SIARAN PERS
DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-3858216, 23528400/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id
MENDAG RI PIMPIN KOORDINASI TINGKAT MENTERI KELOMPOK G-33: Perkuat Solidaritas Negara Berkembang untuk Perjuangkan Kepentingan Petani
Jenewa (Swiss), 21 Juli 2008 – Pertemuan Koordinasi Tingkat Menteri Kelompok G-33 yang diadakan di Jenewa, Swiss, memperjuangkan kepentingan para petani Negara Kelompok G-33 dan negara berkembang lainnya mengenai Special Products (SPs) dan Special Safeguards Mechanism (SSM). Pertemuan yang dipimpin oleh Menteri Perdagangan RI Mari Elka Pangestu, di Markas Besar WTO, pada 20 Juli 2008 ini dihadiri oleh para Menteri dan Pejabat Tinggi dari seluruh negara anggota Kelompok G-33.
"Semua anggota tentunya perlu fokus dan mementingkan prioritas untuk mempersiapkan justifikasi serta menyusun strategi kelompok dalam menghadapi negosisasi. Indonesia selaku Ketua Kelompok G-33 akan mewakili kelompok dan memperjuangkan kepentingan tersebut pada pertemuan Tingkat Menteri Terbatas WTO di Green Room", tegas Mendag.
Pada kesempatan itu Mendag juga menyatakan ketidakpuasannya atas Draft Text untuk pertanian yang dianggap masih cenderung memihak kepada kepentingan negara maju. "Indonesia kurang puas dengan Draft Text di bidang pertanian karena tidak memihak negara-negara berkembang, dimana masalah SPs dan SSM yang merupakan posisi dasar negara berkembang belum sepenuhnya terakomodir. Oleh karena itu, kami akan memperjuangkan masalah ini dalam perundingan Tingkat Menteri pada hari Senin, 21 Juli 2008", tegas Mendag.
Pertemuan koordinasi tersebut juga membahas dan menyepakati sebuah Deklarasi “G-33 Declaration” yang merupakan salah satu strategi G-33 untuk perundingan minggu depan.
Dalam Deklarasi tersebut, ditegaskan mengenai pentingnya modalitas SPs dan SSM sesuai dengan mandat pembangunan dari Perundingan Doha sebagaimana telah disepakati pada Pertemuan Tingkat Menteri di Hong Kong. Dalam kaitan ini, para Menteri G33 menegaskan agar usulan G-33 diterima dengan tidak melakukan liberalisasi (pemotongan tarif) terhadap produkproduk yang mendukung pembangunan pertanian di negara negara berkembang dalam kaitannya dengan peningkatan taraf hidup petani miskin di negara berkembang.
"Para Menteri kembali menegaskan bahwa pembangunan pertanian di negara berkembang bukan semata-mata untuk tujuan perdagangan komersial, tetapi lebih ditujukan untuk pengentasan kemiskinan dan pembangunan pedesaan di negara berkembang", kata Mari Pangestu.
Dalam pertemuan dengan Direktur Jenderal WTO, Pascal Lamy, Mendag menjelaskan pentingnya pertemuan tingkat Menteri ini untuk memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang. Pascal
Lamy
menyatakan
penghargaan
atas
upaya-upaya
negara
berkembang
untuk
memperjuangkan kepentingan mereka. Pascal Lamy juga menjelaskan proses perundingan yang akan berlangsung selama 1 minggu mendatang. Disamping pertemuan Tingkat Menteri Kelompok G-33, Menteri Perdagangan juga menghadiri pertemuan Para Menteri Kelompok G-20. Seperti halnya dalam pertemuan G-33, Mendag juga menyerukan perlunya kebersamaan dan kesatuan pikiran serta upaya untuk memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang.
Semua Anggota G-20 sepakat atas seruan Mendag untuk bersatu dalam memperjuangkan kepentingan negara berkembang pada kesempatan pertemuan tingkat Menteri yang akan dilaksanakan minggu ini. Solidaritas negara
berkembang perlu dijaga dalam menghadapi
pertemuan ini dan hal tersebut juga diserukan dalam rapat koordinasi antara kelompok G-33, G20. G-90 dan African, Caribbean and Pacific Countries (ACP).
Pada akhir pertemuan, para Menteri sepakat untuk menekankan kembali pentingnya “The Jakarta Communique” serta memperkuat “kebersamaan” (unity) dan solidaritas dari seluruh anggota G-33 dalam memperjuangkan kepentingan bersama pada sidang Tingkat Menteri minggu depan.
SEKILAS MENGENAI KELOMPOK 33 (G-33) Kelompok G-33 adalah kelompok negara yang beranggotakan 46 negara berkembang yang berupaya memperjuangkan produk pertanian negara berkembang untuk memperoleh perlakuan khusus (special and diffrential treatment) dengan memperhatikan kriteria ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan dan pembangunan pedesaan pada perundingan perdagangan dunia (WTO). Kelompok ini mewakili hampir 2/3 penduduk dunia yang jumlah penduduknya kurang lebih 3 milyar.
