MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER PADA SISWA KELAS V SD INPRES TAVANJUKA Oleh: Orpalina* ABSTRAK Permasalahan pada penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar PKn siswa kelas V SD Inpres Tavanjuka. Alternatif pemecahan masalah adalah pemanfaatan pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together. Penelitian ini dilakukan bersiklus, setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Inpres Tavanjuka yang berjumlah 37 orang yang terdiri dari 13 siswa lakilaki dan 24 siswa perempuan. Data dikumpulkan melalui lembar aktivitas siswa dan guru (observasi), tes hasil tindakan, wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas siswa dan guru mengalami peningkatan yang cukup berarti dari siklus I ke siklus II. Tes hasil tindakan siklus I diperoleh ketuntasan klasikal 59,46% dan pada siklus II terjadi peningkatan yang signifikan pada ketuntasan belajar yaitu 91,89%. Hal ini menunjukkan persentase peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 32,43%. Hasil daya serap klasikal pada siklus I adalah 70,59% dan siklus II daya serap klasikal adalah 80,81% hal ini menunjukkan persentase peningkatan hasil belajar PKn dari siklus I ke siklus II sebesar 10,22%. Berdasarkan indikator kinerja, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together yang dilakukan dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar PKn pada siswa kelas V SD Inpres Tavanjuka. Kata Kunci: Hasil Belajar, Kooperatif Tipe Numbered Heads Together PENDAHULUAN Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia menunjukkan fenomena yang cukup memprihatinkan diantaranya ketidakmampuan proses pendidikan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Melihat kenyataan ini, pemerintah dan praktisi pendidikan tidak diam saja, berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan telah dilakukan, antara lain pengembangan dan perbaikan kurikulum, pengembangan metode, model pembelajaran dan sistem penilaian, perbaikan sarana pendidikan, penyediaan fasilitas belajar. Namun usaha itu belum mencapai hasil yang maksimal. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya daya serap siswa terhadap mata pelajaran tertentu.
*Orpalina, A.441 08 015, Herlina, Hasdin, PGSD, FKIP, Universitas Tadulako
1
Oleh karena itu, peneliti menduga bahwa penyampaian materi yang cenderung monoton dan tidak mengaktifkan siswa tersebut menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari data SD Inpres Tavanjuka bahwa hasil ujian formatif pada tahun ajaran 2011/2012 perolehan nilai rata-rata PKn di kelas V pada semester I adalah 64,15% sementara Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan adalah 70%. Guru memegang peranan penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena itu, guru harus dapat memikirkan dan memilih berbagai strategi mengajar dan menggunakan strategi tersebut sesuai dengan tujuan pengajaran yang ingin dicapai. Berdasarkan kondisi yang diamati selama ini pada kelas V SD Inpres Tavanjuka Kelurahan Tavanjuka Kecamatan Palu Selatan Provinsi Sulawesi Tengah, sebagian besar siswa terlihat pasif, beberapa siswa cenderung lebih bersifat acuh atau bermain, berbicara dengan siswa lain dalam mengikuti mata pelajaran PKn yang terkesan berisi materi yang cukup banyak. Metode pembelajaran PKn yang umumnya digunakan oleh guru kelas selama ini adalah metode konvensional yang mengandalkan ceramah dan alat bantu utamanya adalah papan tulis. Sehingga metode konvensional yang digunakan pada saat mengajar cenderung pada keaktifan guru, sedangkan siswa cenderung tidak aktif. Uraian di atas dapat dijelaskan bahwa proses belajar siswa dan proses mengajar guru merupakan keterpaduan yang memerlukan pengaturan dan perencanaan yang seksama sehingga menimbulkan hasil belajar siswa. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk meningkatkan hasil belajar adalah dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “apakah hasil belajar PKn dapat ditingkatkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together pada siswa kelas V SD Inpres Tavanjuka?” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas V SD Inpres Tavanjuka pada pelajaran PKn dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu: 1. Bagi siswa a. Membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajarnya khususnya bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar PKn. b. Menambah pengetahuan dan pengalaman siswa dalam proses belajar. 2. Bagi guru Menambah pengetahuan tentang variasi model pembelajaran sebagai alternatif yang dapat dilakukan dalam kegiatan pembelajaran sesuai materi yang diajarkan. 3. Bagi sekolah Sebagai bahan pertimbangan untuk dijadikan rujukan model pembelajaran di SD Inpres Tavanjuka, khususnya pada mata pelajaran PKn.
