MENGEMBANGKAN MULTIPLE INTELLIGENCE DI MADRASAH Muzdalifah M Rahman Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus Abstract: Each student has a unique individual. Yet today there are many schools that are stuck with the traditional view that a smart kid has a high IQ score and emphasizes the ability of logic (mathematics) and language. Multiple Intelligences Theory tries to change it and gives insights on educational world that there are nine intelligences possessed by everyone to be developed through meaningful learning. Key words: meaningful learning, multiple intelligence theory A. Latar Belakang Pola pemikiran tradisional yang menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa memang sudah mengakar dengan kuat pada diri setiap guru di dalam menjalankan proses belajar. Bahkan, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Insan Kancil (Kompas, 13 Oktober 2003), pendidikan Taman Kanak-Kanak saat ini cenderung mengambil porsi Sekolah Dasar. Sekitar 99 persen, Taman Kanak-Kanak mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Artinya, pendidikan Taman Kanak-Kanak telah menekankan pada kecerdasan akademik, tanpa menyeimbanginya dengan kecerdasan lain. Hal ini berarti pula bahwa sistem pendidikan yang dilaksanakan oleh guru-guru masih tetap mementingkan akan kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Menurut Moleong, dalam melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), guru dan orang tua hendaknya bersinergi dalam mengembangkan berbagai jenis kecerdasan, terutama terhadap anak usia dini. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak gagap dalam melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Anak-anak usia 0 – 8 tahun harus diperkenalkan dengan kecerdasan jamak (Multiple Intelligences). Guru hendaknya tidak terjebak pada kecerdasan logika semata1. 1 Handy Susanto. 2005. Penerapan Multiple Intelligences dalam Sistem Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Penabur - No.04/ Th.IV/ Juli 2005. Hal 68-69
136
Idealnya guru tidak hanya paham konsep bahwa anak cerdas itu memiliki kecerdasan logika dan bahasa saja, namun harus memahami konsep multiple intelligence. Walaupun banyak guru yang sudah memahami pentingnya pembelajaran multiple intelligence untuk diterapkan di kelas-kelas mereka, namun sebagian besar guru masih merasa kesulitan untuk menerapkan model pembelajaran ini. Hal utama yang menjadi penyebabnya adalah guru masih kebingungan menerapkan teori ke dalam bentuk pembelajaran praktis. Sebagian besar guru-guru berpendapat bahwa model pembelajaran multiple intelligence sangat sulit diterapkan dalam kelas, karena sangat kompleks. Tulisan ini berupaya untuk menjelaskan bagaimana cara mengembangkan multiple intelligence supaya anak didik mampu mengembangkan potensi potensi yang dimilikinya. B. Rumusan Masalah Dari penjelasan latar belakang di atas penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa pengertian dan teori tentang intelligence ? 2. Apa pengertian tentang multiple intelligence ? 3. Bagaimana pengembangan multiple intelligence di madrasah ? C. Pembahasan 1. Pengertian dan Teori Inteligence Menurut Spearman & Wynn Jones, 1951 dalam buku mereka yang berjudul Human Ability, Spearman dan Wynn Jones mengumakakan adanya suatu konsepsi lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal fikiran manusia dengan gagasan abstrak yang universal, untuk dijadikan sumber tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan demikian dalam bahasa Yunani disebut nous, sedangkan penggunaan kekuatan termaksud disebut noises. Kemudian kedua istilah tersebut dalam bahasa Latin dikenal sebagai intelectus dan intelligentia. Pada gilirannya, dalam bahasa Inggris masingmasing diterjemahkan sebagai intelect dan intelligence. Ternyata, transisi bahasa tersebut membawa pula perubahan makna. Intelligence, yang dalam bahasa Indonesia kita sebut inteligensi, semula berarti penggunaan kekuatan intelektual secara nyata, akan tetapi kemudian diartikan sebagai suatu
