Perspektif Vol. 11 No. 2 /Des 2012. Hlm 111 - 122 ISSN: 1412-8004
Menggali Potensi Endofit untuk Meningkatkan Kesehatan Tanaman Tebu Mendukung Peningkatan Produksi Gula Revealing the Potency of Endophyte to Improve Sugarcane Health Supporting Acceleration of Sugar Production TITIEK YULIANTI
Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Indonesian Research Institute for Sweetener and Fiber Crops Jl. Raya Karangploso, Kotak Pos 199, Malang. Telp. (0341) 491447. Faks. (0341) 485121 e-mail:
[email protected] Diterima : 9 November 2012 ; Disetujui : 10 Desember 2012
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Peningkatan produktivitas tebu untuk mendukung target swasembada gula tahun 2014 harus diikuti dengan perbaikan sistem budidaya yang lebih berwawasan lingkungan. Salah satunya adalah dengan pemanfaatan endofit. Endofit merupakan mikroorganisme yang secara alami terintegrasi dengan tanaman sehat; hidup di dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan efek negatif, bahkan bisa berfungsi dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi dan pengendalian patogen yang menyerang tanaman. Dalam makalah ini akan dibahas definisi endofit, peran serta hubungannya dengan tanaman inangnya secara umum. Pembahasan lebih lanjut akan ditekankan pada peran endofit dalam meningkatkan kesehatan tebu untuk mendukung produktivitas gula. Kata kunci: endofit, tebu, lingkungan, patogen, nutrisi ABSTRACT Escalation of sugarcane productivity to support sugar self-sufficient target in 2014 should be followed with improving environmentally friendly cultivation system. One of the alternatives is the use of endophyte. Endophyte is a microorganism naturally integrated with healthty plant; lives inside plant tissues without giving any negative effect, and yet assist fulfilling plant nutrition and control plant pathogen. This paper reviews definition, the role, and relationship of endophyte with its host in general. Then, detailed discussion will be emphasized on the role of endophyte in increasing sugarcane health and sugar production. Keyword:
112
endophyte, sugarcane, pathogen, nutrition
environment,
Pemerintah mentargetkan swasembada gula pada tahun 2014 untuk memenuhi kebutuhan gula nasional (baik untuk konsumsi langsung rumah tangga maupun industri) sebesar 5,7 juta ton, sementara produksi nasional tahun 2012 masih 1,85 juta ton (Dirjenbun, 2011). Salah satu masalah dalam pemenuhan target swasembada adalah produktivitas gula yang masih rendah (7 ton/ha) dengan rendemen berkisar 7,1-7,9, padahal penggunaan pupuk sintesis cukup tinggi, yaitu 600 – 800 Kg pupuk ZA, 150 – 200 Kg pupuk SP – 36 dan Pupuk KCl sebanyak 100 – 150 Kg per hektar. Kondisi ini berlawanan dengan Brazil, salah satu negara penghasil gula dunia. Brazil mengalokasikan 5,2 juta ha lahan untuk tebu dengan produktivitas gula 71,4 ton/ha atau setara dengan 371 juta ton gula pada tahun 2004 (FAO,2004). Saat ini lahan tebu di Brazil sudah meningkat menjadi 8 juta ha dan dengan teknologi produksi yang modern dan pemupukan N, P2O5, dan K2O berturut-turut: 55, 51, dan 110 kg/ha produksi nasionalnya mencapai 650 juta ton (Anonim, 2012), sementara konsumsi gula domestik di Brazil hanya 9,45 juta ton (Ditjen Agro Industri dan Kimia, 2009). Penggunaan pupuk yang berlebihan pada tanaman tebu dalam jangka panjang akan merusak ekosistem tanah. Padahal secara alami, tanaman tebu berasosiasi dengan endofit selama pertumbuhannya untuk memperoleh hara maupun sumber ketahanannya. Dalam review ini akan dibahas definisi endofit, peran serta
Volume 11 Nomor 2, Des 2012 : 111 - 122
hubungannya dengan tanaman inangnya secara umum. Pembahasan lebih lanjut akan ditekankan pada peran endofit dalam meningkatkan kesehatan tebu untuk mendukung produktivitas gula.
