Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan
Merayakan Kesetaraan Muhyidin Depe
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan Oleh: Muhyidin Depe
Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved Cetakan I: Maret 2015 Editor: AD Kusumaningtyas Pembaca kritis: AD. Eridani Desain grafis dan layout: Sanis Desain Diterbitkan Oleh: Penerbit Rahima Jl. H. Shibi No. 70 Rt. 007/01 Srengseng Sawah, Jakarta Selatan 12640 Telp. 021-78881272, Fax. 021-7873210 Email:
[email protected] Website: www.rahima.or.id
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Pengantar Assalamu’alaikum wr.wb. Alhamdulillah, sebentuk kalimat syukur semoga senantiasa menghiasi lisan maupun langkah kita atas setiap nikmat, keberkahan, dan karunia yang diberikan oleh Allah swt. Tentu, nikmat sehat, iman, dan Islam adalah anugerah yang tak terkira di samping kesempatan untuk senantiasa ber-thalabul ‘ilmi serta melakukan amal saleh di bumi-Nya. Shalawat dan salam, marilah senantiasa kita haturkan untuk junjungan kita Baginda Rasulullah Muhammad saw. yang diutus oleh Allah swt. untuk menyempurnakan akhlak manusia. Di antaranya untuk senantiasa menghargai kaum perempuan, melalui sabdanya “ummuka, ummuka, ummuka”, baru kemudian “abuka” (ayahmu) saat ditanya oleh sahabat mengenai kepada siapa seseorang harus terlebih dahulu meletakkan bakti (penghargaan sosialnya). Situasi ini, karena masyarakat jahiliyah pra Islam cenderung merendahkan perempuan, sungguh pun sejatinya mereka tercipta dari dzat yang sama dengan kaum lelaki, yaitu sama-sama diciptakan dari saripati yang berasal dari tanah. Hal ini karena kultur patriarkhis yang kuat di masa itu, sehingga penafsiran atas teks-teks klasik juga banyak dilakukan Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
1
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
oleh kaum laki-laki. Akibatnya, banyak interpretasi teks keagamaan yang dipandang ‘bias gender’ akibat dominasi penafsiran pada salah satu jenis kelamin -yakni kaum laki-laki- ini. Pembaca yang budiman, Sejatinya, terdapat salah satu hadis Nabi yang menyatakan bahwa sesungguhnya kaum perempuan adalah “syaqaaiq al-rijaal” (saudara kandung kaum lelaki). Berbagai teks dalam Alquran juga secara tegas meletakkan kesetaraan kedudukan manusia baik lelaki dan perempuan, dimana pembeda derajat di antara mereka hanyalah kualitas ketakwaannya semata. Tak perlu diragukan lagi, Allah swt. melalui firman-firmanNya juga mengafirmasi kesetaraan amal saleh kaum perempuan, seperti halnya kaum laki-laki. Upaya untuk mengkritisi kultur patriarki dan menemukan kembali ajaran-ajaran yang mendukung kesetaraan inilah yang menjadi concern seorang Gus Muhyi –panggilan akrab seorang Muhyidin Depe- seorang pendidik dan Ketua Yayasan Pesantren Mambaul Huda, Krasak, Banyuwangi, pesantren yang dibesarkan dalam tradisi keilmuan klasik keagamaan Islam yang kuat untuk menuliskan pikirannya tentang nilai-nilai kesetaraan gender dan kisah-kisah kepemimpinan perempuan dalam 2
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
khazanah klasik Islam maupun dunia kontemporer. Gagasan dan pemikiran itu tertuang secara komprehensif tersaji dalam suplemen Swara Rahima edisi ke-48 ini dengan judul “Mengapresiasi Kedudukan Perempuan: Merayakan Kesetaraan.” Selain memberikan argumen bahwa tidak mungkin Allah swt. memiliki sifat misoginis (membenci perempuan) – tentu karena Dia adalah Maha Rahman dan Rahim, Gus Muhyi juga menggali spirit teks-teks ajaran Islam dalam Alquran tentang kesetaran gender serta penghargaan yang sama atas amal saleh yang dilakukan oleh manusia tanpa membedakan jenis kelaminnya, dia juga mengingatkan bahwa pada hakikatnya setiap manusia baik lelaki maupun perempuan adalah sosok yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Perbuatan baik maupun perbuatan buruk yang dilakukan, tentu berimplikasi pada ‘tingkat kesalehannya’ di mata Tuhan; maupun penilaian manusia terhadapnya. Pembaca yang senantiasa dirahmati oleh Allah swt. Ternyata, Islam tidak hanya mengajarkan nilainilai kesetaraan melalui doktrin ajaran yang diberikan Allah swt. melalui teks-teks dalam Alquran. Nabi, juga tak hanya melengkapinya dengan hadis-hadisnya baik yang berupa qaulan, fi’lan, taqriiran dan shifatan, Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
3
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
namun sejatinya Islam juga mengangkat narasi sejarah perempuan. Ibu Nabi Musa, Maryam putri Imran ibunda Nabi Isa as., Ratu Balqis yang kisahnya terekam dalam Alquran, Khadijah, Aisyah menunjukkan narasi sejarah perempuan ini. Her story atau narasi sejarah perempuan tersebut tak hanya sampai di sini. Melalui cerita rakyat AndeAnde Lumut yang berkisah tentang perjuangan cinta seorang Kleting Kuning demi menemukan, memilih dan menentukan pujaan hatinya, Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnu Wardhani, Kartini, bahkan hingga Eva Riyanti Hutapea, sang CEO ternama dan Angelique Wijaya sang petenis muda, tak luput dari perhatiannya untuk mengapresiasi dan mendukung perempuan untuk berkiprah seluas-luasnya di berbagai bidang, sepanjang itu untuk kebaikan. Pembaca yang berbahagia, Tentu kami juga akan sangat berbahagia bila tulisan panjang namun reflektif yang disajikan oleh Gus Muhyi ini bisa menjadi penyemangat. Kisah-kisah para inspiring women ini mudah-mudahan memperkuat ghirah kita untuk mengabdi pada Allah swt. melalui berbagai peran dan tanggung jawab kemanusiaan. Akhirnya, kami cukupkan pengantar dari redaksi. 4
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Selanjutnya kami ucapkan “Selamat membaca”. Mudahmudahan banyak mutiara hikmah yang anda dapatkan dari setiap kalimat yang dibaca.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Redaksi
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
5
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
6
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan
Merayakan Kesetaraan Oleh: Muhyidin Depe
Pendahuluan “Apakah Tuhan membenci perempuan?” Pertanyaan ini muncul dalam berbagai diskusi terbatas, terutama oleh para pegiat dan pemerhati perempuan saat membahas tentang teks-teks misoginis. Misoginis merupakan istilah yang berasal dari bahasa Inggris misogyny yang artinya kebencian terhadap perempuan. Kamus Ilmiah Populer menyebutkan, terdapat tiga ungkapan berkaitan dengan istilah tersebut, yaitu misogin artinya benci akan perempuan, misogini artinya perasaan benci akan perempuan, misoginis artinya laki-laki yang benci pada perempuan. Secara terminologi istilah ini juga digunakan untuk doktrin-doktrin sebuah aliran pemikiran yang secara lahir memojokkan dan merendahkan derajat perempuan, seperti yang dituduhkan terdapat pada beberapa teks hadis. 1 1.
Lihat dalam tulisan Dr. Muhammad Zaki Syech Abubakar, M.Ag, Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Raden Intan Lampung berjudul Pengertian Hadis Misoginis (Bagian Pertama), Senin 30 Mei 2011, sebagaimana dikutip dari http://jayusmanfalak. blogspot.com/2011/05/pengertian-hadis-misoginis-bagian.html
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
7
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Tuhan – melalui kitab suci-Nya – menfirmankan banyak ayat yang menyiratkan dominasi laki-laki atas perempuan. Dan dominasi itu menjadi semacam misoginitas, kebencian terhadap kaum hawa itu. Coba simak saja ayat dalam Alquran ini:
ٌ سا ُؤ ُك ْم َح ْر ۚ س ُك ْم َ ِن ِ ُش ْئتُ ْم ۖ َوقَ ِّد ُموا ِلَنف ِ ث لَّ ُك ْم فَأْتُوا َح ْرثَ ُك ْم أَنَّ ٰى َّ َواتَّقُوا ِّ َللاَ َوا ْعلَ ُموا أَنَّ ُكم ُّم َلقُوهُ ۗ َوب َش ِر ا ْل ُمؤْ ِمنِين Artinya: “Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS.Al Baqarah: 223)
Pada ayat itu kelihatan sekali bahwa posisi perempuan adalah objek dari laki-laki. Alih-alih bisa berposisi sejajar dengan laki-laki, perempuan bahkan tidak memiliki kuasa apa pun atas dirinya begitu dia telah menikah. Dan lakilaki memiliki kuasa penuh untuk ’memaksa’ perempuan agar melakukan pasrah bongkokan (menyerah total tanpa syarat) kepada lelaki!
8
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Tidak tanggung-tanggung, ayat itu masih didukung oleh ayat berikut :
َّ ض َل ض َّ َسا ِء بِ َما ف ِّ َ للاُ بَ ْع َ ِّالر َجا ُل قَ َّوا ُمونَ َعلَى الن ٍ ض ُه ْم َعلَ ٰى بَ ْع ب بِ َما َّ َوبِ َما أَنفَقُوا ِمنْ أَ ْم َوالِ ِه ْم ۚ فَال ِ صالِ َحاتُ قَانِتَاتٌ َحافِظَاتٌ لِّ ْل َغ ْي َّ ََحفِظ َّ للاُ ۚ َو اللتِي ت ََخافُونَ نُشُو َزهُنَّ فَ ِعظُوهُنَّ َواه ُْج ُروهُنَّ فِي ً ِسب َّيل ۗ إِن ْ اج ِع َو َ َّاض ِربُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَ ْعنَ ُك ْم فَ َل تَ ْب ُغوا َعلَ ْي ِهن َ ا ْل َم ِ ض َّ للاَ َكانَ َعلِيًّا َكبِي ًرا
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan, dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka perempuan yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Perempuanperempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya,2 maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencaricari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. An Nisa’ : 34) 2.
Meninggalkan kewajiban bersuami-istri. Dalam tafsirnya seringkali disebutkan salah satu contoh nusyuz dari pihak istri adalah meninggalkan rumah tanpa seizin suaminya.
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
9
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Posisi laki-laki demikian dominan terhadap perempuan. Maka tidaklah berlebihan jika kemudian ada yang menganggap perempuan adalah “wanita”, orang yang harus ’wani nata awake dhewe lan wani ditata dening liyan’3, mampu mengatur dirinya sendiri dan siap diatur oleh orang lain (suaminya). Anggapan ini serasa tidak berlebihan, karena dalam rumah tangga perempuan adalah kanca wingking4 yang bertugas sepenuhnya membereskan pekerjaan-pekerjaan domestik yang wilayah kerjanya berada pada seputar dapur, sumur dan kasur.5 Superioritas laki-laki ini masih diperkuat oleh ayat lain yang menyebutkan perbedaan derajat laki-laki dan perempuan. Lazimnya, alasan yang digunakan adalah bahwa suami bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan keselamatan rumah tangga.6 3.