2
Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar yang diperoleh sangat tergantung pada cara belajar yang efisien yakni belajar yang tepat, praktis, ekonomis, terarah, sesuai dengan tujuan pembelajaran. Pada tingkat berfikir inilah dapat diterapkan bahwa dengan menggunakan cara belajar yang efisien akan meningkatkan belajar yang memuaskan. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Oemar Hamalik, 1990:3). Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatankegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam yaitu: a) Keterampilan dan kebiasaan; b) Pengetahuan dan pengertian; c) Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah, (Nana Sudjana, 2002:22). Menurut Gagne (dalam Marlina, 2010:12) terdapat lima macam hasil belajar, tiga yang pertama bersifat kognitif, yang keempat bersifat afektif dan yang kelima bersifat psikomotorik. Adapun taksonomi Gagne tentang hasil – hasil belajar meliputi: 1. Informasi verbal (verba information) 2. Keterampilan-keterampilan intelektual (intelektual skills) a. Diskriminasi (diskrimination) b. Konsep – konsep konkrit (concrete concepts) c. Konsep – konsep terdefenisi (defined concept) d. Aturan – aturan (rules) 3. Strategi - strategi kognitif (cognitive strategies) 4. Sikap –sikap (attitudes) 5. Keterampilan-keterampilan (motor skills) Menurut Purwanto (dalam Syafrudin Yarsad, 2011:13) hasil belajar adalah: “Kemampuan yang dicapai, dikerjakan, dilakukan. Hasil belajar adalah kemampuan yang dicapai siswa dalam mata pelajaran, baik kualitas maupun jumlah pelajaran siswa selama periode yang diberikan yang diukur dengan menggunakan tes yang telah distandarisasikan. Dalam kaitannya dengan hasil belajar. Hasil belajar adalah kemampuan yang dicapai dari proses belajar yang dapat diketahui dari pencapaian ketika mengerjakan serangkaian tes hasil belajar.” Selanjutnya Sunaryo (dalam Syafrudin Yarsad, 2011:12) mengatakan “hasil belajar adalah perubahan kemampuan yang meliputi kemampuan kognitif, efektif, psikomotor”. Sedangkan Woodwarth dan DG. Marquis seperti dikutip oleh Mulyadi Y (dalam Marlina, 2010:13) mendefenisikan “hasil belajar adalah kemampuan aktual yang dapat diukur secara langsung dengan tes.” 3
Cara mengetahui hasil belajar menurut Mulyadi Y (dalam Marlina, 2010:13) adalah sebagai berikut: “Angka tertanda yang menyatakan kelulusan/keberhasilan belajar (passing grade) skala 0-100 adalah 55 atau 60. Jika seorang siswa dapat menyelesaikan lebih dari setengah tugas atau dapat menjawab lebih dari setengah Instrumen evaluasi, dengan benar maka ia dianggap memenuhi target minimal keberhasilan belajar.” Sudjana (dalam Mulyabato Tenge, 2011:8) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh setelah mempelajari materi yang diwujudkan melalui perubahan pada diri siswa tersebut yang meliputi perubahan reaksi dan sikap siswa secara fisik maupun mental. Berdasarkan definisi di atas dapat memberikan gambaran bahwa belajar dapat dikatakan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan. Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah mempelajari materi yang diwujudkan perubahan pada diri tersebut, atau keberhasilan yang dicapai siswa baik secara individu atau kelompok terhadap materi pelajaran, setelah mengikuti kegiatan belajar dalam waktu tertentu yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh melalui evaluasi atau tes. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran (Johnson dan Johnson, dalam Ismail 2002:27). Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan, dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan masalah. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Menurut Ibrahim (2002:16) pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif mempunyai tiga tujuan yang hendak dicapai yaitu: a. Hasil belajar akademik Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli yang berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit. b. Pengakuan adanya keragaman Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain, perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. c. Pengembangan keterampilan sosial Model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud dalam pelajaran kooperatif adalah berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja sama dalam kelompok. 4
