MENGGERAKKAN DAN MEMBERDAYAKAN WARGA GEREJA MENGEMBANGKAN USAHA TERNAK*) Oleh : Mangonar Lumbantoruan**) *) Disajikan pada Pembinaan Berjenjang, Berkelanjutan dan Terpadu Pendeta HKBP, 24 Mei – 2 Juni 2005 di Seminarium Sipoholon Tarutung. **) Dosen tetap pada Fakultas Peternakan Universitas HKBP Nommensen Medan.
DAFTAR ISI
I. PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan 1.3 Out-put 1.4 Out-come
II. MANFAAT, PENGERTIAN DAN POSISI USAHA TERNAK 2.1 Manfaat Ternak sebagai Penghasil Pangan Hewani 2.2 Pengertian Ternak 2.3 Posisi Ternak pada Usaha Tani Pedesaan
III. SYARAT MENJADI PETERNAK 3.1 Memiliki Kompetensi Beternak 3.1.1 Kompetensi Teknis 3.1.2 Kompetensi Pemasaran 3.1.3 Kompetensi Finansial 3.2 Memiliki Komitmen untuk Menjadi Peternak 3.3 Memiliki Budaya yang Tepat untuk Beternak
IV. TENIS BUDIDAYA TERNAK 4.1 Perkandanngan 4.2 Pemilihan Bibit 4.3 Penyediaan dan Pemberian Pakan 4.4 Pengendalian Penyakit
V. ANALISIS KELAYAKAN WARGA UNTUK BETERNAK 5.1 Tujuan Beternak 5.2 Analisis Kesiapan Memelihara Ternak 5.3 Kebutuhan Sumberdaya 5.4 Pertimbangan dalam Menentukan Jumlah Ternak yang Dipelihara
VI. MENGGALANG KERJASAMA 6.1 Syarat Dasar agar Terjalin Kerjasama 6.1.1 Kesiapan untuk Berkelompok 6.1.1 Persepsi Tentang Bantuan 6.2 Bentuk-bentuk Kerjasama 6.3 Penjaminan Kerjasama
BAHAN BACAAN 1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hingga kini sebagian besar petani Bona Pasogit masih mengharapkan agar makna falsafah Gabe Na Ni Ula Sinur Na Pinahan terwujud dalam usaha taninya. Namun kondisi yang ada sudah tidak sepenuhnya lagi mendukung terciptanya kondisi ideal tersebut. Memang dahulu ketika daya dukung lingkungan masih tinggi - lahan masih subur, iklim bersahabat, air dan tenaga kerja melimpah - maka produktivitas usaha tanipun tinggi sehingga jumlah panen melebihi kebutuhan manusia. Oleh karenanya sebagian dari hasil panen (terutama ubi-ubian) dapat disisihkan untuk ternak. Selain itu, perkembangan usaha ternak didukung pula oleh melimpahnya hasil ikutan dan limbah tanaman serta masih luasnya lahan kosong. Namun saat ini, kondisi seperti itu sudah tinggal kenangan. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan pangan, papan dan sandangpun meningkat. Untuk memenuhi itu semua maka semua sumberdaya - terutama lahan, hutan, hewan dan air dieksploitasi secara ekstraktif. Produksi pertanian dipacu melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Karena dijalankan secara kurang arif maka program intensifikasi telah menimbulkan berbagai dampak negatif, antara lain menurunnya kualitas lahan pertanian sehingga produktivitasnya makin merosot. Jangankan untuk kebutuhan ternak, bahkan untuk kebutuhan petani sekalipun sering hasil panen tidak lagi cukup. Pada saat yang sama, dampak negatif program ekstensifikasi juga tidak kalah hebatnya antara lain bencana banjir dan longsor, turunnya kualitas dan ketersediaan air dan hilangnya keanekaragaman hayati. Pada kondisi seperti di atas maka peluang untuk mengembangkan usaha ternak akan terbatas. Dengan kata lain makna falsafah tadi sudah tidak mungkin lagi diterapkan. Oleh sebab itu, menurut hemat kami, falsafah perlu ini direformasi menjadi “Tole, tapasinur pinahan asa gabe na taula”. Implikasinya, untuk kondisi sekarang pengembangan usaha ternak perlu ditempatkan sebagai starting point dalam upaya peningkatan produktivitas dan sekaligus peningkatan penghasilan petani di Bona Pasogit. Ada beberapa alasan mengapa strategi pembangunan yang menempatkan pengembangan usaha ternak sebagai starting pointnya dinilai efektif untuk menaikkan tingkat penghasilan petani di Bona Pasogit. Tiga di antaranya yang menurut hemat kami paling penting adalah sebagai berikut. Pertama, Halak Hita – di manapun berada – adalah konsumen yang sangat gemar dengan produk ternak khususnya daging, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk adat atau upacara budaya lainnya. Fakta menunjukkan, walau ternak babi hampir punah dari Bona Pasogit akibat wabah Hog Cholera pada tahun 1994 hingga 1996 lalu namun sangsang atau tanggotanggo tetap tersedia di rumah-rumah makan atau di pakter tuak setempat; demikian juga kehadirannya di pesta-pesta tidak berkurang intensitasnya. Memang, untuk keperluan adat Halak Hita rela mengorbankan uang yang sudah susah payah dikumpulkan selama bertahun-tahun; dan bagian terbesar dari biaya pesta adat ini – setidaknya di Bona Pasogit - adalah untuk membeli ternak. Dengan demikian, bila usaha ternak berkembang di Bona Pasogit maka penghasilan penduduk dari luar sub-sektor peternakan dapat dihemat atau setidaknya dapat dicegah agar tidak terkuras ke daerah lain untuk membeli ternak. Kedua, saat ini tingkat kesuburan lahan di Bona Pasogit sudah sedemikian parah sehingga hampir tidak mungkin lagi memperoleh panen yang memadai tanpa pemupukan intensif. Petani umumnya lebih memilih cara praktis yaitu menggunakan pupuk sintetik. Selain menguras modal, cara ini ternyata juga meninggalkan berbagai ekses negatif terhadap lingkungan terutama kualitas lahan dan air. Dampak seperti ini bukannya tidak disadari oleh petani namun mereka tidak memiliki alternatif. Mau menggunakan pupuk kandang mereka tidak mampu menyediakannya karena tidak punya ternak. Bila dibeli harganya mahal. Oleh sebab itu alternatif paling ekonomis untuk mengatasi masalah tersebut adalah mengembangkan ternak. 2
Ketiga, salah satu kendala pengembangan pertanian di Bona Pasogit saat ini adalah kelangkaan tenaga kerja karena jumlah penduduk usia produktif (lepas SLTA) sangat sedikit. Yang sedikit inipun lebih banyak memilih terjun ke sektor non-pertanian. Kelangkaan tenaga kerja ini telah dicoba diatasi dengan memasukkan alat-alat bantu mekanis seperti traktor. Namun sebenarnya penggunaan alat-alat ini di Bona Pasogit, menurut hemat kami, lebih didorong oleh sifat latah karena sebenarnya kurang ekonomis dan kurang praktis mengingat pemilikan lahan usaha tani per keluarga yang umumnya sempit dan kebanyakan memiliki tofografi bergelombang bahkan berbukit. Lahan dengan kondisi seperti ini itu sebenarnya lebih cocok diolah dengan tenaga ternak. Namun sekali lagi ternak untuk keperluan itulah yang sulit diperoleh. Ketiga alasan di atas dapat menunjukkan bagaimana mendesaknya pengembangan peternakan di Bona Pasogit. Masalahnya adalah seberapa besarkah kapasitas yang dimiliki penduduk setempat untuk melakukannya? Jawabnya : terbatas - terutama teknologi, modal dan managemen. Ketiga aspek ini menjadi faktor pembatas utama bagi sebagian besar penduduk Bona Pasogit untuk mengintegrasikan usaha ternak berskala ekonomis ke usaha taninya. Dalam hal inilah kami melihat bahwa peranan gereja, khususnya HKBP, sangat strategis yaitu untuk menjembatani penduduk Bona Pasogit – yang memiliki berbagai sumberdaya potensil bagi pengembangan peternakan – dengan para perantau – yang memiliki kemampuan, dan yang lebih penting, kepedulian untuk membantu membangun kampung halamannya – agar di antara kedua belah pihak tercipta kerjasama simbiosis mutualisme; saling menguntungkan. Patut disayangkan bahwa hingga kini gereja kita masih kurang pas menempatkan perannya dalam pengembangan ekonomi warganya. Memang tidak sedikit upaya yang telah dilakukan untuk itu terutama melalui Pengmas. Namun sayangnya upaya-upaya tersebut lebih bersifat proyek karikatif karena lebih diandalkan kepada dukungan belas kasihan donatur. Ketika donasi berhenti, bisa karena berbagai alasan, maka aktivitaspun menjadi lumpuh. Kami bukan mau mengajak agar kita alergi terhadap donatur. Yang ingin kami kemukakan adalah kalaupun pihak luar bersedia membantu, kenapa potensi yang ada pada diri kita sendiri tidak kita kembangkan? Pada hal yang modal utama gereja untuk itu hanyalah kesediaan untuk menjadi fasilitator. Kapasitas seperti itulah yang kami harapkan dapat dicapai oleh para peserta pelatihan ini. 1.2 Tujuan Sesuai uraian di atas maka tujuan pelatihan ini menurut hemat kami bukanlah meningkatkan keterampilan peserta di bidang peternakan, apalagi untuk mendorong mereka menjadi peternak berhasil. Kami justru akan merasa prihatin bila sepulang dari pelatihan ini para peserta berambisi menjadi peternak. Yang ideal menurut hemat kami adalah memperlengkapi peserta agar : a. mau dan mampu mengajak warga jemaatnya menyadari betapa peternakan sangat prosfektif dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka, dan b. mampu menggerakkan dan memberdayakan warga jemaat di Bona Pasogit untuk mendayagunakan segala potensi yang ada padanya untuk mengembangkan usaha ternak, baik secara mandiri maupun dengan cara menjalin kerjasama sinergis-produktif dengan para perantau Halak Hita. 1.3 Output Untuk bisa mewujudkan tujuan seperti disebut di atas maka harapan kami setiap peserta akan mengalami peningkatan kapasitas-kapasitas sebagai berikut : a. Pemahaman yang komprehensif tentang posisi dan peranan peternakan, khususnya di dalam sistim perekonomian masyarakat pedesaan. b. Pemahaman yang mendasar tentang maka ternak dan filosofi beternak. c. Pengetahuan tentang prinsip-prinsip dasar budidaya ternak. d. Kemampuan menggerakkan warga mengembangkan usaha ternak yang berbasis sumberdaya lokal. 3
e. Kemampuan menggalang kerjasama sinergis-produktif atas dasar kemitraan di kalangan sesama warga baik yang bermukim di lokasi/daerah setempat maupun di luarnya. f. Kemampuan menemukenali dan menjalin kerjasama dengan lembaga atau badan yang concern terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya di pedesaan. 1.4 Out-come Bila tujuan dan out-put pelatihan seperti di atas tercapai maka dampak (out-come) yang kami impikan terwujud dalam 2 – 3 tahun ke depan adalah : a. Meningkatnya kuantitas dan kualitas usaha peternakan di tempat pelayanan para peserta pelatihan. b. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan warga masyarakat di daerah-daerah di mana peserta pelatihan ini melayani. c. Signifikannya jumlah peserta pelatihan ini yang menerima penempatannya ke daerah pedesaan atau daerah marginal lainnya bukan sebagai keterbatasan melainkan sebagai tantangan sekaligus peluang.
