguasai ilmu pendidikan dan teknologi. Sedangkan penguasaan konsep ilmu pengetahuan alam dijenjang pendidikan yang menegah akan sangat ditentukan oleh penguasaan anak didik terhadap konsep-konsep ilmu pengetahuan alam yang diperoleh dijenjang pendidikan dasar. Dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam belum sepenuhnya disenangi oleh siswa masih banyak siswa SD yang kurang menyenangi pelajaran ilmu pengetahuan alam. Hal ini terlihat dari berbagai indikator seperti rendahnya respon dan partisipasi siswa selama pembelajaran berlangsung, bahkan lebih dari itu, ada sebagian siswa yang bolos pada pelajaran IPA. Kondisi siswa seperti ini masih kurang ditambah lagi dengan cara penyajian yang kurang tepat. Dikatakan bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA selalu menduduki peringkat terendah jika dibandingkan dengan bidang studi lain (Memes, dkk 2001: 21) Fenomena yang terjadi sekarang ini yaitu proses belajar mengajar pada mata pelajaran IPA di SD siswa hanya menghafal fakta-fakta dan tidak terlibat langsung dengan dunia nyata sehingga siswa tidak bergairah pada proses belajar mengajar sehingga mengakibatkan hasil atau nilai yang minim yang tidak sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai,kenyataan ini tergambar pada siswa yang berjumlah 19 orang masih ada 40% yang belum bisa berhasil dengan nilai yang memuaskan, untuk itu pendekatan kontekstual merupakan suatu pendekatan belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat pada umumnya. Pendekatan kontekstual ini, lebih mementingkan strategi pembelajaran dari pada hasil belajar, bila proses pembelajaran sukses dan dapat menarik keantusiasan siswa tentunya hasil belajar akan mencapai tujuan yang hendak di capai. Proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yaitu salah satu pendekatan yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam pembelajaran agar kelas lebih ”hidup” lebih ”bermakna” karena siswa mengalami apa yang dipelajarinya.cara ini dipilih dengan pertimbangan (1) pembelajaran dilaksanakan dalam
konteks autentik (kehidupan yang nyata dalam lingkungan yang alamiya, (2) pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa unutk mengerjakan tugas-tugas yanfg bermakna, (3). pembelajaran dilaksanakan kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi antar teman, (4) pembelajaran memberikan kesempatan unutk menciptakan rasa kebersamaan ,bekerja sama, dan saling memahami antar satu dengan yang lain secara mendalam, (5) pembelajaran dilaksanaan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama, (6) pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan. KAJIAN TEORITIS 1. Hasil Belajar Pada dasarnya semua orang dapat melakukan perbuatan belajar, namun tidak semua orang berhasil dengan baik di dalam belajar. Hasil belajar yang baik merupakan gambaran prestasi belajar yang tinggi dari seseorang,yang pada umumnya semua orang yang belajar menginginkan untuk mendapat hasil belajar yang memuaskan. Sudah barang tentu ini memerlukan usaha yang ulet dan sungguh-sungguh. Hasil belajar adalah hasil perubahan tingkah laku seorang siswa setelah memperoleh pelajaran yang digambarkan dengan nilai angka atau huruf. Dalam hubungan ini, Hamalik (1983 : 56) mengemukakan bahwa hasil belajar seeorang merupakan perilaku yang dapat diukur, yang ditunjukan kepada individu dan dapat dievaluasi dengan menggunakan standar tertentu baik berdasarkan kelompok atau norma yang telah ditetapkan dan ditunjukan oleh hasil kegiatan yang dilakukan secara sadar. Menurut Sumartono (1987:81) bahwa, ”hasil belajar atau prestasi belajar adalah suatu yang menunjukan hasil yang tertinggi dalam belajar yang di capai menurut kemampuan anak dalam mengerjakan sesuatu pada saat tertentu” sedangkan Gagne (1985) mengklafikasikan hasil belajar menjadi lima jenis,yaitu (1) keterampilan intelektual,(2) strategi kognitif,(3) informasi verbal,(4) keterampiln motorik,dan (5) sikap. Kelima jenis hasil belajar ini akan diuraikan secara singkat. 2. Pembelajaran pendekatan kontekstual Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and lerning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar Nurhadi (Mansyur 2007.41). Jonson ( dalam Nurhadi: 2004,13) CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari. Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofis belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi merekontruksikan atau memabangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proporsi yang meraka alami dalam kehidupannya. Pendekatan ini selaras dengan konsep KBK yang sedang diberlakukan saat ini. Kehadiran KBK juga dilandasi oleh pemikiran bahwa berbagai kompotensi akan terbangun secara mantap dan maksimal apabila pembelajaran dilakukan secara kontekstual, yaitu pembelajaran yang didukung situasi dalam kehidupan nyata. 2.3 Hakikat Pembelajaran IPA Metode pembelajaran IPA yang bagaimana yang cocok untuk anak-anak sekolah dasar Indonesia dengan kondisi, karakteristik dan sikap budaya Indonesia?. Masih relevankah metode mengajar yang dilaksanakan dalam suasana komunikasi satu arah untuk menguasai ledakan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad XXI ? Pendekatan belajar mengajar yang paling cocok dan paling efektif untuk dapat menjawab tangtangan di atas adalah pendekatan yang mencakup kesesuain situasi dan belajar anak dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat. Selanjutnya menemukan ciri-ciri esensial dari situasi kehidupan yang berbeda-beda akan meningkatkan kemampuan menalar, berprakarsa, dan berpikir kreatif pada anak didik. Selanjutnya model belajar yang cocok untuk anak Indonesia adalah belajar melalui pengalaman langsung (Learning by doing). Model belajar ini memperkuat daya ingat anak dan biayanya sangat murah sebab menggunakan alat-alat dan media belajar yang ada di lingkungan anak sendiri. Dikutip oleh Tisno Hadisubroto ( dalam Usman 1996:21) dalam bukunya Pembelajaran IPA Sekolah Dasar, Piaget mengatakan bahwa pengalaman langsung yang memegang peranan penting sebagai pendorong lajunya perkembangan kognitif anak. Pengalaman lansung anak terjadi secara
spontanitas sejak lahir sampai anak berumur 12 tahun. Efesiensi pengalaman lansung tergantung pada konsistensi antara hubungan metode dan obyek dengan tingkat perkembangan kogntif anak. Anak akan siap untuk mengembangkan konsep tertentu hanya bila anak telah memiliki struktur kogintif (skemata) yang menjadi prasyarat yakni perkembangan kognitif yang bersifat hirarkhis dan integratif. Samatowa (2002:23) mengemukakan bahwa dalam pendekatan belajar mengajar yang paling efektif untuk dapat menjawab tantangan budaya dan ledakan informasi limu pengetahuan dan teknologi adalah pendekatan yang mencakup kesesuaian antara stuasi dan belajar anak pendekatan situasi kehidupan nyata di masyarakat. Selanjutanya yang berbeda-beda akan meningkatkan kemampuan menalar, berprakarsa dan berpikir kretaif pada anak didik. Selanjutanya di katakan pula bahwa model belajar yang paling cocok untuk anak indonesia adalah belajar melalui pengalaman langsung (lerning by doing), model belajar ini memperkuat daya ingat dan biayanya sangat murah, sebab menggunakan alat-alat dan media belajar yang ada di lingkungan anak didik. Senada dengan hali itu, Tisno Hadisubroto (dalam Samatowa,2002:23) mengatakan bahwa langsunglah yang memegang peran terpenting sebagai pendorong lajunya perkembangan kogntif anak. Pengalaman langsung anak yang berlangsung spontan sampai 12 tahun, efesiensi pengalaman langsung tergantung pada konsistensi antara hubungan metode dan bahan pelajaran yang dengan tigkat perkemabangan konsep tertentu hanya bila anak telah memiliki struktur kogntif (skemata) yang menjadi persyaratan yakni perkembangan kognitif yang bersifat hierarkhis dan interaktif. Berbagai penelitian yang dilakukan dalam pembelajaran IPA saat ini lebih menekankan pada anak, dari pada gurunya. Dengan upaya lebih menekankan bagaimana anak dapat belajar, kita dapat melihat bahwa pembelajaran IPA di kelas dipandang sebagai suatu proses aktif, dan sangat dipengaruhi oleh apa yang sebenarnya yang ingin dipelajari oleh anak. Dari pandangan ini hasil belajar bukan semata-mata bergantung pada apa yang disajikan guru, melainkan dipengaruhi oleh interaksi antara berbagai informasi yang diminta kepada anak dan bagaimana anak mengelola informasi berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya. Aspek pokok dalam pembelajaran IPA adalah anak dapat menyadari keterbatasan pengetahuan mereka, memiliki rasa ingin tahu untuk menggali berbagai pengetahuan yang baru, dan akhirnya dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka. Ini tentu saja sangat ditunjang dengan berkembang dan meningkatkan rasa ingin tahu