SEPTEMBER 2007
Menghadapi Ketidakteraturan Datangnya Bencana Sumber Daya Emas untuk Pertambangan Rakyat Jika Sumur Bandungku Kering Mengenal Meteorit
VOL. 2 NO. 3
Daftar Isi Volume 2 No. 3 September 2007
03
Editorial
04
Geologi Populer
24
Lintasan Geologi
48
Geofakta
Belajar dari Fenomena Geologi di Sekitar Kita: Mengoptimalkan Sumber Daya, Meminimalkan Bencana [04]Menghadapi Ketidaktentuan Datangnya Bencana [08]Sumber Daya Emas untuk Pertambangan Rakyat [16]Jika Sumur Bandungku Kering [20]Mengenal Meteorit [24]Gempa Bumi di Bengkulu [34]Isu Sumber Daya Manusia-untuk Pengelolaan Sumber Daya Geologi di Daerah [44]Penyuluhan Museum Geologi ke Sekolah [48]Georgius Agricola [51]Ensiklopedi Bahan Galian Indonesia-Seri Batu Gamping
58
Profil
66
Seputar Geologi
[58]Syamsul Rizal Wittiri: Satu diantara Sedikit “Mpu” Gunungapi
Informasi tentang kegiatan bidang geologi dan bidang lain terkait kegiatan kegeologian, khususnya kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dan diikuti oleh Badan Geologi.
Penasehat Kepala Badan Geologi Penanggungjawab Sekretaris Badan Geologi Pemimpin Redaksi Eddy Mulyadi Wakil Pemimpin Redaksi Priatna Dewan Redaksi Oman Abdurahman,Prima M. Hilman, M. Taufik, Abdurahman, Igan Sutawidjaja, Agus Pujobroto, Sugiharto Nitihardjo, Ipranta Redaktur Pelaksana Joko Parwata, M. M. Saphick Nurjaman, Bunyamin Koresponden Nandang Sumarna, Evina Widyantini, Sumaryono, Nenen Andriyani Sirkulasi Asep Sofyan Fotografer & Dokumentasi Gatot Sugiharto, Titan Roskusumah Marketing & Humas Lilies M. Maryati Tata Letak & Artistik [V]Artstudio 022-70662366 Alamat Redaksi Gedung D Lantai IV Jl. Diponegoro No. 57 Bandung 40122 Telp. 022-7217321 Faks.022-7218154 website: http://www.bgl.esdm.go.id e-mail:
[email protected]
Editorial
Belajar dari Fenomena Geologi di Sekitar Kita : Mengoptimalkan Sumber Daya, Meminimalkan Bencana Dalam kurun waktu Juli hingga September 2007, kembali kita diingatkan oleh satu kenyataan lama yang terus berlangsung hingga kini: fenomena geologi dengan bencana atau pun manfaat yang diberikannya. Akhir bulan Juli 2007, Gunung Kelud di Jawa Timur kembali menunjukkan aktivitasnya. Seolah melanjutkan kerja universalnya, bumi kita kembali berguncang di Bengkulu pada awal September lalu, menimbulkan dampak yang tak dapat ditanggulangi sendiri oleh masyarakat yang mengalaminya : sebuah bencana. Warta Geologi (WG) Volume 2 Nomor 3 kali ini berisikan beragam tulisan yang mengulas potensi pemanfaatan sumber daya geologi, bencana geologi dan potensinya (bahaya geologi). Spektrum tema yang disajikannya merentang mulai dari persoalam sumber daya manusia (SDM) di daerah, sumber daya geologi, dan bencana geologi. Hal itu adalah sejumlah tulisan yang tak perlu dikategorikan kedalam tema khusus apapun tentang geologi. Namun jelas, kumpulan tulisan ini menggambarkan dua sisi yang abadi tentang fenomena geologi: potensi manfaat dan potensi bencana. Para pembaca yang budiman, Fenomena geologi yang terjadi jutaan tahun yang lalu telah memberikan kepada kita sejumlah potensi untuk pemanfaatan yang optimal hingga dapat dinikmati oleh masyarakat banyak, terutama mereka yang hidup di lokasi potensi tersebut. Tiga tulisan dalam WG kali ini memberikan informasi populer tentang hal itu, yaitu tulisan-tulisan yang berkenaan dengan mineral emas, airtanah, dan batugamping. Tulisan lain berkaitan dengan sumber daya geologi adalah ulasan di seputar museum geologi. Logam emas adalah logam mulia yang banyak dicari orang karena kelangkaannya. Indonesia kaya akan jebakan mineral logam emas. Namun, kebanyakan bijih emas yang terdapat dalam geologi Indonesia ini ditambang dan diusahakan oleh pertambangan milik perusahaan besar milik swasta internasional. Tulisan tentang mineral emas pada WG kali ini berdiri pada sisi yang lain: sebuah usulan pertambangn emas rakyat. Melalui tulisan tersebut para pembaca akan memperoleh informasi tentang ciri-ciri endapan batuan yang mengandung emas dan cara-cara pengelolaannya dalam konteks pertambangan rakyat. Ensiklopedia bahan galian seri batugamping memberikan informasi tentang sumber daya geologi lainnya yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Tulisan tentang airtanah memberikan informasi
tentang konservasi airtanah, mulai dari penyebabnya hingga cara-cara penanggulangannya dengan mengambil kasus kondisi airtanah di Cekungan Bandung, Jawa Barat. Adapun tulisan tentang museum geologi Bandung memberikan salah satu alternatif pemberdayaan informasi geologi untuk pariwisata, yaitu geowisata yang mengandung baik aspek pendidikan maupun perlindungan lingkungan. Pembaca yang budiman, Adalah hukum alam yang dititipkan pada aspek geologi, bahwa selain memberikan manfaat, alam pun adakalanya menimbulkan ancaman bahaya hingga bencana. Dengan demikian kita perlu menyiapkan SDM agar kita mampu mengoptimalkan manfaat dan meminimalkan bencana yang mungkin ditimbulkan dalam perjalanan dinamika geologi kita. Hal yang disebut terakhir ini adalah kritis dalam konteks era Otonomi Daerah sekarang ini. Tiga buah tulisan lainnya memberikan informasi populer berkenaan dengan mitigasi bencana dan kesiapsiagaan SDM untuk pengelolaan aspek geologi di daerah. Pertama, ulasan tentang bencana geologi gempabumi Bengkulu yang terjadi 12 September 2007. Ulasan peristiwa tersebut memberikan informasi di seputar geologi dan geotektenik, besaran bencana, dan sejarah kebencanaan di masa lalu di daerah Bengkulu. Informasi-informasi tersebut dari sudut pandang upaya mitigasi termasuk kedalam upaya pemantauan atau kesiapsiagaan menghadapi bencana. Tulisan kedua berbicara tentang bencana yang datangnya tidak menentu serta memberikan sebuah skema upaya yang harus dijalankan dalam rangka mitigasinya. Adapun tulisan yang ketiga menyoal tentang kesiapan SDM di Daerah. SDM seperti apa dan bagaimana iklim budaya yang mampu menumbuhkannya adalah fokus pertanyaan yang berusaha dijawab melalui tulisan tersebut. Pembaca yang budiman, Demikianlah sekilas gambaran isi WG Volume 2, Nomor 3. Semoga melaluinya kita disadarkan kembali pentingnya upaya-upaya yang optimal, baik untuk memanfaatkan potensi sumber daya geologi, maupun mitigasi bencana geologi. . ”Selamat menikmati Warta Geologi Volume 2 Nomor 3 Tahun 2007.”
Bandung, September 2007 Oman Abdurahman
Editorial 3
Menghadapi Ketidaktentuan
Datangnya Bencana
Oleh: Dr. Ir. Budi Brahmantyo, M.Sc *) & Supartoyo, ST **) *) Staf dosen di Kelompok Keahlian Geologi Terapan, FITB, ITB **) Surveyor Pemetaan Muda di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Alam - Badan Geologi
K
etika informasi adanya bencana sampai kepada kita, serempak sederetan pertanyaan bermunculan menyergap kita: jenis bencana apa, dimana, kapan, seberapa besar, berapa korban jiwa dan kerugian; bahkan mungkin hingga yang bersifat pribadi: adakah korban dari keluarga kita, atau apakah menimpa harta benda kita? Bagi para pihak dan pemangku kepentingan bencana, sederetan pertanyaan lain akan terus mencecar: Bagaimana tanggap darurat? Bantuan? Penanggulangan? Evakuasi? Bahkan lebih jauh akan ditarik ke persiapan awal penanganan bencana: Apakah sudah mempunyai rencana penanganan bencana? Rencana macam apa yang diperlukan? Kapan sebaiknya dimulai merencanakannya? Perencanaan untuk ancaman bencana yang mana? Apa hubungannya antara rencana antar lembaga dengan rencana instansi/sektor? Bagaimana prosesnya? Siapa yang membuat rencana? Dan seterusnya. Minggu-minggu ini ketika Gunung Kelud di Jawa Timur menunjukkan peningkatan aktivitasnya, semua siap siaga menghadapi letusan yang mungkin terjadi. Di balik itu tentu ada harapan dan kemungkinan letusan tidak terjadi dan aktivitas gunung api kembali normal. Ancaman diharapkan menghilang dan kehidupan pun kembali normal. 4 Warta Geologi.September 2007
Bencana gempa bumi di Teluk Dalam, Nias, memporakporandakan bangunan
Rencana Kontinjensi Tingkat kesiagaan yang ditunjukkan oleh seluruh aparat terkait dengan kemungkinan bencana letusan Gunung Kelud menunjukkan tindak antisipasi yang baik. Itulah yang dikenal dengan rencana kontinjensi. Kontinjensi, berasal dari kata Inggris contingency yang secara harfiah berarti ketidaktentuan atau kemungkinan, dan dalam keekonomian diterjemahlan pula sebagai ongkos tak terduga. Dengan nuansa arti demikian, rencana kontinjensi lebih menekankan pada kesiap-siagaan. Menurut Bakornas Penanggulangan Bencana, 2006, kontinjensi adalah suatu proses perencanaan ke depan, dalam keadaan yang tidak menentu, dimana skenario dan tujuan disepakati, tindakan teknis dan manajerial ditetapkan dan sistem tanggapan dan pengerahan potensi disetujui bersama untuk mencegah, atau menanggulangi secara lebih baik dalam situasi darurat atau kritis. Dalam rencana kontinjensi bencana, maka perlu dikenal betul karakteristik bencana yang akan terjadi. Contohnya berapa luas wilayah landaan bencana yang akan terjadi, ada berapa jiwa, fasilitas, aksesibilitas, sarana dan prasarana yang berada di wilayah landaan, seberapa besar sumber daya untuk tanggap darurat, siapa pegang komando ini dan itu, dan segala
prosedur penanganan bencana. Rencana kontinjensi erat kaitannya dengan rencana operasional kedaruratan dan rencana kesiapan dalam manajemen bencana. Apabila telah disepakati skenario penanganan suatu bencana yang telah dibuat, rencana kontinjensi yang telah dibuat statusnya tinggal diubah menjadi rencana operasional kedaruratan. Sehingga ketika bencana benar-benar terjadi, diharapkan penanganan bencana akan berjalan relatif lancar terkendali. Rencana Kontinjensi harus dibuat secara bersama-sama oleh semua pihak (stakeholders) dan multisektor yang terlibat dan berperan dalam penanganan bencana, termasuk diantaranya dari pemerintah (sektor-sektor yang terkait), perusahaan negara, swasta, organisasi non-pemerintah, lembaga internasional dan masyarakat. Rencana kontinjensi yang dibuat harus mencakup penilaian resiko suatu bencana, penentuan kejadian suatu bencana, pengembangan skenario suatu bencana, kebijakan dan strategi menghadapi suatu bencana, perencanaan sektoral, pemantauan dan tindak lanjut. Suatu rencana kontinjensi yang telah dibuat mungkin tidak pernah diaktifkan, karena bencananya tidak datang, tetapi dapat diubah untuk jenis bencana lainnya. Di bawah ini merupakan bagan penyusunan rencana kontinjensi. Geologi Populer 5
Penilaian Resiko Penentuan Kejadian
PROSES
Pengembangan Skenario
Kaji Ulang
Penetapan Kebijakan dan Tujuan Proyeksi Kebutuhan
Analisis Kesenjangan
Ketersediaan Sumber Daya
Formalisasi
Aktivasi Bagan penyusunan rencana kontinjensi (Bakornas, 2006).
Kesiagaan kontinjensi dilakukan segera setelah ada tanda-tanda awal akan terjadi bencana atau adanya peringatan dini. Beberapa jenis bencana seperti letusan gunung api memang memberi tanda-tanda dan gejala awal, seperti peningkatan kegempaan vulkanik, kenaikan suhu kawah, dan lain-lain, sehingga rencana kontinjensi bisa disiapkan. Secara alamiah bencana alam memang seolaholah bersifat mendadak. Namun demikian, sebenarnya bencana alam sebagai salah satu proses alam, mempunyai gejala awal, gejala utama yang menimbulkan bencana bagi manusia, dan gejala akhir, untuk kemudian tenang dan normal kembali. Sayangnya pada beberapa jenis bencana, gejala awal masih sulit dan belum kita fahami dengan baik. Atau karena jarak waktu antara gejala awal ke gejala utamanya seringkali sangat teramat pendek sehingga kita seolah-olah selalu kecolongan. Contohnya adalah gempabumi. Bencana yang ditimbulkannya selalu sangat 6 Warta Geologi.September 2007
mendadak dan seolah-olah tidak memberikan gejala peringatan terlebih dahulu. Meskipun demikian kesiapan kontinjensi dalam menghadapi bencana gempabumi tetap dapat dilakukan, misalnya : adanya seismik gap, peningkatan kegempaan, data deformasi, dan lain lain. Berbeda misalnya dengan letusan gunung api, banjir atau bahkan longsor dan tsunami. Untuk letusan gunung api, seperti Gunung Kelud saatsaat ini, para ahli vulkanologi dengan sangat baik telah memberikan peringatan siaga karena gejala awal letusan sudah tampak dan tercatat. Beberapa hari ke belakang, kita bisa mengikuti bagaimana gejala-gejala vulkanologis diamati secara menerus yang mengarah kepada kemungkinan suatu letusan. Dengan informasi ini, semua pemangku kepentingan bencana letusan telah siaga dan disiagakan. Begitu pula dengan banjir dan longsoran yang gejala awalnya sebenarnya bisa kita kenali dengan baik. Misalnya untuk banjir, gejala awal dapat dikenali dari meningkatnya curah hujan,
durasi hujan, atau naiknya debit sungai di hulu. Untuk longsor bisa diamati retakan-retakan tanah yang terbentuk di lereng, sejarah longsoran, naiknya curah dan durasi hujan. Bahkan untuk tsunami bisa dengan mengamati surutnya air laut di pantai secara tiba-tiba atau adanya goncangan gempa itu sendiri. Jika gejala-gejala awal proses alam itu bisa dikenali dengan baik, bukan tidak mungkin kita bisa menghindari atau sedikitnya menekan serendah mungkin korban jiwa dan kerugian harta benda. Usaha-usaha peringatan dini dengan alat-alat yang canggih, khususnya untuk gempabumi dan tsunami, adalah untuk secepat dan sepeka mungkin menangkap gejala awal dari proses alam yang bisa menimbulkan bencana ini. Jabar Wilayah Rawan Bencana Untuk kejadian gempabumi, kejadiannya hingga kini belum dapat diramalkan dengan tepat kapan akan terjadi, dimana, dan berapa besarannya. Walaupun upaya prediksi sudah dan sedang dilakukan, upaya terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi dampak yang ditimbulkannya, atau disebut mitigasi. Upaya mitigasi merupakan bagian dalam manajemen kebencanaan secara menyeluruh. Upaya ini adalah bagian dari kesiapsiagaan untuk menghadapi kemungkinan bencana berikutnya. Di dalam mitigasi, ketika gejala awal mulai muncul, rencana kontinjensi mulai disiagakan. Rencana Kontinjensi harus dibuat secara bersama-sama oleh semua pihak dan multisektoral yang terlibat dan berperan dalam penanganan bencana, termasuk sektor-sektor pemerintahan yang terkait, perusahaan negara, swasta, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat. Rencana kontinjensi yang dibuat harus mencakup penilaian resiko suatu bencana, penentuan kejadian suatu bencana, pengembangan skenario suatu bencana, kebijakan dan strategi menghadapi suatu bencana, perencanaan sektoral, pemantauan dan tindak lanjut. Suatu rencana kontinjensi yang telah dibuat mungkin tidak pernah diaktifkan, karena bencananya tidak datang, tetapi dapat diubah untuk jenis bencana lainnya.