Muzdalifah M Rahman Mengembangkan Multiple Inteigence di Madrasah
137
kekuatan lain.2 Menurut sudut pandang mengenai faktor-faktor yang menjadi elemen inteligensi, maka teori-teori inteligensi dapat digolongkan dalam paling tidak tiga golongan. Penggolongan pertama adalah teori-teori yang berorientasi pada faktor tunggal, yang ke dua adalah teori-teori yang berorientasi pada dua faktor, dan yang ke tiga adalah teori yang berorientasi pada faktor ganda. Walaupun demikian, uraian ringkas mengenai teori-teori inteligensi berikut tidak akan mengutamakan pengelompokan tersebut. Disini akan disajikan setiap teori di bawah nama tokohnya masing-masing.3 ALFRED BINET Alfred Binet (1857-1911) termasuk salah satu ahli psikologi yang mengatakan bahwa inteligensi bersifat monogenetik, yaitu berkembang dari satu faktor satuan atau faktor umum (g). Menurut Binet, inteligensi merupakan sisi tunggal dari karakteristik yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang. Sebagaimana dalam definisinya yang telah dikemukakan terdahulu, Binet menggambarkan inteligensi sebagai sesuatu yang fungsional sehingga memungkinkan orang lain untuk mengamati dan menilai tingkat perkembangan individu berdasar suatu kriteria tertentu. Jadi untuk melihat apakah seseorang cukup inteligen atau tidak, dapat diamati dari cara dan kemampuannya untuk melakukan suatu tindakan dan kemampuannya untuk mengubah arah tindakannya itu apabila perlu. Inilah yang dimaksudkan dengan komponen Arah, Adaptasi, dan Kritik dalam definisi inteligensi. EDWARD LEE THORNDIKE Thorndike, bapak psikologi pendidikan yang juga tokoh aliran psikologi fungsionalisme, adalah penulis buku berjudul Animal Intelligence yang terbit pada tahun 1911. buku itu sendiri adalah perluasan dari disertasinya yang berjudul Animal Intelligence: An Experimental Study of the Associative Process in Animals yang memberinya derajat doktor pada usia 24 tahun. Pada dasarnya, teori Thorndike menyatakan bahwa inteligensi terdiri atas berbagai kemampuan spesifik yang ditampakkan dalam wujud perilaku
2
Hal 1-2
Saifuddin Azwar. 1996. Psikologi Inteligensi.PT Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Edisi 1.
Ibid, Hal 15-41
3
ELEMENTARY Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
138
inteligen. Oleh karena itu, teorinya dikategorikan kedalam teori inteligensi faktor ganda. Formulasi teori Thorndike didasari oleh bukti-bukti riset. Ia mengklasifikasikan inteligensi kedalam tiga bentuk kemampuan, yaitu (a) kemampuan Abstraksi yakni suatu kemampuan untuk bekerja dengan menggunakan gagasan dan simbol-simbol, (b) kemampuan Mekanik yaitu suatu kemampuan untuk bekerja dengan menggunakan alat-alat mekanis dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang memerlukan aktivitas inderagerak (sensory-motor), dan (c) kemampuan Sosial yaitu suatu kemampuan untuk menghadapi orang lain di sekitar diri sendiri dengan cara-cara yang efektif. Ketiga bentuk kemampuan ini tidak terpisah secara eksklusif dan juga tidak selalu berkorelasi satu sama lain dalam diri seseorang. Ada kelompok orang-orang yang sangat cakap dalam kemampuan abstraksi, seperti halnya para akademis, akan tetapi belum tentu semuanya memiliki kecakapan dalam bidang mekanik. Kadang-kadang ada juga orang yang memiliki kecakapan tinggi dalam ketiga bentuk kemampuan tersebut.
INTELIGENSI
Abstrakksi Mekanik Sosial
Gambar 1. Tiga Komponen Inteligensi Thorndike percaya bahwa tingkat inteligensi tergantung pada banyaknya neural connection atau ikatan syaraf antara rangkaian stimulus dan respon dikarenakan adanya penguatan (reinforcement) yang dialami seseorang. Orang yang telah memiliki banyak ikatan pada bidang inteligensi mekanik akan meningkat kecakapannya pada bidang tersebut. Begitu juga pada bidang abstraksi dan sosial (Wilson et al., 1974).
