ADSORPSI ION Cd2+ DAN Cr6+ PADA LIMBAH CAIR MENGGUNAKAN KULIT SINGKONG
HASRIANTI
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012
2
ADSORPSI ION Cd2+ DAN Cr6+ PADA LIMBAH CAIR MENGGUNAKAN KULIT SINGKONG
Disusun & diajukan oleh
HASRIANTI Nomor Pokok: P0302210002
Menyetujui, Komisi Penasehat
__________________ Prof. Dr. M. Sjahrul, M.Agr Ketua
__________________ Dr. Paulina Taba, M.Phil Anggota
Mengetahui, Ketua Program Studi PLH PPS-UNHAS
_____________________ Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc
3
PRAKATA
ّللا ال َّر ْحم ِن ال َّر ِح ْي ِم ْ ِِِب ِ س ِم ه Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya jualah sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Gagasan yang melatari tajuk permasalahan ini timbul dari hasil pengamatan penulis terhadap timbulnya berbagai jenis pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan industri, dalam kegiatan tersebut menghasilkan limbah yang perlu dilakukan pengolahan agar tidak mencemari lingkungan. Penulis bermaksud menyumbangkan sebuah konsep untuk pengolahan limbah cair industri yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) khususnya logam berat dengan menggunakan limbah padat dari industri lain yaitu limbah kulit singkong dari industri tapioka. Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka penyusunan tesis penelitian ini, yang hanya berkat bantuan berbagai pihak, maka tesis penelitian ini selesai pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ayahanda Baco Dg. Ngempo dan Ibunda tercinta Jumaliah yang telah melahirkan, mengasuh dan membesarkanku dengan penuh pengorbanan serta selalu memotivasi penulis untuk senantiasa berkarya dan beribadah. Salam hormat dan maafku bila ananda belum mampu memberikan yang terbaik. 2. Prof. Dr. M. Sjahrul, M. Agr sebagai Ketua Komisi Penasihat dan Dr. Paulina Taba, M. Phil sebagai Anggota Komisi Penasehat terima kasih atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan mulai dari pengembangan minat terhadap penulisan tesis penelitian ini. 3. Seluruh Staf pengajar dan pegawai akademik Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar. 4. Para keluarga, dan adik-adikku tersayang Briptu Kamaruddin, Sudomo, Sunarti dan Sumarni yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan serta do‟anya. 5. Teman-teman PLH Angkatan 2010 „‟ Pak Lasire, Hasyim, Kak Sakinah, Kak Eryk, Pak Gede‟, Wayan, Kak Yusri, Kak Fiah, Kak Rahma, Kak Alam, Kak Roem, Kak Iman, Kak Odha, Vera, Kak Akhir, Ibu Ria, Kak Imhe, dan Amel „‟, tak lupa juga teman-teman PLH 2011 ” Jeng Mimi, Kak Zamrud Intani, dan Kak Sidiq yang telah banyak memberikan inspirasi dan motivasi, Thank‟s atas segala kenangan indah yang kalian berikan selama perkuliahan, serta senantiasa saling memberikan dukungan dan do‟anya dalam penyelesaian tesis ini.
4
Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dan partisipasi dalam penyelesaian tesis ini. Akhirnya penulis memanjatkan do‟a kepada Allah SWT, semoga segala bantuan yang diberikan kepada penulis baik berupa moril maupun materi mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amien.
Makassar,
Agustus 2012
Hasrianti
5
DAFTAR ISI Halaman PRAKATA
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
DAFTAR SIMBOL
x
ABSTRAK
xi
ABSTRACT
xii
I.
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
4
C. Tujuan Penelitian
4
D. Manfaat Penelitian
5
E. Ruang Lingkup Penelitian
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
6
A. Pencemaran Air
6
B. Logam Berat
8
1.
Logam Kadmium (Cd)
10
2.
Logam Krom (Cr)
11
C. Adsorpsi
13
D. Waktu Kontak
14
E. pH
15
F. Kapasitas Adsorpsi
16
G. Isotermal Adsorpsi
19
1.
Isotermal Langmuir
20
2.
Isotermal Freundlich
20
H. Potensi Kulit Singkong sebagai Adsorben Logam Berat
21
I. Kerangka Konseptual
23
6
J. Hipotesis III. METODE PENELITIAN
25 27
A. Rancangan Penelitian
27
B. Lokasi dan Waktu
27
C. Bahan dan Alat
27
D. Teknik Pengambilan Sampel
28
E. Prosedur Kerja
28
F. Pengolahan Data
30
G. Analisis Data
31
H. Diagram Alir Penelitian
32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
33
A. Penentuan Waktu Kontak Optimum
33
B. Penentuan pH Optimum
34
C. Penentuan Kapasitas Adsorpsi
37
D. Adsorpsi Ion Cd2+ dan Cr6+ dari Limbah Cair
42
V. PENUTUP
45
A. Kesimpulan
45
B. Saran
46
DAFTAR PUSTAKA
47
LAMPIRAN
51
7
DAFTAR TABEL Nomor
halaman
1.
Klasifikasi umum dari bahan pencemar air
8
2.
Asam dan basa beberapa senyawa dan ion menurut prinsip
18
HSAB pearson 3.
bagiannya
22
Jumlah ion Cd2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi sebagai fungsi waktu
34
Komposisi
kimia
singkong
pada
beberapa
berdasarkan bahan kering
4.
kontak
5.
Jumlah ion Cd2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi sebagai fungsi pH
36
6.
Jumlah ion Cd2+ yang diadsorpsi oleh kulit singkong sebagai
37
fungsi konsentrasi pada waktu 3 jam dan pH 6,1
7.
Jumlah ion Cr6+ yang diadsorpsi oleh kulit singkong sebagai
39
fungsi konsentrasi pada waktu 3 jam dan pH 6,1
8.
Hasil pemeriksaan kualitas air limbah rumah sakit Ibnu Sina
43
9.
Jumlah ion Cd2+ yang diadsorpsi dari limbah cair dengan
44
menggunakan kulit singkong
8
DAFTAR GAMBAR Nomor
halaman
1.
Kerangka konseptual
24
2.
Diagram alir penelitian
30
3.
Pengaruh waktu kontak terhadap jumlah ion Cd2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi
4
Pengaruh pH terhadap jumlah ion Cd2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi
5
Jumlah ion Cd2+ yang diadsorpsi oleh kulit singkong sebagai fungsi konsentrasi pada waktu 3 jam dan pH 6,1
34 36 37
6
Isotermal Langmuir dari adsorpsi ion Cd 2+ oleh kulit singkong
38
7
Isotermal Freundlich dari adsorpsi ion Cd2+ oleh kulit singkong
38
8
Jumlah ion Cr6+ yang diadsorpsi oleh kulit singkong sebagai fungsi konsentrasi pada waktu 3 jam dan pH 6,1
9
Isotermal Langmuir dari adsorpsi ion Cr6+ oleh kulit singkong
10 Isotermal Freundlich dari adsorpsi ion Cr6+ oleh kulit singkong
40 41 41
9
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
halaman
1.
Skema pembuatan adsorben kulit singkong
47
2.
Skema kerja penentuan waktu kontak optimum adsorpsi
48
3.
Skema kerja penentuan pengaruh pH optimum adsorpsi
49
4.
Skema kerja penentuan kapasitas adsorpsi
50
5.
Skema kerja adsorpsi ion Cd2+ dan Cr6+ dari limbah cair
51
6.
Hasil penentuan waktu kontak optimum adsorpsi ion Cd 2+ dan Cr6+
52
kulit singkong dengan konsentrasi 10 mg/L
7.
Hasil penentuan pH optimum adsorpsi ion Cd2+ dan Cr6+ kulit
53
singkong dengan konsentrasi 10 mg/L
8.
