MENCETAK PENGUSAHA MUDA DARI UNIVERSITAS MELALUI KURIKULUM BERBASIS ENTERPRENEURSHIP Dwi Agus Herdiyadi (Program Studi Akuntansi, Fakultas Agama Islam, Universitas Islam Majapahit) ABSTRACT Upaya mengatasi masalah penggangguran intelektual di dunia kerja seharusnya segera dilakukan karena merupakan masalah nasional dari lulusan Lembaga Pendidikan Tinggi (Universitas). Seharusnya Lembaga Pendidikan Tinggi (Universitas) bisa menghasilkan lulusan yang bisa melakukan Usaha Mandiri & Menciptakan Lapangan kerja. Lembaga Pendidikan Tinggi dapat menerapakan kurikulum yang bisa memacu kreatifitas mahasiswa didalam menciptakan usaha mandiri dan lapangan kerja. Implementasinya dapat dilakukan dengan 4 metode antara lain : 1. Pengembangan kurikulum berbasis entrepreneurship di lembaga Pendidikan Tinggi (Universitas). 2. Kerja sama antara Lembaga Pendidikan Tinggi dengan Instansi terkait. 3. Membuat Lembaga Usaha Kecil Menengah di Lembaga Pendidikan Tinggi (UKM-Kampus). 4. Membuat media komunikasi UKMKampus yaitu Radio Kampus. Kata Kunci : Penggangguran Intelektual, Kurikulum, Entrepreneurship, Media Komunikasi. PENDAHULUAN Tuntutan dunia kerja saat ini semakin tinggi. Tidak hanya mampu dalam bidang akademis saja, tapi yang sedang dicari saat ini adalah orangorang yang mempunyai soft sklill. Para pencari kerja umumnya lebih menyukai orang-orang yang dalam dirinya mempunyai kemampuan yang lengkap, misalnya tidak hanya cerdas tapi juga ahli dibidang IT, penguasaan bahasa asing, dan sebagainya. Inilah yang menjadi permasalahan, tidak semua lulusan mempunyai kapasitas dan ketrampilan seperti yang dibutuhkan dunia kerja tersebut (Fauziah Mastuti, 2009).
Adanya ketidaksesuaian antara kualitas pendidikan dengan relevansinya dalam dunia kerja, menyebabkan banyaknya produkproduk pendidikan yang kesulitan untuk memasuki dunia kerja. Meskipun saat ini jumlah lulusan Perguruan Tinggi yang mempunyai title sarjana sangat banyak dibandingkan beberapa tahun yang lalu, nampaknya justru para lulusan sarjana itulah yang masih banyak menganggur. Dapat dibayangkan setiap tahunnya Perguruan Tinggi melakukan wisuda sampai 4 tahap, jika setiap tahap Perguruan Tinggi me-wisuda mahasiswa rata-rata 100 mahasiswa dari setiap fakultas, maka dapat
dihitung berapa besar lulusan sarjana yang ada. Apabila dilihat dari aspek kuantitas lulusan pendidikan tinggi, sebenarnya terdapat hal yang kontroversial. Di satu sisi kita kekurangan tenaga kerja yang berpendidikan sarjana, tetapi di sisi lain kita memiliki pengangguran sarjana dalam jumlah yang amat besar. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa lulusan Perguruan Tinggi kita memang banyak yang tidak diperlukan oleh pasar kerja. Menanggapi fenomena pengangguran intelektual diatas, menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan baik oleh pemerintah maupun berbagai komponen pendidikan. Karena pendidikan diharapkan dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi para lulusannya. Pendidikan dengan berbagai muatan kurikulum didalamnya hendaknya dapat mendorong anak didik berpikir lebih kreatif dan inovatif. Salah satu model pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan ketrampilan proses, dimana peserta didik diberikan kebebasan untuk mengadakan pengamatan, pengklasifikasian, penafsiran, peramalam, penerapan, perencanaan, penelitian, dan pengkomunikasian hasil pendidikan dalam kegiatan belajar mengajar. (Suyanto dan Djihad Hisyam : 2000 : 147). Mahasiswa harus dipahami sebagai manusia yang memiliki berbagai keunikan, minat dan bakat yang harus dikembangkan. Pendidikan tidak hanya dipahami sebagai transfer pengetahuan dari doesn kepada mahasiswa. Dosen sebagai fasilitator diharapkan dapat menunbuhkan serta mamacu kemauan anak didik untuk lebih aktif dan kreatif menemukan berbagai hal baru.