mendatang ketika musim hujan akan segera menjelang. Jika terjadi bencana, penanganannya akan semakin rumit. Sebagai gambaran, berdasarkan catatan sejarah kejadian gempabumi merusak di Indonesia yang disusun oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, di wilayah Jawa Barat pernah terjadi sedikitnya 29 kali bencana gempabumi merusak, terutama yang bersumber di darat sejak tercatat tahun 1833 sampai sekarang. Sebagian dari daerah-daerah bahaya itu berada pada wilayah padat penduduk, seperti Bogor-Cianjur, Cirebon, Palabuhanratu-Sukabumi, Karawang, Ciamis-Kuningan, Rajamandala-Padalarang, Sumedang-Majalengka, Tasikmalaya, dan hampir di seluruh wilayah pegunungan Jabar Selatan. Karakteristik gempabumi merusak di Jawa Barat sebagian besar bukan dari zona subduksi/ zona penunjaman, akan tetapi dari patahan/ sesar aktif di darat. Gempabumi yang bersumber dari sesar aktif di darat sangat berpotensi merusak meskipun magnitudonya tidak terlalu besar, namun kedalamannya dangkal dan dekat dengan permukiman dan aktivitas manusia. Belum lagi jenis bahaya lain yang mengintai seperti letusan gunung api, longsor dan banjir serta banjir bandang. Beberapa gunung api tercatat aktif di Jawa Barat, selain wilayah ini terkenal sebagai wilayah dengan tingkat rawan longsor tertinggi di Indonesia. Beberapa wilayah datarannya pun rawan terlanda banjir tahunan. Mudah-mudahan sekecil apa pun persiapan menghadapi bencana, kita sudah mempunyainya. Sedikitnya, pengalaman di waktu-waktu yang lalu dalam penanganan bencana menjadi modal yang sangat berharga. Tapi akan lebih baik jika kita menyiapkannya dengan terrencana sehingga bagi kita yang tinggal di Jawa Barat bisa hidup aman dan nyaman, genah-merenah-tumaninah, walaupun berada di wilayah rawan bencana.n
Apakah Jawa Barat telah siap dalam menghadapi bencana? Apalagi dalam minggu-minggu
Geologi Populer 7
Sumber Daya Emas untuk Pertambangan Rakyat Oleh: Sabtanto Joko Suprapto Pusat Sumber Daya Geologi - Badan Geologi
S
ejarah pertambangan emas di Indonesia telah dimulai sejak lebih dari seribu tahun
lalu, dengan kedatangan emigran dari
Cina yang menambang emas di beberapa wilayah, dilanjutkan pada jaman Hindu, pendudukan Belanda, dan Jepang. Kegiatan pertambangan selain menggunakan peralatan berteknologi tinggi oleh pelaku usaha pertambangan, banyak juga pertambangan rakyat menggunakan peralatan sederhana dengan kapasitas yang sangat terbatas. Kegiatan pertambangan rakyat telah berlangsung sejak dikenalnya kegiatan pertambangan itu sendiri. Emas dalam bentuk cebakan di alam dijumpai dalam dua tipe, yaitu cebakan emas primer dan emas sekunder. Cebakan emas primer terbentuk Sumber : www.skinbase.org
oleh aktifitas hidrotermal, yang membentuk
8 Warta Geologi.September 2007
tubuh bijih dengan kandungan mineral utama silika. Cebakan emas primer mempunyai bentuk sebaran berupa urat atau dalam bentuk tersebar pada batuan.
Proses oksidasi dan pengaruh sirkulasi air yang terjadi pada cebakan emas primer pada atau dekat permukaan menyebabkan terurainya penyusun bijih emas primer. Proses tersebut menyebabkan juga terlepas dan tersebarnya emas. Terlepas dan tersebarnya emas dari ikatan bijih primer dapat terendapkan kembali pada rongga-rongga atau pori batuan, rekahan pada tubuh bijih dan sekitarnya, membentuk kumpulan butiran emas dengan tekstur permukaan kasar. Akibat proses tersebut, butiran-butiran emas pada cebakan emas sekunder cenderung lebih besar dibandingkan dengan butiran pada cebakan primernya. Proses erosi, transportasi dan sedimentasi yang terjadi terhadap hasil disintegrasi cebakan emas pimer menghasilkan cebakan emas sekunder. Emas sekunder dapat berada pada tanah residu dari cebakan emas primer, sebagai endapan koluvial, kipas aluvial, dan umumnya terdapat pada endapan sungai. Sementara pada sebagian cebakan emas aluvial di Kalimantan mempunyai
bijih emas tipe urat kuarsa epitermal, emas sebagai komoditas utama, perak sebagai bahan ikutan. Sebaran cebakan bijih emas berupa urat kuarsa pada satu wilayah dapat dijumpai dalam bentuk beberapa urat tunggal atau berupa zona urat. Panjang bijih emas urat kuarsa dapat mencapai beberapa kilometer dan ketebalan beberapa meter, dapat pula lebih kecil berupa urat dengan panjang hanya beberapa meter, tebal beberapa sentimeter. Emas terbentuk di alam berupa emas native, elektrum, paduan dan telurida, yang paling umum dari keempat jenis tersebut emas native dan elektrum. Karakteristik penting dari emas yang akan sangat menentukan dalam pemilihan metoda pengolahan yaitu berat jenis emas yang tinggi (15,5 sampai dengan 19,3), sifat pembasahan oleh air raksa dalam media air, dan sifat larut pada sianida encer.
Urat kuarsa mengandung emas (cebakan emas primer), Mamungaa, Gorontalo
genesa berbeda, yaitu berupa dispersi emas dalam bentuk koloid asam organik yang berasal dari daerah endapan teras, yang membentuk agregasi emas dari koloid tersebut pada daerah aluvial sebagai akibat pencampuran air tanah bersifat asam tersebut dengan air permukaan.
Bijih emas selain mengandung unsur lain sebagai komoditas ikutan yang dapat bernilai ekonomi, sering dijumpai berasosiasi dengan mineral dengan kandungan unsur berbahaya bagi lingkungan. Unsur-unsur tersebut antara lain Hg, As, Cd, dan Pb.
Emas Primer Kandungan emas dalam cebakan bijih logam dapat sebagai komponen utama atau bisa juga komoditas ikutan, hal ini tergantung pada tipe cebakannya. Pada cebakan Cu-Au tipe porfiri komoditas utama berupa tembaga, sedangkan emas dan perak sebagai mineral ikutan. Cebakan
Cebakan bijih emas dengan karakteristik fisik dan kimianya memungkinkan untuk ditambang dan diolah menggunakan peralatan dan teknologi sederhana, sehingga banyak dijumpai pertambangan emas yang diusahakan oleh masyarakat setempat.
Geologi Populer 9
Emas Sekunder (Aluvial) Emas sekunder (aluvial) pada umumnya menempati cekungan Kuarter, berupa lembah sungai yang membentuk morfologi dataran atau undak. Cebakan terdiri dari bahan bersifat lepas, atau belum terkonsolidasi secara sempurna, berukuran pasir kerakal, dapat berselingan dengan lapisan lempung dan atau lanau. Lapisan pembawa emas, berupa lapisan tunggal atau perulangan, kemiringan relatif datar, ketebalan hingga beberapa meter dengan kedalaman relatif dangkal. Kelimpahan kandungan emas ke arah vertikal dan lateral sangat heterogen (erratic). Bentuk butiran emas umumnya cenderung pipih. Endapan pembawa emas aluvial disusun oleh fragmen dan matriks, terpilah buruk sampai baik. Fragmen berukuran kerikil sampai kerakal, kadang disertai berangkal sampai bongkah, umumnya berbentuk membulat. Matriks terdiri dari mineral berat dan mineral ringan.
Endapan aluvial sungai mengandung emas (cebakan emas sekunder), Cempaka, Kalsel
Cebakan emas aluvial dapat dijumpai berupa tanah lapukan dari cebakan bijih emas primer (eluvial), endapan koluvial, endapan fluviatil dan endapan pantai. Cebakan emas pada tanah lapukan dari cebakan emas primer mempunyai sumber daya kecil, bijih emas primer merupakan batuan resisten cenderung membentuk morfologi terjal, sehingga tanah penutup cenderung tipis dan mudah tererosi. Cebakan emas koluvial mempunyai pemilahan buruk, fragmen penyusun berukuran bervariasi hingga dapat mencapai ukuran bongkah. Penyebaran pada daerah sempit di sekitar tekuk lereng perbukitan. 10 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Pada alur sungai stadia muda, cebakan emas aluvial dijumpai berupa endapan dengan sebaran sempit pada sepanjang badan sungai, dengan fragmen penyusun umumnya berukuran kasar, sebagian besar mengandung bongkah. Pada endapan sungai stadia dewasa sampai tua dapat dijumpai cebakan emas dengan sebaran luas. Ketebalan aluvial mengandung emas dapat mencapai beberapa meter, lebar beberapa ratus meter dan panjang beberapa kilometer. Selain umumnya terdapat pada endapan berumur Resen - Kuarter, cebakan emas letakan dapat dijumpai juga pada batuan lebih tua berupa konglomerat, seperti contoh konglomerat alas mengandung emas yang banyak dijumpai di daerah Topo, Nabire, Papua. Cebakan emas aluvial yang umum ditemukan di Indonesia dalam bentuk endapan kipas aluvial, endapan gravel bars, endapan channel, endapan dataran banjir, dan endapan pantai.
Butiran emas sekunder dari rekahan pada cebakan emas primer, Kelian, Kaltim
Sumber Daya Sebaran cebakan emas primer umumnya menempati daerah tinggian dengan morfologi curam, sehingga cenderung merupakan daerah yang relatif terpencil. Pengembangan sumber daya bahan galian tersebut dapat menjadi modal dasar pembangunan wilayah sekitarnya, sebagai sumber pendapatan daerah dan penyedia lapangan kerja. Potensi cebakan emas primer di Indonesia dalam bentuk sumber daya sekitar 4.240 ton dan cadangan 3.445 ton logam emas. Cebakan emas primer dapat dijumpai dalam bentuk
Sianidasi pada pabrik pengolahan bijih emas di Cikotok
tersebar dan mengisi celah membentuk urat. Cebakan bijih emas tipe tersebar umumnya berkadar rendah, sedangkan urat cenderung berkadar tinggi. Bijih emas tipe tersebar dengan kadar relatif rendah memerlukan cebakan dalam jumlah besar untuk dapat dimanfaatkan secara ekonomis, serta penambangan dan pengolahannya memerlukan teknologi tinggi dan padat modal. Sedangkan cebakan tipe urat dengan kadar relatif tinggi dapat ditambang dan diolah dengan teknologi sederhana dalam bentuk usaha pertambangan skala kecil. Sumber daya emas primer sekala kecil merupakan cebakan bijih emas urat kuarsa dengan ketebalan kurang dari satu meter dan panjang beberapa ratus meter, berkadar cukup tinggi, sehingga masih dapat diusahakan secara ekonomis untuk usaha pertambangan sekala kecil. Pada sistem mineralisasi sering dijumpai beberapa urat dengan sumber daya semacam ini pada beberapa lokasi yang berjauhan. Potensi sumber daya emas aluvial di Indonesia banyak dijumpai di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua. Emas aluvial dengan sumber
daya kecil dijumpai juga di P. Jawa, yaitu di Banyumas, Jawa Tengah. Cebakan emas aluvial di Indonesia umumnya pernah diusahakan, sehingga potensi pada saat ini merupakan sumber daya tersisa dari aktifitas penambangan pada masa lalu. Eksplorasi emas aluvial secara besar-besaran pernah dilakukan pada tahun 1980-an sampai dengan awal tahun 1990-an, terutama di Kalimantan dan Sumatera, oleh pelaku usaha pertambangan yang sebagian besar bersekala kecil sampai menengah. Eksplorasi dilakukan pada daerah yang umumnya telah diketahui sebelumnya sebagai sumber keterdapatan emas, yaitu telah ditambang baik oleh pendatang dari Cina atau Belanda, maupun penduduk setempat. Daerah target eksplorasi mempunyai kondisi geologi berupa endapan gravel Resen Kuarter dari endapan sungai aktif, endapan sungai purba yang telah tertimbun, serta paleodrainages. Sumber daya dan cadangan emas aluvial pada beberapa daerah prospek di Indonesia telah ditambang oleh pemilik usaha pertambangan, akan tetapi secara keseluruhan hanya Geologi Populer 11
berlangsung beberapa tahun dan berakhir dengan masih menyisakan sebagian besar sumber dayanya. Beberapa faktor penyebab terutama adalah estimasi cadangan terlalu spekulatif, peralatan tidak sesuai, dan pembengkakan beaya operasional, sehingga mempengaruhi nilai ekonomi usaha pertambangannya. Meskipun cebakan emas aluvial umumnya pernah diusahakan, namun potensi bahan galian tertinggal berupa cebakan emas insitu dan komoditas bahan galian yang terkandung pada tailing masih berpeluang untuk diusahakan. Penambangan dan Pengolahan Emas primer berupa bijih urat kuarsa mempunyai sebaran sempit memanjang dengan sebaran vertikal sampai beberapa ratus meter, cenderung berkadar tinggi, umumnya ditambang dengan sistem tambang dalam. Bijih dalam bentuk tersebar berdimensi besar umumnya berkadar
atau dekat permukaan, sehingga penambangan yang sesuai dengan cara tambang terbuka. Penambangan didahului dengan pengupasan lapisan penutup. Selanjutnya dilakukan pelumpuran terhadap endapan aluvial melalui penyemprotan agar bisa dihisap menggunakan pompa penghisap, kemudian diproses menggunakan konsentrator, sluice box atau meja goyang. Pengolahan selain menghasilkan emas juga mineral berat yang ikut terpisahkan dan dapat menjadi bernilai ekonomis. Penambangan oleh masyarakat pada cebakan emas aluvial dengan penutup berupa lapisan lempung, dilakukan dengan cara semprot yang dimulai dari lapisan penutup tersebut, sehingga menimbulkan dampak pelumpuran dan pendangkalan yang sangat hebat pada daerah hilir. Penambangan dengan cara tambang dalam dapat dilakukan juga antara lain pada cebakan
Sianidasi pada tambang rakyat, Halmahera Utara, Malut
rendah, layak ditambang secara terbuka. Pengolahan emas primer oleh pelaku usaha pertambangan umumnya menggunakan proses sianidasi. Sedangkan pada tambang rakyat pengolahannya menggunakan cara amalgamasi. Lima tahun terakhir masyarakat di beberapa daerah telah mampu mengolah kembali tailing hasil dari proses amalgamasi menggunakan sistem sianidasi. Cebakan emas aluvial umumnya terdiri dari bahan bersifat lepas, berada pada permukaan 12 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
emas berupa konglomerat alas, namun mengingat sebaran cebakan yang kecil dan tidak teratur, maka cara ini hanya dilakukan dalam skala kecil oleh masyarakat. Kegiatan penambangan dan pengolahan emas aluvial oleh masyarakat, umumnya tanpa upaya memanfaatkan mineral ikutan, sehingga terbuang bersama tailing. Proses pengolahan di beberapa lokasi tambang yang dilakukan oleh masyarakat, untuk meningkatkan perolehan emas, digunakan
Pendulangan emas, ramah lingkungan, Nabire, Papua
merkuri (proses amalgamasi) untuk menangkap emas terutama yang berbutir sangat halus. Pengembangan Pertambangan Rakyat Agar sumber daya emas dapat memberikan manfaat yang optimal perlu diupayakan untuk mengelola seluruh cebakan yang ada, baik yang berdimensi besar maupun kecil. Sumber daya emas dengan dimensi besar lebih layak untuk pelaku usaha pertambangan sekala besar, hal ini dikarenakan pada operasi penambangan dan pengolahannya untuk dapat memanfaatkan seluruh potensi yang ada memerlukan teknologi tinggi, padat modal dan melibatkan beberapa jenis keahlian, serta mempunyai daya ubah lingkungan tinggi, sehingga tidak dapat dikelola secara tradisionil dengan peralatan yang sederhana. Sedangkan cebakan sekala kecil lebih layak untuk pengembangan pertambangan rakyat. Sumber daya emas primer sekala kecil berupa cebakan bijih emas urat kuarsa dengan ketebalan kurang dari satu meter dan panjang beberapa
ratus meter, berkadar cukup tinggi, masih dapat diusahakan secara ekonomis untuk usaha pertambangan sekala kecil. Cebakan emas aluvial dengan sebaran berada pada permukaan atau dekat permukaan mudah dikenali, dan umumnya sudah dimanfaatkan oleh masyarakat. Eksplorasi cebakan emas aluvial relatif mudah, penambangan dan pengolahan dapat dilakukan dengan peralatan sederhana, sehingga berpotensi untuk pengembangan pertambangan rakyat. Sebaran cebakan emas aluvial dapat dijumpai dalam dimensi besar, dengan sumber daya beberapa ton logam emas, dapat juga dalam dimensi kecil, sumber daya beberapa kilogram emas. Cebakan dengan sebaran luas dan dalam untuk mendapatkan hasil optimal memerlukan peralatan berkapasitas besar untuk penambangan dan pengolahannya. Cebakan ini umumnya berupa endapan sungai yang Geologi Populer 13
Menambang emas dari tailing tambang tembaga, Mimika, Papua.
terbentuk pada stadia sungai dewasa sampai tua, di mana dataran aluvial terbentuk luas dan relatif tebal, peralatan berat dengan kapasitas besar diperlukan untuk menambang dan mengolah cebakan. Tipe cebakan ini layak untuk pelaku usaha pertambangan sekala menengah atau besar. Cebakan emas aluvial dengan lebar sebaran hanya beberapa meter dan relatif dangkal, dan sumber daya emas kecil, tidak memungkinkan ditambang dengan menggunakan peralatan berkapasitas besar. Cebakan tersebut lebih layak untuk pertambangan rakyat. Keterdapatan cebakan emas baik primer maupun sekunder pada satu wilayah dapat dijumpai dalam beberapa dimensi yang beragam. Pengembangan oleh pelaku usaha sekala besar akan menyisakan cebakan sekala kecil. Cebakan tersebut dapat dimanfaatkan untuk pertambangan rakyat. Pada proses pengolahan tidak dapat mengambil seluruh kandungan emas dalam cebakan, sebagian akan masih terbuang bersama tailing. Potensi emas pada tailing yang sudah tidak layak 14 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
diusahakan untuk pelaku usaha sekala besar dapat dimanfaatkan juga untuk lahan usaha pertambangan rakyat. Pengembangan potensi cebakan emas dengan melibatkan pertambangan rakyat harus juga mempertimbangkan aspek perlindungan lingkungan, dengan menghindari terjadinya degradasi lingkungan. Bimbingan dan pembinaan dari pemerintah sangat diperlukan agar pertambangan rakyat dapat berlangsung sesuai dengan prinsip penambangan yang benar (good mining practice) dan kaidah konservasi.n
Emas
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
E
mas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Au (bahasa Latin: 'aurum') dan nomor atom 79. Sebuah logam transisi (trivalen dan univalen) yang lembek, mengkilap, kuning, berat, "malleable", dan "ductile". Emas tidak bereaksi dengan zat kimia lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua regia. Logam ini banyak terdapat di nugget emas atau serbuk di bebatuan dan di deposit alluvial dan salah satu logam coinage. Kode ISOnya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair pada suhu sekitar 1000 derajat celcius.