II. MANFAAT, PENGERTIAN DAN POSISI USAHA TERNAK 2.1. Manfaat Ternak Sebagai Penghasil Pangan Hewani Ternak memiliki manfaat yang sangat penting dan beragam bagi manusia. Salah satu di antaranya adalah sebagai penghasil pangan hewani (daging, susu dan telur). Dibanding bahan pangan nabati seperti beras, jagung, ubi dan sayur-sayuran maka pangan hewani memiliki berbagai keunggulan. Tiga diantaranya yang terpenting adalah sebagai berikut ini. Pertama, pangan hewani mengandung lebih banyak dan lebih lengkap zat-zat gizi esensil khususnya PROTEIN, MINERAL dan VITAMIN. Protein adalah zat gizi utama yang sangat penting bagi tubuh manusia. Hanya kalau memperoleh protein yang cukup maka tubuh manusia bisa bertumbuh dan berkembang. Protein diperlukan antara lain untuk pembentukan sel-sel tubuh, termasuk pembentukan sel-sel otak. Bila seseorang kekurangan protein, terutama saat bayi dan fase pertumbuhan maka sulitlah bagi dia mencapai pertumbuhan yang optimal. Lebih daripada itu, bila kekurangan protein berlangsung sejak masa kandungan maka pertumbuhan dan perkembangan otaknyapun ikut terhambat. Dampaknya adalah kecerdasannya akan rendah sehingga kemampuan belajarnyapun terbatas. Bersamaan dengan itu, sistim kekebalan tubuhnya akan lemah sehingga gampang terserang penyakit. Jadi, kalau di antara kita - mudah-mudahan tidak - ada yang mempunyai anak kurang cerdas dan gampang sakit maka yang salah bukan si anak tersebut melainkan kita. Kitalah mungkin yang tidak mampu (atau mungkin tidak mau) memberi mereka gizi yang cukup. Mungkin saat mengandung ibunya memperoleh gizi yang tidak cukup sehingga tak mampu menyediakan semua kebutuhan gizi si janin. Mungkin pula semasa bayi si anak tidak memperoleh ASI yang cukup karena ibunya tidak mampu memproduksi Asi yang cukup. Kekurangan gizi akan membatasi produksi ASI. Oleh sebab itu, kalau seorang ibu yang sedang menyusui makan hanya sedikit, atau kalaupun banyak tapi kurang bergizi, maka produksi ASI-nya akan sedikit. Jadi, dari penjelasan tadi dapatlah kita terima kesimpulan hasil berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan seorang anak sangat dipengaruhi oleh kecerdasan dan kesehatan ibunya. (Mudah-mudahan para ayah tidak tersinggung oleh kesimpulan ini). Kembali ke topik protein tadi, tubuh manusia tidak mungkin memperoleh protein yang cukup kalau hanya makan nasi, ubi, jagung, sayur dan bahan makanan lain yang berasal dari tumbuhan. Hanya kalau di dalam menu sehari-hari kita terdapat pangan hewani, baik asal ternak maupun asal ikan, maka tubuh kita memiliki kesempatan memperoleh cukup protein, sekaligus zat gizi lain yang juga esensil seperti mineral dan vitamin. Dengan demikian maka kita 4
dapat menerima kesimpulan berikut bahwa produk ternak amat penting bagi terciptanya manusia dengan tubuh yang sehat dan otak yang cerdas. Negara maju dan makmur terbangun dari masyarakat sehat dan cerdas. Masyarakat seperti ini hanya akan tercapai bila konsumsi gizinya cukup. Dan itu akan tercapai bila produksi ternak melimpah (Bahasa Batak : Sinur pinahan). Karena alasan ini kembali kita dapat menerima kesimpulan bahwa beternak i adalah pekerjaan mulia karena bertujuan menghasilkan bahan yang sangat penting untuk pembentukan bangsa dan karakter suatu negara. Dalam bahasa asing disebut : Animal production is essential for nation and character building. Oleh sebab itu wajar bila kita memberi salut kepada para peternak. Satu lagi pesan yang amat dalam maknanya dan perlu kita renungkan dikaitkan dengan bahasan tadi adalah tona ni Ompui DR. I. L. Nommensen : DANG TARPAJONGJONG HAMU HARAJAAON NI DEBATA DI TONGA-TONGA NI HAOTOON. Keunggulan kedua adalah nilai biologis yang tinggi. Yang dimaksud dengan nilai biologis adalah jumlah zat gizi yang dapat dicerna dan diserap oleh saluran pencernaan dari yang ada di dalam suatu bahan makanan. Perlu diiketahui bahwa tidak semua zat gizi yang kita konsumsi itu dapat diambil oleh saluran pencernaan. Selalu ada yang tersisa dan akhirnya terbuang. Semakin tinggi nilai biologis suatu bahan makanan maka semakin banyak zat gizi yang dapat diambil darinya. Kenapa pangan hewani lebih bagus? Pangan hewani umumnya mengandung lebih sedikit serat kasar dibanding pangan nabati. Kandungan serat kasar inilah yang menjadi biang keladinya. Serat kasar akan menghambat aksi saluran pencernaan untuk memproses bahan makanan. Semakin tinggi kandungan serat kasar semakin sulit bahan makanan dicerna. Namun perlu diingat bahwa serat kasar itu tidak selamanya merugikan. Dalam jumlah tertentu serat harus ada dalam menu kita sehari-hari agar proses pencernaan (terutama untuk pengeluaran sisa makanan) berjalan lancar. Jadi pola makanan yang ideal adalah yang seimbang antara pangan nabati dan pangan hewani. Keunggulan ketiga adalah aroma dan citarasa yang enak sehingga merangsang selera makan (Bahasa Batak : pa ro ijur), bahkan ketika kita sedang sakit. Sewaktu masih kanak-kanak kami jarang makan daging, paling saat ada tamu, pesta atau ada ternak yang mati. Tapi kalau sudah sakit maka bolak-baliklah orangtua kami menawarkan : "Boha! Seatonta manuki asa lakku indahani allangonmu?”. (Mudah-mudahan tidak ada lagi di antara kita yang baru menawari anak-anaknya makanan lezat dan bergizi setelah sakit). Kemampuan pangan hewani membangkitkan selera makan terletak pada kandungan zat flavor-nya yang tinggi dan citarasanya yang unik. Zat flavor adalah senyawa-senyawa penyebab aroma. Zat-zat inilah yang ditangkap oleh indra penciuman sehingga kita dapat mengetahui apakah suatu benda itu beraroma harum, berbau busuk atau tengik. Sedangkan citarasa adalah kesan yang ditangkap oleh indra pengecap (lidah) dari suatu benda. Lidah manusia mengenal 4 rasa utama yaitu manis, pahit, masam dan asin. Kombinasi aroma dan citarasalah yang membangkitkan, atau sebaliknya menghilangkan, selera makan kita. Zat-zat pemberi aroma ini akan menguap bila dipanaskan. Itu sebabnya kita lebih berselera melihat makanan hangat dibanding yang dingin. Laos ido umbaen jotjot tadok : "Ta allangkon ba, binsan las!". Mudah-mudahan dengan penjelasan di atas semakin kita sadari dan hayati betapa berharga rupanya sumbangan ternak itu bagi manusia. Dan, berbahagialah mereka-mereka yang mau bersusah payah beternak karena telah berjasa menyediakan sesuatu yang berharga bagi bangsa ini. Jadi ala ni tadok ma tu angka dongan na totop radot marpinahan : Unang sai pintor mandele hamu molo so sai marlaba pe sian na marpinahan i. 2.2. Pengertian Ternak Bagi petani, beternak bukan hal asing karena sudah dilakoni secara turun temurun. Namun, apakah mereka benar-benar peternak ? Sebagian besar belum! Hal ini dapat dilihat baik dari tatacara beternak maupun dari penampilan ternak-ternak mereka; umumnya masih jauh dari yang diharapkan. Kami berpendapat bahwa sebenarnya hanya sedikit dari peternak kita yang 5
layak disebut sebagai PETERNAK. Bahwa banyak di antara mereka tetap merasa untung walau kondisinya seperti itu, itu tidak perlu dipungkiri. Namun keuntungan tersebut sebenarnya belum optimal. Kalau begitu, siapakah yang pantas disebut sebagai PETERNAK? Kriteria apa yang harus dimiliki agar seseorang layak menyandang gelar tersebut? Ternak adalah hewan namun tidak semua hewan disebut ternak. Hewan adalah semua binatang, yang jinak atau liar (Bahasa Batak : nasa na manggulmit di sisik ni tano dohot di bagasan aek rodi na habang martonga-tonga langit). Hewan dibedakan antara yang liar dan yang dipiara. Hewan liar tidak mengalami campur tangan manusia. Sedangkan hewan piara menerima, bahkan sangat tergantung kepada, campur tangan manusia. Hewan piara dapat dibedakan antara hewan ternak dan hewan kesayangan. Hewan ternak - disingkat ternak (Bahasa Inggris : livestock = cadangan hidup) - hidup dan kehidupannya dikendalikan oleh manusia untuk tujuan-tujuan produktif dengan memperhitungkan motif ekonomi. Sedangkan hewan kesayangan (pets animals) adalah hewan yang dipelihara terutama untuk tujuan-tujuan kesenangan, kepuasan pikiran atau hobby tanpa terlalu memperhitungkan aspek untung ruginya; yang penting senang. Mengapa hewan liar diubah menjadi ternak? Sebenarnya walau tetap liar hewan tetap dapat berguna untuk memenuhi berbagai keperluan manusia. Namun dengan meningkatnya populasi dan berkembangnya kebutuhan manusia maka mengandalkan hewan buruan tidak dapat lagi diandalkan. Oleh sebab itu, secara sadar atau tidak, manusia perlu memberi campur tangan untuk mengatur kehidupan hewan agar dapat berproduksi lebih baik dan - yang juga penting - dapat tersedia saat diperlukan. Aspek apakah yang diatur atau dikendalikan oleh mansia dalam kehidupan ternak ? Semua aspek!. Namun yang paling pokok adalah : a. Makanan. Penyediaan dan pemberian makanan diatur oleh manusia. b. Perkembangbiakan. Perkembangbiakan ternak diatur oleh manusia agar keturunannya lebih baik. Sifat-sifat jelek induk dihilangkan atau setidaknya dikurangi dengan melakukan seleksi sehingga keturunannya lebih unggul dan lebih berdayaguna bagi kebutuhan manusia. c. Tatalaksana. Ternak tidak dibiarkan bebas melainkan disediakan tempat agar manusia mudah menjangkaunya saat melakukan pemeliharaan, pengawasan penyakit dll. Berkembang dari makna kata ternak tadi maka kata peternakan dapat kita artikan sebagai semua daya upaya atau campur tangan manusia terhadap ternak dan lingkungannya dengan tujuan meningkatkan dayaguna ternak tersebut bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Selanjutnya, kata peternak dengan mudah pula bisa kita pahami sebagai orang yang menjalankan kegiatan peternakan. Peternak adalah orang yang betul-betul memberi campur tangan bagi kehidupan ternak-ternaknya, jadi bukan sekedar memiliki tanpa mempersoalkan apakah kebutuhan hidup ternak tersebut terpenuhi atau tidak. 2.3. Posisi Ternak pada Usaha Tani Pedesaan Seperti telah disebut di atas, memelihara ternak adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan petani pedesaan. Petani kita umumnya mempraktekkan pertanian terpadu di mana tanaman dan ternak, kadang-kadang juga ikan, dibudidayakan secara bersama-sama oleh seorang keluarga petani. Namun dalam kenyataannya usaha ternak yang dikelola oleh kebanyakan petani kita masih jauh tertinggal atau tradisional. Kenapa demikian ? Tentu saja banyak faktor yang dapat menjadi penyebabnya. Namun satu hal yang diyakini menjadi kunci penyebabnya terletak pada diri petani itu sendiri yaitu sikap atau cara pandangnya terhadap usaha ternak tersebut, khususnya menyangkut posisi usaha ternak dalam usaha taninya. Hampir seluruhnya petani kita menempatkan atau memposisikan usaha ternak sebagai usaha sampingan. Dengan posisi seperti itu maka sumberdaya (lahan, modal, waktu, dan pikiran) yang dicurahkan ke usaha ternak juga bersifat sampingan yaitu apa yang tersisa (Bhs Batak : lobilobi manang eba-eba) dari usaha tani tanpa mempersoalkan apakah sisa-sisa tadi dapat 6
mencukupi kebutuhan ternak agar dia mampu berproduksi secara optimal. Dengan demikian tidak mengherankan mengapa produktivitas ternak-ternak yang dimiliki petani kita rendah. Bagaimana mungkin usaha yang tidak dimodali mampu memberi keuntungan besar! Bagaimana mungkin usaha yang diurus asal-asalan mampu mencapai efisiensi optimal Selain diposisikan sebagai usaha sampingan, usaha ternak bagi mayoritas petani pedesaan juga dipandang sebagai tabungan atau cadangan hidup. Dengan peran seperti itu maka ternak baru dijual ketika petani memerlukan uang tunai yang mendesak tanpa mempersoalkan apakah ternaknya sudah terlalu tua atau malah masih terlalu kecil. Pada hal, semakin tua usia ternak maka efisiensi produksinya makin menurun. Sebaliknya, bila dijual terlalu muda potensi produksinya belum tercapai. Bila menginginkan sumbangan yang lebih besar dari usaha ternak maka posisi dan perannya di dalam sistim usaha tani harus ditingkatkan. Dalam konsep Pembangunan Peternakan dikenal 4 (empat) skala usaha ternak ditinjau dari posisi dan peranannya dalam sistim usaha tani, yaitu : Usaha Sampingan bila sumbangannya terhadap total penghasilan petani < 30%. Cabang Usaha bila sumbangannya terhadap total penghasilan petani 30% – 70%. Usaha Pokok bila sumbangannya terhadap penghasilan total petani > 70%. Usaha Industri bila sumbangannya terhadap penghasilan total petani 100%. Menurut pengalaman, agar usaha ternak bisa diandalkan sebagai sumber penghasilan yang signifikan maka skala usaha yang harus dipilih setidaknya cabang usaha. Salah satu konsekuensinya adalah sebanyak 30 – 70% dari semua sumberdaya (lahan, waktu, modal dll) yang dimiliki petani harus dicurahkan ke usaha ternak. Pertanyaan : siapkah petani Bona Pasogit memenuhi syarat tersebut?