Kata “wanita” dimaknai menjadi “wani ditata” ini tidak diketemukan dalam kamus. “Wani ditata” ini hanyalah hasil persepsi kultural masyarakat Jawa dari kata “wanita” berdasarkan jarwodhosok (etimologi). Lebih jauh lihat tulisan Sudarwati D. Jupriono, Betina, Wanita, Perempuan: Telaah Semantik Leksikal, Semantik Historis, Pragmatik , FSU, Vol 5 No. 1, Juli 1997.
4.
Istilah dalam kebudayaan Jawa yang cenderung patriarkis ini kurang lebih berarti bahwa perempuan adalah pendamping suami untuk urusan-urusan domestik belaka. Perempuan dianggap tidaklah pantas jika memiliki peran publik yang melebihi suami.
5.
Dengan demikian maka perempuan memiliki tiga fungsi utama yaitu: masak (menyelesaikan segala kebutuhan dapur), macak (selalu menjaga dan merawat penampilan agar tampak cantik di depan suami) dan manak (memberikan keturunan bagi suaminya).
6.
Tidak jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, seorang suami mengeluhkan istrinya yang pengangguran dan tidak cekatan saat menyiapkan
10
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
س ِهنَّ ثَ َلثَةَ قُ ُرو ٍء ۚ َو َل يَ ِح ُّل لَ ُهنَّ أَن ْ ََّوا ْل ُمطَلَّقَاتُ يَتَ َرب ِ ُصنَ بِأَنف َّ ِللاُ فِي أَ ْر َحا ِم ِهنَّ إِن ُكنَّ يُؤْ ِمنَّ ب َّ ق اللِ َوا ْليَ ْو ِم ْال ِخ ِر َ َيَ ْكتُ ْمنَ َما َخل ٰ ص َل ًحا ۚ َولَ ُهنَّ ِم ْث ُل ُّ ۚ َوبُ ُعولَتُ ُهنَّ أَ َح ْ ِق بِ َر ِّد ِهنَّ فِي َذلِ َك إِنْ أَ َرادُوا إ َّ ال َعلَ ْي ِهنَّ َد َر َجةٌ ۗ َو للاُ َع ِزي ٌز ِ الَّ ِذي َعلَ ْي ِهنَّ بِا ْل َم ْع ُر ِ وف ۚ َولِل ِّر َج َح ِكي ٌم Artinya: “Perempuan-perempuan yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’7, tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara kebutuhan sang suami yang akan segera berangkat menuju pekerjaannya menjadi karyawan di kantor, makelar di pasar, guru atau staf tata usaha di sekolah, dan lain sebagainya. Rupanya, sang suami yang “bekerja” itu di tempat pekerjaannya hanya sekedar mengisi daftar hadir di kantor, bergurau dengan rekan-rekan kerjanya sepanjang hari, main game di depan komputer dan lainlain. Sementara itu, sang istri yang “pengangguran” harus bangun sebelum subuh untuk menyiapkan sarapan suami dan anak-anak, menyetrika pakaian suami dan anak-anak yang akan segera berangkat bekerja dan ke sekolah, membangunkan anak dan memandikannya agar bisa berangkat sekolah tepat waktu, menyiapkan makan siang dan membersihkan lingkungan rumah, menyambut suami yang pulang dari pekerjaannya di sore hari, dan tentu saja melayani kebutuhan sang suami di malam harinya. Di mana pun, pekerjaan domestik masih belum dihargai sebagai sebuah pekerjaan, dan oleh karena itu pelakunya – termasuk para istri itu – masih selalu dianggap pengangguran. 7.
Quru’ dapat diartikan suci atau haid.
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
11
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
yang ma’ruf. Akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqarah : 228)
Rupanya nuansa dominasi laki-laki atas perempuan tidak berhenti sampai di situ saja. Mari kita simak ayat berikut ini:
سا ِء َ ِّاب لَ ُكم ِّمنَ الن َ َسطُوا فِي ا ْليَتَا َم ٰى فَان ِك ُحوا َما ط ِ َوإِنْ ِخ ْفتُ ْم أَ َّل تُ ْق َ َم ْثنَ ٰى َوثُ َل ْاح َدةً أَ ْو َما َملَ َكت ِ ث َو ُربَا َع ۖ فَإِنْ ِخ ْفتُ ْم أَ َّل تَ ْع ِدلُوا فَ َو أَ ْي َمانُ ُك ْم ۚ ٰ َذلِ َك أَ ْدنَ ٰى أَ َّل تَ ُعولُوا Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah perempuanperempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budakbudak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisa: 3)
Tidak sedikit dari pegiat perempuan yang geram saat mendengar ayat ini dibaca, terutama oleh mereka yang mendukung poligami, terlebih lagi jika ayatnya dibaca dengan tidak utuh, alias dipenggal-penggal pada bagian 12
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
tertentu. Menyakitkan? Tentu saja. Namun itu belum seberapa. Terakhir, silakan simak ayat berikut:
اح َذ ُرو ُه ْم ْ َاج ُك ْم َوأَ ْو َل ِد ُك ْم َع ُد ًّوا لَّ ُك ْم ف ِ يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِنَّ ِمنْ أَ ْز َو َّ ََّصفَ ُحوا َوتَ ْغفِ ُروا فَإِن للاَ َغفُو ٌر َّر ِحي ٌم ْ ۚ َوإِن تَ ْعفُوا َوت Artinya: “Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara istriistrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At Taghabun : 14)
Tidak tanggung-tanggung, Tuhan menyebutkan sebagian istri adalah musuh para suaminya! Dan oleh karenanya para suami harus senantiasa waspada terhadap istrinya. Tapi benarkah Tuhan bermaksud melakukan diskriminasi terhadap perempuan? Benarkah Tuhan demikian membenci perempuan? Benarkah Tuhan menciptakan perempuan di dunia ini hanya untuk dijadikan objek penderita. Dalam kerangka besar mengangkat mengapresiasi kedudukan perempuan, tulisan ini mencoba menjawab dengan pelan-pelan kegelisahan itu, dengan Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
13
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
terlebih dahulu mengajak pembaca untuk merenungkan dua buah teori yang saya paparkan.
Alquran Sebagai Teks yang Independen Saat Nabi Muhammad masih hidup, dialah pemilik otoritas tunggal atas Alquran. Allah menurunkan Alquran kepada Muhammad melalui Jibril. Penurunan wahyu itu dilakukan secara berkala menyesuaikan dengan ruang, waktu dan persoalan yang muncul di masyarakat. Walhasil, masyarakat tidak melakukan penafsiran atas Alquran pada masa Muhammad, karena jika ada pertanyaan terhadap Alquran maka akan langsung dapat dijawab, baik oleh Nabi sendiri maupun oleh Tuhan. Sepeninggal Muhammad, masalah-masalah yang muncul di masyarakat tidak lagi bisa terselesaikan secara instan. Akibatnya mulai muncullah berbagai tafsir atas ayat-ayat Alquran sebagai upaya untuk mencari jawaban yang paling dekat terhadap sebuah permasalahan. Dalam menafsirkan ayat Alquran, sudah barang pasti mereka akan selalu dipengaruhi oleh banyak hal, mulai dari jenis kelamin, tingkat pengetahuan, latar belakang sosialekonomi, agama dan kepercayaan sebelum memeluk Islam hingga cerita-cerita Israiliyat yang saat itu masih sangat kental. Maka, suatu ayat dalam Alquran bisa mengalami 14
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
banyak tafsir, yang sangat mungkin juga berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dalam bahasa yang berbeda, ayat-ayat Alquran terdiri dari dua jenis: ayat muhkamat dan mutasyabihat. Ayat muhkamat adalah ayat yang tidak ambigu, maka tidak memerlukan penafsiran khusus untuk mengetahui apa yang dimaksudkan oleh ayat itu. Sedangkan ayat mutasyabihat adalah ayat Alquran yang multi interpretasi, sehingga memicu perbedaan pemaknaan atas kandungan maksudnya. Pada wilayah mutasyabihat inilah biasanya terjadi perdebatan tentang segala hal, termasuk – tentu saja – masalah gender. Lantas tafsir siapa yang benar, dan tafsir siapa yang salah? Tentu saja tidak ada yang mengetahui, karena ayat Alquran tidak akan berubah warna – misalnya – ketika ada sebuah tafsiran yang salah, atau penafsir lantas menjadi sakit, atau semacamnya. Alquran benar-benar menjadi sebuah teks tidak hidup yang bebas dibaca, dipahami, dan ditafsirkan oleh siapa saja. Dalam istilah yang dipakai Karl Popper, Alquran berubah menjadi suatu pengetahuan yang obyektif. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Popper dalam Teori Independensi, ada dua jenis teks: teks hidup dan teks tidak hidup. Ketika teks hidup masih ada, maka setiap penafsiran dikembalikan kepada pemilik teks itu. Akan tetapi jika yang tinggal hanyalah teks tidak hidup (misalnya Alquran) maka dia akan menjadi semacam Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
15
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
pengetahuan yang independen. Setiap pengetahuan yang sudah diumumkan dengan sendirinya terlepas dari monopoli pengarang dan penggagasnya, lalu masuk ke dalam pengetahuan obyektif. Dalam hal ini, seorang penafsir (interpreter) memiliki kebebasan dan otonomi penuh dalam menafsirkan sebuah teks. Artinya, siapa saja dapat menyandarkan pendapatnya kepada ayat Alquran dan bahkan membumbuinya dengan tafsir mereka masing-masing. Adapun jika ayat dan tafsir yang muncul kemudian lebih banyak yang bersifat patriarkis atau bahkan misoginis, hal ini disebabkan oleh dominasi lelaki atas perempuan di dalam tradisi keilmuan masa lalu dimana kaum laki-laki banyak mempergunakan ayat-ayat Alquran sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan mereka.
Pengetahuan Manusia vs Pengetahuan Tuhan Di zaman globalisasi yang sangat modern seperti sekarang ini, apakah ada yang masih belum diketemukan? Bayangkan, dunia serasa hanya menjadi seluas kampung saja. Pada saat dan detik yang bersamaan seluruh penduduk di dunia – tanpa terkecuali – bisa dikomando untuk berteriak, berjingkrak atau bersorak bersama-sama. Jika kita menginginkan sesuatu cukup dengan menekan satu tombol saja atau cukup dengan mengarahkan pikiran 16
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
kita, maka sebuah kotak ajaib akan melayani kita dengan setia. Apa lagi? Semuanya seakan-akan telah sempurna. Tapi tunggu dulu. Ayat berikut mungkin akan menyadarkan kita dari pertanyaan-pertanyaan itu
س ْب َحانَ َك َل ِع ْل َم لَنَا إِ َّل َما َعلَّ ْمتَنَا ۖ إِنَّ َك أَنتَ ا ْل َعلِي ُم ا ْل َح ِكي ُم ُ قَالُوا Artinya: “Mereka menjawab: “Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqarah : 32)
Ayat di atas terkait dengan kisah diutusnya Adam ke muka bumi oleh Allah swt. yang menghendaki manusia menjadi khalifah-Nya. Awalnya, rencana ini sempat mendapatkan penentangan oleh malaikat. Para malaikat yang menginginkan untuk dapat menjadi khalifah di bumi, diadu pengetahuannya oleh Allah melawan Adam. Ternyata pengetahuan malaikat kalah jauh dengan Adam. Maka kemudian malaikat mengakui kekalahannya.
