Mencermati PP Nomor. 28 Tahun 2003 Oleh : Adi Nugroho Onggoboyo
Sebagai ujung tombak dalam memperlancar tugas-tugas pemerintahan, baik pada tingkat pusat maupun daerah, pegawai negeri sipil sebagai aparatur negara harus memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat. Dalam kaitan itu, guna meningkatkan gairah kerja bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), diadakan upaya untuk menjamin kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil, yang salah satu bentuknya berupa asuransi kesehatan.
Pegawai Negeri Sipil merupakan anggota wajib untuk mengikuti asuransi kesehatan yang diselenggarakan pemerintah melalui PT Askes. Selain Pegawai Negeri Sipil beserta keluarganya, penyelenggaraan asuransi kesehatan ini meliputi juga penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil beserta keluarganya, sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian mereka kepada negara.
Selama ini, di berbagai media massa, banyak dilontarkan keluhan-keluhan dari Pegawai Negeri Sipil maupun penerima pensiun mengenai pelayanan Askes yang dinilai belum memadai. Meski hal tersebut tidaklah lantas menyimpulkan bahwa secara umum pelayanan Askes buruk,
namun –paling tidak- keluhan-keluhan
tersebut hendaknya semakin mamacu pihak penyelenggara maupun provider untuk memberikan pelayanan yang lebih baik di masa mendatang.
Untuk merespon mengenai pelayanan Askes yang dinilai belum maksimal, baru-baru ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No 28 Tahun 2003 tentang subsidi dan iuran pemerintah dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan penerima pensiun. Dengan segera, sosialisasi kebijakan diatas gencar dilakukan di berbagai daerah.
1
Dikeluarkannya PP No 28 tahun 2003 tentang subsidi dan iuran pemerintah dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan penerima pensiun, mengundang banyak tanggapan positif dari masyarakat.
Dalam pasal 2 PP No. 28 tahun 2003 disebutkan : Dalam rangka penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun, Pemerintah wajib memberikan subsidi dan iuran. Sementara pada pasal 3 berbunyi: Kewajiban Pemerintah memberikan subsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilaksanakan dalam bentuk : a. Pemberian dana secara langsung kepada Badan Penyelenggara yang digunakan untuk pembayaran pelayanan kesehatan yang menggunakan alat kesehatan canggih dan/atau penyakit katastrofi; b. Pemberian potongan tarif harga atas pemanfaatan sarana kesehatan Pemerintah 5
Pasal diatas merupakan suatu kemajuan yang bagus untuk mengupayakan peningkatan pelayanan bagi para peserta Askes. Upaya pelayanan dengan menggunakan alat-alat kedokteran canggih baik untuk mendiagnosis maupun untuk terapi/pengobatan, sejauh ini memang dirasa sangat kurang. Penggunaan alat-alat seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan radio isotop, atau pengobatan dengan menggunakan hemodialisis (cuci darah) atau operasi operasi kardiovaskular, selain harus berhadapan dengan teknologi mutakhir, juga memerlukan biaya yang tinggi.
Jika saja hal ini dapat berjalan dengan baik, penggunaan alat-alat canggih pada sarana kesehatan yang berada di berbagai daerah akan meningkat, dan itu berarti bahwa selain kesejahteraan peserta Askes menjadi lebih terjamin, hal
tersebut
mencerminkan pemerataan pelayanan kesehatan. Apalagi sekarang adalah era desentralisasi, yang akan membuat upaya pemerataan peningkatan pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan di daerah menjadi lebih tepat sasaran.
2
Terlepas dari hal diatas, dalam perspektif yang lain, ada beberapa hal lain yang mesti dicermati. Pertama, meski masalah pelayanan kesehatan yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus diperhatikan oleh pemerintah -yang akan menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada rakyat, terutama rakyat yang memiliki tingkat ekonomi rendah- namun bukanlah berarti bahwa pemerintah memanjakan dengan memberikan subsidi dan iuran untuk PNS dan penerima pensiun. Ketimpangan sosial yang terjadi di negeri ini telah menyebabkan terdapatnya minoritas orang kaya vis a vis mayoritas orang miskin. Memang benar, bahwa selama ini dana pemerintah lebih banyak mengalir untuk kepentingan orang-orang kaya. Akan tetapi, dalam kasus ini, hendaknya tidak diarahkan untuk pemberian subsidi dan iuran bagi peningkatan pelayanan kesehatan, selama masih bisa diusahakan melalui cara lain, mengingat beberapa pertimbangan dimana pemberian subsidi dan iuran tersebut justru kurang mencerminkan asas keadilan, dimana efeknya akan lebih banyak membawa keuntungan bagi kalangan PNS dan penerima pensiun yang lebih mampu ataupun kalangan non peserta Askes. Sebagai gantinya, bisa diadakan pola subsidi silang dengan meningkatkan tarif kesehatan bagi warga kaya, sementara warga miskin dikenakan tarif kesehatan rendah (bukan berarti dipotong tarifnya). Meski pola proporsional ini sudah terlihat dari premi peserta Askes sebesar 2% dari gaji yang diterima, namun mayoritas PNS dan penerima pensiun lebih banyak berada pada kalangan menengah ke bawah. Sedangkan yang berasal dari kalangan menengah keatas lebih banyak diluar dari PNS dan penerima pensiun, dimana mereka juga menggunakan sarana kesehatan yang sama. Dalam hal ini, pemerintah hendaknya dapat membuat kebijakan yang mengatur pewajiban para pengelola sarana kesehatan untuk memberlakukan tarif kesehatan yang tidak flat dalam kerangka peserta Askes dan non-Askes, sehingga subsidi dan iuran dari pemerintah tidaklah perlu, dan dengan demikian unsur-unsur keadilan dan pemerataan dapat terwujud.