---selesai---
Informasi lebih lanjut, hubungi: Kepala Pusat Humas Departemen Perdagangan Tel: 021-3858216, 23528400 Fax: 021-23528456 E-mail :
[email protected] [email protected]
G-331 Declaration G-33 Ministerial/Senior Officials Coordination Meeting Geneva, 20 July 2008 1. G-33 Ministers and Senior Officials met in Geneva on 20 July 2008. They reaffirmed the Jakarta Communiqués and reemphasized the ever strengthening unity and solidarity of the Group, especially in constructively engaging in the last stages of the Doha Development Round negotiations. 2. We are approaching a critical and decisive juncture in the Doha negotiations in the midst of the deepening global food crisis posing a severe threat to peace and stability around the world. Undeniably, the developing countries are the most affected and the livelihood concerns of their poor and vulnerable people have assumed alarming proportions than ever before. 3. The Ministers reiterated the Doha Development Agenda is committed to the development mandate which have been reiterated time and again in different communiqués and declarations from WTO and different developing countries’ negotiating groups. A positive and development oriented outcome is possible only if long term market failures caused by huge distortions, heavy subsidies and market access barriers in several developed countries afflicting the international trade in agriculture are addressed effectively. This calls for substantial reductions in the current applied levels of trade distorting subsidies coupled with effective disciplines to prevent circumvention. 1 Antigua and Barbuda, Barbados, Belize, Benin, Bolivia, Botswana, China, Cote d’Ivoire, Congo, Cuba, Dominica, Dominican Republic, El Salvador, Grenada, Guatemala, Guyana, Haiti, Honduras, India, Indonesia, Jamaica, Kenya, Korea, Madagascar, Mauritius, Mongolia, Mozambique, Nicaragua, Nigeria, Pakistan, Panama, The Philippines, Peru, Saint Kitts, Saint Lucia, Saint Vincent and the Grenadines, Senegal, Sri Lanka, Suriname, Tanzania, Trinidad and Tobago, Turkey, Uganda, Venezuela, Zambia, Zimbabwe.
4. At the same time, it must be recognized that the subsistence nature of agriculture in developing countries, characterized by small holdings and self consumption, is vastly different from the commercial agriculture in developed countries. For most small farmers in developing countries, agriculture is about subsistence and livelihoods, not about trade and commerce, thus making it deeply inter-twined with the issues of rural poverty and the fragile livelihoods of their poor farmers. The liberalization in agriculture, therefore, has to be calibrated to the effective reduction in trade distorting subsidies by developed countries along with the clear objective of preserving the livelihood concerns of the poor and vulnerable farmers in the developing countries. 5. Ministers appreciate the efforts and work undertaken by the agriculture negotiating Chair which has led the process to a stage of finalizing the Agriculture Modalities by the end of this month. However, they underscored their strong commitment to securing a successful pro-development Doha Round outcome, which must incorporate operational, effective and meaningful development instruments of Special Products (SPs) and Special Safeguard Mechanism (SSM), as an integral part of Special and Differential Treatment in Agriculture for developing country Members, SVEs, RAMs and LDCs. 6. The modalities on SPs and SSM, therefore, must be in full coherence with the development mandates of the Doha Declaration, July Framework as well as the Hong Kong Declaration. The Group is not in a position to accept solutions on SPs and SSM which do not meet the fundamental objectives of its Members. In this regard, the Ministers reiterate the utmost importance of a clearly laid down principle of a substantial number of SPs that do not undertake any tariff cuts and a considerable percentage of tariff lines that are allowed to breach the Pre-Doha bound levels in SSM, including in preferential trade, without attaching undue constraining conditions to it. To that extent, the Third Revised Draft Text has greatly disappointed the Group by excluding from it the essential and crucial elements of SPs and SSM, constantly called for by the G-33.
7. The G-33 welcomes and supports the flexibilities extended to the LDCs, SVEs and RAMs in view of their particular vulnerabilities and peculiar situations as well as urgent needs part of an integrated, coherent and holistic solution for SPs as well as SSM. 8. The G-33 has been constructive and has consistently sought balanced solutions throughout the agriculture negotiations. The Group reiterates its commitment to secure a fair and more balanced outcome that addresses the development dimensions of the Doha Development Agenda attuned to the genuine concerns of small, poor and vulnerable farmers in the developing world. The G-33 views that a successful completion of the Doha Development negotiation is attainable and calls upon all Members, in particular the major developed Members, to show the necessary and much expected flexibilities required for agreement. 9. The G-33 further reaffirms its long standing commitment to working together with other developing country alliances and all WTO Members, on a mutually beneficial basis, in achieving meaningful Doha Development outcomes for all. A Doha outcome which places all interests and ambitions in a fair and more balanced manner, delivers operational and effective provisions on Special and Differential Treatment as well as respects the fundamental right for an ambitious development in the developing world.
==000==