PEMBAHASAN A. Kurikulum Pendidikan Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran”. Pada hakikatnya kurikulum sama artinya dengan rencana pelajaran. Hilda Taba dalam bukunya Curriculum Development, Theory and Practise mengartikan sebagai “a plan for learning”, yakni sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak. Secara terminologis, Beberapa pengertian Kurikulum dianataranya adalah: Secara etimologis istilah kurikulum berasal dari bahasa Yunani yaitu “curir” yang berarti “pelari”, dan “curere” yang berarti “tempat berpacu”. Pada awalnya digunakan dalam dunia Olah raga (Atletik). Kurikulum berarti “Jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memeroleh kemenangan”. Dalam dunia pendidikan diartikan sebagai “Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh seorang siswa/mahasiswa dari awal hingga akhir program untuk memperoleh kelulusan (ijazah).” Menurut UU no. 20 tahun 2003, kurikulum adalah “Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 19). Kurikulum mempunyai fungsi antara lain sebagai berikut: Fungsi Penyesuaian (The Adjutive of Adaptive Function),
Kurikulum sebagai alat pendidikan, sehingga individu bersifat well-adjusted, artinya setiap individu harus mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan secara menyeluruh dan perubahan lingkungan yang bersifat dinami. Fungsi Integrasi (The Integrating Function), Kurikulum berfungsi mendidik pribadi didalam pembentukan dan pengintegrasian dengan lingkungan social masyarkat. Fungsi Diferensiasi (The Differentiating Function), Kurikulum perlu memberikan nilai terhadap perbedaan (diferensiasi) diantara setiap pribadi dengan masyarkat. Fungsi Persiapan (The Propaedeutic Function). Kurikulum befungsi mempersiapkan peserta didik agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih tinggi dan luas. Fungsi Pemilihan (The Selective Function), Kurikulum perlu disusun secara luas dan bersifat fleksibel, artinya adalah pengakuan atas perbedaan berarti memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memilih apa yang diinginkan dan menarik minatnya. Fungsi Diagnostik (The Diagnostic Function), Fungsi diagnostik kurikulum adalah membantu dan mengarahkan siswa untuk mampu memahami dan menerima dirinya, sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Fungsi-fungsi tersebut memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan peserta didik yang sesuai dengan arah filsafat pendidika dan tujuan pendidikan yang diharapkan oleh lembaga pendidikan tinggi. Kurikulum mempunyai peranan sebagai berikut : Peranan Konservatif. Kurikulum berperan didalam
mentranformasikan dan menafsirkan warisan sosial bagi peserta didik dalam mempengaruhi dan membina tingkah laku peserta didik agar sesuai dengan berbagai nilai sosial yang ada dalam masyarakat, yang merupakan suatu proses sosial. Peranan Kritis dan Evaluatif, Kurikulum turut aktif didalam berpartisipasi dalam kontrol sosial dan memberi penekanan pada unsur berpikir kritis. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan di masa mendatang dihilangkan, serta diadaka modifikasi dan perbaikan. Peranan Kreatif. Kurikulum berperan dalam melakukan berbagai kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam artian menciptakan dan menyusun suatu hal yang baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat di masa mendatang. B. Pengembangan Kurikulum Berbasis Entrepreneurship Proses penyusunan kurikulum adalah sebuah rencana program pelaksanaan dari kurikulum yang berupa tujuan, materi, metode dan evaluasi sesuai dengan landasan dan prinsip dalam pengembangan kurikulum. Landasan pengukuran kurikulum berdasarkan filosofis, psikologis, sosiologis, iptek, ini berarti bahwa dalam pengukuran kualitas kurikulum harus berdasarkan variable kunci. Variable kunci yang bisa digunakan disini adalah tujuan pendidikan, keahlian peserta didik (softskill & hardskill), nilai manfaat dan teknologi. Prinsip-prinsip pengukuran kurikulum menggunakan dua prinsip yaitu umum dan khusus. Prinsip umum harus taat pada azas relevansi, flesibilitas, kontimuitas, praktis, efektifitas dan effesiensi. Prinsip