َوح ِمنْ أَ ْم ِر َربِّي َو َما أُوتِيتُم ِّمن ْ ََوي ُّ وح ۖ قُ ِل ُّ َن ُ الر ِ سأَلُونَ َك ع ِ الر ً ِا ْل ِع ْل ِم إِ َّل قَل يل Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
17
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (QS. Al Isra : 85)
Dua ayat di atas mengingatkan kita betapa ternyata pengetahuan manusia tentang alam sangatlah terbatas. Terlalu banyak yang belum – dan tidak – diketahui oleh manusia. Hal ini senada dengan teori Black Holes yang menyatakan bahwa pengetahuan manusia tentang alam hanyalah 3 (tiga) persen saja, sedangkan 97 persen sisanya berada di luar pengetahuan dan kemampuan manusia.8 Dengan demikian kita meyakini, pengetahuan manusia tentang Alquran dan kandungannya pun masih sangat sedikit. Terlalu banyak yang belum terungkap dari ayat-ayat dalam Alquran. Manusia belum mengetahui apa arti dari pembukaan surat semisal alif laam miim, yaa siin, ‘aiin siin qaaf, dan semacamnya. Jika artinya saja tidak tahu, tentu masih sangat jauh untuk mengetahui maksudnya! Begitu pula dengan maksud ayat-ayat Alquran yang seakan-akan mendiskreditkan perempuan sebagaimana 8.
18
Itulah sebabnya, Kierkegaard tokoh eksistensialisme, menyatakan, “Seseorang harus percaya bukan karena ia tahu, melainkan karena ia tidak tahu“. Demikian pula Imanuel Kant yang juga berkata, “Saya terpaksa menghentikan penyelidikan ilmiah demi menyediakan waktu bagi hatiku untuk percaya“. Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
disebut di awal tulisan ini. Tentu hanya Tuhanlah yang tahu maksud sesungguhnya. Sementara yang disebut tafsir hanyalah “prasangka” ilmiah seseorang terhadap maksud suatu ayat dalam kitab suci yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Hanya, satu hal yang wajib menjadi keyakinan kita: Tuhan merencanakan yang terbaik bagi manusia, dan tidak akan pernah salah.
Mengurai Akar Budaya Patriarki Istilah patriarkhi berasal dari bahasa Inggris patriarchy yang diartikan sebagai sebuah sistim kemasyarakatan yang menentukan ayah sebagai kepala keluarga. Sederhananya, yang dimaksudkan disini adalah laki-laki sebagai penguasa. Sejak masa Yunani, Mesir, Romawi, hingga India Kuno budaya patriarkis sudah tumbuh subur.9 Tak terkecuali, hal itu juga terjadi di Arab. Itulah masa-masa yang dikenal dengan jahiliyah. Alquran banyak menggambarkan situasi pada masa jahiliyah itu. Di antaranya adalah: 9.
Orang Yunani misalnya, menganggap perempuan sebagai media pemuas hasrat saja. Orang Romawi memberikan hak atas ayah atau suami untuk menjual anak perempuan atau istrinya. Orang Arab memberikan hak kepada anak lelaki untuk mewarisi istri ayahnya. Mereka tidak mendapat hak waris, dan tidak berhak atas harta benda. Hal itu juga terjadi di Persia, India dan juga negaa-negara lainnya. Lihat pembahasan mengenai hal ini di “Al Mar’ah, Qabla wa Ba’dal Islam, Maktabah Syamilah, Huququl Mar’ah Fil Islam” terutama halaman 9 hingga 14, dan tulisan-tulisan senada lainnya.
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
19
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
َوح ِمنْ أَ ْم ِر َربِّي َو َما أُوتِيتُم ِّمن ْ ََوي ُّ وح ۖ قُ ِل ُّ َن ُ الر ِ سأَلُونَ َك ع ِ الر ً ِا ْل ِع ْل ِم إِ َّل قَل يل ُون أَ ْم ِّ ُسو ِء َما ب ُ يَتَ َوا َر ٰى ِمنَ ا ْلقَ ْو ِم ِمن ِ ش َر بِ ِه ۚ أَيُ ْم ٍ س ُكهُ َعلَ ٰى ه َسا َء َما يَ ْح ُك ُمون ُّ يَ ُد َ ب ۗ أَ َل ِ سهُ فِي التُّ َرا Artinya: “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan Dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah Dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hiduphidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. An Nahl : 58-59)
Ayat ini menunjukkan gambaran betapa buruk perlakuan yang terjadi pada perempuan di masa-masa jahiliyah itu.10 Dalam sebuah riwayat disebutkan, jika terdapat seorang anak perempuan yang dilahirkan, maka sang ayah segera menguburkannya hidup-hidup karena menganggap kelahiran itu sebagai aib yang besar. Atau jika dia merasa sayang terhadap anaknya itu, maka 10. Terdapat banyak ayat lain dalam Alquran yang mengisahkan nasib tragis perempuan di masa jahiliyah. Lihat misalnya QS Az Zukhruf ayat 17 dan An Nisaa’ ayat 19,
20
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
akan dirawatlah anak perempuan itu dengan sembunyisembunyi dari masyarakat hingga dia tidak mampu lagi menyembunyikannya, baru kemudian dibunuh. Pada kondisi seperti inilah Muhammad dilahirkan. Ia membawa misi –salah satunya– untuk membebaskan perempuan dari keterpasungan dan ketidakadilan. Dengan berbekal wahyu yang diterimanya dari Allah, Muhammad membongkar paksa budaya diskriminatif terhadap perempuan yang telah berlangsung lama itu.11 Usaha yang dilakukan Nabi ini berbuah manis. Kehidupan perempuan pada masa Nabi perlahan-lahan mengarah kepada apresiasi terhadap kaum perempuan dan selanjutnya keadilan gender. Kebijakan dan rekayasa sosial yang dilakukan Nabi semakin mengarah kepada prinsip-prinsip kesetaraan laki-laki dan perempuan.12 Kedudukan perempuan pada masa Nabi sering dilukiskan dalam syair sebagai “dunia mimpi perempuan (the dream of woman)”.13 Kaum perempuan dalam semua tingkatan memiliki hak yang sama dalam 11. Terdapat banyak ayat-ayat Alquran yang menjelaskan otonomi perempuan, kesetaraan laki-laki dengan perempuan, dan keadilan terhadap perempuan yang nanti akan saya lampirkan pada bagian akhir tulisan ini. 12. Tengok misalnya; pemberian hak waris bagi perempuan, atau hak menjadi saksi bagi perempuan, atau pembatasan jumlah menikahi perempuan. Semua itu tidak terjadi pada masa jahiliyah. 13. Lebih jauh baca tulisan Nasaruddin Umar, Perspektif Jender dalam Islam, dalam Jurnal Pemikiran Islam Paramadina Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
21
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
mengembangan profesi dan kariernya dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan dan lain sebagainya. Kondisi menggembirakan itu – sayangnya – tidak bertahan lama dan berkembang dengan baik. Wahyu baru saja selesai diturunkan, aturan dan hukum tentang keadilan gender baru saja ditata, Nabi kemudian wafat. Beliau wafat pada saat wilayah Islam mulai berkembang dengan pesat.14 Sementara kultur masyarakat Islam yang masih muda dan belum kondusif tidak mampu menandingi tradisi dan budaya setempat yang sudah berakar. Para ilmuwan, pemuka adat dan tokoh kebudayaan yang telah memeluk Islam sulit melepaskan diri dari pengaruh kebudayaan lokal dan pengetahuan yang sudah mereka miliki sebelumnya. Itu semua mempengaruhi penafsiran sumber-sumber ajaran Islam yang mereka lakukan, termasuk untuk persoalan kesetaraan perempuan. Maka patriarkisme kembali bersemi di tanah Arab, dan tidak bisa hilang di wilayah-wilayah lainnya. Patriarkisme itu semakin subur ketika pada kenyataannya laki-laki mendominasi khazanah keilmuan 14. Pasca wafatnya Nabi, para sahabat melanjutkan perjuangan pengembangan Islam. Tercatat wilayah Persia, Romawi, Yunani, Afrika, Mesir, dan sebagainya jatuh ke dalam kekuasaan Islam. Sementara negara-negara tersebut telah memiliki akar budaya dan pengetahuan yang sangat kuat. Akibatnya, terjadi akulturasi Islam pada wilayah setempat.
22
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
dalam Islam. Hampir semua penulis, mufassir, dan muhaddis pada masa permulaan Islam adalah lakilaki. Maka semakin terbuka lebarlah kesempatan untuk mengintrodusir ide-ide yang memihak laki-laki, atau bahkan mendiskreditkan perempuan. Hal ini terjadi dengan massif dan melembaga dalam institusi negara. Tapi – sekali lagi – benarkah patriarki itu hanya terjadi di negara-negara Islam saja? Saya bisa pastikan, tidak. Paham patriarki terjadi di mana pun, baik di negara maju dan modern maupun negara berkembang atau terbelakang. Bahkan bagi sebagian agama, kisah superioritas lelaki atas perempuan sudah dimulai sejak penciptaan manusia pertama. Dalam kitab suci Bibel misalnya, dijelaskan bahwa Adam diciptakan lebih dahulu dari pada Eva (Hawa), sementara Hawa diciptakan dari Adam. Jadi Adam adalah kreator dari Hawa, dan Hawa tercipta sebagai pembantu Adam. Lebih jauh, Hawa dianggap sebagai biang kerok penyebab dikeluarkannya Adam dan Hawa dari surga.15 Di negara-negara maju seperti Inggris, Amerika, dan semacamnya, budaya patriarki juga menjadi hal nyata, dan tidak terpungkiri oleh siapa pun yang sadar akan 15. Banyak kisah yang menjelaskan mengenai hal ini. Lihat misalnya tulisan Wahyuni Retnowulandari, SH, MH, Budaya Hukum Patriarki versus Feminis: Dalam Penegakan Hukum di Persidangan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan, dalam Jurnal Hukum, Vol 8, No. 3, Januari 2010. Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
23
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
hal itu.16 Hal itu setidaknya dapat ditelisik dari dua hal sederhana saja. Pertama, dari bahasa yang digunakan sehari hari.17 Banyak sekali kata-kata dalam bahasa Inggris – misalnya – yang menunjukkan ketidakselarasan. Coba bandingkan kata “man” dan “woman”, kata “man” -yang merupakan kata ganti orang ketiga tunggal laki-laki- sering dipakai untuk merujuk kepada arti manusia secara general. Sedangkan “woman” hanya digunakan untuk manusia yang berjenis kelamin perempuan saja. Meskipun, semestinya kita bisa memilih istilah yang lebih netral gender, misalnya “person”. Demikian pula bahasa yang digunakan untuk memanggil seseorang. Seorang laki-laki dewasa cukup dipanggil dengan “Mr”, tidak peduli dia sudah menikah atau masih bujang. Sementara untuk perempuan dewasa dibedakan dengan “Miss”, “Mrs” dan “Ms”. Itu digunakan untuk menandai perempuan tersebut sudah menikah ataukah belum.18 16. Sekadar mengingatkan, lahirnya feminisme di Inggris adalah karena adanya budaya patriarki yang kental pada saat itu. 17. Sebagaimana difahami, bahwa bahasa ternyata tidak semata-mata berfungsi sebagai cerminan masyarakat. Lebih dari itu, menurut pendapat Graddol (1989: 14), bahasa diaplikasikan secara kuat dalam konstruksi dan pelestarian pembagian sosial dan ketidaksetaraan. Lebih jauh baca ulasan Tri Umi Sumartyarini Patriarki, antara Timur dan Barat, Suara Merdeka.Com, 26 Mei 2010 18. Ibid.