III. SYARAT MENJADI PETERNAK Sampai sejauh ini kita sudah membahas tentang peranan ternak bagi manusia, juga makna kata ternak, peternakan dan peternak. Pertanyaan sekarang sudahkah ada di antara warga kita yang benar-benar layak disebut sebagai peternak? Apakah mereka berhasil? Menurut hemat kami belum atau setidaknya masih jarang. Kenapa demikian? Sekali lagi, menurut hemat kami karena mereka belum memiliki syarat-syarat dasar untuk menjadi peternak yang berhasil. Pengalaman menunjukkan bahwa yang berhasil umumnya adalah mereka-mereka yang profesional. Seseorang dikatakan profesional jika mampu dan mau melakukan suatu pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Orang yang bekerja setengah-setengah (bahasa Batak : alang-alang) tidak disebut profesional dan mereka jarang sukses. Mungkin kita sudah sering mendengar ungkapan berikut : Ai so ni antusan bayoi, alang ama-ama alang doli-doli. Ungkapan ini ditujukan kepada seseorang yang sudah menikah namun tingkah lakunya masih seperti lajang; sebagai ayah tidak pantas dipanuti oleh anak-anaknya, sebagai suami tidak dapat diandalkan oleh istrinya. Pastilah dia itu seorang ama yang tidak profesional. Syarat keprofesionalan yang dituntut dari seseorang agar berhasil sangat tergantung kepada jenis pekerjaan atau profesi nya. Namun kata profesional itu sendiri bisa disandingkan dengan semua jenis profesi. Sebagai contoh guru yang profesional, petani yang profesional, sintua yang profesional, pendeta yang profesional, ayah yang profesional, ibu yang profesional, suami yang profesional, istri yang profesional, dosen yang profesional dst ... dst ... Seperti disebut tadi, tentu saja masing-masing profesi ini memiliki ciri-ciri dan menuntut persyaratan profesionalisme yang berbeda-beda. Pada kesempatan ini yang akan kita bahas hanya syarat-syarat menjadi peternak profesional. 7
Apa syarat yang harus dipenuhi agar seseorang layak menjadi peternak profesional? Untuk itu ada tiga syarat dasar yang harus dimiliki yaitu: (1) kompetensi yang tinggi; (2) komitmen yang tinggi; dan (3) budaya yang tepat. 3.1 Memiliki Kompetensi Beternak Kompetensi adalah kapasitas atau kecakapan yang dilandasi oleh pengetahuan dan kecakapan yang tinggi untuk melakukan sesuatu secara tepat sesuai dengan yang seharusnya. Seseorang disebut kompeten kalau memiliki pengetahuan dan keterampilan; menguasai teori dan praktek. Seorang pelatih sepakbola disebut kompeten kalau menguasai teori bermain bola dan terampil pula menyepak bola. Seseorang yang hanya terampil menggoreng bola tetapi tidak menguasai prinsip-prinsip permainan sepakbola akan sulit menjadi pemain, apalagi pelatih, yang kompeten. Hal yang sama berlaku untuk semua profesi atau pekerjaan lain. Sudahkah kita menjadi ayah atau ibu yang kompeten?; Suami atau istri yang kompeten?; Pendeta, Pengkhotbah atau Gembala sidang yang kompeten? dst .. dst. Kompetensi apakah yang harus kita miliki untuk menjadi peternak yang kompeten? Jawabannya : paling sedikit ada tiga jenis kompetensi yang harus dikuasai yakni : (1) kompetensi teknis (technical competence), (2) kompetensi pemasaran (marketing competence), dan (3) kompetensi finansial (financial competence). 3.1.1 Kompetensi Teknis Seperti kami sebut tadi, ternak bisa hidup sendiri kalaupun dibiarkan berkeliaran. Malah kalau dilepas mungkin mereka akan lebih senang. (Cara seperti ini dulu banyak dilakukan di Pulau Nias untuk babi dan di Samosir untuk kerbau). Malasahnya masih adakah areal yang tepat untuk itu? Atau, masih cocokkah kondisi kita yang sekarang beternak dengan cara demikian? Bayangkan, seandainya untuk menjamu hula-hula i, yang tiba-tiba datang berkunjung dengan alasan mau nengok cucu, kita harus buru-buru menangkap ayam atau anak babi yang bebas berkeliaran. Harus dikejar ke sana ke mari. Mungkin-mungkin sang mertua sudah keburu pulang saat kita berhasil menangkap ternak tadi. Bah. Alangkah kecewanya. Mama Ucok pasti merajuk karena kesal. Artinya, sudah sulit, bila tidak mustahil, untuk beternak dengan cara seperti itu untuk jaman sekarang. Jadi, kalau ingin beternak maka seseorang harus benarbenar memeliharanya. Memelihara berarti menyediakan semua kebutuhan ternak. Itu makna dari kalimat Beternak berdasarkan kompetensi teknis. Yang dimaksud dengan kompetensi teknis adalah penguasaan atau kapasitas untuk memproduksi atau melakukan sesuatu sesuai dengan tatacara atau prosedur yang dilandasi oleh teori/prinsip dan teknik yang tepat. Kompetensi teknis berarti menyangkut bagaimana sesuatu itu dilakukan atau dijalankan agar menghasilkan output yang diharapkan. Sebelum menanam padi, misalnya, seorang petani seyogyanyalah menguasai prinsip-prinsip bercocok tanam padi. Syarat-syarat apa yang diperlukan agar padi tumbuh dan berproduksi dengan baik. Selain itu dia harus terampil menyediakan atau memenuhi syarat-syarat tadi. Misalnya : terampil mengolah tanah, terampil mengatur jarak tanam, terampil mengatur irigasi, terampil menentukan jenis, dosis dan saat pemupukan yang tepat dst .. dst ... Kalau semuanya itu dikuasai barulah petani tadi layak disebut kompeten bercocok tanam padi. Hal yang sama berlaku untuk peternak dan profesi-profesi lain. Aspek-aspek teknis yang harus dikuasai oleh seseorang agar berpotensi menjadi peternak handal akan kita bahas lebih mendeteil pada Bab IV. 3.1.2 Kompetensi Pemasaran Bila prinsip-prinsip teknis produksi diterapkan secara konsekuen dan konsisten maka dapatlah seseorang berharap bahwa usaha ternaknya akan berhasil. Persoalan berikutnya 8
adalah memikirkan pemasaran bagi ternak yang sudah layak jual. Untuk itu peternak harus kompeten di bidang pemasaran. Yang dimaksud dengan kompetensi pemasaran adalah kemampuan untuk menemukan secara tepat ke manakah ternak atau produk ternak akan laku dijual dengan harga yang menguntungkan, bagaimana cara membawanya ke sana dan bagaimana pula cara menjualnya kepada para calon pembeli di pasar yang dituju. Hanya apabila memiliki kompetensi seperti inilah peternak baru mampu menjual suatu produk secara menguntungkan. Kalau tidak, mereka akan selalu menjadi korban atau bulan-bulanan pedagang. Adalah suatu kenyataan yang sangat memprihatinkan bahwa kondisi seperti itulah yang dialami oleh sebagian besar petani kita. Mereka bersusah payah menanam tetapi pedaganglah yang paling banyak menikmati untungnya. Tanaman atau ternak apa yang banyak diusahai oleh warga di daerah Anda? Menurut Anda, sudahkah mereka menguasai informasi ke mana dan kepada siapa nanti hasil panen akan dijual ? Agar tidak menjadi bulan-bulanan tengkulak maka kita harus memberdayakan petani agar kompeten di bidang pemasaran. Kita perlu memberi perhatian yang serius untuk mempelajari seluk beluk pemasaran ini. Kita harus berupaya memperpendek mata rantainya. Kalau dilakukan sendiri-sendiri mungkin akan sia-sia. Tapi, kalau bersama-sama maka peluang untuk berhasil akan semakin besar. Ajak dan doronglah warga gereja Anda untuk berkelompok! Pilih dua tiga orang atau lebih dari antara mereka untuk menjadi duta pemasaran bagi hasilhasil pertanian dan peternakan di desanya. Bila telah terpilih, berdayakan mereka; ajak warga lainnya untuk mempercayai mereka. Masa di antara sekian puluh atau ratus orang warga jemat kita tidak ada dua tiga orang yang berbakat menjadi pedagang yang dapat diserahi kepercayaan. Memang harus diakui ada suatu persepsi yang salah di benak kita, khususnya orang Batak, tentang urusan dagang-berdagang ini. Sejak kecil kita sudah dihantui oleh stigma bahwa berdagang identik dengan menipu atau berbohong. “Na dila partiga-tiga", begitu yang sering kita dengar. Tetapi, apa memang harus demikian? Haruskah setiap pedagang berbohong dulu baru beruntung? Menurut hemat kami tidak harus demikian. Berdagang dengan dilandasi oleh kejujuranpun tetap bisa beruntung. Malah, sistim perdagangan seperti inilah yang sekarang sedangkan giat-giatnya dikembangkan oleh gereja di negara-negara maju seperti di Jepang, Korea dan Jerman. Mereka menyebutnya fair trade yaitu perdagangan yang berkeadilan. Tidakkah konsep ini bisa kita terapkan? Mari kita mulai mencoba! 3.1.3 Kompetensi Finansial Setelah sistim produksi dan sistim pemasaran dipersiapkan, maka persoalan berikut adalah uangnya. Berapa yang diperlukan dan dari mana diperoleh? Bagaimana mengelolanya agar modal tidak habis sebelum panen terjual? Itulah persoalannya. Bahwa uang sangat penting untuk berusaha itu tergambar dari ungkapan para pebisnis berikut ini : Uang adalah bibit uang!. Halak hita mandok : "HMH" : Hepeng Mangalap Hepeng! Agar dapat menerapkan prinsip di atas secara benar maka seseorang harus memiliki kompetensi yang tinggi di bidang keuangan. Bagaimana dengan petani di tempat Anda ? Sudahkah mereka kompeten mengelola keuangan usaha taninya? Bagaimana pula dengan keuangan rumah tangga kita, kelompok kita, gereja kita ? dst .. dst .. Yang dimaksud dengan kompetensi finansial adalah menguasai bagaimana merencanakan atau menghitung jumlah biaya yang diperlukan untuk memproduksi suatu barang dan bagaimana cara untuk menyediakan dan mengelolanya. Jadi, misalnya, jika seorang petani berencana memelihara 3 ekor induk babi maka dia harus mengetahui persis sarana produksi apa saja dan berapa jumlah masing-masing bahan yang diperlukan untuk memelihara ketiga ekor induk babi tersebut. Selanjutnya dia harus tau berapa uang yang diperlukan untuk itu dan dari mana diperoleh. Kalau tidak demikian maka usaha ternak tadi akan amburadul atau anginanginan. 9
Mungkin di antara kita ada yang berkata : Lho, untuk apa repot-repot memikirkan modal. Ubi bisa ditanam sendiri oleh petani. Dedak ? Di desa kan banyak padi! Rumput? Bisa diarit sendiri! Mungkin demikian, tapi persoalannya adalah dengan cara seperti itu terjaminkah kecupupan dan kontinuitas bahan-bahan tersebut sepanjang tahun? Ternak harus makan dua atau tiga kali sehari sepanjang tahun. Jadi kalau penanaman ubi tadi tidak dikelola sedemikian rupa maka bisa saja akan ada saat-saat kosong atau panceklik. Dan kalau itu terjadi, petani tidak mungkin berkata begini kepada ternaknya : Sabar ma jo hamu ate, minggu na ro ma hamu mangan, ndang matoras do pe gadong. Atau, saat dedak habis lalu mereka bilang begini : Toe ma ate, nanget-nanget ma allangi hamu nang pe so tabo ala na so adongi dodaki. Sabar ma jo, minggu naro pe manjomur! Bah, mana mau mereka begitu. Yang ingin kami katakan adalah kalau berani beternak maka seseorang harus merencanakan secara seksama pengadaan semua bahan-bahan yang diperlukan untuk itu. Sepanjang memungkinkan, optimalkanlah penggunaan bahan-bahan yang bisa diproduksi sendiri. Kalau ada bahan yang harus dibeli, harus direncanakan sumber biayanya secara rutin. Dalam konteks ini, itulah untungnya kalau ada CU. Sudahkah ada CU di desa Anda ? 3.2 Komitmen untuk Menjadi Peternak Dari seorang sahabat kami pernah mendapat nasehat sebagai berikut : Pangkulingi suansuanan mi, ai sian i do dalanmu dapot ngolu. Nasehat di atas kami maknai sebagai berikut. Hidup berasal dari Tuhan. Hidup itu Dia berikan kepada kita melalui udara, air dan berbagai bahan makanan yang Dia ciptakan di bumi ini. Namun untuk itu kita harus berusaha. Kita harus mengenal betul manakah di antara ciptaan-ciptaanNya itu yang dapat mendukung hidup kita. Dari pengalaman yang diwariskan oleh generasi-generasi sebelumnya kita mengetahui bahwa ciptaan Tuhan yang berupa tumbuh-tumbuhan itu dapat kita jadikan sebagai sumber bahan makanan agar tubuh kita tetap hidup. Selanjutnya, pengalaman mereka juga telah membuktikan bahwa bahan makanan dari tumbuhan akan lebih mudah diperoleh dan lebih terjamin ketersediaannya bila dipelihara dan/atau dibudidayakan. Seterusnya, upaya budidaya tanaman akan lebih berhasil bila kita mengenal betul tingkah laku mereka. Untuk itu, kita perlu berbicara dengan mereka. Berbicara dengan tanaman dapat kita lakukan melalui pengamatan atas keadaan mereka. Dari sana kita akan mengetahui bagaimana kondisi mereka, apa yang mereka butuhkan dan itulah yang kita upayakan. Dengan melakukan hal demikian kita yakin mereka akan membalas jasa kita dengan produksi yang melimpah. Hal yang sama berlaku pada ternak. Untuk sukses beternak berikanlah kepada mereka apa yang mereka butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Untuk itu pangkulingi-lah mereka. Bisakah kita berbicara dengan ternak? Bisa. Caranya? Pelajarilah bahasa mereka. Apakah ternak memiliki bahasa? Ya, yaitu tingkah laku mereka. Ternak berkomunikasi dengan sesamanya melalui tingkah laku tertentu. Misalnya, bila seekor anak babi lapar, haus atau kedinginan maka dia akan memberitahu induknya melalui tingkah laku tertentu. Si induk sudah paham betul akan bahasa tersebut dan dia akan memberi respon yang tepat. Mampu mamangkulingi tanaman atau ternak hanya bisa dicapai bila seseorang memberi waktu dan perhatian yang cukup untuk itu. Dia juga harus cermat serta sabar dan tekun melakukannya berulang-ulang. Untuk itu dia harus memiliki komitmen yang tinggi. Yang dimaksud dengan komitmen adalah janji, tekad dan kemauan untuk melakukan sesuatu secara konsekuen dan konsisten hingga berhasil. Jadi komitmen itu adalah sikap pantang mundur atau kendur walau ada hambatan atau meminta banyak pengorbanan. Kemauan adalah kunci utama keberhasilan. Sebanyak apapun sumberdaya yang tersedia akan tetapi bila kemauan atau motivasi rendah maka semua sumberdaya tadi akan menjadi sia-sia. Sebaliknya dengan kemauan tinggi, sumberdaya yang terbatas dapat memberi hasil optimal. Pemahaman kita tentang makna kata komitmen di atas mungkin bisa semakin mendalam dengan memahami makna yang tersirat di balik kisah nyata berikut. Seorang guru saya, sekaligus panutan, yang berprofesi sebagai dokter hewan, pernah menceritakan 10