Hasil penentuan isotermal adsorpsi ion Cd 2+ dan Cr6+
pada
54
Hasil perhitungan kapasitas adsorpsi dan energi adsorpsi ion Cd 2+
55
adsorben kulit singkong
9
pada adsorben kulit singkong untuk isotermal Langmuir
10 Hasil perhitungan kapasitas adsorpsi dan energi adsorpsi ion Cd 2+
56
pada adsorben kulit singkong untuk isotermal Freundlich
11 Hasil perhitungan kapasitas adsorpsi dan energi adsorpsi ion Cr 6+
57
pada adsorben kulit singkong untuk isotermal Langmuir
12 Hasil perhitungan kapasitas adsorpsi dan energi adsorpsi ion Cr 6+
58
pada adsorben kulit singkong untuk isotermal Freundlich
13 Hasil penentuan jumlah adsorpsi ion Cd 2+ kulit singkong dari limbah cair
59
10
DAFTAR SIMBOL
B
=
Intensitas adsorpsi (L/mg)
Co
=
Konsentrasi ion logam sebelum adsorpsi (mg/L)
Ce
=
Konsentrasi ion logam setelah adsorpsi (mg/L)
K
=
Kapasitas adsorpsi isotermal Freundlich (mg/g)
Mesh
=
Satuan untuk ukuran ayakan
M
=
Massa adsorben yang digunakan (g)
N
=
Intensitas adsorpsi isotermal Freundlich (L/g)
Ppm
=
Part per million
qe
=
Jumlah ion logam teradsorpsi (mg/g)
Qo
=
Kapasitas adsorpsi (mg/g)
T
=
waktu
V
=
Volume larutan ion logam (L)
Wa
=
Jumlah adsorben, Kulit Singkong (g)
X
=
Jumlah zat terlarut yang diserap (mg)
11
ABSTRAK
HASRIANTI. Adsorpsi ion Cd2+ dan Cr6+ pada limbah cair menggunakan kulit singkong (dibimbing oleh M. Sjahrul dan Paulina Taba). Penelitian ini bertujuan menentukan (1) kondisi optimum (waktu dan pH) adsorpsi ion Cd2+ dan Cr6+ dengan menggunakan kulit singkong, (2) kapasitas adsorpsi ion Cd2+ dan Cr6+ dengan menggunakan kulit singkong, dan (3) jumlah ion Cd2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi dari limbah cair dengan menggunakan kulit singkong. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan di bak penampungan limbah cair rumah sakit umum Ibnu Sina dan dianalisis dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yang dilaporkan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu kontak optimum yang diperlukan untuk adsorpsi ion Cd2+ dan Cr6+ dengan menggunakan kulit singkong adalah 3 jam perendaman dan pH optimum adalah 6,1. Adsorpsi ion Cd2+ oleh kulit singkong lebih sesuai dengan isotermal adsorpsi Freundlich dengan nilai k = 0,0423 mg/g sedangkan adsorpsi ion Cr6+ lebih sesuai dengan isotermal adsorpsi Langmuir dengan nilai Qo = 12,82 mg/g. Jumlah ion Cd2+ yang diadsorpsi dari limbah cair dengan menggunakan kulit singkong yaitu sebanyak 0,00014 mg/g. Kata kunci: Adsorpsi, ion Cd2+ dan Cr6+ , isotermal adsorpsi, kulit singkong
12
ABSTRACT
HASRIANTI. Adsorption of Cd2+ and Cr6+ ions in waste water using cassava skin (Supervised by M. Sjahrul and Paulina Taba). This study aims to determine (1) under optimum conditions (time and pH) and Cr6+ Cd2+ ions adsorption using cassava skin, (2) ion adsorption capacity of Cd2+ and Cr6+ using cassava skin, and (3) the number of ions adsorbed Cd2+ and Cr6+ of waste water by using cassava skin. The research was conducted at the Central Health Laboratory of Makassar. The method used in research is descriptive. Sampling was carried out in tanks of liquid waste Ibnu Sina general hospitals and were analyzed using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Data were analyzed descriptively reported in tables and graphs. The results showed that the optimum contact time required for adsorption Cd2+ and Cr6+ ions using cassava skin is 3 hours of immersion and the optimum pH is 6,1. Cd2+ ion adsorption by the skin more cassava Freundlich adsorption isotherm according to the value of k = 0,0423 mg/g while the adsorption of ion Cr 6+ more in line with the Langmuir adsorption isotherm with a value of Qo = 12,82 mg/g. Amount of adsorbed ions Cd 2+ waste water by using the skin as much cassava 0,00014 mg/g . Key words: Adsorption, Cd2+ and Cr6+ Ions, Isothermal Adsorption, Cassava Skin
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan zat yang penting dalam kehidupan makhluk hidup di dunia. Namun saat ini, sebagian besar air telah tercemar oleh polutanpolutan berbahaya yang dapat menimbulkan masalah bagi kehidupan. Air buangan atau limbah cair yang berasal dari kegiatan industri merupakan penyebab utama terjadinya pencemaran air (Wardhana, 1995). Berbagai polutan
telah
dilaporkan
sebagai
bahan
berbahaya,
salah
satu
diantaranya adalah logam berat yang telah dilaporkan baik di Negara maju maupun Negara yang sedang berkembang (Darmono, 1995). Permasalahan pencemaran air juga telah terjadi di Sungai Tallo kota Makassar. Menurut BLHD, enam perusahaan diduga melakukan pencemaran dengan membuang limbah cair yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) di sepanjang Sungai Tallo, salah satu diantaranya adalah logam berat. Enam perusahaan tersebut yakni Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tallo, PT. Iradat Aman, PT. Sewatama, PT. Makassar Tene, PT. Katingan Timber Celebes (KTC), dan Rumah Sakit Umum Ibnu Sina. Pencemaran tersebut diduga terjadi karena perusahaan tersebut tidak melakukan pengolahan limbah terlebih
14
dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Letak perusahaan tersebut berada di sepanjang Sungai Tallo sehingga potensi pencemaran cukup tinggi (Fajar Makassar, 2010). Menurut Darmono (2006), logam berat yang berbahaya terutama yang mencemari lingkungan adalah merkuri (Hg), timbal (Pb), arsen (As), kadmium (Cd), krom (Cr), dan nikel (Ni). Logam kadmium (Cd) merupakan unsur logam berat yang paling beracun setelah Merkuri (Hg). Kadmium merupakan logam toksisitas kronis yang biasanya terakumulasi di dalam tubuh terutama dalam ginjal. Keracunan kadmium (Cd) dalam waktu lama bersifat toksik terhadap beberapa macam organ yaitu paru-paru, tulang, hati, dan ginjal. Disamping kadmium, logam krom merupakan logam berbahaya dan beracun yang dapat membahayakan lingkungan. Krom mempunyai daya racun yang tinggi dan dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut serta keracunan kronis. Efek samping dari bentuk krom hexavalen pada kulit adalah termasuk dermatitis, dan reaksi alergi kulit. Selain itu menyebabkan timbulnya gejala pernafasan termasuk batuk, sesak napas, dan hidung gatal. Logam-logam tersebut dapat terakumulasi dalam rantai makanan, maka perhatian yang serius telah dilakukan untuk menemukan metode yang efektif dan efisien untuk menghilangkannya dari air limbah industri (Darmono, 1995). Menurut Hariani dkk (2009), usaha-usaha pengendalian limbah ion logam belakangan ini semakin berkembang, yang mengarah pada upaya-upaya pencarian metode-metode baru yang
15
murah, efektif, dan efisien. Beberapa metode kimia maupun biologis telah dicoba untuk menghilangkan logam berat yang terdapat di dalam limbah, diantaranya adsorpsi, pertukaran ion (ion exchange), dan pemisahan dengan membran. Proses adsorpsi lebih banyak dipakai dalam industri karena mempunyai beberapa keuntungan, yaitu lebih ekonomis dan juga tidak
menimbulkan
efek
samping
yang
beracun
serta
mampu
menghilangkan bahan-bahan organik. Penggunaan bahan biomaterial sebagai penyerap
ion logam
berat merupakan alternatif yang dapat digunakan. Sejumlah biomaterial seperti lumut, daun teh, sekam padi serta beberapa organisme air, begitu juga dari bahan nonbiomaterial seperti perlit, tanah gambut, lumpur aktif dan lain-lain telah digunakan sebagai bahan penyerap logam-logam berat dalam air limbah (Hariani dkk, 2009). Berbagai jenis adsorben telah digunakan untuk menghilangkan logam berat. Contoh adsorben adalah berbagai variasi limbah pertanian yang digunakan untuk menghilangkan ion logam berat (Kahraman dkk, 2008), sekam padi untuk menghilangkan logam Cd dan Cr (Khan dkk, 2004), kulit singkong untuk menghilangkan logam Cu dan Pb (Pinandari, 2010), kulit singkong untuk menghilangkan logam Cu dan Zn (Agiri dan Akaranta, 2009), dan kitosan untuk menghilangkan logam Zn2+ (Karthikeyan dan Muthulakshmi ,2004). Limbah kulit singkong dapat dimanfaatkan sebagai bahan yang mampu mengurangi kadar logam berat berbahaya. Berdasarkan beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa kulit singkong memiliki kandungan
16
protein, sellulosa non-reduksi, serat kasar yang tinggi dan HCN (asam sianida). komponen-komponen tersebut mengandung gugus –OH, –NH2, –SH dan –CN yang dapat mengikat logam (Anonim, 2010). Kulit singkong mengandung C (Karbon) sebesar 59,31% yang berarti terdapat carbon yang tinggi, H (Hidrogen) sebesar 9,78%, O (Oksigen) sebesar 28,74% , N (Nitrogen) sebesar 2,06 % , S (Sulfur) sebesar 0,11% dan H 2O (Air) sebesar 11,4% (Akanbi, 2007). Selain itu, menurut Hanifah dkk (2010), kulit singkong juga mengandung 459, 56 ppm HCN (asam sianida).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, perumusan masalah penelitian adalah: 1. Berapakah kondisi optimum (waktu dan pH) adsorpsi ion Cd 2+ dan Cr6+ menggunakan kulit singkong ? 2. Berapakah kapasitas adsorpsi ion Cd 2+ dan Cr6+ menggunakan kulit singkong? 3. Berapakah jumlah ion Cd2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi dari limbah cair menggunakan kulit singkong?
C. Tujuan Penelitian 1. Menentukan kondisi optimum (waktu dan pH) adsorpsi ion Cd2+ dan Cr6+ menggunakan kulit singkong. 2. Menentukan kapasitas adsorpsi ion Cd 2+ dan Cr6+ menggunakan kulit singkong.
17
3. Menentukan jumlah ion Cd2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi dari limbah cair menggunakan kulit singkong.
D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan kepada Pemerintah dan pihak Industri dalam mengelola kegiatan industri yang berwawasan lingkungan agar dapat meminimalisirkan
terjadinya
pencemaran
lingkungan
khususnya
pencemaran logam berat. 2. Memberikan informasi mengenai adanya teknologi pengolahan limbah alternatif yang menggunakan limbah kulit singkong yang dapat diaplikasikan terhadap berbagai jenis limbah, agar limbah tersebut aman sebelum dibuang ke lingkungan.
E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada kajian adsorpsi ion Cd 2+ dan Cr6+ pada limbah cair dengan menggunakan kulit singkong, mencakup kondisi optimum (waktu dan pH), kapasitas adsorpsi dan jumlah ion Cd 2+ dan Cr6+
yang diadsorpsi dari limbah cair dengan menggunakan kulit
singkong.
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pencemaran Air
Pencemaran air atau polusi air dapat diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lainnya mengingat banyak pustaka acuan yang merumuskan definisi istilah tersebut. baik dalam kamus atau buku teks ilmiah. Pengertian pencemaran air juga didefinisikan dalam Peraturan Pemerintah, sebagai turunan dari pengertian pencemaran lingkungan hidup
yang
didefinisikan
dalam
undang-undang.
Dalam
praktek
operasionalnya. pencemaran lingkungan hidup tidak pernah ditunjukkan secara utuh, melainkan sebagai pencemaraan dari komponen komponen lingkungan
hidup,
seperti
pencemaran
air,
pencemaran
air laut,
pencemaran air tanah dan pencemaran udara (Warlina, 2004). Dalam PP No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun menyebabkan air
sampai ke tingkat
tertentu yang
tidak berfungsi agi sesuai dengan peruntukannya”
19
(Pasal 1, angka 2). Definisi pencemaran air tersebut dapat diuraikan sesuai makna pokoknya menjadi 3 (tiga) aspek, yaitu aspek kejadian, aspek penyebab atau pelaku dan aspek akibat. Pencemaran air juga merupakan penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam semesta ini tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah tercemar. Walaupun di daerah pegunungan atau hutan yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari pencemaran air, air hujan yang turun di atasnya selalu mengandung bahan-bahan terlarut. seperti CO2, O2 dan N2, serta bahanbahan tersuspensi misalnya debu dan partikel-partikel lainnya yang terbawa air hujan dari atmosfer (Warlina, 2004). Berdasarkan
definisi
pencemaran
air,
penyebab
terjadinya
pencemaran dapat berupa masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air sehingga menyebabkan kualitas air tercemar. Masukan tersebut sering disebut dengan istilah unsur pencemar, yang pada prakteknya berupa buangan yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair. Air sering tercemar oleh berbagai komponen anorganik, diantaranya berbagai jenis logam berat yang berbahaya, yang beberapa di antaranya banyak digunakan dalam berbagai keperluan sehingga diproduksi secara kontinyu dalam skala industri (Palar, 1994).