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam (Mulyabato Tenge, 2011:6) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang terdapat dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman terhadap isi pelajaran yang diajarkan. Sedangkan JohnsonJohnson dalam (Mulyabato Tenge, 2011:6) mendefinisikan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa dalam kelompok heterogen beranggotakan tiga sampai lima orang dalam menangani suatu masalah. Menurut Kagen dalam (Mulyabato Tenge, 2011:6-7) Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dikembangkan menjadi empat langkah struktur sebagai berikut: 1. Penomoran (numbering). Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3–5 orang dan memberikan nomor sehingga tiap siswa dalam kelompok tersebut memiliki nomor yang berbeda. 2. Pengajuan pertanyaan (questioning). Guru mengajukan suatu pertanyaan kepada siswa. 3. Berpikir bersama (heads together). Siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban tersebut. 4. Pemberian jawaban (answering). Guru menyebutkan satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas. Dari definisi di atas tergambar bahwa teknik Numbered Heads Together menuntut kerjasama yang baik antara anggota kelompok. Model pembelajaran ini juga menekankan pada kegiatan-kegiatan pembinaan kerjasama tim siswa mulai bekerjasama dan melakukan diskusi terjadwal di dalam kelompok tentang seberapa jauh mereka berhasil bekerjasama. Pelajaran PKn di Sekolah Dasar Kelas V Pada hakekatnya mata pelajaran PKn di sekolah berfungsi untuk mengembangkan sikap dan nilai moral, sedangkan tujuan pembelajaran PKn adalah untuk memberikan pengalaman kepada siswa dalam merencanakan dan menerapkan sikap yang baik untuk membentuk moral dan watak yang baik pula. Contoh sikap moral yang dapat dikembangkan dengan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together yaitu sikap kejujuran dan transparan, bertanggungjawab dan mau bekerjasama (Depdiknas, 2004:37). Salah satu pilar dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi dan KTSP adalah proses 5
pengumpulan dan penggunaan informasi terhadap hasil belajar siswa secara berkesinambungan, hal ini dilakukan secara terpadu dengan kegiatan belajar. Cara mematuhi keputusan bersama, antara lain: Keputusan bersama harus dilakukan dengan iktikad baik dan penuh rasa tanggung jawab agar tercipta ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan sehari-hari. Ada tiga cara yang lazim dikenal dalam proses pengambilan keputusan bersama, yaitu melalui keputusan mutlak para pemimpin, keputusan suara terbanyak, dan musyawarah mufakat. Musyawarah mufakat merupakan proses membahas persoalan secara bersama demi mencapai kesepakatan bersama yang menguntungkan berbagai pihak (win-win solution). Beberapa hal yang harus dipahami setelah keputusan bersama disepakati adalah: a. Keputusan bersama mensyaratkan tanggungjawab bersama b. Keputusan bersama menghasilkan hak dan kewajiban yang sama c. Keputusan bersama wajib dilaksanakan semua pihak. Peraturan yang sudah ditetapkan, biasanya diikuti dengan hukuman dan penghargaan. Pelaksanaan keputusan bersama tidak lain adalah perjanjian bersama yang harus dipatuhi, keputusan bersama harus dilaksanakan secara bertanggungjawab. Keputusan dalam musyawarah bertujuan agar tercipta ketertiban, ketentraman, dan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Pelanggaran terhadap aturan yang telah diputuskan dalam musyawarah dapat merugikan diri sendiri dan orang lain (BNSP, 2006:43-58). METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian Desain Penelitian Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini mengikuti tahap penelitian yang disebut siklus. Model penelitian ini mengacu pada modifikasi diagram yang dicantumkan Kemmis dan McTaggart (dalam Depdiknas, 2005:17) seperti yang terlihat pada gambar 3.1 dilakukan empat tahap, yaitu 1) Perencanaan tindakan, 2) Pelaksanaan tindakan, 3) Observasi, dan 4) Refleksi. 0 4 3
a
1
2
8 7
b
5
Keterangan: 0 : Pratindakan 1 : Rencana siklus 1 2 : Pelaksanaan siklus 1 3 : Observasi siklus 1 4 : Refleksi siklus 1 5 : Rencana siklus 2 6 : Pelaksanaan siklus 2 7 : Observasi siklus 2 8 : Refleksi siklus 2 a : Siklus 1 b : Siklus 2
6
Gambar 3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis dan McTaggart 6
Setting dan Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Inpres Tavanjuka Kelurahan Tavanjuka Kecamatan Palu Selatan Provinsi Sulawesi Tengah. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V tahun ajaran 2011/2012 semester II dengan jumlah siswa 37 orang yang terdiri dari 13 orang siswa laki-laki dan 24 orang siswa perempuan. Data dan Teknik Pengumpulan Data Data a. Sumber Data Sumber data penelitian ini adalah siswa kelas V dengan jumlah 36 siswa dan guru bidang studi PKn di SD Inpres Tavanjuka. b. Jenis Data Jenis data yang didapatkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. 1) Data kualitatif yaitu data yang diperoleh dari aktivitas siswa dan aktivitas guru berupa data hasil observasi dan hasil wawancara. 2) Data kuantitatif yaitu data yang diperoleh dari hasil tes yang diberikan kepada siswa. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui tiga cara, yaitu : a) Tes Tes dilakukan untuk mengumpulkan informasi pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. Tes terdiri dari tes awal dan tes akhir. b) Observasi Observasi dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Pelaksanaannya dilakukan dengan mengisi format yang telah disiapkan oleh peneliti dengan tujuan untuk mengetahui aktifitas dan perilaku subyek peneliti pada saat pembelajaran berlangsung. c) Wawancara Wawancara dilakukan setelah pembelajaran berlangsung dan setelah evaluasi tindakan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa pada saat mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. Teknik Analisa Data Teknik Analisa Data Kualitatif Analisa data dalam penelitian ini dilakukan setelah pengumpulan data. Adapun tahap-tahap kegiatan analisis data kualitatif adalah mereduksi data, menyajikan data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
