Ulangan 29:29 berbicara mengenai hal-hal yang rahasia tentang Allah. Tozer mengatakan, “Kalau bergantung kita, kita cenderung” – dalam hal ini kita harus sangat berhati-hati – “kita cenderung untuk langsung mengecilkan Allah dengan istilah-istilah yang bisa kita pahami. Kita ingin menempatkan Dia pada keadaan dimana kita bisa memakai Dia, atau paling tidak kita bisa menemukan Dia ketika kita membutuhkan-Nya. Kita menginginkan Allah yang, dalam tingkatan tertentu, bisa kita kendalikan. Kita memerlukan perasaan aman yang berasal dari kemampuan untuk mengenal seperti apakah Allah itu. Bagaimana keadaan Allah tentu saja merupakan rangkaian dari semua gambaran keagamaan yang pernah kita lihat, dari semua orang-orang hebat yang pernah kita lihat atau kita dengar, semua ide tentang kehebatan tertinggi yang pernah muncul dalam pikiran kita. Kalau hal ini kedengaran aneh bagi telinga modern, itu karena selama berabad-abad, kita sudah menganggap Allah sebagai sesuatu yang bisa dipastikan demikian. Kemuliaan Allah belum dinyatakan kepada generasi ini.” J. Rodman Williams mengatakan “Karena semua doktrin Kristen berkaitan dengan Allah, yang tentu saja melampaui pemahaman kita, tidak bisa dihindarkan lagi adanya beberapa unsur rahasia transendens yang tidak bisa dikecilkan untuk bisa masuk ke dalam pemahaman manusia. Namun demikian, sampai kepada batas itu, upaya theologis harus dilakukan.” Pernyataan favorit saya dari John Calvin, “Kemampuan manusia dengan segala ketajaman pikirannya dalam kaitannya dengan pemahaman mengenai rahasia Allah, adalah seperti ketajaman seekor keledai dalam memahami harmonisasi dalam musik.” 1 Korintus 4 Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah. Apa sebenarnya maksudnya ketika dituliskan “rahasia”? Saya akan mencoba menjelaskan dengan mengemukakan beberapa arti kata di sini. Kontradiksi adalah suatu keadaan dimana dua hal saling bertentangan satu dengan yang lainnya; untuk mengatakan sesuatu adalah A dan bukan A pada saat yang sama adalah sebuah kontradiksi, bahwa seseorang ada di dalam ruangan dan di luar ruangan pada saat yang sama. Bahwa saya ada di dalam ruangan dan saya juga di luar ruangan. Kita tidak bisa mengatakan keduanya sekaligus, karena keduanya saling bertentangan. Ini yang disebut kontradiksi. Lalu ada paradoks, yaitu dua hal yang nampaknya saling bertentangan dan bahkan tidak masuk akal, tetapi kalau diselidiki dengan seksama, akan terbukti kebenarannya. 2 Korintus 12:10 mengatakan “Ketika aku lemah maka aku kuat.” Ini sebuah paradoks. Lalu ada antinomi yang merupakan penggabungan dari dua hal atau dua prinsip sekaligus, yang masing-masing memiliki kebenaran tetapi kita tidak bisa menggabungkannya secara harmonis. Keduanya benar, tetapi tidak bisa menyatukannya secara selaras. Dalam sebuah buku berjudul Evangelism and the Sovereignty of God, J.I Packer memberikan sebuah contoh. Apakah cahaya itu terbuat dari gelombang atau partikel? Jawaban untuk keduanya adalah “Ya.” Tetapi bagaimana bisa menghubungkan keduanya? Ini yang disebut antinomi. Sebuah rahasia. Ini yang disebut sebagai kebenaran yang diasumsikan, yaitu bukan kontradiksi. Kebenaran, yang tidak bisa ditangkap oleh pikiran manusia, tetapi yang kita terima dengan keyakinan. Ini bisa juga mencakup paradoks dan antinomi, tetapi ini adalah kebenaran dan kita tidak bisa meninjau kembali kebenaran doktrin theologi atau kebenaran Alkitabiah. Kita tidak bisa selalu meninjau kembali kebenaran setiap kali bertemu dengan sesuatu yang sulit kita pahami, karena itu hal itu haruslah menjadi sebuah rahasia dan kita harus mencuci tangan kita dan tidak lagi menyentuhnya. Ada beberapa di antaranya yang merupakan rahasia sehingga anda merenungkan tentang Allah yang tidak terbatas kita menerimanya sebagai kebenaran, bukan sebagai pertentangan. Kita tidak berbicara mengenai pertentangan, tetapi mengenai kebenaran, meski mata manusia tidak bisa memahaminya. Dan karena itu kita akan melihat kepada tiga rahasia yang demikian: Tritunggal, Kedaulatan kehendak Allah, Allah dan kejahatan. Kita mungkin akan dengan cepat membahas tentang Tritunggal agar kita memiliki waktu lebih banyak membahas kedua yang lain. Tritunggal. Tozer mengatakan, “Untuk merenungkan tentang tiga pribadi dari Allah adalah seperti berjalan di dalam pikitan kita di Taman Sebelah Timur Eden dan berusaha untuk
mencangkul tanah di sana. Usaha kita yang paling tulus untuk menangkap rahasia yang tak terpahami dari Tritunggal harus tetap tidak menghasilkan apapun dan hanya dengan penghormatan yang paling dalam saja maka hal itu bisa bebas dari dugaan aktual. Kita mengetahui Tritunggal, kata yang tidak pernah disebutkan di dalam Alkitab, tetapi Alkitab mengajarkan tentang Tritunggal sejak awal sampai akhir. Kalau anda meminta saya menjelaskan tentang Tritunggal, saya akan menunjukkan kepada anda tiga kebenaran yang mendasar ini –.” Tiga kebenaran yang mendasar, untuk menjelaskan tentang Tritunggal. Sekali lagi, bagaimana ketiganya berkaitan, itulah yang dimaksud dengan rahasia. Tetapi ketiga kebenaran ini adalah kebenaran. Dan ingat, ketika kita berbicara mengenai rahasia, salah satu nasehat yang saya ingat dari ayah saya, ketika kita tidak tahu apa yang harus dilakukan, lakukan saja apa yang bisa kita lakukan. Dan memang ada beberapa hal, bagaimana kita menghubungkan beberapa hal itu? Mari kita pusatkan perhatian kepada apa yang kita tahu. Kita tahu beberapa hal ini: Yang pertama, Allah adalah tiga Pribadi. Tiga Pribadi. Allah adalah tiga Pribadi. Alkitab berbicara mengenai Allah dalam kata ganti berbentuk jamak. Kejadian 1, Marilah Kita menciptakan manusia. Kemudian, baiklah Kita turun, Kejadian 11. Lalu dalam Yesaya 6, (BIS) "Siapa akan Kuutus? Siapa akan menjadi pembawa berita kita? Alkitab berbicara tentang Allah dengan kata ganti bentuk jamak. Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah Pribadi—dan ini kunci yang harus diingat. Ketika kita berpikir tentang Allah Bapa, Ia adalah Pribadi, dan kita berbicara tentang Allah sebagai Pribadi dan roh, bagaimana kita mendapat gambarannya. Kita memiliki Allah, Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus, secara khusus, seringkali hampir tidak dianggap sebagai Pribadi. Kita berpikir tentang Roh Kudus sebagai sekedar suatu kekuatan atau energi atau sejenisnya, tetapi sebenarnya, Roh Kudus adalah Pribadi. Anda melihat Yohanes pasal 16 dan Roh Kudus disebutkan dengan menggunakan kata ganti berjenis maskulin, bukan neuter atau netral. Ia disebut dengan kata ganti maskulin. Kata “roh” secara umum tidak memakai kata ganti maskulin atau feminin, tetapi perhatikan Yohanes 16, “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya.” Dan anda melihat melalui Alkitab tentang apa yang dilakukan oleh suatu Pribadi. Roh Kudus mengajar. Roh Kudus bersaksi. Roh Kudus menjadi pengantara. Roh menyelidiki semua tentang Allah, seperti yang sudah kita bicarakan. Roh menyelidiki. Roh Kudus mengetahui. Roh Kudus memberikan karunia. Roh berbicara, menyelidiki, berkata-kata. Roh Kudus mengatakan kepada Filipus untuk “pergi medekat kepada kereta itu.” Roh Kudus berduka. Jadi Roh Kudus adalah Pribadi. Kata ganti dalam bentuk jamak, Bapa, Putera dan Roh Kudus semuanya adalah Pribadi. Pada saat yang sama, Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah berbeda. Ini sangat penting untuk diperhatikan. Anda melihat di dalam Matius pasal 3, baptisan Yesus. Anda bisa melihat ketiga Pribadi dalam Tritunggal. Anda melihat Yesus dibaptiskan, Roh Kudus turun ke atas-Nya seperti burung merpati, dan suara dari surga, Bapa mengatakan, “Inilah Anak-Ku, yang Kukasihi dan kepada-Nyalah Aku berkenan.” Amanat Agung memerintahkan kita membaptis di dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus, menunjukkan adanya perbedaan di sini, hal yang sama ada di dalam Efesus 4 dan 1 Petrus 1. Anak berbeda dengan Bapa. Roh Kudus berbeda dengan Anak dan Bapa berbeda dengan Roh Kudus. Ketiganya saling berbeda satu dengan yang lain. Jadi, kebenaran yang pertama, Allah adalah tiga Pribadi. Ini kebenaran mendasar. Kebenaran yang kedua, masing-masing Pribadi sepenuhnya Allah. Alkitab mengajarkan demikian. Allah Bapa sepenuhnya Allah. Ini sudah sangat jelas di sepanjang sejarah Kekristenan, tidak pernah ada yang memperdebatkannya. Anda bisa melihat hal ini, beberapa ayat dari Matius pasal 6 yang menyatakan bahwa Bapa sepenuhnya adalah Allah. Ia bukan bagian dari Allah. Ia bukan sebagian Bapa, sebagian Anak dan sebagian Roh Kudus. Allah Bapa, sepenuhnya Allah. Allah Anak sepenuhnya Allah. Saya mau mendorong anda, kita perlu tahu mengapa kita percaya bahwa Anak adalah sepenuhnya Allah. Kalau anda mendapatkan catatan dari kami, anda bisa
menuliskan juga ayat-ayat yang anda ketahui yang menjelaskan bahwa Anak sepenuhnya adalah Allah, dan kalau anda menuliskan semuanya, berapa banyak yang anda bisa tulis? Saya menanyakannya kepada anda karena ada rasa lapar yang mendalam berkenaan dengan pemahaman akan keilahian Kristus, Pribadi Kristus di dalam gereja masa kini. Kita perlu mengetahuinya. Ini sangat penting. Ini adalah kunci dari iman kita, sebagaiamana yang akan kita lihat. Filipi 2:5-11 sungguh-sungguh menjelaskan tentang Kristus, dan bagian yang sangat luar biasa mengenai hakekat Allah, Ia adalah Allah. Ada empat kebenaran yang bisa kita lihat di dalam bagian yang kecil itu, Ia adalah Allah, yang pada hakekat-Nya adalah Allah dan setara dengan Allah tetapi menjadikan diri-Nya tidak berharga, mengambil rupa seorang hamba dalam rupa manusia. Lalu bagaimana Allah dalam rupa manusia ini? Ketika Ia ada dalam rupa manusia, Ia merendahkan diri-Nya dan taat bahkan sampai mati di kayu salib. Ia adalah Allah, Ia adalah manusia, Ia Juruselamat. Allah memuliakan-Nya di tempat tertinggi. Memberikan kepada-Nya nama di atas segala nama, nama Yesus. Setiap lutut akan bertelut di surga dan di bumi dan setiap lidah akan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Ia adalah Tuhan, Ia adalah Allah, Ia adalah manusia, Ia adalah Juruselamat. Ia adalah semua yang disebutkan di dalam Filipi 2:511 itu. Dalam Ibrani 1:3, Ia adalah gambar wujud Allah. Ia adalah Allah dan Juruselamat kita yang agung, Yesus Kristus. Kita sudah berbicara mengenai isi Injil Yohanes dan bahwa Yohanes menekankan akan kemanusiaan Yesus, lalu dalam Yohanes 20:28 kita melihat Thomas bersujud di kaki Yesus dan mengatakan, “Tuhanku dan Allahku.” Allah Bapa sepenuhnya adalah Allah. Allah Anak sepenuhnya adalah Allah. Dan Allah Roh Kudus sepenuhnya adalah Allah. Kisah Para Rasul pasal 5, manusia bisa berdusta kepada manusia tetapi tidak kepada Tuhan. Ketika itu Ananias dan Safira berdusta kepada Roh Kudus. Bagian ini menjelaskan bagaimana Roh Kudus adalah Allah sendiri. Kita sudah melihat Roh Kudus juga Mahahadir. Roh Kudus mahatahu. Allah Roh Kudus adalah sepenuhnya Allah. Jadi itu kebenaran kedua. Allah adalah tiga Pribadi, kebenaran yang pertama. Yang kedua, masing-masing Pribadi sepenuhnya Allah. Kebenaran yang ketiga, hanya ada satu Allah. Satu Allah. Dengarlah Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Akulah Tuhan. Tidak ada yang lain. Allah memastikan bahwa hal ini jelas. Tidak ada pertanyaan sama sekali di dalam Alkitab dari depan sampai belakang, bahwa hanya ada satu Allah. Kita tidak sedang berbicara mengenai banyak Allah. Jadi, anda melihat ada tiga kebenaran, di sinilah rahasia mengikat semuanya menjadi satu. Allah adalah tiga Pribadi. Masing-masing Pribadi sepenuhnya adalah Allah. Dan hanya ada satu Allah. Sekarang saya mau menambahkan beberapa catatan kecil untuk diingat. Tritunggal itu bukan kontradiksi. Ini sebabnya kita melihat arti-arti beberapa kata di awal pembahasan tadi. Ketika kita berbicara mengenai Allah sebagai tiga Pribadi dan hanya ada satu Allah, kita perlu memahami bahwa ke-tigaan Allah dan ke-esa-an Allah itu berbeda. Allah adalah tiga dengan keadaan yang berbeda dengan keberadaan-Nya sebagai yang esa. Coba kita renungkan pelahan-lahan di sini. Kita tidak sedang mengatakan bahwa Allah adalah satu dan sekaligus bukan satu. Itu yang namanya kontradiksi. Namun, kita mau mengatakan bahwa Allah itu tiga dan satu. Hal ini akan menjadi rahasia dan bukan kontradiksi. Kita tidak mengatakan bahwa ketiga-an dan ke-esa-an-Nya itu sama. Allah tidak satu dan sekaligus bukan satu. Ia adalah satu di dalam tiga. Gambaran yang diberikan bagian Firman Allah memberikan kepada kita catatan kecil yang kedua, bahwa Tritunggal itu kekal. Yang saya maksudkan adalah yang bisa kita lihat di dalam ayat itu bahwa, tidak ada salah satu dari Pribadi Tritunggal yang kemudian menjadi ada dalam waktu yang acak. Bapa selalu dan akan selalu adalah Allah. Anak selalu dan akan selalu adalah Allah. Roh Kudus selalu dan akan selalu adalah Allah. Catatan tambahan yang ketiga, PribadiPribadi di dalam Tritunggal memiliki peran yang berbeda. Ini kuncinya. Peranan masing-masing berbeda pada saat yang berbeda, namun tidak berarti bahwa dalam hakekat mereka berbeda.