pengalamannya sendiri. Suatu saat beliau harus memilih antara tanggungjawab sebagai seorang suami atau tugas sebagai dokter hewan. Ketika itu istri beliau akan melahirkan. Secara kebetulan, pada saat yang bersamaan, seekor induk sapi yang menjadi tanggungjawabnya juga mau melahirkan. Beliau sempat ragu-ragu memilih mana yang harus didahulukan. Setelah mempertimbangkan secara matang, akhirnya beliau mengantar istrinya lebih dulu ke rumah sakit lalu secepatnya kembali ke rumah untuk menolong induk sapi tadi. Setelah semua beres di rumah, beliau balik lagi ke rumah sakit. Syukurlah sang anak telah lahir dengan selamat. Tetapi istri beliau marah-marah, katanya : "Suami macam apa kau. Sapi lebih penting dari istri". Lalu beliau menjawab dengan sabar : “Lho! Bukankah di sini sudah ada dokter? Sedang sapi itu tadi sayalah dokternya. Kalau bukan saya siapa yang akan menolongnya?”. Bagi sebagian orang mungkin beliau itu adalah suami yang tegaan. Tapi dari sudut profesionalisme, beliau adalah orang yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugas dan tanggungjawabnya. Komitmen seperti itulah yang sangat diperlukan untuk menjadi peternak profesional. Sekali berani memulai, seseorang harus siap mengerahkan segala daya upaya untuk menjalankan usaha yang dipilihnya. Dia tidak boleh setengah-setengah melainkan harus tekun, ulet dan tidak mendewakan gengsi; namun tetap memiliki harga diri yang tinggi. Persyaratan seperti ini yang sering menjadi masalah bagi laki-laki orang Batak, apalagi yang di Bona Pasogit. Ama-ama halak hita merasa turun gengsinya kalau harus mamahan babi seperti memberi makan, memandikan atau membersihkan kandangnya. Konon lagi bila harus ikut mangkali gadong, mansalong, manostos andor atau manuan gadong. Bah, bisa kehilangan muka beliau-beliau itu kalau terlihat oleh konco-konconya. Ya sudah, akhirnya semua pekerjaan tadi jatuh ke tangan ibu-ibu. Atau paling-paling anak-anaklah yang jadi korban. Tapi kalau sudah menyangkut uang hasil penjualan ternak, beliau-beliau itu pasti sering bilang begini : “Bah, ai naso au be komandan di jabu on?. Itulah susahnya ama-ama halak hita. Hasilnya mau, tapi untuk mengusahakan biarlah orang lain saja. Bagaimana dengan kaum bapak di gereja Anda apakah masih demikian? Kalau mau sukses beternak sikap seperti itu harus dihilangkan. Agar sukses menggerakkan mereka untuk beternak maka mereka harus dimotivasi agar memiliki komitmen yang tinggi. 3.3 Budaya yang Tepat untuk Beternak Budaya mencakup hal-hal yang sangat luas. Tetapi yang kami maksudkan di sini adalah sistim nilai yang kita anut. Artinya, apa yang bernilai bagi kita dalam hidup ini. Sistim nilai yang dianut seseorang akan mempengaruhi setiap keputusan yang diambilnya. Sebagai contoh, mana yang lebih berharga bagi seorang ayah masa depan anak-anaknya atau gengsinya? Kalau harus memilih, mana yang dia utamakan antara membeli kupon togel atau membeli obat cacing untuk ternak? Atau, sekali lagi kalau terpaksa, siapkah seorang petani di hitaan mengurangi waktu ke lapo agar sempat mengurus ternak ? Siapkah mereka bangun tengah malam untuk memeriksa induk babi yang baru melahirkan agar tidak menindih anak-anaknya? Anak-anak ternak yang baru lahir sangat rentan terhadap udara dingin. Jadi perlu diberi penghangat. Syukur kalau sudah ada listrik. Kalau tidak, terpaksa memasang api, mirip seperti memasang saganan ketika ibuibu di Bona Pasogit baru melahirkan. Bersediakah mereka menyiapkan saganan bagi anak ternak yang membutuhkan kehangatan itu? Harus dihidupkan pula sepanjang malam. Mudah-mudahan warga gereja Anda tidak ada yang akan berkata begini : "Bah, sedangkan anakku aja tidak pernah kumandikan konon pula memandikan ternak!” Atau : “Ba haru inanta tundunan simatuangku do pature saganan. Ba lamu saganan ni pinahan ma? Tu sada i ma hamu Amang Pandita. Di hamu ma i peternakan muna i!”. Mungkin ada di antara kita yang menganggap pernyataan-pernyataan di atas terlalu berlebihan atau mungkin menggurui. Tapi, begitulah seharusnya. Sekali berani mencoba MENJADI PETERNAK maka banyak yang harus diubah dan banyak pula yang harus dikorbankan. Pertanyaannya adalah akankah warga gereja Anda bersedia untuk itu? Catatan : Karena alasanalasan seperti di ataslah mengapa kami berpendapat bahwa peserta pelatihan ini kurang tepat diajak untuk menjadi PETERNAK PROFESIONAl. 11
IV. ASPEK TEKNIS BUDIDAYA TERNAK Agar berhasil memelihara ternak ada 7 (tujuh) aspek zoo-teknis, disebut SAPTA BUSAHA TERNAK, yang perlu dikuasai dan diterapkan secara tepat dan konsisten oleh peternak yaitu : 1. Perkandangan 2. Pemilihan bibit dan pemuliabiakan 3. Penyediaan dan pemberian pakan. 4. Pengendalian penyakit 5. Tatalaksana pemeliharaan. 6. Pasca panen Pemasaran. 7. Manajemen usaha (terutama aspek finansial). (Aspek 6 dan 7 sudah dibahas pada Bab III, sedangkan aspek 5 pada dasarnya menyangkut bagaimana aspek 1 – 4 diterapkan pada pemeliharaan ternak sesuai dengan umur, fase produksi dan tujuan pemeliharaannya) Berdasarkan tingkat penerapan ke tujuh aspek zooteknis akan dapat ditentukan termasuk kategori manakah suatu usaha ternak. Bila tingkat penyerapannya masih rendah (sederhana) yaitu memelihara ternak dilakukan apa adanya sesuai kemurahan alam saja maka usaha tersebut dikategorikan usaha ekstensif atau tradisional. Pada sistim ini ternak dipelihara dengan cara-cara yang diwarisi turun temurun tanpa mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Usaha ternak seperti ini biasanya diposisikan sebagai usaha sambilan. Kategori kedua adalah usaha semi-intensif di mana tingkat penerapan aspek-aspek sapta usaha sudah mulai diperhatikan oleh peternak namun masuh terbatas. Ternak masih dibiarkan mencari sendiri sebagian kebutuhannya namun sebagian sudah disediakan atau dikontrol oleh peternak. Pada sistim semi-intensif posisi usaha ternak sudah merningkat menjadi cabang usaha. Kategori ketiga adalah usaha intensif di mana ketujuh aspek sapta usaha sudah diterapkan oleh peternak. Semua kebutuhan ternak disediakan oleh pemiliknya dan dikontrol berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi. Pada sistim ini usaha ternak sudah diposisikan sebagai usaha pokok. Kategori keempat adalah sistim super-intensif di mana semua kebutuhan ternak mulai dari kondisi lingkungan, pemberian pakan dan pengelolaan sudah sepenuhnya terprogram dan dikontrol secara ketat. Usaha seperti ini digolongkan sebagai usaha Industri. Termasuk kategori manakah usaha ternak yang saat ini dilakukan oleh warga ditempat Anda? Sudah sejauh mana aspek-aspek teknis tadi diterapkan? Masih mungkinkah usaha-usaha tersebut ditingkatkan statusnya? Pemahaman tentang kondisi riel yang berlangsung di tengahtengah warga sangat perlukan dilakukan karena dari sanalah seharusnya upaya-upaya perbaikan dimulai. 4.1 Perkandangan Kandang bagi ternak adalah ibarat rumah bagi manusia. Tentu kita semua sudah tau apa fungsi rumah. Rumah adalah tempat kita berlindung dari berbagai sumber mara bahaya atau musuh. Rumah yang kita idam-idamkan adalah tempat yang nyaman untuk beristirahat dan bisa menjauhkan kita dari sumber-sumber penyakit atau ancaman lainnya. Kondisi yang sama juga diidam-idamkan oleh ternak. Anggapan bahwa ternak tidak perduli apakah kandangnya kotor, becek, sempit, pengap dan lain-lain adalah tidak tepat. Kalaupun mereka kelihatannya pasrah walau kondisi kandangnya serba jelek bukan berarti itulah yang mereka inginkan. Hanya saja mereka tidak bisa menghindar karena memang sebagai ternak mereka tergantung kepada apa yang kita berikan. Namun walau tidak mampu mengajukan protes, mereka sebenarnya memberontak yaitu dengan memberi hasil yang tidak optimal. Jadi, kalau kita mengharapkan hasil yang optimal dari ternak maka sediakanlah rumah idaman bagi mereka. Sehubungan dengan itu, sebelum membangun kandang perlu dipelajari lebih dulu kondisi kanng yang bagaimanakah yang dapat menyediakan rasa aman dan nyaman serta dapat mempertahankan status kesehatan dan kesejahteraan mereka secara optimal. Keamanan ternak 12
berhubungan dengan kekokohan kandang. Sedangkan kenyamanan dan kesejahteraan terutama berhubungan dengan suhu, kelembaban, pencahayaan, sirkulasi udara dan luasan kandang yang tersedia bagi setiap ekor ternak. Selanjutnya, aspek kesehatan terutama berkaitan dengan kebersihannya dan ketidakhadiran faktor-faktor penyebab penyakit. Dari sudut kepentingan peternak, aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan adalah faktor kemudahan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pemeliharaan ternak (memberi makan, memberi minum, merawat ternak yang sakit dll). Selanjutnya, biaya serta kenyamanan dan keamanan terhadap kesehatan manusia juga harus dipertimbangkan. Sedapat mungkin gunakanlah bahan-bahan yang murah dan mudah diperoleh namun awet. Selain itu harus diupayakan agar kehadiran kandang tidak mengganggu kenyamanan, apalagi membahayakan kesehatan, orang-orang yang tinggal di sekitar lokasi kandang. Hal ini terutama berkaitan dengan penanganan limbah (kotoran) ternak. Syarat-syarat kandang. Jenis kandang harus sesuai dengan jenis ternak yang akan dipelihara, Ayam, misalnya, harus dinaungi oleh kandang yang sejuk dan teduh. Kemungkinan hubungan dengan hewan pemangsa harus dihindari sebanyak mungkin. Bila usaha ternak dilakukan berdekatan dengan kegiatan bercocok tanam maka harus diatur sedemikian rupa agar gerakan-gerakan atau tindakan-tindakan ternak tidak mengganggu tanaman. Demi kesehatan dan kesejahteraan ternak kandang harus mendapat cukup udara dan terlindung dari hujan. Kandang dibangun sedemikian rupa dengan memperhatikan hal-hal berikut : Tersedia tempat yang layak untuk berbaring, berdiri dan melakukan kebiasaan (tingkah laku) alami dari ternak seperti menjilat-jilat, menggaruk, “mandi pasir”, bertengger, mengais, mengeram dll (tergantung kepada jenis ternaknya). Memperoleh cahaya yang cukup; sebagai pedoman : cahaya tersebut harus cukup terang jika kita gunakan untuk membaca koran di dalam kandang. Terlindung dari terik matahari, curah hujan dan suhu udara yang ekstrim. Cukup udara. Diberi alas (bedding) yang nyaman. Memiliki tempat yang terlindung untuk mengumpulkan dan menyimpan manur. Untuk alasan-alasan ekonomi, kandang sebaiknya dibuat menggunakan bahan-bahan sederhana yang tersedia di daerah setempat atau sekitarnya. Banyak daerah mempunyai tradisi yang kaya dalam mengembangkan sistim-sistim kandang yang paling sesuai dan paling efisien menurut kondisi daerah masing-masing. Jika teknik-teknik tradisional ini dikombinasikan dengan prinsip-prinsip di atas maka sistim yang sesuai dengan kondisi setempat dan juga sehat bagi ternak dapat dicapai. Alas kandang atau bedding adalah bahan-bahan yang digunakan dalam kandang untuk membuat lantai kandang menjadi empuk, kering dan bersih yang akan menunjang kesehatan ternak. Alas kandang sering juga menjadi tempat bagi ternak untuk membuang kotoran seharihari sehingga harus diganti sekali-sekali. Bahan bakunya dapat digunakan jerami, dedaunan, ranting-ranting dan/atau bahan-bahan lain yang tersedia di daerah setempat. Alas dapat diganti setiap hari atau dibiarkan selama beberapa waktu sementara terus menambah dengan bahan baru secara teratur. Bahan diskusi. Amatilah jenis-jenis ternak yang paling menonjol di tempat Anda dan didkusikanlah pertanyaan-pertanyaan berikut : Sistem kandang apa yang paling menonjol yang digunakan untuk tempat bernaung bagi ternakternak tersebut? Apakah ternak dapat bergerak, merumput, makan, berbaring dll dengan leluasa? Alas apa yang digunakan dan bagaimana pengelolaan alas tersebut? Di manakah terletak kemungkinan kekurangtepatan kandang-kandang tersebuit? Perbaikan/penyempurnaan apa yang bisa dilakukan agar kandang tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kandang yang ideal? 13