anak. Bila pembelajaran IPA diarahkan dengan tujuan seperti ini, dapat diharapkan bahwa pendidikan IPA Sekolah Dasar dapat memberi sumbangan yang nyata dalam pemberdayaan anak. IPA sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting, tetapi pengajaran IPA yang membuat pendidikan IPA yang bagaimanakah yang paling tepat untuk anak anak-anak? Oleh karena struktur kognitif anak-anak tidak dapat dibandingkan dengan struktur kogntif ilmuawan, padahal mereka perlu diberikan kesempatan untuk berlatih keterampilan-keterampialn proses IPA yang perlu dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan kogntifnya. Keterampilan proses IPA untuk anak-anak didefinisikan oleh Paolo dan Marten (dalam Usman, 2006:15) adalah: (1) mengamati,(2) mencoba memahami apa yang di amati, (3) mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, (4) menguji ramalanramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar. Selanjutnya Paolo dan Marten juga menegaskan bahwa dalam IPA tercakup juga coba-coba dan melakukan kesalahan, gagal dan mencoba lagi. Ilmu Pengetahuan Alam tidak menyediakan semua jawaban untuk menjawab semua masalah yang kita ajukan dalam IPA, anak-anak bersikap skeptis sehingga selalu siap memodifikasi model-model yang mereka punyai tentang alam ini sejalan dengan penemuanpenemuan yang mereka dapatkan. Selain materi IPA harus dimodifikasi, keterampilan-keterampilan proses IPA yang akan dilatihkan juga harus disesuaikan dengan perkembangan anak. Setiap guru harus memahami akan alasan mengapa suatu mata pelajaran yang diajarkan perlu diajarkan disekolahnya. Demikian pula halnya dengan guru IPA, baik sebagai guru mata pelajaran maupun sebagai guru kelas, seperti halnya disekolah dasar. Ia harus tahu benar kegunaankegunaan apa saja yang dapat diperoleh dari pelajaran IPA.
C. METODE PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASINYA Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan di SD Laboratorium Kota Selatan Kota Gorontalo.
Dalam pelaksanaannya, penelitian ini dilakukan secara kolaboratif dengan guru mata pelajaran SAINS. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk tiap siklus pembelajaran dalam prosedur penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut : a. Tahap Perencanaan Pada tahap perencanaan ini peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut : 1. Mendiskusikan dengan guru mata pelajaran sains tentang permasalahan pembelajaran dan tindakan yang direncanakan, serta meminta kesediaan guru mata pelajaran sains menjadi mitra dalam pelaksanaan tindakan. 2. Menyusun perangkat pembelajaran berupa : rencana pembelajaran yang disetting sebagai PTK, bahan pengajaran yang akan diberikan, menyiapkan media pembelajaran pendukung, bahan tugas untuk siswa, kisi-kisi soal alat evaluasi serta menyusun alat evaluasi bersama guru mitra. 3. Menyusun lembar kerja siswa bersama guru mitra. 4. Menyusun lembar observasi aktivitas siswa dan guru bersama guru mitra. b. Tahap Tindakan Penelitian ini dilaksanakan secara kolabratif dengan guru mata pelajaran sains. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah sebgai berikut : a. Siklus 1 Dalam pertemuan ini membahas materi tentang Ciri-ciri mahluk hidup dengan urutan kegiatan yang dilakukan sebagai berikut : 1. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa : ” Apa yang terjadi jika manusia kekurangan oksigen? sebagai prasyarat untuk mengikuti pembahasan materi tentang ciri-ciri mahluk hidup. 2. Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan menyuruh siswa menutup hidung masingmasing sejenak dan menanyakan apa yang mereka rasakan pada saat itu.. 3. Guru menjelaskan rencana kegiatan dan tujuan pembelajaran. 4. Guru memberikan penjelasan mengenai konsep mahluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. 5. Guru memberikan soal latihan berupa lembar kerja kepada siswa. Setiap meja (dua anak) satu lembar kerja, yang dapat dikerjakan secara individu. 6. Guru berkeliling mengawasi dan memberi bimbingan keadaan siswa yang kurang mengerti. 7. Setelah cukup diberi waktu 30 menit, guru bersama siswa membahas soal latihan tersebut dengan cara menunjuk siswa untuk mengerjakan di papan tulis, dengan bimbingan guru siswa yang lain mencocokan hasil kerjanya. 8. Selesai membahas latihan-latihan soal guru menanyakan pada siswa soal-soal manakah yang belum dikuasai ataupun yang sudah dikuasai oleh siswa. 