Yang saya maksudkan adalah, ada saat dimana Anak secara peran tunduk kepada Bapa, bukan secara hakekat. Saya memberikan penekanan khusus untuk hal ini. Ketika kita melihat Yesus taat kepada Bapa di dalam kitab-kitab Injil, Ia secara peran tunduk kepada Bapa, tetapi tidak berarti bahwa Ia lebih kecil dibandingkan Bapa pada saat itu. Hal yang sama dengan Yesus, ada saat-saat dimana Anak secara peran, bukan hakekat, bergantung kepada Roh Kudus. Yesus dipimpin oleh Roh Kudus, Lukas pasal 4 ayat 1. Dan karena itu gambaran yang muncul adalah bahwa Ia secara peran bergantung kepada Roh Kudus tetapi tidak berarti bahwa Ia lebih kecil dari Allah pada titik itu. Anda berpikir mengenai Penciptaan. Ketiga-Nya berperan dalam cara yang berbeda. Allah, Bapa berfirman, Allah Anak mengimplementasikan sebagaimana yang dikatakan Kolose 1, Allah Roh Kudus melayanglayang di atas permukaan air. Perhatikan keselamatan. Allah Bapa berencana, Allah Anak taat. Bapa tidak mati di kayu salib. Roh Kudus tidak mati di kayu salib. Anak yang mati di kayu salib. Allah Anak taat. Allah Roh Kudus mengaplikasikan keselamatan itu di dalam kehidupan kita. Di sinilah perbedaannya. Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah setara dalam segala sifat mereka, setara dalam hakekat mereka. Tidak ada satu Pribadi di dalam Tritunggal yang lebih rendah dalam hakekat-Nya. Yang kedua, Bapa, Putera dan Roh Kudus berbeda dalam hubungannya. Ketiga-Nya saling berhubungan dengan cara yang berbeda dalam saat yang berbeda, seperti yang kita lihat Anak tunduk kepada Bapa dan Anak bergantung kepada Roh Kudus. Sekarang, karena keadaan ini, sebenarnya kebenaran Alkitab ini sudah diperdebatkan selama 2000 tahun sejarah Kekristenan dan bidat-bidat biasanya muncul sebagai akibat dari penolakan atas salah satu dari kebenaran yang mendasar ini.. Modalisme adalah penyangkalan terhadap kebenaran dasar yang pertama. M-O-D-A-L-I-S-M-E. Modalisme. Pada dasarnya, modalisme mengatakan bahwa bukannya tiga Pribadi, Allah memiliki tiga perwujudan yang berbeda. Gambarannya adalah, ada di dalam catatan anda, Allah memakai tiga topeng. Kadangkala Allah memakai topeng Bapa, kadangkala ia memakai topeng Anak, dan kadangkala ia memakai topeng Roh Kudus. Ia bukan tiga Pribadi yang berbeda; Ia memakai tiga perwujudan dimana Ia bekerja. Ia memakai tiga topeng yang berbeda yang dipakai. Jadi itu penyangkalan akan kenyataan bahwa Allah adalah tiga Pribadi, dan mengatakan bahwa bukannya Pribadi yang berbeda, tetapi tiga topeng yang berbeda yang dikenakan-Nya. Masalahnya adalah pandangan ini menyangkal hubungan di dalam Tritunggal, cara ketiganya saling berkaitan, cara—dalam hal ini, satu topeng berkaitan dengan topeng yang lainnya. Pandangan ini mengabaikan keterpisahan Pribadi di dalam Alkitab seperti dalam Matius 3 saat pembaptisan Yesus. Di sana anda melihat Bapa, Putera dan Roh Kudus melakukan hal yang berbeda pada saat yang sama. Bagaimana mungkin hal itu terjadi pada saat yang sama kalau ketiganya hanya cara perwujudan yang berbeda pada masa yang berbeda? Mungkin ada di antara anda yang berpikir, “Mengapa hal ini penting?” Ini penting karena pemahaman yang seperti itu memangkas makna pendamaian. Kebenaran bahwa Allah mengutus Anak-Nya sebagai korban bagi dosa-dosa kita, Yesus harus sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia untuk bisa membayar hutang dosa dan menyamakan diri dengan kita manusia, dan bisa menanggung beban Dosa Ilahi itu. Kalau Ia tidak sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia, maka hal itu merobohkan dasar dari keselamatan kita. Itulah sebabnya hal ini sangat penting. Inilah sebabnya jangan sampai anda percaya kepada pandangan Modalisme ini. Mungkin anda bahkan belum pernah mendengarnya sebelumnya, tetapi jangan percaya kepada pandangan itu. Yang kedua, pandangan Arianisme adalah bidat dalam sejarah yang menyangkal kebenaran dasar yang kedua dan Arianisme secara khusus menyangkal keilahian sang Anak. Ini berarti mereka menyangkal keilahian sang Anak atau Roh Kudus, tetapi yang pasti kaum Arianisme mengatakan bahwa sang Anak lebih rendah dalam hakekat dibandingkan dengan Allah Bapa. Saya tidak mau masuk terlalu dalam kepada sejarah, namun puji Tuhan karena seorang bernama Athanasius yang bangkit dan mempertahankan keilahian Kristus, saat ia masih sangat
muda dan harus menghadapi ancaman terhadap hidupnya. Ia memberikan gambaran tentang keilahian Kristus dan keunggulan Kristus, kemanusiaan dan keilahian-Nya. Saya menunjukkan padanan untuk kaum Arianisme di masa kini. Maksud saya adalah untuk menekankan kebenaran yang sangat penting ini bahwa Yesus adalah sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia, karena ini adalah perbedaan yang sangat besar antara Kekristenan dengan Islam dan dengan bidat-bidat di dalam agama Kristen sendiri seperti Saksi Yehova dan Mormon. Kalau anda berada di Timur Tengah, maka anda akan dianggap menghujat kalau menyebut bahwa Yesus adalah Allah dalam rupa manusia. Allah tidak akan pernah menjadi manusia. Ia tidak akan merendahkan diri-Nya begitu rupa sampai menjadi seperti kita. Dan karena itu hal ini merupakan kebenaran mendasar di dalam Kekristenan yang harus kita yakini di dalam hati dan pikiran kita. Ketiga, penyangklan akan kebenaran dasar yang ketiga adalah pandangan Polytheisme. Polytheisme, yang pada dasarnya berarti penyembahan kepada lebih dari satu allah. Kita tidak menyembah tiga Allah. Kita menyembah satu Allah dalam tiga Pribadi. Tiga kesimpulan praktis dan apakah hal ini penting? Yang pertama, Allah kita layak dan sangat pantas bagi kita untuk menyembah Bapa. Sangat layak bagi kita untuk menyembah Anak. Sangat pantas bagi kita untuk menyembah Roh Kudus, karena ketiganya sepenuhnya Allah. Allah kita layak disembah. Yang kedua, pikiran kita terbatas. Kita perlu memahami bahwa Tritunggal bukanlah disusun berdasarkan pikiran manusia. Dan saya sangat suka apa yang dikatakan oleh Tertullianus, salah seorang bapa gereja, “Ini sepenuhnya dirancang oleh Allah dan tidak ada satu manusiapun yang cukup gila untuk menyusun doktrin yang demikian. Ia mengatakan bahwa kebenaran ini adalah Wahyu Ilahi.” Inilah yang dijelaskan di dalam Alkitab dari awal sampai akhir, kebenaran ini. Kebenaran ini adalah Wahyu Ilahi, bukan disusun oleh manusia dan karena itu tidak bisa dipahami oleh akal manusia. Ini salah satu hal yang tidak bisa kita ketahui, tidak bisa kita pahami sepenuhnya, seperti yang kita alami saat ini, dan akibatnya, analogi apapun untuk menjelaskannya tidak akan memadai. Sudah banyak analogi yang dipakai untuk menjelaskan tentang Tritunggal itu. Ada yang mengatakan, “Itu seperti telor. Ada kuning telor, ada putihnya dan ada kulitnya.” Atau “Seperti air. Kadangkala bentuknya cair, kadangkala gas, kadangkala es.” “Seperti pohon, ada daun, dahan dan ranting.” Tetapi sebenarnya, tidak perlu memakai analogi untuk menjelaskan tentang Allah. Ia bukan telor dan bukan juga air. Semua analogi apapun yang anda pakai untuk menjelaskan Tritunggal kepada diri anda sendiri atau kepada anak anda atau kepada siapapun tidak akan bisa memadai. Semua analogi ada keterbatasannya. Bahkan ada yang mau memakai analogi dengan tata bahasa, yaitu dengan mengatakan, “Dia bertiga” atau “Mereka satu.” Tetap saja tidak memadai. Jelas sekali Alkitab tidak pernah memberikan kepada kita analogi untuk memahami Tritunggal. Kita tidak perlu juga mencari-cari. Tritunggal itu tidak mungkin dipahami sepenuhnya oleh akal kita dan semua analogi pasti memiliki keterbatasan. Analogi itu tidak akan cukup untuk menjelaskannya. Bahkan ada yang membuat analogi seperti pretzel yang memiliki tiga lingkaran digabung menjadi satu. Masing-masing lingkaran adalah sepenuhnya pretzel. Kalau menurut saya, makan saja pretzel itu tanpa memikirkan apakah masing-masing sepenuhnya pretzel. Bisakah kita sungguh-sungguh memahaminya? Bisakah kita sepenuhnya memahami doktrin Tritunggal? Tidak. Tidak mungkin. Itulah keadaan kita saat ini. Kita tidak mungkin bisa memahami secara lengkap mengenai Trirtunggal. Bisakah kita memahami doktrin Tritunggal dengan benar? Tentu saja. Kita tidak bisa memahaminya secara lengkap, tetapi kita bisa memahaminya dengan benar. Maksud saya adalah kita tetap bisa memahaminya dengan benar, tetapi tidak secara lengkap. Tozer mengatakan bahwa Kasih dan Iman yang harus berperan ketika kita melihat rahasia Allah. Biarkan akal budi kita bersujud dengan penuh hormat di luar ruangan. Implikasi ketiga, keselamatan kita aman. Kita tidak diselamatkan oleh sesama makhluk. Kita diselamatkan oleh sang Pencipta sendiri. Kita tidak diselamatkan oleh manusia, tetapi kita diselamatkan oleh