Muzdalifah M Rahman Mengembangkan Multiple Inteigence di Madrasah
139
CHARLES E. SPEARMAN Pandangan Spearman (1927) mengenai inteligensi ditunjukkan dalam teorinya mengenai kemampuan mental yang populer dengan nama teori dua faktor (two factor theory). Awal penjelasannya mengenai teori ini berangkat dari analisis korelasional yang dilakukannya terhadap skor seperangkat tes yang mempunyai tujuan dan fungsi ukur yang berlainan. Hasil analisisnya memperlihatkan adanya interkorelasi positif diantara berbagai tes tersebut. Menurut Spearman, interkorelasi positif itu terjadi dikarenakan masingmasing tes tersebut memang mengukur suatu faktor umum yang sama, yang dinamainya faktor-g. namun demikian korelasi-korelasi itu tidaklah sempurna disebabkan setiap tes, disamping mengukur faktor umum yang sama, mengukur pula komponen tertentu yang spesifik bagi tes masingmasing. Faktor yang spesifik dan hanya diungkap oleh tes tertentu saja ini disebut faktor-s. LOUIS LEON THURSTONE & THELMA GWINN THURSTONE L.L. Thurstone (1983) dan T.G. Thurstone (1941) memiliki pandangan mengenai inteligensi yang berbeda dari teori Thorndike, sekalipun teori mereka dapat juga digolongkan dalam teori faktor ganda. Dari hasil analisis faktor yang mereka lakukan terhadap data skor rangkaian 56 tes yang telah mereka kenakan pada siswa sekolah lanjutan di Chicago, mereka tidak menemukan bukti mengenai adanya faktor inteligensi umum. Menurut L.L. Thurstone faktor umum tersebut memang tidak ada, yang benar adalah bahwa inteligensi dapat digambarkan sebagai terdiri atas sejumlah kemampuan mental primer. Berdasar hasil analisis tersebut mereka mengatakan bahwa kemampuan mental dapat dikelompokkan ke dalam enam faktor dan bahwa inteligensi dapat diukur dengan melihat sampel perilaku seseorang dalam keenam bidang termaksud. Suatu perilaku inteligen, menurut mereka, adalah hasil dari bekerjanya kemampuan mental tertentu yang menjadi dasar performansi dalam tugas tertentu pula. Dari hasil studi yang telah mereka lakukan dengan intensif, Thurstone menyusun Tes Kemampuan Primer Chicago dan menguraikan keenam faktor kemampuan tersebut: V: (verbal), yaitu pemahaman akan hubungan kata, kosa-kata, dan ELEMENTARY Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
140
penguasaan komunikasi lisan. N: (number), yaitu kecermatan dan kecepatan dalam penggunaan fungsi-fungsi hitung dasar. S: (spatial), yaitu kemampuan untuk mengenali berbagai hubungan dalam bentuk visual. W: (word fluency), yaitu kemampuan untuk mencerna dengan cepat kata-kata tertentu. M: (memory), yaitu kemampuan mengingat gambar-gambar, pesan-pesan, angka-angka, kata-kata, dan bentuk-bentuk pola. R: (reasoning), yaitu kemampuan untuk mengambil kesimpulan dari beberapa contoh, aturan, atau prinsip. Dapat juga diartikan sebagai kemampuan pemecahan masalah. Penelitian yang mereka lakukan selanjutnya menunjukkan bahwa keenam faktor tersebut tidaklah terpisah secara eksklusif dan tidak pula independen satu dari yang lain. Oleh karena itu, kesimpulan mereka, terdapat suatu faktor umum lain yang lebih rendah tingkatannya yang berupa suatu faktor-g tingkat dua. Faktor-g tingkat dua inilah yang menjadi dasar bagi semua faktor-faktor lain. JEAN