9. Guru membimbing siswa untuk membuat rangkuman. b. Siklus II Dalam pertemuan ini membahas tentang ciri-ciri mahluk hidup dengan urutan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa ” Apakah manusia dapat bernapas didalam air? Sebagai prasyarat untuk mengikuti pembahasan materi tentang penggolongan mahluk hidup. 2. Guru memberikan contoh dengan menampilkan gambar berbagai jenis mahluk hidup. 3. Guru menjelaskan rencana kegiatan dan tujuan pembelajaran. 4. Guru memberikan penjelasan mengenai konsep mahluk hidup. 5. Guru memberikan soal latihan berupa lembar kerja siswa, setiap meja (dua anak) satu lembar kerja, yang dapat dikerjakan secara individu atau teman sebangku. 6. Guru berkeliling mengawasi dan memberi bimbingan kepada siswa yang kurang mengerti. 7. Setelah cukup diberi waktu 30 menit, guru bersama siswa membahas lembar kerja tersebut dengan cara menunjuk siswa untuk mengerjakan di papan tulis, dengan bimbingan guru siswa yang lain mencocokkan hasil kerjanya. 8. Selesai membahas lembar kerja guru menanyakan pada siswa soal-soal manakah yang belum dikuasai ataupun yang sudah dikuasai oleh siswa. 9. Guru membimbing siswa untuk membuat rangkuman. 10. Guru memberikan PR untuk dibahas pada pertemuan berikutnya. c. Siklus III Kegiatan yang dilakukan dalam pertemuan ini adalah sebagai berikut: 1. Guru membahas PR dan menerangkan soal yang dianggap sulit oleh siswa. 2. Guru memberikan soal tes pada siklus 1 dengan waktu 50 menit. 3. Guru mengoreksi hasil kerja siswa dan mempresentasikan hasil tes siklus 1.
3.
Tahap Pengamatan (observasi) Mengingat dalam penelitian ini dilaksanakan secara kolaboratif dengan guru, maka pada tahap pengamatan (observasi) aktivitas belajar siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung dipantau oleh peneliti dan dibantu oleh salah seorang pengamat dengan menggunakan pedoman lembar aktivitas belajar siswa. 4. Tahap Refleksi Pada tahap ini data-data yang diperoleh dari siklus I dikumpulkan untuk dianalisis dan selanjutnya diadakan refleksi terhadap hasil analisis yan diperoleh, sehingga dapat diketahui ada tidaknya peningkatan aktivitas belajar dan hasil belajar peserta didik sebelum tindakan dan sesudah tindakan. Aktivitas dan hasil belajar inilah yang nantinya digunakan sebagai bahan pertimbangan pelaksanaan siklus berikutnya. 1. Tahap Perencanaan Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I baik yang berkaitan dengan siswa, guru, ataupun perangkat, maka diadakan perencanaan ulang meliputi : 1. Pendekatan dan metode pembelajaran. 2. Menciptakan suasana belajar yang lebih melibatkan keaktifan siswa. 3. Menyusun struktur pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. 4. Pengelolaan kelas. Perencanaan yang lain sama sebaimana perencanaan pada siklus pertama. 2. Tahap Tindakan d. Siklus IV Dalam pertemuan ini membahas materi tentang pertumbuhan mahluk hidup dengan urutan kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa : ” Mengapa kita harus makan setiap hari?” sebagai prasyarat untuk dapat mengikuti materi tentang hal-hal yang mempengaruhi pertumbuhan mahluk hidup.. 2. Guru memberikan contoh kepada siswa dengan menunjukan dua buah tanaman masingmasing tanaman segar dan tanaman kerdil. 3. Guru menjelaskan rencana kegiatan dan tujuan pembelajaran. 4. Guru menjelaskan mengenai ciri-ciri mahluk hidup.. 5. Guru memberikan soal latihan berupa lembar kerja siswa. Setiap meja (dua anak) satu lembar kerja yang harus dikerjakan, baik secara individu atau kerjasama dengan temannya. 6. Guru berkeliling mengawasi dan memberi bimbingan kepada peserta didik yang kurang mengerti. 7. Setelah cukup diberi waktu 30 menit, guru bersama siswa membahas latihan-latihan soal tersebut, dengan cara menunjuk siswa untuk mengerjakan di papan tulis, dengan bimbingan guru, peserta didik yang lain mencocokkan hasil kerjannya. 8. Selesai membahas latihan-latihan soal, guru menanyakan pada siswa soal-soal manakah yang belum dikuasai ataupun yang sudah dikuasai siswa. 9. Siswa (dibimbing oleh guru) berdiskusi untuk membuat rangkuman. 3.
Tahap Pengamatan (Observasi) Observasi dilakukan sebagaimana pada siklus I, yaitu pada tahap pengamatan (observasi), aktivitas siswa selama proses pembelajaran dipantau oleh peneliti dan dibantu oleh salah seorang pengamat dengan menggunakan pedoman lembar observasi aktivitas siswa. 4.
