MENGENAL AL – ISLAM 1. Al – Islam Agama Allah Al – Islam adalah agama Allah (Ali „Imron, 3:19). Maksudnya bahwa Allah yang memakai dan menetapkan nama Al – Islam bagi agama-Nya. Bukan nabi yang menamakan agamanya itu Al – Islam. Dan hanya Allah yang memberitahukan dan mengajar agama-Nya. Maksudnya apa yang dipertuhan oleh manusia selain Allah, tidak ada satupun yang tahu apalagi memberitahukan tentang agama yang oleh penganutnya dikatakan berasal dari tuhannya itu. Maka nama – nama agama selain Allah adalah nama – nama yang diberikan dan ditetapkan oleh penganutnya. Ada nama agama yang dinisbatkan kepada nama daerah timbulnya faham tersebut. Ada nama agama yang dinisbatkan dari tokoh atau orang yang ditokohkan dalam faham tersebut. Ada nama agama yang dinisbatkan kepada kekuatan alam atau dewa, sinar, cahaya dan lain – lain. Allah bukan hanya menerangkan bahwa Dia punya agama, tetapi pemberitahuan itu diberikan langsung setelah menerangkan kedudukan Diri-Nya dan kehendak-Nya (Ali „Imron, 3:18-19). Petunjuk dan kehendak Allah itu terangkum dan tercakup dalam Al – Islam. Allah mengajarkan Al – Islam kepada manusia lewat para nabi dan rasul-Nya (Al Baqarah, 2: 213, Ali „Imron, 3:81). Dengan mengutus nabi-Nya yang terakhir Muhammad SAW, maka Al – Islam telah mencapai puncak kesempurnaan, genap, utuh, terpelihara kesucian, kemurnian dan kehormatannya (Al Maidah, 5:3, Al Hijr, 15:9). Aku adalah Allah, tidak ada sesembahan kecuali Aku. Maka beribadahlah kepadaKu dan tegakkan sholat untuk mengingat Aku (Thaha, 20:14). Allah menerangkan bahwa tidak ada sesembahan selain Dia dan para malaikat serta orang yang memiliki ilmu yang tegak bertindak adil (mengakui) bahwa tidak ada sesembahan selain Dia yang maha gagah, maha bijaksana. (Dia juga menerangkan) bahwa agama kepunyaan Allah ialah Al – Islam (Ali „Imron, 3:18-19) Pada hari ini Aku telah mnyempurnakan bagi kamu agamamu dan Aku telah mencukupkan nikmat-Ku atas kamu dan Aku ridho (berkenan) kepadamu beragama Al – Islam (Al Maidah, 5:3). Sungguh Aku yang menurunkan adz-dzikra (Al Qur‟an ini) (Al Hijr, 15:9) dan sungguh agama kepunyaan Allah adalah Al – Islam (Ali „Imron, 3:19). Memberi wawasan dan cakrawala yang luas. Apabila kita sepakat mengalih bahasakan perkataan “dien” bahasa Arab dengan perkataan “agama” bahasa Indonesia, dan perkataan “religion” bahasa Inggris. Maka petunjuk ayat tersebut memberi bimbingan kepada manusia agar mau melihat dan sadar akan kenyataan bahwa di dunia ini terdapat bermacam – macam agama. Kalau demikian sungguh Allah itu maha mengerti dan maha bijaksana. Dari petunjuk-Nya : sungguh agama Allah ialah Al – Islam. Memang nyata ada agama (dien) selain Al – Islam. Bila Al – Islam agama kepunyaan Allah atau agama yang
berasal dan diajarkan oleh Allah. Maka agama selain Al – Islam, itu kepunyaan siapa dan berasal dari mana?. Maka pada ayat Allah menyapa kepada manusia dan membangkitkan kesadarannya. Apakah selain agama Allah yang kamu anut, padahal kepada-Nya berserah diri segala apa yang ada di langit dan di bumi, baik dengan suka (sadar), maupun terpaksa (tidak sadar) dan kepadanya mereka dikembalikan. Katakanlah : kami beriman kepada Allah dan beriman kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, kepada Ismail, kepada Ishak, kepada Yakub dan apa yang diberikan untuk Musa, kepada Isa yang diturunkan kepada nabi dari Rabb mereka, kami tidak membedakan seorangpun dari mereka itu dan karena-Nya kami diakui sebagai muslimun. Dan barang siapa menganut agama selain agama Allah, maka dari agama itu tidak akan diperoleh apapun, oleh karena itu di akherat termasuk orang yang rugi (Ali „Imron, 3:83-85). Nabi Muhammad SAW, dalam hubungan ini memberikan petunjuk sebagai berikut : dari Abu Hurairah ra. berkata : rasulullah SAW bersabda : pada hari kiamat amal – amal akan datang menghadap Allah kemudian datanglah Al – Islam, ia berkata : Ya Rabbi, kamu adalah Assalam dan aku adalah Al – Islam. Maka Allah menjawab : sungguh kamu adalah baik, pada hari ini Aku terima amalmu dan untukmu terimalah pahala dari padaKu. Kemudian Allah membaca ayat dalam kitab-Nya : Dan barang siapa menganut agama selain Al – Islam, maka dari agama itu tidak akan diperoleh apapun. Oleh karena itu di akhirat termasuk orang yang rugi (Ahmad juz 2:362). Dan lagi sabdanya ; dan ketika Allah mengumpulkan manuisa pada hari kiamat yaitu hari yang tidak diragukan adany, ada orang yang berseru : barang siapa mensekutukan sesuatu amal, padahal amal itu seharusnya hanya karena Allah semata – mata. Maka hendaklah ia meminta pahala kepada selain Allah. Sesungghnya Allah sama sekali tidak memerlukan penyekutuan (Hadits qudsi hal. 262 th. 1976) Jadi Allah tidak hanya memberitahukan dan mengajar tentang agama-Nya. Oleh karena itu dalam rangka membahas tentang Al – Islam, perlu juga kita memahami latar belakang pengertian tentang agama. 2. Arti Agama 2.1.