20
Bahan pencemar air secara umum dapat diklasifikasikan seperti pada Tabel 1. Tidak semua perairan mengandung bahan pencemar yang sama karena terjadinya pencemaran ditentukan oleh banyak faktor. Tabel 1. Klasifikasi umum dari bahan pencemar air Jenis Bahan Pencemar
Pengaruhnya
Unsur-unsur renik
Kesehatan. biota akuatik
Senyawa organ logam
Transpor logam
Polutan anorganik
Toksisitas, biota akuatik
Asbestas
Kesehatan manusia
Hara-ganggang
Eutrofikasi
Radionuklida
Toksisitas
Zat pencemar organik renik
Toksisitas
Pestisida
Toksisitas. biota akuatik. satwa liar
PCB
Kesehatan manusia
Carsinogen
Penyebab kanker
Limbah minyak
Satwa liar, estetik
Patogen
Kesehatan
Detergen
Introfikasi, estetik
Sedimen
Kualitas air, estetik
Rasa. Bau dan Warna
Estetik
Sumber: Manahan, 1994.
B. Logam Berat Sekarang ini beban pencemaran dalam lingkungan air sudah semakin berat dengan masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia yang kadang kala sangat berbahaya dan beracun meskipun dalam
21
konsentrasi yang masih rendah seperti bahan pencemar logam-logam berat (Achmad, 2004). Istilah logam berat sebetulnya dapat dipergunakan secara luas terutama dalam perpustakaan ilmiah. Karakteristik dari kelompok logam berat antara lain memiliki gravitas spesifik yang sangat besar yaitu lebih dari 4, mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur-unsur lantanida, mempunyai respon biokimia khas pada organisme hidup (Palar, 1994). Beberapa logam berat tersebut banyak digunakan dalam berbagai keperluan. oleh karena itu diproduksi secara rutin dalam skala industri. Penggunaan logam-logam berat tersebut dalam berbagai keperluan sehari-hari berarti secara langsung maupun tidak langsung, atau sengaja maupun tidak sengaja. telah mencemari lingkungan (Fardiaz, 1992). Logam berat berbahaya yang terutama mencemari lingkungan adalah merkuri (Hg), timbal (Pb), arsen (As), kadmium (Cd), krom (Cr), dan nikel (Ni). Logam-logam berat diketahui dapat terakumulasi di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun. Dua macam logam berat yang sering mengkontaminasi air adalah merkuri dan timbal (Darmono, 2006). Menurut Palar (1994), logam berat masih termasuk golongan logam dengan
kriteria-kriteria
yang
sama
dengan
logam-logam
lain.
Perbedaanya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Sebagai
22
contoh, bila unsur logam besi (Fe) masuk ke dalam tubuh, meski dalam jumlah agak berlebihan, logam tersebut tidaklah menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap tubuh karena unsur besi (Fe) dibutuhkan dalam darah untuk mengikat oksigen. Sedangkan unsur logam berat baik itu logam berat beracun yang dipentingkan seperti tembaga (Cu) bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan pengaruhpengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh. Menurut Palar (2004), logam berat berdasarkan sifat racunnya dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan yaitu : a. Sangat beracun, dapat mengakibatkan kematian ataupun gangguan kesehatan yang pulih dalam waktu yang singkat. logam-logam tersebut adalah Hg, Pb, Cd, Cr dan As. b. Moderat. yaitu mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang pulih maupun tidak dalam waktu yang relatif lama. logam-logam tersebut adalah Ba, Be, Cu, Au, Li, Mn, Se, Te, Co dan Rb. c. Kurang beracun. logam ini dalam jumlah besar menimbulkan gangguan kesehatan. logam-logam tersebut adalah Al, Bi, Co, Fe, Ca, Mg, Ni, K, Ag, Ti dan Zn. d. Tidak beracun. yaitu tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Logamlogam tersebut adalah Na, Al, Sr dan Ca. 1. Logam Kadmium (Cd) Kadmium (Cd) adalah salah satu logam berat dengan penyebaran yang sangat luas di alam, logam ini bernomor atom 48, berat atom 112,40
23
dengan titik cair 321oC dan titik didih 765oC. Di alam Cd bersenyawa dengan belerang (S) sebagai greennocckite (CdS) yang ditemui bersamaan dengan senyawa spalerite (ZnS). Kadmium merupakan logam lunak (ductile) berwarna putih perak dan mudah teroksidasi oleh udara bebas dan gas amonia (NH3) (Palar, 2004). Kadmium yang bervalensi dua (Cd2+) merupakan bentuk terlarut stabil dalam lingkungan perairan laut pada pH dibawah 8,0. Kadar Cd di perairan alami berkisar antara 0,29-0,55 ppb dengan rata-rata 0,42 ppb. Dalam lingkungan alami yang bersifat basa, kadmium mengalami hidrolisis, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik. Di perairan alami, Cd membentuk ikatan baik dengan ligan organik maupun anorganik. seperti Cd(OH)+, CdCl+, CdSO4, CdCO3 dan Cd organik (Sanusi, 2006). 2. Logam Krom (Cr) Menurut Fardiaz (1992), krom memiliki sifat-sifat yang berbedabeda sesuai dengan tingkat ionitas senyawa yang terbentuk dari ion Cr 2+ yang bersifat basa dari ion Cr 3+ yang bersifat ampoter dan dari ion Cr 6+ yang bersifat asam. Apabila limbah yang banyak mengandung Cr masuk ke dalam perairan dapat terakumulasi ke dalam tubuh organisme sehingga dapat membahayakan organisme di dalam perairan dan dapat bersifat racun yang dapat menyebabkan kanker walaupun dalam jumlah kecil. Masalah yang timbul karena limbah logam berat (krom) cukup rumit
24
karena mempunyai sifat racun, tidak dapat hancur oleh organisme, dapat diakumulasi dalam tubuh organisme maupun manusia, langsung maupun tidak langsung. Krom merupakan logam transisi yang penting, senyawanya berupa senyawa kompleks yang memiliki berbagai warna yang menarik, berkilau, titik lebur pada suhu yang tinggi serta tahan terhadap perubahan cuaca (James, 1989). Selain itu pelapisan logam dengan kromium menghasilkan paduan logam yang indah, keras, dan melindungi logam lain dari korosi. Sifat-sifat kromium inilah yang menyebabkan logam ini banyak digunakan dalam industri elektroplating, penyamakan kulit, cat tekstil, fotografi, pigmen (zat warna), besi baja, dan industri kimia. Dilain pihak logam kromium ini juga dapat menimbulkan kerugian bagi lingkungan tanah, udara, dan terutama lingkungan air yang sangat vital bagi kehidupan manusia apabila tidak dikendalikan dengan baik (Darmono, 1995). Air yang mengandung ion Cr3+ dapat menimbulkan masalah karena ion logam ini dapat berubah menjadi ion Cr6+ yang bersifat toksik (racun), karena jika terakumulasi dalam tubuh dapat menyebabkan kanker dan perubahan genetik. Hal ini dapat terjadi karena krom dapat merusak selsel di dalam tubuh (Huheey, 1986). Cr3+ esensial bagi mamalia untuk metabolisme gula, ptotein, dan lemak. Senyawanya lebih stabil di air serta sifat racunnya tidak terlalu besar. Berbeda dengan Cr 6+ karena bersifat sangat oksidatif. Batas maksimum Cr6+ yang diperbolehkan dalam air sehat 0,05 mg/L sedangkan dalam air limbah 0,1 mg/L (DepKes RI, 1988).
25
C. Adsorpsi Adsorpsi adalah
proses fisik atau kimia
berakumulasi di permukaan
dimana
senyawa
(interface) antar dua fase. Interface
merupakan suatu lapisan yang homogen antara dua permukaan yang saling berkontak. Substansi yang diserap disebut adsorbat sedangkan material yang berfungsi sebagai penyerap disebut adsorben (Anonim, 2011). Menurut Anonim (2011), mekanisme yang terjadi pada proses adsorpsi yaitu : 1. Molekul-molekul adsorben berpindah dari fase bagian terbesar larutan ke permukaan interface. yaitu lapisan film yang melapisi permukaan adsorben atau eksernal. 2. Molekul adsorben dipindahkan dari permukaan ke permukaan luar dari adsorben (exterior surface). 3. Molekul-molekul adsorbat dipindahkan dari permukaan luar adsorben menyebar menuju pori-pori adsorben. Fase ini disebut dengan difusi pori. 4. Molekul adsorbat menempel pada permukaan pori-pori adsorben. Umumnya adsorpsi ion logam dari larutan ke permukaan adsorben merupakan adsorpsi fisik dimana gaya yang bekerja antar logam berat dari permukaan karbon aktif adalah gaya Van der Walls dimana tidak terjadi reaksi reaksi secara kimia atau pengikatan secara ionik logam dengan adsorben.
26
Menurut Mufrodi dkk (2008), ada dua metode adsorpsi yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Perbedaan dasar antara adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia adalah sifat dari gaya-gaya yang menyebabkan ikatan adsorpsi tersebut. 1. Adsorpsi fisika Ikatan Van der Walls. reversible. karena proses penyerapan dapat lepas kembali ke dalam pelarut, kalor adsorpsi kecil yaitu 5-10 kkal/mol, kecepatan pembentukan ikatan cukup tinggi, regenerasi dapat dilakukan, terjadi pada suhu rendah, makin tinggi suhu tingkat penyerapan semakin kecil. 2. Adsorpsi kimia Ikatan kimia irreversible, karena proses penyerapan tidak dapat dilepas kembali ke dalam pelarut, kalor adsorpsi besar yaitu 10-100 kkal/mol, kecepatan pembentukan ikatan bisa lambat bisa cepat, tergantung besarnya energi aktivasi. Regenerasi tidak dapat dilakukan. terjadi pada suhu tinggi, makin tinggi suhu tingkat penyerapan semakin besar.
D. Waktu Kontak Waktu untuk mencapai keadaan setimbang pada proses serapan logam oleh adsorben berkisar antara beberapa menit hingga beberapa jam (Khasanah, 2009). Jumlah zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorben merupakan proses berkesetimbangan, sebab laju peristiwa
27
adsorpsi disertai dengan terjadi desorpsi. Pada awal reaksi, peristiwa adsorpsi lebih dominan dibandingkan dengan peristiwa desorpsi, sehingga adsorpsi berlangsung cepat. Pada waktu tertentu peristiwa adsorpsi cenderung berlangsung lambat pada keadaan berkesetimbangan tidak teramati perubahan secara makroskopis. Waktu tercapainya keadaan setimbang pada proses adsorpsi adalah berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh jenis interaksi yang terjadi antara adsorben dengan adsorbat. Secara umum, waktu tercapainya kesetimbangan adsorpsi melalui mekanisme secara fisika (physisorption) lebih cepat dibandingkan dengan melalui mekanisme secara kimia (chemisorptions) (Castellans, 1982).
E. pH Tingkat keasaman atau pH mempunyai pengaruh dalam proses adsorpsi. pH optimum dari suatu proses adsorpsi ditetapkan melalui uji laboratorium. pH mempengaruhi sisi aktif biomassa serta berpengaruh pada mekanisme adsorpsi ion logam. Pada pH rendah adsorpsi ion logam relatif kecil. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada kondisi asam. gugus fungsi yang terdapat pada adsorben terprotonasi, sehingga terjadi pengikatan ion hidrogen (H+) dan ion hidronium (H3O+) (Oscik, 1991). Sementara itu, ion-ion logam dalam larutan sebelum teradsorpsi oleh adsorben terlebih dahulu, mengalami hidrolisis, menghasilkan proton (Adamson, 1990).