ENDOFIT DAN FUNGSINYA Endofit secara alami merupakan bagian dari tanaman sehat, karena itulah endofit didefinisikan sebagai mikroorganisme yang hidup di dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan efek negatif (Ghimire dan Hyde, 2004; Schulz dan Boyle, 2006). Meskipun pada perkembangannya saat ini yang dikategorikan endofit adalah semua mikroorganisme yang hidup di dalam jaringan tanaman baik bersifat netral, menguntungkan maupun merugikan (Backman dan Sikora, 2008). Endofit umumnya berasal dari golongan jamur ataupun bakteri. Sekitar 300.000 spesies tanaman diketahui merupakan inang endofit (Strobel et al., 2004) dengan berbagai bentuk hubungan seperti simbiosis mutualistik, komensalistik, dan parasitik (Aly et al, 2011). Dalam satu tanaman bisa terdapat beberapa spesies bakteri endofit baik gram positif maupun gram negatif (Kobayashi dan Palumbo, 2000). Sedangkan jamur endofit umumnya memiliki inang yang spesifik, meskipun ada juga genusgenus seperti Phomopsis, Phoma, Colletotrichum, dan Phyllosticta memiliki inang yang cukup luas (Aly et al., 2011). Isolasi jamur endofit dari berbagai jenis tanaman yang tumbuh mulai dataran rendah hutan tropik Panama sampai hutan semi kutub (borealis) di Quebec diperoleh sekitar 1202 isolat jamur endofit (Arnold dan Lutzoni, 2007 dalam Aly et al. 2011) . Endofit dapat berperan sebagai perangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil melalui produksi fitohormon dan penyedia hara; sebagai penetral kontaminan tanah sehingga meningkatkan fitoremidiasi, dan agensia pengendali hayati. Magnani et al (2010) menemukan Enterobacter, Kluyvera ascorbata SUD165 yang mampu merangsang pertumbuhan tanaman dan resisten terhadap logam berat. Ghimire dan Hyde (2004) dalam reviewnya mencatat beberapa fungsi endofit selain yang
tersebut di atas, yaitu: mengurangi infeksi nematoda, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stress, memproduksi metabolit sekunder seperti alkaloid, paxilline, lolitrems dan steroid-steroid kelompok tertraenone. Melalui kemajuan bioteknologi, saat ini endofit dimanfaatkan sebagai sarana produksi antibiotik untuk keperluan obat dan farmasi, biomasa dan biofuel serta sarana transgenik gengen ketahanan. Zhao et al. (2010) mendaftar sejumlah jamur endofit yang berpotensi menghasilkan senyawa-senyawa antikanker maupun antimikroba seperti paclitaxel, podophyllotoxin, camptothecine, vinblastine, hypericin dan diosgenin secara lengkap sehingga sangat bermanfaat bagi dunia farmasi dan kedokteran. Sementara Aly et al (2011) mencatat sekitar 100 senyawa metabolit dihasilkan oleh endofit yang bermanfaat bagi dunia farmasi maupun pertanian selama selama kurun 2000-2007, dan meningkat dengan jumlah yang sama hanya dalam satu tahun (2008-2009). Peran Endofit 1. Meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap tekanan abiotik Mekanisme endofit dalam merangsang pertumbuhan tanaman belum jelas, kecuali beberapa spesies memiliki kemampuan dalam memproduksi fitohormon seperti etielen, auksin, sitokinin (Bacon dan Hinton 2002) atau meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap hara (Hallmann et al., 1997). Kelompok bakteri yang dikenal menghasilkan fitohormon tersebut antara lain adalah: Pseudomonas, Enterobacter, Staphylococcus, Azotobacter dan Azospirillum (Lodewyckx et al., 2002). Nassar et al (2005) melaporkan endofit jagung dari kelompok khamir, Williopsis saturnus mampu menghasilkan hormon perangsang pertumbuhan tanaman, indole-3-acetic acid (IAA) dan indole-3-pyruvic acid (IPYA) Bakteri endofit mampu mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui penyediaan P dan fiksasi N2 (Sturz et al, 2000., Surette et al. 2003, Shishido et al., 1999). Bakteri pemfiksasi N2 seperti Azospirillum, Enterobacter cloacae, Alcaligenes, Acetobacter diazotrophicus, Herbaspirillum seropedicae, Ideonella dechlorantans
Menggali Potensi Endofit untuk Meningkatkan Kesehatan Tan. Tebu Mendukung Peningkatan Prod. Gula (TATIEK YULIANTI)
113
dan Azoarcus sp. akan menyediakan N2 bagi tanaman-tanaman non-legume sehingga menurunkan kebutuhan pupuk Nitrogen. Ladha dan Reddy (1995) memperkirakan sekitar 200 kg N2/ha/th diproduksi oleh bakteri endofit. Tekanan abiotik seperti kekeringan, suhu tinggi, atau salinitas seringkali menyebabkan tanaman tidak dapat bertahan hidup. Namun, simbiosis endofit dengan tanaman mampu memicu inangnya mengaktifkan sistem pertahanannya. Aly et al (2011) menyatakan bahwa ada tiga teori yang menjelaskan hal ini. Pertama suatu endofit yang menghasilkan senyawa oksigen reaktif untuk mengoksidasi atau denaturasi membran sel inang akan memicu tanaman meningkatkan ketahanannya terhadap tekanan yang menimpanya. Kedua, endofit merupakan mikroorganisme yang paling banyak menghasilkan berbagai macam antioksidan, asam fenol dan derivatnya. Senyawa-senyawa tersebut berperan dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap tekanan luar. Glick et al. (1998) dalam Lodewyckx et al. (2002) menyatakan bahwa beberapa bakteri endofit menghasilkan enzim deaminase asam 1-aminosiklopropane-1karboksilik. Enzim tersebut berperan dalam pembentukan etilen pada tanaman. Etilen pada tanaman disintesa ketika tanaman menghadapi tekanan lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Ketiga, simbiosis endofit dengan tanaman mampu meningkatkan adaptasi tanaman terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan. Sebagai contoh, keberadaan jamur Neotyphodium coenophialum pada sistem perakaran tanaman memicu pertumbuhan dan perkembangan akar ke dalam untuk memperoleh hara dan air sehingga tanaman mampu bertahan dalam kondisi kering dan cepat pulih jika mengalami stres air (Rodriguez et al., 2009) Kemampuan tanaman bertahan hidup pada tanah-tanah yang terkontaminasi logam berat adalah berkat adanya endofit yang memiliki kemampuan mendegradasi, mengeliminasi, atau menggunakan logam-logam tersebut dalam sistem metabolismenya (Weyen et al., 2009 cit Aly et al., 2011)