Tinjauan Arti Agama dari Segi Bahasa a. Bahasa Sansekerta Ada tiga pendapat yang perlu diketahui dari huruf “a” dan “gama”. A diartikan tidak dan gama diartikan kacau, jadi agama diartikan tidak kacau, keadaan tidak kacau difahami sebagai hasil dari berlakunya peraturan. Maka secara singkat agama diartikan aturan (Perkembangan Pikiran Terhadap Agama 1965). Kedua, perkataan agtama terjadi kata imbuhan “a” dan “gama”. A diartikan memakai dan gama diartikan aturan. Jadi agama diartikan memakai aturan. Huruf A yang akhir tidak dijelaskan (harian
pelita). Ketiga, perkataan agama terjadi dari huruf “A” dan “gam”. A diartikan tidak dan gam diartikan pergi. Jadi agama diartikan tidak pergi. Huruf A yang akhir tidak dijelaskan. Yang dimaksud tidak pergi ialah senantiasa bersimpuh dihadapan Sang Resi (Pendeta, Guru), untuk menerima pelajaran dan mantra yang diwariskan secara turun – temurun (Upadesa, Perisada Hindhu Dharma 1968). b. Bahasa Inggris Perkataan religion berasal dari bahasa latin religio (Oxford dictionary of Current English. The fourth edition 1952). Perkataan religio ini meliputi beberapa arti diantaranya : kekhawatiran (menjadi soal hati nurani), takhayul, pemikiran, kultus, kekeramatan. (Kamus Latin Indonesia, Kanisius, 1969). c. Bahasa Arab Perkataan Dien mencangkup beberapa arti diantaranya : ketaatan, adat istiadat, peraturan raja, undang – undang, pembalasan atas amal, sistem kemasyarakatan, nasehat, cara berpikir, dll. (KH. Munawar Cholil, 1970, Imam Ghozali bin Hasan Ustadz, 1951) d. Bahasa Indonesia Perkataan agama dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta. (L. Mardiwarsito 1978) Pengertian agama dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dijelaskan sebagai berikut : segenap kepercayaan kepada tuhan, dewa dan lain sebagainya, serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban – kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen P dan K, 1978). Adapun akar kata pada ketuhanan ialah “tuh” yang berarti sari esensi Tuhan Yang Maha Kuasa. Urat asli dari pada kata Tuhan dalam bahasa Dayak yaitu “tuh” dan dari pada “tuh” itu dibuat perkataan Tuhan Yang Maha Kuasa ialah sumber rohani atau Omnipotence. Jadi dalam istilah ketuhanan yang sebenarnya sudah terpakai dua kali akhiran “an”. (Prof. Mr. H. Muhammad Yamin 1958, sistim falsafah Pancasila) Tuhan digunakan juga bagi dewa – dewa. Sebaliknya Allah hanya digunakan bagi satu – satunya Tuhan Yang Maha Kuasa (Wali Gereja Indonesia, 1965). Apabila diperhatikan secara seksama pengertian agama dengan latar belakangnya pengertian yang terkandung pada bahasa Sansekerta, Inggris, Arab, Indonesia sebagai tersebut di atas jelaslah bahwa apa yang dimaksud dengan agama, mencangkup segala kegiatan dan tingkah laku manusia. Baik
dalam kehidupan pribadi atau individu maupun sosial kemasyarakatan. Baik yang bersifat tradisionil, mistis, animis, mitologis, budaya maupun yang berkenaan dengan kenabian. Singkatnya campur aduk, sinkritis. Pokoknya segala perbuatan tidak ada yang lepas dari agama. Maka Allah mengingatkan bahwa setiap manusia harus bertanggung jawab atas amaliyahnya. (An Nahl, 16:93). Dan setiap “perbuatan manusia” disebut juga sebagai “agama mereka”. (An Nur, 24:24-25). Oleh karena itu Allah menegaskan bahwa sikap dan perbuatan kekafiran itupun oleh Allah disebut sebagai agama (dien) mereka. Yakni agama kekafiran. (Al Kafirun, 109:1-6), dan manusia adalah makhluk yang tergadai oleh amaliyahnya. (Al Muddasir, 74:38) Jadi dari segi bahasa, kekafiranpun dalam Al Qur‟an disebut sebagai dien (agama). Maka sangat menarik untuk direnungkan keterangan yang diberikan oleh seorang pakar Nasrani Dr. J. Verkuly yang menyatakan bahwa agama Kristen adalah suatu nama untuk mengartikan peristiwa – peristiwa sejarah sebagai pencampuran Injil dan ansir – ansir kekafiran. (samakah semua agama?, BKP. 1965 cet. 3 hal 66) Maka Allah menyatakan bahawa faham dan ajaran Fir‟aun juga disebut dien (agama). Kalau demikian petunjuk Allah yang mengingatkan bahwa : Inna Addina „Indallah Al Islam – sungguh agama kepunyaan Allah ialah Al – Islam. (Ali „Imron, 3:19). Bahawa Al – Islam adalah agama Allah. Namun agama belum tentu dapat dikatakan agama Allah. Pengertian tersebut dengan tegas diungkapakan Allah dalam petunjuk-Nya : apakah kamu akan menganut selain “agama Allah”, (Ali „Imron, 3:83). Kalau kamu menganut agama selain Allah, kamu tidak akan memperoleh apapun dari pada (agama itu) dan kamu di akhirat termasuk orang yang rugi (Ali „Imron, 3:85). Oleh karena itu marilah kita fahami tentang Al – Islam. Petunjuk Allah tersebut memberikan pengertian secara teoritis tentang pendekatan terhadap apa yang disebut sebagai agama di dunia ini. Dari segala macam agama yang ada di dunia menurut petunjuk Allah diklasifikasikan dalam dua macam saja. Yaitu Al – Islam dan selain Al – Islam. Atau addien indallah dan addien min ghoirillah. Kalau demikian pendekatan dengan teori: agama samawi dan agama ardi. Dimana agama samawi termasuk di dalamnya agama Yahudi, Nasrani, secara historis dianggap sebagai sama – sam agama samawi, ini jelas tidak benar. Oleh karena itu pendekatan terhadap agama – agama dengan teori agama samawi dan ardi, perlu ditinjau kembali keakuratannya.