manusia yang sepenuhnya manusia dan sepenuhnya Allah. Dia yang menyelamatkan kita dengan sepenuhnya adalah sepenuhnya Allah. Mengenai Tritunggal itu, seseorang pernah mengatakan, “Berusaha untuk memahami sepenuhnya akan hal itu akan mengakibatkan anda kehilangan akal sehat anda. Berusaha untuk menyangkali hal itu akan membuat anda kehilangan jiwa anda.” Baik, sekarang kita sudah mencoba menjelaskan mengenai Tritunggal, kemudian kita lihat tentang Allah dan Kedaulatan-Nya dan saya ingin kita berpikir mengenai pemeliharaan Allah di sini. Ini akan menjadi pembahasan yang menarik. Agak sedikit rumit di beberapa bagian. Apakah sebenarnya artinya ketika kita berbicara mengenai Pemeliharaan Allah. Allah senantiasa berkarya untuk menopang segala sesuatu dan menuntun segala sesuatu sesuai dengan rencana-Nya. Allah senantiasa berkarya. Ia sekarang juga melakukan sesuatu. Ia selalu melakukan sesuatu. Dua hal: Ia menopang dan menuntun. Dua fase tercakup di dalamnya. Yang pertama adalah pemeliharaan. Alah menopang segala sesuatu. Tidak ada sesuatupun yang ada, yang tidak menjadi ada karena Dia. Tidak ada yang tetap ada yang tidak ditopangNya supaya tetap menjadi ada. Kita sudah membahas hal ini. Satu-satunya alasan kita bisa tetap bernafas saat ini adalah karena Allah menopang kita dengan nafas hidup. Satu-satunya alasan mengapa jantung kita tetap berdegup adalah karena pemeliharaan dari Allah. Pemeliharaan. Yang kedua, Kedaulatan. Allah menuntun segala sesuatu sesuai dengan rencana-Nya. Allah memiliki rencana dan Ia menuntun segala sesuatu sesuai dengan rencana itu. Itulah yang kita maksudkan ketika kita berbicara mengenai kedaulatan. Sekarang anda melihat hal ini dalam tiga level yang berbeda, konteks yang berkaitan dengan Pemeliharaan Allah. Secara Kosmis, segala sesuatu dalam ciptaan termasuk di dalamnya. Ini berarti bahwa Allah juga memiliki rencana untuk Pluto. Oke? Ia memelihara Pluto dan Ia memiliki rencana untuk Pluto. Jadi, semua yang ada di dalam kosmis, di alam semesta ini. Secara Kelompok. Kita sering melihat Kedaulatan Allah, secara khusus disebutkan dalam hubungan antara Dia dengan umat-Nya. Seringkali di dalam gereja, dan bahkan memang secara keseluruhan gambaran tentang Kedaulatan itu memang ada untuk menjadi penguatan bagi gereja. Ketiga, dan ini adalah kebenaran yang luar biasa, Secara Pribadi. Saudara seiman, Ia menopang dan menuntun kita masing-masing sesuai dengan rencana-Nya. Ia memiliki kehendak bagi kehidupan kita masing-masing. Tetapi sekarang, kita harus menghindarkan agar tidak menjadi kebablasan dalam kaitannya dengan Pemeliharaan Allah. Kebablasan yang pertama adalah pandangan deisme. Pandangan ini mengatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dan kemudian seolah-olah Ia cuci tangan dan membiarkan segala-galanya terjadi begitu saja. Seperti memutar jam dan kemudian meninggalkannya untuk berputar tanpa ada hubungan apapun lagi dengan apa yang terjadi. Ini bukan yang kita percayai, namun sayangnya, banyak orang yang menjalani kehidupan seperti ini. Banyak orang menjalani kehidupan seolaholah Allah sama sekali tidak lagi ada hubungan dengan kehidupan kita, padahal Ia sangat berkaitan dengan kehidupan kita. Deisme. Pantheisme, kita sudah pernah membahasnya. Ingat, Allah dianggap jauh dari ciptaan-Nya. Yang sebenarnya, Ia menuntun, tetapi tidak berarti bahwa Ia ada di tempat sampah juga. Lalu pandangan fatalisme. Kita harus hati-hati agar tidak mengaitkan Pemeliharaan Allah dan Kedaulatan Allah dengan fatalisme, pandangan yang mengatakan bahwa ada takdir yang memiliki kekuatan yang buta yang bekerja mengendalikan segala sesuatu yang terjadi. Takdir yang menentukan segala sesuatu. Kalau anda membaca horoskop dan melihat bintang-bintang untuk melihat bagaimana nasib anda, maka anda akan menjadi seorang fatalis. Dan kemudian, kebablasan yang keempat adalah theisme terbuka. Sebenarnya ada dua theologi yang berbeda, theologi proses dan theologi terbuka, tetapi saya mau menggabungkannya di sini karena pada dasarnya, keduanya mengatakan bahwa ada dua kemungkinan mengenai Allah, yaitu bahwa Ia tidak memiliki kuasa atas apa yang akan terjadi di masa depan, atau Allah memang tidak tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Allah mungkin juga berkembang dalam proses sejalan dengan apa yang terjadi. Tetapi pastilah bukan itu yang terjadi.
Jadi, sampai dimana kita? Pemeliharaan, kita akan melihat hal ini sebentar dan kemudian kita akan membahas mengenai Kedaulatan Allah. Pemeliharaan, Allah menopang segala sesuatu. Ia memelihara semua yang ada dalam keadaan apapun. Allah memelihara air sehingga ia tetap menunjukkan ciri-ciri air. Allah memelihara rumput sehingga tetap menunjukkan ciri-ciri rumput. Semua terjadi dan berlangsung sebagaimana adanya karena Allah memelihara dan memastikan demikian. Allah memelihara, yang kedua, dalam segala yang sudah pasti terjadi. Anda menjatuhkan suatu benda, maka benda itu akan jatuh. Itu bukan hanya terjadi secara alamiah. Hal itu menjadi alamiah karena Allah memelihara menjadi demikian. Semua hal yang sudah pasti, kalau ada bensin di mobil anda maka mobil anda akan bisa berjalan karena Allah memelihara keberadaan bensin sehingga tetap berjalan sebagaimana gunanya. Dengan demikian jelas bahwa tidak ada yang kebetulan di dalam keseluruhan gambaran yang ada. Allah yang memelihara semua yang sudah pasti di dalam segala sesuatu, dan itu sesuatu yang indah, karena kalau tidak demikian maka seluruh alam semesta ini akan diwarnai dengan kekacauan luar biasa. Pemeliharaan di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru; anda bisa melihat daftarnya di catatan yang anda dapat dari kami. Kedaulatan. Ia menopang segala sesuatu dan kemudian menuntun semuanya sesuai dengan rencana-Nya. Apa maksudnya ketika kita berbicara mengenai Kedaulatan? Yang pertama, maksudnya adalah bahwa Allah memiliki rencana. Ia memiliki rencana. Semua hari-hari sudah Aku rencanakan, kata Allah di dalam Yesaya 37. Lalu Amsal 16:9, “Hati manusia memikirmikirkan jalannya, tetapi TUHANlah yang menentukan arah langkahnya.” Tidak ada yang terjadi yang terpisah dari karya Allah. Tidak ada. Tidak ada yang terjadi secara kebetulan saja. Semua ada dalam rancangan-Nya. Itulah yang dimaksud ketika kita berbicara mengenai Kedaulatan. Sekarang mari kita melihat tentang rencana Allah ini dari beberapa sisi. Yang pertama, rancangan Allah itu kekal. Sifatnya kekal. Semua hari-hari dijadikan dan semuanya tertulis di dalam buku anda sebelum hari itu datang. Rencana-Nya bukan kronologis. Dengan kata lain, Ia tidak harus memutuskan satu demi satu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ini sama seperti yang sudah kita bicarakan, semua ada di dalam Allah. Itulah yang saya maksudkan tidak bersifat kronologis. Tentu saja semuanya berjalan secara kronologis dalam urutan waktu, tetapi Ia adalah Tuhan atas waktu. Rancangan-Nya bukan kronologis dan tidak bisa diubah. Ia tidak berubah di tengah jalan, “Oh, tidak. Ini yang sekarang terjadi, kalau demikian Aku harus mengubah bagian ini.” Rencana itu tidak berubah. Rencana itu kekal. Rencana Allah juga memiliki tujuan. Kita sudah membahas bagian ini, jadi kita tidak berlamalama di sini. Motivasi Allah adalah kemuliaan-Nya. Keselamatan kita di dalam rencana-Nya bagi kemuliaan-Nya. Ada tujuannya. Allah memiliki tujuan. Tidak ada yang berjalan acak. Semua ada tujuannya. Selanjutnya, rencana Allah bersifat universal. Saya mau memberikan sedikit survey dan anda bisa memperhatikan ayat-ayat yang ada, tetapi semua hal yang tertulis di dalam Alkitab menjelaskan bahwa kita ada di bawah Kedaulatan Allah. Ia Berdaulat atas alam semesta. Anda tidak melihat ada ayat di dalam Alkitab yang mengatakan, “Tiba-tiba hujan di hari itu.” Allah yang menurunkan hujan. Allah mengirimkan hujan. Allah yang menghentikan hujan. Allah berdaulat atas tanaman dan binatang. Ia Berdaulat atas benda yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Anda melihat hal itu dalam Ayub 37, yang berbicara mengenai Taufan keluar dari dalam perbendaharaan, dan hawa dingin dari sebelah utara. Nafas Allah yang menjadikannya ada. Samudera raya menjadi beku. Ia memuati awan dengan air. Allah mengendalikan semuanya baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Semua ada di dalam KedaulatanNya. Kedaulatan-Nya atas segala bangsa atas penguasa bangsa-bangsa. Ia berdaulat atas seluruh hari-hari kita. Semua hari-hari kita. Waktu kita ada di tangan-Nya, Mazmur 31:16. Ia mengatakan di dalam Ayub 14, “Hari-harinya sudah pasti, dan jumlah bulannya sudah tentu pada-Mu, dan batas-batasnya sudah Kautetapkan, sehingga tidak dapat dilangkahinya.” Kedaulatan-Nya adalah atas setiap hari kita. Ia berdaulat atas segala tindakan kita. Saya
mengakui kepada Tuhan bahwa hidup manusia bukanlah di tangannya sendiri. Bukan manusia yang mengarahkan langkah-langkah hidupnya. Mereka tidak menguasai hari ini atau besok, semuanya bergantung kepada kehendak Allah, baik hari ini maupun besok. Ia berdaulat atas semua keberhasilan dan kegagalan kita. Ia mengangkat dan menurunkan kita. Itulah gambarannya. Ia berdaulat atas semua keberhasilan dan kegagalan kita. Ia berdaulat atas segala karunia dan talenta kita. Ia yang memberikan semuanya itu. Ia yang memampukan kita memanfaatkannya. Dan Ia berdaulat atas semua penderitaan kita. Mari kita lihat 1 Petrus 4:19. Karena itu baiklah juga mereka yang harus menderita karena kehendak Allah, menyerahkan jiwanya, dengan selalu berbuat baik, kepada Pencipta yang setia. Menderita karena kehendak siapa? Kehendak Allah. Ia berdaulat atas penderitaan kita. Lalu bagaimana kita menghubungkan di antara hal itu? Kita akan melihatnya dalam pembahasan mengenai Allah dan kejahatan. Rencana Allah bersifat universal. Selanjutnya, rencana Allah selalu terlaksana. Terlaksana. Dengan kata lain, rencana itu selalu tercapai hasil yang akan dilaksanakan. Allah tidak merencanakan sesuatu dan kemudian sesuatu yang tidak terduga kemudian terjadi dan tidak terlaksana seperti yang ada di dalam pikiran-Nya. Hal yang demikian tidak pernah terjadi kepada Allah. Rencana-Nya selalu terlaksana. Sebagaimana rancangan-Nya pasti akan terjadi juga demikian adanya, dan sebagaimana tujuan yang ditetapkan demikianlah yang akan dicapai. Sekarang, ini yang sangat menarik. Rencana Allah adalah kehendak-Nya. Maksud saya begini. Allah melakukan apa yang dikehendaki-Nya tetapi Ia menghendaki dengan tiga cara yang berbeda. Di sinilah saya ingin kita mengajukan pertanyaan, apakah ada lebih dari satu cara untuk memahami Kehendak Allah? Ketika anda melihat Yesaya 53, dijelaskan di sana, “Adalah kehendak Tuhan—.” Ini berbicara mengenai nubuat tentang Yesus di kayu salib. “Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan.” Sekarang saya ingin anda berpikir mengenai hal itu selama beberapa saat. Tuhan yang berkehendak untuk meremukkan Dia dengan kesakitan. Kehendak Allah adalah agar manusia tidak berdosa, bukan? Dan Ia mengatakan, “Jangan berdosa.” Itu kehendak-Nya. Pada saat yang sama, Ia menghendaki agar Anak-Nya yang mati. Hal itu akan berkaitan dengan dosa juga. Jadi, jelas dalam beberapa segi, anda melihat Allah memiliki beberapa kehendak yang berbeda dalam cara yang berbeda. Gambaran yang sama adalah di dalam Kisah Para Rasul 2 ayat 23, 2 Petrus 3:9, “Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.” Jadi di satu sisi Allah menghendaki agar semua manusia, menghendaki agar semua manusia datang kepada pengenalan iman kepada Kristus. Pada saat yang sama, kita tahu bahwa bukan itu yang terjadi, di dalam kehendak-Nya dalam cara tertentu, tetapi Ia menghendakinya. Jadi, bagaimana anda menjelaskan hal ini? Saya mau mengajak anda memikirkan hal ini dalam beberapa cara berbeda. Pertama-tama, pikirkan tentang hal itu dalam sisi kehendak keperluan Allah dan kehendak bebas. Ini agak lebih bersifat filosofis. Kita tidak akan berpanjang lebar di sini. Tetapi kehendak yang perlu itu akan melibatkan hakekat-Nya. Dengan kata lain, kehendak Allah akan terjadi. Dan bagian dari kehendak-Nya adalah untuk dikasihi dan menjadi semua sifat yang sudah kita lihat. Itu yang sangat perlu. Menjadi hakekat keberadaan-Nya. Dan pada saat yang sama, kehendak bebas Allah mencakup karya-karya-Nya. Apakah Allah harus menciptakan dunia seperti yang sudah diciptakan-Nya? Tidak. Tetapi Ia sudah melakukannya. Apakah Allah harus menebus kita seperti yang dilakukan-Nya di kayu salib? Tidak. Tetapi itulah yang sudah dilakukan-Nya. Dan karena itu ada kehendak tentang apa yang perlu dan kehendak bebas. Di sini menjadi semakin menarik, saat kita melihat mengenai kehendak Allah dengan cara yang kedua. Melihat kehendak Allah sebagai kehendak yang dinyatakan dan kehendak yang rahasia. Di sini saya mau mendorong anda, ketika anda berpikir mengenai kehendak Allah, untuk memahami keduanya. Kehendak Allah yang dinyatakan dan kehendak yang rahasia. Ulangan 29 berbicara mengenai kehendak Allah yang rahasia dan mengenai hal-hal yang dinyatakan