79
platinum
Emas
raksa
Ag
?
Au ? Tabel periodik
Rg
Keterangan Umum Unsur Nama, Lambang, Nomor atom
emas, Au, 79
Seri kimia
logam transisi
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya >20%.
Golongan, Periode, Blok
11, 6, d
Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan (placer). Genesa emas dikatagorikan menjadi dua yaitu: * Endapan primer; dan * Endapan plaser.
kuning berkilauan
Penampilan
Massa atom
196.966569(4) g/mol
Konfigurasi elektron
[Xe] 4f14 5d10 6s1
Jumlah elektron tiap kulit
2, 8, 18, 32, 18, 1 Ciri-ciri fisik
Fase
padat
Massa jenis (sekitar suhu kamar) 19.3 g/cm³ Massa jenis cair pada titik lebur 17.31 g/cm³ 1337.33 K (1064.18 °C, 1947.52 °F)
Titik lebur
Titik didih Emas digunakan sebagai standar keuangan di banyak negara dan juga digunakan sebagai Kalor peleburan perhiasan, dan elektronik. Penggunaan emas dalam bidang moneter dan keuangan berdasarkan Kalor penguapan nilai moneter absolut dari emas itu sendiri terhadap Kapasitas kalor berbagai mata uang di seluruh dunia, meskipun secara resmi di bursa komoditas dunia, harga emas dicantumkan dalam mata uang dolar Amerika. 1 P/Pa Bentuk penggunaan emas dalam bidang moneter lazimnya berupa bulion atau batangan emas dalam 1646 pada T/K berbagai satuan berat gram sampai kilogram.n
3129 K (2856 °C, 5173 °F) 12.55 kJ/mol 324 kJ/mol (25 °C) 25.418 J/(mol·K) Tekanan uap 10 100 1814
2021
1k
10 k
100 k
2281
2620
3078
Http://id.wikipedia.org/wiki/Emas Geologi Populer 15
Jika Sumur Bandungku
Kering
Oleh: Bethy C. Matahelumual Pusat Lingkungan Geologi - Badan Geologi
K
amis, 23 Maret 2007 diperingati sebagai Hari Air Sedunia. Harian Bandung, Pikiran Rakyat, memuat tulisan dengan
judul “Bandung Stadium Krisis”, dengan kata lain Bandung sedang sakit kekurangan air atau dehidrasi, dan berarti saat ini telah memasuki stadium yang sangat kritis, kemudian masuk ruang ICU (Intensive Care Unit), dan harus mendapatkan perawatan khusus. Padahal Kota Bandung mempunyai cadangan air yang cukup di kawasan Bandung utara yang merupakan daerah tangkapan air. Wilayah pegunungan di Desa Drawati, Paseh, Kabupaten Bandung, kini telah beralih fungsi dari daerah tangkapan air menjadi lahan pertanian sayuran sejak tahun 1980, walaupun berada pada ketinggian 1300-1500 meter diatas permukaan laut. Akibatnya, warga semakin sulit mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari. 16 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Dua hingga tiga tahun belakangan ini, jika kita perhatikan pada musim hujan terjadi banjir sedangkan musim kemarau kekeringan. Kita tahu bahwa air tidak hanya digunakan untuk minum, makan, mandi dan cuci. Tetapi, air juga digunakan untuk menyiram tanaman atau irigasi, perikanan, pembangkit listrik, dan bahkan di kota metropolitan air digunakan untuk membilas (flushing) kota. Sebenarnya, krisis air di kota Bandung sudah mulai terasa sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu, dimana sumber air di kawasan Bandung utara telah mulai dikuasai oleh para pengembang perumahan mewah, hotel dan vila, bahkan lapangan golf. Akibatnya, Perusahaan Air Minum (PAM) harus berebut sumber air dengan pengembang, untuk dapat melayani pelanggannya yang pada tahun 1997 berjumlah 70.000 pelanggan serta 1700 keran umum. Dapatkah kita dibayangkan berapa jumlah kebutuhan air penduduk kota Bandung tahun 2007 ini?
Pusat Lingkungan Geologi mencatat pengambilan air tanah di Cekungan Air Tanah Bandung-Soreang tahun 2003 sebanyak 50,6 juta m3 dengan jumlah sumurbor 2.258 buah, tahun 2004 sebanyak 58,5 juta m3 yang diambil melalui 2.237 sumurbor, tahun 2005 sebanyak 51,4 juta m3 yang diambil melalui 2.154 sumur bor dan tahun 2006 sebanyak 29,9 juta m3 yang diambil melalui 2.293 sumur bor. Data lengkap yang dikumpulkan dari Distamben Jabar mengenai perkembangan pengambilan air tanah sejak tahun 1900 dapat dilihat pada grafik di bawah. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 1996 terjadi pengambilan air tanah yang sangat tinggi mencapai 76,8 juta m3 dengan jumlah sumurbor 2.628 buah. Pada tahun 1997 terjadi penurunan hingga 50,1 juta m3 dengan jumlah sumurbor 2.387 buah. Jumlah pengambilan ini tidak banyak berubah hingga tahun 2005. Tetapi pada tahun 2006 terjadi penurunan kembali, yang menunjukkan bahwa
Benteng Pabrik PT. SMM yang retak-retak akibat dari penurunan muka tanah, terlihat dari jalan tol Padalarang-Pasteur, tahun 2004. (kiri)
Jalan Tol Padalarang - Pasteur retak-retak akibat dari penurunan muka tanah, tahun 2004.(kanan)
Penduduk kota Bandung mulai menjerit kesulitan air karena sumur-sumur mulai kering dan air bersih PAM tidak mengalir dengan lancar, sementara PAM sendiri mengeluh karena pasokan air baku berkurang. Kalau debit air baku merosot, maka distribusi air bersih ke konsumen juga akan sedikit, karena distribusi air ke konsumen sangat bergantung dari pasokan air baku tersebut. Kesulitan air baku semakin parah oleh makin padatnya perumahan di dalam kota serta banyaknya industri yang menggunakan air tanah.
kemampuan bumi menyediakan air untuk kita sudah berkurang. Selain mengambil air tanah dalam, para pengembang juga mengambil air Sungai Cikapundung, Simeta, Situ Cimahi, Cibeureum, dan Cihideung, yang semuanya berhulu di Bandung Utara. Padahal beberapa sungai tersebut juga menjadi sumber air baku PDAM. Jika air sungai sudah tidak memungkinkan untuk diolah menjadi air bersih, maka masih banyak Geologi Populer 17
Grafik Perkembangan Pengambilan Air Tanah pada Akuifer Tengah (40-150 m bmt) dan Akuifer Dalam (>150 m bmt)
mata air yang tersebar di wilayah Kabupaten Bandung yang belum dimanfaatkan secara optimal. Di daerah Lembang cukup banyak mata air yang pemanfaatannya sangat minim (sederhana) dan sebagian besar terbuang percuma, misalnya mata air Cikareo di Desa Cibogo hanya ditampung dalam bak sebelum dialirkan ke kolam dengan dasar bebatuan, dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk mencuci, mandi dan keperluan lainnya. Sayangnya, mata air tersebut tidak dikelola dengan baik, padahal banyak penduduk yang membutuhkan air, dan tidak mustahil kalau air dari mata air yang tersebar di daerah Lembang ini dapat juga membantu memenuhi kebutuhan air kota Bandung yang sedang kehausan. Sebenarnya, yang seharusnya menghemat air adalah orang-orang kelas menengah keatas, karena mereka menggunakan air lebih banyak dari masyarakat umum. Apalagi jika mereka memiliki rumah yang mewah, dengan dilengkapi kolam renang dan mobil pribadi untuk setiap anggota keluarga. Dapatlah dibayangkan berapa banyak air bersih yang diperlukan untuk mengisi kolam renang, mencuci mobil dengan air yang mengalir, menyiram tanaman, dan sebagainya. Rasanya tidak adil jika di satu tempat orang tidak 18 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
punya air, sementara di tempat lain air digunakan secara berlebihan. Oleh karena itu kita harus mulai memperhatikan keberadaan lingkungan air kita, dimana kita harus menggunakan air secukupnya dan seperlunya saja. Misalnya, usahakan mandi sehemat mungkin, jika memungkinkan gunakan pancuran yang bisa diatur aliran airnya; jangan menggunakan air yang mengalir tetapi tampunglah air secukupnya untuk menggosok gigi, mencuci piring, atau mencuci mobil; jika ada, gunakan air parit yang tidak terlalu hitam untuk menyiram tanaman, atau gunakan air bilasan terakhir cuci piring atau pakaian yang sudah tidak ada deterjennya; gunakan air bilasan terakhir untuk merendam keset, kain pel, dan benda lainnya sebelum dicuci dengan air bersih; bila akan tidur atau bepergian, pastikan dahulu keran air sudah dimatikan; apabila ada kebocoran pipa, segeralah laporkan ke PAM terdekat; segeralah mengganti keran air yang sudah aus (dol). Pengambilan air tanah yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan muka air tanah, yang dapat diikuti dengan amblesan, pencemaran air dan kekeringan terutama di daerah sekitar
Grafik Penurunan Tanah di Cekungan Air Tanah Bandung
pengambilan air tanah tersebut. Menurut data Pusat Lingkungan Geologi, penurunan muka air tanah Kota Bandung diperkirakan antara 1-2 meter setiap tahunnya. Untuk mengembalikan kondisi air tanah di Kota Bandung dibutuhkan waktu yang lama, oleh karena itu beberapa cara dapat diupayakan untuk menginformasikan pentingnya penggunaan air secara optimal, termasuk cara untuk menjaga kelestarian air. Misalnya, gunakanlah air seperlunya, jangan membuang sampah ke sungai karena sungai yang merupakan sumber air PDAM yang akan diolah kemudian didistribusikan kepada pelanggan, atau menggaungkan kembali pembuatan sumur resapan. Jika tidak tidak memiliki lahan atau halaman kosong untuk membuat sumur resapan, maka dapat diupayakan membuat sumur resapan tersebut secara bersama-sama, misalnya 2-3 keluarga bergabung membuat satu sumur resapan.
memperbaiki (konservasi) air tanah, serta menekan laju erosi. Prinsip kerja sumur resapan air hujan adalah menyalurkan dan menampung air hujan ke dalam lubang atau sumur, agar air dapat memiliki waktu tinggal di permukaan tanah lebih lama, sehingga sedikit demi sedikit air akan meresap ke dalam tanah. Jika air yang masuk ke dalam tanah makin banyak, berarti cadangan air di bawah permukaan bumi akan bertambah, dan selanjutnya air tersebut dapat dimanfaatkan kembali setiap saat, dan Kota Bandung tidak akan kehausan lagi. Tetapi jangan lupa untuk tetap melakukan tindakan penghematan air, baik pada saat persediaan air menipis maupun pada saat air berlimpah, karena air merupakan kebutuhan utama makhluk hidup.n
Sumur resapan adalah sumur atau lubang pada permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sumur resapan ini berfungsi sebagai pengendali banjir, melindungi dan Geologi Populer 19
Mengenal Meteorit Oleh: Joko Parwata Sekretariat Badan Geologi
T
anggal 12 Agustus 2007 ada kejadian
monumental.
Bill Cooke, Staff
Lingkungan Meteorit NASA, menyatakan
bahwa 12 Agustus mendatang mulai pukul 9 malam hingga menjelang Subuh bakal terjadi hujan meteor. Fenomena alam yang sangat indah itu kabarnya bisa dilihat dengan mata telanjang. Kemunculan hujan meteor juga terjadi pada 27 Juli 2007, namun tidak begitu besar. Sedangkan kemunculan hujan meteor pada Agustus, memang lebih banyak, bisa 20 meteor per jam.
Hujan meteor merupakan fenomena yang kerap muncul tiap tahun, bahkan biasa-jika langit sangat bersih-maka sebenarnya kita bisa
Sumber : www.skinbase.org
mengamati jatuhnya meteor sepanjang hari.
20 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Besarnya, salah satunya tergantung dari jumlah meteor yang nampak. Meteor yang besar dan terang sering disebut “fireballs”.
Sebenarnya, anyak yang belum mengerti apa itu meteor dan meteorit. Meteor adalah kejadian/proses benda-benda angkasa yang berjatuhan ke bumi. Meteor jatuh ke bumi dengan kecepatan tak terhingga. Kebanyakan meteor itu habis terbakar ketika memasuki bumi. Mengenai berat meteor itu sendiri sangat bervariasi. Tergantung berapa ukurannya, mulai dari debu sampai fragmen besar. Sedangkan jika meteor yang berjatuhan ke bumi tersebut tidak habis sampai ke bumi material sisa tersebut yang dinamakan meteorit. Meteorit yang sebagian besar kandungannya terdiri besi dan nikel, sejak zaman pra sejarah sampai
sekarang juga banyak ditemukan di wilayah Indonesia. Sebagian besar meteor berasal dari asteroid, sebagian kecil dari vesta dan komet. Banyak yang mengesampingkan mengenai kandungan mineral dalam meteorit, padahal jika kita perhatikan bebrapa kilo sample batuan yang diambil oleh Misi Luna dan Apollo dari Bulan menunjukkan material seperti yang ada pada inti bumi. Berdasarkan kandungan mineral ini juga jenis-jenis meteorit dapat ditentukan. Jika dihitung total tiap hari meteor yang memasuki atmosfer di seluruh penjuru dunia
Iron
Komposisi utama besi dan nikel, ekivalen dengan tipe M asteroid
Stony Iron
Komposisi campuran besi dan material batuan silikat, ekivalen dengan tipe S asteroid
Chondrite
Merupakan sebagian besar meteorit yang ditemukan, komposisi ekivalen dengan mantel dan kerak planet
Carbonaceous Chondrite
Komposisi ekivalen dengan material dari matahari rendah gas atau tipe C asteroid
Achondrite
Komposisi mirip dengan basal, dipercaya merupakan kandungan utama dari Bulan dan Mars
Jenis-jenis Meteorit Geologi Populer 21
sangat besar sekali mencapai ratusan ton. Tapi sebagian besarnya berukuran sangat kecil, beberapa gram saja. Meteorit terbesar dalam sejarah ditemukan di Hoba, Namibia seberat 60 ton. Rata-rata meteor jatuh dengan kecepatan 10-70 Km/detik, dan terbakar oleh gesekan dengan lapisan atmosfer, semakin besar ukurannya,
Diameter Kawah (m)
Berat Meteor (megaton)
Interval (tahun)
friksinya juga semakin besar. Meteor yang jatuh sampai ke bumi biasanya akan meninggalkan kawah karena kerasnya tumbukan. Berikut hasil studi, beberapa kawah besar hasil tumbukan/tempat jatuhnya meteorit sebagaimana tabel di bawah. Namun studi akhirakhir ini menunjukkan frekuensi meteor jatuh semakin turun.n
Dampak Meteor yang hampir semuanya habis di atmosfer, jarang yang sampai ke bumi
< 50
< 50
<1
75
10 - 100
1.000
Sebagian besar tipe Iron, seperti yang ditemukan di Tunguska, bisa merusak satu kota
160
100 - 1.000
5.000
Pecahan batu dan besi menabrak bumi seperti bom atom, dapat merusak hingga seukuran kota urban (New York, Tokyo)
350
1.000 - 10.000
15.000
Kerusakan di daratan sampai beberapa kota, dan di lautan dapat menimbulkan tsunami besar hingga bermil-mil
700
10.000 - 100.000
63.000
Kerusakan di daratan menyebabkan kerusakan sampai satu provinsi sedang (Virginia), dan di lautan menimbulkan tsunami sangat besar
1.700
100.000 - 1.000.000
250.000
Kerusakan di daratan menyebabkan debu-debu beterbangan hingga dapat merusak iklim global, kerusakan sampai satu provinsi besar (California, France)
Bahan Bacaan: http://www.kr.co.id/article.php?sid=130818 http://www.nineplanets.org/meteorites.html http://meteorites.lpl.arizona.edu/ http://www.dmsweb.org/ http://www.alaska.net/~meteor/type.htm 22 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Meteor Crater Nampak dalam foto udara sebuah kawah meteorit di Lembah Diablo yang memisahkannya dengan Dataran Colorado di bagian atasnya. Dikarenakan meteorit ditemukan setelah penemuan lokasi tipe/kenampakan morfologi kawah, maka meteorit dari daerah ini sering dinamakan the Canyon Diablo Meteorite. (Photograph courtesy of Dan Durda, © 1998).