4.2 Pemilihan Bibit Pemilihan bibit yang tepat adalah salah satu kunci keberhasilan beternak. Sebaik apapun pemeliharaan yang diberikan akan tetapi kalau kualitas bibit kurang bagus maka produktivitasnya akan rendah. Kualitas bibit terutama berhubungan dengan potensi genetik (faktor keturunan) yang diwarisi seekor ternak dari kedua tetuanya. Artinya sifat-sifat unggul dari seekor induk, sampai tingkat tertentu, akan diwariskan kepada turunannya. Secara umum, sekitar 30% dari produktivitas ternak ditentukan oleh faktor genetik (kebakaan) yang diwarisi dari kedua induknya, sedangkan yang 70% lagi ditentukan oleh faktor lingkungan. Keturunan yang baik akan diperoleh dari tetua atau induk yang baik pula. Karena ternak bereproduksi dengan cara kawin antara betina dan jantan maka kedua-duanya harus dipilih secara cermat Berikut ini adalah beberapa kriteria yang harus dipenuhi bila memilih calon bibit babi. (1) Perkembangan kelenjer susu. Baik calon induk maupun calon pejantan harus memiliki paling tidak 12 pasang puting susu yang normal, berspasi baik (jarak antar puting cukup jauh dan rata) dan berpasangan (tidak ganjil). Semua puting susu yang normal tadi harus terletak sepanjang garis bawah tubuh. Jumlah puting yang dimiliki seekor babi dapat diperiksa sebelum dia disapih. Akan tetapi perkembangan puting susu ini harus diperiksa ulang sewaktu babi mancapai umur 6 - 8 bulan. Dari segi jumlah, spasi dan letak puting susunya, bisa saja seekor babi betina memiliki kelenjer susu yang baik. Namun kalau diperiksa lebih cermat, mungkin di antara puting tadi ada yang cacat seperti buta (tertutup), terbalik atau ketidaknormalan lainnya. (2) Penampilan fisik. Penampilan fisik (postur tubuh) berkaitan dengan kualitas genetik dan daya tahan terhadap stress lingkungan. Babi yang tidak normal bentuk fisiknya dapat mewariskannya kepada anak-anaknya. Terutama struktur dan kekokohan kaki perlu mendapat perhatian. Kaki yang kokoh bagi betina sangat perlu untuk memikul berat pejantan saat kawin dan juga untuk memikul bobot tubuh saat bunting. Kaki yang lemah akan mempercepat babi induk mengalami kelumpuhan; apalagi kalau ditempatkan di dalam kandang berlantai semen. Khusus untuk pejantan, buah pelir atau testis harus menggantung baik di dalam scrotum. Kedua buah pelir harus simetris (ukuran dan posisi yang sama). (3) Performan. Performan atau penampilan dalam hal ini meliputi sifat-sifat khas seperti kualitas karkas, kecepatan pertumbuhan dan keefisienan menggunakan makanan. Saat membeli calon bibit hal-hal berikut perlu diperhatikan : (a) Sedapat mungkin calon bibit dibeli dari peternak yang memiliki reputasi yang baik. (b) Peternakan asal calon bibit memiliki sejarah kesehatan yang baik. Akan lebih baik bila peternakan tersebut mempunyai ahli kesehatan. Sebaiknya membeli bibit dari satu sumber saja. Membeli bibit dari beberapa sumber dapat meningkatkan resiko masuknya bibit penyakit. Mengingat pencegahan penyakit sangat diutamakan dalam menjaga kesehatan ternak maka pemilihan bibit yang sesuai dengan kondisi setempat (terutama iklim dan penyakit) dan pemberian pakan berbasis bahan baku lokal menjadi sangat penting. Hal ini berarti jenis bibit yang tepat harus tersedia. Bibit-bibit ternak lokal sebenarnya lebih tepat dikembangkan oleh usaha ternak pedesaan. Bila diinginkan, mereka dapat disilangkan dengan bibit baru yang sesuai untuk menghasilkan jenis yang mewarisi aspek-aspek positif ternak lokal dan kualitas produksi yang menguntungkan dari bibit baru. Selama ini bibit-bibit ternak lokal sudah banyak yang tersingkir oleh bibit-bibit ternak unggul yang diimpor. Pada hal ternak-ternak impor biasanya sangat tergantung kepada pola makan lengkap (mengandalkan konsetrat komersil) dan kondisi hidup optimal. Selain itu mereka umumnya lebih rentan terhadap penyakit dibanding ternak lokal sehingga memerlukan lebih banyak perlakuan medis. Jadi menurut hemat kami ternak impor ini, khususnya biakan murni, kurang cocok bagi petani pedesaan mengingat modal yang harus disediakan untuk biaya 14
pemeliharaan mereka jauh melebihi biaya pemeliharaan ternak lokal. Lagi pula memproduksi daging, telur atau susu bukanlah satu-satunya alasan dalam memelihara ternak bagi petani pedesaan. Oleh karena itu, kegiatan pembibitan ternak oleh peternak pedesaan seharusnya berupaya mengoptimalkan pendayagunaan ternak-ternak lokal dengan mempertimbangkan tujuan-tujuan dan kondisi-kondisi yang berbeda dari masing-masing peternak. Sebagai contoh, jenis ayam yang cocok bagi usaha tani skala kecil bisa jadi bukanlah ayam ras yang menghasilkan banyak telur melainkan ayam-ayam lokal yang mampu bertumbuh dan berproduksi dengan baik walau pakannya didominasi oleh bahan-bahan berupa limbah atau hasil ikutan tanaman produksi petani setempat. 4.3 Penyediaan dan Pemberian Pakan Ternak sering diidentikkan dengan mesin yaitu mesin biologis yang mampu mengubah bahan-bahan yang kurang berguna bagi manusia menjadi produk bernilai tinggi. Untuk menghasilkan sesuatu tentu mesin memerlukan bahan baku. Demikian juga ternak. Semakin mencukupi jumlah bahan baku yang diperolehnya maka semakin tinggilah kemampuannya menghasilkan produk yang diharapkan. Semakin tinggi kualitas bahan baku yang diberikan semakin berkualitas produk yang dihasilkan. Jadi prinsip dasarnya adalah kita akan memperoleh banyak bila kita memberi banyak. Kita akan memperoleh yang terbaik kalau memenuhi semua kebutuhan mereka dengan masukan yang yang berkualitas baik. Catatan : kualitas yang baik bukan berarti harus yang mahal. Bahan baku yang diperlukan oleh ternak untuk tetap hidup dan untuk menghasilkan produk kita sebut makanan. Makanan mengandung zat-zat gizi yaitu protein, lemak, karbohidrat (sering disebut gula), mineral dan vitamin. Zat-zat inilah yang digunakan oleh tubuh ternak untuk melangsungkan proses-proses kehidupan itu sendiri dan untuk menghasilkan produk-produk yang diharapkan darinya. Semua zat gizi ini harus terdapat dalam makanan atau ransum yang dikonsumsi oleh ternak dengan jumlah yang cukup dan keadaan yang seimbang (proporsional). Jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh seekor ternak sangat tergantung kepada banyak faktor. Dua di antaranya yang sangat penting adalah umur dan fase reproduksi. Umur merupakan salah satu faktor yang amat besar pengaruhnya terhadap kebutuhan zat gizi. Ternakternak muda terutama sangat membutuhkan protein dalam jumlah cukup. Seperti sudah dibahas sebelumnya, protein sangat penting untuk pembentukan sel-sel tubuh. Karena pertumbuhan itu sendiri pada dasarnya terjadi melalui pertambahan jumlah, jenis dan ukuran sel-sel tubuh maka wajarlah ternak-ternak yang masih muda memerlukan lebih banyak protein. Demikian juga mineral dan vitamin sangat penting pada fase pertumbuhan. Mineral kalsium dan fosfor, misalnya, juga vitamin D, sangat besar peranannya bagi pertumbuhan tulang dan gigi. Fase reproduksi sangat besar pengaruhnya terhadap kebutuhan zat gizi. Ternak-ternak betina yang sedang bunting atau menyusui harus diberi makanan ekstra yang kaya akan protein, mineral dan vitamin. Sekali lagi, kebutuhan zat gizi untuk pertumbuhan janin dan pembentukan air susu semuanya berasal dari zat-zat gizi yang ditransfer melalui tubuh induk. Itu sebabnya kalau kurang makan maka induk yang lagi bunting atau menyusui sering mengalami penurunan bobot badan yang drastis. Pada saat bunting atau menyusui anak maka secara naluriah tubuh induk akan mengutamakan kepentingan janin dan pembentukan air susu. Akibatnya, bila suplai atau masukan zat-zat gizi dari ransum kurang maka tubuh akan berusaha mencukupinya dengan menguras cadangan zat-zat gizi yang ada pada tubuh. Untuk mencukupi energi misalnya, tubuh akan memanfaatkan timbunan lemak tubuh sedangkan untuk menutupi kekurangan protein maka giliran otot-otot tubuh yang digerogoti. Akibatnya si induk menjadi kurus. Kondisi serti inilah yang sering dialami oleh induk-induk ternak di usaha ternak pedesaan sehingga siklus reproiduksi mereka menjadi lambat. Demikian juga halnya dengan mineral, terutama kalsium dan fosfor. Kekurangan kedua zat gizi ini akan ditutupi dengan menguras cadangan mineral yang disimpan dalam tulang dan 15
gigi. Jadi bisalah kita bayangkan betapa beratnya tugas dan tanggung jawab tubuh si induk, dan juga seorang ibu, ketika sedang mengandung atau menyusui. Mereka rela kondisi tubuhnya sampai kurus, bahkan sering menjadi kerempeng, demi mempertahankan janin yang dikandungnya atau kepentingan bayi yang diasuhnya. Tidakkah mereka pantas mendapat penghargaan yang tinggi dari kita?Atas dasar pengetahuan di ataslah makanya pabrik pakan ternak menyediakan formula khusus untuk ransum anak dan untuk induk yang lagi bunting atau menyusui. Hal yang sama juga dilakukan oleh pabrik susu untuk manusia. Mereka menyediakan susu formula khusus untuk bayi, balita dan ibu-ibu. Di pasaran, misalnya, dengan mudah kita temukan susu dengan merk Sustagen Mama, Sustagen Junior, Dancow Balita dan lain-lain. Tapi belum ada Sustagen Papa!. Perlukah ? Ransum harus disusun dari beberapa jenis bahan makanan. Keharusan menyusun ransum dari bahan-bahan yang beragam sangat penting diperhatikan mengingat hampir tidak ada satupun bahan pakan yang mengandung semua jenis zat gizi dalam jumlah yang lengkap dan cukup. Bahan-bahan pakan yang umum kita kenal biasanya menonjol hanya pada satu atau dua zat gizi sedangkan pada zat gizi yang lain kekurangan. Sebagai contoh, jagung atau ubi kaya akan energi tapi miskin akan protein dan mineral. Tepung ikan kaya akan protein dan mineral tapi kandungan energinya tidak mencukupi. Kondisi yang sama ditemukan pada semua bahan makanan lainnya. Oleh sebab itu salah satu dasar penggolongan bahan pakan ternak adalah berdasarkan kandungan zat gizinya yang paling menonjol. Ada bahan pakan yang digolongkan sebagai sumber energi karena kandungan energinya tinggi. Yang lain digolongkan sebagai sumber protein, sumber mineral atau sumber vitamin, tergantung kepada kandungan zat gizinya yang paling menonjol. Bahan pakan yang berasal dari tumbuhan (pakan nabati) umumnya kaya akan energi dan harganya relatif murah. Kelemahan utamanya adalah kandungan proteinnya rendah sedangkan serat kasarnya tinggi. Contohnya adalah jagung, dedak, bungkil kelapa, bungkil kedele, bungkil kacang tanah, ubi-ubian dan sisa-sisa sayuran. {Khusus yang tergolong bungkilbungkilan ini cukup