kepada kita dan anak cucu kita sampai selama-lamanya. Kejadian 50 juga memberikan contoh nyata yang lain, secara khusus untuk bagian Perjanjian Lama. Anda mengenal kisah mengenai Yusuf. Yusuf memulai kisahnya dengan memakai jubah berwarna-warni dan saudarasaudaranya tidak senang kepadanya dan karena itu mereka mengancamnya dan bahkan hampir membunuhnya dan akhirnya menjualnya sebagai budak. Dan yang anda lihat setelah itu adalah ia dijual sebagai budak, ia dibawa ke Mesir yang kemudian akhirnya ia diangkat dan menjadi pejabat dan akhirnya ia menjadi alat yang dipakai Allah untuk menyelamatkan umat-Nya dari kelaparan. Dan anda melihat Kejadian 50 dimana Yusuf mengatakan kepada saudara-saudaranya, “Kamu merancangkan yang jahat kepadaku, tetapi Allah bemaksud memakainya untuk menggenapkan apa yang sedang dilakukan-Nya dan menyelamatkan banyak orang.” Dan karena itu jelas sekali, di dalam gambaran ini, di dalam Kejadian 50, anda melihat Kehendak Allah dalam beberapa bentuk. Jelas sekali, Ia tidak menghendaki bahwa saudara-saudara Yusuf membencinya dan bahkan hampir membunuhnya dan menjualnya sebagai budak. Itu bukan hal yang dikehendaki-Nya untuk dilakukan oleh saudara-saudara Yusuf, tetapi pada saat yang sama, itulah yang memang akan terjadi sebagai Kehendak Allah, bahwa Yusuf akan dijual sebagai budak. Bahwa Yusuf akan berada di suatu tempat dimana ia bisa menyelamatkan umat-Nya. Di sini tidak ada, “Oh, tidak. Apa yang terjadi dengan Yusuf? Bagaiamana cara memperbaiki keadaannya?” Allah berkuasa atas hal ini sejak awalnya. Dan karena itu yang anda lihat adalah perbedaan dan kita akan melompat ke 1 Timotius 2. Kehendak Allah yang dinyatakan adalah apa yang sudah dikatakan-Nya. Tidak cukup untuk menjelaskannya secara sempurna, tetapi itu yang bisa saya katakan. Yang mau saya jelaskan adalah bahwa Allah menyatakan hal-hal yang ada di dalam kehendak-Nya. Firman-Nya adalah kehendak-Nya. Perintah-perintah-Nya, maksud-maksud-Nya adalah kehendak Allah agar anda menjadi Kudus. Adalah kehendak Allah agar anda disucikan. Adalah kehendak Allah agar anda dimurnikan. Adalah kehendak Allah agar anda menjauh dari dosa. Itu semua sudah dinyatakan-Nya. Itulah yang dibukakan kepada kita, “Inilah kehendak-Ku,” pada saatnya. Jadi, ajukan pertanyaan. Ketika kita tidak taat kepada Allah atau ketika kita melakukan dosa apakah kita keluar dari kehendak Allah? Dari satu sisi, ya. Keluar dari kehendak-Nya yang sudah dinyatakan, ya, tidak diragukan lagi. Tetapi itu tidak berarti bahwa kita sudah jauh sama sekali dan Allah tidak tahu lagi apa yang akan terjadi dan bahwa kita baru saja menghancurkan seluruh kehendak allah. Tidak. Namun, yang anda lihat adalah, anda melihat apa kehendak Allah yang sudah dinyatakan, apa yang dibukakan oleh-Nya, dan kehendak rahasia Allah, apa yang ditetapkan-Nya. Dengan kata lain, apa yang sebenarnya terjadi, apa yang kita lihat terjadi. Semua hari kita yang sudah ditetapkan bagi kita tertulis di dalam buku kita sebelum semuanya itu sungguh-sungguh terjadi. Inilah gambaranya. Contoh sempurna untuk hal ini adalah di dalam Kisah Para Rasul pasal 4 ketika Gereja mengisahkan kembali apa yang terjadi dengan penyaliban Kristus. Dan mereka mengatakan, Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, Hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi, untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu. Apakah Allah pernah mengatakan, “Jadilah pembunuh Anak-Ku”? Tidak pernah. Ia mengatakan, “Jangan membunuh.” Itu apa yang dibukakan-Nya dalam kehendak-Nya yang sudah dinyatakan. Pada saat yang sama, Ia menghendaki agar Anak-Nya mati, disalibkan di kayu salib. Jadi gambarannya adalah, tidak ada yang berada di luar jangkauan kehendak Allah dalam hal apa yang sudah ditetapkan-Nya. Di saat yang sama, ya, kehendak Allah yang dinyatakan-Nya sudah dilanggar. Ada berbagai variasi dalam sisi yang berbeda. Tetapi anda mendapatkan keduanya di dalam gambaran ini. Jadi bagaimana anda menggabungkan keduanya? Ini membawa kita kepada pokok selanjutnya. Rancangan Allah adalah kehendak-Nya dan rancangan Allah selalu selaras. Dan di sinilah terletak kedua kebenaran dan di sinilah puncak dari rahasia di dalam Kedaulatan Allah di dunia
ini. Allah berdaulat dan manusia bertanggungjawab. Ini adalah dua kebenaran yang kita angkat bersama dan yang sungguh-sungguh sulit untuk dimengerti dengan sempurna. Inilah antinomi yang dijelaskan oleh J.I. Packer dalam bukunya Evangelism and Sovereignty of God. Allah berdaulat dan manusia bertanggungjawab. Allah—anda bisa melihatnya didalam catatan anda, Allah memegang kendali. Ia memegang kendali atas apa yang terjadi. Allah tidak pernah memandang dunia ini dan kemudian berpikir, “Oh, tidak. Apa yang terjadi? Ini sudah diluar kendali.” Allah selalu memegang kendali, Allah selalu memegang kendali atas segala sesuatu. Perhatikan Roma 9. Ini salah satu bagian yang Paulus tuliskan yang tidak banyak dibicarakan orang. “Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat,” Bagian ini berbicara mengenai Yakub dan Esau, “-- supaya rencana Allah tentang pemilihan-Nya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilan-Nya.” dikatakan kepada Ribka: "Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda, seperti ada tertulis: "Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.” Apa yang kita bisa katakan di sini? Apakah Allah tidak adil? Tidak sama sekali. Karena Ia pernah mengatakan kepada Musa, “"Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati." Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah. Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: "Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasa-Ku di dalam engkau, dan supaya nama-Ku dimasyhurkan di seluruh bumi." Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendaki-Nya.” Ayat selanjutnya berbicara mengenai kita tanah liat dan Dia penjunan. Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: "Mengapakah engkau membentuk aku demikian?” Tidak. Gambaran yang kita dapatkan di dalam Alkitab adalah bahwa Allah memegang kendali, memegang kendali utama, bahkan ketika Yesus mengatakan kepada Yohanes, sebagaimana yang tertulis di dalam Injil Yohanes. Yesus mengatakan, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Aku yang memilih kamu dan menetapkan kamu untuk pergi dan menghasilkan buah, buah yang tinggal tetap.” Bukan kamu yang memilih Aku. Aku yang memilih kamu. Jadi, Allah berdaulat. Ia memegang kendali. Di sini kita harus menghindarkan diri agar tidak kebablasan menjadi fatalisme. Kita tidak boleh sampai ke sana. Hal ini tidak berarti kita bisa mengatakan, “Yah, kalau demikian, kita semua hanyalah sekedar robot belaka.” Bukan itu yang diajarkan Alkitab. Anda yang memilih untuk tetap mendengarkan program sampai sekarang. Anda yang memilih untuk melakukannya. Tidak ada kesempatan bagi kita untuk menganggap bahwa Alkitab mengajarkan kalau pilihan yang kita buat hanyalah seperti pilihan pada robot saja, karena memang tidak demikian. Kita bukan robot yang dikendalikan. Pilihan kita adalah pilihan pasti, bukan karena sangat diperlukan. Ini sangat bersifat filosofis. Kita tidak akan berlama-lama di sini, tetapi pilihan karena keperluan memang harus ada. Ini berarti bahwa kita tidak bisa bertindak di dalam cara yang bertentangan dengan rencana Allah. Tetapi kita tidak sampai kepada pandangan fatalisme. Beberapa pilihan akan terjadi. Dengan kata lain, kita tidak akan bertindak dengan cara yang bertentangan dengan rencana Allah. Pada saat yang sama, kita membuat pilihan di dalam konteks rencana Allah. Ini berarti bahwa pilihan kita memang sungguh-sungguh nyata. Semua pilihan itu memang benarbenar ada, tetapi tidak sepenuhnya bebas. Saya akan menjelaskan mengenai bebas di sini karena hal itu bisa diartikan berbeda oleh orang-orang yang berbeda. Yang saya maksud tidak sepenuhnya bebas adalah, kita tidak bisa membicarakan mengenai Kedaulatan Allah tetapi kemudian berpikir bahwa kita semua membuat pilihan-pilihan yang kemudian harus membuat Allah menunggu apa hasil pilihan kita sebagai pertimbangan untuk langkah-Nya yang selanjutnya. Semua pilihan kita ada di bawah payung Kedaulatan Allah. Semua pilihan itu nyata. Kita memiliki tanggungjawab atas semua keputusan itu, yang akan kita bahas nanti. Sekaramg pertanyaannya adalah, “Bagaimana anda “memperdamiakan” kenyataan bahwa Allah itu Berdaulat dengan tanggungjawab manusia dalam membuat pilihan-pilihan?” Dan dua kutipan