PIAGET Teori piaget merupakan teori inteligensi yang menekankan pada aspek perkembangan kognitif, tidak merupakan teori yang mengenai struktur inteligensi semata-mata. Piaget tidak melihat inteligensi sebagai suatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif sebagaimana umumnya dicerminkan oleh banyaknya jawaban yang benar pada suatu tes akan tetapi ia menyimpulkan dalam prinsip teorinya bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif (Ginsburg & Opper, 1969; Lazerson, 1975 dalam Azwar,1996), oleh karena itu, masalah utama dalam membahas inteligensi adalah masalah cara mengungkapkan berbagai metode berfikir yang digunakan oleh anak-anak dari berbagai tingkatan usia. Mengenai hakikat inteligensi, Piaget tidak pernah memberikan definisi tunggal secara pasti. Ia bahkan merintis suatu era dimana terdapat kebebasan untuk merumuskan konsepsi mengenai inteligensi dengan perspektifnya sendiri. Oleh karena itu ia lebih tertarik pada unsur-unsur apa saja yang Muzdalifah M Rahman Mengembangkan Multiple Inteigence di Madrasah
141
berperanan dalam inteligensi. Jadi pada dasarnya, Piaget lebih melihat inteligensi pada aspek isi, struktur, dan fungsinya. Dalam menjelaskan inteligensi sesuai dengan aspek isi, struktur, dan fungsi tersebut Piaget mengaitkannya pada periodesasi perkembangan biologis anak. Periodesasi ini olehnya dibagi atas periode perkembangan tahap. Motor-indera (sensory-motor), tahap Praoperasi (preoperation), tahap Operasi Nyata (concrete operation), dan tahap Operasi Formal (formal operation). Periode-periode perkembangan biologis tersebut dimaksudkan pula sebagai periode perkembangan kognitif dan intelektual yang didalamnya mengandung konsepsi inteligensi masing-masing. Inteligensi Praktis (practical intelligensi) Inteligensi praktis adalah nama lain untuk inteligensi motor-indera yang tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan motor-indera (usia 0 sampai dengan 2 tahun) dan merupakan dasar dari semua inteligensi yang berkembang kemudian. Dengan inteligensi praktis, seorang anak dapat belajar untuk berbuat sesuatu sekalipun ia belum mampu memikirkan perbuatan itu. Dalam hal ini inteligensinya tidak lebih daripada kemampuan untuk belajar berbuat semata-mata. Ia tahu bagaimana cara mengerjakan sesuatu akan tetapi ia tidak dapat memahami apa sebenarnya yang dikerjakannya itu, apalagi untuk mengerti akibat perbuatan tersebut. Seringkali, cara berfikir pada tingkat inteligensi praktis tidak hanya terjadi pada anak-anak kecil saja. Pada waktu tertentu orang dewasa juga melakukan sesuatu dengan cara berfikir seperti anak dalam periode perkembangan inteligensi praktis, yaitu dapat melakukan sesuatu akan tetapi tidak memahami apa yang sedang ia kerjakan. Misalnya pada waktu mengendarai sepeda, kita menyadari bahwa kita memegang stang kemudi akan tetapi kita tidak pernah berfikir bahwa dengan membelokkan sedikit saja stang tersebut akan terjadi efek tertentu yang menjadikan kita tidak terjatuh dan tetap berada dalam keseimbangan. Segala sesuatunya terjadi karena kita belajar melakukannya dan kita tahu cara naik sepeda padahal kita tidak pernah memikirkan arah gerakan tertentu agar timbul efek yang kita inginkan.