7
a) Mereduksi Data Mereduksi data adalah proses kegiatan menyeleksi, memfokuskan, dan menyederhanakan semua data yang telah diperoleh, mulai dari awal pengumpulan data sampai penyusunan laporan penelitian. b) Penyajian Data Penyajian data dilakukan dalam rangka mengorganisasikan hasil reduksi dengan cara menyusun secara naratif sekumpulan informasi yang telah diperoleh dari hasil reduksi, sehingga dapat memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan penarikan tindakan. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk tabel (persentase), diagram dan bagan. c) Penarikan Kesimpulan/verifikasi Penarikan kesimpulan adalah proses penampilan intisari terhadap hasil penafsiran dan evaluasi. Kegiatan ini mencakup pencarian makna data serta memberi penjelasan. Selanjutnya dilakukan kegiatan verifikasi, yaitu menguji kebenaran, kekokohan, dan kecocokan makna-makna yang muncul dari data. Verifikasi data dimaksudkan untuk mengevaluasi segala informasi yang telah didapatkan dari informan, sehingga akan didapatkan suatu data yang valid dan berkualitas serta hasil dari data tersebut dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya (Milles dan Huberman, 1992:16). Teknik Analisa Data Kuantitatif Teknik analisa data yang digunakan dalam menganalisa data kuantitaif yang diperoleh dari hasil tes belajar siswa dan menentukan persentase ketuntasan belajar siswa dengan menggunakan rumus sebagai berikut : a) Daya serap individu Analisa data untuk mengetahui daya serap masing-masing siswa digunakan rumus sebagai berikut:
DSI
X Y
x 100 %
dengan :
X = Skor yang diperoleh siswa Y = Skor maksimal soal DSI = Daya serap individu Seorang siswa dikatakan tuntas belajar secara individu jika persentase daya serap individu sekurang-kurangnya 70% (SD Inpres Tavanjuka). b) Ketuntasan belajar klasikal Analisa data untuk mengetahui ketuntasan belajar seluruh siswa yang menjadi sampel dalam penelitian ini, maka digunakan rumus sebagai berikut: KBK
dengan :
N S
N S
X 100 %
= Banyaknya siswa yang tuntas
= Banyaknya siswa seluruhnya KBK = Ketuntasan belajar klasikal 8
Suatu kelas dikatakan tuntas belajar klasikal jika rata-rata 80% siswa telah tuntas secara individual (SD Inpres Tavanjuka). Tahap-Tahap Penelitian Secara umum kegiatan penelitian ini dapat dibedakan dalam dua tahap, yaitu tahap pratindakan dan tahap pelaksanaan tindakan. Tahap Pratindakan Pada tahap ini akan dilaksanakan kegiatan sebagai berikut: a) Tes pengecekan kemampuan awal Kegiatan yang dilakukan adalah memberikan tes awal untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh siswa sebelum penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. Hasil tes ini sekaligus dijadikan sebagai nilai awal yang diperlukan dalam pengelolaan nilai peningkatan. b) Pembentukan kelompok belajar Kegiatan ini diawali dengan menyusun nama-nama peserta didik ke dalam beberapa kelompok yang beranggotakan beberapa siswa sesuai jumlah siswa. Tahap Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam siklus berulang. Tiap siklus terdiri dari empat fase sebagai berikut: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan analisis atau refleksi. Adapun kegiatan-kegiatan dalam setiap siklus yang terdiri dari empat fase tersebut adalah sebagai berikut : a. Pembelajaran Siklus I (1) Perencanaan Kegiatan yang dilakukan pada perencanaan yaitu merancang skenario pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dan membagi siswa ke dalam kelompok kecil (3–5 orang siswa) untuk saling bekerja sama dalam kegiatan pembelajaran. (2) Pelaksanaan Tindakan Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu melaksanakan tindakan sesuai dengan skenario yang telah dirancang : Memberi arahan dan memotivasi siswa sebelum penyajian materi dimulai. Menyajikan materi secara singkat dan jelas. Setelah penyajian materi selesai, siswa diberikan nomor (numbered) sesuai kelompoknya. Mengajukan beberapa pertanyaan atau masalah. Berpikir bersama. Menjawab (evaluasi). Memberi penghargaan/pujian. (3) Observasi/Pengamatan Observasi dilakukan selama proses tindakan berlangsung, pengamatan mencakup kegiatan siswa dan guru selama kegiatan pembelajaran dan mengidentifikasi kendala-kendala siswa dalam proses pembelajaran. Bertindak sebagai observer adalah guru kelas V SD Inpres Tavanjuka.