favorit saya adalah yang pertama, bagaimana anda ‘memperdamaikan’ kenyataan bahwa Allah itu Berdaulat dengan tanggungjawab manusia. Salah satu kutipan saya mengatakan, “Kita tidak perlu memperdamaikan di antara keduanya, karena kita memang tidak perlu memperdamaikan dua orang sahabat.” Dan di dalam Alkitab kita melihat keduanya. Keduanya ada di dalam Alkitab, dan mereka bersahabat. Dan kemudian ada John MacArthur, seorang pendeta dari California yang mengatakan bahwa ketika ia ditanya, “Bagaimana anda menyelesaikan masalah ini? Bagaimana anda mempertemukan antara masalah Kedaulatan Allah dengan tanggungjawab manusia?” Ia mengatakan, “Wah, itu bukan masalah saya; itu masalahnya Allah dan Ia yang akan menyelesaikannya dengan cara-Nya sendiri.” Dan kita melihat satu bagian di dalam Kisah Para Rasul 2:23. Orang ini, yang berbicara mengenai penyaliban Kristus, meberikan suatu gambaran yang sangat penting di dalam Perjanjian Baru. “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya.” Yesus diserahkan sesuai sesuai dengan maksud dan tujuan Allah, “telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.” Jadi hal itu terjadi sebagai maksud dan tujuan Allah. Kalau memang itu terjadi di dalam jangkauan Kedaulatan Allah, maka Allah tidak akan menjadi cemas dan kuatir ketika hal itu terjadi, dan menanti untuk melihat apakah Ia akan sungguh-sungguh disalibkan. Tidak demikian, Ia tahu apa yang akan terjadi, tetapi di saat yang sama, Ia mengatakan, “Kamu yang membunuh-Nya. Bangsa-bangsa durhaka yang membunuh-Nya.” Pilihan sudah mereka buat. Pilihan kita memiliki konsekwensi yang nyata dengan tanggungjawab yang nyata. Pilihan kita di dalam Alkitab memiliki konsekwensi yang nyata dengan tanggungjawab yang nyata. Kita memang secara alamiah harus bertanggungjawab kepada Allah. Ia adalah standar tentang apa yang benar dan apa yang kudus. Kita bertanggungjawab kepada-Nya atas kekurangan kita dalam kebenaran dan kekudusan. Kita secara intelektual bertanggungjawab kepada Allah karena Ia sudah menyatakan diri-Nya kepada kita semua. Roma pasal 1 ayat 18-20, dan kita pada akhirnya harus bertanggungjawab kepada Allah. Akhirnya akan bertanggungjawab kepada Allah. Saya memiliki daftar beberapa ayat Alkitab tetapi kita tidak punya waktu untuk membahas semuanya, dan karena itu silahkan perhatikan di dalam catatan yang anda dapat dari kami. Lihat Kisah Para Rasul 13:48. Ini sesuatu yang sangat sederhana – perhatikan ini. Anda melihat kedua hal itu di sini. Kedaulatan Allah dan tanggungjawab manusia. “Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah” kita berbicara mengenai orang-orang yang tidak percaya yang kemudian datang kepada Yesus. “dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.” Jadi mereka menjadi percaya; mereka sangat bergembira. Mereka menghormati Firman Allah. Mereka membuat pilihan, mereka menjadi percaya. Di saat yang sama, semua yang ditentukan untuk hidup yang kekal menjadi percaya. Semua itu ada di bawah payung Kedaulatan Allah. Gambaran yang sama di dalam Kisah Para Rasul 18 ketika Allah berbicara kepada Paulus, Paulus mempertimbangkan apakah ia akan meninggalkan Korintus atau tidak, karena keadaan menjadi kurang baik. Dan Allah datang kepada Paulus dan berkata kepadanya, “Tinggallah di Korintus. Aku memiliki banyak umat-Ku di sini.” Apa yang dikatakan Allah di sini? Ia mengatakan, “Ada orang-orang yang akan menjadi percaya kepada Yesus Kristus di sini. Jadi tinggallah di sini dan beritakanlah Injil.” Ini tidak berarti bahwa orang-orang itu akan langsung secara tiba-tiba menjadi percaya. “Engkau memberitakan Injil. Engkau memilih untuk memberitakan Injil, mereka akan datang kepada iman di dalam Kristus. Semua itu akan terjadi di bawah kedaulatan-Ku.” Inilah sebabnya ketika Alkitab berkata kepada kita bahwa di suatu hari nanti ada orang banyak yang tak terthitung jumlahnya dari segala bangsa, orang-orang yang akan meletakkan segala kuasa di kaki tahta-Nya dan menyanyikan pujian. Inilah sebabnya kita pergi dengan penuh keyakinan kepada semua suku bangsa yang tercantum namanya di dalam gulungan kitab itu. Kita pergi dan memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa dan banyak orang akan meresponi. Akan ada orang-orang yang datang kepada iman di dalam Kristus. Kita tahu akan hal ini dan kita yakin sekali bahwa ketika pemahaman akan Kedaulatan Allah memotong usaha penginjilan,
maka kita sedang kehilangan makna yang benar mengenai Kedaulatan Allah itu. Kita kehilangan maknanya. Kedaulatan Allah tidak mengganggu usaha missi penginjilan. Kedaulatan Allah justru menjadi dorongan untuk pelaksanaan penginjilan. Saya suka apa yang dikatakan oleh Charles Simeon, yang membahas mengenai keselarasan atau kesepadanan ini, Allah Berdaulat, manusia bertanggungjawab. Charles Simeon, seorang pendeta besar. Ia pada prinsipnya mengatakan, “Kebenarannya tidak di tengah, tidak di satu sisi, tetapi di kedua sisi.” Dengan kata lain, kalau anda melihat Kedaulatan Allah dan tanggungjawab manusia, maka tujuan kita bukan mencari titik tengah di antara keduanya. Tujuannya adalah untuk memegang kedua sisi itu sepenuhnya. Allah sepenuhnya berdaulat; manusia sepenuhnya bertanggungjawab. Sepenuhnya di kedua sisi. Jadi, inilah gambaran dari keselarasan Allah. Semua membawa kepada rancangan Allah bermanfaat. Dengan kata lain, rancangan Allah itu baik. Dan kita akan melihatnya ketika kita berbicara mengenai Allah dan kejahatan. Implikasi praktis dari Kehendak Kedaulatan Allah. Kita harus memahami—jangan sampai melewatkannya—bahwa Allah menetapkan di dalam Kedaulatan-Nya, tujuan dan caranya, keduanya secara bersama-sama. Ini berarti, ketika saatnya tiba untuk menyatakan kehendak Allah, apa yang dikatakan Allah kepada kita di dalam Firman-Nya menegaskan kita untuk melakukannya. Kita harus berdoa untuk penggenapan dari kehendak-Nya yang dinyatakan. Kita perlu berdoa agar semua Firman-Nya digenapi. Kehendak-Mu jadilah. Apa artinya? Apakah ini berarti kita mengatakan, “Yah, lakukan saja apa yang sudah Engkau rencanakan untuk dilakukan.”? Tidak. Ini berarti, Ya Allah, terimalah kami di dalam Firman-Mu. Kemuliaan-Mu akan dikenal di antara bangsa-bangsa. Kita berdoa sesuai dengan kehendak-Nya yang dinyatakan itu, untuk penggenapan dari rencana-Nya yang dinyatakan itu. Ketika kita berdoa demikian, itu bukan sekedar kata-kata doa belaka. Ada satu bahaya yang lain lagi. Kita bisa saja berpikir, “Yah, bagaimanapun juga hal itu akan terjadi sebagaimana yang akan terjadi. Tak perlu saya berdoa. Allah pasti akan melakukannya -.” Tidak. Tidak. Bukan itu yang diajarkan Alkitab. Alkitab mengatakan kita harus berdoa. Doa menjadi alat yang dipakai Allah untuk bekerja di dunia ini dan karena itu berdoalah dan anda akan menjadi terlibat di dalam apa yang dilakukan oleh Allah di India, Pakistan, Afganistan atau negara-negara lain. Anda berdoa dan anda terlibat di dalam apa yang dilakukan oleh Allah alam semesta dan anda menjadi alat dimana ia akan membuka mata, yang buta melihat, karena anda berdoa dan menaikkan syafaat bagi mereka. Karena itu berdoalah. Beritakan Injil seturut dengan kehendak-Nya yang dinyatakan. Mereka akan mendengar, mereka akan percaya ketika kita memberitakan kepada mereka dan bagaimana mereka bisa mendengar dan menjadi percaya kalau bukan karena mendengarnya dari kita? Kalau yang kita lakukan hanyalah duduk berpangku tangan di tempat kita, mereka tidak akan mendengar Injil. Kiranya Allah menolong kita melihat hal ini. William Carey, bapa dari missi modern, suatu saat ketika sedang bersiap mengadakan perjalanan missi ke India, didatangi oleh seseorang yang sudah menyalahgunakan dan menyimpangkan pandangan tentang kedaulatan Allah. Orang itu berdiri dan menantang Carey, “Duduk saja, anak muda. Engkau terlalu bersemangat. Kalau Allah berkenan membuat orangorang yang belum percaya di India bertobat, Ia akan melakukannya tanpa pertolongan dariku atau darimu.” Orang itu mengatakan, Allah berdaulat, Ia akan melakukan hal itu kapanpun Ia mau. Namun Ia melakukan hal itu di dalam Kedaulatan-Nya dan anda bertanggungjawab kepada Allah. Kita bertanggungjawab untuk Amanat Agung yang diberikan kepada kita. Lalu bagaimana kita menjalani kehidupan dalam kaitan dengan kehendak rahasia Allah? Dalam kaitan dengan gambaran itu, mari kita membahasnya, bagaimana kita menjalani kehidupan dalam kaitan dengan dunia rahasia dari Allah? Apa yang terjadi? Gambarannya mungkin berupa pembunuhan, tragedi atau hal-hal demikian. Yang pertama, Hadapi masa lalu dengan sikap mau menebus. Hadapi masa lalu dengan sikap mau menebus. Ini gambaran yang saya harap bisa anda lihat di dalam kisah Yusuf dari Kejadian 50, khususnya kalau anda menjalani kehidupan yang sulit pada saat ini. Saya harap anda bisa melihatnya. Dan saya tidak bisa
mengatakan kalau hal itu selalu mudah dan selalu akan berakhir segera. Tetapi Allah bekerja dengan perspektif yang ada di dalam kehendak-Nya. Untuk hal-hal dimasa lalu kita bisa saja bertanya-tanya, “Mengapa hal itu terjadi kepadaku?” Allah kita adalah Allah yang mengambil masa lalu kita dan untuk bagian yang jahat Ia menebusnya menjadi kebaikan. Ia menebus apa yang buruk dengan menjadikannya baik. Ini gambaran tentang Rut dan Naomi. Naomi, mengalami kepahitan dalam Kitab Rut, bencana menghantam keluarganya. Ia sama sekali tidak punya bayangan bahwa di akhir kitab itu, Rut dan keturunannya akan melahirkan jalur keturunan yang akan menjadi Raja Israel, Raja Daud, dan kemudian juga Raja atas segala bangsa, Yesus. Ia tidak punya bayangan bahwa apa yang dialaminya di masa lalu akan dipakai Allah untuk menebus suatu masa depan dengan cara yang tidak pernah dibayangkannya sebelumnya. Hadapi masa lalu dengan sikap mau menebusnya. Kedaulatan Allah akan memberikan kepada kita damai sejahtera dalam semua yang kita hadapi. Anda bisa berbaring dan tidur dengan tenang malam ini karena Allah berdaulat. Kedaulatan Allah memberikan sukacita. Sukacita senantiasa karena Ia bekerja dalam segala sesuatu. Kedaulatan Allah memberikan pengharapan. Tidak ada yang terjadi secara begitu saja atau secara kebetulan. Tidak ada takdir yang tak berjiwa di sini. Tidak ada yang sekedar terjadi saja. Allah bekerja dalam keadaan yang sekarang dan karena itu yakinlah akan hal itu, dan hadapi masa depan dengan penuh penghrapan. Percaya kepada Tuhan dengan segenap hati anda; jangan bersandar kepada pengertian anda sendiri. Dalam segala jalan anda akuilah Dia dan Ia akan meluruskan jalan anda. Hadapi masa depan dengan penuh pengharapan. Baik, satu bagian lagi sudah selesai. Yang selanjutnya. Allah dan