28
Menurut Elliott, dkk (1986) dalam kondisi asam permukaan adsorben juga bermuatan positif sehingga terjadi tolakan antara permukaan adsorben dengan ion logam, akibatnya adsorpsi rendah. Sementara itu pada pH tinggi adsorpsi relatif tinggi, hal ini dapat terjadi karena kompleks hidrokso logam (MOH+) yang akan terbentuk didalam larutan lebih banyak, demikian juga permukaan adsorben akan bermuatan negatif dengan melepaskan proton sehingga melalui gaya elektrostatik akan terjadi tarik menarik yang menyebabkan peningkatan adsorpsi.
F. Kapasitas Adsorpsi Proses adsorpsi sangat sesuai untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi yang rendah dari campuran yang mengandung bahan lain dengan konsentrasi tinggi. Konsentrasi dalam larutan berpengaruh pada pengambilan spesifik ion logam dan dengan adanya variasi konsentrasi maka dapat ditentukan kapasitas adsorpsi dengan menggunakan isotermal adsorpsi. Adsorpsi diikuti dengan pengamatan isotermal adsorpsi yaitu hubungan antara banyaknya zat yang teradsorpsi persatuan
berat
adsorben
dengan
konsentrasi
zat
terlarut
pada
temperatur tertentu atau tetap yang dinyatakan dengan kurva. Permukaan zat padat dapat mengadsorpsi zat terlarut dari larutannya. Hal ini disebabkan karena adanya pengumpulan molekulmolekul
suatu
zat
pada
permukaan
zat
lain
sebagai
akibat
ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan tersebut. Kekuatan interaksi adsorbat dengan adsorben dipengaruhi oleh sifat dari adsorbat
29
maupun adsorbennya. Gejala yang umum dipakai untuk meramalkan komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat adalah kepolaran adsorben dengan
adsorbatnya.
Apabila
adsorbennya
bersifat
polar,
maka
komponen yang bersifat polar akan terikat lebih kuat dibandingkan dengan komponen yang kurang polar. Kekuatan interaksi juga dipengaruhi oleh sifat keras-lunaknya dari adsorbat maupun adsorben. Sifat keras untuk kation dihubungkan dengan kemampuan suatu kation untuk mempolarisasi anion dalam suatu ikatan (polarizing power cation). Kation yang mempunyai kemampuan besar untuk mempolarisasi anion cenderung bersifat keras. Kemampuan yang besar suatu kation untuk mempolarisasi anion dimiliki oleh ion-ion logam dengan ukuran (jari-jari) kecil dan muatan yang besar. Sebaliknya kemampuan yang kecil suatu kation untuk mempolarisasi anion dimiliki oleh logam-logam dengan ukuran besar namun muatannya kecil, sehingga diklasifikasikan sebagai ion lunak. Sedangkan pengertian keras untuk anion yaitu kemampuan suatu anion untuk mengalami polarisasi (polarisabilitas anion) akibat medan listrik dari kation. Anion yang bersifat keras
adalah
anion
yang
berukuran
kecil,
muatan
besar
dan
elektronegativitas tinggi, sebaliknya anion lunak dimiliki oleh anion dengan ukuran besar, muatan kecil dan elektronegativitas yang rendah. Ion logam keras berikatan kuat dengan anion keras dan ion logam lunak berikatan kuta dengan anion lunak (Castellans, 1982). Menurut Pearson (1963) mengklasifikasikan asam-basa Lewis menurut sifat keras dan lunaknya.
30
Рusat aktif pada permukaan padatan dapat dianggap sebagai ligan yang dapat mengikat logam secara selektif. Logam dan ligan dikelompokkan menurut sifat keras dan lunaknya berdasarkan pada polarisabilitas unsur. Pearson (1963), mengemukakan suatu prinsip yang disebut Keras Lunak Asam Basa (Hard and Soft Acid Base. HSAB). Ligan-ligan dengan atom yang sangat elektronegatif dan berukuran kecil merupakan basa keras. sedangkan ligan-ligan dengan atom yang elektron terluarnya mudah terpolarisasi akibat pengaruh ion dari luar merupakan basa lunak. Ion-ion logam yang berukuran kecil namun bermuatan positif yang besar, elektron
terluarnya
tidak
mudah
dipengaruhi
oleh
ion
dari
luar
dikelompokkan ke dalam asam keras. Ion-ion logam yang berukuran besar dan bermuatan kecil atau nol, elektron terluarnya mudah dipengaruhi oleh ion lain. dikelompokkan ke dalam asam lunak. Pengelompokan asam-basa menurut prinsip HSAB Pearson dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Asam dan basa beberapa senyawa dan ion menurut prinsip HSAB Pearson Keras (Golongan A) Perbatasan Lunak (Golongan B) Asam
H+, Li+, Na+, K+ Be2+, Mg2+, Ca2+, Sr2+ BF3, BCl3, B(OR)3 Al3+, Al(CH3)3, AlCl3, AlH3 Cr3+, Mn2+, Fe3+, Co3+
Fe2+, Co2+, Ni2+, Cu+, Ag+, Au+, Cd2+, Cu2+, Zn2+ Hg22+, Rh3+, Ir3+, Ru3+, Hg2+, CH3Hg+, 2+ 3O8 [Co(CN)5 ], Pd2+, Pt2+, Pt4+
31
Basa
F-, ClH2O, OH-, O2ROH, RO-, R2O, CH3COONO3-, ClO4CO32-, SO42-, PO43NH3, RNH2, N2H4
Br-
HIH2S, HS-, S2RSH, RS-, R2S NO2 , N3 SCN-, CN-, RNC, SO32CO C6H5NH2, C5H5N, S2O32N2 R3P, (RO)3P, R3As C2H4, C6H6
Sumber: Pearson (1963) Menurut prinsip HSAB, asam keras akan berinteraksi dengan basa keras untuk membentuk kompleks, begitu juga asam lunak dengan basa lunak. Interaksi asam keras dengan basa keras merupakan interaksi ionic, sedangkan interaksi asam lunak dengan basa lunak, interaksinya lebih bersifat kovalen. Porositas adsorben juga mempengaruhi daya adsorpsi dari suatu adsorben.
Adsorben
dengan
porositas
yang
besar
mempunyai
kemampuan menyerap yang lebih tinggi dibandingkan dengan adsorben yang memiliki porositas kecil. Untuk meningkatkan porositas dapat dilakukan dengan mengaktivasi secara fisika seperti mengalirkan uap air panas ke dalam pori-pori adsorben, atau mengaktivasi secara kimia. Salah satu cara mengaktivasi adsorben secara kimia adalah aktivasi selulosa melalui penggantian gugus aktif –OH pada selulosa dengan gugus HSO3- melalui proses sulfonasi (Gellerstedt, 1976).
G. Isotermal Adsorpsi Isotermal adsorpsi menggambarkan konsentrasi yang bergantung pada kesetimbangan distribusi ion-ion logam antara larutan dan fase padat pada suhu tetap. Untuk mendapatkan data kesetimbangan,
32
konsentrasi awal dibuat bervariasi sedangkan massa adsorben dalam tiap sampel tetap. Untuk menguji hubungan data antara adsorben dan konsentrasi larutan pada kesetimbangan digunakan model isotermal adsorpsi yaitu model isotermal Langmuir dan Freundlich (Nomanbhay dan Palanisamy. 2005). 1. Isotermal Langmuir Isotermal Langmuir mengasumsikan adsorpsi lapisan tunggal pada permukaan yang mengandung sejumlah tertentu pusat adsorpsi dengan energi-energi adsorpsi yang seragam tanpa perpindahan adsorbat pada bidang permukaan (Nix, 2001). Bentuk linear dari persamaan isotermal Langmuir ditunjukkan pada persamaan:
Ce adalah konsentrasi kesetimbangan (mg/L). q e adalah jumlah zat yang diadsorpsi per gram adsorben (mg/g). Q o adalah kapasitas adsorpsi dan b adalah intensitas adsorpsi. 2. Isotermal Freundlich Isotermal Freundlich ini digunakan pada energi permukaan yang heterogen dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Bentuk linear dari isoterm Freundlich ditunjukkan oleh persamaan:
33
dimana x adalah jumlah zat terlarut yang diadsorpsi. m adalah gram adsorben yang digunakan. C adalah konsentrasi kesetimbangan larutan. k dan n merupakan konstanta yang menggabungkan seluruh faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi seperti kapasitas dan intensitas adsorpsi (Namasivayam. 2001).
H. Potensi Kulit Singkong Sebagai Adsorben Logam Berat Kulit singkong merupakan limbah hasil pengupasan pengolahan produk pangan berbahan dasar umbi singkong, jadi keberadaannya sangat dipengaruhi oleh eksistensi tanaman singkong yang ada di Indonesia. Kulit singkong terkandung dalam setiap umbi singkong dan keberadaannya mencapai 16% dari berat umbi singkong tersebut. Diketahui produksi umbi singkong pada tahun 2008 adalah sebanyak 20,8 juta ton, artinya potensi kulit singkong di Indonesia mencapai angka 3,3 juta ton/tahun (Supriyadi, 1995). Indonesia penghasil singkong terbesar ketiga di dunia. Secara umum singkong-singkong tersebut diolah menjadi makanan ringan atau sebagai bahan baku pembuatan sagu. Sementara itu, kulit singkong banyak dibuang karena dianggap tak punya nilai guna bagi masyarakat. Pemanfaatannya hanya sebatas untuk pakan ternak. Limbah kulit singkong dapat dimanfaatkan sebagai bahan yang mampu mengurangi
34
kadar logam berat berbahaya. Logam-logam yang dapat diserap seperti timbal (Pb2+), tembaga (Cu2+) dan kadmium (Cd2+). Disebut logam berat berbahaya karena konsentrasi kecil dapat bersifat racun dan berbahaya. Singkong memiliki kandungan nutrisi yang berbeda pada setiap bagiannya. Komposisi kimia singkong pada beberapa bagiannya dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel
3.