114
2. Sebagai agensia pengendali hama dan penyakit Endofit biasanya hidup di dalam jaringan tanaman yang sama dengan bakteri atau jamur penyebab penyakit sehingga sangat cocok sebagai agen pengendali hayati (Berg., 2009). Jumlah terbesar bakteri endofit berada dalam perakaran, disusul dalam batang dan daun dengan populasi antara 2.0 - 6.0 log10 CFU per g (Kobayashi dan Palumbo (2000) sementara patogen di dalam jaringan tanaman berkisar 7.0 10.0 log10 CFU/g (berat segar) pada tanaman yang rentan (Grimault & Prior 1994). Bakteri Endofit mampu mencegah perkembangan penyakit karena memproduksi siderofor (Kloeper et al., 1999), menghasilkan senyawa metabolit yang bersifat racun bagi jamur patogen (Schnider-Keel et al., 2000) atau terjadinya kompetisi ruang dan nutrisi (Kloeper et al., 1980). Bakteri endofit juga memiliki kemampuan untuk mereduksi produksi toksin yang dihasilkan oleh patogen sehingga tidak patogenik terhadap tanaman atau menginduksi ketahanan tanaman terhadap serangan patogen (M'Piga et al., 1997). Pada kasus tertentu keberadaan bakteri endofit juga mampu berperan sebagai ‘disease-suppressive soils’. Saat ini Bacillus mojavensis merupakan bakteri yang dipatenkan sebagai bakteri endofit yang mempunyai peran penting dalam melindungi tanaman dari serangan patogen penyebab penyakit sekaligus meningkatkan pertumbuhan tanaman dalam kondisi kering (drought tolerance) (Bacon dan Hinton, 2002). Kelebihan lainnya adalah B. mojavensis mampu menginfeksi hampir semua spesies tanaman. Kelompok bakteri endofit yang berperan sebagai agen pengendali hayati cukup banyak, antara lain dari genus Bacillus, Pseudomonas, dan Burkholderia (Lodewyckx et al., 2002). Mereka dikenal menghasilkan antibiotk, antikanker, anti jamur, anti virus, senyawa volatile, bahkan insektisida. Kim et al. (2002) melaporkan bahwa Bacillus lentimorbus menghasilkan senyawa alphadan beta-glucosidase yang bersifat anti jamur sehingga mampu menghambat pertumbuhan patogen Botrytis cinerea. Bakteri tersebut juga digunakan untuk melindungi tanaman kentang dari infeksi Fusarium sambucinum Fuckel karena adanya senyawa volatile yang bersifat racun bagi
Volume 11 Nomor 2, Des 2012 : 112 - 122
jamur tersebut (Sadfi et al.,2001); Chérif et al., 2003). B. cereus yang umum ditemukan sebagai bakteri endofit pada kapas (Gossypium hirsutum), jagung manis (Zea mays), dan tanaman jeruk (Citrus spp.) (Di Fiori dan Del Gallo, 1995) ternyata mampu menghasilkan chitinase untuk mendegradasi dinding sel jamur patogen seperti F. sambucinum (Sadfi et al., 2001), Rhizoctonia solani (Ryder et al., 1999), Helminthosporium solani (Martinez et al., 2002), Sclerotium rolfsii, Fusarium oxysporum, dan Pythium aphanidermatum. Rajendran dan Samiyappan (2008) menemukan bahwa inokulasi dua strain Bacillus yang merupakan endofit kapas mampu meningkatkan produksi enzim-enzim yang berkaitan dengan sistem pertahanan tanaman, yaitu chitinase, -13-glucanase, peoksidase, polifenol oksidase, fenilalanin amonialiase dan fenol tanaman inangnya sehingga mampu mengatasi serangan R. solani, penyebab rebah kecambah. Selain itu, bakteri ini juga menghasilkan antibiosis dan senyawa perangsang pertumbuhan tanaman. Kelompok jamur endofit yang berperan sebagai agen pengendali hayati antara lain adalah Fusarium solani, Acremonium zeae, Verticillium sp., Phomopis cassiae, Muscodor albus, Periconia sp. Ampelomyces sp., Neotyphodium lolii dll. (Gao et al., 2010). Mekanisme endofit kelompok jamur dalam melindungi tanaman terhadap serangan patogen ataupun serangga meliputi: (1) penghambatan pertumbuhan patogen secara langsung melalui senyawa antibiotik dan enzim litik yang dihasilkan. Rumput Festuca prantesis merupakan tanaman yang kebal atau tidak disukai oleh herbivora termasuk serangga akibat adanya senyawa alkaloid loline, yang merupakan insektisida dengan spektrum luas. Belakang diketahui bahwa senyawa tersebut dihasilkan oleh jamur endofit Neotyphodium uncinatum; (2) penghambatan secara tidak langsung melalui perangsangan endofit terhadap tanaman dalam pembentukan metabolit sekunder seperti asam salisilat, asam jasmonat, dan etilene yang berfungsi dalam pertahanan tanaman terhadap serangan patogen atau yang berfungsi sebagai antimikroba seperti fitoaleksin; (3) perangsangan pertumbuhan tanaman sehingga lebih kebal dan tahan terhadap serangan patogen; (4) kolonisasi
jaringan tanaman sehingga patogen sulit penetrasi; dan (5) hiperparasit (Gao et al. (2010). Mekanisme Infeksi dan Perkembangan Endofit dalam Jaringan Inang Bakteri endofit biasanya masuk pertama kali melalui perakaran sekunder dengan mengeluarkan enzym selulase atau pektiase (Agarwal dan Shende, 1987), atau bagian atas tanaman seperti batang, bunga, radikel kecambah, stomata ataupun kotiledon dan daun yang sobek (Kobayashi dan Palumbo, 2000). Bakteri kemudian berkoloni di titik tempat dia masuk atau menyebar ke seluruh bagian tanaman (Halmann et al., 1997) hidup dalam sel, ruang interseluler atau dalam sistem pembuluh. Sumber inokulum jamur endofit umumnya spora yang terbang di udara, namun bisa juga ditularkan melalui biji atau vektor serangga (Ghimire dan Hyde, 2004; Aly et al, 2011). Bellone & Silvia (2012) melaporkan bahwa baik bakteri endofit Azospirillum brasiliense maupun mikoriza Glomus masuk ke dalam jaringan tanaman tebu melalui akar lateral yang baru tumbuh, kemudian berkembang di dalam jaringan dan merubah dinding sel untuk memfasilitasi endofit lain mengkolonisasi. Isolasi Bakteri Endofit Hampir semua endofit berasal dari rhizosfer atau filosfer, meskipun ada juga yang ditularkan melalui biji. Biasanya diperoleh dari permukaanbagian bagian tanaman yang telah disteril dengan sodium hypochlorite atau diekstrak dari dalam jaringan tanaman, termasuk biji (Hallmann et al., 1997). Khusus untuk tanaman tebu, Lodewyckx et al. (2002) mereview metode Dong yang hanya dengan desinfeksi batang.