9
(4) Analisis dan Refleksi Pada tahap ini dilakukan analisa data yang diperoleh dari lembar observasi, wawancara dan evaluasi tindakan pertama. Hasil analisis ini akan memberikan gambaran bagaimana dampak dari tindakan yang dilakukan. Jika masih terdapat kekurangan, maka dilakukan proses pengkajian kembali melalui siklus berikutnya. b. Pembelajaran Siklus II (1) Perencanaan Kegiatan yang dilakukan pada perencanaan yaitu merancang rencana pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dan membuat lembar kerja siswa, membuat lembar observasi siswa dan guru. (2) Pelaksanaan Tindakan Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu melaksanakan tindakan sesuai dengan skenario yang telah dirancang: Memberi arahan dan memotivasi siswa sebelum penyajian materi dimulai. Menyajikan materi secara singkat dan jelas. Siswa duduk sesuai dengan kelompok yang telah dibentuk pada pertemuan sebelumnya. Mengajukan beberapa pertanyaan atau masalah. Berpikir bersama. Menjawab (evaluasi). Memberi penghargaan/pujian. (3) Observasi/Pengamatan Observasi dilakukan selama proses tindakan berlangsung, pengamatan mencakup kegiatan siswa dan guru selama kegiatan pembelajaran dan mengidentifikasi kendala-kendala siswa dalam proses pembelajaran. Bertindak sebagai observer adalah guru kelas V SD Inpres Tavanjuka (Bapak Wardiman, A.Ma.Pd). (4) Analisis dan Refleksi Pada tahap ini dilakukan analisa data yang diperoleh dari lembar observasi, wawancara dan evaluasi tindakan pertama. Berdasarkan hasil analisis data dilakukan refleksi guna melihat kekurangan dan kelebihan yang terjadi saat pembelajaran diterapkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. Indikator Kinerja Indikator Kinerja Kualitatif Indikator kualitatif pembelajaran ini dapat dilihat dari observasi selama pembelajaran. Penelitian ini dinyatakan berhasil jika siswa mencapai tingkat penilaian yang baik atau sangat baik, berdasarkan komponen pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Menurut Depdiknas (2004:37) persentase nilai rata-rata sebagai berikut: Persentase nilai rata-rata (NR) = (jumlah skor / skor maksimal) x 100% Kriteria taraf keberhasilan tindakan: 10
90 % NR < 100 % 80 % NR 89 % 70 % NR 79 % 60 % NR 69 % 0 % NR 59 %
: : : : :
Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang
Indikator Kinerja Kuantitatif Indikator keberhasilan penelitian dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) ini jika ketuntasan individu mencapai 70% dan ketuntasan klasikal mencapai 80% (KKM SD Inpres Tavanjuka). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pratindakan Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti terlebih dahulu melakukan observasi awal melalui observasi dengan guru PKn di kelas yang akan diteliti untuk mengetahui materi yang akan diajarkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Selain itu peneliti juga memberikan tes pratindakan kepada siswa dengan jumlah soal sebanyak 5 nomor untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Berdasarkan hasil observasi diperoleh ketercapaian daya serap klasikal siswa adalah 64,32%. Hasil tes pratindakan ini mempengaruhi aktivitas dan hasil belajar siswa. Kemampuan awal siswa ini menjadi patokan bagi peneliti untuk melakukan kegiatan selanjutnya dan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa selama pelaksanaan tindakan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. Hasil Siklus I a) Perencanaan Tindakan Siklus I Setelah melakukan observasi awal, selanjutnya peneliti membuat perencanaan tindakan siklus I sebagai berikut : 1) Membuat skenario pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together yang mengikuti materi sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (lampiran 3). 2) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan materi keputusan bersama kompetensi dasar mengenal bentuk-bentuk keputusan bersama (lampiran 4a dan 4b) 3) Membuat lembar observasi aktivitas siswa (lampiran 8a dan 9a) dan observasi aktivitas guru (lampiran 8b dan 9b) mengacu pada model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. 4) Membuat lembar kerja siswa (lampiran 6a dan 6b) 5) Membuat tes tindakan siklus I (lampiran 12) b) Pelaksanaan Tindakan Siklus I Tindakan siklus I dilaksanakan dengan tiga kali pertemuan di kelas yaitu dua kali pertemuan kegiatan belajar mengajar dan satu kali pertemuan tes akhir tindakan siklus I dan wawancara. Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan pada tanggal 24 dan 31 Mei 2012 di kelas V SD Inpres Tavanjuka dengan materi 11