khusus harus mempunyai tujuan penndidikan, materi, metode, media, evalusai. Pendekatan pengembangan kurikulum menggunakan dua sistem yaitu top down dan grass roots. Sistem top down adalah komando dari atasan ke bawahan, ini berarti kurikulum disusun berdasarkan perintah dari Rektorat ke fakultas. Sistem grass root adalah penyusunan kurikulum berdasarkan usulan dari lini bawah (mahasiswa dan dosen) untuk diusulkan ke fakultas maupun rektorat. C. Kerja Sama antara Lembaga Pendidikan Tinggi (Universitas) dengan Intanstansi Terkait Kerja sama antara lembaga pendidikan tinggi dengan instansi terkait bisa dilakukan dengan Pemerintah maupun Swasta. Pihak Pemerintah antara lain adalah Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Perindustrian. Pihak swasta disini adalah manufaktur, retailer maupun media masa. D. Membuat Lembaga Usaha Kecil Menengah di Lembaga Pendidikan Tinggi (UKMKampus) UKM-Kampus merupakan wadah dari hasil kreatifitas dan inovasi mahasiswa, seperti misalnya games computer, distro, kecap asin dan lain sebagainya. UKM-Kampus berfungsi sebagai lembaga yang melakukan tata kelola usaha bisnis mahasiswa yang professional. E. Membuat lembaga media komunikasi UKM-kampus yaitu Radio Kampus Radio kampus sebagai media komunikasi antara lembaga pendidikan tinggi (universitas) dengan lingkungan social masyarakta sekitar. Radio
Kampus akan mengkomunikasikan program – program dari lembaga pendidikan tinggi, salah satunya adalah program dari UKM-Kampus. PENUTUP Upaya mengatasi masalah penggangguran intelektual di dunia kerja seharusnya segera dilakukan karena merupakan masalah nasional dari lulusan lembaga pendidikan tinggi. Lembaga Pendidikan Tinggi (Universitas) berfungsi sebagai lembaga yang menghasilkan lulusan sarjana untuk memenuhi kebutuhan tenaga professional di dunia kerja. Kurikulum di Lembaga Pendidikan Tinggi seharusnya bisa menjadi solusi dari masalah penggangguran intelektual tersebut. Berdasarkan pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Masalah penggangguran intelektual merupakan masalah utama yang dihadapi oleh para lulusan dari Lembaga Pendidikan Tinggi (Universitas). 2. Lembaga Pendidikan Tinggi seharusnya menerapakan kurikulum yang bisa memacu kreatifitas mahasiswa didalam menciptakan usaha mandiri dan lapangan kerja. 3. Implementasinya dapat dilakukan dengan cara berikut ini : a. Pengembangan kurikulum berbasis entrepreneurship di lembaga Pendidikan Tinggi (Universitas). b. Kerja sama antara Lembaga Pendidikan Tinggi dengan Instansi terkait. c. Membuat Lembaga Usaha Kecil Menengah di Lembaga Pendidikan Tinggi (UKM-Kampus) d. Membuat media komunikasi UKM-Kampus yaitu Radio Kampus.
DAFTAR PUSTAKA Fauziah Mastuti, (2009). Tugas Matakuliah Analisa Kebijakan Publik, Magister Administrasi Publik UNDIP. Fitriani, Rahma, (2009). Entrepreneurship Education : Toward Model in several Indonesia’ University, Department of administration Science, Faculty of Science and Political Sciences, University Indonesia.
Wartanto, (2010). Penyelerasan Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja, Dir Pembinaan Kursus dan Kelembagaan.