ENDOFIT PADA TEBU Pada awalnya Neyra dan Dobereiner (1977) cit Dong et al. (1994) menduga adanya peran bakteri pemfiksasi Nitrogen yang sangat kuat pada tanaman tebu karena di beberapa lokasi pengembangan tebu di Brazil yang tidak pernah diberi pupuk N2 produktivitasnya tetap stabil selama 100 tahun. Menurut Dong et al. (1994)
Menggali Potensi Endofit untuk Meningkatkan Kesehatan Tan. Tebu Mendukung Peningkatan Prod. Gula (TATIEK YULIANTI)
115
setidaknya ada 11 genus bakteri pemfiksasi N yang berasosiasi dengan tanaman tebu. Suman et al. (2001) menemukan 0.02-3.86% diazotrophs diantara bakteri endofit yang berhasil diisolasi dari berbagai kultivar gula di India. Sampai akhirnya ditemukan bahwa Acetobacter diazotrophicus (Sinonim Gluconacetobacter diazotrophicus) berperan utama dalam penyediaan N2 bagi tebu melalui kemampuannya memfiksasi N2 dari udara. Gillis et al. (1989) menyatakan bahwa G. diazotrophicus, ditemukan di dalam akar, batang dan daun dalam jumlah cukup tinggi (sekitar 103-107 per g) di berbagai perkebunan tebu di Brazil, Mexico, Cuba dan Australia. Boddey et al. (2003) menyatakan bahwa G. diazotrophicus mampu menyediakan 6080% kebutuhan N tanaman tebu. Bakteri aerobik ini mampu hidup dalam 30% sukrosa, memproduksi asam, membentuk koloni mucoid dan menghasilkan warna orange jika ditumbuhkan pada media yang mengandung indikator. Karakter unik lain dari bakteri ini adalah toleran terhadap pH rendah dan kandungan gula dan garam tinggi, nitrate reduktase dan aktivitas nitrogenase rendah, serta toleran terhadap paparan amonium bahkan masih dapat ditemukan dalam jaringan tebu yang sudah diberi perlakuan panas. Dalam reviewnya Muthukumarasamy et al. (2002).menyebutkan bahwa G. diazotrophicus dapat ditularkan melalui perakaran dari sisa-sisa tanaman tebu atau kutu yang mengandung bakteri tersebut, namun belum pernah ditemukan di dalam tanah non rhizosfer atau
gulma di sekitar pertanaman tebu. Sejak itu penelitian untuk mengetahui lebih dalam peran bakteri endofit pada tanaman tebu dan kerabatnya cukup intensif, terutama di negara-negara penghasil tebu utama seperti India dan Brazil. Penelitian dimulai dari keragaman spesies endofit kemudian berlanjut ke perannya sebagai penghasil N atau perangsang tumbuh, dan terakhir perannya sebagai pengendali patogen penyebab penyakit tanaman. Hasil-hasil penelitian tersebut terrangkum dalam Tabel 1. Di Indonesia penelitian mengenai peran bakteri endofit pada tebu masih terbatas. Pada tahun 2007, Widayati et al. melaporkan adanya bakteri endofit pada plantlet yang diperbanyak dengan kultur jaringan secara aseptik, namun belum mendeteksi peran bakteri endofit tersebut. Hal ini membuka peluang penelitian dan pengembangan peran bakteri endofit untuk meningkatkan kesehatan tebu sehingga produksinya meningkat.
PEMANFAATAN ENDOFIT PADA TANAMAN TEBU Penyedia N Pada tahun 1979, Vasil et al. menyatakan bahwa kemampuan bakteri Azospirillum sp. memfiksasi Nitrogen dan menghasilkan IAA telah merangsang perkembangan sel dan pemanjangan tunas serta kalus tebu meskipun ditumbuhkan pada media miskin Nitrogen. Penelitian tersebut dilanjutkan pada pertanaman tebu oleh Hari & Srinivasan (2005) dan
Tabel 1. Keragaman endofit pada tanaman tebu serta fungsinya No 1.
Jenis Endofit Azospirillum
2.
Burkholderia spp.
Agensia hayati (anti jamur dan anti bakteri, salah satunya pirol-nitrin)
3.
Epicoccum nigrum
4.
Eschericia coli
5.
Gluconacetobacter diazotrophicus
Perangsang pertumbuhan akar dan agensia hayati untuk patogen F. verticillioides, Colletotrichum falcatum, Ceratocystis paradoxa, dan Xanthomonas albilineans. Penambang P, Penghasil Siderophore, Penghasil hormon IAA Pemfiksasi N2
6.
Gluconacetobacter diazotrophicus
7.