keputusan bersama, kompetensi dasarnya yaitu mengenal bentuk-bentuk keputusan bersama. Pada proses belajar mengajar diterapkan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dengan mengikuti skenario pembelajaran (lampiran 3) dan rencana pelaksanaan pembelajaran (lampiran 4a dan 4b). Pada pelaksanaan tindakan ini juga digunakan lembar kerja siswa (lampiran 6a dan 6b). Selama pelaksanaan tindakan, dilakukan observasi terhadap aktivitas siswa dan guru. Observasi dilakukan oleh observer yang merupakan guru kelas V di sekolah tersebut dengan cara mengamati kegiatan siswa dan guru untuk mengisi lembar observasi yang telah disediakan (lampiran 8a, 8b, 9a dan 9b). Pada tanggal 1 Juni 2012 peneliti melakukan wawancara kepada siswa kelas V terkait dengan pembelajaran siklus I yang telah diajarkan dengan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai materi keputusan bersama kompetensi dasar mengenal bentuk-bentuk keputusan bersama menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. c) Hasil Belajar Siswa Siklus I Setelah selesai pelaksanaan tindakan siklus I dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together, kegiatan selanjutnya memberikan tes formatif yang merupakan akhir dari siklus I. Tes formatif yang diberikan dalam bentuk tes uraian dengan jumlah soal sebanyak 5 nomor, dapat dilihat pada lampiran 12. Hasil analisis tes formatif siklus I secara singkat dapat dilihat pada tabel 4.3 dan hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13. Tabel 4.3 Hasil Analisis Tes Formatif Siklus I Aspek perolehan Hasil Siklus I No. 1. Skor nilai tertinggi 42 (84%) 2. Skor nilai terendah 29 (58%) 3. Banyak siswa yang tuntas 22 dari 37 siswa 4. Persentase ketuntasan klasikal 59,46% 5. Persentase daya serap klasikal 70,59 % Sumber: (Hasil Analisis Tes Formatif Siklus I, Peneliti: Orpalina) Selanjutnya dari hasil wawancara yang dilakukan setelah selesai pemberian tes formatif menunjukkan bahwa siswa senang dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together yang diterapkan oleh peneliti. Hasil wawancara selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 16. d) Refleksi Siklus I Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa dan guru siklus I, hasil tes tindakan siklus I dan hasil wawancara siklus I selanjutnya dilakukan evaluasi. Hasil evaluasi siklus I digunakan sebagai acuan untuk merencanakan tindakan lebih efektif untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik pada siklus berikutnya. Adapun hasil evaluasi siklus I dengan kekurangan yaitu: 1. Motivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran masih kurang, sehingga proses pembelajaran masih didominasi oleh guru. 2. Pada saat mengerjakan tugas siswa masih terlihat banyak bercerita dengan teman kelompoknya.
12
3. Siswa belum bisa menyimpulkan materi pelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran. 4. Guru kurang memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk bertanya. 5. Dari hasil analisis tes formatif diperoleh persentase ketuntasan klasikal sebesar 59,46 % dengan jumlah siswa yang tidak tuntas sebanyak 15 orang. Hasil Siklus II a) Perencanaan Tindakan Siklus II Berdasarkan hasil refleksi siklus I, maka dilakukan tindakan siklus II dengan perencanaan sebagai berikut: 1. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan materi keputusan bersama dengan kompetensi dasar mematuhi keputusan bersama (lampiran 5a dan 5b). 2. Membuat lembar observasi aktivitas siswa (lampiran 10a dan 11a) dan observasi aktivitas guru (lampiran 10b dan 11b). 3. Membuat lembar kerja siswa (lampiran 7a dan 7b). 4. Membuat tes tindakan siklus II (lampiran 14). 5. Memberikan waktu bertanya yang cukup kepada siswa. 6. Menyampaikan hasil tes formatif siklus I kepada siswa agar siswa lebih termotivasi untuk aktif dalam pembelajaran. 7. Membimbing siswa agar lebih aktif dalam berfikir bersama (head together) dan saling kerjasama sesuai tanggungjawab yang diberikan. b) Pelaksanaan Tindakan Siklus II Tindakan siklus II dilaksanakan dengan tiga kali pertemuan di kelas yaitu dua kali pertemuan kegiatan belajar mengajar dan satu kali pertemuan untuk tes akhir tindakan siklus II dan wawancara. Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan pada tanggal 4 dan 7 Juni 2012 di Kelas V SD Inpres Tavanjuka dengan materi keputusan bersama dengan kompetensi dasar mematuhi keputusan bersama. Pada pelaksanaan tindakan ini diterapkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dengan mengikuti rencana pelaksanaan pembelajaran (lampiran 5a dan 5b). Pelaksanaan tindakan ini juga menggunakan lembar kerja siswa (lampiran 7a dan 7b). Selama pelaksanaan tindakan dilakukan observasi terhadap aktivitas siswa dan guru. Observasi dilakukan oleh observer yang merupakan guru Kelas V SD Inpres Tavanjuka dengan cara mengamati kegiatan siswa dan guru dengan mengisi lembar observasi yang telah disediakan (lampiran 10a, 10b, 11a dan 11b). Tes siklus II dan wawancara dilakukan oleh peneliti pada tanggal 8 Juni 2012 materi keputusan bersama dengan kompetensi dasar mematuhi keputusan bersama menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. c) Hasil Belajar Siswa Siklus II Setelah selesai pelaksanaan tindakan siklus II dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together, kegiatan selanjutnya memberikan tes formatif yang merupakan akhir dari siklus II. Tes formatif yang diberikan dalam bentuk uraian dengan jumlah soal sebanyak 5 nomor, dapat dilihat pada lampiran 14. Hasil analisis tes formatif siklus II secara singkat dapat dilihat pada tabel 4.6 dan hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15.