Geologi Populer 23
Gempabumi Bengkulu Oleh: Supartoyo Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi - Badan Geologi
T
anggal 12 September 2007 penduduk Bengkulu kembali dikagetkan dengan peristiwa gempabumi yang terjadi di Bengkulu. Akibat gempa kali ini 14 orang meninggal 38 orang luka-luka dan ribuan bangunan mengalami kerusakan bahkan penduduk harus rela meninggalkan rumahnya berhari-hari pergi mengungsi karena gempa susulan yang terus berlangsung. Daerah Bengkulu memang dikenal sebagai daerah yang sering terjadi gempabumi. Dalam kurun waktu 7 tahun terakhir sejak tahun 2000 telah terjadi 3 kali gempabumi yakni 3 Februari 2003 di Kabupaten Muko-Muko yang mengakibatkan 99 orang meninggal dan 4 Juni 2006 yang telah menghancurkan 5 bangunan. Mengingat peristiwa gempabumi di Bengkulu begitu kerap terjadi maka, Bengkulu digolongkan sebagai wilayah rawan gempabumi merusak. Sesuai dengan gambar yang ditampilkan di samping, Peta wilayah rawan gempabumi Indonesia menunjukkan bahwa wilayah Bengkulu merupakan salah satu wilayah rawan gempabumi di Indonesia. 36 W W aa rr tt aa G G ee oo ll oo gg ii .. SMeepi t e2 m 0 0b 7 24 er 2007
Peta Wilayah Rawan Gempabumi di Indonesia
Daerah Bengkulu merupakan wilayah langganan gempabumi. Hampir setiap bulan terjadi gempabumi dengan skala intensitas III – IV MMI (Modified Mercally Intensity) yang dapat dirasakan oleh penduduk. Bagi masyarakat Bengkulu kejadian gempabumi sudah menganggap merupakan bagian dari kehidupan mereka. Hal ini terbukti bila di wilayah ini terlanda kejadian gempabumi, sebagian masyarakat tanpa diberi komando serentak keluar rumah. Kesadaran masyarakat di daerah Bengkulu menghadapi gempabumi sebenarnya sudah cukup tinggi, namun belum diikuti oleh upaya mitigasi yang maksimal, sehingga begitu terjadi gempabumi tetap saja timbul bencana baik berupa korban jiwa, kerusakan bangunan dan sarana lainnya. Geotektonik Bengkulu Daerah Bengkulu yang terletak di bagian barat Pulau Sumatera merupakan bagian dari Lempeng Benua Eurasia yang bergerak sangat lambat relatif ke arah tenggara dengan kecepatan sekitar 0,4 cm/ tahun dan berinteraksi/ bertabrakan dengan Lempeng Samudera Hindia – Australia yang bergerak relatif ke arah utara dengan kecepatan sekitar 7 cm/ tahun (Minster dan Jordan, 1978). Tumbukan tersebut telah berlangsung sejak Jaman Kapur dan masih terus berlangsung hingga kini dan menghasilkan zona penunjaman, zona prismatik akresi, jalur magmatik dan pembentukan struktur geologi
dengan pola dan arah tertentu. Tumbukan antar lempeng tersebut terdapat membentang di sebelah barat Pulau Sumatera, selatan Jawa, selatan Nusa Tenggara dan membelok ke Kepulauan Maluku. Kawasan barat Pulau Sumatera merupakan salah satu kawasan yang terletak pada pinggiran lempeng aktif (active plate margin) di dunia ini yang dicerminkan aktifnya tingkat kegempaan di wilayah ini. Evolusi tektonik di daerah Bengkulu yang merupakan bagian dari kawasan Indonesia bagian barat sebelum Jaman Neogen dicirikan oleh tektonik pemekaran (Simanjuntak, 2004) yang diikuti oleh terjadinya tumbukan, amalgamasi dan akrasi dan mengakibatkan terbentuknya pegunungan, perlipatan dan pensesaran. Tersingkapnya batuan bancuh (melange) di Sumatera Utara dan Sumatera Barat berumur Kapur menunjukkan terdapatnya sistem penunjaman yang berhubungan dengan komplek akrasi (Asikin, 1974; Simanjuntak, 1980; Sukamto, 1986; Wajzer dkk, 1991). Pada Jaman Paleogen sistem penunjaman ini beralih/ berpindah ke arah barat dengan ditemukannya batuan bancuh di Pulau Nias, Pagai dan Sipora yang terletak di sebelah barat Pulau Sumatera (Katili, 1973, Karig dkk, 1978, Hamilton, 1979, Djamal dkk 1990, Andi – Mangga 1991). Dalam istilah geotektonik perubahan jalur batuan bancuh yang berhubungan dengan komplek akrasi dikenal dengan sebutan “roll back”. Geologi Populer Lintasan Geologi 37 25
Peta geologi wilayah Bengkulu (S.Gafoer, dkk, 1990).
Orogenesa pada Jaman Neogen di kawasan ini menghasilkan Pegunungan Bukit Barisan dan penunjaman di sebelah barat Pulau Sumatera bersifat penunjaman miring berkisar 50o – 65° (oblique subduction), Sesar Sumatera serta kegiatan magmatisme (Simanjuntak dan barber, 1996). Geologi Bengkulu Wilayah Bengkulu terletak sepanjang pantai bagian barat Pulau Sumatera yang didominasi oleh batuan Kuarter dengan morfologi dataran pada bagian barat dan dibatasi oleh pegunungan di bagian timurnya. Kota Bengkulu merupakan dataran rendah dengan ketinggian berkisar antara 0-50 meter dari permukaan air laut. Batuan Kuarter penyusun wilayah Bengkulu berupa : endapan undak pantai, endapan aluvial, endapan rawa, endapan batugamping terumbu dan endapan rombakan gunungapi. Sedangkan daerah perbukitan pada umumnya tertutup oleh endapan rombakan gunungapi berupa lava berkomposisi andesitic-basaltic. Batuan ini secara umum bersifat lepas, urai, belum terkonsolidasi (unconsolidated) bersifat memperkuat efek goncangan (amplifikasi) sehingga rawan terhadap goncangan gempabumi. 26 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Di wilayah Kota Bengkulu daerah yang mengalami kerusakan akibat kejadian gempabumi 4 Juni 2000 dan 12 September 2007 pada umumnya merupakan tanah urug dan endapan Kuarter berupa endapan alluvial dan endapan rawa. Demikian juga dengan gejala retakan tanah dan pelulukan (liquefaction). Di Kota Curup hingga Kepahiang yang pernah mengalami kerusakan akibat kejadian gempabumi tanggal 15 Desember 1979 pada umumnya tersusun oleh endapan Kuarter berupa endapan rombakan gunungapi. Struktur geologi yang mengontrol Wilayah Bengkulu berupa Sesar Semangko berarah Barat Laut – Tenggara. Pada lembar Bengkulu dapat dibedakan 2 bagian sesar, yaitu : Sesar Ketahun dan Sesar Musi-Keruh yang merupakan bagian dari Sesar Besar Sumatera/ Sesar Semangko (Tjia, 1977). Sesar Ketahun membentang mulai dari Lembah Seblat, Sungai Seblat, Sungai Ketahun, Danau Tes, Lembah Rimbo Pengadang hingga Lembah Air Dingin. Sedangkan Sesar Musi-Keruh membentang mulai dari lembah bagian Barat Curup, Sungai Musi, Daspetah, Kepahiang, Talang Kemang hingga Sungai Keruh. Beberapa kejadian gempabumi merusak akibat pergerakan kedua sesar ini antara lain: gempabumi Tes 1952
Kegempaan wilayah Bengkulu (USGS).
Kegempaan wilayah Bengkulu selama tahun 2007. Tanda bintang merupakan pusat gempabumi 12 September 2007 (USGS).
dan gempabumi Kepahiang 15 Desember 1979. Di wilayah Kotamadia Bengkulu terdapat beberapa kelurusan berarah Barat Laut-Tenggara dan Barat Daya-Timur Laut. Pada kejadian gempabumi tanggal 4 Juni 2000 yang lalu, beberapa kelurusan di Perumahan Dolog, Tanah Patah dan Lempuing menimbulkan kerusakan bangunan. Kegempaan dan Sumber Gempa Kegempaan wilayah Bengkulu tergolong aktif dengan frekwensi kejadian gempabumi cukup tinggi. Wilayah lainnya di Indonesia yang tergolong kegempaan dengan frekwensi tinggi adalah Laut Maluku yang bersumber dari
Penampang kegempaan yang melewati wilayah Bengkulu (USGS).
Mekanisme fokal beberapa kejadian gempabumi di wilayah Bengkulu yang memperlihatkan mekanisme sesar naik (USGS).
aktivitas punggungan Mayu dan penunjaman ganda antar busur kepulauan. Sumber gempabumi yang mengancam wilayah Bengkulu berasal dari laut dan darat. Di laut bersumber dari zona penunjaman atau zona subduksi akibat tumbukan antara Lempeng Samudera Hindia dan Lempeng Benua Eurasia yang terdapat pada bagian Barat wilayah Bengkulu. Gempabumi bersumber dari zona subduksi dikenal dengan sebutan “megatrust”. Gempabumi yang bersumber dari zona subduksi di wilayah ini mempunyai kedalaman dangkal, menengah dan dalam, semuanya dapat dirasakan oleh masyarakat di Bengkulu. Lintasan Geologi 27
Sedangkan di darat terdapat pada zona Sesar Semangko, yang melewati lembah Sungai Ketahun, Danau Tes, lembah bagian Barat Curup hingga Daerah Kepahiang. Gempabumi yang bersumber dari pergerakan sesar aktif pada umumnya berpotensi mengakibatkan bencana meskipun magnitudonya tidak terlalu besar, namun kedalaman dangkal dan terletak dekat permukiman dan aktivitas manusia. Gempabumi Merusak Wilayah Bengkulu Berdasarkan buku Katalog Gempabumi Merusak di Indonesia Tahun 1629 – 2006, wilayah Bengkulu telah mengalami beberapa kejadian gempabumi merusak. Data yang berhasil dihimpun diawali pada tahun 1756 yakni tanggal 3 November 1756 yang menimbulkan beberapa k e r u s a k a n bangunan di wilayah Bengkulu, bahkan pada kejadian gempabumi tanggal 24 November 1833 terjadi gempabumi h e b a t y a n g getarannya terasa sampai Singapura dan Malaysia yang menurut Newcomb & Mc. Cann gempabumi ini m e r u p a k a n gempabumi 10 terbesar yang terjadi pada abad 19. Pada tanggal 26 Juni 1914 terjadi gempabumi yang mengakibatkan 20 orang meninggal dan kerusakan hebat terutama di Kota Madia Bengkulu. S e d a n g k a n gempabumi yang terjadi akibat pergerakan sesar aktif segmen Kepahiang terjadi pada tanggal 15 Desember 1979 mengakibatklan 4 orang meninggal dan bencana terjadi di desa Daspetah, 28 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Kabupaten Kepahiang. Pada tanggal 15 Mei 1997 sesar aktif segmen Kepahiang kembali bergerak yang mengakibatkan terjadinya retakan tanah dan kerusakan sejumlah bangunan di daerah Kepahiang. Sedangkan segmen TesSeblat pernah mengakibatkan gempabumi merusak di daerah Tes pada tahun 1952. Kejadian gempabumi merusak terakhir mengakibatkan bencana di wilayah ini terjadi pada 12 September 2007 yang mengakibatkan 14 orang meninggal, 38 orang luka-luka dan ribuan bangunan mengalami kerusakan. Data selengkapnya kejadian gempabumi merusak wilayah Bengkulu terdapat pada tabel berikut ini.
Peta berikut ini menampilkan sebaran pusat gempabumi merusak di Pulau Sumatera. Dari peta sebaran pusat gempabumi merusak Pulau Sumatera terlihat bahwa konsentrasi gempabumi merusak di wilayah Bengkulu cukup tinggi frekwensinya dibanding daerah lainnya.
Lintasan Geologi 29
Peta pusat gempabumi merusak Pulau Sumatera (PVG, 2006).
Waktu 12/09/2007 18:10:23 WIB 12/09/2007 18:10:26 WIB
Lintang 4,67o LS
Bujur 101,13o BT
Kedalaman 10 Km
Magnitudo 7,9 SR
4,517o LS
101,382o BT
30 Km
8,4 Mw
Keterangan 159 km barat daya Bengkulu (sumber: BMG) 130 km barat Daya Bengkulu (sumber: USGS)
Parameter Kejadian Gempabumi Muko Muko 12 September 2007
30 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Peta Intensitas Gempabumi Muko-Muko tanggal 12-9-2007
Lintasan Geologi 31
Pantai di Kota Bengkulu, tidak memperlihatkan jejak tsunami
Jejak landaan tsunami setinggi ± 60 cm di pantai Pasar Bawah Manna, Kab. Bengkulu Selatan.
Ruko di Padang Jati, Kota Bengkulu amblas ± 1,2 meter karena kegagalan struktur bangunan.
Kerusakan SD 4 Lais karena kegagalan struktur di Kec. Lais, Kab. Bengkulu Utara.
32 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Retakan jalan di komplek Dolog, Kota Bengkulu yang dibangun di tanah urug.
Kerusakan rumah penduduk akibat kegagalan konstruksi di Desa Lubuk Gedang, Kab. Muko-Muko.
Sosialisasi gempabumi dan tsunami di pantai desa Bakung, Kec. Semidang Alas Maras, Kab. Seluma.
Material tsunami menutupi jalan raya Bengkulu Manna di desa Muara Maras, Kec. Alas Maras, Kab. Seluma.
Kerusakan SD 18 Pondok Suguh karena kegagalan konstruksi di Desa Ampera, Kec. Teras Penunjam, Kab. Muko-Muko.
Retakan tanah di tepi jembatan Air Lais, Kab. Bengkulu Utara arah barat timur, panjang ± 40 m.
Pelulukan (liquefaction) berarah N 270 oE di Pasar Seblat, Kec. Puteri Hijau, Kab. Bengkulu Utara.
Lintasan Geologi 33
Lintasan Geologi
Isu Sumber Daya Manusia
untuk Pengelolaan Sumber Daya Geologi di Daerah Oleh: Asep Sofyan dan Oman Abdurahman Sekretariat Badan Geologi
I
ndonesia adalah bangsa yang kaya akan potensi sumber daya dibanding bangsa lain di seluruh dunia. Karena karunia-Nya, wilayah negara kita oleh para penjelajah dunia yang singgah di Indonesia digambarkan sebagai rangkaian “ratna mutumanikam” yang terhampar dari Barat sampai ke Timur. Potensi sumber daya tersebut untuk saat ini sesungguhnya meliputi sumber daya alam - yang terdiri atas sumber daya alam yang terbarukan (renewable resources) dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) - dan sumber daya manusia.