24
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Kedua, jika seorang perempuan Inggris telah menikah maka dia akan segera “kehilangan” nama aslinya dan mengikuti nama suami. Contoh, perempuan bernama Maya menikah dengan Adam Smith, maka dia akan dipanggil dengan “Mrs. Smith”.19 Hal ini persis seperti tradisi yang terjadi di Jawa masa lalu dan sekarang sudah mulai ditinggalkan. Tentu saja masih sangat banyak contoh lain yang dapat dikemukakan tentang patriarki di negara-negara barat. Sebut saja misalnya dengan diselenggarakannya Miss World, perbedaan jenis dan model pakaian yang dikenakan oleh lelaki berbeda dengan perempuan, maraknya iklan di media massa yang bernuansa mensubordinasikan perempuan, dan lain-lain. Pertanyaannya kemudian, mengapa budaya patriarki yang terjadi di negara-negara barat itu tidak pernah terungkap? Jawabannya bisa disederhanakan. Pertama, mereka cenderung begitu “menikmati” penindasan lelaki atas perempuan itu. Perempuan bahkan merasa nyaman atas perlakuan-perlakuan yang diterimanya.20 19. Ibid. 20. Saya kutipkan pernyataan adik ipar mantan Perdana Menteri (PM) Inggris Tony Blair, Lauren Booth yng akhirnya memeluk Islam. “……Saya, misalnya, sangat bangga dengan rambut pirang saya, dan ya, belahan dada saya. Ini seolah menjadi “jualan” utama kami. Saat bekerja di dunia broadcast televisi, betapa hal itu makin jelas terasa: presenter wanita menghabiskan waktu hingga satu jam untuk merias wajah dan penampilan mereka, hanya untuk membahas satu topik “serius” yang memakan waktu tak lebih dari 15 menit. Apakah ini sebagian bentuk liberation? Saya mulai bertanya-tanya seberapa banyak penghormatan bagi gadis-gadis dan perempuan dalam masyarakat “bebas” kita”. Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
25
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Kedua, media memiliki andil yang luar biasa dalam mengekslpoitasi patriarkisme. Di dunia timur dan Islam, jilbab dianggap patriarki oleh media, perempuan berjalan di belakang suaminya dicap patriarki, anak perempuan belajar memasak dan anak lelaki belajar menembak disebut patriarki, perempuan menggendong dan menyusui anaknya sendiri dengan penuh kasih sayang ditulis sebagai patriarki, dan seterusnya, dan seterusnya.
Perempuan Menyikapi Patriarkhi Ide bahwa patriarkhi itu lahir sejak Adam tercipta ternyata tidak diterima secara utuh. Pada saat yang bersamaan, perempuan tercatat juga mengalami kedudukan sosial yang baik. Ada penelitian arkeologis yang menemukan bekas kota di Babilonia. Di sana diketemukan artefak-artefak yang disinyalir berasal dari abad 8 – 7 sebelum masehi. Artefak itu memuat relief-relief tentang the Mother Goddess, yaitu dewa-dewa kaum perempuan. Banyak sejarawan merekonstruksi hal ini sebagai bukti bahwa perempuan pernah berkuasa di suatu masa.21 Bahkan Alquran sendiri menceritakan banyak perempuan hebat yang hidup di masa lalu dan bahkan menerima wahyu dari Allah. Sebut saja misalnya ibu 21. Baca hasil wawancara Vivi Zabkie dengan Syafiq Hasyim, “Patriarkhisme Bukan dari Islam”, Jil, 15 Maret 2011
26
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
nabi Musa yang diperintahkan untuk menghanyutkan anaknya di sungai Nil. Ada pula Maryam sang gadis suci yang melahirkan Isa, atau kakak perempuan Musa yang ditugaskan untuk mengintai kemana adiknya hanyut di Nil. Sementara itu, Ratu Balqis adalah salah satu contoh perempuan yang paling berkuasa dalam Alquran. Dalam posisinya sebagai ratu, dia memiliki kekuasaan absolut atas diri dan juga negara yang dipimpinnya. Demikian pula hal yang terjadi pasca kehadiran Islam. Supremasi perempuan menjadi suatu keniscayaan. Banyak sekali perempuan hebat yang lahir pada jamannya masing-masing. Lihat misalnya Khadijah, perempuan hebat yang setia mendampingi perjuangan Muhammad, atau Ruqayyah puteri Muhammad yang sempat hijrah dua kali ke Madinah, atau Aisyah puteri Abu Bakar, seorang perempuan pemberani yang dan menjadi kepanjangan lidah Nabi itu. Di masa khilafah, jasa-jasa Zubaidah, istri Khalifah Harun Al Rasyid tidak akan pernah terlupakan. Dialah seorang tokoh pembangunan yang memiliki wawasan sangat luas. Mata air Zubaidah yang berhasil menyelesaikan persoalan kesulitan air sepanjang musim haji, adalah karya monumental yang tetap akan dikenang hingga kapan pun. Pembangunan jalan dari Baghdad menuju Makkah, pembangunan rest area, sumur-sumur, dan masjid Zubaidah Ummi Ja’far di Baghdad adalah contoh jasa-jasa lain dari first lady ini. Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
27
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Begitulah, kita tidak akan pernah kehabisan cerita soal supremasi perempuan pada jamannya masing-masing. Dari Ratu Tri Buana Tungga Dewi hingga Ratu Hemas, atau dari Rabiah Adawiyah hingga Kartini, atau dari Indira Gandi hingga Benazir Bhutto, adalah adalah sederet nama perempuan yang mewakili power yang luar biasa itu. Jika kondisinya ternyata demikian, maka barangkali menghentikan pembahasan patriarkhi akan menjadi lebih baik dari pada membahasnya dengan berlarut-larut. Mendiskusikan soal patriarkhi tidak akan pernah ada ujungnya, tidak produktif dan membuang banyak energi, sementara hasil yang didapat hanyalah “pertengkaran” tidak berujung antara laki-laki dengan perempuan yang memperebutkan antara “patriarki” ataukah “matriarki”.22 Atau, menggunakan cara lain, yakni membangun iklim yang penuh kesetaraan dan kerjasama antara kedua pihak lelaki dan perempuan, dan bukan saling berebut supremasi di antara keduanya. Lebih jauh dari itu, semakin memaksakan ide-ide patriarki sebenarnya justru semakin menunjukkan ketidakberdayaan laki-laki dari perempuan. Betapa tidak, untuk menunjukkan laki-laki itu kuat, harus melibatkan Tuhan melalui ayatayatnya. Jika hal itu masih kurang maka Nabi pun – melalui hadis-hadisnya – dipakai untuk mendukung mereka. 22. Matriarki adalah sebuah kondisi dimana perempuan mendominasi laki-laki. Sama dengan patriarki, banyak klaim yang mengatakan bahwa matriarki telah ada jauh-jauh hari sebelum adanya ptriarki.
28
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Merenungkan Kembali Pesan Kesetaraan Pembahasan tentang kesetaraan relasi laki-laki dan perempuan akan jauh lebih bermanfaat daripada berlarut-larut dalam persoalan patriarkhi. Saya menilai, ada perbedaan mendasar dari kedua pembahasan ini. Menyoal patriarkhi akan lebih banyak mempersoalkan dan menggugat dominasi laki-laki, yang hanya menyebabkan konflik tak berujung. Sementara itu, pembicaraan tentang kesetaraan peran lelaki dan perempuan akan lebih banyak mengeksplorasi inisiatif, peran strategis dan kekuatan perempuan itu sendiri, tanpa harus banyak bersinggungan dengan laki-laki. Walhasil perempuan akan menjadi dirinya sendiri dan apa adanya. Inilah yang ingin kita kupas. Jika yang dimaksud upaya membangun kesetaraan adalah memunculkan peran-peran strategis dan otonomi perempuan melalui keberanian mereka untuk melawan arus dan membongkar tradisi, maka cerita rakyat Andeande Lumut adalah contoh paling kongkret tentang itu. Tradisi “ngunggah-unggahi”23 yang bahkan hingga kini tidak lazim, ternyata dilakukan oleh gadis-gadis dari Desa Karang Wulusan itu demi mendapatkan cinta dari Ande Ande Lumut, anak angkat Mbok Rondo dari desa Dadapan 23. Istilah Jawa ini berarti seorang perempuan yang melamar laki-laki untuk dijadikan suaminya. Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
29
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
yang ternyata adalah Sang Pangeran dari Kerajaan Kediri.24 Kisah ini setidaknya menyiratkan pesan bahwa perempuan juga berhak untuk memilih pasangan dan menentukan keputusannya sendiri. Lebih dari itu, membicarakan otonomi perempuan adalah membicarakan perempuan secara utuh, dari A sampai Z. Perempuan dipandang sebagai satu sosok yang mandiri dan independen,25 mampu berpikir untuk dirinya sendiri dan berbuat untuk kemaslahatan alam.26 Pada saat yang sama, dia juga menghindari segala hal yang membuat nilai-nilai “empu” pada diri perempuan menjadi hilang.27
24. Ada banyak versi tentang cerita rakyat ini. Inti dari ceritanya adalah, ada ada seorang janda kaya dari desa Karang Wulusan memiliki enam anak gadis, Kleting Abang, Kleting Ijo, Kleting Biru, Kleting Ungu, Kleting Abu-abu, Kleting Ireng, dan satu anak angkat bernama Kleting Kuning. Mereka memperebutkan seorang anak angkat seorang janda di desa Dadapan bernama Ande Ande Lumut, untuk dijadikan suami. Pada akhir cerita, Ande Ande Lumut memilih Kleting Kuning, karena dia mengetahui bahwa keenam gadis lainnya tidak bertabiat baik dan berbuat serong dengan Yuyu Kangkang, sang penjaga sungai yang memisahkan kedua desa. 25. Ada bagian-bagian yang ternyata memang tidak bisa disamakan antara lakilaki dan perempuan, terutama dalam hal biologis. Perempuan memiliki haid, vagina, rahim, melahirkan, hamil, ovum dan menyusui, sedangkan laki-laki memiliki jakun, sperma, penis, dan bisa menghamili. 26. Inilah kondisi terbaik manusia, “sebaik baik manusia adalah mereka yang bisa bermanfaat bagi manusia lainnya (khairunnas anfa’uhum linnas)” 27. Di Jawa, “empu” memiliki arti induk umbi-umbian jamu seperti kunir, lengkuas, kunci, dan sebagainya. “empu” juga bermakna orang yang mahir, berdaulat, mampu. misalnya “empu pande” berarti orang yang memimpin pembuatan senjata-senjata di pandai besi. Di bahasa Indonesia kata ini kemudian diberi awalan dan akhiran, sehingga menjadi perempuan.