ELEMENTARY Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
142
Inteligensi Praoperasional (praoperational intelligence) Setelah anak memasuki periode perkembangan praoperasi (usia 2 tahun sampai 7 tahun), berkembang pulalah perkembangan kognitifnya memasuki tahap inteligensi praoperasional yang berciri adanya cara berfikir intuitif. Cara berfikir intuitif ini memungkinkan anak memahami berbagai tugas dan situasi yang kompleks. Walaupun tahap perkembangan ini merupakan kemajuan besar dari tahap pemikiran motor-indera yang praktis akan tetapi masih terdapat berbagai keterbatasan di dalamnya. Keterbatasan itu antara lain berupa ketidakmampuan anak untuk menggunakan logika sebagaimana telah dapat dilakukan oleh anak yang lebih dewasa. Cara berfikir anak dalam periode ini bersifat egosentris (egocentric), yaitu berupa pandangan yang sempit dan mengaca pada diri sendiri serta tidak mampu melihat masalah dari sudut pandang orang lain. Namun hal itu tidak berarti bahwa anak tersebut selalu egoistis. Fikiran sempitnya hanya dikarenakan ia tidak dapat memahami dan bahkan tidak menyadari bahwa orang lain juga mempunyai pandangan sendiri. Disamping bersifat egosentris, periode inteligensi praoperasional memiliki ciri yang ke dua, yaitu adanya cara berfikir kompleksif (complexive thinking). Berfikir kompleksif adalah berfikir tidak dengan jalan menyatukan beberapa pemikiran kedalam satu konsep yang berarti akan tetapi justru meloncat dari satu gagasan ke gagasan yang lain. Gagasan lain ini memang masih ada kaitannya dengan gagasan semula akan tetapi tidak terpadu dengan baik satu sama lain. Beberapa gagasan dapat dikemukakan bersama namun belum terkoordinasikan menjadi satu konsep yang utuh meskipun masih berkaitan satu dengan yang lainnya. Ciri yang ke tiga, pada inteligensi praoperasional ini terdapat kecenderungan yang kuat dalam diri anak untuk menempatkan sifat-sifat manusia pada benda mati. Cara berfikir ini seringkali tampak sewaktu kita memperhatikan anak-anak berbicara dengan benda atau menganggap benda mempunyai sifat tertentu, misalnya anak mengatakan bahwa meja adalah jahat setelah kakinya terantuk di meja. Tampaknya, bagi anak tidaklah penting untuk membedakan antara manusia dengan benda. Ciri yang ke empat, yang lebih memperlihatkan keterbatasan inteligensi pada tahap ini, adalah ketidakmampuan anak untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut pengarahan dan kordinasi fikiran. Anak memerlukan petunjuk Muzdalifah M Rahman Mengembangkan Multiple Inteigence di Madrasah
143
luar (external cues) yang langsung dapat membimbing dan memantapkan perilakunya untuk dapat melakukan tugas tertentu. Inteligensi Operasional (operational intelligence) Di sekitar usia 5 tahun sampai 7 tahun anak memasuki tahap perkembangan dasar inteligensi operasional dengan mulainya anak memahami apa yang disebut Operasi Nyata (concrete operation). Bentukbentuk operasi nyata dalam tahap perkembangan inteligensi ini adalah Konversi dan Klasifikasi. Konversi merupakan sistem pengertian bahwa suatu transformasi atau perubahan dapat terjadi secara bolak-balik. Terjadi bolak-balik maksudnya adalah bila suatu operasi menyebabkan perubahan maka operasi lain dapat mengembalikan perubahan itu ke keadaan semula. Operasi ini dapat dilakukan secara abstrak oleh anak yang telah memasuki tahap inteligensi operasional. Sebagai contoh, segelas air yang dituangkan kedalam sebuah piring akan berubah bentuknya dan tampak lebih sedikit dibanding sewaktu masih berada dalam gelas. Anak yang telah berada pada tahap inteligensi praoperasional akan dapat mengerti bahwa walaupun bentuknya telah berubah dan tampak menjadi lebih sedikit akan tetapi sebenarnya air itu tetap volumenya dan bila dituangkan kembali ke dalam gelas maka bentuknya akan seperti semula lagi. Operasi pembalikan itu dilakukan secara mental oleh anak. Sistim operasi lain adalah klasifikasi. Melalui sistem klasifikasi, dalam tahap inteligensi operasional anak mampu melihat bermacam hubungan yang terjadi diantara berbagai benda sehingga ia dapat mengadakan penggolongan atau klasifikasi dengan bermacam cara. Misalnya penggolongan menurut jenis atau menurut tingkatan. Inteligensi operasional mempunyai keterbatasan pula. Keterbatasan utama adalah ketidakmampuan anak yang berada pada tahap inteligensi ini untuk menghadapi situasi-situasi hipotetik. Apa yang dapat dihadapi oleh anak dalam tahap ini terbatas pada karakteristik-karakteristik nyata yang terjadi dalam situasi-situasi nyata.