Sumber daya geologi (geo-resources) meliputi mineral, batuan, gas alam, dll yang umumnya merupakan sumber daya alam tak terbarukan dengan ketersedian yang akan berkurang bahkan habis karena dimanfaatkan. Berbeda dengan sumber daya geologi, manusia adalah potensi sumber daya yang dimiliki Indonesia dalam jumlah sangat banyak dan mustahil berkurang secara drastis untuk kondisi saat ini dan kedepan. 34 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Potensi sumber daya geologi termasuk didalamnya sumber daya mineral, selanjutnya disebut sumber daya geologi-mineral, dijumpai di berbagai wilayah Indonesia dan belum seluruhnya dimanfaatkan. Namun, potensi tersebut tidak akan bermanfaat bagi pembangunan daerah dan nasional lebih luas
sumber daya tersebut akan tercurah ke Daerah. Semua itu pada akhirnya bermuara pada persoalan ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten dan terampil di Daerah untuk pengelolaan sumber daya geologi-mineral Daerah.
Peta persebaran keterdapatan sumber daya mineral di Indonesia lagi: bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat apabila tidak dilakukan pengelolaan dan pengembangan lebih lanjut. Pengelolaan potensi sumber daya geologi-mineral, sebagaimana sumber daya alam lainnya, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor: posisi geografis, persebaran, dan kondisi alam lainnya. Dalam era Otonomi Daerah seperti sekarang ini dan ke depan, bobot pengelolaan potensi sumber daya geologi-mineral dapat diantisipasi akan semakin kuat bergeser ke Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota). Aspek-aspek pengelolaan yang meliputi mulai dari perizinan, penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, pemantauan, sampai ke pengawasan, hampir seluruhnya menjadi wewenang Pemerintah Daerah. Perhatian para pihak yang berkiprah dalam industri pemanfaatan sumber daya geologi-mineral terhadap kinerja pengelolaan
Selintas Kondisi Sumber Daya Mineral dan Bahan Tambang Indonesia Sumber daya geologi, khususnya mineral, dalam kaitannya dengan usaha pertambangan adalah komoditi tambang. Bertolak dari analisis terhadap kondisi geologinya, disimpulkan terdapat 5 kategori bahan tambang Indonesia yang amat penting untuk masa kini dan untuk masa depan dengan persebaran seperti pada gambar di atas. Pertama, kelompok mineral bahan bakar (fosil fuel). Yaitu: minyak bumi, gas, dan batubara. Komoditi ini pada masa lampau dianggap sudah mapan. Minyak bumi diperkirakan akan habis dalam waktu yang tidak terlalu lama apabila tidak dilakukan eksplorasi baru dan penemuan teknologi baru pengambilannya. Fakta menunjukkan bahwa masih banyak tersimpan cadangan minyak bumi yang belum diambil di Lintasan Geologi 35
SL ei nptuatsaarn G e o l o g ii
Kilang Minyak Bumi
Emas
Kenampakan Batubara
Zirkon
Tembaga
Kenampakan mineral emas dan mineral ikutannya (zirkon, tembaga, dan mangan)
36 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Mangan
Vanadium teroksidasi
Cesium
Tiga belas jalur cebakan mineral logam di Indonesia.
Kromium
Yttrium
Tampilan mineral-mineral langka (vanadium, cesium, yttrium, dan krom) Lintasan Geologi 37
SL ei nptuatsaarn G e o l o g ii
Contoh penampakan kelompok mineral industri (batu apung, lempung, kaolin, batugamping, bentonit, feldspar, zeolit dan kalsit)
38 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Tampilan kelompok mineral bahanbangunan (tras, andesit, marmer, pasir, batugamping) dan batu mulia (amethyst dan chalcedony, opal dan kwarsit, garnet, emerald, dan diamond atau intan)
Lintasan Geologi 39
SL ei nptuatsaarn G e o l o g ii
Penduduk yang Bekerja, Presentase Pengangguran dan Partsipasi Angkatan Kerja menurut Pulau Februari 2005 - Februari 2007 Sumber : Berita Resmi Statistik No. 28/05/Th. X, 15 Mei 2007
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama Februari 2005 - Februari 2007 (Dalam Jutaan) Sumber : Berita Resmi Statistik No. 28/05/Th. X, 15 Mei 2007
perwujudan jumlah dan mutu SDM yang memadai di Daerah perlu dukungan kemauan politik (political will) Pemerintah Daerah (Pemda). Peningkatan SDM Daerah dalam hal Iptek kebumian dan political will terkait dari Pemda serta peran serta masyarakat yang bersangkutan pada akhirnya akan melahirkan masyarakat yang berwawasan kebumian sesuai dengan kompleksitas dan kekayaan bumi Indonesia. Berkembangnya ilmu kebumian dalam masyarakat yang berwawasan kebumian, selain berguna untuk pengelolaan dan pengembangan sumber daya geologi-mineral (sumber daya tak terbarukan) juga akan bermanfaat untuk pengelolaan dan pengembangan sumber daya alam terbarukan. Ilmu kebumian itu selain meliputi sumber daya geologi-mineral, juga meliputi: sains geologi, vulkanologi, meteorologi, klimatologi, dan oceanografi. Dengan demikian, masyarakat Daerah yang berwawasan kebumian akan siap pula menghadapi isu-isu kebumian dalam spektrum yang lebih luas seperti: mitigasi bencana (letusan gunungapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir), pemanasan global (global 40 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
warming) kaitannya dengan kerawanan akibat variasi dan perubahan iklim (kenaikan muka laut, perubahan suhu ekstrim), pengembangan berbasis geodiversity, dan lain-lain. Peran dan Tantangan Kompetensi SDM bidang Kebumian Berkenaan dengan pengelolaan sumber daya geologi-mineral, dan lebih luas lagi: pengelolaan sumber daya kebumian, maka perlu disiapkan tenaga-tenaga ahli di bidang kebumian yang berorientasi pada berbagai aspek kebumian yang meliputi sumber daya alam dan lingkungan. Dengan istilah pengelolaan disini meliputi pengertian: penataan, pemanfaatan, pemantauan, pengawasan, pengendalian, rehabilitasi, dan pengembangan (pengkayaan). Dalam kaitan tersebut, pengembangan SDM di Daerah dihadapkan pada peran dan tantangan kompetensi SDM di bidang kebumian. Ada beberapa wilayah keahlian (kompetensi) bidang kebumian yang saat ini dan ke depan akan semakin diperlukan di Daerah, antara lain sebagai berikut:
a.Ahli kebumian murni yang berpijak kuat pada ilmu kebumian dasar. Mereka akan mengambangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang asal-usul terjadinya (origin) fenomena kebumian. Berkenaan dengan sumber daya geologi-mineral, misalnya, kompetensi kebumian murni ini mendalami terjadinya suatu deposit, sehingga menghasilkan pijakan yang kokoh untuk mempertinggi jumlah dan variasi cadangan deposit tersebut berikut pengembangan teknik eksplorasinya. b.Ahli kebumian yang berorientasi lingkungan. SDM dengan kompetensi ini adalah SDM ahli kebumian dengan pijakan ilmu dasar yang diaplikasikan pada teknik lingkungan, baik untuk bidang pertambangan, industri, kehutanan, pertanian, maupun bidang lainnya. SDM ini diperlukan untuk pelaksanaan kewajiban-kewajiban pertambangan terhadap lingkungan (pengelolaan lingkungan dalam pertambangan), termasuk pengkayaan lingkungan pertambangan, sehingga pertambangan yang melibatkan keahliannya akan bergerak menuju pertambangan berwawasan lingkungan. c.Ahli kebumian yang berorientasi manajemen. Dalam kasus sumber daya geologi-mineral, sebagai contoh, para ahli kebumian ini lebih memperhatikan keekonomian dan sosial dari suatu deposit. Termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang berkecimpung dalam jaringan ekonomi para profesionalis yang tersebar di seluruh wilayah Daerah di Indonesia. Otonomi Daerah akan terus bergulir sehingga pada akhirnya manajemen pertambangan mineral yang berteknologi madya harus dipegang oleh Daerah. Fluktuasi kebutuhan terhadap mineralmineral tertentu, kondisi alami keterdapatan mineral, dan sifat eksploitatif dari penambangannya memerlukan suatu konsepsi yang jelas dan terarah dalam pengelolaan sumber daya tersebut. Hal itu sangat memerlukan peran ahli kebumian yang berorientasi manajemen. Peningkatan kualitas atau kompetensi SDM kebumian ke depan akan semakin menjadi
tantangan, bahkan permasalahan apabila kita tidak segera mengantisipasinya. Hal ini berkaitan dengan globalisasi di segala bidang kehidupan. Salah satu akselerasi globalisasi bagi Indonesia adalah keikutsertaan Indonesia dalam dalam World Trade Area (AFTA) dan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC). Sebagaimana disampaikan oleh M. Moedjiman, Kepala Badan Pelatihan dan Produktivitas, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi berikut ini: “Globalisasi tersebut tidak hanya di bidang perdagangan barang, tetapi juga dibidang jasa, diantaranya adalah jasa tenaga kerja. Hakekat globalisasi adalah kerjasama dalam persaingan, di dalamnya terkandung peluang dan ancaman. Bagi suatu negara yang sudah menyiapkan infrastruktur yang kuat, globalisasi adalah peluang. Tetapi bagi negara yang belum memiliki infrastruktur yang kuat, globalisasi adalah ancaman. Dalam kaitannya dengan globalisasi pasar kerja, Indonesia termasuk negara dalam kelompok yang kedua”. Pemerintah Indonesia telah mengantisipasi dampak globalisasi tersebut, yaitu diantaranya dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2004, tentang pembentukan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sebagaimana kandungan Peraturan Pemerintah tersebut, BNSP adalah badan independen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dengan tugas "menyelenggarakan Sertifikasi profesi melalui uji kompetensi". Berdirinya BNSP merupakan salah satu pilar standar standar kompetensi Indonesia yang berlaku secara nasional dan diterima oleh semua pihak, sehingga pengembangan SDM di Indonesia, baik melalui pendidikan, pelatihan, maupun pengembangan karier di tempat kerja, dapat lebih terarah dan terpadu, dan tidak terjadi lagi kesalahan pasar kerja. Pemerintah Daerah sudah seharusnya mengantisipasi perkembangan terakhir di bidang kompetensi SDM ini termasuk SDM di bidang kebumian. 2.Pengembangan Sumber Daya Manusia Berwawasan Geologi Pengelolaan sumber daya geologi-mineral membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas atau kompeten di bidangnya. Yaitu, SDM yang memiliki pengetahuan dan Lintasan Geologi 41
SL ei nptuatsaarn G e o l o g ii keterampilan bidang terkait. Tanpa adanya SDM yang kompeten, maka pengelolaan sumber daya geologi-mineral tidak akan memberikan hasil yang optimal. Oleh sebab itu diperlukan upaya pengembangan kualitas SDM di bidang sumber daya geologi- mineral. Selanjutnya kita akan memandang kualitas SDM di bidang sumber daya geologi-mineral sebagai bagian dari kualitas SDM yang berwawasan geologi, yaitu bagian dari masyarakat berwawasan kebumian. Sejalan dengan implementasi kebijakan Otonomi Daerah maka kewenangan yang dimiliki Daerah untuk mengelola sumber daya geologi-mineral juga meliputi kewenangan untuk melakukan upaya peningkatan kualitas atau kompetemsi SDM di bidang pengelolaan sumber daya tersebut. Kualitas atau kompetensi SDM yang harus ditingkatkan ini meliputi baik SDM aparatur Pemerintah Daerah (Pemda), maupun SDM mitra Pemda (swasta, LSM, masyarakat umum); baik SDM yang bergerak dalam bidang geologi-mineral maupun SDM yang beraktivitas di bidang lainnya. Dalam kaitan kebutuhan akan pengembangan SDM yang berwawasan geologi, lebih khusus lagi: sumber daya geologi-mineral, maka Pemda harus menjalankan peran-peran berikut secara bersamaan: Peran Pemerintah Daerah dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang geologi dan sumber daya mineral meliputi : 1.Sebagai penanggung jawab. Sejalan dengan kewenangan Pemda dalam implementasi kebijakan Otonomi Daerah, maka
Bencana
Global Warming
Pemda berkewajban dan bertanggungjawab untuk melaksanakan upaya-upaya peningkatan kualitas atau kompetensi SDM. Ini adalah peran Pemda sebagai penanggungjawab yang dapat dilakukan melalui mulai dari penetapan kebijakan dan pengaturan hingga pencanangan program dan kegiatan berikut alokasi anggaran serta pengawasan terhadap pelaksanaannya; 2.Sebagai pelaksana. Sebagai pelaksana atau penyelenggara, Pemda menyelenggarakan kegiatan peningkatan kualitas SDM melalui berbagai pendidikan, pelatihan dan penyuluhan baik bagi aparatur, swasta, LSM-LSM, maupun masyarakat umum. 3.Sebagai pemesan. Dengan kewenangan untuk mengelola sumber daya geologi-mineral, maka Pemda membutuhkan SDM yang berkualitas. Dalam hal ini Pemda dapat memesan SDM yang berkualitas tersebut kepada lembagalembaga pendidikan dan pengembangan yang ada, seperti perguruan tinggi, dan lembagalembaga serta asosiasi-asosiasi yang menyediakan jasa keahlian terkait. 4.Sebagai penengah atau perantara. Pemda juga dapat menjadi penengah atau perantara dalam upaya peningkatan SDM, yakni perantara antara operator pengelola sumber daya geologi-mineral dengan penyelenggara pendidikan dan pelatihan serta pengembangan SDM bidang terkait sumber daya geologimineral.
Geodiversity
Aspek-aspek kebumian selain sumber daya geologi-mineral yang memerlukan peran serta masyarakat berwawasan kebumian 42 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Dalam rangka pengelolaan sumber daya geologi-mineral di dan/atau tingkat Daerah, Pemda adalah pemeran utama. Sebagai pemeran utama, Pemda semestinya mengetahui dan memahami kondisi, kebutuhan dan kemampuan Daerah dalam pengelolaan sumber daya geologimienral tersebut. Dibandingkan Pemerintah (Pusat), Pemda semestinya lebih spesifik dalam memahami karakter geologis Daerahnya dan karakter sosial-budaya masyarakatnya. Peran Daerah dalam pengelolaan sumber daya geologi-mineral di era Otonomi Daerah ke depan akan semakin strategis. Paradigma pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan harus benar-benar menjadi perhatian setiap Pemda dalam mengelola sumber daya geologi-mineral di daerahnya masing-masing. Oleh karena itu setiap Pemda hendaknya lebih aktif untuk mengambil alih peran Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya geologi-mineral selama ini melalui peningkatan kualitas SDM terkait. Hal ini merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan fungsi Pemda dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya. Penutup Sebagai penutup, disampaikan beberapa rangkuman penting yang perlu mendapat perhatian Pemda dalam rangka pengelolaan sumber daya geologi-mineral di daerahnya. Beberapa rangkuman penting tersebut adalah sebagai berikut :
Komoditi
pertambangan atau sumber daya geologi-mineral di masa depan umumnya di Indonesia antara lain adalah: batubara, coalbad methane (CBM), panas bumi; tembaga, emas, perak, timah, nikel dan bauksit. Beberapa logam lainnya dalam lingkup yang lebih kecil adalah: seng, bijih besi, timah hitam, mangan.
Di dalam
merencanakan program kegiatan pengembangan dan pengelolaan sumber daya geologi-mineral perlu pengoptimalan keterkaitan antara kerangka prioritas program dengan tugas dan fungsi lembaga
kepemerintahan (Pemerintah, Pemda); dengan melibatkan peran serta swasta dan masyarakat umum;
Dihadapkan
pada kekurangan SDM pengembangan dan pengelolaan komoditi yang berasal dari sumber daya geologi-mineral dan keterkaitan antara komoditi tersebut dengan pengelolaan bidang kebumian lainnya, Pemerintah bersama-sama Pemda perlu mengembangkan masyarakat yang berwawasan kebumian.