Herbaspirillum rubrisubalbicans
116
Fungsi Pemfiksasi N2
Meningkatkan ketahanan tanam-an melawan X. albisineans, patogen penyebab penyakit leaf scald Pemfiksasi N2
Referensi Boddey et al. (1995); Gangwar & Kaur (2009) Van Antwerpen et al. (2002); Omarjee et al. (2004); Mendez et al. (2007) Fávaro et al. (2012)
Gangwar & Kaur (2009) Dong et al. (1994); Boddey et al. (1995); Asis Jr. et al. (2004) D Arencibia, et al. 2006; Blanco et al. (2005; 2010). Asis Jr. et al. (2004); Boddey dan Dobereiner (1995)
Volume 11 Nomor 2, Des 2012 : 112 - 122
Govindarajan et al. (2006). Mereka menyimpulkan bahwa inokulasi Azospirillum sp. dan Gluconacetobacter sp. mampu meningkatkan hasil dan biomasa tebu karena kemampuannya memfiksasi Nitrogen dan menghasilkan senyawa perangsang tumbuh. Informasi tersebut menunjukkan adanya bakteri endofit yang hidup dalam tanaman tebu sangat berperan dalam fiksasi N sehingga kebutuhan inangnya tercukupi. Hal ini diperkuat oleh Meenaksishundaram & Santhaguru (2010) yang menyatakan bahwa beberapa isolat G. diazotrophicus terutama yang berasal dari batang tebu dan daun mempunyai kemampuan tinggi memfiksasi N sehingga cocok sebagai bahan biofertilizer. Antagonis Patogen Penyebab Penyakit. Beberapa bakteri endofit ditemukan sebagai antagonis patogen penyebab peyakit tebu. Viswanathan et al. (2003) memperoleh 3 isolat bakteri endofit dari spesies Pseudomonas aeruginosa, 3 isolat dari spesies P. fluorescens; dan 1 isolat dari spesies P. putida dari batang tebu liar (Saccharum spontaneum) dan Erianthus sp. yang efektif mengendalikan Colletotrichum falcatum. Di Brazil, beberapa isolat endofit Bukholderia digunakan untuk mengendalikan Fusarium moniliforme penyebab penyakit pokkah boeng. Diperkirakan 4-hydroxyphenylacetic acid, dan 4hydroxyphenylacetate methyl ester merupakan senyawa anti jamur yang dihasilkan oleh isolatisolat tersebut (Mendez et al. (2007). Diharapkan, kolonisasi bakteri endofit akan mendominasi jaringan tebu sehingga penetrasi ataupun perkembangan patogen terhambat. Cross protection Selain antagonis, penggunaan patogen sejenis yang tidak menimbulkan gejala untuk memproteksi tebu dari serangan patogen yang virulen dan ganas mulai digagas dan masih belum banyak diteliti. Misalnya, penggunaan Leifsonia (Clavibacter) xyli subsp. cynodontis, untuk mencegah infeksi L. x. subsp. xyli penyebab penyakit Ratoon Stunting Disease pada tebu (Rutherford et al. (2002). Ide ini berkembang dari kenyataan bahwa L. x. subsp. cynodontis yang
merupakan penyebab penyakit kerdil pada rumput bermuda mampu mengkoloni tebu tanpa menimbulkan gejala penyakit. Secara teori L. x. subsp. cynodontis akan menghambat infeksi dan pertumbuhan L. x. subsp. xyli melalui pembentukan antibiotik bacteriocin peptida karena mereka memiliki kedekatan kekerabatan. Teori ini didukung oleh pendapat Musson (1994) yang menyatakan bahwa suatu bakteri yang merupakan patogen pada satu tanaman, bisa jadi hanya merupakan endofit terhadap tanaman lain. Sebagai contoh Pseudomonas spp. yang diperoleh dari jaringan tanaman ceri sehat ternyata sebenarnya bersifat patogenik. Bakteri tersebut memasuki fase endofit untuk mempertahanankan diri dari kondisi yang kurang menguntungkan (Cameron (1970). Whitesides & Spotts (1991) juga melaporkan bakteri patogen Pseudomonas syringae van Hall ditemukan dari akar pear sehat untuk melindungi diri. Sebelumnya L. x. subsp. cynodontis telah digunakan sebagai agen pengendali hayati penggerek batang jagung Ostrinia nubilalis. Gen cryIA(c) δ-endotoxin yang berasal dari Bacillus thuringiensis subsp. Kurstaki, diintegrasikan ke dalam chromosome of L. x. subsp. cynodontis (Lampell et al. (1994). Bakteri yang sudah ditransformasi tersebut diinokulasi ke tanaman jagung sehingga kerusakan yang ditimbulkan oleh penggerek O. nubilalis berkurang.
ARAH PENELITIAN KE DEPAN Penggalian potensi endofit di negara-negara penghasil utama gula sudah sangat banyak dan mendalam, bahkan sudah diaplikasikan. Di Indonesia, eksplorasi endofit indigenus dari tanaman tebu, tebu liar dan kerabatnya (Pennisetum purpureum, Miscanthus sinensis, Miscanthus sacchariflorus, Spartina pectinata, atau Eryanthus spp.) terutama yang ditanam di pekarangan tanpa perawatan intensif atau tanpa pemupukan N, sudah harus dilakukan. Tahap selanjutnya adalah identifikasi peran sebagai pemfikasai N, penambang P, dan perangsang pertumbuhan, serta penghambat aktivitas patogen. Tahap ini penting untuk mengetahui bagaimana memanfaatkan mereka kelak.
Menggali Potensi Endofit untuk Meningkatkan Kesehatan Tan. Tebu Mendukung Peningkatan Prod. Gula (TATIEK YULIANTI)
117
Selanjutnya identifikasi senyawa-senyawa yang dikeluarkan tebu ataupun yang akan digunakan sebagai karier yang berperan sebagai penyokong nutrisi endofit jika sudah diformulasikan perlu diteliti. Aplikasi beberapa endofit yang kompatibel dan saling menyokong juga penting sehingga bisa berperan ganda. Bellone & Silvia (2012) melaporkan bahwa inokulasi ganda A. brasiliense dan G. intrarradix meningkatkan aktivitas fiksasi Nitrogen dan jumlah populasi mikroorganisme endofit sehingga biomasa tanaman tebu juga meningkat. Semakin besar keragaman endofit di dalam tanaman tebu semakin baik dan sehat kondisi tanaman tebu sehingga produksi gula dapat meningkat. Dengan demikian agroindustri gula yang sustainable dan mendukung kelestarian lingkungan melalui input rendah dapat terwujud. Selain eksploitasi endofit secara alami, peningkatan peran endofit sebagai agensia hayati melalui proteksi silang atau rekayasa genetik juga mulai diteliti. Herbaspirillum rubrisubalbicans (Pseudomonas rubrisubalbicans) endofit pemfiksasi Nitrogen, kemungkinan dapat digunakan untuk proteksi silang terhadap infeksi H. seropedicae penyebab penyakit mottled stripe pada tanaman tebu. Rekayasa genetika dengan insersi gen-gen penghasil senyawa anti jamur/bakteri atau pendegradasi dinding sel patogen, atau penghambat senyawa toksin yang dikeluarkan patogen ke dalam suatu endofit akan meningkatkan perannya di dalam suatu tanaman. Sebagai contoh adalah insersi gen penghasil senyawa anti jamur (asam phenazine-1-carboxylic) ke dalam endofit Pseudomonas putida WCS358r atau insersi gen chitinase ke dalam endofit Pseudomonas fluorescens. DAFTAR PUSTAKA Agarwal S. and S. T. Shende. 1987. Tetrazolium reducing microorganisms inside the root of BrassicaBrassica species. Current Science 56:187-188 Aly A. H., A. Debbab, and P. Proksch. 2011. Fungal endophytes: unique plant inhabitants with great promises. Appl Microbiol Biotechnol. 90:1829–1845.