tinggi kandungan proteinnya dibanding pakan nabati lainnya}. Sebaliknya, bahan pakan yang berasal dari hewan (pakan hewani) umumnya tinggi kandungan protein dan mineralnya serta rendah serat kasarnya. Hanya saja kandungan energinya sering kurang memadai dan harganya lebih mahal. Contohnya adalah tepung ikan, abu atau sisa-sisa ikan baik ikan olahan maupun ikan segar, tepung bekicot, tepung darah {yang satu ini kandungan proteinnya sangat tinggi namun daya cernanya sangat rendah}. Atas dasar pertimbangan di atas, terutama kandungan gizi dan harga, maka dalam praktek penyiapan ransum ternak selalu agar bahan pakan penyusunnya beragam. Selain karena alasan di atas, khususnya untuk ternak babi, penyertaan bahan pakan hewani dalam ransum sangat penting untuk merangsang selera makan. Ternak babi juga memiliki indera pengecap dan penciuman yang kuat. Apalagi kalau hangat, bahan pakan hewani akan menyebarkan aroma dan rasa sedap. Ransum seperti ini sangat disukai ternak babi. Untuk kondisi pedesaan, menurut pengalaman kami sendiri, yang paling layak digunakan, baik karena pertimbangan kandungan zat gizi maupunharganya, adalah abu atau sisa-sisa ikan beserta hewan-hewan kecil. Kami sendiri ketika beternak babi, paling sering menggunakan abu ikan teri karena kandungan proteinnya cukup tinggi (antara 30 - 40%), aroma dan rasanya enak sehingga disukai ternak babi apalagi kalau sudah dimasak. Satu kg biasanya cukup untuk satu ekor babi selama 7 - 10 hari, tergantung ukuran tubuhnya. Hewan-hewan kecil lain juga dapat digunakan sebagai sumber protein bagi ternak. Dari ladang atau sawah bisa dicari keong, kodok, kerang atau yang sejenis. Dari pasar bisa diminta sisa-sisa pembersihan ikan-ikan basah (biasanya berupa isi perut, sirip dan insang). Prinsipnya segala sesuatu yang berasal dari hewan pada dasarnya dapat dijadikan sebagai sumber zat gizi (terutama protein dan mineral) bagi ternak. Kuncinya adalah kemauan dan tidak merasa jijik, apalagi gengsi. Yang penting ekonomis dan tidak tergantung kepada bahan yang harus dibeli. 16
Sebagai sumber energi, bahan yang paling tepat untuk kondisi pedesaan adalah ubi, baik ubi rambat maupun ubi kayu. Ampas ubi (onggok) juga bisa, tapi namanyalah ampas saripatinya sudah terkuras. Jadi fungsinya lebih banyak hanya sebagai pengenyang. Dari pada maha-mahal membeli ampas ubi - sudah mahal bau pula lagi - lebih baik diperbanyak memberi daundaunan (daun ubi rambat, ubi kayu, rerumputan, enceng gondok atau berbagai jenis gulma yang banyak tumbuh di lahan pertanian) dan juga sisa-sisa sayuran. Alih-alih membeli pakan komplit yang harganya tidak murah, lebih baik menanam tanaman yang kaya protein di lahan sendiri yang juga dapat difungsikan sebagai tanaman penutup, pagar tanaman atau pohon peneduh. Jika kandungan mineral pada bahan pakan yang tersedia tidak mampu memenuhi kebutuhan ternak maka garam mineral dan makanan tambahan lain bisa diberikan. Bahan diskusi. Pilihlah satu jenis ternak yang paling banyak ditemukan di tempat Anda. Diskusikan dan catatlah hal-hal berikut : Pakan apa yang diberikan kepada ternak tersebut dan pada musim apa ? Jenis tanaman lain apa yang dapat ditanam sebagai sumber pakan ternak di sana? Budidaya Tanaman Pakan ternak. Di daerah tropis, seperti negeri kita ini, dalam setiap tahun selalu ada saat-saat tidak menyenangkan di mana ketersediaan hijauan sangat terbatas akibat kemarau yang berkepanjangan. Pada hal memelihara ternak berarti memberi mereka makan dalam jumlah cukup secara terus menerus sepanjang tahun. Untuk menghindari, atau setidaknya mengurangi, ketergantungan terhadap pakan hijauan alami ini maka sebaiknya peternak membudidayakan tanaman pakan ternak, baik yang berupa rumput maupun berupa leguminosa (kacang-kacangan). Membiarkan ternak mengambil sendiri pakan hijauan di padang penggembalaan akan mengurangi kebutuhan tenaga kerja dibanding bila ternak makan di kandang. Namun cara ini membutuhkan lahan yang lebih luas dan cara-cara yang tepat untuk menghindarkan ternak merusak tanaman lainnya. Merumput di padang penggembalaan mungkin dapat mengurangi produktivitas tetapi biasanya lebih disukai ternak serta baik untuk kesehatan dan kesejahteraan mereka. Di sisi lain, memberi makan di kandang mempunyai manfaat antara lain kotoran ternak mudak dikumpulkan. Pilihan mana yang diambil, antara penggembalaan atau dikandangkan, bergantung kepada kondisi-kondisi agroklimat, sistim pertanian dan ketersediaan lahan. Gabungan antara pemerian makan di kandang dan penggembalaan yang areal yang dipagari mungki9n adalah kombinasi yang paling baik jika diinginkan mencapai produktivitas tinggi. Saran untuk Pendalaman. Jika tersedia di sekitar tempat tinggal Anda, kunjungilah peternakan yang melakukan penggembalaan dan/atau pemberian pakan di kandang. Diskusikan dengan mereka kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sistem tersebut untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang pilihan-pilihan yang tersedia. Memadukan Tanaman Pakan Ternak dengan Tanaman Pertanian. Pada sebagian besar usaha tani kecil, budidaya tanaman pakan ternak akan menyaingi tanaman pertanian dalam masalah lahan. Apakah budidaya tanaman pakan ternak secara ekonomis lebih menguntungkan dibanding tanaman pertanian harus dilihat kasus demi kasus. Meskipun demikian, terdapat beberapa pilihan untuk menyatukan budidaya tanaman pakan ternak tanpa menghabiskan terlalu banyak lahan seperti beberapa contoh berikut : Budidaya rumput atau tanaman penutup dalam areal perkebunan. Memagari kebun dengan tanaman pakan berbentuk pohon (leguminosa). Menanam pohon peneduh dan pendukung. Menanam rumput pada gundukan penahan erosi tanah. Menanam rumput saat rotasi tanaman. Menanam tanaman yang hasil ikutannya yang dapat digunakan sebagai pakan ternak seperti jagung, daun kacang-kacangan dll. Contoh Kasus : Penaman Tanaman Pakan Ternak di Kerala India. Petani-petani yang inovatif di India Selatan menggabungkan budidaya tanaman pakan ternak ke dalam perkebunan 17
kopi dan lada untuk memberi makan ternak sapi. Di samping jerami padi, yang telah menjadi barang langka karena areal persawahan mengalami penurunan, mereka juga memberikan rumput, daun dan ranting dari pohon dan tanaman pagar kepada sapi. Rumput ditanami pada gundukan-gundukan, batas-batas atau di sela-sela tanaman tani asalkan tersedia cukup cahaya. Para petani mengetahui varietas-varietas tertentu yang paling sesuai dengan tujuan mereka dan kondisi-kondisi setempat. Pohon-pohon seperti nangka dan tumbuhan daun seperti lamtoro banyak ditanam sebagai peneduh atau pohon pendukung dan sekaligus dimanfaatkan sebagai penghasil pakan ternak yang kaya protein terutama pada musim kemarau. Bahkan beberapa orang petani sudah ada yang beralih menjadikan peternakan sebagai usaha pokok mereka dan mulai menanam rumput dan tanaman pakan ternak lain di lahan tersendiri karena ternyata hasilnya lebih menguntungkan. Pengelolaan Padang Rumput. Pengelolaan padang rumput sangat penting bagi pengelolaan penggembalaan yang baik. Ada bermacam-macam jenis rumput dan setiap daerah memiliki jenis rumput yang sesuai denmgan kondisi iklim masing-masing. Dalam beberapa kasus, penting untuk mempertimbangkan mengelola tempat merumput dan menanam varietas rumput yang sesuai bagi kebutuhan ternak. Bahan diskusi. Amati dan diskusikanlah sistem budidaya tanaman pakan ternak yang dilakukan para peternak di tempat tinggal Anda. Tanaman pakan ternak apa yang ditanami oleh petani setempat? Masalah apa yang dihadapi oleh petani dan bagaimana mereka menghadapi masalah tersebut? 4.4 Pengendalian Penyakit Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Itu adalah nasehat kepada manusia agar selalu menjaga kesehatannya. Nasehat yang mirip berlaku juga untuk ternak. Hanya bunyinya sedikit berbeda, di dalam tubuh yang sehat terdapat kemampuan berproduksi yang hebat. Sakit adalah kondisi di mana ada bagian tubuh yang tidak lagi normal, baik struktural maupun fungsional. Artinya, di dalam tubuh yang sakit pasti ada bagian mengalami kelainan struktur (bentuk) atau terjadi gangguan fungsi fisiologis. Kondisi ini tentu saja ada penyebabnya. Itulah yang disebut faktor-faktor penyebab penyakit. Faktor-faktor inil perlu dikenal dan diwaspadai serangannya agar bisa diambil tindakan yang tepat sehingga mereka tidak sampai berhasil menerobos masuk ke dalam tubuh ternak. Kelompok pertama faktor penyebab penyakit adalah kuman yaitu organisme hidup yang ukurannya sangat kecil (tidak bisa dilihat dengan mata telanjang) yaitu virus, bakteri, protozoa dan fungi. Yang paling ganas di antara mereka adalah virus, kemudian bakteri. Penyakit yang ditimbulkan oleh virus sering menyebabkan kematian mendadak dan berjumlah besar. Susahnya, obat untuk penyakit yang disebabkan oleh virus belum ditemukan. Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh bakteri umumnya dapat disembuhkan dengan antibiotik yang tepat. Kelompok kedua adalah parasit yaitu sekelompok mahluk yang hidup menumpang pada mahluk lain dan semua kebutuhannya diambil dari tubuh yang ditumpangi (inang). Ukurannya cukup besar sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang. Kalau hidup di bagian dalam tubuh, disebut parasit internal. Contoh : cacing. Sedangkan yang hidup di luar atau pada permukaan tubuh disebut parasit eksternal. Contohnya : kutu, caplak, lalat, nyamuk dan serangga lainnya. Parasit sangat merugikan hewan inang karena mereka menghisap darah, merusak jaringan tubuh, mencuri zat-zat makanan dan menimbulkan ketidaknyamanan. Kelompok ketiga adalah faktor-faktor non-organis seperti senyawa-senyawa toksik (beracun), luka, cacat bawaan dan kelainan genetis. Setelah mengetahui faktor-faktor penyebab penyakit, langkah berikutnya adalah menguasai prinsip-prinsip pengendaliannya. Prinsip pertama, dan yang utama, untuk mengendalikan penyakit adalah mencegah jauh lebih baik daripada mengobati. Artinya, harus 18
diupayakan agar faktor-faktor penyebab penyakit tidak sampai berhasil mencapai apalagi memasuki tubuh ternak. Dengan kata lain, jauhkanlah mereka dari ternak. Karena bibit penyakit umumnya sangat suka tempat-tempat kotor dan lembab maka jauhkanlah segala yang bernama kotoran dari ternak baik dari kandang maupun tubuhnya. Itulah sebabnya kenapa penting agar selalu membersihkan kandang dan memandikan ternak. Selain bersih dari kotoran, kandang dan tubuh ternak juga harus selalu diupayakan agar tidak becek atau lembab. Berkaitan dengan itu maka penting agar cahaya matahari - terutama di pagi hari masuk ke dalam kandang. Selain membunuh kuman, cahaya matahari pagi juga penting untuk membantu pembentukan vitamin D di dalam tubuh ternak. Prinsip kedua adalah jangan sampai terjadi kontak antara ternak sakit dengan yang sehat, baik langsung maupun tak langsung. Yang paling sering dilupakan adalah kontak tak langsung. Contoh, peternak sering tidak menyadari bahwa pengunjung bisa menjadi pembawa kuman penyakit apalagi yang baru berkunjung dari lokasi atau daerah di mana sedang berjangkit penyakit menular. Selanjutnya, sisa-sisa tubuh ternak yang sakitpun sangat sering menjadi sumber penularan penyakit. Misalnya, kalau kita membawa lompan manang jambar dari pesta atau membeli daging dari pasar, maka sesampai di rumah bisa saja sisa-sisanya termakan oleh ternak kita. Kalau berkebetulan daging tadi berasal dari ternak yang mengidap penyakit menular maka besar kemungkinan ternak kitapun ikut tertular. Penyebaran penyakit hog cholera paling sering terjadi dengan cara demikian. Jadi kalau mau sukses beternak usahakan tidak sembarangan membawa daging ke rumah. Pastikan dulu bahwa daging itu berasal dari ternak yang bebas penyakit menular. Kalau ragu-ragu, sebaiknya jangan dibawa ke rumah. Hal yang sama juga perlu diingat ketika membawa ternak hidup dari luar. Prinsip ketiga adalah tingkatkan daya tahan tubuh ternak itu sendiri. Secara alami semua mahluk hidup dipersenjatai dengan sistim kekebalan untuk melawan