Di dalam
misi pengembangan masyarakat berwasawan kebumian tercakup program peningkatan SDM berwawasan geologi meliputi SDM berwawasan sumber daya geologi-mineral - yang mengetahui serta menguasai keterampilan penentuan program prioritas dan fokus wilayah pengembangan sumber daya tersebut;
Di dalam
pengembangan masyarakat berwawasan kebumian tersebut diperlukan tenaga-tenaga ahli kebumian yang berorientasi pada tiga hal : llmu murni dan teknologinya, lingkungan; dan manajemen
Untuk akselerasi
penyediaan SDM bidang sumber daya geologi-mineral yang kompeten di Daerah, Pemda perlu mengembangkan berbagai peran yang menjadi otoritasnya melalui jalinan kerjasama dengan berbagai pihak, antara lain: lembaga-lembaga terkait pada Pemerintah, perguruang tinggiperguruan tinggi, asosiasi-asosiasi keahlian, swasta dan dunia usaha, serta LSM-LSM terkait. Arah pencapaiannya adalah SDM yang kompeten sesuai standar masing-masing profesi.n Referensi l Adjat Sudradjat, Otonomi Pengelolaan Sumber Daya Mineral dan Pengembangan Masyarakat, LPM, Unpad, 2003; l http://www.stinaresources.com/vanadium.html; l http://www.webelements.com/webelements/elemen ts/text/Cs/ l http://en.wikipedia.org/wiki/ l http://www.nakertrans.go.id/bnsp/index.php l M. Moedjiman, Badan Nasional Sertifikasi Profesi Tonggak Reformasi SDM di Indonesia, Lintasan Geologi 43
Lintasan Geologi
Penyuluhan Museum Geologi ke Sekolah Oleh : Julianty M Pusat Sumber Daya Geologi - Badan Geologi
M
useum Geologi dapat dijadikan sebagai pintu gerbang menuju informasi geologi Indonesia. Sesuai dengan tugas fungsi Museum disebutkan bahwa salah satu fungsi Museum Geologi adalah “... menyelenggarakan dan mengembangkan kerja sama serta pelayanan jasa permuseuman .... “. Keberadaan Museum sangat penting bagi masyarakat, dalam hal ini terutama anakanak sekolah karena museum merupakan tempat menyimpan memori kolektif dan identitas budaya suatu masyarakat dalam bentuk konkret dan nyata (tangible). Dengan mengenal museum diharapkan mereka akan menghargai peninggalan masa lampau (baik objek peninggalan alam maupun buatan manusia) sehingga mereka dapat pula menghargai masa kini untuk kemajuan masa yang akan datang.
44 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Untuk mensosialisasikan keberadaan Museum Geologi itu, dilaksakanan penyuluhan kepada masyarakat terutama kalangan Sekolah. Dasar pemikiran dilaksanakan penyuluhan mengingat bahwa Penyuluhan adalah salah satu bentuk pendidikan kepada masyarakat, yang juga dapat diselenggarakan oleh museum sebagai sebuah lembaga. Dengan melakukan penyuluhan geologi kepada masyarakat maka Museum Geologi sekaligus juga melakukan kerja sama dengan pihak sekolah dan memberikan pelayanan jasa permuseuman kepada masyarakat sesuai dengan Kepmen tersebut di atas. Penyuluhan ini dirancang untuk menanamkan memori kolektif tentang geologi kepada anak sekolah sehingga jika suatu waktu nanti mereka membutuhkan informasi tentang geologi maka mereka akan tahu ke mana harus mencari tahu; atau, jika mereka memiliki informasi penting berkaitan dengan geologi mereka pun tahu ke mana harus memberi tahu. Penyuluhan merupakan salah satu sarana untuk menyampaikan informasi geologi secara umum kepada masyarakat. Penyuluhan geologi ke sekolah-sekolah adalah salah satu program Museum Geologi untuk menyebarkan informasi geologi kepada masyarakat, dalam hal ini komunitas sekolah (guru dan murid). Program ini bertujuan memasyarakatkan informasi geologi kepada masyarakat terutama setelah terjadinya bencana alam tsunami di Aceh pada tahun 2004 yang lalu. Dengan memahami informasi geologi, khususnya bencana geologi, diharapkan masyarakat akan lebih siap jika timbul bencana sehingga kerugian akibat bencana dapat dikurangi. Memberikan penyuluhan ke sekolah-sekolah sama dengan menabung untuk jangka waktu lama. Hasil yang diperoleh dari penyuluhan tersebut tidak dapat segera dipetik dalam jangka waktu sangat singkat melainkan nanti di kemudian hari. Contoh terbaru mungkin bisa kita lihat: fosil gigi gajah dari Rancamalang diserahkan kepada Museum Geologi oleh penemunya karena dia pernah berkunjung ke Museum Geologi sewaktu masih sekolah dulu. Bukan tidak mungkin hal semacam ini akan terjadi lagi di masa yang akan datang. Atau siapa tahu di antara anak-anak ada yang kelak tertarik untuk menjadi ahli geologi? Pelaksanaan Penyuluhan Penyuluhan didahului dengan memberikan
materi Mengenal Museum Geologi, kemudian dilanjutkan dengan materi Mengenal Geologi. Dalam Mengenal Museum Geologi disampaikan informasi tentang museum pada umumnya dan bagaimana perilaku yang diharapkan ketika berkunjung ke sebuah museum sedangkan dalam Mengenal Geologi disampaikan geologi secara umum.
Para Siswa SMU tengah mengamati beberapa koleksi Museum Geologi dalam kegiatan penyuluhan ke sekolah-sekolah
Penyuluhan juga disertai dengan pameran kecil di kelas. Untuk pameran disiapkan satu set aneka batuan dan mineral, beberapa contoh fosil (vertebrata, invertebrata, tumbuhan) serta panel peraga. Ketika memberikan penyuluhan (dan pameran) Museum Geologi berperan sebatas pintu gerbang, dari situ disampaikan bahwa pintu gerbang ini menuju ke rumah besar yang memiliki banyak kamar. Jadi jika ingin mendapatkan informasi lebih lanjut dan lebih lengkap tentang mitigasi bencana datanglah ke Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, dan seterusnya. Subjek Penyuluhan Subjek penyuluhan adalah komunitas sekolah, dalam hal ini anak didik dan guru. Untuk guru baru dua kali penyuluhan yaitu di Jakarta dan Cimalaka (Sumedang). Penyuluhan kepada guru di Jakarta diberikan kepada guru-guru se-DKI Jakarta dan dilaksanakan atas kerja sama antara Museum Geologi dengan Museum Minyak dan Gas Bumi serta Dinas Pendidikan Pemerintah DKI Jakarta. Penyuluhan di Sumedang diberikan kepada guru-guru se-Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang. Lintasan Geologi 45
SL ei nptuatsaarn G e o l o g ii Lokasi Penyuluhan Mengingat keterbatasan waktu dan biaya maka untuk tahun pertama ini penyuluhan diberikan terutama kepada sekolah-sekolah di wilayah Propinsi Jawa Barat. Adapun sekolah yang mendapat prioritas adalah sekolah-sekolah di daerah pinggiran yang sulit memiliki akses untuk datang langsung ke Museum Geologi, sekolahsekolah yang terletak di daerah rawan bencana geologi, dan sekolah yang secara khusus meminta penyuluhan kepada Museum Geologi.
Pertanyaan yang Sering Diajukan Berikut ini adalah pertanyaan yang sering diajukan dan hampir selalu muncul di setiap sekolah yakni, Bagaimana cara menghitung umur batuan, membedakan batuan dengan fosil, proses terbentuknya batuan, membedakan fosil dengan bukan fosil, tumbuhan bisa menjadi fosil, dan membedakan batuan di bumi dengan meteorit?
Kota-kota yang telah dikunjungi untuk penyuluhan adalah Cianjur, Sukabumi, Bogor, Sumedang, Majalengka, Kuningan, Cirebon, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Subang, Purwakarta, Karawang, dan Jakarta. Sekolah yang sudah dikunjungi sampai saat ini berjumlah 56 sekolah. Untuk tahap awal Museum Geologi lebih banyak bergerak proaktif menawarkan program ini ke sekolah. Diharapkan setelah sekolah mengetahui program penyuluhan ini mereka akan mengambil inisiatif untuk meminta penyuluhan dengan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan sekolah. Materi Penyuluhan Seperti telah dikemukakan di atas Museum Geologi memiliki lima pokok bahasan sebagai bahan penyuluhan. Dari kelima pokok bahasan tersebut Mengenal Museum Geologi dan Mengenal Geologi merupakan materi yang selalu disampaikan pada waktu penyuluhan. Selama ini materi penyuluhan belum berorientasi pada kebutuhan sekolah berhubung program ini masih dalam taraf pengenalan dan penjajagan untuk mengetahui apa yang dibutuhkan sekolah. Diharapkan untuk masa yang akan datang, penyusunan materi penyuluhan akan lebih berorientasi pada kebutuhan sekolah. Apa yang dibutuhkan sekolah, dalam hal ini anak didik, akan tampak dari pertanyaan yang mereka ajukan. Pertanyaan Siswa dan Guru Pertanyaan yang berhasil dikumpulkan, baik pertanyaan yang diajukan oleh guru maupun siswa, semuanya berjumlah 332 pertanyaan. Pertanyaan sebanyak itu dikelompokkan menjadi empat kelompok pertanyaan, yaitu kelompok pertanyaan tentang batuan dan fosil, kelompok geologi, kelompok evolusi, dan kelompok Museum Geologi.
46 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Penyerahan Cinderamata dari Museum Geologi kepada perwakilan siswa SMU
Para siswa SMK 3 Tegal tengah mengamati beberapa koleksi Museum Geologi
Beberapa pertanyaan tentang fosil para siswa menanyakan cara menghitung umur fosil, membedakan batuan dengan fosil, proses terbentuknya fosil, membedakan fosil dengan bukan fosil. Para siswa bertanya juga tentang geologi yakni menanyakan cara menghitung umur bumi, proses terjadinya gunung meletus, proses
terjadinya tsunami, gempabumi, terbentuknya gunung api, dan terjadinya minyak bumi dan batu bara Tentang evolusi siswa bertanya apakah manusia berasal dari kera, mengapa kehidupan purba punah, apakah perbedaan manusia purba dengan manusia sekarang, mana yang benar teori Darwin atau Harun Yahya. Mereka juga menanyakan CD yang berisi materi penyuluhan dijual di Museum Geologi, apa tujuan didirikannya Museum Geologi, siapa yang mendirikan Museum Geologi, apakah Museum Geologi suka menjual dan membeli fosil? Kesimpulan dan Saran Dari beberapa kelompok pertanyaan tersebut, tampak bahwa pertanyaan tentang geologi paling banyak diajukan oleh siswa. Pertanyaan mereka seringkali tidak terduga dan penyuluh kadang-kadang tidak siap dengan jawabannya. Berdasarkan hal tersebut tampaknya pihak Museum Geologi sebaiknya mempersiapkan jawaban standar yang dapat dijadikan pedoman untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Perlu juga kiranya ada kerja sama dengan para ahli di luar Museum Geologi untuk merumuskan hal ini karena ini adalah tanggung jawab kita bersama. Terima kasih penulis sampaikan kepada para siswa dan guru yang telah berpartisipasi aktif dalam penyuluhan geologi ini dengan mengajukan pertanyaan mengenai Museum Geologi serta Materi yang disampaikan.
Jumlah sekolah yang dikunjungi di tiap kota
Sekolah yang dikunjungi berdasarkan tingkatnya
Klasifikasi pertanyaan
Tulisan ini dibuat untuk mengulas apa yang telah dilakukan selama penyuluhan dan apakah penyuluhan ini telah sampai pada sasaran yang diharapkan, baik dari segi materi yang disampaikan maupun cara menyampaikannya. Diharapkan dengan adanya tulisan ini dapat menjadi masukan dalam meningkatkan perbaikan dalam penyampaian informasi geologi kepada masyarakat.n
Lintasan Geologi 47
Geofakta
Mengenal Bapak Mineralogi, Georgius Agricola 1494-1555
Georgius Agricola
Georgius Agricola, dikenal sebagai pemrakarsa geologi sebagai bidang ilmu tersendiri. Sebagian besar karyanya dihabiskan dalam menyusun studi sistematis mengenai bumi berikut susunan batuan, mineral dan kandungan fosilnya. Ia turut meletakkan dasar-dasar geologi pertambangan, mineralogi, metalurgi, struktur geologi dan paleontologi. Georg Bauer, atau lebih sering dikenal sebagai Georgius Agricola, berhasil mengelompokkan mineral berdasarkan warna, densitas, transparansi, rasa, kilap, bentuk dan tekstur. Koleksi pribadinya tersimpan baik mulai contohcontoh mineral dan batuan dari Joachimstal, Meissen, Schneeberg hingga Pegunungan Jura di Perancis. Georgius Agricola adalah seorang ilmuwan dan ahli fisika Jerman, dan dikenal sebagai “Bapak Mineralogi”. Ia adalah pionir dalam geologi fisik 48 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
dan merupakan ahli peneliti yang membuat klasifikasi mineral secara saintifik. Hasil karya besarnya dituangkan ke dalam sebuah buku yang amat terkenal berjudul “De Re Metallica” (1556). Buku ini menjadi rujukan utama dalam metalurgi dan pertambangan mineral. Lahir di Glauchau, Provinsi Saxony, Jerman. Agricola mulai belajar sejarah Latin dan Yunani di Universitas Leipzig selama beberapa tahun, sebelum akhirnya beralih minat ke bidang kedokteran yang membawanya berkelana hingga Bologna dan Padova di Italia. Ia menyelesaikan sarjana pada tahun 1526, kemudian mulai membuka praktik profesional dokter. Kliniknya di daerah Joachimsthal merupakan kawasan pertambangan perak terkenal pada tahun 1527. Keberadaanya di wilayah itu membuat ia semakin tertarik mempelajari pertambangan dan geologi. Agricola mulai menyusun tulisan hasil
pengamatannya, tidak hanya mengenai batuan dan mineral, tetapi juga setiap aspek metode dan teknologi pertambangan yang ia teliti waktu itu. Tahun 1536 Agricola pindah ke Kota Chemnitz, yang juga merupakan pusat industri pertambangan penting kala itu. Ia tidak hanya buka klinik pengobatan dan melanjutkan studi geologinya di sana, tetapi juga diangkat sebagai diplomat oleh Duke Maurice of Saxony, orang yang sangat ia hormati. Agricola mempersembahkan bukunya De Natura Fossilium untuk Duke Maurice of Saxony. Agricola wafat pada tahun 1555, tepat satu tahun sebelum penerbitan buku monumentalnya De Re Metallica.
Kontribusinya yang juga tak kalah penting adalah mengenai paleontologi yang ia dokumentasikan dalam buku De Natura Fossilium (On the Nature of Fossils), terbit tahun 1546. Dalam bukunya ini Agricola menjelaskan mengenai jenis-jenis mineral, gemstone, dan beberapa gallstone yang sekarang kita kenal sebagai fosil.
De Re Metallica, buku ini menjadi acuan (textbook) dalam bidang pertambangan selama hampir dua abad. Agricola mengulas segala sesuatu mengenai pertambangan, termasuk mengenai metode, peralatan, mesin-mesin, survei dan eksplorasi detil, peleburan/metalurgi hingga masalah lingkungan tambang. Buku ini juga memuat deskripsi mengenai keberadaan bijih dan stratrigrafi. Dilengkapi pula dengan berbagai ilustrasi yang menunjukkan teknik-teknik penambangan termasuk pembuatan terowongan. Agricola menyatakan bahwa batuanbatuan yang berada pada lapisan yang berbeda dan mempunyai ciri tersendiri serta menerus akan dapat ditemukan bila ditelusuri ke tempat lain yang lebih luas. Hasil observasi Agricola ini merupakan salah satu kontribusi amat penting dalam perkembangan ilmu stratigrafi. Agricola juga menulis buku pertama mengenai geologi fisik, De Ortu et Causis Subterraneorum (1546), mencakup deskripsi tentang pengaruh gaya angin dan air terhadap proses-proses geologis serta memberikan penjelasan mengenai gempa bumi dan letusan gunung api sebagai hasil dari uap dan gas yang dipanaskan oleh gradien geotermal.