3. Pengertian Al – Islam 3.1.
Tinjauan Dari Segi Bahasa
Perkataan al – Islam berasal dari kata kerja : Aslama yaitu Fi‟il Muta‟di (verb. Transitive). Tasrifnya: aslama – yuslimu – islaaman. Islaaman adalah masdar. Yaitu perkataan yang menunjukan keadaan. Kemudian diberi “Al” yaitu Alif dan lam sebagai ta‟rif. Artinya menjadikan perkataan tersebut ma‟rifat, menjadi Al – Islam itu jelas yang dimaksud ialah agama Allah. Dan menunjukan sifatnya yang kulli, yakni universal, mencangkup seluruh aspek dari agama Allah. Adapun Aslama mencangkup tiga pengertian: a. Mentaati Allah dan rosul-Nya b. Menyelamatkan manusia dari siksa (azab) Allah. c. Mendamaikan manusia dari ikhtilaf (perbedaan pendapat) dan tafarruq (perpecahan). d. Meningkatkan mertabat manusia dan masyarakat. Keempat pengertian tersebut mempunyai pertalian dan keterkaitan yang tidak terpisahkan diantara satu dengan yang lainnya. Untuk jelasnya marilah kita perhatikan keterangan berikut ini. Allah menamakan agama-Nya “Al – Islam (Muhtar Shihah, hal. 311). Aslama adalah Fi‟il Mu‟atadi (verb transitif) adalah kata kerja yang mempunyai pelengkap. Jadi dengan Al – Islam. Allah hendak mendorong dan membimbing manusia beramal. Allah menjadikan manusia sebagai makhluk yang tergadai oleh amalnya (Al Mudatsir, 74:38). Maka Allah memanggil manusia kepada Al – Islam (Ash Shaf, 61:7) agar mereka hidup sebagai Al – Muslimin (An Naml, 27:91). Kepada orang yang “Aslama” yakni menganut dan mengamalkan Al – Islam, dinyatakan oleh Allah sebagai orang yang sadar memilih jalan kehidupan yang benar (Al Jin, 72:13). Dengan amaliyah Islami manusia dan masyarakat bisa meningkat harkat dan martabatnya (Al An‟am, 6:132 ; Al Ahqaf, 46:19). Dan “Jannah” (surga) adalah ahsil amaliyah Islami yang terbaik dan tertinggi yang bisa diraih oleh manusia (Ali „Imron, 3:136-138 ; Al Ankabut, 29:58 ; Az Zumar, 39:74). Begitulah cara Allah menyelamatkan manusia dari siksanya (Yunus, 10:25). Oleh karena itu manusia supaya mentaati Allah dan rasul-Nya (Al An‟am, 6:71 ; Al Mukmin, 40:66). Untuk itu Allah telah memberi Syari‟at dan Manhaj (Al Maidah, 5:48) dan manusia supaya mengikuti serta mentaati-Nya (Al Jatsiah, 45:18). Untuk mengukur dan melihat : bagaimana seharusnya ketaatan yang dilaksanakan oleh manusia terhadap Allah, maka Allah menetapkan ukuran atau takaran ketaatan manusia terhadap Allah sejauh mana ketaatan mereka terhadap RasulNya (An Nisa‟, 4:80). Untuk itulah Allah mengutus Rasul-Nya membimbing manusia mangamalakan Al Islam berdasarkan Al Qur‟an (Al Huda). Guna mengatasi faham – faham bikinan manusia (Ash Shaf, 61:9). Maka Allah memberikan Al kitab kepada nabi – nabi-Nya dengan amksud untuk mengatasi
atau menyelesaikan “Ikhtilaf dan Tafarruq” yang terjadi diantara manusia (Al Baqoroh, 2:213 ; An Nahl, 16:64). 3.2.
Tinjauan Secara Normatif Al – Islam adalah agama Allah. Untuk memperkenalakan serta mengajarkan agama-Nya itu, Allah mengutus para nabi dan rasul-Nya. Para rasul itu bukan pesuruh (Apostle) seperti halnya pengantar surat pos, hanya membawa dan mengantarkan kepada si alamat. Tetapi rasul juga disuruh supaya menganut dan mengamalkan Al – Islam dan hidup sebagai Al – Muslimun (Al An‟am, 6:14 ; 161-163). Dan pengikut rasul itupun hidup sebagai Al muslimin (Al Hajj, 22:78 ; Ali „Imron, 3:84). Maka para rasul itu bertugas mentilawat ayat Allah, mengajarkan kitab, mengajarkan hikmah dan mensucikan kehidupan manusia beserta masyarakatnya (Ali „Imron, 3:164). Dan ajaran yang dibawa oleh para nabi serta para rasul-Nya itu mempunyai pertalian, kesinambungan, sejak Adam sampai nabi-Nya terakhir yaitu Muhammad SAW (Ali „Imron, 3:81), semua menganut dan mengajarkan Al – Islam, agama Allah. Dengan latar belakang kenabian, kita memperoleh pengertian secara normatif tentang Al – Islam sebagai berikut : a. Tidak syirik (Al An‟am, 6:14 ; Yunus, 10:105 ; Azzumar, 39:29) b. Tidak kufur (Ali „Imron, 3:80). c. Ikhlas (Azzumar, 39:2-3) d. Ihsan (An Nisa‟, 4:125), hadits Bukhori, Muslim.
a) Tidak Syirik Pengertian “tidak syirik” berarti “tauhid”, karena syirik adalah lawan atau kebalikan dari tauhid. Sebagai agama tauhid, Al – Islam menolak segala jenis dan bentuk kemusyrikan. Pengertian tauhid mencangkup dua nilai yaitu: nilai idiil dan nilai terapan (aplicated). Karena tauhid bersumber dan mengakar pada : 1. Alur dan garis kenabian. Dan mencapai titik puncak serta kesempurnaan dengan diutus nabi terakhir yaitu Muhammad SAW (Al Baqoroh, 2:213 ; An Nahl, 16:36 ; Ali „Imron, 3:81-85 ; Al Maidah, 5:3). 2. Kebanaran wahyu – wahyu Allah bisa dipahami secara bulat utuh (syamil dan mukamil atau comprehensive dan complementer) (An Nisa‟, 4:82 ; Al Baqarah, 2:85 ; Fusilat, 41:52-53 ; Ali „Imron, 3:119). b) Tidak Kufur
Tidak kufur berarti Iman. Karena kufur adalah lawan atau kebalikan dari Iman. Iman menjadikan manusia sadar menentukan pilihan dan memiliki optimisme dalam menempuh jalan kehidupan yang benar (Al Jin, 72:13 ; An Naml, 27:81 ; Ali „Imron, 3:139-140 ; Al An fal, 8:2-4 ; Al Hujarat, 49:15 ; Al Ahzab, 33:36). Allah melukiskan orang yang beriman kepada wahyu-Nya adalah bagaikan bumi yang subur bila kena (mendapat) air hujan yang mampu menumbuhkan biji – bijian dan mengembangkan potensinya menjadi dinamis, kreatif dan inovatif (Yunus, 10:24). c) Ikhlas Al – Islam sebagai addinul-khalish yakni agama yang terpelihara kebersihan (kesucian) dan kemurniannya. Meskipun Al – Islam tumbuh dan berkembang sepanjangsejarah kenabian, tetapi kebenaran ajarannya tetap terpelihara (Ali „Imron, 3:81-85). Maka Allah mengutus rasul-Nya kepada tiap – tiap umat, mengingat agar mengabdikan diri kepada Allah dan menjauhkan diri terhadap thoghut (An Nahl, 16:36). Maka orang yang ikhlas beribadah karena Allah ialah orang yang menganut dan mengamalkan agama-Nya (Azzumar, 39:2 ; 11 ; Fushilat, 40:14 ; Al A‟raaf, 7:29 ; Al Bayyinah, 98:5). Dengan singkat yang dimaksud dengan ikhlas ialah amaliyah yang islami. Jadi ikhlas ukurannya bukan hatinya yang merasa berkenaan atau tidak !!!! d) Ihsan Ihsan adalah mengamalkan suatu kebaikan dengan cara dan jalan sebaik – baiknya. Maka nabi SAW, menjelaskan : bahwa ihsan ialah apabila kamu mengabdikan dirimu kepada Allah, seakan – akan kamu melihat Allah itu dihadapanmu. Bila kesadaranmu tidak mencapai keadaan tersebut, maka ketauhilah bahwa Allah senantiasa memperlihatkan segala tingkah lakumu (Bukhari, Muslim). Dan Allah menjelaskan bahwa rahmat-Nya dekat dengan orang yang berbuat ihsan. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi sesudah Allah memperbaiki-Nya, dan berdoalah kepada-Nya dengan penuh khawatir dan harapan. Sungguh rahmat Allah itu dekat dengan orang yang berbuat ihsan. (Al A‟raaf, 7:56). 4. Wawasan Al – Islam Yang dimaksud dengan wawasan ialah suatu pola pandang (Out look) yang memberikan arah serta ruang lingkup (Frame work) sehingga sasaran menjadi lugas. Pengertian tersebut diperoleh dari sebutan – sebutan yang diberikan Allah bagi Al – Islam. 4.1.