Tahap Refleksi Peneliti menganalisis semua tindakan kelas pada siklus kedua, sebagaimana dilakukan pada siklus I. Selanjutnya peneliti melakukan refleksi. Apakah metode yang diterapkan dalam penelitian tindakan kelas ini berhasil meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. e. Tehnik Pengumpulan Data Tehnik Pengumpulan Data pada penelitian ini meliputi : 1) Data tentang hasil belajar siswa diperoleh melalui pengamatan langsung kepada setiap siswa dengan menggunakan lembar observasi. dilakukan terhadap indikator-indikator aktivitas belajar siswa meliputi : a) Mengamati; b) Mengajukan pertanyaan; c) Menjawab pertanyaan guru atau siswa lainnya; d) Mengerjakan lembar kerja siswa; e) Berdiskusi dengan teman; 2) Data tentang hasil belajar siswa diperoleh melalui tes hasil belajar. Adapun tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar ini dalam bentuk tes essay (uraian) dengan
jumlah 10 butir dan disusun berdasarkan kurikulum yang dikehendaki dan indikator hasil belajar. Suatu instrumen pengumpul data haruslah memiliki 2 ciri penting sebagai alat pengukur, yaitu memiliki validitas dan reliabilitas, oleh karena itu sebelum tes digunakan, terlebih dahulu dilakukan validitas untuk mendapatkan tes yang valid. Validitas yang digunakan dalam penelitan ini adalah validitas isi yang menunjuk pada sejauh mana instrumen yag digunakan mencerminkan isi yang dikehendaki. Sebuah tes dikatakan mempunyai validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi (isi pelajaran), untuk itu cara menguji validitas isi ini adalah dilakukan melalui penyusunan kisi-kisi berdasarkan indikator variabel hasil belajar (tingkatan kognitif) yang ada serta berdasarkan pokok bahasan dan sub pokok bahasan. Melalui kisi-kisi ini jumlah item soal yang dibuat bisa terdistribusi dengan baik pada setiap indikator variabel hasil belajar (tingkatan kognitif) yang ada pada pokok bahasan dan sub pokok bahasan. 3. Data tentang proses pembelajaran diperoleh melalui lembar observasi yang berisi indikator-indikator yang menggambarkan pembelajaran dengan tehnik kontekstual f. Instrumen penelitian I. Data tentang proses pembelajaran diperoleh melalui lembar observasi. Obseravasi dilakukan terhadap indikator-indikator yang menggambarkan pembelajaran dengan tenik kontekstual yakni : (1) Mengamati media (2) Memberikan pertanyaaan (3) Menjawab pertanyaan guru maupun teman (4) Mengerjakan lembar kerja siswa (LKS). Setiap idikator dihitung frekuensi penerapannya oleh setiap siswa kemudian diberi skor. Penyekoran dilakukan sebagai berikut : Jika 4 Indikator muncul, skor 100 Jika 3 Indikator muncul, skor 75 Jika 2 Indikator muncul , skor 50 Jika 1 Indikator muncul, skor 25 Jika tidak satupun indikator muncul, skor 0 2. Data tentang hasil belajar siswa diperoleh melalui tes hasil belajar data yang terkumpul dianalisis secara deskriptis kualitatif, yaitu membandingkan hasil belajar sebelum tindakan dengan hasil belajar setelah tindakan 1. Data tentang aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar siswa dianalisis dengan menggunakan persamaan : % Rata-rata Aktivitas Belajar Siswa = Skor total yang diperoleh x 100
2.
Skor maksimum Data tentang Hasil Belajar Siswa Analisis tes akhir siklus bertujuan untuk mengetahui tingkat ketuntasan belajar.
F. Analisis Data Data tentang proses pembelajaran dengan menggunakan kontekstual dianalisis denan menggunakan analisis kwalitatif Data hasil belajar siswa dianalisis dengan dengan menghitung rata-rata hasil belajar siswa pada setiap siklus. D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus, masing –masing siklus terdiri dari 2 (dua) kali pertemuan. Siklus 1 membahas dua (2) pokok bahasan yakni ciri-ciri Mahluk Hidup dan Perbedaan mahluk hidup dengan benda tak hidup. Siklus II membahas pokok bahasan Persamaan dan perbedaan antar mahluk hidup dan Penggolongan mahluk hidup berdasarkan ciri-ciri yang dapat diamati. Pelaksanaan tindakan pada setiap siklus diuraikan sebagai berikut: 1. Siklus 1 Kegiatan di Siklus I dilaksanakan pada minggu kedua Juli 2010 dalam dua kali pertemuan. Pertemuan I membahas tentang pokok bahasan tentang ciri-ciri mahluk hidup dan Pertemuan II membahas tentang perbedaan mahluk hidup dan benda tak hidup berdasarkan ciri-cirinya. Pembelajaran pada pertemuan I dan II dilaksanakan dengan menggunakan langkah-langkah dengan pendekatan kontekstual berdasarkan RPP yang disusun oleh mahasiswa atas nama Hendra S. Adiko dan kemudian diajarkannya pada pertemuan I yang diamati oleh guru mitra (Aswin Sapeni) dan dosen atas nama Salma Halidu S.Pd karena penelitian ini merupakan kolaborasi dengan mahasiswa dan guru mitra yang ada di SD Laboratorium UNG.