30
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Tak pelak, untuk menjadikan perempuan seperti itu, harus dimulai sejak kecil, sejak kandungan, dan bahkan sejak pra-kandungan. Tentu saja saat di kandungan atau pra-kandungan perempuan belum mampu mengelola dirinya sendiri. Orang tualah yang menggantikan tugastugas pengelolaan itu, hingga menjelang baligh28 nanti.
Mempersiapkan Regenerasi Yang dimaksudkan dengan “mempersiapkan regenerasi” di sini adalah menentukan perencanaan hidup sejak masih berada dalam pra-kandungan. Pra-kandungan adalah suatu langkah awal dari proses kandungan yang bagi manusia lazimnya proses itu dilakukan dengan hubungan badan, atau disebut juga persenggamaan, persetubuhan, coitus, atau hubungan seksual. Oleh karenanya, berbicara tentang seks, berarti kita sedang membicarakan sesuatu yang sangat agung dan sakral. Betapa tidak, seks (dalam arti ‘hubungan seksual’; bukan sekedar ‘jenis kelamin’) adalah sebuah proses yang telah diciptakan Tuhan untuk makhluknya – manusia, hewan, tumbuhan, bahkan mungkin juga mahluk 28. Dalam Islam baligh adalah suatu batasan waktu dimana seseorang sudah terkena beban taklif, artinya jika melakukan perbuatan baik maka dia mendapatkan pahala dan jika melakukan kejahatan maka mendapatkan dosa. Orang yang sudah terkena taklif disebut mukalaf. Untuk menjadi mukalaf ada dua syarat yang harus dipenuhi; baligh dan memiliki akal sehat. Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
31
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
ghaib semisal jin dan setan – dalam rangka perpanjangan generasi. Agung, karena tujuan pertama – dan utama – seks adalah sangat mulia; melanjutkan tongkat estafet perjuangan dari generasi ke generasi. Sedangkan sakral dalam seks dimaksudkan sebagai sebuah hubungan yang sangat istimewa, dilakukan dalam keadaan istimewa, dan menggunakan ritme-ritme tertentu yang istimewa pula. Tidak mungkin satu pasangan akan melakukan seks dengan “begitu saja”, tanpa adanya sebuah permulaan yang dapat membangkitkan nafsu seks tersebut. Sedangkan metode dan teknik operasional “pembangkitan” itu tentu saja sangat variatif, tergantung siapa atau apa yang melakukan. Khusus bagi manusia, perangkat yang harus disandang bertambah satu, yaitu ritual. Artinya (hubungan) seks dilakukan setelah menjalankan kegiatan-kegiatan tertentu untuk melegalkan hubungan agung dan sakral itu. Ini mutlak dilakukan karena manusia menempati posisi sebagai makhluk paling berbudaya diantara makhlukmakhluk lain. Selaras betul ini dengan titah Tuhan setelah Dia bersumpah dengan Tin, Zaitun, Tursina dan kota Makkah yang aman sentosa.
يم َ سانَ فِي أَ ْح َ الن ٍ س ِن تَ ْق ِو ِ ْ لَقَ ْد َخلَ ْقنَا
32
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At Tiin : 4)
Ritual yang dimaksud di sini adalah pernikahan.29 Dia adalah hal paling mendasar untuk menciptakan generasi-generasi penerus yang tangguh dari segala perspektif. Dengan pernikahan maka pasangan laki-laki dan perempuan akan terbebas dari beban psikologis pada saat berhubungan seksual. Mereka tidak akan khawatir terkena razia Polisi Pamong Praja, atau digrebeg massa, atau dimarahi orang tua, atau takut terjadi kehamilan. Ini penting diperhatikan agar anak yang dilahirkan nanti tidak terdampak beban psikologis itu. Bagi muslim, berdoa sebelum melakukan hubungan seks tentu menjadi ajaran mulia yang harusnya selalu dilakukan. Disamping tidak sulit untuk dihafal, nilai-nilai yang terkandung dalam doa itu sangat mulia. Oleh karena itu, kepada pasangan suami istri diajarkan untuk terlebih dahulu membaca doa berikut sebelum hubungan seksual dilakukan. 29. Inilah sebuah ritual, yang dalam Islam dapat mengubah –salah satunya – status hubungan seksual menjadi berbalik 180 derajat. Sebelum akad nikah, hubungan seksual berdampak dosa besar dengan konsekuensi hukum sangat berat sebagai zina ghairu muhsan (pelakunya belum pernah menikah, dihukum dengan dicambuk 100 kali) dan zina muhsan (pelakunya telah menikah, hukumannya dirajam), menjadi hubungan seksual yang bernilai ibadah dan mendapatkan pahala yang besar. Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
33
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
ش ْيطَانَ َما َر َز ْقتَنَا َّ ب ال َّ س ِم هللاِ اللَّ ُه َّم َجنِّ ْبنَا ال ْ ِب ِ ِّش ْيطَانَ َو َجن Artinya: “Dengan Nama Allah, ya Allah jauhkan setan dari kami dan jauhkan setan dari (anak) yang Engkau berikan kepada kami”
Salah seorang Kyai di Pondok Pesantren Mamba’ul Huda Krasak Tegalsari Banyuwangi mengatakan kepada saya, untuk mendapatkan generasi yang hebat, hubungan seksual yang dilakukan memang harus dilakukan bersamaan dan terus menerus ”berhubungan” dengan Tuhan, mengingat Tuhan. Jika itu sulit dilakukan maka bisa disederhanakan, yaitu tepat pada saat inzal (orgasme, keluar sperma) usahakan bersama-sama dengan dzikrullah, mengingat Allah. ”Pelajaran” semacam ini biasa saja dilakukan di pesantren, diajarkan oleh Kyai kepada santri-santrinya. Bahkan seorang Kyai lain menceritakan ketika dia selesai melaksanakan akad nikah dan tengah berduaan di kamar dengan istrinya, ayahnya – yang juga seorang Kyai – mengetuk pintu kamar itu dan memberikan secarik kertas berisi tuntunan-tuntunan teknis cara berhubungan suami istri untuk memperoleh puteri-putera yang shalihah dan shalih.
34
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Menyemai Kasih Sayang Semenjak Bayi di dalam Rahim Rahim adalah satu tempat kokoh dimana mahluk bernama calon manusia tinggal. Di sinilah segala aktivitas kemanusiaan dimulai. Dari sperma yang kemudian berangsur-angsur berubah menjadi gumpalan darah, gumpalan daging, tulang belulang, yang kemudian terbungkus dengan daging, hingga berbentuk manusia utuh yang bernyawa, semua itu terjadi di tempat kokoh bernama rahim itu.30 Sebagai makhluk bernyawa, manusia yang masih dalam kandungan aktif melakukan komunikasi dengan alam di sekitarnya. Dia belum mengetahui banyak hal yang ada di sekelilingnya. Oleh karena itulah, kasih sayang dari mahluk di sekelilingnya – sebagai bentuk komunikasi positif – mutlak diperlukan. Dan untuk hal itu, orang tua sebagai mahluk terdekat darinya memegang peranan kunci. Melalui orang tuanya, anak di dalam kandungan dapat mempersiapkan diri untuk menjadi sosok sukses saat berada di dunia kelak. Saat orang tua merasa gembira, hatinya tenteram, ikhlas, maka energi positif akan masuk dan terkirim kepada jabang bayi. Demikian pula sebaliknya, jika orang tua tertekan, terbebani, stres dan tidak ikhlas maka jabang bayi 30. Jauh-jauh hari sebelum ada penelitian medis, Al Quran Surat Al Mu’minuun ayat 12, 13 dan 14 telah menjelaskan hal itu. Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
35
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
akan menerima energi negatif. Semua itu terkirim melalui zatzat yang dilepaskan oleh darah kelada si calon bayi.31 Selain komunikasi horisontal, komunikasi vertikal juga tidak kalah penting dilakukan. Lagi-lagi peran orang tua untuk membantu anak diperlukan di sini. Saat mengandung anaknya, istri Imran berkomunikasi dengan Tuhan dalan bentuk nadzar.
ت ا ْم َرأَتُ ِع ْم َرانَ َر ِّب إِنِّي نَ َذ ْرتُ لَ َك َما فِي بَ ْطنِي ُم َح َّر ًرا ِ َإِ ْذ قَال س ِمي ُع ا ْل َعلِي ُم َّ فَتَقَبَّ ْل ِمنِّي ۖ إِنَّ َك أَنتَ ال Artinya: ”(ingatlah), ketika istri ’Imran berkata: ”Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nadzar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.32 (QS. Ali Imran : 35)
Istri Imran ini bernama Hannah. Ketika itu dia sedang menandung Maryam, yang kelak menjadi Ibu dari Nabi Isa as. Saat mengandung Maryam, dia bernadzar kelak akan 31. Lebih jauh baca uraian Dr. Ahmad Fauzin, SpA, Menyiapkan Bayi Cerdas Sejak Dari Dalam Kandungan, www.mitrakeluarga.com 32. QS Ali Imran ayat 35.