Komposisi kimia singkong berdasarkan bahan kering
Kandungan nutrisi
Protein kasar Serat kasar Ekstrak eter Abu Ekstrak tanpa N Ca P Mg Energi metabolis
pada
beberapa
bagiannya
Daun (%)
Batang (%)
Umbi (%)
Kulit umbi (%)
23,2 21,9 4,8 7,8 42,2 0,972 0,576 0,451 2590
10,9 22,6 9,7 8,9 47,9 0,312 0,341 0,452 2670
1,7 3,2 0,8 2,2 92,1 0,091 0,121 0,012 1560
4,8 21,2 1,22 4,2 68 0,36 0,112 0,227 2960
Sumber: Devendra (1977)
Limbah kulit singkong dapat dimanfaatkan sebagai bahan yang mampu mengurangi kadar logam berat berbahaya. Berdasarkan beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa kulit singkong memiliki kandungan protein, sellulosa non-reduksi, serat kasar yang tinggi dan HCN (asam sianida). komponen-komponen tersebut mengandung gugus –OH, –NH2, –SH dan –CN yang dapat mengikat logam (Anonim, 2010). Kulit singkong mengandung C (Karbon) sebesar 59,31% yang berarti terdapat carbon yang tinggi, H (Hidrogen) sebesar 9,78%, O (Oksigen) sebesar 28,74% ,
35
N (Nitrogen) sebesar 2,06 % , S (Sulfur) sebesar 0,11% dan H 2O (Air) sebesar 11,4% (Akanbi, 2007). Selain itu, menurut Hanifah dkk (2010), kulit singkong juga mengandung 459, 56 ppm HCN (asam sianida).
I. Kerangka Konseptual
Berbagai aktivitas industri yang ada saat ini mengakibatkan banyaknya limbah yang dibuang ke lingkungan. Limbah tersebut utamanya adalah limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dapat menyebabkan
pencemaran
lingkungan
yang
berdampak
pada
kesehatan manusia. Penelitian ini mencoba menerapkan sebuah teknologi pengolahan pada limbah cair rumah sakit umum Ibnu Sina yaitu proses adsorpsi dengan pemanfaatan kulit singkong sebagai adsorben. Proses adsorpsi bahan pencemar ion Cd2+ dan Cr6+ dari limbah cair dengan menggunakan kulit singkong
diawali dengan
penentuan kondisi optimum adsorpsi yaitu waktu kontak dan pH serta kapasitas adsorpsi pada larutan ion logam yang ditentukan dengan menggunakan isotermal adsorpsi Langmuir dan Freundlich. Penentuan waktu kontak dan pH optimum dilakukan karena waktu kontak merupakan hal yang sangat menentukan dalam proses adsorpsi. Adsorpsi ion dari suatu zat terlarut akan meningkat apabila waktu kontaknya semakin lama. Sedangkan tingkat keasaman atau pH berpengaruh pada mekanisme adsorpsi ion logam karena dapat mempengaruhi sisi aktif biomassa.
36
Adapun hasil akhir proses adsorpsi bahan pencemar ion Cd2+ dan Cr6+ dari limbah cair dengan menggunakan kulit singkong yaitu untuk memperoleh hasil pengolahan limbah cair dengan konsentrasi ion Cd2+ dan Cr6+ sesuai standar baku mutu agar limbah cair tersebut aman untuk dibuang ke lingkungan. Untuk lebih memahami alur pemikiran penelitian ini. maka perlu dibuatkan kerangka pikir penelitian dalam melukiskan
hubungan
beberapa konsep yang akan diteliti yang arahnya untuk menjawab rumusan masalah dan disusun secara deskripif dengan hubungan variabel dan indikatornya dalam bentuk bagan seperti dibawah ini:
37
Aktivitas Industri
Pembuangan Limbah
Pencemaran Lingkungan
Limbah B3 (Logam Berat Cd dan Cr)
Teknologi Pengolahan Limbah Pemanfaatan kulit singkong sebagai adsorben
Konsentrasi ion Cd2+ dan Cr6+ pada limbah Cair sesuai standar baku mutu
Kesehatan manusia
Proses Adsorpsi Bahan Pencemar Ion Cd2+ dan Cr6+ Pada Limbah Cair
Limbah yang aman dibuang ke lingkungan
Gambar 1. Kerangka konseptual
J. Hipotesis 1. Adsorpsi ion Cd2+ dan Cr6+ dengan menggunakan kulit singkong ditentukan oleh kondisi optimum (waktu dan pH). 2. Kapasitas adsorpsi ion Cd2+ dan Cr6+ dengan menggunakan kulit singkong ditentukan dengan menggunakan dua model isotermal adsorpsi yaitu isotermal Langmuir dan Freundlich.
38
3. Jumlah ion Cd2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi dari limbah cair rumah sakit umum Ibnu Sina dengan menggunakan kulit singkong.
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilaksanakan ini menggunakan metode deskriptif dengan maksud mendapatkan informasi tentang adsorpsi ion Cd2+ dan Cr6+ pada limbah cair dengan menggunakan kulit singkong.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar, sampel limbah cair diambil dari bak penampungan limbah cair Rumah Sakit Umum Ibnu Sina. Penelitian ini berlangsung pada bulan Mei sampai Juni 2012.
C. Bahan dan Alat Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu: sampel limbah cair, kulit singkong (diambil dari limbah industri tapioka PT. Uma Pelita Abadi Gowa), larutan H2SO4 3 M, larutan HNO3 pekat, larutan NaOH, larutan HCl, larutan HNO3 2%, larutan standar kadmium murni 1000 mg/L, larutan standar krom murni 1000 mg/L, kertas saring Whatman 41, aquadest, plastik penutup botol sampel, dan kertas label. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : jeregen volume 40 liter, bak volume 1 liter, botol sampel, blender, kompor listrik, stirrer magnetic, saringan 100 mesh, pH meter, gelas piala, gelas ukur,
40
labu ukur, corong, Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) tipe 6200, neraca analitik, botol plastik, botol sampel, pipet volume, sendok plastik dan labu ukur.
D. Teknik Pengambilan Sampel Sampel limbah cair diambil pada bak penampungan limbah cair di Rumah Sakit Umum Ibnu Sina. Limbah tersebut kemudian dilakukan uji pendahuluan untuk mengetahui konsentrasi ion Cd2+ dan Cr6+, selanjutnya akan dimasukkan ke dalam bak pengolahan.
E. Prosedur Kerja 1. Penyiapan adsorben kulit singkong Kulit
singkong
dicuci
bersih
dengan
air
mengalir
untuk
menghilangkan kotoran. Setelah itu dijemur dibawah terik matahari selama 5 hari, kemudian dihaluskan dan diayak dengan ukuran 100 mesh (Pinandari, 2010). Adsorben kulit singkong yang dihasilkan selanjutkan siap digunakan. 2. Penentuan waktu kontak optimum Ke dalam 100 mL larutan ion Cd2+ dan Cr6+ 10 mg/L ditambahkan 1 gram adsorben kulit singkong dan diaduk dengan stirrer magnetic pada suhu kamar selama 1, 3, 6, 9, dan 12 jam. Lalu disaring dengan kertas saring Whatman 41. Konsentrasi ion Cd 2+ dan Cr6+ setelah adsorpsi ditentukan dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) tipe 6200. Setiap percobaan diulangi 2 kali.
41
3. Penentuan pH optimum Ke dalam 100 mL larutan ion Cd2+ dan Cr6+ 10 mg/L disiapkan pada pH 2, 4, 6 dan 8, masing-masing ditambahkan 1 gram adsorben kulit singkong dan diaduk dengan stirrer magnetic pada suhu kamar selama waktu optimum. Lalu disaring dengan kertas saring Whatman 41. Konsentrasi ion Cd2+ dan Cr6+ setelah adsorpsi ditentukan dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) tipe 6200. Setiap percobaan diulangi 2 kali. 4. Penentuan kapasitas adsorpsi Larutan ion Cd2+ dan Cr6+ dengan konsentrasi 20, 40, 80 dan 160 mg/L disiapkan pada pH optimum. Ke dalam tiap-tiap 100 mL larutan tersebut ditambahkan 1 gram adsorben kulit singkong dan diaduk dengan stirrer magnetic pada suhu kamar selama waktu optimum. Lalu disaring dengan kertas saring Whatman 41. Konsentrasi ion Cd 2+ dan Cr6+ setelah adsorpsi ditentukan dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) tipe 6200. Setiap percobaan diulangi 2 kali. 5. Adsorpsi Ion Cd2+ dan Cr6+ dari limbah cair Ke dalam 100 mL limbah cair dengan pH optimum ditambahkan 1 gram adsorben kulit singkong dan diaduk dengan stirrer magnetic pada suhu kamar selama waktu optimum. Lalu disaring dengan kertas saring Whatman 41. Konsentrasi ion Cd2+ dan Cr6+ setelah adsorpsi ditentukan dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) tipe 6200. Setiap percobaan diulangi 2 kali.
42
F. Pengolahan Data Konsentrasi ion Cd2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi untuk tiap perlakuan dihitung dari: Konsentrasi teradsorpsi = konsentrasi awal – konsentrasi akhir
Banyaknya ion-ion logam yang teradsorpsi (mg) per gram adsorben (kulit singkong) ditentukan menggunakan persamaan:
dimana
qe = jumlah ion logam yang teradsorpsi (mg/g) C0 = konsentrasi ion logam sebelum adsorpsi Ce = konsentrasi ion logam setelah adsorpsi V = volume larutan ion logam (L) W = jumlah adsorben, kulit singkong (g)
Kapasitas adsorpsi dihitung dari persamaan Langmuir (C e/ qe = 1/ Qob + Ce/Qo) atau persamaan Freundlich [log(x/m) = log k + 1/n (log C) dengan mengalurkan Ce/ qe terhadap Ce untuk persamaan Langmuir atau log(x/m) terhadap log C untuk persamaan Freundlich. Dari intersep persamaan Freundlich diperoleh nilai k (kapasitas adsorpsi) dan dari slope persamaan Langmuir dapat diperoleh nilai Qo yang berhubungan dengan kapasitas adsorpsi.
43
G. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yang dilaporkan dalam bentuk tabel dan grafik dengan menggunakan program Microsoft Office
Excel
2007.
Sampel
dianalisis
dengan
menggunakan
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu tipe AA 6200 untuk mengetahui jumlah ion Cd2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi dari limbah cair dengan menggunakan kulit singkong.
44
H. Diagram Alir Penelitian
Studi Literatur
Tahap Persiapan
Pengambilan Sampel Limbah dan Uji pendahuluan
Pembuatan Adsorben Kulit Singkong
Tahap Pelaksanaan
Penentuan Waktu Kontak Optimum
Penentuan pH Optimum
Penentuan Kapasitas Adsorpsi
Adsorpsi Ion Cd2+ dan Cr6+ dari limbah cair Gambar 2. Diagram alir penelitian
Analisis Konsentrasi Ion Cd2+ dan Cr6+ dengan SSA
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Waktu Kontak Optimum Waktu kontak merupakan hal yang sangat menentukan dalam proses adsorpsi. Adsorpsi ion dari suatu zat terlarut akan meningkat apabila waktu kontaknya semakin lama. Waktu kontak yang lama memungkinkan difusi dan penempelan molekul zat terlarut yang teradsorpsi berlangsung lebih banyak. Waktu untuk mencapai keadaan setimbang pada proses serapan logam oleh adsorben berkisar antara beberapa menit hingga beberapa jam (Khasanah, 2009). Tabel 4 dan Gambar 3 menunjukkan pengaruh waktu kontak terhadap jumlah ion Cd2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi. Waktu kontak optimum adsorpsi ion Cd2+ dan Cr6+ terjadi setelah 3 jam dengan jumlah ion yang diadsorpsi berturut-turut 0,90 mg/g dan 0,95 mg/g. Adsorpsi ion Cd2+ dan Cr6+ setelah waktu kontak 6, 9 dan 12 jam cenderung menurun, hal ini disebabkan karena adsorben kulit singkong sudah jenuh dengan ion logam.