Kegiatan pembelajaran yang diciptakan oleh guru akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pembelajaran dengan tehnik kontekstual diukur dari aspek-aspek : (1) Mengamati media, (2) Memberikan pertanyaan, (3) Menjawab pertanyaan guru/teman, (4) Mengerjakan LKS. Penentuan skor ditetapkan sebagai berikut : jika 4 indikator muncul, maka skor yang diperoleh 100; jika 3 indikator muncul, maka skor yang diperoleh 75; jika 2 indikator muncul, maka skor yang diperoleh 50; jika 1 indikator muncul, maka skor yang diperoleh 25; dan jika tidak satupun indikator muncul maka skor yang diperoleh adalah 0. 4.1. Tabel Siklus I Pertemuan I No 1 2 3 4
Aspek Yang Diamati Mengamati Media Mengajukkan Pertanyaan Menjawab Pertanyaan Mengerjakan LKS
Jumlah
Persentase (%)
16 1 6 16
84% 5% 32% 84%
Tabel 4.1 diatas kegiatan pembelajaran ini menunjukan bahwa pada siklus I dari aspek mengamati media belum menunjukkan hasil yang memuaskan karena terlihat masih terdapat 84% tingkat pemahaman siswa yang masih kurang dalam aspek ini hal ini disebabkan karena guru yang mengajar belum memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemutunjukkan ciri-ciri mahluk hidup yang ditayangkan melalui LCD. Pada aspek penilaian kedua yaitu mengajukkan pertanyaan tentang ciri-ciri mahluk hidup terlihat sekitar 5% siswa yang sudah memenuhi aspek penilaian tersebut, jadi masih sebagian besar siswa yang belum memenuhi aspek tersebut dikarenakan guru belum maksimal memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan pertanyaan tentang materi yang diajarkan. Pada langkah menjawab pertanyaan guru maupun teman dari rata-rata pengamat I dan II menunjukkan 32% ini dikarenakan karena guru dalam mengajar tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan dari temannya tapi hal ini guru yang langsung mendominasi menjawab pertanyaan tersebut. Pada langkah mengerjakan lembar kerja siswa telah menunjukkan 84% hal ini disebabkan oleh pembagian LKS itu secara individual sehingga siswa berusaha mengerjakan soal yang ada pada LKS tersebut. 4.1. No 1 2 3 4
Tabel Siklus I Pertemuan ke 2 Aspek Yang Diamati Mengamati Media Mengajukkan Pertanyaan Menjawab Pertanyaan Mengerjakan LKS
Jumlah
Persentase (%)
18 2 4 16
95% 10% 21% 84%
Tabel 4.1 diatas kegiatan pembelajaran ini menunjukan bahwa pada siklus I dari aspek mengamati media belum menunjukkan hasil yang memuaskan karena terlihat 95% tingkat pemahaman siswa yang masih kurang dalam aspek ini hal ini disebabkan karena guru yang mengajar belum memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemutunjukkan ciri-ciri mahluk hidup yang ditayangkan melalui LCD. Pada aspek penilaian kedua yaitu mengajukkan pertanyaan tentang ciri-ciri mahluk hidup terlihat sekitar 10% siswa yang sudah memenuhi aspek penilaian tersebut, jadi masih sebagian siswa yang belum memenuhi aspek tersebut dikarenakan guru belum maksimal memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan pertanyaan tentang materi yang diajarkan. Pada langkah menjawab pertanyaan guru maupun teman dari rata-rata pengamat I dan II menunjukkan 21% siswa yang telah memenuhi aspek ini dikarenakan karena guru dalam mengajar tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan dari temannya tapi hal ini guru yang langsung mendominasi menjawab pertanyaan tersebut. Pada aspek mengerjakan lembar kerja siswa hasil yang diperoleh sama dengan hasil observasi sebelumnya yaitu 84% hal ini disebabkan oleh pembagian LKS itu secara individual sehingga siswa berusaha mengerjakan soal yang ada pada LKS tersebut.