36
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
mendarmakan anaknya menjadi pengelola Baitul Maqdis, dan diasuh oleh saudara iparnya, Nabi Zakariya yang juga pengelola tempat suci itu. Saat melahirkan dan ternyata anaknya adalah perempuan, ada perasaan kecewa pada diri Hannah. Dia menganggap perempuan tidak sekuat laki-laki yang nanti akan menjadi kendala saat menjadi pemelihara Baitul Maqdis. Namun Tuhan berkehendak lain. Ternyata Maryam justru memiliki banyak kelebihan jika dibandingkan dengan para lelaki pengelola rumah suci itu. Ya, Maryam remaja begitu menjadi sosok yang mengagumkan bagi banyak orang. Dalam melakukan komunikasi vertikal tidak selalu dengan bernadzar. Orang Jawa memilih tradisi Slametan dalam bentuk telon-telon, piton-piton (tingkeban) dan sebagainya sebagai ungkapan permohonan kepada Tuhan. Sementara orang muslim toleran memilih mengisi acara telon-telon dan tingkeban itu dengan membaca surat-surat tertentu dari Alquran. Demikian pula orang puritan, lebih memilih mendendangkan sendiri Alquran di dekat perut si hamil, atau memperdengarkannya melalui audio. Apa pun itu, bagi saya adalah baik, sejauh digunakan sebagai sarana berkomunikasi dengan Tuhan dalam rangka mempersiapkan kehadiran anak sebagai generasi yang dicita-citakan. Yang tidak baik adalah orang tua yang tidak menyapa anaknya, atau tidak ikut slametan, atau yang tidak membacakan ayat-ayat suci. Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
37
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Dari lahir Hingga Baligh: The Golden Chance Menyambut Mukallaf Islam memahami bahwa setiap anak yang dilahirkan itu berada pada kondisi “fitrah”.33 Apakah “fitrah” itu? Abu Hurairah menyarankan untuk merujuk kepada Alquran Surat Ar Rum ayat 30 untuk memaknai “fitrah” itu.
َ َللاِ الَّتِي ف َّ َِّين َحنِيفًا ۚ فِ ْط َرت اس َعلَ ْي َها ۚ َل َ َّط َر الن ِ فَأَقِ ْم َو ْج َه َك لِلد ٰ َّ تَبديل ل َخ ْلق ٰ َس َل يَ ْعلَ ُمون ِ للاِ ۚ َذلِ َك الدِّينُ ا ْلقَيِّ ُم َولَ ِكنَّ أَ ْكثَ َر النَّا ِ ِ َ ِْ Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar Rum : 30)
33. Sebuah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhori, bahwa Abu Hurairah, ra. Berkata: Rasulullah saw. bersabda “setiap anak lahir (dalam keadaan) Fitrah, kedua orang tuanya (memiliki andil dalam) menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan beragama Majusi. Sebagimana binatang ternak memperanakkan seekor binatang (yang sempurna Anggota tubuhnya). Apakah anda melihat anak binatang itu ada yang cacat (putus telinganya atau anggota tubuhnya yang lain) kemudian beliau membaca, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan menurut manusia fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus.
38
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Dalam tafsir ayat ini disebutkan, yang dimaksud Fitrah Allah adalah ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan. Sedangkan Al-Maraghi berpendapat bahwa fitrah adalah suatu keadaan atau kondisi yang diciptakan oleh Allah dalam diri manusia yang siap menerima dan menemukan kebenaran. Oleh karena ajaran tauhid itu sesuai dengan petunjuk akal, maka akal akan membimbing fitrah. Jiwa manusia diibaratkan seperti lembaran putih bersih yang siap menerima tulisan apapun.34 Dalam “fitrah”nya, seorang anak praktis memerlukan sentuhan tangan dingin orang tuanya. Anak adalah sebuah kanvas besar yang siap menerima warna apa pun yang akan ditorehkan, tanpa bertanya, tanpa membantah. Dan – lagilagi – orang tua seharusnya menjadi pemeran utama dan pertama dalam melukis kanvas itu, karena pada titik inilah proses membangun jati diri perempuan yang dilakukan di alam dunia dimulai. Dalam membangun jati diri anak, sejak awal orang tua harus mendidik anaknya untuk menjadi sosok mandiri, 34. Lihat ulasan Erlan Muliadi, Studi Al Hadits-Fitrah Manusia, erlanmuliadi. blogspot.com, Selasa, 21 Desember 2010. Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
39
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
terbebas dari segala bentuk intervensi,35 dari siapa pun dan dalam bentuk apa pun.36 Pada saat yang sama, orang tua harus siap menjadi benteng terkokoh bagi anak-anaknya. Berat? Tentu saja tidak, asalkan para orang tua selalu ingat bahwa dia tidak sendiri. Masih ada Tuhan yang memiliki kekuatan maha dahsyat yang selalu siap menyertai kapan pun dan dimana pun, tanpa pandang bulu, tanpa mempertimbangkan ruang dan waktu. Ada satu keluarga sederhana di Banyuwangi yang kelihatan demikian sukses. Dalam kesederhanaannya, ayah dan ibunya memiliki kekayaan berupa pandai besi, SPBU (stasiun pengisian bahan bakar minyak), deretan ruko di lokasi-lokasi strategis dan kekayaan-kekayaan lainnya. Anak perempuannya sukses sebagai dokter, kepala sebuah Puskesmas dan termasuk dokter yang berprestasi. Sementata anak lelakinya menjadi seorang kontraktor ternama di Kabupaten itu. Hampir setiap orang mengenal keluarga ini. Saat ditanya tentang rahasia sukses keluarganya, sang bapak dengan lugu menjawab 35. Dalam praktiknya, mungkin ini agak sulit dilakukan oleh beberapa orang tua, terutama yang belum sadar tentang pentingnya supremasi perempuan. Karena lazimnya manusia akan cenderung mengikuti mainstream yang ada di lingkungannya, terlebih jika dia telah merasa nyaman dengan kondisi itu. Namun saya percaya dengan sebuah proses penyadaran yang kontinyu, hal itu akan berhasil. 36. “intervensi” yang menjadi “noise” upaya membangun kesetaraan lelakiperempuan itu bermacam-macam dan bisa datang dari manapun; dari keluarga, teman, lingkungan, dan sebagainya, dan dalam bentuk pengunaan bahasa, perilaku sehari-hari, mode, dan lain-lain.
40
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
bahwa istrinya selalu menjadikan hari-harinya sebagai “Ramadhan” sejak masih muda dulu hinga kini dan diniatkan untuk keberhasilan anak-anaknya. “Campur tangan” Tuhan terhadap kasih sayang ibu kepada anak-anaknya tidak berhenti sampai disitu. Di Kediri bahkan ada seorang ibu yang meninggal dalam keadaan hamil. Beberapa tahun dari kejadian itu, didapati seorang anak perempuan telanjang yang berkeliaran di kampung tanpa diketahui siapa orang tuanya. Anak kecil itu turut bermain dengan anak-anak sebayanya dan menghilang setiap menjelang petang. Penduduk yang curiga kemudian menguntit kemana perginya anak tersebut. Ternyata dia masuk dia area pemakaman dan masuk ke sebuah lubang pada salah satu makam tersebut. Tentu saja ini menjadi berita yang menggemparkan seisi kampung. Keesokan harinya penduduk dan tokoh kampung berinisiatif untuk membongkar makam itu. yang didapati adalah; anak perempuan kecil yang tidak berpakaian itu berada di sana, menyanding sesosok kerangka mayat perempuan yang mati dalam keadaan hamil beberapa tahun lalu itu. Saat ditemukan, sebelah payudara di kerangka itu masih utuh. Maka diambillah anak itu dan dikebumikan kembali kerangka ibunya. Setelah dewasa, perempuan itu kemudian menikah sebagaimana lazimnya perempuan-perempuan lain. Yang luar biasa adalah, dia memiki keturunan, anakcucu yang semuanya menjadi orang hebat, berilmu tinggi Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
41
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
dan mulia. Nyai Fatim, salah satu cucunya menjadi istri dari Kyai Khozin Majid, pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Huda di Krasak Tegalsari Banyuwangi. Jelas sudah, betapa vital peran orang tua untuk selalu mendampingi puteri-puteranya guna menciptakan supremasi pada mereka. Hal ini dilakukan semata-mata agar sang buah hati tidak terjebak ke dalam supremasi yang salah arah sebagaimana Kleting Abang, dan saudari-saudarinya itu yang berani mendobrak tradisi namun terjebak ke dalam pragmatisme, menyerahkan kehormatannya kepada Yuyu Kangkang demi ingin mendapatkan mimpinya. Lantas hingga kapan pendampingan itu dilakukan? Sebagai bentuk ungkapan kasih sayang sebagaimana keluarga pandai besi tadi, idealnya pendampingan dilakukan tanpa batas waktu. Namun masa-masa dari kelahiran hingga “aqil dan baligh” adalah the golden chance (kesempatan emas) untuk membangun pondasi yang kokoh bagi supremasi perempuan yang tidak salah arah. Aqil adalah sebuah batasan psikologis dimana anak perempuan sudah mulai memiliki akal, mampu berpikir dan membedakan hal baik-buruk. Biasanya perempuan memasuki masa ini pada kisaran usia 8-9 tahun. Sedangkan baligh merupakan batasan biologis. Bagi perempuan, baligh dimulai saat usia sembilan tahun dan datangnya haid 42
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
atau mimpi basah, atau telah berusia 15 tahun meskipun belum haid atau belum mimpi basah.37 Pada masa golden chance inilah saat terbaik bagi orang tua untuk mendidik puterinya, menyiapkan menjadi generasi tangguh dan mandiri di masa depan. Oleh karena itu usahakan agar orang tua selalu menjadi figur sentral dan model bagi puteri-puterinya dalam melakukan segala hal, terlebih yang berhubungan dengan peran strategis kaum perempuan. Mungkin memang tidak mudah melakukan gagasan supremasi perempuan ini. Karena pada beberapa bagian hal itu akan menabrak mainstream tradisi yang telah ada sejak lama. Namun saya percaya betul, jika hal itu dilakukan dengan tekun dan tanpa kenal lelah – minimal dari diri sendiri dan keluarga – pasti lambat laun akan menampakkan hasil yang menggembira-kan. Saat di Australia, saya mendapati peran sosial perempuan itu dapat berjalan dengan sangat baik. Di bidang pertanian misalnya, perempuan di sana tidak hanya mengambil bagian memanen bunga atau memilah buahbuahan saja, namun juga piawai mengemudikan traktor, mengolah tanah, membetulkan kincir angin untuk pengairan dan sebagainya. Demikian juga terjadi pada ranah aktivitas lain seperti pendidikan, sosial, kesenian dan lain-lain. 37. Dalam Islam, ketika manusia telah memasuki masa akil baligh maka dia telah menjadi mukallaf. Artinya jika dia melakukan perbuatan dosa maka sudah mendapatkan siksa. Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
43
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Saya meyakini jika itu terjadi di Indonesia, kondisinya akan jauh lebih baik. Sebab, kesetaraan kedudukan perempuan dan lelaki perempuan di sini dibingkai dengan nilai-nilai budaya dan moral yang tinggi dan tentu saja agama.