ELEMENTARY Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
144
Inteligensi Operasional Formal (formal operational intelligence) Dalam tahap inteligensi operasional formal keterbatasan inteligensi operasional telah teratasi. Tahap perkembangan inteligensi ini diawali pada masa awal remaja. Anak menjadi mampu berfikir hipotetik dan dapat menguji secara sistematik berbagai penjelasan mengenai kejadian-kejadian tertentu, dikarenakan anak telah mulai dapat menemukan penyelesaian suatu masalah. Dalam penyelesaian masalah anak mampu menyisihkan berbagai penyebab kejadian yang tidak relevan dan mengkombinasikan berbagai kemungkinan di luar fakta-fakta yang nyata. Kemampuan lain dalam tahap inteligensi ini adalah kemampuan untuk berfikir secara abstrak. Anak mulai mampu memahami prinsip-prinsip abstrak yang berlaku dan hal itu merupakan suatu kemampuan yang sangat penting dalam mempelajari berbagai informasi yang harus diterimanya dari lingkungan. 2. Pengertian Multiple Inteligence Multiple intelligence atau yang dikenal juga dengan kecerdasan majemuk menurut Misni (2006) adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau melakukan sesuatu yang ada nilainya dalam kehidupan seharihari. Kecerdasan bukan sesuatu yang dapat dilihat atau dihitung, melainkan potensi sel otak yang aktif atau nonaktif tergantung pada pengalaman hidup sehari-hari, baik di rumah, sekolah atau di tempat lain. Gardner (1993: 15) menyatakan bahwa: “An intelligence entails the ability to solve problems or fashion products that are of consequence in a particular cultural setting or community. The problem solving skill allows one to approach a situation in which a goal is to be obtained and to locate the appropriate route to that goal”. 4 Istilah multiple intelligence ini terkait dalam usaha Gardner melakukan identifikasi terhadap inteligensi, ia menggunakan beberapa macam kriteria, yaitu (a)pengetahuan mengenai perkembangan individu yang normal dan yang superior, (b)informasi mengenai kerusakan otak, (c)studi mengenai orang-orang eksepsional seperti individu yang luar biasa pintar, juga individu idiot savant, dan orang-orang autistik, (d)data psikometrik, dan (e)studi pelatihan psikologis. Gardner mengatakan bahwa berbagai inteligensi yang 4 Asri Budiningsih dkk. 2010. Pelatihan Model Pembelajaran Multiple Inteligence untuk Guru-guru Sekolah Dasar . Artikel PPM Reguler. UNY.Yogyakarta
Muzdalifah M Rahman Mengembangkan Multiple Inteigence di Madrasah
145
telah diidentifikasikannya bersifat universal sekalipun secara budaya tampak berbeda. Sebagai contoh, inteligensi linguistik tidak selalu dinyatakan dalam bentuk tulisan tergantung pada budaya mana yang diperhatikan. Inteligensi sangat banyak ragamnya dan kebanyakan bersifat kognitif.5 Macam-macam inteligensi telah berhasil diidentifikasikan oleh Gardner adalah Inteligensi Linguistik, Inteligensi Matematik-logis, Inteligensi Spatial, Inteligensi Musik, Inteligensi Kelincahan Tubuh, Inteligensi Interpersonal, dan Inteligensi Intrapersonal. Inteligensi linguistik banyak terlibat dalam membaca, menulis, berbicara dan mendengar. Menurut Gardner, aktivitas linguistik terletak pada bagian tertentu dalam otak. Sebagai contoh, daerah Broca adalah lokasi terjadinya kalimat-kalimat yang sesuai dengan struktur bahasa sehingga seseorang yang mengalami