kejahatan. Saya mau mengajak kita memikirkan apa yang dikatakan oleh Epikuros, seorang filsuf abad keempat mengenai masalah kajahatan. Ia menyimpulkan pandangannya demikian: Allah ingin melenyapkan kejahatan tetapi tidak bisa melakukannya atau Ia bisa tetapi memang tidak mau melakukannya. Kalau Ia ingin tetapi tidak bisa, artinya Dia tidak berdaya. Kalau Ia bisa tetapi tidak mau melakukannya, Ia jahat. Kalau memang Allah bisa dan mau melenyapkan kejahatan, lalu mengapa masih banyak kejahatan terjadi di dalam dunia ini? Pada dasarnya ketika berkaitan dengan Allah dan kejahatan—masalah ini melibatkan tiga konsep yang berbeda. Tiga konsep. Yang pertama, Kebesaran Allah. Kedua, Kebaikan Allah dan yang ketiga, keberadaan kejahatan. Bagaimana ketiga hal itu saling berkaitan? Bagaimana Allah itu besar, bagaimana Allah itu baik, dan bagaimana ada kejahatan di dalam dunia ini? Ini yang akan kita perhatikan. Itulah pertanyaan yang kita ajukan. Bagaimana anda menghubungkan ketiganya? Inilah rahasia yang ingin kita gali. Kebesaran Allah, pikirkan dalam pemahaman demikian, bahwa Allah itu Besar, dan Ia sanggup menghentikan kejahatan. Jadi kalau Allah sungguh-sungguh Besar, maka Ia bisa menghentikan semua kejahatan sehingga tidak terjadi. Kalau Allah itu sungguh-sungguh Baik, maka Ia tidak akan mengijinkan adanya kejahatan terjadi. Ia bisa melakukannya, lalu mengapa Ia tidak melakukannya? Ia akan melakukannya kalau Ia Allah yang baik dan ada keberadaan kejahatan. Dan kejahatan, kita bisa pahami dalam dua cara. Ada kejahatan alami yang terjadi, yang termasuk di dalamnya adalah bencana alam, badai, gempa bumi, topan, tsunami. Juga termasuk dalam kejahatan alami adalah wabah, penyakit, AIDS, kanker dan yang sejenisnya. Kejahatan alamiah. Dan kemudian ada kejahatan moral yang ada. Berbicara mengenai hal ini, dalam satu sisi, semua kejahatan bisa dilacak asalnya kepada saat masuknya dosa ke dalam dunia, tetapi kita sedang berbicara mengenai pilihan dan tindakan moral manusia, yang kadangkala kita sebabkan sendiri. Kita membawa kejahatan dan penderitaan di dalam diri kita seringkali karena pilihan yang kita buat sendiri. Atau disebabkan oleh orang-orang lain, hal-hal yang diperbuat terhadap kita yang salah yang membawa kejahatan dan penderitaan terhadap kita. Dan ini bahayanya di sini. Saya tidak mau ada yang berpikir bahwa saya terlalu berlebihan kalau terlalu mendalam menyebutkannya. 6 juta orang Yahudi mati pada masa holocaust. 40 juta orang terinfeksi HIV. Puluhan juta orang yang kehilangan nyawa di bawah rejim Komunis di abad ke-20. Hampir satu juta orang Hutu dan Tutsi terbunuh di Rwanda. Ratusan ribu orang akan mati tahun ini karea
kelaparan, jutaan orang menderita kurang gizi. Dan pertanyaan yang sering terdengar adalah “Dimanakah Allah?” Dan saya tidak mau dianggap terlalu menggampangkan issu ini. Kita perlu sungguh-sungguh bergumul dengan hal ini. Kalau kita tidak bergumul dengan hal ini, kita tidak bergumul dengan kenyataan tentang siapakah Allah itu dan bagaimanakah keadaan dunia ini. Mulai dengan berpikir tentang beberapa jawaban yang kurang memadai, di sini kita akan mengangkat penjelasan kaum atheis. Atheis memberikan jawaban yang kurang memadai karena pada akhirnya, mereka tidak memiliki landasan untuk apa yang baik dan yang jahat. Kejahatan tidak sungguh-sungguh ada kalau seseorang menerima atheisme sampai kepada keseluruhan folosofinya. Di sinilah saya mengajak anda untuk berpikir bersama saya. Keberadaan kejahatan sesungguhnya menunjuk kepada keberadaan Allah. Ada orang mengatakan, “Sebenarnya bagaimana mungkin ada kejahatan di dunia ini sementara ada Allah? Jelas sekali, kalau kejahatan begitu merajalela, artinya Allah tidak ada.” Namun sebenarnya keberadaan kejahatan sendiri merupakan tanda akan adanya Allah karena kalau ada kejahatan di dunia ini, maka itu berarti ada kebaikan di sisi lainnya di dunia ini. Kalau ada kebaikan dan kejahatan di dunia ini, itu berarti ada ukuran yang dipakai untuk menilai yang mana yang baik atau jahat, dan hal itu, sebagaimana yang kita bicarakan tadi, hanya bisa muncul karena adanya Pemberi dari hukum moral sehingga dalam moralitasnya, perbedaan antara kebaikan dengan kejahatan menunjukkan kepada Pribadi yang menunjukkan perbedaan itu kepada kita: Pemberi hukum Moral. Dan juga keberadaan kejahatan sesungguhnya menunjuk kepada keberadaan Allah. Di sisi lain, atheisme, kalau Allah tidak ada, maka kebaikan dan kejahatan tidak ada. Tidak ada moralitas ini. Kalau Allah tidak ada, maka tidak ada dasar dari nilai moral yang ditunjukkan. Apa dasarnya? Dan saya ingin anda mendengarkan kutipan dari Richard Dawkins. Ia seorang atheis tulen. Dengarkan apa yang dikatakannya, “Di alam semesta dengan kekuatan fisik yang acak dan penggandaan genetik, beberapa orang akan terluka. Orang-orang lain akan menjadi beruntung dan anda tidak akan menemukan adanya kecocokan ataupun alasan di dalam proses itu, dan juga tidak ada keadilan. Alam semesta yang kita selidiki memiliki semua keadaan yang memang sudah kita duga sebelumnya kalau sudah sampai puncaknya, tidak ada rancangan, tidak ada tujuan, tidak ada kejahatan dan kebaikan, yang ada hanya ketidakpedulian yang acak. DNA, dengan kata lain proses evolusioner, tidak ada yang akan tahu atau tidak akan ada yang peduli. DNA terjadi begitu saja dan kita tinggal mengikutinya.” Bisakah anda membayangkan? Bisakah anda membayangkan bahwa anda harus menjelaskan kepada para korban, keluarga, yang kehilangan ayah atau ibu atau anak-anak di kamp konsentrasi seperti Auschwitz, “Ya, para penyiksa itu hanya sekedar mengikuti DNA mereka saja.”? Ketika tragedi terjadi, pembunuhan menimpa sebuah keluarga. Seorang anak terbunuh. Ya, itu terjadi karena pembunuhnya mengikuti apa kata DNA-nya, jawaban kaum atheis yang demikian tentu saja sangat menggelikan. Sama sekali tidak memadai. Ini jawaban yang buntu. Dan memang, benar sekali, Kekristenan dan gambaran yang kita lihat bukanlah sesuatu yang mudah untuk ‘memperdamaikan’ antara Kebesaran dan Kebaikan Allah dengan kejahatan, tetapi untuk menyimpang dari jalan itu, dengan mengatakan bahwa Allah tidak ada, teryata jauh lebih buruk, jauh lebih parah. Ada terlalu banyak jawaban yang melampaui kemampuan menjawab dari orang-orang Kristen dan dunia Kristen. Christian Science mengatakan bahwa kejahatan hanyalah sesuatu yang maya. Maya, dengan kata lain, wabah sebagai contoh, hanyalah khayalan saja. Gerakan Zaman Baru mengatakan, kejahatan hanyalah hasil dari ketidaktahuan; semakin banyak pengetahuan semakin kita menjauh dari dunia. Itulah jawabannya. Dualisme, yang pada dasarnya berpendapat bahwa ada peperangan di antara kebaikan melawan kejahatan seperti semacam ada Star Wars terjadi di dalam dunia dan tidak ada jaminan sama sekali siapa yang nantinya akan menang. Fatalisme, kita sudah melihat pandangan Deisme Proses dan Deisme Terbuka. Allah membenci kejahatan. Tetapi Ia tidak memiliki kuasa untuk melakukan apa-apa. Pernah membaca sebuah buku karangan Rabbi Harold Kushner yang berjudul, When Bad Things Happen to Good People? Ia
adalah seorang yang kehilangan anak laki-lakinya dan kemudian mulai mempertanyakan imannya dan mengeluarkan pandangan yang demikian, percaya, bahwa Allah tidak bisa melakukan apa-apa mengenai kejahatan karena pasti Ia akan menghentikan kejahatan kalau Ia bisa. Ia menuliskan sebuah buku—yang terjual lebih dari setengah juta copy dan di dalamnya ia mengatakan, “Saya bisa menyembah Allah yang membenci penderitaan tetapi tidak bisa melenyapkannya, lebih mudah daripada menyembah Allah yang memilih untuk membiarkan anak-anaknya menderita dan mati.” Dan anda bisa melihat penekanannya di sini, pada dasarnya ia menyanggah kemahakuasaan Allah di sini, dan mengatakan, “Allah tidak bisa berbuat apa-apa mengenai hal itu. Kalau bisa, pasti Ia sudah melakukan sesuatu.” Lalu bagaimana jawab Alkitab? Saya ingin anda membayangkan mengenai tiga hal, Kebesaran Allah, Kebaikan Allah dan kehadiran kejahatan. Pertama-tama, Kebesaran Allah, Allah di atas kejahatan. Kebaikan Allah, Allah di balik kejahatan, dan kehadiran kejahatan, Allah di tengah kejahatan. Dan saya ingin agar kita berpikir mengenai hal itu dalam tiga tahapan. Allah di atas kejahatan, Allah di balik kejahatan dan Allah di tengah kejahatan. Mari kita mulai dengan Allah di atas kejahatan. Kita akan membahasnya dengan cepat. Karena kita sudah berbicara mengenai Kedaulatan Allah atas segala sesuatu, dan saya hanya mau mengingatkan kepada anda bahwa Ia memang Berdaulat atas segala hal itu. Ia berdaulat atas bangsa-bangsa dan pemimpin yang jahat. Ia berdaulat atas roh-roh jahat dan setan-setan. Markus pasal 5, roh-roh jahat datang kepada Yesus, mereka sedang merasuki seseorang, dan mereka sujud di kaki Yesus. Ia berdaulat atas mereka. Perhatikan apa yang dikatakan Marthin Luther tentang hal ini, “Dan meskipun dunia ini dengan segala kekejian si jahat itu mencoba membinasakan kita, kita tidak takut karena Allah sudah memenuhi kita dengan Kebenaran-Nya agar bisa menang melalui kita. Pangeran kegelapan itu berang, karena kita tidak gentar kepadanya. Murkanya bisa kita tahan karena hal itu akan berlangsung sebentar saja. Satu kata yang singkat saja akan menjatuhkannya.” Allah berdaulat atas roh jahat dan setan-setan. Allah berdaulat atas cobaan yang kita hadapi. Ini kabar baik bagi saudara-saudari kita di dunia ini. Iblis bukanlah yang menentukan berkaitan dengan penganiayaan mereka: Allah yang berdaulat. Allah yang berdaulat atas bencana alam. Iblis bukanlah penguasa angin dan ombak, Allah sajalah penguasa angin dan ombak. Allah yang berdaulat atas penyakit dan wabah. Iblis bukan penguasa wabah. Allah penguasanya. Iblis bukan yang menentukan apakah kita hidup atau mati. Allah saja. Ia yang berdaulat atas keseluruhan yang ada. Jadi Allah di atas kejahatan. Yang kedua, Allah di balik kejahatan. Sekarang kita mengaitkannya dengan Kebaikan Allah. Apakah Allah baik? Apakah Allah berkuasa? Ya. Alkitab mengajar dengan jelas demikian, ya, Ia mahakuasa. Ia besar. Ia di atas kejahatan. Apakah Ia baik, Allah di balik kejahatan? Allah berkaitan dengan dosa kadangkala, dalam arti Ia berkaitan dengan dosa dengan cara yang berbeda dalam waktu yang berbeda. Perhatikan bagaimana Alkitab menuliskan tentang hal ini, menjelaskan kepada kita. Kadangkala Allah mencegah dosa. Ini yang bisa kita lihat dari Kejadian 20, mencegah agar dosa tidak terjadi, menjaga agar manusia tidak jatuh secara sengaja ke dalam dosa. Kadangkala Ia mengijinkan dosa. Ia membiarkan hal itu terjadi. Roma 1 mengatakan Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, yang membawa kepada dosa. Ia membiarkan terjadinya dosa. Yang ketiga, kadangkala Allah mengatur dosa. Ini yang bisa kita lihat di dalam Kejadian 50 dan Kisah Para Rasul 2. Gambarannya adalah Allah mengatur dosa agar yang kemudian muncul adalah kebaikan. Kadangkala itu berarti Allah membatasi dosa. Ini yang kita lihat di dalam Ayub 1:12 ketika Iblis datang kepada Allah karena mau mencobai Ayub dan kemudian Allah mengatakan kepada Iblis, “Engkau boleh melakukan ini tetapi tidak boleh melakukan itu.” Ia membatasi dosa. Tidak ada cobaan yang terjadi selain yang biasa terjadi kepada manusia. Jadi Ia membatasi akibat dari dosa. Di dalam semuanya itu, Allah melakukan sesuatu dalam waktu yang berbeda, dapat kita lihat di dalam Alkitab ketika kita mempelajarinya, tetapi satu hal yang juga diajarkan Alkitab adalah bahwa Allah tidak pernah secara langsung menjadi penyebab adanya dosa. Ia tidak pernah secara langsung menjadi penyebab terjadinya dosa. Ini penting.