kuman. Hanya saja sering terjadi bahwa sistim ini belum siap ketika pasukan penyakit menyerang, apalagi jika serangannya diam-diam dan mendadak pula. Oleh sebab itu kita perlu merangsangnya agar aktif dan siap siaga. Caranya adalah dengan melakukan vaksinasi yaitu memasukkan vaksin ke dalam tubuh ternak. Vaksin pada dasarnya adalah bibit penyakit atau racun, hanya saja jumlah dan keganasannya sudah dikontrol sehingga kalau dimasukkanpun ke dalam tubuh asalkan dengan dosis, cara dan saat yang tepat maka mereka tidak akan membahayakan ternak. Tujuannya adalah mengaktifkan, mensiagakan dan memperbanyak jumlah bala tentara kekebalan sehingga ketika bibit penyakit datang mereka siap siaga untuk bertempur baik dari segi jumlah maupun keaktifan. Karena vaksin adalah bibit penyakit maka jangan pernah memvaksin ternak yang sedang sakit. Hal itu malah akan memperparah penyakit tadi. Selanjutnya, dosis pemberian vaksin harus tepat sesuai anjuran produksennya. Kelebihan dosis bisa membahayakan kesehatan terna, namun kalau terlalu sedikit tidak akan efektif. Jadi, ikutilah semua petunjuk yang dicantumkan dalam kemasan mulai dari dosis, cara penyuntikan, cara pengenceran dan penyimpanan vaksin. Prinsip keempat adalah memberikan perawatan dan pengobatan yang tepat. Kalau bibit penyakit berhasil memasuki tubuh ternak, berhasil pula melumpuhkan sistim immun tadi, maka efeknya adalah sakit. Tindakan yang tersedia untuk itu tinggal hanya pengobatan. Itupun, seperti yang kami sebut tadi, belum ada yang sepenuhnya efektif untuk penyakit yang disebabkan oleh virus. Yang paling sering diabaikan peternak perihal pengendalian penyakit adalah pemberian obat cacing. Penyakit cacingan memang jarang mematikan, namun kalau dari segi pengaruhnya terhadap penurunan produksi maka serangan cacing tetap sangat merugikan. Oleh sebab itu, lakukanlah pemberian obat cacing secara teratur; biasanya sekali enam bulan. Obat cacing tidak mahal serta mudah diperoleh di toko-toko yang menjual pakan ternak. Serangan cacing biasanya akan meningkat bila sanitasi kandang tidak terjaga, terlebihlebih bila ternak bebas berkeliaran. Khusus untuk ternak babi, ayam dan itik, serangan cacing 19
juga akan meningkat bila ternak sering diberi makanan yang kurang terjamin kebersihannya, terutama daun-daunan yang tidak dimasak atau tidak dicuci terlebih dahulu. Oleh sebab itu, sebelum diberikan kepada ternak, daun-daunan itu sebaiknya dicuci dulu. Akan lebih bagus lagi kalau direbus atau direndam dulu dengan air panas. Anggapan bahwa ternak tidak perlu kebersihan adalah tidak benar. Kalaupun ternak-ternak yang biasa bergelimang dengan lumpur itu kelihatan tidak sakit bukan berarti bahwa di tubuhnya tidak ada faktor penyakit, minimal cacing. Peternak yang bijaksana lebih menekankan pada cara-cara pencegahan untuk menjaga kesehatan ternak daripada melakukan pengobatan. Hal ini dimulai dengan memilih bibit ternak yang sehat dan tegak; bukan karena tampak cantik atau menawan tetapi rentan. Selanjutnya, kondisi-kondisi tempat hewan berdiam harus dipersiapkan dan dipelihara sebaik-baiknya : ruang, udara dan air bersih yang cukup, alas kering yang bersih, tempat makan yang cukup dan bersih dll. Kualitas dan kuantitas pakan merupakan faktor yang sangat penting bagi kesehatan ternak. Jika cara-cara pencegahan ini dilakukan dengan teliti ternak tidak akan sering jatuh sakit. Perlakuan medis seharusnya menempati peranan sekunder. Bahan Diskusi : Pengalaman dan Tradisi Pencegahan Penyakit. Kunjungilan beberapa orang peternak di sekitar tempat tinggal Anda : Tanyakan dan diskusikan cara-cara pencegahan penyakit ternak yang mereka ketahui. Juga pengalaman-pengalaman mereka miliki tentang penanganan kesehatan ternak. Tradisi-tradisi perlindungan dan pemeliharaan ternak apa yang dimiliki para peternak setempat? Bahan lokal (tumbuhan dll) apa yang digunakan untuk merawat ternak? Problem-problem umum apa yang sering dijumpai di daerah setempat sehubungan dengan kesehatan ternak? Apa gejala-gejalanya?
V. ANALISIS KELAYAKAN WARGA UNTUK BETERNAK 5.1 Tujuan Beternak Petani di pedesaan Indonesia umumnya menjalankan pertanian terpadu di mana bercocok tanam berperan sebagai komponen utama dan beternak - kadang-kadang juga memelihara ikan sebagai usaha sampingan atau pelengkap (suplement). Berbagai hasil penelitian di negara-negara sedang berkembang juga menjunjukkan bahwa ternak selalu merupakan bagian tak terpisahkan dari usaha tani pedesaan. Sesungguhnya tidak seorangpun petani pedesaaan, terutama di Bona Pasogit, yang mengelola usaha tunggal; murni hanya bercocok tanam, hanya beternak atau hanya memelihara ikan. Selalu ada usaha lain sebagai usaha sampingan. Memadukan ternak dengan tanaman pada satu usaha tani dapat bermanfaat dalam mendaur ulang unsur hara. Hasil ikutan dan limbah tanaman serta sisa-sisa dapur dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang murah dan mudah didapat. Sebaliknya, kotoran ternak dan sisa-sisa pakan dikembalikan ke lahan usaha tani dengan cara seefisien mungkin untuk meningkatkan kesuburan tanah dan menghemat biaya usaha tani. Produk-produk ternak seperti daging, telur dan susu dapat dinikmati sendiri oleh keluarga atau dijual sehingga merupakan penghematan dan sumber pemasukan uang tunai. Walau posisinya lebih sebagai suplemen usaha tani, usaha ternak bagi petani pedesaan pada nyatanya memberikan kontribusi nyata yang sangat beragam. Banyak penelitian menunjukkan bahwa pemeliharaan ternak di pedesaan Indonesia memiliki tujuan ganda (multipurpose), akan tetapi bukan terutama sebagai sumber pangan hewani. Selain sebagai penghasil bahan pangan hewani, ternak dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut : Menghasilkan pupuk yang sangat penting bagi kesuburan tanah. 20
Dapat digunakan sebagai tenaga kerja baik untuk mengolah lahan atau untuk menghela alat pengangkut. Membantu dalam penanggulangan hama dan gulma. Memiliki nilai budaya dan kepercayaan (status sosial, upacara-upacara dll). Simbol status sosial Arti penting dari setiap peranan di atas bervariasi dari satu ternak ke ternak lain dan dari satu usaha tani ke usaha tani lain. Ia juga tegantung kepada pandangan pribadi petani pemilik ternak. Setiap usaha yang bertujuan meningkatkan produktivitas peternakan pedesaan pertamatama harus didahului oleh kemauan dan kemampuan untuk membiasakan diri dengan persepsi petani tentang posisi dan peranan yang dipegang oleh usaha ternak dalam totalitas sistim usaha tani mereka. Perlu didalami apakah ternak dipandang sebagai sumber bahan pangan, tambahan penghasilan, tabungan hidup atau simbol prestise sosial. Penekanan pada salah satu peranan ini akan mempengaruhi pola tingkah laku pemeliharaan ternak. Oleh sebab itu dalam setiap sistim usaha tani, masing-masing peran tadi harus diidentifikasi secara jelas bila program perbaikan diharapkan berhasil. Dengan kata lain, manfaat yang beraneka ragam ini perlu ditelaah dan dimunculkan ke permukaan. Kecuali kita memahami situasi dan kondisi petani pedesaan seperti disebut di atas dan mengetahui harapan-harapan yang mereka gantungkan kepada usaha ternak, adalah sulit – bila tidak mustahil – mengajak mereka mengubah usaha ternaknya ke arah yang lebih baik. Bahan Diskusi. Peranan-peranan apa yang ditawarkan oleh hewan ternak yang terdapat di daerah Anda? Alasan apa yang melatarbelakangi pemeliharaan ternak oleh petani di sana? Fungsifungsi apa lagi yang bisa ditambahkan? 5.2 Analisis Kesiapan Memelihara Ternak Ada beberapa hal yang bisa dijadikan sebagai indikator apakah seorang petani layak memelihara ternak, baik sebagai sampingan atau bahkan sebagai kegiatan utama. Untuk membuat keputusan memelihara ternak dan bagaimana melakukannya, seorang petani sebaiknya menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut secara jujur : 1. Apakah lahan yang saya miliki cocok? Apakah saya mempunyai tempat yang cukup untuk mendirikan kandang? Apakah saya memiliki lahan yang cukup untuk ternak merumput? Apakah saya memiliki lahan yang cukup untuk menanam tanaman pakan ternak? Apakah usaha tani saya menghasilkan hasil sampingan dan/atau limbah yang dapat digunakan sebagai pakan ternak? 2. Akankah hewan ternak menguntungkan usaha tani saya? Dapatkah saya menangani dan memanfaatkan pupuk kandang dari kotoran ternak dengan benar? Apakah saya memperoleh produk dari ternak tersebut untuk dikonsumsi sendiri atau dijual? Akankah ternak tersebut mempengaruhi tanaman tani saya? 3. Apakah saya dapat menyediakan input-input yang diperlukan? Apakah ada tenaga kerja yang cukup? Apakah ada cukup pakan dan air bersih sepanjang tahun? Apakah ada obatobatan dan ahli ternak jika diperlukan? Dapatkah saya memperoleh biakan (bibit) ternak yang sesuai? 4. Apakah saya bisa menemukan pasar untuk produk ternak? Apakah ada orang yang mau membeli daging, telur dan/atau susu di tempat saya? Apakah uang yang kemudian saya peroleh dari penjualan ternak mampu mengimbangi jerih payah saya memelihara ternak? Mampukah saya bersaing dengan petani lain yang juga memelihara ternak? Sekali lagi, semua pertanyaan di atas harus dijawab secara jujur. Dalam satu rumah tangga, libatkan semua anggota keluarga untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Kebiasaan Halak Hita mengesampingkan peran kaum ibu dan anak-anak dalam mengambil keputusan tidak jamannya lagi dipertahankan. Toh dalam kenyataan, merekalah yang justru lebih banyak terlibat dalam pemeliharaan ternak sehari-hari. 21
5.3 Kebutuhan Sumberdaya Peternak harus berusaha membuat hewan ternaknya sehat agar mereka dapat berproduksi dalam waktu lama dengan cara yang efisien. Untuk mencapai tujuan tersebut, bermacam-macam keperluan hewan ternak harus diperhatikan : Pakan yang cukup jumlah dan baik mutunya; untuk ternak non-ruminansia (bukan pemamah biak) biasanya membutuhkan bahan pakan yang lebih beraneka ragam. Tersedia air secara cukup baik untuk minum maupun untuk sanitasi. Kandang yang bersih dan tidak sempit dengan cahaya dan aliran udara yang cukup. Ada ruang (space) yang cukup bagi ternak untuk bergerak kesana kemari dan melakukan tingkah laku alamiah mereka. Sarana kesehatan dan ahli peternakan jika sewaktu-waktu diperlukan. Untuk ternak gembalaan : distribusi umur dan jenis kelamin di antara ternak harus diatur. Bahan Diskusi. Apa saja kebutuhan dari bermacam-macam hewan ternak yang ada di daerah Anda? Kebutuhan-kebutuhan apa yang sering diabaikan oleh peternak di sana? Bagaimana kebutuhan-kebutuhan yang sering diabaikan tadi mempengaruhi kinerja usaha ternak? Bagaimana pula mereka dapat dipenuhi? 5.4 Pertimbangan dalam Menentukan Jumlah Ternak yang Dipelihara Untuk menentukan berapa banyak ternak tertentu yang sebaiknya dipelihara oleh seorang peternak maka poin-poin berikut perlu dipertimbangkan : Ketersediaan pakan ternak di usaha tani, terutama pada masa-masa paceklik (misalnya pada musim kemarau). Daya dukung padang penggembalaan (untuk ruminansia atau ternak pemamah biak). Ukuran kandang yang sudah ada atau yang dapat disediakan (termasuk lahan areal perkandangan). Ketersediaan tenaga kerja untuk merawat dan menggembalakan ternak. Pada usaha tani tradisional, ternak sering kedapatan kekurangan pakan. Ketika menentukan jumlah ternak yang akan dipelihara pikirkanlah bahwa keuntungan akan lebih tinggi jika ternak yang dipelihara lebih sedikit namun diberi pakan dengan baik. Tidak hanya dari segi jumlah akan tetapi mutu pakan juga harus sungguh-sungguh dipertimbangkan. Bahan diskusi. Kunjungilah beberapa peternak di tempat tinggal saudara dan tanyakanlah hal-hal berikut kepada mereka : 1. Berapa banyakkah ternak yang dimiliki masing-masing peternak? Apakah ada perbedaan kepadatan ternak (jumlah ternak per luas lahan) pada sistim usaha tani yang berbeda-beda? 2. Apa yang menjadi pertimbangan mereka untuk memelihara lebih banyak atau lebih sedikit ternak? Catat alasan-alasan dan ketebatasan-keterbatasan yang ditemukan pada setiap sistim usaha tani atau keluarga petani.