Hasil belajar siswa diukur dari nilai yang diperoleh berdasarkan evaluasi yang dilaksanakan pada akhir pertemuan penetapan ini dilaksananakan sesuai dengan pedoman yang berlaku di sekolah dasar. 2 Siklus II Kegiatan di Siklus II dilaksanakan pada minggu ketiga Juli 2010 dalam dua kali pertemuan. Pertemuan I membahas tentang pokok bahasan pengelompokkan mahluk hidup berdasarkan jenis kaki dan Pertemuan II membahas tentang pengelompokkan mahluk hidup berdasarkan tempat hidupnya. Pembelajaran pada pertemuan I dan II dilaksanakan dengan menggunakan langkah-langkah dengan pendekatan kontekstual berdasarkan RPP yang disusun oleh mahasiswa atas nama Aswin Sapeni dan kemudian diajarkannya pada pertemuan II yang diamati oleh guru mitra (Hendra S. Adiko) dan dosen atas nama Salma Halidu S.Pd karena penelitian ini merupakan kolaborasi dengan mahasiswa dan guru mitra yang ada di SD Laboratorium UNG. Aspek yang diobservasi pada kegiatan pembelajaran siklus II ini tetap mengacu pada aspek yang diobservasi pada siklus I dengan memperhatikan aspek-aspek yang belum optimal pada siklus I yakni mengajukkan pertanyaan. Hasil observasi kegiatan pembelajaran pada siklus II digambarkan pada tabel berikut: 4.2. Tabel Siklus II Pertemuan ke 3 No 1 2 3 4
Aspek Yang Diamati Mengamati Media Mengajukkan Pertanyaan Menjawab Pertanyaan Mengerjakan LKS
Jumlah
Persentase (%)
16 2 5 18
84% 10% 26% 94%
Pada siklus II aspek penilaian yang pertama yaitu mengamati media tanpaknya rendah dibandingkan dengan pertemuan 2 yaitu 84%. Menurut analisis peneliti, hal ini terkait dengan cara mengajar guru yang kurang menarik, sehingga masih terdapat 3 orang siswa yang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Pada langkah kedua dari aspek yang diamati yaitu mengajukkan pertanyaan. Ternyata hasil yang diperoleh sama dengan hasil observasi sebelumnya pada pertemuan ke dua yaitu 10% yang memenuhi aspek penilaian tersebut akan tetapi pada siklus kedua, hal ini terjadi karena sudah sebagian besar siswa yang paham tentang materi pengelompokkan mahluk hidup sehingga hanya ada dua siswa yang kurang paham dan termotivasi untuk mengajukkan pertanyaan tentang materi tersebut. Pada aspek ketiga yaitu menjawab pertanyaan guru/teman hal ini juga sudah menunjukkan peningkatan dari hasil obsevasi sebelumnya, hal ini terlihat sekitar 26% siswa yang telah memenuhi aspek penilaian tersebut. Hal ini disebabkan karena siswa paham dengan materi yang dijelaskan oleh guru. Pada aspek terakhir yaitu mengerjakan lembar kerja siswa hasil yang diperoleh yaitu sekitar 94%, hal ini menunjukkan adanya peningkatan dari hasil observasi sebelumnya.. Selebihnya masih ada salah seorang siswa yang belum mampu menyelesaikan LKS hal itu disebabkan karena kurangnya perhatian siswa pada saat guru menjelaskan. 4.2. Tabel Siklus II Pertemuan ke 4 No 1 2 3 4
Aspek Yang Diamati Mengamati Media Mengajukkan Pertanyaan Menjawab Pertanyaan Mengerjakan LKS
Jumlah
Persentase (%)
17 4 5 19
89% 21% 26% 100%
Pada siklus II pertemuan ke 4 aspek penilaian yang pertama yaitu mengamati media, terlihat sekitar 89% siswa yang telah memenuhi aspek penilaian tersebut. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan dari hasil observasi sebelumnya. Pada langkah kedua dari aspek yang diamati yaitu mengajukkan pertanyaan. Juga terjadi peningkatan dari hasil observasi sebelumnya yaitu 21% siswa yang memenuhi aspek penilaian
tersebut. Hal ini dikarenakan siswa sudah berani untuk mengajukan pertanyaan tentang materi yang kurang dipahamih. Pada aspek ketiga yaitu menjawab pertanyaan guru/teman tanpaknya hasil yang diperoleh sama dengan hasil observasi sebelumnya yaitu 26% siswa yang telah memenuhi aspek penilaian tersebut. Hal ini disebabkan karena siswa paham dengan materi yang dijelaskan oleh guru. Pada aspek terakhir yaitu mengerjakan lembar kerja siswa hasil yang diperoleh meningkat dari pertemuan 1, 2, dan 3 hal ini terlihat 100% siswa yang telah memenuhi aspek penilaian tersebut. Pada kegiatan siklus II menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa pada setiap pertemuan. Secara rata-rata skor hasil belajar siswa pada siklus II yang terdiri dari pertemuan 3 dan 4 ini adalah 83.85% lebih besar dari rata-rata siklus I yang juga terdiri dari dua kali pertemuan yakni 73.05%. Jika terlihat bahwa peningkatan pada pertemuan ke 2 sangat signifikan, menurut analisis peneliti hal ini disebabkan karena cara mengajar guru yang lebih sistematis dan terarah sehingga siswa tertarik dan termotivasi untuk belajar dan tentunya hal ini berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Tabel : Rekapitulasi skor rata-rata hasil belajar siswa Siklus I Pertemuan 1 Pertemuan 2 70.89% 75.21% Rata-rata 1 & 2 = 73.05%
Siklus II Pertemuan 3 Pertemuan 4 76.63 83.31 Rata-rata 3 & 4 = 83.85%
Berdasarkan tabel diatas jika dianalisis pada kegiatan pembelajaran baik siklus I dan II tampaknya siswa masih perlu dilatih keberanian dan kemampuannya untuk mengemukakan atau mengajukkan pertanyaan tentang materi yang belum dipahami. Ternyata penggunaaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 3.
Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian hipotesis ” Dengan menggunakan pendekatan kontekstual, hasil belajar siswa kelas III SD Laboratorium UNG Kota Selatan Kota Gorontalo dalam mata pelajaran IPA dapat ditingkatkan” , dapat diterima. Dikaitkan dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan, yakni ” hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari nilai rata-rata 6.50 menjadi 70 ” telah tercapai bahkan melampaui target. Berdasarkan pengalaman peneliti selama melakukan penelitian ini, Pendekatan Kontekstual dapat menciptakan kondisi yang merangsang siswa untuk melakukan berbagai aktivitas belajar. Dengan Pendekatan kontekstual siswabelajar dari sesama teman. Hal lain yang timbul pada diri siswa yang belajar dengan tehnik kontekstual adalah adanya motivasi mereka untuk berusaha memahami materi yang dibahas, hal ini disebabkan pada setiap kegiatan pembelajaran diadakan evaluasi secara individual, disamping adanya penghargaan kepada kelompok. Jadi disamping ada persaingan individual juga ada persaingan kelompok. Keberhasilan pendekatan kontekstual ini tentu tidak lepas dari peranan guru. Guru dituntut untuk menyiapkan materi pelajaran secara tertulis untuk dibahas dalam kelompok. Disamping itu menuntut aktivitas guru untuk memeriksa hasil evaluasi pada setiap pertemuan. Hal ini tentu akan menyulitkan apabila siswa dalam jumlah besar. Namun kondisi ini dapat diatasi dengan menyampaikan hasil evaluasi akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan cara ini maka guru akan mempunyai waktu cukup untuk mengoreksi hasil evaluasi yang telah dilaksanakan. Hal-hal yang ditemukan dari penelitian tentang pendekatan kontekstual dalam pembelajaran dapat dirinci sebagai berikut : a. Siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran yang berdampak pada peningkatan hasil belajarnya. b. Siswa lebih termotivasi untuk belajar sebabdalam setiap akhir pembelajaran diadakan evaluasi secara individual. c. Terjadi persaingan dikalangan siswa baik secara individual maupun secara kelompok. d. Guru lebih berperan sebagai pembimbing, motivator, fasilitator, dan pengontrol dalam proses pembelajaran. E. PENUTUP Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan hasil belajar siswa kelas III SD Laboratorium UNG Kota Selatan Kota Gorontalo dalam pembelajaran IPA.
DAFTAR PUSTAKA Marpaung, dkk 2002. Model-model Pembelajaran. Dirjen Diknasmen. Depdiknas: Jakarta. Muslich, Mansyur 2007. Pembelajaran Berbasis Kompotensi dan Kontekstual. Bumi Aksara: Jakarta. Nurhadi, Dkk.2004. Pembelajaran Kontekstual (CTL) : Universitas Negeri Malang. Priyono, 2008. Ilmu Pengetahuan Alam: Jakarta. Samatowa, Usman 2010. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, Jakarta: PT Indeks. Samatowa, Usman 2006. Bagaimana Membelajarkan IPA di Sekolah Dasar, Pustaka Indonesia Press: Gorontalo. Samatowa, Usman. 2002. Pembelajaran Terpadu. Perc aisal Gorontalo: Gorontalo Suyanto, Kasihani K.E, 2002. Kontextual Teaching and Learning: Makasar. Uzer dan Setiawati 2002. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar.Remaja Rosda Karaya: Bandung.