46
Konsentrasi Cd2+ dan Cr6+ yang teradsorpsi (qe, mg/g)
Tabel 4. Jumlah ion Cd2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi sebagai fungsi waktu kontak Waktu Ion Kontak Cd2+ Cr6+ (jam) Ce (mg/L) qe (mg/g) Ce (mg/L) qe (mg/g) 1 3,23 0,68 2,62 0,74 3 1,04 0,90 0,50 0,95 6 1,05 0,90 0,45 0,96 9 1,11 0,89 0,55 0,95 12 1,38 0,86 0,49 0,95 Keterangan: Ce = konsentrasi ion logam setelah adsorpsi (mg/L) qe = jumlah ion logam yang teradsorpsi (mg/g)
1.2 1 0.8
0.9 0.68
0.95
0.95 0.9 0.96 0.89
0.74
0.95 0.86
Cd2+ Cr6+
0.6 0.4 0.2 0 1
3
6
9
12
Waktu (jam)
Gambar 3. Pengaruh waktu kontak terhadap jumlah ion Cd2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi
B. Penentuan pH Optimum Tingkat keasaman atau pH berpengaruh besar terhadap adsorpsi. Keadaan pH larutan mempengaruhi muatan pada permukaan adsorben, demikian halnya perubahan pH dapat mempengaruhi proses adsorpsi sehingga ion H+ dapat bereaksi dengan gugus fungsi pada sisi aktif permukaan adsorben. Variabel pH larutan merupakan hal penting dalam
47
adsorpsi ion logam karena ion hidrogen merupakan ion yang berkompetisi kuat dengan ion logam. Untuk mengetahui pengaruh pH pada proses adsorpsi, perlakuan dilakukan pada nilai pH yang berbeda-beda. Kondisi pH optimum ditentukan berdasarkan jumlah adsorpsi tertinggi adsorben kulit singkong terhadap ion logam. Tabel 5 dan Gambar 4 menunjukkan pengaruh pH terhadap jumlah ion Cd2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi. pH optimum adsorpsi ion Cd2+ dan Cr6+ oleh kulit singkong adalah 6,1 dengan jumlah ion yang diadsorpsi berturutturut 0,93 mg/g dan 1,00 mg/g. Hasil yang sama diperoleh dari hasil penelitian Nurhasni dkk (2009), penyerapan optimum ion Cr6+ dengan menggunakan sekam padi yaitu pada pH 6. Namun berbeda dengan ion Cd2+, penyerapan optimum ion Cd2+ dengan menggunakan sekam padi yaitu pada pH 5. Keaktifan gugus fungsional berinteraksi dengan ion logam pada permukaan adsorben kulit singkong memperlihatkan bahwa mulai dari pH rendah sampai pada pH optimum memberikan peningkatan adsorpsi bagi masing-masing ion Cd2+ dan Cr6+, selanjutnya setelah mencapai adsorpsi optimum maka adsorpsi cenderung menurun. Pada pH rendah yaitu pH 2,2 dan 4,1 adsorpsi ion Cd2+ dan Cr6+ rendah. Hal ini dikarenakan pada pH rendah permukaan adsorben dikelilingi oleh ion H+ (karena gugus fungsi yang terdapat pada adsorben terprotonasi). Dalam kondisi asam permukaan adsorben juga bermuatan positif, yang akan menyebabkan terjadi tolakan antara permukaan
48
adsorben dengan ion logam, sehingga adsorpsinya pun menjadi rendah. Sedangkan pada pH yang lebih tinggi yaitu pH 8,3, jumlah ion Cd2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi juga menurun karena adanya pengendapan pada pH tersebut sehingga jumlah ion Cd2+ dan Cr6+ yang ada dalam larutan berkurang (Oscik, 1991).
Konsentrasi Cd2+ dan Cr6+ yang teradsorpsi (qe, mg/g)
Tabel 5. Jumlah ion Cd2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi sebagai fungsi pH pH Ion Cd2+ Cr6+ Ce (mg/L) qe (mg/g) Ce (mg/L) qe (mg/g) 2,2 0,97 0,91 0,50 0,95 4,1 0,87 0,91 0,24 0,98 6,1 0,71 0,93 0,02 1,00 8,3 1,05 0,90 0,70 0,93 Keterangan: Ce = konsentrasi ion logam setelah adsorpsi (mg/L) qe = jumlah ion logam yang teradsorpsi (mg/g)
1.02 1 0.98 0.96 0.94 0.92 0.9 0.88 0.86 0.84
1 0.98 0.95 0.93 0.91
2.2
0.91
0.93 0.9
4.1
6.1
Cd2+ Cr6+
8.3
pH
Gambar 4. Pengaruh pH terhadap jumlah ion Cd2+ dan Cr6+ yang diadsorpsi
49
C. Penentuan Kapasitas Adsorpsi Tabel 6 dan Gambar 5 menunjukkan variasi jumlah ion Cd2+ yang diadsorpsi
sebagai fungsi konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasinya
maka jumlah ion Cd2+ yang diadsorpsi oleh adsorben kulit singkong juga semakin banyak.
Konsentrasi Cd2+ yang teradsorpsi (qe, mg/g)
Tabel 6. Jumlah ion Cd2+ yang diadsorpsi oleh kulit singkong sebagai fungsi konsentrasi pada waktu 3 jam dan pH 6,1 C0 Ce qe x/m Ce / qe log Ce log qe Persentase (mg/g) (mg/L) (mg/g) (%) 20 10,03 1,00 10,03 1,00 0 49,85 40 16,03 2,40 5,20 1,20 0,38 59,93 80 31,27 4,88 6,41 1,51 0,69 60,91 160 50,28 10,98 4,58 1,70 1,04 68,58 Keterangan: Co= konsentrasi ion logam setelah adsorpsi (mg/L) Ce= konsentrasi ion logam setelah adsorpsi (mg/L) qe = jumlah ion logam yang teradsorpsi (mg/g)
10.98
12 10 8
4.88
6 4 2
2.4 1
0 20
40
80
160
Co (mg/L)
Gambar 5. Jumlah ion Cd2+ yang diadsorpsi oleh kulit singkong sebagai fungsi konsentrasi pada waktu 3 jam dan pH 6,1 Untuk mengetahui kapasitas adsorpsi ion Cd2+ oleh adsorben kulit singkong maka digunakan dua model isotermal adsorpsi yaitu isotermal Langmuir dan Freundlich. Penentuan isotermal adsorpsi menandakan
50
adanya hubungan dengan kapasitas adsorpsi, oleh karena itu dibuat kurva Ce versus Ce/qe menurut model adsorpsi Langmuir (Gambar 6) dan kurva log Ce versus log x/m menurut model Freundlich (Gambar 7). Dengan membandingkan nilai garis kuadrat kecil, maka akan dipilih model isotermal adsorpsi yang sesuai.
12 10
Ce/qe
8 6
y = -0.0937x + 9.0746 2 R = 0.4764
4 2 0 0
10
20
30
40
50
60
Ce (mg/L)
Gambar 6. Isotermal Langmuir dari adsorpsi ion Cd 2+ oleh kulit singkong
1.2
y = 1.4062x - 1.3744 2 R = 0.9838
log qe
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
log Ce
Gambar 7. Isotermal Freundlich dari adsorpsi ion Cd 2+ oleh kulit singkong Adsorpsi ion Cd2+ dengan menggunakan kulit singkong lebih sesuai dengan isotermal adsorpsi Freundlich dengan nilai n = 0,7112 L/g dan k = 0,0423 mg/g. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Nurhasni dkk (2009),
51
pada penyerapan ion logam Cd2+ menggunakan sekam padi dengan nilai k = 0,8299 mg/g. Tabel 7 dan Gambar 8 menunjukkan variasi jumlah ion Cr6+ yang diadsorpsi
sebagai fungsi konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasinya
maka jumlah ion Cr6+ yang diadsorpsi oleh adsorben kulit singkong juga semakin banyak.
Konsentrasi Cr6+ yang teradsorpsi (qe, mg/g)
Tabel 7. Jumlah ion Cr6+ yang diadsorpsi oleh kulit singkong sebagai fungsi konsentrasi pada waktu 3 jam dan pH 6,1 C0 Ce qe x/m Ce / qe log Ce log qe Persentase (mg/g) (mg/L) (mg/g) (%) 20 0,46 1,95 0,24 -0,34 0,29 97,70 40 0,80 3,92 0,20 -0,10 0,59 98,00 80 0,79 7,92 0,10 -0,10 0,90 99,01 160 37,36 12,27 3,04 1,57 1,09 76,65 Keterangan: Co= konsentrasi ion logam setelah adsorpsi (mg/L) Ce= konsentrasi ion logam setelah adsorpsi (mg/L) qe = jumlah ion logam yang teradsorpsi (mg/g)
14 12 10 8 6 4 2 0
12.27 7.92 3.92 1.95
20
40
80
160
Co (mg/L)
Gambar 8. Jumlah ion Cr6+ yang diadsorpsi oleh kulit singkong sebagai fungsi konsentrasi pada waktu 3 jam dan pH 6,1 Untuk mengetahui kapasitas adsorpsi ion Cr6+ oleh adsorben kulit singkong maka digunakan dua model isotermal adsorpsi yaitu isotermal Langmuir dan Freundlich. Penentuan isotermal adsorpsi menandakan
52
adanya hubungan dengan kapasitas adsorpsi, oleh karena itu dibuat kurva Ce versus Ce/qe menurut model adsorpsi Langmuir (Gambar 9) dan kurva log Ce versus log x/m menurut model Freundlich (Gambar 10). Dengan membandingkan nilai garis kuadrat kecil, maka akan dipilih model isotermal adsorpsi yang sesuai.
