Mengganti Bensin Bertimbel Sebuah Resiko Politik atau Peyelamatan Generasi? KPBB Joint Committee for Leaded Gasoline Phase-out Ranuza Building 3rd Floor, Jalan Timor 10 Menteng Jakarta 10340 Phone/Fax: 62 21 3190 6807 e-mail:
[email protected] Website: www.kpbb.org
Bahaya Bensin Bertimbel
Sekitar 70% timbel yang terkandung dalam bensin akan diemisikan melalui knalpot kendaraan bermotor Konsentrasi 1 μg/m3 di udara ambient berdampak pada peningkatan kadar timbel dalam darah antara 2,5 – 5,3 μg/dl
Anak terkontaminasi timbel 10 μg/dl IQ cenderung menurun 2,5 point
Anemia pada anak-anak -> tingkat kematian meningkat, hambatan dalam pertumbuhan, perkembangan kognitif buruk, dan sistem kekebalan tubuh yang lemah & gejala autism.
Konsentrasi timbel dalam darah sebesar 40 – 60 μg/dl pada orang dewasa dan 20 – 50 μg/dl pada anak-anak, menunjukkan gejala anemia.
Pada pria, kadar Pb >40 μg/dl berdampak menurunnya jumlah sperma, volume sperma, kepekatan sperma dan gerakan sperma.
Pada ibu hamil, dampak serius baik si ibu hamil dan janinnya, mengingat timbel dapat menembus plasenta, sementara perkembangan otak janin sangat peka terhadap logam timbel, terancam mengalami keguguran.
Penelitian Universitas Pittsburgh: hubungan erat agresivitas pada remaja dengan kadar timbel dalam darah mereka (35% remaja pelaku kriminal memiliki kadar timbel yang tinggi di dalam darahnya).
Bahaya Bensin Bertimbel (2)
Konsentrasi timbel di udara (ambien): Jabotabek tahun 2000 (bensin masih bertimbel) 1.752 – 3.50 μg/m3 Angka ini turun drastis tiga bulan setelah dihapuskannya bensin bertimbel di Jabotabek (Juli 2001) menjadi rata-rata 0.2 μg/m3 Bandung 2 – 3.5 μg/m3 Yogyakarta 2 μg/m3 Makasar 9 μg/m3 Semarang 9 μg/m3 WHO menyatakan tidak ada ambang batas paparan timbel di udara mengingat sifatnya sebagai logam berat dan toksik 35.4% anak-anak di Jakarta (2001) and 25% di Bandung (2004) memiliki kadar timbel di atas 10 μg/dl: Ancaman penurunan point of IQ. Neuro-toxic, anemia, kematian dini, autism, anti-social, dll Beban yang ditanggung warga untuk DKI Jakarta akibat pencemaran timbel pada tahun 1999 mencapai Rp 850 miliar Penghapusan bensin bertimbel merupakan prasarat penurunan emisi kendaraan (HC, CO, NOx) hingga 90%.
Status Terkini (2003) Pangsa Pasar Bensin
(total konsumsi 12,338,513 KL/tahun):
Regular (Premium) RON 88
: 95.47%
Pertamax RON 92
:
3.18%
Pertamax Plus RON 95
:
1.35%
Jumlah Kendaraan:
Mobil Truck Bus Sepeda Motor
4.05 juta 1.86 juta 0.96 juta 13.59 juta
Area Bebas Bensin Bertimbel:
Jabotabek 1 Juli 2001 Cirebon 1 Oktober 2001 Bali 20 November 2002 Batam 28 Juni 2003
26.0% 2.1% 4.5% 0.9%
Kadar Timbel dalam Bensin di Beberapa Kota (2004) Daerah yang telah dipasok Bensin Tanpa Timbel:
BATAM
0.002 gr/l
Denpasar
0.004 gr/l
Jabotabek
0.002 gr/l
Kota yang masih dipasok Bensin Bertimbel:
Makasar
0.228 gr/l
Semarang
0.203 gr/l
Yogyakarta
0.224 gr/l
Bandung
0.193 gr/l
Palembang
0.199 gr/l.