Beragam Situasi Kekinian Perempuan dan Spirit Ajaran Agama Dewasa ini banyak kita saksikan berbagai macam kontes kecantikan, kontes ratu-ratuan, kontes puteriputerian, atau kontes miss, atau semacam itu. Kita juga banyak menyaksikan di televisi, gaya berpakaian para pekerja seni perempuan dan para pekerja jurnalistik perempuan, juga mahasiswi di kampus-kampus, cenderung lebih terbuka dan lebih minim jika dibandingkan dengan laki-laki. Demikian pula dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar cerita dari seorang remaja perempuan yang dengan bangganya menceritakan bahwa dia mendapatkan peluk-cium dari artis pujaannya di panggung saat menonton konser. Masih banyak deretan contoh kasus lainnya yang senada. Umumnya, semuanya itu dilakukan oleh perempuan yang menginjak remaja hingga dewasa. Saya belum pernah melihat ada nenek-nenek uzur yang merajuk minta dicium oleh Raffi Ahmad misalnya. Pertanyaannya adalah, fenomena apakah yang sedang terjadi ini? 44
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Menurut hemat saya, inilah pemaknaan yang tidak tepat dari tuntutan kesetaraan laki-laki dan perempuan. Padahal itu semua bukanlah bentuk dari emansipasi, modernisasi, apalagi supremasi bagi perempuan, sama sekali bukan. Itu hanyalah bentuk westernisasi yang memang gencar masuk ke berbagai belahan dunia akhir-akhir ini, termasuk Indonesia. Di luar kesadarannya, perempuan kemudian melakukan itu semua dan menganggapnya sebagai hal-hal yang lumrah tanpa perlu dipikir terlalu jauh. Jika demikian adanya, maka perempuan bukanlah subyek. Dia justru kembali menjadi objek dan korban dari westernisasi yang tidak disadarinya itu. Westernisasi yang dimaksud adalah kuatnya hegemoni pengaruh globalisasi dari Barat atas dunia Timur, yang saat ini berada dalam relasi yang tidak seimbang. Otonomi perempuan sejatinya adalah menjadikan perempuan sebagai subjek, berdaulat atas dirinya sendiri dan bertanggung jawab penuh terhadap segala apa yang dilakukannya. Ini hal pertama dan utama yang harus disadari terlebih dahulu oleh perempuan. Jika kesadaran itu telah muncul, maka dimana pun perempuan berada dan apa pun yang dilakukannya akan tetap terbingkai oleh otonomi individu itu. Saat sedang menempuh pendidikan – baik di tingkat dasar, menengah dan tinggi – perempuan yang otonom selalu menyadari pentingnya pendidikan untuk Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
45
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
mengangkat derajatnya sejajar dengan laki-laki tanpa harus merendahkannya; karena merendahkan laki-laki di saat dirinya berada dalam posisi dominan juga merupakan bentuk ketidaksetaraan relasi yang lain. Dan hal ini bisa jadi hanyalah menjadi sebentuk balas dendam yang berpotensi menimbulkan masalah baru. Dalam pekerjaan dan aktivitas sehari-hari, perempuan yang independen menyadari bahwa ucapan, tindakan dan gaya berpakaiannya akan menarik perhatian dan penilaian orang lain, termasuk laki-laki. Pakaian yang minim, seronok dan tingkah laku yang menggoda hanya akan mengakibatkan dia dilecehkan oleh laki-laki karena dianggap sebagai perempuan murahan yang senang dilecehkan, karena budaya patriarhi memiliki cara pandang yang mengajarkan apa yang pantas dan tidak pantas bagi perempuan. Oleh karenanya bila perempuan melakukan hal itu dianggap menyimpang atau tidak sesuai dengan norma maupun kepatutan. Demikian pula di bidang lainnya seperti bidang sosial, politik, ekonomi, budaya, seni, hukum, dan juga agama, perempuan harus selalu menyadari hakikat otonomi dirinya. Walhasil, otonomi perempuan adalah upaya perempuan untuk sepenuhnya menyadari dirinya sendiri tanpa harus terganggu oleh siapa pun. Dari kesadaran itu akan muncul tindakan-tindakan positif yang tidak merugikan dirinya dan perempuan lain. Dari tindakan positif itu akan muncul 46
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
suatu pemahaman umum bahwa perempuan adalah satu sosok mandiri –sebagaimana laki-laki– yang berdaulat penuh atas dirinya dan terbebas dari intervensi. Indah sekali jika hal ideal ini dapat dilakukan. Namun jangan lupa, pada saat yang sama perempuan juga dapat menghancurkan otonomi yang mereka bangun sendiri. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perempuan dengan tanpa pertimbangan dan berpikir panjang terlebih dahulu hanya akan mengakibatkan mereka kembali terdegradasi hingga kembali ke titik nol. Hal ini karena cara pandang patriarki menempatkan perempuan menjadi pihak yang selalu disorot, menuntut perempuan harus menjadi “manusia sempurna”. Penangkapan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) terhadap perempuan-perempuan seperti Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Banten untuk kasus APBD Banten, Airin Rachmi Diany (Walikota Tangerang Selatan, kasus pengadaan alat kesehatan), Ratna Ani Lestari (Bupati Banyuwangi, kasus lapangan terbang di Banyuwangi) Angelina Sondakh, Wa Ode Nurhayati, Chairunnisa (masing-masing anggota DPR) sungguh mengagetkan dan menjungkirbalikkan anggapan bahwa perempuan adalah mahluk yang santun, tertib, dan jauh dari perilaku koruptif. Dan orang pun akhirnya bertanya, inikah emansipasi yang dimaksudkan itu? Namun, kita juga perlu menyadari, bahwa selama ini kita juga bersikap kurang adil menyorot Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
47
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
tindak kriminal dan perilaku koruptif yang dilakukan oleh pejabat laki-laki karena telah menganggap apa yang dilakukan oleh laki-laki dengan kekuasaannya yang sangat besar tersebut adalah hal yang biasa. Selain korupsi, masih banyak perilaku lain yang membuat citra perempuan menjadi terpuruk. Contoh yang bisa dikemukakan dalam hal ini misalnya perilaku seks bebas, perselingkuhan bagi istri, konsumsi narkotika, pelacuran, dan mengumbar bagian-bagian tubuh yang seharusnya ditutup di muka umum. Semua itu hanya akan menguatkan anggapan bahwa perempuan adalah tidak lebih sebagai second sex, abdi, kanca wingking dan lain sebagainya. Akan tetapi perlu ditegaskan sekali lagi, bahwa pencitraan ini adalah bagian dari gender stereotyping (pelabelan negatif dikaitkan dengan jenis kelamin) pada perempuan yang dibuat oleh masyarakat yang berada dalam dominasi nilai-nilai patriarkhi. Sejatinya, Islam tidak pernah mengkotak-kotakkan sifat, peran, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Masing-masing adalah individu yang otonom, yang bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya. Apapun bentuknya, setiap amal baik pasti akan mendapatkan balasannya. Sebagaimana firman Allah:
َت َوا ْلقَانِتِين ْ سلِ ِمينَ َوا ْل ُم ْ إِنَّ ا ْل ُم ِ ت َوا ْل ُمؤْ ِمنِينَ َوا ْل ُمؤْ ِمنَا ِ سلِ َما 48
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
ت َّ صابِ ِرينَ َوال َّ ت َوال َّ صا ِدقِينَ َوال َّ ت َوال ِ صابِ َرا ِ صا ِدقَا ِ َوا ْلقَانِتَا َصائِ ِمين َّ ت َوال َ َص ِّدقِينَ َوا ْل ُمت َ َت َوا ْل ُمت ِ ص ِّدقَا ِ اش َعا ِ اش ِعينَ َوا ْل َخ ِ َوا ْل َخ َّ ت َو َّ َالذا ِك ِرين للاَ َكثِي ًرا َّ َوال َ ت َوا ْل َحافِ ِظينَ فُ ُر ِ وج ُه ْم َوا ْل َحافِظَا ِ صائِ َما َّ َو َّ ت أَ َع َّد للاُ لَ ُهم َّم ْغفِ َرةً َوأَ ْج ًرا ع َِظي ًما ِ الذا ِك َرا
Artinya: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab : 35)
Asbabun nuzul (sejarah yang melatarbelakangi diturunkannya) ayat 35 surat Al Ahzab ini sangat erat kaitannya dengan supremasi perempuan. Suatu ketika perempuan-perempuan sahabat Nabi bertanya, mengapa yang banyak disebut di dalam Alquran adalah kaum laklaki, sementara perempuan tidak disinggung oleh Alquran. Atas pertanyaan perempuan-perempuan itu, maka turunlah ayat ini. Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
49
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Dari sejarah ini bisa dipetik hikmah, pertama, bahwa kesetaraan kedudukan dan otonomi perempuan itu memang tidak datang dengan tiba-tiba seperti layaknya pesulap membangun atau menghilangkan suatu benda. Kesetaraan adalah hal yang mesti diraih dan didapatkan, bahkan dari Tuhan sekalipun. Perempuan-perempuan kritis pada masa Nabi telah melakukan itu dan berhasil. Tuhan pun secara eksplisit menfirmankan; perempuan yang mukmin, perempuan yang muslim, dan seterusnya. Inilah satu bentuk kemandirian perempuan yang diberikan oleh Tuhannya. Perempuan berdiri tegak disamping laki-laki untuk mengatur dirinya sendiri sehingga menjadi perempuan yang ideal, yang dalam bahasa Alquran adalah perempuan yang muslim, mukmin, tetap dalam ketaatannya, benar, sabar, khusyuk, bersedekah, berpuasa, memelihara kehormatannya, dan banyak menyebut nama Allah. Hikmah kedua, Allah menghargai usaha perempuan yang mau berusaha dengan bersungguh-sungguh, termasuk dalam usaha meraih ketinggian derajatnya. Inilah janji Allah;
َان ٌ سأَلَ َك ِعبَا ِدي َعنِّي فَإِنِّي قَ ِر ُ يب ۖ أُ ِج َ َوإِ َذا ِ َّاع إِ َذا َدع ِ يب َد ْع َوةَ الد ُ ست َِجيبُوا لِي َو ْليُؤْ ِمنُوا بِي لَ َعلَّ ُه ْم يَ ْر َشدُون ْ َۖ فَ ْلي 50
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Q.s. al-Baqarah: 186).
Turunnya ayat 35 surat Al Ahzab itu menjadi support moral yang luar biasa bagi perempuan untuk meraih kedudukannya yang setara sebagai khalifah dan hamba Tuhan. Percayalah, perempuan tidak sendiri. Ada Tuhan, sebagai Zat Yang Maha Transenden, yang selalu menyertai perjuangan mulianya. Maka perempuan – dan para pegiat perempuan – tidak perlu lagi ragu untuk terus menggali nilai-nilai agama agar semakin merasakan keberpihakan agama terhadap kesetaraan laki-laki dan perempuan.