Addin „Indallah – Agama kepunyaan Allah Al – Islam disebut sebagai agama kepunyaan Allah (Ali „Imron, 3:19). Pengertian kepunyaan – “‟Inda” menunjukan pemilikan dan asal usul. Maka Allah mengingatkan bahwa ada agama selain agama Allah (Ali „Imron, 3:83). Kalau
demikian “agama selain agama Allah” itu agama kepunyaan siapa?, dan asal usulnya dari mana?. Jadi Allah tahu dan mengerti adanya agama – agama selain Allah. Allah memberitahukan ada agama yang berasal dari alam pikiran dan adat kekafiran (Al Kafirun, 109:1-6). Mereka adalah orang – orang yang terpedaya oleh apa – apa yang mereka ada – adakan sendiri (Ali „Imron, 3:24). Maka Allah menyuruh hamba-Nya yang beriman agar berdialog serta mengingatkan kepada mereka : apakah kamu hendak mengajarkan kepada Allah agamamu itu. Dan katakan kepeda mereka Allah itu mengetahui apa – apa yang ada di langit dan di bumi, dan Allah mengerti tiap – tiap sesuatu (Al Hujjarat, 49:16). Allah mengajarkan agamanya dengan mengutus para nabi (Ali „Imron, 28:25). Allah mengajarkan syari‟at agamanya untuk mengatur tata kehidupan manusia dan masyarakat, maka disertai dengan “manhaj” yaitu suatu sistem (Al Maidah, 5:48 ; Assyura, 42:13-15). Kepada nabi-Nya Allah mengingatkan agar jangan sampai berduka cita apabila menghadapi reaksi dari kaumnya yang menentang dan menolak menganut agama yang diajarkan itu (Al Maidah, 5:41). Karena Allah tidak membiarkan terhadap ulah tingkah laku yang hendak menutup dan merusak agama-Nya. Allah akan terus menolong mengembangkan dan menyempurnakan agama-Nya (Ash Shaf, 61:7-9). Untuk itulah Allah memilih hamba – hamba-Nya yang beriman (Ali „Imron, 3:137-142), supaya mengatur langkah perjuangan bagaikan tombak yang kokoh dan tegar (As Shaf, 61:1-4). 4.2.
4.3.
Al – Islam disebut sebaga Dienul hag (As Shaf, 61:9 ; Al Fatah, 48:28). Al hag mencangkup pengertian: ada, benar, nyata. Memang ada Al – Islam itu. Dan keberadaanya “benar”, baik asal usulnya, kandungan dan ajarannya, serta nilai moral dan petunjuknya dan sebagainya. Kebenaran Al – Islam itu nyata bisa difahami oleh semua manusia secara wajar. Dan kebenaran petunjuk dan ajarannya bisa dilaksanakan secara nyata dalam kehidupan manusia dan masyarakatnya. Kebenaran Al – Islam yang demikian itu terbukti dalam sejarah kenabian sepanjang masa. Sejak Adam sampai nabi-Nya terakhir yaitu nabi Muhammad SAW. Kebenaran yang demikian itu oleh Allah dijadikan sebagai pelajaran dan peringatan bagi orang yang beriman (Hud, 11:120-123). Dan setiap kisah rasul – rasul yang aku ceritakan kepadamu, mengandung suatu yang meneguhkan hatimu. Dan Aku datangkan (sampaikan) kepadamu kisah yang benar ini sebagai pelajaran dan peringatan bagi orang yang beriman. Katakan kepada orang yang tidak beriman : amalkan olehmu pandangan hidupmu, aku juga mengamalkan keimananku. Dan lakukan penelitianmu terhadap amaliyahmu, aku juga melakukan penelitian (Intidzar). Karena kepunyaan Allah-lah apa yang ghoib di langit dan di bumi dan dikembalikan kepada-Nya segala Amru (urusan), maka beribadahlah kepada-Nya. Rabbmu tidak pernah lalai terhadap apa yang kamu kerjakan (Hud, 11:120-123). Fitrah Allah
Perkataan fitrah berarti, dien (agama), menjadikan, mengadakan, sunnah (kamus Idris Al marbawi hal. 96). Dan fathara artinya menjadikan atau mengadakan (idem). Maka tegaklah sikap serta pandangan hidupmu (wijahmu) pada agama itu (Al – Islam) dengan cara yang benar (Haniefan), itu fitrah Allah dan manusia dijadikan atas fitrah itu juga. Tidak ada (hak) mengganti (merubah fitrah itu) bagi makhluk Allah itulah agama yang tegak dan tepat (bagi manusia addienul qayyim) tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (tidak mau mengerti) (Ar Rum, 30:30). Dikatakan “tidak ada hak merubah fitrah” bagi manusia karena nabi Muhammad SAW, mengingatkan bahwa setiap anak lahir dalam fitrah, tetapi kedua orang tuanya bisa menjadikan (merubah) anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi (Hadist Bukhari). Ibrahim menjelaskan, aku tidak main – main karena Rabb langit dan bumi, Ia yang menjadikan (Fatara) semuanya itu, dan untuk itu aku termasuk orang yang memberikan kesaksian (Al-Anbiya, 21:56). Petunjuk – pentunjuk ayat tersebut memberikan pengertian bahwa pada kejadian bumi langit dan manusia, Allah menjadikan atas fitrahnya. Sedangkan fitrah itu adalah sebutan bagi Al – Islam. Kalau demikian berarti bumi langit dan manusia di jadikan dengan Al – Islam. Yaitu dengan hukum-hukum Allah yang diatur dan diajarkan dalam agamanya itu. Adapun arti fitrah ialah hukum – hukum tertentu yang diberlakukan Allah pada tiap mahkluknya. Misalnya fitrah wanita bila telah mencapai usia dewasa tiap bulan mengeluarkan darah haid, laki – laki keluar kumisnya, bumi bisa menyerap air, dan sebagainya. 4.4.