kerusakan pada daerah tersebut, sekalipun dapat memahami kata dan kalimat, akan tetapi sulit merangkainya menjadi kalimat yang benar. Inteligensi matematik-logis adalah inteligensi yang digunakan untuk memecahkan problem berbentuk logika simbolis dan matematika abstrak. Inteligensi spatial digunakan dalam mencari cara untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, untuk mengatur isi koper agar memuat barang-barang dengan efisien, membayangkan langkah-langkah lanjutan dalam permainan catur, dan semacamnya. Belahan otak sebelah kanan merupakan sumber inteligensi ini. Sehingga kalau terjadi kerusakan disana maka proses spatial akan terganggu. Inteligensi musik berfungsi dalam menyusun lagu, menyanyi, memainkan alat musik, ataupun sekedar mendengarkan musik. Sekalipun belahan otak sebelah kanan banyak mengandung inteligensi musik, menurut Gardner, inteligensi musik tidak terlalu pasti letaknya. Inteligensi kelincahan tubuh diperlukan dalam aktivitas-aktivitas atletik, menari, berjalan, dan semacamnya. Kendali gerak tubuh terletak pada bagian korteks gerak di otak yang sisi-sisinya mengendalikan gerakan bagian tubuh pada sisi yang berlawanan. Inteligensi interpersonal digunakan dalam berkomunikasi, saling memahami, dan berinteraksi dengan orang lain. Orang yang tinggi inteligensi interpersonalnya adalah mereka yang memperhatikan perbedaan diantara orang lain, dan dengan cermat dapat mengamati temperamen, suasana 5
Saifuddin, Psikologi, Hal 41-43
ELEMENTARY Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
146
hati, motif, dan niat mereka. Inteligensi ini sangat penting pada pekerjaanpekerjaan yang melibatkan orang lain seperti ahli psikoterapi, guru, polisi dan semacamnya. Inteligensi intrapersonal sangat dibutuhkan dalam memahami diri sendiri. Merupakan kepekaan seseorang akan suasana hati dan kecakapannya sendiri6 Inteligensi naturalistic atau Naturalist Intelligence. Anak-anak dengan kecerdasan naturalist yang menonjol memiliki ketertarikan yang besar terhadap alam sekitar, termasuk pada binatang, di usia yang sangat dini. Mereka menikmati benda-benda dan cerita yang berkaitan dengan fenomena alam, misalnya terjadinya awan dan hujan, asal usul binatang, pertumbuhan tanaman, dan tata surya. Inteligensi Eksitensial atau Existence Intelligence. Anak yang memiliki kecerdasan ini memiliki ciri-ciri yaitu cenderung bersikap mempertanyakan segala sesuatu mengenai keberadaan manusia, arti kehidupan, mengapa manusia mengalami kematian, dan realitas yang dihadapinya. Kecerdasan ini dikembangkan oleh Gardner pada tahun 1999.7 Dari beberapa macam kecerdasan di atas ditemukan ada perbedaan kecerdasan antara laki-laki dan perempuaan. Pada laki-laki ditemukan memperoleh skor tinggi dalam hal matematika dan logika dan desain spatial dan bangunan, sedangkan perempuan lebih tinggi dalam hal kesadaran diri dan alam dan lingkungan.8 3. Pengembangan multiple intelligence anak di madrasah Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai salah satu bentuk proses komunikasi dimana guru sebagai komunikator, materi pembelajaran sebagai pesan, media yang digunakan sebagai saluran, peserta didik sebagai komunikasi dan hasil belajar sebagai efek. Guru memiliki peranan sebagai fasilitator dan motivator dalam rangka meningkatkan aktivitas dalam kegiatan belajar peserta didik.