118
Anonim. 2012. Novel technologies for sugarcane (http://www.innovationmanagement.co.u k /articles/novel%20_technologies_%20for_ %20sugar_%20cane.pdf) diunduh tanggal 13 Januari 2012. Asis Jr C. A., K. Adachi and S Aka. 2004. N2 fixation in sugarcane and population of N2-fixing endophytes in stem apoplast solution. Philippine Journal of Crop Science 29: 45-58 Backman P.A. and R. A. Sikora. 2008. Endophytes an emerging tool for biological control. Biological Control 46:1-3. Bacon C.W. and D.M. Hinton 2002. Endophytic and biological control potential of Bacillus mojavensis and related species. Biological Control 23:274-284 Bellone C. H. and C de B. Silvia 2012. Interaction of Azospirillum brasilense and Glomus intrarradix in Sugar Cane Roots Indian Journal of Microbiology 52:70–75 Berg G. 2009. Plant–microbe interactions promoting plant growth and health: perspectives for controlled use of microorganisms in agriculture.Applied Microbiology and Biotechnology 84: 11-18 Blanco Y, M. Blanch, Pinon, D. M. E. Legaz, and C.Vicente. 2005. Antagonism of Gluconacetobacter diazotrophicus (a sugarcane endosymbiont) against Xanthomonas albilineans (pathogen) studied in alginate-immobilized sugarcane stalk tissues. Journal of Bioscience and Bioengieering 99: 366-377. Blanco Y, M. E. Legaz, and C.Vicente. 2010. Gluconacetobacter diazotrophicus, a sugarcane endophyte, inhibits xanthan production by sugarcane–invading Xanthomonas lbilineans. Journal of Plant Interactions 5: 241-248. Boddey R.M. Urquiaga S., Alves B. J. R. and Reis V. 2003. Endophytic nitrogen fixation in sugarcane: present knowledge and future applications. Plant and Soil 252: 139-149 Boddey R.M., O. C. de Oliveira, S. Urquiaga, V. M. Reis, F. L. Olivares, V. L. D. Baldani, and J. Döbereiner. 1995. Biological nitrogen fixation associated with sugar cane and rice:
Volume 11 Nomor 2, Des 2012 : 112 - 122
contributions and prospects for improvement. Plant and Soil 174: 195–209 Bolling C. and N. R. Suarez. 2001. The Brazilian Sugar Industry: Recent Developments. Sugar and Sweetener Situation & Outlook 232: 14-18. http://ahoramazda2481.persiangig.com/g hand/3.pdf Cameron. H.R. 1970. Pseudomonas content of cherry trees. Phytopathology. 60: 13431346. Chérif M.; N. Sadfi, and G.B. Ouellette. 2003. Ultrastructure of in vivo interactions of the antagonistic bacteria Bacillus cereus X16 and B.thuringiensis 55T with Fusarium roseum var. sambucinum, the causal agent of potato dry rot. Phytopathologia Mediterranea 42: 41-54. D Arencibia A., F. Vinagre, Y. Estevez, A. Bernal, J. Perez, J. Cavalcanti, I. Santana, and A. S. Hemerly. 2006. Gluconacetobacter diazotrophicus Elicits a Sugarcane Defense Response Against a Pathogenic Bacteria Xanthomonas albilineans. Plant Signal Behaviour 1: 265–273. Di Fiori, S. and Del Gallo, M. 1995. Endophytic bacteria:their possible role in the host plant. In: Azospirillum VI and Related Microorganisms. pp. . Fendrik, I., Del Gallo, M., Vanderleyden, J., and de Zamaroczy, M., Eds., Springer-Verlag, Berlin Dirjenbun. 2011. Kebutuhan gula nasional mencapai 5,700 juta ton tahun 2014. Artikel Utama Direktorat Jenderal Perkebunan tanggal 12 April 2011. http://ditjenbun.deptan.go.id/sekretariat/inde x.php?option=com_content&view=article&id =71:dirjenbun-kebutuhan-gula-nasionalmencapai-5700-juta-ton-tahun2014&catid=13:hotnews. Diunduh tanggal 1 Juni 2012 Ditjen Agro Industri dan Kimia. 2009. Roadmap Industri Gula. Departemen Perindustrian. 14 hal. http://agro.kemenperin.go.id/eklaster/file/roadmap/KIGJATIM_1.pdf. diunduh tanggal 1 Juni 2012.