Addienul-khalish Khalisha artinya bersih, murni, tidak tercampur dengan sesuatu yang mengotori maupun merusakkan. Allah menyebutkan Al – Islam sebagai addienul khalish, maksudnya bahwa Al – Islam adalah agama yang terpelihara kesucian dan kemurniannya, dari pengaruh perbuatan tangan – tangan kotor manusia. Allah mengajarkan Al – Islam lewat para nabi dan rasul-Nya. Kepada tiap umat Allah telah mengutus rasul-Nya supaya mengingatkan mereka agar mengabdikan diri kepada Allah dan supaya mereka agar menjauhkan diri tehadap thoghut (An Nahl, 16:36). Rasul – rasul itu ada yang disebut namanya dalam Al Qur‟an dan ada yang tidak disebut namanya. Setiap rasul menyampaikan “busyra” kabar gembira dan “nidzar” peringatan akan adanya siksa Allah atas setiap pelanggaran dari petunjuk-Nya (An Nisa‟, 4:163-165). Tugas rasul adalah empat perkara, yaitu mentilawat ayat, mengajarkan Alkitab, mengajarkan Alhikmah dan mensucikan kehidupan manusia dan masyarakat (Ali „Imron, 3:164). Dengan berakhirnya masa kenabian, yaitu telah diutusnya nabi Muhammad SAW, maka tiap kurung waktu Allah membangkitkan dikalangan muslimin
“Mundzirun” yaitu orang yang memberikan peringatan kepada bangsa dan masyarakat agar memahami dan kembali pada petunjuk Allah serta mengamalkan petunjuk-Nya secara murni dan bersih (Ar Ra‟d, 13:7 ; Shad, 38:4 ; Qaf, 50:2, Asy Syura, 26:208). Sehingga manusia terhindar dari “Amani” yakni angan – angan dirinya serta “dogma” yakni gagasan yang kemudian disahkan atau ditetapkan sebagai ajaran resmi (An Nisa‟, 4:123 ; Al Baqarah, 2:111). Dengan jalan demikian manusia bisa terpelihara pengabdiannya secara bersih dan murni dalam mengamalkan agama Allah : Berdo‟alah kepada Allah dengan ikhlas karena Allah, itulah Al – Islam (Addien) (Al A‟raf, 7:29 ; Al Ghofir, 40:1). Beribadahlah kepada Allah dengan ikhlas karena Allah, itulah Al – Islam (Addien) (Az Zumar, 39:2, 11). Maka Dia tidak memerintahkan kepada mereka melainkan agar mereka beribadah kepada Allah, itulah Al – Islam (Addien), (begitulah) mereka menjauhkan diri dari kesesatan (Khunafaa‟a), serta menegakkan shalat dan membayar zakat, itulah dienul qayyimah (beragama yang benar dan tepat) (Al Bayyinah, 98:5). Jadi ikhlas ialah mengamalkan ajaran Al – Islam secara sadar dan benar. 4.5.
Addienul Qayyim Al – Islam disebut sebagai Addienul Qayyim. Adapun Alqayyim mencangkup pengertian: tegak, tepat dan benar. Kebenaran Al – Islam tegak sepanjang zaman, tidak tergoyahkan oleh silih bergantinya datangnya godaan dan serangan dari berbagai penjuru. Dan kebenaran ajarannya adalah “tepat”. Kapanpun dan dimanapun ajaran Al – Islam bisa dilaksanakan dengan tepat dan tegak. Pengertian Al Qayyim tersebut dijelaskan oleh Allah dalam wahyu-Nya, berkenaan dengan berbagai aspek yaitu : a. Berkenaan dengan kejadian alam Sungguh jumlah bilangan bulan menurut Allah ialah 12 bulan, tersebut dalam kitab Allah (wahyu Allah), sejak Allah menjadikan langit dan bumi, dari bulan – bulan itu ada empat bulan yang dihormati. Itulah Addienul Qayyim. Oleh karena itu kamu jangan berbuat aniaya terhadap musyrikin itu secara frontal, sebagaimana mereka memerangi kamu secara konfrontatif. Dan ketahuilah olehmu bahwa Allah senantiasa beserta orang – orang yang bertaqwa (Al Taubat, 9:36). Ia menjadikan matahari memancarkan sinar dan bulan memantulkan cahaya, dan ia menetapkan manazil (garis edar). Jadi Addienul Qayyim, bukan hanya mengajarkan apa yang seharusnya difahami serta diamalkan. Tetapi kemudian bisa terjadi penyimpangan yang menimbulkan akibat serta resiko yang sangat jauh bagi keselamatn dan kesucian serta kemurnian “wijhah”. Yakni sikap pandangan hidup , juga diberitahukan (Ar Rum, 30:30-33).
Tegakklah wijhahmu pada Al – Islam secara benar, itu fitrah Allah, Ia menjadikan manusia atas fitrah itu juga, tidak ada hak bagi manusia mengganti fitrah Allah (ciptaan Allah). Itulah Addienul Qayyim, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti. Jadi kamu yang kembali kepada Addienul Qayyim, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti. Jadi kamu yang kembali kepada Addienul Qayyim itu serta tegakkan shalat dan janganlah kamu menjadi orang kembali kepada Addienul Qayyim (Agama Allah) dan janganlah kamu berbuat kemusyrikan yaitu yang memecah belah Addienul Qayyim yang kamu anut, kemudian kamu membuat golongan – golongan. Tiap – tiap golongan merasa bangga dengan idenya. Apabila masyarakat terkena kesukaran mereka (ahli golongan) berseru kepada Allah (Rabb mereka) kami kembali kepada Addienul Qayyim (agama Allah). Tetapi apabila mereka merasa mendapat rahmat dari pada-Nya. Tiba – tiba dari golongan mereka itu berbuat kemusyrikan pada Rabb mereka (kembali membanggakan golongannya) yang berakibat mereka berbuat kekufuran (menutup diri) terhadap apa yang Aku berikan pada mereka (petunjuk Allah). Dan mereka bersenang – senang (dalam golongan mereka), kemudian kamu akan mengetahui bagaimana akibatnya (Ar Rum, 30:30-34). b. Berkenaan dengan pengabdian (peribadatan) Allah memberitahukan bahwa Ia tidak menjadikan jin dan manusia melainkan supaya beribadah kepada-Nya. Aku tidak mengharap (menginginkan) rizki dari mereka, dan juga Aku tidak mengharap agar mereka memberi makan pada-Ku. Sungguh Allah itu, Ialah pemberi rizki. Ia mempunyai kekuatan yang kokoh, tak tergoyahkan (Adz Dzariyat, 51:56-58). Kemudian Ia memberitahukan bahwa Ia memakai nama Allah. Nama bukan pemberian dari nabi-Nya maupun dari penganut-Nya: Sungguh Aku adalah Allah, tidak ada sesembahan kecuali pada-Ku. Beribadahlah kamu kepada-Ku. Dan tegakkanlah shalat untuk mengingat Aku (Thaha, 20:14). Kami tidak mengabdikan diri kepada selain Allah. Melainkan mengabdikan diri pada nama yang kamu sebutkan (peruntukan) baginya (sesembahan), ya kamu dan bapa – bapamu. Allah tidak menurukan keterangan bagi Dia menyuruh supaya kamu mengabdikan dirimu kepada-Nya. Itulah Addienul Qayyim, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti (Yunus, 12:40). Disamping nama diri, Allah juga tidak mau menerima nama – nama dan sifat yang dibikin oleh manusia. Karena Dia telah mempunyai nama dan sifat yang Ia tetapkan sendiri bagi diri-Nya (Al An‟am, 6:100 ; Al Anbiya‟, 21:22). Dan Allah mengerti mengapa manusia membuat nama