Saifuddin Azwar. 1996. Psikologi . Hal 41-44 Handy, Jurnal, Hal 71 8 Terry Bowles . 2008. Self-rated Estimates of Multiple Intelligences Based on Approaches 6 7
to Learning. Australian Journal of Educational & Developmental Psychology. Australian Catholic University . Vol 8, 2008, pp 15-26 Muzdalifah M Rahman Mengembangkan Multiple Inteigence di Madrasah
147
Namun kenyataannya yang terjadi selama proses pembelajaran kurang mampu menggali potensi yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik. Masalah ini timbul kemungkinan disebabkan sebagian guru kurang memahami konsep multiple intelligence. Konsep ini bisa memang agak kesulitan ketika diterapkan, sebab memang untuk bisa diterapkan dalam proses pembelajaran maka butuh guru yang kreatif dan fasilitas pembelajaran yang mendukung. Untuk
pengembangan
multiple
intelligence,
Nelson
(1988)
mengusulkan cara pembelajaran untuk peserta didik sebagai berikut : a. Verbal-Linguistik Inteligence: siswa dapat melalui, membaca, mendengar, melihat kata-kata, berbicara, menulis, diskusi dan debat ide b. Math-Logic Inteligence: bekerja dengan orang tua, mengklasifikasi, mengkatagori, bekerja dengan ha-hal abstrak c. Spatial Inteligence: bekerja dengan gambar, warna, visualisasi dan pengunaan mata hata dan gambar d. Bodily Kinestetik Inteligence: menyentuh, bergerak, proses pengetahuan melalui sensasi tubuh e. Musical Inteligence: belajar dengan mendengarkan music dan melodi
irama,
melodi,
menyanyi,
f. Interpersonal Inteligence: tukar pendapat dan pengalaman, membandingkan, berhubungan dengan orang lain, wawancara dan bekerja sama g. Intrapersonal: bekerja sendiri, merefleksi h. Natutalistik Inteligence: bekerja di alam, mengeksplor suatu kehidupan di alam, belajar dengan tumbuhan dan kejadian alam9 Dilihat dari cara pembelajaran peserta didik di atas, maka model pembelajaran yang tepat untuk pengembangan multiple intelligence adalah pembelajaran tematik. Pembelajaran Tematik adalah suatu pendekatan yang bersifat Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM) dan memadukan beberapa mata pelajaran yang terkait secara konsep yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku yaitu KTSP. Pembelajaran Tematik pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individu maupun kelompok aktif
Stephen J. Denig. 2004. Multiple Intelligences and Learning Styles: Two Complementary Dimensions. Niagara University Teachers College Record .Volume 106, Number 1, January 2004, pp. 96–111 Copyright r by Teachers College, Columbia University 0161-4681 9
ELEMENTARY Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
148
mencari, menggali, dan menemukan konsep. Serta prinsip-prinsip keilmuan secara bermakna. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran Tematik, peserta didik akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Rusman (2011:254), pembelajaran Tematik merupakan salah satu model dalam pembelajaran terpadu yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik, baik secara individu maupun kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsipprinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik. Teori pembelajaran Tematik yaitu piaget yang menekankan bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. 10 Untuk mengembangkan multiple intelligence tidak semata-semata membutuhkan fasilitas yang serba lengkap dalam pembelajaran, tapi pembelajaran out door dengan didampingi guru-guru yang kompeten dan kreatif akan memotivasi peserta didik mengembangkan potensi masingmasing.
Netty Z. 2013. Peningkatan Aktivitas Belajar Melalui Pembelajaran Tematik. Artikel Penelitian. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan Pendidikan Pasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak 10
Muzdalifah M Rahman Mengembangkan Multiple Inteigence di Madrasah
149
DAFTAR PUSTAKA Asri Budiningsih dkk. 2010. Pelatihan Model Pembelajaran Multiple Inteligence untuk Guru-guru Sekolah Dasar . Artikel PPM Reguler. UNY.Yogyakarta Handy Susanto. 2005. Penerapan Multiple Intelligences dalam Sistem Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Penabur - No.04/ Th.IV/ Juli 2005. Hal 68-69 Netty Z. 2013. Peningkatan Aktivitas Belajar Melalui Pembelajaran Tematik. Artikel Penelitian. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan Pendidikan Pasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak Saifuddin Azwar. 1996. Psikologi Inteligensi. PT Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Edisi 1. Hal 1-2 Stephen J. Denig. 2004. Multiple Intelligences and Learning Styles: Two Complementary Dimensions. Niagara University Teachers College Record .Volume 106, Number 1, January 2004, pp. 96–111 Copyright r by Teachers College, Columbia University 0161-4681 Terry Bowles . 2008. Self-rated Estimates of Multiple Intelligences Based on Approaches to Learning. Australian Journal of Educational & Developmental Psychology. Australian Catholic University . Vol 8, 2008, pp 15-26
ELEMENTARY Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013