Ini kebenaran yang kita pegang. Rahasianya adalah bagaimana kita mengaitkan antara kedua hal tadi, tetapi ini memang kebenaran yang tidak akan bisa kita pahami secara penuh. Allah tidak pernah menjadi penyebab langsung terjadinya dosa. Ia tidak pernah melakukan dosa di dalam Alkitab, dan Ia tidak pernah dianggap bertanggungjawab atas terjadinya dosa. Kita akan memperhatikan itu dalam beberapa saat, tetapi Allah tidak pernah menjadi Pribadi yang mencobai kita; itulah yang diajarkan oleh Yakobus 1 kepada kita. Ia sepenuhnya Kudus, dan Ia sepenuhnya Allah. Semua sifat yang sudah kita bicarakan mengenai kebaikan-Nya, Ia memiliki semuanya itu dan Ia tidak pernah dianggap bersalah atas suatu dosa di dalam Alkitab. Jadi, bagaimana, kemudian, Allah berkaitan dengan kebaikan dan kejahatan? Dan apa yang kita lihat di dalam Alkitab adalah bahwa Allah berkaitan dengan kebaikan dan kejahatan secara asimetris, artinya, Ia berkaitan dengan kebaikan dan kejahatan dalam cara yang berbeda. Ia berkaitan dengan kebaikan dengan cara yang berbeda dengan cara Ia berkaitan dengan kejahatan, itu yang ada di dalam Alkitab. Mari kita mencoba menggalinya: Semua yang baik ada di bawah Kedaulatan Allah. Kita sudah membahas hal ini. Ada juga daftar ayat-ayat di catatan anda. Semua yang baik ada di bawah Kedaulatan Allah. Dan ini sangat penting untuk diingat, Yehezkiel 33, di sana, Ia tidak berkenan atas kematian orang fasik. Semua yang baik ada di bawah Kedaulatan Allah. Dan kemudian, yang kedua, semua yang baik secara moral dapat dikenakan kepada-Nya. Semua yang baik secara moral dapat dikenakan kepada-Nya. Ketika Alkitab berbicara mengenai apa yang baik, semuanya kembali kepada Allah. Semua pemberian yang baik dan sempurna berasal dari atas, dari Allah. Roma 3, bisa anda lihat di ayat 9 sampai 20. Tidak ada seorangpun yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada yang mengerti, tidak ada yang mencari Allah, semua sudah berbalik. Mereka menjadi tidak berharga. Tidak ada seorangpun yang melakukan kebaikan, tidak satupun. Di sana juga dikatakan, “Tidak ada sesuatupun yang cukup baik.” Semua kebaikan berasal dari Allah. Semua yang baik datang dari siapa? Allah. Ia adalah satu-satunya yang baik dan tidak terbatas. Jadi, semua yang baik secara moral dapat dikenakan kepada Allah. Dengan kata lain, semua itu datangnya langsung dari Allah, paling utama dari Allah. Semua kebaikan yang kita lakukan, bisakah kita melakukan kebaikan? Ya, tetapi hanya melalui Allah di dalam kita. Kita hanya perantara. Ia yang terutama. Apakah ini masuk akal? Baik, Allah di balik kejahatan. Kemudian, Allah di balik kejahatan. Ini berberda, asimetris, cara yang berbeda. Hal yang sama. Semua yang jahat juga ada di bawah Kedaulatan Allah. Dan saya sungguh-sungguh berharap kita punya waktu untuk melihat semua ayat yang didaftarkan di dalam catatan anda, karena anda akan menemukan beberapa ayat yang akan mengejutkan anda. Dan tujuan saya bukanlah untuk menyembunyikan apa yang memang tertulis di dalam Alkitab. Ketika anda melihat Alkitab, Ratapan 3, di bagian pertengahan dituliskan, “Bukankah dari mulut Yang Mahatinggi keluar apa yang buruk dan apa yang baik?” Dari mulut Yang Mahatinggi, apa yang buruk dan apa yang baik. Yosua 11:20, “Karena TUHAN yang menyebabkan hati orang-orang itu menjadi keras, sehingga mereka berperang melawan orang Israel, supaya mereka ditumpas, dan jangan dikasihani, tetapi dipunahkan, seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa.” Ini gambaran yang menyeluruh. Anda memperhatikannya dan kalau kita melihat kehidupan Ayub, dan Allah ada di balik semua yang terjadi. Kedaulatan-Nya tetap nyata di sana. Dengarkan apa yang dikatakan Allah di dalam Yesaya 45, “yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini.” Allah mengatakan, “Aku yang membuat semuanya itu.” Dan hal itu muncul dari kenyataan akan Kedaulatan Allah. Karena Kedaulatan Allah itu univesal maka hal itu benar. Ia berdaulat atas semua yang jahat. Kebenaran kedua, saya mau menjelaskannya di sini. Kebenaran kedua—di sinilah perbedaan dengan apa yang baik – semua yang jahat tidak bisa secara moral dikenakan kepada Allah. Secara sederhana, yang saya maksudkan adalah bahwa Alkitab tidak pernah menuduh Allah dengan kejahatan, tidak pernah menuduh Allah dengan kejahatan. Dengan cara yang sama Allah secara moral dapat dihubungkan dengan semua yang baik, dan kita ada dalam proses selanjutnya, dimana gambarannya bertolak belakang berhubungan dengan kejahatan. Dan
memang, semua masih di bawah Kedaulatan Allah, di bawah payung kedaulatan-Nya, tetapi Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa kejahatan adalah kesalahan Allah. Kesalahan selalu terletak kepada mereka yang melakukan dosa, mereka yang melakukan kesalahan, dan dalam keadaan itu mereka yang bertanggungjawab atas terjadinya kejahatan. Perhatikan Roma 9, “Sekarang kamu akan berkata kepadaku: "Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkan-Nya? Sebab siapa yang menentang kehendak-Nya?" Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: "Mengapakah engkau membentuk aku demikian?" Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa.” Jadi gambarannya di sini, kita melihat keduanya. Anda melihat Kedaulatan Allah, tetapi anda melihat manusialah yang melakukan dosa. Di sini kita diingatkan juga tentang rencana Allah yang memiliki keselarasan. Ingat bahwa rancangan Allah memiliki keselarasan. Allah yang mengendalikan. Pada saat yang sama, kita yang membuat pilihan. Kita yang melakukan pilihan itu. Kisah Para Rasul pasal 2, ayat 20 sampai 24, salah satu contoh dimana kita terus kembali kepada gambaran tentang Yesus di kayu salib dan apa yang terjadi di sana. Ayat 23 mengatakan, “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.” Ini adalah tindakan kejahatan terbesar sepanjang sejarah, dan Allah mengatakan, “Semua itu adalah bagian dari maksud dan pengetahuan-Ku.” Ia yang berdaulat di balik hal itu. Ia di balik semua hal. Pada saat yang sama, kamulah yang membunuh-Nya, kata-Nya. Dan mereka yang harus bertanggungjawab karena sudah menyalibkan-Nya sampai mati. Kembali kepada rencana Allah yang berkeselarasan di dalam Alkitab yang kita bicara sebelumnya ketika kita membahas Kehendak Kedaulatan Allah. Ada tanggungjawab di sini. Kita yang membuat pilihan. Kita mengendalikan. Allah berkuasa. Keduanya ada di dalam Alkitab. Keduanya ada di sana. Jadi Alkitab menegaskan bahwa Allah sepenuhnya berkuasa dan ia sepenuhnya baik. Ini meninggalkan tantangan yang sangat besar bagi hati dan pikiran kita, tetapi semuanya bisa jelas dalam bagian akhir ini. Allah di atas kejahatan dan Allah di balik kejahatan sudah kita perhatikan, dan kita akan masuk ke dalam Allah di tengah kejahatan. Di sinilah saya ingin anda berpikir tentang gambaran mengenai Ayub, Kitab Ayub. Di sinilah Allah mendapat kesempatan, kalau Ia mau, untuk memberikan penjelasan filosofis mengenai masalah kejahatan. Ini adalah kesempatan bagi Allah untuk mengatakan, “Ayub, Aku tahu engkau bertanya-tanya mengapa hal buruk terjadi kepada orang baik, dan inilah jawabannya.” Dan Ia bisa terlibat dalam pembicaraan dengan Ayub. Ayub bisa saja mengajukan pertanyaan kepada Allah, tetapi kenyataannya adalah, saya yakin, bahwa rahasia Allah dan alasan mengapa Allah tidak melakukannya adalah karena kalau Ayub mulai mengajukan pertanyaan, maka ia akan harus terus bertanya dan tidak akan pernah sampai kepada titik di mana ia bisa mengatakan, “Oh, ya. Saya paham sekarang.” Bukannya memberikan jawaban filosofis kepada pertanyaan tentang masalah kejahatan, Allah mengatakan dua hal kepada Ayub. Yang pertama, Ia mengatakan, “Lihat kebaikanmu. Aku menyertai engkau. Aku menyertai engkau.” Sepanjang 37 pasal, Ayub bergumul dengan apa yang terjadi kepada dirinya dan keluarganya, dan kemudian, Allah datang kepadanya, lalu ia mengajukan berbagai pertanyaan demi pertanyaan yang mengingatkan dirinya akan kenyataan bahwa Allah menyertai dirinya. Dan yang kita lihat di dalam Kitab Ayub adalah ketika berkaitan dengan masalah kejahatan, yang kita butuhkan bukanlah jawaban, yang kita butuhkan adalah Sang pemberi jawaban. Yang kita perlukan bukanlah argumentasi filososfis, kita membutuhkan suatu pribadi. Kalau saya bisa memberikan ilustrasi, secara sederhana, saya mengerti bahwa dalam pernikahan kami ketika istri saya menghadapi masa-masa sulit, yang diperlukannya adalah saya dan bukan jawaban. Ia memerlukan kehadiran. Dan inilah yang dilakukan Allah di dalam kehidupan Ayub. Ia mengatakan dalam pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan, “Ayub, Aku di sini bersamamu. Aku memegang kendali. Aku memegang kendali.” Ia mengatakan hal itu berulangkali kepada Ayub untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukannya.