Pada dasarnya, mengenai subsidi dan iuran yang diperuntukkan seperti yang tertuang dalam PP Nomor 28 tahun 2003, bukan berarti tidak didukung. Inilah hal kedua yang
3
mesti dicermati, bahwa sesungguhnya kekhawatiran terbesarnya ialah bukan pada upaya pembayaran atas penggunaan alat-alat canggih untuk peningkatan pelayanan kesehatan, namun lebih pada minimnya peralatan tersebut di berbagai daerah sehingga tetap saja banyak PNS dan penerima pensiun sulit untuk menikmati fasilitas tersebut, kecuali harus berobat ke tempat yang memiliki peralatan canggih tersebut. Era desentralisasi, akan memicu pengelola sarana kesehatan di daerah melakukan pengadaan alat-alat canggih yang diperlukan, sementara itu faktor perawatan alat-alat tersebut yang juga memerlukan biaya yang tidak sedikit, ditambah lagi dengan human factor, yang sejauh ini kinerja umum pada bidang kesehatan cukup memprihatinkan. Disisi lain, jika melihat indikator standar seperti tempat tidur rumah sakit per seribu, rasio jumlah klinik, dokter, dan perawat terhadap jumlah populasi, menunjukkan tingkat yang rendah, masih kalah dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, dan Singapura. Hal lain yang perlu dicatat, bahwa penyakit-penyakit yang membutuhkan pelayanan kesehatan dengan menggunakan alat-alat canggih lebih banyak dialami oleh warga kaya, sementara mayoritas PNS dan penerima pensiun adalah kalangan )
menengah ke bawah, sehingga dikhawatirkan kebijakan subsidi dan iuran untuk peningkatan pelayanan kesehatan bagi PNS dan penerima pensiun tidak tepat sasaran.
Oleh karena itu, agaknya lebih tepat jika subsidi dan iuran dari pemerintah dirahakan untuk peningkatan indikator standar pelayanan rumah sakit seperti telah disebut diatas dengan menambah kuantitas di berbagai daerah, dengan seiring melakukan peningkatan kualitas pelayanan yang lain, sedangkan pembayaran pelayanan atas penggunaan alat-alat canggih dapat dikerjakan pada tiap-tiap pengelola sarana kesehatan –utamanya sarana kesehatan seperti rumah sakit-- dengan menerapkan pola subsidi silang peserta Askes - non Askes. Sehingga, di berbagai pelosok dimana masih lebih banyak orang yang membutuhkan sarana kesehatan standar, maka prioritas bagi mereka mestinya dikedepankan.
Itulah kondisi dilematisnya, dimana akan selalu saja terlihat kekhawatiran pada sisi yang negatif dari suatu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Dan hal itu akan
4
senantiasa terjadi mengingat kondisi negeri ini yang memang menyimpan banyak masalah di berbagai bidang.
Bagimanapun, PP No.28 tahun 2003 tentang subsidi dan iuran pemerintah dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan penerima pensiun, merupakan sebuah titik terang bagi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta Askes. Sikap arif yang mesti dikedepankan ialah jangan terburu-buru untuk tidak menyetujui kebijakan ini, melainkan memberinya kesempatan untuk kemudian dievaluasi dan merumuskan kembali kebijakan yang lebih baik. Hal tersebut lantaran kritisi yang menyangkut dikeluarkannya kebijakan ini masih merupakan suatu bentuk kekhawatiran yang belum tentu terbukti benar.
Mengingat suatu masalah, termasuk masalah pelayanan kesehatan bagi PNS dan penerima pensiun, tidaklah berdiri sendiri, melainkan saling tergantung dengan banyak faktor, maka hendaknya pemerintah –secara politik- harus menerapkan )
prinsip good governance pada seluruh aparatur negara di semua tingkatan, baik pusat maupun daerah. Sehingga praktik-praktik yang bertentangan dengan semangat reformasi, yang merusak sendi-sendi bernegara dan bermasayarakat, bisa dikikis habis. Dan Akhirnya, sambil kita sambut dan ambil hikmah positif dari dikeluarkannya kebijakan ini, di lain pihak kita berharap agar pemerintah dapat secara sinergis ataupun bertahap untuk terus meningkatkan pelayanan kesehatan bagi kesejahteraan masyarakat.
***ano
5
)
6