– nama sendiri sifat bagi Tuhannya (Al Mukminun, 23:96). Dengan membuat nama – nama bagi Tuhannya, manusia akan tenggelam dalam “Amani” angan – angan dirinya. Kemudian nama – nama itu disyahkan menjadi agama yang resmi dalam agama mereka. Itulah yang disebut “Dogma” (Yunani). Tetapi mereka menganggap dogma itu sebagai suatu dan akan biasa diraih (An Najm, 53:19-25). Allah mengajak manusia supaya memperhatikan sejarah. Ingatlah ketika Ia (Nuh) berkata kepada bapanya dan kaumnya : apakah kamu sembah ini?. Apakah bukan suatu perbuatan dusta kamu menginginkan Tuhan – Tuhan selain Allah. Kalau demikian pendapatmu terhadap Rabb sekalian Alam (Ash Shafat, 37:85, 87). Ayat – ayat tersebut dengan lugas mengungkapkan bahwa bertuhan selain Allah adalah suatu perbuatan dusta. Karena sebenarnya mereka hanya menyembah nama – nama yang mereka ada – adakan sendiri, dan mereka tetap menjadi nama bagi apa – apa yang mereka pertuhan. Kenyataan tersebut sungguh sangat menarik untuk dibuktikan kebenarannya. Bahwa Tuhan selain Allah itu ia tidak tahu dan tidak mengerti nama dirinya. Maka pengikutnya yang memberikan namanya. Sudah barang tentu nama – nama tersebut merupakan pencerminan angan – angan serta harapan terhadap Tuhannya. Maka Allah bukan hanya memberi tahu nama Diri dan nama Sifatnya. Tetapi juga memberi petunjuk bagaimana “adab” yang harus dijaga dan dilaksanakan oleh hamba-Nya yang beriman. Dan Ia melarang (tidak membenarkan) kamu memanggil selain Allah dengan menyebut nama yang mereka berikan kepada Tuhan – Tuhan mereka itu (Al An‟am, 6:56). Dan Allah mempunyai nama – nama yang baik (Al Asma Al Husna) maka panggillah Ia dengan menyebut nama-Nya itu. Dan tinggallah orang – orang yang mengotori kesucian nama – nama-Nya. Apa yang mereka perbuat itu akan mendapat balasan. Dan dari orang yang Aku jadikan itu terdapat satu ummat, mereka memimpin (manusia) dengan petunjuk wahyu-Nya (Al Qur‟an) dengan Al Qur‟an itu pula mereka bertindak adil (Al A‟raf, 7:180181). 4.6.
Millah Ibrahim Perkataan “Millah” dalam Al Qur‟an dipakai dalam tiga pengertian yaitu: 1) Millah Ibrahim (Al Baqarah, 2:130, 135 ; Ali „Imron, 3:95 ; Al An‟am, 6:61 ; Yusuf, 12:38 ; An Nahl, 16:122 ; Al Haj, 22:78). 2) Millah Yahudi dan Nasoro (Al Baqarah, 2:120 ; Al Kahfi, 18:20). Allah telah memberikan syari‟at dan manhaj (sistem) kepada para nabi-Nya (Al Maidah, 5:48 ; Asy Syura, 42:13). Pengamalan syari‟at yang diberikan kepada
nabi – nabi itulah yang disebut “Millah” (Iman Raghib, 188). Jadi sebenarnya sebagai. Tetapi dalam Al Qur‟an Al – Islam disebut “Millah Ibrahim”. Apanila kita memperhatikan hubungan pengertian ayat – ayat dalam Al Qur‟an yang berkaitan dengan “millah” terhadap nabi – nabi yang lain tidak ada. Sejarah memberikan kesaksian lahirnya faham Yahudi dan Nasoro tidak bisa dipisahkan dengan faham tentang Ibrahim, menurut tafsiran mereka. Oleh karena itu, dalam Al Qur‟an Allah mengingatkan serta memberikan bantahan yang tajam sekali. Bahwa Ibrahim itu bukan Yahudi dan bukan Nasoro (Al Baqarah, 2:140 ; Ali „Imron, 3:67). Memang kisah tentang Ibrahim banyak diungkapkan dalam Taurat dan Injil, diturunkan kepada nabi Musa dan Isa, yang diutus oleh Allah jauh dari nabi Ibrahim. Kepada orang – orang yang mengaku bahwa mereka mengikuti ajaran Taurat dan Injil. Oleh Al Qur‟an disebut “Ahli Kitab” (Ali „Imron, 3:67). Diturunkannya Taurat kepada Musa di Mesir, setelah Bani Israil dijajah oleh Fir‟aun selama 430 tahun (keluaran 12:40-42). Adapun Bani Israil itu terdiri dari dua belas suku. Yang terbit dari turunan Yakub : Rubin, Siemon, Lewi, Yehuda, Isachar, Benyamin dan Naftali, Gad dan Asyer, Yusuf (Keluaran 1:1-4 ; Bilangan 13:3-15 ; Tawarih, 2 2:1). Dari bani Israil, lahir nama dan faham Yahudi. Adapun arti Yahudi ada 3 macam : 1) Yahudi sebagai nama suku bangsa dari Bani Israil itulah anak turun Yahuda. 2) Yahudi sebagai nama “Kewarganegaraan”. Ini terjadi sejak tahun 722 SM. Yaitu setelah pecahnya Bani Israil menjadi dua. Yang sepuluh suku mendirikan kerajaan Israil, yang dua suku bersatu mendirikan kerajaan Yahuda. Maka setiap warga Negara Yahuda disebut Yahudi. 3) Yahudi sebagai nama aliran yang timbul setelah kerajaan Yahuda ditakhlukkan oleh Raja Nebukadnezer dari Babilonia. Orang Yahudi ditawan di Babilonia pada saat itu tahun 586 SM. Muncullah “Faham Yahudi”. Yaitu suatu faham yang menantikan adanya petolongan Tuhan, sebagai nenek moyang mereka pada jaman nabi Musa atau nabi Musa yang kedua (Dictionary Of Biblical Antiquitiles, Biography, Geography and Naural history, tahun 1967 hal. 76-80). Faham Yahudi tantang Messiah itu kemudian dikoreksi dan disamakan dengan mitologi Yunani tentang “Kristos”. Faham ini dipelopori oleh saul, orang Yahudi penganut aliran Parisi. Maka lahirlah aliran baru yang disebut “Mahzab Nasrani”, dengan pusat kelahiran dan aktivitasnya di Anthiochia (Kisah Rasul – rasul, 11:25-26, 24:5, Galatio, 3:15-17, Aera Eropa hal. 39, 75, 1. Korintus 1: siapakah Yesus Kristus hal. 10).