3.5 y = 0.078x + 0.127 R 2 = 0.9977
3
Ce/qe
2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Ce (mg/L)
Gambar 9. Isotermal Langmuir dari adsorpsi ion Cr 6+ oleh kulit singkong
1.2 1 log qe
y = 0.016x0.8 + 0.6756 2 R = 0.0647 0.6 0.4 0.2 0 -12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
log Ce
Gambar 10. Isotermal Freundlich dari adsorpsi ion Cr6+ oleh kulit singkong
53
Adsorpsi ion Cr6+ dengan menggunakan kulit singkong lebih sesuai dengan isotermal adsorpsi Langmuir dengan nilai Q o = 12,82 mg/g dan b = 0,6142 L/mg. Berbeda dengan hasil penelitian Nurhasni dkk (2009), pada penyerapan ion logam Cr6+ menggunakan sekam padi lebih sesuai dengan isotermal adsorpsi Freundlich. Menurut Kojima dan Lee (2001) dalam Pavasant dkk (2005), bahwa spesies yang berbeda memberikan karakteristik penyerapan yang berbeda. Oleh karena itu, kesesuaian dari isotermal adsorpsi bergantung pada spesies adsorben yang digunakan. Hasil analisis memperlihatkan bahwa kapasitas adsorpsi kulit singkong terhadap ion Cd2+ lebih rendah dibandingkan dengan kapasitas adsorpsi ion Cr6+ hal ini disebabkan karena kandungan HCN (asam cianida) pada kulit singkong yang dapat mengadsorpsi ion Cd 2+
lebih
rendah dibandingkan dengan kandungan gugus OH yang dapat mengadsorpsi ion Cr6+.
D. Adsorpsi Ion Cd2+ dan Cr6+ dari Limbah Cair Limbah cair rumah sakit adalah semua air buangan yang berasal dari kegiatan rumah sakit meliputi kegiatan medik dan nonmedik. Limbah cair tersebut kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif serta logam berat yang berbahaya bagi kesehatan. Bahan organik dan anorganik yang ada dalam limbah cair rumah sakit umumnya diukur dengan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain (Kepmenkes RI, 2004). Hasil pemeriksaan air limbah rumah sakit umum
54
Ibnu Sina berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 69 Tahun 2010 Tentang Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup Lampiran No I.D.2. Baku Mutu Air Limbah Rumah Sakit, dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel 8. Hasil pemeriksaan kualitas air limbah rumah sakit Ibnu Sina No
Parameter uji
Satuan
Metode uji
Hasil
Maksimum keterangan yang diperbolehkan
C
Direct Reading
29
30
Memenuhi syarat Memenuhi syarat Tidak Memenuhi syarat Memenuhi syarat Tidak Memenuhi syarat Memenuhi syarat Memenuhi syarat
A. 1
FISIKA Suhu
B. 1
KIMIA pH
-
pH Meter
8,0
6,0-9,0
2
BOD5
mg/L
Winkler
38,04
30
3
COD
mg/L
Bikromat
59,43
70
4
mg/L
Gravimetri
57,20
30
5
Zat Padat Tersuspensi (TSS) NH3-Bebas
mg/L
Nessler
0,07
0,1
6
PO4
mg/L
Spectrofoto metric
0,15
2
C. 1
MIKROBIOLOGI MPN-Kuman Golongan Coli
jml/ 100
75
10.000
o
MPN
Sumber: Balai Besar K3 Makassar (2012) Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, standar baku mutu logam berat pada perairan yaitu untuk logam Cd 0,01 mg/L dan Cr 0,05 mg/L. Tabel 9 menunjukkan bahwa konsentrasi awal ion Cd2+ pada limbah cair rumah sakit umum Ibnu Sina 0,0114 mg/L sudah melebihi
Memenuhi syarat
55
standar baku mutu, sedangkan ion Cr 6+ tidak terdeteksi, sehingga proses adsorpsi untuk ion Cr6+ tidak dilakukan. Tabel 9. Jumlah ion Cd2+ yang diadsorpsi dari limbah cair dengan menggunakan kulit singkong Ion Cd2+ Co (mg/L) Ce (mg/L) qe (mg/g) 0.0114 0.0100 0.00014
Adsorpsi ion Cd2+ pada limbah cair rumah sakit memperlihatkan hasil yang kurang efektif, jumlah ion Cd2+ yang diadsorpsi hanya sebanyak 0,00014 mg/g. Hal ini disebabkan karena proses adsorpsi pada limbah cair rumah sakit juga dipengaruhi oleh adanya kemungkinan adsorpsi terhadap bahan organik atau ion logam lain yang ada dalam limbah cair rumah sakit (Oscik, 1991). Namun setelah proses adsorpsi konsentrasi ion Cd2+ pada limbah cair rumah sakit umum Ibnu Sina sudah sesuai standar baku mutu yaitu 0,01 mg/L dan aman untuk dibuang ke lingkungan.
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kulit singkong dapat digunakan sebagai adsorben ion Cd2+ dan Cr6+ dengan hasil sebagai berikut: 1. Waktu kontak optimum yang diperlukan untuk adsorpsi ion Cd2+ dan Cr6+ dengan menggunakan kulit singkong adalah 3 jam perendaman dan pH optimum adalah 6,1. 2. Adsorpsi ion Cd2+ oleh kulit singkong lebih sesuai dengan isotermal adsorpsi Freundlich dengan nilai k = 0,0423 mg/g sedangkan adsorpsi ion Cr6+ lebih sesuai dengan isotermal adsorpsi Langmuir dengan nilai Qo = 12,82 mg/g. 3. Jumlah ion Cd2+ yang diadsorpsi dari limbah cair rumah sakit umum Ibnu Sina dengan menggunakan kulit singkong 0,00014 mg/g dari 0,0114 mg/g.
yaitu sebanyak
57
B. Saran
1. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui efektifitas dan komposisi terbaik adsorben untuk adsorpsi logam berat pada limbah cair agar dapat diimplementasikan secara nyata. 2. Perlu adanya kerja sama dan dukungan pemerintah serta pihak industri agar teknologi adsorpsi logam berat pada limbah cair dengan menggunakan adsorben dapat diaplikasikan secara langsung.
58
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Andi Offset, Yogyakarta. Adamson, A.W. 1990. Physical Chemistry of Surface 5th ed. John Wiley and Sons, New York. Agiri, O. G. And Akaranta, O. 2009. Adsorption of Metal Ions by Dye Treated Cassava Mesocarp. (Online). 4(5) 526-530. (http://science direct.com, diakses 29 Maret 2012). Akanbi. 2007. The Use of Compost Extract as Foliar Spray Nutrient Source and Botanical Insecticide in Telfairia occidentalis. World Journal of Agricultural Sciences. Anonim. 2011. Adsorpsi. (http://www. Artikelkimia. 47101522082011, diakses 29 Maret 2012).
Info/adsorpsi-
Anonim. 2010. Kulit Singkong Cegah Logam (http://teknokra.com/more/teknologi/46-teknologi/151-kulitsingkong-cegah-logam-berbahaya-.html, diakses 29 Maret 2012). Balai Besar K3 Makassar. 2012. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Limbah Rumah Sakit Ibnu Sina. Castellan, G. W., 1982. Physical Chemistry, Second Edition. McGraw Hill, New York. Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia, Jakarta. Darmono. 2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran; hubungannya dengan toksikologi senyawa logam. Universitas Indonesia, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1988. Pedoman Umum Pengawasan Pencemaran Limbah Indsutri. Ditjen PPM dan Ditjen PLK, Jakarta. Devendra, C. 1977. Cassava as a Feed Source For Ruminant. In: Cassava as Animal Feed. Nestel, B. and M. Graham (Eds.). IDRC095e. 107 – 119. Elliott, H.A, Liberati, M.R, and Huang, C.P. 1986. Jurnal Environ. Qual. 15, 3, 214-219.
59
Fajar Makassar. 13 Mei, 2010. Tallo Sudah Tercemar. (Online). (http://Fajar@news. Com, diakses 24 Oktober 2011). Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta. Gellerstedt, G. 1976. The Reaction of Lignin During Sulfite Pulping. Svensk Paperstidn, 79: 537-543. Hanifah, V. W., Yulistiani, D. dan Asmarasari, S. A. A. 2010. Optimalisasi Pemanfaatan Limbah Kulit Singkong Menjadi Pakan Ternak dalam Rangka Memberdayakan Pelaku Usaha Enye-enye. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hariani, P. L., Nurlisa, H. dan Melly, O. 2009. Penurunan Konsentrasi Cr(IV) Dalam Air Dengan Koagulan FeSO4. Jurnal Penelitian Sains. (Online), 12, 2(C), 12208. (jpsmipaunsri-v12-no2-08-c-puji.pdf, Adobe reader, diakses 8 Maret 2012). Huheey. 1986. Inorganic Chemistry, 2nd edition. John Wiley and Sons, New York. James, S. R. 1989. Chromium. John Wiley and Sons, New York. Kahraman S, Dogan N, and Erdemoglu S. 2008. Use of various argicultural wastes for the removal of heavy metal ions. Int. J. Environment Pollut. (Online) 34(1-4): 275-284 (http://science direct.com, diakses 22 Juni 2012). Karthikeyan G Anbalagan K, and Muthulakshmi N. 2004. Adsorption Dynamics and Equilibrium Studies of Zn (II) onto Chitosan. J. Chem. Sci. (Online), 2(116): 119-127(http://science direct.com, diakses 22 Juni 2012). Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204 Tahun 2004 Tentang Limbah Cair Rumah Sakit. Khan, A. N., Ibrahim, S., and Subramaniam, P. 2004. Elimination of Heavy Metals from Wastewater Using Agricultural Waste as Adsorbents. Malaysian Journal of Science. (Online), 23, 43-51(http://science direct.com, diakses 20 Maret 2012). Khasanah. 2009. Adsorpsi Logam Berat. Oseana. Manahan, S. E. 1994. Environmental Chemistry. Lewis Publisher, Boston.
60
Mufrodi, Z. Widiastuti, N. Dan Kardika, R. C. 2008. Adsorpsi Zat Warna Tekstil dengan Menggunakan Abu Terbang (Fly Ash) untuk Variasi Massa Adsorben dan Suhu Operasi. Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Namasivayam, C. 2001. Uptake of Dyes by a Promosing Locally Available Agriculture Solid Waste. Coir Pith, Was. Manag. 21, 381-387. Nix,
R. 2001. An Introduction of Surface Chemistry. (Online). (http://www.Chem.Qurm.ac.vk/survace/scc, diakses 23 Juli 2012).
Nomanbhay, S. M. And Palanisamy, K. 2005. Removal of Heavy Metal from Industrial Wastewater Using Chitosan Coated Oil Palm Shell Charcoal. J. Elect. Biotechnol. 8, 43-53. Nurhasni. Hendrawati. Dan Saniyyah, N. 2009. Penyerapan Ion Logam Cd dan Cr dalam Air Limbah Menggunakan Sekam Padi. Tesis. Unversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Oscik, J. 1991, Adsorbtion, Edition Cooper, I.L. John Wiley and Sons, New York. Palar, H. 1994. Toksikologi dan Pencemaran Lingkungan. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Pavasant, P., Apiratikul, R., Sungkhum, V., Suthiparinyanont, P., Wattanachira, S., Marhaba, T. F. 2005. Biosorption of Cu2+, Cd2+, Pb2+, and Zn2+ Using Dried Marine Green Macroalga Caulerpa lentilifera, Bioresource Technol. xxx, xxx - xxx (Online), (http://science direct.com, diakses 10 Juli 2012). Pearson, R. G. 1963. Hard and Soft Acids and Bases. J. Am. Soc. 85: 3533-3539. Peraturan Pemerintah Nomor. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan Pemerintah Nomor. 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air. Pinandari, W. A. 2010. Pemanfaatan Limbah Kulit Singkong Industri Tapioka sebagai Bioremoval Logam Berat Asam Tambang dengan
61
Biomassa Filter. Program Kreativitas Mahasiswa. Universitas Lambung Mangkurat, Banjar Baru. Sanusi, H. 2006. Kimia Laut, Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan Lingkungan. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Shofia, F. 2006. Pengaruh pH Larutan dan Lama Pengocokan Terhadap Adsorpsi Timbal (II) oleh Biomassa Daun Rumput Gajah, Universitas Brawijaya, Malang Supriyadi. 1995. Pengaruh Tingkat Penggunaan Hasil Fermentasi Kulit Ubi Kayu oleh Jamur Asfergillus niger dalam Ransum terhadap Performan Ayam Pedaging Periode Starter. Skripsi. Universitas Padjadjaran, Bandung. Wardhana, W.A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset, Yogyakarta. Warlina, L. 2004. Pencemaran Air: Sumber, Dampak Dan Penanggulangannya (http://rudyct.com /PPS702-pb/08234/ lina_warlina.pdf diakses 8 Maret 2012).