13
Tabel 4.6 Hasil Analisis Tes Formatif Siklus II Aspek perolehan Hasil Siklus II No. 1. Skor nilai tertinggi 50 (100%) 2. Skor nilai terendah 33 (66%) 3. Banyak siswa yang tuntas 34 dari 37 siswa 4. Persentase ketuntasan klasikal 91,89% 5. Persentase daya serap klasikal 80,81% Sumber: (Hasil Analisis Tes Formatif Siklus II, Peneliti: Orpalina) Selanjutnya dari hasil wawancara yang dilakukan setelah selesai pemberian tes formatif siklus II menunjukkan bahwa siswa senang dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together yang diterapkan oleh peneliti. Hasil wawancara selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17. d) Refleksi Siklus II Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi aktivitas siswa dan guru, tes hasil tindakan dan wawancara selama pelaksanaan tindakan siklus II, selanjutnya dilakukan evaluasi untuk mengetahui dampak dari tindakan yang diberikan. Adapun hasil evaluasi pelaksanaan tindakan siklus II yaitu: 1. Hasil belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran semakin meningkat, hal ini terlihat ketika mengerjakan tugas yang diberikan oleh peneliti, siswa lebih aktif dan kreatif tanpa bercerita dengan teman sebangkunya. 2. Siswa sudah paham bagaimana cara menyimpulkan materi pelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran. 3. Guru memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami, sehingga siswa dapat mengemukakan pendapat. 4. Dari hasil analisis tes formatif diperoleh persentase ketuntasan klasikal sebesar 91,89 % dengan jumlah siswa yang tidak tuntas sebanyak 3 orang. Pembahasan Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa siklus I pertemuan 1 diperoleh nilai rata-rata 43,64% dalam kategori sangat kurang. Hal ini disebabkan karena motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran masih kurang sehingga siswa masih terlihat pasif dan belum berani untuk menyampaikan kesulitan-kesulitan pada lembar kerja yang telah dibagikan. Pada pertemuan 2 diperoleh nilai rata-rata 63,36% kategori kurang, dan mengalami peningkatan dari pertemuan sebelumnya. Peningkatan aktivitas siswa disebabkan siswa sedikit lebih aktif dibanding pertemuan sebelumnya walaupun secara keseluruhan proses pembelajaran masih didominasi oleh guru. Pada siklus II pertemuan 1 diperoleh persentase nilai rata-rata aktivitas siswa 83,64% dalam kategori baik. Hal ini disebabkan karena siswa sudah mulai termotivasi untuk aktif dalam pembelajaran. Pada pertemuan 2 diperoleh persentase nilai rata-rata aktivitas siswa 96,36% dalam kategori sangat baik. Peningkatan aktivitas siswa dari pertemuan 1 ke pertemuan 2 disebabkan karena 14
siswa lebih termotivasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, hal ini terlihat pada saat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, siswa lebih aktif dalam proses diskusi dan dalam menjawab pertanyaan yang terdapat pada LKS. Berdasarkan hasil observasi aktivitas guru pada siklus I pertemuan 1 diperoleh nilai rata-rata aktivitas guru 70% kategori cukup dan pertemuan 2 diperoleh peningkatan nilai rata-rata aktivitas guru 81,67% dengan kategori baik, ini menunjukkan aktivitas guru dalam pembelajaran pada siklus I terjadi peningkatan pada setiap pertemuan. Pada siklus II pertemuan 1 diperoleh nilai rata-rata aktivitas guru 88,33% kategori baik dan pertemuan 2 diperoleh nilai ratarata aktivitas guru 98,33% dengan kategori sangat baik, ini menunjukkan kenaikan aktivitas guru pada tiap pertemuan. Berdasarkan persentase nilai ratarata aktivitas guru siklus I dan siklus II menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan. Kenaikan aktivitas guru dari siklus I ke siklus II disebabkan karena guru terus berusaha untuk meningkatkan motivasi dan bimbingan kepada siswa dengan berbagai perlakuan agar siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pada hasil analisis tes formatif siklus I, diperoleh persentase daya serap klasikal sebesar 70,59 % dengan 22 siswa yang tuntas dari 37 siswa. Persentase ketuntasan belajar klasikal ini sangat jauh dari indikator keberhasilan yaitu 59,46%. Rendahnya persentase ketuntasan belajar klasikal pada siklus I ini disebabkan karena motivasi siswa dalam pembelajaran masih