Kalau demikian sebutan Al – Islam sebagai Millah Ibrahim mengandung latar belakang sejarah yang panjang dalam menjaga kesucian serta kehormatan Agama Allah dan ajaran-Nya yang diemban oleh nabi Ibrahim, dari faham Yahudi dan Nasoro, atau dari ulah Bani Israil (Bani Israil, 17:4-7). 4.7.
An Nasehat Rasulullah SAW, menerangkan bahwa Agama Allah atau AL – Islam adalah annasehat. Para sahaba bertanya: nasihat bagi siapa yaa Rasulullah?. Rasulullah menjelaskan: Nasehat bagi Allah, bagi kitabnya, bagi Rasulnya, bagi para pemimpin Muslim dan bagi ummat Muslimin (Ahmad, Abu Daud, Annasai, Tirmidzi). Annasihu – Ahli nasehat, morodifnya (persamaan arti) ialah Al Khoyatul – ahli menjahit (Imam Raghib, Imam Nawawi). Menjahit adalah suatu pekerjaan menempatkan serta menghubungkan bagian yang satu dengan yang lainnya, menurut fungsi dan kedudukan masing – masing. Sehingga diperoleh hasil misalnya berupa “baju”. Kalau demikian kelima unsur dari Addien tersebut mempunyai pertalian serta keterkaitan yang tidak bisa dipisahkan. Kelimanya merupakan satu kesatuan secara bulat dan utuh, memberikan arti makana dan isi tentang Al – Islam.
5. Fungsi Al – Islam Yang dimaksud fungsi ialah kedudukan Al – Islam dalam perwujudan pengamalannya ditengah – tengah kehidupan manusia dan kemasyarakatan. Jadi fungsi Al – Islam menunjukan perwujudan dari aspek ajaran Al – Islam dalam kehidupan manusia dan masyarakatnya. Sehingga para Muslimin akan memperoleh penjelasan dalam mengemban tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kemampuan masing – masing. Tetapi sadar dalam kedudukannya sebagai ummatan wahidatan (At Taubat, 9:71, Al Mukminun, 23:51-52). Dengan demikian para muslimin akan bisa menjaga dan mengembangkan kesadaran dalam mengemban “amanat Allah” ditampilkan di tengah – tengah kehidupan manusia dan masyarakat supaya melaksanakan perintahnya dan mengatasi kemungkaran (Ali „Imron, 3:102-110), dan memberikan kesaksian pada manusia dan Al – Islam (Al Haj, 22:78).dan kebenaran ajaran Al Qur‟an (Fussilat, 41:52-53). Sehingga dengan kehadiran muslimin di tengah – tengah kehidupan manusia dan masyarakatnya, maka segala macam dan jenis kebathilan akan terhapus (Bani Israil, 17:80-81). Untuk itulah Allah mengutus rasul-Nya mengajarkan Al Qur‟an untuk mengamalkan Al – Islam guna mengatasi faham – faham bikinan manusia (Ash Shaf, 61:7). 5.1.
Al – Islam berfungsi sebagai alamat Allah Allah mempunyai agama yaitu Al – Islam (Ali „Imron, 3:19) agama-Nya itu telah sempurna dengan diutusnya nabi-Nya yang terakhir. Dan AL – Islam merupakan
nikmat yang diberikan Allah bagi manusia. Maka Dia ridho kepada manusia yang mau menerima dan mengamalkannya (Al Maidah, 5:3). Allah memanggil manusia kepada Al – Islam (Ash Shaf, 3:19). Dan mengutus rasul-Nya untuk membimbing manusia dalam mengidharrkan Al – Islam berdasarkan Al Qur‟an (Ash Shaf, 61:9). Dengan Al Qur‟an Aallah membimbing orang – orang yang menganut Al – Islam (Ridwanahu) berjalan pada jalan Allah (Sabulaasalam). Dikeluarkan dari dhulumat menuju kepada An Nuur. Begitulah Allah membimbing manusia berjalan pada Syirathal Mustaqim (Al Maidah, 5:16). Begitulah manusia supaya menegakkan Al – Islam dan menjaga kesatuan umat dalam Al – Islam (Asy Syura, 42:13). Setiap panggilan tentu ada alamat maksud dan tujuan. Karena Allah memanggil Al – Islam, maka AL – Islam menjadi alamat Allah. Maksud dan tujuan supaya menegakkan Al – Islam dan menjaga kesatuan ummat Al – Islam. 5.2.
Al – Islam berfungsi sebagai Syirathal Mustaqim Allah menerangkan, barang siapa Allah menghendaki akan membimbing kepadanya. Ia melapangkan dadanya menerima AL – Islam. Dan barang siapa dikehendaki (Allah) sesat menjadikan dadanya sempit dan sesak, seolah – olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menjadikan perbuatan yang keji atas orang – orang yang tidak beriman. Dan inilah jalanku Rabbmu, Syirathal Mustaqim. Sungguh Aku telah menerangkan ayat – ayat-Ku bagi kamu yang mau menerima petunjuk dan peringatan (Al An‟am, 6:125-126). Rasulullah SAW, melukiskan bahwa Syirathal Mustaqim ialah jalan yang ditempuh dan dilalui oleh orang – orang yang menerima panggilan Allah. Di kanan kaki jalan itu terdapat pintu – pintu tanpa daun pintu. Di atas jalan ada pemanggil, tatkala orang – orang berbondong – bondong berjalan pada jalan itu. Ada orang yang mencoba memisahkan diri hendak masuk pintu yang ada pada tembok itu. Ketika itu temannya mencegah dan mengingatkannya : celaka kamu! Kemudian rasulullah SAW, menjelaskan : tembok itu hukum – hukum Allah. Panggilan di atas jalan itu ialah kitab Allah (Al Qur‟an). Pintu yang ada pada tembok itu larangan Allah, yang mencegah hendak memasuki pintu adalah ajaran Allah pada setiap hati muslimin. Adapun jalan itu, Syirathal Mustaqim ialah Al Islam (Ahmad, 4:182).
5.3.
Al – Islam berfungsi sebagai Kendaraan atau Alat Rasulullah SAW, melukiskan bahwa Al – Islam itu “DZALUL” senantiasa dalam keadaan siap. Dan tidak akan dinaiki malainkan dalam keadaan siap (Ahmad, 5:145). Apa yang dinaiki (dikehendaki) adalah kendaraan atau alat. Jadi hadits Rasulullah SAW tersebut memberikan pengertian bahwa Al – Islam itu berfungsi sebagai kendaraan atau alat yang senantiasa siap melayani kepentingan manusia.
5.4.