VI. MENGGALANG KERJASAMA 6.1 Syarat Dasar agar Terjalin Kerjasama Seperti telah disebutkan sebelumnya bila hanya mengandalkan sumberdaya yang mereka miliki saat ini, apalagi kalau sendiri-sendiri, kapasitas warga Bona Pasogit untuk mewujudkan pengembangan usaha ternak seperti diharapkan adalah terbatas. Kondisinya akan tetap sama seperti yang sudah-sudah kecuali ada campur tangan pihak luar. Yang kami maksudkan dengan pihak luar di sini adalah orang-perorangan atau lembaga/badan yang concern terhadap peningkatan kesejahteraan kaum miskin dan tertinggal. Mereka-mereka ini bisa yang bermukim di luar namun bisa juga di Bona Pasogit. 22
Sebenarnya bukan tidak banyak bantuan yang telah diterima oleh warga Bona Pasogit baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri, oleh perorangan atau lembaga, bentuk narura atau tunai, kategori fisik atau nonfisik. Namun hasil yang dicapai masih jauh dari yang diharapkan. Akibatnya kedua belah pihak sama-sama kecewa. Memang kesalahan atau kelemahan yang menjadi penyebab kekurangberhasilan tadi terletak bukan hanya pada warga Bona Pasogit saja tetapi juga pihak luar. Namun kita tidak perlu mengungkit-ungkit kesalahan di masa lalu tadi tetapi mari mempersiapkan diri agar kesalahan serupa tidak terulang kembali. Agar sukses menjalin kerjasama dengan pihak luar, menurut hemat kami, setidaknya ada dua syarat dasar yang perlu dipenuhi oleh warga Bona Pasogit yaitu kesiapan untuk berorganisasi atau berkelompok dan kemauan untuk mengubah persepsi terhadap bantuan luar. 6.1.1 Kesiapan untuk Berkelompok Simbora pulguk … dst … dst….. mamora ma hita luhut alai … dst… dst…. adalah salah satu falsafah yang menunjukkan betapa egoisnya Halak Hita. Dari sudut kepentingan berkompetisi falsafah ini mungkin positif namun dari sisi kebutuhan untuk menjalin kerjasama dampaknya menjadi sangat menyulitkan karena setiap orang meminta lebih atau didahulukan. Pada hal tanpa mampu menjalin kerjasama, khususnya di antara sesama mereka, maka upaya-upaya pihak luar untuk membantu warga Bona Pasogit tidak akan efektif. Ada banyak keuntungan bila warga Bona Pasogit mampu membentuk kelompok yang efektif, empat yang terpenting dalam kaitan kegiatan ini adalah sebagai berikut. Pertama, dengan adanya kelompok maka perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dampak penyaluran bantuan (fisik maupun nonfisik) akan mudah dilakukan tanpa harus menghambur-hamburkan waktu, biaya dan pikiran baik di sisi pemberi bantuan maupun di sisi warga itu sendiri. Kedua, dengan berkelompok warga Bona Pasogit sebagai produsen akan memiliki posisi tawar-menawar (bargaining position) yang kuat dalam sistim tataniaga yang mereka hadapi baik dalam rangka memasarkan produk-produk yang mereka hasilkan maupun untuk pengadaan atau pembelian sarana produksi yang mereka butuhkan. Ketiga, dengan berkelompok akses informasi oleh warga Bona Pasogit akan lebih mudah, murah, cepat dan luas cakupannya. Keempat, dengan berkelompok petani Bona Pasogit akan berpeluang menerapkan konsep corporate farming (ladang/kandang bersama) agar biaya produksi dan pemasaran lebih efisien dengan keamanan yang lebih terjamin. Atas dasar alasan di atas maka harapan kami yang menjadi kegiatan pertama dari para peserta sepulang dari pelatihan ini adalah mengorganisir warga dalam wadah kelompok. Cikal bakal untuk itu sudah tersedia antara lain kelompok-kelompok pelayanan kategorial (Ama, Ina, Naposobulung, Remaja) dan kelompok kebaktian wijk/lunggu. 6.1.2 Persepsi Tentang Bantuan Menurut pengamatan kami, di benak warga Bona Pasogit selama ini ada persepsi atau pandangan yang kurang tepat tentang prinsip saling menolong. Ada anggapan bahwa perantau wajib membantu keluarga di kampung dan warga Bona Pasogit berhak menerima bantuan dari perantau. Dalam relasi yang tidak adil ini perantau diberi label wajib memberi sedangkan warga Bona Pasogit memiliki “hak menerima”. Hal tersebut misalnya terlihat pada kejadian sebagai berikut. Kalau perantau pulang ke kampung maka mereka wajib membawa oleh-oleh dan tidak jarang juga harus manggalang warga sekampung atau kembali ke kota hanya dengan baju yang melekat di badan karena baju yang lain sudah dibagi-bagi. Sebaliknya kalau famili dari kampung berkunjung ke kota maka ketika pulang mereka harus diongkosi dan dibekali dengan bawaan yang berlipat ganta dibanding ketika datang. Kalau pola interaksi seperti ini terjadi antara anak dan orangtua itu adalah wajar, akan tetapi kalau wajib berlaku juga bagi kerabat lain itu rasanya kurang adil. Dugaan kami persepsi seperti inilah yang membuat hubungan banyak perantau dengan kampung halamannya menjadi kurang sehat. Banyak di antara mereka menjadi enggan mengunjungi kampung halaman kalau 23
hanya karena alasan kangen apalagi karena alasan mau santai. Alasan lain yang membuat banyak pihak luar, termasuk perantau, menjadi kurang antusias membantu warga Bona Pasogit adalah kekecewaan mereka karena bantuan yang diberikan selama ini umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan konsumtif saja bukan untuk pengembangan ekonomi. Karena alasan-alasan seperti di atas maka kami berharap para peserta latihan ini akan berupaya secara sungguh-sungguh untuk mengkoreksi persepsi yang kurang sehat tersebut. Lebih dari pada itu kami berharap bahwa alumni pelatihan ini mampu membalikkan persepsi tadi sehingga interaksi antara perantau dengan warga Bona Pasogit tidak lagi diwarnai dengan label wajib memberi, berhak menerima dan bentuk konsumtif melainkan menjadi kegiatan produktif dan saling menguntungkan. Kami sendiri sudah lama berharap bisa merasakan nikmatnya pulang kampung tanpa modal; cukup hanya memikirkan biaya perjalanan ke kampung sedangkan untuk pulang menggunakan hasil usaha kerjasama dengan sanak saudara. Ketika niat ini dilontarkan kepada beberapa orang kerabat ternyata sambutan mereka sangat menggembirakan, malah justru kami sendiri yang tidak mampu memenuhi permintaan. 6.2 Bentuk-bentuk Kerjasama Jika ajakan seperti di atas (membentuk kelompok dan mengubah persepsi) bisa tercapai maka kami yakin peluang terjalinnya kerjasama antara warga Bona Pasogit dan perantau akan sangat besar. Dalam waktu singkat setidaknya ada dua bentuk kerjasama produktif-saling menguntungkan yang potensil dijalin antara warga Bona Pasogit dengan para perantau yaitu : a. Kerjasama produksi baik dalam bentuk peminjaman modal maupun bagi hasil. Pada bentuk pertama perantau meminjamkan sejumlah uang kepada petani dengan bunga yang wajar. Pada bentuk kedua perantau menyediakan sejumlah uang untuk memodali suatu usaha dan hasil atau keuntungan dibagi sesuai ketentuan yang disepakati bersama. Untuk ternak, bentuk kedua ini banyak dilakukan oleh warga Bona Pasogit dengan istilah mamahani. b. Kerjasama pemasaran. Pada kerjasama ini perantau mengorganisir konsumen di kota untuk menampung produk-produk pertanian desa sehingga ada jaminan pasar bagi petani dalam memproduksi suatu komoditi. 6.3 Penjaminan Kerjasama Karena masih trauma dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya, mungkin para perantau Halak Hita tidak banyak yang yakin bahwa kerjasama seperti yang dianjurkan di atas memiliki peluang yang besar untuk berhasil. Pesimisme seperti itu wajar karena memang tidak sedikit yang sudah mencoba namun kebanyakan hanya menuai kekecewaan. Oleh sebab itu perlu ada penjaminan mutu kerjasama terutama menyangkut aspek teknis dan manajemen usaha serta transparansi dan akuntabilitas keuangan. Oleh karena alasan inilah dituntut agar pemrakarsa mau dan mampu mengajak pihak-pihak yang berkompeten untuk terlibat. Sebagai contoh, untuk menjamini aspek teknis dan manajemen usaha maka lembaga pendidikan seperti Universitas HKBP Nommensen dapat dilibatkan. BAHAN BACAAN Anggrodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Jakarta. Anonimous. 1985. Usaha Peternakan : Perencanaan Usaha, Analisa dan Pengelolaan. Diretorat Bina Usaha Tani Ternak dan Pengolahan Hasil Peternakan, Dirjen Peternakan Deptan. Jakarta. ---------------. 1994. Petunjuk Pengembangan HMT (Hijauan Makanan Ternak) di Lahan Kritis. Subdit Pakan Hijauan Direktorat Bina Propduksi Peternakan. Dirjen Peternakan Deptan. Jakarta. Cheeke, P. R. 1999. Contemporary Issues in Animal Agriculture. Interstate Publishers, Inc. Danville Illinois.
24
Chantalakhana, C. 1990. Small Farm Animal Production and Sustainable Agriculture. Food and Fertilizer Technology Centre (FFTC). Extension Bulletin. No, 309. 18p. Edwards, P., R. S. V. Pullin and J. A. Gartner. 1988. Research and Education for the Development of Integrated Crop-Livestock-Fish Farming System in the Tropics. Iclarm Studies and Review. Manila. Philippines. Eyhorn, F., M. Heeb dan G. Weidmann. 2002. Manual Pelatihan Pertanian Organik di Daerah Tropis. Teori, Transparansi, Pengajaran. IFOAM. Jerman. Lihgfoot, C. 1990. Integration of Agriculture : A Route to Sustainable Farming System. Naga. The ICLARM Quaterry. January, 1990: 9–12. Lumbantoruan, M. 1994. Posisi dan Peranan Peternakan di Pedesaan. Warta Nommensen. Edisi II Tahun XI : 44-47. -----------------------. 1994. Pengembangan Peternakan Berwawasan Lingkungan di Tapanuli Utara. Makalah pada Seminar Nasional Upaya Menuju Kesejahteraan Keluarga serta Mewujudkan Keselarasan, Keserasian dan Keseimbangan antara Kuantitas dan Kualitas Persebaran Penduduk dan Lingkungan Hidup. Tanggal 6 Oktober 1994. Universitas HKBP Nommensen, Medan. (17 hlmn). -----------------------. 2001. Meningkatkan Pandaraman Warga denngan Sistim Usaha Tani Terpadu. Surat Parsaoran IMMANUEL. Vol. 111 (No. 11):54–57. -----------------------. 2002. Mengubah Pola Bantuan ke Bona Pasogit Surat Parsaoran IMMANUEL. Vol. 112 (No. 01):57. -----------------------. 2002. Pengembangan Sistim Usaha Tani Terpadu dengan Introduksi Usaha Ternak Berorientasi Bisnis sebagai Starting Poinnya dalam Rangka Implementasi Konsep Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan Danau Toba. Di dalam : Strategi Pembangunan Berkelanjutan dan Pengelolaan Kawasan Danau Toba. Prosiding Seminar Nasional. 6 April 2002. Partungkoan Batak Toba (Parbato) Medan, Yayasan Del Jakarta dan Yayasan Perhimpunan Pencinta Danau Toba (YPPDT) Jakarta. (18 hlmn). -------------------, R. 2002. Panggilan Kependetaan : Soal ke Kota atau Desa? Surat Parsaoran IMMANUEL. Vol. 112(No. 09):27–29. Obias, E. D. 1988. Integrated Farming System and Waste Recyling. FFTC. Ext. Bull. No. 220. Pp.7-11. Rangkuti, M., M. H. Togatorop, A. Roesyat, A. Djajanegara dan H. Budiman. 1990. Informasi Teknis Peternakan. Puslitbang Peternakan. Balitbang Pertanian, Deptan. Bogor. Samosir, O. 2002. Peluang dan Tantangan Pertanian di Dataran Tinggi Toba. Di dalam : Strategi Pembangunan Berkelanjutan dan Pengelolaan Kawasan Danau Toba. Prosiding Seminar Nasional. 6 April 2002. Partungkoan Batak Toba (Parbato) Medan, Yayasan Del Jakarta dan Yayasan Perhimpunan Pencinta Danau Toba (YPPDT) Jakarta. (11 hlmn). Siagian, B. dan S. L. S. Hutagalung. 1997. Intensifikasi Budidaya Ayam Kampung. Materi Program Pengabdian Kepada Masyarakat. Fakultas Peternakan Universitas HKBP Nommensen, Medan. Tidak dipublikasikan. 6 hlmn. -----------, P. 1999. Manajemen Ternak Babi. Diktat Kuliah. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Sihombing, W. 2001. Kunci Usaha : Percaya pada Diri Sendiri. RAP (Media Komunikasi Rakyat Departemen Pengmas HKBP) No. 06:6-10. Siregar, N. 2001. Partisipasi Gereja dalam Pemberdayaan Rakyat. Surat Parsaoran IMMANUEL. Vol. 112 No. 09 : 9 - 15. Spedding, C. R. W., J. M. Walsingham and A. M. Hoxey. 1981. Biological Efficiency in Agriculture. Academic Press. London. 25