Perkembangan Terakhir
Tahun 1996 LSM mendesak Presiden mengumumkan bahwa mulai sejak Desember 1999 Indonesia akan bebas bensin bertimbel Pertamina menunda jadwal penghapusan bensin bertimbel SK Mentamben No: 1585.K/MPE.32/1999 (tentang Persyaratan Pemasaran Bahan Bakar di Indonesia) menetapkan pelarangan peredaran bensin berimbel mulai 1 January 2003 LSM didukung KLH melakukan advokasi penghapusan bensin bertimbel: Problem solving untuk penghapusan bensin bertimbel: Penurunan kadar timbel dari 1 g/l menjadi 0,5 g/l (2000) Pricing Policy untuk penerapan bensin tanpa timel Penerapan bensin tanpa timbel bertahap berdasarkan area prioritas: Jabotabek (Juli 2001) Cirebon (Oktober 2001) Bali (November 2002) Batam (Juni 2003) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 141/2003 tentang Standar Emisi Kendaraan Tipe Baru memperketat emisi dari kendaraan bermotor terhitung 1 Januari 2005, namun persediaan bensin tanpa timbel tidak memadai
Trade off: Political Risk or Competitive Advantages
Kepmen LH 141/2003 tentang Standard Emisi Kendaraan Tipe Baru mensyaratkan Industri Otomotif untuk memproduksi kendaraan standard Euro II. Prasarat untuk hal di atas, adanya bahan bakar bersih:
Bensin tanpa timbel Solar rendah belerang
Kegagalan industri otomotif mengikuti harmonisasi international yang ditetapkan UN-ECE menyebabkan penurunan Competitive Advantages.
Trade off: Political Risk or Save Our Children
Incremental cost (biaya tambahan) to convert leaded become unleaded gasoline: Incremental cost Rp 178 and Rp 96 per litter (using oxygenate octane booster) Incremental cost Rp 55 per litter (using additive octane booster).
Kasus DKI Jakarta (1999):
Beban sosial akibat timbel Rp 850 M Incremental Cost yg diperlukan Rp 360 M
Incremental Cost dibebankan kepada siapa?
Konsumen? (Ada Political Risk) Pemerintah? (Ada Financial Risk -Æ Defisit)
Usulan Kebijakan
Penetapan jadwal penghapusan bensin bertimbel secara nasional:
Jangka pendek (2005 – 2006)
Penggunaan oxygenate dan atau additive non timbel sebagai octane booster paralel dengan penerapan ORI/CCD control additive.
Jangka panjang; (2007 - dan selanjutnya)
Penggunaan Alternative Octane Booster berupa ethanol, dengan mendorong kebijakan nasional Diversifikasi Bahan Bakar (berupa Kepres sebagai salah solusi Krisis BBM):
Kebijakan Agro-industri untuk keberlanjutan bahan baku dan produksi ethanol: singkong, tebu dan jagung
Integrasi kebijakan industri otomotif
Ditempuh dengan refinery modification dan isomerisasi Unit Kilang Balongan dan Cilacap: ¾
Proses ini telah berjalan dengan bantuan pembiayaan dari Mitsui Corp. melalui JBIC: ¾ ¾
¾
Kilang Balongan akan selesai Oktober 2005 Kilang Cilacap proses modifikasi dihentikan oleh Menteri BUMN pada Maret 2004 dengan alasan tidak feasible.
Perlu peran politis DPR RI untuk mendukung Menteri Lingkungan Hidup agar Menteri Energi dan Menteri Keuangan RI memprioritaskan upaya penghapusan bensin bertimbel.
Usulan Kebijakan (2)
Ditetapkan kebijakaan harga dengan memberikan insentif bagi pengguna bensin tanpa timbel Pengembangan Spesifikasi bahan bakar tidak lagi mengakomodasikan keberadaan bensin bertimbel (draft spesifikasi yang sedang disusun oleh Dirjend MIGAS saat ini mengindikasikan tetap mempertahankan bensin bertimbel)
Perlu rapat kerja antara DPR dengan Dep ESDM (Dirjend MIGAS)
Mengakomodasikan bio-ethanol sebagai alternative octane booster.
Mengembangkan SK Mentamben No: 1585 K /32/MPE/1999 (tentang Syarat Pemasaran Bahan Bakar di Indonesia) menjadi Kepres mengingat implementasi SK ini menjadi prasarat dapat diterapkannya SK Men-LH No 141/2003 tentang Standar Emisi Kendaraan Tipe Baru.
Memberikan solusi untuk krisis BBM dengan mengakomodasi bio-ethanol sebagai alternative octane booster
Perlu rapat kerja denga KLH dan Dep ESDM serta Dep Keuangan.