Al – Islam berfungsi sebagai perumahan Rasulullah SAW melukiskan bahwa ada seorang Sayyid (pemimpin) membangun rumah. Kemudian ia menyuruh seorang pengundang mengajak manusia hadir ke rumah itu, dalam rumah itu telah disediakan hidangan bagi orang yang mau menerima undangan, ia datang (hadir) ke rumah itu dan disambut oleh pemimpin itu supaya menikmati hidangan yang telah disediakan. Kepada orang itu IA sangat berkenan tetapi ada juga orang yang tidak mau menerima undangan tersebut. Sudah barang tentu ia tidak akan mau datang ke rumah pemimpin tersebut. Tidak suka dijelaskan oleh Rasulullah. Bahwa Sayyid (pemimpin) itu adalah Allah, pengundangnya adalah Muhammad SAW, hidangan yang disediakan ialah Jannah (surga). Adapun rumah yang dibangun oleh Sayyid itu adalah Al – Islam (Ahmad, 1:7).
5.5.
Al – Islam berfungsi sebagai Al – Urwatul – Wutsqa (tali pengikat) Allah tidak memaksa manusia menerima serta menganut agamanya. Oleh karena itu apabila mereka menyatakan diri beriman kepada Allah dan kufur terhadap thoghut, maka Allah menyatakan bahwa mereka adalah orang – orang yang berlindung dengan tali yang kokoh yang tidak akan putus (Al – Urwatul – Wutsqa lam fishama laha)(Al Baqarah, 2:256). Imam Abu Hayyan menjelaskan bahwa artinya : Al – Islam (Tafsir Al Ahrul Munchith, 2:282). Kalau demikian termasuk tanda – tanda kebenaran pengakuan seorang beriman kepada Allah ialah mereka mau mengakui dan menerima bahwa diri mereka satu dengan yang lain telah diikat oleh Allah dengan Al – Islam. Jadi Al – Islam adalah tali pengikat.
5.6.
Al – Islam berfungsi sebagai sibghoh Allah Sibghoh ialah zat pewarna. Allah memberitahukan bahwa Ia mempunyai sibghoh, kemudian Ia memberi kesempatan kepada manusia untuk mencari sibghoh yang lebih dari pada sibghoh Allah tersebut. Ternyata tawaran itu dijawab ; dan kami pada-Nya mengabdikan diri (Al Baqarah, 2:138). Kalau demikian manusia hanya dibenarkan beribadah kepada Allah agar mereka memiliki sibghoh, memiliki corak hidup, memiliki identitas sebagai muslimin (Ali „Imron, 3:102). Karena sebagai umat muslimin itulah mereka mengemban “Amanat Allah”, ditampilkan hidup di tengah – tengah dan manusia dan masyarakat. Melaksanakan perintah Allah dan mencegah kemungkaran (Ali „Imron, 3:103-110). Memberikan kesaksian atas kebenaran Al – Islam (Al Haj, 22:78) dan kebenaran Al Qur‟an (Fussilat, 41:52-52).
5.7.
Al – Islam berfungsi sebagai Wadah (Wahanna) Wadah (Jawa) ialah tempat untuk menampung sesuatu. Wahana (Sansekerta), ialah kendaraan atau angkutan umum.
Allah bukanlah hanya memberikan Syari‟at dari agamanya tetapi juga memberikan “Manhaj” atau sistem (Al Maidah, 5:48). Maka Allah bukan hanya menyuruh kepada orang beriman supaya menegakkan agamanya dan melarang tidak boleh mereka tafarruq (berpecah belah). Tetapi dimana orang beriman itu supaya menjaga kesatuan? Dengan kata lain dalama wadah mukminin itu menjaga kesatuanya? Dlam petunjuknya cukup jelas dan tegas Allah memberitahukan maksud dan kehendak-Nya : An aqimudina wala tafarraqu fihi, ini berarti : an aqimul – Islam wala tafarraqu fil – Islam. Yaitu : tegakkan Al – Islam dan janganlah kamu berpecah belah dalam Al – Islam (As Syura, 42:13). Perkataan fihi atau Fil – Islam, Fi adalah dharaf makan yaitu “wadah” dimana para muslimin terpelihara kesatuannya. Jadi Allah bukan hanya melarang muslimun tidak boleh berpecah belah. Tetapi Allah juga telah menyediakan “wadah atau wahana” diaman muslimin itu supaya menjaga kesatuannya dalam menjaga Al – Islam. Begitulah artinya Al – Islam berfungsi sebagai wadah atau wahana kesatuan muslimin atau Ummatan Wahidatan. Yaitu umat pengikut rasul (Al Mukminun, 23:51-52). 5.8.
Al _ Islam sebagai Ra‟sul – Amri (Kalimah Komando) Sudah dijelaskan bahwa Al – Islam berasal dari Aslama, yaitu fi‟il muta‟adi – kata kerja transitif. Jadi Al – Islam adalah agama amal. Menurut petunjuk Rasulullah SAW, tiap amal tentu ada niatnya. Kalau demikian, tiap amal mempunyai baik untuk mendorong dilakukannya amal tersebut maupun alasan – alasan mengapa demikian pengamalannya. Dengan demikian tiap amal tentu harus ada “ra‟sul amrinya”. Yakni perintah atau komando yang mendorong dilakukannya amal tersebut atas sesuatu amal. Manusia tidak hanya membutuhkan beramal, tetapi amal itu merupakan kebutuhan bagi manusia untuk meningkatkan derajat serta martabatnya (Al Ahqaf, 46:19). Dan tiap amal mengharap “Ajru” pahala atau rizki. Yang mempunyai hak memberi rizki hanyalah Allah (Adz Dzariyat, 51:56-58). Untuk mendapatkan rizki dari Allah supaya : Aslama wajhahulillah – Meng – Al – Islamkan wajah atau sikap serta pandangan hidupnya (Al Baqarah, 2:112). Sehingga manusia terjamin mendapatkan ajru (pahala) dari Allah, atatu Matsubah (Al Baqarah, 2:103, 112).
6. Kesimpulan Pemahaman Al – Islam dari segi bahasa dan latar belakang budaya. Dan secara normatif serta wawasan dan fungsinya. Apabila difahami serta dihayati dengan hati yang tenang serta pikiran yang jernih, kiranya tidak berlebihan apabila untuk melukiskan secara keseluruhan dari pengertian yang telah diuraikan tersebut secara redaksional ditulis demikian :
A. Bahwa Al – Islam membina sikap yang dirumuskan dalam pola berpikir Qur‟ani. Pola pikir Qur‟ani yang dijabarkan dalam pola tindakan Islami. B. Bahwa Al – Islam memberikan wawasan tahid yang menumbuhkan Akhlaq Qur‟ani yang membangkitkan semangat berilmu, semangat yang berilmu yang mengobarkan kesadaran beribadah, beribadah menjadikan tiyang penyangga tegaknya ummatan wahidatan atau Al Jama‟ah. Singkatnya Al – Islam : Al – Islam – Akhlaq – Ilmu – Ibadah – Ummatan Wahidatan atau Al Jama‟ah.