62
Lampiran 1. Skema pembuatan adsorben kulit singkong
Kulit singkong
Dicuci dengan air mengalir hingga bersih
Kulit singkong bersih
Dikeringkan di bawah sinar matahari selama ± 5 hari Dihaluskan dengan menggunakan blender Diayak dengan menggunakan saringan 100 mesh
Adsorben kulit singkong siap digunakan
63
Lampiran 2. Skema kerja penentuan waktu kontak optimum adsorpsi
1 gram adsorben kulit singkong Ditambahkan ke dalam masingmasing 100 mL larutan Cd2+ dan Cr6+ 10 mg/L Diaduk dengan magnetik stirrer dan didiamkan dengan variasi waktu 1, 3, 6, 9, dan 12 jam Disaring dengan Whatman 41
Residu
kertas
saring
Filtrat
Dianalisis dengan SSA
Penentuan waktu kontak optimum
64
Lampiran 3. Skema kerja penentuan pengaruh pH optimum adsorpsi
1 gram adsorben kulit singkong Ditambahkan ke dalam masingmasing 100 mL larutan Cd2+ dan Cr6+ 10 mg/L Diaduk dengan magnetik stirrer dan dengan variasi pH 2, 4, 6, dan 8 didiamkan selama waktu optimum. Disaring dengan Whatman 41
Residu
kertas
saring
Filtrat
Dianalisis dengan SSA
Penentuan pH optimum
65
Lampiran 4. Skema kerja penentuan kapasitas adsorpsi
1 gram adsorben kulit singkong
Ditambahkan ke dalam masingmasing 100 mL larutan Cd2+ dan Cr6+ dengan variasi konsentrasi 20, 40, 80, dan 160 mg/L Diaduk dengan magnetik stirrer selama waktu dan pH optimum. Disaring dengan Whatman 41
Residu
kertas
saring
Filtrat
Dianalisis dengan SSA
Penentuan kapasitas adsorpsi
66
Lampiran 5. Skema kerja adsorpsi ion Cd 2+ dan Cr6+ dari limbah cair
1 gram adsorben kulit singkong
Ditambahkan ke dalam 100 mL limbah cair rumah sakit Diaduk dengan magnetik stirrer selama waktu dan pH optimum. Disaring dengan Whatman 41
Residu
kertas
Filtrat
Dianalisis dengan SSA
saring
67
Lampiran 6. Hasil penentuan waktu kontak optimum adsorpsi ion Cd 2+ dan Cr6+ kulit singkong dengan konsentrasi 10 mg/L No Waktu Ion (Jam) Cd2+ Cr6+ Co Ce qe Co Ce qe (mg/L) (mg/L) (mg/g) (mg/L) (mg/L) (mg/g) 1 1a 10 3,05 0,70 10 2,56 0,74 2 1b 10 3,40 0,66 10 2,67 0,73 3 3a 10 1,13 0,89 10 0,50 0,95 4 3b 10 0,94 0,91 10 0,49 0,95 5 6a 10 1,00 0,90 10 0,51 0,95 6 6b 10 1,10 0,89 10 0,39 0,96 7 9a 10 1,07 0,89 10 0,54 0,95 8 9b 10 1,14 0,89 10 0,55 0,95 9 12a 10 1,47 0,85 10 0,26 0,97 10 12b 10 1,28 0,87 10 0,72 0,93
dimana: qe = jumlah ion logam teradsorpsi (mg/g) Co = konsentrasi ion logam sebelum adsorpsi (mg/L) Ce = konsentrasi ion logam setelah adsorpsi (mg/L) V = volume larutan ion logam (L) W = jumlah adsorben, kulit singkong (g)
68
Lampiran 7. Hasil penentuan pH optimum adsorpsi ion Cd 2+ dan Cr6+ kulit singkong dengan konsentrasi 10 mg/L No pH Ion Cd2+ Cr6+ Co Ce qe Co Ce qe (mg/L) (mg/L) (mg/g) (mg/L) (mg/L) (mg/g) 1 2,2a 10 1,03 0,90 10 0,50 0,95 2 2,2b 10 0,90 0,91 10 0,49 0,95 3 4,1a 10 0,88 0,91 10 0,21 0,98 4 4,1b 10 0,86 0,91 10 0,26 0,97 5 6,1a 10 0,72 0,93 10 0,02 1,00 6 6,1b 10 0,69 0,93 10 0,02 1,00 7 8,3a 10 1,04 0,90 10 0,95 0,91 8 8,3b 10 1,05 0,90 10 0,45 0,96
dimana: qe = jumlah ion logam teradsorpsi (mg/g) Co = konsentrasi ion logam sebelum adsorpsi (ppm) Ce = konsentrasi ion logam setelah adsorpsi (ppm) V = volume larutan ion logam (L) W = jumlah adsorben, kulit singkong (g)
69
Lampiran 8. Hasil penentuan isotermal adsorpsi ion Cd 2+ dan Cr6+ pada adsorben kulit singkong No
Ion 2+
1 2 3 4 5 6 7 8
Co (mg/L) 20a 20b 40a 40b 80a 80b 160a 160b
Cd Ce (mg/L) 10,05 10,01 15,98 16,06 30,73 31,81 50,65 49,91
qe (mg/g) 1,00 1,00 2,40 2,40 4,93 4,82 10,94 11,01
Co (mg/L) 20a 20b 40a 40b 80a 80b 160a 160b
Cr6+ Ce (mg/L) 0,55 0,36 0,83 0,76 0,85 0,72 37,40 37,32
dimana: qe = jumlah ion logam teradsorpsi (mg/g) Co = konsentrasi ion logam sebelum adsorpsi (ppm) Ce = konsentrasi ion logam setelah adsorpsi (ppm) V = volume larutan ion logam (L) W = jumlah adsorben, kulit singkong (g)
qe (mg/g) 0,95 0,96 0,92 0,92 0,92 0,93 12,26 12,27
70
Lampiran 9. Hasil perhitungan kapasitas adsorpsi dan energi adsorpsi ion Cd2+ pada adsorben kulit singkong untuk isotermal Langmuir
Persamaan :
Dimana: Ce = qe = Qo = b =
konsentrasi kesetimbangan larutan (mg/L) jumlah zat yang diadsorpsi per gram adsorben (mg/g) kapasitas adsorpsi (mg/g) intensitas adsorpsi (L/mg) y = -0,093x + 9,074
y=
; x = Ce
slope
=
1 Qo
intersep
=
1 Qob
-0,093
=
1 Qo
9,074
=
1 (-10,75)b
Qo
=
1 -0,093
b
=
1 (-10,75)(9,074)
Qo
=
-10,75 mg/g
b
=
-0,0103 L/mg
71
Lampiran 10. Hasil perhitungan kapasitas adsorpsi dan energi adsorpsi ion Cd2+ pada adsorben kulit singkong untuk isotermal Freundlich
Persamaan :
Dimana: x = m = Ce = k = n =
jumlah zat terlarut yang diserap (mg) gram adsorben yang digunakan (g) konsentrasi kesetimbangan larutan (mg/L) kapasitas adsorpsi (mg/g) intensitas adsorpsi (L/g) y = 1,406x – 1,374
y = log (x/m) ; x = log Ce
slope
=
1 n
intersep
=
log k
1,406
=
1 n
-1,374
=
log k
n
n
=
=
1 1,406
k
=
inv log -1,374
0,7112 L/g
k
=
0,0423 mg/g
72
Lampiran 11. Hasil perhitungan kapasitas adsorpsi dan energi adsorpsi ion Cr6+ pada adsorben kulit singkong untuk isotermal Langmuir
Persamaan :
Dimana: Ce = qe = Qo = b =
konsentrasi kesetimbangan larutan (mg/L) jumlah zat yang diadsorpsi per gram adsorben (mg/g) kapasitas adsorpsi (mg/g) intensitas adsorpsi (L/mg) y = 0,078x + 0,127
y=
; x = Ce
slope
=
1 Qo
intersep
=
1 Qob
0,078
=
1 Qo
0,127
=
1 (12,82)b
Qo
=
1 0,078
b
=
1 (12,82)(0,127)
Qo
=
12,82 mg/g
b
= 0,6142 L/mg
73
Lampiran 12. Hasil perhitungan kapasitas adsorpsi dan energi adsorpsi ion Cr6+ pada adsorben kulit singkong untuk isotermal Freundlich Persamaan :
Dimana: x = m = Ce = k = n =
jumlah zat terlarut yang diserap (mg) gram adsorben yang digunakan (g) konsentrasi kesetimbangan larutan (mg/L) kapasitas adsorpsi (mg/g) intensitas adsorpsi (L/g) y = 0,016x + 0,675
y = log (x/m) ; x = log Ce
slope
=
1 n
intersep
=
log k
0,016
=
1 n
0,675
=
log k
1 0,016
k
=
inv log 0,675
62,50 L/g
k
=
4,7315 mg/g
n
n
=
=
74
Lampiran 13. Hasil penentuan jumlah adsorpsi ion Cd 2+ kulit singkong dari limbah cair No 1 2
Co (mg/L) 0,0114 0,0113
Ion Cd2+ Ce (mg/L) 0,0100 0,0100
qe (mg/g) 0,00014 0,00013
dimana: qe = jumlah ion logam teradsorpsi (mg/g) Co = konsentrasi ion logam sebelum adsorpsi (mg/L) Ce = konsentrasi ion logam setelah adsorpsi (mg/L) V = volume larutan ion logam (L) W = jumlah adsorben, kulit singkong (g)