Penutup Sebagai catatan penutup dan untuk mempertegas bahwa agama memiliki peran utama dalam kesetaraan kedudukan laki-laki dan perempuan. Saya kutipkan surat terbuka Lauren Booth, adik ipar mantan Perdana Menteri Tony Blair, yang memilih masuk Islam. Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
51
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Mengapa Saya Memilih Islam? Mungkin apresiasi saya atas budaya Islam, terutama pada perempuan Muslim, yang menarik saya untuk mengapresiasi Islam. Perempuan Islam yang saya lihat di Inggris adalah yang menutup seluruh tubuhnya dari kepala hingga ujung kaki, kadang berjalan di belakang suami mereka, dengan anak-anak berbaju panjang di sekitar mereka. Ini sungguh kontras dengan kondisi wanita profesional Eropa yang umumnya sangat memperhatikan penampilannya. Saya, misalnya, sangat bangga dengan rambut pirang saya, dan ya, belahan dada saya. Ini seolah menjadi “jualan” utama kami. Saat bekerja di dunia broadcast televisi, betapa hal itu makin jelas terasa: presenter wanita menghabiskan waktu hingga satu jam untuk merias wajah dan penampilan mereka, hanya untuk membahas satu topik “serius” yang memakan waktu tak lebih dari 15 menit. Apakah ini sebagian bentuk liberation? Saya mulai bertanya-tanya seberapa banyak penghormatan bagi gadis-gadis dan perempuan dalam masyarakat “bebas” kita. Pada tahun 2007 saya pergi ke Libanon. Saya menghabiskan waktu empat hari bersama para mahasiswi di sana, sebagian dari mereka mengenakan cadar. Mereka tetap tampak menawan, mandiri, dan bebas berpendapat. 52
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Mereka semua bukan gadis yang pemalu, atau mereka akan segera dipaksa untuk menikah, seperti yang sering kita dengar di Barat. Kini saya menjalin hubungan dengan beberapa masjid di North London, dan saya pergi ke sana setidaknya sekali seminggu. Saya tidak mengotakkan diri saya apakah saya seorang Syiah atau Sunni. Bagi saya, hanya ada satu Islam dan satu Allah.
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
53
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
54
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
LAMPIRAN Berikut saya kutipkan beberapa ayat Alquran yang mengapresiasi kesetaraan relasi lelaki dan perempuan; QS. Al Ahzab: 52
اج َولَ ْو َ َِّّل يَ ِح ُّل لَ َك الن ٍ سا ُء ِمن بَ ْع ُد َو َل أَن تَبَ َّد َل بِ ِهنَّ ِمنْ أَ ْز َو َّ َسنُ ُهنَّ إِ َّل َما َملَ َكتْ يَ ِمينُ َك ۗ َو َكان َي ٍء َّرقِيبًا ْ أَع َْجبَ َك ُح ْ للاُ َعلَ ٰى ُك ِّل ش Artinya: “Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan- perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. Dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu.”
Al Ahzab : 73
َّ ب ُوب ْ ش ِر ِكينَ َوا ْل ُم ْ ت َوا ْل ُم َ ت َويَت َ لِّيُ َع ِّذ ِ ش ِر َكا ِ للاُ ا ْل ُمنَافِقِينَ َوا ْل ُمنَافِقَا َّ َت ۗ َو َكان َّ للاُ َغفُو ًرا َّر ِحي ًما ِ للاُ َعلَى ا ْل ُمؤْ ِمنِينَ َوا ْل ُمؤْ ِمنَا Artinya: ”.. sehingga Allah mengazab orang-orang munafik lakilaki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. dan Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
55
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab : 73)
QS Ali Imran : 195
ضي ُع َع َم َل عَا ِم ٍل ِّمن ُكم ِّمن َذ َك ٍر أَ ْو ْ فَا َ ست ََج ِ ُاب لَ ُه ْم َربُّ ُه ْم أَنِّي َل أ َاج ُروا َوأُ ْخ ِر ُجوا ِمن ِديَا ِر ِه ْم ُ أُنثَ ٰى ۖ بَ ْع َ ض ۖ فَالَّ ِذينَ ه ٍ ض ُكم ِّمن بَ ْع سيِّئَاتِ ِه ْم َ َوأُو ُذوا فِي َ سبِيلِي َوقَاتَلُوا َوقُتِلُوا َلُ َكفِّ َرنَّ َع ْن ُه ْم َّ ت ت َْج ِري ِمن ت َْحتِ َها ْالَ ْن َها ُر ثَ َوابًا ِّمنْ ِعن ِد ۗ ِللا ٍ َو َلُد ِْخلَنَّ ُه ْم َجنَّا َّ َو ب ِ للاُ ِعن َدهُ ُحسْنُ الثَّ َوا Artinya: “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Kuhapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungaisungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.”
56
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
QS. An Nahl : 97
ًصالِ ًحا ِّمن َذ َك ٍر أَ ْو أُنثَ ٰى َو ُه َو ُمؤْ ِمنٌ فَلَنُ ْحيِيَنَّهُ َحيَاةً طَيِّبَة َ َمنْ َع ِم َل َس ِن َما َكانُوا يَ ْع َملُون َ ۖ َولَنَ ْج ِزيَنَّ ُه ْم أَ ْج َرهُم بِأ َ ْح Artinya: ”Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik lakilaki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
QS. Maryam: 28
س ْو ٍء َو َما َكانَتْ أُ ُّم ِك بَ ِغيًّا َ َوك ا ْم َرأ ِ ُيَا أُ ْختَ هَارُونَ َما َكانَ أَب Artinya: “Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina”,
QS At Taubah : 71- 72
وف ُ َوا ْل ُمؤْ ِمنُونَ َوا ْل ُمؤْ ِمنَاتُ بَ ْع ِ ض ۚ يَأْ ُمرُونَ بِا ْل َم ْع ُر ٍ ض ُه ْم أَ ْولِيَا ُء بَ ْع َص َلةَ َويُؤْ تُونَ ال َّز َكاةَ َويُ ِطيعُون َّ َن ا ْل ُمن َك ِر َويُقِي ُمونَ ال ِ َويَ ْن َه ْونَ ع Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
57
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
َّ َّللاُ ۗ إِن َّ سيَ ْر َح ُم ُه ُم َّ للاَ َع ِزي ٌز َح ِكي ٌم ُ للاَ َو َر َ سولَهُ ۚ أُو ٰلَئِ َك َّ َو َع َد ت ت َْج ِري ِمن ت َْحتِ َها ْالَ ْن َها ُر ٍ ت َجنَّا ِ للاُ ا ْل ُمؤْ ِمنِينَ َوا ْل ُمؤْ ِمنَا َّ َض َوانٌ ِّمن ْ ْن ۚ َو ِر َ َخالِ ِدينَ فِي َها َو َم ِللا ِ سا ِكنَ طَيِّبَةً فِي َجنَّا ٍ ت َعد أَ ْكبَ ُر ۚ ٰ َذلِ َك ُه َو ا ْلفَ ْو ُز ا ْل َع ِظي ُم Artinya: ”Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (71) Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.”(72) (QS. At Taubah 71-72)
QS. Al Hujurat : 11 dan 13
س ٰى أَن يَ ُكونُوا َخ ْي ًرا ْ َيَا أَ ُّي َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا َل ي َ س َخ ْر قَ ْو ٌم ِّمن قَ ْو ٍم َع س ٰى أَن يَ ُكنَّ َخ ْي ًرا ِّم ْن ُهنَّ ۖ َو َل تَ ْل ِم ُزوا َ سا ٍء َع َ ِّسا ٌء ِّمن ن َ ِِّم ْن ُه ْم َو َل ن 58
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
ۚ ان ُ سو ْ ْس ِال ُ ُس ُم ا ْلف َ ب ۖ بِئ َ ُأَنف ِ س ُك ْم َو َل تَنَابَ ُزوا بِ ْالَ ْلقَا ِ الي َم ِ ْ ق بَ ْع َد ََو َمن لَّ ْم يَت ُْب فَأُو ٰلَئِ َك ُه ُم الظَّالِ ُمون Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.”
ش ُعوبًا َوقَبَائِ َل ُ اس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُكم ِّمن َذ َك ٍر َوأُنثَ ٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُ َّيَا أَيُّ َها الن َّ َّللاِ أَ ْتقَا ُك ْم ۚ إِن َّ لِتَ َعا َرفُوا ۚ إِنَّ أَ ْك َر َم ُك ْم ِعن َد للاَ َعلِي ٌم َخبِي ٌر Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
59
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
QS. Al Hadid : 18
َّ ضوا ُضاعَف َّ ص ِّدقِينَ َوا ْل ُم َّ إِنَّ ا ْل ُم ُ ت َوأَ ْق َر َ ُسنًا ي َ ضا َح ً للاَ قَ ْر ِ ص ِّدقَا لَ ُه ْم َولَ ُه ْم أَ ْج ٌر َك ِري ٌم Artinya : ”Sesungguhnya orang-orang lelaki yang bersedekah dan orang-orang perempuan yang bersedekah, serta mereka memberikan pinjaman kepada Allah, sebagai pinjaman yang baik (ikhlas), akan digandakan balasannya (dengan berganda-ganda banyaknya), dan mereka pula akan beroleh pahala yang mulia.” (QS. Al Hadid : 18)
60
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
61
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
TENTANG PENULIS
MUHYIDIN DEPE, lahir di Banyuwangi, 5 Maret 1975 dari pasangan H. Muh. Shodri Amin dan Hj. St. Halimah. Pendidikan formal yang ditempuh adalah MI dan MTs Mamba’ul Huda Banyuwangi, MA HM Tribakti, Lirboyo, Kediri dan Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta lulus tahun 2005. Sedang pendidikan non formal ditempuh di Pondok Pesantren Mamba’ul Huda Giripuro Tegalsari Banyuwangi, Pondok Pesantren Darul Falah Pare Kediri dan Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Dia pernah pula menjadi wartawan untuk beberapa media seperti Surat Kabar Mingguan Banyuwangi Pos, Majalah Batik Sekar Jagad, Lembaga Kantor Berita Primagama News Network (LKB PNN), dan Jogja Info Media, Majalah Mahasiswa Indonesia Internasional deKampus, dan NU Online (www.nu.or.id). Selain itu dia juga mengajar di Sekolah Tinggi Agama Islam Darussalam (STAIDA) Blokagung Banyuwangi untuk tiga semester. Disamping sebagai Sekretaris/A’wan di Rabithah Ma’ahidil Islamiyah (RMI) Banyuwangi, suami dari Ranis 62
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
Tri Astutik dan ayah dari Ganendra Muhammad Tsaqif yang kini tinggal di Krasak Tegalsari Banyuwangi ini mengabdi di Pondok Pesantren Mamba’ul Huda dan MA Unggulan Mamba’ul Huda. Beberapa buku yang ditulisnya antara lain; Wajah Pers Indonesia, Catatan Santri Kampung, Malam Dari Jogja (Kumpulan Puisi), Ngaji Cara Pesantren, Menjadi Wartawan Sejak Kecil, dan Santri Kampung di Negeri Kanguru (Catatan Perjalanan). Nomer HP yang bisa dihubungi: 085258715462, atau Email: muhyidin_depe@ yahoo.com []
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015
63
Mengapresiasi Kedudukan Perempuan Merayakan Kesetaraan
64
Suplemen Swara Rahima Edisi 48, Maret 2015