Dong Z., M. J. Canny, M. E. McCully, M. R. Roboredo, C. F. Cabadilla, E. Ortega and R. Rodes. 1994. Nitrogen-Fixing Endophyte of Sugarcane Stems (A New Role for the Apoplast). Plant Physiology. 105:1139-1147 FAO. 2004. Fertilizer use by crop in Brazil. Land and Plant Nutrition Management Service. Land and Water Development Division.FOOD AND AGRICULTURE ORGANIZATION OF THE UNITED NATIONS.Rome, 64 pp. ftp://ftp.fao.org/agl/agll/docs/fertusebrazi l.pdf. Diunduh tanggal 1 Juni 2012 Fávaro L.C. dL, F. L. dS Sebastianes, and W. L. Araújo. 2012. Epicoccum nigrum P16, a Sugarcane Endophyte, Produces Antifungal Compounds and Induces Root Growth. PLoS ONE 7(6): e36826. doi:10.1371/journal.pone.0036826. diunduh tanggal 8. Agustus 2012 Gangwar M., and G. Kaur. 2009. Isolation and characterization of endophytic bacteria from endorhizosphere of sugarcane and ryegrass. The Internet Journal of Microbiology. 7:1. DOI: 10.5580/181d Gao F. K., Ch. Dai, and X. Z. Liu. 2010. Mechanisms of fungal endophytes in plant protection against pathogens. African Journal of Microbiology Research 4: 1346-1351. Ghimire S.R. and K. D. Hyde. 2004. Fungal Endophyte. In. A.Varma, L. Abbott, D.Werner, R.Hampp (Eds.). Plant Surface Microbiology. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Pp. 281-292. Gillis M., K. Kersters, B. Hoste, D. Janssen, R. M. Kroppenstedt, M. P. Stephan, K. R. S. Teixera, J. Dobereiner and J. DeLey. 1989. Acetobacterdiazotrophicus sp. nov., a nitrogen-fixing acetic acid bacterium associated with sugarcane. International Journal of. Systemic Bacteriology. 39: 361– 364 Govindarajan M., J. Balandreau, R. Muthukumarasamy, G. Revathi, C. Lakshminarasimhan. 2006. Improved yield of micropropagated sugarcane following inoculation by endophytic
Menggali Potensi Endofit untuk Meningkatkan Kesehatan Tan. Tebu Mendukung Peningkatan Prod. Gula (TATIEK YULIANTI)
119
Burkholderia vietnamiensis. Plant and Soil 280 : 239–252. Grimault V. and P. Prior. 1994. Invasiveness of Pseudomonas solanacearum in tomato, eggplant and pepper: a comparative study. European Journal of Plant Pathology 100:259-267 Hallmann, J.A., A. Quadt-Hallmann, W. F. Mahaffee, and J. W. Kloeper. 1997. Bacterial endophytes in agricultural crops. Canadian Journal of Microbiology 43: 895-914 Hari K. and T. R. Srinivasan. 2005. Response of sugarcane varieties to application of nitrogen fixing bacteria under different nitrogen levels. Sugar Tech 7: 28-31 Kim, K. J. A.; Y. J. Yang, and J. Kim. 2002. Production of alpha-glucosidase inhibitor by beta-glucosidase inhibitor producing Bacillus lentimorbus B-6. Journal of Microbiology and Biotechnology 12: 895-900. Kloepper J.W. R. Rodriguez-Ubana, G. W. Zehnder, J. F. Murphy, E. Sikora and C. Fernández. 1999. Plant root-bacterial interactions in biological control of soilborne diseases and potential extension to systemic and foliar diseases. Australasian Plant Pathology 28: 21-26. Kobayashi, D.Y. and Palumbo, J.D. 2000. Bacterial Endophytes and Their Effects on Plants and Uses in Agriculture.Bacon, C.W. and White, J.F. Jr., Eds., Marcel Dekker, New York. Ladha J. K. and P M. Reddy. 1995. Extension of Nitrogen fixation to rice—necessity and possibilities. GeoJournal.35:363–372 Lampel, J. S., G. L. Canter, M. B. Dimock, J. L. Kelly, J. J. Anderson, B. B. Uratani, J. S.Foulke, and J. T. Turner Jr.. 1994. Integrative cloning, expression, and stability of the cryIA. gene from Bacillus thuringiensis subsp. kurstaki in a recombinant strain of Clavibacter xyli subsp. cynodontis. Applied Environmental Microbiolology 60:501–508. Lodewyckx, C . J. Vangronsveld, F. Porteous, E. R.B. Moore, S. Taghavi, M.Mezgeay, and D. van der Lelie. 2002. Endophytic Bacteria and Their Potential Applications.