Dan anda melihat penderitaan saudara seiman kita di berbagai belahan dunia dan anda akan melihat hal ini. Kalau ada orang yang memiliki hak untuk bergumul dengan Allah dan kejahatan, mereka adalah orang-orang yang tinggal di negara belum berkembang, khususnya saudara seiman yang mengalami penganiayaan karena mengikuti Allah yang baik dan berkuasa. Dan anda bisa saja menyaksikan berita atau kesaksian tentang penganiayaan yang terjadi dan kemudian anda mengatakan, “Saya sangat sedih bahwa hal itu terjadi.” Dan kemudian mereka yang justru akan memandang kepada anda dengan senyum di wajah mereka dan mengatakan, “Allah itu besar. Allah itu besar. Allah itu besar.” Mereka mengetahui hal itu. Mereka mengetahui hal itu dan anda melihatnya. Gereja juga berkembang di sana. Gereja berkembang. Yang sangat menarik adalah, hal itu terjadi di dalam Perjanjian Baru dan sejarah Gerja, bahwa Injil tidak berkembamg cepat dalam kenyamanan, tetapi di dalam penderitaan. Anda melihat ke sekeliling di dunia ini di mana Injil berkembang paling cepat, paling luas adalah di tengah penderitaan. Anda melihat di tempat-tempat yang nyaman, di sinilah Kekristenan mandeg dan bahkan menurun. Gambarannya adalah Allah menunjukkan di tengah-tengah penderitaan, Aku menyertaimu dan Aku mengendalikan keadaan. Inilah sebabnya di Kisah Para Rasul 4 mereka berbicara mengenai apa yang dilakukan Allah dan tujuan kehendak serta pengetahuan-Nya, Yesus naik ke kayu salib, dan mereka mengatakan, “Ya Allah kami tahu siapa penganiaya kami.” Mereka dianiaya di dalam Kisah Para Rasul pasal 4. Mereka menerima ancaman untuk hidup mereka dan mereka mengatakan, “Ya Allah, kami tahu bahwa Engkau mengendalikan semuanya ini.” Dengan kata lain, “Kami tahu bahwa para penganiaya kami sedang terikat. Iblis sedang terikat. Engkau yang mengendalikan semuanya dan kami bisa percaya kepada-Mu. Engkau beserta kami dan Engkau yang mengendalikan.” Ini gambaran yang kita lihat dari Kitab Ayub. Ini gambaran yang kita lihat. C.S. Lewis menuliskan “Allah berbisik di dalam kesenangan kita, berbicara dalam hati nurani kita tetapi berseru dalam penderitaan kita, dan penderitaan itu adalah megaphone yang dipakai-Nya untuk membangunkan dunia yang tulus.” “Seringkali terjadi” tambah Packer, “saat para orangorang kudus mengenal persekutuan dengan Bapa dan Anak secara lebih nyata ketika sukacita Kristen terasa terbesar yaitu ketika salib terasa paling berat.” Dan Malcolm Muggeridge menjelaskannya demikian, “Bertolak belakang dengan apa yang sering diharapkan, saya memandang kembali kepada pengalaman saat saya khususnya mengalami kesesakan dan penderitaan maka saya memandangnya dengan kepuasan. Memang, saya bisa mengatakan dengan sebenarnya bahwa semua yang saya pelajari dalam 75 tahun hidup saya di dunia ini, bahwa yang sangat menguatkan saya untuk menunjukkan keberadaan saya dan menerangi kehidupan saya adalah melalui kesulitan dan bukan melalui kebahagiaan, baik yang dikejar maupun yang diperoleh. Ini, jelas sekali, adalah yang ditunjukkan dalam kayu salib, dan salib inilah yang lebih dari semua yang lain sudah memanggil saya dengan tak tertahankan kepada Kristus.” Dan di sinilah saya mau membawa anda kepada kebenaran yang utama. Ini adalah apa yang tampak dari diri-Nya seperti dalam Ayub, di salib. Yesus mengatakan dua hal. Yang pertama, Ia mengatakan, "Lihat kebaikan-Ku. Aku menyertai engkau.” Ini adalah jawaban yang luar biasa yang diberikan Kitab Suci berkaitan dengan Allah dan kejahatan. Gambarannya adalah mengenai Yesus di kayu salib. Di sana Allah mengambil semua akibat dosa ke atas diriNya. Ini bukan Allah yang jauh yang tidak peduli akan perjuangan kita berkaitan dengan kejahatan. Ini adalah mengenai Allah yang menanggung kejahatan kita. Yesus berkata "Aku menyertai engkau." Apakah Anda merasa remuk, saudara-saudara? Dia sudah diremukkan. Apakah Anda merasa ditolak? Dia sudah ditolak. Kita tidak memiliki seorang Juruselamat yang tidak dapat bersimpati dengan kelemahan kita. Dia menjadi seperti kita. Dia tahu apa yang kita rasakan di tengah kejahatan dan penderitaan. Dia telah menanggung-Nya di atas diriNya. Di salib ia berkata "Lihat kebaikan-Ku. Aku beserta engkau.” Dan juga “Lihat kebesaran-Ku. Saya mengendalikan.” Apa maksudnya? Dia menanggung kejahatan dan penderitaan atas diriNya; murka Allah dan dosa ke atas diriNya. Dan tiga hari kemudian, Dia hidup dan Dia mengatakan, saudara seiman, "Kejahatan adalah sementara.” Kejahatan bersifat sementara dan Tuhan yang paling utama. Hai maut, di manakah kemenanganmu? Maut, di manakah sengatmu?”
Sengat maut dan dosa, kuasa dosa dan hukum Taurat, tetapi syukur kepada Allah. Ini memberikan kepada kita kemenangan melalui Tuhan kita, Yesus Kristus. Iblis, perancang besar dari penderitaan dan kejahatan tidak berdaulat. Allah sajalah yang berdaulat. Ia yang paling utama. Dan itu sebabnya Roma 8:39 dapat menyatakan “baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” Tidak ada, karena Ia berdaulat atas kita. Itulah sebabnya Cory ten Boom bisa menulis dari kedalaman sebuah kamp kematian Nazi, "Tidak peduli seberapa dalam kegelapan kami, Dia lebih dalam lagi." Amy Johnston Flint menulis lagu ini, saya mau mengingatkan Anda sebelum saya membaca teks ini, ini tidak ditulis oleh seorang aktris film sukses Hollywood. Ini ditulis oleh seorang wanita yang menjadi yatim piatu ketika masih sangat kecil, seorang wanita yang dilumpuhkan oleh rheumatoid arthritis, menghabiskan sebagian besar hidupnya di tempat tidur, memakai delapan bantal menopang tubuhnya dari ujung kaki sampai ujung kepala karena tubuhnya dipenuhi dengan luka selama bertahun-tahun. Dia telah kehilangan kendali atas organ tubuh internalnya dan kanker menyerap sisa kehidupannya. Dia menulis demikian: "Dia memberi rahmat lebih banyak ketika beban bertambah berat, Dia memberikan lebih banyak kekuatan dan kesulitan bertambah besar; untuk melipatgandakan di dalam ujian-Nya kedamaian yang berlipat ganda. Ketika kita telah kehabisan persediaan kekuatan kita, ketika kekuatan kita sudah hampir sirna dan hari-hari kita tinggal setengah saja, ketika kita sampai kepada batas akhir timbunan kekuatan kita, pemberian Allah yang penuh itu baru saja dimulai. Kasih-Nya tak berbatas, kasih karunia-Nya tak terukur. Kuasa-Nya tak terbatas dalam ukuran manusia; karena dari kekayaan yang tak terbatas di dalam Yesus, Ia memberi dan memberi dan memberi lagi.” Dia memberi kasih karunia lebih besar ketika beban tumbuh lebih besar. Inilah Allah di tengah kejahatan. Inilah gambaran yang kekal itu, yang perlu kita pahami. Kita akan senantiasa menyembah Dia di dalam Kebesaran-Nya. Dia Besar dan kita jangan sampai mengecilkan Kebesaran-Nya dengan mencoba untuk memahami secara sempurna tentang bagaimana semua kejahatan itu terjadi. Kita akan selama-lamanya menyembah Allah di dalam Kebesaran-Nya. Yang kedua, kita akan selamanya menikmati Allah di dalam Kebesaran-Nya. Ia Baik. Ia selamanya Baik kepada kita, umat-Nya. Kita akan selamanya menikmati Allah di dalam Kebaikan-Nya ketika berkaitan dengan kehadiran kejahatan, yang akan dikatakan oleh Pandangan Dunia Kristen di suatu saat adalah, “Kita tidak akan pernah mengalami kejahatan lagi.” Wahyu 21. Tidak akan ada lagi dukacita, sakit atau penderitaan lagi. Semua itu akan lenyap. Yang lama akan berlalu dan yang baru akan datang dan kita akan berdiam di dalam Allah sampai selamanya. Inilah gambarannya. Saya mau mengingatkan anda, agar kita berpikir mengenai saudara seiman kita yang teraniaya, dengan jumlah lebih dari 200 juta orang di 60 negara dimana mereka mengalami penderitaan, mengalami penganiayaan yang terjadi hampir setiap saat. Dan berkaitan dengan kehidupan Ayub, dengarkan apa yang dikatakan olehnya. Ia baru saja mendapati bahwa anak-anaknya lakilaki dan perempuan, semuanya, mati. Ia berkata dalam Ayub pasal 1, “Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" Allah itu Besar dan Dia Baik dan Ia sudah menanggung kejahatan ke atas diri-Nya dan Ia menaklukannya dan menunjukkan Keunggulan-Nya atas hal itu. Dan saya ingin agar kita, setelah melihat semuanya, dan dengan mengingat saudara seiman kita, beberapa sedang dibelenggu, ada yang dipenjara, istri mereka di rumah sendirian saja, anak mereka di rumah sendiri karena orang tua mereka dipenjara. Mereka adalah saudara seiman yang mengalami ancaman kematian, bahaya maut. Saya ingin agar kita bersama memuji keagungan nama Allah,
Kebesaran Allah, yang bahkan ketika semua itu terjadi, Ia tetap Allah yang Besar. Kita berdoa bagi saudara seiman kita.