kurang sehingga pemahaman siswa terhadap tugas yang diberikan juga belum maksimal. Berdasarkan hasil evaluasi siklus I dilakukan perbaikan pada siklus II dengan meningkatkan motivasi dan bimbingan kepada siswa. Perlakuan ini memberikan dampak yang baik, ini terlihat dari peningkatan hasil belajar siswa pada siklus II dengan persentase daya serap klasikal mencapai 80,81 %, ketuntasan belajar klasikal 91,89% dengan 34 siswa yang tuntas dari 37 siswa. Persentase peningkatan hasil belajar pada tiap siklus dapat dilihat dari skor rata-rata yang diperoleh pada siklus I dan siklus II. Skor daya serap klasikal yang diperoleh pada siklus I yaitu 70,59% dan daya serap klasikal yang diperoleh pada siklus II sebesar 80,81%. Dengan menggunakan persamaan diperoleh persentase peningkatan hasil belajar sebesar 10,22%. Ini menunjukkan terjadinya peningkatan hasil belajar pada tiap siklus. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dapat menghidupkan suasana belajar karena siswa terlibat aktif dalam setiap proses belajar mengajar. Suasana belajar yang mendukung merupakan salah satu motivasi siswa dalam belajar. Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together bukan saja membelajarkan siswa tapi juga membelajarkan guru. Guru dituntut untuk bisa sabar dan peka terhadap kesulitan-kesulitan yang berbeda dari setiap siswa. Kesimpulan dan Saran Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran PKn di Kelas V SD Inpres Tavanjuka. Hal ini dibuktikan dengan tercapainya indikator kinerja pada siklus I diperoleh persentase ketuntasan klasikal sebesar 59,46% dan daya serap klasikal sebesar 70,59% pada siklus II hasil tes formatif menunjukkan 15
persentase ketuntasan klasikal sebesar 91,89% dan daya serap klasikal sebesar 80,81 %. Dengan menggunakan persamaan diperoleh persentase peningkatan ketuntasan belajar klasikal 32,43%. Dengan menggunakan persamaan diperoleh persentase peningkatan daya serap klasikal sebesar 10,22%. Hasil observasi aktivitas siswa dan guru mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II mencapai kategori sangat baik, hasil wawancara siklus I dan siklus II menunjukkan bahwa siswa senang dengan model pembelajaran yang diterapkan oleh peneliti. Upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together disarankan agar melaksanakan pembelajaran yang kreatif dan inovatif dalam kelas dan mampu mengembangkan penyusunan tugas agar siswa tidak merasa bosan. Kepada pihak pengambil kebijakan (kepala sekolah), agar memperhatikan segala kesulitan yang dialami siswa dalam proses pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA BSNP. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SD/MI. Jakarta: Diknas Depdiknas . 2004. Penilaian. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Depdiknas. 2001. Penerapan Model Konstruktivisme Pada Pembelajaran IPA. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Depdiknas. 2005. Ilmu Pengetahuan Alam (Media Pembelajaran). Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Ibrahim. 2002. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Ismail. 2002. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Sekolah Tingkat Lanjutan Pertama. Lie. 2002. Cooperative Learning. Jakarta: PT. Grasindo. Marlina. 2010. Meningkatkan Hasil Belajar pada Pelajaran PKn melalui Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together di Kelas V SDN 22 Palu. Skripsi tidak dipublikasikan. Palu: Universitas Tadulako. Milles dan Huberman. 1992. Analisis Data kualitatif. Terjemahan Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia. Mulyabato Tenge. 2011. Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Sains Kelas V SD BK Jono Oge. Skripsi tidak dipublikasikan. Palu: Universitas Tadulako. Nana Sudjana. 2002. Media pengajaran (Penggunaan dan Pembuatannya). Bandung : Sinar Baru Algensindo. Oemar Hamalik. 1990. Metode belajar dan kesulitan-kesulitan belajar. Bandung: CV. Tarsito. Suparno, 2003. Penggunaan Metode Pemberian Tugas Dalam Pembelajaran IPS. Jakarta: Rosda Jayapura. Syafrudin Yarsad. 2011. Meningkatkan Hasil Belajar IPS Menggunakan Media Gambar pada Siswa Kelas IV SD Inpres Taipa Laga. Skripsi tidak dipublikasikan. Palu: Universitas Tadulako.
16
17