120
Critical Reviews in Plant Sciences 21:583606. Magnani G. S., C. M. Didonet, L. M. Cruz, C. F. Picheth, F. O. Pedrosa and E. M. Souza. 2010. Diversity of endophytic bacteria in Brazilian sugarcane. Genetics and Molecular Research 9: 250-258. Martinez C.; M. Michaud.; R. R. Belanger; and R. J. Tweddell. 2002. Identification of soils suppressive against Helminthosporium solani, the causal agent of potato silver scurf. Soil Biology and Biochemistry .34: 1861-1868. Meenakshisundaram M. and K. Santhaguru. 2010. Isolation and nitrogen fixing efficiency of a novel endophytic diazotroph Gluconacetobacter diazotrophicus associated with Saccharum officinarum from Southern districts of Tamilnadu. International Journal of Biological and Medical Research. 1: 298300. Mendes R., A. A. Pizzirani-Kleiner, W.L. Araujo, and J. M. Raaijmakers. 2007. Diversity of Cultivated Endophytic Bacteria from Sugarcane: Genetic and Biochemical Characterization of Burkholderia cepacia Complex Isolates. Appl Environ Microbiol. 73: 7259–7267. M'Piga P; R. R. Bélanger; T. C. Paulitz; N. Benhamou. 1997. Increased resistance to Fusarium oxysporum f. sp. radicislycopersici in tomato plants treated with the endophytic bacterium Pseudomonas fluorescens strain 63-28. Physiological and Molecular Plant Pathology 50: 301-320. Musson G. 1994. 1994. Ecology and Effects of Endophytic Bacteria in Plants. Auburn: Auburn University, 1994. 114p. (Ms Thesis). Muthukumarasamy, R., Revathi, G., Seshadri, G. and L 2002. Gluconacetobacter diazotrophicus (Syn. Acetobacter diazotrophicus), a promising diazotrophic endophytes in tropics. Current Science 83: 137-145 Nassar, A.H., El-Tarabily K.A. and K. Sivasithamparam. 2005. Promotion of plant growth by an auxin-producing
Volume 11 Nomor 2, Des 2012 : 112 - 122
isolate of the yeast Williopsis saturnus endophytic in maize (Zea mays L.) roots. Biol Fertil Soils 42: 97–108 Omarjee J., T. Van Antwerpen, J. Balandreau, L. Kuniata and S. Rutherford. 2004. Isolation and characterisation of some endophytic bacteria from Papua New Guinea sugarcane. Proceeding of South African Sugar Technology Association 78: 189-194 Rajendran L. and R. Samiyappan. 2008. Endophytic Bacillus species confer increased resistance in cotton against damping off disease caused by Rhizoctonia solani. Plant Pathology Journal 7: 1-12. Rodriguez , R. J., J. F. White Jr , A. E. Arnold, and R. S. Redman. 2009. Fungal endophytes: diversity and functional roles. Tansley review. New Phytologist 115. doi: 10.1111/j.1469-8137.2009.02773.x Rutherford R. S., T. Van Antwerpen, D. E. Conlong, M G Keeping,S A Mcfarlane And J L Vogel.2002. Promoting plant health: potential for the use of plantassociated micro-organisms in the biological control of pathogens and pests in sugarcane. Proceeding of South African Sugar Technoogyl Association76: 289-300. Ryder, M.H.; Z. Yan, T.E. Terrace; A.D. Rovira; W.H. Tang; and R.L. Correll. 1999. Use of strains of Bacillus isolated in China to suppress take-all and Rhizoctonia root rot, and promote seedling growth of glasshouse-grown wheat in Australian soils. Soil Biology and Biochemistry 31: 1929. Sadfi, N.; M. Cheri; I. Fliss; A. Boudabbous, and H. Antoun. 2001. Evaluation of bacterial isolates from salty soils and Bacillus thuringiensis strains for the biocontrol of Fusarium dry rot of potato tubers. Journal of Plant Pathology 83: 101-118. Sturz A.V., B. G. Christie, and J. Nowak. 2000. Bacterial endophytes: potential role in developing sustainable systems of crop production. Critical Review of Plant Science 19:1-30
Schnider-Keel U., A. Seematter, M. Maurhofer, C. Blumer, B. K. Duffy, C. Gigot-Bonnefoy, C. Reimmann, R. Notz , G. Defago, D. Hass, and C. Keel. 2000. Autoinduction of 2,4-diacetylphoroglucinol biosynthesis in the biocontrol agent Pseudomonas fluorescensCHA0 and repression by the bacterial metabolites salicylate and pyoluteorin. Journal of Bacteriology 182:1215–1225 Schulz B. J. E and C.J.C. Boyle. 2006. What are endophytes? In Schulz BJE, Boyle CJC & Sieber TN,(eds). Microbial Root Endophytes, pp. 1–13. Springer-Verlag, Berlin Strobel G., B. Daisy, U. Castillo and J. Harper. 2004. Natural products from endophytic microorganisms. Journal of Natural Products 67: 257-268. Suman A, A. K. Shasany, M. Singh, and H.N. Shahi. 2001. Molecular assessment of diversity among endophytic diazotrophs isolated from subtropical Indian sugarcane. World Journal of Microbiology and Biotechnology. 17: 39-45. Van Antwerpen T, R S Rutherford and J L Vogel. 2002. Assessment of sugarcane endophytic bacteria and rhizospheric burkholderia species as antifungal agents. Proceeding of South African Sugar Technology Association 76: 301-304 Vasil V., I. K. Vasil, D. A. Zuberer, and D. H. Hubbell. 1979. The Biology of Azospirillum-sugarcane Association I. Establishment of the Association. Journal of Plant Physiology 95: 141-147. Viswanathan R., R. Rajitha, A. R. Sundar and V. Ramamoorthy. 2003. Isolation and Identification of Endophytic Bacterial Strains from Sugarcane Stalks and Their In Vitro Antagonism against the Red Rot Pathogen. Sugartech 5: 25 – 29. Whitesides S. K. and R. A. Spotts. 1991 . Frequency, distribution, and characteristics of endophytic Pseudomonas syringe in pear trees. Phytopathology 81:453–457. Widayati W.E., J. Widada, J. Soedarsono. 2007. Deteksi molekular bakteri endofit pada
Menggali Potensi Endofit untuk Meningkatkan Kesehatan Tan. Tebu Mendukung Peningkatan Prod. Gula (TATIEK YULIANTI)
121
jaringan plantlet tebu. Hayati Journal of Biosciences 14:145-149. Zhao J., L. Zhou , , J. Wang , T. Shan , L. Zhong , X. Liu , and X. Gao. 2010. Endophytic fungi for producing bioactive compounds originally from their host plants. in Current Reserach, Technology and Education Topics in Applied Microbiology and Microbial Technology.
122
Mendez-Vilaz A. (ed). Formatex. 567- 576 Zinniel, D. K., P. Lambrecht, N. B. Harris, Z. Feng, D. Kuczmarski, P. Higley, C. A. Ishimaru, A. Arunakumari, R. G. Barletta, and A. K. Vidaver. 2002. Isolation and Characterization of Endophytic Colonizing Bacteria from Agronomic Crops and Prairie Plants. Appl Environ Microbiol. 68: 2198–2208.
Volume 11 Nomor 2, Des 2012 : 112 - 122