Hasil-hasil karya Agricola ini merepresentasikan sebuah karya monumental dalam menjelaskan tentang batuan dan mineral, tidak saja berdasarkan nomenklatur nama saja tetapi lebih jauh karekteristik fisiknya: "Thus minerals have differences which we observe by color, Geofakta 49
Geofakta m e n c a n t u m k a n f o t o / g a m b a r, n a m u n deskripsinya tentang fosil sangat relevan. Pertanyaan mengenai apakah fosil mencerminakan sekumpulan organisme yang hidup dalam satu masa masih menjadi perdebatan saat itu, dan belum terpecahkan hingga ada penelitian dari John Ray dan Robert Hooke awal abad ke-18. Bagaimanapun Agricola masih menolak teori superposisi saat itu, karyakarya tetap amat bermanfaat dalam perkembangan ilmu geologi dan paleontologi, khususnya mengenai klasifikasi, karakteristik fisik, jenis, lokasi tipe dan nomenklatur nama yang sederhana yang kesemuanya itu sangat membantu pada saat observasi lapangan maupun praktikum. Beberapa buku juga ia tulis dalam bahasa latin, tipikal buku-buku saat itu. Hanya dua dari bukubukunya yang di terjemahkan dalam bahasa inggris. De Re Metallica diterjemahakan pada tahun 1912 oleh Herbert Hoover (Presiden ke-31 A.S.) beserta istrinya Lou H. Henry. Hoover adalah seorang penulis bidang pertambangan dan metalurgi, sedangkan istrinya seorang geolog. Tahun 1955, the East German Academy of Science menerbitkan volume khusus untuk mengenang 400 tahun meninggalnya Agricola. Tak dapat dipungkiri bahwa Agricola memiliki peran sentral pada perkembangan awal Renaissance sains di Eropa saat itu. Hasil karyanya memberikan pengaruh sangat besar kepada ahliahli geologi speninggalnya. Penghargaan yang setinggi-tingginya kiranya pantas kita berikan kepada Georgius Agricola atas hasil-hasil penelitian dan publikasinya yang mengingatkan perhatian para geolog dan sejarawan modern akan pentingnya kontribusi Agricola yang menjadi katalis dalam perkembangan awal ilmu geologi.n taste, odor, place of origin, natural strength and weakness, shape, form, and size". Agricola memberikan standar nama untuk beberapa jenis mineral, tak hanya mencerminkan keberadaannya tetapi juga menunjukkan lokasi dimana ditemukan. Ia juga menjelaskan bagaimana fosil-fosil yang sama mempunyai macam warna dan ditemukan di tempat berbeda. Meskipun buku-buku Agricola tidak 50 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Diterjemahkan dan disadur oleh: Joko Parwata Sumber pustaka: l http://www.infoplease.com/ce6/people/A0802767.html/ l http://www.ucmp.berkeley.edu/history/agricola.html/ l http://www.britannica.com/eb/article-9004072/Georgius-Agricola/ l http://www.highbeam.com/doc/1G1-108114820.html/ l http://www.highbeam.com/doc/1G1-16547124.html/ l http://academic.emporia.edu/aberjame/histgeol/agricola/agricola.html/ l http://www.crystalinks.com/agricola.html/ l http://science.enotes.com/earth-science/agricola-georgius/ l http://www.lib.udel.edu/ud/spec/exhibits/treasures/science/agricola.html/ l http://academic.emporia.edu/aberjame/histgeol/agricola/agricola.html/
Mula Jadi, Tipe dan Klasifikasi Batugamping, Bentang Alam Batugamping...
Tipe Kars di Indonesia, Kawasan Kars di Indonesia, Sebaran dan Sumber Daya...
Eksplorasi, Analisis Laboratorium, Penambangan, Pengolahan, Kegunaan.
Ensiklopedi Bahan Galian Indonesia
Seri Batugamping Mula Jadi Batugamping dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, secara mekanik dan kimia. Sebagian besar batugamping di alam terjadi secara organik. Jenis ini berasal dari kumpulan endapan cangkang kerang, siput, foraminifera, ganggang, atau berasal dari kerangka binatang yang telah mati. Batugamping yang terjadi secara mekanik, bahannya tidak jauh berbeda dengan jenis batugamping yang terjadi secara organik.
Perbedaan dengan batugamping jenis pertama adalah terjadinya perombakan dari bahan batugamping organik yang kemudian terbawa oleh arus dan biasanya diendapkan tidak jauh dari tempat semula. Batugamping yang terjadi secara kimia, adalah jenis batugamping yang terjadi dari pengendapan kalsium karbonat dalam kondisi iklim lingkungan tertentu, baik dalam air laut ataupun air tawar. Mata air mineral dapat pula mengendapkan batugamping, yang disebut endapan sinter kapur. Jenis batugamping ini Geofakta 51
Geofakta terjadi karena peredaran air panas alam yang melarutkan lapisan batugamping di bawah permukaan, yang kemudian diendapkan kembali di permukaan bumi. Batugamping dengan sifat keras dan padat memiliki berat jenis lebih dari 2, sedangkan baugamping yang bersifat lunak memiliki berta jenis kurang dari 2. Batugamping juga bersifat porous atau sarang dengan warna bervariasi, yakni putih susu, abu-abu muda hingga tua, coklat, merah sampai kehitaman, yang dipengaruhi oleh zat pengotor di dalam batuan. Sifat fisik, mineralogi dan kenampakan batugamping dapat berubah apabila mengalami diagenesa hingga pemalihan yang disebabkan karena perubahan tekanan dan temperatur, sehingga terjadi penghabluran kembali material
penyusun batugamping seperti yang dijumpai pada batu pualam atau marmer. Batugamping bersifat reaktif, terutama terhadap air hujan yang mengandung CO3 dari udara maupun dari hasil pembusukan zat-zat organik di permukaan tanah. Batugamping yang dilalui air tersebut dapat larut dengan reaksi kimia adalah sebagai berikut : CaCO3 + 2 CO2 + H2O ---->Ca (HCO3) 2 + Co2 Ca(HCO3)2 dapat larut dalam air, sehingga lambat laun terjadi rongga di dalam tubuh batugamping.
Tipe dan Klasifikasi Batugamping Secara umum tipe batugamping yang telah dikenal meliputi batugamping afanitik, batugamping bioklastik, batugamping kerangka, batugamping klstik, batugamping klastik fragmenter, batugamping klastik non fragmenter, dan batugamping kristalin. Klasifikasi batugamping yang umum digunakan untuk pemerian batugamping di lapangan dan atau di laboratorium adalah klasifikasi Dunham (1962), Klasifikasi Folk (1959) dan klasifikasi Pettijohn (1975).
Bentang Alam Batugamping Penggolongan batugamping berdasarkan tekstur pengendapan (Dunham, 1962)
Batugamping terbentuk atau terendapkan di berbagai lingkungan pengendapan. Fasies atau lingkungan pengendapan batugamping pada umumnya merupakan hasil proses yang aktif pada lingkungan pengendapan tertentu. Kedalaman air, angin, gelombang, arus, suhu, air kimia, dan kegiatan biologi, semuanya mempengaruhi karakter pembentukan dan bentang alam batugamping. Bentuk bentang alam yang secara khusus berkembang pada batugamping adalah kars. Pembentukan bentang alam kars dipengaruhi oleh proses karstifikasi, yang secara berkelompok maupun tunggal dipengaruhi oleh proses pelarutan dan pengikisan dengan tingkat lebih tinggi dibanding kawasan lainnya.
Penggolongan batugamping berdasarkan jenis komponen (Folk, 1959) 52 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Eksokars Eksokars adalah bentuk topografi akibat pelarutan batugamping yang terdapat di atas permukaan bumi. Gejala eksokars meliputi bentukan kars mikro dan kars makro. Bentang alam kars makro di suatu wilayah dapat berupa kombinasi dari bentukan negatif berupa dolina, uvala, polje atau ponora dan bentukan positif berupa kegel, mogote, atau pinacle.
Endokars Endokars adalah bentuk topografi akibat pelarutan batugamping yang terdapat di bawah permukaan bumi. Bentuk endokars selain lorong gua, terdapat beragam jenis speleotem atau dekorasi gua yang meliputi antrodit, stalaktit, stalakmit, pilar, drapery, flowstone, gurdam, heliktit, canopy, potholes, gour dan cave pearls.
Tipe Kars di Indonesia Kars Tipe Gunung Sewu Jenis ini mempunyai bentang alam yang sangat
Bentang alam kars di di Maros, Sulawesi Selatan (PMG, 2006)
khas, berupa puluhan ribu bukit batugamping berketinggian antara 2050 m dengan garis tengah 50-75 m yang dikuasai oleh bangun kerucut. Bentuk puncak kerucut dapat membulat (sinusoida) atau lancip (karst connical), tergantung keadaan stratigrafinya.
Kars Tipe Irian
Stalaktit di Gua Petrok Kebumen Jawa Tengah, masyarakat sekitar menyebutnya batu payudara (PMG, 2006)
Kars di Irian terletak pada ketinggian rata-rata lebih dari 4.000 m di atas laut dengan ciri ukuran yang serba besar. Dolina, luweng, mulut dan lorong gua serta unsur kars lainnya mempunyai dimensi melebihi ukuran yang umum dijumpai di kawasan kars lainnya.
Kars Tipe Maros Singkapan batugamping di daerah Sulawesi Selatan terdapat di Pangkajene dan Maros, membentuk morfologi yang dicirikan oleh bukitbukit batuan karbonat berbangun menara Geofakta 53
Geofakta memanjang arah barat timur berketinggian maksimum 200 dari muka air laut.
Kars Tipe Wawolesea Kawasan kars di daerah Wawolesea, Sulawesi Tenggara memiliki sistem hidrologi yang didominasi oleh aliran air panas dan air asin. Pemanasan air tanah berhubungan dengan sesar aktif di sekitarnya, yang gerakannya menimbulkan akumulasi energi panas cukup tinggi. Sebelum ke luar ke permukaan, air panas terkumpul di dalam sistem konduit lapisan batugamping. Lorong-lorong saluran yang terisi penuh air panas (siphon) mempunyai atap yang relatif tipis, sehingga di beberapa tempat runtuh.
Kawasan Kars di Indonesia
Coloum atau pilar di Maros,Sulawesi Selatan (PMG, 2006)
Kawasan kars dapat diartikan sebagai suatu kawasan yang diwarnai oleh kegiatan pelarutan atau proses karstifikasi. Kawasan kars juga merupakan perpaduan antara unsur-unsur morfologi, kehidupan, energi, air, gas, tanah dan batuan, yang membentuk satu kesatuan sistem yang utuh.
Kawasan Kars di Pulau Irian Batugamping di Pulau Irian tersebar cukup luas dan telah berkembang menjadi kawasan kars. Kawasan kars terdapat di Wamena, Pegunungan Trikora, Biak dan Pulau Misool.
(tower karst). Genesis kars menara berkaitan erat dengan proses pelarutan di sepanjang bidang retakan yang berkedudukan tegak atau hampir tegak. Tinggi menara batuan karbonat berkisar antara 50-200 m, berlereng terjal dan sebagian berpuncak datar. Bukit-bukit tersebut mengapit lembah aluvial yang sempit, berbentuk memanjang dan berdasar rata. Bentangalam dengan bentukan morfologinya yang khas ini berkembang baik di daerah Maros, Sulawesi Selatan.
Kars Tipe Tuban Batugamping di Jawa Timur bagian utara memiliki sebaran sangat luas hingga Pulau Madura. Bentang alam kars di daerah Tuban Selatan membentuk morfologi plato atau sisa hamper rata. Deretan pematang plato yang 54 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Kawasan Kars di Pulau Jawa Batugamping di Pulau Jawa umumnya tersebar di bagian selatan, beberapa di antaranya berkembang menjadi tipe kars tersendiri. Tipe kars tersebut adalah tipe kars Gombong Selatan dan tipe kars Gunung Sewu.
Kawasan Kars di Pulau Kalimantan Di Kalimantan Timur bentang alam kars dijumpai di wilayah Pegunungan Mangkalihat, yang merupakan hamparan batugamping yang terluas di kalimantan. Di kawasan ini didapatkan pula dolina raksasa Gunung Buntung dengan diameter 1100 meter.
Kawasan Kars di Pulau Sulawesi Di Pulau Sulawesi kawasan kars dijumpai di Sulawesi Selatan. Bentang alam kars Maros
merupakan kawasan kars yang sangat terkenal, luasnya diperkirakan mencapai 400 km2.
Kawasan Kars di Pulau Sumatera Batugamping di Pulau Sumatera dijumpai di daerah Aceh, Sumatera Barat daerah Singkarak dan Sumatera Selatan, tetapi umumnya kurang berkembang dengan baik menjadi kawasan kars.
Kawasan Kars di Pulau Sumba Kawasan kars di Pulau Sumba terdapat di Waingapu, Sumba Barat yang memiliki fungsi sebagai reservoar air dengan debit mata air mencapai 1000 liter/detik.
topografi, survei geofisika dan uji lapangan. Kegiatan non lapangan meliputi persiapan pra-lapangan, analisis laboratorium, pengolahan data dan pembuatan laporan. Eksplorasi bahan galian umumnya dilaksanakan melalui 2 (dua) tahapan utama, yaitu : penyelidikan umum dan eksplorasi. Penyelidikan umum terdiri dari survei tinjau dan prospeksi, sedangkan eksplorasi terdiri dari eksplorasi umum dan eksplorasi rinci. Pada eksplorasi bahan galian batugamping, rangkaian tahapan
Sebaran dan Sumber Daya Batugamping tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia dengan karakteristik yang berbeda-beda, hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh kondisi geologi masingmasing daerah. Neraca sumber daya mineral tahun 2005 menunjukkan sumber daya batugamping di Pulau Jawa 10.280.68 juta ton; Pulau Sumatera 74.734,32 juta ton; Pulau Kalimantan 16.986,69 juta ton; Pulau Bali 7.191,79 juta ton; Kepulauan Nusa Tenggara 41.225,46 juta ton; Pulau Sulawesi 79.601.48 juta ton; Kepulauan Maluku dan Halmahera 7.521 juta ton; Pulau Irian 2.594.40 juta ton.
Eksplorasi Kegiatan eksporasi bahan galian batugamping merupakan pekerjaan lapangan dan non lapangan. Kegiatan lapangan meliputi pengamatan dan pemetaan geologi permukaan, survey bahan galian, pengambilan conto batuan dan bahan galian, pemboran inti, pembuatan sumur uji, pengukuran
eksplorasi tidak mutlak harus dilakukan secara berurutan, dalam arti apabila pelaku eksplorasi mempunyai tingkat keyakinan geologi bahwa hasil eksplorasi yang telah dilakukan berdasarkan studi pustaka dianggap setara dengan salah satu tahap eksplorasi tertentu maka tahap eksplorasi berikutnya dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan.
Analisis Laboratorium Analisis laboratorium yang umum dilakukan pada bahan galian batugamping, meliputi analisis kimia, analisis petrologi dan mineralogi, dan analisis petrofisika, determinasi kecerahan, poles, uji bakar. Analisis laboratorium dilakukan untuk menentukan kualitas Geofakta 55
Geofakta
Aktivitas penambangan batugamping di Karang Putih, Sumatera Barat
56 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Pembakaran batugamping di Padalarang, Jawa Barat (PMG, 2006)
(Nixon Juliawan, Pusat Sumber Daya Geologi)
Pembuatan kapur padam dengan menyiram kapur tohor menggunakan air, Padalarang, Jawa Barat (PMG, 2006)
Geofakta 57
P r o f i l
“saya
bersyukur diberi kesempatan
oleh Tuhan menimba banyak
ilmu Gunung api, melihat Gunung api meletus. ”
Syamsul Rizal Wittiri: Satu diantara Sedikit “Mpu” Gunung api “Saya banyak melihat gunung api meletus. Pengalaman “scientific” ini tidak mudah diperoleh dan tidak setiap orang mampu mendapatkannya. Saya termasuk orang yang beruntung. Saya bersyukur diberi kesempatan oleh Tuhan menimba banyak ilmu gunung api, melihat gunung api meletus”. 58 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
K
utipan disamping adalah salah satu ungkapan beliau yang masih terngiangngiang di pendengaran kami saat kami wawancarainya. Kesan pertama saat bertemu beliau adalah sikap ramahnya. Tak tercermin sedikitpun kesan angker pada wajah salah satu Profil 59
P r o f i l
“Saya banyak melihat gunung api meletus. Pengalaman “scientific” ini tidak mudah diperoleh dan tidak setiap orang mampu mendapatkannya. Saya termasuk orang yang beruntung. Saya bersyukur diberi kesempatan oleh Tuhan menimba banyak ilmu gunung api, melihat gunung api meletus”.
K
utipan disamping adalah salah satu ungkapan beliau yang masih terngiangngiang di pendengaran kami saat kami wawancarainya. Kesan pertama saat bertemu beliau adalah sikap ramahnya. Tak tercermin sedikitpun kesan angker pada wajah salah satu Profil 59
P r o f i l
Salah satu foto Gunung api hasil karya Pak Syamsul
Memilih vulkanologi Pak Syamsul, demikian rekan-rekannya memanggil beliau, lulus Akademi Geologi dan Pertambangan (AGP) tahun 1978. Setelah lulus, pengalaman pertama beliau adalah bekerja di bidang geothermal (panasbumi). ”Saat itu pekerjaan swasta sedang mengalami booming. Yang paling menonjol adalah perusahaan itu (sengaja tidak disebutkan namanya-red) karena pengembangan geothermal di Indonesia baru dimulai. Saya beruntung, karena dari lulusan AGP tahun itu, saya termasuk salah satu dari dua orang yang diterima di perusahaan tersebut. Begitu diterima, saya ditempatkan di divisi geothermal. Disanalah saya berkenalan dengan geothermal”. Demikian Pak Syamsul menuturkan awal pengalaman kerjanya. 60 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Di perusahaan swasta itu Pak Syamsul hanya bertahan dua tahun. Diantara pengalaman beliau selama di perusahaan swasta tersebut adalah bertugas menjadi junior geologist lapangan panasbumi Darajat dan di Dieng selama dua tahun. Pada akhir tahun 1979 Pak Syamsul sudah mengundurkan diri dari tempat bekerja pertamanya. ”Saya berpikir, kalau terusterusan bekerja di swasta tentu saya tidak dapat melanjutkan pendidikan dan 'nggak bakalan pensiun. Maka meskipun mendapat penghasilan yang cukup lumayan, saya mengundurkan diri”, demikian Pak Syamsul menjelaskan alasannya keluar dari perusahaan swasta tempat karir awalnya itu. Menjadi PNS Setelah keluar dari perusahaan swasta itu, Pak
Syamsul kemudian masuk ke Direktorat Vulkanologi (DV, sekarang: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Bumi atau PVMBG), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM), pada awal tahun 1980. Artinya, Pak Syamsul mulai meniti karir pegawai negeri sipil (PNS) di DV. Ketika ditanya mengapa beliau memilih DV, beliau menjawab sebagai berikut: ”Ini suratan hidup saya. Saya masuk ke Vulkanologi (DV-red) sebenarnya karena di sana ada subdit geothermal dan saya berharap bekerja disana. Tapi begitu diterima, atasan malah menempatkan saya di (Subdit-red) Pengamatan Gunung api, Seksi Wilayah Sulawesi dan Maluku. Saya terima tugas ini dengan lapang dada. 'Sekalian nambah ilmu baru', kata atasan saya yang lain”. Mendapatkan status PNS resmi pada Tahun 1981, sang ”pengamat gunung api” intelek ini lima tahun kemudian sudah ditugaskan melanjutkan studinya di International Institute of Technology and Earthquake Engineering, Tsukuba-Jepang. Bidang yang beliau selami disana adalah seismologi vulkanik. Dengan mengambil kasus di Pulau Izu Oshima, Jepang yang diperbandingkan dengan data dari G. Gamalama dan G. Lokon di Indonesia, Pak Syamsul menyelesaikan studi S2-nya. Tujuh tahun kemudian, tepatnya Tahun 1993, beliau diangkat menjadi Kepala Seksi Wilayah Sulawesi dan Maluku, Subdit Pengamatan Gunung api Wilayah, DV, DESDM. Menjadi Kepala BPPTK Pada Tahun 1999, Pak Syamsul dilantik menjadi Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kegunung apian (BPPTK), Yogyakarta, satu unit kerja dibawah DV. Seputar peristiwa tersebut, Pak Syamsul mengenangnya sebagai berikut: ”Pada suatu hari di Tahun 1999, Direktur Vulkanologi memanggil saya ke ruangannya. 'Anda ditugaskan di Merapi', katanya. Jabatan yang saya emban adalah Kepala BPPTK. Maka pada tahun 1999 saya pindah ke Yogyakarta”. Di BPPTK, pekerjaan para vulkanolog, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, banyak bergelut dengan gunung api Merapi yang terkenal itu. Namun, G. Merapi, sebagaimana dituturkannya, bagi beliau bukanlah sosok yang
”Di BPPTK banyak orangorang pintar sehingga saya bersyukur karena didukung oleh SDM yang berkualitas. Ketika G. Merapi meletus pada tahun 2001, BPPTK ini diacungi jempol karena keberhasilan dalam penanganannya, yaitu sukses memprediksi dan menetapkan status G. Merapi. Kebanggaan saya bertambah karena secara pribadi Sri Sultan menelepon saya dan mengucapkan: 'Selamat, Anda telah melaksanakan tugas!', katanya”
Salah satu foto aktivitas G. Merapi
G. Merapi, salah satu gunung api paling aktif di dunia
Profil 61
P r o f i l
Gunung Gede
Pak Syamsul dalam kegiatan sosialisasi bidang geologi di Sulawesi Utara
asing. Karena beliau sebelumnya pernah bertugas menjadi anggota tim penanggulangan erupsi G. Merapi pada tahun 1994 dan 1997. Hal yang membedakannya adalah bahwa dengan jabatannya sebagai Kepala BPPTK beliau harus bertanggungjawab langsung terhadap gunung api yang termasuk salah satu gunung api paling aktif di dunia itu. Beliau lancar memikul tugas sebagai “kepala suku penunggu” G, Merapi itu. Bahkan, ketika bertugas di BPPTK itu beliau menuai salah satu penghargaan karena prestasi kerjanya. Hal itu sebagaimana penuturannya berikut ini: ”Di BPPTK banyak orang-orang pintar sehingga saya bersyukur karena didukung oleh SDM yang berkualitas. Ketika G. Merapi meletus pada tahun 2001, BPPTK ini diacungi jempol karena keberhasilan dalam penanganannya, yaitu sukses memprediksi dan menetapkan status G. Merapi. Kebanggaan saya bertambah karena secara pribadi Sri Sultan menelepon saya dan mengucapkan: 'Selamat, Anda telah 62 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
melaksanakan tugas!', katanya”. Pengalaman ”Scientific” tentang Melihat Gunung api Pak Syamsul menuturkan bahwa pengalaman scientific pertama melihat gunung api bagi beliau adalah saat G. Gamalama (P. Ternate, Maluku Utara-red) meletus tahun 1981. Di sanalah pertama kalinya beliau melihat lava dan debu dimuntahkan dari perut bumi melalui gunung api langsung dari dekat. Selanjutnya beliau juga adalah saksi dari letusan beberapa gunung api lainnya. Berturut-turut beliu menyaksikan langsung letusan-letusan dari gunung api-gunung api berikut: G. Galunggung (1982), G. Colo (1983), G. Merapi (1984), G. Anak Ranakah (1985), G. Kelud (1990), G. Soputan (1991), G. Karangetan (1993), G. Ibu (1999), G. Egon (2003), dan G. Awu (2004). Inilah yang beliau sebut sebagai pengalaman scientific melihat gunung api: “Saya banyak melihat gunung api meletus. Pengalaman scientific ini tidak mudah diperoleh dan tidak
setiap orang mampu mendapatkannya. Saya termasuk orang yang beruntung. Saya bersyukur diberi kesempatan oleh Tuhan menimba banyak ilmu gunung api, melihat gunung api meletus”.
cengkeh. Karena tidak memiliki kekuatan, akhirnya Pemda setempat harus menggunakan todongan senjata agar penduduk mau dipindahkan.
Pengalaman paling Mengesankan: G. Colo, 1983 Dari sekian banyak pengalaman ”kontak” dengan tingkah gunung api, Pak Syamsul menyampaikan kepada WG bahwa pengalamannya yang tak akan beliau lupakan adalah pada tahun 1983 saat beliau menjadi anggota tim penanggulangan erupsi G. Colo di Pulau Una-una, Sulawesi Tengah. G. Colo, sebelum letusannya tahun 1983, meletus terakhir kalinya pada tahun 1900. Artinya pada tahun 1983 itu G. Colo telah sekitar 84 tahun beristirahat.
Sore itu di pulau (Una-una-red) tersisa kira-kira segilintir penduduk, belasan polisi dan tentara, beberapa wartawan, dan 3 orang petugas dari vulkanologi. Hari itu sejak pagi sampai jam 10-an kami bertiga telah memasang perangkat seismograf. Saya mengenakan celana pendek dan kaki beralaskan sendal jepit, pergi membawa kamera hendak piket.
Dari sisi mitigasi bencana atau upaya untuk mengurangi ke tingkat seminimal mungkin akibat dari suatu bencana, ada persoalan berkaitan dengan gunung api yang sudah lama istirahat. Yaitu, masyarakat di sekitar gunung api tersebut adalah masyarakat yang tidak siap dalam menghadapi kenyataan bahwa gunung api tersebut akan meletus. Mereka, menurut beliau, tidak tahu harus melakukan apa karena memang belum pernah melihat gunung api meletus. Selain itu mereka juga susah diyakinkan bahwa gunung api yang ada dihadapan mereka itu akan meletus dan mereka harus mengungsi. Pengalaman problematik dengan ”gunung api yang sudah lama beristirahat kemudian meletus” inilah yang dihadapi Pak Syamsul pada tahun 1983 di P. Una-una, tempat G. Colo bercokol. Berikut ini ringkasan kisahnya: ”Gunung Colo tahun 1983 memperlihatkan aktivitasnya berupa gempa-gempa vulkanik. Di Pulau Una-una (tempat G. Colo berada) yang berpenduduk 7000 orang itu belum ada Pos Pengamatan Gunung api. Atas telegram dari Pemda setempat datanglah tiga orang petugas anggota tim penanggulangan erupsi, termasuk saya di dalamnya. Penduduk telah banyak diungsikan ke kota Ampan dengan menggunakan kapal selama seminggu. Mereka tidak mau begitu saja mengungsi, terutama karena mereka sedang menunggu panen raya
Tiba-tiba pukul 5 sore terdengar suara dentuman keras dari arah gunung dan langit sejauh mata memandang berubah warna menjadi gelap. Di sekitar kami berjatuhan kerikil-kerikil panas. Semua orang panik. Mereka serentak lari menyelamatkan diri menuju pelabuhan tempat satu-satunya kapal menambat. Nakhoda kapal pun telah memberi komando pada anak buahnya untuk melepas tali tambatan kapal. Saya berlari paling belakang. Di depan saya dua orang tentara membuang senjatanya dan mulai naik kapal melalui seutas tambang. Dalam suasana yang mencekam itu setelah sempat terjatuh, saya bersyukur diberi kekuatan naik kapal melalui tambang. Letusan dahsyat Gunung Colo menghancurkan ¾ Pulau Una-Una. Tetumbuhan mulai ruput hingga pohon kelapa tidak ada yang tertinggal, rata dengan tanah. Namun saya mengucapkan Alhamdulillah, yang patut saya syukuri tidak ada seorangpun yang meninggal dunia akibat letusan yang berlangsung selama empat bulan tersebut. Kami berhasil meyakinkan penduduk, bahwa Gunung Colo, gunung api yang selama ini memberinya kehidupan yang nyaman sedang mengancam jiwanya. Tahun 1984, atas keberhasilan menangani bencana erupsi Gunung Colo itu, Direktur Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral memberikan penghargaan kepada seluruh anggota tim”
Concern-nya pada Data Dasar Gunung api Pak Syamsul senang menulis. Beberapa buku mengenai gunung api yang sudah beliau tulis Profil 63
P r o f i l
Gunung Gede
Foto Buku Karya Pak Syamsul
Pak Syamsul dalam tugasnya di G. Kelud (1990)
antara lain adalah ”Awan Panas Merapi”, ”Gunung api Indonesia yang meletus periode 1995-2003”, dan ”Gunung api Indonesia”.
dikerjakan”, beliau menutup pembicaraan tentang topik 'data dasar gunung api' pada saat wawancara dengan WG.
Perhatian Pak Syamsul terhadap buku-buku tentang gunung api Indonesia sangat besar. Ini tampak selain dari tulisan-tulisannya juga aspirasi beliau terhadap buku ”Data Dasar Gunung Api”, perbendaharaan tak ternilai tentang data gunung api Indonesia itu. Beliau berkata:”Buku 'Data Dasar Gunung Api' yang disusun oleh K. Kusumadinata adalah sebuah karya jenius. Oleh karena itu, tanpa mengurangi rasa hormat saya pada beliau, saat ini saya sedang menyusun tambahan data agar buku itu up to date”.
Selain menulis tentang gunung api, beliau juga aktif menulis di media yang baru: internet. Beliau termasuk sedikit dari pejabat instansi Pemerintah yang memanfaatkan internet sebagai sarana menyampaikan informasi atau menulis ilmiah populer. Tentang kegiatan yang satu ini Pak Syamsul bercerita antara lain sebagai berikut: ”Setiap bulan Ramadhan saya menulis ceramah singkat setiap hari di milist (sarana diskusi melalui internet-red) VSI, sejak tahun 2003”. VSI adalah website Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (http://www.vsi.esdm.go.id/).
Selanjutnya beliau menyampaikan bahwa data yang harus ditambahkan agar buku ”Data Dasar Gunung api Indonesia” lebih up to date adalah data berupa letusan dan kronologinya mulai tahun 1974 hingga 2007. ”Hingga sekarang seluruh data letusan gunung api di Sulawesi dan Maluku untuk periode tahun itu telah selesai
64 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 2 0 0 7
Hobi Fotografi Hobi Pak Syamsul berkaitan dengan aktivitas pekerjaannya sehari-hari: fotografi, terutama fotografi gunung api. Hal ini beliau nyatakan sendiri saat diwawancara: ”Saya adalah salah satu fotografer vulkanologi yang memiliki banyak koleksi foto (foto gunung api-red). Sebagian
daripadanya merupakan foto langka seperti foto letusan G. Colo 1983”. Ya, tepat kiranya apa yang disampaikan beliau tentang hobbinya itu. Puluhan foto G. Colo beliau pamerkan bersama 150 foto gunung api lainnya pada pameran foto gunung api tahun 2003 di Auditorium Geologi. Pameran itu mengambil tema tentang foto gunung api Indonesia yang meletus dalam kurun tahun 1950-2003.
bermanfaat bagi orang banyak. Ya, betapa tidak, tugas mengamati gunung api atau mendapatkan pengalaman scientific melihat gunung api meletus bukanlah tugas yang mudah. Bukan saja ilmu dan biaya, bahkan nyawa pun dipertaruhkan untuk itu. Namun, Pak Syamsul menjalaninya dengan tabah, dan menjadikannya tugas itu sebagai jembatan pencapaian hobi yang bermanfaat: fotografi gunung api.
Pak Syamsul menuturkan bahwa hobi fotografi beliau muncul sejak beliau duduk di bangku SMA. Pengalaman beliau belajar fotografi hingga mencapai prestasi puncaknya dalam fotografi gunung api beliau ceritakan sebagai berikut: “...itu bermula dari tawaran seorang teman untuk mengabadikan pesta pernikahan kakaknya. Saya nekad menyanggupinya. Hasilnya, dari satu roll film hanya empat jepretan yang jadi. Sisanya gelap. Dari kejadian itu saya mengambil banyak pelajaran. Sejak saat itu semua buku mengenai fotografi saya cari dan baca”. Hasilnya? Amati foto-foto gunung api karya beliau, niscaya akan tampak karya serius, bermutu, dan berharga tentang fotografi gunung api.
Catatan Akhir dan Data Diri Masa kerja Pak Syamsul di PVMBG, Badan Geologi, DESDM akan berakhir pada akhir Desember 2007. Mulai Januari tahun depan Pak Syamsul akan memasuki masa pensiun. Meskipun demikian, kami yakin semangat Pak Syamsul untuk bekerja dan berkarya tak akan pernah padam. Beliau telah mewariskan semangat dan keteguhan dalam bekerja. Yustinus Sulistiyo, salah seorang teman dan anak buah beliau di BPPTK mengatakan bahwa salah satu yang dia kagumi dari Pak Syamsul adalah keberaniaannya mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah.
Untaian kalimat penutup dari Pak Syamsul, berkenaan dengan hobi beliau saat WG mewawancarainya, menyiratkan pesan yang dalam tentang ”tradisi” fotografi gunung api di tempatnya bekerja. Bahwa kelak setelah beliau pensiun agar ada staf PVMBG yang melanjutkan kegemarannya itu. Simak kutipan kalimat tersebut berikut ini: ”Selama di Vulkanologi (DV hingga PVMBG), sebuah kamera analog buatan tahun 60-an tak bernomor inventaris menemani saya bekerja. Kamera itu berasal dari Pak Suparto lalu berpindah tangan ke Pak Suratman, keduanya sudah lama memasuki purna bakti. Telah banyak peristiwa dan gunung api yang saya abadikan dengan kamera ini. Setelah masa pensiun saya datang, saya berniat menitipkan kamera ini tersebut kepada salah seorang yang mau melanjutkan kegemaran memotret”.
Untuk lebih mengenal beliau, berikut ini data diri Pak Syamsul: Dilahirkan di Wajo, Sulawesi Selatan, 12 Desember 1951. Beliau menyelesaikan SD dan SMP berturut-berturut tahun 1965 dan 1968 di Pinrang, Sulawesi Selatan dan SMA tahun 1971 di Makassar. Setelah SMA, beliau melanjutkan ke AGP di Bandung hingga lulus (D3) tahun 1973 dan program diploma spesialisasi seismologi gunung api di Tsukuba, Jepang, lulus pada tahun 1986. Bekerja sebagai PNS sejak 1983 Direktorat Vulkanologi (PVMBG sekarang), DESDM, hingga saat ini. Alamat beliau sekarang adalah: Komp Pasir Pogor, No. 22, Ciwastra, Bandung 40287. Selamat menyongsong masa pensiun, Pak Syamsul; semoga bahagia dan tetap berkarya untuk kemajuan dunia vulkanologi Indonesia!.n Tim Warta Geologi
Dengan hobi yang ditekuninya, Pak Syamsul juga telah mengajarkan kepada kita bagaimana mengubah kesulitan menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi diri sendiri dan
Profil 65
Geofoto
Aktivitas Pertambangan Rakyat Memerlukan Pembinaan Melalui Program Konservasi Pertambangan Skala Kecil
Bumi Kita Semakin Penat, Tak Adakah Jenak Waktu untuk Segera Memahami dan Bertindak Menyelamatkan Tempat Tinggal Kita?
Badan Geologi-Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral www.bgl.esdm.go.id